17
4. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Umum Letak Geografis Taman Nasional Gunung Merbabu (TNGMb) dengan luas 5725 ha, secara geografis terletak pada 7º 27’ 13’’ LS dan 110º 26’ 22’’ BT, dengan ketinggian ± 3.142 meter di atas permukaan laut, di Propinsi Jawa Tengah dan berbatasan langsung dengan 37 desa pada 7 kecamatan yang masuk wilayah 3 kabupaten di Jawa Tengah, yaitu Kabupaten Magelang (2160 ha), Semarang (1150 ha) dan Boyolali(2415 ha). Tabel 4.1. Daftar wilayah administrasi yang berbatasan langsung dengan Taman Nasional Gunung Merbabu No. 1.
2.
Kabupaten Semarang
Boyolali
Kecamatan Getasan
Ampel
Selo
3.
Magelang
Sawangan
Pakis
Desa Kopeng Jetak Batur Tajuk Njlarem Ngadirojo Sampetan Ngargoloko Candisari Ngagrong Jeruk Senden Tarubatang Selo Samiran Lencoh Jrakah Wonolelo Wulunggunung Banyuroto Ketundan Kaponan Kenalan Gondangsari Jambewangi Muneng Munengwarangan Daleman Kidul Petung Banyusidi Pakis Kragilan Pogalan
Keterangan
Enklave Enklave
18
No.
Kabupaten
Kecamatan
Desa
Keterangan
Candimulyo Ngablak
Surodadi Genikan Jogonayan Tejosari Sumber : Laporan tahunan Balai TNGMb 2008, 2009, 2010, 2011, 2012
Sejarah Kawasan TNGMb sebelumnya merupakan Hutan Lindung di lereng Gunung Merbabu yang dikelola oleh Perum Perhutani serta Taman Wisata Alam (TWA) Tuk Songo Kopeng yang termasuk kawasan konservasi yang dikelola oleh Balai KSDA Jawa Tengah. Tanggal 4 Mei 2004 terbit Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: 135/Menhut-II/2004, tentang Perubahan Fungsi Kawasan Hutan Lindung dan Taman Wisata Alam pada Kelompok Hutan Gunung Merbabu Seluas 5.725 ha, yang terletak di Kabupaten Magelang, Semarang dan Boyolali, Propinsi Jawa Tengah menjadi TNGMb (BKSDA Jawa Tengah 2006). Operasional TNGMb sementara berada di bawah Balai KSDA Jawa Tengah sampai terbentuknya UPT Taman Nasional dan ditunjuknya Kepala Balai Taman Nasional definitif. Hal ini sesuai dengan Surat Keputusan Direktur Jenderal PHKA Nomor : SK.140/IV/Set-3/2004 tanggal 30 Desember 2005 tentang Penunjukkan Pengelola Taman Nasional Kayan Mentarang, Lorentz, Manupeu Tanah Daru, Laiwangi - Wanggameti, Danau Sentarum, Bukit Dua Belas, Sembilang, Batang Gadis, Gunung Merapi, Gunung Merbabu, Tesso Nilo, Aketajawe - Lolobata, Bantimurung - Bulusaurung, Kepulauan Togean, Sebangau dan Gunung Ciremai. Pengelolaan oleh Balai KSDA Jawa Tengah tersebut kemudian dialihkan pada Unit Pelaksana Teknis (UPT) Balai Taman Nasional Gunung Merbabu berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan No. P29/MenhutII/2006 tanggal 2 Juni 2006, tentang perubahan atas Keputusan Menteri Kehutanan No. 6186/Kpts-II/2002 tentang organisasi dan tata kerja Balai Taman Nasional. Organisasi Pengelola Pengelolaan Balai TNGMb dibagi menjadi 2 (dua) Seksi Pengelolaan Taman