4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1
Letak Geografis Secara geografis, Provinsi Papua berada pada koordinat 2025’ LU – 9000’
LS dan1300 – 1400 BT, merupakan wilayah paling timur Indonesia dengan batas administrasi wilayah, sebelah barat berbatasan dengan Provinsi Maluku dan Maluku Utara, sebelah timur berbatasan langsung dengan negara Papua New Guinea, sebelah utara berbatasan dengan Samudra Pasifik dan sebelah selatan berbatasan dengan Laut Arafura dan Australia. Sebelum pemekaran, Provinsi Papua terdiri dari 13 kabupaten dan kotamadya, dan 4 kabupaten berhadapan langsung dengan Laut Arafura yaitu Kabupaten Merauke, Kabupaten Mimika, Kabupaten Fak-fak dan Kabupaten Sorong. Provinsi Papua mempunyai luas daratan 497.111 km2 atau 22% dari luas wilayah Indonesia dengan panjang pantai 2.000 mil laut. Mengacu pada Undang-undang Otonomi Daerah Nomor 21, tahun 1999, maka luas perairan teritorial mencapai 228.000 km2. Berdasarkan UU-45/1999, UU-26/2002 dan Inpres No.1, tahun 2003, saat ini Papua telah dimekarkan menjadi Provinsi Papua dan Provinsi Irianjaya Barat. Provinsi Papua terdiri dari 20 kabupaten dan kota, sementara itu Provinsi Irianjaya Barat terdiri dari 9 kabupaten dan kota. Peta Provinsi Papua disajikan pada Gambar 9.
PROVINSI PAPUA
Sumber: Suhardiman, (2005)
Gambar 9. Peta Provinsi Papua
35
4.2
Demografi Sebelum pemekaran, penduduk Papua berdasarkan sensus penduduk
tahun 2000 berjumlah 2.233.530 jiwa dengan jumlah rumah tangga sebanyak 553.199. Diantara 553.199 rumah tangga tersebut sebanyak 35.656 atau 6,45% adalah rumah tangga atau keluarga nelayan yang bermukim di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Mansoben (2003) menjelaskan, sebagian besar keluargakeluarga nelayan di Papua adalah keluarga sederhana bahkan dapat disebut sebagai masyarakat tradisionil yang memanfaatkan sumberdaya ikan secara subsisten. Sebagai masyarakat tradisionil, masyarakat Papua memiliki norma-norma atau nilai-nilai tertentu yang berfungsi sebagai pengendali sosial dalam berinteraksi dengan ekosistem.
Norma-norma tersebut sering disebut sebagai
kearifan budaya lokal yang berfungsi untuk menetapkan apa yang baik dan apa yang
tidak
baik
untuk
dilakukan
oleh
masyarakat
dalam
pemanfaatan
sumberdaya alam yang ada. Disamping itu, masyarakat nelayan Papua memiliki pranata-pranata sosial yang mereka bentuk sendiri untuk mengatur pemanfaatan sumberdaya alam agar terjaga dan terlindungi kelangsungannya, seperti larangan untuk mengambil hasil laut di suatu tempat pada waktu tertentu. Larangan tersebut bermaksud memberikan kesempatan kepada spesies dan biota tertentu untuk berkembang sehingga akan memberikan hasil yang banyak dan berkualitas baik. Sistem ini dikenal luas di berbagai tempat oleh masyarakat nelayan Papua seperti di daerah Biak, Teluk Cendrawasih dan Raja Ampat yang dikenal dengan sistem “Sasi”.
Dengan Sasi, pengelolaan dan pemanfaatan
sumberdaya ikan yang ada dalam wilayah perairan laut dibawah kekuasaan suatu kelompok masyarakat (community) akan terlindungi serta pendistribusian hasil yang merata bagi kelompok masyarakat nelayan, sehingga sumberdaya ikan dapat mereka nikmati secara berkelanjutan.
4.3
Laut Arafura Perairan Laut Arafura terletak di timur Indonesia, di selatan Papua atau
sebelah utara dan timur berbatasan langsung dengan pantai barat Papua, pada koordinat 130o BT arah ke Timur. Di dalam Surat Keputusan Menteri Pertanian, Nomor : 995/Kpts/IK.210/9/99, tahun 1999, disebutkan bahwa Laut Arafura adalah Wilayah Pengelolaan Perikanan VI.
36
Perairan Laut Arafura merupakan bagian paparan sahul dan termasuk ke dalam wilayah Provinsi Papua dan Maluku serta termasuk wilayah Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia (ZEEI) yang berhubungan dengan Laut Timor dan Laut Banda. Luas daerah perairan Laut Arafura sekitar 150.000 km2 dengan daerah penangkapan udang secara intensif seluas 73.500 km2. Perairan ini memiliki kedalaman berkisar antara 5-60 m atau rata-rata 30 m. Hampir 70% dari luas wilayah perairan Laut Arafura memiliki lapisan tebal berupa lumpur dan sedikit pasir (Sadhotomo et al , 2003). Laut Arafura (Wilayah Pengelolaan Perikanan VI) disajikan pada Gambar 10.
