27
KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Sejarah Pengelolaan Kawasan SM Balai Raja sebelum ditetapkan sebagai kawasan suaka margasatwa pada tahun 1986, adalah bagian dari HPH PT Chandra Dirgantara, yang
ditetapkan
pada
tahun
1980
berdasarkan
SK.
Mentan
No.
228/Kpts/Um/4/1980 tertanggal 1 April 1980. Kemudian pada tahun 1986, ketika HPH PT Chandra Dirgantara berhenti beroperasi, kawasan tersebut ditetapkan menjadi Suaka Alam.
Kawasan Suaka Margasatwa Balai Raja ini ditunjuk
dengan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 173/Kpts-II/1986 tanggal 6 Juni (SK. TGHK Propinsi Riau). Bagian Utara dari kawasan SM Balai Raja ini bertumpang tindih dengan kawasan HPH PT CD. Sehingga kawasan SM Balai Raja bagian Utara telah mengalami kerusakan yang parah dibandingkan di bagian Selatan kawasan. Tumpang tindih atau duplikasi kegiatan HPH di kawasan Suaka Margasatwa ini tak pelak memicu pula terjadinya perambahan hutan di berbagai pelosok kawasan SM Balai Raja. Terlebih kawasan SM Balai Raja ini dikelola dengan personil, sarana dan prasarana dan pendanaan yang amat terbatas. Letak dan Luas Secara geografis kawasan SM Satwa Balai Raja terletak pada koordinat 101005-101025’ BT dan 01007-01015’LU.
Secara administrasi pemerintahan
terletak di Kecamatan Mandau Kabupaten Bengkalis Propinsi Riau dan berdasarkan pengelolaan wilayah kerja Konservasi Sumber Daya Alam masuk ke dalam wilayah Balai Seksi Konservasi Sumberdaya Alam Bengkalis- Dumai, Balai Konservasi Sumberdaya Alam Riau dengan luas 18.880 hektar. Penggunaan dan Penutupan Lahan Penggunaan lahan SM Balai Raja, yang dapat diidentifikasi oleh Landsat adalah hutan alam, semak belukar, alang-alang, lahan terbuka (bareland), daerah terbangun (build-up), ladang, kebun kelapa sawit, dan kebun karet. Hutan alam
28
terdiri dari hutan rawa dan hutan dataran rendah. Semak belukar merupakan penutupan lahan yang didominasi oleh vegetasi semak. Alang-alang merupakan penutupan lahan yang didominasi oleh rumput alang-alang.
Lahan terbuka
merupakan kondisi penutupan lahan yang tanpa atau dengan vegetasi yang minimal. Daerah terbangun merupakan penutupan lahan yang didominasi oleh pemukiman dan infrastruktur lainnya. Perkebunan merupakan penutupan lahan oleh tanaman perkebunan yaitu kelapa sawit dan karet. Analisis perubahan penggunaan dan penutupan lahan, dilakukan dengan membandingkan data Landsat Tahun 1985, 1989, 1992, 2000 dan 2004. Iklim Kawasan SM Balai Raja sebagian besar termasuk dalam wilayah administrasi Kabupaten Bengkalis. Berdasarkan Lembaga Penelitian Tanah dan Agroklimat - Bogor, data curah hujan rata-rata tahunan kawasan SM Balai Raja berkisar antara 2.500 mm – 2.750 mm/tahun (Gambar .). Memiliki bulan basah 6 dan tanpa bulan kering. Kelembaban rata-rata berkisar antara 79% - 83%. Temperatur maximum rata-rata sebesar 32,9 oC dan temperatur minimum rata-rata sebesar 21,3 oC. Musim kemarau berkisar pada bulan Februari – Agustus, sedangkan musim penghujan pada bulan September – Januari.
Gambar 4 Peta curah hujan tahunan (lingkaran merah adalah kawasan SM Balai Raja).
29
Elevasi dan Kelas Kemiringan Lahan
Kondisi bentang alam kawasan SM Balai Raja adalah daerah dataran rendah bergelombang dengan daerah depresi (cekungan) yang menyebar diantara bukitbukit kecil. Satuan morfologi ini sebagian merupakan daerah rawa-rawa. SM Balai Raja berada pada ketinggian dengan kisaran 25 – 75 m diatas permukaan laut (mdpl) (BAKOSURTANAL, 1 : 50.000, 1989). Bila dilihat dari perbedaan ketinggian yang relatif kecil tersebut menunjukkan bahwa bentuk lahan pada SM Balai Raja umumnya datar sampai bergelombang dengan kemiringan lereng berada pada kisaran 0 – 8 %. Berdasarkan peta topografi bagian utara – barat kawasan SM Balai Raja termasuk datar (slope: 0 – 3%), sedangkan bagian timur – selatan dalam kisaran datar – bergelombang (slope: 0 – 8%). Akan tetapi, pada beberapa lokasi seperti di sempadan sungai, terutama sungai yang mengalir ke arah utara, kemiringan lerengnya antara 8 – 15%.
