ANALISIS DAYASAING DAN RUMUSAN STRATEGI PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KOPI INDONESIA
SARI NALURITA
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Dayasaing dan Rumusan Strategi Pengembangan Agribisnis Kopi Indonesia adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Agustus 2014 Sari Nalurita NIM H451100171
RINGKASAN SARI NALURITA. Analisis Dayasaing dan Rumusan Strategi Pengembangan Agribisnis Kopi Indonesia. Dibimbing oleh RATNA WINANDI dan SITI JAHROH. Indonesia merupakan eksportir keempat dunia untuk komoditi kopi, dengan peran rata-rata sebesar 4.76 persen terhadap total ekpor dunia. Brazil menempati posisi pertama dengan peran rata-rata sebesar 24.30 persen, diikuti dengan Vietnam sebesar 17.94 persen dan Colombia sebesar 10.65 persen (ICO, 2012). Selain dijadikan sebagai komoditas ekspor, kopi juga berkembang di dalam negeri. Industri kopi domestik tidak hanya bertumpu pada komoditas primer semata (dalam bentuk biji kopi) melainkan dalam bentuk olahan guna memperoleh nilai tambah dan meningkatkan dayasaing yang akan meningkatkan konsumsi domestik. Secara garis besar industri kopi Indonesia digolongkan kedalam tiga skala usaha, yaitu industri kopi olahan kelas kecil, industri kopi olahan kelas menengah dan industri kopi olahan kelas besar. Guna mendorong keberlanjutan perkopian nasional dimasa mendatang, maka diperlukan kegiatan penelitian dan pengembangan yang dapat menghasilkan pencapaian strategi pengembangan agribisnis kopi Indonesia. Berdasarkan uraian tersebut maka tujuan penelitian ini adalah : (1) Menganalisis dayasaing agribisnis kopi di Indonesia secara komparatif dan kompetitif (2) Menganalisis dan merumusan strategi yang tepat untuk meningkatkan dayasaing tersebut Jenis dan sumber data yang digunakan adalah data primer dan sekunder, data primer diambil dengan metode wawancara. Data sekunder berupa data time series tahun 2008 sampai 2013. Metode analisis yang digunakan untuk menganalisis dayasaing komparatif dengan RCA dan analisis dayasaing kompetitif dengan Berlian Porter. Analisis dayasaing kopi secara komparatif dari tahun 2008-2013 menggunakan RCA menghasilkan RCA rata-rata setiap tahunnya sebesar 5.56, hal ini menunjukkan bahwa kopi Indonesia berdayasaing eskpor dibandingkan dengan komoditi ekspor Indonesia lainnya. Analisis dayasaing secara kompetitif menggunakan Berlian Porter dengan enam komponen yaitu komponen faktor produksi (SDA, IPTEK, SDM), komponen permintaan, industri terkait dan pendukung, struktur, persaingan dan strategi serta peran pemerintah dan peran kesempatan, sebagian besar mendukung dayasaing kopi Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari kekuatan dan peluang yang terdapat dalam analisis SWOT yang diturunkan dari analisis dayasaing secara kompetitif menggunakan Berlian Porter. Hasil analisis dan rumusan strategi SWOT adalah menghasilkan strategi terpilih S-O yaitu meningkatkan ekspor kopi Robusta olahan (produk diverensiasi) dan produksi kopi spesial. Strategi yang dapat dilakukan adalah dengan promosi dan pameran, diversifikasi produk dan pemanfaatan kafe-kafe kopi siap minum. Kata kunci: keunggulan kompetitif, keunggulan komparatif, Berlian Porter, RCA
SUMMARY SARI NALURITA. Competitiveness Analysis and Agribusiness Development Strategy of Indonesian Coffee. Supervised by RATNA WINANDI and SITI JAHROH. Indonesia is the world's fourth exporter of coffee, with the role of an average of 4.76 percent of total world exports. Brazil took first place with an average role of 24.30 percent, followed by Vietnam at 17.94 percent and 10.65 percent of Colombia (ICO, 2012) In addition to be used as an export commodity, coffee is also grown in the country. Domestic coffee industry not only rely on primary commodities alone (in the form of coffee beans) but rather in the form of value-added processed in order to obtain and increase the competitiveness that will boost domestic consumption. Broadly speaking Indonesian coffee industry are classified into three business scale, the small class, middle class and large class of processed coffee industry. In order to promote the sustainability of national coffee in the future, it is necessary to research and development activities that may result in the achievement of Indonesian coffee agribusiness development strategy. Therefore the objectives of this research are: (1) To analyze the competitiveness of Indonesian coffee comparative and competitivety (2) To analyze and formulate the appropriate strategies to improve the competitiveness. From 2008 to 2013 RCA value of Indonesia was 5.56 on average annually, indicate that Indonesia coffee exports is more competitive compared to other Indonesian export commodities. Competitive analysis of Porter's Diamond with six components, namely the component factors of production (natural resources, science and technology, human resources), component demand, related and supporting industries, structure, competition and strategy as well as the role of government and the role of chance, mostly support the competitiveness of Indonesian coffee. It can be seen from the strengths and opportunities in the SWOT analysis which are derived from the analysis of Porter's Diamond. The results of SWOT analysis and strategy formulation is S-O strategy that produces strategy to increase exports of processed Robusta coffee (divers products) and production of specialty coffee. The strategy is to do with the promotion and exhibition, divers product and utilization of cafes that serve ready to drink coffee. Keywords: competitive advantage, comparative advantage, Porter’s Diamond , RCA
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
i
ANALISIS DAYASAING DAN RUMUSAN STRATEGI PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KOPI INDONESIA
SARI NALURITA
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Magister Sains Agribisnis
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
ii
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Suharno, M.ADev
iii
Judul Tesis : Analisis Dayasaing dan Rumusan Strategi Pengembangan Agribisnis Kopi Indonesia Nama : Sari Nalurita NIM : H451100171
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Dr Ir Ratna Winandi, MS Ketua
Siti Jahroh, Ph.D Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Magister Sains Agribisnis
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian: 27 Agustus 2014
Tanggal Lulus:
iv
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2013 ini ialah dayasaing, dengan judul Analisis Dayasaing dan Rumusan Strategi Pengembangan Agribisnis Kopi Indonesia. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Ratna Winandi, MS dan Siti Jahroh, Ph.D selaku pembimbing, serta Dr Ir Suharno, M.ADev dan Dr. Amzul Rifin, SP, MA yang telah bersedia sebagai penguji dan banyak memberi saran guna memperkaya penulisan tesis ini. Di samping itu saya ucapkan terimakasih kepada Sayuti, MSi selaku peneliti di Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Bogor dan Balai Besar Industri Agro yang telah bersedia membantu penulis dalam memperoleh informasi keragaan kopi Indonesia. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada orang tua saya Dra Sair, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2014 Sari Nalurita
v
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
i
DAFTAR GAMBAR
ii
DAFTAR LAMPIRAN
iii
1 PENDAHULUAN ............................................................................................... 1 Latar Belakang ............................................................................................... 1 Perumusan Masalah ....................................................................................... 2 Tujuan Penelitian ........................................................................................... 3 Manfaat Penelitian ......................................................................................... 4 Ruang Lingkup Penelitian ............................................................................. 4 2 TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................... 4 Analisis Strategi Pengembangan Agribisnis Komoditas Pertanian ............... 4 Daya Saing Kopi ............................................................................................ 7 3 KERANGKA PEMIKIRAN ................................................................................ 8 Kerangka Pemikiran Teoritis ......................................................................... 8 Kerangka Pemikiran Operasional ................................................................ 14 4 METODOLOGI PENELITIAN ......................................................................... 16 Jenis dan Sumber Data................................................................................. 16 Metode Analisis ........................................................................................... 17 5 AGRIBISNIS KOPI INDONESIA .................................................................... 21 Perdagangan Kopi Dunia ............................................................................. 21 Agribisnis Kopi Indonesia ........................................................................... 27 6 DAYASAING AGRIBISNIS KOPI INDONESIA ........................................... 34 Analisis Keunggulan Komparatif Kopi Indonesia di Pasar Internasional ... 34 Analisis Keunggulan Kompetitif Kopi Indonesia dengan Komponen Sistem Berlian Poter ................................................................................................ 36 7 STRATEGI PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KOPI INDONESIA ............. 46 Analisis Komponen Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman ........... 47 Matriks Faktor Strategi Eksternal (External Factor Analysis Strategy) dan Faktor Strategi Internal (Internal Factor Analysis Strategy) ....................... 49 Perumusan Strategi dengan Matriks SWOT ................................................ 50
vi
8 KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................................... 55 Kesimpulan .................................................................................................. 55 Saran ............................................................................................................. 55 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 56 DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................................
DAFTAR TABEL 1.
Jenis dan Sumber Data yang Digunakan ....................................................... 17
2.
Jumlah Produksi Negara-negara Produsen Utama Kopi Dunia Tahun 20082013 (000 Ton) ............................................................................................... 22
3.
Luas Areal Perkebunan Kopi Seluruh Indonesia Menurut Pengusahaan Lahan Tahun 2008-2014 (Ha) ................................................................................... 28
4.
Produksi Kopi Indonesia Tahun 2008-2014 (Ton)......................................... 29
5.
Nilai Ekspor Kopi Indonesia dan Dunia serta Pangsa Pasar Kopi Indonesia pada Dunia Tahun 2008-2013 ........................................................................ 35
6.
Analisis RCA Kopi Indonesia di Pasar Internasional Tahun 2008-2013 ....... 35
7.
Luas Lahan, Jumlah Produksi dan Produktivitas Kopi Indonesia Tahun 20082014 ................................................................................................................ 37
8.
Jumlah Konsumsi Kopi Indonesia Tahun 2010-2014 ................................... 41
9.
Perkembangan Ekspor Kopi Indonesia ke Tiga Negara Utama Tujuan Ekpor Tahun 2008-2012 ........................................................................................... 42
10. Pangsa pasar (market share) Lima Merek Kopi Tahun 2009-2011 ............... 44 11. Analisis Concentration Ratio (CR4) ............................................................... 45 12. Analisis Komponen Kekuatan, Kelemahan, Peluang, dan Ancaman ............. 48 13. Matriks EFAS dan IFAS ................................................................................ 49 14. Matriks SWOT Agribisnis Kopi Indonesia .................................................... 51 15. Program Dayasaing dan Pengembangan Agribisnis Kopi Indonesia ............. 54
DAFTAR GAMBAR 1. Lingkup Pengembangan Sistem Agribisnis ....................................................... 9 2. Porter’s Diamond ........................................................................................... 11
vii
3. Kerangka Pemikiran Operasional ................................................................... 16 4. Kurva Perkembangan Produksi Lima Negara Produsen Kopi Utama Dunia Tahun 2008-2013 ............................................................................................ 22 5. Perkembangan Produksi Kopi Dunia Tahun 2008-2013 ................................ 23 6. Perkembangan Konsumsi Kopi Dunia Tahun 2009-2013 .............................. 24 7. Perkembangan Ekspor Kopi Dunia Tahun 2009-2012 ................................... 25 8. Perkembagan Empat Negara Pengeskpor Kopi Terbesar Dunia Tahun 20082012 ................................................................................................................. 25 9. Perkembangan Import Kopi Dunia Tahun 2009-2012 .................................... 26 10. Pohon Industri Kopi Indonesia........................................................................ 30 11. Bagan Saluran Pemasaran Kopi Indonesia ..................................................... 33 12. Perkembangan Luas Perkebunan Kopi TAhun 2008-2014 ............................. 38 13. Perkembangan Ekspor Kopi Indonesia Berdasarkan Jenis, Tahun 2008-2014 ......................................................................................................................... 42
DAFTAR LAMPIRAN 1. Nilai Ekspor dan Pangsa Pasar Empat Negara Utama Pengekspor Kopi Dunia Tahun 2008-2013 ............................................................................................. 58 2. Hasil Analisis Concentration Ratio (CR4) ....................................................... 59 3. Tabel Jumlah Perusahaan Kopi Olahan yang Tersebar di Seluruh Provinsi Indonesia Tahun 2009 ..................................................................................... 60 4. Daftar Perusahaan Eksportir Kopi Indonesia Tahun 2011 ............................... 61
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Agribisnis merupakan salah satu subsektor yang memberikan kontribusi besar dalam pencapaian surplus perdagangan Indonesia dari sektor pertanian. Sektor ini merupakan sektor yang sangat luas. Terdapat beberapa subsektor yang meliputi sektor pertanian, yaitu subsektor tanaman pangan, perikanan, hortikultura, perkebunan, perikanan, dan kehutanan. Berdasarkan subsektor perkebunan terdapat komoditi-komoditi yang memiliki peranan penting dalam perkembangan agribisnis di Indonesia. Kopi merupakan salah satu komoditas perkebunan unggulan Indonesia, khususnya untuk ekspor. Komoditas ini memiliki peranan penting khususnya sebagai sumber devisa, penyedia lapangan kerja, dan sebagai sumber pendapatan bagi petani ataupun pelaku ekonomi lainnya yang berhubungan dengan kopi. Sebagai penyedia lapangan kerja, perkebunan kopi mampu menyediakan lapangan kerja bagi dua juta petani kopi di Indonesia atau sekitar 1.7 persen dari total angkatan kerja pada tahun 2011. Mayoritas petani kopi tersebut menggantungkan hidupnya pada kopi sebagai sumber pendapatan utama (Ditjenbun 2012). Indonesia merupakan eksportir ke empat dunia untuk komoditi kopi, dengan peran rata-rata sebesar 4.76 persen terhadap total ekpor dunia. Brazil menempati posisi pertama dengan peran rata-rata sebesar 24.30 persen, diikuti dengan Vietnam sebesar 17.94 persen dan Colombia sebesar 10.65 persen (ICO, 2012). Terdapat lebih dari 50 negara tujuan ekspor kopi Indonesia. Negara tujuan ekspor kopi Indonesia yang utama adalah Amerika Serikat dengan peran pasar rata-rata sebesar 19.35 persen dari total ekspor kopi Indonesia. Diikuti oleh Jepang, Jerman dan Italia, masing-masing dengan peran pasar rata-rata sebesar 14.96 , 15.88 , dan 6.71 persen (Departemen Perdagangan, 2010). Tingkat konsumsi kopi per kapita masyarakat Indonesia tergolong sangat rendah dibandingkan dengan negara-negara pengimpor seperti masyarakat Eropa yang rata-rata mengkonsumsi kopi diatas lima kg/kapita/tahun dan Amerika Serikat di atas empat kg/kapita/tahun, sedangkan konsumsi kopi masyarakat Indonesia hanya sebesar 0.45 kg/kapita/tahun (International Coffee Organization, 2011). Selain dijadikan sebagai komoditas ekspor, kopi juga berkembang di dalam negeri. Industri kopi domestik tidak hanya bertumpu pada komoditas primer semata (dalam bentuk biji kopi) melainkan dalam bentuk olahan guna memperoleh nilai tambah dan meningkatkan daya saing yang akan meningkatkan konsumsi domestik. Secara garis besar industri kopi Indonesia digolongkan kedalam tiga skala usaha, yaitu industri kopi olahan kelas kecil, industri kopi olahan kelas menengah dan industri kopi olahan kelas besar. Pada awalnya industri pengolahan kopi hanya memproduksi kopi bentuk bubuk biasa. Akan tetapi,seiring perkembangan jaman dan perubahan gaya hidup masyarakat, terutama masyarakat perkotaan, yang cenderung konsumtif dan menyenangi produk instan, mengakibatkan produsen kopi mulai melakukan inovasi dengan memproduksi kopi bubuk dalam bentuk instan. Dengan demikian produk olahan kopi yang beredar dipasaran saat ini, antara lain; (1) kopi bubuk,
2
yaitu `kopi yang biasa diperdagangkan dan dijual dalam bentuk bubuk dengan berbagai merek, (2) Kopi bubuk instan merupakan campuran kopi dan gula saja dan (3) campuran antara kopi, gula, dan susu dengan berbagai merek, (4) Coffeemix merupakan campuran kopi, gula, dan krimer yang dikemas dengan berbagai merek dan (5) Kopi Cappucino merupakan campuran kopi, krim, dan susu yang dalam penyajiannya biasa ditambahkan whipped cream yang ditaburi dengan bubuk kayu manis. Industri pengolahan kopi di Indonesia mulai berkembang sejak tahun 1928 dengan didirikannya pabrik kopi bubuk pertama di Sidoarjo, Jawa Timur. Banyaknya perusahaan yang bergerak dalam industri kopi olahan dikarenakan kemudahan keluar masuk pasar yang rendah membuat kondisi persaingan semakin ketat terutama antara produsen skala besar (market leader) dengan produsen skala kecil (market follower). Lebih dari 106 juta bag kopi (1 bag = 60 Kg) dikonsumsi masyarakat Indonesia setiap tahunnya (Wahyudian, 2002). Banyak perusahaan kopi olahan di Indonesia memproduksi jenis kopi instan. Perusahaan yang memproduksi kopi instan yang mereknya cukup terkenal dikalangan masyarakat Indonesia diantaranya diproduksi oleh PT Nestle Beverage Indonesia dengan merek Nescafe, PT. Sari Incofood dengan merek dagang Indocafe, PT. Mayora Indah, Tbk dengan merek Torabika dan PT. Santos Jaya Abadi dengan beberapa merek seperti ABC, Kapal Api, dan Good Day. Pangsa pasar kopi instan dikuasai oleh Kapal Api yang diproduksi PT. Santos Jaya Abadi sebesar 35.7 persen pada tahun 2011 (Yuyanti, 2012). Pada era globalisasi perdagangan dewasa ini, kondisi persaingan semakin ketat dimana masing-masing negara saling membuka pasarnya. Pengembangan produk diversifikasi kopi olahan, seperti roasted coffee, instant coffee, coffee mix, decaffeinated coffee, soluble coffee, kopi bir (coffee beer), ice coffee mempunyai arti penting, karena dapat menjadi komoditas unggulan yang mempunyai daya saing tinggi di pasar internasional. Indonesia sebagai negara tropis disamping berpeluang untuk pengembangan produk diversifikasi kopi olahan tersebut diatas, juga berpotensi untuk pengembangan produk industri pengolahan kopi specialties dengan rasa khas seperti; Lintong Coffee, Lampung Coffee, Java Coffee, Kintamani Coffee, Toradja Coffee. Berdasarkan latar belakang perlunya mengetahui bagaimana dayasaing agribisnis kopi Indonesia kemudian merumuskan strategi-strategi untuk mengembangkan agribisnis kopi Indonesia.
Perumusan Masalah Permasalahan yang di hadapi agribisnis kopi Indonesia cukup kompleks, mulai dari hulu (on farm) hingga ke hilir. Di sisi on farm, tingkat produktivitas kopi Indonesia lebih rendah dibandingkan dengan negara produsen utama kopi dunia lainnya seperti Brazil (1,000 kg/ha/tahun), Columbia (1,220 kg/ha/tahun), Vietnam (1,540/kh/ha/tahun). Produktivitas tanaman kopi di Indonesia baru mencapai 700 kg biji kopi/ha/tahun untuk Robusta dan 800 Kg biji kopi/ha/Tahun untuk Arabika (Kemenperin, 2013). Rendahnya produktivitas kopi Indonesia disebabkan karena 95 persen kopi Indonesia merupakan perkebunan rakyat yang
3
umumnya belum menggunakan bibit kopi unggul, teknik budidaya yang masih sederhana serta lambat melakukan peremajaan tanaman, minimnya sarana dan prasarana pendukung mengakibatkan rendahnya mutu kopi Indonesia. Kualitas kopi menurut standar yang dikeluarkan Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia tahun 1990 ditentukan oleh faktor umum dan khusus. Faktor-faktor umum antara lain adalah kadar air, kadar kotoran, bebas dari biji busuk, ukuran biji kopi. Faktor-faktor khusus yang menentukan kualitas biji kopi adalah nilai cacatnya. Dari sistem nilai cacat maka dikategorikan kedalam enam tingkatan mutu. Tingkat satu adalah kopi dengan mutu paling tinggi dan enam adalah mutu kopi paling rendah. Indonesia terkategori mengeskpor kopi dengan mutu lima dan enam yaitu kopi yang kualitasnya paling rendah. Di bagian hilir dalam hal produksi, industri hilir skala kecil memiliki keterbatasan sarana dan prasarana produksi (mesin pengolahan dan pengemasan), teknologi yang tinggi baru dimiliki oleh industri skala menengah dan besar, selain itu industri skala kecil kurang berinovasi dalam menciptakan diversifikasi produk yang saat ini jenis kopi olahan sudah sangat beragam dikalangan masyarakat. Total produsen kopi di Indonesia mencapai 205 perusahaan, namun sebagian besar adalah perusahaan dengan usaha skala kecil yang hanya menguasai pangsa pasar sebesar delapan persen saja (Bina UKM 2009), tabel jumlah produsen kopi dapat dilihat pada Lampiran 1. Di pasar internasional, Indonesia hanya mampu menyumbang 27.7 persen kopi jenis Arabika dari total produksi kopi domestik. Jenis Robusta lebih mudah dibudidayakan dikarenakan lebih tahan terhadap penyakit, sementara itu jenis hanya dapat tumbuh dan berproduksi optimal di dataran tinggi kisaran 2 000 kaki atau sekitar 1 000 meter diatas permukaan laut, sementara dataran tinggi Indonesia umumnya adalah lahan kehutanan yang tidak bisa dialih fungsikan menjadi lahan perkebunan. Maraknya sertifikasi bahan baku oleh eksportir asing menjadi masalah tersendiri yang memberatkan bagi petani. Hal ini dikarenakan oleh negara-negara yang menjadi pasar utama kopi dunia menginginkan kualitas kopi yang sesuai dengan tuntutan konsumen seperti food safety. Guna mendorong keberlanjutan perkopian nasional dimasa mendatang, maka diperlukan kegiatan penelitian dan pengembangan yang dapat menghasilkan pencapaian strategi pengembangan agribisnis kopi Indonesia. Berdasarkan uraian di atas maka dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimana dayasaing agribisnis kopi di Indonesia secara komparatif dan kompetitif? 2. Bagaimana analisis dan rumusan strategi yang tepat untuk meningkatkan dayasaing tersebut? Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka tujuan dilakukannya penelitian ini adalah : 1. Menganalisis dayasaing agribisnis kopi di Indonesia secara komparatif dan kompetitif. 2. Menganalisis dan merumuskan strategi yang tepat untuk meningkatkan dayasaing tersebut?