Sumber: Departemen Pertanian (1999)
Gambar 10. Laut Arafura (Wilayah Pengelolaan Perikanan VI)
4.4
Kondisi Perikanan Pukat Udang di Laut Arafura
4.4.1 Daerah dan musim penangkapan Perairan Arafura memiliki daerah penangkapan udang secara komersial dan intensif seluas 73.500 km2 (Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Papua 2003). Kegiatan penangkapan udang dilakukan terutama pada kedalaman antara 10-50 m, dengan kedalaman perairan seperti itu dikategorikan perairan nusantara atau wilayah laut sampai 12 mil dari daratan terluar. Daerah penagkapan ikan yang menggunakan pukat udang telah diatur dalam Keputusan Presiden No. 85, Tahun 1985 tentang penggunaan pukat udang. Keputusan Presiden tersebut membatasi penggunaan pukat udang hanya di perairan Kepulauan Kei, Tanimbar, Aru, Irian Jaya dan Laut Arafura, kecuali di
37
perairan pantai dari masing-masing kepulauan tersebut dibatasi oleh isobath sepuluh (10) meter. Secara umum armada pukat udang melakukan operasi penangkapan ikan di perairan Laut Arafura, konsentrasi wilayah penangkapan dapat dibagi dalam tiga sub wilayah yaitu : (1)
Sub Wilayah Kepala Burung (I dan II), dengan luas perairan 15.000 km2 mencakup Tanjung Sele, Teluk Bintuni, perairan Fak-fak, Kepulauan Adi dan
Kaimana.
Jenis dasar perairan di Tanjung Sele berupa lumpur.
Kedalaman berkisar 5-21 meter, SPL antara 29-30 Co, salinitas 25-28 ppm. Jenis udang yang sering tertangkap dalam jumlah besar adalah P. semisulcatus, udang putih (P. marguensis), udang dogol (Metapaneus monoceros ). Adapun di Teluk Bintuni dengan jenis dasar berupa lumpur tebal, karena banyak menerima aliran air sungai. Kedalaman berkisar antara 15-52 meter, SPL antara 30-31 Co, salinitas 25-28 ppm. Jenis udang yang sering tertangkap dalam jumlah besar adalah P. semisulcatus dan udang putih (P. marguensis). (2)
Sub Wilayah Aru dan sekitarnya (III) dengan luas perairan 13.000 km2 mencakup perairan sebelah timur, barat dan utara kepulauan Aru. Di Pulau Wakam dengan dasar laut berupa lumpur berpasir dan kedalaman berkisar antara 12 meter sampai 25 meter, dengan suhu permukaan laut (SPL) antara 28-30 Co dan salinitas 30-32 ppm. Jenis udang yang sering tertangkap dalam jumlah besar adalah P. semisulcatus, udang putih (P. marguensis), udang dogol (Metapaneus monoceros). Di Pulau Kobroor dengan jenis dasar berupa lumpur campur pasir, kedalaman berkisar antara 10-25 meter, SPL antara 28-30 Co dan salinitas 30-32 ppm. Jenis udang yang sering tertangkap dalam jumlah besar adalah P. semisulcatus.
(3)
Sub Wilayah Dolak dan sekitarnya (IV) dengan luas perairan 45.000 km2 mencakup perairan Kokonao, Aika, Mimika, Muara Sungai Uta, Aidma dan Digul. Di Pulau Dolak dengan jenis dasar berupa lumpur berpasir dengan kedalaman 18-23 meter, SPL antara 29-30 Co, salinitas 25-28 ppm. Jenis udang yang sering tertangkap dalam jumlah besar adalah udang putih (Panaeus merguensis). Jenis dasar berupa lumpur dapat dijumpai di wilayah Mimika, kedalaman berkisar antara 8-15 meter, SPL antara 29-30 Co, salinitas 29-30 ppm. Jenis udang yang sering tertangkap dalam jumlah besar adalah P. semisulcatus dan udang putih (P. marguensis).
38
Konsentrasi daerah penangkapan armada pukat udang tersebut di atas umumnya dilakukan di daerah perairan pesisir yang relatif dangkal dan landai, karena kondisi perairan yang landai maka luas daerah penangkapan armada pukat udang meliputi area perairan yang luas. Kondisi perairan pesisir yang relatif dangkal dengan dasar lumpur berpasir serta kondisi ekosistem mangrove yang banyak terdapat di daerah pesisir menyebabkan perairan ini merupakan wilayah yang cocok sebagai daerah penyebaran udang.
Gambar 11 di bawah
ini adalah daerah penangkapan udang di Laut Arafura.
Sumber: DKP (2006)
Gambar 11. Daerah penangkapan udang 4.4.2 Sumberdaya ikan Data Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Merauke (Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Merauke, 2004), potensi sumberdaya ikan dan udang di Laut Arafura berdasarkan hasil survei dalam penelitian tahun 2003 didapatkan sebesar 1.439,8 ribu ton/tahun yang tersebar di zona teritorial sebesar 801.3 ribu ton dan Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) sebesar 638,5. ribu ton. Hal ini berarti pemanfaatan ikan dan udang di wilayah perairan Papua relatif seimbang antara perairan teritorial dan ZEE.
Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa
pemanfaatan ZEE sebesar 44.35 % dari total potensi sumberdaya ikan di Laut Arafura. Data potensi ikan di Laut Arafura disajikan pada Tabel 6 dan 7.
39
Tabel 6. Potensi sumberdaya ikan di Laut Arafura
No
Total (Ribuan Ton)
KELOMPOK SDI
Potensi 1
Pelagis Besar - Tuna - Cakalang - Paruh Panjang - Tongkol - Tenggiri Pelagis Kecil Demersal Udang - Udang Peneid - Udang Karang Cumi-Cumi Ikan Karang Ikan Hias (Juta Ekor)
2 3 4
5 6 7
1.053,5 22,3 392,5 51,7 235,1 150,5 3.235,8 1.786,4 78,6 73,8 4,8 28,3 76 1518
Laut Arafura (Ribuan Ton)
JTB
Potensi
842,8 179 314 41,3 188,1 120,4 2.588,7 1.429,1 62,7 58,9 3,8 22,7 60,7 1.214,5
50,9 9 18,5 3,4 15,4 5,6 468,7 246,8 21,5 21,4 0,1 3,4 0,8 9,2
JTB 40,7 7,2 14 2,7 12,3 4,5 375 197,4 17,2 17,1 0,1 2,7 0,6 7,4
Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Merauke (2004)
Tabel 7. Potensi sumberdaya ikan di Laut Arafura (ZEEI)
No
TOTAL (Ribuan Ton)
KELOMPOK SDI
Potensi 1
2 3 4 5
Pelagis Besar - Tuna - Cakalang - Paruh Panjang - Tongkol - Tenggiri Pelagis Kecil Demersal Udang Peneid Cumi-Cumi
463,5 118,7 154,7 22,7 59,5 35,9 978,9 458,4 25,7 4,8
Laut Arafura (Ribuan Ton)
JTB
Potensi
370,3 95 123,8 123,8 18,2 47,6 783 366,8 20,6 3,8
16,8 0 0 0 12,3 4,5 375 222,1 21,5 3,1
JTB 13,4 0 0 0 0 0 300 178 17,2 2,5
Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Merauke (2004)
4.4.3 Alat tangkap, armada dan perusahaan penangkapan (1)
Alat tangkap Alat tangkap yang digunakan dalam operasi penangkapan udang di Laut Arafura adalah pukat udang (shrimp trawl).
Tipe maupun ukuran pukat
udang tidak terlalu variatif, ini dapat dilihat dari alat tangkap pukat udang yang digunakan di Kabupaten Merauke yang merupakan fishing base utama di Laut Arafura.
Perkembangan pukat udang di Laut Arafura sejak
tahun 2001 sampai 2005 dan keragaan alat tangkap tersebut disajikan pada Tabel 8 dan Tabel 9.
40
Tabel 8. Perkembangan pukat udang yang beroperasi di Laut Arafura
Alat Tangkap Pukat Udang
Rataan Perkembangan
Tahun 2001
2002
2003
2004
2005
2000 – 2005
200
397
399
401
427
45,4
Sumber: Ditjen Perikanan Tangkap, DKP (2005)
Tabel 9. Keragaan unit penangkapan udang di Laut Arafura No.
Nama dan Spesifikasi Kapal
1.
KM. Merawal II GT : 229 L : 35,14 m B : 6,60 m M/E : Yanmar 900 PK 2. KM. Nusantara Guna I GT : 171 L : 26,4 m B : 6,8 m D:3m M/E : Yanmar 600 PK 3. KM. Napier Pearl GT : 166 L : 21,84 m B : 7,42 m D : 3,92 m M/E : Caterpillar 900 PK 4. KM. Nusantara Guna II GT : 171 L : 29 M B:7m D : 3,2 m M/E : Yanmar 600 PK Sumber: Purbayanto et al (2004)
(2)
Keterangan Alat
Tipe Alat
Head Rope : 23,04 m Ø 12 mm Ground Rope : 28,6 m Ø 27 mm Code end MS : 4,5 cm Head Rope : 23,04 m Ø 12 mm Ground Rope : 28,6 m Ø 27 mm Code end MS : 4,5 cm
Pukat Udang Ganda
Head Rope : 23,04 m Ø 12 mm Ground Rope : 28,6 m Ø 27 mm Code end MS : 4,5 cm
Pukat Udang Ganda
Head Rope : 23,04 m Ø 12 mm Ground Rope : 28,6 m Ø 27 mm Code end MS : 4,5 cm
Pukat Udang Ganda
Pukat Udang Ganda
Armada Berdasarkan surat izin usaha perikanan (SIUP) dan surat izin penangkapan ikan (SIPI) yang di terbitkan oleh Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap DKP, sampai dengan Desember 2004 jumlah armada pukat udang yang beroperasi di Laut Arafura sebanyak 336 unit. Ukuran armada pukat udang yang melakukan operasi penangkapan ikan di Laut Arafura bervariasi dari ukuran 30 GT sampai dengan > 300 GT.
