STRATEGI PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KOPI DI KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN SUMATERA UTARA
SKRIPSI
TIUR MARIANI SIHALOHO H34076150
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
RINGKASAN
TIUR MARIANI SIHALOHO. H34076150. 2009. Strategi Pengembangan Agribisnis Kopi Di Kabupaten Humbang Hasundutan, Sumatera Utara. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan TINTIN SARIANTI).
Sektor pertanian masih tetap berperan besar dalam pembangunan ekonomi Indonesia, sektor pertanian menjadi sektor unggulan dalam menyusun strategi pembangunan nasional. Subsektor perkebunan merupakan bagian dari sektor pertanian, subsektor ini mengalami pertumbuhan paling konsisten, baik ditinjau dari areal maupun produksi. Salah satu komoditi unggulan perkebunan Indonesia adalah kopi. Indonesia merupakan negara kedua eksportir kopi dunia, tetapi pada tahun 2007, menurut Direktorat Jenderal Perkebunan, Indonesia juga mengimpor kopi dalam jumlah besar. Oleh karena itu strategi pengembangan agribisnis kopi perlu ditingkatkan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dan luar negeri. Salah satunya dengan mengembangkan kopi dari daerah-daerah Indonesia. Tujuan penelitian ini adalah : (1) Mengidentifikasi dan menganalisis faktor-faktor internal dan faktor-faktor eksternal yang menentukan pengembangan kopi di Kabupaten Humbang Hasundutan, (2) Merumuskan alternatif strategi pemerintah daerah dan memilih prioritas strategi yang tepat dalam pengembangan agribisnis kopi di Kabupaten Humbang Hasundutan. Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Humbang Hasundutan yang merupakan salah satu Kabupaten sentra kopi di Sumatera Utara. Waktu pengumpulan data dilakukan selama bulan Juni-Juli 2009. Data yang digunakan terdiri dari data primer dan sekunder. Jumlah responden dalam penelitian sebanyak delapan orang. Pengambilan responden usahatani dilakukan dengan sengaja (purposive). Pengolahan dan analisis data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis dalam penelitian meliputi analisis internal dan eksternal, dilanjutkan dengan analisis Internal-Eksternal, analisis Strengths,Weaknesess, Opportunities, Threats (SWOT) dan Quantiative Strategy Planning Matrix (QSPM), untuk merumuskan dan menetapkan prioritas strategi bagi pengembangan kopi di Kabupaten Humbang Hasundutan. Analisis terhadap faktor internal dalam Pengembangan Agribisnis Kopi di Humbang Hasundutan, menunjukkan faktor kekuatan mampu mengatasi faktor kelemahan yang dimiliki kawasan tersebut. Secara umum menunjukkan bahwa Pengembangan Agribisnis Kopi dibawah rata-rata dalam kekuatan internalnya secara keseluruhan, hal ini ditunjukkan dengan total nilai bobot skor 2,483. Ini berarti berarti Pemerintah Daerah/Dinas Pertanian Subdinas Perkebunan dan masyarakat/petani secara internal (kekuatan dan kelemahan) belum baik (kuat), dalam upaya pengembangan kopi di Humbang Hasundutan. Hasil analisis eksternal menunjukkan Pemerintah Daerah/Dinas Pertanian Subdinas Perkebunan dan masyarakat/petani telah merespon dengan baik terhadap peluang dan ancaman yang dimiliki, yang berarti bahwa faktor peluang eksternal dalam upaya Pengembangan Agribisnis Kopi di Humbang Hasundutan dapat
mengatasi ancaman yang dihadapinya dan dapat mengambil peluang sebaik mungkin Hasil pencocokan IE menjelaskan bahwa strategi pengembangan agribisnis kopi Kabupaten Humbang Hasundutan adalah pertahanan dan pemeliharaan, yaitu terdiri dari strategi penetrasi pasar dan pengembangan produk Penggabungan faktor internal dan eksternal dan analisis InternalEkasternal dalam matriks Strengths,Weaknesess, Opportunities, Threats (SWOT) dalam Pengembangan Agribisnis Kopi Humbang Husundutan, menghasilkan beberapa alternatif strategi yaitu sebagai berikut :1) Meningkatkan kualitas Sumberdaya manusia melalui pelatihan dan memperluas usahatani kopi yang berkualitas dan jaringan pemasaran, 2) Membentuk dan membina lembaga penelitian untuk Research & Development serta mendukung asosiasi kopi dalam pengembangan kopi organik, 3) Menguatkan modal untuk usaha agribisnis dan memperluas jaringan pemasaran, 4) Melakukan pembinaan, pengembangan pemberdayaan kelembagaaan dan manajemen usahatani, 5) Memperbaiki rantai pemasaran kopi melalui lembaga yang terkait, khususnya dalam penetapan harga dasar kopi, 6) Menciptakan kerjasama yang baik dengan pihak investor. Hasil Quantiative Strategy Planning Matrix (QSPM), menunjukkan bahwa strategi yang menjadi prioritas utama dengan nilai Total Attractiveness Score (TAS) sebesar 6,145 adalah strategi “ Meningkatkan kualitas Sumberdaya manusia melalui pelatihan dan memperluas usahatani kopi yang berkualitas dan jaringan pemasaran”. Kemudian strategi yang memiliki nilai Total Attractiveness Score (TAS) terkecil adalah strategi “ Menciptakan kerjasama yang baik dengan pihak investor” dengan nilai sebesar 5,311. Saran yang diberikan dari hasil penelitian adalah Pemerintah daerah melalui institusi terkait, hendaknya meningkatkan kualitas sumberdaya manusia melalui kelembagaan, membentuk balai penelitian untuk Research & Development, khususnya bibit kopi unggul, sehingga petani mudah memperoleh bibit. Pemerintah juga hendaknya mendukung dan menjadi fasilitator bagi pengembangan asosiasi kopi yang telah ada, karena hal itu dapat meningkatkan kesejahteraan petani. Disamping itu pemerintah juga hendaknya membuat regulator dalam pemasaran kopi khususnya penetapan harga dasar kopi agar pedagang pengumpul dapat terkontrol dalam menetapkan harga kopi.
STRATEGI PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KOPI DI KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN SUMATERA UTARA
SKRIPSI
TIUR MARIANI SIHALOHO H34076150
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
STRATEGI PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KOPI DI KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN SUMATERA UTARA
TIUR MARIANI SIHALOHO H34076150
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk Memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
Judul Skripsi
: Strategi Pengembangan Agribisnis Kopi di Kabupaten Humbang Hasundutan Sumatera Utara
Nama
: Tiur Mariani Sihaloho
NRP
: H 34076150
Disetujui, Dosen Pembimbing
Tintin Sarianti, SP, MM NIP. 19750316 200501 2 001
Diketahui Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP 19580908 198403 1 002
Tanggal Lulus
:
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Strategi Pengembangan Agribisnis Kopi di Kabupaten Humbang Hasundutan Sumatera Utara” adalah karya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, September 2009
Tiur Mariani Sihaloho H34076150
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Tarutung pada tanggal 15 September 1984. Penulis merupakan anak ke-enam dari tujuh bersaudara kandung dari pasangan Osner Sihaloho dan Magdalena Simarmata. Penulis berkesempatan untuk menempuh pendidikan formal di SD Negeri 4 Tarutung, Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara (1991-1997), Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) Santa Maria Tarutung, Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara, (1997-2000) dan Sekolah Menengah Umum (SMU) Santa Maria Tarutung, Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara (2000-2003). Pada tahun 2003 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui Ujian Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI) pada Program Studi Diploma III Manajemen Bisnis Perikanan (MBP), Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan dan lulus pada tahun 2006. Penulis melanjutkan studi di Program Sarjana Agribisnis, Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor sejak tahun 2007 hingga tahun 2009.
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus, karena atas berkat dan kasih karunia-Nya begitu besar dan luar biasa, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini. Skripsi yang disusun oleh penulis berjudul Strategi Pengembangan Agribisnis Kopi Di Kabupaten Humbang Hasundutan, Sumatera Utara dengan menggunakan alat analisis SWOT dan QSPM.. Penelitian ini bertujuan menganalisis faktor-faktor internal dan faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi strategi pengembangan agribisnis kopi di Kabupaten Humbang Hasundutan. Skripsi ini masih harus terus diperbaharui dan disempurnakan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk perbaikan selanjutnya, sehingga penelitian ini dapat berguna buat bangsa dan negara, pihak terkait, dan menjadi sebuah kebanggaan bagi Institusi, juga secara khusus bagi penulis.
Bogor, September 2009
Tiur Mariani Sihaloho
UCAPAN TERIMA KASIH
Proses penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada : 1. Tintin Sarianti, SP, MM sebagai dosen pembimbing yang dengan sabar memberikan bimbingan, dorongan, saran dan perhatiannya yang sangat berarti bagi penulis hingga penyusunan skripsi ini selesai. 2. M. Firdaus, Phd atas kesediaannya menjadi dosen evaluator dalam kolokium proposal penelitian. 3. Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS selaku dosen penguji utama pada ujian sidang penulis yang telah meluangkan waktunya serta memberi kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini
4. Dra. Yusalina, MSi atas kesediaannya menjadi dosen penguji departemen pada ujian sidang penulis yang telah memberi kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini.
5. Bapak Libanon Manullang dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Humbang Hasundutan yang telah memberikan saran dan masukan terhadap penelitian ini. 6. Bapak Kaminton Hutasoit dari Dinas Pertanian Humbang Hasundutan dan keluarga yang telah banyak membantu dalam pengumpulan data responden. 7. Bang Gani, dan seluruh responden yang telah banyak membantu penulis selama pengumpulan data dan memberikan informasi yang sangat berguna dalam penelitian ini. 8. Orang tuaku tercinta yang selalu mendoakan, memberi semangat, dan mendukung penulis dengan penuh kasih sayang. Semoga ini bisa menjadi persembahan yang terbaik. 9. Saudara-saudaraku terkasih keluarga Kak Nora Sihaloho, Kak Nitrin Sihaloho, AMd, Abang Martua Sihaloho, SP. MSi, Kak Masna Sihaloho, AMd dan Adikku Paska Sihaloho, AMd serta keluarga besar Sihaloho dan Simarmata yang selalu mendoakan, memberi semangat dan nasihat sehingga penulis semangat menyelesaikan kuliah dan skripsi ini. God Bless for Us. 10. Maruli Nainggolan, SS yang telah memberi saran, kasih sayang dan bantuan yang tulus serta dukungan yang sangat berarti selama menyelesaikan skripsi ini. God Bless U.
11. Diantama Ginting atas kesediaan sebagai pembahas dalam seminar hasil penelitian, sebagai teman berbagi suka dan duka selama kuliah serta pinjaman laptopnya untuk penyelesain skripsi ini. 12. Seluruh staf sekretariat Ekstensi AGB yang telah membantu penulis. 13. Teman-teman Kos Belitung 21, (Opung, Kak Joice Silaen, Hotna Silalahi, Juniasti Zalukhu, Rida Murni Purba, Liani Sipayung, Elly Sinambela, Septi, Monalisa Sinambela, Bu Juju, Nina), Eska Mentari Pasaribu, Mark Majus Rajagukguk, Osin Joden Br. Karo, Nurlela Nababan, KMKE dan rekan-rekan AGB yang tidak bisa disebutkan satu persatu, terimakasih atas bantuannya.
Bogor, September 2009
Tiur Mariani Sihaloho
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL .....................................................................................
xiv
DAFTAR GAMBAR.................................................................................
xv
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................
xvi
I. PENDAHULUAN ............................................................................... 1.1 Latar Belakang ................................................................................ 1.2 Perumusan Masalah ........................................................................ 1.3 Tujuan ............................................................................................ 1.4 Manfaat .......................................................................................... 1.5 Ruang Lingkup................................................................................
1 1 6 7 8 8
II. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 2.1 Karakteristik Kopi.......................................................................... 2.2 Budidaya Kopi ............................................................................. 2.3 Aspek Agribisnis .......................................................................... 2.4 Pendukung Bisnis Kopi di Kabupaten Humbang Hasundutan ..... 2.5 Konsep Manajemen Strategi ........................................................ 2.6 Penelitian Terdahulu ..................................................................... 2.6.1 Penelitian Tentang Kopi ....................................................... 2.6.2 Penelitian Tentang Strategi...................................................
9 10 11 13 14 15 17 17 18
III. KERANGKA PEMIKIRAN ............................................................ 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ......................................................... 3.1.1. Konsep Agribisnis............................................................... 3.1.2. Analisis Lingkungan Eksternal dan Internal....................... 3.1.3. Konsep Perumusan Strategi ................................................ 3.1.3.1 Tahap Input ............................................................. 3.1.3.2 Tahap Pencocokan .................................................. 3.1.3.3 Tahap Keputusan .................................................... 3.2 Kerangka Pemikiran Operasional .................................................
20 20 20 21 22 22 23 25 26
IV. METODE PENELITIAN ................................................................. 4.1 Lokasi dan Waktu .......................................................................... 4.2 Metode Pengambiln Sampel .......................................................... 4.3 Metode Pengumpulan Data............................................................ 4.4 Metode Pengolahan Data ............................................................... 4.5 Tahap Perumusan Strategi ............................................................. 4.6 Defenisi Operasional......................................................................
29 29 29 30 30 31 38
V. GAMBARAN UMUM ........................................................................ 5.1 Situasi Wilayah ............................................................................... 5.1.1 Letak Geografis dan Topologi .................................... 5.1.2 Penduduk ..................................................................... 5.2 Prasarana dan Sarana .............................................................
40 40 40 41 41 xii
5.2.1 Jalan dan Transportasi ................................................ 5.2.2 Pasar............................................................................. 5.3 Pertanian.......................................................................................... 5.3.1 Kegiatan Pertanian ...................................................... 5.3.2 Kegiatan Pengusahaan Kopi ........................................ 5.3.3 Pemasaran Kopi ........................................................... 5.4 Asosiasi Kopi ..................................................................................
41 41 42 42 43 44 45
VI. ANALISIS FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL STRATEGI PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KOPI KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN .................................. 6.1 Faktor Internal................................................................................. 6.1.1 Kekuatan ................................................................................ 6.1.2 Kelemahan.............................................................................. 6.2 Faktor Eksternal .............................................................................. 6.2.1 Peluang ................................................................................. 6.2.2 Ancaman ................................................................................
48 48 48 50 55 55 58
VII. FORMULASI STRATEGI PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KOPI HUMBANGN HASUNDUTAN ........................................... 7.1 Analisis Metode IFE dan EFE...................................................... 7.1.1 Analisis Matriks IFE .......................................................... 7.1.2 Analisis Matriks EFE .......................................................... 7.2 Analisis Matriks IE dan Analisis SWOT ..................................... 7.2.1 Analisis Matriks IE ............................................................ 7.2.2 Analisis Matriks SWOT...................................................... 7.3 Analisis Matriks QSP................................................................... 7.3.1 Strategi Komprehensif .......................................................
61 61 61 63 65 65 66 71 73
VIII. KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................... 8.1 Kesimpulan .................................................................................. 8.2 Saran.............................................................................................
75 75 75
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................
77
LAMPIRAN...............................................................................................
79
xiii
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1. Volume Eksportir Kopi Negara Terbesar Dunia pada April 2007 - Maret 2008.........................................................
3
2. Volume Ekspor dan Impor Kopi Indonesia pada Tahun 2003-2007....................................................................
3
3. Luas Areal dan Produksi Kopi Indonesia Tahun 2004 – 2008 ......
4
4. Data Produksi, Luas Lahan dan Produktivitas Komoditi Kopi Arabika Sumatera Utara Tahun 2007 ....................
6
5. Metode dan Hasil dari Penelitian Terdahulu...................................
19
6. Penilaian Bobot Faktor Strategis Internal Wilayah.........................
32
7. Penilaian Bobot Faktor Strategis Eksternal Wilayah ......................
32
8. Matriks Internal Faktor Evaluation .................................................
34
9. Matriks Eksternal Faktor Evaluation ..............................................
34
10. Matriks SWOT..... ..........................................................................
36
11. Matriks QSP (Quantitative Strategy Planning) ..............................
38
12. Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Tanaman Perkebunan di Kabupaten Humbang Hasundutan Tahun 2008 ......
42
13. Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Kopi Menurut Kecamatan di Kabupaten Humbang Hasundutan Tahun 2008 ..........................
43
14. PDRB dan Laju Pertumbuhan PDRB Kabupaten Humbang Hasundutan Tahun 2006-2007 .....................
59
15. Matriks IFE Pengembangan Agribisnis Kopi Kabupaten Humbang Hasundutan ..................................................
62
16. Matriks EFE Pengembangan Agribisnis Kopi di Kabupaten Humbang Hasundutan ..............................................
64
17. Matriks SWOT Pengembangan Agribisnis Kopi di Kabupaten Humbang Hasundutan ..............................................
67
18. Alternatif dan Prioritas Strategi Pengembangan Agribisnis di Kabupaten Humbang Hasundutan ..............................................
72 xiv
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1. Model Proses Manajemen Strategis yang Komprehensif ...............
17
2. Lingkup Pembangunan Sistem Agribisnis ......................................
21
3. Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian ..................................
28
4. Matriks IE (Internal-Eksternal) .......................................................
35
5. Saluran Pemasaran Kopi Humbang Hasundutan Tahun 2009 ........
45
6. Petani APKLO sedang panen kopi Ateng di Kecamatan Lintong Nihuta Tahun 2009.....................................
46
7. Saluran Pemasaran Kopi APKLO di Kecamatan Lintong Nihuta Tahun 2009.....................................
47
8. Perkebunan Kopi Rakyat di Kecamatan Lintong Nihuta Tahun 2009 ............................................................
49
9. Petani menggunakan mesin Pulping Manual di Kecamatan Lintong Nihuta Tahun 2009.....................................
51
10. Petani menggunakan Pulping Penggerak ........................................
51
11. Bibit Kopi yang dihasilkan di Kecamatan Lintong Nihuta Tahun 2009..........................................................................
54
12. Matriks IE Kabupaten Humbang Hasundutan ................................
66
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1. Kuisioner Analisis Lingkungan Internal dan Eksternal ..................
79
2. Kuisioner Penilaian Daya Tarik Strategi Matriks QSP...................
89
xvi
I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Indonesia terkenal dengan sebutan Negara Agraris, hal ini dapat ditunjukkan dengan besarnya luas lahan yang digunakan untuk pertanian. Dari seluruh luas lahan yang ada di Indonesia 74,68 persen digunakan untuk pertanian.1 Produk Domestik Bruto (PDB) sektor pertanian tahun 2007 sampai dengan 2008 mengalami pertumbuhan sekitar 4,41 persen. Selain itu berdasarkan data kemiskinan tahun 2005-2008, kesejahteraan penduduk perdesaan dan perkotaan membaik secara berkelanjutan. Berbagai hasil penelitian, menyimpulkan bahwa yang paling besar kontribusinya dalam penurunan jumlah penduduk miskin adalah pertumbuhan sektor pertanian. Kontribusi sektor pertanian dalam menurunkan jumlah penduduk miskin mencapai 66 persen, dengan rincian 74 persen di perdesaan dan 55 persen di perkotaan.2 Sektor pertanian masih tetap akan berperan besar dalam pembangunan ekonomi Indonesia, sektor pertanian menjadi sektor unggulan dalam menyusun strategi pembangunan nasional. Sektor pertanian diposisikan sebagai sektor andalan perekonomian nasional. Hal ini sejalan dengan prioritas pembangunan ekonomi Kabinet Indonesia Bersatu, dimana salah satunya adalah Revitalisasi Pertanian dan Perdesaan.3 Salah satu sub sektor yang memiliki basis sumberdaya alam adalah subsektor perkebunan. Subsektor perkebunan merupakan salah satu subsektor yang mengalami pertumbuhan paling konsisten, baik ditinjau dari areal maupun produksi. Sebagai salah satu subsektor penting dalam sektor pertanian, subsektor perkebunan secara tradisional mempunyai kontribusi yang signifikan terhadap perekonomian Indonesia. Sebagai negara berkembang dimana penyediaan lapangan kerja merupakan masalah yang mendesak, subsektor perkebunan mempunyai kontribusi yang cukup signifikan. Sampai dengan tahun 2003, jumlah tenaga kerja yang terserap oleh subsektor perkebunan diperkirakan mencapai 1
Pertanian Humbang Hasundutan dalam hhtp://sumut.bps.go.id/humbang/index2.publikasi. Diakses pada 21 April 2009. 2 Strategi dan Pencapaian Swasembada Pangan di Indonesia dalam www.deptan.go.id/wap/index.php.Diakses pada 24 April 2009 3 Loc.cit
1
sekitar 17 juta jiwa. Jumlah lapangan kerja tersebut belum termasuk yang bekerja pada industri hilir perkebunan. Kontribusi dalam penyediaan lapangan kerja menjadi nilai tambah sendiri, karena subsektor perkebunan menyediakan lapangan kerja di pedesaan dan daerah terpencil. Peran ini bermakna strategis karena penyediaan lapangan kerja oleh subsektor berlokasi di pedesaan sehingga mampu mengurangi arus urbanisasi. Subsektor perkebunan merupakan salah satu subsektor yang mempunyai kontribusi penting dalam hal penciptaan nilai tambah yang tercermin dari kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto. Dari segi nilai absolut berdasarkan harga yang berlaku, PDB perkebunan terus meningkat dari sekitar Rp 33,7 triliun pada tahun 2000 menjadi sekitar Rp 47,0 triliun pada tahun 2003, atau meningkat dengan laju sekitar 11,7 persen per tahun. Sejalan dengan pertumbuhan PDB, subsektor perkebunan mempunyai peran strategis terhadap pertumbuhan ekonomi. Ketika Indonesia mengalami krisis ekonomi yang dimulai tahun 1997, subsektor perkebunan kembali menunjukkan peran strategisnya. Pada saat itu, kebanyakan sektor ekonomi mengalami kemunduran bahkan kelumpuhan dimana ekonomi Indonesia mengalami krisis dengan laju pertumbuhan –13 persen pada tahun 1998. Dalam situasi tersebut, subsektor perkebunan kembali menunjukkan kontribusinya dengan laju pertumbuhan antara 4-6 persen per tahun.4 Salah satu komoditas unggulan dalam subsektor perkebunan adalah kopi. Kopi merupakan produk yang mempunyai peluang pasar yang baik di dalam negeri maupun luar negeri. Sebagian besar produksi kopi di Indonesia merupakan komoditas perkebunan yang diekspor ke pasar dunia. Menurut data statistik International Coffee Organization (ICO), Indonesia merupakan Negara eksportir ke-dua, setelah Brazil (Tabel 1).
