ANALISIS DAYASAING DAN STRATEGI PENGEMBANGAN AGRIBISNIS GANDUM LOKAL DI INDONESIA
SKRIPSI
AGNES AULIA DWI PUSPITA H34053125
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
RINGKASAN AGNES AULIA DWI PUSPITA. Analisis Dayasaing dan Strategi Pengembangan Agribisnis Gandum Lokal di Indonesia. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan LUKMAN M. BAGA.) Gandum merupakan komoditi strategis yang dapat menjadi bahan pangan alternatif bagi beras. Gandum memiliki kandungan karbohidrat yang tidak jauh berbeda jika dibanding dengan komoditas serealia lain seperti sorgum, jagung dan beras sedangkan kandungan proteinnya lebih tinggi dari sorgum, jagung dan beras. Bahan pangan dari gandum yang dikenal dengan tepung terigu sudah menjadi sumber bahan pangan alternatif yang merata bagi penduduk Indonesia dari kota sampai ke pelosok desa. Konsumsi gandum di Indonesia dari tahun ke tahun semakin meningkat disebabkan oleh adanya pertambahan jumlah penduduk dan perubahan pola makan masyarakat yang telah bergeser ke makanan yang berbasis tepung terigu seperti mi instan dan roti. Meskipun gandum dapat menjadi bahan pangan alternatif namun ketersediaannya yang tidak mencukupi justru malah menjadi permasalahan. Hingga saat ini, untuk memenuhi kebutuhan gandum dalam negeri Indonesia mengimpor gandum dari negara lain. Indonesia merupakan negara pengimpor gandum terbesar ke empat di dunia dengan volume impor mencapai 4,9 juta ton pada tahun 2008. Kondisi tersebut merupakan permasalahan bagi agribisnis gandum di Indonesia, karena konsumsi gandum dalam negeri terus meningkat sementara itu Indonesia sendiri belum mampu memenuhi kebutuhan gandum domestik. Jika volume impor gandum terus meningkat maka hal ini akan dapat semakin mengurangi devisa negara. Seperti kita ketahui bahwa Indonesia tidak memiliki tanaman gandum meskipun produk olahan gandum sudah sangat dikenal oleh masyarakat Indonesia. Saat ini Industri pengolahan gandum di Indonesia telah berkembang. Sementara itu gandum yang diolah merupakan gandum impor. Sejak tahun 2001 pemerintah mulai mengembangan agribisnis gandum lokal dan banyak penelitian telah membuktikan bahwa tanaman gandum dapat dikembangkan di Indonesia. Gandum yang dihasilkan oleh Indonesia dikenal dengan gandum lokal. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis kondisi sistem agribisnis gandum di Indonesia saat ini serta dayasaing agribisnis gandum lokal di Indonesia yang saat ini baru dikembangkan. Hasil analisis tersebut diharapkan dapat digunakan untuk merumuskan strategi pengembangan agribisnis gandum lokal di Indonesia dalam rangka pencapaian sasaran yaitu membentuk desa industri. Lingkup penelitian ini adalah pengolahan data gandum secara nasional. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dan primer. Metode analisis data yang digunakan antara lain: analisis sistem agribisnis gandum di Indonesia, analisis Berlian Porter, analisis SWOT, dan arsitektur strategik. Hasil penelitian menunjukan bahwa sistem agribisnis gandum di Indonesia masing-masing subsistem agribisnisnya belum terbentuk seluruhnya dan belum saling mendukung dan terkait satu sama lain. Hasil analisis dayasaing
menggunakan pendekatan Teori Berlian Porter menunjukkan keterkaitan antar komponen yang saling mendukung dan tidak saling mendukung dalam tiap komponen dayasaing agribisnis gandum lokal. Dalam penelitian ini diperoleh hasil bahwa keterkaitan antar komponen yang tidak saling mendukung lebih dominan dibandingkan keterkaitan antar komponen yang saling mendukung. Hal ini menunjukkan bahwa dayasaing agribisnis gandum lokal di Indonesia masih lemah. Berdasarkan hasil analisis SWOT, rumusan strategi untuk mengembangkan dan meningkatkan dayasaing agribisnis gandum lokal antara lain strategi S-O, S-T, W-O, dan W-T. Strategi S-O antara lain, optimalisasi lahan gandum lokal, membangun industri berbasis gandum lokal di pedesaan, penguatan kelembagaan, melakukan bimbingan, pembinaan, dan pendampingan bagi petani. Startegi S-T antara lain meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi gandum lokal, pembatasan volume impor. Strategi W-O antara lain, melakukan kerjasama dengan industri makanan, membentuk kerjasama dengan lembaga permodalan serta memberdayakan kelompok tani untuk melayani kegiatan simpan pinjam, mengatur ketersediaan benih, menciptakan varietas gandum baru untuk dataran rendah dan medium, melakukan sosialisasi dan promosi tentang agribisnis gandum kepada petani. Sedangkan strategi W-T yang dirumuskan adalah menciptakan produk olahan gandum berkualitas untuk segmentasi pasar tertentu. Bentuk nyata dari strategi yang telah dirumuskan dari hasil analisis SWOT adalah program-program yang disusun untuk meningkatkan dayasaing agribisnis gandum lokal di Indonesia. Program yang disusun tersebut terdiri dari kegiatan yang dilakukan secara rutin dan kegiatan yang dilakukan secara bertahap yang dibagi kedalam lima tahap. Dari sasaran, tantangan, dan program yang telah dirumuskan, hasilnya dipetakan ke dalam gambar yang disebut Arsitektur Strategik Agribisnis Gandum Lokal. Rancangan arsitektur strategik Agribisnis Gandum Lokal merupakan rekomendasi yang penulis berikan sebagai jawaban atas tantangan yang dihadapi agribisnis gandum lokal. Rancangan tersebut merupakan peta strategi (blue print strategy) untuk mencapai sasaran terbentuknya desa industri, mewujudkan diversifikasi pangan, dan mensubstitusi sebagian permintaan domestik dengan gandum lokal.
ANALISIS DAYASAING DAN STRATEGI PENGEMBANGAN AGRIBISNIS GANDUM LOKAL DI INDONESIA
AGNES AULIA DWI PUSPITA H34053125
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
Judul skripsi : Analisis Dayasaing dan Strategi Pengembangan Agribisnis Gandum Lokal Di Indonesia Nama : Agnes Aulia Dwi Puspita NRP
: H34053125
Disetujui, Pembimbing
Ir. Lukman M. Baga, MA. Ec NIP. 131 846 873
Diketahui, Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP. 131 415 082
Tanggal Lulus:
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis Dayasaing dan Strategi Pengembangan Agribisnis Gandum Lokal di Indonesia“ adalah karya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Mei 2009
Agnes Aulia Dwi Puspita H34053125
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kotabumi pada tanggal 3 April 1988. Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Yohanes Marsudi dan Ibu Veronika Retno Iriyanti. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SDN I Kembang Tanjung, Kotabumi Lampung Utara dan lulus pada tahun 1999. Sekolah menengah pertama dilalui penulis di SMP Xaverius Kotabumi dan lulus pada tahun 2002. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah menengah atas di SMAN I Bandar Lampung dan lulus pada tahun 2005. Pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Pada tahun 2005 IPB pertama kali memberlakukan kurikulum mayorminor sehingga pada tahun pertama penulis belum memiliki jurusan dan pada tahun kedua penulis diterima sebagai mahasiswa Mayor Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, dengan Minor Agronomi dan Hortikultura. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam berbagai keorganisasian. Penulis menjadi anggota Keluarga Mahasiswa Katolik IPB (KEMAKI IPB) (2005-sekarang), Anggota keluarga Mahasiswa Lampung (KEMALA) (2005sekarang), Anggota Koor KEMAKI (2006-sekarang), Seksi Dana dan Usaha di Kemaki IPB periode 2007-2008, Asisten Agama Katolik (2007-sekarang), dan menjadi Anggota Himpunan Mahasiswa Peminat Agribisnis (Hipma) (2008sekarang).
1
KATA PENGANTAR Puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala berkat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Dayasaing dan Strategi Pengembangan Agribisnis Gandum Lokal di Indonesia”. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kondisi sistem agribisnis, dan dayasaing agribisnis gandum lokal di Indonesia saat ini, serta merumuskan strategi pengembangan agribisnis gandum lokal di Indonesia dalam upaya mewujudkan diversifikasi pangan, Desa Industri berbasis gandum lokal, dan mensubstitusi sebagian permintaan gandum domestik dengan gandum lokal. Penulis menyadari bahwa masih ada kekurangan dalam penyusunan skripsi ini. Harapan penulis, semoga penelitian ini dapat menjadi sumbangan informasi yang bermanfaat bagi siapapun yang membacanya mengingat masih sedikitnya literatur dan penelitian yang membahas mengenai masalah agribisnis gandum lokal di Indonesia.
Bogor, Mei 2009 Agnes Aulia Dwi Puspita
2
UCAPAN TERIMA KASIH Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala berkat dan kasih karuniaNya yang selalu dicurahkan kepada penulis dan kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi ini: 1) Orang tuaku tercinta; Yohanes Marsudi dan Veronika Retno Iriyanti, atas kasih sayang serta cinta, doa, dukungan spiritual dan material, arahan, perhatian, dan penguatan yang diberikan kepada penulis. Semoga ini dapat menjadi persembahan yang terbaik bagi Bapak dan Ibu. 2) Mbakku tercinta, Elisabeth Reni Hapsari atas doa, dukungan, semangat, arahan, dan perhatian yang diberikan kepada penulis. Serta adikku tercinta, F.X. Satrio Wicaksono yang menjadi sumber penghiburan, semangat, dan inspirasi bagi penulis. 3) Ir. Lukman M. Baga, MA. Ec selaku dosen pembimbing skripsi yang telah merekomendasikan topik penelitian ini kepada penulis, serta memberikan bimbingan, masukan, saran, dan motivasi dengan begitu sabar kepada penulis. 4) Dr. Ir. Heny K. S. Daryanto, M.Ec selaku dosen penguji utama, yang telah memberikan banyak masukan dan saran bagi penulis. 5) Ir. Harmini, MSi selaku dosen penguji wakil departemen, yang juga telah memberikan banyak masukan dan saran kepada penulis. 6) Ir. Yayah K Wagino, M.Ec selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan arahan selama penulis menjalankan kegiatan perkuliahan. 7) Seluruh dosen dan staf pengajar Departemen Agribisnis yang telah memberikan ilmunya kepada penulis selama kegiatan perkuliahan. 8) Ir. Risda Yulita, MM (Kasubdit Serealia Lain) dan Ir. Valensia, MSi (Kepala Seksi Pengembangan Gandum di Indonesia), serta seluruh staf Direktorat Budidaya Serealia Lain Departemen Pertanian yang telah bersedia membantu dan memberikan informasi yang sangat berarti bagi penelitian ini. 9) Petrus Asep atas doa, kasih sayang, kebersamaan, kesabaran, masukan, serta motivasi yang diberikan khususnya pada saat penulisan skripsi. Semoga semua harapan, impian, dan kesuksesan dapat kita raih berdua.
3
10) Om Wanto dan Bulek Agustin, Om Woto dan Bulek Ning, serta adik Tyas, Aji, Bagus, Febi, Mas Aldi, dan Opie yang selalu memberikan dukungan dan semangat bagi penulis. 11) Mba Utari Evi Cahyani (Uut) atas bantuan dan bimbingannya dalam penyelesaian skripsi ini, serta K’Rudi yang telah memberikan masukan kepada penulis. 12) Debie Napitupulu, teman yang selalu mendukung, menyemangati, dan menjadi inspirasi bagi penulis. 13) Hefrina Sitanggang, teman sekamar sekaligus sebagai teman seperjuangan yang selalu setia memberikan dukungan dan semangat kepada penulis. Semoga perjuangan kita membawa keberhasilan bagi kita. 14) Teman-teman satu bimbingan Lenny Siahaan, Isnurdiansyah, Mba Nita, dan K Fadhli atas dukungan yang diberikan kepada penulis dan khususnya Teh Erni atas perjuangan bersama yang telah dilalui selama penelitian. 15) Teman-teman Gladikarya di Desa Tambak Mekar Subang : Keluarga Cemara, Nadjmi (Abah), Devi (Teh Euis), Gusri (Teh Ara), dan Yusda (Teh Agil) yang telah memberikan keceriaan dan motivasi yang begitu besar bagi penulis. 16) Teman-teman Wisma Ananda; Stevi, Maria, Melisa, Pesta, Mei Cing, Kamlit, Tety, Devina, Nove, Iven, Hila, dan Vanda atas dukungan dan semangat yang diberikan kepada penulis. 17) Teman-teman pendamping dan khususnya pendampingan St.Tarsisius atas keceriaan dan semangat yang diberikan kepada penulis. 18) Theresia Wahyuni, Amel, Janri, dan teman-teman di Agribisnis’42 atas semangat dan sharing selama penelitian hingga penyelesaian skripsi, serta seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terimakasih atas bantuannya.
Bogor, Mei 2009 Agnes Aulia Dwi Puspita
4
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ..........................................................................
xiv
DAFTAR GAMBAR ......................................................................
xvi
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................
xvii
I
PENDAHULUAN .............................................................. 1.1. Latar Belakang ............................................................. 1.2. Perumusan Masalah ..................................................... 1.3. Tujuan Penelitian ......................................................... 1.4. Manfaat Penelitian ....................................................... 1.5. Ruang Lingkup Penelitian ............................................
1 1 6 8 9 9
II
TINJAUAN PUSTAKA ..................................................... 2.1. Gandum ........................................................................ 2.1.1. Deskripsi Gandum ............................................. 2.1.2. Jenis Gandum .................................................... 2.1.3. Manfaat Gandum ............................................... 2.1.4. Sejarah Pengembangan Gandum di Indonesia.... 2.1.5. Budidaya Gandum ............................................. 2.2. Desa Industri ................................................................. 2.3. Penelitian Terdahulu ...................................................
10 10 10 11 11 13 15 18 20
III
KERANGKA PEMIKIRAN ............................................. 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ....................................... 3.1.1. Pengertian Agribisnis ........................................ 3.1.2. Konsep Dayasaing ............................................. 3.1.3. Analisis SWOT ................................................. 3.1.4. Arsitektur Strategik ........................................... 3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ................................
23 23 23 23 29 30 31
IV
METODE PENELITIAN .................................................. 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ....................................... 4.2. Data dan Instrumentasi ................................................. 4.3. Metode Pengumpulan Data .......................................... 4.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data ........................ 4.4.1. Analisis Berlian Porter ...................................... 4.4.2. Analisis SWOT ................................................. 4.4.3. Arsitektur Strategik ...........................................
33 33 33 33 34 36 38 39
V
GAMBARAN UMUM GANDUM DUNIA DAN NASIONAL ............................................................... 5.1. Gambaran Umum Gandum dunia ................................ 5.1.1. Gambaran Umum Perkembangan Tanaman Gandum di India ................................................
40 40 40
5
5.1.2. Produksi Gandum Dunia ................................... 5.1.3. Negara Penghasil Gandum di Dunia ................. 5.1.4. Luas Areal, Produksi, dan Produktivitas Negera Penghasil Gandum terbesar di Dunia Tahun 2005 ....................................................... 5.1.5. Eksportir Gandum Dunia .................................. 5.1.6. Importir Gandum Dunia .................................... 5.1.7. Tingkat Harga Gandum Dunia .......................... 5.2. Kondisi Agribisnis Gandum Lokal di Indonesia .......... 5.2.1. Subsistem Hulu ................................................. 5.2.2. Subsistem Kegiatan Usahatani .......................... 5.2.3. Subsistem Hilir dan Pemasaran ......................... 5.2.4. Subsistem Penunjang ........................................ 5.3. Impor Gandum Indonesia ............................................. VI
VII
DAYASAING AGRIBISNIS GANDUM LOKAL DI INDONESIA ................................................................ 6.1. Analisis Komponen Porter’s Diamond System .......... 6.1.1. Kondisi Faktor Sumberdaya .............................. 6.1.2. Kondisi Permintaan ........................................... 6.1.3. Industri Terkait dan Industri Pendukung .......... 6.1.4. Stuktur, Persaingan, dan Strategi Agribisnis Gandum Lokal ................................. 6.1.5. Peran Pemerintah .............................................. 6.1.6. Peran Kesempatan ............................................. 6.2. Keterkaitan Antar Komponen Utama .......................... 6.3. KeterkaitanAntar Komponen Penunjang dengan Komponen Utama............................................. STRATEGI PENGEMBANGAN DAN PENINGKATAN DAYASAING AGRIBISNIS GANDUM LOKAL DI INDONESIA ................................................................. 7.1. Analisis SWOT Pengembangan dan Peningkatan Dayasaing Agribisnis Gandum Lokal ...... 7.1.1. Identifikasi Faktor-faktor dalam tiap Komponen Porter’s Diamond System ............... 7.1.2. Analisis Komponen SWOT ............................... 7.1.3. Perumusan Strategi dengan Matriks SWOT ..... 7.2. Rancangan Arsitektur Strategi Pengembangan dan Peningkatan Dayasaing Agribisnis Gandum Lokal ..... 7.2.1. Sasaran Agribisnis Gandum Lokal Di Indonesia 7.2.2. Tantangan Agribisnis Gandum Lokal .............. 7.2.3. Program Pengembangan dan Peningkatan Dayasaing Agribisnis Gandum Lokal ............... 7.2.4. Tahapan Arsitektur Strategi ...............................
42 42
44 45 45 46 47 47 49 52 54 56 58 58 58 67 69 71 73 73 75 78
82 82 82 83 90 98 98 98 99 101
6
VIII
KESIMPULAN DAN SARAN .......................................... 8.1. Kesimpulan .................................................................. 8.2. Saran .............................................................................
104 104 105
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................
107
LAMPIRAN ....................................................................................
110
7
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1. Komposisi Nutrisi Beberapa Komoditas Serealia ................
2
2. Konsumsi Pangan Penduduk Indonesia Tahun 2002-2003 ..
3
3. Volume Impor Gandum Indonesia Tahun 2000–2008 .........
5
4. Luas Lahan yang Sesuai dan Masih Tersedia untuk Pengembangan Tanaman Gandum di Dataran Tinggi di Indonesia ..........................................................................
7
5. Perbandingan Kandungan Gizi Roti Putih dan Roti Gandum per 100 gram ..........................................................................
13
6. Luas Areal, Produksi, dan Produktivitas Gandum di India Tahun 1950/1951 .................................................................
41
7. Perkembangan Produksi dan Permintaan Gandum Dunia Periode Tahun 2003/2004-2007/2008 .......................
42
8. Jumlah Produksi Negara Penghasil Gandum Terbesar di Dunia Periode Tahun 2005/2006-2008/2009 ...................
43
9. Luas Areal, Produksi, dan Produktivitas Negara Penghasil Gandum Terbesar di Dunia Tahun 2005 ..............................
44
10. Eksportir Utama Gandum Dunia Periode 2005/2006-2008/2009 ..........................................................
45
11. Importir Gandum Dunia Periode 2005/2006-2008/2009 .....
46
12. Perbandingan Pendapatan Usahatani Pola Tanam Kentang-Kubis dengan Kentang-Kubis-Gandum ................. (per Hektar per Tahun)
50
13. Perbandingan Pendapatan Usahatani Pola Tanam Kentang-Kentang dengan Kentang-Kentang-Gandum ........ (per Hektar per Tahun)
51
14. Daftar Nama Perusahaan Tepung Terigu di Indonesia ........
53
15. Negara Utama Pengekspor Gandum Ke Indonesia ..............
57
16. Luas Tanam Gandum Lokal Tahun 2004-2008 ...................
60
17. Keterkaitan Antar Komponen Utama ...................................
75
18. Keterkaitan Antar Komponen Penunjang dengan Komponen Utama ..................................................................
78
8
19. Identifikasi Komponen Dayasaing Agribisnis Gandum Lokal ....................................................
83
20. Matriks SWOT Agribisnis Gandum Lokal ..........................
91
21. Program Pengembangan Agribisnis dan Peningkatan Dayasaing Agribisnis Gandum Lokal .............
100
9
DAFTAR GAMBAR Nomor 1.
Halaman Tren Konsumsi Tepung Terigu per Kapita Tahun 1992-2008 ...............................................................
4
2.
Bagan Desa Industri Sebagai Satu Sistem .........................
20
3.
Kerangka Pemikiran Operasional .....................................
32
4.
Sistem Agribisnis Gandum Lokal ......................................
35
5.
The Complete System of National Competitive Advantage
37
6.
Matriks SWOT ...................................................................
38
7.
Harga Gandum Dunia Bulanan (Januari Tahun 2000- Oktober 2008) .................................
47
Grafik Perkembangan Volume Impor Gandum Indonesia Tahun 2000-2008 ..............................................................
57
Presentase Permintaan Tepung Terigu Berdasarkan Penggunaannya .............................................
67
8. 9.
10. Keterkaitan Antar Komponen Porter’s Diamond System .... 11. Arsitektur Strategik Agribisnis Gandum Lokal ...................
81 104
10
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1. Pendapatan Usahatani Gandum Lokal per Musim Tanam per Hektar .............................................................................
110
2. Pendapatan Usahatani Kentang per Musim Tanam per Hektar ..............................................................................
111
3. Pendapatan Usahatani Kubis per Musim Tanam per Hektar .............................................................................
112
4. Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Gandum Lokal Tahun 2004 ...........................................................................
113
5. Daftar Nama Kelompok Tani di Lokasi Pengembangan Gandum ................................................................................
114
11
I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar utama bagi manusia yang harus dipenuhi setiap saat. Hak untuk memperoleh pangan merupakan salah satu hak asasi manusia, sebagaimana tersebut dalam pasal 27 UUD 1945. Pertimbangan tersebut mendasari terbitnya UU No. 7/1996 tentang Pangan. Sebagai kebutuhan dasar dan hak asasi manusia, pangan mempunyai arti dan peran yang sangat penting bagi kehidupan suatu bangsa.
Ketersediaan pangan yang lebih kecil
dibandingkan kebutuhannya dapat menciptakan ketidakstabilan ekonomi serta dapat mengakibatkan berbagai gejolak sosial dan politik (Abubakar 2008). Pembangunan ketahanan pangan, sesuai Undang-Undang No.7 tahun 1996 tentang Pangan, bertujuan untuk mewujudkan ketersediaan pangan bagi seluruh rumah tangga, dalam jumlah yang cukup, dan mutu gizi yang layak, aman dikonsumsi,
merata
serta
terjangkau
oleh
individu.
Untuk
menjamin
keberkelanjutannya, GBHN 1999-2004 telah mengarahkan bahwa ketahanan pangan dikembangkan dengan bertumpu pada keragaman sumberdaya bahan pangan, kelembagaan dan budaya lokal/domestik, distribusi ketersediaan pangan mencapai seluruh wilayah dan peningkatan pendapatan agar mampu mengakses pangan secara berkelanjutan. Selain itu, GBHN juga mengarahkan bahwa arah pembangunan ekonomi nasional adalah : (1) Mengembangkan perekonomian yang berorientasi global sesuai dengan kemajuan teknologi dengan membangun keunggulan kompetitif berdasarkan keunggulan kompetitif sebagai negara maritim dan agraris, sesuai kompetensi dan produk unggulan di setiap daerah; (2) Memberdayakan pengusaha kecil menengah dan koperasi agar lebih efisien, produktif dan berdaya saing dengan menciptakan iklim berusaha yang kondusif dan peluang usaha seluas-luasnya (Suryana 2001). Jumlah penduduk Indonesia saat ini sekitar 238 juta jiwa dengan laju pertumbuhan per tahun sebesar 1,25 persen. Jika pun laju pertumbuhan penduduk terus menurun keangka dibawah satu persen per tahun pada periode 2020-2025, pada tahun 2025 jumlah penduduk Indonesia akan mencapai 272 juta jiwa (Hasbullah 2009).
Kondisi tersebut membutuhkan ketersediaan pangan yang
cukup besar yang tentunya akan memerlukan upaya dan sumberdaya yang besar
1
untuk memenuhinya.
Tingkat konsumsi pangan penduduk berkaitan dengan
perilaku konsumsi masyarakat. Berbagai masalah yang dihadapi dalam konsumsi pangan diantaranya yaitu jumlah penduduk yang besar dengan konsentrasi pangan pokok berupa beras.
Diperkirakan pada tahun 2020 kebutuhan beras akan
mencapai angka 38.650.000 ton (rata-rata konsumsi 135 kg/kapita/tahun), dengan perkiraan jumlah penduduk Indonesia mencapai 262 juta jiwa.1 Untuk mewujudkan ketahanan pangan perlu dilakukan penganekaragaman pangan yang bersumber dari pangan karbohidrat lain. Salah satu komoditi pangan alternatif sebagai sumber karbohidrat non beras adalah gandum.
Gandum
memiliki kandungan karbohidrat yang tidak jauh berbeda jika dibanding dengan komoditas serealia lain seperti sorgum, jagung dan beras sedangkan kandungan proteinnya lebih tinggi dari sorgum, jagung dan beras seperti disajikan dalam Tabel 1. Tabel 1. Komposisi Nutrisi Beberapa Komoditas Serealia No
Nutrisi
Gandum
Sorgum
Jagung
Beras
1
Karbohidrat (gr)
74,10
73,00
72,40
78,90
2
Protein (gr)
11,80
11,00
10,00
6,80
3
Lemak (gr)
1,20
3,30
4,50
0,70
4
Kalori (Kal)
365,00
332,00
361,00
360,00
5
Vitamin B1 (mg)
-
0,38
0,27
0,12
6
Serat (gr)
0,40
-
2,30
-
7
Air
12,00
-
13,50
-
Sumber: Direktorat Budidaya Serealia (2008)
Bahan pangan dari gandum yang dikenal dengan tepung terigu sudah menjadi sumber bahan pangan alternatif yang merata bagi penduduk Indonesia. Manfaat gandum sebagai bahan pangan sangat beragam terutama dalam diversifikasi pangan seperti makanan ringan roti, mi, biskuit, puding, es krim, macaroni, dan kue. 1
Kebutuhan tepung terigu di Indonesia terus meningkat
Tim Peduli Pengembangan Bahan Pangan Gandum. 2008. “Potensi dan Prospek Pengembangan Tanaman Gandum Di Indonesia dalam Rangka Mendukung Program Ketahanan Pangan”. Bahan Presentasi (8 Oktober 2008).
2
dikarenakan adanya perubahan pola makan masyarakat perkotaan yang praktis dan siap saji seperti roti dan mi. Perubahan pola makan tersebut saat ini juga telah bergeser sampai ke pedesaan, dari tahun 2002 ke tahun 2003 konsumsi pangan tepung terigu di Indonesia mengalami peningkatan (Tabel 2). Bangsa Indonesia sejak dekade 1970-an secara lambat tetapi pasti telah menuju pertumbuhan ekonomi yang mengubah predikat negara miskin menjadi negara berkembang. Perubahan ini secara pasti juga mengubah perilaku kerja sebagian besar masyarakat perkotaan dan meluas kepada masyarakat pedesaan. Perilaku/pola kerja tersebut sangat berpengaruh terhadap pola makan, dimana masyarakat kita dewasa ini akan lebih praktis dan efisien makan pada pagi dan sore hari seringkali memerlukan makanan yang mudah diperoleh dan cukup mengandung nutrisi yang diperlukan tubuh.
Permintaan terigu sebagian besar merupakan permintaan
turunan (derived demand), karena yang dikonsumsi sebagian besar dalam bentuk pangan hasil olahan. Tabel 2. Konsumsi Pangan Penduduk Indonesia Tahun 2002-2003 Konsumsi Beras
Kelompok Pangan Jagung 2002 2003
Tepung Terigu 2002 2003
2002
2003
Perkotaan
305,31
309,94
2,12
1,63
28,92
28,34
Pedesaan
325,37
327,27
15,20
12,13
18,47
19,81
Perkotaan
111,44
113,13
0,77
0,59
10,56
7,23
Pedesaan
118,76
119,45
5,55
4,43
6,74
7,23
Perkotaan
979,19
985,88
5,68
4,43
190,86
193,77
Pedesaan
1.131,71
1.131,12
43,64
35.12
125.80
137,55
Gram/kap/hr
Kg/kap/thn
Kkal/kap/Thn
Sumber : Susenas 2003, BSP dalam Direktorat Budidaya Serealia 2008
Gandum sesungguhnya bukan merupakan makanan pokok masyarakat Indonesia, namun selama beberapa tahun terakhir peranannya semakin penting. Perubahan peran itu tidak terlepas dari berbagai kebijakan pemerintah sehingga telah berpengaruh terhadap keputusan konsumen atau tingkat konsumsi tepung
3
terigu, serta pesatnya perkembangan industri penggilingan gandum (Sawit 2003). Permintaan terhadap tepung terigu dari tahun ke tahun semakin meningkat, hal ini secara langsung telah mengakibatkan kebutuhan gandum domestik semakin meningkat. Rata-rata konsumsi tepung terigu per kapita sejak tahun 2001 hingga tahun 2007 yaitu 17,1 kg. Grafik rata-rata konsumsi tepung terigu per kapita dapat dilihat pada Gambar 1. 18,0
Konsumsi tepung terigu per kapita (kg)
17,0 17,1 17,1
16,0 15,0 14,8 15,0 15,0 15,0
14,6 14,8
14,0
14,1 13,7
13,0 12,0
14,5
14,0
12,6
12,5 11,7
11,0 10,0 9,0
9,9
10,2
20 08
20 07
20 06
20 05
20 04
20 03
20 02
20 01
20 00
19 99
19 98
19 97
19 96
19 95
19 94
19 93
19 92
8,0
T ahun
Gambar 1. Tren Konsumsi Tepung Terigu per Kapita Tahun 1992-2008 Sumber : APTINDO, 2009
Peningkatan konsumsi tepung terigu per kapita secara langsung telah mengakibatkan semakin tingginya kebutuhan gandum domestik.
Indonesia
merupakan negara pengonsumsi gandum terbesar keempat di dunia, sementara itu Indonesia sendiri tidak memiliki tanaman gandum untuk memenuhi kebutuhan domestik tersebut. Selama ini untuk memenuhi kebutuhan domestik Indonesia mengimpor gandum dari negara lain. Dari tahun ketahun volume impor gandum semakin bertambah. Besarnya volume impor gandum dapat dilihat pada Tabel 3.
4
Tabel 3. Volume Impor Gandum Indonesia Tahun 2000–2008 No
Tahun
Volume (Ton)
Nilai (US $)
1
2000
4.069.000
572.589.680
2
2001
3.677.000
516.544.960
3
2002
3.984.000
567.879.360
4
2003
4.500.000
650.565.000
5
2004
4.400.000
636.108.000
6
2005
4.519.000
655.954.000
7
2006
4.640.000
676.420.000
8
2007
4.770.000
697.420.000
9
2008
4.900.000
697.546.000
Sumber: APTINDO (2009)
Volume impor gandum yang tingi memerlukan anggaran belanja negara yang tidak sedikit. Anggaran belanja negara yang tidak diimbangi oleh anggaran pendapatan negara mengakibatkan pemerintah melakukan utang luar negeri. Melihat kondisi tersebut diperlukan suatu upaya dengan mulai mengembangkan tanaman gandum di Indonesia. Dengan pertimbangan tersebut pada tahun 2001, pemerintah mulai mencoba mengembangkan tanaman gandum di Indonesia dan memiliki sasaran membentuk Desa Industri pada tahun 2025 mendatang. Desa Industri merupakan satu sistem yang terdiri atas industri primer (sarana produksi dan infrastuktur), industri sekunder (bahan baku untuk industri di desa), industri tersier (processing) yang menghasilkan produk jadi seperti mi, kue dan semua makanan olahan.
Pemerintah berupaya untuk mewujudkan desa
industri di pedesaan yang akan ditempuh melalui tiga tahap, yaitu: 1) Tahap Jangka Pendek (2008) yaitu peningkatan produksi dan produktivitas gandum 2) Tahap Jangka Menengah (2015) yaitu diversifikasi pangan dan 3) Tahap Jangka Panjang (2025) yaitu terbentuknya desa industri berbasis gandum lokal. Diharapkan dengan terbentuknya desa industri akan terwujud diversifikasi pangan dan ketahanan pangan di Indonesia serta dapat mensubstitusi sebagian permintaan domestik dengan gandum lokal.