Nasional (SPTN) yaitu SPTN Wilayah I Kopeng dan SPTN Wilayah II Krogowanan. SPTN Wilayah I Kopeng berkedudukan di Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang dan terdiri dari 2 Resort Pengelolaan yaitu Resort Kalipasang di Getasan, Kabupaten Semarang dan Resort Semuncar di Ampel, kabupaten Boyolali. SPTN Wilayah II Krogowanan berkedudukan di Kecamatan Sawangan Kabupaten Magelang, dengan 2 resort pengelolaan yaitu Resort Wonolelo di Kecamatan Sawangan dan Resort Wekas di Wekas, Kecamatan Pakis Kabupaten Magelang (Gambar 4.1.) (BTNGMb, 2009). Merujuk Peraturan Menteri Kehutanan No. P.03/Menhut-II/2007 tentang Organisasi dan tata kerja UPT taman nasional, organisasi Balai TNGMb adalah sebagai berikut:
19
Struktur Organisasi Balai Taman Nasional Gunung Merbabu (Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.03/Menhut-II/2007)
KEPALA BALAI SUB BAGIAN TATA USAHA
SEKSI PENGELOLAAN TAMAN NASIONAL WILAYAH I
SEKSI PENGELOLAAN TAMAN NASIONAL WILAYAH II
KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL
Gambar 4.1. Struktur organisasi Balai TNGMb Zonasi Taman Nasional Gunung Merbabu Zonasi TNGMb disahkan melalui Surat Keputusan Dirjen PHKA No. SK.250/IV-SET/2011 tanggal 15 Desember 2011. Zonasi tersebut dilakukan untuk menjamin pengelolaan TNGMb menjadi efektif dan untuk itu membagi TNGMb menjadi zona-zona berikut (TNGMb, 2010a): a. Zona Inti I (Core Zone I) adalah bagian kawasan taman nasional yang merupakan vegetasi sub alpin berupa vegetasi rumput sebagai keterwakilan ekosistem asli yang berada di TNGMb. Tujuan penetapan zona ini adalah sebagai perlindungan terhadap ekosistem asli yang masih tersisa dari gangguan atau kerusakan yang dapat mengakibatkan perubahan ekosistem baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Mencakup wilayah TNGMb yang berada di puncak gunung, berada di kerucut gunung api dan lereng atas gunung api. Luas secara keseluruhan ± 318,08 ha. Zona inti I ini berada pada kisaran elevasi antara 2.700 dan 3.150 m dpl, dengan kemiringan lereng bervariasi mulai datar sampai sangat curam. b. Zona inti II (Core Zone II) merupakan bagian wilayah TNGMb yang merupakan kepanjangan dari zona inti I, karena letak dan kondisi ekosistemnya jika dibiarkan akan mengalami suksesi sehingga berkembang menjadi hutan pegunungan. Ditetapkan sebagai perlindungan terhadap ekosistem yang ada sebagai habitat flora fauna, fenomena alam yang ada dari segala bentuk gangguan/kerusakan. Terletak di bawah zona inti I dengan variasi ketinggian tenpat antara 2.000 m dpl dan 2.750 m dpl. Secara geografis zona Inti II berada di bentuk lahan lereng atas gunung api terutama pada lereng-lereng gunung dengan klasifikasi kemiringan lereng cukup terjal yaitu curam sampai sangat curam dengan kemiringan lereng 15%->40%.
20
c.
d.
e.
f.