Penutupan lahan pada sempadan sungai tersebut
umumnya masih berupa hutan atau semak belukar rapat.
Berdasarkan
pengamatan lapang, penutupan lahan pada daerah-daerah yang datar banyak didominasi oleh kebun sawit, alang-alang, ladang, pemukiman dan semak. Petrografi Sifat petrografi atau batuan induk, waktu pembentukan dan kondisi iklim merupakan tiga faktor penentu utama pedogenesis atau proses pembentukan tanah di lokasi studi. Berdasarkan Peta Geologi Bersistem Indonesia, Lembar Dumai (0817) dan Bagan Siapi-api (0878), Sumatra skala 1:250.000 (Cameron, et al., 1982), petrografi lokasi studi terbentuk dari batu-batuan yang berasal dari Formasi Minas (Qpmi) berumur Quarter-pleistosen yang terdiri atas batulumpur lunak terkaolinkan dan terurat limonitkan, batulanau, pasir dan kerikil. Formasi ini merupakan daerah lipatan dan peralihan antara antiklin dan sinklin. Fisiografi Secara umum, kondisi fisiografi lokasi studi dapat dikelompokkan atas tiga grup, yaitu: (1) Aluvial (A), (2) Dataran (P) dan (3) Aneka Bentuk (X).
30
Grup aluvial berkembang dari endapan aluvial sungai dan menempati jalurjalur aliran sungai. Grup fisiografi ini ditandai oleh adanya dataran banjir dari sungai bermeander yang terutama membentuk tanggul sepanjang sungai utama yang letaknya lebih tinggi dari daerah rawa belakang dan terbentuk dari bahan endapan halus, sehingga drainasenya terhambat. Grup dataran merupakan bentukan dari bahan sedimen yang berasal dari Formasi Minas yang telah mengalami proses pengangkatan atau lipatan sehingga membentuk wilayah datar sampai berombak agak bergelombang. Grup dataran memiliki sejarah yang cukup kompleks, yaitu telah mengalami proses geomorfik di permukaan, termasuk proses erosi dan sedimentasi serta pelipatan. Pembagian lebih lanjut Grup Dataran didasarkan atas morfologi bentang alam dan tingkat torehan. Karena proses pembentukan tanah lebih tua dari proses penorehan atau erosi, maka dijumpai perbedaan antara profil tanah yang sedikit tererosi pada daerah punggung dan profil tanah tererosi sedang sampai berat pada daerah lereng. Berkaitan dengan penggunaan dan penutupan lahannya, daerah yang digunakan untuk permukiman digolongkan kedalam Grup Aneka Bentuk. Di lokasi studi, grup ini hanya dijumpai di sekitar Duri. Tanah Hasil analisis dan evaluasi sifat kimia dan tekstur yang dilakukan terhadap 17 contoh tanah yang mewakili kondisi tanah di lokasi studi menunjukkan bahwa secara umum tanah di lokasi studi dicirikan oleh reaksi tanah yang sangat masam sampai masam yang didukung oleh kadar kation-kation basa Ca dan Mg sangat rendah, dengan kejenuhan Al sebagai penyumbang utama kemasaman pada tingkat tinggi sampai sangat tinggi. Kadar unsur hara esensial utama N, P dan K juga berada pada tingkat sangat rendah sampai rendah, kecuali pada lahan-lahan perkebunan kelapa sawit dengan kadar P tergolong sedang sampai tinggi sebagai akibat dari tindakan pemupukan. Kadar bahan organik tanah yang ditunjukkan oleh kadar C-organik secara umum juga tergolong sangat rendah sampai rendah, kecuali pada lahan kebun kelapa sawit dan rawa gambut yang tergolong tinggi dan sangat tinggi.
Rendahnya kadar liat, bahan organik dan kation-kation basa
31
menyebabkan tanah di lokasi studi memiliki kapasitas tukar kation (KTK) dan kejenuhan basa (KB) yang juga tergolong sangat rendah sampai rendah. Dengan demikian, tanah di lokasi studi memiliki tingkat kesuburan kimia yang sangat rendah. Lokasi studi terdapat 4 klas kemampuan lahan, yaitu klas II, III, IV dan VIII. Makin tinggi klasnya maka makin berat upaya penanggulangan terhadap faktor-faktor pembatasnya,
baik dari segi biaya maupun aspek teknisnya.