4
Peran Subsektor Perkebunan Dalam Perekonomian Indonesia dalam http://www.kompas.co.id/index.php/Bisnis/news.Diakses pada 29 Mei 2009.
2
Tabel 1. Volume Eksportir Kopi Negara Terbesar Dunia pada April 2007-Maret 2008 Negara Eksportir Brazil Indonesia Uganda India Papua New
Volume Ekspor (Kg) 1.464.625.200 255.885.840 170.861.940 150.500.040 58.124.580
Sumber : Ditjenbun, 2008 (diolah)5
Sebagai Negara eksportir kopi ke dua, perkebunan kopi Indonesia dapat meningkatkan devisa ekonomi. Dari segi sosial, perkebunan kopi juga menyediakan lapangan kerja cukup besar, karena pengusahaanya banyak dilakukan oleh rakyat. Indonesia sebagai eksportir kedua, namun Indonesia juga mengimpor kopi (Tabel 2). Tabel 2. Volume Ekspor dan Impor Kopi Indonesia pada Tahun 2003-2007 Tahun 2003 2004 2005 2006 2007
Ekspor (ton) 323.520 344.077 445.829 413.500 321.404
Impor (ton) 4.396 5.690 3.195 6.404 49.994
Sumber : Ditjenbun, 2008 (diolah)6
Berdasarkan Tabel di atas, terlihat bahwa jumlah ekspor kopi Indonesia berfluktuatif, dari tahun 2003 sampai tahun 2006, jumlah ekspor kopi semakin meningkat, tetapi pada tahun 2007 jumlah ekspor menurun. Sedangkan jumlah impor meningkat drastis pada tahun 2007. Hal ini berarti bahwa produksi kopi dalam negeri tidak dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri, sehingga harus mengimpor kopi. Produksi kopi Indonesia dapat dilihat pada Tabel 3.
5
http://ditjenbun.deptan.go.id/cigraph/index.php/viewstat/internasional. Diakses pada 11 Agustus 2009 6 Ibid
3
Tabel 3. Luas Areal dan Produksi Kopi Indonesia Tahun 2004-2008 Tahun 2004 2005 2006 2007 2008
Luas Areal (Ha) 1.303.943 1.255.272 1.308.731 1.295.911 1.302.892
Total Produksi (ton) 647.386 640.365 682.158 676.476 682.938
Sumber : Ditjenbun, 2008 (diolah)7
Berdasarkan Tabel 3, perkembangan produksi kopi Indonesia berfluktuatif dari tahun 2004 sampai tahun 2005, produksi kopi menurun, namun pada tahun 2006 produksi kopi meningkat drastis. Pada tahun 2007 produksi kopi kembali turun karena rendahnya harga kopi. Harga kopi kembali meningkat pada tahun 2008 sehingga mendorong petani untuk memperluas lahan pertanian. Sebagian besar hal ini disebabkan bahwa teknik budidaya kopi masih tradisional dan berkerakyatan, harga yang berfluktuatif serta biaya produksi yang tinggi. Menurut Departemen Pertanian Direktorat Jenderal Perkebunan, Sumatera merupakan penyumbang terbesar produksi kopi nasional.
Propinsi
terbesar dicapai oleh Sumatera Selatan, Lampung, Sumatera Utara dan Nangro Aceh Darussalam. Dilihat dari sumberdaya alam dan tenaga kerja, Sumatera Utara sangat dipertimbangkan dapat memberikan sumbangan terhadap kopi nasional. Menurut data AEKI (Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia), kopi di Sumatera Utara terbukti menjadi salah satu penyumbang devisa. Ekspor kopi Sumatera Utara hingga April 2008 telah mencapai 71,68 juta dolar AS dari volume ekspor biji dan bubuk kopi sebanyak 21.969 ton. Dari jumlah ini kopi jenis Arabika menjadi penyumbang terbesar yakni 65,07 juta dolar AS dari volume ekspor sebanyak 19.137 ton.8 Salah satu kopi yang diusahakan petani adalah kopi jenis Arabika. Kopi jenis Arabika hanya ditanam sebagian kecil petani, sehingga harga kopi di pasar dunia masih tetap tinggi. Kopi Arabika di Indonesia umumnya ditanam petani di 7
Ibid Internasional doyan kopi arabika Sumut dalam http://kompas.co.id/xml/2008/06/08/20021021/ .Diakses pada 29 Mei 2009
8
4
Toraja Sulawesi Selatan, Bali, Jawa, Sumatera Utara Utara dan Aceh. Petani penanam kopi Arabika mendapat penghasilan lebih baik karena produksi dunia tidak melimpah seperti kopi Robusta. Kabupaten Humbang Hasundutan (Humbahas) merupakan salah satu kabupaten yang berada di Provinsi Sumatera Utara. Kabupaten ini dimekarkan melalui Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2003. Kabupaten Humbang Hasundutan mendapat daerah yang kaya potensi hasil warisan kabupaten induk. Komoditas pertanian terbesar kabupaten ini adalah kopi yang merupakan subsektor perkebunan. Kopi tersebut merupakan komoditi unggulan Kabupaten Humbang Hasundutan yang sangat potensial untuk dikembangkan. Pada tahun 2007, Kabupaten Humbang Hasundutan memberi kontribusi sebesar 4.896,01 ton dengan produktivitas 0,88 ton per tahun terhadap kopi Sumatera Utara. Menurut Ketua APKLO (Asosiasi Petani Kopi Lintong Organik), kopi Humbang Hasundutan sudah menembus pasaran dunia sejak tahun 2003. Diantaranya ke Tullys Coffe, Wataru dan Junicof di Jepang, Twin UK di Inggris dan Greencofee di Belanda. Sesuai data, terakhir kalinya ekspor dilakukan tahun 2008 lalu dengan jumlah 200 ton. Pada Tahun 2008, luas perkebunan kopi di Humbang Hasundutan sebanyak 11.375 Ha, dengan hasil produksi 7.824 ton per tahunnya dan lahan kopi organik seluas 350 ha. Perkebunan kopi di Kabupaten Humbang Hasundutan terdiri dari 48,45 persen luas lahan pertanian dan perkebunan.9 Oleh karena itu untuk meningkatkan produksi kopi Indonesia perlu dilakukan berbagai upaya mengatasi permasalahan yang ada, khususnya di Kabupaten Humbang Hasundutan. Permasalahan yang harus diatasi mulai dari tahap produksi hingga pemasaran. Pada akhirnya pengembangan kopi di Kabupaten Humbang Hasundutan mampu meningkatkan pendapatan petani serta membantu program pemerintah dalam usaha meningkatkan pendapatan daerah dan Nasional.
9
Pengusaha Kopi Jepang Kunjungi Lintong Ni Huta Humbahas Produksi Kopi 7800 ton/tahun dalam http://www.humbanghasundutankab.go.id. Diakses pada 29 Mei 2009.
5
1.2 Perumusan Masalah Sektor pertanian merupakan potensi utama yang dimiliki oleh Kabupaten Humbang Hasundutan. Sektor ini merupakan sektor yang mendominasi perekonomian dengan kontribusi sebesar 60,53 persen Tahun 2007 Atas Dasar Harga Berlaku PDRB sebesar Rp 1.711.728,32 Juta dan PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000 sebesar Rp 854.594,27 Juta.10 Sumberdaya alam, agroklimat dan keadaan alam yang cocok untuk pertanian menjadi pertimbangan dalam pengembangan sektor pertanian, khususnya komoditi unggulan daerah. Menurut Ketua Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI) Sumatera Utara Di Vietnam, petani kopi bisa menghasilkan 1,5 ton perhektar, sementara di Sumatera Utara untuk bisa satu ton per hektar pun masih sulit.11 Hal ini dapat ditunjukkan pada Tabel 4.
Tabel 4. Data Produksi, Luas Lahan dan Produktivitas Komoditi Kopi Arabika Sumatera Utara Tahun 2007 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Nama Daerah
Produksi (ton)
Kabupaten Asahan Kabupaten Dairi 9.437,80 Kabupaten Deliserdang 653,51 Kabupaten Humbang Hasundutan 4.896,01 Kabupaten Karo 7.207,35 Kabupaten Labuhanbatu Kabupaten Langkat Kabupaten Mandailingnatal 324,55 Kabupaten Nias Kabupaten Nias Selatan Kabupaten Pakpakbharat 672,80 Kabupaten Serdang Bedagai Kabupaten Simalungun 5.817,82 Kabupaten Tapanuli Selatan Kabupaten Tapanuli Tengah Kabupaten Tapanuli Utara 9.057,07 Kabupaten Tobasamosir 1.928,36 Kabupaten Samosir 2.227,30 Total 42.222,57
Luas Lahan Produktivitas menghasilkan ( ha) per ton/ha 6.904,00 1,36 653,20 1,00 5.542,00 0,88 4.771,00 1,51 460,47 0,70 578,00 1,16 3.889,07 1,49 8.554,25 1,05 1.607,26 1,19 2.058,32 0.37 35.017,57 1,20
Sumber : Data Statistik Perkebunan Sumatera Utara, 2009 (diolah).
10 11
Op.cit Op.cit
6
Pada tahun 2007, produktivitas Kabupaten Humbang Hasundutan hanya mampu memproduksi 0,88 ton per hektar. Demikian juga pada tahun 2006, produksi hanya 6.226,38 ton dengan luas panen 7.547,50 Ha. Dari tahun 2006 sampai tahun 2007, produktivitasnya hanya meningkat dari 0,82 per hektar menjadi 0,88 per hektar. Produktivitas kopi Humbang Hasundutan belum mencapai 1 ton per hektar.(Tabel 4) Ditinjau dari sumberdaya alam, agroklimat dan keadaan alam yang cocok untuk pertanian kopi serta peluang kopi di pasar lokal maupun internasional, Kabupaten Humbang Hasundutan sudah semestinya mampu meningkatkan produktivitasnya. Untuk pengembangannya perlu diketahui persoalan apa yang sedang dihadapi serta upaya apa yang akan dilakukan dalam menghadapi persoalan tersebut. Penyebab rendahnya produktivitas petani kopi Arabika di Humbang Hasundutan antara lain karena keterbatasa modal. Petani kopi belum terlalu menjaga kualitas tanamannya. Jika harga turun, petani tidak peduli dengan kualitas dan hasil panenannya, sementara harga naik, produksinya justru turun. Kegiatan pertanian kopi di Kabupaten ini masih terbatas dengan pengetahuan dan pengalaman sendiri oleh petani. Petani kurang berorientasi pada pasca panen dan pengolahan, sehingga tidak mampu memberi nilai tambah pertanian, tidak memperhatikan pasar. Adapun bentuk pengolahan hasil pertanian yang telah dilaksanakan oleh sebagian masyarakat adalah industri kopi dan dilakukan dalam skala usaha kecil. Persoalan lainnya adalah harga kopi yang murah dan biaya produksi yang tinggi juga merupakan permasalahan utama yang dihadapi para petani, sehingga sulit bagi petani untuk mengembangkan kegiatan usahataninya. Disamping itu masih rendahnya investasi terhadap pengembangan kopi. Dari segi sarana dan prasarana kendala yang dihadapi oleh pemerintah dan masyarakat adalah tidak ada balai penelitian untuk komoditi kopi. Sumberdaya manusia yang masih minim dan rendah dalam bidang pemasaran dan pengolahan hasil pertanian juga menjadi kendala yang dapat menghambat pengembangan produksi kopi di Kabupaten Humbang Hasundutan.
7
Permasalahan tersebut akan menghambat pengembangan kopi di Kabupaten Humbang Hasundutan. Untuk itu diperlukan strategi untuk pengembangan kopi di Kabupaten Humbang Hasundutan. Adapun masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana faktor-faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan faktor-faktor eksternal (peluang dan ancaman) agribisnis kopi di Kabupaten Humbang Hasundutan? 2. Bagaimana formulasi dan prioritas strategi pemerintah daerah dalam pengembangan agribisnis kopi di Kabupaten Humbang Hasundutan?
1.3 Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Menganalisis
faktor-faktor internal
dan
faktor-faktor eksternal
yang
mempengaruhi strategi pengembangan agribisnis kopi di Kabupaten Humbang Hasundutan. 2. Merumuskan alternatif strategi pemerintah daerah dan memilih prioritas strategi dalam pengembangan agribisnis kopi di Kabupaten Humbang Hasundutan.
1.4 Manfaat Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan bahan pertimbangan bagi berbagai pihak yang berkepentingan, antara lain : 1. Bahan pertimbangan Pemerintah Daerah Kabupaten Humbang Hasundutan dalam mengambil kebijakan strategis yang berkaitan dengan perencanaan pengembangan agribisnis kopi di Kabupaten Humbang Hasundutan. 2. Melatih kemampuan penulis untuk menganalisis permasalahan pengembangan agribisnis kopi di Kabupaten Humbang Hasundutan. 3. Sebagai bahan informasi dan buat rujukan untuk penelitian selanjutnya serta pihak lainnya seperti investor.
8
1.5 Ruang Lingkup Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Humbang Hasundutan di Sumatera Utara. Penelitian ini difokuskan pada analisis agribisnis kopi pada tiga kecamatan yang terpilih, seperti yang akan dijelaskan pada metode penelitian selanjutnya, serta bagaimana alternatif strategi dalam Pengembangan Agribisnis Kopi di Kabupaten Humbang Hasundutan.
9
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Karakteristik Kopi Kopi (Coffea spp), adalah spesies tanaman berbentuk pohon yang termasuk dalam famili Rubiaceae dan genus Coffea. Tanaman ini tumbuhnya tegak, bercabang dan bila dibiarkan tumbuh dapat mencapai 12 m. Daunnya bulat telur dengan ujung agak meruncing, daun tumbuh berhadapan pada batang, cabang dan ranting-rantingnya. Kopi mempunyai sistem percabangan yang agak berbeda dengan tanaman lain. Kopi dapat tumbuh dalam berbagai kondisi lingkungan, tetapi untuk mencapai hasil yang optimal memerlukan persyaratan tertentu.
Zona terbaik
pertumbuhan kopi adalah antara 200 LU dan 200 LS. Indonesia yang terletak pada zona 50 LU dan 100 LS secara potensial merupakan daerah kopi yang baik. Sebagian besar daerah kopi di Indonesia terletak antara 0-100 LS yaitu Sumatera Selatan, Lampung, Bali, Sulawesi Selatan dan sebagian kecil antara 0-50 LU yaitu Aceh dan Sumatera Utara.
Unsur iklim yang banyak berpengaruh terhadap
budidaya kopi adalah elavasi (tinggi tempat), temperature dan tipe curah hujan. Tanaman kopi menuntut persyaratan tanah yang berpori, sehingga memungkinkan air mengalir ke dalam tanah secara bebas. Tanaman kopi tidak cocok untuk ditanam ditanah liat yang terlalu lekat karena menahan terlalu banyak air, sebaliknya tidak pula cocok untuk ditanam di daerah yang berpasir karena terlalu berpori (porous). Penanaman kopi dilakukan pada tanah dengan kedalaman 1,8m karena pohon kopi mempunyai kemampuan untuk menyesuaikan dan memperluas sistem perakaran. Tanah yang dalam akan memberi bahan-bahan makanan (nutrient yang diperlukan dengan cukup). Tanaman kopi akan tumbuh dengan baik pada tanah yang agak asam dengan derajat keasaman pH 6. Jenis tanahnya bervariasi, mulai dari tanah basalt, granite atau crystalline. Derajat kemiringan lereng yang cocok antara 25-300. Tanaman kopi merupakan tanaman tahunan yang mempunyai perakaran yang dangkal, secara alami tanaman kopi memiliki akar tunggang sehingga tidak mudah rebah. Bibit tanaman kopi berasal dari bibit stek, cangkokan, bibit okulasi. Tanaman kopi umumnya mulai berbunga setelah berumur kurang lebih dua tahun.
10
Bunga keluar dari ketiak daun yang terletak pada batang utama dan cabang reproduksi tetapi bunga yang keluar dari kedua tempat tersebut biasanya tidak berkembang menjadi buah, jumlahnya terbatas dan hanya dihasilkan oleh tanaman-tanaman yang masih sangat muda. Bunga yang jumlahnya banyak akan keluar dari ketiak daun yang terletak pada cabang primer. Bunga ini berasal dari kuncup-kuncup sekunder reproduktif yang berubah fungsinya menjadi kuncup bunga. Kuncup bunga kemudian berkembang menjadi bunga secara serempak dan bergerombol.
2.2 Budidaya Kopi Untuk mendapatkan hasil kopi yang optimal dalam pembudidayaan kopi diperlukan persyaratan dan teknik-teknik tertentu. Dalam hal ini ada dua jenis budidaya kopi yang akan dibahas yaitu budidaya kopi Arabika dan kopi Robusta yaitu sebagai berikut : 1.
Kopi Arabika Penanaman kopi Arabika memiliki syarat tumbuh ketinggian 700-2000m
dpl, dengan garis lintang 20o LS sampai 20o LU. Untuk curah hujan 1.500 s/d 2.500 mm/thn, kedalaman tanah efektif lebih dari 100 cm, kemiringan tanah kurang dari 45 % dan pH 5,5-6,5. Iklim sangat berpengaruh terhadap produktivitas tanaman kopi. Pengaruh iklim mulai nampak sejak cabang-cabang primer menjelang berbunga. Pada saat bunga membuka sampai dengan berlangsung penyerbukan pertumbuhan buah muda sampai tua dan masak menjelang kemarau pada umumnya cuaca mulai terang, udara tidak berawan, berarti penyinaran matahari akan lebih banyak maka suhu akan meningkat. Banyak atau lamanya penyinaran merupakan stimulan bagi besar kecilnya persiapan pembungaan. Semakin banyaknya penyinaran maka persiapan pembentukan bunga akan semakin cepat. Untuk penanaman kopi diperlukan beberapa persiapan diantaranya bahan tanaman dan persipan areal. Persiapan bahan tanam meliputi penyediaan benih, penyemaian benih dan persemaian lapangan.
11
a. Persemaian Untuk mendapatkan bahan tanaman diperlukan benih dan entres untuk sambungan dan stek. Benih yang akan digunakan untuk batang bawah harus dipilih dari buah kopi yang baik dan masak dari bahan yang dikehendaki untuk mendapatkan biji untuk benih kulit dan daging buah dipisahkan dan lendir dibersihkan dengan abu. Setelah itu benih diangin-anginkan selama kurang lebih dua sampai tiga hari. Benih yang tersedia kemudian disemaikan pada media yang telah disiapkan. Tanah persemaian harus dipacul kira-kira 30 cm dan bersih dari sisa-sisa akar dan batu-batu lain. Pada bagian atas bedengan diberi lapisan apsir tebal kirakira 5 cm. Bedengan harus diberi naungan dan setiap hari harus disiram dengan air yang cukup tetapi tidak tergenang. Setelah benih berusia tiga bulan harus dipindahkan kepersemaian lapangan. b. Penanaman Persiapan lahan dilakukan pembersihan dari semak, membongkar tunggul atau akar pohon yang ada. Kumpulkan seluruh bagian semak yang ada, kemudian diberakan dan dilakukan pengajiran. Jarak tanam berbentuk segi emapt 2,5 x 2,5 m, pagar 1,5 x 2,5 m, untuk tumpangsari 2 x 4 m. Untuk lubang tanamnya dibuat tiga bulan sebelum tanam dengan ukuran 50 x 50 x 50 cm dantanah galian dicampur dengan pupuk kandang ke dalam lubang setelah 2-4 minggu. Bibit kopi harus berumur 4-5 bulan, tinggi minimal 20 cm, jumlah minimal tiga pasang. Selain itu juga perlu ditanam pohon pelindung yang hendaknya sudah ditanam 1-2 tahun. Biasanya jenis pohonnya seperti lamtoro, dadap dan sengon. Pohon pelindung selain untuk melindungi tanaman kopi itu berguna sebagai memperpanjang umur produksi, menghindari penyakit, mengurangi biaya penyiangan, dapat menurunkan suhu air dan tanah pada musim panas. Penanaman kopi Arabika dapat dilakukan pada awal musim penghujan diharapkan agar tidak banyak tanah yang terlepas dari akar dan leher akar bibit ditanam rata dengan permukaan tanah. c. Pemeliharaan Penyulaman dilakukan pada bibit yang sudah mati untuk menjamin jumlah tegakan tanaman. Penyiangan dilakukan empat kali sebulan pada tanaman muda
12
sedangkan tanaman dewasa dua kali sebulan yang bertujuan meratakan unsur hara dan air. Pemupukan dilakukan dua kali setahun yaitu awal musim hujan dan akhir musim hujan. d. Panen dan Pasca Panen Kopi Arabika mulai berbuah pada umur tiga tahun. Buah yang sudah masak berwarna merah tua dan pemetikan dilakukan harus hati-hati jangan sampai ada bagian pohon yang rusak. Pengolahan hasil dibagi menjadi dua bagian yaitu : a. Pengolahan secara kering yaitu buah kopi yang sudah kering diperam selama 24 jam, kemudian dijemur panas matahari diputar balikan agar merata sampai 10-14 hari, untuk memisahkan kulit buah. b. Pengolahan secara basah buah yang baru dipetik ditumbuk dengan lesung dan diberi sedikit air supaya cepat keluar, selain itu juga untuk menghilangkan lendir-lendir masih memikat perlu diperam dulu dalam kaleng atau diisi air 34 hari dan dicuci bersih. 2.
Kopi Robusta Penanaman kopi Robusta memiliki syarat tumbuh ketinggian 400-800 m
dpl, rata-rata temperatur harian 21-240. Untuk curah hujan rata-rata membutuhkan 2000-3000 mm/tahun dan pH atau keasaman 5,5-6,5. Untuk penanaman kopi diperlukan beberapa persiapan diantaranya bahan tanaman dan persiapan areal. Persiapan bahan tanaman meliputi penyediaan benih, penyemaian benih dan persemaian lapangan. a. Persemaian Untuk mendapatkan bahan tanaman diperlukan benih dan entres untuk sambungan dan stek. Benih yang akan digunakan untuk batang bawah harus dipilih dari buah kopi yang baik dan masak dari bahan yang dikehendaki untuk mendapatkan biji untuk benih kulit dan daging buah dipisahkan dan lendir dibersihkan dengan abu. Setelah itu benih diangin-anginkan selama kurang lebih dua sampai tiga hari. Benih yang tersedia kemudian disemaikan pada media yang telah disiapkan. Tanah persemaian harus dipacul kira-kira 30 cm dan bersih dari sisa-sisa akar dan batu-batu lain. Pada bagian atas bedengan diberi lapisan pasir tebal kirakira 5 cm. Bedengan harus diberi naungan dan setiap hari harus disiram dengan
13
air yang cukup tetapi tidak tergenang. Setelah benih berusia tiga bulan harus dipindahkan kepersemaian lapangan. b. Penanaman Penanaman dilakukan pada musim hujan. Untuk itu tiga sampai enam bulan sebelumnya harus dibuat dengan ukuran 0,4 x 0,4 x 0,4 m. Pembuatan lubang dan luasnya tergantung pada struktur tanah. Makin berat struktur tanah makin lama lubang harus dibuat, makin besar dan luas. Setelah itu baru dilakukan penanaman serta diberi serasah. Untuk memperoleh produksi yang optimal jarak kopi perlu diperhatikan. Jarak tanam harus dipilih sesuai dengan jenis kopi, kesuburan tanah dan tipe iklim.