5
1.2. Perumusan Masalah Meskipun gandum dapat menjadi pangan alternatif namun ketersediaannya yang tidak mencukupi justru malah menjadi permasalahan. Indonesia merupakan negara pengimpor gandum terbesar ke empat di dunia dengan volume impor mencapai 4,9 juta ton pada tahun 2008. Peningkatan konsumsi gandum domestik disebabkan oleh adanya pertambahan jumlah penduduk dan perubahan pola makan masyarakat yang telah bergeser ke makanan yang berbasis tepung terigu seperti mi instan dan roti. Kondisi tersebut merupakan permasalahan bagi agribisnis gandum di Indonesia, karena konsumsi gandum dalam negeri terus meningkat sementara itu Indonesia sendiri belum mampu memenuhi kebutuhan gandum domestik. Jika volume impor gandum terus meningkat maka hal ini akan dapat semakin mengurangi devisa negara. Untuk mengatasi hal tersebut pemerintah telah berupaya membudidayakan tanaman gandum di Indonesia yang disebut dengan gandum lokal. Sebagai upaya awal pada tahun 2001 hingga tahun 2003 telah dilakukan berbagai uji multi lokasi gandum di beberapa provinsi di Indonesia untuk menentukan wilayah yang sesuai kondisi persyaratan tumbuh gandum. Kemudian pada tahun tahun 2004 mulai melakukan pengembangan. Gandum mempunyai potensi yang cukup besar untuk dikembangkan di Indonesia pada masa yang akan datang mengingat kriteria pertumbuhan tanaman gandum banyak tersebar di Indonesia pada ketinggian > 800 m dpl. Di daerah tropis seperti Indonesia dapat dikembangkan tanaman gandum terutama di daerah pegunungan (dataran tinggi) yang beriklim kering cocok ditanam pada ketinggian > 800 m dpl (Direktorat Budidaya Serealia 2008). Indonesia memiliki potensi lahan yang sesuai untuk pembudidayaan tanaman gandum. Hasil uji multi lokasi pada tahun 2001 di beberapa Provinsi di Indonesia menunjukan bahwa gandum dapat tumbuh dan berkembang di Indonesia. Lahan yang sesuai untuk pengembangan gandum di Indonesia tersedia cukup luas (Tabel 4).
6
Tabel 4. Luas Lahan yang Sesuai dan Masih Tersedia untuk Pengembangan Tanaman Gandum di Dataran Tinggi di Indonesia (hektar) No
Pulau
Lahan yang Sesuai 1.652.000
Sudah ditanami Sayuran 1.048.500
Tersedia untuk Pengembangan 603.500
1
Sumatera
2
Jawa dan Bali
68.000
68.000
0
3
Sulawesi
46.000
42.000
4.000
4
Kalimantan
79.000
12.000
67.000
5
N.Tenggara,
127.000
95.000
32.000
1.972.000
1.265.000
706.500
Maluku, Papua Jumlah
Sumber: Direktorat Budidaya Serealia (2008)
Berdasarkan kesesuaian lahan, lahan yang sesuai untuk pengembangan komoditi gandum di dataran tinggi mencapai luas 1.972.000 hektar, namun sebagian besar telah digunakan untuk pengembangan komoditas lainnya seperti sayuran.
Sehingga masih ada peluang untuk areal pengembangan tanaman
gandum seluas 706.500 hektar, tersebar di Sumatera, Sulawesi, Kalimantan dan Nusa Tenggara Timur. Sebagai komoditi alternatif, prospek gandum cukup besar untuk dikembangkan di Indonesia karena tingkat kebutuhan tepung terigu dalam negeri setiap tahun cenderung meningkat sedangkan untuk memenuhi kebutuhan tersebut Indonesia mengimpor dari negara lain. Menurut Direktorat Budidaya Serealia (2008) gandum merupakan komoditi pangan yang potensial untuk dikembangkan di Indonesia karena secara agroklimat telah diidentifikasi sesuai untuk dibudidayakan di Indonesia yaitu di daerah dataran tinggi kering. Pengembangan gandum belum membudaya dikalangan masyarakat Indonesia dan hasil produksi nasionalnya pun masih sangat kecil, hal ini dikarenakan pengembangan tanaman gandum lokal belum lama dilakukan di Indonesia, oleh karena itu diperlukan kerjasama dari semua instansi baik pemerintah, swasta maupun Perguruan Tinggi agar pengembangan agribisnis gandum dapat mencapai sasaran. Adanya kecenderungan meningkatnya konsumsi gandum domestik setiap tahun tentu merupakan peluang bagi agribisnis gandum lokal untuk dapat dikembangkan di Indonesia.
Selain itu, tersedianya lahan yang sesuai untuk
pengembangan gandum lokal juga merupakan peluang yang harus dimanfaatkan.
7
Berdasarkan permasalahan yang ada maka menarik untuk dilakukan analisis agribisnis gandum di Indonesia untuk mengkaji sejauh mana agribisnis gandum lokal dapat dikembangkan di Indonesia, dan bagaimana strategi yang harus dirumuskan untuk mengembangkan agribisnis gandum lokal di Indonesia. Hal tersebut dilakukan dengan mengidentifikasi kondisi faktor internal dan eksternal agribisnis gandum serta kondisi pengembangan sistem agribisnis gandum lokal di Indonesia saat ini. Hasil analisis tersebut diharapkan dapat menghasilkan strategi untuk pengembangan agribisnis gandum lokal di Indonesia dalam upaya mewujudkan diversifikasi pangan (untuk menunjang ketahanan pangan) serta membentuk desa industri berbasis gandum lokal dan dapat mensubtitusi sebagian permintaan gandum domestik dengan gandum lokal. Berdasarkan uraian yang telah disebutkan sebelumnya, permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah : 1) Bagaimanakah kondisi sistem agribisnis gandum lokal di Indonesia saat ini? 2) Bagaimanakah dayasaing agribisnis gandum lokal di Indonesia saat ini sebagai komoditas yang baru dikembangkan di Indonesia? 3) Strategi apa yang perlu dirumuskan untuk pengembangan agribisnis gandum lokal dalam upaya mewujudkan diversifikasi pangan, membentuk desa industri berbasis gandum lokal, dan mensubtitusi sebagian permintaan gandum domestik dengan gandum lokal. 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang telah diuraikan sebelumnya, maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1) Menganalisis kondisi sistem agribisnis gandum lokal di Indonesia saat ini. 2) Menganalisis dayasaing agribisnis gandum lokal di Indonesia saat ini sebagai komoditas yang baru dikembangkan di Indonesia. 3) Merumuskan strategi pengembangan agribisnis gandum lokal di Indonesia dalam upaya mewujudkan diversifikasi pangan, desa industri berbasis gandum lokal, dan mensubtitusi sebagian permintaan gandum domestik dengan gandum lokal.
8
1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan bagi berbagai pihak yang berkepentingan, yaitu : 1) Bagi penulis sendiri, penelitian ini berguna untuk melatih kemampuan dalam menganalisis suatu permasalahan secara ilmiah. 2) Bagi peneliti, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai informasi awal bagi penelitian selanjutnya terutama penelitian tentang komoditi gandum. 3) Bagi masyarakat ataupun pembaca, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan rujukan serta sebagai bahan informasi baru bagi pembaca yang belum mengetahui bahwa gandum dapat di kembangkan di Indonesia. 4) Bagi pemerintah sebagai bahan pertimbangan kebijakan, terutama dalam program pengembangan agribisnis gandum lokal di Indonesia. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini membahas hal-hal yang berhubungan dengan kondisi pengembangan agribisnis gandum di Indonesia, faktor-faktor yang menentukan agribisnis gandum lokal serta faktor-faktor eksternal dan internal yang berhubungan dengan pengembangan sistem agribisnis gandum lokal di Indonesia. Berdasarkan hal-hal tersebut maka akan dirumuskan strategi yang dapat diterapkan untuk pengembangan sistem agribisnis gandum lokal di Indonesia.
9
II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gandum 2.1.1. Deskripsi Gandum Gandum merupakan komoditas tanaman pangan penghasil karbohidrat yang termasuk dalam kelompok serealia. Gandum juga mengandung protein, mineral dan vitamin (B1, B2 dan B6). Secara botani, gandum (Triticum aestivum L.) termasuk dalam kelas Monokotil, ordo Graminales, famili Graminese atau Poaceae, dan genus Triticium. Adapun karakterisik tanaman gandum adalah sebagai berikut (Dirjen Bina Produksi Tanaman Pangan 2001): 1) Akar Tanaman gandum memiliki dua macam akar yaitu akar kecambah, merupakan akar pertama yang tumbuh dari embrio dan akar adventif yang kemudian tumbuh dari buku dasar. Berbeda dengan akar kecambah yang kemudian mati, akar adventif membentuk sistem perakaran yang perakarannya berada sedalam 10-30 cm di bawah permukaan tanah. 2) Batang Batang tanaman gandum tegak, berbentuk silinder dan membentuk tunas. Ruas-ruasnya pendek dan buku-bukunya berongga. Pada tanaman dewasa terdiri dari rata-rata enam ruas. Tinggi tanaman gandum atau panjang batang dipengaruhi oleh sifat genetik dan lingkungan tumbuh. 3) Daun Daun pertama gandum, berongga dan berbentuk silinder, diselaputi plumula yang terdiri dari dua sampai tiga helai daun. Helaian daun gandum tersusun dalam setiap batang, setiap daun membentuk sudut 1800 dari daun yang satu dengan daun yang lainnya. Daun telinga (auricle) barwarna pucat atau kemerah-merahan. Sedangkan lidah daun tidak berwarna, tipis dan berujung bulubulu dan halu. 4) Malai Bunga tanaman gandum berbentuk malai (spike, ear, atau head) terdiri dari bulir-bulir. Tiap bulir terdiri dari lima buah bunga. Gandum termasuk tanaman yang mengadakan penyerbukan sendiri, kemungkinan penyerbukan silang 1-4 persen.
10
5) Butir Gandum Butir gandum (kernel, grain) secara botani adalah buah (caryopsis). Kulit biji berimpit dengan kulit buah. Biji terdiri dari nutfah (germ atau embryo), endosperm, scutellum. dan lapisan aleuron. Bentuk butir bervariasi dari lonjong bundar sampai lonjong lancip. Biji gandum berwarna merah kecoklat-coklatan, putih dan warna diantara keduanya. 2.1.2. Jenis Gandum Berdasarkan kegunaannya gandum dapat dibedakan menjadi: 1) Gandum Lunak (Soft Wheat) Gandum lunak memiliki kadar protein 6–11 persen. Karena kandungan gluten yang dimiliki rendah maka gandum lunak cocok untuk pembuatan kue–kue kering, biskuit, crackers, dan sebagainya yang tidak memerlukan daya kembang yang tinggi sehingga dapat memberikan bentuk pada hasil cetakan kue. 2) Gandum Keras (Hard Wheat) Gandum keras memiliki kadar protein 11–17 persen dan gluten yang lebih tinggi daripada gandum lunak sehingga dapat menghasilkan tepung gandum yang kuat daya kembangnya dan sangat cocok untuk pembuatan roti.
Selain itu
gandum keras warnanya lebih gelap dan tidak memperlihatkan zat pati yang putih seperti gandum lunak (Dirjen Bina Produksi Tanaman Pangan 2001). 2.1.3. Manfaat Gandum Manfaat gandum sebagai bahan pangan sangat beragam terutama dalam diversifikasi pangan seperti makanan ringan roti, mi, biscuit, pudding, es krim, macaroni, kue, bahan pakan ternak seperti gabah, dedak, bungkil, dan untuk industri dalam pembuatan kerajinan, hiasan dan pembuatan kertas (Direktorat Budidaya Serealia 2008). Sebagai bahan pangan gandum, gandum telah cukup dikenal oleh masyarakat Indonesia. Manfaat gandum yang beragam merupakan keunggulan yang dimiliki oleh gandum. Salah satu pangan olahan yang berasal dari gandum yang cukup dikenal yaitu roti. Ada dua jenis roti yang berasal dari gandum yaitu roti putih dan roti gandum utuh. Namun, saat ini jenis roti yang sudah cukup dikenal oleh pasar yaitu roti putih, sedangkan roti gandum utuh belum banyak dikenal oleh masyarakat. Sebenarnya, roti gandum dan roti putih
11
tidak jauh berbeda, keduanya berasal dari gandum. Yang membedakan roti putih dengan roti gandum utuh yaitu roti putih terbuat dari tepung terigu, sedangkan roti gandum dari tepung gandum. Tepung terigu merupakan hasil penggilingan biji gandum yang paling dalam (endosperm), sedangkan tepung gandum merupakan hasil penggilingan biji gandum utuh yang hanya dibuang kulit luarnya saja, sehingga kandungan seratnya lebih tinggi dibandingkan dengan tepung terigu putih. Itu sebabnya makan roti gandum akan terasa lebih cepat kenyang dan dapat menahan rasa lapar lebih lama. Roti gandum utuh memiliki keunggulan dibandingkan roti putih biasa. Beberapa keunggulan roti yang terbuat dari tepung gandum utuh yaitu mengandung serat pangan, antioksidan, fitoestrogen (baik untuk mencegah penyakit jantung dan aneka kanker), vitamin dan mineral yang jauh lebih banyak dibandingkan roti putih. Selain memiliki kandungan serat, vitamin, dan gizi yang tinggi roti gandum juga memiliki beberapa manfaat diantaranya : i) Dengan kandungan serat yang tinggi roti gandum dapat membantu menghindari kelebihan lemak, lemak jenuh, dan kolesterol; gula, dan natrium serta dapat membantu mengontrol berat badan (Dietary Guidelines for American, dalam Astawan Made 2008). ii) Roti gandum sangat baik bagi penderita sembelit karena serat pangan dapat melembekkan feses, sehingga mengurangi tekanan pada dinding kolon dan mempercepat pengeluarannya karena gerakan peristaltik usus besar menjadi lebih cepat (Linder 1992, dalam Astawan Made 2008). Dari sudut pandang gizi, roti gandum utuh (whole wheat bread) memiliki nilai gizi yang lebih baik dibandingkan roti putih (white bread). Selain itu, roti gandum juga memiliki kandungan gizi yang lebih unggul dibandingkan dengan roti putih. Perbandingan kandungan gizi roti putih dengan roti gandum dapat dilihat pada Tabel 5.
12
Tabel 5. No
Perbandingan Kandungan Gizi Roti Putih dan Roti Gandum per 100 gram
Zat Gizi
1
Energi (kkal)
2
Roti Putih
Roti Gandum 248,00
249,00
Protein (g)
8,00
7,90
3
Total lemak (g)*
0,98
1,90
4
Karbohidrat (g)
50,00
49,70
5
Kalsium (mg)
10,00
20,00
6
Air (g)
40,00
40,00
7
Serat pangan (g)*
2,70
12,20
8
Besi (mg)*
1,20
3,60
9
Magnesium (mg)*
22,00
124,00
10
Fosfor (mg)*
106,00
332,00
11
Kalium (mg)*
107,00
340,00
12
Seng (mg)*
0,70
2,80
13
Tembaga (mg)*
0,10
0,40
14
Mangan (mg)*
0,70
4,10
15
Selenium (mkg)*
33,90
70,70
16
Vitamin B1 (mg)*
0,10
0,50
17
Vitamin B2 (mg)*
0,04
0,10
18
Niasin (mg)*
1,30
5,70
19
Asam pantotenat (mg)*
0,40
0,90
20
Vitamin B6 (mg)*
0,04
0,30
21
Asam folat (mkg)*
26,00
43,00
22
Vitamin E (mg)*
0,06
1,00
Sumber: Direktorat Gizi Depkes RI 1992, * USDA 2004, dalam Astawan Made (2008)
2.1.4. Sejarah Pengembangan Gandum di Indonesia Sebagai tanaman yang berasal dari daerah subtropis, dewasa ini, terutama melalui usaha–usaha manusia dibidang pemuliaan dan budidaya tanaman, penyebaran tanaman gandum mulai meluas ke daerah iklim sedang dan tropis Pengembangan gandum di Indonesia dimulai sejak Menteri Pertanian dipegang oleh Prof.Dr.Ir.H. Thoyib Hadiwijaya dengan membentuk Tim Inti Uji Adaptasi Gandum pada tahun 1978, lokasi uji coba terletak di Kabanjahe – Sumatera Utara. Benih asal yang digunakan adalah Cimmyt Meksiko dengan produktivitas 4 ton/ha dalam bentuk pecah kulit (Dirjen Bina Produksi Tanaman Pangan 2001).
13
Namun pengembangan tersebut tidak berlanjut. Kemudian pada tahun 2000 PT ISM Bogasari Flour Mills mensponsori kegiatan penelitian gandum di Indonesia melalui Proyek Gandum 2000. Penelitian tersebut dilakukan untuk mempelajari kemungkinan pengembangan gandum di Indonesia sebagai bagian dari strategi pengembangan gandum (pewilayahan gandum). Adapun proyek tersebut dilakukan melalui kerjasama antara Departemen Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB) Bogor, Universitas Brawijaya, SEAMEO Biotrop, Universitas Kristen Satia Wacana (UKSW) Salatiga dan Universitas Slamet Riyadi (Unisri) Solo. Penelitian tersebut menghasilkan pemetaan wilayah yang sesuai untuk pembudidayaan tanaman gandum (Bogasari 2004) Kemudian pada tahun 2001 pemerintah Indonesia melalui Departemen Pertanian merintis pengembangan gandum dalam bentuk demonstrasi area di enam provinsi yaitu Sumatera Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Sulawesi Selatan) dengan menggunakan benih galur asal India dan Cimmyt. Sampai tahun 2003 Ditjen Tanaman Pangan Departemen pertanian terus melakukan pengembangan gandum berupa penelitian dan percobaan dalam rangka penyiapan dan perbanyakan sekaligus uji multi lokasi. Hasil yang diperoleh dari usaha pengembangan tersebut cukup menggembirakan dan memperoleh respon yang cukup baik dari petani dan pemerintah daerah. Panen perdana gandum dilakukan pada tahun 2002 di Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur. Selanjutnya pada tahun 2004, Ditjen Bina Produksi
Tanaman
Pangan
Departemen
Pertanian
mencanangkan
dan
meluncurkan program pengembangan gandum secara massal melalui Program Pengembangan Gandum Berkibar (Berkembang, Kurangi Impor dan Bantu Rakyat) seluas 1 juta hektar yang diharapkan dapat terwujud di Indonesia. Hingga saat ini Indonesia telah melepas 4 (empat) varietas gandum yaitu : 1). Dewata berasal dari DWR 162 (India), 2). Selayar berasal dari Cimmyt Meksiko, 3). Nias berasal dari Thailand, dan 4). Timor berasal dari India. Keempat varietas tersebut hanya untuk dataran tinggi (> 800 dpl) dan banyak ditanam saat ini hanya varietas Dewata dan Nias. Dilepaskannya empat varietas gandum oleh pemerintah menunjukkan bahwa gandum dapat dikembangkan di Indonesia.
14
Di Indonesia lokasi yang memiliki kondisi iklim yang sesuai untuk pertumbuhan gandum dan telah digunakan sebagai lokasi pengembangan hingga tahun 2008 yaitu Nangro Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Tiimur, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan timur, dan Sulawesi selatan (Ditjen Tanaman Pangan 2008) 2.1.5. Budidaya Gandum Pada dasarnya budidaya tanaman gandum memiliki syarat tumbuh dan teknik budidaya (Direktorat Budidaya Serealia 2008) sebagai berikut : 1) Iklim Tanaman gandum dapat beradaptasi secara luas dimuka bumi, mulai dekat khatulistiwa sampai 60°LU dan 40°LS. Daerah-daerah penyebarannya adalah 3060°LU dan 25-40°LS. Di Indonesia gandum ditanam di daerah pegunungan diatas 800 meter diatas permukaan laut (dpl). Suhu minimum untuk pertumbuhan adalah 2-4°C, suhu optimum sekitar 20-25°C sedangkan suhu maksimum 37°C. Tanaman gandum banyak ditanam pada daerah-daerah dengan kisar curah hujan 350–1.250 milimeter. Curah hujan efektif untuk pertanaman gandum adalah 825 milimeter per tahun memberikan produksi yang tinggi, dengan pelaksanaan pergiliran tanaman dan pembuatan saluran irigasi. Tanaman gandum dapat beradaptasi dengan baik pada kelembaban udara yang relatif
rendah.
Di daerah-daerah pegunungan yang ada di Indonesia
kelembaban udara rata-rata adalah 90 persen dalam musim hujan dan 80 persen dalam musim kemarau. Waktu yang paling baik dalam menanam gandum di Indonesia adalah menjelang musim kemarau sehingga fase pematangan jatuh pada musim kemarau, karena pada bulan pertama dan kedua diperlukan air yang merata dan cukup jumlahnya dalam pembentukan tunas dan primordial. Sedangkan pada bulan ketiga mulai fase pematangan tidak memerlukan banyak air. Untuk daerah Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur penanaman gandum dimulai bulan Maret sampai dengan bulan Juni dengan curah hujan 643-841 milimeter dan hari hujan 2,8-3,6 hari per bulan, sedang suhu berkisar antara 15,1-20,6°C. Intensitas matahari sangat mempengaruhi semua komponen hasil yaitu jumlah malai per satuan luas, jumlah butir isi per malai dan bobot rata-rata gabah.
15
Intensitas matahari sangat berpengaruh terhadap pembentukan karbohidrat melalui fotosintesis. Intensitas penyinaran kurang dari 60 persen menyebabkan turunnya hasil. 2) Tanah Adaptasi tanaman gandum terhadap jenis-jenis tanah juga sangat luas, akan tetapi jenis tanah yang baik adalah tanah yang dapat menahan air dalam jumlah yang cukup selama pertumbuhan tanaman. Umumnya jenis tanah untuk pertanaman gandum di Indonesia adalah Andosol, Regosol kelabu, Latosol dan Aluvial, pH tanah yang baik untuk pertumbuhan gandum adalah berkisar 6,8-7,5. Syarat tanah yang baik untuk pertumbuhan tanaman gandum adalah : 1) hara yang diperlukan cukup tersedia 2) tidak ada zat toksik 3) kelembapan mendekati kapasitas lapang 4) suhu tanah rata-rata berkisar 12-28°C 5) aerasi tanah baik 6) tidak ada lapisan padat yang menghambat penetrasi akar gandum untuk menyusuri tanah 7) pH tanah berkisar 6,8-7,5. 3) Benih Benih yang digunakan hendaknya benih bermutu, hal ini sangat penting disamping untuk menghasilkan produksi tinggi juga untuk ketahanan terhadap hama dan penyakit menyerang. Dalam memilih benih sebaiknya benih yang digunakan berasal dari malai yang matang pada batang utama, mempunyai bentuk dan warna yang seragam dan mempunyai bobot yang tinggi dan seragam serta bebas dari hama dan penyakit. Varietas yang ada dan pernah dikembangkan di Indonesia baru beberapa varietas saja diantaranya Nias, Timor, Selayar dan Dewata namun dari ke empat tersebut yang banyak ditanam oleh petani adalah varietas Selayar, Dewata dan Nias. Kebutuhan benih untuk setiap hektarnya tergantung dari daya tumbuh benih. Bila benih dengan daya tumbuh 95 persen cukup 2 butir/lubang dengan jarak tanam 20 x 10 cm diperlukan 30 kg benih/ha. Sedangkan benih berdaya tumbuh kurang dari 95 persen, jumlah benih/lubang leniih dari 2 butir sehingga jumlah benih yang dibutuhkan 35 kg benih/ha (Direktorat Budidaya Serealia, 2006). 4) Pengolahan Tanah Karena penanaman gandum dilakukan pada musim kemarau setelah musim hujan maka tanah diberakan untuk menjaga aerasi tanah. Pengolahan
16
dilakukan dua kali yaitu: (1) Pengolahan pertama pencangkulan/pembajakan dengan tujuan menggemburkan tanah dan membasmi gulma; (2) Pengolahan tanah kedua yaitu satu minggu setelah pengolahan pertama, sekaligus pemberian pupuk organik bila diperlukan kemudian tanah dibiarkan selama 7-10 hari. 5) Penanaman Sebelum penanaman terlebih dahulu dibuat lubang pertanaman dengan cara ditugal, kemudian benih dimasukan 2-3 butir/lubang dan ditutup dengan tanah halus. Jarak tanam tergantung dari tingkat kesuburan tanah. Jarak tanam yang sering digunakan adalah 20 x 10 cm, 25 x 10 cm, dan 30 x 10 cm. 6) Pemupukan Waktu pemupukan dapat dilakukan sebelum tanam atau pada saat tanam sebagai pupuk dasar. Pupuk pertama yang harus diberikan adalah TSP dan KCl serta sebagian pupuk N. Dosis pemupukan dapat ditentukan oleh jumlah hara yang tersedia di dalam tanah.
Jumlah pupuk organik yang biasa digunakan
sebanyak 20 ton/ha. Sedangkan pupuk organik sebanyak 120 kg N/ha, P 45-90 kg/ha dan 30-60 kg K/ha. Pemberian pupuk Urea dapat diberikan 2-3 kali. 7) Penyiangan Penyiangan dilakukan 2-3 kali tergantung banyaknya populasi gulma. Penyiangan pertama, kedua dan ketiga dilakukan pada saat tanaman berumur 1 bulan, 3 minggu setelah penyiangan pertama dan selanjutnya tergantung pada jumlah populasi gulma. 8) Pengendalian Hama dan Penyakit Di Indonesia hama yang menyerang tanaman gandum dan cukup berbahaya adalah Aphhids, Walang sangit, Ulat grayak, Penggerek batang, Sundep dan Nematoda. a) Aphids Berbadan lunak dan transparan menyerang dengan cara menghisap dan menyebabkan daun berwarna kekuningan dan mati premature. b) Walang sangit Menyerang jaringan batang dan biji yang sedang tumbuh dengan cara merusak. Bila walang sangit memakan titik tumbuh tanaman pada biji maka tanaman akan steril.
17
c) Ulat grayak dan penggerek batang Menyebabkan kerusakan berat pada areal yang cukup luas. Gejala serangan berupa rusaknya pinggir daun sampai ke bagian tengah daun ataun ujung tanaman, larva ulat grayak dan penggerek batang dapat merusak bagian leher tanaman bahkan beberapa speies memakan bagian akan atau bagian dalam akar. d) Sundep Sundep dapat mematikan tanaman, gejala yang ditunjukan pucuk tanaman berwarna putih, bila pangkal tanaman dibelah akan didapati ular. e) Nematoda Dapat mengurangi vigor tanaman dan menyebabkan luka, busuk dan pembengkakan akar. Sedangkan penyakit tanaman gandum yang sering ditemui adalah penyakit yang disebabkan oleh jamur.
Penyakit utama pada tanaman gandum yaitu
penyakit karat, bercak daun, busuk akar, dan penyakit busuk pangkal batang. 9) Panen Gandum siap dipanen setelah 80 persen dari rumpun telah bermalai, jerami batang dan daun mengering dan menguning. Jika 20 persen dari bagian malai telah matang penuh, butir gandum cukup keras bila dipijit ditangan. Jika gandum yang terlalu matang cenderung rebah dan rontok disamping itu akan menurunkan bobot butir gandum. Untuk menentukan gandum cukup untuk dipanen yaitu dengan cara menggosok butir–butir gandum dengan tangan dan terlepas dari malainya. Batang gandum dipotong 30 cm dari ujung malai kemudian diikat. Malai yang baru dipanen dikeringkan, dijemur dipanaskan matahari 1-2 hari agar malai mudah dirontokan. Gandum dirontokan dengan irik, diinjak-injak atau dipukul pada kisi-kisi kawat. Setelah perontokan biji gandum dikeringkan sampai kadar air 14 persen. 2.2. Desa Industri Arah pengembangan agribisnis gandum yaitu terbentuknya desa industri berbasis gandum lokal. Yang dimaksud dengan desa industri adalah satu sistem yang terdiri atas industri primer (sarana produksi dan infrastuktur), industri
18
sekunder (bahan baku untuk industri di desa), industri tersier (prosesing) yang menghasilkan produk jadi seperti mi, kue dan semua makanan olahan. Ketiga subsistem tersebut merupakan subsistem horizontal yang satu sama lain mempunyai hubungan. Subsistem industri primer menghasilkan sarana produksi, seperti benih varietas unggul, pupuk, pestisida dan infrastruktur, bagi pembudidayaan tanaman gandum. Sedangkan subsistem industri sekunder, yaitu lapang produksi, akan menghasilkan produk sebagai bahan baku untuk industri di desa; dan subsistem tersier, terdiri dari industri pertepungan dan industri sayuran, yang memproses industrial (processing dan conditioning) di desa industri. Dapat pula dibangun subsistem lanjutannya di desa industri tersebut, misal dari industri pertepungan dibangun industri yang menghasilkan produk mi (Sadjad 2005, dalam Patola 2006). Desa industri sebagai satu sistem tidak dipandang sebagai satu desa administratif, tetapi bisa sekelompok desa, subsistemnya di luar desa dan lebih jauh lagi. Dalam berpikir sebuah sistem bukan jarak atau lokasinya subsistem yang penting, tetapi bahwa antar subsistem ada interdependensinya yang satu sama lain merasa adanya kepentingan bersama. Dalam pengelolaan desa industri, diperlukan adanya lima subsistem vertikal sebagai pilar yang menopang desa industri tersebut, yaitu: (1) Pemerintah, (2) BUMN yang mengelola Bank financial dan Bank konsolidasi lahan (BKL), (3) Swasta yang mengelola industrinya, (4) Koperasi yang mengelola petaninya, dan (5) Perguruan Tinggi yang menjadi think-tank melalui dukungan berupa perubahan mental (mental switch) petani atau masyarakat desa industri, riset aplikatif dan pelatihan, serta informasi dan umpan balik kebijakan. Kelima subsistem ini menjadi sokoguru desa industri yang merupakan kelembagaan yang solid (Sadjad 2005, dalam Patola 2006). Bagan desa industri sebagai suatu sistem dapat dilihat pada Gambar 2.
19
Pemerintah
Saprodi & infrastuktur
Bahan baku Industri
Pendanaan
Bank Konsolidasi lahan
Bahan Industri Riset, pelatihan, informasi dan umpan balik kebijakan
Think-tank Koperasi Tani
Bahan Makanan
Industri Pertepungan
BUMN
Litbang/ PT
Processing
Petani kelompok, kebersamaan, efisiensi
Swasta Industri
Processing
Gambar 2. Bagan Desa Industri Sebagai Satu Sistem Sumber: Direktorat Budidaya Serealia, 2007
2.3. Penelitian Terdahulu Penelitian yang membahas mengenai analisis dayasaing dan strategi pengembangan komoditi gandum lokal di Indonesia belum pernah dilakukan sebelumnya.
Sedangkan
penelitian
tentang
lokasi
yang
cocok
untuk
pengembangan gandum di Indonesia sudah pernah dilakukan sebelumnya diantaranya yaitu Handoko (2000) melalui Penelitian Gandum 2000 yang didukung oleh (SEAMEO BIOTROP), Departemen Pertanian, perguruan tinggi (IPB dan Universitas Brawijaya) serta kedutaan Besar India dan Wheat Research Institute di New delhi ). Penelitian Handoko menghasilkan kesimpulan bahwa gandum (Triticium aestivum L.) dapat ditanam di Indonesia. Selain itu hasil penelitian tersebut juga menyebutkan bahwa masalah utama dalam pengembangan tanaman gandum di Indonesia adalah suhu udara dan curah hujan. Penelitian tersebut telah menghasilkan peta perwilayahan gandum di Indonesia pada berbagai waktu tanam, mulai dari Januari sampai Desember. Berdasarkan petapeta tersebut, dapat ditentukan wilayah-wilayah potensial untuk mengembangkan tanaman gandum di Indonesia. Dalam penelitan tersebut disebutkan bahwa secara umum peta-peta wilayah tersebut menunjukan bahwa dua faktor pembatas utama
20
yaitu 1) ketinggian tempat yang menentukan suhu udara (spasial), dan 2) curah hujan yang menentukan ketersediaan air yang berhubungan dengan waktu tanam (temporal). Mutiaratri (2005) melakukan penelitian dengan judul “Analisis Peramalan Dan Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Impor Gandum di Indonesia” dengan menggunakan metode peramalan time series dan peramalan causal (sebab akibat). Penelitian tersebut menghasilkan ramalan impor gandum di Indonesia yang berfluktuasi untuk periode 2004–2008 namun tetap mempunyai tren yang meningkat. Menurut penelitian tersebut faktor-faktor yang mengakibatkan adanya peningkatan impor gandum di Indonesia adalah kenaikan jumlah produksi tepung terigu yang menggunakan gandum sebagai bahan baku utamanya.