4
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan serta informasi yang berguna bagi berbagai pihak yang berkepentingan, antara lain : 1. Para pengambil kebijakan khususnya pemerintah dan pelaku industri kopi sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan perencanaan dan pengambilan keputusan mengenai agribisnis kopi di Indonesia. 2. Bagi penulis : a. Sebagai masukan bagi pengembangan ilmu pertanian yang terkait dengan permasalahan sekitar agribisnis kopi di Indonesia. b. Sebagai praktek pengalaman di dalam upaya menguji dan membandingkan teori-teori yang diperoleh selama perkuliahan dengan fakta-fakta (riil) di lapangan. 3. Bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi : a. Sebagai bahan bacaan dan rujukan pustaka bagi penelitian sejenis dan penelitian lanjutan. b. Sebagai data dasar (bahan masukan data) untuk penelitian lebih lanjut dalam bidangnya bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Ruang Lingkup Penelitian Komoditi kopi yang dianalisis dalam penelitian ini tidak membedakan jenis kopi, baik arabika maupun robusta. Kopi yang di analisis adalah biji kopi yang belum disangrai dan belum dihilangkan kafeinnya dengan kode internasional 090111. Analisis dayasaing di pasar internasional menggunakan analisis keunggulan komparatif yang dilihat dari total ekspor masing-masing negara, sedangkan analisis dayasaing kopi dalam negeri menggunakan analisis keunggulan kompetitif. Negara yang dianalisis hanya empat negara produsen dan eksportir kopi terbesar dunia. Data yang dianalisis adalah dalam kurun waktu 7 tahun yaitu tahun 2008 sampai 2014.
2 TINJAUAN PUSTAKA Analisis Strategi Pengembangan Agribisnis Komoditas Pertanian Cahyani (2008) menganalisis Dayasaing dan Strategi Pengembangan Agribisnis Gula Indonesia dengan tujuan menganalisis peramalan konsumsi dan produksi dan dayasaing serta strategi pengembangan agribisnis gula Indonesia. Data yang digunakan adalah data sekunder. Analisis dilakukan secara deskriptif kualitatif. Model terbaik untuk meramalkan produksi gula Indonesia adalah ARIMA 1,1,2, sedangkan untuk konsumsi adalah Double Exponential Smoothing. Hasil peramalan adalah sampai dengan tahun 2025, konsumsi gula mengalami peningkatan, sedangkan produksinya belum mampu mencukupi kebutuhan
5
konsumsi dalam negeri. Analisis dayasaing menggunakan pendekatan Berlian Porter, dengan menggunakan enam komponen yaitu; (1) kondisi faktor sumberdaya; (2) kondisi permintaan; (3) industri terkait dan industri pendukung; (4) persaingan, struktur, dan strategi agribisnis gula Indonesia; (5) peran pemerintah; dan (6) peran kesempatan. Hasil analisis menunjukkan adanya komponen yang saling mendukung dan tidak saling mendukung dalam pengembangan agribisnis gula. Sedangkan strategi pengembangan agribisnis gula menggunakan metode SWOT antara lain strategi S-O, S-T, W-O, dan W-T. Strategi SO antara lain optimalisasi sumberdaya yang ada, pemanfaatan hasil samping pengolahan gula, penguatan kelembagaan, penyuluhan penerapan teknologi on farm. Strategi S-T antara lain, menjaga ketersediaan pasokan tebu, peningkatan kualitas dan efisiensi produksi gula, pengaturan produksi dan impor gula rafinasi. Strategi W-O antara lain, menciptakan lembaga permodalan bagi petani dan industri gula, rehabilitasi sarana prasarana penunjang PG, penataan varietas dan pembibitan, pengaturan ketersediaan pupuk dan bibit dalam waktu, jumlah, jenis, dan harga yang tepat, pengembangan industri gula di luar Jawa, perbaikan manajemen tebang muat angkut (TMA), mencari teknik budidaya yang sesuai untuk lahan bukan sawah. Sedangkan strategi W-T yang dirumuskan adalah rehabilitasi tanaman tebu keprasan (bongkar ratoon)., hasil SWOT kemudian dipetakan ke dalam gambar yang disebut arsitektur strategi. Rancangan arsitektur strategik Agribisnis Gula Indonesia merupakan rekomendasi yang diberikan peneliti sebagai jawaban atas tantangan yang dihadapi agribisnis gula. Rancangan ini merupakan peta strategi (blue print strategy) untuk mencapai sasaran agribisnis gula pada tahun 2025 mendatang, yaitu mencapai swasembada gula yang berdayasaing. Puspita (2009) menganalisis Dayasaing dan Strategi Pengembangan Agribisnis Gandum Lokal di Indonesia dengan tujuan untuk menganalisis kondisi sistem agribisnis gandum di Indonesia saat ini serta dayasaing agribisnis gandum lokal. Analisis dilakukan secara deskriptif kualitatif. Metode analisis data yang digunakan antara lain: analisis sistem agribisnis gandum di Indonesia, analisis dayasaing gula Indonesia menggunakan pendekatan Berlian Porter dengan menggunakan enam komponen yaitu ; (1) kondisi faktor sumberdaya; (2) kondisi permintaan; (3) industri terkait dan industri pendukung; (4) persaingan, struktur, dan strategi agribisnis gandum Indonesia; (5) peran pemerintah; dan (6) peran kesempatan. Sedangkan untuk strategi pengembangan agribisnis gandum menggunakan analisis SWOT yang kemudian dipetakan kedalam arsitektur strategik. Berdasarkan analisis Berlian Porter dihasilkan keterkaitan antar komponen yang saling mendukung dan tidak saling mendukung dayasaing agribisnis gandum. Keterkaitan antar komponen yang tidak saling mendukung lebih dominan dibandingkan keterkaitan antar komponen yang saling mendukung. Hal ini menunjukkan bahwa dayasaing agribisnis gandum lokal di Indonesia masih lemah. Hasil analisis SWOT menghasilkan strategi strategi S-O, S-T, W-O, dan W-T. Strategi S-O antara lain, optimalisasi lahan gandum lokal, membangun industri berbasis gandum lokal di pedesaan, penguatan kelembagaan, melakukan bimbingan, pembinaan, dan pendampingan bagi petani. Startegi S-T antara lain meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi gandum lokal, pembatasan volume impor. Strategi W-O antara lain, melakukan kerjasama dengan industri makanan, membentuk kerjasama dengan lembaga permodalan serta memberdayakan
6
kelompok tani untuk melayani kegiatan simpan pinjam, mengatur ketersediaan benih, menciptakan varietas gandum baru untuk dataran rendah dan medium, melakukan sosialisasi dan promosi tentang agribisnis gandum kepada petani. Sedangkan strategi W-T yang dirumuskan adalah menciptakan produk olahan gandum berkualitas untuk segmentasi pasar tertentu. Dari sasaran, tantangan, dan program yang telah dirumuskan, hasilnya dipetakan ke dalam gambar yang disebut Arsitektur Strategik Agribisnis Gandum Lokal. Rancangan arsitektur strategik Agribisnis Gandum Lokal merupakan rekomendasi yang penulis berikan sebagai jawaban atas tantangan yang dihadapi agribisnis gandum lokal. Rancangan tersebut merupakan peta strategi (blue print strategy) untuk mencapai sasaran terbentuknya desa industri, mewujudkan diversifikasi pangan, dan mensubstitusi sebagian permintaan domestik dengan gandum lokal. Nurunisa (2011) menganalisis Dayasaing dan Strategi Pengembangan Agribisnis Teh Indonesia dengan tujuan untuk menelaah kondisi sistem agribisnis teh di Indonesia, menganalisis dayasaing serta merumuskan strategi pengembangan yang tepat untuk meningkatkan dayasaing tersebut. Analisis dilakukan secara deskriptif kualitatif. Alat analisis yang digunakan adalah Berlian Porter untuk menganalisis dayasaing the Indonesia secara kompetitif, dan SWOT dan arsitektur strategik untuk menghasilkan alternatif strategi. Analisis Berlian Porter digunakan dengan pendekatan enam komponen yang dianalisis keterkaitannya yaitu (1) kondisi faktor sumberdaya; (2) kondisi permintaan; (3) industri terkait dan industri pendukung; (4) persaingan, struktur, dan strategi agribisnis teh Indonesia; (5) peran pemerintah; dan (6) peran kesempatan. Analisis Berlian Porter menunjukkan bahwa komponen faktor sumberdaya dan komponen komposisi permintaan domestik, serta komponen faktor sumberdaya dengan komponen industri terkait dan industri telah saling mendukung, sementara komponen lainnya belum saling mendukung. Selain itu, apabila dilihat dari komponen pendukungnya, komponen peranan pemerintah baru memiliki keterkaitan yang mendukung dengan komponen faktor sumberdaya saja, sementara komponen peranan kesempatan telah mampu mendukung semua komponen utama. Strategi peningkatan dayasaing yang dihasilkan melalui analisis Matriks SWOT lebih mengarah kepada strategi peningkatan kinerja petani teh rakyat, yaitu dengan meningkatkan posisi tawar petani melalui penguatan kelompok tani dan dukungan dari adanya asosiasi dan Dewan Teh Indonesia. Soetrisno (2009) menganalisis strategi peningkatan dayasaing agribisnis kopi robusta dengan model daya saing tree five. Hasil penelitian dijelaskan ke dalam lima bagian. Pertama dari sisi usaha tani atau penawaran produksi, bahwa jumlah produksi kopi, harga pupuk di dalam negeri dan kebijakan protektif pemerintah kurang mendukung percepatan daya saing kopi robusta Indonesia. Kedua, dari segi permintaan, adanya peluang pasar yang besar di pasar domestik untuk produk kopi olahan. Ketiga, dari sisi lingkungan dan peluang usaha tani kopi robusta sebgaian besar masih diusahakan secara sederhana. Kegiatan usaha hilir kopi robusta belum banyak dilakukan padahal hal ini akan memberikan nikai tambah dari kopi robustan serta membuka lapangan kerja. Keempat dari segi kebijakan domestik dan internasional menyebutkan bahwa kurangnya dukungan dari pemerintah. Dan kelima dari segi sosial dan perilaku petani yang masih safety first, sehingga produktivitas belum mencapai optimal.
7
Daya Saing Kopi Asmarantaka (2011) melakukan penelitian mengenai daya saing ekspor kopi Indonesia dengan data time series 1989 sampai 2008. Metode analisis yang digunakan untuk menganalisis daya saing secara komparatif adalah RCA sedangkan secara kompetitif adalah EPD. Hasil dari RCA menunjukkan bahwa Indonesia memiliki dayasaing kopi secara komparatif dengan nilai RCA rata-rata 6.55. sedangkan secara kompetitif melalui EPD diketahui bahwa meskipun ekspor kopi dunia mengalami pertumbuhan yang menurun, namun ekspor kopi Indonesia mengalami pertumbuhan yang positif. Penelitian mengenai daya saing juga pernah dilakukan oleh Meryana (2007), yang menganalisis daya saing kopi robusta Indonesia di pasar internasional dengan tujuan (1) mengetahui struktur industri kopi robusta di pasar internasional, (2) menganalisis keunggulan komparatif industri kopi robusta Indonesia, (3) mengetahui keunggulan kompetitif industri kopi robusta Indonesia dan (4) merumuskan strategi dayasaing kopi robusta Indonesia. Struktur industri dianalisis dengan menggunakan Herfindahl Index dengan hasil struktur pasar ke arah oligopoli. Keunggulan komparatif dianalis dengan menggunakan Revealed Comparative Advantage (RCA) yang menunjukkan bahwa industri kopi nasional memiliki keunggulan komparatif yang ditunjukkan dengan nilai RCA yang lebih dari satu, sementara hasil analisis keunggulan kompetitif yang menggunakan pendekatan Berlian Porter dengan empat kompenen yaitu faktor sumberdaya, faktor permintaan, faktor industri terkait dan pendukung serta faktor persaingan, struktur dan strategi perusahaan, menunjukkan bahwa faktor sumberdaya, kondisi permintaan domestik, dan struktur pasar mendukung industri kopi dalam negeri berkembang. Strategi dianalisis dengan alat analisis SWOT. Guna meningkatkan keunggulan kompetitif, maka industri kopi robusta nasional perlu memperbaiki dalam hal budidaya dan infrastruktur sehingga dapat menghasilkan biji kopi dengan kualitas yang baik. Mustopa (2010) juga menganalisis dayasaing kopi Indonesia di pasar internasional. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis keunggulan komparatif kopi Indonesia, menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi keunggulan komparatif dan kompetitif kopi Indonesia, serta menyusun strategi dalam rangka meningkatkan dayasaing kopi Indonesia di pasar internasional. Keunggulan komparatif dianalisis menggunakan RCA, sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi keunggulan komparatif menggunakan OLS, dan faktor-faktor yang mempengaruhi keunggulan kompetitif menggunakan pendekatan Berlian Porter dengan menggunakan empat kompenen yaitu faktor sumberdaya, faktor permintaan, faktor industri terkait dan pendukung serta faktor persaingan, struktur dan strategi perusahaan. Hasil RCA yang dianalisis Andiati Mustopa sama dengan Meryana (2007) bahwa Indonesia memiliki keunggulan komparatif. Sementara faktor-faktor yang mempengaruhi keunggulan komperatif kopi adalah produktivitas kopi, volume ekspor kopi, harga ekspor kopi, dan dummy krisis perkopian dunia. Hasil Berlian Porter menunjukkan bahwa kopi Indonesia mempunyai keunggulan kompetitif yang didukung oleh cuaca, iklim dan luas lahan.
8
Senada dengan Meryana (2007), Siahaan (2008) menyatakan bahwa struktur pasar kopi arabika di pasar internasional berbentuk oligopoli. Hal ini ditunjukkan oleh nilai CR4 sebesar 64 persen. RCA bernilai 2,65 menandakan Indonesia memiliki keunggulan komparatif dalam hal daya saing kopi robusta di pasar internasional. Berdasarkan analisis kualitatif, yaitu menggunakan Teori Berlian Porter maka dapat diketahui kondisi internal dan eksternal dalam pengusahaan kopi Arabika. Industri kopi Arabika nasional mempunyai keunggulan kompetitif namun masih harus dibenahi melalui perbaikan teknik budidaya, penyediahaan modal, dan pengadaan infrastruktur yang mendukung terhadap indutri kopi Arabika nasional sehingga dapat menghasilkan kopi yang berkualitas dan mampu bersaing dengan negara-negara produsen kopi Arabika di dunia. Perbedaan yang ada pada penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah penelitian ini tidak hanya membahas dayasaing kopi namun juga kondisi agribisnis kopi Indonesia dari subsistem hulu hingga hilir serta strategi pengembangan agribisnis kopi Indonesia dengan alat analisis SWOT.
3 KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis menjelaskan teori-teori yang digunakan untuk membantu dalam pelaksanaan setiap tahapan penelitian dan penyusunan karya ilmiah. Teori-teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Konsep Agribisnis, Konsep Dayasaing dan Formulasi Strategi. Konsep Agribisnis
1.
2. 3.
4.
Konsep agribisnis (Pasaribu 2012) adalah sebagai berikut: Suatu kesatuan kegiatan usaha yang meliputi salah satu atau keseluruhan dari mata rantai produksi, pengolahan hasil, dan pemasaran yang luas, yaitu kegiatan usaha yang menunjang kegiatan pertanian dan kegiatan usaha yang ditunjang oleh kegiatan-kegiatan pertanian. Sebuah sistem kegiatan yang meliputi tiga komponen the farm input sector, the farming sector, dan the product marketing sector. Keseluruhan dan kesatuan dari seluruh organisasi dan kegiatan mulai dari produksi dan distribusi sarana produksi, kegiatan produksi pertanian di lahan pertanian sampai dengan pengumpulan, penyimpanan, pengolahan dan turun sampai distribusi hasil akhir dari pengolahan tersebut ke konsumen. Agribisnis meliputi semua aktivitas sebagai rangkaian system, terdiri dari (1) sistem pengadaan dan penyaluran sarana produksi, teknologi dan pengembangan sumberdaya pertanian, (2) subsistem produksi pertanian atau usaha tani, (3) subsistem pengolahan hasil-hasil pertanian atau agroindustri, dan (4) subsistem distribusi dan pemasaran hasil pertanian.
9
Secara konseptual, agribisnis merupakan suatu sistem yang terdiri atas empat subsistem yang saling mendukung dan terkait satu sama lain sebagai berikut (Sa’id dan Prastiwi, 2005) : 1. Subsistem agribisnis hulu (upstream agribusiness), meliputi kegiatan pengadaan dan penyaluran sarana produksi pertanian primer termasuk dalam subsistem tersebut adalah industri agrokimia (pupuk dan pestisida), agroindustri otomotif (mesin dan peralatan), dan industri benih. 2. Subsistem usahatani (on farm agribusiness), meliputi kegiatan yang menggunakan sarana yang dihasilkan dari subsistem agribisnis hulu. 3. Subsistem agribisnis hilir (down stream agribusiness), meliputi pengolahan komoditas pertanian primer menjadi produk olahan, baik produk antara (intermediate product) maupun produk akhir (finished product) beserta kegiatan distribusinya. 4. Subsistem pemasaran komoditas-komoditas agribisnis. Keempat subsistem agribisnis tersebut dalam pelaksanaannya didukung oleh subsistem penunjang agribisnis (supporting system) sebagai jasa dalam menunjang kegiatan subsistem agribisnis. Yang termasuk dalam penunjang subsistem agribisnis antara lain lembaga pertanahan, lembaga keuangan (perbankan dan asuransi), lembaga penelitian, infrastuktur, lembaga pendidikan dan konsultasi agribisnis, serta kebijakan pemerintah. Dengan demikian, agribisnis merupakan suatu sistem usaha dibidang pertanian yang bersifat mega sektor, meliputi tingkat hulu, produksi komoditas agribisnis, dan kegiatan ditingkat hilir berupa kegiata pascapanen. Sub-Sistem Agribisnis
Sub-Sistem Usahatani
Hulu
Usaha tanaman pangan dan hortikultura Usaha tanaman perkebunan – kehutanan Usaha Peternakan perikanan
Industri benih / pembibitan Industri kimia, agrochemical Industri agro otomotif
Sub-Sistem Pemasaran
Sub-Sistem Pengolahan Industri makanan Industri minuman Industri serat alam: tekstil Industri biofarma Industri wisata, estetika
Distribusi Promosi Informasi pasar Struktur pasar Kebijakan perdagangan
Sub Sistem Jasa dan Penunjang Keuangan: perkreditan, pembiayaan, permodalan dan asuransi Penelitian dan pengembangan Pendidikan dan penyuluhan Transportasi dan pergudangan
Gambar 1 Lingkup Pengembangan Sistem Agribisnis Sumber : Saragih, 2010.
10
Konsep Dayasaing Daya saing merupakan kemampuan suatu komoditi untuk memasuki pasar luar negeri dan kemampuan untuk dapat bertahan dalam pasar tersebut. Pengertian daya saing juga mengacu pada kemampuan suatu negara untuk memasarkan produk yang dihasilkan negara relatif terhadap kemampuan negara lain (Porter, 1990). Simanjuntak (1992) dalam Siregar (2009) mengatakan bahwa dayasaing dapat diartikan sebagai kemampuan suatu produsen untuk memproduksi suatu produk dengan biaya yang cukup rendah sehingga pada harga-harga yang terjadi di pasar internasional kegiatan produksi tersebut menguntungkan. Pada dasarnya, pembangunan agribisnis merupakan suatu upaya untuk meningkatkan dayasaing yang dilakukan melalui transformasi keunggulan komparatif menjadi keunggulan bersaing (competitive advantage). Pendekatan yang sering digunakan untuk mengukur dayasaing suatu komoditi di suatu negara dilihat dari dua indicator yaitu keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif. Konsep Keunggulan Komparatif Pada tahun 1817 David Ricardo menerbitkan buku berjudul Principles of political Economy and Taxation yang berisi penjelasan mengenai hukum keunggulan komparatif. Hukum ini merupakan salah satu hukum perdagangan internasional yang paling penting dan merupakan hukum ekonomi yang masih belum mendapat tantangan dari berbagai aplikasi dalam praktek. David Ricardo mendasarkan hukum keunggulan komparatifnya pada sejumlah asumsi yang disederhanakan yaitu (1) hanya terdapat dua negara dan dua komoditi, (2) perdagangan bersifat bebas, (3) terdapat mobilitas tenaga kerja yang sempurna di dalam negara namun tidak ada mobilitas antara dua negara, (4) biaya produksi constant, (5) tidak terdapat biaya transportasi, (6) tidak ada perubahan teknologi, dan (7) menggunakan teori tenaga kerja. Sementara asumsi satu sampai enam dapai diterima dengan mudah, asumsi tujuh tidaklah berlaku dan seharusnya tidak digunakan untuk menjelaskan keunggulan komparatif. Keunggulan Kompetitif (Teori Berlian Porter) Keunggulan kompetitif (competitive advantage) merupakan alat yang digunakan untuk mengukur dayasaing suatu aktivitas berdasarkan pada kondisi perekonomian aktual. Secara operasional, Simatupang dalam Siregar (2009) menyebutkan bahwa keunggulan kompetitif adalah kemampuan memasok barang dan jasa pada waktu, tempat dan bentuk yang diinginkan konsumen, baik di pasar domestik maupun pasar internasional, pada harga yang sama atau lebih rendah dibandingkan yang ditawarkan oleh pesaing, seraya memperoleh laba paling tidak sebesar ongkos penggunaan (opportunity cost) sumberdaya. Kondisi ini menyebabkan keunggulan kompetitif tidak saja ditentukan oleh keunggulan komparatif (menghasilkan barang lebih murah dibandingkan dengan pesaing), tetapi juga ditentukan oleh kemampuan untuk memasok produk dengan atribut (karakter) yang sesuai dengan keinginan konsumen. Porter (1990) melakukan studi kasus di 10 negara maju untuk mengkaji daya saing (competitiveness) dari perspektif mikro (perusahaan) ke perspektif daya saing negara. Konsep Porter ini dikenal sebagai Diamond of Competitive Advantage atau teori Porter’s Diamond. Keunggulan kompetitif suatu negara
11
ditentukan oleh empat faktor yang harus dipunyai suatu negara untuk bersaing secara global. Keempat faktor tersebut adalah faktor-faktor produksi (factor condition), keadaan permintaan dan tuntutan mutu (demand condition), industri terkait dan pendukung yang kompetitif (related supporting industry) dan juga faktor struktur, strategi serta persaingan perusahaan. Selain keempat faktor penentu tersebut ditambah juga oleh dua faktor eksternal yaitu sistem pemerintahan (government) dan kesempatan (chance events). Secara bersama faktor-faktor ini membentuk sistem dalam peningkatan keunggulan daya saing yang disebut model The National Diamond.
