V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN
5.1 Gambaran Umum Desa Cibeureum Desa Cibeureum merupakan salah satu desa yang berada di wilayah Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Luas wilayah Desa Cibeureum adalah 1.128,62 Ha, dengan jumlah penduduk mencapai angka 14.613 jiwa pada tahun 2010, berdasarkan hasil sensus penduduk. Jarak tempuh Desa Cibeureum dengan Ibukota kecamatan sekitar 3,5 km, sedangkan jarak tempuh ke Ibukota Kabupaten sejauh 46 km dan jarak menuju Ibukota Propinsi sejauh 93 km. Desa Cibeureum memiliki batas wilayah desa sebagai berikut : Sebelah Utara
: Desa Batu Layang
Sebelah Selatan
: Kabupaten Cianjur
Sebelah Barat
: Desa Citeko
Sebelah Timur
: Desa Tugu Selatan
Berdasarkan Peta Dasar Pembangunan Daerah Kabupaten Bogor yang diatur dalam Keppres No.48 Tahun 1983 junto No.79 Tahun 1985 dan Perda Kabupaten Bogor No.3 Tahun 1986 tentang Rencana Detail Tata Ruang (RDTR), menyebutkan bahwa Desa Cibeureum termasuk ke dalam wilayah pengembangan pariwisata, kawasan lindung perkebunan, pertanian, peternakan dan konservasi hutan. Keadaan geografis Desa Cibeureum berada di Ketinggian 955 meter d.p.l, dengan suhu minimum dan maksimum 180 C sampai 220 C. Curah hujan dalam jumlah hari dengan curah hujan yang terbanyak adalah 90 – 100 mm/hari, sedangkan debit curah hujan di wilayah ini mencapai 2600 – 4600 mm/tahun. Dengan kondisi lingkungan tersebut menjadikan Desa Cibeureum sangat cocok untuk usaha peternakan sapi perah, bahkan sangat ideal sebagai sentra peternakan sapi perah di Kabupaten Bogor. Hal tersebut ditunjang dengan ketersediaan lahan pakan yang melimpah dan jalur transportasi yang relatif lancar dan baik.
5.1.1 Kependudukan dan Kondisi Sosial Ekonomi Jumlah penduduk Desa Cibeureum adalah 14.613, berdasarkan hasil sensus terakhir tahun 2010 terdiri dari 7.617 laki – laki dan 6.996 perempuan. Sedangkan jumlah rumah tangga yang berada di wilayah Desa Cibeureum mencapai total 3.261 kepala keluarga. Gambaran dari kondisi kependudukan di Desa Cibereum dapat dilihat pada Tabel 7, disajikan dari data kependudukan Desa Cibeureum berdasarkan umur.
Tabel 7. Komposisi Jumlah Penduduk Desa Cibeureum Berdasarkan Umur Tahun 2010 Golongan Umur 0 – 12 bulan 13 bulan – 4 Tahun 5 – 6 Tahun 7 – 12 Tahun 13 – 15 Tahun 16 – 18 Tahun 19 – 25 Tahun 26 – 35 Tahun 36 – 45 Tahun 46 – 50 Tahun 51 – 60 Tahun 61 – 75 Tahun Lebih dari 76 Tahun Total
Jumlah 350 1.288 184 784 565 570 795 1.590 1.480 1.028 890 1.900 108 14.613
Persentase 3,31 12,20 1,74 7,42 5,35 5,39 7,53 15,06 14,01 9,73 8,43 17,99 1,02 100,00
Sumber : Kantor Desa Cibeureum (2011)
Pada Tabel 7 diperlihatkan bahwa total keseluruhan penduduk yang berada di dalam Desa Cibeureum memiliki komposisi masyarakat yang sangat beragam jika dilihat berdasarkan umur, dan jarak antara usia produktif dan non produktif tidak terlalu jauh. Bahkan pada kenyataan di lokasi penelitian, masyarakat yang telah masuk usia non produktif atau masuk wilayah usia lanjut masih tetap aktif melakukan aktivitas pekerjaannya sesuai bidang pekerjaan masing – masing. Diantaranya bertani dan beternak. Sehingga jika dilihat dari kenyataan tersebut, tidak ada batasan umur seseorang untuk tetap berproduktivitas di Desa