Kenaikan
jumlah produksi tersebut terjadi karena semakin meningkatnya permintaan masyarakat terhadap makanan yang berbasis tepung terigu seperti mi, roti, dan kue–kue. Sedangkan penelitian tentang analisis dayasaing sebelumnya pernah dilakukan oleh Cahyani (2008) dengan judul “Analisis Dayasaing dan Strategi Pengembangan Agribisnis Gula Indonesia”. Penelitian tersebut menganalisis dayasaing agribisnis gula dengan menggunakan Teori Berlian Porter, menganalisis faktor–faktor internal dan eksternal dengan analisis SWOT dan kemudian merumuskan strategi pengembangan agribisnis gula di Indonesia dengan mengunakan arsitektur strategik. Hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa dari tiap komponen dayasaing agribisnis gula, terdapat keterkaitan antar komponen yang saling mendukung dan tidak saling mendukung. Keterkaitan yang tidak saling mendukung lebih dominan dalam penelitian tersebut sehingga menyebabkan dayasaing agribisnis gula Indonesia masih lemah.
Penelitian
tersebut juga menghasilkan beberapa rumusan strategik untuk pengembangan agribisnis gula di Indonesia. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah penelitian ini menganalisis dayasaing komoditi gandum lokal sebagai komoditi yang baru di Indonesia dengan menganalisis faktor internal dan eksternal yang dimilikinya dengan menggunakan pendekatan Diamond Porter’s. Selanjutnya analisis tersebut dapat digunakan sebagai informasi dalam membuat strategi untuk pengembangan
21
agribisnis gandum lokal di Indonesia. Penelitian ini memiliki persamaan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Cahyani yaitu dalam hal topik analisis dayasaing dan strategi pengembangan. Selain itu hasil penelitian Handoko (2000) dapat menjadi bahan referensi dan dasar bagi pengembangan agribisnis gandum lokal, karena penelitian tersebut menghasilkan pemetaan wilayah-wilayah potensial untuk mengembangkan tanaman gandum lokal di Indonesia.
22
III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Pengertian Agribisnis Secara konseptual, agribisnis merupakan suatu sistem yang terdiri atas empat subsistem yang saling mendukung dan terkait satu sama lain sebagai berikut (Sa’id dan Prastiwi 2005). 1) Subsistem agribisnis hulu (upstream agribusiness), meliputi kegiatan pengadaan dan penyaluran sarana produksi pertanian primer termasuk dalam subsistem tersebut adalah industri agrokimia (pupuk dan pestisida), agroindustri otomotif (mesin dan peralatan), dan industri benih. 2) Subsistem produksi pertanian primer (on farm agribusiness), meliputi kegiatan yang menggunakan sarana yang dihasilkan dari subsistem agribisnis hulu. 3) Subsistem agribisnis hilir (down stream agribusiness), meliputi pengolahan komoditas pertanian primer menjadi produk olahan, baik produk antara (intermediate product) maupun produk akhir (finished product) beserta kegiatan distribusinya. 4) Subsistem pemasaran komoditas-komoditas agribisnis. Keempat subsistem agribisnis tersebut dalam pelaksanaannya didukung oleh subsistem penunjang agribisnis (supporting system) sebagai jasa dalam menunjang kegiatan subsistem agribisnis. Yang termasuk dalam penunjang subsistem agribisnis antara lain lembaga pertanahan, lembaga keuangan (perbankan dan asuransi), lembaga penelitian, infrastuktur, lembaga pendidikan dan konsultasi agribisnis, serta kebijakan pemerintah. Dengan demikian, agribisnis merupakan suatu sistem usaha dibidang pertanian yang bersifat mega sektor, meliputi tingkat hulu, produksi komoditas agribisnis, dan kegiatan ditingkat hilir berupa kegiata pascapanen. 3.1.2. Konsep Dayasaing Konsep
dayasaing
pada
tingkat
nasional
adalah
produktivitas.
Produktivitas adalah nilai output yang diproduksi oleh suatu tenaga kerja atau modal. Produktivitas adalah penentu utama dari standar hidup negara yang
23
berjangka panjang. Produktivitas adalah akar penyebab pendapatan per kapita nasional (Cho dan Moon 2003). Dayasaing diidentikkan dengan produktivitas atau tingkat output yang dihasilkan untuk setiap input yang digunakan. Menurut Porter (1990) terdapat empat faktor utama yang menentukan dayasaing industri yaitu kondisi faktor sumberdaya, kondisi permintaan, kondisi industri terkaita dan industri pendukung serta kondisi stuktur, persaingan dan strategi perusahaan.
Keempat atribut
tersebut didukung oleh peranan pemerintah dan peranan kesempatan dalam meningkatkan keunggulan dayasaing industri nasional, dan secara bersama-sama membentuk suatu sistem yang dikenal dengan the national diamond. Setiap atribut yang terdapat dalam Teori Berlian Porter memiliki poin-poin penting yang menjelaskan secara detail atribut yang ada, dengan penjelasan sebagai berikut: 1) Kondisi Faktor Sumberdaya Posisi suatu bangsa berdasarkan sumberdaya yang dimiliki merupakan faktor produksi yang diperlukan untuk bersaing dalam industri tertentu. Faktor produksi digolongkan kedalam lima kelompok: a) Sumberdaya Fisik atau Alam Sumberdaya fisik atau sumberdaya alam yang mempengaruhi dayasaing nasional mencakup biaya, aksesibilitas, mutu dan ukuran lahan (lokasi), ketersediaan air, mineral, dan energi sumberdaya pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan (termasuk perairan laut lainnya), peternakan, serta sumberdaya alam lainnya, baik yang dapat diperbaharui maupun yang tidak diperbaharui. Begitu juga kondisi cuaca dan iklim, luas wilayah geografis, kondisi topografis, dan lain-lain. b) Sumberdaya Manusia Sumberdaya manusia yang mempengaruhi dayasaing industri nasional terdiri dari jumlah tenaga kerja yang tersedia, kemampuan manajerial dan keterampilan yang dimiliki, biaya tenaga kerja yang berlaku (tingkat upah), dan etika kerja (termasuk moral). c) Sumberdaya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Sumberdaya
IPTEK
mencakup
ketersediaan
pengetahuan
pasar,
pengetahuan teknis, dan pengetahuan ilmiah yang menunjang dan diperlukan
24
dalam memproduksi barang dan jasa. Begitu juga ketersediaan sumber-sumber pengetahuan dan teknologi, seperti perguruan tinggi, lembaga penelitian dan pengembangan,
asosiasi
pengusaha,
asosiasi
perdagangan,
dan
sumber
pengetahuan dan teknologi lainnya. d) Sumber Modal Sumberdaya modal yang mempengaruhi dayasaing nasional terdiri dari jumlah dan biaya (suku bunga) yang tersedia, jenis pembiayaan (sumber modal), aksesibilitas terhadap pembiayaan, kondisi lembaga pembiayaan dan perbankan, tingkat tabungan masyarakat, peraturan keuangan, kondisi moneter, fiskal, serta peraturan moneter dan fiskal. e) Sumberdaya Infrastuktur Sumberdaya infrastuktur yang mempengaruhi dayasaing nasional terdiri dari ketersediaan, jenis, mutu dan biaya penggunaan infrastuktur yang mempengaruhi persaingan. Termasuk sistem transportasi, komunikasi, pos, giro, pembayaran transfer dana, air bersih, energi listrik dan lain-lain. 2) Kondisi Permintaan Kondisi permintaan dalam negeri merupakan faktor penentu dayasaing industri, terutama mutu permintaan domestik. Mutu permintaan domestik merupakan sasaran pembelajaran perusahaan-perusahaan domestik untuk bersaing di pasar global.
Mutu permintaan (persaingan yang ketat) di dalam negeri
memberikan tantangan bagi setiap perusahaan untuk meningkatkan dayasaingnya sebagai tanggapan terhadap mutu persaingan di pasar domestik. Ada tiga faktor kondisi permintaan yang mempengaruhi dayasaing industri nasional yaitu: a) Komposisi Permintaan Domestik Karakteristik permintaan domestik sangat mempengaruhi dayasaing industri nasional. Karakteristik tersebut meliputi: i) Stuktur segmen permintaan domestik sangat mempengaruhi dayasaing nasional. Pada umumnya perusahaan-perusahaan lebih mudah memperoleh dayasaing pada stuktur segmen permintaan yang lebih luas dibandingkan dengan stuktur segmen yang sempit. ii) Pengalaman dan selera pembeli yang tinggi akan meningkatkan tekanan kepada produsen untuk menghasilkan produk yang bermutu dan
25
memenuhi standar yang tinggi yang mencakup standar mutu produk, product features, dan pelayanan. iii) Antisipasi kebutuhan pembeli yang baik dari perusahaan dalam negeri merupakan suatu poin dalam memperoleh keunggulan bersaing. b) Jumlah Permintaan dan Pola Pertumbuhan Jumlah atau besarnya permintaan domestik mempengaruhi tingkat persaingan dalam negeri, terutama disebabkan oleh jumlah pembeli bebas, tingkat pertumbuhan permintaan domestik, timbulnya permintaan baru dan kejenuhan permintaan lebih awal sebagai akibat perusahaan melakukan penetrasi lebih awal. Pasar domestik yang luas dapat diarahkan untuk mendapatkan keunggulan kompetitif dalam suatu industri. Hal ini dapat dilakukan jika industri dilakukan dalam skala ekonomis melalui adanya penanaman modal dengan membangun fasilitas skala besar, pengembangan teknologi dan peningkatan produktivitas. c) Internasionalisasi Permintaan Domestik Pembeli lokal yang merupakan pembeli dari luar negeri akan mendorong dayasaing industri nasional, karena dapat membawa produk tersebut ke luar negeri.
Konsumen yang memiliki mobilitas internasional tinggi dan sering
mengunjungi suatu negara juga dapat mendorong meningkatnya dayasaing produk negeri yang dikunjungi tersebut. 3) Industri Terkait dan Industri Pendukung Keberadaan industri terkait dan industri pendukung yang telah memiliki dayasaing global juga akan mempengaruhi dayasaing industri utamanya. Industri hulu yang memiliki dayasaing global akan memasok input bagi industri utama dengan harga yang lebih murah, mutu yang lebih baik, pelayanan yang cepat, pengiriman tepat waktu dan jumlah sesuai dengan kebutuhan industri utama, sehingga industri tersebut juga akan memiliki dayasaing global yang tinggi. Begitu juga industri hilir yang menggunakan produk industri utama sebagai bahan bakunya. Apabila industri hilir memiliki dayasaing global maka industri hilir tersebut dapat menarik industri hulunya untuk memperoleh dayasaing global.
26
4) Stuktur, Persaingan, dan Strategi Perusahaan Stuktur industri dan perusahaan juga menentukan dayasaing yang dimiliki oleh perusahaan-perusahaan yang tercakup dalam industri tersebut.
Stuktur
industri yang monopolistik kurang memiliki daya dorong untuk melakukan perbaikan-perbaikan serta inovasi-inovasi baru dibandingkan dengan stuktur industri yang bersaing. Stuktur perusahaan yang berada dalam industri sangat berpengaruh terhadap bagaimana perusahaan yang bersangkutan dikelola dan dikembangkan dalam suasana tekanan persaingan, baik domestik maupun internasional.
Dengan demikian secara tidak langsung akan meningkatkan
dayasaing global industri yang bersangkutan. a) Stuktur Pasar Istilah stuktur pasar digunakan untuk nenunjukan tipe pasar.
Derajat
persaingan stuktur pasar (degree of competition of market share) dipakai untuk menunjukan sejauh mana perusahaan-perusahaan individual mempunyai kekuatan untuk mempengaruhi harga atau ketentuan-ketentuan lain dari produk yang dijual di pasar. Stuktur pasar didefinisikan sebagai sifat–sifat organisasi pasar yang mempengaruhi perilaku dan keragaan perusahaan. Jumlah penjual dan keadaan produk (nature of the product) adalah dimensi–dimensi yang penting dari stuktur pasar. Adapula dimensi lainnya adalah mudah atau sulitnya memasuki industri (hambatan masuk pasar), kemampuan perusahaan mempengaruhi permintaan melalui iklan, dan lain–lain. Beberapa stuktur pasar yang ada antara lain pasar persaingan sempurna, pasar monopoli, pasar oligopoli, pasar monopsoni, dan pasar oligopsoni. Biasanya stuktur pasar yang dihadapi suatu industri seperti monopoli dan oligopoli lebih ditentukan oleh kekuatan perusahaan dalam menguasai pangsa pasar yang ada, dibandingkan jumlah perusahaan yang bergerak dalam suatu industri. b) Persaingan Tingkat persaingan dalam industri merupakan salah satu faktor pendorong bagi perusahaan–perusahaan yang berkompetisi untuk terus melakukan inovasi. Keberadaan pesaing lokal yang handal dan kuat merupakan faktor penentu dan sebagai motor penggerak untuk memberikan tekanan pada perusahaan lain dalam meningkatkan dayasaingnya.
Perusahaan–perusahaan yang telah teruji pada
27
persaingan ketat dalam industri nasional akan lebih mudah memenangkan persaingan internasional dibandingkan dengan perusahaan–perusahaan yang belum memiliki dayasaing yang tingkat persaingannya rendah. c) Strategi Perusahaan Dalam menjalankan suatu usaha, baik perusahaan yang berskala besar maupun perusahaan berskala kecil, dengan berjalannya waku, pemilik atau manajer dipastikan mempunyai keinginan untuk mengembangkan usahanya ke dalam lingkup yang lebih besar. Untuk mengembangkan usaha, perlu strategi khusus yang terangkum dalam suatu strategi pengembangan usaha. Penyusunan suatu strategi diperlukan perencanaan yang matang dengan mempertimbangkan semua faktor yang berpengaruh terhadap organisasi atau perusahaan tersebut. 5) Peran Pemerintah Peran pemerintah sebenarnya tidak berpengaruh langsung terhadap upaya peningkatan dayasaing global, tetapi berpengaruh terhadap faktor–faktor penentu dayasaing global.
Perusahaan–perusahaan yang berada dalam industri yang
mampu menciptakan dayasaing global secara langsung.
Peran pemerintah
merupakan fasilitator bagi upaya untuk mendorong perusahaan–perusahaan dalam industri agar senantiasa melakukan perbaikan dan meningkatkan dayasaingnya. Pemerintah dapat mempengaruhi aksesibilitas pelaku–pelaku industri terhadap berbagai sumberdaya melalui kebijakan–kebijakannnya, seperti sumberdaya alam, tenaga kerja, pembentukan modal, sumberdaya ilmu pengetahuan, dan teknologi serta informasi. Pemerintah juga dapat mendorong peningkatan dayasaing melalui penetapan standar produk nasional, standar upah tenaga kerja minimum, dan berbagai kebijakan terkait lainnya.
Pemerintah dapat mempengaruhi kondisi
permintaan domestik, baik secara langsung melalui kebijakan moneter dan fiskal yang dikeluarkannya maupun secara langsung melalui perannya sebagai pembeli produk dan jasa. Kebijakan penerapan bea keluar dan bea masuk, tarif pajak, dan lain–lainnya yang juga menunjukan terdapat peran tidak langsung dari pemerintah dalam meningkatkan dayasaing global. Pemerintah dapat mempengaruhi tingkat dayasaing melalui kebijakan yang memperlemah faktor penentu dayasaing industri, tetapi pemerintah tidak dapat
28
secara langsung menciptakan dayasaing global adalah memfasilitasi lingkungan industri yang mampu memperbaiki kondisi faktor penentu dayasaing, sehingga perusahaan–perusahaan yang berada dalam industri mampu mendayagunakan faktor–faktor penentu tersebut secara efektif dan efisien. 6) Peran Kesempatan Peran kesempatan merupakan faktor yang berada diluar kendali perusahaan atau pemerintah, tetapi dapat meningkatkan dayasaing global industri nasional. Beberapa kesempatan yang dapat mempengaruhi naiknya dayasaing global industri nasional adalah penemuan baru yang murni, biaya perusahaan yang tidak berlanjut (misalnya terjadi perubahan harga minyak atau depresiasi mata uang), meningkatkan permintaan produk industri yang bersangkutan lebih tinggi dari peningkatan pasokan, politik yang diambil oleh negara lain serta berbagai faktor kesempatan lainnya. 3.1.3. Analisis SWOT Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan dan peluang, namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan dan ancaman. Setelah diketahui kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman, barulah dapat ditentukan strategi dengan memanfaatkan kekuatan yang dimiliki untuk mengambil keuntungan dari peluang–peluang yang ada, sekaligus untuk memperkecil atau bahkan mengatasi kelemahan yang dimilikinya untuk menghindari ancaman yang ada (Rangkuti 2006). 1) Identifikasi Kekuatan (Strengths) Kekuatan keunggulan
merupakan
suatu
kelebihan
khusus
yang
memberikan
kompetitif di dalam suatu industri yang berasal dari perusahaan.
Kekuatan perusahaan akan mendukung perkembangan usaha dengan cara memperlihatkan sumber dana, citra, kepemimpinan pasar, hubungan dengan konsumen ataupun pemasok, serta faktor–faktor lainnya. 2) Identifikasi Kelemahan (Weaknesses) Kelemahan adalah keterbatasan dan kekurangan dalam hal sumberdaya, keahlian dan kemampuan yang secara nyata menghambat aktivitas keragaan perusahaan. Fasilitas, sumberdaya keuangan, kemampuan manajerial, keahlian
29
pemasaran dan pandangan orang terhadap merek dapat menjadi sumber kelemahan. 3) Identifikasi Peluang (Opportunities) Peluang adalah situasi yang diinginkan atau disukai dalam perusahaan yang diidentifikasi. Segmen pasar, perubahan dalam persaingan atau lingkungan, perubahan teknologi, peraturan dalam persaingan atau lingkungan, peraturan baru atau yang ditinjau kembali dapat menjadi sumber peluang bagi perusahaan. 4) Identifikasi Ancaman (Threats) Ancaman adalah situasi yang paling tidak disukai dalam lingkungan perusahaan. Ancaman merupakan penghalang bagi posisi yang diharapkan oleh perusahaan. Masuknya pesaing baru, pertumbuhan pasar yang lambat, meningkatnya posisi penawaran pembeli dan pemasok, perubahan teknologi, peraturan baru atau yang ditinjau kembali dapat menjadi sumber anacaman bagi perusahaan. 3.1.4. Arsitektur Strategik Pada
awal
tahun
1990-an,
Gary
Hamel
dan
C.K.
Prahalad
memperkenalkan pendekatan arsitektur strategik yang bersifat bentangan atau stretch. Pendekatan arsitektur strategik muncul sebagai respon dari pendekatan klasik yang dirasa kurang mampu untuk mengakomodasi perubahan lingkungan yang tergolong cepat, karena ketika menyusun pendekatan klasik membutuhkan asumsi–asumsi yang sangat ketat. Arsitektur strategik diciptakan untuk lebih adaptif dan lebih fleksibel di dalam menanggapi suatu perubahan, sehingga dengan diaplikasikannya arsitektur strategik ini, organisasi akan dengan leluasanya mengembangkan skenario yang diperkirakan akan memuluskan jalan menuju tercapainya visi dan misi organisasi tersebut. Strategi dengan skenarionya yang dirumuskan kemudian dipetakan ke dalam sebuah cetak biru atau yang lazim disebut sebagai blue print strategy. Blue print strategy ini sepenuhnya disusun guna mendukung tercapainya tujuan (visi) organisasi dalam waktu yang telah ditentukan (Yoshida 2004). Pendekatan dengan arsitektur strategik disusun dengan memperlihatkan beberapa unsur seperti : visi dan misi organisasi, analisis lingkungan internal dan eksternal organisasi, mengetahui dan memahami tantangan organisasi, dan sasaran
30
yang ingin dicapai.
Pada tahap akhir unsur–unsur di atas dipadukan untuk
mendapatkan sebuah peta umum strategik yang akan diimplementasikan untuk jangka waktu yang telah dirumuskan. 3.2. Kerangka Pemikiran Operasional Konsumsi gandum di Indonesia semakin meningkat karena permintaan terhadap tepung terigu sebagai bahan olahan gandum yang merupakan bahan baku utama bagi berbagai macam produk olahan pangan semakin meningkat. Produk olahan pangan berbahan baku tepung terigu (mi, roti, dan kue) dikonsumsi hampir di setiap rumah tangga, yang meliputi segala lapisan masyarakat, mulai dari kalangan bawah sampai atas.
Bahkan dalam kondisi bencana, bahan olahan
gandum terutama mi instan menjadi produk utama untuk dikirim ke daerah bencana. Kebutuhan gandum nasional hingga saat ini sepenuhnya masih dipenuhi oleh impor. Peningkatan volume impor gandum yang terus meningkat dapat mengurangi devisa negara.
Pada tahun 2004 pemerintah di Indonesia telah
mencanangkan program Gandum Berkibar untuk mengembangkan agribisnis gandum di Indonesia.
Hal ini merupakan suatu upaya pemerintah untuk
mengembangkan agribisnis gandum di Indonesia. Penjelasan di atas menggambarkan suatu kondisi yang berhubungan dengan agribisnis gandum di Indonesia saat ini. Gambaran diatas menjadi dasar penelitian ini yaitu menganalisis kondisi pengembangan agribisnis saat ini dan merumuskan strategi untuk pengembangan agribisnis gandum lokal di Indonesia. Penelitian ini dilakukan dengan menganalisis dayasaing agribisnis gandum lokal di Indonesia menggunakan komponen Berlian Porter, kemudian dilakukan identifikasi SWOT terhadap komponen-komponen tersebut selanjutnya dari hasil identifikasi tersebut dirumuskan suatu strategi pengembangan agribisnis gandum di Indonesia dengan menggunakan analisis SWOT. Setelah diperoleh strategi maka strategi tersebut akan disusun ke dalam Rancangan Arsitektur Strategik. Semua hal yang telah dijelaskan sebelumnya terangkum dalam kerangka pemikiran operasional yang terdapat pada Gambar 3.
31
• Gandum sebagai bahan pangan alternatif dan bahan baku bagi berbagai macam olahan pangan (mie, roti, kue) yang dikonsumsi oleh seluruh lapisan masyarakat • Konsumsi gandum semakin meningkat • Adanya industri tepung terigu yang cukup berkembang di Indonesia • Tersedianya lahan untuk pengembangan di beberapa provinsi di Indonesia • Adanya Program Gandum Berkibar oleh pemerintah
•
Tingginya volume impor gandum
•
Pertanian gandum belum membudaya dikalangan masyarakat Indonesia
•
Produksi gandum lokal masih sangat sedikit jumlahnya
Analisis dayasaing agribisnis gandum di Indonesia (Teori Berlian Porter)
Identifikasi SWOT agribisnis gandum di Indonesia
Perumusan strategi pengembangan agribisnis gandum lokal di Indonesia (Analisis SWOT)
Rancangan Arsitektur Strategik pengembangan agribisnis gandum lokal di Indonesia Gambar 3. Kerangka Pemikiran Operasional
32
IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini membahas tentang kondisi sistem agribisnis gandum lokal di Indonesia, dayasaing agribisnis gandum lokal sebagai komoditi yang baru dikembangkan di Indonesia dan strategi yang dapat dihasilkan untuk meningkatkan dayasaing gandum lokal nasional. Lingkup penelitian ini meliputi pengolahan data gandum secara nasional (makro). Waktu penelitian berlangsung dari bulan Januari hingga Mei 2009. 4.2. Data dan Instrumentasi Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan wawancara mendalam dengan pihakpihak yang terkait dengan penelitian ini yaitu pemerintah pusat dan daerah, Perguruan Tinggi, petani gandum lokal, Petugas Pemandu Lapang (PPL), dan industri pengolahan gandum, dan mengikuti Pertemuan “Adopsi Teknologi Gandum dan Sorgum Tahun 2009” di Semarang pada tanggal 23-25 Maret 2009 yang diselenggarakan oleh Departemen Pertanian. Sedangkan data sekunder diperoleh dari Direktorat Budidaya Serealia, Dirjen Tanaman Pangan, Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Badan Litbang Pertanian), APTINDO (Asosiasi Perusahaan Tepung Terigu), literatur-literatur, penelitian terdahulu, buku, internet serta laporan tahunan. Instrumen atau alat pengumpul data yang digunakan berupa daftar pertanyaan/panduan wawancara yang telah disusun secara tertulis sesuai dengan masalah, review dokumen, alat pencatat, dan alat penyimpan data elektronik. 4.3. Metode Pengumpulan Data Waktu pengumpulan data berlangsung mulai bulan Februari hingga April. Pengumpulan data penelitian dilakukan sendiri oleh peneliti dengan teknik pengumpulan data berupa wawancara mendalam dan wawancara khusus (Elite Interviewing) dengan kelompok elit tertentu yaitu Kasubdit Serealia Lain, Kepala Seksi Pengembangan Gandum Lokal, breeder gandum, Kepala Pusat Studi Gandum Fakultas Pertanian UKSW, Direktur eksekutif APTINDO dan studi literatur dari berbagai sumber dan buku serta dengan browsing internet.
33
4.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan dan analisis data dilakukan secara deskriptif kualitatif. Analisis deskriptif kualitatif dilakukan untuk mengetahui gambaran kondisi sistem agribisnis gandum lokal di Indonesia. Selain itu, analisis deskriptif kualitatif juga dilakukan dengan menggunakan Teori Berlian Porter untuk menganalisis dayasaing agribisnis gandum lokal, Analisis SWOT untuk menganalisis faktor internal dan eksternal kondisi perganduman Indonesia, dan Arsitektur Strategi untuk menyusun strategi pengembangan agribisnis gandum lokal di Indonesia. Dalam penelitian ini terdapat pihak internal dan pihak eksternal. Pihak internal terdapat pada lingkungan mikro, sedangkan pihak eksternal berada pada lingkungan makro.
Yang menjadi pihak internal dalam penelitian ini adalah
petani gandum lokal sebagai pelaku kegiatan usahatani (on farm) beserta industri pengolahan gandum baik industri besar (pabrik tepung terigu) maupun industri kecil. Subsistem penunjang, industri hulu, faktor fisik dan infrastuktur, sektor indutri pangan, sektor industri pakan ternak, sektor jasa dan perdagangan, dan konsumen rumah tangga merupakan pihak eksternal yang berada pada lingkungan makro. Sedangkan kekuatan ekonomi dan sosial politik internasional terdapat pada lingkungan global. Pengklasifikasian pihak internal yang terkategori pada lingkungan mikro dan pihak eksternal yang terkategori pada lingkungan makro dijelaskan pada Gambar 4.
34
Lingkungan Ekonomi dan Sosial Politik Global/Internasional
Lingkungan Makro Subsistem Penunjang: - Kebijakan pemerintah - Lembaga keuangan - Lembaga penelitian - Kelembagaan sosial - Lembaga pendidikan - Pemerintah - Asosiasi perdagangan
Subsistem Hulu: - IndustriPupuk anorganik dan organik, benih, mesin dan peralatan, dan Industri peptisida
Faktor Fisik dan Infrastuktur: - Tanah, air, udara, sinar matahari, hewan dan vegetasi,iklim - Lingkungan buatan manusia
Lingkungan Mikro Kegiatan On-farm (petani gandum lokal)
Industri Pengolahan Gandum
Industri Besar (Pabrik Tepung Terigu)
Sektor Pangan (industri roti, mi, dan olahan lain)
Sektor Industri Pakan
Industri Kecil dan Rumahtangga
Sektor Jasa dan Perdagangan (Restoran, Hotel, dsb)
Konsumen Rumah Tangga
Konsumen Rumah Tangga Akhir
Keterangan : Pihak Internal Æ Lingkungan Mikro Pihak Eksternal Æ Lingkungan Makro dan Lingkungan Global
Gambar 4. Sistem Agribisnis Gandum Lokal 35
4.4.1. Analisis Berlian Porter Alat yang digunakan untuk mengetahui dayasaing agribisnis gandum lokal di Indonesia adalah Teori Berlian Porter. Analisis dilakukan pada tiap komponen yang terdapat pada Teori Berlian Porter (Porter’s Diamond Theory). Komponen tersebut meliputi : 1) Faktor Condition (FC), yaitu keadaan faktor–faktor produksi dalam suatu industri seperti tenaga kerja dan infrastuktur. 2) Demand Condition (DC), yaitu keadaan permintaan atas barang dan jasa dalam negara. 3) Related and Supporting Industries (RSI), yaitu keadaan para penyalur dan industri lainnya yang saling mendukung dan berhubungan. 4)
Firm, Strategy, Structur, and Rivalry (FSSR), yaitu strategi yang dianut perusahaan pada umumnya, stuktur industri dan keadaan kompetisi dalam suatu industri domestik. Selain itu ada komponen lain yang terkait dengan keempat komponen
utama tersebut yaitu faktor pemerintah dan kesempatan. Keempat faktor utama dan dua faktor pendukung tersebut saling berinteraksi. Dari hasil analisis komponen penentu dayasaing kita dapat menentukan komponen yang menjadi keunggulan dan kelemahan dayasaing agribisnis gandum lokal di Indonesia. Hasil keseluruhan interaksi antar komponen yang saling mendukung sangat menentukan perkembangan yang dapat menjadi competitive advantage dari suatu industri. Komponen–komponen dalam Teori Berlian Porter dapat dilihat pada Gambar 5.
36
Peranan Kesempatan
Persaingan, Stuktur, dan Strategi Perusahaan 1. Persaingan domestik 2. Stuktur dan strategi Perusahaan
Kondisi Permintaan Domestik 1. Komposisi Permintaan Domestik 2. Besar dan pola pertumbuhan permintaan domestik 3. Internasionalisasi permintaan domestik
Kondisi Faktor Sumberdaya 1. Sumberdaya alam 2. Sumberdaya manusia 3. Sumberdaya IPTEK 4. Sumberdaya modal 5. Sumberdaya infrastuktur
Industri Terkait dan Pendukung 1. Industri terkait 2. Industri pendukung
Peranan Pemerintah
Keterangan: Garis ( ), menunjukan keterkaitan antar komponen utama yang saling mendukung Garis ( ), menunjukan keterkaitan antar komponen penunjang yang mendukung komponen utama Garis ( ), menunjukan keterkaitan antar komponen utama yang tidak saling mendukung Garis ( ), menunjukan keterkaitan antar komponen penunjang yang tidak terjalin atau tidak mendukung komponen utama
Gambar 5. The Complete System of National Competitive Advantage
37
4.4.2. Analisis SWOT Untuk mengetahui faktor internal dan eksternal kondisi agribisnis gandum lokal di Indonesia digunakan analisis SWOT. Analisis SWOT dapat menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi perusahaan dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya. Matriks SWOT dapat menghasilkan empat sel kemungkinan alternatif strategis sebagai berikut (Gambar 6). IFAS Strengths (S) Tentukan 5–10 faktor kekuatan internal EFAS Strategi SO Opportunity (O) Ciptakan strategi yang Tentukan 5-10 faktor menggunakan kekuatan peluang eksternal untuk memanfaatkan peluang Threaths (T) Strategi ST Tentukan 5-10 faktor Ciptakan strategi yang ancaman eksternal menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman
Weaknesses (W) Tentukan 5-10 faktor Kelemahan internal Strategi WO Ciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan dengan memanfaatkan peluang Strategi WT Ciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman
Gambar 6. Matriks SWOT Sumber: David (2006), hlm.287
Tahap analisis dilakukan setelah mengumpulkan semua informasi yang berpengaruh terhadap kelangsungan agribisnis gandum lokal melalui proses identifikasi terhadap peluang, ancaman, kelemahan, dan kekuatan. Identifikasi kekuatan dalam analisis keunggulan kompetitif ditunjukan dengan keadaan suatu atribut yang mendukung, sedangkan kelemahan ditunjukan dengan keadaan atribut yang kurang mendukung. Tahap selanjutnya adalah memanfaatkan semua informasi tersebut dalam perumusan strategi dengan menggunakan model SWOT. Menurut David (2006), terdapat delapan tahapan dalam membentuk matriks SWOT yaitu: 1. Tentukan faktor–faktor peluang eksternal organisasi atau perusahaan. 2. Tentukan faktor–faktor ancaman eksternal organisasi atau perusahaan. 3. Tentukan faktor–faktor kekuatan internal kunci organisasi atau perusahaan. 4. Tentukan faktor–faktor kelemahan internal kunci organisasi atau perusahaan.