Chance
Firm strateg, structure and rivalry
Demand conditions
Factor conditions
Goverment
Goverment
Related and supporting industries
Chance
Gambar 2 Porter’s Diamond Sumber : Porter, 1990 Porter juga memasukkan dua variabel di luar model, yaitu peranan pemerintah dan peranan kesempatan yang turut akan mempengaruhi model, dimana peran pemerintah menjadi faktor penting dalam meningkatkan dayasaing melalui kebijakan. Tetapi pemerintah tidak dapat menciptakan keunggulan bersaing secara langsung. Peran pemerintah dalam meningkatkan daya saing adalah dengan memfasilitasi lingkungan industri yang mampu memperbaiki kondisi faktor daya saing sehingga bisa didayagunakan secara aktif dan efisien. Sementara itu peran kesempatan berada di luar kendali perusahaan maupun pemerintah, namun dapat mempengaruhi daya saing seperti adanya penemuan baru. Setiap atribut yang terdapat dalam Teori Berlian Porter memiliki poin-poin penting yang menjelaskan secara detail atribut yang ada, dengan penjelasan sebagai berikut: 1. Factor Condition (Kondisi Faktor) Kondisi faktor yaitu posisi negara dalam hal penguasaan faktor produksi merupakan syarat kecukupan untuk bersaing. Sumber daya merupakan faktor produksi yang penting untuk bersaing. Sumber daya digolongkan menjadi lima kelompok, yaitu : (i) sumber daya manusia; (ii) sumber daya fisik seperti aksesbilitas; (iii) sumber daya ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK); (iv)
12
sumber daya modal; dan (v) sumberdaya infrastruktur. Tenaga kerja yang terampil ditunjang dengan penguasaan IPTEK, ketersediaan bahan mentah merupakan keunggulan kompetitif suatu negara yang juga didukung oleh kemudahaan dalam memperoleh modal dan kondisi infrastruktur yang memadai. i.
Sumberdaya Fisik atau Alam Sumberdaya fisik atau sumberdaya alam yang mempengaruhi dayasaing industri nasional mencakup biaya, aksesibilitas, mutu dan ukuran lahan (lokasi), ketersediaan air, mineral dan energi serta sumberdaya pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan (termasuk sumberdaya perairan laut lainnya), peternakan, serta sumberdaya alam lainnya, baik yang dapat diperbaharui maupun yang tidak dapat diperbaharui. Begitu juga kondisi cuaca dan iklim, luas wilayah geografis, kondisi topografis, dan lain-lain. ii. Sumberdaya Manusia Sumberdaya manusia yang mempengaruhi dayasaing industri nasional terdiri dari jumlah tenaga kerja yang tersedia, kemampuan manajerial dan keterampilan yang dimiliki, biaya tenaga kerja yang berlaku (tingkat upah), dan etika kerja (termasuk moral). iii. Sumberdaya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Sumberdaya IPTEK mencakup ketersediaan pengetahuan pasar, pengetahuan teknis, dan pengetahuan ilmiah yang menunjang dan diperlukan dalam memproduksi barang dan jasa. Begitu juga ketersediaan sumber-sumber pengetahuan dan teknologi, seperti perguruan tinggi, lembaga penelitian dan pengembangan, lembaga statistik, literatur bisnis dan ilmiah, basis data, laporan penelitian, asosiasi pengusaha, asosiasi perdagangan, dan sumber pengetahuan dan teknologi lainnya. iv. Sumberdaya Modal Sumberdaya modal yang mempengaruhi dayasaing nasional terdiri dari jumlah dan biaya (suku bunga) yang tersedia, jenis pembiayaan (sumber modal), aksesibilitas terhadap pembiayaan, kondisi lembaga pembiayaan dan perbankan, tingkat tabungan masyarakat, peraturan keuangan, kondisi moneter dan fiskal, serta peraturan moneter dan fiskal. v. Sumberdaya Infrastruktur Sumberdaya infrastruktur yang mempengaruhi dayasaing nasional terdiri dari ketersediaan jenis, mutu, dan biaya penggunaan infrastruktur yang mempengaruhi persaingan. Termasuk sistem transportasi, komunikasi, pos dan giro, pembayaran transfer dana, air bersih, energi listrik, dan lain-lain. 2. Demand Condition (Kondisi Permintaan) Kondisi permintaan mempengaruhi besarnya dayasaing suatu komoditi atau produk, dimana kondisi permintaan dapat berasal dari pasar domestik dan pasar internasional. Kondisi ini berperan penting dalam meningkatkan dayasaing, karena ketika permintaan semakin besar, maka akan semakin besar juga produsen mencoba untuk memenuhi kebutuhan konsumen tersebut dan bersaing melalui inovasi produk dan peningkatan kualitas. Ada tiga faktor kondisi permintaan yang mempengaruhi dayasaing yaitu:
13
i.
Komposisi Permintaan Domestik Karakteristik permintaan domestik sangat mempengaruhi dayasaing industri nasional. Karakteristik tersebut meliputi: a) Struktur segmen permintaan merupakan faktor penentu dayasaing industri nasional. Pada umumnya perusahaan-perusahaan lebih mudah memperoleh dayasaing pada struktur segmen permintaan yang lebih luas dibandingkan dengan struktur segmen yang sempit. b) Pengalaman dan selera pembeli yang tinggi akan meningkatkan tekanan kepada produsen untuk menghasilkan produk yang bermutu dan memenuhi standar yang tinggi yang mencakup standar mutu produk, product features, dan pelayanan. c) Antisispasi kebutuhan pembeli yang baik dari perusahaan dalam negeri merupakan suatu poin dalam memperoleh keunggulan dayasaing. ii. Jumlah Permintaan dan Pola Pertumbuhan Jumlah atau besarnya permintaan domestik mempengaruhi tingkat persaingan dalam negeri, terutama disebabkan oleh jumlah pembeli bebas, tingkat pertumbuhan permintaan domestik, timbulnya permintaan baru, dan kejenuhan permintaan lebih awal sebagai akibat perusahaan domestik melakukan penetrasi pasar lebih awal. Pasar domestik yang luas dapat diarahkan untuk mendapatkan keunggulan kompetitif dalam suatu industri. Hal ini dapat dilakukan jika industri dilakukan dalam skala ekonomis melalui adanya penanaman modal dengan membangun fasilitas skala besar, pengembangan teknologi dan peningkatan produktivitas. iii. Internasionalisasi Permintaan Domestik Pembeli lokal yang merupakan pembeli dari luar negeri akan mendorong dayasaing industri nasional, karena dapat membawa produk tersebut ke luar negeri. Konsumen yang memiliki mobilitas internasional tinggi dan sering mengu njungi suatu negara juga dapat mendorong meningkatnya dayasaing produk negeri yang dikunjungi tersebut. 3. Related and Supporting Industries (Industri Pendukung dan Industri Terkait) Industri terkait dan industri pendukung yaitu keadaan para penyalur dan industri pemasok (pendukung) dan lainnya dalam suatu negara sangat berkaitan dengan kemampuan daya saing industri domestik. Ketika industri pendukung mampu bersaing secara kompetitif, perusahaan dapat menikmati biaya dengan lebih efektif dan input yang inovatif. Keberadaan industri pendukung dan industri terkait yang memiliki dayasaing juga akan mempengaruhi dayasaing industri utamanya. Industri hulu yang memiliki dayasaing global akan memasok input bagi industri utama dengan harga yang lebih murah, mutu yang lebih baik, pelayanan yang cepat, pengiriman tepat waktu dan jumlah sesuai dengan kebutuhan industri utama, sehingga industri tersebut juga akan memiliki dayasaing global yang tinggi. Begitu juga industri hilir yang menggunakan produk industri utama sebagai bahan bakunya. Apabila industri hilir memiliki dayasaing global maka industri hilir tersebut dapat menarik industri hulunya untuk memperoleh dayasaing global. 4. Struktur, Persaingan, dan Strategi Perusahaan Struktur industri dan struktur perusahaan juga menentukan dayasaing yang dimiliki oleh perusahaan-perusahaan yang tercakup dalam industri tersebut. Struktur industri yang monopolistik kurang memiliki daya dorong untuk
14
melakukan perbaikan-perbaikan serta inovasi-inovasi baru dibandingkan dengan struktur industri yang bersaing. Struktur perusahaan yang berada dalam industri sangat berpengaruh terhadap bagaimana perusahaan yang bersangkutan dikelola dan dikembangkan dalam suasana tekanan persaingan, baik domestik maupun internasional. Dengan demikian secara tidak langsung akan meningkatkan dayasaing global industri yang bersangkutan. 5. Peran Pemerintah Peran pemerintah sebenarnya tidak berpengaruh langsung terhadap upaya peningkatan dayasaing global, tetapi berpengaruh terhadap faktor-faktor penentu dayasaing. Peran pemerintah merupakan fasilitator bagi upaya untuk mendorong perusahaan-perusahaan dalam industri agar senantiasa melakukan perbaikan dan meningkatkan dayasaing. Pemerintah juga dapat berperan sebagai regulator yang mempengaruhi aksesibilitas pelaku-pelaku industri terhadap berbagai sumberdaya melalui kebijakan-kebijakannya, seperti sumberdaya alam, tenaga kerja, pembentukan modal, sumberdaya ilmu pengetahuan, dan teknologi serta informasi. Pemerintah juga dapat mendorong peningkatan dayasaing melalui penetapan standar produk nasional, standar upah tenaga kerja minimum, dan berbagai kebijakan terkait lainnya. Pemerintah dapat mempengaruhi kondisi permintaan domestik, baik secara tidak langsung melalui kebijakan moneter dan fiskal yang dikeluarkannya maupun secara langsung melalui perannya sebagai pembeli produk dan jasa. Kebijakan penerapan bea keluar dan bea masuk, tarif, pajak, dan lain-lainnya yang juga menunjukkan terdapat peran tidak langsung dari pemerintah dalam meningkatkan dayasaing global. Pemerintah dapat mempengaruhi tingkat dayasaing global melalui kebijakan yang memperlemah faktor penentu dayasaing industri, tetapi pemerintah tidak dapat secara langsung menciptakan dayasaing. 6. Peran Kesempatan Peran kesempatan merupakan faktor yang berada di luar kendali perusahaan atau pemerintah, tetapi dapat meningkatkan dayasaing global industri nasional. Beberapa kesempatan yang dapat mempengaruhi naiknya dayasaing global industri nasional adalah adanya penemuan baru yang murni, biaya perusahaan yang tidak berlanjut (misalnya terjadinya perubahan harga minyak atau depresiasi mata uang), meningkatkan permintaan produk industri yang bersangkutan lebih tinggi dari peningkatan pasokan, politik yang diambil oleh negara lain serta berbagai faktor kesempatan lainnya. Kerangka Pemikiran Operasional Permasalahan yang menyebabkan dayasaing kopi Indonesia masih rendah dibandingkan dengan negara produsen utama kopi dunia adalah kualitas dan produktivitas kopi Indonesia yang masih rendah. Selain itu konsumsi kopi domestik yang rendah sehingga kopi yang diserap oleh domestik dibanding dengan kopi yang diekspor dari total produksi kopi nasional. Meningkatkan daya saing industri pengolahan kopi merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan
15
nilai tambah dan konsumsi dalam negeri yang masih rendah. Selama kurun waktu 2008-2011 jumlah konsumsi kopi dalam negeri hanya 34,41 persen dari total produksi dan jumlahnya tetap. Tentunya hal ini menjadi hambatan tersendiri bagi industri kopi dalam negeri, selain itu juga merupakan tantangan bagi industri kopi untuk merangsang daya beli masyarakat agar lebih meningkatkan konsumsi kopi. Sementara itu dipasar internasional, masuknya Vietnam sebagai negara produsen kopi menggeser posisi Indonesia menjadi urutan ke empat dunia. Gambaran di atas menjadi dasar pemikiran untuk melakukan analisis kondisi agribisnis kopi Indonesia saat ini, kemudian melakukan analisis dayasaing agribisnis kopi Indonesia serta merumuskan strategi pengembangan untuk meningkatkan dayasaing tersebut. Analisis dayasaing menggunakan Teori Berlian Porter dilakukan dengan tujuan mengetahui kesiapan agribisnis kopi Indonesia dalam menghadapi berbagai tantangan di masa depan. Sementara perumusan strategi dilakukan dengan menggunakan alat analisis Matriks SWOT dengan tujuan memperoleh strategi yang mampu mengoptimalkan kekuatan dan segala peluang yang ada sehingga kelemahan dan ancaman yang dihadapi dapat diminimalisir akibatnya.
16
POTENSI : Indonesia Eksportir Kopi Keempat Terbesar di Dunia Indonesia Salah Satu Produsen Kopi Robusta Terbesar Dunia Banyaknya Perusahaan Kopi Olahan di Indonesia Indonesia memiliki Beberapa Kelompok Kopi spesial
PERMASALAHAN : Tingkat Konsumsi Kopi Per Kapita Masyarakat Indonesia Rendah dibanding dengan Negara-negara Pengimpor Kopi Produktivitas dan Mutu Kopi Indonesia yang Rendah Industri Hilir Skala Kecil Keterbatasan Sarana dan Prasarana Produksi Kopi Arabika yang Rendah
AGRIBISNIS KOPI INDONESIA
ANALISIS RCA
DAYA SAING AGRIBISNIS KOPI INDONESIA
6 KOMPONEN BERLIAN PORTER
RUMUSAN STRATEGI
PENGEMBANGAN AGB (SWOT) Gambar 3 Kerangka Pemikiran Operasional
4 METODOLOGI PENELITIAN Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara dengan informan dengan pertimbangan pada kebutuhan data yang ingin diperoleh terkait dengan mendeskripsikan enam komponen dalam Berlian Porter sebagai analisis dayasaing secara kompetitif dan perumusan strategi pengembangan agribisnis kopi.
17
Pemilihan informan menggunakan metode purposive sampling. Informan tersebut berasal dari peneliti Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Kota Bogor, Balai Besar Industri Agro Kota Bogor dan Pengusaha Kopi Olahan. Data sekunder yang digunakan berupa data time series dalam kurun waktu 7 tahun (2008-2013). Kopi yang menjadi objek penelitian adalah biji kopi yang belum disangrai dan belum dihilangkan kafeinnya. Data yang digunakan dalam penelitian meliputi data ekspor, impor, harga, luas areal dan produktivitas kopi yang bersumber dari Badan Pusat Statistik, Departemen Pertanian, Internasional Coffee Organization (ICO), Jurnal, Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI), Direktorat Jenderal Perkebunan, Departemen Perindustrian dan Perdagangan dan Departemen Pertanian, serta informasiinformasi lainnya yang berkaitan dengan penelitian yang diperoleh dari bukubuku literatur, perpustakaan LSI, dan internet. Table 1 Jenis dan Sumber Data yang Digunakan No. Jenis Data 1. Jumlah Produksi Kopi Indonesia, Brazil, Vietnam, Kolombia, Ethiopia 2. Jumlah Konsumsi Kopi Dunia 3. Jumlah Ekspor dan Impor Kopi Dunia 4. Luas Areal Perkebunan dan Produksi Kopi 5. Seluruh Indonesia Menurut Penguasaan Lahan 6. Nilai Ekspor Kopi Dunia dan Indonesia 7. 8.
Jumlah Konsumsi Kopi Indonesia Jumlah Ekspor Kopi Indonesia ke AS, Jepang, dan Jerman
9.
Jumlah Ekspor Kopi Indonesia berdasarkan Jenis Pangsa Pasar 4 Perusahaan Kopi Olahan
10.
Sumber Data ICO ICO ICO AEKI AEKI UN Comtrade (http://comtrade.un.org) AEKI Statistik Perdagangan Luar Negeri, Kementerian Perdagangan AEKI Majalah SWA diakses melalui internet
Metode Analisis Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif maupun kuantitatif. Metode deskriptif kualitatif digunakan untuk mengetahui gambaran umum agribisnis kopi di Indonesia, dayasaing agribisnis kopi di Indonesia di analisis secara komparatif menggunakan metode RCA, sedangkan secara kompetitif dengan enam komponen dalam Teori Berlian Porter. Deskripsi enam komponen Belian Porter dengan data kualitatif berasal dari berbagai literatur dan interview dengan peneliti dari Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Bogor, Balai Besar Industri Agro Bogor serta pengusaha kopi olahan. Deskripsi enam komponen Berlian Porter kemudian menjadi rujukan bagi analisis kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang pada akhirnya
18
digunakan sebagai rumusan strategi pengembangan agribisnis kopi Indonesia. Analisis konsentrasi pasar digunakan untuk menganalisis struktur empat perusahaan besar kopi olahan di Indonesia. Analisis Deskriptif Kualitatif dan Kuantitatif Analisis deskriptif yaitu analisis kasus, kondisi sosial, perilaku manusia dan sebagainya dengan cara memberikan penjelasan secara naratif. Analisis deskriptif yang digunakan dalam penelitian ini bertujuan menjabarkan kondisi secara umum agribisnis kopi Indonesia dari hulu ke hilir. Selain itu, akan di deskripsikan juga hasil pengolahan analisis data kuantitatif berupa interprestasi hasil. Data yang dianalisis secara deskriptif di narasikan dalam bentuk alinea. Revealed Comparative Advantage (RCA) Menurut Tambunan (2001), keunggulan komparatif dapat diukur salah satunya dengan menggunakan Revealed Comparative Advantage (RCA) yang membandingkan pangsa pasar ekspor sektor tertentu tersebut di pasar dunia. Dalam penelitian ini nilai RCA di definisikan bahwa jika pangsa ekspor komoditi kopi di dalam total ekspor komoditi dari suatu negara lebih besar dibandingkan pangsa pasar ekspor komoditi kopi didalam total ekspor komoditi dunia, diharapkan negara tersebut memiliki keunggulan komparatif dalam produksi dan ekspor komoditi kopi. Tujuan penggunaan indeks RCA dalam penelitian adalah untuk mengetahui posisi komparatif Indonesia diantara negara-negara produsen kopi lainnya di pasar kopi internasional. Variabel yang diukur adalah kinerja ekspor suatu produk (kopi) terhadap total ekspor suatu wilayah (Indonesia) yang kemudian dibandingkan dengan pangsa nilai ekspor kopi dunia terhadap total nilai ekspor dunia. RCA dirumuskan sebagai berikut :
Dimana : RCAij = Keunggulan komparatif (daya saing) kopi Indonesia Xij = Nilai ekspor komoditas i (kopi) negara j tahun ke t ∑i Xij = Total nilai ekspor seluruh komoditas negara j ∑j Xij = Total nilai ekspor komoditas i (kopi) dunia ∑i∑j Xij= Total nilai ekspor untuk seluruh komoditas dunia Bila suatu negara memiliki nilai RCA lebih besar dari satu (RCA>1), maka dapat dikatakan negara tersebut memiliki keunggulan komparatif dalam produk yang terkait dan berdaya saing kuat. Apabila nilai RCA kurang dari 1 mengindikasikan kerugian komparatif dalam produk terkait dengan kata lain menunjukkan daya saing yang lemah. Semakin tinggi nilai RCA-nya maka semakin tangguh daya saingnya. Indeks RCA merupakan perbandingan antara nilai RCA sekarang dengan nilai RCA tahun sebelumnya. Rumus indeks RCA adalah sebagai berikut :
Indeks RCA
19
Dimana : RCA t RCA t -1
= nilai RCA tahun sekarang (t) = nilai RCA tahun sebelumnya (t-1)
Nilai indeks RCA berkisar dari nol sampai tak hingga. Nilai indeks RCA sama dengan satu berarti tidak terjadi kenaikan RCA atau kinerja kopi Indonesia di pasar internasional tahun sekarang sama dengan tahun sebelumnya. Nilai indeks RCA lebih kecil dari satu berarti terjadi penurunan RCA atau kinerja kopi Indonesia di pasar internasional sekarang lebih rendah dari pada tahun sebelumnya. Nilai indeks RCA lebih besar dari satu berarti terjadi peningkatan RCA atau kinerja kopi Indonesia di pasar internasional sekarang lebih tinggi dari pada tahun sebelumnya. Keunggulan metode RCA adalah mengurangi dampak pengaruh campur tangan pemerintah sehingga kita dapat melihat keunggulan komparatif yang jelas suatu produk dari waktu ke waktu. Sedangkan kelemahannya yaitu : 1. Mengesampingkan pentingnya permintaan domestik, ukuran pasar domestik dan perkembangannya. 2. Indeks RCA tidak dapat menjelaskan apakah pola perdagangan yang sedang berlangsung tersebut sudah optimal. 3. Tidak dapat mendeteksi dan memprediksi produk - produk yang berpotensi di masa yang akan datang. Analisis Konsentrasi Pasar Untuk menganalisis tingkat konsentrasi pasar yang dihadapi perusahaan kopi olahan di Indonesia dapat dilakukan dengan alat analisis Concentration Ratio (CR). Concentration Ratio digunakan untuk mengukur persentase pangsa pasar. Nilai concentration ratio yang banyak digunakan adalah CR4 dan CR8 yang merupakan output pasar yang dihasilkan oleh 4 atau 8 produsen terbesar dalam industri. Dalam penelitian ini, rasio konsentrasi pasar yang digunakan adalah CR4 yang dipegang oleh (dikonsentrasikan dalam) empat perusahaan kopi nasional dengan pangsa pasar terbesar. Rasio konsentrasi pasar (CR4) di rumuskan sebagai berikut: CR4 = Sij1 + Sij2 + Sij3 + Sij4 Dimana, CR4 = Nilai konsentrasi pasar 4 perusahaan kopi terbesar di Indonesia Sij = Pangsa pasar perusahaan kopi olahan di Indonesia Berdasarkan rasio konsentrasinya, struktur pasar dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 1. Struktur pasar persaingan sempurna (perfect competition) ditunjukkan dengan rasio konsentrasi yang sangat rendah. 2. Struktur pasar persaingan monopolistik (monopolistic competition) ditunjukkan dengan nilai rasio konsentrasi untuk empat produsen terbesar (CR ) di bawah 40 persen. 4
20
3.