Zona Inti II berbatasan dengan Zona Inti I dan Zona Rehabilitasi khusus. Luas kawasan zona inti II sebesar ±732,27 ha (12,21% dari luas kawasan TNGMb). Zona Inti III (Core Zone III) merupakan bagian kawasan TNGMb yang berada di Zona Inti I dan Zona Inti II merupakan jalur pendakian bagi para pecinta alam untuk mencapai puncak Gunung Merbabu. Ditetapkan sebagai daerah perlindungan ekosistem yang ada sebagai habitat flora fauna meskipun dimanfaatkan sebagai jalur pendakian. Jalur pendakian yang berada yang termasuk dalam zona inti III berada di zona inti I dan zona inti II seluas ± 67,10 ha (1,12% dari luas TNGMb). Secara keruangan zona inti III ini berada di lereng atas gunung api dan kerucut gunung api dengan variasi ketinggian tempat mulai 2.000-3.150 m dpl. Zona Rimba (Wilderness Zone) merupakan bagian kawasan taman nasional yang karena letak, kondisi dan potensinya mampu mendukung kepentingan pelestarian zona inti dan zona pemanfaatan. Kawasan TNGMb yang ditetapkan menjadi zona rimba ini adalah kawasan yang kondisi potensinya merupakan hutan tanaman yang berada pada kawasan yang relatif memiliki kondisi tanah yang agak baik. Penetapan zona rimba ini untuk perlindungan terhadap potensi sumberdaya alam yang ada sebagai usaha untuk melestarikan habitat flora fauna dalam rangka meningkatkan keanekaragaman jenis flora fauna. Zona Rimba berada di bentuk lahan lereng atas gunung api, lereng tengah gunung api, dan lereng bawah gunung api, seluas ± 1.469,05 ha (24,48% dari luas kawasan TNGMb). Kemiringan lereng zona ini bervariasi mulai dari landai sampai dengan sangat curam. Zona Pemanfaatan Wisata Alam (Tourism Use Zone) merupakan bagian wilayah TNGMb karena lokasi, kondisi, dan potensinya dimanfaatkan sebagai obyek pariwisata alam. Zona ini memiliki daya tarik sebagai obyek wisata alam dan berpotensi untuk dikembangkan sebagai obyek wisata alam. Pemanfaatan potensi sumberdaya alam dan ekosistemnya sebagai obyek wisata alam yang merupakan jasa ekosistem berupa pemandangan alam dan keindahan alam serta gejala alam yang menarik, kondisi daerah khas pegunungan. Selain itu meningkatkan peran serta masyarakat sekitar kawasan untuk terlibat langsung dalam usaha pengelolaan taman nasional dalam pelayanan kegiatan wisata alam. Zona pemanfataan wisata alam ini sebagian besar berada di sisi utara kawasan TNGMb, seluas ± 142,64 ha (2,37% dari luas wilayah TNGMb). Dalam zona ini terdapat tiga jalur pendakian. Lokasi ini secara administrasi berada di Desa Selo seluas 13,92 ha, Desa Senden 3,71 ha, Desa Tarubatang 60,46 ha, Desa Pogalan 1,31 ha, Desa Wulunggunung 14,64, Desa Batur 15,00 ha dan Desa Kopeng 33,55 ha. Zona Lain, penetapan zona ini disesuaikan dengan kondisi potensi sumberdaya alam dan ekosistem TNGMb, yaitu:
21
- Zona Rehabilitasi khusus (Rehabilitation Zone) merupakan bagian kawasan TNGMb yang karena kondisi ekosistemnya telah banyak mengalami kerusakan sehingga perlu dilakukan pemulihan kualitas ekosistemnya. Zona Rehabilitasi (khusus) memiliki luas yang paling besar dibanding dengan zona-zona lainnya yaitu ±2.467,33 ha (41,11% dari luas TNGMb), secara fisiografis berada di bentuk lahan lereng atas gunung api, lereng tengah gunung api, dan lereng bawah gunung api.