Cibeureum, selama tiap individu masyarakat tersebut mampu dan sanggup untuk tetap berproduktif. Tingkat pendidikan formal yang berada di wilayah Desa Cibereum mencerminkan kemajuan pendidikan suatu wilayah tersebut dan gambaran mengenai tingkat pendidikan tersebut dapat dilihat dari Tabel 8 berikut ini :
Tabel 8. Komposisi Penduduk Desa Cibeureum Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tahun 2010 Tingkat Pendidikan Belum Sekolah Tidak Tamat SD Tamat SD Tamat SMP Tamat SMA Tamat Akademi S1 S2 S3 jumlah
Jumlah 2.654 1.143 4.214 3.910 2.607 42 32 9 2 14.613
Persentase 18,16 7,82 28,83 26,75 17,84 0,28 0,21 0,06 0,01 100,00
Sumber : Kantor Desa Cibeureum (2011)
Berdasarkan Tabel 8, dapat dilihat bahwa penduduk Desa Cibereum memiliki tingkat pendidikan relatif rendah, hal tersebut bukan karena sebab. Namun dikarenakan mahalnya biaya pendidikan menyebabkan banyak anak – anak yang mengalami putus sekolah dan bahkan tidak bersekolah. Hal tersebut bahkan dapat dilihat dari rendahnya penduduk Desa yang melanjutkan ke jenjang SMP, dengan kata lain, banyak penduduk Desa Cibeureum hanya berpendidikan SD dan SMP. Namun jika dilihat secara keseluruhan tingkat kesadaran dan keinginan untuk memiliki pendidikan yang memadai sangat tinggi dikalangan masyarakat, hal tersebut dapat terlihat dari adanya masyarakat yang melanjutkan pendidikan ke tingkat sarjana dan pascasarjana di berbagai perguruan tinggi. Apabila melihat dari aspek ekonomi, maka mata pencaharian dari prnduduk Desa Cibeureum sangat beragam dan tersebar di banyak sektor, namun sektor yang paling banyak menjadi sumber mata pencaharian penduduk Desa Cibeureum terdapat pada sektor perdagangan dan wiraswasta, termasuk industri
peternakan didalamnya. Komposisi mata pencaharian dari penduduk Desa Cibeureum dapat dilihat pada Tabel 9 berikut :
Tabel 9. Komposisi Mata Pencaharian Penduduk Desa Cibeureum Mata Pencaharian
Jumlah
Persentase
Pegawai negeri
195
6,01
Pegawai swasta
751
0,04
Pensiunan
184
5,66
7
0,21
Petani
865
26,64
Buruh ternak
100
3,08
Perikanan
20
0,62
Pemilik industri kecil/UMK
2
0,06
Pedagang/wiraswasta
1.122
34,56
Jumlah
3.246
100,00
Pegawai BUMN/BUMD
Sumber : Kantor Desa Cibeureum (2011)
Persentase
jumlah
tenaga
kerja
yang
berada
pada
sektor
perdagangan/wiraswasta yaitu 34,56 persen dan angka persentase tersebut paling besar diantara sektor lain di dalam hal jenis mata pencaharian pada penduduk Desa Cibeureum, Cisarua. Namun ternyata, masyarakat yang memilih untuk berusaha dan menetapkan pilihan pekerjaan pada sektor pertanian pada umumnya dan sektor peternakan pada khususnya dikategorikan cukup banyak, terbukti dari jumlah persentase sekitar 26,64 persen untuk sektor petani dan 3,08 persen untuk buruh ternak. Hal tersebut menunjukkan bahwa sektor pertanian maupun peternakan masih merupakan sektor yang menjanjikan untuk dijadikan sumber penghasilan tetap bagi penduduk di Desa Cibeureum, hal tersebut didasari bahwa industri peternakan di Desa Cibeureum terus berkembang. Faktanya adalah setiap tahun populasi sapi perah di desa ini terus bertambah dan setiap tahun jumlah permintaan susu sapi oleh konsumen yang berasal dari desa ini terus bertambah. Dengan demikian mata pencaharian untuk sektor peternakan masih memiliki
harapan untuk selalu tumbuh dan berkembang menjadi suatu sektor atau sumber mata pencaharian yang baik dan mampu untuk menampung jumlah tenaga setiap tahunnya, dengan tujuan agar kesejahteraan penduduk di Desa Cibeureum terus meningkat.