Struktur pasar oligopoli ditunjukkan dengan nilai rasio konsentrasi empat produsen terbesar (CR ) di atas 40 persen.
4.
Struktur pasar monopoli ditunjukkan dengan nilai rasio konsentrasi empat produsen (CR ) mendekati 100 persen.
4
4
Teori Berlian Porter Dalam penelitian ini dianalisis kondisi kopi Indonesia ke dalam enam komponen yang terdapat dalam teori Belian Porter.Enam komponen itu adalah : (1) Kondisi Faktor, (2) Kondisi Permintaan Domestik, (3) Industri terkait dan Industri Pendukung, (4) Struktur, Persaingan dan Strategi, (5) Peran Pemerintah dan (6) Peran Kesempatan. Deskripsi enam faktor ini berdasarkan berbagai literatur dan wawancara dengan pihak yang dianggap memahami kondisi agribisnis kopi Indonesia yaitu pengusaha kopi, Peneliti dari Pusat Sosial Ekonomi Bogor dan Kebijakan Pertanian dan Balai Besar Industri Agro Bogor. Setelah diketahui faktor-faktor dalam Sistem Berlian Porter. Enam komponen ini nantinya akan digunakan untuk merumuskan kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang nantinya digunakan dalam strategi SWOT. Matriks Faktor Strategi Internal dan Eksternal (IFAS dan EFAS) Matriks IFAS (Internal Factor Analysis Strategy) digunakan untuk mengetahui fakor-faktor internal perusahaan berkaitan dengan kekuatan dan kelemahan yang dianggap penting. Data dan informasi aspek internal perusahaan dapat digali dari beberapa fungsional perusahaan misalnya dari aspek manajemen keuangan, SDM, pemasaran, sistem informasi dan produksi atau operasi (Rangkuti, 2000). Matriks EFAS (Eksternal Factor Analysis Strategy) digunakan untuk mengevaluasi faktor-faktor eksternal perusahaan data eksternal dikumpulkan untuk menganalisis hal-hal yang menyangkut persoalan ekonomi, sosial, budaya, demografi, lingkungan, politik, pemerintahan, hukum, teknologi, persaingan dipasar industri dimana perusahaan berada, serta data eksternal relevan lainnya. Hal ini penting karena faktor eksternalnya berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung terhadap perusahaan. Menurut Rangkuti (2000) sebelum membuat matriks faktor strategi eksternal, kita perlu mengetahui terlebih dahulu faktor strategi eksternal (EFAS). Berikut ini adalah cara-cara penentuan faktor strategi eksternal dan internal (EFAS dan IFAS) : 1. Susunlah dalam kolom satu (lima sampai dengan sepuluh peluang dan ancaman, kekuatan dan kelemahan). Beri bobot masing-masing faktor dalam kolom dua, mulai dari 1.0 (sangat penting sampai dengan 0.0) (tidak penting). 2. Hitung rating (dalam kolom tiga) untuk masing-masing faktor dengan memberikan skala mulai dari empat (outstanding) sampai dengan satu (poor). Pemberian nilai rating untuk faktor peluang dan kekuatan bersifat positif (peluang yang semakin besar diberi rating +4, tetapi jika peluangnya kecil, diberi rating +1). Pemberian nilai rating ancaman dan kelemahan adalah kebalikannya. Misalnya, jika nilai ancaman sangat besar, rating-nya adalah satu. Sebaliknya, jika ancamannya sedikit rating-nya empat. 3. Kalikan bobot pada kolom dua dengan rating pada kolom tiga, untuk memperoleh faktor pembobotan dalam kolom empat. 4. Gunakan kolom lima untuk memberikan komentar atau catatan.
21
5. Jumlahkan nilai pembobotan (pada kolom empat) untuk memperoleh total nilai pembobotan bagi perusahaan bersangkutan. Skor total 4.0 mengindikasikan bahwa perusahaan merespons dengan cara yang luar biasa terhadap peluangpeluang yang ada dan menghindari ancaman-ancaman dipasar industrinya. Sementara itu, skor total sebesar 1.0 menunjukkan bahwa perusahaan tidak memanfaatkan peluang-peluang yang ada atau tidak menghindari ancamanancaman eksternal. Nilai bobot adalah 0.20 adalah sangat kuat, 0.15 diatas ratarata, 0.10 adalah rata-rata, 0.5 adalah di bawah rata-rata. Analisis SWOT Matriks SWOT (Rangkuti, 2000) merupakan alat pencocokan strategi yang dilakukan berdasarkan pengembangan empat jenis strategi, yaitu SO Strategy (Strategi Kekuatan-Peluang), ST Strategy (Strategi Kekuatan-Ancaman), WO Strategy (Strategi Kelemahan-Peluang), dan WT Strategy (Strategi KelemahanAncaman). SO Strategy memanfaatkan kekuatan internal dari sistem agribisnis kopi untuk menarik keuntungan dari peluang eksternal. ST Strategy menggunakan kekuatan untuk menghindari atau mengurangi dampak ancaman eksternal. WO Strategy memperbaiki kelemahan sistem agribisnis kopi dengan cara mengambil keuntungan dari peluang eksternal. WT Strategy merupakan taktik defensive yang diarahkan untuk mengurangi kelemahan sistem agribisnis kopi serta menghindari ancaman eksternal (David 2006). Berikut ini adalah langkah-langkah dalam menyusun Matriks SWOT : a. Tentukan faktor-faktor kekuatan dan kelemahan internal kunci agribisnis kopi Indonesia. b. Tentukan faktor-faktor peluang dan ancaman eksternal agribisnis kopi Indonesia. c. Tentukan faktor-faktor kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman strategis agribisnis kopi Indonesia. d. Sesuaikan kekuatan internal dengan peluang eksternal untuk mendapatkan SO Strategy. e. Sesuaikan kekuatan internal dengan ancaman eksternal untuk mendapatkan ST Strategy. f. Sesuaikan kelemahan internal dengan peluang eksternal untuk mendapatkan WO Strategy. g. Sesuaikan kelemahan internal dengan peluang eksternal untuk mendapatkan WT Strategy.
5 AGRIBISNIS KOPI INDONESIA Perdagangan Kopi Dunia Produksi Kopi Dunia Seluruh negara dalam dunia yang memproduksi kopi ada sebanyak 49 negara. 39 negara tergabung sebagai anggota ICO sedangkan 10 lainnya tiak tergabung dalam ICO. Lima negara produsen utama kopi dunia sejak tahun 2008
22
sampai dengan 2013 adalah Brazil, Vietnam, Indonesia, Kolombia dan Ethiopia. Jumlah perkembangan produksi kopi dunia dari tahun 2008 sampai dengan 2013 dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Jumlah Produksi Negara-negara Produsen 2008-2013 (000 Ton) Negara 2008 2009 2010 2011 2012 Brazil 2 760 2 368 2 886 2 609 3 050 Vietnam 1 106 1 070 1 168 1 337 1 322 Indonesia 698 683 687 634 748 Colombia 520 486 512 459 625 Ethiopia 297 416 450 408 374 Dunia 7 718 7 377 7 979 7 937 8 726 Sumber : Diolah dari ICO 2014
Utama Kopi Dunia Tahun 2013 Rata-rata 2 949 2 770 1 650 1 275 728 696 654 543 396 390 8 743 8 080
(%) 34.28 15.79 8.62 6.72 4.83 100.00
Berdasarkan tabel di atas, Brazil merupakan negara tertinggi yang memproduksi kopi dengan rata-rata setiap tahunnya dalam kurun waktu 2008 sampai dengan 2013 adalah sebesar 2 770 000 ton atau 34.28 persen terhadap total dunia, dengan kecenderungan mengalami peningkatan setiap tahunnya. Sementara Indonesia menduduki peringkat ke tiga selama kurun waktu 2008 sampai 2013 dengan jumlah produksi rata-rata tiap tahunnya adalah 696 000 ton atau sebesar 8.62 persen terhadap total dunia.
3,500
Produksi (000 Ton)
3,000 2,500 Brazil 2,000
Vietnam
Indonesia
1,500
Colombia 1,000
Ethiopia
500 0 2008
2009
2010
2011
2012
2013
Gambar 4 Kurva Perkembangan Produksi Lima Negara Produsen Kopi Utama Dunia Tahun 2008-2013 Sumber : Diolah dari ICO 2014
23
Produksi (000 Ton)
Persentase perubahan rata-rata kopi dunia sejak tahun 2008 sampai 2013 adalah sebesar 0,02 persen. Lebih jelasnya perkembangan produksi dunia dapat dilihat pada Gambar dibawah ini. 9,000 8,500 8,000 7,500 7,000 6,500 2008
2009
2010 2011 Tahun
2012
2013
Gambar 5 Perkembangan Produksi Kopi Dunia Tahun 2008-2013 Sumber : Diolah dari ICO 2014 Pada Gambar 5 diketahui bahwa terjadi fluktuasi jumlah produksi kopi dunia pada tahun 2008 sampai 2013. Namun demikan tren pergerakan kurva tersebut menunjukkan kecenderungan yang meningkat. Penurunan produksi di tahun 2011 dikarenakan penurunan produksi kopi di Brazil, hal ini terkait dengan siklus produksi kopi tahunan dimana setelah produksi meningkat pesat di tahun sebelumnya (2010) akan diikuti penurunan produksi di tahun berikutnya. Produksi mengalami peningkatan yang cukup signifikan pada tahun 2012 yaitu sebesar 8 726 000 ton atau 9.04 persen dikarenakan siklus produksi yang naik di Brazil sebagai negara produsen kopi terbesar di dunia juga adanya program ekpansi produksi kopi di negara penghasil kopi seperti Amerika Latin, Afrika dan Asia, sedangkan terendah terjadi pada tahun 2009 yaitu sebesar 7 377 000 ton. Konsumsi Kopi Dunia Kopi merupakan jenis minuman kedua yang paling banyak dikonsumsi masyarakat dunia setelah air mineral. Kondisi kopi dunia tahun 2009 sampai 2013 tumbuh positif walaupun perekonomian dunia masih diterpa krisi Eropa. Pertumbuhan ekonomi yang lebih baik di kawasan Asia dan Amerika Latin diikuti dengan kenaikan penghasilan masyarakat kelas menengah, menunjang meningkatnya konsumsi kopi di dunia.
Konsumsi (000TON)
24
8700 8600 8500 8400 8300 8200 8100 8000 7900 7800 7700 2009
2010
2011
2012
2013
Tahun
Gambar 6 Perkembangan Konsumsi Kopi Dunia Tahun 2009-2013 Sumber : Diolah dari ICO, 2014 Berdasarkan kurva perkembangan konsumsi kopi dunia di atas, tren konsumsi kopi dunia mengalami peningkatan setiap tahunnya (2009-2013) dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 1.7 persen, sehingga menurut ICO tahun 2015 diperkirakan konsumsi kopi dunia mencapai 9.3 juta ton. Hal ini disebabkan adanya perubahan dalam pola konsumsi kopi dunia, yang bergeser dari coffee shop ke rumah. Ekspor Kopi Dunia Perkembangan ekspor kopi dunia tidak terlepas dari perkembangan produksi kopi masing-masing negara di dunia. Pasalnya, tergantung kebijakan negara masing-masing untuk mengekspor berapa persen dari total produksi kopi. Pada dasarnya, jika produksi kopi di suatu negara tertentu meningkat maka volume ekspor dari negara tersebut juga akan meningkat. Brazil sebagai negara eksportir kopi terbesar dunia, mengalami perkembangan yang fluktuatif selama kurun waktu 2009-2012 dengan rata-rata ekspor setiap tahunnya adalah 1 876 260 ton atau sekitar 30.56 persen terhadap total ekspor kopi dunia. Berikut merupakan grafik perkembangan ekspor kopi dunia tahun 2009 sampai 2012.
Eksport (000Ton)
25
7,000 6,800 6,600 6,400 6,200 6,000 5,800 5,600 5,400 5,200 5,000 2009
2010
2011
2012
Tahun Gambar 7 Perkembangan Ekspor Kopi Dunia Tahun 2009-2012 Sumber : Diolah dari ICO, 2013 Negara di kawasan Asia, Amerika Latin, Karibia, dan Afrika merupakan negara produsen dan pengekspor kopi dunia. Empat besar negara pengekspor utama kopi dunia adalah Brazil, Vietnam, Indonesia, Kolombia. Nilai ekspor ke empat negara tersebut dapat dilihat pada Gambar 8. 9E+09 8E+09 7E+09 6E+09
Brazil
5E+09
Vietnam
4E+09
Indonesia
3E+09
Kolombia
2E+09 1E+09 0 2008
2009
2010
2011
2012
2013
Gambar 8 Perkembagan Empat Negara Pengeskpor Kopi Terbesar Dunia Tahun 2008-2012 Sumber : Diolah dari Comtrade
Import Kopi Dunia Amerika merupakan negara importir utama kopi pada kurun waktu 2009 sampai 2012 dengan rata-rata impor setiap tahunnya adalah sebesar 1 510 555 ton atau 23.57 persen dari total impor kopi dunia. Jerman adalah negara importer kopi
26
Impor (000 Ton)
kedua setelah Amerika dengan rata-rata impor kopi per tahunnya adalah 1 259 180 ton atau sebesar 19.65 persen dari total impor kopi dunia. Kemudian Italia, Jepang, dan Prancis yang masing-masing mengimpor kopi rata-rata setiap tahunnya adalah 7.83 persen, 6.70 persen, dan 6.35 persen terhadap total impor kopi dunia.
6600 6550 6500 6450 6400 6350 6300 6250 6200 6150 2009
2010
2011
2012
Tahun Gambar 9 Perkembangan Import Kopi Dunia Tahun 2009-2012 Sumber : Diolah dari ICO, 2013 Kelembagaan Kopi Dunia International Coffee Organization (ICO) didirikan pada tahun 1963 merupakan suatu organisasi yang anggotanya terdiri tiga macam yaitu, negaranegara yang ikut menandatangi perjanjian, negara-negara importir kopi, dan negara-negara eksportir kopi dengan tujuan mempromosikan, mendorong dan meningkatkan konsumsi kopi. Ekspor kopi diatur oleh peraturan-peraturan dari Organisasi Kopi Internasional (International Coffee Organization). Pelaksanaan ekspor kopi oleh Indonesia, sebagai salah satu produsen dan pengekspor kopi anggota ICO juga berdasarkan pada peraturan-peraturan dari ICO. Disamping peraturan-peraturan dari ICO, kegiatan ekspor kopi Indonesia juga diatur melalui Surat Keputusan Menteri Perdagangan No. 04/ KP/ I/ 78 tanggal 4 Januari 1978 (Suryono, 1991). Kuota ekspor kopi yang diperoleh dari ICO dibagikan kepada eksportir kopi yang telah terdaftar di wilayah-wilayah penghasil kopi di seluruh Indonesia berdasarkan surat keputusan dari Departemen Perdagangan Republik Indonesia. Distribusi jatah ekspor kepada para eksportir kopi yang telah terdaftar diatur dengan Surat Keputusan Menteri Perdagangan No. 85/KP/ III/ 86 tanggal 7 Maret 1986 tentang Ketentuan Jatah Nasional Ekspor Kopi (Suryono 1991). Jatah ekspor kopi nasional tersebut diperhitungkan berdasarkan besarnya produksi kopi di dalam negeri dikurangi konsumsi domestik serta penyediaan penyangga yang perlu dipertahankan. Berdasarkan data Bank Rakyat Indonesia pada tahun 1987, negara tujuan ekspor kopi dibagi menjadi dua kelompok yaitu: (1) negara anggota ICO atau negara kuota sebanyak 22 negara, antara lain Jepang, Amerika Serikat, Italia,
27
Jerman, Australia, Selandia Baru, Belanda dan lain-lain dan (2) negara non anggota ICO atau negara non kuota yang mencapai sekitar 44 negara, antara lain RRC, Korea Selatan, Maroko, Taiwan, Bulgaria, Mesir, Kuwait, Kuba dan lainlain (Suryono 1991). Melihat kondisi yang tidak menguntungkan lagi, maka Negara-negara produsen yang tergabung dalam ICO membentuk asosiasi baru yang bertujuan agar campur tangan produsen di pasar dapat terus berlangsung. Asosiasi ini bernama Association Of Coffee Producing Countries (ACPC). ACPC dibentuk untuk menciptakan bargaining position negara produsen kopi, namun hal ini berlawanan dengan ketentuan WTO yang menganut sistim perdagangan bebas yang seluruhnya diserahkan kepada mekanisme pasar. Agribisnis Kopi Indonesia Di Indonesia, tanaman kopi diperkenalkan pertama kali oleh VOC pada periode antara tahun 1696-1699. Penanaman tanaman ini mula-mula hanya bersifat coba-coba (penelitian), tetapi karena hasilnya memuaskan dan dipandang oleh VOC cukup menguntungkan sebagai komoditi perdagangan, maka VOC menyebarkan bibit kopi ke berbagai daerah agar penduduk menanamnya. Tanaman kopi sudah diusahakan sejak masa penjajahan Belanda yaitu pada tahun 1669 dengan jenis Kopi Arabika. Namun tanaman kopi baru berhasil dibudidayakan pada tahun 1699, setelah Belanda menduduki Pulau Jawa. Dari Pulau Jawa kopi menyebar ke Pulau Sumatera, Sulawesi, Bali dan Timor. Sejak itulah tanaman kopi mulai berkembang dan diusahakan dalam perkebunan besar maupun rakyat (Spillane, 1990). Kopi jenis Arabika merupakan jenis kopi yang pertama kali dibudidayakan di Indonesia. Kopi jenis ini menjadi andalan ekspor pemerintah Belanda yang dikenal dengan nama Kopi Jawa atau Java Coffee. Setelah hampir 100 tahun Java Coffee menjadi andalan ekspor pemerintah Belanda, pasca tahun 1876 terjadi penurunan produksi kopi jenis Arabika akibat serangan penyakit jamur Hemileia Vastratix B. Akibat penyakit ini, produksi kopi menurun sebesar lebih dari 60 persen. Untuk mengantisipasi kekurangan produksi kopi, maka sejak tahun 1900 pemerintah Belanda membudidayakan kopi jenis Robusta setelah sebelumnya gagal membudidayakan kopi jenis Liberika. Kopi jenis Robusta yang relatif tahan penyakit kemudian berkembang hampir ke seluruh wilayah Indonesia. Pada pasca perang dunia kedua, Indonesia dikenal sebagai penghasil kopi terbesar ketiga dunia, setelah Brazil dan Kolombia (Lubis, 2002). Kopi jenis Robusta ditanam hampir di seluruh wilayah Indonesia dengan daerah sentra produksi di pulau Sumatera adalah Sumatera Selatan, Lampung dan Sumatera Utara, sedangkan di pulau Jawa berada di Jawa Tengah dan Jawa Timur (Turnip, 2002). Kopi jenis Arabika masih dibudidayakan tetapi ditanam hanya di wilayah tertentu saja yang dianggap memenuhi persyaratan tumbuh kopi jenis Arabika, yaitu NAD, Sulawesi Selatan, Bali dan Jawa Timur (Sihotang, 1996). Subsitem Hulu Kegiatan budidaya tanaman kopi dimulai dengan penanaman bibit kopi ataupun stek pada batang kopi. Perkembangbiakan dengan benih umumnya dilakukan pada jenis kopi arabika, sedangkan robusta lebih sering diperbanyak
28
secara vegetatif atau buatan. Tahap pertama yang harus diperhatikan dalam perbanyakan stek adalah memilih bahan tanaman sebagai induk pohon kopi yang akan dikembangkan, kopi robusta biasanya menggunakan klon. Klon yang dianjurkan oleh Pusat Kopi dan Kakao (ICCRI) diantaranya BP 308, BP 42, BP 358, BP 409, SA 436, BP 234, BP 939, BP 288, BP 534, BP 936 dan SA 203. Sumber klon bisa didapatkan di balai-balai penelitian atau toko bibit. Kopi robusta mempunyai sifat penyerbukan silang, oleh karena itu teknik budidaya yang dianjurkan adalah system poliklonal yang merupakan pembudidayaan pohon kopi dari banyak klon. Biasanya satu hamparan kebun terdiri dari tiga sampai empat klon. Tanaman kopi memerlukan pupuk sebagai sumber hara, namun petani sering melupakan perlakuan ini, khususnya setelah tanaman kopi mulai panen. Pemupukan yang baik adalah dilakukan dua kali dalam setahun atau tergantung kebutuhan dalam proses pengembangan buah kopi. Jenis pupuk yang digunakan biasanya urea, TSP dan KCL. Pemanenan dilakukan ketika biji kopi sudah berwarna merah tua. Tanaman kopi robusta biasanya sudah berproduksi pada umur 2.5 tahun, sedangkan arabika pada umur tiga tahun. Subsistem Usahatani (On Farm) Subsistem usahatani kopi adalah kegiatan menggunakan sarana yang dihasilkan dari subsistem hulu untuk menghasilkan biji kopi. Sekitar 96 persen dari luas areal tersebut adalah perkebunan rakyat. Sentra-sentra perkebunan kopi di Indonesia antara lain Lampung, Sumatera Selatan, Bengkulu, Aceh, Sumatera Utara, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, dan Timor Timur (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2005). Produksi kopi Indonesia saat ini telah mencapai rata-rata 650 000 ton per tahun, dimana 10 000 ton (1.5 persen) dihasilkan dari sektor perkebunan swasta, 15 000 ton per tahun dari perkebunan Negara (2.3 persen). Table 3 Luas Areal Perkebunan Kopi Seluruh Indonesia Menurut Pengusahaan Lahan Tahun 2008-2014 (Ha) Tahun PR PBN PBS Jumlah Laju % 2008 1 236 842 22 442 35 826 1 295 110 2009 1 217 506 22 794 25 935 1 266 235 -0.023 2010 1 162 810 22 681 24 873 1 210 364 -0.046 2011 1 245 176 22 873 24 916 1 292 965 0.064 2012 1 258 029 22 908 24 958 1 305 895 0.010 2013 1 278 706 24 942 27 352 1 331 000 0.019 2014* 1 300 802 25 373 27 825 1 354 000 0.017 Laju Perubahan Rata-rata 0.007 Sumber : Diolah dari AEKI, 2014 *Angka Sementara Dilihat tabel hasil penelitian di atas, sejak tahun 2008 sampai 2014 menunjukkan bahwa luas areal perkebunan kopi banyak diusahakan oleh Perkebunan Rakyat (PR) dengan jumlah rata-rata seluas 1 242 839 hektar atau sebesar 96 persen dari total luas areal perkebunan kopi. Komoditas kopi yang banyak di usahakan di Indonesia adalah kopi dari jenis Robusta, dimana sejak
29
tahun 2011 total areal perkebunan kopi mengalami peningkatan menjadi 1 245 176 hektar, dan yang ditanami Robusta seluas 1.01 juta hektar atau 81 persen dari total areal perkebunan kopi dan sisanya ditanami jenis kopi Arabika. Berikut merupakan produksi kopi Indonesia dari tahun 2008 sampai 2014. Tabel 4 Produksi Kopi Indonesia Tahun 2008-2014 (Ton) PR Tahun PBN PBS Jumlah 669 942 2008 17 332 10 742 698 016 653 918 2009 14 387 14 385 682 690 2010 657 909 14 065 14 947 686 921 2011 604 840 14 164 14 987 633 991 2012 718 903 14 188 15 018 748 109 2013 697 253 14 906 15 841 728 000 2014* 706 690 15 213 16 097 738 000 Rata-rata 672 779 14 894 14 574 702 247 Sumber : Diolah dari AEKI, 2014 *Angka sementara
Laju % -0.0224 0.0062 -0.0835 0.1525 -0.0276 0.0135 0.0064
Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa jumlah rata-rata produksi kopi Indonesia dari tahun 2008 sampai 2014 adalah sebesar 702 247 ton setiap tahunnya atau hanya sebesar 8.69 persen dari total produksi kopi dunia, dengan laju perubahan rata-rata jumlah produksi kopi setiap tahunnya sebesar 0.006 persen. Permasalahan yang dihadapi subsistem hulu kopi Indonesia adalah kurangnya pengetahuan penanganan pasca panen (cara tradisional), sehingga mutu biji kopi sebagai bahan baku pada industri pengolahan kopi rendah. Subsistem Hilir (Pengolahan) Kopi yang dihasilkan dari industri kopi pada umumnya adalah berupa kopi bubuk dan kopi instan. Industri pengolahan kopi pada umumnya digolongkan menjadi tiga bagian yaitu industri kopi olahan skala kecil, industri kopi olahan skala menengah dan industri kopi olahan skala besar. Industri kopi olahan skala kecil, bersifat industri rumah tangga yang tenaga kerjanya merupakan anggota keluarga yang melibatkan beberapa karyawan, dengan pemasaran produk di warung, atau pasar sekitar tempat produksi dengan merek ataupun tanpa merek dagang. Industri kopi skala menengah merupakan industri yang menghasilkan kopi bubuk ataupun kopi olahan lainnya, yang produknya dikemas secara sederhana dan biasanya sudah memperoleh ijin dari Dinas Perindustrian sebagai produk rumah tangga. Sedangkan industri kopi skala besar merupakan industri pengolahan yang menghasilkan kopi bubuk, kopi instan, atau kopi mix dan kopi olahan lainnya yang produknya dipasarkan di berbagai daerah atau diekspor, dengan produk yang sudah memperoleh nomor merek dagang. Sementara itu industri pengolahan kopi Indonesia dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
30
Gambar 9 Pohon Industri Kopi Indonesia Sumber : Kementerian Perindustrian, 2009 Buah kopi yang telah masak sempurna akan dipanen untuk diolah menjadi kopi beras (biji kopi kering). Pengolahan buah kopi yang dilakukan mempengaruhi cita rasa alohan kopi yang nantinya dihasilkan. Pengolahan buah kopi menjadi kopi beras dapat dilakukan dengan dua cara pengolahan cara kering (Oost Indische Bereiding) atau pengolahan cara basah (Wash Indichi Bereiding). Pengolahan buah kopi dengan metode kering banyak dilakukan oleh petani Indonesia karena relatif pendek dan sederhana. Proses pengolahan kering dilakukan dengan langsung mengeringkan buah kopi yang baru dipanen. Pengeringan dapat menggunakan pengeringan matahari atau dengan pengeringan buatan. Pengeringan dengan bantuan sinar matahari pada umumnya berlangsung 10-15 hari, sangat bergantung pada keadaan cuaca. Pengeringan dengan cara ini membutuhkan lokasi yang luas dan bersih. Pengeringan buatan dapat dilakukan dengan mesin-mesin pengering yang banyak ditawarkan di pasaran, seperti mesin pengering statik, mesin pengering drum yang berputar atau mesin pengering vertikal. Dengan pengeringan buatan, suhu pengeringan dapat diatur sehingga dapat mempertahankan kualitas kopi. Setelah buah kopi kering kulit kopi dikupas hingga diperoleh biji kopi kering yang bersih (Siswoputranto 1993).