Untuk tanah lebih subur atau yang mempunyai iklim lebih basah
diperlukan jarak tanam lebih lebar dari pada tanah yang kurang subur atau mempunyai iklim kering. c. Pemeliharaan Tanaman Pemeliharaan tanaman merupakan kegiatan yang terus menerus dilakukan agar diperoleh hasil yang optimal. Kegiatan pemeliharaan meliputi : 1. Pemeliharaan Tanah atau Lahan Pemeliharaan tanah dimaksudkan untuk menjaga agar media tanam kopi tetap dalam kondisi baik. Disini yang perlu diperhatikan adalah pertumbuhan gulma yang dapat menyaingi pengambilan makanan. Untuk itu pemberian serasah perlu dilakukan untuk mencegah pertumbuhan gulma. Serasah dapat diperoleh baik dari rembesan pohon pelindung atau dari hasil siangan. 2. Pemeliharan Tanaman Pokok Pemeliharaan dapat berupa pemangkasan dan penyulaman. Tujuan pemangkasan adalah untuk mengatur pertumbuhan vegetatif ke arah pertumbuhan generatif yang lebih produktif. Terdapat tiga macam pemangkasan yaitu pemangkasan bentuk, pemangkasan produksi serta pemangkasan rejuvinasi. Pemangkasan bentuk bertujuan untuk membentuk kerangka tanaman yang kuat dan seimbang.
Sedangkan pemangkasan produksi bertujuan mempertahankan
keseimbangan kerangka tanaman yang telah diperoleh melalui pemangkasan bentuk. Sementara itu, pemangkasan rejuvinasi bertujuan untuk peremajaan batang. Dilihat dari jumlah batang terdapat dua sistem dalam pemangkasan yaitu
14
pemangkasan
berbatang
ganda
dan
pemangkasan
berbatang
tunggal.
Pemangkasan berbatang ganda dilakukan biasanya diperkebunan rakyat sedangkan pemangkasan berbatang tunggal dilakukan di perkebunan besar. Sistem pemangkasan batang dipengaruhi oleh kondisi ekologis dan jenis kopi yang ditanam. Sistem berbatang tunggal lebih sesuai untuk jenis kopi yang banyak membentuk cabang-cabang sekunder. Oleh karena itu bila peremajaan batang kurang diperhatikan produksi cepat menurun karena pohon menjadi berbentuk payung. Sistem berbatang ganda lebih diarahkan pada peremajaan batang. Oleh karena itu lebih sesuai bagi daerah yang basah dan letaknya rendah dimana pertumbuhan batang baru berjalan lebih cepat. Peremajaan tidak hanya mengganti tanaman yang rusak atau tua dengan tanaman yang baru, tetapi juga perlu pergantian varietas atau klon yang unggul serta perbaikan kultur teknis. Rejuvinasi sebaiknya dilakukan pada akhir suatu panen besar, pada waktu akhir musim kemarau. Rejuvinasi dilakukan secara : a. Total, yaitu mengganti seluruh pohon kopi dari suatu area b. Selektif, yaitu rejuvinasi selektif yang dipilih pada pohon-pohon yang jelas sudah tua atau rusak dan produksinya rendah c. Sistematis, yaitu peremajaan bertahap untuk diremajakan seluruhnya 3. Pemupukan Pupuk diperlukan karena adanya pengambilan hara oleh tanaman dan persediaan dalam tanah. Kopi mengambil hara dalam tanah untuk pertumbuhan vegetatif serta untuk pertumbuhan buah. Tujuan pemupukan adalah : a. Memperbaiki kondisi tanaman, tanaman yang dipupuk secara optimal dan teratur akan memiliki daya tahan lebih besar, sehingga tidak mudah dipengaruhi oleh keadaan yang ekstrim. b. Peningkatan produksi dan mutu, walaupun pada tahun pertama pemupukan lebih banyak berpengaruh terhadap pertumbuhan vegetatif, tetapi pemupukan ini juga meningkatkan mutu yaitu besarya biji kopi dan rendemen lebih tinggi c. Stabilisasi produksi, tanaman kopi bersifat biannual bearing(panen raya setiap empat tahun sekali). Oleh karena itu untuk menjaga agar produksi
15
tidak turun terlalu banyak maka perlu pemupukan yang teratur dosis dan jenis pupuk harus disesuaikan sebab pemberian pupuk yang salah tidak hanya tidak efektif tetapi juga menurunkan produksi. d. Demikian pula dengan waktu pemupukan yang harus sesuai dengan kebutuhan tanaman dan iklim. Dosis dan waktu pemupukan baiknya dilakukan pada awal musim dan akhir musim hujan 4. Hama dan Penyakit Terdapat banyak sekali hama dan penyakit yang dapat menyerang kopi diantaranya : 1. Serangan bubuk buah akan mengakibatkan gugurnya buah muda, menurunkan mutu akibat biji berlubang dan penyusustan berat. Pemberantasan terhadap hama ini dilakukan dengan pemusnahan sumber infeksi (petik bubuk, lelesan) dan pemutusan siklus hidup. 2. Bubuk cabang, yang menyerang cabang dan wiwilan yang masih muda dan mengakibatkan cabang kering atau patah. Untuk mengatasi serangan hama bubuk cabang, maka yang harus dilakukan adalah memperbaiki kondisi
tanaman
kopi,
menghambat
pertumbuhan
cendawan,
memusnahkan cabang-cabang yang terserang. 3. Kulit putih, akibat dari serangan ini mengakibatkan tanaman kopi menjadi kerdil dan buah mudah gugur. Untuk mengatasinya maka dilakukan pemberantasan
semut,
membabat
tanaman
yang
disenangi
kutu,
memusnahkan tanaman pelindung yang terserang dan menyemprot obatobatan. 4. Cendawan akar coklat dan akar hitam, tanaman yang terserang daunnya akan layu kuning dan kering. Untuk menghindari serangan lebih luas maka tanaman yang terserang didongkel dan dimusnahkan, kemudian diisolasi dengan pembuatan parit. d. Panen dan Pasca Panen Kopi berbuah tidak serentak maka panennya juga tidak dapat dilakukan sekali saja. Untuk itu pemetikan haruslah dipilih yang lazim disebut petik merah, yaitu pemetikan buah yang masak berwarna merah dipetik satu demi satu dari tiap
16
dongkolan. Ada tiga tahap pemetikan kopi untuk menhasilkan mutu yang tinggi yaitu : 1. Petik pendahuluan, yaitu pemetikan pada buah-buah yang terserang bubuk buah, biasanya dilakukan pada buah kopi yang berwarna kuning sebelum usia delapan bulan. 2. Panen raya yakni pemetikan buah yang sebenarnya, pemetikan sistem petik merah dapat berjalan antara empat sampai lima bulan dengan giliran sepuluh sampai 14 hari. 3. Rajutan, yaitu pemetikan terakhir tanpa dipili, petik ini dilakukan bila sisa kopi dipohon masih berkisar 10 persen. Setelah kopi dipetik perlu dilakukan penggilingan dua tahap kemudian penjemuran kira-kira 36 jam (Tjokrowinoto, 2002).
2.3 Penelitian Terdahulu 2.3.1 Penelitian tentang Kopi Hasil penelitian yang dilakukan Sartika (2007) mengenai analisis pendapatan usahatani dan pemasaran kopi arabika dan robusta adalah penerimaan rata-rata usahatani kopi Arabika adalah Rp 18.477.000 per tahun dengan R/C Rasio 1,94, sedangkan penerimaan kopi Robusta Rp 5.228.500 per tahun dengan R/C Rasio 1,22. Besar margin pemasaran pada kedua saluran pemasaran produk adalah sama. Penelitian yang dilakukan oleh Purwoko (2006) mengenai nilai tambah dan strategi pemasaran kopi bubuk arabika kelompok tani. Strategi yang dapat ditetapkan adalah membuka peluang investasi kepada pihak lain, memperluas jaringan pasar, memperbaiki mutu dan tampilan produk olahan kopi, mengikutsertakan
anggota
kelompok
tani
dalam
program
pemerintah
pengembangan usaha dan pelatihan.
2.3.2 Penelitian tentang Strategi Penelitian
yang
dilakukan
Syahrudin
(2008)
mengenai
strategi
pengembangan agroindustri minuman jeruk nipis peras di Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. Strategi yang dapat ditetapkan adalah : (1) meningkatkan
17
kualitas dan kontiniutas bahan baku, (2) meningkatkan pangsa pasar melalui promosi, (3) meningkatkan kerjasama dengan berbagai pihak yang terkait, (4) mengembangkan teknologi tepat guna, (5) meningkatkan kualitas sumberdaya manusia. Penelitian yang dilakukan Parluhutan (2006) di Kebun Raya Bogor, mengenai strategi formulasi strategi pengembangan usaha. Strategi yang dapat diperoleh dalam penelitian tersebut adalah mengoptimalkan dan meningkatkan pemeliharaan peralatan yang ada, melakukan R&D dan standarisasi produk, mempertahankan dan meningkatkan mutu produk dengan cara pengawasan. Penelitian yang dilakukan oleh Karo-Karo (2006) di Kabupaten Karo, mengenai strategi pengembangan kawasan agropolitan. Menetapkan beberapa strategi yang dapat diperoleh dalam penelitian tersebut. Strategi tersebut adalah pengembangan kawasan agropolitan disesuaikan dengan kondisi karakteristik dan peluang yang dimiliki oleh kawasan, pengembangan dan pemberdayaan kelembagaan agribisnis, meningkatkan peran serta masyarakat, khususnya pelaku agribisnis dalam menunjang kegiatan kawasan agropolitan, pengembangan sarana dan prasarana sosial ekonomi guna menunjang kegiatan pertanian. Penelitian yang dilakukan oleh Tambunan (2005) di PT Bina Usaha Flora Cipanas, Cianjur mengenai strategi pengembangan usaha tanaman hias menetapkan beberapa prioritas strategi yaitu menjalin kerjasama dengan pelanggan tetap potensial, floris, dinas taman kota, pengelola lapangan golf, developer real estate untuk meraih wilayah Cipanas-Cianjur, mengoptimalkan dan mengaktifkan
kegiatan
personal
selling,
memberikan
potongan
harga,
menigkatkan pelayanan dan melakukan open house. Penelitian yang dilakukan oleh Wijaya (2004) mengenai strategi bersaing minuman sari buah sirsak. Berdasarkan analisis dengan menggunakan analisis deskriptif, matriks IFE, EFE, IE, SWOT, dan QSPM maka strategi bersaing adalah memanfaatkan kemajuan teknologi pengemasan, memperluas jaringan distribusi, menjaga dan meningkatkan kualitas produksi, meningkatkan modal kerja dalam membiayai promosi, memaksimalkan kapasitas produksi dan meningkatkan diferensiasi produk.
18
Dari penelitian yang dilakukan oleh beberapa penelitian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa penelitian yang akan dilakukan mengenai Strategi Pengembangan Agribisnis Kopi di Kabupaten Humbang Hasundutan memiliki persamaan dan perbedaan dengan penelitian terdahulu. Pada umumnya alat analis penelitian sama namun komoditi serta lokasi berbeda, demikian juga alat analis berbeda namun komoditi sama (Tabel 5)
Tabel 5. Metode dan Hasil dari Penelitian Terdahulu No
Nama Peneliti dan Tahun Peneliti
Judul
1
Rizal Syahrudin (2008)
2
Ika Sartika Saragih (2007)
3
Yodhy Purwoko Jati (2006)
4
Eli Parluhutan (2006)
5
Feryanto W Karo-Karo
6
Asril Tambunan (2005)
7
Dedi Wijaya Okta (2004)
Analis strategi pengembangan agroindustri minuman jeruk nipis peras di Kabupaten Kuningan Jawa Barat Analisis pendapatan usahatani dan pemasaran kopi arabika dan kopi robusta (Studi kasus di Desa Tambun Raya Kabupaten Simalungun Sumatera Utara) Analis nilai tambah dan strategi pemasaran kopi bubuk arabika kelompok tani Manunggal IV Kecamatan Jambu Semarang Formulasi Strategi pengembangan usaha anggrek spesies di unit Koleksi Anggrek Kebun Raya Bogor Strategi Pengembangan Kabupaten Karo sebagai Kawasan Agropolitan Strategi pengembangan usaha tanaman hias pada PT Bina Usaha Flora (BUF) di CipanasCianjur Analisis Formulasi strategi bersaing minuman sari buah sirsak pada PT Minuman SAP dalam menghadapi persaingan industri minuman ringan
Alat Analisis AHP
Analisis Pendapatan,R/C rasio, Efisiensi Margin Pemasaran, farmer’s share Matriks IFE, EFE, IE, SWOT, dan QSPM Matriks IFE, EFE, IE, SWOT, dan QSPM LQ, SWOT QSPM
dan
Matriks IFE, EFE, IE, SWOT, dan QSPM Analisis Deskriptif, Matriks IFE, EFE, IE, SWOT, dan QSPM
19
III KERANGKA PEMIKIRAN
3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Agribisnis Secara harfiah agribisnis adalah kegiatan bertani yang sudah dipandang sebagai kegiatan bisnis, tidak lagi hanya sekedar untuk memenuhi kebutuhan hidup sendiri. Menurut Davis dan Goldberg dalam Syahyuti (2006), agribisnis adalah rangkaian semua kegiatan mulai dari pabrik dan distribusi alat-alat maupun bahan untuk pertanian, kegiatan produksi pertanian, pengolahan, penyimpanan, serta distribusi komoditas pertanian dan barang-barang yang dihasilkannya. Sistem agribisnis terdiri dari lima subsistem, yaitu: (1) agribisnis hulu (up-stream agribusiness) berupa ragam kegiatan industri dan perdagangan sarana produksi pertanian, (2) pertanian primer atau disebut subsistem budidaya (on-farm agribusiness), (3) agribisnis hilir (down-stream agribusiness) atau subsistem pengolahan, ada kalanya disebut dengan ”agroindustri”, (4) subsistem perdagangan atau tata niaga hasil, dan (5) subsistem jasa pendukung berupa kegiatan penelitian, penyediaan kredit, sistem transportasi, pendidikan dan penyuluhan, serta kebijakan makro. Paradigma agribisnis berdiri di atas lima premis dasar, yaitu bahwa usaha pertanian haruslah profit oriented; pertanian hanyalah satu komponen rantai dalam sistem komoditi sehingga kinerjanya ditentukan oleh kinerja sistem komoditi secara keseluruhan; pendekatan sistem agribisnis adalah formulasi kebijakan sektor pertanian yang logis, dan harus dianggap sebagai sistem ilmiah yang positif, bukan ideologis dan normatif; sistem agribisnis secara intrinsik netral terhadap semua skala usaha dan pendekatan sistem agribisnis khususnya ditujukan untuk negara sedang berkembang. Strategi pembangunan pertanian dengan menerapkan konsep agribisnis, sesungguhnya terdiri dari 3 tahap perkembangan yang semestinya terjadi secara berurutan yaitu : 1. Agribisnis berbasis sumberdaya yang digerakkan oleh kelimpahan sumber daya sebagai faktor produksi (faktor-driven), dan berbentuk ekstensifikasi agribisnis dengan dominasi komoditas primer.
20
2. Agribisnis berbasis investasi (investment-driven) melalui percepatan industri pengolahan dan industri hulu serta peningkatan sumberdaya manusia. 3. Agribisnis berbasis inovasi (inovation-driven), dengan kemajuan teknologi. Pada tahap ini, komoditas yang diproduksi adalah hasil dari penerapan ilmu pengetahuan yang tinggi dan tenaga kerja terdidik, memiliki nilai tambah yang besar, dan tujuan pasar yang luas. Secara singkat lingkup model pembangunan atau paradigma agribisnis dapat digambarkan sebagai berikut : Subsistem Agribisnis Hulu
• Industri perbenihan/ Pembibitan tananaman • Industri agrokimia • Industri agro otomotif
Subsistem Usahatani
• Usaha tanaman pangan dan hortikultura • Usaha perkebunan • Usaha peternakan
• • • •
Subsistem Pengolahan
• Industri makanan • Industri minuman • Industri rokok • Industri barang serat alam • Industri biofarma • Industri agrowisata dan estetika
Subsistem Pemasaran
• Distribusi • Promosi • Informasi pasar • Kebijakan perdagangan • Struktur pasar
Subsistem Jasa dan Penunjang Perkreditan dan asuransi Penelitian dan pengembangan Pendidikan dan penyuluhan Transportasi dan pergudangan
Gambar 1. Lingkup Pembangunan Sistem Agribisnis Sumber: Pembangunan Sistem dan Usaha Agribisnis (60 Tahun Bungaran Saragih, 2005)
3.1.2 Konsep Perumusan Strategi Strategi berasal dari bahasa Yunani yaitu strategos dan strategus yang berarti seni perang. Suatu strategi mempunyai dasar-dasar atau skema untuk mencapai sasaran yang dituju. Menurut Hamel dan Prahalad (1995): “Strategi merupakan tindakan yang bersifat incremental (senantiasa meningkatkan) dan terus menerus dan dilakukan berdasarkan sudut pandang tentang apa yang
21
diharapkan oleh para pelanggan di masa depan. Dengan demikian perencanaan strategi hampir selalu dimulai dari “apa yang dapat terjadi”, bukan dimulai dari apa yang terjadi”. Terjadinya kecepatan inovasi pasar baru dan perubahan pola konsumen memerlukan kompetensi inti (core competencies). Perusahaan perlu mencari kompetensi inti di dalam bisnis yang dilakukan”. Defenisi
strategi
yang
dikemukakan
oleh
Chandrel
(1962:13)
menyebutkan bahwa ”Strategi adalah tujuan jangka panjang dari suatu perusahaan, serta pendayagunaan dan alokasi semua sumber daya yang penting untuk mencapai tujuan tersebut”. Menurut Umar (2008), strategi merupakan tindakan yang bersifat (incremental) senantiasa meningkat dan terus menerus, serta dilakukan berdasarkan sudut pandangan tentang apa yang diharapkan oleh para pelanggan di masa yang akan datang. Menurut David (2006) strategi adalah alat untuk mencapai tujuan jangka panjang. Manajemen strategis didefenisikan sebagai seni dan pengetahuan untuk merumuskan,
mengimplementasikan,
dan
mengevaluasi
keputusan
lintas
fungsional yang membuat organisasi mampu mencapai obyektivitasnya. Sedangkan proses manajemen strategi adalah suatu pendekatan secara obyektif, logis, dan sistematis dalam penetapan keputusan utama dalam suatu organisasi. Proses manajemen strategis terdiri dari tiga tahap berturut-turut, perumusan strategi, implementasi strategi, dan evaluasi strategi. Perencanaan strategi adalah: (a) mengukur dan memanfaatkan kesempatan (peluang) sehingga mampu mencapai keberhasilan, (b) membantu meringankan beban pengambil keputusan dalam tugasnya menyusun dan mengimplementasikan manajemen strategi, (c) agar lebih terkordinasi aktivitas-aktivitas yang dilakukan (d) sebagai landasan untuk memonitor perubahan yang terjadi, sehingga dapat segera dilakukan penyesuaian, dan (e)
sebagai cermin atau bahan evaluasi,
sehingga bisa menjadi penyempurnaan perencanaan strategis yang akan datang. Jadi manajemen strategi penting untuk memperoleh keunggulan bersaing dan memiliki produk yang sesuai dengan keinginan konsumen dengan dukungan yang optimal dari sumberdaya yang ada. Konsep proses manajemen dapat dilihat pada Gambar 2.
22
Melakukan audit internal
Membuat pernyataan visi dan misi
Menciptakan tujuan jangka panjang
Membuat, Mengevalusi, dan memilih strategi
Melaksanakan strategi
Mengukur dan mengevaluasi kinerja
Melakukan audit eksternal
Pelaksanaan
Perumusan
Evaluasi
Gambar 2. Model Proses Manajemen Strategis yang Komprehensif Sumber : David (2006)
Proses manajemen strategi terdiri dari tiga tahap, yaitu perumusan (formulasi) strategi, implementasi strategi dan evaluasi strategi. Tahap perumusan strategi meliputi pengembangan pernyataan misi, penetapan tujuan jangka panjang, dan pengembangan evaluasi serta seleksi atau pemilihan strategi. Tahap pelaksanaan strategi meliputi penetapan kebijakan dan tujuan tahunan serta alokasi sumberdaya. Pada tahap evaluasi strategi dilakukan pengukuran dan evaluasi kinerja pelaksanaan strategi.
3.1.3 Analisis Lingkungan Eksternal dan Internal Analisis lingkungan internal adalah lebih pada analisis internal perusahaan dalam rangka menilai atau mengindentifikasi kekuatan dan kelemahan dari tiaptiap divisi (Rangkuti, 2000). Analisa lingkungan internal perusahaan merupakan proses untuk menentukan dimana perusahaan atau pemerintah daerah mempunyai kemampuan yang efektif sehingga perusahaan dapat memanfaatkan peluang secara efektif dan dapat menangani ancaman di dalam lingkungan.
23
David (2006), menyebutkan sosial-faktor lingkungan yang akan dianalisa berhubungan dengan kegiatan fungsional perusahaan diantaranya adalah bidang manajemen,
sumberdaya
manusia,
keuangan,
produksi,
pemasaran,
dan
oragnisasi. Analisis lingkungan internal ini pada akhirnya akan mengidentifikasi kelemahan dan kekuatan yang dimiliki perusahaan. Sedangkan sosial lingkungan eksternal yang dianalisa adalah terdiri dari lingkungan makro dan mikro. Lingkungan makro adalah lingkungan yang secara tidak langsung mempengaruhi keputusan dalam jangka panjang. Lingkungan ini terdiri dari sosial ekonomi, sosial budaya, dan teknologi. Sedangkan lingkungan mikro adalah kegiatan perusahaan yang secara langsung mempengaruhi kegiatan perusahaan itu sendiri. Lingkungan mikro terdiri dari pesaing, kreditur, pemasok, dan pelanggan. Analisa lingkungan eksternal untuk mengidentifikasi peluang dan ancaman yang
sedang
dihadapi
perusahaan.