5.1.2 Sarana dan Prasarana Pada Sektor pendidikan Desa Cibeureum memiliki 2 buah Taman Kanak – Kanak (TK) dengan tenaga pengajar sebanyak 10 orang dan jumlah murid mencapai lebih dari 100 siswa, 4 buah Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/Mi) dengan jumlah tenaga pengajar mencapai 30 orang dan jumlah murid mencapai 1.700 orang, satu buah SLTP/Mts Negeri dengan tenaga pengajar 10 orang dan jumlah murid mencpai 220, 6 buah pesantren dengan tenaga pengajar 8 orang dan jumlah murid 410 orang. Desa Cibeureum tidak memiliki sekolah negeri setingkat SLTA/SMA, sehingga banyak murid yang akan melanjutkan sekolah ke jenjang SMA bersekolah ke wilayah Ciawi dan Kota Bogor. Kemudian melihat dari sektor kesehatan, Desa Cibeureum sudah memiliki 13 Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu), 1 puskesmas pembantu, 1 rumah sakit khusus, 2 buah rumah sakit bersalin, 1 buah poliklinik dan 2 bidang desa yang ditempatkan pada puskesmas. Selain itu dari sektor sarana jalan dan telekomunikasi, mayoritas penduduk Desa Cibeureum sudah memiliki telepon dan televisi, sehingga penduduk desa ini memiliki kemudahan akses dalam berkomunikasi dengan penduduk sekitar maupun penduduk diluar desa. Sedangkan kondisi jalan sudah sangat baik, karena pada dasarnya Desa Cibeureum merupakan wilayah wisata, sehingga sarana jalan yang tersedia dibangun dan dirawat sedemikian rupa dan selalu diperhatikan. Selain itu kondisi jalan antara dusun ke dusun relatif baik dan sebagian besar di daerah tersebut sudah merupakan jalan aspal. Hal lain yang berada di wilayah Desa Cibeureum adalah sarana dan prasarana dari sektor keagamaan, di desa ini terdapat fasilitas keagamaan yang terdiri dari 17 buah Masjid Jami (Masjid besar), Mushola 22 buah, 6 Pondok Pesantren, Majelis Ta’lim sebanyak 22 buah, Gereja 1 buah, dan 1 rumah tempat penyimpanan abu jenazah.
Lain halnya dengan penggunaan lahan, di Desa Cibeureum lahan yang tersedia sebesar 1.129 hektar dengan berbagai fungsi dan kegunaan diantaranya untuk lahan persawahan, pemukiman, ladang, dan lainnya. Penggunaan lahan yang beraneka ragam di Desa Cibeureum memiliki fungsi terwujudnya fungsi lahan yang maksimal, baik untuk kegiatan ekonomi maupun pemukiman penduduk. Selain itu gambaran umum tentang penggunaan lahan di Desa Cibeureum menurut penggunaannya dapat dilihat pada Tabel 10 sebagai berikut :
Tabel 10. Penggunaan Lahan Desa Cibeureum Berdasarkan Penggunaannya Tahun 2010. No 1 2 3 4 5 6 7
Penggunaannya Sawah Pekarangan dan Pemukiman Ladang Empang Perkebunan Lainnya Jumlah
Luas Lahan (ha) 2 75 102 2 0 948 1.129
Sumber : BPS Kabupaten Bogor (2011)
Penggunaan lahan yang digunakan oleh mayoritas penduduk selain untuk tempat bermukim juga sebagai ladang, baik untuk ladang tanaman maupun peternakan, yaitu sebesar 102 hektar dan lebih banyak dari jumlah penggunaan lahan sebagai sawah sebesar 2 hektar. Hal tersebut dapat diartikan bahwa lahan pada Desa Cibeureum tidak diprioritaskan untuk tanaman padi sebagai tanaman pokok, namun penggunaannya lebih variatif dengan menanam berbagai macam tanaman dan penggunaan lahan ternak maupun lahan hijauan sebagai sumber makanan ternak.
5.2 Karakteristik Peternak Responden Responden yang terdapat dalam penelitian ini merupakan petenak yang menjadikan usahaternak sapi perah dengan komoditi hasil yaitu susu yang tergabung ke dalam Kelompok Tani Ternak Sapi Perah (KTTSP) Baru Sireum dan Kelompok Tani Ternak Sapi Perah (KTTSP) Bina Warga yang berada di
dalam satu lokasi wilayah penelitian yaitu Desa Cibeureum, Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor.
Beberapa Karakteristik responden yang dianggap penting
meliputi umur responden, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pengalaman beternak, kepemilikan ternak (ekor). Karakteristik tersebut dianggap penting di dalam penelitian karena akan mempengaruhi tatalaksana produksi susu, terutama yang berkaitan dengan teknik dan sikap di dalam berternak yang baik.