Komposisi ukuran armada pukat
udang yang mendapat izin beroperasi di Laut Arafura, Provinsi Papua dapat dilihat pada Tabel 10.
41
Tabel 10. Kapal penangkapan ikan dan udang yang mendapat izin beroperasi di Laut Arafura, Provinsi Papua Gross Tonage Kapal
Jumlah Kapal (Unit)
Jumlah (Gross Tonage)
< 100
130
11.056
101-200
174
25.487
>200
34
10.363
Total
338
46.906
Sumber: Ditjen Perikanan Tangkap, DKP (2004)
(3)
Perusahaan penangkapan Berdasarkan data tahun 2004, jumlah perusahaan penangkap udang yang mendapat izin beroperasi di Laut arafura sebanyak 24 perusahaan, Tabel 11. adalah rincian perkembangan perusahaan penangkapan udang yang beroperasi di Laut Arafura. Tabel 11. Perusahaan penangkapan udang yang beroperasi di Laut Arafura, Provinsi Papua Tahun Perusahaan
mendapat
izin
Rataan Pekembangan
2002
2003
2004
- Anggota HPPI
12
12
12
0
- Non HPPI
9
11
12
1
Jumlah
21
23
24
1
Sumber: Ditjen Perikanan Tangkap, DKP (2004)
4.4.4 Operasi penangkapan Data operasi penangkapan diperoleh berdasarkan hasil survei lapangan yang dilakukan oleh tim observasi studi pemanfaatan ikan hasil tangkapan sampingan (kerjasama Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Papua, PT. Sucofindo dan Departemen PSP-IPB, tahun 2004) di Laut Arafura, sekitar Perairan Dolak, Kepulauan Aru dan Perairan Avona pada bulan Agustus 2004 sampai dengan November 2004, pada umumnya kapal pukat udang yang beroperasi di Laut Arafura setiap hari dapat melakukan hauling sebanyak 7 sampai 9 kali, lama di laut rata-rata 30 sampai 40 hari efektif dalam 1 trip, dan selama 1 tahun diasumsikan tiap kapal rata-rata 9 kali trip, sehingga jumlah hari beroperasi di laut dalam setahun rata-rata 280 hari.
42
4.4.5 Potensi ikan hasil tangkapan sampingan Mengacu pada hasil survei lapang yang dilakukan oleh tim observasi studi pemanfaatan ikan hasil tangkapan sampingan (kerjasama Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Papua, PT. Sucofindo dan Departemen PSP-IPB, tahun 2004), estimasi potensi ikan hasil tangkapan sampingan di Laut Arafura sebesar 332.186 ton per tahun. Data tersebut diperoleh melalui survei di perairan sekitar Perairan Dolak, Kepulauan Aru dan Perairan Avona pada bulan Agustus 2004 sampai dengan November 2004. Estimasi potensi ikan hasil tangkapan sampingan pukat udang di Laut Arafura disajikan pada Tabel 12 di bawah ini. Tabel 12.
Estimasi potensi ikan pukat udang di Laut Arafura
hasil
tangkapan
sampingan
Rataan HTS Lokasi Fishing Ground (ton/hauling)
(ton/hari)
(ton/trip)
1.03
7.21
216.30
0.93
6.50
195.09
0.37
2.57
77.07
0.04
0.31
9.24
0.23
1.61
48.30
0.52
3.64
109.20
Sekitar P. Dolak Sekitar Kep. Aru Perairan Avona Rataan Jumlah Kapal (unit) Estimasi Potensi (ton/tahun)
338 332.186
Sumber : Purbayanto et al (2004)
Berdasarkan Tabel 12, dapat diketahui bahwa potensi ikan hasil tangkapan sampingan paling besar terdapat di wilayah perairan sekitar Dolak dan Kepulauan Aru. Besarnya potensi ikan hasil tangkapan sampingan di perairan tersebut disebabkan oleh daya dukung lingkungan pesisir yang ditumbuhi oleh vegetasi mangrove yang relatif masih baik. Selain itu, faktor yang mempengaruhi besarnya potensi di sekitar Dolak dan Kepulauan Aru karena ikan hasil tangkapan sampingan di wilayah tersebut masih belum dimanfaatkan. Kondisi ini berbeda dengan di Perairan Avona, sebagian ikan hasil tangkapan sampingan sudah dimanfaatkan. PT. Avona Mina Lestari memproses ikan hasil tangkapan sampingan dalam bentuk ikan beku, sehingga ikan hasil tangkapan sampingan yang tidak dimanfaatkan jumlahnya relatif kecil bila dibandingkan dengan wilayah perairan lainnya di Laut Arafura.