Peluang
merupakan
kondisi
yang
menguntungkan bagi perusahaan, sedangkan ancaman adalah keadaan yang tidak menguntungkan bagi perusahaan.
3.1.4 Analisis SWOT (Strengths,Weaknesess, Opportunities, Threats) Analisis SWOT adalah perangkat umum yang didesain dan digunakan sebagi langkah awal dalam proses pembuatan keputusan dan sebagai perencanaan strategis. Menurut Rangkuti (2000), analisis SWOT adalah indentifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan.
Analisis ini
didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (Strengths) dan peluang (Oppurtunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan, (Weaknesess) dan ancaman (Threats). Proses pengambilan keputusan strategis selalu berkaitan dengan pengembangan misi, tujuan, strategi, dan kebijakan perusahaan. Dengan demikian perencanaan strategis (strategic planner) harus menganalisis faktor-faktor strategis perusahaan (kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman) dalam kondisi yang ada saat ini. Menurut David (2006) faktor-faktor kunci eksternal dan internal merupakan pembentuk matriks SWOT yang menghasilkan empat tipe strategi, yaitu a) Strategi SO yakni strategi yang menggunakan kekuatan internal untuk
24
memanfaatkan peluang eksternal, b) strategi WO yakni mengatasi kelemahan internal dengan memanfaatkan keunggulan peluang eksternal, c) strategi ST yaitu strategi yang menggunakan kekuatan internal untuk menghindari pengaruh dari ancaman eksternal, serta d) strategi WT adalah strategi bertahan dengan meminimalkan kelemahan dan mengantisipasi ancaman lingkungan. Data dan informasi internal perusahaan dapat digali dari fungsional perusahaan, misalnya dari aspek manajemen, keuangan, SDM, pemasaran, sistem informasi dan produksi. Data eksternal dikumpulkan untuk menganalisis hal-hal yang menyangkut persoalan ekonomi, sosial, budaya, demografi, lingkungan politik, pemerintahan, hukum, teknologi, persaingan di pasar industri di mana perusahaan berada.
3.1.5 Analisis QSPM (Quantiative Strategy Planning Matrix) QSPM (Quantiative Strategy Planning Matrix) adalah alat yang direkomendasikan bagi para ahli strategi untuk melakukan evaluasi pilihan strategi alternatif secara objektif, berdasarkan key success factors internaleksternal yang telah diidentifikasikan sebelumnya. Tujuan QSPM adalah untuk menetapkan kemenarikan relatif (relative attractiveness) dari strategi-strategi yang bervariasi yang telah dipilih, untuk menentukan strategi mana yang dianggap paling baik untuk diimplementasikan. David (2006), menyebutkan bahwa dalam merancang dan memperoleh daftar prioritas strategi, hanya ada satu teknik analisis yan dirancang untuk menetapkan daya tarik relatif dari tindakan alternatif yang dijalankan. Teknik tersebut adalah Matriks QSP yang merupakan tahap ketiga dalam kerangka analisis perumusan strategi. Teknik tersebut secara objektif menunjukkan strategi alternatif yang paling baik. QSPM menggunakan masukan dari analisis tahap pertama dan hasil-hasil pencocokan dari analisis tahap kedua (matriks SWOT). QSPM menentukan daya tarik relatif dari berbagai strategi yang didasarkan sampai seberapa jauh faktor-faktor keberhasilan kritis eksternal dan internal kunci dimanfaatkan atau ditingkatkan. Daya tarik relatif dari masingmasing strategi dihitung dengan menentukan dampak kumulatif dari masingmasing strategi faktor keberhasilan kritis eksternal dan internal. Setiap jumlah
25
rangkaian strategi alternatif dapat diikutkan dalam QSPM, dan setiap jumlah strategi dapat menyusun suatu rangkaian strategi tertentu. Tetapi hanya strategistrategi dari satu rangkaian tertentu yang dinilai relatif terhadap satu sama lain. Menurut David (2006), QSPM memiliki sifat positif yang dapat ditonjolkan dalam menyusun sebuah prioritas strategi, yakni rangkaian strategi ini dapat diperiksa secara berurutan atau bersama. Tidak ada batasan untuk jumlah strategi yang dapat dievaluasi jumlah rangkaian strategi yang dapat diperiksa dengan menggunakan QSPM. Selain memiliki kelebihan, QSPM juga memiliki kelemahan dalam pelaksanaanya. Kelemahan dari QSPM, yakni proses ini selalu memerlukan penilaian intuitif dan asumsi yang diperhitungkan. Namun demikian, dalam memberi peringkat dan nilai daya tarik mengharuskan keputusan subjektif, tetapi prosesnya harus menggunakan informasi objektif.
3.2 Kerangka Pemikiran Operasional Pemerintah Provinsi Sumatera Utara tahun ini berencana memperluas areal perkebunannya hingga 146 ribu hektar lagi dari luas yang sudah ada dewasa ini sekitar 1,8 juta hektar dengan 23 komoditi. Perluasan 146 ribu hektar itu diprogramkan untuk tanaman unggulan Sumatera Utara yakni kopi, kakao, karet dan kelapa. Direncanakan, perluasan itu dilakukan di 21 kabupaten dari 32 kota/kabupaten yang ada di Sumatera Utara dewasa ini. Kebijakan itu dilakukan berkaitan dengan program Gubernur Sumatera Utara yang antara lain menginginkan rakyat tidak lapar dan punya masa depan. Dinas Perkebunan tahun ini menyediakan 700 ribu bibit untuk empat komoditi itu dimana bibit tersebut bisa untuk kebutuhan di lahan seluas 1.400 hektar. Bantuan benih sebanyak 700 ribu untuk kakao, karet, kopi dan kelapa pada tahun ini naik cukup besar dibandingkan alokasi tahun lalu yang masih hanya 400 ribu benih. Adapun pembagian benih itu disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing daerah.1 Kopi merupakan salah satu komoditas yang sangat potensial di Kabupaten Humbang Hasundutan. Namun produktivitas kopi di Humbang Hasundutan belum optimal, hal ini terlihat bahwa produktivitas kopi Humbang Hasundutan hanya 0,88 ton per hektar pada tahun 2007. Dalam pengembangan kopi di Humbang 1
Areal Perkebunan Sumut Diperluas 146 Ribu Hektare dalam http://hariansib.com/2009/02/. Diakses 29 Mei 2009
26
Hasundutan, petani kesulitan dalam memperoleh benih unggul dan memasarkan produknya, sehingga petani tidak memperhatikan kualitas produk. Apabila harga kopi turun, petani tidak peduli dengan kualitas dan hasil panenannya, ketika harga naik, produksinya malah turun. Disamping itu biaya produksi yang cenderung makin mahal menjadi faktor penghambat pengembangan kopi di Humbang Hasundutan, khususnya dalam memberantas hama penyakit. Sementara menurut data AEKI Sumatera Utara April 2008 Kopi di Sumatera Utara terbukti menjadi salah satu penyumbang devisa. Ekspor kopi Sumatera Utara hingga April 2008 telah mencapai 71,68 juta dolar AS dari volume ekspor biji dan bubuk kopi sebanyak 21.969 ton. Dari jumlah ini kopi jenis arabika menjadi penyumbang terbesar yakni 65,07 juta dolar AS dari volume ekspor sebanyak 19.137 ton. Ini menunjukkan bahwa kopi Humbang Hasundutan hanya mampu menyumbang 0,88 ton per hektar terhadap total ekspor kopi Sumatera Utara yang mencapai hingga 71,68 juta dollar AS. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian yang berkaitan dengan strategi pengembangan kopi di Kabupaten Humbang Hasundutan. Hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan kopi di Kabupaten Humbang Hasundutan dan strategi utama apa yang dapat mengembangkan produktivitas kopi Kabupaten Humbang Hasundutan. Di lain pihak dengan adanya dukungan pemerintah untuk memperluas areal perkebunan dan bantuan benih, maka penelitian strategi pengembangan kopi ini perlu dilakukan. Penelitian mengenai strategi pengembangan kopi dilakukan dengan mengidentifikasi faktor-faktor internal dan eksternal yang berkaitan dengan kopi Kabupaten Humbang Hasundutan.
Untuk mengetahui alternatif strategi
pengembangan kopi, maka identifikasi faktor internal dan eksternal dianalisis dengan analisis SWOT. Dari alternatif yang sudah didapat, selanjutnya dilakukan analisis dan evaluasi strategi sebelum tahap penetapan rencana strategi, setelah evaluasi dilakukan maka dilanjutkan dengan tahap terakhir menetapkan rencana strategis pengembangan kopi Kabupaten Humbang Hasundutan, penetapan prioritas strategi ini menggunakan analisis QSPM untuk menentukan prioritas strategi yang
27
akan dijalankan berdasarkan potensi sumberdaya wilayah yang didukung oleh hasil analisis lingkungan internal dan eksternal serta mengusulkan strategi komprehensif sehingga yang diusulkan akan sesuai dengan kondisi Kabupaten Humbang Hasundutan, untuk lebih ringkasnya gambaran mengenai penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.
Permasalahan Agribisnis Kopi Kabupaten Humbang Hasundutan
• • • •
Faktor-Faktor Keragaan Sumberdaya : Sumberdaya alam dan lingkungan Sumberdaya manusia Sumberdaya sosial dan kelembagaan Sumberdaya buatan
Analisis Faktor –faktor Internal dan Eksternal Analisis SWOT
Matriks QSP : Tahap Penetapan Prioritas Strategi
Strategi Pengembangan Agribisnis Kopi Humbang Hasundutan Gambar 3. Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian
28
IV METODE PENELITIAN
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Kabupaten Humbang Hasundutan Sumatera Utara. Pemilihan daerah penelitian ini dilakukan dengan sengaja (purposive) dengan beberapa pertimbangan. Pertimbangan pertama, Kabupaten Humbang Hasundutan adalah salah satu kabupaten penghasil kopi di Sumatera Utara. Pertimbangan kedua, Kabupaten Humbang Hasundutan mempunyai potensi sumberdaya alam khususnya lahan pertanian yang subur, sumberdaya manusia yang memiliki semangat, kerja keras dan budaya bertani yang turuntemurun. Proses pengambilan data dalam penelitian ini dilakukan pada bulan JuniJuli 2009.
4.2 Metode Pengambilan Sampel Metode pengambilan sampel dilakukan dengan secara sengaja (purposive) yang terdiri dari : 1. Kepala
Bidang
Perkebunan
Dinas
Pertanian
Kabupaten
Humbang
Hasundutan, dengan pertimbangan lebih mengetahui dalam perkembangan kopi dan sebagai penyusun dan menetapkan kebijakan yang berkaitan dengan pengembangan kopi, 2. Kepala Bappeda (Badan Perencanaan Pembangunan Daerah) Kabupaten Humbang Hasundutan, karena secara umum mempunyai hak dalam menyusun dan merencanakan pembangunan Kabupaten Humbang Hasundutan, dan khususnya arahan kebijakan yang berkaitan dengan pengembangan kopi, 3. Ketua Asosiasi Petani Kopi Lintong Organik, dengan alasan sebagai satusatunya Asosiasi pengembangan kopi Humbang Hasundutan, 4. Ketua Kelompok Tani Kopi di tiap kecamatan yang terpilih, dengan alasan Ketua lebih mengetahui permasalahan dalam pengembangan kopi Humbang Hasundutan dan lebih dekat dengan petani kopi. 5. Pedagang pengumpul dan Pengusaha industri kopi yang ada di Kabupaten Humbang Hasundutan, dengan alasan sebagai subsistem hilir agribisnis kopi.
29
4.3 Metode Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara dan pengisian kuisioner oleh responden, serta pengamatan langsung. Data sekunder yang dikumpulkan yaitu data sumberdaya fisik lahan, data produktivitas sumberdaya alam, data sumberdaya buatan, data sumberdaya manusia dan data PDRB sektor pertanian yang terkait dengan penelitian. Data tersebut diperoleh dari instansi seperti Dinas Pertanian Humbang Hasundutan, Kantor Bappeda Humbang Hasundutan, Dinas Perkebunan Sumatera Utara, BPS Humbang Hasundutan dan dinas-dinas terkait dalam pengembangan kopi di Humbang Hasundutan.
4.4 Metode Pengolahan Data Pengolahan data dilakukan selama dan setelah pengumpulan data dilapang (data primer). Data yang diolah berasal dari data primer dan sekunder, pengolahan data dilakukan dengan bantuan program Microsoft Excel dan kalkulator. Penelitian ini dianalisis secara kuantitatif dan kualitatif. Analisis data yang dilakukan meliputi tahap pemasukan data, transfer data, editing data, pengolahan data dan interpretasi data. Analisis dalam penelitian meliputi analisis internal dan eksternal, dilanjutkan dengan analisis SWOT dan QSPM, untuk merumuskan dan menetapkan prioritas strategi bagi pengembangan kopi di Kabupaten Humbang Hasundutan.
4.5 Tahap Perumusan Strategi Perumusan strategi pengembangan kopi Kabupaten Humbang Hasundutan dilakukan melalui tiga tahap, yaitu tahap masukan (input stage), tahap pencocokan (matching stage) dan tahap pengambilan keputusan (decision stage). Tahap masukan adalah menyimpulkan informasi dasar yang diperlukan untuk merumuskan strategi dengan menggunakan matriks IFE (Internal Faktor Evaluation) dan EFE (External Faktor Evaluation). Informasi dasar ini diperoleh dari data primer dan data sekunder. Tahap pencocokan merupakan tahapan yang
30
merumuskan strategi, tahap kedua ini menggunakan matriks SWOT. Dilanjutkan tahap ketiga yaitu tahap pengambilan keputusan yang menggunakan matriks QSP.
4.5.1 Analisis Matriks IFE (Internal Faktor Evaluation) dan EFE (External Faktor Evaluation) Matriks IFE ditujukan mengidentifikasi faktor lingkungan internal dan mengukur sejauh mana kekuatan dan kelemahan yang dimiliki daerah, sedangkan matriks EFE ditujukan untuk mengidentifikasi faktor lingkungan eksternal dan mengukur sejauh mana peluang dan ancaman yang dihadapi daerah. Tahap-tahap yang dilakukan untuk mengidentifikasi faktor-faktor kunci dalam matriks IFE dan EFE adalah sebagai berikut : a. Identifikasi Faktor-Faktor Internal dan Eksternal Wilayah Langkah awal yang dilakukan adalah mengidentifikasi faktor internal, yaitu mendaftar semua kekuatan dan kelemahan yang dimiliki daerah. Daftarkan kekuatan terlebih dahulu, baru kemudian kelemahan wilayah.
Identifikasikan
faktor eksternal wilayah dengan melakukan pendaftaran semua peluang dan ancaman wilayah. Daftarkan peluang terlebih dahulu, baru kemudian ancaman wilayah. Daftar harus spesifik dengan menggunakan presentase, rasio atau angka perbandingan.
Hasil kedua identifikasi faktor-faktor di atas menjadi faktor
penentu eksternal dan internal yang selanjutnya akan diberi bobot. b. Penentuan Bobot Variabel Pemberian bobot setiap faktor dengan skala mulai dai 0,0 (tidak penting) sampai 1,0 (paling penting). Pemberian bobot ini berdasarkan pengaruh faktorfaktor tersebut terhadap posisi strategis wilayah dalam suatu daerah tertentu. Jumlah bobot yang diberikan harus sama dengan satu. Penentuan bobot akan dilakukan dengan cara mengajukan identifikasi faktor strategis internal dan eksternal tersebut kepada responden dengan menggunakan metode “paired comparison”. Metode ini digunakan untuk memberikan penilaian terhadap bobot setiap faktor penentu internal.
Setiap
variabel digunakan skala 1, 2, dan 3 untuk menentukan bobot.
31
Skala yang digunakan untuk menentukan bobot adalah : 1 = Jika indikator horizontal kurang penting daripada indikator vertikal 2 = Jika indikator horizontal sama penting daripada indikator vertikal 3 = Jika indikator horizontal lebih penting daripada indikator vertikal Bentuk penilaian pembobotan dapat dilihat pada Tabel 6 dan 7. Cara membaca perbandingan dimulai dari variabel baris (indikator vertikal) dibandingkan dengan variabel kolom (indikator horizontal) dan harus konsisten.
Tabel 6. Penilaian Bobot Faktor Strategis Internal Wilayah Faktor Strategis Internal A B C D ……
A
B
C
D
……..
Total Xi
n
∑ Xi
Total
i =1
Tabel 7. Penilaian Bobot Faktor Strategis Eksternal Wilayah Faktor Strategis Eksternal A B C D ……
A
B
C
D
……..
Total Xi
n
∑ Xi
Total
i =1
Menurut Kinnear dalam Karo-Karo (2006), bobot setiap variabel diperoleh dengan menentukan nilai setiap variabel terhadap jumlah nilai keseluruhan variabel dengan menggunakan rumus :
α i =
Xi n
∑
Xi
i=1
Dimana,
αi = Bobot variable ke-i
n = jumlah data
Xi = Nilai variabel x ke-i
i = 1, 2, 3,...., n
32
c. Penentuan Rating Penentuan rating oleh stakeholders dilakukan terhadap variabel-variabel. Dalam mengukur masing-masing variabel terhadap kondisi wilayah digunakan skala 1, 2, 3, dan 4 terhadap masing-masing faktor strategis. Matriks IFE dan EFE dapat dilihat pada Tabel 8 dan 9. Menurut David (2006) skala nilai rating untuk matriks IFE (kekuatan dan kelemahan) adalah : 1 = Kelemahan utama/mayor
3 = Kekuatan kecil/minor
2 = Kelemahan kecil/minor
4 = Kekuatan besar/mayor
Sedangkan untuk matriks EFE (peluang dan ancaman), skala nilai rating yang digunakan adalah : 1 = Tidak berpengaruh
3 = Kuat pengaruhnya
2 = Kurang kuat pengaruhnya
4 = Sangat kuat pengaruhnya
Penentuan rating yang dilakukan oleh masing-masing responden, selanjutnya akan disatukan dalam matriks gabungan IFE dan EFE.
Untuk
perolehan nilai rating pada matriks gabungan dilakukan dengan menggunakan metode rata-rata dan setiap hasil yang memiliki nilai desimal akan dibulatkan. Adapun ketentuan pembulatan dalam matriks gabungan ini adalah, jika pecahan desimal berada pada kisaran dibawah 0,5 (<0,5) dibulatkan kebawah, jika hasil rating diperoleh hasil desimal dengan nilai sama atau di atas 0,5 (>0,5) dibulatkan keatas.
Pembulatan ini tentunya tidak akan mempengaruhi hasil perhitungan
secara signifikan (David, 2006). Selanjutnya dilakukan penjumlahan dari pembobotan yang dikalikan dengan rating pada tiap faktor untuk memperoleh skor pembobotan. Jumlah skor pembobotan berkisar antara 1,0-4,0 dengan rata-rata 2,5. Jika jumlah skor pembobotan IFE dibawah 2,5 maka kondisi internal wilayah lemah. Untuk jumlah skor bobot faktor eksternal berkisar 1,0-4,0 dengan rata-rata 2,5. Jika jumlah skor pembobotan EFE 1,0 menunjukkan wilayah tidak dapat memanfaatkan peluang dan mengatasi ancaman yang ada. Jumlah skor 4,0 menunjukkan wilayah merespon peluang maupun ancaman yang dihadapinya dengan sangat baik.
33
Tabel 8. Matriks Internal Faktor Evaluation Faktor Strategis Internal
Bobot
Rating
Skor Bobot
Rating
Skor Bobot
Kekuatan 1. ......... 2. ......... 3. ......... Kelemahan 1. .......... 2. .......... 3. .......... Total Sumber : David (2006)
Tabel 9. Matriks Eksternal Faktor Evaluation Faktor Strategis Internal
Bobot
Kekuatan 1. ......... 2. ......... 3. ......... Kelemahan 1. ......... 2. ......... 3. ......... Total Sumber : David (2006)
4.5.2 Analisis Matriks SWOT Faktor-faktor strategis eksternal dan internal merupakan pembentukan matriks SWOT (David, 2006). Matriks SWOT merupakan alat pencocokan yang penting untuk membantu pemerintah dalam stakeholders mengembangkan empat tipe strategi, yakni (1) strategi SO yaitu strategi yang menggunakan kekuatan internal untuk memanfaatkan peluang eksternal, (2) strategi WO yaitu strategi yang bertujuan untuk memperbaiki kelemahan internal dengan memanfaatkan peluang eksternal, (3) strategi ST yaitu strategi yang menggunakan kekuatan internal untuk menghindari pengaruh dan ancaman eksternal serta (4) strategi WT
34
merupakan strategi yang diarahkan untuk mengurangi kelemahan internal dan menghindari ancaman lingkungan. Analisis SWOT berdasarkan asumsi bahwa suatu strategi yang efektif memaksimalkan kekuatan dan peluang, meminimalkan kelemahan dan ancaman. Matriks SWOT terdiri dari sembilan sel, yaitu empat sel faktor (S,W,O dan T), empat sel alternatif strategi dan satu sel kosong (Tabel 10). Terdapat delapan tahapan dalam membentuk matriks SWOT, yaitu : 1. Tentukan faktor-faktor peluang eksternal daerah 2. Tentukan faktor-faktor ancaman eksternal daerah 3. Tentukan faktor-faktor kekuatan eksternal daerah 4. Tentukan faktor-faktor kelemahan eksternal daerah 5. Sesuai kekuatan internal dengan peluang eksternal untuk mendapatkan strategi SO. 6. Sesuai kelemahan dengan peluang eksternal untuk mendapatkan strategi WO. 7. Sesuai kekuatan internal dengan ancaman eksternal untuk mendapatkan strategi ST. 8. Sesuai kelemahan internal dengan ancaman eksternal untuk mendapatkan strategi WT.
Tabel 10. Matriks SWOT
Oppurunities (O) Daftar Peluang 1. ........ 2. ........ 3. ........ Threats (T) Daftar Ancaman 1. ........ 2. ........ 3. ........