5.2.1 Umur Responden Umur peternak responden yang berada di daerah penelitian berkisar antara umur 24 – 70 tahun. Kemudian persentase umur tertinggi yaitu sebesar 33,33 persen yang berada pada kelompok umur antara 41 – 50 tahun dengan jumlah peternak sebanyak 12 orang. Selain itu terdapat persentase umur terendah dengan nilai sebesar 5,56 persen, yang berada pada kelompok umur < 30 tahun dengan jumlah peternak responden mencapai 2 orang. Komposisi dari sebaran umum peternak responden berdasarkan umur dapat dilihat pada Tabel 11 berikut ini.
Tabel 11. Karakteristik Peternak Responden Berdasarkan Umur di Desa Cibeureum Tahun 2011 No 1 2 3 4 5
Kelompok Umur (Tahun) < 30 30 - 40 41 - 50 51 - 60 > 60 Total
Jumlah Responden (Orang) 2 6 12 9 7 36
Persentase (%) 5,56 16,67 33,33 25 19,444 100
Berdasarkan hasil dari Tabel 11 mengenai karakteristik peternak responden berdasarkan umur, maka dapat terlihat bahwa sesungguhnya umur dari para peternak yang memiliki persentase umur tertinggi tidak berada pada usia produktif yaitu usia < 30 tahun, namun justru persentase terbesar berkisar pada umur 41 – 50 tahun. Hal tersebut dikarenakan banyak faktor, diantaranya banyak para pemuda yang berada usia produktif tidak bekerja pada sektor peternakan, namun justru berada pada sektor pariwisata yang merupakan sektor yang paling
banyak menyedot tenaga kerja di Desa Cibeureum pada khususnya dan di Kecamatan Cisarua pada umumnya. Sehingga minat terhadap sektor peternakan, khususnya susu sedikit berkurang dan tetap mengandalkan para peternak lama. Bahkan pada kelompok umur > 60 tahun masih terdapat sejumlah peternak yang masih tetap giat didalam melaksanakan kegiatan beternak sapi perah untuk menghasilkan sapi, walaupun tidak setiap hari ikut serta memantau usahanya, jumlah peternak yang berada pada kelompok tersebut cukup banyak sekitar 7 orang dengan rata – rata umur sekitar 63 tahun. Bahkan terdapat peternak dengan umur mencapai 70 tahun yang masih aktif memantau usahanya secara periodik. Hal ini menunjukkan bahwa masih kurangnya regenerasi umur produktif pada kegiatan produksi susu di Desa Cibeureum dan dapat mengakibatkan berkurangnya sumberdaya manusia khusus peternak di kemudian hari.
5.2.2 Jenis Kelamin Responden Dalam kaitannya dengan kegiatan usahaternak sapi yang menghasilkan susu ini, ternyata tidak didominasi oleh gender laki – laki saja, namun kaum perempuan pun mulai berani masuk ke dalam kegiatan usahaternak sapi perah ini, dengan latar belakang yang berbeda – beda dan ditunjang dengan keterampilan yang beragam pula. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dominasi kaum laki – laki pada usahaternak sapi perah penghasil susu ini cukup besar dengan nilai persentase mencapai 88,89 persen dengan total peternak responden sebanyak 32 orang, sedangkan kaum perempuan hanya memiliki jumlah peternak responden sebanyak 4 orang dengan nilai persentase sebesar 11,11 persen. Komposisi sebaran umum peternak responden berdasarkan jenis kelamin di Desa Cibeureum, Kecamatan Cisarua dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12. Karakteristik Peternak Responden Berdasarkan Jenis Kelamin di Desa Cibeureum Tahun 2011 No 1 2
Jenis Kelamin Laki - Laki Perempuan total
Jumlah Responden (Orang) 32 4 36
Persentase (%) 88,89 11,11 100
Munculnya kaum perempuan untuk menekuni dunia usahaternak ini didasari berbagai macam faktor, diantaranya adalah meneruskan usaha keluarga yang diwariskan kepada keturunannya, selain itu terdapat peternak perempuan yang meneruskan usaha yang ditinggalkan oleh suaminya yang meninggal dunia. Namun terdapat juga peternak perempuan yang mendirikan usaha produksi susu ini mulai dari nol dengan modal usaha yang berasal dari pinjaman saudara dan pinjaman koperasi serta hibah sapi dari pemerintah daerah Kabupaten Bogor.