Artinya, makin sempit alternatif penggunaannya.
Sebaliknya, makin rendah
klasnya makin baik tanah tersebut untuk semua kegiatan pertanian. Luasan setiap klas kemampuan lahan disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Sebaran luas kemampuan lahan Klas Kemampuan Lahan Luas (Ha)
II
III
IV
VIII
X
Total
5799.93
5123.24
4633.17
990.33
126.60
16673.27
Luas (%)
34.79
30.73
27.79
5.94
0.75
100.00
Hidrologi Kawasan yang bertipe ekosistem hutan hujan dataran ini dialiri oleh 3 (tiga) buah sungai Balai Raja, Sungai Meliliang dan Sungai Titian Jangkar
yang
mengalir membelah kawasan dari utara sampai selatan sampai bermuara di Sungai Mandau. Pada bagian sebelah barat, daerahnya relatif datar dengan kondisi drainase kurang baik, sehingga pada daerah tersebut merupakan daerah rawa yang cukup luas. Jaringan sungai hanya terdapat pada daerah bagian selatan dan timur dengan anak sungai kecil-kecil dengan pola aliran menyebar. Sungai-sungai di daerah ini cenderung mengalir ke arah timur dengan pola aliran berbentuk dendritik, yaitu anak-anak sungai bertemu dengan sungai utama membentuk sudut lancip. Fluktuasi debit musim hujan dan musim kemarau cukup besar. Pada musim kemarau anak sungai tidak ada debit yang mengalir karena tidak ada aliran base flow dan pada musim hujan debit anak sungai cukup besar.
32
Kondisi air tanah cukup dalam pada daerah sebelah timur, selatan dan utaratimur. Pada daerah ini air tanah dangkal dijumpai pada daerah depresi (cekungan). Kondisi Vegetasi dan Habitus Kondisi vegetasi di kawasan SM Balai Raja pada saat ini terbagi menjadi beberapa kelompok yaitu hutan, semak belukar, alang-alang, riparian dan vegetasi pada areal berair, ladang, kebun kelapa sawit, dan kebun karet. Areal SM Balai Raja merupakan habitus berbagai jenis vegetasi terutama vegetasi hutan dataran rendah pada saat ditetapkan menjadi kawasan suaka margasatwa. Kawasan SM Balai Raja ini merupakan salah satu kelompok hutan dataran rendah di Sumatera yang juga merupakan habitat berbagai jenis satwaliar, mamalia, burung, reptilia dan amphibia. Namun pada saat ini areal bervegetasinya terutama hutan telah berubah secara mencolok. Hutan sebagai tumpuan habitus berbagai jenis vegetasi di SM Balai Raja telah menyusut tajam yaitu tinggal 705 Ha pada tahun 2004. Pada saat ini kondisi hutan sebagian besar terpencar dengan luasan yang sangat kecil dan terdapat dua kelompok pada dua bagian kawasan yaitu di kanan-kiri anak sungai Mandau dan di hutan kawasan konservasi Caltex. Hutan yang tersisa dengan luasan yang kecil, umumnya berupa hutan sekunder yang rawang. Dengan strata tajuk yang ada yaitu C, D dan E. Jenis vegetasi yang utama jenis yang tidak digunakan/ditebang oleh masyarakat dan kelompok jenis mahang (Macaranga spp) anggerung (Trema oriantalis). Namun untuk hutan di kawasan konservasi Caltex relatif kondisinya cukup bagus dibandingkan yang lainnya. Strata tajuk hutan terdiri atas strata A (ketinggian tajuk di atas 30 m) tidak ada, strata B ( ketinggian tajuk 20 – 30 m) dihuni oleh jenis antara lain Kempas (Koompasia malacensis), Giam (Anisoptera cf. marginata Korth), dan Meranti batu (Shorea sp). Strata C (ketinggian tajuk 20 – 10 m) ditempati oleh beberapa jenis vegetasi diantaranya Putek (Barringtonia giganthostachya), Gaharu (Aquilaria malaccensis Lamk), Banik dan Petaling (Ochanostachys amentacea). Sedangkan strata D (ketinggian tajuk 10 – 4 m) diduduki oleh jenis-jenis vegetasi yaitu Sekubit , Balik angin (Mallotus paniculatus Meull. Arg), luku, dan Sisik padi. Untuk strata E yang merupakan
33
lantai hutan ditumbuhi oleh jenis vegetasi ibu-ibu (Anisophylla disticha (Jack) Baillon) dan pasak bumi (Eurycoma longifolia). Satwa Liar Pada kawasan ditemukan jenis-jenis