Strenght (S) Daftar Kekuatan 1. ....... 2. ....... 3. ....... Strategi SO Gunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang
Weakness (W) Daftar Kelemahan 1. ........ 2. ........ 3. ......... Strategi WO Atasi kelemahan dengan memanfaatkan peluang
Strategi SO Strategi SO Gunakan kekuatan untuk Minimalkan kelemahan menghindari ancaman dan hindari ancaman
Sumber : David (2006)
35
4.5.3 Analisis Matriks QSP Menurut David (2006) QSPM adalah alat yang direkomendasikan untuk melakukan pilihan strategi alternatif secara obyektif, berdasarkan pada faktorfaktor sukses kritis eksternal dan internal yang telah diidentifikasi sebelumnya. Jadi secara teoritis tujuan penggunaaan QSPM adalah untuk menentukan suatu rekomendasi strategi yang dianggap paling tepat untuk diimplementasikan. Secara konsep, QSPM menentukan daya tarik relatif dari berbagai strategi yang ada berdasarkan pada sejauh mana faktor-faktor sukses kritis internal dan eksternal dimanfaatkan atau diperbaiki. Daya tarik relatif dari setiap strategi dalam satu sel alternatif dihitung dengan menetapkan dampak kumulatif dari setiap faktor sukses kritis eksternal dan internal. Berapapun jumlah strategi dapat disusun dalam suatu set strategi. Ada lima langkah untuk mengembangkan QSP, yakni : 1. Mendaftar kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman pada kolom kiri matriks QSP. Informasi ini diambil dari matriks IFE dan EFE. 2. Berilah nilai rating pada masing-masing faktor internal dan internal identik seperti pada matriks IFE dan EFE. 3. Teliti matriks SWOT dan identifikasi strategi alternatif yang harus dipertimbangkan pelaksanaannya oleh pemerintah daerah. 4. Tetapkan nilai daya tarik atau Attractiveness Score (AS) dengan cara memilih masing-masing faktor internal dan eksternal. Nilai AS menunjukkan daya tarik relatif dari setiap strategi terhadap strategi lainnya. Tentukan bagaimana peran dari faktor tersebut dalam proses pemilihan strategi yang akan dibuat. Nilai 1 berarti tidak menarik, nilai 2 berarti agak menarik, nilai 3 berarti menarik, dan nilai 4 berarti sangat menarik. Sama halnya dengan penentuan rating pada matriks gabungan IFE dan EFE, pembulatan dengan metode yang sama juga diberlakukan dalam matriks gabungan QSPM. 5. Hitung jumlah TAS dari perkalian rating dan AS pada masing-masing kolom QSPM. Nilai Total Attractiveness Score (TAS) terbesar yang menunjukkan bahwa alternatif strategi itu menjadi pilihan utama dan nilai TAS terkecil menunjukkan bahwa alternatif strategi ini menjadi pilihan terakhir.
36
Pada dasarnya dalam pengolahan data dengan menggunakan matriks QSP ini peringkat digunakan untuk memperoleh daftar prioritas. QSPM menggunakan input dari analisis tahap pertama dan hasil mencocokkan dari analisis tahap kedua untuk memutuskan sasaran diantara strategi alternatif. Seperti alat analisis perumusan strategi yang lain QSP memerlukan penilaian intuitif yang baik (Tabel 11).
Tabel 11. Matriks QSP (Quantitative Strategy Planning)
Faktor Sukses Kritikal Peluang 1. 2. 3. Ancaman 1. 2. 3. Kekuatan 1. 2. 3. Kelemahan 1. 2. 3. Total Sumber : David (2006) Keterangan; AS TAS
Bobot
Alternatif Strategi Strategi 1 Strategi 2 AS TAS AS TAS
Strategi 3 AS TAS
= Attractiveness Score = Total Attractiveness Score
37
V GAMBARAN UMUM WILAYAH HUMBANG HASUNDUTAN
5.1 Situasi Wilayah 5.1.1 Letak Geografis dan Topologi Kabupaten
Humbang
Hasundutan
adalah
Kabupaten
yang
dimekarkan dari Kabupaten Tapanuli Utara sesuai dengan UU No. 9 tahun 2003. Kabupaten ini terletak ditengah wilayah Provinsi Sumatera Utara, dengan
luas
wilayah 251.765,93 Km2 terdiri
dari 10 Kecamatan, 1
Kelurahan dan 117 Desa. Ibukota kabupaten berada pada kecamatan Dolok Sanggul sebagai pusat pemerintahan. Sembilan kecamatan lainnya yakni ; Kecamatan Pakkat, Kecamatan Onan Ganjang, Kecamatan Sijamapolang, Kecamatan Lintong Nihuta, Kecamatan Paranginan, Kecamatan Dolok Sanggul, Kecamatan
Pollung,
Kecamatan
Parlilitan,
Kecamatan
Tarabintang
dan
Kecamatan Baktiraja. Letak Geografis Humbang Hasundutan terletak pada garis 201-2028’ Lintang Utara dan 98010- 98058’Bujur Timur. Kabupaten Humbang Hasundutan berbatasan langsung dengan Kabupaten Samosir di sebelah utara, Kabupaten Pakpak Bharat dan Kabupaten Tapanuli Utara di sebelah timur,
Kabupaten
Tapanuli Tengah di sebelah selatan, dan Kabupaten Dairi di sebelah barat. Kabupaten Humbang Hasundutan merupakan daerah dataran tinggi yang mempunyai ketinggian bervariasi antara 330-2.075 m di atas permukaan laut (dpl). Berdasarkan topografinya, Kabupaten Humbang Hasundutan berada di jajaran Bukit Barisan dengan keadaan lereng umumnya berbukit dan bergelombang. Daerah yang miring dengan kemiringan lereng 15-40% terdapat sekitar 99.368 Ha (42,55%), sedangkan daerah yang datar (0-2%) hanya terdapat sekitar 26.095 Ha (11,17%). Dikaji dari tingkat kesuburan tanahnya, lahan di Kabupaten Humbang Hasundutan pada umumnya relatif subur, dimana jenis tanah yang terdapat secara umum adalah jenis tanah yang kebanyakan mengandung bahan organik dan memiliki tingkat keasaman tanah (pH) yang tinggi dengan rata-rata 5-6,5.
38
Kabupaten Humbang Hasundutan memiliki suhu berkisar 170C-290C dan rata-rata kelembaban udara (RH) sebesar 85,94 persen. Menurut metode pengukuran Schamid dan Ferguson, wilayah Humbang Hasundutan termasuk daerah beriklim tipe B.
5.1.2 Penduduk Jumlah penduduk Kabupaten Humbang Hasundutan sampai dengan tahun 2007 mencapai 158.095 jiwa yang tersebar di sepuluh kecamatan. Jumlah penduduk terbanyak terdapat di Kecamatan Dolok Sanggul sebesar 37.045 jiwa sedangkan jumlah penduduk yang terkecil terdapat di Kecamatan Sijamapolang, yaitu 4.513 jiwa.
5.2 Prasarana dan sarana 5.2.1 Jalan dan Transportasi Kondisi jalan di Kabupaten Humbang Hasundutan masih relatif baik. Ruas jalan propinsi maupun kabupaten yang ada di beberapa kecamatan, seperti Kecamatan Onan Ganjang, Sijamapolang, Pakkat, Parlilitan, Tarabintang dan Kecamatan Baktiraja rawan akan bencana tanah longsor, yang dapat memutuskan hubungan transportasi. Namun secara keseluruhan kondisi jalan di Humbang Hasundutan dapat dilalui dengan kendaraan roda empat. Panjang jaringan jalan di Kabupaten Humbang Hasundutan sampai dengan tahun 2007 sekitar 1.139,60 Km, yang terdiri dari 43 Km jalan negara, 111,2 Km jalan propinsi dan 985,4 Km jalan kabupaten. 5.2.2 Pasar Pasar sebagai fasilitas tempat pemasaran barang di wilayah Humbang Hasundutan ada sembilan, dengan hari raya pekan yang berbeda. Pasar dapat mendukung petani untuk memperoleh sarana dan prasarana pertanian serta mempermudah pemasaran hasil pertaniannya ke berbagai pasar yang masih bisa dijangkau. Di samping itu pasar juga memberikan kesempatan lebih bagi para pedagang sarana produksi dan pedagang pengumpul.
39
5.3 Pertanian 5.3.1 Kegiatan Pertanian Sektor pertanian merupakan tulang punggung perekonomian daerah, yang memberikan sumbangan terbesar terhadap PDRB di Kabupaten Humbang Hasundutan. Kontribusi sektor ini mencapai 60,53 persen pada tahun 2007 dan cenderung meningkat dari tahun ketahun. Hal ini membuktikan, bahwa sektor pertanian merupakan sektor yang paling penting yang menjadi roda penggerak perekonomian Kabupaten Humbang Hasundutan. Tanaman pertanian yang paling dominan diusahakan oleh masyarakat mencakup tanaman padi, palawija dan hortikultura. Tanaman padi merupakan tanaman yang paling banyak diusahakan, karena padi adalah tanaman pokok yang menjadi kebutuhan utama. Selain padi juga diusahakan tanaman seperti cabe, bawang merah, kentang, kubis, sawi, tomat, dan wortel. Kabupaten ini mempunyai potensi lahan yang cocok dijadikan sebagai pengembangan tanaman keras dan perkebunan (Tabel 12)
Tabel 12. Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Tanaman Perkebunan di Kabupaten Humbang Hasundutan Tahun 2008 No
Komoditi
Luas Panen (Ha) 3.665,00
Produksi (ton) 2.178,28
Produktivitas (ton/ha) 0,59
1
Karet
2
Kemenyan
4694,00
1.424,63
0,30
3
Kopi
7.540,00
6.234,38
0,82
4
Kelapa
118,50
175,05
1,48
5
Kulit Manis
356,00
229,58
0,64
6
Kemiri
337,80
208,22
0,62
7
Kelapa Sawit
185,00
255,25
1,38
8
Tembakau
40,00
1,18
0,03
9
Kakao
344,00
270,10
0,79
10
Pinang
79,50
106,85
1,34
11
Aren
176,50
143,88
0,82
12
Andaliman
17
15,30
0,90
Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Humbang Hasundutan (2009)
40
Luas tanaman perkebunan pada tahun 2008 mencapai 36.599,35 Ha dan tersebar diseluruh Kecamatan.
Lahan yang paling luas diperuntukkan untuk
perkebunan kopi, yakni seluas 22.707 Ha dengan luas panen 7.540,00 Ha dan jumlah produksi mencapai 6.234,38 ton. 5.3.2 Kegiatan Pengusahaan Kopi Kopi merupakan salah satu komoditi unggulan Kabupaten Humbang Hasundutan disamping kubis, ketela rambat, kemenyan, ikan mas dan kerbau. Kopi merupakan komoditi yang mempunyai prospek yang baik karena kebutuhan kopi dalam negeri, khususnya luar negeri semakin meningkat. Usahatani kopi sudah merakyat di Kabupaten Humbang Hasundutan, hampir setiap kecamatan membudidayakan kopi seperti pada Tabel 13 berikut.
Tabel 13. Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Kopi Menurut Kecamatan di Kabupaten Humbang Hasundutan Tahun 2008 No
Komoditi
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Doloksanggul Lintong Nihuta Paranginan Baktiraja Pollung Onan Ganjang Sijama Polang Pakkat Parlilitan Tara Bintang Jumlah
Luas Panen (Ha) 1.472,00 1.598,00 967,00 215,00 710,00 929,00 565,00 306,00 778,00 7.540,00
Produksi (ton) 1.227,91 1.336,75 794,91 176,09 582,20 759,92 463,30 252,14 641,16 6.234,38
Produktivitas (ton/ha) 0,83 0,83 0,82 0,81 0,82 0,81 0,82 0,82 0,82 0,82
Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Humbang Hasundutan, 2009
Dari sepuluh kecamatan yang ada, terdapat 5 kecamatan utama yang memproduksi kopi yaitu Kecamatan Lintong Nihuta, Kecamatan Doloksanggul, Kecamatan Paranginan, Kecamatan Onan Ganjang dan Kecamatan Parlilitan. Dalam pembudidayaan kopi, pemerintah sudah membentuk kelompok tani pada setiap kecamatan, dengan tujuan pengembangan kopi di Humbang Hasundutan serta kesejahteraaan petani.
41
Kegiatan budidaya yang dilakukan petani kopi mulai dari pembibitan, penanaman, perawatan, pemangkasan, pemupukan hingga panen. Petani sangat jarang memberantas hama dan penyakit. Hal ini disebabkan karena tingginya harganya obat pemberantas hama, khususnya hama buah. Varietas lokal yang sudah ada di Humbang Hasundutan seperti Lasuna, Arab, Jember sudah ada yang berumur 100 tahun. Sekitar 30 tahun yang lalu ditemukan varietas baru yang unggul yaitu kopi Ateng (Ateng adalah pelawak Indonesia yang orangnya pendek) jadi masyarakat menyebut kopi Ateng karena kopinya pendek dan cepat berbuah. Ada juga yang menyebut kopi Sigarar Utang (membayar utang), yang artinya kopi cepat berbuah sehingga hasil kopi dapat membayar utang. Kopi Ateng diperkirakan hasil perkawinan secara alami dari varietas lokal seperti Lasuna, dan Jember.
Kopi Ateng bukan varietas yang didatangkan dari
daerah lain. Pada umur 1,5 tahun, kopi Ateng sudah mulai berbunga dan pada umur 2,5 tahun kopi sudah dapat di panen. Kopi berbunga pada bulan Agustus dan Maret, dan biasanya berbunga setelah ada musim kemarau selama 2 minggu sampai satu bulan. Jangka waktu mulai dari kopi berbunga sampai bisa dipanen sekitar 7-8 bulan.
Pada umumnya kopi Ateng berbuah tiap bulan, tetapi
volumenya sedikit. Panen kopi sekitar bulan September-Desember dan MaretMei. Panen kopi yang paling banyak dan baik adalah sekitar pertengahan bulan November dan pertengahan bulan April.
5.3.3 Pemasaran Kopi Kegiatan pemasaran kopi pada umumnya dilakukan saat pekan raya. Petani menjual kopi kepada pedagang pengumpul yang ada di desa, kemudian pengumpul yang di desa menjual kopi kepada pedagang pengumpul yang ada di pasar. Tidak jarang juga ditemui bahwa petani menjual langsung kopi kepada pedagang pengumpul di pasar. Pedagang pengumpul di pasar menjual kopi ke pihak eksportir yang ada di Medan (Gambar 4).
42
Petani
Pengumpul di Desa
Pengumpul di Pasar
Eksportir
Importir
Gambar 4. Saluran Pemasaran Kopi Humbang Hasundutan 5.4 Asosiasi Kopi Satu-satunya Asosiasi kopi yang ada di Humbang Hasundutan adalah APKLO (Asosiasi Petani Kopi Lintong Organik). APKLO dimulai dari satu kelompok tani dan sekarang menjadi 14 kelompok tani dengan jumlah anggota 350 anggota yang bergabung dari Kecamatan Lintong Nihuta dan Doloksanggul. APKLO didirikan dengan tujuan untuk menguatkan petani kopi untuk dapat berdiri sendiri dalam mengolah dan memasarkan kopinya sendiri untuk bisa bersaing dengan pihak ketiga (pengumpul di pasar) yang selalu menentukan harga kopi sehingga petani tidak pernah mendapatkan harga yang layak. Atas bantuan dan bimbingan dari Wakachia project Japan, APKLO mendapatkan sertifikasi dari FLO (Fair Trade Labeling Organization) Jerman tahun 2004 dimana, mendapatkan harga yang seadil-adilnya dan pasar yang semakin luas. APKLO sudah mendapatkan pasar di Jepang dan beberapa negara di Eropa. Saat ini kopi hasil dari APKLO tidak sepenuhnya organik, tetapi dalam tahap menuju organik. Sebelumnya sebagian besar petani kopi di Lintong Nihuta dan sekitarnya, menanam kopi dengan sistem tumpang sari seperti sayuran dan cabe.
Menanam sayuran dan cabe diantara tanaman kopi, membuat petani
menggunakan pestisida dan pupuk kimia yang secara tidak langsung akan terkontaminasi dengan tanaman kopi. Petani melakukan tumpang sari, karena ingin menambah penghasilan tambahan dan biasanya dilakukan saat tanaman kopi masih kecil atau jika masih ada lahan yang kosong diantara tanaman kopi. Petani APKLO berusaha keras untuk mempraktekkan sistem pertanian organik baik dengan belajar sendiri dan training untuk pertanian organik. Tanaman kopi ditanam bersamaan tanaman pelindung seperti lamtoro, sengon dan dapdap. Program APKLO ke depan yaitu menghasilkan kopi murni organik dan berusaha mendapatkan sertifikasi Organik, dimana jika sudah mendapat sertifikasi harga kopi ekspor akan semakin tinggi harganya. APKLO mendapatkan harga yang baik dari mengekspor kopi karena sistem Fair Trade serta mendapat premi
43
(bonus) yang digunakan untuk kesejahteraan anggota seperti membeli alat-alat pertanian, pendidikan bagi petani serta beasiswa bagi anak-anak petani yang berprestasi. Proses pengolahan biji kopi pasca panen yang telah dilakukan APKLO adalah : 1. Panen
Memetik buah yang sudah benar-benar matang, pada umumnya alat yang digunakan adalah keranjang, seperti pada gambar berikut :
Gambar 5. Petani APKLO sedang Panen Kopi Ateng 2. Pengupasan Kulit Buah Proses pemisahan kulit tanduk dari kulit buah. Alat yang digunakan adalah mesin pulping, keranjang dan ember. 3. Fermentasi Fermentasi bertujuan untuk melepaskan lendir yang menyelimuti biji kopi. Biji kopi dimasukkan dalam ember dan diisi air bersih, kemudian didiamkan selama 12-40 jam. Alat yang digunakan air bersih, dan ember. 4. Pencucian Setelah fermentasi, kulit tanduk dicuci dengan air bersih, supaya kotoran sistem fermentasi hilang. Alat yang digunakan air bersih, keranjang dan ember. 5. Pengeringan Penjemuran basah dengan sinar matahari selama 20 jam (sampai kadar air 23%). Alat yang digunakan adalah tempat penjemuran dan garu.
44
6. Pengupasan Kulit Proses penguasaan biji kopi beras (Osas) dari kulit basah. Alat yang digunakan adalah mesin Osas. 7. Pengeringan Osas Pengeringan osas dengan sinar matahari, selama 18-20 jam (sampai kadar air biji osas 12-14 persen). Alat yang digunakan penjemuran garu, dan tester untuk mengukur kadar air. 8. Sortasi Mengklasifikasikan biji kopi menurut standar mutu, dengan menggunakan alat tampi. Setelah biji disortir, kopi yang memenuhi standar dikirim melalui PT Aek Godang di Tapanuli Utara (hanya sebagai perantara)
Rantai pemasaran kopi APKLO berbeda dengan petani yang non anggota APKLO. (Gambar 4) dan (Gambar 6). APKLO telah memiliki kontrak dengan Fair Trade untuk negara yang menjadi wilayah pemasaran APKLO. Jika harga kopi dunia turun, harga kopi APKLO tidak menurun drastis karena adanya perjanjian batasan harga paling rendah dengan pihak Fair Trade. Jika harga kopi dunia meningkat, maka harga kopi APKLO juga meningkat. APKLO
IMPORTIR
Gambar 6. Saluran Pemasaran Kopi APKLO
45
VI ANALISIS FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL STRATEGI PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KOPI KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN
6.1 Faktor Internal Faktor-faktor internal terdiri dari faktor kekuatan dan kelemahan dari strategi pengembangan agribisnis kopi di Kabupaten Humbang Hasundutan. Berdasarkan hasil wawancara dan kuisioner serta masukan dari Kepala Bidang Perkebunan Dinas Pertanian, Kepala Bappeda (Badan Perencana Pembangunan Daerah), Ketua Asosiasi Petani Kopi Lintong Organik, Ketua Kelompok Tani Kopi ditiap kecamatan yang terpilih, serta Pedagang pengumpul dan Pengusaha industri kopi yang ada di Kabupaten Humbang Hasundutan, diperoleh faktorfaktor strategis internal yang menjadi kekuatan dan kelemahan dalam pengembangan agribisnis kopi Humbang Hasundutan yaitu sebagai berikut:
6.1.1 Kekuatan Faktor kekuatan merupakan bagian dari faktor strategis internal, faktor tresebut dianggap sebagai kekuatan yang akan mempengaruhi pengembangan agribisnis kopi di Humbang Hasundutan. Faktor-faktor yang menjadi kekuatan harus digunakan semaksimal mungkin dalam upaya untuk mencapai tujuan pengembangan agribisnis kopi, faktor-faktor itu terdiri dari : a. Keadaan Sumberdaya Alam
Keadaan sumber daya alam yang menjadi faktor kekuatan antara lain iklim (memiliki suhu berkisar 170C-290C), kesuburan tanah, topografi, ketinggian bervariasi antara 330-2.075 m di atas permukaan laut. Faktor-faktor itulah yang diharapkan dapat membantu memperlancar pengembangan agribisnis kopi secara alamiah. Dengan kondisi sumberdaya alam yang subur dan ditunjang dengan iklim dan ketinggian yang cocok untuk budidaya kopi dan tanaman dataran tinggi lainnya. b. Ketersediaan Lahan Luas wilayah Humbang Hasundutan adalah 251.765,93 Km2, lahan yang digunakan untuk tanamaman perkebunan mencapai 36.599,35 Ha dan tersebar diseluruh Kecamatan. Lahan yang paling luas diperuntukkan untuk perkebunan
46
kopi, yakni seluas 22.707 Ha.
Menurut Kepala Dinas Pertanian, Kabupaten
Humbang Hasundutan memiliki ± 44.000 Ha lahan yang belum produktif yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan pertanian, perkebunan rakyat, peternakan dan perikanan darat. c. Keamanan Berusaha Masyarakat Humbang Hasundutan merasa nyaman untuk menjalankan usaha budidaya kopi. Hampir tidak pernah terjadi kehilangan akan hasil panen. Petani memiliki lahan kopi sendiri, dan mengusahakan kopi sendiri untuk kebutuhan keluarga, sehingga tidak pernah berpikir untuk mencuri hasil kopi dari lahan kopi masyarakat lainnya. d. Akses Transportasi Secara umum, jalur transportasi dalam Kabupaten Humbang Hasundutan dapat digunakan dengan baik. Hal ini dapat mempermudah kegiatan mobilitas penduduk dan hasil produksi kopi. Demikian juga jalur transportasi antar Kabupaten Humbang Hasundutan dengan Kabupaten lainnnya telah memadai dan dapat digunakan dengan baik. e. Keadaan Sumberdaya Manusia Jumlah penduduk Kabupaten Humbang Hasundutan sampai dengan tahun 2007 mencapai 158.095 jiwa yang tersebar di sepuluh kecamatan. Dari jumlah tersebut hampir 83,2 persen penduduk bekerja sebagai petani dari total angkatan kerja di Kabupaten Humbang Hasundutan. Jumlah penduduk yang produktif sekitar 89.392 jiwa. Penduduk lainnya bekerja sebagai pegawai sekitar 7,3 persen, wiraswasta 8,35 persen dan jumlah penduduk pencari kerja sekitar 1.013 jiwa atau 1,13 persen.