5.2.3 Tingkat Pendidikan Responden Tingkat
pendidikan
peternak
responden
sangat
beragam,
secara
keseluruhan para peternak yang menjadi objek penelitian ini pernah merasakan pendidikan formal, mulai dari tingkat Sekolah Dasar (SD)/sederajat maupun madrasah hingga ke jenjang yang lebih tinggi yaitu Perguruan Tinggi (Strata Satu). Tingkat pendidikan para peternak sesungguhnya akan berpengaruh pada tingkat penyerapan teknologi dan ilmu pengetahuan. Berdasarkan hasil penelitian tingkat pendidikan setingkat Sekolah Dasar (SD) memiliki nilai persentase sebesar 77,78 persen dengan jumlah peternak responden mencapai 28 orang, dan nilai persentase serta jumlah peternak responden tersebut paling tinggi di antara kelompok tingkat pendidikan lainnya, yang mengindikasikan bahwa tingkat pendidikan akademis rata – rata peternak responden sebatas Sekolah Dasar. Kemudian pada kelompok tingkat pendidikan SMP/sederajat memiliki nilai persentase dengan kisaran nilai 11,11 persen dengan jumlah peternak responden sebanyak 4 orang. Kelompok tingkat pendidikan SMA/sederajat memiliki nilai persentase yaitu 2,78 persen dengan jumlah respoden sebanyak 1 orang, dan kelompok tingkat pendidikan setingkat SMA ini merupakan kelompok terkecil
yang memiliki nilai presentase maupun jumlah peternak responden, yang memiliki arti bahwa kesadaran peternak responden terhadap pendidikan hingga jenjang SMA masih kecil dan sedikit. Namun hal tersebut dikarenakan berbagai macam faktor, seperti tidak ada biaya untuk sekolah dan harus membantu orang tua menafkahi biaya hidup sehari – hari. Namun juga terdapat kelompok tingkat pendidikan setingkat Perguruan Tinggi (Strata Satu) dengan nilai persentase sebesar 8,33 persen dan memiliki jumlah peternak responden sebanyak 3 orang. Namun dari ketiga orang peternak responden tersebut merupakan warga pendatang yang tinggal dan melakukan usahaternak sapi perah. Untuk memperjelas komposisi kelompok peternak responden berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13. Karakteristik Peternak Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Desa Cibeureum Tahun 2011 No
Tingkat Pendidikan
1 2 3 4
SD/sederahat SMP/sederajat SMA/sederajat Perguruan Tinggi (Strata Satu) Total
Jumlah Respoden (Orang) 28 4 1 3 36
Persentase (%) 77,78 11,11 2,78 8,33 100
Berdasarkan Tabel 13 dapat dilihat bahwa mayoritas peternak memiliki pendidikan minimal Sekolah Dasar (SD), namun yang dapat dibanggakan dari para peternak di Desa Cibeureum adalah tingkat kesadaran untuk memiliki pendidikan yang baik sangat besar. Hal tersebut dibuktikan dengan mayoritas peternak yang mengenyam pendidikan formal dan masih terdapat peternak responden yang memiliki gelar sarjana (Strata Satu) dari Perguruan Tinggi, dengan itu membuktikan bahwa menjadi seorang peternak tidak harus memiliki tingkat pendidikan rendah namun juga harus ditunjang dengan pengetahuan yang baik. Menurut (Mosher, 1981 diacu dalam Heriyatno, 2009) menyebutkan bahwa pendidikan memiliki peranan penting terhadap produktivitas usaha dan merupakan faktor pelancar pembangunan pertanian, karena dengan pendidikan
petani mengenal pengetahuan, keterampilan dan cara – cara baru dalam melakukan kegiatan usahataninya. Selain bentuk pendidikan formal, peternak perlu juga diberikan tambahan pengetahuan di luar pendidikan sekolah formal, seperti kursus, lokakarya dan penyuluhan karena memiliki arti sangat besar bagi pembekalan
pengetahuan
dan
keterampilan
peternak
dalam
mengelola
usahaternaknya. Oleh karena itu Kelompok Tani Ternak Sapi Perah (KTTSP) Baru Sireum dan Kelompok Tani Ternak Sapi Perah (KTTSP) Bina Warga selalu mengadakan kegiatan penyuluhan, konsultasi, pelatihan, penyuluhan dan sikaturahmi sebagai bentuk dari peningkatan kesejahteraan maupun kemampuan serta pengetahuan bagi para peternak, sebagai wadah dari para peternak untuk menimba ilmu. Selain itu pihak Koperasi Giri Tani, selaku koperasi yang menampung hasil produksi susu para peternak, tidak ketinggalan untuk tetap memberikan penyuluhan mengenai berbagai macam hal.