31
Buah kopi yang diolah dengan metode basah pada umumnya memiliki kualitas yang baik dan seragam. Namun, jika pengolahannya tidak tepat, beresiko merusak cita rasa kopi menjadi fermented (biji kopi terfermentasi berlebihan). Menurut Panggabean (2011) dalam Rohman (2013), tahapan proses pengolahan kopi secara basah adalah sebagai berikut: a. Sortasi Sortasi buah kopi dilakukan secara manual dengan alat berupa bak penampung yang berisi air. Buah kopi hasil panen dimasukkan ke dalam bak kemudian diberi air. Buah kopi yang mengambang menandakan buah tersebut jelek atau rusak. Buah yang tenggelam merupakan buah berisi dan dapat diolah pada tahap selanjutnya. b. Pengupasan kulit buah Buah kopi yang telah disortasi dimasukkan ke mesin pulper yang akan mengupas kulit buah kopi. Pada prinsipnya pengupasan kulit metode basah sama dengan pengupasan kulit pada metode kering. Pengupasan kulit buah berlangsung di antara permukaan silinder yang berputar (rotor) dan permukaan pisau yang diam (stator) di dalam alat pulper. c. Fermentasi Fermentasi bertujuan untuk menghilangkan senyawa lendir yang tersisa dari kulit tanduk. Fermentasi merupakan proses penguraian senyawa-senyawa yang terdapat di lapisan lendir dengan bantuan mikroorganisme. Proses fermentasi dilakukan dengan merendam biji kopi dengan air pada bak fermentasi. Biji kopi dibiarkan terendam selama 10 jam. Setelah 10 jam air rendaman dibuang sambil diaduk. Bak kembali diisi air bersih dan dilakukan perendaman lagi. Setiap 3-4 jam air rendaman diganti sambil diaduk. Perendaman dihentikan setelah 30 jam difermentasi. Fermentasi yang baik ditandai dengan mengelupasnya lapisan lendir dari kulit tanduk. Selain dengan fermentasi basah, fermentasi kopi juga dapat dilakukan dengan fermentasi kering. Fermentasi kering dilakukan tanpa menggunakan air. Fermentasi kering dilakukan dengan menutup biji kopi dengan kain atau karung goni basah. Waktu yang diperlukan fermentasi kering lebih lama dibandingkan fermentasi basah. d. Pencucian Pencucian dilakukan untuk menghilangkan sisa lendir yang masih menempel setelah proses fermentasi. Pencucian mengunakan air mengalir pada bak yang memanjang, kopi diaduk dengan tangan atau kaki untuk melepaskan sisa lendir yang masih melekat. e. Pengeringan Pengeringan yang dilakukan pada metode basah tidak berbeda dengan pengeringan pada metode kering. Pengeringan bertujuan untuk mengurangi kadar air biji kopi. Pengeringan dapat dilakukan dengan cara mekanis atau tradisonal. Pengeringan mekanis menggunakan alat atau mesin pengering. Pengeringan dengan cara tradisional dilakukan dengan memanfaatkan sinar matahari (penjemuran). f. Pengupasan kulit tanduk Setelah proses pengeringan, biji kopi dihilangkan kulit tanduknya dengan menggunakan mesin huller. Dengan mesin huller akan diperoleh kopi beras yang siap disortasi untuk diklasifikasikan mutunya. Biji kopi kering yang dihasilkan dari pengolahan metode kering atau basah dikemas dengan menggunakan karung
32
untuk kemudian dijual atau disimpan. Penyimpanan dilakukan pada ruangan yang mempunyai ventilasi udara yang memadai, disusun baik, dan tidak dicampur dengan komoditas pertanian lainnya. Ketahanan penyimpanan biji kopi yang diolah dengan metode kering sama dengan biji kopi yang diolah dengan metode basah. g. Penyangraian Roasting merupakan proses penyangraian biji kopi yang tergantung pada waktu dan suhu yang ditandai dengan perubahan kimiawi yang signifikan. Penyangraian sangat menentukan warna dan cita rasa produk kopi yang akan dikonsumsi, perubahan warna biji dapat dijadikan dasar untuk sistem klasifikasi sederhana. h. Penggilingan Kopi yang telah disangrai kemudian digiling untuk mendapatkan kopi bubuk. Penggilingan dilakukan dengan alat pengiling (grinder). Mekanisme penghalusan terjadi karena adanaya gaya gesek antara permukaan biji kopi sangrai dengan permukaan piringan dan sesama biji kopi sangrai. Tingkat kehalusan bubuk kopi ditentukan oleh kerapatan piringan dan ayakan yang dipasang pada bagian dalam mesin pembubuk. Semakin kecil ukuran ayakan di dalam silinder pembubuk ukuran partikel kopi bubuk semakin halus (Najiyati dan Daniarti 2001). Penggilingan bertujuan untuk membuka permukaan kopi sangrai. Permasalahan yang dihadapi oleh subsistem hilir kopi Indonesia adalah terbatasnya fasilitas produksi biji kopi (mesin/peralatan: pengering, pengupas dan sortasi), utamanya ditingkat usaha industri skala kecil dan menegah, terbatasnya penguasaan teknologi proses pada tahap roasting, penerapan GMP, HACCP dan ISO rendah, sehingga mutu produk rendah dan tidak konsisten, dan kurang adanya kemampuan melakukan inovasi dan diversifikasi produk sesuai dengan permintaan pasar domistik maupun internasional. Subsistem Pemasaran Pemasaran kopi dimulai dari petani produsen hingga pabrik pengolahan kopi dan perusahaan eksportir. Saluran pemasaran kopi di Indonesia belum efisien sehingga hal ini menyebabkan rendahnya tingkat penerimaan petani. Berdasarkan bagan tataniaga pada Gambar , dapat dilihat bahwa petani kopi dapat memasarkan biji kopinya langsung ke pedagang pengumpul atau lewat tengkulak. Biasanya petani yang memiliki mesin kupas (huller) juga berfungsi sebagai pedagang pengumpul di tingkat desa atau tingkat kecamatan. Pada beberapa daerah di Indonesia, petani kopi telah memiliki kelompok tani yang dapat memasarkan kopi hasil kebun petani langsung kepada eksportir. Hal ini sangat menguntungkan petani karena margin keuntungan yang diperolehnya akan lebih besar. Sementara, pada perkebunan-perkebunan besar mereka memiliki unit khusus perdagangan ekspor. Perkebunan jenis ini pada umumnya mempunyai hubungan dengan pihak importir dan membina hubungan tersebut dengan baik. Seluruh eksportir kopi di Indonesia terdaftar sebagai anggota Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI). Badan ini mengusahakan agar kopi Indonesia mendapatkan harga optimal di pasar dunia.
33
Perkebunan-perkebunan besar mengusahakan pengolahan biji kopi secara cermat untuk menghasilkan biji kopi yang bermutu baik. Untuk kepentingan ini dibangun fasilitas pengolahan biji kopi dengan peralatan yang lengkap untuk fermentasi dan pencucian serta untuk pengeringan biji kopi. Fasilitas tersebut juga dilengkapi fasilitas untuk sortasi biji kopi, baik secara manual oleh tenaga-tenaga manusia maupun menggunakan mesin-mesin sortasi yang bekerja secara elektronik (Turnip, 2002). Kopi dibeli dari petani-petani yang datang pada hari-hari pasar atau dengan cara pembelian langsung di rumah-rumah petani di desa. Kopi yang dikumpulkan umumnya terdiri dari kopi campur yang belum disortir yang kemudian diangkut untuk disetorkan ke pedagang eksportir. Kopi ini umumnya disetorkan ke pengusaha pengolah kopi, yang selanjutnya menyalurkan kopi biji hasil olahannya ke perusahaan eksportir atau ke pabrik-pabrik lokal untuk kopi bubuk. Petani Kopi
Tengkulak
Perkebunan S/N
Pedagang Pengumpul Desa
Pemilik Huller
Pedagang Pengumpul Kecamatan Pedagang Pengumpul Kabupaten
Broker
Eksportir
Agen Propinsi
Importir
Industri Kopi Pasar Domestik
Roaster
Eksportir
Pengecer Gambar 10 . Bagan Saluran Pemasaran Kopi Indonesia Fungsi pedagang pengumpul adalah melayani permintaan pedagangpedagang eksportir. Pada beberapa daerah, pemilik mesin pengupas kopi (huller) berfungsi sebagai pedagang pengumpul di tingkat desa. Pada dasarnya petani memiliki kebebasan untuk menjual kopi yang mereka hasilkan, tetapi semua
34
petani memilih untuk langsung menjual kepada pengumpul desa dengan alasan lebih praktis dan masih adanya keterikatan kekerabatan yang kuat sehingga membuat petani memilih menjual kepada pedagang pengumpul desa. Harga yang dibayar kepada petani adalah harga yang berlaku dipasaran. Sistem pembayaran umumnya dilakukan secara tunai namun ada juga pedagang pengumpul yang baru membayar produk kepada petani ketika barang sudah habis terjual. Sedangkan pemasaran hasil yang dilakukan oleh perkebunan swasta atau negara, memiliki unit khusus untuk pemasaran ekspor maupun local. Perkebunan ini menjalin hubungan baik dengan eksportir. Subsistem Lembaga Penunjang Seiring dengan perkembangan agribisnis kopi di Indonesia, hingga saat ini, telah banyak lembaga yang didirikan untuk menunjang dan mendukung kegiatan agribisnis kopi. Kelembagaan tersebut terdiri dari lembaga riset dan pengembangan, lembaga keuangan, kelompok tani atau koperasi, lembaga pemasaran, pemerintah serta berbagai asosiasi terkait lainnya. Salah satunya adalah Asosiasi Petani Kopi Indonesia (APEKI) yang merupakan wadah persatuan para petani kopi di seluruh Indonesia yang bertujuan sebagai penyalur aspirasi petani dengan organisasi seprofesi lainnya, sebagai wadah pengembangan kegiatan pertanian kopi, menggalang kebersamaan petani kopi dalam menghadapi pasar bebas dan menjalin kemitraan dengan pelaku bisnis lainnya. Sementara para eksportir kopi di Indonesia tergabung dalam suatu wadah Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI) yang memiliki tugas eksternal yaitu membatu anggotanya dalam hal promosi di dalam maupun luar negeri, sedangkan tugas eksternal berupa memberi masukan kepada pemerintah mengenai hal-hal yang menyangkut perkopian, mengikuti promosi di luar negeri dan membantu pemerintah meningkatkan konsumsi kopi. Selain itu lembanga penunjang lainnya adalah Pusat Penelitian Kopi dan Kakao berasa di bawah Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kementerian Pertanian yang terletak di Jember, Jawa Timur. Lembaga ini bertugas menemukan teknologi yang dibutuhkan pelaku bisnis kopi dan memberikan pelayanan analisis data yang dibutuhkan oleh pelaku bisnis kopi. Lembaga ini juga menghasilkan berbagai varietas dan klon kopi unggul juga melakukan pendampingan terhadap penggunaan benih kopi yang dihasilkan.