38
5. Sesuaikan kekuatan internal dengan peluang eksternal untuk mendapatkan strategi S-O. 6. Sesuaikan kelemahan internal dengan peluang eksternal untuk mendapatkan strategi W-O. 7. Sesuaikan kekuatan internal dengan ancaman eksternal untuk mendapatkan strategi S-T. 8. Sesuaikan kekuatan internal dengan ancaman eksternal untuk mendapatkan strategi W-T. 4.4.3. Arsitektur Strategik Arsitektur strategi adalah suatu gambar rancangan arsitektur strategi yang bermanfaat bagi perusahaan untuk merumuskan strateginya ke dalam kanvas rencana perusahaan untuk meraih visi dan misinya.
Guna menyusun sebuah
arsiterktur strategik yang lengkap perlu diperhatikan komponen inti dan komponen pendamping. Komponen inti adalah komponen penting yang menjadi syarat cukup untuk menyusun arsitektur strategi berupa visi, misi perusahaan, sasaran atau tujuan organisasi, dan tantangan yang akan dihadapi oleh perusahaan. Sedangkan komponen pendamping merupakan turunan lanjutan dari komponen inti yaitu berupa kompetensi inti organisasi dan strategic intent (Yoshida 2004). Strategi yang akan disusun dengan pendekatan arsitektur strategik disajikan dalam bentuk gambar sehingga mudah untuk dipahami.
Teknik
penggambaran suatu arsitektur strategi tidak memiliki aturan baku yang menggambarkan susunan strategi. Gambar arsitektur strategi yang akan dibuat merupakan proses berfikir kreatif yang menggabungkan seni dengan hasil strategi yang diperoleh dari tahap pengambilan keputusan.
39
V GAMBARAN UMUM GANDUM DUNIA DAN NASIONAL 5.1. Gambaran Umum Gandum Dunia Indonesia merupakan negara importir gandum terbesar keempat di dunia. Melihat kondisi tersebut pemerintah Indonesia melalui Departemen Pertanian sejak tahun 2001 berupaya untuk mengembangkan tanaman gandum di Indonesia. Saat ini, pengembangan tanaman gandum di Indonesia masih berada dalam tahap pengenalan dan ujicoba terus menerus. Agar tanaman gandum dapat terus dikembangkan di Indonesia maka diperlukan upaya-upaya dari semua pihak yang terkait. Selain itu, Indonesia sebagai negara yang baru mengembangkan tanaman gandum perlu banyak belajar dengan negara lain yang sudah lebih dahulu mengembangkan tanaman gandum. Negara-negara yang saat ini mengembangkan tanaman gandum tidak semuanya merupakan negara asal tanaman gandum. Sebagai contoh, India yang dahulu merupakan negara importir gandum, namun saat ini telah mampu menjadi negara penghasil gandum ketiga di dunia. Dalam Bab ini akan digambarkan beberapa hal yang terkait dengan perganduman dunia dan sebagai contoh akan digambarkan bagaimana negara yang dahulu sebagai negara importir gandum, namun saat ini telah mampu menjadi negara penghasil gandum terbesar ketiga di dunia, adapun negara yang dimaksud adalah India. Hasil uraian dalam Bab ini diharapkan dapat menjadi pembelajaran bagi Indonesia yang baru delapan tahun mengembangkan tanaman gandum. 5.1.1. Gambaran Umum Perkembangan Tanaman Gandum di India Pada awalnya pada tahun 1947 India merupakan negara importir gandum, namun saat ini India telah berhasil menjadi negara penghasil gandum terbesar ketiga di dunia. Pada tahun 1950-1951 produktivitas gandum di India hanya sekitar 663 kg/ha. Untuk memenuhi kebutuhan gandumnya India mengimpor dari negara lain seperti Amerika Serikat. Kemudian pada tahun 1961, Pemerintah India menunjuk tim komisi untuk meningkatkan produktivitas tanaman gandum. Komisi tersebut terdiri dari Dr. M.S. Swaminathan, Dr. N.E. Borlaug, dan beberapa anggota yang lain. Tim komisi tersebut menyatakan bahwa tingkat produksi gandum dapat ditingkatkan dengan penggunaan benih varietas unggul. Setelah menilai kemungkinan-kemungkinan untuk meningkatkan produksi
40
gandum di India. Kemudian pada tahun 1963 para ilmuan gandum di India bersama dengan Departemen Pertanian Meksiko memperkenalkan lima Varietas gandum yang terdiri dari Lerma Rojo 64-A, Sonora 63, Sonora 64, Mayo 64 dan S-227.2 Selanjutnya untuk terus meningkatkan produksi gandumnya pemerintah India mengambil kebijakan-kebijakan, diantaranya melakukan promosi pasar, pembentukan rantai produksi bibit, pupuk, pabrik-pabrik, dan unit mesin peternakan, peningkatan investasi publik dan melakuakn penelitian dan pengembangan. Sebagai hasil dari langkah-langkah yang diambil oleh Pemerintah India, kini India telah mampu mencukupi kebutuhan gandum dalam negeri dan telah mampu menjadi negara penghasil gandum terbesar ketiga di dunia. Kondisi tersebut telah menyumbang devisa negara India. Saat ini produktivitas gandum di India mencapai 2,7 ton/ha. Perkembangan produktivitas gandum di India dapat dilihat pada Tabel 6. Table 6.
Luas Areal, Produksi, dan Produktivitas Gandum di India Tahun 1950/1951-2007/2008
Tahun
Luas Areal (000.000 ha)
1950-1951
9,80
Produksi (000.0000 ha) 6,50
Produktivitas (kw/ha)
1960-1961
12,90
11,00
8,51
1967-1968
14,90
16,50
11,03
1970-1971
18,20
23,80
13,07
1980-1981
22,30
36,30
16,30
1990-1991
24,20
55,10
22,81
1999-2000
27,50
76,40
27,78
2000-2001
25,70
69,70
27,08
2002-2003
25,20
69,30
27,47
2003-2004
25,20
65,80
26,11
2004-2005
26,60
72,00
27,07
2005-2006
26,00
69,50
27,00
2006-2007
27,90
75,80
27,00
2007-2008
27,70
78,40
28,00
6,63
Sumber : Wheat Scenario-Statistic (2009)
2
Anonim. History of Wheat in India. http://dacnet.nic.in/dwd/wheat_prod1/history.htm (8 Mei 2008)
41
5.1.2. Produksi Gandum Dunia Volume produksi gandum dunia pada periode 2003/2004 hingga 2007/2008 berfluktuasi. Produksi gandum dunia hingga periode 2007/2008 belum dapat mencukupi seluruh jumlah kebutuhan gandum dunia. Selama lima tahun periode, dari periode 2003/2004 hingga 2007/2008 dunia mengalami defisit gandum, hanya pada periode tahun 2004/2005 saja seluruh kebutuhan gandum dunia dapat tercukupi dan mengalami surplus sebesar 10 juta ton. Kondisi tersebut akan menjadi masalah bagi dunia khususnya bagi Indonesia yang saat ini sepenuhnya masih tergantung pada impor. Jika beberapa tahun ke depan Indonesia masih mengimpor seluruh kebutuhan gandum maka hal ini akan menjadi masalah besar bagi Indonesia karena kondisi tersebut sudah pasti terus semakin mengurangi devisa negara. Perkembangan produksi dan permintaan gandum dunia dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7.
Perkembangan Produksi dan Permintaan Gandum Dunia (000) ton Periode Tahun 2003/2004-2007/2008
No
Tahun
Produksi
Permintaan
Defisit
1
2003/2004
554.000
585.000
(31.000)
2
2004/2005
625.000
615.000
10.000
3
2005/2006
620.851
624.000
(3.149)
4
2006/2007
596.304
616.000
(19.696)
5
2007/2008
610.883
619.000
(8.117)
Sumber : USDA 2008, dalam Dirjen Tanaman Pangan (2008)
Tingginya permintaan gandum dunia ini menunjukkan besarnya konsumsi gandum sebagai bahan pangan karbohidrat non beras.
Gandum mempunyai
keunggulan yaitu mengandung protein yang mempunyai sifat khas gluten yang tidak dimiliki tanaman serealia lain seperti padi dan jagung, disamping itu tanaman gandum bisa dikembangkan menjadi tepung sementara padi dan jagung dimakan sebagai biji dan kurang dikembangkan, kebutuhan gandum terus meningkat terutama untuk diversifikasi pangan. 5.1.3. Negara Penghasil Gandum di Dunia Dari keseluruhan jumlah produksi gandum dunia, negara yang berkontribusi cukup besar dalam jumlah produksi gandum dunia yaitu Uni Eropa.
42
Uni Eropa merupakan negara penghasil gandum terbesar di dunia dengan rata-rata jumlah produksi sebesar 130.921.800 ton selama 4 tahun dari periode 2005/2006 hingga 2008/2009. Negara terbesar kedua sebagai penghasil gandum yaitu Cina dengan rata-rata jumlah produksi sebesar 107.445.000 ton. Negara lain yang juga merupakan negara utama penghasil gandum terbesar di dunia yaitu India, Amerika dan Rusia dengan rata-rata produksi selama empat tahun terakhir masing-masing sebesar 73.050.000 ton, 57.717.250 ton dan 50.750 ton. Jumlah produksi negaranegara penghasil gandum dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Jumlah Produksi Negara-negara Penghasil Gandum Terbesar di Dunia Periode Tahun 2005/2006-2008/2009 (000 ton) Negara
2005/2006
Produksi 2006/2007 2007/2008
2008/2009
Rata-rata Jumlah Produksi
132.356
124.870
119.287
147.174
130.921,80
Cina
97.450
108.470
109.860
114.000
107.445,00
India
68.640
69.350
75.810
78.400
73.050,00
Amerika
57.280
49.316
56.247
68.026
57.717,25
Rusia
47.700
44.900
49.400
61.000
50.750,00
Kanada
25.748
25.265
20.050
27.300
24.590,75
Ukraina
18.700
14.000
13.900
25.500
18.025,00
Australia
25.173
10.822
13.039
21.500
17.633,50
Pakistan
21.612
21.777
23.300
21.500
22.047,25
Turki
18.500
17.500
15.500
16.500
17.000,00
Kazakhstan
11.000
13.500
16.600
12.500
13.400,00
Argentina
14.500
15.200
16.000
12.000
14.425,00
Iran
14.308
14.308
14.500
10.000
13.279,00
620.851
596.304
610.883
680.200
627.059,50
EU-27
Total Dunia .
Sumber: USDA 2008,dikutip oleh World Bank (2008)
Beberapa negara penghasil gandum seperti Cina, India, Amerika, Kanada, dan Australia sebenarnya bukan merupakan negara asal tanaman gandum karena para sejarawan mengindikasikan bahwa budidaya tanaman gandum pertama kali berasal dari daerah subur di sekitar sungai Nil, Eufrat dan Tigris, dan barulah
43
sekitar 5000 tahun yang lalu menyebar ke belahan dunia yang lain seperti Inggris Raya, Irlandia, India, Spanyol, Portugis, dan Cina.3 5.1.4. Luas Areal, Produksi, dan Produktivitas Gandum di Negara Penghasil Gandum Hingga tahun 2008, di tingkat global gandum menduduki sekitar 240 juta hektar lahan dengan produksi sekitar 600 juta ton. Negara-negara penghasil gandum terbesar di dunia antara lain Cina, India, dan Amerika. Selain itu, negaranegara lain seperti Kanada, Argentina, Australia, Uni Soviet Rusia, Perancis dan Italia juga termasuk dalam sepuluh besar yang merupakan negara penghasil gandum di dunia. Tingkat produktivitas gandum tertinggi di dunia terdapat di Inggris sebesar 7,9 ton/ha, Perancis sebesar 7,3 ton/ha dan Mesir sebesar 6,9 ton/ha.
4
Luas areal, produksi, dan produktivitas negara penghasil gandum
terbesar di dunia dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Luas Areal, Produksi, dan Produktivitas Negara Penghasil Gandum Terbesar di Dunia Tahun 2005 Negara
Luas areal (000.000 ha) 12,85
Produksi (000.000 ton) 12,58
Produktivitas (kw/ha) 9,78
Kanada
9,83
26,77
27,24
Pakistan
8,36
21,61
25,85
Turki
9,30
21,00
22,58
Rusia
24,62
47,69
19,37
India
26,49
72,00
27,18
Cina
44,79
97,45
21,75
Amerika
20,27
57,28
28,25
Australia
12,63
25,09
19,87
Perancis
5,27
36,84
69,87
Argentina
Sumber : Wheat Scenario-Statistic (2009)
3
Anonim. 2008. http://palembang-blogger.blogspot.com/2008/01/penjajahan-gandum-makanlahdari-yang.html [17 Februari 2009] 4 Anonim.http://dacnet.nic.in/dwd/faqs1.htm (8 Mei 2009)
44
5.1.5.
Eksportir Gandum Dunia Data ekspor gandum oleh negara-negara eksportir gandum di dunia
menunjukan bahwa Amerika menempati urutan pertama sebagai negara pengekspor dengan volume ekspor terbesar diikuti oleh Kanada diposisi kedua. Sebagai negara penghasil gandum terbesar di dunia, Uni Eropa menempati posisi ketiga sebagai negara pengekspor terbesar di dunia. Dari beberapa negara eksportir di dunia, negara yang merupakan eksportir gandum utama bagi Indonesia adalah Amerika, Kanada dan Australia. Negara utama pengekspor gandum di dunia dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Eksportir Utama Gandum Dunia Periode Tahun 2005/2006-2008/2009 (000 ton) Volume
Negara 2005/2006
2006/2007
2007/2008
2008/2009
Amerika
27.291
24.725
34.403
27.216
Kanada
16.018
19.434
16.116
18.500
Uni Eropa
15.694
13.873
12.228
18.000
Australia
16.012
8.728
7.470
14.000
Rusia
10.664
10.790
12.220
14.000
Ukraina
6.461
3.366
1.236
9.000
Argentina
9.563
10.500
10.000
7.000
Kazakhstan
3.817
8.089
8.181
5.200
Cina
1.397
2.783
2.835
2.000
807
4
767
1.200
116.756
111.201
114.845
123.181
Brazil Total Dunia
Sumber: USDA 2008, dikutip World Bank (2008)
5.1.6. Importir Gandum Dunia Negara importir gandum terbesar di dunia yang berada diposisi pertama yaitu Mesir, diikuti oleh Brazil dan Algeria diposisi kedua dan ketiga. Indonesia menempati posisi ke empat sebagai negara importir terbesar di dunia dengan volume impor yang semakin meningkat selama 4 tahun terakhir yaitu pada periode 2005/2006 hingga 2008/2009. Jepang merupakan negara importir terbesar kelima setelah Indonesia diikuti oleh Uni Eropa diposisi keenam. Uni Eropa selain
45
sebagai negara penghasil gandum terbesar di dunia dan sebagai eksportir ketiga di dunia juga merupakan negara pengimpor gandum terbesar keenam didunia. Negara pengimpor gandum di dunia dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Importir Gandum Dunia Periode 2005/2006-2008/2009 (000 ton) Volume
Negara 2005/2006
2006/2007
2007/2008
2008/2009
Mesir
7.771
7.300
7.700
7.800
Brasil
6.576
7.624
7.000
7.000
Algeria
5.469
4.879
5.887
5.600
Indonesia
4.519
4.640
4.770
6.700
Jepang
5.469
5.747
5.701
5.500
Uni Eropa
6.758
5.137
6.932
5.000
Korea
3.884
3.884
3.439
4.600
380
1.100
200
4.500
Maruko
2.418
1.801
4.191
4.000
Irak
4.878
3.000
3.409
3.700
110.745
113.247
112.116
120.832
Iran
Total Dunia
Sumber: USDA 2008, dikutip World Bank (2008)
5.1.7. Tingkat Harga Gandum Dunia Harga gandum dunia sering tidak stabil. Hal ini dipengaruhi oleh jumlah produksi gandum yang beredar di pasar internasional. Pada saat produksi gandum sejumlah negara mengalami peningkatan maka harga akan turun. Sedangkan jika jumlah produksi sudah stabil atau turun maka harga gandum dunia akan meningkat kembali. Selain dipengaruhi oleh jumlah produksi dunia, kenaikan harga gandum dunia juga disebabkan oleh naiknya konsumsi global terhadap gandum yang melebihi kapasitas produksi. Penurunan produksi gandum dunia disebabkan oleh adanya kegagalan panen sejumlah negara penghasil gandum di dunia. Sebagai contoh, pada tahun 2006 negara-negara di wilayah Laut Hitam, Amerika Serikat, Ukraina dan Rusia mengalami gagal panen, kondisi ini kemudian mengakibatkan stok gandum dunia menurun sehingga sejumlah negara
46
menutup
ekspor
gandum
karena
stok
gandum
menipis.5
Kondisi
ini
mengakibatkan terjadinya kenaikan harga gandum di pasar internasional. Harga gandum dunia yang berfluktuasi tajam akan mengancam negara importir kesulitan pasokan. Berdasarkan data World Bank (2008), rata-rata harga gandum dunia selama Januari-Oktober tahun 2008 mencapai US$ 347/ton. Harga ini merupakan harga tertinggi yang pernah dicapai sejak pertengahan tahun 1970. Pada Oktober 2008 harga gandum dunia kembali turun menjadi US$ 238/ton. Kondisi ini menunjukan bahwa harga gandum dunia berfluktuasi bahkan dalam hitungan bulan harga gandum selalu berubah. Perkembangan harga gandum dunia dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7. Harga Gandum Dunia Bulanan (Januari Tahun 2000 - Oktober 2008) Sumber : World Bank, 2008
5.2.
Kondisi Agribisnis Gandum Lokal di Indonesia
5.2.1. Subsistem Hulu Subsistem hulu dalam agribisnis gandum mencakup kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan pengadaan dan pendistribusian sarana produksi berupa benih gandum, pupuk, dan alat-alat pertanian. Budidaya gandum menggunakan varietas-varietas yang telah dilepas di Indonesia yang terdiri dari Varietas Nias berasal dari Thai 88 (Thailand), Timor berasal dari India, Dewata introduksi dari DWR 162 (India) dan Selayar berasal dari Cimmyt Meksiko. Varietas yang 5
http://www.bogasariflour.com/news_list.cfm?newsind=90 (21 April 2009)
47
banyak ditanam di daerah pengembangan saat ini adalah Dewata, Nias dan Selayar. Sebagai contoh, di Jawa Timur varietas yang digunakan adalah Varietas Nias. Varietas Nias dapat tumbuh dan berkembang dengan baik di Pasuruan dan Malang. Sedangkan di Jawa Barat varietas yang dapat tumbuh dan berkembang dengan baik adalah Varietas Selayar dan di Jawa Tengah digunakan varietas Dewata. Benih gandum yang digunakan oleh petani merupakan benih dari hasil perbanyakan yang dilakukan oleh Dinas Pertanian Kabupaten Pasuruan Jawa Timur, benih hasil penangkaran oleh Balit Serealia Maros, benih hasil penangkaran UNPAD dan UKSW, dan benih hasil penanaman sebelumnya yang dikawal oleh Balai Pengawasan Sertifikasi Benih dengan daya tumbuh diatas 80 persen atau 3 bulan setelah label dikeluarkan sebanyak 30 persen dari jumlah panen keseluruhan (Direktorat Budidaya Serealia, 2008). Dari semuanya itu yang hingga saat ini masih menjadi produsen benih yaitu seorang produsen gandum lokal di Kabupaten Pasuruan yang merupakan sentra produksi gandum dan UKSW. Dalam pengadaan benih terdapat beberapa permasalahan diantaranya yaitu dalam hal ketersediaannya yang tidak mencukupi karena benih sertifikasi hanya dapat diperoleh dari Dinas Pertanian Pasuruan, Jawa Timur dan dari UKSW saja. Selain
itu
masalah
ketersediaan
benih
juga
disebabkan
karena
tidak
dilaksanakannya komitmen oleh petani dan daerah untuk menyimpan 30 persen hasil panennya untuk dijadikan benih, akibatnya terjadi kelangkaan benih pada saat akan tanam. Berdasarkan hasil Pertemuan Adopsi Teknologi Gandum dan Sorgum pada 23-25 Maret 2009, ketersediaan benih sangat sedikit. Karena terjadi kelangkaan benih gandum tersebut maka Departemen Pertanian dan Dinas Provinsi, dan Kabupaten sepakat untuk menetapkan kebutuhan benih sebanyak 50 kg/ha dari kebutuhan yang digunakan sebelumnya yaitu 100 kg/ha dengan harga Rp 10.000/kg lebih tinggi dari harga sebelumnya yaitu Rp 7.500/kg. Pupuk yang digunakan untuk tanaman gandum adalah Urea, KCl dan SP36 serta tambahan pupuk kandang dan organik. Pembiayaan untuk pembelian pupuk dan benih tanaman gandum oleh petani diperoleh dari dana bergulir (APBN), APBD dan swadana petani.
48
Pelaku agribisnis gandum dalam subsistem hulu untuk pengadaan benih meliputi lembaga pemerintah di tingkat pusat, provinsi dan daerah, Balai Pengawasan Sertifikasi Benih, Balit Serealia Maros, Swasta, UKSW dan UNPAD sebagai penghasil benih. Sedangkan pelaku agribisnis untuk pengadaan pupuk dan mesin pertanian meliputi lembaga pemerintah ditingkat pusat, provinsi dan daerah, BUMN, Swasta, kelompok tani, Bengkel Alsin (alat dan mesin pertanian), kios distribusi pupuk, dan Tim/Komisi Pupuk. 5.2.2. Subsistem Kegiatan Usahatani Subsistem usahatani gandum merupakan kegiatan menggunakan sarana yang dihasilkan dari subsistem agribisnis hulu untuk menghasilkan biji gandum. Pelaku agribisnis gandum lokal dalam subsistem usahatani adalah petani. Budidaya tanaman gandum belum membudaya bagi petani Indonesia, sehingga dibutuhkan sosialisasi untuk memperkenalkan pertanian gandum kepada petani di Indonesia. Dalam rangka mendukung pengembangan agribisnis gandum di Indonesia pemerintah melakukan pembinaan untuk setiap daerah bukaan baru (demplot), daerah pengembangan dan daerah sentra produksi. Adapun pembinaan yang dilakukan di daerah bukaan baru yaitu berupa sosialisasi pemasyarakatan tanaman gandum kepada petani. Pembinaan di daerah pengembangan diarahkan pada teknik budidaya gandum yang baik dan benar. Sedangkan pembinaan di daerah sentra produksi diarahkan untuk peningkatan mutu gandum lokal, peningkatan produktivitas, serta pembinaan dalam hal penanganan pasca panen dan pengolahan hasil. Menurut Direktorat Budidaya Serealia saat ini pola pengembangan gandum tidak ditujukan untuk menggantikan tanaman utama seperti padi atau sayuran tetapi dengan memanfaatkan lahan kering yang ada dengan pola tanam monokultur sayur–sayur-gandum atau tumpang sari dengan sayuran sehingga diharapkan dengan adanya tanaman gandum ini dapat meningkatkan pendapatan petani karena dapat dipasarkan tiga jenis produk yaitu biji, tepung, dan aneka makanan serta dapat memutus siklus hama dan penyakit pada tanaman dataran tinggi. Hal ini sesuai dengan kondisi yang sebenarnya di lapang bahwa saat ini tanaman gandum dikembangkan dengan dua alternatif tujuan yaitu sebagai tanaman diluar musim tanam (off season) sayuran dataran tinggi seperti kubis,
49
wortel, tomat, sawi dan bawang dan sebagai tanaman pemutus siklus hama pada lahan sayuran dataran tinggi. Pada umumnya kegiatan usatani di lahan dataran tinggi diusahakan dengan pola tanam kentang-sayuran-gandum atau kentangkentang-gandum. Pada musim kemarau, tanaman sayuran tidak dapat tumbuh dengan optimal oleh sebab itu agar lahan terus produktif maka sebagai alternatifnya lahan tersebut ditanami gandum sehingga pendapatan petani pun akan bertambah dengan menanam gandum. Tujuan yang kedua yaitu untuk memutus siklus hama pada lahan kentang atau sayuran dataran tinggi. Selama ini petani membiarkan begitu saja lahan tanaman kentangnya untuk memutus siklus hama dan penyakit kentang setelah dua kali musim tanam yaitu pada bulan Oktober hingga bulan April. Tanaman gandum diketahui dapat memutus siklus hama tanaman kentang, oleh karena tanaman gandum memberikan keuntungan ganda kepada petani yaitu lahan terus produktif dan siklus hama dapat terputus untuk penanaman kentang pada musim berikutnya. Pendapatan usahatani dengan pola tanam kentang-kubis dan dengan pola tanam kentang-kubis gandum dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Perbandingan Pendapatan Usahatani Pola Tanam Kentang-Kubis dengan Kentang-Kubis-Gandum (per Hektar per Tahun)* Keterangan 1. Penerimaan
Pola Tanam Kentang-Kubis Kentang-Kubis-Gandum (Rp) (Rp) 87.066.646 99.066.646
2. Biaya Produksi a. Biaya Tunai
52.414.314
60.349.314
b. Biaya Total
56.829.903
66.764.903
a. Atas Biaya Tunai
34.562.332
38.627.332
b. Atas Biaya Total
23.824.429
25.889.429
a. Atas Biaya Tunai
1,66
1,64
b. Atas Biaya Total
1,53
1,48
3. Pendapatan
4. R/C
Keterangan : *) Kondisi pertanaman kentang dan gandum di dataran tinggi Kabupaten PasuruanJawa Timur dan kubis di dataran tinggi Kabupaten Bandung-Jawa Barat, Tahun 2008
50
Berdasarkan Tabel 12, dapat kita lihat bahwa dengan pola tanam kentangkubis nilai R/C Rasio atas biaya tunai adalah 1,66 lebih besar dibandingkan dengan pola tanam kentang-kubis-gandum sebesar 1,64. Demikian pula untuk nilai R/C atas biaya total nilainya lebih besar dengan pola tanam kentang-kubis sebesar 1,53 dibandingkan dengan pola tanam kentang-kubis-gandum sebesar 1,48. Jika dilihat dari R/C Rasio tersebut, dengan pola tanam kentang-kubis R/C Rasio atas biaya tunai dan biaya total yang diperoleh lebih besar dari nilai R/C dengan pola tanam kentang-kubis-gandum. Meskipun demikian, pengusahaan tanaman gandum pada musim kemarau sebagai tanaman off season tetap akan memberikan keuntungan tambahan bagi petani. Karena jika dalam satu tahun petani hanya menanam dua kali maka petani hanya akan memperoleh pemasukan sebanyak dua kali dalam satu tahun. Namun, jika setelah menanam sayuran, petani tersebut menanam gandum berarti dalam satu tahun petani akan memperoleh pemasukan sebanyak tiga kali. Hal ini menunjukan bahwa kegiatan usahatani gandum memberikan keuntungan tambahan bagi petani selain itu juga dapat mengusahakan agar lahan dan tenaga terus produktif selama satu tahun penuh. Untuk perbandingan pendapatan usahatani pola tanam kentang-kentang dengan kentang-kentang-gandum dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13.
Perbandingan Pendapatan Usahatani Pola Tanam Kentang-Kentang dengan Kentang-Kentang-Gandum (per Hektar per Tahun)*
Keterangan 1. Penerimaan
Pola Tanam Kentang-Kentang Kentang-Kentang-Gandum (Rp) (Rp) 140.000.000 152.000.000
2. Biaya Produksi a. Biaya Tunai
92.004.000
99.939.000
b. Biaya Total
102.004.000
111.939.000
a. Atas Biaya Tunai
47.996.000
100.057.000
b. Atas Biaya Total
37.996.000
40.061.000
a. Atas Biaya Tunai
1,52
1,52
b. Atas Biaya Total
1,37
1,35
3. Pendapatan
4. R/C
Keterangan : *) Kondisi pertanaman kentang dan gandum di dataran tinggi Kabupaten PasuruanJawa Timur, Tahun 2008
51
Berdasarkan Tabel 13, dapat kita lihat bahwa dengan pola tanam kentangkentang maupun kentang-kentang-gandum diperoleh nilai R/C rasio atas biaya tunai yang sama yaitu 1,52. Sedangakan R/C atas biaya total dengan pola tanam kentang-kentang sebesar 1,37 lebih besar bila dibandingkan dengan nilai R/C atas biaya total dengan pola tanam kentang-kentang-gandum sebesar 1,35. Jika dilihat besarnya nilai R/C rasio untuk kedua pola tanam tersebut tidak jauh berbeda, namun pengusahaan tanaman gandum pada lahan kentang tetap memberikan keuntungan tambahan dan membuat lahan terus produktif sepanjang tahun, selain itu juga dapat memutus siklus hama pada tanaman kentang. Berdasarkan analisis usahatani yang dilakukan, dengan asumsi tingkat produksi sebesar 4 ton per hektar dan harga ditingkat petani sebesar Rp 3.000/kg, maka nilai R/C Rasio atas biaya tunai untuk usahatani gandum lokal adalah 1,51 dan R/C Rasio atas biaya total adalah 1,21. Hal ini menunjukan bahwa usahatani gandum lokal cukup layak untuk diusahakan. Analisis usahatani gandum kentang dan kubis dapat dilihat pada Lampiran 1, 2 dan 3. 5.2.3. Subsistem Agribisnis Hilir dan Pemasaran Subsistem agribisnis hilir gandum lokal merupakan kegiatan mengolah gandum menjadi produk antara maupun produk akhir beserta distribusinya. Industri pengolahan gandum di Indonesia saat ini cukup berkembang, hal ini dapat dilihat dari perusahaan-perusahaan tepung terigu yang telah berdiri. Indonesia memiliki 9 perusahaan tepung terigu dan kesemuanya itu merupakan perusahaanperusahaan besar di Indonesia (Tabel 14) Saat ini gandum yang diolah oleh pabrik tepung terigu sepenuhnya merupakan gandum impor. Berkembangnya industri tepung terigu di Indonesia menunjukan bahwa agribisnis gandum pada subsistem pengolahan sudah cukup baik, namun kelemahannya adalah pada bahan baku yang digunakannya yang sepenuhnya menggunakan gandum impor.
52
Tabel 14. Daftar Nama Perusahaan Tepung Terigu di Indonesia Nama Perusahaan
Lokasi
Kapasitas (ton/tahun) 3.357.5000
Kontribusi (%) 50,7
PT. ISM Bogasari Flour Mills Jakarta
Jakarta Utara
PT. ISM Bogasari Flour Mills Surabaya
Surabaya
1.0400.000
15,7
PT. Sriboga Raturaya
Semarang
740.000
11,2
PT. Eastern Pearl Flour Mills
Makasar
720.000
10,9
PT. Pangan Mas Inti Persada
Cilacap
300.000
4,5
PT. Purnomo Sejati
Sidoarjo
120.000
1,8
Fugui Flour dan Grain Indonesia
Gresik
72.000
4,1
PT. Asia Raya
Sidoarjo
885.000
1,1
PT. Berkat Indah Gemilang
Tangerang
43.000
0,6
Sumber: APTINDO (2007)
Kondisi diatas menggambarkan agribisnis pada subsistem hilir dimana gandum yang digunakan adalah gandum impor, sedangkan untuk gandum lokal saat ini telah berkembang industri rumah tangga di lokasi pengembangan gandum lokal. Tidak seperti pengolahan padi, pengolahan gandum tidak memerlukan proses yang rumit, oleh karena itu petani di beberapa lokasi pengembangan seperti di Jawa Timur dan di Jawa tengah sudah dapat mengolah gandum tersebut menjadi berbagai macam olahan makanan lain seperti tepung gandum, bubur gandum dan katul gandum. Saat ini, skala pengusahaan gandum lokal masih kecil karena produksi gandum lokal masih terbatas begitu pula dengan pelaku agribisnis gandum lokal baik petani maupun pengolahnya juga masih terbatas. Produk olahan gandum yang sudah dipasarkan juga baru sedikit diantaranya bubur gandum yang dihasilkan oleh seorang produsen gandum di Kabupaten Pasuruan Jawa Timur, serta tepung gandum dan katul gandum yang diproduksi oleh UKSW dan industri rumah tangga di Salatiga Jawa Tengah. Gandum lokal memiliki kualitas yang baik, gandum lokal dapat digunakan sebagai bahan baku industri tepung terigu yang sudah ada. Namun, karena saat ini produksi gandum lokal masih sangat sedikit, maka petani belum mampu memasok gandum lokal ke industri tepung terigu yang telah ada. Namun, ada beberapa produsen yang secara mandiri telah mengolah gandum menjadi bahan pangan, seperti yang telah dijelaskan di atas. Hal itu dilakukan untuk meningkatkan nilai tambah gandum lokal.