6.1.2 Kelemahan Faktor kelemahan adalah bagian dari faktor internal. Faktor-faktor yang dianggap sebagai kelemahan akan menjadi kendala dalam upaya pengembangan agribisnis kopi di Humbang Hasundutan.
Faktor-faktor tersebut antara lain
sebagai berikut :
47
a. Penggunaan Teknologi Tradisional Penggunaan teknologi tepat guna dalam pengembangan agribisnis kopi di Humbang Hasundutan mempunyai peranan yang cukup penting. Akan tetapi hal ini masih menjadi kendala, karena masih rendahnya minat petani untuk menggunakan teknologi dibidang pertanian dalam kegiatan budidaya kopi. Sebagian besar petani masih mempertahankan cara-cara tradisional dalam melakukan usahataninya. Sehingga hasil yang diperoleh belum maksimal dan kualitas yang dihasilkan relatif masih rendah. Petani menganggap bahwa dalam penggunaan teknologi tersebut membutuhkan dana yang lebih besar dari pada cara-cara bertani yang dilakukan selama ini. Hal ini terlihat dari budidaya petani yang tidak menggunakan mulsa saat penanaman kopi, bibit yang dipilih dari hasil panen sendiri dan disemai di lahan tanpa menggunakan polibag. Disamping itu sebagian besar petani tidak menggunakan pemberantas hama buah, petani berpikir bahwa hama tersebut akan musnah dengan sendirinya. Pengolahan kopi juga membutuhkan inovasi teknologi yang dapat mempermudah proses pengolahan pasca panen. (Gambar 7 dan 8). Pasca panen, kopi diolah dengan mesin pulping manual yang hanya berkapasitas 50 liter/jam kopi dan mesin pulping tersebut dikayuh dengan tangan (manual). Inovasi mesin berkapasitas 1 ton-3 ton/jam, penggerak motor HONDA 5,5 PK/ diesel China 16 PK, type 2 (double) silinder, transmisi pulley dan sabuk karet V, dilengkapi dengan kopling dan pelindung, bahan pengupas kulit : plat tembaga, dilengkapi pipa saluran air.
Gambar 7. Petani menggunakan mesin Pulping Manual
48
Gambar 8. Petani menggunakan Pulping Penggerak b. Ketersediaan Dana Keterbatasan modal dalam berusahatani merupakan masalah klasik hampir di semua daerah pertanian, khususnya usahatani kopi. Kondisi inilah yang menyebabkan para petani tidak mempunyai kemampuan untuk meningkatkan skala produksinya. Dengan modal yang terbatas sangat sulit bagi petani untuk mengelola usahataninya, apalagi untuk menambah lahan pertaniannya. Petani sangat membutuhkan dana dalam menjalankan usahataninya. Petani sangat enggan meminjam modal ke bank, karena dibutuhkan prosedur yang rumit dan adanya agunan. Lembaga keuangan yang terdapat di Humbang Hasundutan yaitu BRI, BPR dan Bank Sumatera Utara serta CU yang masih baru dikembangkan. c. Lembaga Pembina, Penelitian, dan Pelatihan Pemerintah daerah melalui dinasnya yaitu Dinas Pertanian yang berhubungan langsung dalam pembinaan melakukan penyuluhan kepada kelompok tani, namun hal ini tidak dilaksanakan secara berkelanjutan. Lembaga Pembina, penelitian dan pelatihan belum ada di Humbang Hasundutan, padahal petani sangat membutuhkannya. Petani juga sangat membutuhkan dukungan pemerintah khususnya dalam pembinaan dan pendampingan pemerintah langsung kepada petani agar dapat mengembangkan produktivitas kopi. Menurut Surat Keputusan Mentan no: 205/Kpts/SR.120/4/2005, kopi arabika Sigarar Utang dengan produktivitas rata-rata 1500 kg/ha, untuk populasi 1600 pohon/ha. Pembuahan terus-menerus mengikuti pola sebaran hujan dengan biji berukuran besar, agak rentan terhadap serangan hama bubuk buah, agak
49
rentan serangan nematoda Radopholus similis, dan agak tahan tahan terhadap penyakit karat daun. Untuk memperoleh citarasa baik disarankan ditanam > 1000 m dpl, tipe iklim A – C dengan sebaran hujan merata sepanjang tahun. Informasi seperti ini sangat dibutuhkan oleh petani, karena dari segi budidaya Humbang Hasundutan hanya mampu memproduksi 880kg kopi per ha. d. Pemasaran Kopi Saluran pemasaran kopi yang terjadi dimulai dari petani kopi menjual kopi kepada pengumpul di Desa atau menjual langsung kepada pengumpul di Pasar. Pengumpul di Desa menjual kopi ke pedagang pengumpul di Pasar kemudian di angkut ke Medan untuk dijual kepada Eksportir. Saluran pemasaran ini membuat harga di petani tidak layak, karena harga sering kali dikuasai oleh pedagang pengumpul di Pasar. Petani yang termasuk anggota APKLO selalu memperoleh harga yang lebih tinggi dari petani yang tidak termasuk anggota APKLO. Harga yang diperoleh petani dari pengumpul sekitar Rp 9.000,00 per liter sedangkan harga yang diberlakukan APKLO adalah Rp 11.000,00 hingga 13.000,00 per liter. e. Dukungan Kebijakan Pemerintah Daerah dan Pelaksanaanya Pemerintah telah memberi dukungan bagi pengembangan agribisnis kopi di Humbang Hasundutan, khususnya pembentukan kelompok tani. Pembentukan kelompok tani ini bertujuan agar mempermudah pembagian pupuk subsidi dan pembinaan. Hal ini tidak berkelanjutan, sehingga petani sulit mengembangkan usahanya. Kelompok tani di Kecamatan Dolok Sanggul berjumlah 158 kelompok, di Kecamatan Lintong Nihuta berjumlah 115 kelompok dan di Kecamatan Paranginan sebanyak 35 kelompok. Dukungan pemerintah dalam pengolahan kopi belum sepenuhnya terlaksana. Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak pemerintah, pemerintah sudah pernah memberikan mesin untuk pengolahan, tetapi tidak digunakan oleh masyarakat karena tidak mengetahui bagaimana cara menggunakannya. Dalam hal ini masyarakat membutuhkan pembinaan dari pemerintah. f. Industri Pengolahan Kopi Industri pengolahan kopi di Humbang Hasundutan sulit berkembang, hal ini disebabkan rendahnya tingkat pengetahuan dan modal yang dimiliki oleh masyarakat. Beberapa tahun yang lalu ada sebuah industri yang mengolah kopi
50
untuk siap seduh yang menjadi oleh-oleh khas Humbang Hasundutan dari Kecamatan Lintong Nihuta. Industri tersebut tutup karena kekurangan modal dan promosi. Industri pengolahan kopi yang ada di Humbang Hasundutan adalah pengolahan kopi sampai pengeringan Osas, dan usaha ini dikembangkan oleh investor karena membutuhkan modal yang cukup besar. g. Kemitraan Usaha Pada umumnya budidaya kopi dilakukan sendiri oleh petani dengan lahan yang telah diwariskan oleh orangtua turun temurun, diolah sendiri dan hanya mengandalkan kesuburan tanah. Kemitraan usaha hanya dilakukan oleh pengumpul di Pasar dengan pihak Eksportir Medan. Akibatnya petani hanya bisa menerima harga yang telah ditentukan oleh pengumpul. h. Bibit Kopi Bermutu Lembaga penelitian bibit bermutu belum ada di Humbang Hasundutan, padahal petani sangat membutuhkan lembaga ini untuk dapat mengembangkan produksi kopi. Petani menggunakan bibit dari hasil produksi kopi mereka. Menurut petani syarat bibit kopi baik adalah induk harus berumur paling sedikit 7 tahun, induk harus sehat, bebas penyakit. Induk harus dari varietas hybrid (berbuah banyak, cepat berbuah), bibit harus dari buah cerry yang sudah benarbenar masak/matang/biji merah. Bantuan penyediaan bibit bermutu ini sangat dibutuhkan oleh petani. i. Pengendalian Hama Penyakit dan Pemeliharaan Penyakit kopi yang sering dihadapi adalah pembusukkan buah kopi, setengah dari buah kopi membusuk, sehingga hasil produksi kopi menurun. Banyak petani yang tidak peduli untuk memberantas hama penyakit ini, petani hanya menunggu alam saja yang akan menghentikannya. Petani APKLO memberantas dengan hypotan, tetapi karena harganya mahal dan petani yang lain tidak peduli, maka kopi yang dimiliki juga masih terserang hama. Hypotan juga sulit dibeli, pihak APKLO membeli dari Jember dengan harga Rp 10.000,00 per bungkus sudah termasuk dengan uang kirim. Petani sulit untuk membeli pupuk dan pemberantas hama penyakit karena tingginya harga beli. Harga pupuk yang paling mahal adalah TSP sebesar Rp 15.000 per kg. Pemupukan dilakukan 2 kali
51
selama setahun. Hal inilah yang mengakibatkan sulitnya perkembangan agribisnis kopi di Humbang Hasundutan.
6.2 Faktor Eksternal Berdasarkan hasil wawancara dan pengisian kuisioner dan analisis terhadap sistem agribisnis kopi yang sudah berkembang di Humbang Hasundutan, didapatkan faktor-faktor eksternal yang menjadi peluang dan ancaman dalam pengembangan agribisnis kopi di Humbang Hasundutan, yaitu sebagai berikut :
6.2.1 Peluang Faktor peluang adalah bagian dari faktor eksternal. Faktor-faktor tersebut dianggap sebagai suatu potensi yang dapat dimanfaatkan dalam pengembangan agribisnis kopi di Humbang Hasundutan. Potensi tersebut harus dimanfaatkan untuk mencapai tujuan yang diharapkan, peluang tersebut terdiri dari : a. Otonomi Daerah Pemberlakuan UU No.22 tahun 1999 mulai tahun 2000, menimbulkan dampak
yang
sangat
besar
bagi
pemerintah
daerah,
karena
dengan
diberlakukannya undang-undang tersebut maka pemerintah daerah mempunyai wewenang penuh dalam mengadakan pembangunan di daerahnya amsing-masing. Pembangunan yang dilaksanakan disesuaikan dengan kondisi dan peluang yang dimiliki oleh daerah tersebut. Oleh sebab itu, karena 22.707 Ha dari total luas tanaman perkebunan 33.599 Ha Humbang Hasundutan ditanami kopi, maka sudah selayaknya pembangunan agribisnis kopi lebih diperhatikan oleh pemerintah. b. Tumbuhnya Asosiasi APKLO (Asosiasi Petani Kopi Lintong Organik) berdiri pada tanggal 21 Oktober 2003. Asosiasi ini dimulai dari satu kelompok tani dan setelah 2 tahun banyak kelompok tani yang bergabung menjadi 14 kelompok dengan jumlah anggota 350 anggota. APKLO didirikan dengan tujuan untuk menguatkan petani kopi untuk dapat berdiri sendiri dalam mengolah dan memasarkan kopinya sendiri (untuk bisa bersaing dengan pihak ketiga) yang selalu menentukan harga kopi sehingga petani tidak pernah mendapatkan harga yang layak. Adanya Asosiasi ini dapat membantu petani untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Apabila
52
harga kopi di pedagang pengumpul sekitar Rp 9.000 per liter, maka APKLO membeli kopi dari petani dengan harga Rp 11.000,00 hingga Rp 13.000,00 per liter. Terkadang hal ini yang membuat pertentangan antara APKLO dengan pihak pengumpul. Menurut Direktorat Jenderal Perkebunan Indonesia harga rata-rata kopi Arabika Indonesia sebesar Rp 17.936,00 per kg dan harga dunia sebesar Rp 191.000,00 per kg. c. Pasar yang Masih Terbuka baik Domestik maupun Luar Negeri Ekspor kopi Sumatera Utara hingga April 2008 telah mencapai 71,68 juta dolar AS dari volume ekspor biji dan bubuk kopi sebanyak 21.969 ton. Menurut data APKLO kopi Humbang Hasundutan telah diekspor keluar negeri sebesar 200 ton pada tahun 2008. Hal ini menunjukkan bahwa kopi Humbang Hasundutan memberi kontribusi terhadap kopi ekspor Sumatera Utara.
Kopi Humbang
Hasundutan juga dijual untuk wilayah antar Kabupaten, khususnya daerah Siborong-Siborong Tapanuli Utara. Volume Ekspor dan Impor Kopi Indonesia pada Tahun 2003- 2007 dapat dilihat pada Tabel 2. Berdasarkan Tabel 2, terlihat pada tahun 2007 negara Indonesia mengimpor kopi delapan kali lebih besar dari pada tahun 2006. Hal ini menunjukkan bahwa kebutuhan kopi dalam negeri semakin meningkat. Disamping itu jumlah kopi ekspor juga berfluktuatif, hal ini juga memberi peluang bagi Indonesia untuk meningkatkan produktivitas kopi Indonesia. d. Tumbuhnya Credit Union (CU) Kabupaten Humbang Hasundutan memiliki beberapa lembaga keuangan permodalan, seperti BRI, BPR dan BPDSU, CU dan lembaga keuangan lainnya. Lembaga permodalan tersebut menyediakan fasilitas kredit bagi usaha kecil dan menengah yang dapat dimanfaatkan para petani untuk mengatasi masalah modal usahanya. Petani lebih banyak meminjam modal kepada CU, karena prosedur dalam koperasi lebih mudah dibandingkan dengan bank. Disamping itu petani juga menjadi anggota dari CU dan setiap akhir tahun petani memperoleh Sisa Hasil Usaha dari CU. Hal ini memberi peluang bagi masyarakat dalam pengembangan agribisnis kopi di Humbang Hasundutan.
53
e. Perdagangan Bebas Perdagangan bebas merupakan peluang dalam memasarkan kopi, hal ini juga menuntut petani untuk memperbaiki kualitas kopi yang dihasilkan. Disamping itu, Humbang Hasundutan telah mempunyai jaringan ekspor, khususnya APKLO dengan Jepang. Hal ini memberi peluang besar jika petani terus memperbaiki kualitas kopinya. f. Perkembangan Teknologi Komunikasi dan Informasi Berkembangnya teknologi komunikasi dan informasi memungkinkan aksesibilitas terhadap informasi pasar bagi masyarakat Humbang Hasundutan. Untuk mengatasi permasalahan budidaya, pengolahan serta pemasaran kopi, teknologi dan informasi sangat dibutuhkan, seperti internet. Adanya internet memberi manfaat yang cukup besar bagi petani karena informasi mengenai harga kopi, racun pemberantas hama penyakit dan informasi pemasaran kopi dapat diakses dengan mudah. Telekomunikasi juga mempermudah petani untuk berkomunikasi dengan petani lainnya serta dengan pihak investor. g. Permintaan Kopi Organik Tujuan APKLO berdiri tidak hanya sebatas untuk meningkatkan harga kopi di petani, namun juga karena didukung oleh Fair Trade. Jepang sebagai negara tujuan kopi APKLO meninjau lokasi budidaya kopi APKLO di Lintong Nihuta dan meminta APKLO untuk mengembangkan kopi organik. Hal ini disebabkan kebutuhan konsumen akan kopi organik semakin meningkat, khususnya negara Jepang. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari pihak APKLO, citarasa, kualitas dan produksi kopi organik dengan kopi non organik berbeda. Kebutuhan konsumen akan kopi organik memberi peluang bagi petani untuk mengembangkan usahanya menuju kopi organik karena harga kopi organik dua kali lebih mahal dari kopi non organik atau bahkan lebih.
6.2.2 Ancaman Faktor ini merupakan bagian dari faktor eksternal, faktor tersebut dianggap sebagai ancaman yang bisa menjadi hambatan dalam Pengembangan Agribisnis Kopi Humbang Husundutan. Faktor-faktor tersebut harus dihindari dan
54
diusahakan upaya penanggulangannya secara baik agar dapat mencapai tujuan yang diharapkan. Ancaman tersebut terdiri dari : a. Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi menunjukkan tingkat perbaikan yang mendasar dalam perekonomian Indonesia, juga berlaku di Kabupaten Humbang Hasundutan sebagaimana dengan daerah lainnya. Namun pertumbuhan ekonomi yang tidak pasti, tingginya tingkat inflasi dan rendahnya nilai tukar rupiah merupakan ancaman yang dapat menghambat pelaksanaan Pengembangan Agribisnis Kopi Humbang Husundutan. Hal tersebut juga menyebabkan rendahnya daya beli masyarakat sehingga rendahnya produksi petani. Walaupun demikian laju pertumbuhan PDRB Kabupaten Humbang Hasundutan untuk tahun 2006 dan 2007 meningkat (Tabel 14).
Tabel 14. PDRB dan Laju Pertumbuhan PDRB Kabupaten Humbang Hasundutan Tahun
PDRB (Juta Rp)
Laju Pertumbuhan PDRB (%)
2006
1.535.581,53
5,77
2007
1.711.728,32
6,05
Sumber : Humbang Hasundutan dalam Angka, (2008)
Berdasarkan diatas, kondisi perekonomian Humbang Hasundutan, laju pertumbuhan PDRB mengalami peningkatan dari tahun 2006-2007 dan PDRB juga mengalami peningkatan pendapatan.
b. Ketidakpastian Iklim Global Faktor alam memegang peranan penting dalam kegiatan usahatani dibidang pertanian. Oleh karena itu, ketidakpastian iklim global yang disebabkan oleh pemanasan bumi dan terjadinya penebangan hutan, bencana alam seperti banjir dan kekeringan menjadi ancaman dalam kegiatan agribisnis kopi. Perubahan iklim di Humbang Hasundutan ditandai dengan ketidakpastian antara musim kemarau dan musim hujan. Perubahan iklim ini dapat mempengaruhi kopi yang sedang berbunga, bunga kopi berguguran akibat hujan deras dan angin kencang. Hal ini dapat mempengaruhi tingkat produksi kopi.
55
c. Penguasaan Lahan Kopi oleh Pihak Luar Kabupaten Humbang Hasundutan memiliki kesuburan tanah yang sesuai untuk pengembangan kopi. Daerah ini sering dikunjungi oleh investor, khususnya Jepang. Pada bulan Juni lalu investor dari Swiss meninjau daerah Lintong Nihuta dan Paranginan. Berdasarkan informasi dari petani, investor tersebut membeli lahan 5 Ha untuk budidaya kopi. Ini menjadi sebuah ancaman, diperkirakan investor akan mempergunakan teknologi yang tepat guna, sedangkan petani hanya menggunakan teknologi tradisonal. Hal ini membuat produktivitas dan kualitas kopi petani tidak dapat bersaing dengan kopi investor, sehingga harga kopi dikuasai oleh investor. d. Penegakan Hukum dan Peraturan Perundang-undangan Situasi keamanan dan politik yang tidak menentu bisa menjadi ancaman bagi pengembangan agribisnis kopi. Pemerintah harus menjaga situasi penegakan hukum dan peraturan perundang-undangan, khususnya dalam membangun suatu wilayah otonomi daerah. e. Kopi Sejenis dari Wilayah Lain Semakin
banyaknya
kopi
yang
dihasilkan
oleh
kabupaten
lain
menyebabkan konsumen mempunyai banyak pilihan dan terjadinya kelebihan penawaran di pasar (Medan) yang menyebabkan harga kopi tersebut rendah. f. Fluktuasi Harga Kopi Petani sangat merasa terancam dengan harga kopi yang tidak menentu. Pada saat panen raya harga kopi turun, tetapi saat musim paceklik harga kopi menurun, sehingga pendapatan petani menjadi menurun.
56
VII FORMULASI STRATEGI PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KOPI HUMBANG HUSUNDUTAN
7.1 Analisis Metode IFE dan EFE Analisis ini bertujuan untuk menilai dan mengevaluasi faktor-faktor strategis yang berpengaruh terhadap keberhasilan strategi yang akan dilaksanakan dalam Pengembangan Agribisnis Kopi di Humbang Husundutan. Setelah dilakukan pembobotan terhadap faktor-faktor strategis baik internal maupun eksternal melalui pendapat/wawancara dengan Kepala Bidang Perkebunan Dinas Pertanian, Kepala Bappeda (Badan Perencana Pembangunan Daerah), Ketua Asosiasi Petani Kopi Lintong Organik, Ketua Kelompok Tani Kopi di tiap kecamatan yang terpilih, serta Pedagang pengumpul dan Pengusaha industri kopi yang ada di Kabupaten Humbang Hasundutan, hasil akhir dari analisis IFE dan EFE dapat dijelaskan sebagai berikut :
7.1.1 Analisis Matriks IFE Hasil dari matriks IFE diperoleh nilai indeks akumulatif untuk elemen kekuatan sebesar 1,338, sedangkan untuk elemen kelemahan diperoleh 0,992. Hal ini menunjukkan bahwa responden memberikan respon yang tinggi terhadap faktor kekuatan dan respon yang kecil kepada faktor kelemahan, sedangkan total nilai bobot skor untuk faktor internal sebesar 2,330. Melihat hasil analisis tersebut, menunjukkan bahwa Pengembangan Agribisnis Kopi di Humbang Husundutan dibawah rata-rata dalam kekuatan internal secara keseluruhannya, nilai bobot skor untuk elemen kekuatan lebih besar dari nilai bobot skor elemen kelemahan, maka kita dapat menyatakan bahwa dalam Pengembangan Agribisnis Kopi di Humbang Husundutan kekuatan yang dimiliki daerah mampu mengatasi kelemahan yang ada. Namun hasil skor total pembobotan 2,330 (di bawah ratarata) berarti kondisi Pemerintah Daerah/Dinas Pertanian Subdinas Perkebunan dan masyarakat/petani secara internal (kekuatan dan kelemahan) belum baik (kuat), dalam upaya pengembangan kopi di Kabupaten Humbang Hasundutan. Hasil akhir dari analisis IFE (Tabel 15).