5.2.4 Pengalaman Berternak Responden Menurut (Sihite, 1998 diacu dalam Heriyatno, 2009) disamping umur dan tingkat
pendidikan, pengalaman beternak sangat
mempengaruhi tingkat
pengetahuan dan keterampilan peternak dalam pengelolaan usahaternaknya. Dalam penelitian ini terdapat 4 komposisi peternak responden berdasarkan pengalaman beternak, dan yang memiliki nilai persentase terbesar adalah pada kelompok > 10 Tahun dengan nilai sebesar 55,56 persen dan memiliki jumlah peternak responden sebanyak 20 orang, dan kelompok ini merupakan kelompok yang memiliki nilai persentase dan jumlah orang terbesar dalam pengalaman berternak, kemudian kelompok yang memiliki nilai persentase terkecil berada pada kelompok < 1 tahun dengan nilai persentase sebesar 2,78 persen dengan jumlah peternak responden sebanyak 1 orang. Komposisi lengkap dari peternak responden berdasarkan pengalaman berternak di Desa Cibeureum dapat dilihat pada Tabel 14 berikut.
Tabel 14. Karakteristik Peternak Responden Berdasarkan Pengalaman Berternak di Desa Cibeureum Tahun 2011 No 1 2 3 4
Pengalaman Beternak < 1 tahun 3 - 5 tahun 5 - 10 tahun > 10 tahun total
Jumlah Responden (Orang) 1 3 12 20 36
Persentase (%) 2,78 8,33 33,33 55,56 100
Pengalaman berternak akan memberikan bekal pengetahuan dan keterampilan didalam mengelola usahaternaknya. Menurut Heriyatno (2009) Semakin lama pengalaman berternak, cenderung semakin memudahkan peternak dalam pengambilan keputusan yang berhubungan dengan teknis pelaksanaan usahaternak yang dilakukannya. Hal itu disebabkan karena pengalaman dijadikan suatu pedoman dan penyesuaian terhadap suatu permasalahan yang terkadang dihadapi oleh peternak di masa yang akan datang. Namun banyak para peternak yang memiliki pengetahuan serta keterampilan di dalam mengelola usahaternak berasal dari orang tua atau melalui pelatihan oleh dinas terkait dan koperasi.
5.2.5 Kepemilikan Ternak Responden Menurut Sudono (1999) peternakan sapi perah akan menguntungkan jika jumlah minimal sapi perah adalah 10 ekor dengan persentase sapi laktasinya
60
%, persentase sapi laktasi merupakan faktor penting yang tidak dapat diabaikan dalam tatalaksana suatu peternakan sapi perah untuk menjamin pendapatan. Hal tersebut dikarenakan sapi laktasi merupakan sapi yang sedang berada pada masa produktif menghasilkan susu. Dalam penelitian ini sapi perah yang diteliti merupakan sapi laktasi yang hanya menghasilkan susu, dengan total populasi sebesar 118 ekor sapi perah laktasi. Sapi perah yang dipelihara oleh para peternak responden di Desa Cibeureum, Kecamatan Cisarua adalah sapi jenis Fries Holland (FH). Komposisi karakteristik peternak responden berdasarkan kepemilikan ternak (khusus sapi laktasi) dapat dilihat pada Tabel 15 berikut.
Tabel 15. Karakteristik Peternak Responden berdasarkan Kepemilikian Ternak di Desa Cibeureum Tahun 2011 No 1 2 3
Kepemilikan Ternak (Ekor) Jumlah Responden (Orang) Persentase (%) 1 - 10 ekor 34 94,44 11 - 30 ekor 5,56 2 > 30 ekor 0 0 total 100 36
Berdasarkan Tabel 15 dapat dilihat bahwa jumlah kepemilikan ternak sapi perah pada penelitian ini berada pada tiga kelompok besar yaitu 1 – 10 ekor, 11 – 30 ekor dan > 30 ekor. Nilai persentase dengan nilai tertinggi berada pada kelompok kepemilikan ternak 1 – 10 ekor dengan nilai persentase mencapai 94,44 persen dan memiliki jumlah peternak responden sebanyak 34 orang. Sedangkan nilai persentase dan jumlah peternak responden paling kecil adalah nilai persentase sebesar 5,56 persen dengan jumlah peternak responden sebanyak 2 orang yang berada pada kelompok kepemilikan ternak 11 – 30 ekor. Hal tersebut dapat diartikan bahwa masih banyak peternak subsisten yang hanya memiliki populasi < 10 ekor, hal tersebut dapat mempengaruhi tingkat pendapatan bagi peternak itu sendiri karena jumlah ideal agar usahaternak susu ini menguntungkan dan dapat menjamin pendapatan adalah minimal 10 ekor populasi sapi perah (Sudono, 1999).