53
5.2.4. Subsistem Penunjang Keempat subsistem agribisnis gandum lokal yang telah dijelaskan sebelumnya dalam pelaksanaanya didukung oleh subsistem penunjang agribisnis gandum lokal sebagai jasa dalam menunjang kegiatan subsistem agribisnis agribisnis gandum lokal. Saat ini yang termasuk dalam lembaga penunjang agribisnis gandum lokal antara lain: 1) Pemerintah Sebagai lembaga penunjang pemerintah mulai dari pusat dan daerah berperan dalam menunjang kegiatan pengembangan agribisnis gandum lokal di Indonesia. Adapun bentuk nyata dukungan dari pemerintah terhadap agribisnis gandum diantaranya: a) Pelatihan gandum dilaksanakan pada tanggal 27 Mei-1 Juni 2007 oleh Pusat Manajemen
Pengembangan
Sumberdaya
Manusia
Pertanian
Badan
Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian Ciawi Bogor. Peserta pelatihan berasal dari
peserta pusat
dan sebelas provinsi pelaksana
pengembangan gandum yaitu Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, Jawa Barat, Jawa tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur. Selain itu, kegiatan tersebut juga dilakukan kegiatan kunjungan lapang/PKL ke lokasi PT. Indofood Bandung cabang Jawa Barat dan ke lokasi kebun percobaan gandum tempat penelitian mahasiswa UNPAD di desa
Ciawi Tali Kec. Cimahi Utara Kabupaten
Bandung. b) Buku Sosialisasi Tanaman Gandum dilaksanakan setiap tahun Sosialisasi pengembangan tanaman gandum dilaksanakan mulai dari tingkat Provinsi sampai tingkat kabupaten, kecamatan, dan desa. Bahan sosialisasi disusun dalam bentuk buku. Bahan sosialisasi gandum digunakan sebagai bahan bagi petugas pusat maupun daerah dalam mensosialisasikan tanaman gandum kepada petugas dan petani. c) Tahun 2007 : Koordinasi instansi terkait dalam rangka sosialisasi pengembangan gandum dilaksanakan di Hotel Maharaja Jakarta yang dihadiri wakil dari Instansi Lingkup Departemen Pertanian (Biro Perencanaan, Pusat Pembiayaan, Pusat Konsumsi Pangan, Pusat Ketersediaan dan Kerawanan
54
Pangan Badan Ketahanan Pangan, Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil, Badan Litbang Pertanian, Direktorat Perbenihan, Direktorat Sarana Produksi dan stake holder. d) Sosialisasi tanaman gandum Sosialisasi pengembangan tanaman gandum pada tahun 2007 dilaksanakan di lima provinsi yaitu Provinsi Bengkulu, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan. Pelaksanaan sosialisasi tanaman gandum dilakukan bagi petugas ditingkat provinsi, kabupaten, petani pelaksana pengembangan gandum, dan petani disekitar lokasi pengembangan gandum. 2) Kelompok tani yang ada disetiap daerah pengembangan gandum lokal Peran kelompok tani di lokasi pengembangan gandum lokal yaitu menjadi wadah bagi kegiatan-kegiatan petani.
Kelompok tani juga berperan dalam
penyalur input (benih dan pupuk) bagi petani serta menjadi lembaga penyalur hasil panen petani. Di beberapa lokasi pengembangan terdapat alat penepung gandum yang digunakan secara bersama-sama oleh petani untuk mengolah gandum menjadi tepung. 3) Perguruan Tinggi Dalam menunjang agribisnis gandum lokal di Indonesia, perguruan tinggi berperan sebagai penghasil informasi tentang ilmu pengetahuan dan teknologi melalui penelitian-penelitian yang dilakukan baik yang berkaitan dengan budidaya maupun sosial ekonomi. Penelitian tersebut biasanya dilakukan dalam bentuk proyek ataupun tugas akhir mahasiswa. Karena agribisnis gandum baru dikembangkan di Indonesia maka peran perguruan tinggi sangat diperlukan. Saat ini Fakultas Pertanian di UKSW memiliki Pusat Studi Gandum yang kegiatannya meliputi penelitian teknologi budidaya, pengembangan galur-galur calon varietas baru, pengembangan teknologi processing benih,
dan pengolahan pangan
berbasis gandum lokal. Hasil penelitian oleh perguruan tinggi merupakan sumber informasi bagi masyarakat umum secara luas yang dapat mendukung pengembangan agribisnis gandum lokal di Indonesia. 4) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Badan Litbang Pertanian). Badan Litbang berperan dalam hal menyediakan inovasi teknologi melalui pengkajian-pengkajian dalam rangka pengembangan gandum, melakukan
55
uji multilokasi di beberapa daerah dari sumber–sumber genetik yang sudah ada sehingga dihasilkan beberapa varietas gandum, melakukan penelitian untuk menciptakan beberapa varietas gandum, melakukan identifikasi lokasi yang sesuai untuk pengembangan gandum dan melakukan analisa seberapa
jauh dampak
dari pengembangan gandum dapat meningkatkan pendapatan petani, penyerapan tenaga kerja dan keuntungan lainnya. 5) Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN) Peran BATAN adalah melakukan pemuliaan tanaman gandum dengan teknik mutasi induksi dengan sinar gamma sehingga nantinya akan di hasilkan galur–galur baru. Sementara itu lembaga pendukung lain seperti perkreditan belum ada dalam agribisnis gandum di Indonesia karena pengembangan gandum masih baru sehingga dalam hal permodalan petani masih menggunakan modal pribadi dan sebagian memperoleh bantuan dari pemerintah. 5.2. Impor Gandum Indonesia Pada tahun 1970 jumlah impor tepung gandum baru sekitar 557.000 ton. Pada tahun 1971 jumlah tersebut naik menjadi 620.000 ton yang terdiri dari 532.000 ton tepung gandum dan 88.000 ton gandum. Jumlah impor gandum terus meningkat cukup tajam setiap tahunnya (Megiera 1981 dalam Dirjen Tanaman Pangan 2008). Pada tahun 2000 jumlah impor gandum Indonesia mencapai 4.069.000 ton. Jumlah tersebut sempat mengalami penurunan pada tahun 2001 menjadi sebesar 3.677.000 ton. Namun mulai tahun 2002 hingga 2008 jumlah impor kembali meningkat setiap tahunnya. Perkembangan volume impor dapat dilihat pada Gambar 8. Indonesia merupakan negara importir terbesar keempat di dunia. Kebutuhan gandum domestik setiap tahun meningkat disebabkan oleh semakin berkembangnya makanan berbasis tepung terigu. Setiap tahunnya rata-rata kebutuhan gandum meningkat sebesar 9,33 persen. Peningkatan volume impor gandum tersebut akan terus mengurangi devisa negara. Pada Tahun 2008 impor Indonesia mencapai volume tertinggi sebesar 4,9 juta ton dengan nilai impor sebesar US$ 697.546.000. Rata-rata nilai impor Indonesia selama tahun delapan terakhir sebesar US$ 630.114.111.
56
Volume Impor (000 ton)
5.000 4.900 4.800 4.700 4.600 4.500 4.400 4.300 4.200 4.100 4.000 3.900 3.800 3.700 3.600 3.500
4.900 4.770 4.640 4.519
4.500 4.400
4.069 3.984
3.677
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
Tahun
Gambar 8. Grafik Perkembangan Volume Impor Gandum Indonesia Tahun 2000-2008 Sumber : APTINDO (2008)
Selama ini pasokan kebutuhan gandum nasional sebagian besar didatangkan dari Australia, Kanada, Amerika Serikat, Cina dan Turki. Kebutuhan gandum dalam negeri 60 persen didatangkan dari Australia. (Darmawan Thomas 2008 dalam Berliana dan Noviardi 2008). Adapun negara utama pengekspor gandum ke Indonesia dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15. Negara Utama Pengekspor Gandum ke Indonesia (000 ton) Negara Australia Kanada Amerika Cina Turki
2003 1.396 358 271 133 21
2004 3.144 686 113 164 24
2005 2.659 890 124 54 46
2006 3.113 1.006 219 80 63
2007 1.685 1.489 998 524 173
Sumber: BPS diolah Analisis Informasi Pasar Direktorat Pemasaran Internasional (2008)
Berdasarkan data di atas dapat kita lihat bahwa negara utama pengekspor gandum ke Indonesia adalah Australia. Rata-rata volume ekspor gandum Australia ke Indonesia selama tahun 2003-2007 yaitu sebesar 2.399.892,78 ton. Rata-rata volume impor gandum oleh Indonesia sejak tahun 2003 hingga 2007 adalah 4.565.800 ton. Dari jumlah rata-rata volume impor tersebut dapat kita lihat bahwa 52,56 persen kebutuhan gandum Indonesia didatangkan dari Australia.
57
VI DAYASAING AGRIBISNIS GANDUM LOKAL DI INDONESIA 6.1. Analisis Komponen Porter’s Diamond System 6.1.1. Kondisi Faktor Sumberdaya Kondisi faktor sumberdaya yang berpengaruh terhadap dayasaing agribisnis gandum lokal adalah sumberdaya alam, sumberdaya manusia, sumberdaya ilmu pengetahuan dan teknologi, sumberdaya modal dan sumberdaya infrastuktur. Kelima kondisi faktor sumberdaya tersebut dijelaskan sebagai berikut: 1) Sumberdaya Alam a) Syarat, Kondisi, dan Luas Lahan i) Syarat dan Kondisi Lahan Sumberdaya lahan yang digunakan untuk menanam gandum harus memenuhi beberapa kondisi antara lain lahan merupakan lahan kering dataran tinggi dengan ketinggian 800 m di atas permukaan laut (dpl). Suhu minimum untuk pertumbuhan adalah 2–4°C, suhu optimum sekitar 20–25°C sedangkan suhu maksimum 37°C. Tanaman gandum banyak ditanam di daerah dengan kisaran curah hujan 350–1.250 milimeter. Curah hujan efektif untuk pertanaman gandum adalah 825 milimeter per tahun. Jenis tanah yang baik untuk pertanaman gandum adalah jenis tanah yang dapat menahan air dalam jumlah yang cukup selama pertumbuhan tanaman.
Umumnya jenis tanah untuk pertanaman gandum di
Indonesia adalah andosol, regosol kelabu, latosol dan aluvial. Tanaman gandum juga dapat tumbuh pada tanah liat sekalipun kondisi kelembaban tanah membuat aerasi tanah menjadi kurang baik. Pada pH tanah yang rendah sampai tinggi dan tekstur tanah ringan sampai berat tanaman gandum dapat tumbuh, pH tanah yang baik untuk pertumbuhan gandum berkisar 6,8–7,5. Bila pH 5,5 atau kurang dari 5,5, maka pertumbuhan akan terganggu karena keracunan Al. Sedangkan jika pH dibawah 4,6 maka tanaman akan mati (Direktorat Budidaya Serealia 2008). Budidaya gandum di daerah tropik sangat dipengaruhi oleh faktor fisik terutama iklim. Selain itu, curah hujan yang tinggi juga akan mengakibatkan tingginya intensitas serangan penyakit. Perubahan iklim juga memberikan
58
pengaruh cukup besar terhadap produktivitas tanaman.6 Dari segi agroklimat, komoditi gandum dapat ditanam di Indonesia. Sebagian provinsi di Indonesia yaitu di Pulau Jawa maupun di luar Pulau Jawa memiliki lahan yang cukup potensial untuk digunakan sebagai lahan pertanaman gandum. Berdasarkan data dari Direktorat Budidaya Serealia tahun 2008, provinsi di Indonesia yang memiliki kondisi lahan yang sesuai untuk pertumbuhan gandum baik yang sudah pernah
atau sedang digunakan untuk lokasi pengembangan dari tahun 2001
hingga tahun 2008 yaitu Nangro Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan timur, dan
Sulawesi selatan. Menurut Badan Litbang Pertanian,
daerah yang paling cocok untuk pertanaman gandum yaitu di NTT karena daerah tersebut memiliki dataran tinggi dengan angin muson timur yang kering dari Australia.7 ii) Luas Lahan Berdasarkan data Direktorat Budidaya Serealia tahun 2008, luas lahan gandum dari tahun 2001 hingga tahun 2008 secara akumulatif adalah 1.508,5 hektar. Pada tahun 2001 hingga tahun 2003 lahan digunakan untuk uji adaptasi yang dilakukan di enam provinsi yaitu : Sumatera Barat seluas 1 hektar, Jawa Tengah seluas 1 hektar, Jawa Timur seluas 2 hektar, Sulawesi Selatan di Malino seluas 2 hektar, Nusa Tenggara Barat seluas 2 hektar, dan Nusa Tenggara Timur seluas 1 hektar pada ketinggian yang berbeda beda mulai dari 700 s/d 1500 m dpl dengan menggunakan galur asal India dan Cimmyt. Kemudian pada tahun 2002 uji adaptasi pengembangan gandum
dilanjutkan
di beberapa provinsi yaitu
Provinsi Jawa Timur seluas 7 hektar, Jawa Tengah seluas 1 hektar dan Nusa Tenggara Barat seluas 0,7 hektar. Dan pada tahun 2003 dilakukan uji coba pengembangan dengan skala yang lebih luas dilaksanakan di Provinsi Jawa Timur seluas 56 hektar, dan di Jawa Barat dalam bentuk demplot seluas 4 hektar, Jawa Tengah 5 hektar, Sulawesi Selatan 2 hektar Unisri dan UKSW masing masing 5
6 Gandum untuk bahan pangan dalam majalah Sinar Tani Edisi 9-15 Januari 2008 No.3234 Tahun XXXVIII.Hlm 14 7 Loc.Cit
59
hektar. Pada tahun 2004 penggunaan lahan sudah mulai diarahkan untuk pengembangan bukan lagi untuk uji coba. Secara keseluruhan luas tanam gandum mulai dari tahun 2005 hingga 2008 mengalami penurunan setiap tahunnya, hal ini terjadi karena berkurangnya program dari pemerintah untuk gandum sehingga petani yang berminat untuk menanam gandum pun semakin berkurang. Beberapa provinsi di luar Pulau Jawa pada mulai tahun 2006 tidak lagi menanam gandum, provinsi tersebut meliputi Nangro Aceh Darusalam, Sumetera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Lampung, Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur. Hal ini terjadi karena kurangnya minat petani untuk menanam jika tidak diberi bantuan lagi oleh pemerintah. Tanaman gandum lokal di Indonesia saat ini masih berada dalam masa perkenalan kepada para petani sehingga petani belum mau mengembangkan sendiri jika tidak ada program dan bantuan dari pemerintah. Luas tanam gandum dari tahun 2004-2008 dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16. Luas Tanam Gandum Lokal Tahun 2004-2008 (Hektar) No
Provinsi
2004
Tahun 2006
2005
2007
2008
1
Aceh
1
-
-
-
-
2
Sumatera Utara
2
-
-
-
-
3
Sumatera Barat
-
5
-
-
-
4
Jambi
-
10
-
-
-
5
Sumatera Selatan
5
25
20
-
-
6
Bengkulu
-
20
-
-
20
7
Lampung
1
10
-
-
-
8
Jawa Barat
13
33,5
-
25
21
9
Jawa Tengah
15
90
120
70
39
10
Jawa Timur
135
165
77
120
84
11
NTB
1
5
8
-
-
12
NTT
2
25
100
30
10
13
Kalimantan Barat
-
5
-
-
-
14
Kalimantan Timur
-
10
-
-
-
15
Sulawesi Selatan
25
30
-
2
10
200
433,5
318
263
184
Total
Ket : -) Tidak tanam Sumber: Direktorat Budidaya Serealia, 2008
60
Berdasarkan Tabel 16 provinsi yang terus mengembangkan sejak tahun 2004 hingga tahun 2008 yaitu Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, NTT dan Sulawesi Selatan. Tanaman gandum sebagian besar masih diusahakan di Pulau Jawa. Sedangkan di Luar Pulau Jawa luas terbesar yaitu di Provinsi NTT. b) Aksesibilitas Terhadap Input Aksesibilitas terhadap input dimaksudkan sebagai kemudahan para petani gandum dalam memperoleh input yang digunakan dalam usahatani gandum. Input yang dimaksud dalam usahatani gandum adalah benih gandum, pupuk serta sarana dan prasarana produksi. Untuk mendukung tercapainya produktivitas yang tinggi maka input yang dibutuhkan harus mudah didapatkan dan tersedia secara kontinu. i) Benih Untuk membudidayakan tanaman gandum petani memperoleh benih gandum dari hasil perbanyakan Dinas Pertanian Pasuruan Jawa Timur, benih hasil penangkaran Balit Serealia Maros, benih hasil penangkaran UNPAD dan UKSW, dan benih hasil penanaman gandum sebelumnya atau benih hasil penanaman dari daerah lain. Hingga tahun 2008 baru ada dua produsen benih yang dapat menyediakan benih secara kontinu yaitu seorang produsen
di Desa Tosari
Kabupaten Pasuruan Jawa Timur dan UKSW. Sehingga petani mandiri yang ingin mengembangkan tanaman gandum masih kesulitan untuk memperoleh benih apalagi benih yang bersertifikat. Saat ini ketersediaan benih menjadi masalah karena jumlah ketersediaanya tidak sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan.8 ii) Pupuk Untuk memacu peningkatan produktivas tanaman gandum dalam mewujudkan ketahanan pangan, maka kebijakan penggunaan pupuk diarahkan pada penggunaan pupuk anorganik (Urea, KCl dan SP36) dengan memperhatikan rekomendasi setempat, disamping pengembangan pupuk berimbang perlu ditingkatkan termasuk pengembangan pemanfaatan pupuk organik. Pupuk disediakan oleh swasta dengan prinsip 6 tepat yaitu waktu, jenis, jumlah, harga, mutu dan penggunaan (Direktorat Budidaya Serealia, 2008). Aksesibilitas petani terhadap pupuk tidak mengalami masalah, pada umumnya petani yang tergolong 8
Hasil Pertemuan Adopsi Teknologi Gandum dan Sorgum Tahun 2009, di Semarang [23-25 Maret 2009]
61
dalam kelompok tani membeli pupuk secara kolektif bersama dengan anggota lainnya dalam kelompok tani tersebut.9 Selain itu, pada lahan-lahan bekas kentang dan sayur penggunaan pupuk dapat diminimalkan karena pada umumnya lahan bekas kentang dan sayur masih mengandung unsur hara yang cukup untuk pertumbuhan gandum. c) Biaya–biaya Terkait Biaya-biaya yang diperlukan dalam usahatani gandum lokal antara lain biaya pembelian benih terutama untuk tanam awal, pupuk, pestisida, biaya tenaga kerja terdiri dari biaya pengolahan tanah, penanaman, pemupukan, dan pemanenan. Bila dilihat dari analisis usahatani, diperoleh nilai R/C rasio atas biaya tunai sebesar 1,51, sedangkan nilai R/C rasio atas biaya total sebesar 1,21 (Lampiran 1). Nilai tersebut menunjukan bahwa usahatani gandum lokal cukup layak untuk diusahakan. d) Produktivitas Lahan Produktivitas lahan merupakan kemampuan lahan tersebut menghasilkan gandum tiap hektar. Produktivitas lahan mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Berdasarkan data dari Direktorat Budidaya Serealia, rata-rata produktivitas gandum lokal di Indonesia adalah 1,5 ton/ha pada tahun 2004 dan 2005. Selanjutnya pada tahun 2006 terjadi kenaikan rata-rata produktivitas menjadi 1,7 ton/ha, pada tahun 2007 menjadi 1,834 ton/ha dan pada tahun 2008 meningkat kembali menjadi 1,887 ton/ha. Produktivitas tertinggi pada tahun 2008 adalah di Sulawesi Selatan sebesar 2,89 ton dan disusul oleh Jawa Timur dengan tingkat produktivitas sebesar 2,73 ton/ha. Pada daerah-daerah tertentu seperti Jawa Timur dan NTT, produktivitas lahan melebihi tingkat produktivitas gandum di negara asal benih yaitu India. Hal ini menunjukan bahwa pada daerah-daerah tertentu gandum dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik asalkan dibudidayakan dengan teknik yang benar. Meskipun luas tanam di Indonesia semakin sedikit namun produktivitas yang semakin meningkat dapat menjadi bahan pertimbangan untuk terus mengembangkan gandum di Indonesia karena hal ini mengindikasikan bahwa pengusahaan gandum efisien. Luas panen, produktivitas dan jumlah produksi dapat dilihat pada Lampiran 4. 9
Hasil Wawancara mendalam dengan Kepala Seksi Pengembangan Gandum Lokal, Ir. Valensia, M.Si [2 Maret 2009]
62
2) Sumberdaya Manusia Sumberdaya manusia merupakan salah satu faktor produksi dalam agribisnis gandum lokal. Sumberdaya manusia merupakan faktor penggerak sumberdaya lainnya yang bersifat statis oleh sebab itu kualitas sumberdaya manusia akan sangat menentukan keberhasilan agribisnis gandum lokal di Indonesia. Agribisnis gandum lokal yang didukung oleh sumberdaya yang memadai dan berkualitas akan mampu menjadikan sistem agribisnis gandum lokal menjadi terus berkembang dan mampu berdayasaing. Peran sumberdaya manusia dalam sistem agribisnis sangat penting mulai dari penerapan teknologi dibidang usahatani sampai kepada pengelolaan manajemen usaha. Faktor sumberdaya manusia yang berkaitan dengan sistem agribisnis gandum diantaranya yaitu petani, pedagang/pengumpul, Petugas Pemandu Lapang (PPL), dan jabatan lainnya. Petani merupakan pihak yang terlibat langsung dalam proses produksi tanaman gandum. Saat ini petani gandum lokal seluruhnya tergabung dalam kelompok tani yang ada di daerah pengembangan masing-masing (Lampiran 5). Hal ini berkaitan dengan program pengembangan gandum lokal yang dijalankan pemerintah, agar program tersebut dapat terlaksana dengan baik maka dibutuhkan adanya kelompok tani sebagai wadah untuk mengkoordinasikan kegiatan petani. Pedagang atau pengumpul merupakan pihak yang berperan dalam menyalurkan barang sampai dapat dikonsumsi oleh konsumen. Pedagang pengumpul di dalam agribisnis gandum lokal berperan sebagai penyalur biji gandum hingga sampai ke perantara lain maupun konsumen akhir. Saat ini proses penyaluran biji gandum lokal berada dalam rantai pemasaran yang cukup sederhana yaitu dari petani/kelompok tani langsung disalurkan ke pedagang pengumpul kemudian pedagang pengumpul menjual kepada konsumen yang datang kepada pengumpul. Kondisi tersebut terjadi di sebagian besar daerah pengembangan gandum lokal seperti di Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat. Pemandu lapang/penyuluh merupakan pihak yang memberikan informasiinformasi yang berkaitan dengan kegiatan usahatani dari gandum lokal. Pemandu lapang merupakan pihak yang bertugas di daerah provinsi dan kabupaten pengembangan gandum lokal. Lembaga yang berfungsi sebagai Pemandu lapang
63
dalam agribisnis gandum lokal meliputi Dinas Pertanian Daerah, perguruan tinggi dan lembaga lainnya. Permasalahan sumberdaya manusia yang saat ini dihadapi oleh agribisnis gandum lokal adalah para petani di daerah-daerah pengembangan yang pada umumnya tidak mau mengembangkan gandum jika tidak diberi bantuan secara terus menerus oleh pemerintah. Hal ini juga terkait oleh mindset petani dan masyarakat luas yang menganggap bahwa gandum tidak dapat ditanam di Indonesia. Selain permasalahan tersebut, belum adanya jaminan pasar yang pasti juga menyebabkan petani Indonesia kurang berminat untuk menanam gandum. 3) Sumberdaya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi pada agribisnis gandum, mulai dari input, penanaman, pemupukan, pemeliharaan, panen dan pasca panen merupakan hal penting untuk menunjang dayasaing agribisnis gandum. Sumberdaya ini mencakup ketersediaan pengetahuan pasar dan pengetahuan ilmiah dan inovasi teknologi dalam melakukan produksi yang dapat diperoleh melalui lembaga penelitian, asosiasi pengusaha, perguruan tinggi, serta sumber pengetahuan dan teknologi lainnya. a) Lembaga Penelitian Lembaga penelitian yang berperan sebagai sumber teknologi bagi pengembangan agribisnis gandum di Indonesia adalah Badan Litbang Pertanian dan BATAN. Peran Balitbang Pertanian dan BATAN telah dijelaskan dalam Bab sebelumnya. b) Asosiasi Pengusaha Tepung Terigu Indonesia(APTINDO) APTINDO sebagai asosiasi pengusaha tepung terigu berperan dalam memberikan informasi IPTEK yang berarti bagi petani dan konsumen. APTINDO juga ikut berpartisipasi dalam pengembangan agribisnis gandum lokal diantaranya dengan menjadi mitra kerjasama dalam kegiatan-kegiatan pengembangan agribisnis gandum di Indonesia. Menurut Direktur Eksekutif APTINDO, Ratna Sari Loppies, sejak 1998 kalangan produsen tepung terigu yang tergabung dalam APTINDO
telah
memulai
upaya
pengembangan
tanaman
gandum.
Sebagai contoh, pada tahun 2000 APTINDO menjalin kerjasama dalam hal penelitian dengan sejumlah perguruan tinggi antara lain Institut Pertanian Bogor
64
(IPB) Bogor, Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung, Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta, Universitas Brawijaya Malang, dan Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Salatiga. Penelitian tersebut telah berhasil menciptakan sejumlah varietas tanaman gandum yang sangat toleran terhadap kondisi lahan kering di wilayah dataran tinggi dengan ketinggian lebih dari 700 meter di atas permukaan laut dan suhu udara antara 20-25 derajat celcius.10 Hasil penelitian tersebut kemudian dipublikasikan kepada masyarakat umum melalui buku, jaringan internet dan media lainnya. c) Perguruan Tinggi Perguruan tinggi juga dapat berperan sebagai penghasil informasi tentang ilmu pengetahuan dan teknologi melalui penelitian-penilitian yang dilakukan baik yang berkaitan dengan budidaya maupun sosial ekonomi. Penelitian tersebut biasanya dilakukan dalam bentuk proyek ataupun tugas akhir mahasiswa. Karena agribisnis gandum baru dikembangkan di Indonesia maka peran perguruan tinggi sangat diperlukan. Saat ini Fakultas Pertanian di UKSW memiliki Pusat Studi Gandum yang kegiatannya meliputi penelitian teknologi budidaya, pengembangan galur-galur calon varietas baru, pengembangan teknologi prosesing benih, dan pengolahan pangan berbasis gandum lokal. Hasil penelitian oleh perguruan tinggi merupakan sumber informasi bagi masyarakat umum secara luas yang dapat mendukung pengembangan agribisnis gandum lokal di Indonesia. d) Sumber IPTEK lainnya Sumber IPTEK lainnya dapat berasal dari berbagai media, seperti jurnaljurnal penelitian, warta, surat kabar atau majalah agribisnis, media elektronik berupa internet, dan media penyedia informasi lainnya. Sumberdaya IPTEK yang beragam dan lengkap diharapkan dapat mendukung agribisnis gandum lokal di Indonesia dalam rangka menerapkan teknologi-teknologi yang tepat guna. Penerapan teknologi yang tepat guna dalam agribisnis gandum diharapkan dapat meningkatkan produktivitas gandum lokal dan dapat mendukung pengembangan agribisnis gandum lokal di Indonesia. Sumberdaya IPTEK yang mendukung tentunya dapat pula mendukung keunggulan kompetitif suatu komoditi khususnya
10
Hasil wawancara dengan Direktur Eksekutif APTINDO, Ibu Ratna Sari Loppies. (20 April 2009)
65
gandum lokal. Secara keseluruhan sumberdaya IPTEK yang ada termasuk sebagai salah satu faktor yang mendukung dayasaing agribisnis gandum lokal. 4) Sumberdaya Modal Sumberdaya modal merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam sistem agribisnis gandum lokal. Menurut Direktorat Budidaya Serealia, saat ini modal untuk kegiatan usahatani gandum lokal berasal dari modal sendiri dan pembiayaan dari pemerintah (APBN/APBD). Peran pemerintah dalam hal permodalan sangat besar karena saat ini pengembangan gandum lokal di Indonesia menjadi salah satu program pemerintah. Setiap musim tanam mulai dari tahun 2004 pemerintah mengalokasikan dana dari APBN dan APBD untuk daerah bukaan baru (demplot) dan daerah pengembangan/daerah yang sebelumnya telah menanam gandum. Dana APBN dan APBD dari pemerintah diberikan dalam bentuk modal untuk pembelian sarana produksi berupa benih dan pupuk. Selain itu pemerintah melalui Ditjen Pengolahan dan Pemasaran hasil Pertanian (PPHP) pada tahun 2008 memberikan bantuan alat pengolahan gandum kepada kelompok tani yang terpilih di beberapa daerah pengembangan. Sumber permodalan bagi petani saat ini sangat terbatas, hal ini juga dikarenakan belum adanya lembaga permodalan yang secara khusus memberikan pinjaman modal kepada petani gandum lokal. 5) Sumberdaya Infrastuktur Sumberdaya infrastuktur yang mendukung agribisnis gandum lokal antara lain transportasi/jalan, pasar, listrik dan alat komunikasi. Sebagian Infrastuktur seperti jalan dan sarana komunikasi di daerah-daerah pengembangan gandum lokal di Indonesia cukup baik dan mendukung (Dirjen Tanaman Pangan 2008). Sebagai contoh, di Jawa Tengah, khususnya di Salatiga sarana transportasi telah didukung dengan adanya angkutan pedesaan, sehingga aksesnya mudah untuk dijangkau. Tidak seperti tanaman lain, tanaman gandum tidak membutuhkan banyak air selama hidupnya sehingga tanaman gandum tidak memerlukan adanya saluran irigasi. Hal ini tentunya akan memberikan kemudahaan petani dalam pemeliharaan tanaman gandum. Kondisi infrastuktur yang mendukung juga ditunjukan dengan adanya rencana UKSW dan petani di Salatiga yang akan membuka wisata agro pada saat menjelang musim panen. Alasan akan dibukanya
66
wisata Agro ini adalah karena adanya peluang yang dapat dimanfaatkan yaitu warna tanaman gandum yang kontras dengan tanaman sekitarnya akan memberikan daya tarik tersendiri bagi tanaman gandum. Selain itu, tujuan dari dibukanya wisata agro tersebut adalah untuk memperkenalkan tanaman gandum kepada masyarakat luas. 6.1.2. Kondisi Permintaan Kondisi permintaan merupakan fakor yang cukup penting dalam upaya peningkatan dayasaing agribisnis gandum lokal di Indonesia. Kondisi permintaan akan dijelaskan melalui tiga faktor yaitu komposisi permintaan domestik, jumlah permintaan dan pola pertumbuhan, serta internasionalisasi permintaan domestik. 1) Komposisi Permintaan Domestik Permintaan domestik terhadap gandum diberikan dalam bentuk tepung terigu. Dalam kehidupan masyarakat gandum lebih dikenal dengan tepung terigu. Permintaan akan tepung terigu dari tahun ke tahun semakin meningkat. Tepung terigu banyak digunakan oleh industri-industri makanan baik industri skala besar (perusahaan), UKM ataupun industri rumah tangga. Semakin berkembangnya produk-produk makanan berbasis tepung terigu akan terus meningkatkan jumlah permintaan terhadap tepung terigu. Adapun persentase permintaan tepung terigu berdasarkan penggunaannya dapat dilihat pada Gambar 9.