43
Dalam laporan Sumiono dan Sadhotomo (1985), menjelaskan bahwa hasil tangkapan ikan di Laut Arafura sangat tinggi dan dapat melampaui daya dukung sumberdaya yang tersedia dari produksi atau hasil tangkapan yang dilaporkan. Selain itu dominasi jenis tertentu seperti yang termasuk dalam kategori trash fish (>20% di Perairan Aru) dan berbagai jenis vertebrata lain yang non-ekonomis (>15% di Laut Arafura) memberi petunjuk bahwa hasil tangkap sampingan yang menjadi mangsa organisme tersebut dalam keadaan mati. 4.4.6 Komposisi hasil tangkapan Hasil tangkapan pukat udang terdiri dari beberapa spesies udang target dan banyak spesies ikan lainnya sebagai spesies non-target.
Hal ini terjadi
karena udang dan ikan menghuni habitat yang sama, disamping sifat pukat udang sendiri yang memang tidak selektif. Spesies udang target utama dari Laut Arafura adalah udang jerbung atau banana shrimp (Penaeus merguensis) dan udang windu (P.monodon), selain itu ada beberapa spesies udang dogol atau endeavour shrimp (Metapenaeus spp). Spesies ikan yang tertangkap, umumnya terdiri dari ikan-ikan dasar (demersal fishes), ikan pelagis, moluska dan krustase serta kadang-kadang penyu laut.
Ada sebanyak 88 jenis ikan yang sering
tertangkap oleh pukat udang di Perairan Arafura (Zuwendra et al, 1991), hal tersebut menggambarkan bahwa perairan Laut Arafura sangat kaya akan sumberdaya ikan dengan keragaman yang tinggi. (1)
Perairan Dolak – Merauke Berdasarkan survei yang dilakukan selama 10 hari, 41 kali hauling di atas kapal KM Aru dan KM Arafura yang beroperasi di sekitar Perairan Dolak (Merauke) pada bulan Agustus 2004 (kerjasama Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Papua, PT. Sucofindo dan Departemen PSP-IPB, tahun 2004), di-identifikasi sedikitnya ada 4 jenis udang yang utama tertangkap dari perairan ini dan lebih dari 40 jenis ikan yang tertangkap sebagai hasil tangkapan sampingan.
Tabel 13
menyajikan jenis udang yang utama
tertangkap dan pada Tabel 14 disajikan komposisi hasil tangkapan sampingan pukat udang secara keseluruhan dari Perairan Dolak dan Merauke.
44
Tabel 13. Nama udang yang biasa tertangkap pukat udang di Arafura
Laut
Nama Lokal
Nama Inggris
Nama Ilmiah
- Udang Jerbung
Banana prawn
Penaeus merguensis
- Udang Windu
Tiger prawn
P. monodon
- Udang Dogol
Endeavor
Metapenaeus spp.
- Udang Krosok
Shima
Parapeneopsis sculptius
Sumber: Purbayanto et al (2004)
Tabel 14. Jenis-jenis hasil tangkapan sampingan pukat udang di Laut Arafura, sekitar Perairan Dolak, pada bulan Agustus 2004
No
Nama Indonesia
Nama Inggris
Nama Ilmiah
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Alu-alu Bambangan Bawal hitam Beloso Biji nangka Cucut Daun bambu Gulama Gerot-gerot Kakap Kerapu Kerong-kerong Kurisi Kembung
Barracudas Red snapper Black Pomfret Lizard fishes Goat fishes Shark Queen fishes Amoy Croaker Swewt lips Barramundi Groupers Banded grunter Threadfin breams Long-jawed mackerel
15
Kuro (Senangin)
Giant threadfish
16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
Kuwe Layur Layang Lidah Lemuru Manyung Parang-parang Pari Pepetek Sembilang Selar
Crevallies Hairtail Scads Long-tongue sole Indian oil sardinella Marine catfishes Wolf herrings Stingrays Pugnose ponyfishes Canine catfishes Blue-spotted trevally
Sphyaena spp Lutjanus spp Formio niger Saudira tumbil Upeneus sulphureus Sphyrhinidae Chorinemeus tala Argyrosomus amoyensis Pomadasys Lates calcarifer Ephinephelus spp Terapon theraps Nemipterus spp Rastelliger kanagurta Eleutheronema tetradactylum Caranx sexfasciatus Trichiurus savala Decapterus russelli Cynoglossus sp Sardinella longisep Tachyurus spp Chirocentrus spp Dasyatididae Secutor ruconius Plotosus canius Caranx bucculentus
27
Swanggi
Big eye
Priacanthus spp
28
Tembang
29
Tenggiri
Sardinella fimbriata Scomberomorus commerson
30
Tengiri papan
Fringe-scale sardinella Narrow barred spanish mackerel Indi pasific spanish mackerel
31
Tetengkek
Hardtail
Scomberomorus guttatus Megalaspis cordyla
45
Nama Nama Inggris Indonesia 32 Tiga waja Bearded-croaker 33 Cumi-cumi Loligo 34 Sotong Cutlefish 35 Kepiting Crabs 36 Buntal Smooth golden toadfish 37 Buntal besar Starry pufferfish 38 Udang ronggeng Mantis shrimp 39 Rajungan Blue swimming crabs Sumber : Purbayanto et al (2004) No
(2)
Nama Ilmiah Johnius dussumieri Loligo spp Sepiida spp Scylla sp Lagochepalus inermis Arothtron stellatus Squilla sp Portunus pelagicus
Perairan Kepulauan Aru Komposisi hasil tangkapan pada bulan November 2004, didapatkan beberapa jenis ikan hasil tangkap sampingan dominan yang tertera pada Tabel 15. Tabel tersebut menunjukkan bahwa ikan hasil tangkap sampingan dari pukat udang pada umumnya merupakan ikan yang layak konsumsi. Hal ini dapat dilihat dari jenis dan ukuran ikan yang tertangkap terdapat pada selang ukuran panjang yang umum dikonsumsi. Tabel 15. Jenis dan ukuran ikan hasil tangkapan sampingan dominan di perairan sekitar Kepulauan Aru, pada November 2004
1.