mamalia besar, seperti (Elephas
maximus), Harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae), Beruang madu (Helarctos malayanus) dan Tapir (Tapirus indicus), Lutung (Presbytis cristata) dan Beruk (Macaca nemestrina), Babi hutan (Sus barbatus), Landak (Hystrix brachyura), trenggiling (Manis javanica). Sedangkan jenis-jenis burung yaitu cekakak hutan melayu (Actenoides concretus), cica daun sayap biru (Chloropsis cochinchinensis), cipoh jantung (Aegithina viridissima), takur tenggeret (Magalaima australis), rangkong badak (Buceros rhinoceros), kangkareng hitam (Anthracoceros malayanus), pelatuk ayam (Dryocopus javensis), gagak kampung (Corvus macrorhyncos), gagak hutan (Corvus enca), tuwur asia (Eudynamys scolopacea), tiung emas (Gracula religiosa), ciung air pompong (Macronous ptilosus), srigunting batu (Dicrurus paradiseus), pelatuk sayap merah (Picus puniceus), puyuh sengayan (Rollulus rouloul). Mamalia kecil yang dijumpai pada kawasan SM.Balai Raja khususnya di kawasan hutan Konservasi Caltex terdiri dari dua ordo yaitu Rodentia dan Scandentia. Ordo Rodentia terdiri dari tikus dan bajing, tikus termasuk famili Muridae sedangkan bajing atau squirrels termasuk famili Sciuridae. Jenis-jenis tikus yang ditemukan antaralain tikus duri coklat (Maxomys rajah), tikus duri merah (Maxomys surifer), tikus duri ekor pendek (Maxomys whiteheadi) dan satu jenis bajing. Tupai dikelompokkan ke dalam ordo scandentia dan hanya terdapat satu famili yaitu Tupaiidae. Ada dua jenis tupai yang ditemukan yaitu tupai akar (Tupai glis) dan tupai ekor sikat (Ptilocercus lowii). Sementara jenis-jenis burung penghuni Edge hutan yang tercatat adalah kepudang kuduk hitam (Oriolus chinensis), cinenen belukar (Orthotomus atrogularis), wiwik kelabu (Cacomantis merulinus), wiwik lurik (Cacomantis sonneratii), merbah mata merah (Pycnonotus brunneus), asi besar (Malacopteron magnum), kedasi ungu (Chrysococcyx xanthorhynchus), (Orthotomus ruficeps), tepus (Stachyris maculata),
cinenen kelabu
tekukur (Streptopelia
34
chinensis), perkutut jawa (Geopelia striata), raja udang meninting (Alcedo maninting), kirik-kirik biru (Merops viridis). Jenis reptilia yang tercatat antara lain adalah Buaya (Crocodilus sp.), Biawak (Varanus sp.) dan beberapa jenis ular. Demografi desa sekitar SM Balai Raja, Kabupaten Bengkalis SM Balai Raja berbatasan dengan dua wilayah kelurahan, yakni Kelurahan Pematang Pudu (Kecamatan Mandau) – yang merupakan bagian dari Kota Duri dan Kelurahan Balai Raja (Kecamatan Pinggir). Kedua wilayah ini berstatus Kelurahan karena sudah berciri kota (urban) dan memiliki jumlah dan kepadatan penduduk yang relatif tinggi. Jumlah dan kepadatan penduduk di kedua kelurahan ini berbeda kontras dengan tiga desa lain yang juga berada di sekitar SM Balai Raja, yakni Desa Pinggir (Kecamatan Pinggir), Desa Tengganau dan Desa Petani (Kecamatan Mandau), ditampilkan pada Tabel 2. Perbedaan kondisi demografis ini bahkan sudah tampak sejak 1985. Tabel 2 Kepadatan penduduk desa-desa sekitar Suaka Margasatwa Balai Raja, Tahun 1985, 1995, 1998 dan 2003
Kelurahan/Desa Kelurahan 1. Pematang Pudu, Kec. Mandau 2. Balai Raja, Kec. Pinggir 3. Desa Pinggir, Kec. Pinggir 4. Desa Tengganau, Kec. Mandau 5. Desa Petani, Kec. Mandau
Luas (Km2)
Kepadatan Penduduk (Jiwa/Km2) 1985 1995 1998 2003
25,0 264,0 354,1 446,5 447,8 30,0 34,1 53,3 73,6 100,4 230,0 1,4 4,7 22,9 31,0 260,0 1,4 3,3 10,1 10,2 207,0 4,9 18,6 26,5 26,7
Sumber : Kantor Statistik Kabupaten Bengkalis (diolah).
Aksesibilitas Kawasan dapat dicapai dengan tranportasi darat melalui route PekanbaruKawasan dengan jarak ± 105 km dengan waktu tempuh ± 2,5 jam.