56
Tabel 15. Matriks IFE Pengembangan Agribisnis Kopi di Kabupaten Humbang Hasundutan No A 1 2 3 4 5 B 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Faktor Strategis Internal Bobot Rating Bobot Skor Kekuatan Keadaan Sumberdaya Alam 0,077 4 0,308 Ketersediaan Lahan 0,063 3 0,190 Keamanan Berusaha 0,060 3 0,181 Akses Transportasi 0,080 4 0,319 Keadaan Sumberdaya Manusia 0,085 4 0,341 Total 1,338 Kelemahan Penggunaan Teknologi Tradisional 0,041 1 0,041 Ketersediaan Dana 0,080 2 0,159 Lembaga Pembina, Penelitian, dan Pelatihan 0,085 1 0,085 Pemasaran Kopi 0,085 1 0,085 Dukungan Kebijakan Pemerintah Daerah dan Pelaksanaanya 0,082 2 0,165 Industri Pengolahan Kopi 0,066 2 0,132 Kemitraan Usaha 0,049 2 0,099 Bibit Kopi Bermutu 0,080 2 0,159 Pengendalian Hama Penyakit dan Pemeliharaan 0,066 1 0,066 0,992 Total 1,000 2,330
Berdasarkan matriks IFE di atas dapat dijelaskan lebih rinci tentang faktorfaktor yang mempengaruhi pengembangan agribisnis kopi, baik yang termasuk elemen kekuatan dan kelemahan, yaitu sebagai berikut : A. Elemen Kekuatan Keadaaan sumberdaya manusia memiliki bobot 0,085, nilai ini merupakan skor tertinggi dalam faktor kekuatan dan menunjukkan bahwa faktor ini memiliki dampak yang sangat penting terhadap Pengembangan Agribisnis Kopi di Humbang Husundutan, jika dibandingkan dengan faktor kekuatan lainnya. Sedangkan nilai rating empat berarti bahwa faktor keadaan sumberdaya manusia yang dihasilkan memberi pengaruh yang sangat besar terhadap Pengembangan Agribisnis Kopi di Humbang Husundutan. Akses transportasi memiliki bobot 0,080, skor ini menunjukkan bahwa faktor ini memiliki dampak yang sangat penting untuk Pengembangan Agribisnis Kopi di Humbang Husundutan. Nilai rating empat berarti bahwa faktor akses
57
transportasi yang dihasilkan memberi pengaruh yang sangat besar terhadap Pengembangan Agribisnis Kopi di Humbang Husundutan. Keadaan sumberdaya alam memiliki bobot 0,077, skor ini menunjukkan bahwa faktor ini memiliki dampak yang penting untuk Pengembangan Agribisnis Kopi di Humbang Husundutan. Nilai rating empat berarti bahwa faktor keadaan sumberdaya alam yang dihasilkan memberi pengaruh yang sangat besar terhadap Pengembangan Agribisnis Kopi di Humbang Husundutan. Ketersediaan lahan memiliki bobot 0,063, skor ini menunjukkan bahwa faktor ini memiliki dampak yang penting untuk Pengembangan Agribisnis Kopi di Humbang Husundutan. Nilai rating tiga berarti bahwa faktor ketersediaan lahan yang dihasilkan memberi pengaruh yang besar terhadap Pengembangan Agribisnis Kopi di Humbang Husundutan. Keamanan berusaha memiliki bobot 0,060, skor ini menunjukkan bahwa besar dampak dari faktor ini dibandingkan dengan faktor-faktor kekuatan dalam Pengembangan Agribisnis Kopi di Humbang Husundutan agak penting, namun dari segi rating bernilai tiga berarti sangat berpengaruh terhadap Pengembangan Agribisnis Kopi di Humbang Husundutan. B. Elemen Kelemahan Lembaga pembina, penelitian, dan pelatihan dan pemasaran kopi memiliki bobot 0,085, skor ini menunjukkan bahwa kedua faktor ini memiliki dampak yang sangat penting untuk Pengembangan Agribisnis Kopi di Humbang Husundutan, jika dibandingkan dengan faktor-faktor kelemahan lainnya.
Nilai rating satu
untuk lembaga pembina, penelitian, dan pelatihan dan pemasaran kopi menunjukkan bahwa kelemahan tersebut sulit diatasi dalam Pengembangan Agribisnis Kopi di Humbang Husundutan. Dukungan kebijakan Pemerintah Daerah dan pelaksanaanya memiliki bobot 0,082, skor ini menunjukkan bahwa faktor ini memiliki dampak yang sangat penting untuk Pengembangan Agribisnis Kopi di Humbang Husundutan, jika dibandingkan dengan faktor-faktor kelemahan lainnya. Nilai rating dua menunjukkan bahwa kelemahan tersebut agak sulit diatasi dalam Pengembangan Agribisnis Kopi di Humbang Husundutan
58
Ketersediaan dana dan bibit kopi bermutu memiliki bobot 0,080, skor ini menunjukkan bahwa kedua faktor ini memiliki dampak yang sangat penting untuk Pengembangan Agribisnis Kopi di Humbang Husundutan, jika dibandingkan dengan faktor-faktor kelemahan lainnya. Nilai rating dua menunjukkan bahwa kelemahan tersebut agak sulit diatasi dalam Pengembangan Agribisnis Kopi di Humbang Husundutan. Industri pengolahan kopi dan pengendalian hama penyakit dan pemeliharaan memiliki bobot 0,066, skor ini menunjukkan bahwa kedua faktor ini memiliki dampak yang penting untuk Pengembangan Agribisnis Kopi di Humbang Husundutan, jika dibandingkan dengan faktor-faktor kelemahan lainnya. Nilai rating dua untuk industri pengolahan kopi menunjukkan bahwa kelemahan tersebut agak sulit diatasi dalam Pengembangan Agribisnis Kopi di Humbang Husundutan. Nilai rating satu untuk pengendalian hama penyakit menunjukkan bahwa kelemahan tersebut sulit diatasi dalam Pengembangan Agribisnis Kopi di Humbang Husundutan. Kemitraan usaha memiliki bobot 0,049, skor ini menunjukkan bahwa faktor ini memiliki dampak yang penting untuk Pengembangan Agribisnis Kopi di Humbang Husundutan, jika dibandingkan dengan faktor-faktor kelemahan lainnya. Nilai rating dua untuk kemitraan usaha menunjukkan bahwa kelemahan tersebut agak sulit diatasi dalam Pengembangan Agribisnis Kopi di Humbang Husundutan. Penggunaan teknologi tradisional memiliki bobot 0,041, skor ini menunjukkan bahwa faktor ini memiliki dampak agak penting untuk Pengembangan Agribisnis Kopi di Humbang Husundutan, jika dibandingkan dengan faktor-faktor kelemahan lainnya. Nilai rating satu menunjukkan bahwa kelemahan tersebut sulit diatasi dalam Pengembangan Agribisnis Kopi di Humbang Husundutan.
7.1.2 Analisis Matriks EFE Hasil analisa matriks EFE untuk elemen peluang diperoleh nilai indeks kumulatif skor sebesar 2,038, sedangkan nilai bobot skor untuk elemen ancaman sebesar 0,756. Hal ini menunjukkan bahwa responden memberikan respon yang
59
cukup tinggi terhadap faktor peluang dan respon yang lebih kecil terhadap faktor ancaman. Untuk total nilai bobot skor untuk faktor eksternal sebesar 2,795. Melihat hasil analisis tersebut, dengan nilai bobot skor untuk elemen peluang lebih besar dari bobot skor elemen ancaman, maka kita dapat mengatakan bahwa dalam
Pengembangan
Agribisnis
Kopi
Humbang
Husundutan
dapat
memanfaatkan peluang sebaik mungkin. Untuk mengetahui lebih jelas hasil akhir dari analisis EFE (Tabel 16).
Tabel 16. Matriks EFE Pengembangan Agribisnis Kopi di Kabupaten Humbang Hasundutan No A 1 2 3 4 5 6 7 B 1 2 3 4 5 6
Faktor Eksternal Bobot Rating Bobot Skor Peluang Otonomi Daerah 0,083 4 0,333 Tumbuhnya Asosiasi 0,090 4 0,359 Pasar yang Masih Terbuka baik Domestik maupun Luar Negeri 0,087 3 0,260 Tumbuhnya CU 0,087 3 0,260 Perdagangan Bebas 0,090 3 0,269 Perkembangan Teknologi Komunikasi dan Informasi 0,093 3 0,279 Permintaan Kopi Organik 0,093 3 0,279 Total 2,038 Ancaman Pertumbuhan Ekonomi Nasional 0,054 2 0,109 Ketidakpastian iklim global 0,058 2 0,115 Fluktuasi harga kopi 0,080 2 0,160 Penegakan Hukum dan Peraturan Perundangundangan 0,058 2 0,115 Kopi sejenis dari wilayah lain 0,071 2 0,141 Penguasaan Lahan Kopi Oleh Pihak Luar 0,058 2 0,115 Total
1,000
0,756 2,795
Dari matriks EFE dapat dijelaskan lebih rinci tentang faktor-faktor yang mempengaruhi Pengembangan Agribisnis Kopi di Humbang Hasundutan, baik yang termasuk elemen peluang maupun elemen ancaman, yaitu sebagai berikut ; A. Elemen Peluang Perkembangan teknologi komunikasi dan informasi dan permintaan kopi organic memiliki bobot 0,093, skor ini menunjukkan bahwa kedua faktor ini
60
memiliki dampak yang sangat penting terhadap Pengembangan Agribisnis Kopi di Humbang Hasundutan jika dibandingkan dengan faktor peluang lain yang dimiliki Kabupaten Humbang Hasundutan. Sedangkan nilai rating tiga berarti kemampuan merespon peluang tersebut dalam pengembangan agribisnis kopi adalah baik. Tumbuhnya asosiasi, dan perdagangan bebas memiliki bobot 0,090, skor ini menunjukkan bahwa kedua faktor ini memiliki dampak yang sangat penting terhadap Pengembangan Agribisnis Kopi di Humbang Hasundutan jika dibandingkan dengan faktor peluang lain yang dimiliki Kabupaten Humbang Hasundutan. Nilai rating empat untuk tumbuhnya asosiasi berarti kemampuan merespon peluang tersebut dalam pengembangan agribisnis kopi sangat baik. Sedangkan nilai rating tiga untuk perdagangan bebas berarti kemampuan merespon peluang tersebut dalam pengembangan agribisnis kopi baik. Pasar yang masih terbuka baik domestik maupun luar negeri dan tumbuhnya CU memiliki bobot 0,087, skor ini menunjukkan bahwa kedua faktor ini memiliki dampak yang penting terhadap Pengembangan Agribisnis Kopi di Humbang Hasundutan jika dibandingkan dengan faktor peluang lain yang dimiliki Kabupaten Humbang Hasundutan. Nilai rating tiga menunjukkan bahwa kedua faktor tersebut
mampu
merespon
peluang
dengan
baik
dalam
upaya
pengembangan agribisnis kopi. Otonomi Daerah memiliki bobot 0,083, skor ini menunjukkan bahwa faktor ini memiliki dampak yang agak penting terhadap Pengembangan Agribisnis Kopi di Humbang Hasundutan jika dibandingkan dengan faktor peluang lain yang dimiliki Kabupaten Humbang Hasundutan. Nilai rating tiga menunjukkan bahwa faktor tersebut
mampu
merespon
peluang
dengan
baik
dalam
upaya
pengembangan agribisnis kopi. B. Elemen Ancaman Fluktuasi harga kopi memiliki bobot 0,080, skor ini menunjukkan bahwa faktor ini memiliki dampak yang sangat penting terhadap Pengembangan Agribisnis Kopi di Humbang Hasundutan jika dibandingkan dengan faktor ancaman lain yang dihadapi di Humbang Hasundutan. Nilai rating dua berarti faktor ancaman tersebut agak kuat pengaruhnya terhadap Pengembangan Agribisnis Kopi di Humbang Hasundutan.
61
Kopi sejenis dari wilayah lain memiliki bobot 0,071, skor ini menunjukkan bahwa faktor ini memiliki dampak yang sangat penting terhadap Pengembangan Agribisnis Kopi di Humbang Hasundutan jika dibandingkan dengan faktor ancaman lain yang dihadapi di Humbang Hasundutan. Nilai rating dua berarti faktor ancaman tersebut agak kuat pengaruhnya terhadap Pengembangan Agribisnis Kopi di Humbang Hasundutan. Ketidakpastian iklim global, penegakan hukum dan peraturan perundangundangan, dan penguasaan lahan kopi oleh pihak luar sama-sama memiliki bobot 0,058, skor ini menunjukkan bahwa faktor ini memiliki dampak yang penting terhadap Pengembangan Agribisnis Kopi di Humbang Hasundutan jika dibandingkan dengan faktor ancaman lain yang dihadapi di Humbang Hasundutan. Nilai rating dua berarti faktor ancaman tersebut agak kuat pengaruhnya terhadap Pengembangan Agribisnis Kopi di Humbang Hasundutan. Pertumbuhan Ekonomi memiliki bobot 0,054, skor ini menunjukkan bahwa faktor ini memiliki dampak yang agak penting terhadap Pengembangan Agribisnis Kopi di Humbang Hasundutan jika dibandingkan dengan faktor ancaman lain yang dihadapi di Humbang Hasundutan. Nilai rating dua berarti faktor ancaman tersebut agak kuat pengaruhnya terhadap Pengembangan Agribisnis Kopi di Humbang Hasundutan.
7.2 Analisis Matriks SWOT Setelah dilakukan analisis lingkungan internal dan eksternal maka dilakukan proses pemaduan antara elemen kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman dengan matriks SWOT. Tujuan dari pemanduan ini adalah untuk menentukan alternatif strategi yang dipilih. Dari hasil matriks SWOT dapat diperoleh
beberapa strategi alternatif dalam Pengembangan Agribisnis Kopi
(Tabel 17).
62
Tabel 17. Matriks SWOT Pengembangan Agribisnis Kopi di Kabupaten Humbang Hasundutan Kekuatan Faktor-faktor (S-Strenghts) 1. Keadaan Sumberdaya Internal Manusia 2. Ketersediaan lahan 3. Keamanan berusaha 4. Akses transportasi 5. Keadaan Sumberdaya Alam
Kelemahan (W-Weakness) 1. Penggunaan teknologi tradisional 2. Ketersediaan dana 3. Lembaga pembina, penelitian, dan pelatihan 4. Pemasaran kopi 5. Dukungan kebijakan Pemerintah daerah dan pelaksanaanya 6. Industri pengolahan kopi 7. Kemitraan usaha 8. Bibit kopi bermutu 9. Pengendalian hama Faktor-faktor penyakit Eksternal Strategi S-O Strategi W-O Peluang 1. Meningkatkan kualitas 1. Membentuk dan (O-Oppurtunities) 1. Otonomi Daerah SDM melalui pelatihan membina lembaga dan memperluas usahatani penelitian untuk R&D 2. Tumbuhnya Asosiasi 3. Pasar yang Masih kopi yang berkualitas dan serta mendukung jaringan pemasaran. (S1, asosiasi kopi.( W1, W3, Terbuka baik Domestik maupun luar negeri S2, S3, S5, O1, O2, O3, W5, W6, W8, W9, O1, O2, O3, O5, O6) 4. Tumbuhnya CU O4, O5, O6, O7) 2. Menguatkan modal untuk 5. Perdagangan Bebas usaha agribisnis dan 6. Perkembangan Teknologi Komunikasi memperluas jaringan dan Informasi pemasaran. ( W2, W4, W6, W7, O2, O4) 7. Permintaan Kopi Organik Strategi S-T Strategi W-T Ancaman (T-Threats) 1. Memperbaiki rantai 1. Pertumbuhan Ekonomi 1. Mengembangkan kopi 2. Ketidakpastian iklim organik, meningkatkan pemasaran kopi melalui global mutu kopi melalui pasca lembaga yang terkait. 3. Fluktuasi harga kopi panen yang baik, dan (W1, W2, W3, W4, W5, 4. Penegakan Hukum dan membuat peraturan bagi W6, W7, W8, T1, T3, T4, T5, T6) Peraturan Perundangmitra usaha.( S1, S2, S3, S4, S5, T1, T2, T3, T4, 2. Menciptakan kerjasama undangan yang baik dengan pihak 5. Kopi sejenis dari T5, T6) investor (W1, W2, W4, wilayah lain 2. Melakukan pembinaan, W6, W7, W8, W9, T1, 6. Penguasaan Lahan pengembangan T2, T3, T5, T6) Kopi Oleh Pihak Luar pemberdayaan kelembagaaan dan manajemen usahatani. (S1, S2, S3, S4, S5, T1, T2, T3, T4, T5, T6)
63
1. Strategi Strenghts-Oppurtunities (S-O) Strategi ini disusun dengan menggunakan kekuatan yang dimiliki dan memanfaatkan peluang yang ada. Strategi yang diusulkan adalah meningkatkan kualitas SDM melalui pelatihan dan memperluas usahatani kopi yang berkualitas dan jaringan pemasaran. Strategi ini untuk meningkatkan sumberdaya manusia melalui pelatihan baik dalam budidaya, pengolahan dan pemasaran. Hal ini didukung oleh ketersediaan lahan yang dimiliki Humbang Hasundutan yang sesuai untuk usaha kopi. Disamping itu didukung dengan lancarnya akses tranportasi dan keamanan dalam berusaha. Hal ini juga dapat dilakukan dengan memanfaatkan peluang pasar yang ada, tumbuhnya CU untuk menambah modal usaha, dan tumbuhnya asosiasi serta teknologi komunikasi dan informasi yang dapat menambah pengetahuan
dan
kualitas
sumberdaya
manusia
Humbang
Hasundutan.
Keberadaan Humbang Hasundutan juga sebagai otonomi daerah memberi peluang dalam strategi ini, kebijakan pemerintah diharapkan ada suatu aturan/kebijakan dalam sistem manajemen pemasaran kopi. 2. Strategi Weakness-Oppurtunities (W-O) Strategi ini disusun untuk mengurangi kelemahan dengan memanfaatkan peluang yang ada. Strategi ini terdiri dari dua strategi yang diusulkan, yaitu : a. Membentuk dan membina lembaga penelitian untuk Research & Development serta mendukung asosiasi kopi. Humbang Hasundutan tidak memiliki lembaga penelitian untuk kopi. Sebagai daerah otonomi daerah yang berpotensi untuk pengembangan kopi semestinya daerah ini memiliki lembaga R&D. Petani bertani berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang turun temurun dalam keluarganya, menggunakan teknologi tradisional. Petani menggunakan bibit kopi dari hasil panen, dengan cara memilih biji kopi yang paling baik. Banyak petani yang tidak peduli untuk memberantas hama penyakit kopi. Hal ini mengakibatkan rendahnya produktivitas kopi Humbang Hasundutan. Strategi ini diharapkan dapat meningkatkan produktivitas kopi, dapat memberi bibit unggul bagi petani dan pemberantasan hama. Pemerintah juga sebaiknya mendukung asoasi kopi yang ada, karena asosiasi ini memberi
64
kesejahteraan bagi petani. Disamping itu strategi ini juga didukung oleh perkembangan dan teknologi komunikasi dan informasi yang dapat memberi manfaat bagi petani. b. Menguatkan modal untuk usaha agribisnis dan memperluas jaringan pemasaran kopi. Kegiatan pertanian yang masih sederhana disebabkan petani sulit untuk memperoleh modal dalam mengembangkan usahanya. Tingginya harga sarana produksi juga menjadi penghambat dalam pengembangan usahanya, khususnya pemberantas hama. Demikian juga industri pengolahan kopi kekurangan modal untuk pengembangan usahanya. Peminjaman modal melalui lembaga keuangan yang ada harus dilalui dengan prosedur yang rumit bagi petani. Di lain pihak, lembaga keuangan seperti bank memberikan pinjaman yang berisiko tinggi. Kesulitan ini diharapkan dapat diatasi dengan kebijakan pemerintah, serta memanfaatkan peluang yang ada, yaitu tumbuhnya CU yang administrasinya lebih sederhana dari pada bank. Disamping itu terbukanya pasar domestik maupun luar, serta adanya perdagangan bebas dapat memperluas jaringan pemasaran kopi Humbang Hasundutan, khususnya Negara Jepang yang menjadi mitra usaha kopi Lintong Nihuta.
Dengan adanya perkembangan teknologi, komunikasi dan
informasi, diharapkan dapat memperluas jaringan pemasaran seperti promosi kopi lewat jaringan internet. 3. Strategi Strenghts-Threats (S-T) Strategi ini merupakan strategi yang diajukan dengan menggunakan kekuatan untuk menghindari ancaman bagi Pengembangan Agribisnis Kopi Humbang Hasundutan. Strategi S-T diusulkan adalah : a. Mengembangkan kopi organik, meningkatkan mutu kopi melalui pasca panen yang baik, dan membuat peraturan bagi mitra usaha. Kopi organik, mulai diusahakan oleh petani, khususnya petani yang menjadi anggota APKLO. Kopi organik yang diusakan tidak murni organik, tetapi APKLO akan berusaha membudidayakan kopi secara organik. Harga kopi organik dua kali lebih mahal dari pada kopi peptisida atau bahkan lebih. Diharapkan juga dengan pengembangan kopi organik ini, kopi Humbang Hasundutan dapat bersaing dengan kopi sejenis dari daerah lainnya. Hal ini juga
65
didukung oleh ketersediaan lahan Humbang Hasundutan yang masih luas dan subur serta sumberdaya manusia yang memadai untuk memperluas lokasi usaha. Untuk menjaga kualitas kopi, penanganan pasca panen perlu diperhatikan, pengolahan dan pengeringan yang tidak tepat dapat menurunkan kualitas kopi. Menghindari penguasaan lahan kopi oleh pihak luar sebaiknya pemerintah membuat kebijakan, bahwa investor dapat berusaha di Humbang Hasundutan, dengan menanamkan modal bukan untuk membeli lahan.