Hasil Tangkapan Sampingan Dominan Kurisi
2.
Bubara
14-16
3.
Japuh
13-17
4.
Tembang
13-16
5.
Layur
25-45
6.
Layang
13-17
7.
Beloso
16-17
8.
Selar
14-16
9.
Tiga waja
13-17
No.
10. Gerot-gerot Sumber : Purbayanto et al (2004)
(3)
Selang Kelas Ukuran Panjang (cm) 13-16
13-17
Perairan Avona – Kaimana Komposisi hasil tangkap sampingan yang dominan pada bulan OktoberNovember 2004 di Perairan Kaimana diperlihatkan pada Gambar 12. Selanjutnya, berdasarkan persentasi kehadiran ikan hasil tangkapan sampingan terdapat tujuh jenis ikan ekonomis penting yang didominasi oleh jenis pepetek (Secutor ruconius), japuh (Dussumieria hasselti), beloso
46
(Saudira tumbil), tigawaja (Johnius dussumieri), gerot-gerot (Johnius sp) dan teri (Stylophorus sp).
60,00
40,00
20,00
Ja pu h
Pe pe te k
Bl os o
G ula m ah Tig a W aja
Te G ri er otge ro t
0,00
Sumber: Purbayanto et al. (2004)
Gambar 12.
Persentasi kehadiran hasil tangkapan sampingan KM Komoran 09 di Laut Arafura bagian barat (32 kali hauling) bulan OktoberNovember 2004
4.4.7 Rasio tangkapan udang terhadap hasil tangkapan sampingan Perbandingan antara hasil tangkapan udang dan bukan udang merupakan rasio penangkapan. Rasio ini merupakan korelasi satu-satu antara udang dan hasil tangkapan sampingan (1 : 1) artinya, dalam sekali proses penangkapan akan didapatkan udang dan hasil tangkapan sampingan yang diperbandingkan atau dengan kata lain rasio ini merupakan perbandingan antara udang yang tertangkap dengan hasil tangkapan sampingan dalam 1(satu) kali hauling. Rasio perbandingan hasil tangkapan pukat udang ini diperoleh di tiga wilayah penangkapan di Laut Arafura yaitu Perairan Dolak, Perairan Kaimana dan sekitar Kep. Aru. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan pasca observasi terhadap 41 kali hauling di fishing base Merauke, diperoleh rasio penangkapan udang dan ikan adalah (1 : 28) dengan tingkat korelasi 70 %.
Proporsi hasil tangkapan
sampingan terhadap hasil tangkapan udang di Perairan Dolak dapat dilihat pada Gambar 13.
47
2000 1800 1600 1400
HTS (kg)
1200 1000 800 600 400 200 0 0
200
400
600
800
1000
1200
1400
1600
1800
2000
Udang (kg)
Gambar 13.
Proporsi hasil tangkapan sampingan terhadap hasil tangkapan udang di Perairan Dolak
Menurut Purbayanto dan Riyanto (2005), beberapa penyebab tingginya rasio perbandingan udang dengan hasil tangkapan sampingan diantaranya adalah: (1)
Alat tangkap pukat udang memiliki sifat aktif yaitu mengejar target ikan dengan cara ditarik oleh kapal sehingga banyak ikan yang bukan menjadi target penangkapan ikut tertangkap.
(2)
Kedalaman perairan tempat observasi memiliki tingkat kedalaman yang kecil yaitu antara (10 – 35) m. Hal ini menyebabkan bukaan mulut jaring pukat udang masih dapat menyapu sebagian besar kolom perairan, ditandai dengan tertangkapnya ikan jenis pelagis.
(3)
Pada tingkat kedalaman perairan yang dangkal merupakan tempat ikan mencari makan (feeding ground), pemijahan (nursery ground), dan pemeliharaan
(spawning
ground).
Daerah
ini
merupakan
tempat
penangkapan yang baik. (4)
Dasar perairan Laut Arafura memiliki permukaan yang relatif landai karena merupakan daerah paparan dan memiliki substrat berlumpur yang merupakan habitat bagi jenis ikan demersal.