Rumah tangga 10%
Mi kering 8%
Roti 20% Mi instan 20%
Biskuit/snack 10%
Mi basah dan industri kecil 32%
Gambar 9. Presentase Permintaan Tepung Terigu Berdasarkan Penggunaanya Sumber: APTINDO, 2007
67
Sedangkan permintaan atas gandum lokal saat ini sebagian besar masih dalam bentuk biji untuk benih dan ada juga beberapa daerah seperti Jawa Timur dan Salatiga yang mengolah langsung biji gandum menjadi tepung halus, tepung kasar, bubur gandum, dan katul gandum. Proses pengolahan gandum tidak membutuhkan proses yang rumit seperti padi sehingga petani gandum dapat mengolahnya langsung menjadi makanan siap saji seperti bubur gandum. Saat ini produk-produk tersebut dihasilkan baru oleh Pusat Studi Gandum Fakultas Pertanian UKSW dan oleh petani gandum di Kabupaten Pasuruan Jawa Timur. 2) Jumlah Permintaan dan Pola Pertumbuhan Jumlah permintaan gandum domestik sangat tinggi dan menunjukan pola pertumbuhan yang semakin meningkat. Peningkatan permintaan terhadap gandum berkaitan dengan pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan permintaan tepung terigu karena saat ini semakin berkembang tren makanan berbasis tepung terigu. Seperti yang telah dijelaskan dalam bab sebelumnya pada Gambar 1, jumlah permintaan gandum dalam bentuk tepung terigu selalu meningkat dari tahun ke tahun. Kondisi ini menunjukan bahwa pasar untuk gandum di Indonesia akan semakin besar. 3) Internasionalisasi Permintaan Domestik Tidak jarang konsumen asing (atau luar negeri) yang melakukan pembelian di Indonesia dapat mendorong dayasaing agribisnis gandum lokal di Indonesia karena dapat membawa produk gandum lokal ke luar negeri. Kemungkinan-kemungkinan tersebut selalu ada, seperti bubur gandum yang diproduksi oleh petani di Pasuruan yang saat ini telah memiliki pasar tetap di sebuah hotel dan restoran vegetarian di Bali, bubur tersebut disajikan untuk para turis asing yang berkunjung ke hotel dan restoran tersebut. Bubur tersebut mulai disukai oleh konsumen, kondisi tersebut secara tidak langsung akan menjadikan produk gandum lokal dikenal oleh masyarakat luar negeri dan pada akhirnya akan dapat mendorong dayasaing agribisnis gandum lokal di Indonesia. 11
11
Hasil Wawancara dengan Bp Yuli (PPL sekaligus sebagai petani gandum di Pasuruan) [24 Maret 2009]
68
6.1.3. Industri terkait dan industri pendukung Keberadaan industri terkait dan industri pendukung yang telah memiliki dayasaing global juga akan mempengaruhi dayasaing industri utamanya. Industri terkait merupakan industri yang berada dalam sistem komoditas secara vertikal. Industri ini mulai dari pengadaan bahan baku, bahan tambahan, bahan kemasan sampai pemasaran. Selain industri terkait terdapat juga industri pendukung yang merupakan industri yang memberikan kontribusi tidak langsung dalam sistem komoditas secara vertikal. 1) Industri Terkait a) Industri Pemasok Bahan Baku Perkembangan agribisnis gandum lokal tentunya sangat bergantung pada kemampuan industri hulu untuk menyediakan input produksi (benih dan pupuk) dan alat serta mesin pertanian. Industri sarana produksi yang peranannya sangat penting yaitu industri perbenihan. Hal ini dikarenakan kelangsungan agribisnis gandum pada kegiatan budidaya sangat bergantung pada ketersediaan benih. Saat ini penyediaan benih dilakukan oleh seorang produsen gandum lokal di Kabupaten Pasuruan-Jawa Timur dan UKSW. Saat ini UKSW bersama dengan Pemerintah dan Balitbang Pertanian terus melakukan uji adaptasi galur-galur untuk menemukan varietas baru gandum untuk dataran rendah dan medium agar budidaya gandum dapat semakin berkembang di Indonesia. Berdasarkan kondisi tersebut dapat disimpulkan bahwa meskipun belum ada industri pemasok benih namun Pemerintah beserta Perguruan Tinggi dan Lembaga Penelitian terus melakukan uji coba, hal ini merupakan peluang bagi berkembangnya agribisnis gandum lokal di Indonesia. b) Industri Pemasaran Industri pemasaran merupakan lembaga perantara pemasaran. Lembaga perantara pemasaran di dalam agribisnis gandum lokal saat ini dapat dikatakan pada umumnya berada dalam rangkaian yang cukup sederhana. Pasar gandum lokal saat ini masih relatif sedikit bahkan hasil panennya pun masih banyak untuk dikonsumsi sendiri. Hal ini dikarenakan kurangnya pengetahuan masyarakat akan gandum lokal dan masih sedikitnya luas lahan untuk penguasaan gandum di Indonesia sehingga produksinya pun belum optimal dan belum dapat memenuhi
69
kebutuhan masyarakat secara luas. Rantai pemasaran hasil panen gandum lokal pada umumnya dilakukan secara langsung ke konsumen, melalui pengumpul atau dijual langsung ke pengolah. Sebagai contoh, di Kabupaten Pasuruan, pada umumnya petani menjual biji gandum ke pengumpul dengan harga Rp 3000/kg dalam keadaan belum dibersihkan dan dikeringkan, kemudian pengumpul tersebut menjualnya kepada konsumen akhir dengan harga Rp 4000/kg. Sedangkan para petani di Salatiga, pada umumnya petani bekerjasama dengan Pusat Studi Gandum FP UKSW, biji gandum hasil panen petani dikumpulkan kesalah seorang koordinator, kemudian pihak dari Pusat Studi Gandum FP UKSW memeriksa kadar air biji gandum masing-masing petani dan ditimbang. Selanjutnya biji gandum tersebut dibawa ke gudang gandum konsumsi di kampus UKSW. Pusat Studi Gandum FP UKSW membeli biji gandum petani dengan harga Rp 3000/kg dengan kadar air 14 persen. Menurut Pusat Studi Gandum FP UKSW, jika biji gandum hasil petani kurang dari 14 persen, maka petani akan memperoleh harga yang lebih tinggi. Namun sebaliknya, jika kadar air biji gandum petani lebih dari 14 persen maka petani akan menerima harga yang lebih rendah. Semua dihitung secara obyektif, sehingga petani juga senang dan termotivasi untuk mengeringkan hasil gandumnya.12 Sedangkan untuk di provinsi lain seperti, Bengkulu dan Sulawesi Selatan saat ini hasilnya baru digunakan untuk konsumsi sendiri, meskipun begitu namun kondisi ini akan dapat mendukung peningkatan gizi ditingkat pedesaan karena telah kita ketahui juga bahwa gandum memiliki kandungan nutrisi yang tinggi yang tidak kalah pentingnya dengan produk serealia lain. 2) Industri Pendukung a) Industri Pengolahan Industri pengolahan merupakan suatu bagian yang sangat penting di dalam mengolah bahan baku sehingga mempunyai nilai tambah. Industri pengolahan gandum di Indonesia sudah sangat berkembang dengan melihat adanya sembilan pabrik pengolahan tepung terigu yang operasional yang merupakan pabrik penggilingan gandum terbesar di Asean. Namun semua pabrik tepung terigu yang ada saat ini mengolah gandum hasil impor dan belum ada industri pengolahan 12
Hasil wawancara dengan Kepala Pusat Studi Gandum Fakultas Pertanian UKSW, Ir Djoko Mudjono [1 April 2009]
70
yang secara kontinu menampung hasil panen petani. Sedangkan untuk gandum lokal industri pengolahannya masih dalam skala kecil. Khusus untuk pengolahan gandum menjadi tepung, setiap daerah yang mengembangkan gandum memiliki alat penepung di tingkat kelompok tani masing-masing, sehingga pada saat pasca panen petani membawa biji gandumnya ke kelompok tani untuk diolah menjadi tepung. Mekanisme pengolahan dan sistem pengelolaannya tergantung pada kelompok tani masing-masing. Selain diolah menjadi tepung, petani di tingkat rumah tangga yaitu di Pasuruan dan Salatiga juga mengolah gandum menjadi berbagai macam makanan seperti bubur gandum dan katul gandum. Saat ini Industri pengolahan gandum lokal dapat dikatakan masih berada dalam skala yang cukup kecil mengingat produksinya pun belum begitu optimal meskipun industri tepung terigu untuk gandum impor saat ini sudah cukup berkembang. b) Industri Pendukung Lainnya Industri pendukung lainnya dalam agribisnis gandum lokal adalah industri makanan, industri pakan ternak, dan industri jamur. Industri tersebut merupakan industri pendukung dalam agribisnis gandum lokal yang memiliki kontribusi tidak langsung pada sistem komoditas secara vertikal karena industri tersebut menggunakan gandum sebagai bahan bakunya. Keadaan industri pendukung dapat dilihat dari keadaan pasar yaitu semakin berkembangnya makanan yang berbasis tepung terigu. Selain dimanfaatkan sebagai bahan pangan, saat ini gandum juga telah banyak digunakan sebagai bahan pakan ternak (gabah, dedak, bungkil) dan biji gandum itu sendiri yang dapat digunakan untuk pakan burung merpati. Selain itu saat ini industri jamur pun sudah mulai menggunakan biji gandum untuk media tanam jamurnya. 6.1.4. Stuktur, Persaingan, dan Strategi Agribisnis Gandum Lokal Stuktur pasar gandum dalam negeri berbentuk oligopoli. Hal ini ditunjukan dengan adanya produsen-produsen gandum (importir) yang menguasai pasar gandum dalam negeri. Produsen gandum tersebut ada juga yang berperan sebagai produsen tepung terigu yaitu perusahaan-perusahaan tepung terigu. Akibat dari adanya stuktur pasar ini produsen gandum lokal sulit untuk menangkap pasar yang ada karena pasar telah dikuasai oleh gandum yang berasal dari impor. Hal ini
71
akan menjadi salah satu faktor kendala dalam meningkatkan dayasaing agribisnis gandum lokal. Kegiatan produksi gandum lokal di Indonesia saat ini masih berada dalam taraf pengenalan dan pertumbuhan. Saat ini seluruh kebutuhan gandum domestik dipenuhi oleh impor. Bahkan banyak diantara masyarakat Indonesia yang belum mengetahui adanya gandum lokal di Indonesia. Saat ini gandum lokal menghadapi persaingan dengan gandum impor untuk dapat berkembang di Indonesia. Pengembangan gandum lokal di Indonesia masih berada dalam tahap permulaan untuk itu strategi promosi yang dilaksanakan saat ini lebih ke strategi untuk mempublikasikan kepada masyarakat Indonesia bahwa tanaman gandum dapat dibudidayakan di Indonesia. Kegiatan promosi tersebut sangat didukung oleh pemerintah seperti kegiatan pada tanggal 25 Maret 2009 yaitu penanaman perdana di Kebun Salaran, Kopeng Salatiga. Kegiatan tersebut diikuti oleh Departemen Pertanian dan Dinas Pertanian Provinsi dan Kabupaten, APTINDO, Perguruan Tinggi, dan sejumlah petani gandum yang ada di Salatiga. Selain itu kegiatan promosi juga dilakukan dengan publikasi melalui buku publikasi, internet, majalah dan surat kabar. Informasi-informasi tersebut berisikan tentang kegiatan-kegiatan petani, pemerintah, perguruan tinggi, stake holder terkait dengan pengembangan gandum lokal di Indonesia. Gandum merupakan pangan alternatif yang memiliki banyak manfaat. Di kalangan masyarakat gandum dikenal dengan produk tepung terigunya. Tanaman gandum lokal yang dihasilkan petani saat ini masih banyak dijual dalam bentuk biji. Namun, ada beberapa produsen yang mencoba meningkatkan nilai tambah komoditas gandum lokal menjadi aneka makanan diantaranya bubur gandum, katul gandum, nasi gandum, dan tepung gandum. Sebagai contoh produsen gandum lokal di Pasuruan mengolah gandum menjadi bubur gandum. Bubur gandum tersebut kemudian didistribusikan ke sebuah hotel dan restoran di Bali. Contoh lain yaitu UKSW yaitu mengolah gandum menjadi tepung halus (whole wheat), tepung kasar (tepung bubur gandum), dan bran (katul gandum). Hasil olahan UKSW dijual dengan sistem pemesanan dan dijual pada saat ada pameranpameran. Di Kabupaten Manggarai NTT, gandum juga telah dimanfaatkan untuk pembuatan hostia. Produk-produk olahan gandum tersebut pasarnya masih berada
72
dalam skala mikro. Karena bahan bakunya sendiri yaitu gandum masih sedikit dihasilkan, sehingga pengolahannya lebih untuk pengenalan kepada masyarakat bahwa gandum lokal dapat diolah dan memiliki nilai tambah. 6.1.5. Peran Pemerintah Peran pemerintah dalam pengembangan sistem agribisnis gandum lokal di Indonesia sangat besar yang dilakukan melalui Direktorat Jendral Tanaman Pangan Departemen Pertanian, Dinas Pertanian Provinsi, dan Kabupaten yang mencakup kegiatan yang mendukung pengembangan tanaman gandum mulai dari persiapan tanam sampai panen pasca panen. Upaya pemerintah dalam rangka mendukung berkembangnya agribisnis gandum dilakukan secara terintegrasi dan terkoordinasi antara instansi terkait mulai dari hulu sampai hilir. Selain itu pemerintah juga berperan dalam memberikan bantuan untuk pengembangan agribisnis gandum melalui dana bergulir (APBN) dan APBD provinsi dan kabupaten serta memberikan bimbingan, pembinaan dan pendampingan untuk petani. Jenis pembiayaan melalui APBN dan APBD diberikan dalam bentuk modal untuk pembelian benih dan pupuk untuk masing-masing daerah yang mengembangkan tanaman gandum. Adapun bantuan yang diberikan berupa modal untuk pembelian 100 kg/ha, pupuk Urea 200 kg/ha, SP-36 100 kg/ha, KCl 70 kg/ha, dan pupuk organik 1000 kg/ha. Jumlah pembiayaan yang diberikan tergantung pada luasan lahan yang diusahakan (Direktorat Budidaya Serealia 2008). 6.1.6. Peran Kesempatan Peran kesempatan merupakan faktor yang berada diluar kendali petani, pengusaha atau pemerintah. Dalam sistem agribisnis gandum terdapat kesempatan-kesempatan yang dapat dimanfaatkan. Kesempatan tersebut dapat berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Kesempatan yang berasal dari dalam negeri adalah prospek pasar gandum yang sangat besar, hal ini terlihat dari adanya tren konsumsi gandum domestik yang cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Selain itu, pada tahun 2009 ini terdapat faktor kesempatan berupa Program Counterpart Fund Second Kennedy Round (CF SKR) yang merupakan bantuan hibah bilateral Pemerintah Jepang (Japan’s Grant Aid) kepada negara-negara
73
berkembang seperti Indonesia dalam rangka peningkatan produksi panga merupakan peran kesempatan yang harus dimanfaatkan untuk meningkatkan dayasaing agribisnis gandum lokal di Indonesia. Krisis energi (kenaikan harga BBM) merupakan kecenderungan jangka panjang yang tidak dapat diabaikan karena kenaikan BBM merupakan sumberdaya yang tidak dapat diperbaharui. Manakala harga BBM naik di atas 100/barrel, negara maju seperti Amerika Serikat dan UE sebagai negara produsen penting komoditas pangan dunia mengubah kebijakannya. Amerika Serikat mensubsidi besar-besaran untuk tanaman pangan (jagung) sebagai bahan baku ethanol. Akibatnya terjadilah peralihan areal dari tanaman gandum dan kedelai menjadi areal tanaman jagung. Pada tahun 2008 misalnya, diperkirakan 30 persen produksi jagung di Amerika Serikat telah beralih keethanol, sebelumnya digunakan untuk pangan dan pakan. Padahal, Amerika Serikat menyumbang sekitar 46 persen produksi kedelai dunia, dan sekitar 26 persen produksi gandum dunia. UE juga mengalihkan sejumlah pangan, terutama kanola dan kedelai untuk bahan baku bio-desel dan gandum untuk ethanol (Sawit 2003). Fenomena di atas merupakan faktor kesempatan yang berasal dari luar negeri karena jika sebagian besar negara produsen gandum menggunakan gandum sebagai bahan bakar ethanol, maka gandum yang akan diolah manjadi tepung terigu dalam jangka panjang akan semakin sedikit. Ancaman adanya embargo gandum oleh negara-negara eksportir serta adanya kemungkinan gagal panen di negara eksportir akibat perubahan iklim dan pemanasan global (Global Warming) akan mendorong permintaan gandum domestik beralih ke gandum lokal. Hal ini juga didukung dengan tren harga gandum yang memiliki kecenderungan meningkat.
74
6.2. Keterkaitan Antar Komponen Utama Porter’s Diamond System Dari hasil analisis komponen Porter’s Diamond System pada agribisnis gandum lokal dapat diketahui keterkaitan antar komponen utama maupun keterkaitan antar komponen utama dengan komponen penunjang. Keterkaitan tersebut ada yang bersifat saling mendukung dan tidak saling mendukung komponen lainnya. Adapun keterkaitan antar komponen utama dayasaing agribisnis gandum lokal Indonesia dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17. Keterkaitan Antar Komponen Utama No
Komponen A
Komponen B
1.
Persaingan, stuktur, dan strategi
Kondisi faktor sumberdaya
2.
Kondisi faktor sumberdaya
Industri terkait dan industri pendukung
3.
Kondisi Permintaan
4.
Industri terkait dan industri pendukung
Industri terkait dan industri pendukung Persaingan, stuktur, dan strategi
5.
Kondisi permintaan
Persaingan, stuktur, dan strategi
6.
Kondisi faktor sumberdaya
Kondisi Permintaan
Keterkaitan Antar Keterangan Komponen Saling • Adanya strategi promosi berupa mendukung sosialisasi telah menumbuhkan minat petani untuk menanam gandum. • Hasil-hasil penelitian telah mendukung strategi promosi yang dilakukan. Tidak saling • Kondisi faktor sumberdaya mendukung belum mampu memasok bahan baku bagi industri. • Industri terkait dan pendukung belum mampu menjamin pasar bagi petani. Tidak saling Industri terkait dan industri mendukung pendukung belum mampu memenuhi permintaan domestik. Tidak saling Industri terkait dan industri mendukung pendukung mengimpor bahan baku dari negara lain sehingga gandum lokal bersaing dengan gandum impor Tidak saling • Tingginya permintaan terhadap mendukung gandum justru menyebabkan semakin banyaknya gandum impor yang masuk ke Indonesia sehingga gandum lokal bersaing dengan gandum impor untuk memperoleh pasar. • Strategi promosi belum mampu mendorong permintaan domestik beralih ke gandum lokal. Tidak saling • Kondisi faktor sumberdaya mendukung belum mampu memenuhi kebutuhan domestik • Kondisi permintaan bergantung pada gandum impor
75
Adapun penjelasan dari keterkaitan antar komponen utama pada Porter’s Diamond System yang telah disajikan pada Tabel 17 adalah sebagai berikut: 1) Persaingan, stuktur, dan strategi dengan kondisi faktor sumberdaya Keterkaitan antar komponen utama yang saling mendukung dapat dilihat pada komponen persaingan, stuktur, dan strategi dengan kondisi faktor sumberdaya agribisnis gandum lokal. Hal ini dikarenakan banyaknya promosi dan sosialisasi yang telah dilakukan sebagai strategi promosi untuk mengenalkan gandum lokal kepada petani dan masyarakat luas telah mendorong minat petani untuk membudidayakan tanaman gandum. Sebaliknya kondisi faktor sumberdaya berupa sumberdaya IPTEK misalnya Lembaga Peneliti, Perguruan Tinggi ataupun sumberdaya IPTEK lainnya telah mendukung adanya kegiatan promosi dan sosialisasi yang dilakukan tersebut. Hal ini dikarenakan promosi-promosi yang telah dilakukan untuk mengenalkan gandum lokal dilakukan melalui media informasi internet maupun surat kabar, jurnal ilmiah dll. Selain itu, adanya hasil penelitian-penelitian tentang gandum yang telah dilakukan oleh Lembaga Peneliti dan Perguruan Tinggi telah mendukung strategi promosi yang dilakukan, karena hasil penelitian tersebut menjadi bahan informasi untuk disosialisasikan kepada masyarakat luas. Sebagai contoh, penemuan varietas gandum Selayar, Nias, Dewata, dan Timor telah menjadi bahan informasi untuk sosialisasi kepada petani dan masyarakat luas. 2) Kondisi faktor sumberdaya dengan industri terkait dan industri pendukung Keterkaitan yang tidak saling mendukung terdapat pada komponen kondisi faktor sumberdaya dengan industri terkait dan industri pendukung. Hal ini dikarenakan industri terkait yaitu industri pemasaran dan industri pendukung berupa industri pengolahan belum dapat menjamin pasar bagi petani gandum lokal, hal ini mengakibatkan petani kurang berminat untuk membudidayakan gandum. Disisi lain, industri pemasaran dan industri pengolahan mau menjamin pasar asalkan petani dapat memproduksi gandum secara kontinu. 3) Kondisi kondisi permintaan dengan industri terkait dan industri pendukung Keterkaitan yang tidak saling mendukung juga terdapat pada kondisi permintaan dengan industri terkait dan industri pendukung. Hal ini dikarenakan
76
kondisi permintaan yang terus meningkat menyebabkan industri terkait dan industri pendukung mengimpor bahan baku dari negara lain untuk memenuhi permintaan domestik. Hal ini berarti bahwa industri terkait dan industri pendukung belum mampu memenuhi permintaan domestik. 4) Komponen industri terkait dan industri pendukung dengan persaingan, stuktur dan strategi agribisnis gandum lokal Keterkaitan yang tidak saling mendukung lainnya terdapat pada komponen industri terkait dan industri pendukung dengan persaingan, stuktur, dan strategi agribisnis gandum lokal. Hal ini dikarenakan industri pendukung yaitu industri pengolahan gandum seluruh bahan bakunya berasal dari impor. Kondisi ini mengakibatkan gandum lokal menghadapi persaingan dengan gandum impor sehingga gandum lokal pun sulit untuk memperoleh pasar. 5) Kondisi permintaan dengan persaingan, stuktur, dan strategi Kondisi permintaan dengan persaingan, stuktur dan strategi memiliki keterkaitan yang tidak saling mendukung. Hal ini disebabkan karena tren konsumsi gandum dalam negeri yang meningkat akan berpengaruh positif terhadap kondisi permintaan namun hal ini justru mengakibatkan Indonesia terus mengimpor gandum dari negara lain. Selain itu, strategi yang telah dilakukan belum mampu mendorong permintaan domestik kepada gandum lokal. Kondisi tersebut telah mengakibatkan gandum lokal bersaing dengan gandum impor dan sulit memperoleh pasar. 6) Kondisi faktor sumberdaya dengan kondisi permintaan Kondisi faktor sumberdaya dengan kondisi permintaan memiliki keterkaitan yang tidak saling mendukung. Hal ini dikarenakan faktor sumberdaya belum mampu memenuhi permintaan domestik. Begitu pula sebaliknya, kondisi permintaan yang semakin meningkat tidak mendukung adanya faktor sumberdaya karena meskipun permintaan domestik semakin meningkat, namun permintaan tersebut merupakan permintaan terhadap gandum impor dan bukan terhadap gandum lokal.
77
6.3. Keterkaitan Antar Komponen Penunjang dengan Komponen Utama Selain terdapat keterkaitan antar komponen utama, seperti yang telah dijelaskan di atas, juga terdapat keterkaitan antar komponen penunjang dengan komponen utama. Adapun keterkaitan antar komponen penunjang dengan komponen utama dayasaing agribisnis gandum lokal dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18. Keterkaitan Antar Komponen Penunjang dengan Komponen Utama No 1.
2.
Komponen Penunjang Peranan pemerintah
Keterkaitan Antar Keterangan Komponen • Kondisi faktor • Mendukung • Pembiayaan bagi sumberdaya kegiatan usahatani gandum lokal. • Industri terkait dan • Mendukung • Penyediaan dan pendukung pendistribusian benih. • Kondisi permintaan • Mendukung • Upaya untuk mewujudkan Desa Industri agar dapat memenuhi sebagian permintaan domestik. • Persaingan,stuktur, dan • Mendukung • Dukungan terhadap strategi kegiatan promosi berupa sosialisasi dan publikasi. Peranan kesempatan • Kondisi faktor • Mendukung • Adanya Program CFsumberdaya SKR telah mendukung peningkatan luas penanaman gandum dan membantu permodalan bagi pateni. • Kondisi permintaan • Tidak terkait • Peranan kesempatan belum memiliki • Industri terkait dan • Tidak terkait keterkaitan dengan industri pendukung kondisi permintaan. • Persaingan, stuktur, dan • Tidak terkait • Peranan kesempatan strategi belum memiliki keterkaitan dengan industri terkait dengan industri pendukung. • Peranan kesempatan belum memiliki keterkaitan dengan komponen persaingan, stuktur, dan strategi. Komponen Utama
78
Adapun penjelasan dari keterkaitan antar komponen penunjang dengan komponen utama pada Porter’s Diamond System yang telah disajikan pada Tabel 18 adalah sebagai berikut: 1) Peranan pemerintah mendukung semua komponen utama Peran pemerintah sangat mendukung setiap komponen dayasaing agribisnis gandum lokal melalui kebijakan dan program-program yang telah dilakukan. Bentuk dukungan pemerintah terhadap kondisi faktor sumberdaya yaitu melalui program-program pengembangan agribisnis gandum lokal dan kebijakan pembiayaan melalui dana APBN dan APBD untuk pengembangan agribisnis gandum lokal. Selain itu karena saat ini aksesibilitas petani terhadap benih gandum masih sulit maka pemerintah pun berperan pula sebagai penyalur benih bagi petani, hal ini menunjukkan bahwa pemerintah mendukung industri pemasok benih. Selain itu pemerintah melalui Balitbang Pertanian juga turut mengusahakan penelitian-penelitian untuk menghasilkan varietas baru gandum yang cocok ditanam di Indonesia. Kondisi permintaan yang memiliki tren semakin meningkat mendorong pemerintah untuk mengembangkan agribisnis gandum lokal di Indonesia dan mencanangkan dibentuknya Desa Industri pada tahun 2025. Dukungan pemerintah juga diberikan pada komponen persaingan, stuktur, dan strategi yaitu melalui dukungan terhadap kegiatan promosi dan sosialisasi serta pengenalan kepada masyarakat tentang agribisnis gandum lokal di Indonesia. 2) Peranan kesempatan dengan kondisi faktor sumberdaya Dari hasil analisis komponen Porter’s Diamond dapat diketahui bahwa komponen penunjang hanya memiliki keterkaitan dengan kondisi faktor sumberdaya. Keterkaitan tersebut terlihat dari adanya faktor kesempatan berupa Program Counterpart Fund Second Kennedy Round (CF SKR) telah mendukung kondisi faktor sumberdaya. Hal ini dikarenakan faktor kesempatan tersebut mendukung adanya peningkatkan luas penanaman gandum lokal di Indonesia, memberikan bantuan permodalan bagi petani, serta mendorong peningkatan produksi gandum lokal nasional. Sedangkan dengan komponen utama lainnya terlihat bahwa peranan kesempatan belum memiliki keterkaitan.
79
Pada Gambar 10, akan terlihat bagaimana keterkaitan antar komponen dayasaing agribisnis gandum lokal. Dari gambar tersebut terlihat bahwa sebagian besar antar komponen utama dayasaing pada agribisnis gandum lokal Indonesia tidak saling mendukung. Keterkaitan antar komponen yang tidak saling mendukung lebih dominan dalam penelitian ini. Hal ini berarti bahwa dayasaing agribisnis gandum lokal Indonesia masih lemah. Namun adanya peran pemerintah dan kesempatan dapat mendorong upaya peningkatan dayasaing agribisnis gandum lokal Indonesia apalagi agribisnis gandum lokal baru mulai dikembangkan selama delapan tahun di Indonesia.
80
Persaingan, Stuktur, dan Strategi: Peranan Kesempatan 1.Prospek pasar yang besar 2.Program CF-SKR 3.Krisis Energi (kenaikan BBM) 4. Embargo oleh negara pengekspor
1. Persaingan dengan gandum impor 2. Stuktur pasar berbentuk oligopoli 3. Strategi yang dilakukan berupa promosi dan sosialisasi
Kondisi Permintaan Domestik
Kondisi Faktor Sumberdaya:
4. Komposisi Permintaan Domestik : Tepung terigu,tepung gandum,dan olahan gandum. 5. Besar dan pola pertumbuhan permintaan domestik semakin meningkat
1. Sumberdaya alam 2. Sumberdaya manusia 3. Sumberdaya IPTEK 4. Sumberdaya modal 5. Sumberdaya infrastuktur
Industri Terkait dan Pendukung 1. Industri Terkait: Industri pemasok dan industri pemasaran 2. Industri Pendukung: Industri pengolahan, industri makanan, industri pakan.
Keterangan: Garis Garis Garis Garis
( ( ( (
Peranan Pemerintah 1. Pembiayaan 2. Penyediaan benih 3. Upaya mewujudkan Desa Industri 4. Strategi Promosi
), menunjukan keterkaitan antar komponen utama yang saling mendukung ), menunjukan keterkaitan antar komponen penunjang yang mendukung komponen utama ), menunjukan keterkaitan antar komponen utama yang tidak saling mendukung ), menunjukan keterkaitan antar komponen penunjang yang tidak terjalin atau tidak mendukung komponen utama
Gambar 10. Keterkaitan Antar Komponen Porter’s Diamond System
81
VII STRATEGI PENGEMBANGAN DAN PENINGKATAN DAYASAING AGRIBISNIS GANDUM LOKAL DI INDONESIA 7.1. Analisis SWOT Pengembangan dan Peningkatan Dayasaing Agribisnis Gandum Lokal Setelah dilakukan analisis terhadap sistem agribisnis gandum lokal serta dayasaing agribisnis gandum lokal menggunakan Porter’s Diamond System, kita dapat mengetahui bagaimana kondisi sistem agribisnis dan dayasaing agribisnis gandum lokal saat ini. Berdasarkan hasil analisis pada Bab sebelumnya dapat kita ketahui bahwa kondisi sistem agribisnis gandum lokal di Indonesia belum berkembang. Selain itu, kondisi dayasaing agribisnis gandum lokal saat ini juga masih lemah, hal ini terlihat dari keterkaitan antar komponen yang tidak saling mendukung lebih dominan dibandingkan keterkaitan antar komponen yang saling mendukung.
Melihat kondisi tersebut, maka perlu dirumuskan strategi-strategi
yang dapat digunakan untuk mengembangkan dan meningkatkan dayasaing agribisnis gandum lokal di Indonesia. Untuk dapat menyusun strategi bagi pengembangan dan peningkatan dayasaing agribisnis gandum lokal di Indonesia, terlebih dahulu dilakukan identifikasi terhadap kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman yang dimiliki agribisnis gandum lokal menggunakan alat analisis berupa Analisis SWOT. Kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman yang dihadapi agribisnis gandum lokal diperoleh dari hasil analisis sistem agribisnis gandum lokal pada Bab sebelumnya, serta diperoleh dari hasil analisis dayasaing agribisnis gandum lokal dengan mengidentifikasi tiap komponen Porter’s Diamond System. 7.1.1. Identifikasi Faktor-faktor dalam Tiap Komponen Porter’s Diamond System Setelah dilakukan analisis komponen Porter’s Diamond System pada Bab sebelumnya, kemudian dilakukan identifikasi terhadap tiap komponen tersebut untuk mengetahui dari tiap komponen tersebut mana yang merupakan kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman bagi agribisnis gandum lokal di Indonesia. Hasil identifikasi tiap komponen yang terdapat pada Porter’s Diamond System dapat dilihat pada Tabel 19.