6 DAYASAING AGRIBISNIS KOPI INDONESIA Analisis Keunggulan Komparatif Kopi Indonesia di Pasar Internasional Dayasaing kopi Indonesia di pasar internasional dapat dilihat dari keunggulan komparatifnya. Salah satu metode untuk menganalisis dayasaing komparatif suatu komoditas suatu nega di pasar internasional adalah metode Revealed Comparative Advantage (RCA). Nilai RCA yang lebih dari satu, mengindikasikan bahwa komoditas suatu negara tersebut memiliki dayasaing. Pasar ekspor kopi Indonesia merupakan pasar pengikut bila dibandingkan dengan pasar ekspor Brazil sebagai pasar acuan. Hal ini menunjukkan bahwa
35
keragaan ekspor kopi Indonesia selain ditentukan oleh produksi kopi Indonesia, juga sangat ditentukan oleh keragaan kopi di Brazil. Tabel 5 Nilai Ekspor Kopi Indonesia dan Dunia serta Pangsa Pasar Kopi Indonesia pada Dunia Tahun 2008-2013 Tahun Ekspor Kopi Pangsa Pasar Indonesia Indonesia (US$) Dunia (US$) (%) 2008 1 081 467 000 15 018 930 709 7.20 2009 929 822 000 13 524 514 164 6.88 2010 983 998 000 16 272 481 765 6.05 2011 1 303 494 000 21 140 132 985 6.17 2012 1 566 805 000 22 705 167 103 6.90 2013 1 468 261 000 12 313 492 862 11.92 Rata-rata 1 047 692 429 14 424 959 941 6.44 Sumber : Diolah dari UN Comtrade, 2014 Berdasarkan tabel di atas, nilai ekspor kopi Indonesia mengalami fluktuasi mengikuti fluktuasi nilai ekspor kopi dunia, dimana rata-rata nilai ekspor kopi Indonesia selama kurun waktu 2008 sampai 2013 adalah sebesar US$ 1 047 692 429 dengan rata-rata pangsa pasar kopi Indonesia setiap tahunnya sebesar 6.44 persen. Pangsa pasar kopi Indonesia terhadap dunia paling tinggi terjadi pada tahun 2013 sebesar 11.92, hal ini disebabkan penurunan ekspor kopi dunia di tahun 2013 terhadap tahun sebelumnya sebesar 45 persen. Rata-rata pangsa pasar Brazil pada kurun waktu 2008 sampai 2013 adalah sebesar 31.08 persen, sedangkan Vietnan sebesar 12.04 persen dan Kolombia sebesar 11.6 persen. Keterangan lebih lanjut mengenai pangsa pasar Brazil, Vietnam dan Kolombia dapat dilihat pada Lampiran 1. Tabel 6 Analisis RCA Kopi Indonesia di Pasar Internasional Tahun 2008-2013 Tahun 2008 2009 2010 2011 2012 2013* Ratarata
Ekspor Kopi (US$) Indonesia(Xij) Dunia(Xwj) 1 081 467 000 15 018,930 709 929 822 000 13 524 514 164 983 998 000 16 272 481 765 1 303 494 000 21 140 132 985 1 243 825 829 22 705 16 103 1 166 188 552 12 313 492 862
RCA Ekspor Seluruh Komoditas (US$) Indonesia(Xit) Dunia(Xwt) 137 020 424 402 15 341 980 304 073 8.06 116 509 991 781 11 943 425 234 600 7.05 157 779 103 470 14 493048 840 151 5.55 203 496 619 185 16 838 339 215 892 5.10 190 000 000 000 17 172 580 313 564 4.95 167 658 259 937 14 547 648 794 565 8.22
1 047 692 429 14 424 959 941 138 923 485 539 12 905 288 957 549
5.56
Sumber : Diolah dari UN Comtrade, 2014 Ket : *Angka sementara Besarnya nilai RCA tidak mencerminkan besarnya nilai ekspor kopi Indonesia. Seperti kita lihat pada tahun 2012, nilai RCA kopi lebih rendah dibandingkan dengan nilai RCA kopi tahun 2013 sedangkan nilai ekspornya sebaliknya, hal ini dikarenakan belum semua negara melaporkan nilai ekspor kopi
36
ke Comtrade sehingga seolah-olah nilai ekspor tahun 2013 turun drastis dari tahun 2012, contohnya Vietnam belum belum melaporkan nilai ekspor kopi pada tahun 2013. Nilai RCA yang meningkat menunjukkan bahwa sumberdaya alam dalam hal ini produksi kopi Indonesia meningkat, sehingga over supply di dalam negeri, yang akhirnya meningkatkan jumlah ekspor kopi. Terkait dengan sumberdaya alam sebagai salah satu faktor penentu dalam analisis dayasaing secara komparatif, juga akan dibahas lebih lanjut pada analisis dayasaing kopi secara kompetitif dengan menggunakan Berlian Porter. Berdasarkan hasil analisis RCA ekspor kopi di atas, Indonesia memiliki dayasaing dengan tren yang cenderung menurun. Nilai RCA kopi Indonesia yang fluktuatif , hal ini disebabkan oleh besar kecilnya pangsa kopi Indonesia terhadap total seluruh ekspor komoditi Indonesia dibandingan dengan pangsa ekspor kopi dunia terhadap total seluruh ekspor komoditi dunia. Ekspor kopi Indonesia yang berfluktuatif disebabkan produksi kopi Indonesia yang berfluktuatif, produksi kopi yang berfluktuatif dapat disebabkan oleh berbagai faktor, diantaranya konversi lahan, produktivitas, bencana alam, serangan hama penyakit dan sebagainya. Semua angka RCA yang di peroleh adalah lebih besar dari satu yang menunjukkan bahwa produk ekspor kopi Indonesia memiliki dayasaing secara komparatif di pasar dunia, dengan rata-rata RCA sebesar 5.56. Dayasaing kopi Indonesia tertinggi terjadi pada tahun 2008 yaitu dengan nilai RCA sebesar 8.06, hal ini dikarenakan konstribusi ekspor kopi Indonesia tertinggi dalam kurun waktu 2008-2013 terhadap total ekspor komoditi Indonesia di tahun tersebut yaitu sebesar 0.79 persen. Analisis Keunggulan Kompetitif Kopi Indonesia dengan Komponen Sistem Berlian Poter
1. Kondisi Faktor Kondisi faktor yang berpengaruh terhadap dayasaing agribisnis kopi Indonesia adalah sumberdaya alam, sumberdaya manusia, sumberdaya ilmu pengetahuan dan teknologi, sumberdaya modal, dan sumberdaya infrastruktur. Kelima faktor sumberdaya tersebut dalam ekonomi disebut sebagai faktor produksi. Kelima kondisi faktor sumberdaya tersebut dijelaskan sebagai berikut: 1) Sumberdaya Alam Indonesia memiliki iklim tropis dan curah hujan yang sangat mendukung untuk perkembangan komoditas kopi. Kondisi lingkungan sumber daya alam untuk tanaman kopi berbeda untuk Robusta dan Arabika. Kopi jenis Robusta ditanam hampir di seluruh wilayah Indonesia dengan daerah sentra produksi di Pulau Sumatera adalah Sumatera Selatan, Lampung, dan Sumatera Utara sedangkan di Pulau Jawa berada di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Kopi Robusta membutuhkan tempat dengan ketinggian 400-700 m dpl serta dengan suhu sebesar 2100 – 2400 C sedangkan untuk kopi Arabika membutuhkan tempat dengan ketinggian yang lebih tinggi dibandingkan dengan Robusta yaitu sebesar 700 – 1.700 m dpl serta dengan suhu sebesar 1600 – 2000 C. Kopi jenis Arabika dibudidayakan di Indonesia tetapi ditanam hanya di wilayah tertentu saja yang dianggap memenuhi persyaratan tumbuh kopi jenis
37
Arabika, yaitu NAD, Sulawesi Selatan, Bali, dan Jawa Timur. Beberapa sifat penting kopi arabika adalah : i. Menghendaki daerah dengan ketinggian antara 700-1700 m dpl, dan suhu 16-200C. ii. Menghendaki daerah yang mempunyai iklim kering atau bulan kering 3 bulan/tahun secara berturut-turut, yang sesekali mendapat hujan kiriman. iii. Umumnya peka terhadap serangan penyakit HV, terutama bila ditanam di dataran rendah atau kurang dari 500 m dpl. iv. Rata-rata produksi sedang (4,5-5 ku kopi beras/ha/th), tetapi mempunyaikualitas dan harga yang relatif lebih tinggi dari kopi lainnya. Dan bila dikelola secara intensif produksinya bisa mencapai 15-20 ku/ha/th. Rendemen ± 18%. v. Umumnya berbuah sekali dalam satu tahun. Beberapa varietas kopi yang termasuk kopi Arabika dan banyak diusahakan di Indonesia antara lain Abesinia, Pasumah, Marago type, dan Congensis. Lahan perkebunan kopi di Indonesia cukup luas namun tidak didukung oleh produktivitas yang tinggi dikarenakan kepemilikan lahan sebagain besar adalah perkebunan rakyat, yang umumnya kurang intensif dalam pemeliharaan tanaman, tidak melakukan peremajaan tanaman, dan penggunaan teknologi budidaya yang masih sederhana. Berikut adalah perkembangan produktivitas kopi Indonesia tahun 2008 sampai 2014. Tabel 7 Luas Lahan, Jumlah Produksi dan Produktivitas Kopi Indonesia Tahun 2008-2014 Tahun Luas (Ha) Produksi (Kg) Produktivitas (Kg/Ha) 2008 1 295 110 698 016 000 538.96 2009 1 266 235 682 690 000 539.15 2010 1 210 364 686 921 000 567.53 2011 1 292 965 633 991 000 490.34 2012 1 305 895 748 109 000 572.87 2013 1 331 000 728 000 000 546.96 2014 1 354 000 738 000 000 545.05 Rata-rata 1 293 653 702 246 714 542.98 Sumber : Diolah dari AEKI, 2014 Selain tanaman jenis Robusta dan Arabika, Indonesia juga memiliki kelompok kopi spesial, diantaranya adalah kopi Jawa yang ditanam di dataran tinggi Ijen Jawa timur, Kopi Luwak yang diusahakan di Aceh, Kopi Toraja yang di tanam di Tana Toraja Sulawesi Selatan, Kopi Kintamani yang di Tanam di Pegunungan Kintamani Bali, dan Kopi Flores yang ditanam di dataran tinggi Manggarai Nusa Tenggara Timur. Dengan demikian, apabila dilihat dari potensi sumber daya alam seperti luas lahan dan iklim Indonesia dapat mendukung pengembangan agribisnis kopi. Berikut adalah grafik perkembangan luas areal perkebunan kopi Indonesia dari tahun 2008 sampai 2014.
38
1,400,000
Luas Perkebunan Kopi (Ha)
1,350,000 1,300,000 1,250,000 1,200,000 1,150,000 1,100,000
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
Series1 1,295,11 1,266,23 1,210,36 1,292,96 1,305,89 1,331,00 1,354,00
Gambar 12 Perkembangan Luas Perkebunan Kopi TAhun 2008-2014 Sumber : Diolah dari AEKI, 2014 Berdasarkan grafik di atas, dapat dilihat bahwa sejak tahun 2011, luas areal perkebunan kopi mengalami peningkatan tiap tahunnya. Laju perubahan rata-rata areal perkebunan kopi Indonesia dari tahun 2008 sampai 2014 adalah 0.007 persen setiap tahunnya. Bibit kopi dapat diperoleh melalui sejumlah intansi seperti, PT Perkebunan terdekat, Balai penelitian perkebunan misalnya Pusat Penelitian Kopi dan Kakao di Jember, dinas pertanian, atau perusahaan penghasil benih seperti PT. Treno Kenangan di Kabupaten Lombok Tengah. 2) Sumberdaya Manusia Sebagai salah satu faktor produksi, kualitas sumberdaya manusia sangat menentukan keberhasilan agribisnis kopi. Secara keseluruhan sumberdaya manusia berperan dalam mendukung keunggulan kompetitif dari agribisnis kopi. Sebagian besar perkebunan kopi adalah perkebunan rakyat. Perkebunan ini merupakan kumpulan dari kebun-kebun kecil yang dimiliki oleh petani dengan luasan antara 1 sampai 2 ha. Indonesia merupakan negara dengan SDM melimpah. Penyerapan tenaga kerja bidang perkopian sebagian besar masih pada subsektor perkebunan kopi. Secara umum, tenaga kerja yang dipakai dalam budidaya kopi adalah tenaga kerja untuk persiapan lahan, penanaman tanaman pelindung kopi, pemeliharaan dan pengendalian hama, pemanenan dan pengolahan. 3) Sumberdaya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Sumber daya ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) merupakan faktor penentu yang sangat penting bagi upaya peningkatan dayasaing industri kopi nasional. Penguasaan teknologi dari mulai pra panen, panen sampai dengan pasca panen merupakan faktor utama bagi peningkatan produktivitas serta mutu kopi, yang pada akhirnya berdampak pada peningkatan dayasaing industri kopi Indonesia. Begitu juga penerapan teknologi informasi yang diharapkan mampu
39
menyebarluaskan informasi yang dibutuhkan bagi para pelaku dan konsumen produk. PPKKI salah satunya berperan sebagai penghasil benih kopi unggul dan informasi pasar. Kegiatan inovasi teknologi rutin dilakukan setiap tahunnya bekerjasama dengan beberapa perkebunan rakyat. Selain itu terdapat Pusat Analisis Sosial Ekonomi, Lembaga Riset Perkenunan Indonesia, dan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, semua lembaga ini memberikan informasi mengenai perkopian nasional melalui warta, jurnal, situs resmi, musyawarah kerja nasional dan sebagainya. Sehingga diharapkan pelaku bisnis kopi nasional memperoleh informasi yang cukup bagi peningkatan dayasaing kopi. Tingkat penggunaan teknologi oleh petani kopi masih dikatakan rendah. Rendahnya penggunaan teknologi tersebut proses alih ilmu pengetahuan dan teknologi dari ahli kopi dan lembaga penelitian ataupun penyuluh kepada petani yang lambat. Oleh karena itu, harus ada kerjasama membangun informasi antara lembaga penelitian pengembangan kopi dengan petani kopi. Lembaga penelitian dapat memberikan cara-cara penggunaan teknologi dengan baik dan benar serta memberikan cara-cara untuk meningkatkan kualitas mutu sesuai dengan preferensi konsumen kepada para petani kopi. Dengan adanya kerjasama tersebut diharapkan dapat menghasilkan kualitas kopi yang lebih baik atau meningkat. Berbeda dengan teknologi di tingkat petani, teknologi di tingkat industri kopi sudah semakin canggih. Banyak penemuan mesin pengolahan kopi dengan volume tinggi sehingga menghasilkan kopi dengan kualitas lebih baik. Secara keseluruhan sumberdaya IPTEK telah medukung dayasaing kopi Indonesia. 4) Sumberdaya Modal Sumber daya modal merupakan salah satu faktor penting dalam perkembangan agribisnis kopi Indonesia. Penguasaan modal bagi para pelaku bisnis dalam sistim agribisnis kopi Indonesia masih relatif rendah. Dimulai dari petani yang memiliki keterbatasan modal untuk mengembangkan usahanya, terutama dalam pengadaan sarana dan prasaranan dan modal kerja. Kemudian pelaku industri di bagian pengolahan kopi yang umumnya mengolah secara tradisional, juga memiliki kendala dalam permodalan. Secara umum, sumberdaya modal untuk investasi di industri kopi berupa investasi yang berbadan hukum seperti PMA, PMDN, BUMN, BUMD dan Koperasi. Permodalan dalam dunia perkebunan kopi ini masih dirasakan sangat kurang. Hal ini disebabkan oleh belum adanya sertifikasi terhadap kepemilikan lahan, serta tidak adanya kredit dari Pemerintah dengan bunga ringan serta sifat dari produk pertanian yang hasil produksinya tidak pasti atau tergantung terhadap keadaan alam. Hal inilah yang ditakutkan oleh sebagian besar lembaga permodalan karena mereka takut modal yang diberikan tidak akan kembali atau dapat kembali tetapi dalam jangka waktu yang lama. Selain itu minat investor asing ke Indonesia masih kurang karena terkait masalah perburuhan, perpajakan dan kebijakan pemerintah yang tidak konsisten. Mengenai kesulitan modal yang dialami petani-petani kopi di Indonesia, Indonesia bisa belajar dari keberhasilan Brazil dan Vietnam dalam memperhatikan petani kopi di negara mereka. Pemerintah Brazil membantu para petani dengan memberikan bantuan kredit berbunga rendah, memberikan dana konpensasi pengganti investasi bagi petani yang mengkonversi kopi Robusta ke kopi Arabika,
40
membebaskan petani kopi dari pajak, serta menyediahkan klon-klon unggul kepada petani sehingga banyak dari petani Brazil yang mengusahakan kopi Arabika dan mereka merasa diuntungkan ditambah lagi dengan kebijakan pemerintah yang berpihak kepada petani. Sehingga dapat disimpulkan bahwa sumberdaya modal belum mendukung sepenuhnya peningkatan dayasaing kopi Indonesia. 5) Sumberdaya Infrastruktur Sumber daya infrastruktur merupakan faktor penentu keberhasilan bagi upaya peningkatan daya saing industri kopi Indonesia. Sarana dan prasarana fisik tersebut meliputi sarana dan prasarana budidaya kopi, sarana dan prasarana penyimpanan dan pengangkutan, transportasi (jalan) dan telekomunikasi. Sarana dan prasarana tersebut merupakan syarat mutlak bagi pengembangan industri kopi nasional. Khusus untuk kopi arabika yang menuntut lingkungan dengan suhu rendah dan umumnya terdapat di dataran tinggi, belum di dukung oleh saraea infrastruktur yang memadai. Hal ini akan berpengaruh pada hal distribusi produk, yang akan meningkatkan biaya transportasi yang merupakan harga input, tidak sejalan dengan harga output yang rendah. Menurut Direktorat Jenderal Perkebunan (2006), keadaan prasarana yang mendukung industri kopi saat ini mulai dari tempat produksi hingga ke pelabuhan (jalan, alat angkutan, listrik dan energy) masih kurang memadai dan minim khususnya di luar pulau Jawa. Maka, secara keseluruhan keadaan dari sarana dan prasarana yang ada belum dapat mendukung industri kopi yang berdayasaing. 2. Kondisi Permintaan 1) Komposisi Permintaan Domestik Kondisi permintaan merupakan salah satu faktor yang penting dalam upaya peningkatan dayasaing kopi Indonesia, semakin besar permintaan konsumen terhadap kopi Indonesia maka tentunya akan dapat meningkatkan dayasaing kopi Indonesia di pasar internasional. Komposisi permintaan domestik menurut Ditjenbun terdiri dari industri rumah tangga, industri kembang gula, industri minuman, dan industri lainnya. Konsumsi kopi terbesar adalah konsumsi industri rumah tangga yang mencapai 85 persen setiap tahunnya. Sedangkan industri kembang gula mencapai delapan persen setiap tahunnya, industri minuman sekitar lima persen dan sisanya dua persen untuk konsumsi sektor industri lain. 2) Jumlah Permintaan dan Pola Pertumbuhan Dilihat dari sejarah perkembangan kopi di Indonesia, sejak kopi menjadi salah satu komoditi andalan Pemerintah Hindia Belanda pada awal tahun 1900an, kopi-kopi yang dihasilkan oleh perkebunan yang dikelola oleh Pemerintah Hindia Belanda hampir semuanya diekspor. Kopi-kopi yang berkualitas rendah dan tidak laku dieksporlah yang dijual atau diberikan kepada rakyat dan buruh kebun untuk dijadikan minuman. Selera minum kopi dari bahan kopi yang berkualitas rendah ini terbawa secara turun temurun hingga sekarang dan bahkan dibeberapa daerah khususnya di Jawa, kopinya dicampur dengan beras atau jagung. Dengan
41
meningkatnya taraf hidup dan pergeseran gaya hidup masyarakat perkotaan di Indonesia telah mendorong terjadinya pergeseran dalam pola konsumsi kopi khususnya pada kawula muda. Generasi muda pada umumnya lebih menyukai minum kopi instant, kopi three in one maupun minuman berbasis expresso yang disajikan di café-café. Sedangkan kopi tubruk (kopi bubuk) masih merupakan konsumsi utama masyarakat/penduduk di pedesaan dan golongan tua. Laju pertumbuhan konsumsi kopi dalam negeri selama kurun waktu 2010 sampai 2014 mengalami fluktuasi meskipun perubahannya sangat kecil, yaitu rata-rata sebesar 0.75 persen setiap tahunnya dan hanya sebesar 0.93 Kg/Kapita/tahun rata-rata konsumsinya. Berikut adalah jumlah konsumsi kopi Indonesia tahun 2010 sampai 2014. Tabel 8 Jumlah Konsumsi Kopi Indonesia Tahun 2010-2014 Jumlah Kebutuhan Kopi Konsumsi Kopi No. Tahun Penduduk (Jiwa) (Kg) (Kg/Kapita/Tahun) 1 2010 237 000 000 190 000 000 0.80 2 2011 241 000 000 210 000 000 0.87 3 2012 245 000 000 230 000 000 0.94 4 2013 249 000 000 250 000 000 1.00 5 2014* 253 000 000 260 000 000 1.03 *Angka Sementara Sumber : AEKI, 2014 Berdasarkan tabel di atas, jumlah konsumsi kopi rata-rata Indonesia setiap tahunnya (2010-2014) adalah sebesar 228 000 000 Kg atau 228 000 ton kopi pertahun atau hanya sebesar 32.47 persen dari total produksi kopi Indonesia. 3) Internasionalisasi Permintaan Domestik Sebagian besar produk kopi Indonesia ditujukan untuk ekspor guna memenuhi kebutuhan pasar internasional. Hingga saat ini industri kopi domestik masih bertumpu pada ekspor dalam bentuk biji kopi yang nilai tambahnya tentu lebih rendah dari kopi olahan. Tujuan ekspor kopi utama Indonesia antara lain adalah ke negara-negara anggota MEE (Masyarakat Ekonomi Eropa), negara kawasan Amerika khususnya negara Amerika Serikat serta negara di kawasan Asia seperti Jepang, Singapura, Korea, dan Malaysia (AEKI, 2005). Indonesia mengekspor sebagian besar kopi yang diproduksinya. Ekspor kopi Indonesia sebagian besar terdiri dari ekspor kopi Robusta. Tujuan ekspor kopi Indonesia masih didominasi oleh negara-negara Eropa, USA, dan beberapa negara Asia seperti Jepang, Malaysia, Korea Selatan, Taiwan, Pilipina, Singapura dan beberapa negara Afrika seperti Afrika Selatan, Mesir dan UEA. Namun negara tujuan ekspor utama Indonesia adalah Amerika, Jepang, dan Jerman. Berikut adalah perkembangan ekspor ke tiga negara tujuan utama kopi Indonesia tahun 2008 sampai 2012. Ekspor kopi hanya dapat dilakukan oleh Eksportir Terdaftar Kopi (ETK) dan Eksportir Kopi Sementara (EKS), sesuai tataniaga ekspor kopi yang diatur dalam Permendag No. 10/M-DAG/PER/5/2011 tentang ketentuan ekspor kopi,
42
berlaku mulai 3 Mei 2011. Berikut adalah perkembangan ekspor kopi Indonesia berdasarkan jenis pada tahun 2008 sampai Februari 2014. Tabel 9 Perkembangan Ekspor Kopi Indonesia ke Tiga Negara Utama Tujuan Ekpor Tahun 2008-2012 Negara 2008 2009 2010 2011 2012 Nilai Ratarata (000 US$) AS 174 000 161 000 176 000 275 000 331 000 1 117 000 223 400 Jepang 124 000 98 000 119 000 175 000 146 000 662 000 132 400 Jerman 174 000 109 000 106 000 71 000 117 000 577 000 115 400 Sumber : Diolah dari Statistik Perdagangan Luar Negeri Indonesia, Kementerian Perdagangan 2013 Berdasarkan Tabel 9, nilai rata-rata ekspor kopi Indonesia ke tiga negara utama tujuan ekspor tiap tahunnya adalah US$ 471 200 000. Ekspor terbesar adalah untuk AS dengan nilai rata-rata setiap tahunnya sebesar US$ 223 000 000 atau sebesar 21.28 persen dari total ekspor rata-rata kopi Indonesia setiap tahunnya. 600,000 500,000 400,000 Green Beans
300,000
Instant Coffee Extract Coffee
200,000 100,000 0 2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
Gambar 11 Perkembangan Ekspor Kopi Indonesia Berdasarkan Jenis, Tahun 2008-2014 Sumber : Diolah dari AEKI, 2014 *sampai Februari 2014 Berdasarkan grafik di atas, Indonesia lebih banyak mengekspor kopi dalam bentuk green beans dengan rata-rata ekspor setiap tahunnya (2008-Februari 2014) sebesar 467,718 ton atau 92 persen dari total ekspor kopi Indonesia. Beberapa negara termasuk Indonesia melakukan penjualan kopi di negara-negara masing-masing. Pihak-pihak importir membeli langsung dari perusahaanperusahaan perkebunan atau perusahaan-perusahaan eksportir, yang selanjutnya diurus oleh pihak pembeli. Ada juga yang menawarkan kopi melalui pusat-pusat pasaran komoditi, terutama melalui Coffee and Sugar Exchange di New York,
43