Gambar 4.2. Peta zonasi Taman Nasional Gunung Merbabu (sumber : Balai TNGMb) - Zona Rehabilitasi (Rehabilitation Zone) merupakan wilayah TNGMb karena lokasi dan kondisi sumberdaya alam dimungkinkan untuk dilakukan kegiatan rehabilitasi untuk meningkatkan kualitas ekosistem. Zona rehabilitasi ini berada di sisi sebelah barat TNGMb yang secara geografis berada di lereng bawah, seluas ± 644,34 ha (4,82% dari luas kawasan TNGMb). Variasi kemiringan lereng mulai dari datar sampai dengan curam. - Zona Tradisional merupakan ruang di dalam kawasan TNGMb yang dapat dimanfaatkan masyarakat secara terbatas untuk mendukung kebutuhan masyarakat sehari-hari yang karena kondisinya sangat tergantung pada sumberdaya alam yang di dalam kawasan hutan. Zona ini berada di tepi kawasan hutan di dekat desa tertentu kawasan TNGMb. Penyediaan ruang sebagai zona ini dilakukan karena hampir secara keseluruhan masyarakat setempat yang bermukim di dusun dekat kawasan memanfaatkan pakan ternak. Luas zona ini secara keseluruhan ± 157,95 ha (hanya 2,63% dari luas kawasan TNGMb). Secara fisiografis kawasan ini rata-rata berada
22
pada ketinggian tempat di atas 1.700 m dpl dan kemiringan lereng tergolong landai sampai dengan curam. - Zona Budaya Makam, merupakan lokasi yang dianggap keramat sehingga pada waktu-waktu tertentu terdapat kegiatan ziarah yang dilakukan oleh masyarakat. Perlindungan terhadap nilai-nilai peninggalan budaya yang merupakan warisan nenek moyang. Zona budaya ini terletak di zona inti II yang berada di lereng atas gunung api, seluas ± 2,22 ha. - Enclave merupakan daerah pemukiman dan lahan pertanian yang berada di dalam TNGMb dan keberadaannya telah ada sebelum kawasan hutan di kompleks Gunung Merbabu ditunjuk menjadi taman nasional. Keberadaan mereka sejak zaman Belanda sampai dengan saat ini. Lokasi pemukiman tersebut berada di dusun Gedong, Ngaduman, Batur, Nglelo, Selodhuwur, Tekelan. Enclave ini berada pada bentuk lahan lereng tengah gunung api, secara keseluruhan luasnya sebesar 308,15 ha.
Biofisik Klimatologi dan Tipe Ekosistem Kawasan Gunung Merbabu menurut klasifikasi iklim Schmidt dan Ferguson, mempunyai iklim tipe B dengan nilai Q = 31,42%, dengan curah hujan berkisar antara 2.000 - 3.000 mm/tahun. Suhu sepanjang tahun berkisar antara 17º C - 30º C. TNGMb mempunyai 3 tipe ekosistem yaitu : a. Ekosistem hutan hujan tropis musim pegunungan bawah (1.000 – 1.500 m dpl), yang sebagian besar terdiri dari vegetasi sejenis yang merupakan hutan sekunder dengan jenis tanaman Pinus (Pinus merkusii) dan Puspa (Schima noronhae). b. Ekosistem hutan hujan tropis musim pegunungan tinggi (1.500 - 2.400 m dpl), yang ditumbuhi jenis-jenis vegetasi antara lain, Puspa (Schima noronhae), Sengon gunung (Albizia falcataria), dll. c. Ekosistem hutan tropis musim sub-alpin (2.400 – 3.142 m dpl) terletak pada pada puncak Gunung Merbabu yang ditumbuhi rumput dan tanaman edelweis. Potensi Flora, Fauna dan Wisata a. Flora Berbagai tumbuhan yang terdapat di TNGMb, antara lain Pinus (Pinus merkusii), Puspa (Schima noronhae), Akasia (Acacia decurens), Waru (Hibiscus sp.), Kayu manis (Cynamomum burmanii), Cemara gunung (Casuarina montana), dan Bambu apus (Gigantochloa apus) (BTNGMb, 2010b).