82
Tabel 19. Identifikasi Komponen Dayasaing Agribisnis Gandum Lokal Atribut
Identifikasi SWOT
Keterangan
A.Kondisi Faktor Sumberdaya 1. Sumberdaya Alam o Syarat, Kondisi dan Luas Lahan o Aksesibilitas Terhadap Input - Benih - Pupuk
o Biaya-biaya Terkait
Kelemahan
Lahan yang digunakan semakin sedikit
Kelemahan Kekuatan
Benih sulit diperoleh Aksesibilitas tidak sulit dan pada lahan bekas kentang atau sayuran penggunaan pupuk dapat diminimalkan Usahatani gandum lokal cukup layak untuk diusahakan Produktivitas lahan semakin meningkat Kurangnya minat petani untuk menanam gandum jika tidak diberi bantuan pemerintah dan jaminan pasar
Kekuatan
o Produktivitas Lahan 2. Sumberdaya Manusia
Kekuatan Kelemahan
3. Sumberdaya IPTEK o Lembaga Penelitian
Peluang
o APTINDO
Peluang
o Perguruan Tinggi
Peluang
o Sumber IPTEK lainnya 4. Sumberdaya Modal Sumberdaya Infrastuktur B. Kondisi Permintaan 1. Komposisi permintaan
Peluang Kelemahan Kekuatan
Peluang
2. Jumlah Permintaan dan Pola Pertumbuhan C. Industri Terkait dan Industri Pendukung 1. Industri Terkait o Industri Pemasok Bahan Baku
Peluang
o Industri Pemasaran 2. Industri Pendukung o Industri Pengolahan
Kelemahan
o Industri Pendukung Lainnya
Peluang
Kekuatan Peluang
Peluang D. Persaingan, Stuktur, dan Strategi E. Peran Pemerintah
Ancaman Peluang
F. Peran Kesempatan
Peluang Ancaman
Banyak penelitian yang sudah dilakukan dan diaplikasikan Memberikan dukungan bagi agribisnis gandum lokal Sebagai think-tank bagi agribisnis gandum lokal Melalui website, media cetak dan lainnya Belum ada dukungan modal dari lembaga permodalan Infrastuktur cukup memadai dan mendukung Semakin berkembangnya tren makanan berbasis tepung terigu Permintaan dalam negeri cenderung meningkat
Terus melakukan penemuan varietas gandum baru Belum memiliki jaminan pasar yang pasti Adanya sembilan pabrik pengolahan gandum yang sudah berkembang Semakin banyak industri makanan yang memakai olahan gandum sebagai bahan baku Adanya industri pakan ternak yang menggunakan gandum untuk pakan Persaingan dengan gandum impor Pemerintah sangat mendukung agribisnis gandum lokal dengan berbagai program dan kegiatan yang dilakukan - Harga gandum dunia memiliki tren meningkat - Semakin tingginya volume impor
83
7.1.2. Analisis Komponen SWOT Analisis komponen SWOT terdiri dari analisis kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman. Poin-poin dalam komponen tersebut diperoleh dari hasil analisis sistem agribisnis dan analisis dayasaing agribisnis gandum yang sudah dilakukan pada Bab sebelumnya.
Berikut ini akan dijelaskan apa saja yang
menjadi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman agribisnis gandum lokal di Indonesia. Dari analisis tiap komponen tersebut kita dapat merumuskan strategi yang dapat digunakan untuk mengembangkan dan meningkatkan dayasaing agribisnis gandum lokal di Indonesia. 1) Analisis Kekuatan a) Aksesibilitas pupuk tidak sulit dan pada lahan bekas kentang atau sayuran dataran tinggi penggunaan pupuk dapat diminimalkan Aksesibilitas petani terhadap pupuk tidak mengalami kesulitan, karena petani dapat membeli pupuk secara kolektif melalui kelompok tani yang ada di daerah masing-masing. Selain itu dosis kebutuhan pupuk untuk tanaman gandum juga tidak begitu banyak dibandingkan tanaman dataran tinggi lain, apalagi pada lahan bekas tanaman kentang dan sayuran dataran tinggi penggunaan pupuk dapat diminimalkan. Untuk pemupukan lahan petani juga dapat menggunakan pupuk organik dan pupuk kandang sebagai pupuk tambahan. b) Dari segi aspek finansial usahatani gandum lokal layak untuk diusahakan Dari segi aspek finansial, usahatani gandum cukup layak untuk diusahakan hal ini dapat dilihat dari nilai R/C rasio atas biaya tunai sebesar 1,51 artinya untuk setiap biaya yang dikeluarkan petani sebesar satu rupiah maka petani tersebut akan memperoleh penerimaan sebesar Rp 1,51. Sedangkan R/C atas biaya total sebesar 1,21 artinya untuk setiap biaya yang dikeluarkan petani sebesar satu rupiah maka petani tersebut memperoleh penerimaan sebesar 1,21. Hal ini menunjukan bahwa usahatani gandum lokal cukup layak diusahakan karena nilai R/C rasionya lebih dari satu. c) Produktivitas lahan semakin meningkat Berdasarkan data dari Direktorat Budidaya Serealia, rata-rata produktivitas gandum lokal di Indonesia mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2004 dan 2005 produktivitas lahan sebesar 1,5 ton/ha. Selanjutnya pada tahun 2006 terjadi kenaikan produktivitas menjadi 1,7 ton/ha, dan pada tahun
84
2007 dan 2008 meningkat lagi masing-masing sebesar 1,83 ton/ha menjadi 1,87 ton/ha. Di beberapa daerah seperti di Jawa Timur dan Sulawesi Sulawesi Selatan Produktivitasnya sudah mencapai angka 2,5–3 ton/ha. d) Daya adaptasi gandum terhadap kekeringan tinggi Kegiatan usahatani gandum dilakukan pada saat musim kemarau. Berdasarkan hasil penelitian Somekto (2001) diketahui bahwa tanaman gandum tidak menyukai air. Air dibutuhkan terbanyak hanya pada masa pembungaan dan pengisian biji. Oleh karena itu, perlu lebih memperhatikan pengaturan pemberian air (perkiraan air yang diberikan tidak melebihi ukuran kapasitas lapang). Kelebihan air disamping menghambat pertumbuhan tanaman juga berpotensi mendorong munculnya berbagai penyakit, terutama yang disebabkan oleh cendawan. Sehingga pada saat sayuran dataran tinggi tidak dapat tumbuh dengan optimal maka tanaman gandum dapat ditanam sebagai tanaman selingan. e) Infrastuktur yang ada sebagian besar cukup memadai dan mendukung Ketersediaan infrastuktur seperti sarana komunikasi, sarana transportasi, sarana pengangkutan hasil panen sangat penting bagi pengembangan agribisnis gandum lokal. Infrastuktur yang ada di sebagian besar daerah pengembangan cukup memadai dan mendukung. Sebagai contoh, di Jawa Tengah dan Jawa Timur sarana transportasi telah didukung dengan jalan yang baik dan adanya angkutan pedesaan yang masuk, sehingga aksesnya mudah untuk dijangkau. Selain itu, daya adaptasi gandum yang tinggi terhadap kekeringan menjadikan tanaman gandum mudah untuk dipelihara sehingga tidak memerlukan sarana irigasi. f) Adanya sembilan pabrik pengolahan gandum (pabrik tepung terigu) yang sudah berkembang di Indonesia Seperti yang telah dijelaskan dalam Bab V bahwa Indonesia memiliki sembilan pabrik pengolahan gandum yang sudah cukup berkembang.
Pabrik
pengolahan gandum tersebut merupakan kekuatan yang dimiliki oleh agribisnis gandum lokal karena pabrik pengolahan tersebut telah memiliki teknologi yang cukup maju dalam mengolah gandum menjadi tepung terigu. Hal ini dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan agribisnis gandum lokal di Indonesia.
85
2) Analisis Kelemahan a) Lahan yang digunakan untuk menanam gandum lokal semakin sedikit Berdasarkan data Direktorat Budidaya Serealia tahun 2008, luas tanam gandum semakin sedikit. Pada tahun 2004 luas tanam gandum lokal adalah 200 hektar, pada tahun 2005 meningkat sebesar 1,17 persen menjadi 433,50 hektar. Namun sejak tahun 2005 hingga tahun 2008 luas pengusahaan tanaman gandum terus menurun. Seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya bahwa kondisi tersebut terjadi karena kurangnya minat petani untuk mengembangkan tanaman gandum jika tidak ada bantuan oleh pemerintah dan jaminan pasar yang pasti. b) Benih masih sulit diperoleh Berdasarkan hasil Pertemuan ”Adopsi Teknologi Gandum dan Sorgum Tahun 2009 pada tanggal 23-25 Maret di Semarang”, seluruh daerah pengembangan gandum lokal mengalami kesulitan dalam memperoleh benih. Sebagai contoh, di Kabupaten Gowa Sulawesi Selatan, sebagian besar petani tidak mengetahui cara bagaimana mereka dapat memperoleh benih karena mereka tidak tahu sumbernya. Hingga tahun 2008 baru ada dua produsen benih yang dapat menyediakan benih secara kontinu yaitu seorang produsen
di Desa Tosari
Kabupaten Pasuruan Jawa Timur dan UKSW. c) Kurangnya minat petani untuk menanam gandum jika tidak diberi bantuan pemerintah dan jaminan pasar Berdasarkan hasil pertemuan ”Adopsi Teknologi Gandum dan Sorgum Tahun 2009 pada tanggal 23-25 Maret 2009 di Semarang”, permasalahan yang dihadapi oleh agribisnis gandum lokal saat ini adalah permasalahan sumberdaya manusia yaitu kurangnya minat petani untuk menanam gandum jika tidak ada program dari pemerintah yang memberikan bantuan modal bagi mereka. Selain itu belum adanya jaminan pasar juga menjadikan petani kurang berminat untuk menanam gandum.
Saat ini sebagian besar petani gandum yang menanam
gandum merupakan petani yang ikut tergabung dalam kelompok tani yang memperoleh bantuan dan bimbingan dari Departemen Pertanian dan Dinas Pertanian di daerah masing-masing, dan masih jarang sekali petani
yang
menanam gandum secara mandiri.
86
d) Belum ada dukungan modal dari lembaga permodalan untuk kegiatan usahatani gandum lokal Keterbatasan modal merupakan masalah utama yang dihadapi oleh sebagian besar petani gandum lokal. Saat ini sumber permodalan petani untuk kegiatan usahatani gandum berasal dari modal sendiri dan dari pembiayaan pemerintah melalui dana bergulir (APBN) serta APBD provinsi dan kabupaten. Kegiatan usahatani gandum lokal saat ini belum didukung oleh permodalan dari lembaga permodalan baik bank maupun non bank. Keterbatasan modal petani gandum lokal dapat menghambat berjalannya pengembangan agribisnis gandum lokal di Indonesia. e) Petani belum memiliki jaminan pasar yang pasti untuk hasil panennya Berdasarkan hasil pertemuan ”Adopsi Teknologi Gandum dan Sorgum Tahun 2009 pada tanggal 23-25 Maret 2009 di Semarang” selain masalah benih dan sumberdaya manusia, masalah yang dihadapi oleh agribisnis gandum adalah permasalahan pasar. Sebagian besar petani tidak tau harus menjual kemana hasil panen gandum lokal tersebut meskipun permintaan gandum domestik semakin meningkat. Belum adanya jaminan pasar juga disebabkan karena ketidaktauan masyarakat akan gandum lokal dan belum adanya kerjasama pabrik pengolahan gandum dengan petani. 3) Analisis Peluang a) Adanya lahan potensial di Indonesia Berdasarkan data Direktorat Budidaya Serealia, Indonesia memiliki lahan potensial untuk ditanami gandum antara lain di Sumatera, Sulawesi, Kalimantan, Nusa Tenggara, Maluku dan Papua. Luas lahan di dataran tinggi kering yang masih tersedia untuk ditanami gandum di Indonesia sekitar 706.500 hektar. Hal ini merupakan peluang bagi pengembangan agribisnis gandum lokal di Indonesia. Selain itu, sebagai tanaman alternatif diluar musim (off season) tanaman gandum dapat ditanam dilahan sayuran dataran tinggi pada saat musim kemarau dimana sayuran dataran tinggi tidak dapat tumbuh dengan optimal karena kekurangan air. b) Banyak penelitian yang sudah dilakukan dan diaplikasikan Banyaknya penelitian-penelitian yang telah diaplikasikan akan mendorong berkembangnya agribisnis gandum lokal di Indonesia. Saat ini banyak penelitianpenelitian yang dilakukan oleh lembaga penelitian seperti Badan Penelitian dan
87
Pengembangan Pertanian, Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN) dan juga oleh perguruan tinggi. Penelitian-penelitian tersebut akan sangat berguna bagi agribisnis gandum lokal di Indonesia. Saat ini penelitian yang akan dilakukan oleh Balitbang Pertanian diantaranya penelitian tentang varietas gandum yang cocok untuk dataran rendah dan medium. c) Adanya dukungan pemerintah bagi agribisnis gandum lokal Dukungan pemerintah agribisnis gandum lokal di Indonesia sangat besar, dukungan tersebut mencakup program-progam dan kegiatan pengembangan mulai dari persiapan tanam sampai panen pasca panen. Upaya pemerintah dalam rangka mendukung berkembangnya agribisnis gandum lokal dilakukan secara terintegrasi dan terkoordinasi antara instansi terkait mulai dari hulu sampai hilir. Selain itu, dukungan pemerintah juga diberikan dalam bentuk bantuan pembiayaan untuk input usahatani dari dana APBN serta APBD provinsi dan kabupaten. Dukungan lain pemerintah juga diberikan dalam bentuk pembimbingan, pembinaan, dan pendampingan untuk petani dalam melakukan kegiatan budidaya dan pascapanen melalui Dinas Pertanian Daerah. d) Adanya dukungan APTINDO bagi agribisnis gandum lokal Dukungan APTINDO terhadap agribisnis gandum lokal diberikan dalam bentuk kerjasama dalam hal penelitian dengan sejumlah perguruan tinggi antara lain Institut Pertanian Bogor (IPB) Bogor, Universitas Padjadjaran (Unpad) bandung, Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta, Universitas Brawijaya Malang, dan Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Salatiga. Selain itu, sebagai Asosiasi Produsen Tepung Terigu di Indonesia, APTINDO dapat mengusahakan agar gandum lokal petani dapat diserap oleh pabrik pengolahan gandum yang tergabung dalam APTINDO. e) Permintaan dalam negeri cenderung meningkat Permintaan terhadap gandum domestik menunjukkan tren peningkatan. Peningkatan tersebut terjadi seiring dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk dan semakin besarnya konsumsi tepung terigu per kapita per tahun. Peningkatan jumlah konsumsi tepung terigu disebabkan oleh semakin berkembangnya makanan berbasis tepung terigu yang dikenal oleh masyarakat
88
sehingga pola makan masyarakat pun saat ini sudah banyak beralih kepada produk berbasis tepung terigu. f) Harga gandum dunia akan semakin meningkat Berdasarkan hasil ramalan World Bank (2008) harga gandum dunia akan kembali meningkat pada tahun 2010 dan selama sepuluh tahun ke depan tidak mengalami penurunan kembali. Peningkatan harga gandum dunia diakibatkan diantaranya karena adanya jumlah permintaan global yang melebihi produksi. Penurunan produksi di sejumlah negara dan peralihan penggunaan gandum untuk diolah menjadi bahan bakar di negara maju tentu akan mengurangi stok dunia dan pada akhirnya akan meningkatkan harga gandum dunia. Situasi perdagangan gandum dunia tersebut akan berpengaruh pada harga gandum dalam negeri dan tepung terigu. Kecenderungan harga gandum dunia yang meningkat mendorong produsen gandum lokal untuk mengembangkan agribisnis gandum lokal. g) Semakin banyaknya industri makanan berbahan baku tepung terigu dan tepung gandum Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa saat ini telah semakin berkembang makanan olahan berbasis tepung terigu. Kondisi ini juga didukung dengan semakin banyaknya industri makanan berbahanbaku tepung terigu yang berkembang seperti UKM, Industri rumahtangga dan perusahaan-perusahaan besar. Hal ini dapat menjadi peluang pasar bagi agribisnis gandum lokal di Indonesia. 4) Analisis Ancaman a) Persaingan dengan gandum impor dan volume impor gandum semakin meningkat Kebutuhan tepung terigu dalam negeri mengakibatkan semakin tingginya volume impor gandum oleh Indonesia. Dari tahun ke tahun volume impor semakin meningkat dan pada tahun 2008 volume impor gandum mencapai nilai tertinggi sebesar 4,9 juta ton. Gandum lokal menghadapi persaingan dengan gandum impor. Gandum impor yang harganya lebih rendah dari gandum lokal dapat mengancam kelangsungan pengembangan gandum lokal karena gandum lokal akan sulit untuk memperoleh pasar dalam negeri.
89
7.1.3. Perumusan Strategi dengan Matriks SWOT Dalam menetapkan strategi pengembangan dan peningkatan dayasaing agribisnis gandum lokal di Indonesia digunakan alat analisis SWOT dengan menganalisis empat faktor seperti kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman dari agribisnsis gandum lokal Indonesia. Poin-poin dalam faktor tersebut diperoleh dari hasil analisis pada komponen Porter’s Diamond. Setelah menganalisis keempat faktor yang ada dibentuklah suatu matriks SWOT. Matriks tersebut mencoba untuk mempertemukan keempat faktor yang ada untuk merumuskan strategi-strategi yang saling mendukung (Tabel 20). Strategi S-O dirumuskan dengan menggunakan kekuatan dari agribisnis gandum lokal untuk memanfaatkan peluang yang ada, sedangkan strategi W-O dirumuskan dengan memanfaatkan peluang untuk meminimalkan kelemahan. Strategi S-T dirumuskan dengan menggunakan kekuatan agribisnis gandum lokal untuk mengatasi ancaman, sedangkan strategi W-T dirumuskan dengan meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman dari lingkungan eksternal.
90
Tabel 20. Matriks SWOT Agribisnis Gandum Lokal
Peluang (Opportunities-O) 1. Adanya lahan potensial di Indonesia 2. Banyak penelitian yang sudah dilakukan dan diaplikasikan 3. Adanya dukungan pemerintah dan APTINDO bagi agribisnis gandum lokal 4. Permintaan dalam negeri cenderung meningkat 5. Harga gandum dunia akan semakin meningkat 6. Semakin banyak industri makanan berbahanbaku tepung terigu Ancaman (Threats-T) 1. Persaingan dengan gandum impor 2. Volume impor gandum semakin meningkat
Kekuatan (Strength-S) 1. Aksesibilitas pupuk tidak sulit dan pada lahan bekas sayuran penggunaan pupuk dapat diminimalkan 2. Dari segi finansial usahatani gandum lokal layak untuk diusahakan 3. Produktivitas lahan semakin meningkat 4. Daya adaptasi gandum terhadap kekeringan tinggi 5. Infrastuktur mendukung 6. Adanya sembilan pabrik pengolahan gandum yang sudah berkembang Strategi S-O 1. Optimalisasi lahan gandum lokal (S1,S2,S3,S4,O1,O2 O3,O4,O5,O6) 2. Membangun industri berbasis gandum lokal di pedesaan (S2,S3,S4,S6,O3,O4, O5,O6) 3. Penguatan kelembagaan (S6,O3,O6) 4. Melakukan bimbingan, pembinaan, dan pendampingan bagi petani (S1,S2,S3,S4,S5, O1,O2,O3)
Strategi S-T 1. Meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi gandum lokal (S1,S2,S3,S4,S5,T1,T2) 2. Pembatasan volume impor (S2,S3,S6,T1,T2)
Kelemahan(Weaknesses-W) 1. Lahan yang digunakan semakin sedikit 2. Benih sulit diperoleh 3. Kurangnya minat petani untuk menanam gandum jika tidak ada bantuan pemerintah dan jaminan pasar 4. Belum ada dukungan modal dari lembaga permodalan 5. Petani belum memiliki jaminan pasar yang pasti bagi hasil panennya Strategi W-O 1. Melakukan kerjasama dengan industri makanan (W3,W4,W5,O3,O4,O5, O6) 2. Membentuk kerjasama dengan lembaga permodalan serta memberdayakan kelompok tani untuk melayani kegiatan simpan pinjam (W4,O3) 3. Mengatur ketersediaan benih (W1,W2,W3,O2,O3,O5) 4. Menciptakan varietas gandum baru untuk dataran rendah dan medium (W1,W2,O1,O2,O3,O5) 5. Melakukan sosialisasi dan promosi tentang agribisnis gandum kepada petani dan masyarakat (W1,W3,O2,O3,O4,O5) Strategi W-T 1. Menciptakan produk olahan gandum lokal yang berkualitas untuk segmen pasar tertentu (W3, W5, T1, T2)
91
1) Strategi S-O Strategi ini dibuat dengan memanfaatkan seluruh kekuatan yang dimiliki agribisnis gandum lokal untuk meraih dan memanfaatkan peluang yang ada dengan sebesar-besarnya. Adapun strategi yang dapat dilakukan antara lain: a) Optimalisasi lahan gandum lokal Adanya peran kesempatan berupa peningkatan permintaan gandum dalam negeri dan meningkatnya harga gandum dunia belum dimanfaatkan oleh kondisi permintaan domestik. Peran kesempatan yang saat ini telah mendukung kondisi sumberdaya diharapkan akan dapat mendukung pula kondisi permintaan. Adanya peran kesempatan juga harus dapat dimanfaatkan oleh pihak internal untuk meningkatkan produksi gandum dalam negeri untuk dapat memenuhi sebagian permintaan domestik. Hal ini dapat dilakukan melalui optimalisasi lahan potensial yang tersedia di Indonesia. Optimalisasi lahan yang didukung dengan kebijakan dan program dari pemerintah, dukungan dari stake holder, lembaga penelitian, dan perguruan tinggi akan mendorong tercapainya peningkatan produksi gandum lokal di
Indonesia.
Adapun
langkah-langkah
yang
dapat
dilakukan
untuk
mengoptimalkan lahan yaitu: (1) Perluasan lahan gandum dengan cara antara lain (Direktorat Budidaya Serealia 2007): (a) Membentuk demplot/daerah bukaan baru seluas 1-5 hektar dengan tujuan untuk mengenalkan dan mencontohkan kepada masyarakat/petani bahwa gandum dapat tumbuh dan berproduksi di daerahnya. Lahan yang digunakan untuk menanam diusahakan oleh Dinas Pemerintah Daerah dan pembiayaan sepenuhnya disediakan pemerintah. (b) Membentuk daerah binaan dengan memperluas pengusahaan lahan menjadi 5-25 hektar di daerah bukaan baru dengan mengajak partisipasi masyarakat/petani dan pemerintah setempat. Lahan yang diusahakan merupakan lahan petani dengan pembiayaan dari Pemerintah Pusat dan Daerah dalam bentuk subsidi berupa benih gandum, pupuk, biaya perlengkapan dan pendampingan untuk petani. (c) Membentuk daerah pemantapan dengan memperluas pengusahaan lahan di daerah binaan dengan luas pengusahaan lebih dari 25 hektar. Diharapkan
92
di daerah pemantapan petani telah mandiri dalam hal teknik budidaya dan pembiayaan. (2) Pemanfaatan gandum sebagai tanaman off season pada lahan sayuran dataran tinggi. (3) Pemanfaatan faktor kesempatan yang ada yaitu Program Counterpart Fund Second Kennedy Round (CF SKR) dengan optimalisasi produksi pada daerah yang telah dipilih yaitu Kabupaten Pasuruan-Jawa Timur dan Kabupaten TTSNTT. b) Membangun industri berbasis gandum lokal di pedesaan Saat ini teknologi pengolahan gandum lokal yang ada dipetani sangat minim dan sederhana sehingga belum dapat menghasilkan produk olahan yang optimal. Oleh sebab itu, perlu dibentuk agroindustri berbasis gandum lokal di pedesaan untuk melatih petani dalam memperoleh nilai tambah dari usahataninya. Pengembangan industri berbasis gandum lokal dilakukan dengan kerjasama antara petani, pabrik pengolahan makanan, industri makanan, dan pemerintah melalui Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian (Direktorat P2HP). c) Penguatan kelembagaan yang terkait dengan agribisnis gandum Kebijakan dan program pemerintah untuk mengembangkan agribisnis gandum lokal tidak akan tercapai jika tidak didukung oleh semua lembaga terkait Hal tersebut dapat tercapai apabila antar lembaga terkait telah terbina kerjasama yang kuat dan saling terintegrasi. Hubungan yang kuat antar lembaga terkait diharapkan dapat terjadi antara pemerintah, stake Holder/swasta, petani gandum lokal, Kelompok Tani, Lembaga Penelitian, Perguruan Tinggi, penyuluh, Lembaga Keuangan dan Lembaga Pemasaran. d) Melakukan bimbingan, pembinaan, dan pendampingan bagi petani Saat ini sebagian besar petani gandum lokal di Indonesia belum menguasai teknik budidaya gandum lokal. Karena itu diperlukan adanya bimbingan, pembinaan, dan pendampingan secara kontinu. Pelaksanaan bimbingan, binaan, dan pendampingan adalah sebagai berikut (Direktorat Budidaya Serealia 2008): 1) Bimbingan, bimbingan dilaksanakan melalui peninjauan lapang dengan terpusat pada penerapan teknologi gandum antara lain: penggunaan benih,
93
pengolahan tanah, pemupukan, pengendalian hama penyakit, panen dan pasca panen. 2) Pembinaan, pembinaan dapat dilakukan beberapa kali sesuai dengan perkembangan kegiatan. Kegiatan tersebut meliputi: pembinaan dan monitoring dalam rangka peningkatan produksi, pengamanan produksi dan pengawaan penyaluran sarana produksi di lapangan, serta pembinaan dalam rangka pengawasan sumber-sumber benih yang dilakukan oleh Balai Pengawasan Sertifikasi Benih (BPSB). Pembinaan dan monitoring dilakukan pada daerah-daerah yang produksinya masih rendah. Pembinaan dilakukan oleh petugas provinsi, kabupaten, dan Petugas Pemandu Lapang (PPL). 3) Pendampingan, pelaksanaan pendampingan dilakukan oleh Dinas Pertanian kabupaten/kota bersama dengan PPL yang bertujuan mengarahkan petani dalam penerapan teknologi mulai dari persiapan lahan sampai panen. 2) Strategi S-T Strategi ini menunjukan bagaimana menggunakan kekuatan yang dimiliki oleh agribisnis gandum lokal untuk menghindari atau mengurangi pengaruh dari ancaman. a) Meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi gandum lokal Berdasarkan keterkaitan antar komponen Porter’s Diamond dapat dilihat bahwa kondisi faktor sumberdaya belum mampu mendukung industri terkait dan industri pendukung, serta kondisi permintaan. Agar kondisi faktor sumberdaya dengan industri terkait dan industri pendukung serta kondisi permintaan dapat memiliki keterkaitan maka strategi yang harus dilakukan yaitu meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi gandum lokal. Peningkatan kualitas gandum lokal dapat dilakukan dengan cara perbaikan teknik budidaya. Adanya kekuatan berupa produktivitas lahan semakin meningkat dapat mendukung peningkatan kualitas dan kuantitas gandum. Hal ini dapat dilakukan melalui kerjasama antara petani dengan PPL dan Balai Pengawasan Sertifikasi Benih.
94
b) Melakukan pembatasan volume impor gandum Berdasarkan keterkaitan antar komponen Porter’s Diamond dapat dilihat bahwa peranan kesempatan tidak mendukung komponen industri terkait dan industri pendukung, untuk itu perlu dilakukan strategi yaitu dengan melakukan pembatasan volume impor, karena tingginya volume impor gandum dapat menghambat pengembangan agribisnis gandum lokal di Indonesia dan memperlemah kondisi dayasaing agribisnis gandum lokal. Selain itu, kondisi faktor sumberdaya dengan industri terkait dan industri pendukung memiliki keterkaitan yang tidak saling mendukung. Begitu juga dengan industri terkait dan industri pendukung memiliki keterkaitan yang tidak saling mendukung dengan komponen persaingan, stuktur, dan strategi. Diharapkan dengan adanya pembatasan volume impor, kondisi faktor sumberdaya yaitu petani dapat mendukung industri terkait dan industri pendukung dengan cara menyediakan gandum lokal untuk industri terkait dan pendukung, sebaliknya industri terkait dan industri pendukung akan dapat mendukung kondisi faktor sumberdaya dengan menjamin pasar dan pada akhirnya gandum lokal akan dapat bersaing dengan gandum impor yang telah ada. Saat ini seluruh kebutuhan gandum memang didatangkan dari impor, namun pembatasan impor perlu dilakukan agar produsen gandum termotivasi untuk meningkatkan produksinya. Pembatasan volume impor gandum ini dapat dilakukan dengan
membentuk kemitraan antara perusahaan pengolahan
gandum/pabrik tepung terigu dengan petani. Dengan pola kemitraan ini, petani memiliki tanggungjawab untuk menjamin ketersediaan pasokan gandum lokal dengan kualitas yang baik sesuai permintaan perusahaan besar. Sedangkan pabrik pengolahan gandum harus menyediakan kapasitas terpasang untuk pasokan gandum lokal dari petani. Hal ini dilakukan untuk menjamin pasar gandum lokal bagi petani serta memberikan bantuan permodalan kepada petani. Dalam hal ini dibutuhkan fasilitas dan dukungan dari pemerintah agar perusahaan besar dapat menyerap produksi gandum lokal dalam negeri. Selain itu, diperlukan pula adanya kebijakan dari pemerintah yaitu berupa penetapan bea masuk impor gandum.
95
3) Strategi W-O Strategi ini diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada untuk meminimalkan kelemahan internal yang dimiliki. Adapun strategi yang dapat dilakukan antara lain: a) Melakukan kerjasama dengan dengan industri makanan Selama ini petani gandum lokal tidak tau harus menjual kemana hasil panennya. Oleh sebab itu perlu dilakukan kerjasama dengan industri-industri makanan yang telah berkembang agar petani memperoleh jaminan pasar dan termotivasi untuk meningkatkan produksi gandum. Agar kerjasama tersebut dapat terjalin maka diperlukan dukungan pemerintah sebagai fasilitator untuk mengkomunikasikan antara petani dengan industri makanan yang ada. b) Bekerjasama dengan lembaga permodalan dan memberdayakan kelompok tani untuk melayani kegiatan simpan pinjam Modal merupakan komponen penting dalam kelangsungan agribisnis gandum lokal. Lembaga permodalan sangat diperlukan untuk menunjang berjalannya agribisnis gandum lokal secara berkelanjutan. Saat ini belum ada lembaga permodalan yang khusus menangani masalah modal untuk agribisnsis gandum lokal di Indonesia. Saat ini, masalah permodalan menjadi masalah yang sangat penting bagi petani karena permodalan hanya berasal dari swadana petani dan pembiayaan pemerintah. Jika pemerintah mengurangi program pembiayaan untuk pengembangan gandum lokal maka petani enggan untuk melanjutkan kegiatan usahatani gandum. Karena itu diperlukan adanya kerjasama antara petani dengan lembaga permodalan baik bank maupun non bank yang dapat mendukung permodalan bagi petani. Selain dari lembaga keuangan, sumber permodalan juga dapat dibentuk dari kelompok tani di daerah pengembangan. Kelompok tani dapat diberdayakan untuk melayani kegiatan simpan pinjam petani. c) Mengatur ketersediaan benih melalui kerjasama petani dengan Balai Pengawasan Sertifikasi Benih dan Pemerintah Benih merupakan input yang paling penting dan utama dalam kegiatan usahatani gandum lokal. Agar kegiatan usahatani gandum lokal dapat terus berjalan secara kontinu maka harus dijaga ketersediaannya. Karena itu diperlukan kebijakan pemerintah agar petani di daerah melaksanakan komitmen untuk menggunakan 30 persen hasil panennya sebagai benih. Tentu saja biji gandum
96
yang layak untuk dijadikan benih harus memenuhi persyaratan oleh sebab itu diperlukan kerjasama antara petani dengan Balai Pengawasan Sertifikasi Benih. d) Menciptakan varietas gandum baru yang cocok untuk ditanam di dataran medium dan rendah Meskipun masih tersedia lahan potensial dataran tinggi di Indonesia namun masih perlu diciptakan varietas gandum yang cocok untuk dataran medium dan rendah. Hal ini dilakukan untuk memperluas lahan pengusahaan gandum sehingga dapat meningkatkan produksi gandum lokal nasional. Penciptaan varietas gandum yang sesuai untuk dataran medium dan rendah dilakukan dengan penelitian yang dilakukan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Perguruan Tinggi dengan dukungan dari pemerintah dan stake holder. e) Melakukan sosialisasi dan promosi tentang agribisnis gandum lokal Berdasarkan keterkaitan antar komponen Porter’s Diamond dapat dilihat bahwa komponen persaingan, stuktur, dan strategi memiliki keterkaitan yang tidak saling mendukung dengan kondisi permintaan, karena strategi yang telah dilakukan belum mampu mendorong permintaan domestik kepada gandum lokal. Oleh sebab itu perlu dilakukan sosialisasi dan promosi kepada masyarakat luas untuk mengenalkan gandum sekaligus untuk mendorong permintaan domestik terhadap gandum lokal. Kegiatan ini dimaksudkan untuk mengenalkan agribisnis gandum kepada masyarakat dan petani sekaligus untuk mengubah mindset petani yang selama ini beranggapan bahwa gandum tidak dapat dibudidayakan di Indonesia. Sosialisasi dan promosi dapat dilakukan dengan kerjasama antara petani, pemerintah dan stake holder yang terkait melalui program-program dan kegiatan serta publikasi melalui media informasi. Dengan dilakukannya sosialisasi secara rutin diharapkan seluruh masyarakat Indonesia mengetahui dan mengenal gandum lokal serta turut mendukung pengembangan dan peningkatan dayasaing agribisnis gandum lokal di Indonesia. Dukungan masyarakat luas sangat dibutuhkan apalagi bagi masyarakat yang berperan sebagai petani dan sebagai konsumen gandum lokal.