(5)
Pengoperasian pukat udang tidak dilengkapi dengan pemasangan alat pemisah ikan (API), sehingga jumlah ikan yang bukan merupakan target penangkapan ikut tertangkap dalam jumlah yang banyak.
48
Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan terhadap data hasil observasi di fishing base Avona selama 32 kali hauling diperoleh rasio perbandingan hasil tangkapan udang dan hasil tangkapan sampingan sebesar 1:1-13 dengan nilai korelasi sebesar 78,86 %, selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 14. 80 70
HTS (kg)
60 50 40 30 20 10 0 0
10
20
30
40
50
60
70
80
Udang (kg)
Gambar 14. Proporsi hasil tangkapan sampingan terhadap hasil tangkapan udang di Perairan Avona Hasil analisis yang diperoleh pasca obsrervasi terhadap 50 kali hauling di wilayah penangkapan sekitar Kep. Aru (fish base Sorong), rasio perbandingan antara udang dengan hasil tangkapan sampingan sebesar 1:11-41 dengan nilai korelasi sebesar 62,5% (Gambar 15). 600
Udang (kg)
HTS (Kg)
500
400 300 200
100 0 0
100
200
300
400
500
600
Udang (Kg) Udang (kg) Gambar 15.
Proporsi hasil tangkapan sampingan terhadap hasil tangkapan udang di Perairan Kaimana
49
4.5
Pelabuhan Perikanan Pelabuhan perikanan memiliki peran penting dalam kegiatan perikanan
tangkap. Pelabuhan perikanan dikategorikan menurut kapasitas dan kemampuan pelabuhan tersebut dalam melayani kapal yang datang dan pergi serta letak dan posisi pelabuhan.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan
Nomor : KEP. 10/MEN/2004, tentang pelabuhan perikanan.
Pelabuhan
perikanan dibagi menjadi 4 kategori utama yaitu: (1) Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS), (2) Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN), (3) Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP), (4) Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI). Di Provinsi Papua tersedia 1 pelabuhan perikanan pantai dan 6 pangkalan pendaratan ikan yaitu: (1)
PPP Sorong, Alamat jalan Jend. A. Yani, Klademak I, Sorong. PPP Sorong termasuk pelabuhan perikanan kelas C, terletak di pantai tertutup dan termasuk dalam perairan Maluku – Irian Jaya. Berada pada Wilayah Pengelolaan Perikanan Laut Seram dan Teluk Tomini (WPP-07).
(2)
PPI Hamadi, Kota Jayapura PPI Hamadi termasuk pelabuhan perikanan kelas D, berada pada Wilayah Pengelolaan Perikanan Laut Sulawesi dan Samudera Pasifik (WPP-08).
(3)
PPI Klademak, Kota Sorong PPI Klademak termasuk pelabuhan perikanan kelas D, berada pada Wilayah Pengelolaan Perikanan Laut Seram dan Teluk Tomini (WPP-07).
(4)
PPI Kaimana, Kabupaten Kaimana PPI Kaimana termasuk pelabuhan perikanan kelas D, berada pada Wilayah Pengelolaan Perikanan Laut Arafura (WWP-06)
(5)
PPI Manokwari, Kabupaten Manokwari PPI Manokwari termasuk pelabuhan perikanan kelas D, berada pada Wilayah Pengelolaan Perikanan Laut Arafura (WWP-06)
(6)
PPI Merauke, Kabupaten Merauke PPI Merauke termasuk pelabuhan perikanan kelas D, berada pada Wilayah Pengelolaan Perikanan Laut Arafura (WWP-06)
(7)
PPI Waigeo Utara, Waigeo PPI Waigeo Utara termasuk pelabuhan perikanan kelas D, berada pada Wilayah Pengelolaan Perikanan Laut Sulawesi dan Samudera Pasifik (WPP-08).
50
Gambar lokasi satu pelabuhan perikanan pantai (PPP) dan enam pangkalan pendaratan ikan (PPI) di Provinsi Papua disajikan pada Gambar 16.
Sumber: DKP (2006)
Gambar 16. Lokasi PPP dan PPI di Provinsi Papua 4.6
Kelembagaan Perikanan (Dinas Perikanan dan Kelautan) Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Papua berkedudukan di ibu kota
Provinsi Jayapura, beralamat di jalan Sulawesi, Nomor 6 – 8 Dok VII, Jayapura. Dipimpin oleh kepala dinas dan dibantu oleh seorang wakil kepala dinas, kepala dinas membawahi beberapa sub dinas. Struktur organisasi Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Papua disajikan pada Gambar 17.