23
b. Fauna 1) Mamalia Keragaman fauna yang ada dan dapat dijumpai di kawasan Taman Nasinal Gunung Merbabu antara lain : Lutung hitam (Tracypithecus auratus), Lutung kelabu (Presbytis fredericae), Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis), Kijang (Muntiacus muntjak), Landak (Hystrix sp.), dan Luwak (Paradoxurus hermaproditus) (BTNGMb, 2010b). 2) Aves Jenis burung yang ditemui di TNGMb sebanyak 53 spesies (BTNGMb, 2009), meliputi : a) Raptor (Burung pemangsa) yang dilindungi yaitu Elang hitam (Ictinaetus malayensis) dan Alap-alap sapi (Falco moluccensis). b) Burung Endemik Jawa yaitu : Kipasan ekor merah (Rhipidura phoenicura), Cekakak jawa (Halcyon cyannoventris), Takur bututut (Megalaima corvina), Tepus leher putih (Stachyris thoracica) dan Ciung air jawa (Macronous flavicollis). Jenis burung yang paling mudah ditemui yaitu Walet linchi (Collocalia linchi) dan Kacamata gunung (Zosterops montanus), sedangkan yang paling umum dan banyak ditemui yaitu Ceret gunung (Cettia vulcania), Anis gunung (Turdus poliocephalus) dan Kacamata gunung (Zosterops montanus). c. Wisata 1) Taman Wisata Alam (TWA) Tuk Songo. Taman Wisata Alam ini berupa 9 buah mata air yang mengalir sepanjang musim, sehingga dinamakan kawasan ini “Tuk Songo”, mempunyai luas 6,5 ha berada di Desa Kopeng Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang (Satyatama, 2008). 2) Jalur Wisata SoSeBo (Solo-Selo-Borobudur) Jalur wisata ini menghubungkan daerah tujuan wisata Solo dan Magelang sehingga kawasan ini semakin berkembang dan banyak dikunjungi wisatawan (BTNGMb, 2012), meliputi : - Gardu Pandang Ketep, tempat wisata ini berada di Desa Ketep, Kecamatan Sawangan dengan ketinggian ± 1.200 m dpl. Kawasan ini mempunyai pemandangan yang indah, yaitu dapat melihat lereng serta puncak Gunung Merbabu dan Gunung Merapi dengan jelas tanpa penghalang kecuali saat kabut. Di tempat ini juga dilengkapi dengan VolcanoTheatre, Museum Vulkanologi dan tempat istirahat dengan restorannya. Lokasi ini dapat ditempuh melalui Magelang, Salatiga maupun Boyolali dengan kondisi jalan yang baik dan dapat ditempuh dengan kendaraan roda dua maupun roda empat dengan waktu tempuh ± 30 menit dari masing-masing kota tersebut. - Wisata Pendakian (Tracking) Gunung Merbabu, bagi wisatawan minat khusus (pendaki gunung) Gunung Merbabu merupakan salah satu gunung di Jawa Tengah yang menantang untuk ditaklukkan. Puncak Gunung Merbabu dapat ditempuh dari Kopeng (Salatiga), melalui Dusun Tekelan dengan jarak ± 6,25 km, maupun dari Selo (Boyolali) melalui Dusun Genting dengan jarak ± 4 km. Sebenarnya masih banyak jalan menuju puncak Gunung Merbabu yang dapat dilewati namun belum banyak
24
dikenal, yaitu melalui Dusun Kaponan dan Ketundan Kecamatan Pakis Magelang. Jalan setapak menuju puncak Gunung Merbabu dapat ditelusuri melalui lereng gunung bagian tengah, yaitu di bagian Barat Gunung Merbabu mulai dari obyek Wisata Sobleman – Kecitran – Genikan, kemudian turun ke jalan raya Ngablak (Kaponan). Dari bagian Utara lereng Gunung Merbabu mulai dari Desa Kopeng – Batur – Tajuk – Ngaduman – Jlarem turun ke jalan raya Salatiga. Dari bagian Timur lereng Gunung Merbabu, mulai dari desa Ngadirejo – Ngargoloka – Ngagrong kemudian turun ke jalan raya Selo. Kondisi Geografis Sebagian besar kawasan TNGMb memiliki kemiringan lereng Kelas II (815%). Secara keruangan untuk kemiringan lereng kelas lI tersebar hampir merata di sekeliling lereng Gunung Merbabu mulai dari lahan kawasan hutan hingga lahan milik. Namun secara spasial sebagian besar berada pada lereng bagian bawah atau lereng bawah dari