Terminal Market di London,di Paris, Los Angeles. Di pusat pasaran kopi inilah bertemu para broker, baik yang mewakili perusahaan-perusahaan penjualan yang ada di banyak negara produsen maupun perusahaan-perusahaan impor. 3. Industri Terkait dan Pendukung Industri terkait dan industri pendukung memiliki peran penting dalam meningkatkan daya saing kopi Indonesia. Pada industri terkait ekspor kopi meliputi industri penyediaan bahan baku sedangkan pada industri pendukung memiliki peran dalam pengembangan produk kopi olahan. 1) Industri Terkait Industri terkait merupakan industri yang berada dalam sistem komoditas secara vertikal. Industri ini dimulai dari pengadaan bahan baku sampai pemasaran. a) Industri Pemasok Bahan Baku Industri kopi tentunya sangat bergantung pada kemampuan industri hulu menyediakan benih unggul. Petani kopi sebenarnya mudah untuk mendapatkan bibit unggul, PT Treno Kenangan yang terdapat di provinsi Nusa Tenggara Barat adalah salah satu penyedia bibit kopi, selain itu Pusat Kopi dan Kakao juga menyediakan bibit kopi unggul. b) Industri Jasa Pemasaran Industri jasa pemasaran merupakan lembaga perantara, baik pedagang besar, distributor, eksportir maupun grosir dan pedagang eceran. Lembaga pemasaran dalam industri kopi robusta berada dalam rangkaian yang cukup panjang. Rantai pemasaran yang panjang biasanya menggambarkan marjin pemasaran yang tinggi. Marjin pemasaran yang tinggi menyatakan bahwa pasar tidak efisien. Hal ini tentu saja menjadi penghambat dalam pengembangan agribisnis kopi. 2) Industri Pendukung Industri pendukung adalah industri yang memberikan konstribusi tidak langsung dalam sistem komoditas secara vertikal. Industri pendukung yang dimaksud disini adalah industri pengolahan kopi dan industri penangkar benih kopi. Industri pengolahan kopi merupakan pengembangan industri hilir kopi yang mempunyai arti strategis untuk mengantisipasi kejenuhan pasar biji kopi, meningkatkan nilai tambah, mengurangi resiko fluktuasi harga biji kopi, memperkuat struktur ekspor dan meningkatkan peran Indonesia dalam perkopian dunia. Bentuk olahan biji kopi mempunyai jenis yang beragam. Biji kopi dapat menghasilkan dua bagian, yaitu kopi jadi dan setengah jadi. Kopi jadi menghasilkan kopi instan, sedangkan kopi setengah jadi menjadi kopi bubuk atau kopi sangrai. Proses pengolahan adalah biji, kopi sebagai bahan baku, di industri hilir, biji kopi di proses menjadi biji kopi mentah bentuk kering, di industri antara di oleh lagi menjadi kopi beras, di industri hilir, kopi beras di oleh menjadi kopi bubuk, kopi ekstrak dam sebagainya. Lokasi industri kopi olahan antara lain di Sumatera Utara, Lampung, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan dengan sentra produksi yang tersebar di berbagai propinsi sebanyak 32 sentra. Perusahaan yang kini sudah menerjuni industri pengolahan kopi antara lain PT Sari Incofood Corporation (Sumut), PT Mayora
44
Indah Tbk (Banten), PT Santos Jaya Abadi (Jatim), PT Nestle Indonesia (Jatim) dan PT Aneka Coffee Industry (Jatim). Industri pendukung lainnya adalah industri penangkar benih. Sebagai contoh penangkar benih di Jawa Timur. Dinas Perkebunan Jawa Timur melalui Unit Pelaksana Teknis (UPT) Balai Benih dan Tanaman Perkebunan (BBTP) saat ini mulai mengembangkan bibit unggul bervarietas lokal. Pengembangan bibit unggul itu telah dilakukan di beberapa daerah kabupaten/kota disesuaikan dengan kondisi tanah setempat. Pembenihannya tidak dilakukan di areal sawah petani tetapi melalui mekanisme proses penangkaran yang dilakukan oleh Kebun Bibit Nener (KBN). Dari KBN kemudian ditanggarkan oleh Kebun Bibit Induk (KBI). Selain itu, BBTP juga mengembangkan bibit kopi jenis Arabika. Pengembangannya dilakukan di Kabupaten Probolinggo seluas 5 ha. Secara keseluruhan industri pengolahan kopi di Indonesa masih berorientasi pada pemenuhan konsumsi dalam negeri sehingga perlu pengembangan lebih lanjut untuk dapat menghasilkan produk yang berkualitas dengan cita rasa yang tinggi sesuai dengan permintaan pasar. Pengembangan kopi spesialti juga merupakan sebuah peluang yang dapat dikembangkan. 4. Struktur, Persaingan dan Strategi Pasar kopi olahan disegmentasikan menjadi dua, yaitu pasar kopi instan dan pasar kopi bubuk. Secara keseluruhan dalam pangsa pasar minuman kopi, Kapal Api menduduki market share paling tinggi dari Tahun 2009 hingga Tahun 2011. Akan tetapi, apabila pasar dipecah menjadi dua segmen, maka Nescafe unggul daripada Kapal Api dalam kopi instan, sedangkan Kapal Api unggul dalam kopi bubuk. Tabel 10 Pangsa pasar (market share) Lima Merek Kopi Tahun 2009-2011 Market share (%) Nama Perusahaan Merek 2009 2010 2011 PT. Santos Abadi Jaya Kapal Api 43.6 39.4 35.7 PT. Santos Abadi Jaya ABC 18.9 22.1 24.4 PT. Nestle Indonesia Nescafe 9.9 8.3 5.2 PT. Mayora Indah Tbk Torabika 7.5 6.2 8.5 PT. Sari Incofood Indocafe 6.4 9.1 8.4 Corporation Sumber: Majalah SWA, No.16/XXV/27 Juli-5 Agustus 2009, No.090/XXVI/ April-11 Mei 2010, No.15/XXVI/ 15-28 Juli 2010 dan No.15/XXVII/18-27 Juli 2011 Pada tahun 2009 terdapat sebanyak 473 perusahaan kopi di Indonesia, dimana dari jumlah tersebut yang dipastikan masih aktif berproduksi ada sejumlah 205 perusahaan. Sedangkan Sebanyak 268 perusahaan lainnya merupakan perusahan dengan skala kecil atau skala rumah tangga yang aktifitas produksinya bersifat musiman atau tidak menentu, dan yang tidak dapat dilacak eksistensinya. Dari 205 perusahaan yang aktif tersebut, sebanyak 167 perusahaan memproduksi kopi bubuk dan 57 perusahaan memproduksi kopi mix instan. Yang menarik adalah sebagian besar dari perusahaan-perusahaan yang masih aktif tersebut (99
45
perusahaan atau 48.3 persen) justru berada di Pulau Jawa (DKI, Jawa Timur dan Jawa Barat). Dari 99 perusahaan tersebut, yang berdomisi di DKI merupakan yang paling banyak yakni 30 perusahaan. Padahal, DKI jelas tidak memiliki perkebunan kopi. Jawa Timur yang merupakan salah satu sentra kopi nasional masih wajar jika memiliki produsen sebanyak 22 perusahaan. Tetapi, Pulau Sulawesi yang merupakan sentra produksi kopi nasional, utamanya Sulawesi Selatan, produsen yang masih aktif justru tinggal sembilan perusahaan saja. Sentra produsen lainnya seperti Lampung hanya ada 8 produsen yang masih aktif, dan di Bengkulu hanya ada dua perusahaan saja. Keterangan jumlah perusahaan kopi tahun 2009 dapat dilihat pada Lampiran 3. Tabel 11 Analisis Concentration Ratio (CR4) No. 1 2 3 4
Nama Perusahaan PT. Santos Abadi Jaya PT. Nestle Indonesia PT. Mayora Indah TBK PT. Sari Incofood Corporation
Nama Merek Kapal Api dan ABC Nescafe Torabika Indocafe Jumlah
Rata-rata Pangsa (%) 61.37 7.80 7.40 7.97 84.53
Sumber : Diolah dari Majalah SWA Berdasarkan hasil analisis diatas diketahui bahwa nilai konsentrasi pasar (CR4) ke empat perusahaan kopi olahan tersebut adalah 84.53 persen (>40) mendekati 100 persen artinya konsentrasi ke empat perusahaan ini sangat besar. Hal ini menunjukkan bahwa struktur pasar yang terjadi adalah pasar monopoli. Sementara itu struktur pasar industri ekspor kopi (eksportir) adalah mengarah ke pasar bersaing sempurna, hal ini diasumsikan berdasarkan dengan banyaknya perusahaan eksportir kopi di Indonesia dengan perbandingan volume eskpor kopi Indonesia, yaitu sejumlah 113 perusahaan (Lampiran 4). Strategi yang dilakukan adalah meningkatkan kemitraan antara industri pengolahan kopi, eksportir dan petani untuk meningkatkan mutu kopi, menghilangkan peraturan perundang-undangan yang menghambat pengembangan kopi, meningkatkan mutu biji kopi dengan mendorong dibangunnya fasilitas unitunit pengering, pengupas, dan sortasi di sentra-sentra kopi. Selain itu, dilakukan juga upaya peningkatan mutu kopi olahan melalui teknologi roasting dan penggunaan kemasan produk Dalam jangka panjang dilakukan beberapa strategi di antaranya adalah meningkatkan produksi biji kopi khususnya jenis arabika, mengembangkan riset dan teknologi industri pengolahan kopi di samping membangun merek kopi olahan Indonesia di pasar global dan membangun jaringan bisnis dalam skala global. Mengenai strategi harga, petani sebagai penerima harga memiliki posisi yang lemah dalam menentukan harga. Dalam hal strategi promosi, banyak hal bisa dilakukan untuk meningkatkan konsumsi dalam negeri seperti seminar tentang kopi, pameran hasil penelitian kopi, gelar teknologi mesin pengolahan kopi, dan sebagainya.
46
5. Peran Pemerintah Upaya pemerintah Indonesia dalam meningkatkan dayasaing kopi dalam negeri adalah dengan menetapkan sistem standarisasi nasional sejak tahun 1975 melalui SK Menteri Perdagangan No. 266/KP/X/76. Berdasarkan standar tersebut, mutu biji kopi dibagi menjadi mutu 1, 2, 3 dan 4, hal ini berlaku bagi pengolahan kering maupun basah (Abdoellah 2003). Selain itu Departemen Pertanian mengalokasikan dana APBN sebanyak Rp. 9.29 miliar untuk rehabilitasi dan peremajaan tanaman kopi seluas 2,828 hektar untuk meningkatkan pengembangan kopi Arabika (Ditjenbun 2008). Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Perkebunan melakukan kegiatan penyuluhan mulai dari pra panen sampai pasca panen. Pemerintah juga banyak melakukan banyak penelitian mengenai bibit unggul dan melepaskan varietas bibit kopi unggul guna mendukung dayasaing kopi Indonesia. 6. Peran Kesempatan Peran kesempatan merupakan faktor yang ada di luar kendali pemerintah seperti peningkatan daya saing karena perdagangan bebas ataupun karena adanya blok-blok perdagangan. Pasar bebas memberikan peluang bagi Indonesia untuk meningkatkan dayasaing produk kopi di manca negara. Sebagai Negara produsen kopi ke tiga terbesar dunia dan Indonesia mempunya ragam kelompok kopi spesial, Indonesia berkesempatan membidik pasar baru terutama dalam hal ekspor kopi kelompok spesial yang dimiliki Indonesia. Dari analisis Berlian Porter tersebut, maka dapat diketahui hasil analisis adalah bahwa dayasaing kopi Indonesia secara kompetitif didukung oleh sebagian besar faktor utama dan faktor pendukung (kesempatan dan peran pemerintah), hal ini dapat diperjalas dengan analisis menggunakan matriks EFAS dan IFAS dimana faktor yang mendukung dayasaing kopi akan menjadi kekuatan dan peluang sementara faktor yang kurang mendukung dayasaing kopi akan menjadi kelemahan dan ancaman.
7 RUMUSAN STRATEGI PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KOPI INDONESIA Alat analisis yang digunakan adalah metode SWOT. Langkah pertama yang dilakukan adalah mengidentifikasi informasi menjadi dua kelompok, yaitu informasi yang termasuk ke dalam lingkup internal, dan informasi yang termasuk ke dalam lingkup eksternal. Selanjutnya, dilakukan identifikasi kekuatan dan kelemahan yang berasal dari lingkup internal kemudian identifikasi peluang dan ancaman yang berasal dari lingkup eksternal. Sumber informasi yang digunakan berasal wawancara dengan pihak terkait seperti pengusaha kopi olahan, Peneliti Sosial Ekonomi Pertanian dan Balai Besar Industri Agro, sehingga diperoleh strategi pengembangan yang sesuai dengan kondisi agribisnis kopi Indonesia saat ini.
47
Analisis Komponen Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman Tahap pertama yang dilakukan dalam perumusan strategi adalah melakukan identifikasi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman. Analisis ini di turunkan berdasarkan setiap komponen dalam analisis Berlian Porter yang sumber informasinya berasal dari berbagai literatur dan wawancara dengan pengusaha kopi olahan, Peneliti dari Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian dan Balai Besar Industri Agro.
48
Tabel 12 Analisis Komponen Kekuatan, Kelemahan, Peluang, dan Ancaman Komponen Identifikasi SWOT Kondisi Faktor Sumberdaya 1. Sumberdaya Alam Kekuatan
2. Sumberdaya Manusia
Peluang
3. Sumberdaya IPTEK
Kelemahan
4. Sumberdaya Modal
Kelemahan
5. Sumberdaya Infrastruktur
Kelemahan
Kodisi Permintaan 1. Komposisi Permintaan Peluang Domestik 2. Jumlah Permintaan dan Kelemahan Pola Pertumbuhan 3. Internasionalisasi Kelemahan Permintaan Domestik Industri Terkait dan Industri Pendukung 1. Industri Terkait Kekuatan Kelemahan Ancaman
2. Industri Pendukung
Peluang
Struktur, Persaingan dan Strategi Struktur, Persaingan Ancaman dan Strategi
Peran Pemerintah
Ancaman Peluang
Peran Kesempatan
Peluang
Faktor-faktor Indonesia memiliki iklim tropis dan curah hujan yang sangat mendukung untuk perkembangan komoditas kopi Indonesia negara ke tiga terbesar dunia penghasil kopi Robusta. Indonesia memiliki kelompok kopi spesial Jumlah penduduk Indonesia yang besar, potensi bagi tenaga kerja di Industri kopi. Teknologi roasting dan blending belum sepenuhnya dikuasai oleh industri kopi Permodalan di perkebunan kopi masih dirasakan kurang. Kurang memadai sarana dan prasarana di onfarm maupun di industri kopi Konsumsi Industri rumah tangga menyerap 85 persen produksi kopi Konsumsi kopi perkapita yang sangat rendah Ekspor sebagian besar masih dalam bentuk biji kopi Petani mudah memperoleh bibit unggul Pajak yang tinggi untuk bahan penolong seperti gula sebesar 40% Banyaknya kafe-kafe kopi instan yang bahan bakunya tidak menggunakan kopi asal Indonesia Banyaknya perusahaan kopi olahan sehingga menyerap tenaga kerja. Tuntutan mengikuti ketentuan $C (Common Code for The Coffee Community) Adanya standar nasional Alokasi dana untuk rehabilitasi dan peremajaan tanaman kopi Adanya penyuluhan, riset bibit unggul dan pelepasan varietas unggul Perdagangan bebas
49
Matriks Faktor Strategi Eksternal (External Factor Analysis Strategy) dan Faktor Strategi Internal (Internal Factor Analysis Strategy) Matriks ini digunakan untuk mengevaluasi faktor-faktor eksternal (EFAS) yang merupakan ancaman dan peluang, sedangkan faktor-faktor internal berupa kekuatan dan kelemahan (IFAS) Tabel 13 Matriks EFAS dan IFAS Faktor-faktor Eksternal dan Internal Peluang (O) : Jumlah penduduk Indonesia yang besar, potensi bagi tenaga kerja di Industri kopi. Konsumsi Industri rumah tangga menyerap 85 persen produksi kopi Banyaknya perusahaan kopi olahan sehingga menyerap tenaga kerja. Alokasi dana untuk rehabilitasi dan peremajaan tanaman kopi Adanya penyuluhan, riset bibit unggul dan pelepasan varietas unggul Perdagangan bebas Jumlah Ancaman (T) : Banyaknya kafe-kafe kopi instan yang bahan bakunya tidak menggunakan kopi asal Indonesia Tuntutan mengikuti ketentuan 4C (Common Code for The Coffee Community) Adanya SNI Jumlah Kekuatan (S) : Indonesia memiliki iklim tropis dan curah hujan yang sangat mendukung untuk perkembangan komoditas kopi Indonesia negara ke tiga terbesar dunia penghasil kopi Robusta. Indonesia memiliki kelompok kopi spesial Petani mudah memperoleh bibit unggul Jumlah Kelemahan (W) : Teknologi roasting dan blending belum sepenuhnya dikuasai oleh industri kopi Permodalan di perkebunan kopi masih dirasakan kurang. Kurang memadai sarana dan prasarana di onfarm maupun di industri kopi Konsumsi kopi perkapita yang sangat rendah Ekspor sebagian besar masih dalam bentuk biji kopi Pajak yang tinggi untuk bahan penolong seperti gula sebesar 40% Jumlah
Bobot
Rating
Jumlah
0.15
2
0.30
0.15
2
0.30
0.15
2
0.30
0.05
3
0.15
0.10
3
0.30
0.10
2
0.20
0.60
1.55
0,10
3
0.30
0.10
2
0.20
0.10 0.30
2
0.20 0.70
0.20
3
0.60
0.20
4
0.80
0.15 0.15
4 3
0.60 0,45
0.70
2,45
0.10
2
0.20
0.10
3
0.30
0,20
4
0.80
0,10 0.20 0,10
2 3 2
0.20 0.60 0.20
0.80
2.30
50
Berdasarkan skoring di atas maka dapat ditentukan strategi pengembangan agribisnis kopi Indonesia, yaitu : Strategi S-O Strateri S-T Strategi W-O Strategi W-T
: 2.45 + 1.55 = 4.00 : 2.45 + 0.70 = 3.15 : 2.30 + 1.55 = 3.85 : 2.30 + 0.70 = 3.00
Maka strategi yang digunakan dalam pengembangan agribisnis kopi Indonesia adalah strategi S-O karena menghasilkan skor yang tinggi dibandingkan dengan strategi lainnya. Strategi S-O adalah menggunakan kekuatan internal untuk meraih peluang-peluang. Perumusan Strategi dengan Matriks SWOT Tahap selanjutnya adalah merumuskan strategi berdasarkan analisis komponen kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang telah di analisis sebelumnya. Dalam merumuskan strategi pengembangan agribisnis kopi Indonesia, alat analisis yang digunakan adalah Matriks SWOT. Strategi yang dihasilkan dari Matriks SWOT adalah strategi S-O yaitu menggunakan kekuatan dari agribisnis kopi Indonesia untuk memanfaatkan peluang yang ada, strategi WO yaitu memanfaatkan peluang untuk meminimalkan kelemahan dari agribisnis kopi Indonesia, strategi S-T yaitu menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman, dan strategi W-T yaitu meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman. Berikut Matriks SWOT yang disajikan dalam Tabel 14.
51
Tabel 14 Matriks SWOT Agribisnis Kopi Indonesia Kekuatan (Strength-S) 1. Indonesia memiliki iklim tropis dan curah hujan yang sangat mendukung untuk perkembangan komoditas kopi 2. Indonesia negara ke tiga terbesar dunia penghasil kopi Robusta. 3. Indonesia memiliki kelompok kopi spesial 4. Petani mudah dalam memperoleh bibit unggul
Kelemahan (Weaknesses-W) 1. Teknologi roasting dan blending belum sepenuhnya dikuasai oleh industri kopi 2. Permodalan di perkebunan kopi masih dirasakan kurang. 3. Kurang memadai sarana dan prasarana di onfarm maupun di industri kopi 4. Konsumsi kopi perkapita yang sangat rendah 5. Ekspor sebagian besar masih dalam bentuk biji kopi 6. Pajak yang tinggi untuk bahan penolong seperti gula sebesar 40% Strategi S-O Strategi W-O 1. Pengurangan/ 1. Meningkatkan eskpor penghapusan pajak bagi kopi robusta olahan impor bahan penolong (produk diverensiasi) dan (W1,O3) produksi kopi spesial 2. Peningkatan kemampuan (Java Coffee, Kintamani dalam teknologi roasting Coffee, Toradja Coffee dan blending dsb) (W1,O1,O2,O3) (S1,S2,S3,S4,O6) 3. Perbaikan dan penambahan sarana dan prasarana. (W3,O3)
Peluang (Opportunities-O) 1. Jumlah penduduk Indonesia yang besar, potensi bagi tenaga kerja di Industri kopi. 2. Konsumsi Industri rumah tangga menyerap 85 persen produksi kopi 3. Banyaknya perusahaan kopi olahan sehingga menyerap tenaga kerja. 4. Alokasi dana untuk rehabilitasi dan peremajaan tanaman kopi 5. Adanya penyuluhan, riset bibit unggul dan pelepasan varietas unggul 6. Perdagangan bebas Ancaman (Threats-T) Strategi S-T 1. Banyaknya kafe-kafe kopi 1. Meningkatkan kualitas biji kopi dalam negeri instan yang bahan bakunya (S1,S2,S3,S4,T1,T2,T3) tidak menggunakan kopi 2. Penerapan SNI secara asal Indonesia bertahap namun dibina 2. Tuntutan mengikuti secara ketat. (S2, T3) ketentuan 4C (Common Code for The Coffee Community) 3. Adanya standar nasional
Strategi W-T 1. Peningkatan promosi di dalam dan di luar negeri. (W4, T1) 2. Sosialisasi 4C kepada perusahaan dan petani (W5, T2)
52
1) Strategi S-O Meningkatkan ekspor kopi Robusta olahan dan produksi kopi spesial Indonesia dikaruniai sumberdaya alam yang melimpah. Setiap daerah mempunyai kekayaan sumberdaya alam tersendiri. Begitupun dalalam hal perkopian, hampir setiap daerah memiliki kekhususan produk kopi, seperti kopi gayo di Aceh, kopi Flores, dan jenis kopi spesial lainnya merupakan potensi yang bisa dikembangkan di pasar internasional guna meningkatkan dayasaing kopi Indonesia di pasar internasional. Untuk meningkatkan pangsa pasar, Indonesia juga perlu meningkatkan ekspor kopi Robusta yang telah di olah, hal ini juga akan meningkatkan nilai tambah. 2) Strategi S-T Strategi ini menunjukan bagaimana menggunakan kekuatan yang dimiliki oleh agribisnis gandum lokal untuk menghindari atau mengurangi pengaruh dari ancaman. a. Meningkatkan kualitas biji kopi guna meningkatkan kualitas kopi olahan dalam negeri. Berdasarkan faktor sumberdaya yang mendukung usahatani kopi yang merupakan faktor kekuatan, sementara konsumsi kopi domestik tidak mengalami perubahan, disamping itu Indonesia yang hanya sebagai pengikut di pasar internasional dan digesernya oleh Vietnam, maka meningkatkan kualitas biji kopi guna meningkatkan kualitas kopi olahan dalam negeri adalah satu jalan untuk menghadapi semua ancaman tersebut. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan penyuluhan intensif pada petani mengenai budidaya, penanganan pascapanen dan penggunaan teknologi dalam usahatani. b. Penerapan SNI secara bertahap namun di bina secara ketat Untuk saat ini SNI merupakan ancaman baik bagi petani kopi maupun di industri pengolahan kopi, karena petani kopi belum mampu sepenuhnya memenuhi SNI. Oleh karena itu pemberlakukan SNI dilakukan secara bertahap namun pengawasannya dilakukan secara ketat dan terus dibina, sehingga waktunya nanti kopi Indonesia sudah memenuhi SNI dan bukan lagi menjadi ancaman melaikan peluang untuk meningkatkan dayasaing kopi Indonesia. 3) Strategi W-O a. Penghapusan atau pengurangan pajak bagi impor bahan penolong Industri kopi memiliki keterkaitan dengan industri bahan penolong seperti gula. Tingginya pajak impor gula sebesar 40 persen, akan berpengaruh pada biaya produksi kopi olahan (instan). Jika impor bahan penolong di hapus atau dikurangi maka akan berdampak pada penurunan ongkos produksi sehingga industri kopi olahan bisa memaksimalkan keuntungan. b. Peningkatan kemampuan dalam teknologi roasting dan blending Peningkatan kemampuan dalam teknologi roasting dan blending diperlukan guna meningkatkan cita rasa kopi, sehinga kopi olahan Indonesia mampu bersaing dengan kopi impor di dalam negeri maupun bersaing di luar negeri. Karena cita rasa kopi merupakan salah satu barganin position kopi dalam mempertahankan atau menambah pangsa pasar.