Hal ini untuk
menghindari penggunaan lahan untuk usaha lainnya di masa yang akan datang. Disamping itu pengusaha juga tidak dapat menetapkan harga kopi, tetapi berdasarkan harga yang berlaku di pasar dan sesuai dengan mutu kopi. b. Melakukan pembinaan, pengembangan pemberdayaan kelembagaaan dan manajemen usahatani. Peran kelembagaan sangat diperlukan dalam Pengembangan Agribisnis Kopi di Humbang Hasundutan, hal ini bertujuan agar terjadi suatu alokasi kesejahteraan ditingkat petani dengan baik. Kabupaten Humbang Hasundutan telah membentuk kelompok tani pada setiap desa, namun kapasitas gerak dan inovatif masih belum memadai dalam mengakses produksi, informasi dan sistem pemasaran. Dengan latar kondisi usahatani seperti skala kepemilikan lahan yang rendah, sistem petanian yang masih tradisional dan mutu produk yang beragam, maka pembangunan agribisnis kopi membutuhkan suatu lembaga seperti Asosiasi Petani Kopi Lintong Organik. Hal ini juga didukung oleh sumberdaya manusia yang memadai. 4. Strategi Weakness-Threats (W-T) Strategi ini disusun atas dasar meminimalkan kelemahan untuk menghindari ancaman yang ada. Strategi W-T diusulkan adalah: a. Memperbaiki rantai pemasaran kopi melalui lembaga yang terkait Panjangnya jalur distribusi dan rantai pemasaran kopi di Humbang Hasundutan menyebabkan rendahnya harga jual kopi yang dimiliki oleh petani, akses petani untuk menjual langsung kepada pembeli sangat minim sekali. Disamping petani yang tidak mau direpotkan oleh kegiatan memasarkan kopi, harga kopi selalu ditetapkan oleh pedagang pengumpul. Dukungan dari pemerintah sangat diperlukan untuk mengatasi hal tersebut yaitu dengan
66
membentuk sarana dan prasarana jual beli kopi pada ibukota Kabupaten atau pada kecamatan yang sangat potensial untuk usaha kopi. b. Menciptakan kerjasama yang baik dengan pihak investor Kerjasama yang baik dengan pihak investor dapat memberikan keuntungan bagi petani, khususnya dari segi teknologi. Untuk itu petani harus tetap menjaga komunikasi yang baik dengan pihak investor. Peran pemerintah juga sangat dibutuhkan dalam kemitraan usaha, yaitu sebagai katalisator komunikasi antara petani dengan pihak swasta.
7.3 Analisis Matriks QSP Berdasarkan analisis matriks SWOT, strategi yang diusulkan dalam Pengembangan Agribisnis Kopi Humbang Husundutan antara lain: 1. Meningkatkan kualitas SDM melalui pelatihan dan memperluas usahatani kopi yang berkualitas dan jaringan pemasaran. 2. Membentuk dan membina lembaga penelitian untuk R&D serta mendukung asosiasi kopi. 3. Menguatkan modal untuk usaha agribisnis dan memperluas jaringan pemasaran kopi. 4. Mengembangkan kopi organik, meningkatkan mutu kopi melalui pasca panen yang baik, dan membuat peraturan bagi mitra usaha 5. Melakukan pembinaan, pengembangan pemberdayaan kelembagaaan dan manajemen usahatani 6. Memperbaiki rantai pemasaran kopi melalui lembaga yang terkait. 7. Menciptakan kerjasama yang baik dengan pihak investor Tahap
selanjutnya
adalah
tahap
pengambilan
keputusan
dengan
menggunakan matriks QSP. Analisis ini dilakukan untuk menentukan strategi yang harus disusun oleh pemerintah daerah dalam Pengembangan Agribisnis Kopi Humbang Husundutan. Tahap ini dilakukan melalui penilaian terhadap strategi yang diusulkan oleh responden. Hasil QSPM menunjukkan bahwa strategi yang menjadi prioritas utama dengan nilai Total Attractiveness Score (TAS) sebesar 5,868 adalah strategi “Membentuk dan membina lembaga penelitian untuk R&D serta mendukung
67
asosiasi kopi”. Kemudian strategi yang memiliki nilai TAS terkecil adalah strategi “ Menciptakan kerjasama yang baik dengan pihak investor” dengan nilai sebesar 4,749. Besarnya nilai keterkaitan alternatif strategi yang diusulkan dapat dilihat pada Tabel 18.
Tabel 18. Alternatif dan Prioritas Strategi Pengembangan Agribisnis di Kabupaten Humbang Hasundutan Faktor faktor Strategis Kekuatan
Strategi 1
Bo-bot
AS
TAS
Strategi 2 AS
TAS
Strategi 3 AS
TAS
Strategi 4 AS
TAS
Strategi 5 AS
TAS
Strategi 6 AS
TAS
Strategi 7 AS
TAS
A
0,077
4
0,308
4
0,308
3
0,231
2
0,154
3
0,231
3
0,231
2
0,154
B
0,063
3
0,190
3
0,190
3
0,190
3
0,190
3
0,190
3
0,190
3
0,190
C
0,060
2
0,121
2
0,121
2
0,121
2
0,121
2
0,121
2
0,121
2
0,121
D
0,080
3
0,239
3
0,239
2
0,159
2
0,159
2
0,159
3
0,239
2
0,159
E Kelemahan
0,085
2
0,170
3
0,255
3
0,255
3
0,255
3
0,255
3
0,255
2
0,170
A
0,041
3
0,124
3
0,124
3
0,124
3
0,124
2
0,082
2
0,082
3
0,124
B
0,080
2
0,159
4
0,319
3
0,239
2
0,159
2
0,159
2
0,159
3
0,239
C
0,085
3
0,255
3
0,255
2
0,170
3
0,255
3
0,255
2
0,170
2
0,170
D
0,085
3
0,255
3
0,255
3
0,255
3
0,255
2
0,170
3
0,255
3
0,255
E
0,082
2
0,165
3
0,247
2
0,165
3
0,247
3
0,247
3
0,247
2
0,165
F
0,066
3
0,198
2
0,132
3
0,198
2
0,132
3
0,198
3
0,198
3
0,198
G
0,049
2
0,099
3
0,148
2
0,099
2
0,099
3
0,148
3
0,148
3
0,148
H
0,080
2
0,159
3
0,239
3
0,239
3
0,239
2
0,159
2
0,159
2
0,159
I
0,066
3
0,198
2
0,132
3
0,198
3
0,198
2
0,132
2
0,132
3
0,198
A
0,083
3
0,250
3
0,250
2
0,167
3
0,250
2
0,167
2
0,167
2
0,167
Peluang
B
0,090
4
0,359
4
0,359
2
0,179
4
0,359
3
0,269
3
0,269
3
0,269
C
0,087
3
0,260
3
0,260
3
0,260
3
0,260
3
0,260
3
0,260
2
0,173
D
0,087
3
0,260
2
0,173
3
0,260
2
0,173
2
0,173
2
0,173
2
0,173
E
0,090
2
0,179
3
0,269
2
0,179
3
0,269
2
0,179
3
0,269
2
0,179
F
0,093
3
0,279
3
0,279
2
0,186
3
0,279
3
0,279
3
0,279
2
0,186
G Ancaman
0,093
3
0,279
4
0,372
3
0,279
3
0,279
2
0,186
2
0,186
2
0,186
A
0,054
3
0,163
2
0,109
2
0,109
3
0,163
2
0,109
2
0,109
2
0,109
B
0,058
2
0,115
2
0,115
2
0,115
3
0,173
2
0,115
2
0,115
2
0,115
C
0,080
2
0,160
2
0,160
2
0,160
3
0,240
2
0,160
3
0,240
3
0,240
D
0,058
2
0,115
3
0,173
2
0,115
2
0,115
2
0,115
3
0,173
2
0,115
E
0,071
3
0,212
3
0,212
3
0,212
3
0,212
3
0,212
2
0,141
3
0,212
F
0,058
2
0,115
3
0,173
2
0,115
2
0,115
2
0,115
3
0,173
3
0,173
Total
2,000
Prioritas Strategi
Keterangan;
5,387
5,868
4,979
5,476
4,848
5,142
4,749
Prioritas 3
Prioritas 1
Prioritas 5
Prioritas 2
Prioritas 6
Prioritas 4
Prioritas 7
AS TAS
= Attractiveness Score = Total Attractiveness Score
68
Prioritas utama sesuai dengan harapan Ketua APKLO yang diungkapkan saat penulis melakukan wawancara. Beliau mengatakan “Mengapa di Humbang Hasundutan penelitian kopi tidak ada? Tanpa ada penelitian kopi, Humbang Hasundutan saja sudah mengekspor kopi ke Jepang, apalagi didukung dengan pusat penelitian kopi, produktivitas dan kualitas kopi Humbang Hasundutan akan meningkat, dan dapat menembus pasar luar negeri yang lebih luas”. Prioritas strategi disusun berdasarkan urutan nilai TAS tertinggi sampai terendah. Adapun prioritas strategi yang dihasilkan matriks QSP sebagai berikut : 1. Membentuk dan membina lembaga penelitian untuk R&D serta mendukung asosiasi kopi.( 5,868) 2. Mengembangkan kopi organik, meningkatkan mutu kopi melalui pasca panen yang baik, dan membuat peraturan bagi mitra usaha.( 5,476) 3. Meningkatkan kualitas SDM melalui pelatihan dan memperluas usahatani kopi yang berkualitas dan jaringan pemasaran. (5,387) 4. Memperbaiki rantai pemasaran kopi melalui lembaga yang terkait ( 5,142) 5. Menguatkan modal untuk usaha agribisnis dan memperluas jaringan pemasaran kopi.( 4,979) 6. Melakukan pembinaan, pengembangan pemberdayaan kelembagaaan dan manajemen usahatani.( 4,848) 7. Menciptakan kerjasama yang baik dengan pihak investor. (4,749) 7.3.1 Strategi Komprehensif Setelah hasil wawancara dan hasil analisis matriks SWOT dan QSPM yang merekomendasikan enam alternatif dan prioritas strategi yang dapat dijalankan dalam Pengembangan Agribisnis Kopi Humbang Husundutan, disusun strategi komprehensif. Strategi komprehensif merupakan strategi umum yang diperoleh melalui analisis matriks SWOT, yang akan disusun dan bertujuan untuk mendeskripsikan strategi yang ada serta berusaha untuk mengarahkan pelaksanaan strategi tersebut berdasarkan konsep agribisnis secara umum. Adapun strategi komprehensif Pengembangan Agribisnis Kopi Humbang Husundutan antara lain :1) Strategi Pengembangan Penelitian R&D, 2) Strategi Pengembangan Kualitas SDM dan Kopi, 3) Strategi Pengembangan Sarana dan Prasarana Kopi, 4) Strategi Pengembangan Kelembagaan Agribisnis Kopi.
69
1) Strategi Pengembangan Penelitian R&D Tujuan utama yang ingin dicapai untuk meningkatkan produktivitas dan mutu kopi Humbang Hasundutan adalah mendirikan penelitian R&D kopi. Strategi ini diharapkan dengan alasan bahwa ketersediaan lahan Humbang Hasundutan masih luas dan sesuai untuk budidaya kopi, jadi sangat diharapkan adanya penelitian R&D.
Penelitian R&D dapat menciptakan bibit unggul,
memberi pelatihan/penyuluhan, penggunaan teknologi tepat guna bagi para petani, pihak industri dan pedagang. 2) Strategi Pengembangan Kualitas SDM dan Kopi Program pembinaan kelompok tani ditujukan untuk membentuk kelompok tani yang maju dan mandiri. Program pembinaan kelompok tani di Humbang Hasundutan tidak dilaksakan secara intensif. Peningkatan kualitas SDM, tidak hanya kepada petani tetapi juga kepada pengusaha dan pedagang seperti pertemuan agribisnis kopi guna meningkatkan pemahaman dalam pengembangan agribisnis kopi. 3) Strategi Pengembangan Sarana dan Prasarana Agribisnis Kopi Dukungan
sarana
dan
prasarana
diarahkan
untuk
mendukung
pengembangan sistem dan usaha agribisnis dalam suatu sistem yang utuh dan menyeluruh, antara lain untuk mendukung : a. Peningkatan produktivitas hasil pertanian Dukungan sarana untuk menunjang subsistem agribisnis hulu untuk menunjang kelancaran aliran barang masuk ke daerah seperti bibit, mesin, peralatan pertanian, pupuk, pestisida dan lain-lain. Jenis dukungan sarana dan prasarana dapat berupa jalan penghubung desa-kota dan gudang penyimpanan sarana produksi. Dukungan sarana untuk menunjang subsistem usahatani (onfarm) dalam rangka meningkatkan produksi usaha budidaya pertanian. Jenis dukungan sarana dan prasarana dapat berupa jalan usahatani dan sarana transportasi. b. Pengolahan, pengangkutan, dan pemasaran hasil pertanian. Dukungan sarana dan prasarana untuk mendukung subsistem agribisnis hilir berupa industri pengolahan hasil pertanian sebelum dipasarkan sehingga menciptakan nilai tambah. Jenis dukungan prasarana dan sarana dapat berupa:
70
gudang penyimpanan hasil pertanian, sarana pengolahan seperti tempat pengemasan, pencucian dan sortir, sarana pemasaran seperti pasar tradisional dan sub terminal agribisnis kopi, sarana promosi pusat informasi pengembangan agribisnis, sarana kelembagaan perekonomian seperti CU, balai pelatihan serta sarana listrik, telepon dan air bersih.
4) Strategi Pengembangan Kelembagaan Agribisnis Kopi Kelembagaan yang berperan dalam pengembangan agribisnis terdiri dari lembaga pertanian (kelompok tani dan koperasi pertanian), lembaga keuangan, lembaga penyuluh dan kelembagaan koordinasi produksi. Kelembagaan merupakan faktor pendukung keberhasilan Pengembangan Agribisnis Kopi. Kelembagaan yang berfungsi dengan baik dapat mempercepat roda pertumbuhan ekonomi di Humbang Hasundutan. Kelembagaan yang sangat penting berjalan dengan baik adalah kelompok tani, perbankan, koperasi, balai penelitian, asosiasi dan LSM yang berkaitan dengan pengembangan agribisnis kopi.
71
VIII KESIMPULAN DAN SARAN
8.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan terhadap Kabupaten Humbang Hasundutan, yang meliputi analisis internal dan eksternal (IFE dan EFE Matriks), analisis SWOT dan Analis QSPM, maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Hasil analisis terhadap faktor internal dalam Pengembangan Agribisnis Kopi di Humbang Hasundutan, menunjukkan faktor kekuatan (keadaan sumberdaya manusia, ketersediaan lahan, keamanan berusaha, akses transportasi, keadaan sumberdaya alam) mampu mengatasi faktor kelemahan (penggunaan teknologi tradisional, ketersediaan dana, lembaga pembina, penelitian, dan pelatihan, pemasaran kopi, dukungan kebijakan pemerintah daerah dan pelaksanaanya, industri pengolahan kopi, kemitraan usaha, bibit kopi bermutu pengendalian hama penyakit dan pemeliharaan) yang dimiliki kawasan tersebut. Hal itu ditunjukkan oleh nilai bobot skor faktor kekuatan yang lebih besar dari bobot skor kelemahan yakni sebesar 1,338 untuk faktor kekuatan dan 0,992 untuk faktor kelemahan. Secara umum menunjukkan bahwa Pengembangan Agribisnis Kopi dibawah rata-rata dalam kekuatan internalnya secara keseluruhan, hal ini ditunjukkan dengan total nilai bobot skor 2,330. Ini berarti berarti Pemerintah Daerah/Dinas Pertanian Subdinas Perkebunan dan masyarakat/petani secara internal (kekuatan dan kelemahan) belum baik (kuat), dalam upaya pengembangan kopi di Humbang Hasundutan. Hasil analisis eksternal yang menjadi peluang yaitu otonomi daerah tumbuhnya asosiasi, pasar yang masih terbuka baik domestik maupun diluar kawasan, tumbuhnya CU, perdagangan bebas, perkembangan teknologi komunikasi dan informasi dan permintaan kopi organik. Faktor peluang tersebut memiliki bobot skor sebesar 1,928. Pertumbuhan ekonomi, ketidakpastian iklim global, fluktuasi harga kopi, penegakan hukum dan peraturan perundang-undangan, kopi sejenis dari wilayah lain, penguasaan lahan kopi oleh pihak luar merupakan faktor ancaman bagi Pengembangan Agribisnis Kopi dengan bobot skor 0,841 serta nilai total bobot skor 2,769, berarti secara eksternal Pemerintah Daerah/Dinas Pertanian Subdinas
73
Perkebunan dan masyarakat/petani telah merespon dengan baik terhadap peluang dan ancaman yang dimiliki, yang berarti bahwa faktor peluang eksternal dalam upaya Pengembangan Agribisnis Kopi di Humbang Hasundutan dapat mengatasi ancaman yang dihadapinya dan dapat mengambil peluang sebaik mungkin. 2. Hasil penggabungan matriks IFE dan EFE dalam matriks SWOT dalam Pengembangan Agribisnis Kopi Humbang Husundutan, menghasilkan beberapa alternatif strategi yaitu sebagai berikut : 1) Meningkatkan kualitas SDM melalui pelatihan dan memperluas usahatani kopi yang berkualitas dan jaringan pemasaran., 2) Membentuk dan membina lembaga penelitian untuk R&D serta mendukung asosiasi kopi, 3) Menguatkan modal untuk usaha agribisnis dan memperluas jaringan pemasaran kopi, 4) Mengembangkan kopi organik, meningkatkan mutu kopi melalui pasca panen yang baik, dan membuat
peraturan
bagi
mitra
usaha,
5)
Melakukan
pembinaan,
pengembangan pemberdayaan kelembagaaan dan manajemen usahatani, 6) Memperbaiki rantai pemasaran kopi melalui lembaga yang terkait, 7) Menciptakan kerjasama yang baik dengan pihak investor. 3. Hasil QSPM menunjukkan bahwa strategi yang menjadi prioritas utama dengan nilai Total Attractiveness Score (TAS) sebesar 5,868 adalah strategi “Membentuk dan membina lembaga penelitian untuk R&D serta mendukung asosiasi kopi”. Kemudian strategi yang memiliki nilai TAS terkecil adalah strategi “ Menciptakan kerjasama yang baik dengan pihak investor” dengan nilai sebesar 4,749. 8.2 Saran Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan faktor-faktor internal dan eksternal
yang
mendukung
Pengembangan
Agribisnis
Kopi
Humbang
Husundutan, maka dengan ini diajukan beberapa saran sebagai berikut : 1. Pemerintah daerah melalui institusi terkait, hendaknya membentuk balai penelitian untuk R&D, khususnya bibit kopi yang bermutu, sehingga petani mudah memperoleh bibit. Pemerintah juga hendaknya mendukung dan menjadi fasilitator bagi pengembangan asosiasi kopi yang telah ada, karena hal itu dapat meningkatkan kesejahteraan petani. Disamping itu pemerintah
74
juga hendaknya membuat regulator dalam pemasaran kopi agar pedagang pengumpul dapat terkontrol dalam menetapkan harga. 2. Pembangunan agribisnis kopi merupakan satu kesatuan sub sistem yang tidak terpisahkan
satu
sama
lainnya.
Pemerintah
hendaknya
menunjang
pembangunan setiap subsistem yang ada, serta kegiatan agribisnis perlu didukung oleh penciptaan iklim usaha yang kondusif, penguatan lembaga agribisnis, pengembangan permodalan dan pengembangan informasi. 3. Perlu dilakukan penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan Pengembangan Agribisnis Kopi di Humbang Hasundutan khususnya mengenai pemasaran kopi, kelembagaannya dan pengolahan kopi, mengingat masih terbatasnya penelitian yang dihasilkan.
75
DAFTAR PUSTAKA
[Bappeda] Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Humbang Hasundutan. 2007. Pengembangan Kawasan Agropolitan di Kabupaten Humbang Hasundutan. Tidak Dipublikasikan. [BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Humbang Hasundutan. 2008. Humbang Hasundutan dalam Angka. Dolok Sanggul : BPS Kabupaten Humbang Hasundutan. Dinas Perkebunan Sumatera Utara. 2007. Rekapitulasi Luas Areal dan Produksi Tanaman Perkebunan. Tidak Dipublikasikan. Dinas Pertanian Kabupaten Humbang Hasundutan. 2008. Produksi dan Produktivitas Tanaman Perkebunan. Tidak Dipublikasikan. David, R.F. 2006. Manajemen Strategi : Konsep. Edisi kesepuluh. Jakarta: Salemba Empat. Karo-Karo, F. W. 2006. Strategi Pengembangan Kabupaten Karo sebagai Kawasan Agropolitan [skripsi]. Bogor : Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Krisnamurthi, B. 2002. Strategi Pembangunan Ekonomi Rakyat Dalam Kerangka Pembangunan Ekonomi Daerah. Pusat Studi Pembangunan IPB. Bogor. Pambudy, R. 2005. Sistem Dan Usaha Agribisnis Yang Berkerakyatan, Berdaya Saing, Berkelanjutan Dan Terdesentralisasi. Menumbuhkan Ide dan Pemikiran Pembangunan Sistem Dan Usaha Agribisnis (60 Tahun Bungaran Saragih). Bogor: Pustaka LPPM IPB. Parluhutan, E. 2006. Formulasi Strategi Pengembangan Usaha Anggrek Spesies Di Unit Koleksi Anggrek Kebun Raya Bogor [skripsi]. Bogor : Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Purwoko, J. Y. 2006. Analis Nilai Tambah Dan Strategi Pemasaran Kopi Bubuk Arabika Kelompok Tani Manunggal IV Kecamatan Jambu, Semarang [skripsi]. Bogor : Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Rangkuti, F. 2000. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. Jakarta. Pustaka Utama. Saragih, B. 2001. Suara dari Bogor : Membangun Sistem Agribisnis. Bogor: Yayasan USESE dan Sucofindo. Sartika, S. I. 2007. Analisis Pendapatan Usahatani Dan Pemasaran Kopi Arabika Dan Kopi Robusta (Studi Kasus di Desa Tambun Raya Kabupaten
75
Simalungun Sumatera Utara) [skripsi]. Bogor : Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor Syahrudin, R. 2008. Analis Strategi Pengembangan Agroindustri Minuman Jeruk Nipis Peras Di Kabupaten Kuningan, Jawa Barat [skripsi]. Bogor : Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor Syahyuti. 2006. 30 Konsep Penting dalam Pembangunan Pedesaan dan Petanian. Jakarta: Bina Rena Pariwara. Tambunan, A. 2005. Strategi Pengembangan Usaha Tanaman Hias Pada PT Bina Usaha Flora (BUF) Di Cipanas-Cianjur [skripsi]. Bogor : Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Tjokrowinoto, M. 2002. Kopi Kajian Ekonomi Sosial. Yogyakarta: Kanisius. Siswoputranto, P. 1993. Kopi Internasional dan Indonesia. Yogyakarta: Kanisius Wijaya, O.D. 2004. Analisis Formulasi Strategi Bersaing Minuman Sari Buah Sirsak Pada PT Minuman SAP Dalam Menghadapi Persaingan Industri Minuman Ringan [skripsi]. Bogor : Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Umar, Husein. 2008. Strategic Management in Action. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Hlm 245. http://www.ico.org/trade_statistics.asp. diakses pada 11 Agustus 2009
76