5.3 Tatalaksana Usahaternak Dalam pengelolaan peternakan sapi perah, terdapat beberapa hal yang harus dipersiapkan dan diperhitungkan secara matang. Pada masa produksi, peternak harus melakukan manajemen tatalaksana usahaternak yang maksimal, sehingga hasil yang diperoleh lebih maksimal. Terdapat beberapa hal dan faktorfaktor penting di dalam suatu tatalaksana usahaternak terutama pada masa produktif, karena faktor-faktor yang menjadi suatu tatalaksana usahaternak ini akan mempengaruhi tingkat produksi, yaitu kuantitas dan kualitas susu yang dihasilkan. Faktor-faktor tersebut adalah faktor pemeliharaan sapi perah, faktor pemberian pakan, faktor pemerahan susu, faktor kandang dan peralatan, faktor
kesehatan hewan dan reproduksi, faktor produktivitas susu dan faktor pemasaran susu. 5.3.1 Pemeliharaan Sapi Perah Kegiatan usahaternak sapi perah yang dilakukan meliputi kegiatan pemeliharaan sapi hingga pada proses penanganan susu. Jadwal kegiatan pemeliharaan sapi dan penanganan susu murni yang dilaksanakan peternak di Desa Cibeureum dapat dilihat pada Tabel 16.
Tabel 16. Jadwal Kegiatan Pemeliharaan Sapi dan Penanganan Susu Murni pada Peternak Desa Cibeureum Waktu Jam Kegiatan Pagi 04.30-05.00 05.00-07.00
09.00-10.30
10.30-11.30 Sore
13.30-14.00 14.00-15.30
15.30-16.00 16.00-17.30
Jenis Kegiatan (Kandang) 1. Membersihkan kandang sapi 2. Membersihkan ambing sapi sebelum diperah 1. Pemerahan Susu 2. Penanganan susu (penyaringan, pengemasan dan Penyimpanan, penyetoran ke KUD GIRI TANI) 3. Pemberian pakan konsentrat 4. Pembersihan peralatan 1. Memberi pakan hijauan rumput 2. Memandikan sapi (mandi besar) agar sapi tidak kepanasan Memberi pakan konsentrat Istirahat 1. Membersihkan kandang sapi 2. Membersihkan ambing sapi sebelum diperah 1. Pemerahan susu 2. Penanganan susu (penyaringan, pengemasan, Penyimpanan, dan penyetoran ke loper susu KUD GIRI TANI) Memberi pakan hijauan rumput Pemberian konsentrat dan penyediaan air minum.
Sumber : Data Kelompok Tani Ternak Sapi Perah (KTTSP) Baru Sireum dan Bina Warga (2011)
Pada Tabel 16 terlihat jelas kegiatan peternak yang dilakukan di wilayah penelitian, di Desa Cibeureum, Cisarua. Kegiatan yang dilakukan merupakan standar operasional prosedur baku yang telah diberikan oleh para penyuluh peternakan dari dinas terkait maupun koperasi untuk memberikan gambaran
kegiatan yang harus dilakukan oleh para peternak sesuai jadwal yang telah disusun dan disesuaikan dengan kondisi lingkungan tempat tinggal peternak di Desa Cibeureum. Hal tersebut disusun agar tujuan dan mutu yang dihasilkan oleh peternak menjadi lebih baik. Pada umumnya ternak sapi perah akan mengalami pemerahan sebanyak dua kali yaitu pada pagi hari sekitar pukul 05.00 WIB dan siang hari pada pukul 14.00 WIB, seperti terlihat pada Tabel 16. Namun sebelum kegiatan pemerahan dilakukan maka terlebih dahulu para peternak harus membersihkan kandang sapi dan ambing sapi dengan maksud agar kuman dan bakteri yang berada di kandang dan kotoran sapi terhindar dari susu hasil pemerahan. Sesudah dilakukan pemerahan maka para peternak akan melakukan penanganan susu untuk kemudian siap dilakukan pengiriman ke loper susu KUD Giri Tani Bogor selaku wadah dari pengumpul susu milik peternak di Desa Cibeureum. a) Membersihkan Kandang, Tempat Pakan dan Tempat Minuman Ternak. Kandang harus selalu dibersihkan agar tidak menjadi sarang kuman dan bakteri, udara bersih dan tidak lembab. Setiap