97
4) Strategi W-T Strategi ini didasarkan pada kegiatan yang bersifat defensif dan berusaha meminimalkan kelemahan yang dimiliki dan menghindari ancaman yang ada. Strategi yang dapat dilakukan yaitu: a) Menciptakan produk olahan gandum lokal yang berkualitas untuk segmen pasar tertentu Saat ini pasar gandum lokal masih sangat kecil, selain itu gandum lokal memiliki persaingan yang ketat dengan gandum impor. Karena itu dibutuhkan strategi untuk meningkatkan dayasaing gandum lokal dengan meningkatkan nilai tambah gandum lokal. Hal ini dapat dilakukan dengan membentuk industri makanan yang memproduksi produk olahan gandum dengan kualitas tinggi dan berbeda dengan produk-produk olahan gandum impor yang telah berkembang saat ini. Produk olahan tersebut dapat diproduksi oleh kelompok industri kecil yang beranggotakan petani ataupun kerjasama antara petani dengan industri-industri makanan yang telah berkembang. Salah satu produk berkualitas yang dimaksud yaitu roti gandum utuh (whole wheat bread). Dari sudut pandang gizi, roti gandum utuh (whole wheat bread) memiliki nilai gizi yang lebih baik dibandingkan roti putih (white bread). Perbandingan kandungan gizi roti putih dengan roti gandum telah disajikan di Bab II Tabel 5. Selama ini jenis roti yang sudah cukup dikenal oleh pasar yaitu roti putih, sedangkan roti gandum utuh belum banyak dikenal oleh masyarakat. Oleh karena itu, diharapkan dengan diciptakannya produk olahan gandum yang berkualitas maka akan dapat meningkatkan nilai tambah gandum lokal. Namun, roti gandum utuh yang dimaksud harganya lebih tinggi dari roti putih biasa yang sudah ada hal ini dikarenakan roti gandum utuh berasal dari tepung gandum yang merupakan hasil penggilingan biji gandum utuh yang hanya dibuang kulit luarnya sehingga dari segi kualitas lebih baik dibandingkan roti putih. Hal ini menyebabkan harga roti dan tepung gandum lebih mahal dibanding roti putih biasa. Karena roti gandum memiliki kualitas dan harga yang lebih tinggi dari roti putih, maka roti gandum diciptakan untuk segmen-segmen pasar tertentu yaitu untuk konsumen yang bermasalah dengan kesehatannya serta untuk konsumsi golongan menengah keatas.
98
7.2.
Rancangan Arsitektur Strategik Pengembangan dan Peningkatan Dayasaing Agribisnis Gandum Lokal
7.2.1. Sasaran Agribisnis Gandum Lokal Di Indonesia Sasaran yang ingin dicapai agribisnis gandum lokal di Indonesia menurut Dirjen Tanaman Pangan (2008) yaitu terbentuknya desa industri berbasis gandum lokal pada tahun 2025, sasaran tersebut dilaksanakan melalui tiga periode: (a) Periode Jangka Pendek (sampai tahun 2008), dengan sasaran peningkatan produksi dan produktivitas (b) Periode Jangka Menengah (2009-2015), pengembangan agribisnis gandum lokal ditujukan kearah diversifikasi pangan (c) Periode Jangka Panjang
(2016-2025), sasaran yang ingin dicapai adalah
terbentuknya Desa Industri sehingga dapat mensubtitusi sebagian kebutuhan gandum dengan gandum lokal. 7.2.2. Tantangan Agribisnis Gandum Lokal Berdasarkan pada sasaran yang ingin dicapai agribisnis gandum lokal yaitu terbentuknya desa industri berbasis gandum lokal, agribisnis gandum mengalami beberapa tantangan antara lain: (1) Luas pengusahaan yang semakin sempit karena kurangnya minat petani (2) Kualitas dan kuantitas produksi gandum lokal rendah (3) Teknologi budiaya gandum belum dikuasai oleh sebagian besar petani (4) Sebagian besar masyarakat Indonesia tidak mengetahui bahwa gandum dapat dibudidayakan di Indonesia (5) Adanya mindset sebagian besar masyarakat Indonesia bahwa gandum tidak dapat dibudidayakan di Indonesia (6) Sumberdaya modal belum mendukung agribisnis gandum lokal (7) Tingginya volume impor setiap tahun 7.2.3. Program Pengembangan dan Peningkatan Dayasaing Agribisnis Gandum Lokal Bentuk nyata dari strategi yang telah dirumuskan dari hasil analisis SWOT adalah program-program yang disusun untuk meningkatkan dayasaing agribisnis gandum lokal dapat dilihat pada Tabel 21.
99
Tabel 21.
Program Pengembangan dan Peningkatan Dayasaing Agribisnis Gandum Lokal
Strategi Optimalisasi lahan gandum lokal
Membangun industri berbasis gandum lokal di pedesaan
Penguatan kelembagaan
Melakukan Bimbingan, Pembinaan dan Pendampingan bagi petani Melakukan kerjasama antara petani dengan industri makanan Menciptakan sumber permodalan bagi petani Mengatur ketersediaan benih Menciptakan varietas gandum baru (dataran rendah dan medium) Melakukan sosialisasi dan promosi agribisnis gandum lokal
Pembatasan volume impor Menciptakan produk olahan gandum yang berkualitas untuk segmen pasar tertentu
Program
Penanggung Jawab Petani, Departemen Pertanian (Deptan), Dinas Pertanian Daerah.
• Perluasan demplot (bukaan baru), daerah binaan dan daerah pemantapan • Pemanfaatan gandum sebagai tanaman off season pada lahan sayuran dataran tinggi • Pemanfaatan faktor kesempatan yang ada yaitu Program Countepart Fund Second Kennedy Round (CF SKR) dengan optimalisasi produksi pada daerah yang telah dipilih. Petani, Direktorat P2HP, • Sosialisasi dan Pelatihan tentang Dinas Pertanian Daerah, teknologi pengolahan produk gandum Pabrik Tepung Terigu, dipedesaan Kelompot Tani • Membentuk industri rumah tangga berbasis gandum lokal • Membentuk kelompok industri kecil berbasis gandum lokal • Membina kerjasama yang kuat dan Deptan,Badan Litbang Pertanian, Dinas Pertanian terintegrasi antar lembaga terkait • Optimalisasi setiap program yang ada di Daerah,APTINDO, Petani masing-masing lembaga terkait Dinas Pertanian Daerah, Pembinaan, bimbingan dan PPL pendampingan kepada petani mulai dari pengunaan benih, pengolahan lahan, penananam hingga panen dan pasca panen Membentuk pola kerjasama dengan pola Petani, pemerintah, Pabrik yang menguntungkan bagi petani dan Tepung Terigu, Industri industri makanan Makanan • Bekerjasama dengan lembaga keuangan Pemerintah, Stake holder, Lembaga Keuangan baik bank maupun nonbank • Memberdayakan kelompok tani untuk melayani kegiatan simpan pinjam petani Menyediakan 30 persen hasil panen untuk Dinas Pertanian daerah, kebutuhan benih yang dikawal oleh BPSB Petani, BPSB Perguruan Tinggi,Badan Penelitian dan pengembangan suntuk Litbang Pertanian,BATAN, menciptakan varietas gandum baru di Pemerintah dataran medium dan rendah Pemerintah, Perguruan Melakukan advokasi, sosialisasi dan Tinggi, dan Stake Holder promosi secara rutin kepada masyarakat luas melalui kegiatan langsung maupun publikasi melalui media sebagai upaya untuk merubah mindset petani dan masyarakat luas. • Melakukan kemitraan dengan pabrik • Pabrik Tepung Terigu tepung terigu • Menetapkan bea masuk impor gandum • Pemerintah Petani, Kelompok tani, Membentuk industri olahan makanan Industri Makanan yang memproduksi produk gandum utuh untuk segmen pasar tertentu
100
7.2.4. Tahapan Arsitektur Strategik Rancangan arsitektur strategi Agribisnis gandum lokal merupakan rekomendasi yang penulis berikan sebagai jawaban atas tantangan yang dihadapi agribisnis gandum lokal. Rancangan ini merupakan peta strategi (blue print strategy) untuk mencapai sasaran agribisnis gandum lokal, yaitu terbentuknya desa indusri berbasis gandum lokal. Setelah melalui serangkaian tahap pendekatan untuk membuat rancangan arsitektur strategi, hasilnya kemudian dipetakan ke dalam gambar yang disebut Arsitektur Strategik Agribisnis Gandum Lokal. Di dalamnya terdapat langkah-langkah yang akan ditempuh untuk mencapai sasaran agribisnis gandum lokal. Gambar arsitektur strategik agribisnis gandum lokal dapat dilihat pada Gambar 11. Sumbu X (horizontal) merupakan rentang waktu yang dipersiapkan agribisnis gandum lokal. Sumbu Y (vertikal) merupakan rentang kegiatan yang ingin dilakukan untuk mencapai sasaran agribisnis gandum lokal. Berdasarkan tantangan yang dihadapi agribisnis gandum lokal saat ini, terdapat serangkaian strategi untuk menghadapi tantangan yang membentang. Bagian yang ditandai dengan anak panah mengarah ke kanan atas merupakan perubahan atau transformasi yang akan dilalui untuk mencapai sasaran yang ingin dicapai. Berdasarkan program yang dicanangkan oleh pemerintah sasaran terbentuknya Desa Industri akan dicapai pada tahun 2025. Namun, dalam penelitian ini penulis mencoba merumuskan sasaran terbentuknya Desa Industri tidak terpaku pada tahun 2025 dan diharapkan dapat dicapai sebelum tahun 2025. Penulis membuat rancangan arsitektur strategi dengan membuat langkah-langkah yang akan ditempuh untuk mencapai sasaran terbentuknya Desa Industri. Untuk mengembangkan agribisnis gandum lokal di Indonesia dan mencapai sasaran terbentuknya Desa Industri terdapat dua rangkaian program yang akan dilakukan yaitu: a) Program yang dilaksanakan secara bertahap terdiri dari lima periode. Dalam setiap periode waktu terdapat beberapa program yang harus dilaksanakan, apabila setiap program pada periode I telah selesai dilaksanakan selanjutnya dilaksanakan program-program berikutnya pada periode II, begitu juga dengan periode berikutnya dilakukan seperti periode sebelumnya hingga berakhir
101
pada periode ke V. Dalam penentuan rentang waktu, penulis tidak menggunakan patokan tahun namun menggunakan periodisasi. Hal ini dimaksudkan agar program yang dilakukan tidak terpaku pada rentang waku yang telah ditetapkan sehingga setelah selesai dilaksanakan program pada periode I, program pada periode II dapat segera dilakukan tidak menunggu patokan waktu yang telah ditentukan, dengan rancangan arsitektur strategi ini diharapkan sasaran Desa Industri dapat lebih cepat tercapai sebelum tahun 2025. Adapun program-program yang dilaksanakan secara bertahap terdiri dari: 1) Periode I, program yang dilaksanakan meliputi: pemanfaatan faktor kesempatan berupa Program Countepart fund Second Kennedy Round (CF SKR), penelitian dan pengembangan untuk menciptakan varietas gandum baru di dataran medium dan rendah, serta membentuk kerjasama dengan lembaga keuangan baik bank maupun nonbank 2) Periode II, program yang dilaksanakan meliputi: penetapan bea masuk impor
gandum
dan
membentuk
pola
kemitraan
yang
saling
menguntungkan antara petani dengan pabrik tepung terigu. 3) Periode III, program yang dilaksanakan yaitu membentuk pola kerjasama antara petani dengan industri makanan. 4) Periode IV, program yang dilaksanakan antara lain: membentuk industri rumah tangga berbasis gandum lokal dan sosialisasi dan pelatihan tentang teknologi pengolahan produk gandum 5) Periode V, program yang dilaksanakan meliputi: membentuk industri makanan yang menghasilkan produk gandum utuh untuk pasar tertentu, membentuk kelompok industri kecil berbesis gandum lokal. b) Program yang dilaksanakan secara rutin atau terus menerus antara lain: 1) Perluasan demplot (bukaan baru), daerah binaan dan daerah pemantapan 2) Pemanfaatan gandum sebagai tanaman off season pada lahan sayuran dataran tinggi 3) Membina kerjasama yang kuat dan terintegrasi antar lembaga terkait 4) Optimalisasi setiap program yang ada di masing-masing lembaga terkait
102
5) Pembinaan, bimbingan dan pendampingan kepada petani mulai dari pengunaan benih, pengolahan lahan, penananam hingga panen dan pasca panen 6) Menyediakan 30 persen hasil panen untuk kebutuhan benih yang dikawal oleh BPSB 7) Melakukan kegiatan rutin berupa advokasi, sosialisasi dan promosi kepada masyarakat luas melalui kegiatan langsung maupun publikasi hasil kegiatan melalui media informasi 8) Memberdayakan kelompok tani untuk melayani kegiatan simpan pinjam petani
103
I
Sumbu Y (Rentang Kegiatan)
Membentuk kerjasama dengan lembaga keuangan (bank/non bank)
II
III
Membentuk industri rumah tangga berbasis gandum lokal
Membentuk pola kemitraan yang menguntungkan bagi petani pabrik tepung terigu
Pemanfaatan faktor kesempatan (Program CF SKR)
Penelitian dan pengembangan varieatas gandum baru (dataran rendah dan medium)
Membentuk kerjasama antara petani dengan industri makanan Penetapkan bea masuk impor gandum
Tantangan agribisnis gandum lokal: (1) Kurangnya minat petani (2) Kualitas dan kuantitas produksi gandum lokal masih rendah (3) Teknologi budiaya gandum belum dikuasai oleh sebagian besar petani (4) Sebagian besar masyarakat Indonesia tidak mengetahui bahwa gandum dapat dibudidayakan di Indonesia (5) Adanya mindset sebagian besar masyarakat Indonesia bahwa gandum tidak dapat dibudidayakan di Indonesia (6) Sumberdaya modal belum mendukung agribisnis gandum lokal
IV
Sosialisasi dan pelatihan teknologi pengolahan gandum di pedesaan
V
Membentuk industri makanan yang menghasilkan produk gandum utuh untuk segmen pasar tertentu
Sasaran: 1. Desa Industri 2. Mensubtitusi sebagian permintaan gandum domestik dengan gandum lokal
Membentuk kelompok industri kecil berbasis gandum lokal
Kegiatan yang dilakukan terus menerus: 1. Perluasan demplot (bukaan baru), daerah binaan dan daerah pemantapan 2. Pemanfaatan gandum sebagai tanaman off season pada lahan sayuran dataran tinggi 3. Membina kerjasama yang kuat dan terintegrasi antar lembaga terkait 4. Optimalisasi setiap program yang ada di masing-masing lembaga terkait 5. Pembinaan, bimbingan dan pendampingan kepada petani mulai dari pengunaan benih, pengolahan lahan, penananam hingga panen dan pasca panen 6. Menyediakan 30 persen hasil panen untuk kebutuhan benih yang dikawal oleh BPSB 7. Melakukan kegiatan rutin berupa advokasi, sosialisasi dan promosi kepada masyarakat luas melalui kegiatan langsung maupun publikasi hasil kegiatan melalui media informasi 8. Memberdayakan kelompok tani untuk melayani kegiatan simpan pinjam petani
Gambar 11. Arsitektur Strategik Agribisnis Gandum Lokal
Sumbu X (Rentang Periode)
104
VIII KESIMPULAN DAN SARAN 8.1. Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh beberapa kesimpulan yaitu: 1) Dalam sistem agribisnis gandum lokal di Indonesia, masing-masing subsistem agribisnis belum saling mendukung dan terkait satu sama lain. Hal ini terlihat pada subsistem agribisnis hulu yang belum terbentuk sehingga sarana produksi berupa benih masih sulit diperoleh. Selain itu, kegiatan usahatani juga belum mampu mendukung subsistem agribisnis hilir yang telah berkembang. 2) Dari tiap komponen dayasaing agribisnis gandum lokal, terdapat keterkaitan antar komponen yang saling mendukung dan tidak saling mendukung. Keterkaitan yang tidak saling mendukung lebih dominan dalam penelitian ini. Hal ini menunjukkan bahwa agribisnis gandum lokal yang baru dikembangkan di Indonesia dayasaingnya masih lemah. 3) Untuk mengembangkan dan mengingkatkan dayasaing agribisnis gandum lokal maka diperlukan strategi diantaranya adalah: a) Optimalisasi lahan gandum lokal b) Membangun industri berbasis gandum lokal di pedesaan c) Penguatan kelembagaan d) Melakukan bimbingan, pembinaan dan pendampingan bagi petani e) Membentuk kerjasama antara petani dengan industri makanan f) Menciptakan sumber permodalan bagi petani g) Mengatur ketersediaan benih h) Menciptakan varietas gandum baru untuk dataran rendah dan medium i) Melakukan sosialisasi dan promosi agribisnis gandum lokal j) Pembatasan volume impor k) Menciptakan produk olahan gandum lokal berkualitas tinggi untuk pasar tertentu l) Meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi gandum lokal 4) Berdasarkan hasil rancangan arsitektur strategik agribisnis gandum lokal di Indonesia maka untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan harus dilakukan
105
program kegiatan yang dilakukan terus-menerus dan kegiatan yang dilakukan secara bertahap. 8.2. Saran Beberapa saran yang dapat diberikan dari hasil penelitian ini antara lain: 1) Untuk dapat mewujudkan sasaran yang telah ditetapkan maka diperlukan kerjasama secara terintergrasi antar semua pihak yang terkait dari hulu hingga ke hilir. Pihak tersebut meliputi petani, Stake Holder, Pemerintah, Perguruan Tinggi, Lembaga peneliti dan seluruh pihak lain yang terkait. 2) Untuk dapat mengembangkan agribisnis gandum lokal di Indonesa diperlukan komitmen dari seluruh Stake Holder dan konsistensi kebijakan pemerintah terhadap pengembangan agribisnis gandum lokal di Indonesia. 3) Karena masih sedikitnya penelitian mengenai gandum di Indonesia, maka diperlukan adanya penelitian selanjutnya. Penelitian selanjutnya dapat membahas mengenai analisis usahatani gandum lokal, serta analisis dampak ekonomi dan sosial dari pengembangan agribisnis gandum lokal bagi petani di Indonesia.
106
DAFTAR PUSTAKA Abubakar M. 2008. Kebijakan Pangan, Peran Perum Bulog, dan Kesejahteraan Petani. http://www.setneg.go.id/index.php.[7 Mei 2009] Analisis Informasi Pasar Direktorat Pemasaran Internasional. 2008. Data Volume Impor Gandum berdasarkan Negara Pengekspor. Jakarta: Departemen Pertanian. [APTINDO] Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia. 2007. Laporan APTINDO Tahun 2007. Jakarta: APTINDO. [APTINDO] Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia. 2009. Peran Aptindo dalam Mendukung Pengembangan Gandum di Indonesia. Jakarta: APTINDO. Astawan M, 2008. Roti Gandum Perkecil Risiko Sakit Jantung. http://cybermed.cbn.net.id/cbprtl/cybermed/detail.aspx?x=Nutrition&y=cy bermed. [21 April 2009]. Berliana, Noviardi. 2008.Harga gandum tembus U$11/bushel. http// web.bisnis. com/edisi-cetak/edisi-hairan/komoditas/lid43092.html. [21 April 2009]. Bogasari. 2004. Referensi Industri. http://www.bogasariflour.com/ref_ind.htm.[7 Mei 2009]. Cahyani UE. 2008. Analisis Dayasaing dan Strategi Pengembangan Agribisnis Gula Indonesia [Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Cho DS, Moon HC. 2003. Evolusi Teori Dayasaing. Jakarta: Penerbit Salemba Empat. David FR. 2006. Manajemen Strategis: Konsep. Edisi 10. Buku 1. Stefanus Rahoyo, editor. Jakarta: Penerbit Salemba Empat. Terjemahan dari: Strategic Management: concepts and cases. Development Prospects Group, The World Bank. 2008. Wheat. http://siteresources. worldbank.org/wheat.EN.pdf. [16 maret 2009]. Dirjen Bina Produksi Tanaman Pangan. 2001. Teknologi Produksi Gandum. Jakarta: Departemen Pertanian. Dirjen Bina Produksi Tanaman Pangan. 2003. Pedoman Teknis Peningkatan Produktivitas Gandum. Jakarta: Departemen Pertanian.
107
Direktorat Budidaya Serealia. 2008. Inventarisasi Pengembangan Gandum. Jakarta: Departemen Pertanian. Direktorat Budidaya Serealia. 2008. Laporan Khusus 2008. Jakarta: Departemen Pertanian. Dirjen Tanaman Pangan. 2007. Sosialisasi Pengembangan Gandum. Jakarta: Departemen Pertanian. Dirjen Tanaman Pangan. 2008. Bahan Publikasi: Pengembangan Gandum Jakarta: Departemen Pertanian. Dirjen Tanaman Pangan. 2008. Rencana Teknis Pengembangan Gandum. Jakarta: Departemen Pertanian. Handoko I. 2007. Gandum 2000: Penelitian Pengembangan Gandum di Indonesia. Bogor: Seameo Biotrop. Hasbullah J. 2009. Beban Kependudukan Pulau Jawa. http://www.ahmadheryawan.com/opini-media/sosial-politik/2583-bebankependudukan-pulau-jawa.pdf .[7 Mei 2009]. Mutiaratri DA. 2005. Analisis Peramalan dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Impor Gandum di Indonesia [Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Patola E. 2006. Dukungan Perguruan Tinggi dalam Upaya Pengembangan Gandum di Jawa Tengah. INNOFARM : Jurnal Inovasi Pertanian Vol. 4, No.2,2006. (97-105) Universitas Slamet Riyadi. http://unisri.ac.id/faperta. [3 April 2009]. Porter ME. 1990. The Competitive Advantage of Nation. The Free Press. Rangkuti F. 2006. Analisis SWOT: Teknik Membedah Kasus Bisnis. Edisi Kedua Belas. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Rifqie AS. 2008. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Usahatani Kubis (Studi Kasus di Desa Cimenyan, Kecamatan Kimenyan, Kabupaten Bandung [Skripsi].. Bogor:Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Sa’id EG, Prastiwi YE. 2005. Agribisnis Syariah penelitian gandum fakultas pertanian). INNOFARM : Jurnal Inovasi Pertanian Vol. 7, No. 1, 2008. (95-102). Universitas Slamet Riyadi. http://unisri.ac.id/faperta. [3 April 2009].
108
Sawit MH. 2003. Kebijakan Gandum/Terigu: Harus Mampu Menumbuh dan Mengmebangkan Industri Pangan dalam Negeri. Analisis Kebijakan Pertanian. Volume I no 2, Juni 2003. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Suryana A. 2001. Kebijakan Ketahanan Pangan. Di dalam Supartono dan Haryadi, editor. Prosiding Seminar Ketahanan Pangan. Yogyakarta. Hlm 1-8. Wheat
scenario. 2009. Wheat scenario at global level. http://agropedia.iitk.ac.in/?q=content/wheat-scenario.judul.[8 Mei 2009].
Yoshida Diah Tuhfat. 2006. Arsitektur Strategik: Solusi meraih kemenangan dalam dunia yang senatiasa berubah. Jakarta: Elek Media Komputindo.
109
Lampiran 1. Pendapatan Usahatani Gandum Lokal per Musim Tanam per Hektar* Uraian A. Penerimaan B. Biaya Tunai 1. Sarana Produksi a. Benih b. Pupuk Urea c. Pupuk SP36 d. Pupuk KCl f. Pestisida (Drusban) 2. Tenaga Kerja a. Pengolahan tanah b. Penanaman c. Pemupukan d. Pemanenan 3. Biaya Angkut 4. Biaya Operasional (penggunaan thresher) 5. Biaya Operasional (Penggunaan Sprayer) 6. Pajak Tanah Total Biaya Tunai C. Biaya Tidak Tunai 1. Sewa Tanah 2. Tenaga Kerja dalam Keluarga a. Pengolahan Tanah b. Penanaman c. Pemupukan d. Pemanenan Total Biaya Tidak Tunai Biaya Total D. Pendapatan Atas Biaya Tunai E. Pendapatan Atas Biaya Total F. R/C Atas Biaya Tunai G. R/C Atas Biaya Total
Satuan
Jumlah
Harga (Rp)
Nilai (Rp)
4.000
3.000
12.000.000
kg kg kg kg liter
100 200 100 100 3
7.000 1.200 1.550 2.000 55.000
700.000 240.000 155.000 200.000 165.000
HOK HOK HOK HOK kg
130 60 20 180 4.000
15.000 15.000 15.000 15.000 100 150.000
1.950.000 900.000 300.000 2.700.000 400.000 150.000
50.000
50.000
25.000
25.000 7.935.000
800.000
800.000
15.000 15.000 15.000 15.000
300.000 300.000 300.000 300.000 2.000.000 9.935.000 4.065.000 2.065.000 1,51 1,21
kg
HOK HOK HOK HOK
20 20 20 20
Keterangan : *) Kondisi pertanaman gandum di dataran tinggi Kabupaten Pasuruan-Jawa Timur, Tahun 2008
110
Lampiran 2. Pendapatan Usahatani Kentang per Musim per Hektar Uraian
Satuan
A. Penerimaan B. Biaya Tunai 1. Sarana Produksi a. Benih b. Pupuk - Pupuk NPK - Pupuk ZA - Pupuk kandang c. Pestisida - Mancozeb - Simoxanil - Prefikur - Drusban - Apamektin d. Perekat/perata 2. Tenaga Kerja a. Pengolahan Tanah b. Perataan, Penanaman dan Pemupukan I c. Pemupukan II d. Pembumbunan e. Pengendalian Hama Penyakit f. Pemanenan g. Pemasangan Ajir dan Penalian 3. Sewa Sprayer 4. Bensin Sprayer 3. Biaya Angkut 4. Biaya Ajir 5. Waring 6. Tali rafia 7. Biaya Sortasi 8. Biaya Pengangkutan Waring Total Biaya Tunai C. Biaya Tidak Tunai 1. Tenaga Kerja Keluarga a. Pengolahan Tanah b. Perataan, Penanaman dan Pemupukan I c. Pemupukan II d. Pembumbunan e. Pengendalian Hama dan Penyakit f. Pemanenan g. Pemasangan Ajir dan Penalian 2. Sewa Lahan Total Biaya Tidak Tunai Biaya Total Pendapatan atas Biaya Tunai Pendapatan atas Biaya Total R/C atas Biaya Tunai R/C atas Biaya Total
kg
20.000
Harga (Rp) 3.500
Nilai (Rp) 70.000.000
kg
1.500
7.500
11.250.000
kg kg kg
800 600 10.000
1.900 1.200 300
1.520.000 720.000 3.000.000
kg kg liter liter liter liter
60 10 10 15 10 15
67.000 120.000 185.000 55.000 600.000 25000
4.020.000 1.200.000 1.850.000 825.000 6.000.000 375.000
HOK HOK
160 80
15.000 15.000
2.400.000 1.200.000
60 40 60 110 50 20 50 20.000 33.000 200 4 200 200
15.000 15.000 15.000 15.000 15.000 15.000 6.000 100 100 1.750 73.000 500 1.000
900.000 600.000 900.000 1.650.000 750.000 300.000 300.000 2.000.000 3.300.000 350.000 292.000 100.000 200.000 46.002.000
HOK HOK
40 40
15.000 15.000
600.000 600.000
HOK HOK HOK
40 40 40
15.000 15.000 15.000
600.000 600.000 600.000
HOK HOK
40 40
15.000 15.000 800.000
600.000 600.000 800.000 5.000.000 51.002.000 23.998.000 18.998.000 1,52 1,37
HOK HOK HOK HOK HOK 1 x semprot liter kg batang kg waring waring
Jumlah
Keterangan : *) Kondisi pertanaman kentang di dataran tinggi Kabupaten Pasuruan-Jawa Timur, Tahun 2008
111
Lampiran 3. Pendapatan Usahatani Kubis per Musim Tanam per Hektar* Uraian Total Penerimaan Biaya Tunai Biaya Diperhitungkan Total Biaya Pendapatan atas Biaya Tunai Pendapatan atas Biaya Total R/C atas Biaya Tunai R/C atas Biaya Total
Nilai (Rp) 17.066.646 6.412.314 5.827.903 12.240.217 10.564.332 4.826.429 2,66 1,39
Keterangan : *) Kondisi pertanaman kubis di dataran tinggi Kabupaten Bandung-Jawa Barat, Tahun 2008 Sumber: Rifqie (2008)
112
Lampiran 4. Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Gandum Lokal Tahun 2004-2008
Provinsi
Aceh Sumut Sumbar Jambi Sumsel Bengkulu Lampung Jabar Jateng Jatim NTB NTT Kalbar Kaltim Sulsel
Luas Panen (ha) 1 2 5 1 13 15 114,5 1 2 25
Total
179,75
2004 (ha) Produkivitas (ton/ha)
Produksi (ton)
Luas Panen (ha)
2005 (ha) Prdktvts Produksi (ton/ha) (ton)
1,5 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5
1,5 3 7,5 1,5 19,5 22,5 172,13 1,5 3 37,5
5 10 25 20 10 33,5 76,5 140,25 5 25 5 10 30
1,5 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5
7,5 15 37,5 30 15 50,25 114,75 210,38 7,5 37,5 7,5 15 45
1,5
269,63
395,25
1,5
592,88
Tahun 2006 (ha) Luas Prdktvts Produksi Panen (ton/ha) (ton) (ha) 20 30 1,5 102 204 2,0 70 140 2,0 7 10,5 1,5 85 127,5 1,5 284
1,7
512
Luas Panen (ha)
2007 (ha) Prdktvts Produksi (ton/ha) (ton)
20 25 69 106,5 30 2
2,0 2,0 2,0 2,0 1,5 1,5
40 50 138 212,5 45 3
Luas Panen (ha) 20 21 39 84 10 10
252,50
1,83
488,50
184
2008 (ha) Prdktvts Produksi (Kw/ha) (Ton) 2,0 2,0 0,19 2,73 15 2,89
40 42 7,72 229,49 15 28,9
1,88
363,11
Sumber: Direktorat Budidaya Serealia (2008)
113
Lampiran 5. Daftar Nama Kelompok Tani di Lokasi Pengembangan Gandum Tahun 2008 Provinsi Jawa Barat
Bandung
Arjasari Pasir Jambu Cikancung
Arjasari Cibodas Mandalasari Mekarlaksana
Nama Kelompok Tani Laksanamekar Delta Agroraya Rahayu Mandalawangi 1
Jawa Tengah
Karanganyar
Jatiyoso Tawangmangu Ngargoyoso Jenawi
Beruk Karanglo Berjo Segoro Gunung Anggramanis
Giri Tani Adil Sumber rejeki Citra Lawu Bumi Aji III
Semarang
Getasan
Wates
Madyo Laras
Pasuruan
Tosari
Podokoryo
Tani Makmur Barokah Karya Mandiri Gapoktan Guyup Rukun Barokah Karya Mandiri Gapoktan Guyup Rukun Gapoktan Guyup Rukun
Jawa Timur
Kabupaten
Kecamatan
Desa
Tosari Ngadiwono
Bengkulu
Bengkulu
Bermani Ulu Raya
Air Bening
Maju Bersama I dan II
NTT
Manggarai TTS
L Rembong Amanuban Barat
Tenda Oof
Jasa Karya Sukamaju
Sumber: Direktorat Budidaya Serealia (2008)
114