Sumber: Dinas Perikanan dan Kelautan, Provinsi Papua (2003)
51
Gambar 17. Struktur organisasi Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Papua Berdasarkan PERDA Provinsi Papua Nomor 2, tahun 2002, Dinas Perikanan dan Kelautan mempunyai tugas pokok dan fungsi sebagai berikut : Tugas pokok: (1)
Menyelenggarakan kewenangan desentralisasi di bidang perikanan dan kelautan
(2)
Tugas-tugas lainnya yang diberikan oleh Gubernur Provinsi Papua
Fungsi : (1)
Merumuskan kebijakan teknis dibidang perikanan dan kelautan
(2)
Pemberian izin dan pelaksanaan pelayanan umum lintas kabupaten atau kota di bidang perikanan dan kelautan
(3)
Pengelolaan UPTD (Unit Pengelola Teknis Daerah)
(4)
Pelaksanaan urusan tata usaha daerah Kebijakan pembangunan perikanan dan kelautan Provinsi Papua diarahkan
untuk meningkatkan kemampuan masyarakat perikanan dan kelautan menuju masyarakat aquabisnis yang mampu mengelola sumberdaya perikanan dan kelautan secara bertanggung-jawab (responsible fisheries) dalam rangka meningkatkan pendapatan sekaligus kesejahteraan masyarakatnya.
Sebagai
penjabaran kebijakan tersebut maka ditetapkan visi Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Papua yaitu ”Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan dan Kelautan secara Optimal dan Berkelanjutan untuk Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat Papua”.
Dengan kebijaksanaan pembangunan perikanan dan
kelautan, serta penjabaran operasionalnya dimaksudkan untuk mengarahkan seluruh dimensi pembangunan perikanan dan kelautan di tingkat provinsi, kabupaten
atau
kota,
lintas
sektor
maupun
lintas
provinsi
dalam
penyelenggaraan pemerintahan, pengelolaan sumberdaya dan pelaksanaan pelayanan kepada masyarakat pelaku perikanan.
4.7
Lembaga Pengawasan Perikanan Melalui Keputusan Presiden Nomor 289/M tahun 2000, pemerintah
membentuk Departemen Kelautan dan Perikanan. Salah satu tugas pokok dan fungsinya
adalah
melaksanakan
pengawasan
terhadap
pemanfaatan
sumberdaya ikan. Akan tetapi Departemen Kelautan dan Perikanan bukan satusatunya lembaga yang memiliki wewenang dalam pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan. Dalam Undang-undang Nomor 20 tahun 1982, tentang
52
pertahanan dan keamanan negara, dijelaskan bahwa TNI Angkatan Laut mempunyai tugas sebagai komponen utama kekuatan pertahanan di laut. Dan dalam Undang-undang Nomor 5 tahun 1983, tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia tercantum bahwa aparatur penyidikan di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia adalah perwira TNI Angkatan Laut yang ditunjuk dan ditetapkan oleh Panglima TNI. Lebih ditegaskan lagi dalam pasal 31 ayat 1 Undang-undang Nomor 5 tahun 1985, tentang perikanan bahwa penegakan keamanan di laut dilaksanakan oleh TNI Angkatan Laut. Selain Departemen Kelautan dan Perikanan dan TNI Angkatan Laut masih ada beberapa instansi pemerintah yang memiliki wewenang pengawasan. Di bawah ini adalah lembaga/instansi yang ada di Provinsi Papua yang terkait dan mengklaim memiliki wewenang untuk melakukan pengawasan dalam kegiatan perikanan tangkap: (1)
Dinas Perikanan dan Kelautan
(2)
Pelabuhan Perikanan
(3)
PPNS dan Pengawas Perikanan
(4)
TNI Angkatan Laut
(5)
Polisi Air dan Udara
(6)
Syahbandar, Departemen Perhubungan
(7)
Bea dan Cukai, Departemen Keuangan
(8)
Imigrasi, Departemen Hukum dan Hak Azasi Manusia Lembaga-lembaga
yang
terlibat
dalam
pengawasan
pengelolaan
sumberdaya perikanan yang ada pada saat ini dinilai sangat beragam dan kompleks. Hal ini menyebabkan tersebarnya kewenangan yang kadang-kadang berpeluang
menimbulkan konflik, menghambat penegakan hukum, pada
gilirannya menyulitkan kegiatan pengelolaan sumberdaya ikan itu sendiri. Selain lembaga-lembaga pemerintah tersebut masih ada himpunan dan asosiasi maupun LSM yang juga mengklaim sebagai stakeholder. Sampai pada tahun 2004 telah terbentuk kelembagaan Siswasmas di 3 daerah di Papua yaitu di Jayapura, Sorong dan Merauke.
4.8
Asosiasi Penangkapan Udang Himpunan Pengusaha Penangkapan Udang Indonesia disingkat dengan
HPPI adalah satu-satunya asosiasi penangkapan udang dan merupakan organisasi perikanan pertama di Indonesia. Ide dasar HPPI didirikan oleh para
53
pelaku usaha penangkapan udang adalah untuk mendukung pembangunan perikanan Indonesia, meningkatkan taraf hidup rakyat, khususnya masyarakat perikanan serta untuk menjamin kelestarian sumberdaya ikan dan lingkungan. HPPI berdiri pada tanggal 15 Pebruari 1974. Sampai akhir tahun 2004, HPPI menghimpun anggota sebanyak 12 perusahaan yang terdiri dari 7 perusahaan PMA, 2 perusahaan PMDN dan 3 perusahaan swasta nasional dengan jumlah armada 136 unit kapal penangkap udang.