Gunung Merbabu, kecuali di daerah Desa Batur dan Desa Tajuk yang merupakan bagian dari wilayah Kecamatan Getasan. Kemiringan lereng Kelas II juga terdapat di wilayah Desa Gondangsari dan Tejosari. Sebagian lagi tersebar di wilayah Desa Banyuroto dan Candisari. Kemiringan lereng Kelas III (15-25%) sebagian besar tersebar di wilayah Kecamatan Ampel di lereng Gunung Merbabu bagian Timur, dan di wilayah Kecamatan Pakis di lereng Gunung Merbabu bagian Barat. Kemiringan lereng IV (25-40%) berada diantara kemiringan lereng III (15-25%) seperti yang terjadi di wilayah Desa Candisari, Boyolali, dan di wilayah Ketundan, Pakis, Magelang. Sedangkan untuk Kelas V hanya terdapat pada puncak atau igir (ring wall) Gunung Merbabu yang seolah-olah mengelilingi puncaknya (BTNGMb, 2010). Potensi Hidrologi Kondisi hidrologi Kawasan TNGMb dipengaruhi oleh aspek geofisik permukaan seperti sifat morfologi (hidromorfologi), sifat morfometri (hidromorfometri), sifat batuan (hidrogeologi), dan sifat cuaca dan iklim (hidrometeorologi – klimatologi). Lereng Gunung Merbabu ke arah wilayah Boyolali didominasi oleh batuan bermateri lava, dan ke arah wilayah Magelang lebih didominasi oleh batuan bermateri piroklastik. Sedangkan dari aspek cuaca dan iklim, wilayah Boyolali merupakan merupakan daerah bayangan hujan (leeward side), dan wilayah Magelang merupakan wilayah hujan (windward side). Gunung Merbabu memiliki potensi hidrologi yang cukup mencolok ditinjau dari aspek hidrologi. Ketersediaan air di wilayah Magelang lebih permanen dari pada di wilayah Boyolali. Demikian halnya dengan kondisi sungai yang mengalir ke arah lereng Barat lebih permanen dari pada ke arah lereng Timur. Banyak mata air dijumpai di lereng barat mulai dari mata air Sobleman yang menjadi hulu Sungai Bulak dan Sungai Gendil, mata air Kecritan mengalir ke Kali Mangu dan yang cukup besar adalah mata air Ketundan yang mengalir ke Sungai Soti. Lereng timur dan lereng Selatan, ditemukan fenomena peralihan kondisi basah dan kering. Batas wilayah kering yang tegas dijumpai di wilayah Desa Ngagrong dan
25
kondisi basah dijumpai di wilayah Desa Selo. Perbedaan ketersediaan air ini berpengaruh pada kondisi penggunaan lahan (BTNGMb, 2010).
Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat di Sekitar Kawasan Laporan BKSDA Jateng (2006) menyebutkan bahwa masyarakat di sekitar TNGMb merupakan masyarakat agraris yang hidup turun temurun berbatasan dengan kawasan dan memiliki ketergantungan dengan TNGMb. Masyarakat memanfaatkan hutan negara sebagai sumber rumput untuk pakan ternak, kayu bakar (rencek) sebagai bahan bakar atau untuk pembuatan arang. Sebagian besar penduduk di sekitar TNGMb merupakan usia produktif (17-50 tahun) masingmasing 87%, 82%, 82%, 68%, 65% dan 44% untuk kecamatan Ampel, Ngablak, Getasan, Pakis, Sawangan dan Selo. Tingkat pendidikan masyarakat sekitar TNGM sebagian besar (12-60%) SD, bahkan di kecamatan Ampel 87% diantaranya tidak lulus SD. Mata pencaharian utama sebagai petani (2-23%) dan buruh tani (2-23%) dengan pendapatan per kapita sebagian besar (35%-90%) penduduk di enam kecamatan tersebut sebesar kurang dari Rp. 500 000. Pendapatan masyarakat dengan penghasilan lebih baik (Rp. 1-2 juta) hanya dijumpai di dua kecamatan yaitu Kecamatan Ngablak dan Selo karena sebagian kecil ada yang berprofesi sebagai pegawai kantor dan buruh dengan ketrampilan yang memadai. Kecenderungan jumlah keluarga yang menjadi tanggungan di 6 kecamatan tersebut antara 3-5 orang sebesar 30%-72%, tanggungan keluarga 2-3 orang 20%-30% dan tanggungan keluarga lebih dari 5 orang sebesar 8-25%.