53
c. Perbaikan dan penambahan sarana dan prasarana Perbaikan infrastruktur dirasa perlu bagi kelancaran distribusi produk dari kebun ke tempat pengolahan dan ke pasar. Hal ini dapat dilakukan kerjasama baik antara pihak petani, pemerintah setempat maupun industri. Kelancaran distribusi produk akan meminimalkan biaya input. 4) Strategi W-T a. Peningkatan promosi mengenai pentingnya minum kopi baik di dalam maupun luar negeri Konsumsi perkapita kopi Indonesia masih rendah terkait dengan kebudayaan minum kopi hanya untuk pria saja, sedangkan wanita lebih memilih meminum teh. Tapi seiring perkembangan jaman, tumbuh pesat kafekafe kopi siap saji dimana ini merupakan gaya baru minum kopi yang dinilai lebih bergengsi dan konsumennya mencakup seluruh kalangan. Disinilah diperlukannya promosi mengenai pentingnya minum kopi bagi kesehatan dan juga bagi gaya hidup, hal ini diharapkan dapat meningkatkan konsumsi kopi perkapita Indonesia. Mengekspor kopi dalam bentuk kopi olahan adalah strategi yang dirasa perlu dilakukan untuk meningkatkan nilai tambah dan untuk mempertahankan pasar di pasar internasional, mengingat Indonesia memiliki potensi kopi spesialty yang dapat dikembangkan di pasar internasional sehingga diharapkan Indonesia memiliki kekuatan pasar di pasar Internasional. b. Sosialisasi 4C kepada perusahaan dan petani Dalam memasuki pasar bebas, setiap negara tidak ada hambatan masuk untuk menjual produk dagangannya, termasuk dalam perdagangan internasional kopi. Namun untuk dapat bersaing di pasar internasional, Indonesia harus mengikuti selera pasar dan aturan perdagangan internasional yang berlaku seperti adanya ketentuan 4C (Common Code for The Coffee Community). Sama halnya dengan SNI, 4C saat ini masih merupakan ancaman baik bagi petani kopi maupun pelaku di industri kopi (pengusaha), karena terdapat strandar-standar yang harus dipenuhi untuk mengeskpor kopi ke pasar internasional. Namun jika ketentuan 4C bisa dipenuhi maka 4C tidak lagi merupakan ancaman melaikan peluang untuk kopi Indonesia lebih berdayasaing. Sebagai bentuk nyata dari strategi yang telah dirumuskan, maka pada tabel di bawah ini disajikan program-program yang dapat dilakukan guna meningkatkan pengembangan agribisnis kopi Indonesia.
54
Tabel 15 Program Dayasaing dan Pengembangan Agribisnis Kopi Indonesia No Strategi Program 1. Meningkatkan ekspor kopi Promosi dan pameran Robusta olahan (produk Diversifikasi produk diverensiasi) dan produksi kopi Pemanfaatan café-café kopi spesial 2. 3.
4.
5.
6.
7.
8.
Penanggung Jawab Eksportir (AEKI), UKM, petani, Pemda/ pemkot, kementan, kemenprin
Penghapusan atau pengurangan Ratifikasi undang-undang Kemenprindag pajak bagi impor bahan penolong tariff impor Peningkatan kemampuan dalam Pengembangan teknologi R&D, UKM teknologi roasting dan blending pengolahan kopi (Machinary) yang dapat menghasilkan kopi dengan cita rasa baik Pengembangan R&D dalam inovasi dan diversifikasi Perbaikan dan penambahan Membangun akses jalan, Pemda/ pemkot sarana dan prasarana pelabuhan/ Terminal Meningkatkan kualitas biji kopi Memberikan penyuluhan guna meningkatkan kualitas kopi pasca panen olahan dalam negeri. Adanya pengawasan mutu kopi Bantuan mesin/peralatan Teknologi produk (difersivikasi) Penerapan SNI secara bertahap Tersusunnya Standar namun di bina secara ketat Nasional Indonesia (SNI) kopi Menerapkan SNI dalam inovasi dan diversifikasi produk pengolahan kopi Indonesia Peningkatan promosi baik di Pameran dalam maupun luar negeri
Sosialisasi 4C kepada perusahaan dan petani
Penyuluhan dan pembinaan
Penyuluh pertanian, kemenprin, pemerintah pusat bagian UKM, pemerintah daerah, PPT/BPPT Kemenprin, kementan, PPT/Perusahaan, BBIA, litbang
Kemeprin, pemerintah pusat bagian UKM, perusahaan. Kemeperin, kementan, penyuluh pertanian, perusahaan, petani.
55
8 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka kesimpulan yang diperoleh adalah : 1. Berdasarkan analisis dayasaing menggunakan RCA (indeks RCA rata-rata sebesar 5.56) dan Berlian Porter, secara komparatif dan kompetitif kopi Indonesia memiliki dayasaing di pasar internasional. Hal ini dapat dilihat dari faktor-faktor yang masuk kedalam kekuatan dan peluang di dalam analisis SWOT yang berdasarkan analisis Berlian Porter. Faktor-faktor yang masuk ke dalam kekuatan dan peluang adalah faktor yang mendukung dayasaing kopi Indonesia. Sedangkan faktor –faktor yang masuk ke dalam kelemahan dan ancaman adalah faktor yang kurang mendukung dayasaing kopi Indonesia. 2. Strategi yang peningkatan dayasaing yang dipilih adalah strategi S-O (menggunakan kekuatan guna menangkap peluang-peluang yang ada) yaitu Meningkatkan ekspor kopi Robusta olahan (produk diverensiasi) dan produksi kopi spesial.
Saran 1.
2.
Berdasarkan analisis Berlian Porter yang kemudian diturunkan ke analisis SWOT maka program yang sebaiknya dikembangkan guna meningkatkan dayasaing agribisnis kopi Indonesia adalah berupa promosi dan pameran, deversifikasi produk, dan pemanfaatan kafe-kafe kopi siap minum. Berdasarkan analisis SWOT, sebaiknya Indonesia meningkatkan ekpor kopi Robusta olahan (diverensiasi produk) guna meningkatkan nilai tambah dan nilai ekspor yang pada akhirnya akan meningkatkan dayasaing kopi Indonesia.
56
DAFTAR PUSTAKA Abdoellah S. 2003. Perkembangan Perkopian di Indonesia 1996-2002. Warta Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia Vol 19. Asmarantaka RW. 2011. Analisis Dayasaing Ekspor Kopi Indonesia. Di dalam : Baga LM, Fariyanti A, Jahroh S. Kewirausahaan dan Dayasaing Agribisnis. Bogor : IPB Pr. Hlm 79-93. Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia. 1990. Konsumsi Kopi Indonesia. Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia. Jakarta. _____________________________. 2002. Vietnam akan Kendalikan Produksi Kopi. Kopi Indonesia. Edisi April. Jakarta Badan Pusat Statistik. www.bps.go.id. (9 November 2012) __________________. 2004. Indikator Industri Besar dan Sedang. Badan Pusat Statistik. Jakarta. Bina UKM. 2009. http://binaukm.com (11 November 2011). Cahyani UE. 2008. Dayasaing dan Strategi Pengembangan Agribisnis Gula Indonesia [Skripsi]. Departemen Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. David FR. 2006. Manajemen Strategis: Konsep. Edisi 10. Buku 1. Stefanus Rahoyo, editor. Penerbit Salemba Empat. Terjemahan dari: Strategic Management: Concepts and Cases. Jakarta. Departemen Perdagangan. 2010. Indonesian Foreign Trade In Brief. Ditjen Perdagangan Luar Negeri, Jakarta. Direktorat Jendral Perkebunan Departemen Pertanian. 2008. www.deptan.go.id. (3 November 2013). ___________________________________________. 2012. Statistik Perkebunan 2009-2011. Direktorat Jenderal Perkebunan Departemen Pertanian. Jakarta. [ICO] International Coffee Organization. 2011. Coffee Market Report. http://www.ico.org. (9 November 2012) ____________________________________. 2012. Coffee Market Report. http://www.ico.org. (9 November 2012). Kementerian Perindustrian. 2013. Pameran Kopi Nusantara. Tersedia dari: http://agro.kemenperin.go.id Lubis SN. 2002. Dampak Liberalisasi Perdagangan Terhadap Keragaan Industri Kopi Indonesia dan Perdagangan Kopi Dunia [Disertasi]. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Meryana E. 2007. Analisis Dayasaing Kopi Robusta Indonesia di Pasar Internasional [Skripsi]. Program Sarjana Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Mustopa BA. 2010. Analisis Dayasaing Kopi Indonesia di Pasar Internasional [Skripsi]. Departemen Ilmu Ekonomi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Najiyati S dan Daniarti. 2001. Kopi : Budidaya dan Penanganan Pascapanen. Penebar Swadaya. Jakarta. Nurunisa VF. 2011. Analisis Dayasaing dan Strategi Pengembangan Agribisnis Teh Indonesia [Skripsi]. Departemen Agribisnis. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Porter ME. 1990. The Competitive Advantage of Nations. New York: Free press.
57
Puspita AA. 2009. Analisis Dayasaing dan Strategi Pengembangan Agribisnis Gandum Lokal di Indonesia [Skripsi]. Departemen Agribisnis. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Rangkuti F. 2000. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. Pustaka Utama. Jakarta. Rohman H. 2013. Produksi Kopi Secara Enzimatis Menggunakan Bakteri Proteolitik dan Kombinasi Bakteri Selulolitik dan Xilanolitik dari Luwak [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Sa’id EG dan Prastiwi YE. 2008. Agribisnis Syariah penelitian gandum fakultas pertanian). Innofarm : Jurnal Inovasi Pertanian. 7: 95-102. Saragih B. 2010. Suara Agribisnis : Kumpulan Pemikiran Bungaran Saragih. PT Permata Wacana Lestari. Jakarta. Siahaan JA. 2008. Analisis Dayasaing Komoditas Kopi Arabika Indonesia di Pasar Internasional [Skripsi]. Program Studi Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Sihotang J. 1996. Analisis Penawaran dan Permintaan Kopi Indonesia di Pasar Domestik dan Internasional [Tesis]. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Simatupang P. 2009. Introduksi dan Praksis Paradigma Agribisnis di Indonesia : Kontribusi Profesor Bungaran Saragih. Di dalam Krisnamurthi Bayu, Pambudy Rachmat, Dabukke Frans BM, editor. Refleksi Agribisnis. IPB Press. Hlm 23-43. Bogor. Siregar PK. 2009. Analisis Dampak Penghapusan Tarif Impor Susu Terhadap Daya Saing Komoditas Susu Sapi Lokal (Studi Kasus : Peternak Anggota TPK Cibedug, KPSBU Jawa Barat) [Skripsi]. Fakultas Ekonomi Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Siswoputranto PS. 1993. Kopi Internasional dan Indonesia. Kanisius. Yogyakarta. Soetriono. 2009. Strategi Peningkatan Daya Saing Agribisnis Kopi Robusta dengan Model Daya Saing Tree Five. Seminar Peningkatan Dayasaing Agribisnis Berorientasi Kesejahteraan Petani. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian, Bogor. Spillane JJ. 1990. Komoditas Kopi : Peranannya dalam Perekonomian Indonesia. Kanisius. Yogyakarta. Suryono DW. 1991. Analisis Perdagangan Kopi Indonesia Di Pasaran Dalam Negeri Dan Internasional [Tesis]. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Tambunan T. 2001. Perkembangan Sektor Pertanian Di Indonesia. Edisi ke-1. Ghalia Indonesia. Jakarta. Turnip, C. E. 2002. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penawaran Ekspor dan Aliran Perdagangan Kopi Indonesia [skripsi]. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Yuyanti. 2012. Pengaruh Line Extension Terhadap Ekuitas Merek Kopi Nescafe : Survei pada Konsumen Kopi Nescafe Giant Hypermarket Pasteur Hyperpoint [Skripsi]. Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung.
58
Lampiran 1 Nilai Ekspor dan Pangsa Pasar Empat Negara Utama Pengekspor Kopi Dunia Tahun 2008-2013 Tahun
Dunia (US$)
Indonesia (US$)
2008 15,018,930,709 1,081,467,000 2009 13,524,514,164 821,956,589 2010 16,272,481,765 983,998,000 2011 21,140,132,985 1,303,494,000 2012 22,705,167,103 1,243,825,829 2013 12,313,492,862 1,166,188,552 Rata-rata 14,424,959,941 942,989,996 Sumber : Diolah dari UN Comtrade
Pangsa (%) 7.20 6.08 6.05 6.17 5.48 9.47 6.54
Brazil Pangsa (US$) % 4,131,599,097 27.51 3,761,283,255 27.81 5,181,618,077 31.84 8,000,105,307 37.84 5,721,722,102 25.20 4,582,226,590 37.21 4,482,650,633 31.08
Vietnam Pangsa (US$) % 2,108,148,265 14.04 1,714,615,113 12.68 1,838,311,014 11.30 1,060,500,000 5.02 3,507,400,541 15.45 1,924,356,787 15.63 1,736,190,246 12.04
Kolombia Pangsa (US$) % 1,883,221,314 12.54 1,542,697,499 11.41 1,883,556,941 11.58 2,608,365,161 12.34 1,909,997,087 8.41 1,883,906,050 15.30 1,673,106,293 11.60
59
Lampiran 2 Hasil Analisis Concentration Ratio (CR4)
No.
Nama Perusahaan
Pangsa Pasar (S) 2009
2010
2011
Rata-rata Pangsa
Nama Merek
1
PT. Santos Abadi Jaya
Kapal Api dan ABC
62.5
61.5
60.1
61.37
2
PT. Nestle Indonesia
Nescafe
9.9
8.3
5.2
7.80
3
PT. Mayora Indah TBK
Torabika
7.5
6.2
8.5
7.40
4
PT. Sari Incofood Corporation
Indocafe
6.4
9.1
8.4
7.97
Jumlah (CR4) Sumber : Diolah dari Majalah SWA, Juli 2011
84.53
60
Lampiran 3 Tabel Jumlah Perusahaan Kopi Olahan yang Tersebar di Seluruh Provinsi Indonesia Tahun 2009 Propinsi SUMATERA Sumatera Utara Lampung Sumatera Selatan Bengkulu Sumatera Barat Riau Jambi NAD JAWA DKI Jawa Timur Jawa Barat Jawa Tengah Banten DIY BALI & NUSATENGGARA Bali NTB NTT KALIMANTAN Kalimantan Barat Kalimantan Selatan Kalimantan Timur SULAWESI Sulawesi Selatan Sulawesi Utara Sulawesi Tengah PAPUA & MALUKU Papua Maluku TOTAL Sumber. Bina UKM, 2009
Jumlah Perusahaan 66 33 8 10 2 4 4 4 1 99 30 22 15 20 11 1 15 12 1 2 11 7 2 2 9 6 3 0 5 4 1 205
Proporsi 32% 16% 4% 5% 1% 2% 2% 2% 0% 48% 15% 11% 7% 10% 5% 0% 7% 6% 0% 1% 5% 3% 1% 1% 4% 3% 1% 0% 2% 2% 0% 100%
61
Lampiran 4 Daftar Perusahaan Eksportir Kopi Indonesia Tahun 2011 No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42
Nama Perusahaan CV ALFI DATINGGO CO CV ANTARA SAUDARA CV ARIDALTA MANDIRI CV ARVIS SANADA PT ASAL JAYA CV ALAM JAYA PT ANEKA SUMBER BUMI JAYA CV ARVIS SANADA CV ARYA DUTA PT ASIA MAKMUR CV ATEUTAMOUNT CV BANDAR JAKARTA PT BATU PUTIH RAYA CV BINTANG MUSARA GAYO CV BLON ADIL JAYA PT BUDI SEMESTA SATRIA PT BUDI WAHANA BINASWASTA PT BANGUN LAMPUNG JAYA PT BINTANG JAYA MAKMUR PT BINTANG TUNGGAL SEJATI PT BUDI SARI BUMI PT BUDI SENTOSA PERKASA PT BUMI KARYA SENTOSA PT RAJA PUTRA MANGGALA CV WIN ALAM LESTARI PT WAHANA GRAHAMAKMUR PT VAN REES INDONESIA PT VOLKOPI INDONESIA PT ULUBELU COFCO ABADI CV UJANG JAYA PT TYSSEN PRATAMA PT TRI RATU MUKTI KENCANA CV TRIHARTO PT TOARCO JAYA PT TERUNAGALANG CITRA PERKASA PT TAMAN DELTA INDONESIA CV SURYO PT SURAPATI PT SUNGAI BUDI PT SUMICO MANDIRI CV SUMBER ALAM SAKTI PT SUMATERA ARABIKA GAYO
Alamat Aceh Tengah Kota Bandar Lampung Aceh Tengah Malang Malang Lampung Lampung Medan Lampung Lampung Aceh tengah Jambi Makassar Medan Makasar Lampung Lampung Lampung Surabaya Sidoarjo Lampung Lampung Surabaya Medan Medan Medan Jakarta Selatan Medan Sibolga Medan Lampung Lampung Lampung Makasar Medan Semarang Surabaya Malang Malang Medan Semarang Kec Bandar Bener Meriah
62
43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85
PT SUMATERA SPECIALTY COFFEESS PT SULAWESI BEANS PT SULOTCO JAYA ABADI CV SINAR MUTIARA HIJAU CV SINAR ABADI PT SINAR LENTERA MANDIRI CV SIDIKALANG PT SARIMAKMUR TUNGGAL MANDIRI PT SARI HASIL PUTERA CV SARI HASIL UTAMA CV SAMUDERA HARAPAN PT SAMSON JAY PT SAM KARYA ABADI CV RONA BHAKTI CV RODA MANDALA DWIPA PT REDJODADI PT CETARA BANGUN PERSADA PT COFFEE INDONESIA JAYA PT CITRABUANA TUNGGAL PERKASA PT COFFINDO PT COFFEE INDONESIA JAYA PT COMMODITY VENTURES INT CV DAGANG SEPAKAT INDAH PT DJASA DJASA CV DWI JAYA CV EKA NUSA JAYA PT GEMILANG JAYA MAKMUR ABADI PT GEMILANG SENTOSA PERMAI CV GENDALI PT GLOBAL AGRO PERKASA PT GERGAS UTAMA PT GOLDEN HARVESTINDO PT GUNUNG KOPI JAYA PT GUNUNG LINTONG CV HARAPAN BERSAMA CV HIJAU BERSERI PT IHTIYERI KETI ARA CV HARAPAN MAKMUR PT INDOKOM CITRAPERSADA PT INDRA BROTHERS CV JMJ GLOBAL WINPEX PT JAVA AGRO PT INTI BARU SEJATI
Medan Makasar Surabaya Medan Medan Aceh Medan Medan Makasar Makasar Surabaya Lampung Medan Medan Lampung Semarang Tanggerang Lampung Surabaya Medan Lampung Deli,Serdang Aceh Temanggung Malang Medan Malang Malang Medan Medan Medan Pasuruan Lampung Medan Medan Medan Aceh Tengah Lampung Sidoarjo Lampung Surabaya Semarang Palembang
63
86 87 88
PT INDOKOM CITRA PERSADA Lampung PT INDO CAFCO Lampung KP KOP.BAITUL QIRADH Aceh BABURRAYYAN 89 PT KOPI TOBA MAS INDONESIA Deli, Serdang 90 PT LAJU SINAR ABADI Lampung 91 CV LEPO GAYO INDAH Aceh 92 CV LORIN JAYAPRIMA Medan 93 PT MANDHELING GAYO Medan INTERNATIONAL 94 CV MEGA LESTARI Medan 95 PT MEGAHPUTRA SEJAHTERA makasar 96 PT MENACOM Medan 97 PT MANDHELING HIJAU LESTARI Medan 98 PT LOSARI LAKSANA Lampung 99 CV LAMPUNG ROBUSTA COFFEE Lampung 100 CV LINTAS UTAMA Surabaya 101 CV KORINA EFATA Tana Toraja 102 KP KOPERASI PERMATA GAYO Aceh 103 PT KIAT EXPORINDO BERSAMA Lampung 104 CV OLIVIA CHRISTY Medan 105 PT NOMURA EXPORINDO Jakarta Selatan 106 PT NEDCOFFEE INDONESIA Lampung MAKMUR JAYA 107 PT MULYO KAWI WIJOYO Medan 108 PT MULIASARI PERMAI Surabaya 109 CV PRIMATAMA Medan 110 CV PUTRA DARMA Aceh Tengah 111 CV PUTRA RIMBUN Medan 112 CV RAHMAT PUTRA SEJATI Medan 113 PT RAMBATE RATAHAYU Surabaya Sumber : Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) 2011
64
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Depok pada tanggal 22 Januari 1985 dari pasangan Bapak R.S Sochiri (Alm) dan Ibu Dra. Sair. Penulis merupakan puteri pertama dari dua bersaudara. Tahun 2002 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Cibinong. Tahun 2008 penulis lulus dari Program Sarjana Manajemen Agribisnis, Institut Pertanian Bogor. Pada tahun 2010 Penulis melanjutkan ke Program Magister pada Program Studi Magister Sains Agribisnis.