pagi dan sore hari sebelum pemerahan dilakukan, kandang harus dibersihkan dari kotoran sapi, air kencing sapi, dan sisa-sisa pakan yang tidak termakan oleh sapi. Namun, tenaga kerja sering membersihkan kandang pada waktu sapi-sapi dimandikan. Kotoran sapi yang menumpuk di lantai kandang harus dibuang dengan menggunakan serokan kayu kemudian dialirkan ke bak penampungan kotoran sapi melalui saluran kotoran. Sebelum dibuang, kotoran sapi harus disiram dengan air agar kotoran sapi dapat mengalir dengan mudah dan lancar. Kotoran sapi yang telah ditampung di dalam bak penampungan kotoran tersebut akan dikeringkan terlebih dahulu sebelum di gunakan untuk memupuk kebun rumput yang ada di sekitar peternakan atau dijual. Air kencing dan air bekas memandikan sapi juga harus mengalir dengan lancar agar kandang tidak menjadi lembab, kotor dan berbau busuk. Peralatan-peralatan yang digunakan juga harus dibersihkan setiap hari. Hal ini untuk mencegah serangan virus, bakteri dan parasit. Sesudah digunakan, setiap peralatan harus dicuci dengan menggunakan sabun dan direndam ke dalam air mendidih. Sesudah dicuci, peralatan tersebut kemudian dijemur langsung di
atas cahaya matahari. Dengan upaya tersebut diharapkan dapat memperkecil resiko terjadinya infeksi penyakit pada sapi. b) Memandikan Sapi. Kegiatan selanjutnya yaitu memandikan sapi. Sapi dimandikan sebanyak tiga kali dalam sehari dengan tujuan untuk menjaga kesehatan sapi. Pada pagi hari sebelum diperah sapi dimandikan bersamaan dengan membersihkan kandang kemudian siang hari setelah diberi pakan dan sore hari sebelum diperah. Sapi-sapi yang tinggal di dalam kandang terus-menerus mudah menjadi kotor, diakibatkan kotoran mereka sendiri yang menempel pada kulit/bulu saat mereka berbaring, ditambah daki atau kotoran yang melekat di sela-sela bulu yang terdiri dari timbunan debu bercampur keringat yang telah mengering. Kotoran yang melekat pada tubuh tersebut mengandung berbagai kuman penyakit dan parasit yang dapat menimbulkan gatal-gatal pada kulit sehingga sapi menjadi kurang tenang. Oleh karena itu, sapi harus sering dimandikan dengan cara menyikat kulit sapi saat dimandikan. Tujuannya agar kotoran yang menempel dapat terlepas dan bulu-bulu rontok pun akan menjadi bersih dan bagi sapi yang berproduksi bulu rontok tersebut tidak akan mengotori susu. Menurut Sudono (1999) dan pengalaman para peternak, apabila sapi tidak dimandikan, maka produksi susu akan menurun 10%. Semua sapi dimandikan kecuali pedet, karena daya tahan tubuhnya yang masih lemah.
5.3.2 Pemberian Pakan Makanan bagi sapi perah berfungsi untuk perawatan tubuh dan kegiatan biologis yang lain seperti bernafas, proses pencernaan, gerak jantung dan untuk memproduksi susu daging serta untuk pertumbuhan janin dalam kandungan (Girisonta, 1995 diacu dalam Alpian, 2010) Jenis pakan ternak yang diberikan untuk sapi perah yang dibudidayakan di peternakan terbagi menjadi empat jenis, yaitu kolostrum, susu sapi, pakan konsentrat, dan pakan hijauan. Jenis dan proporsi pemberian dalam pemberian pakan tersebut berbeda-beda untuk tiap jenis sapi, tergantung dari umur dan kemampuan produksi dari tiap sapi perah tersebut.
a) Kolostrum dan Susu sapi Kolostrum adalah produksi susu awal yang berwarna kuning, agak kental dan berubah menjadi susu biasa sesudah tujuh hari. Kolostrum sangat dibutuhkan oleh pedet yang baru lahir karena kaya akan protein (casein) yang dibutuhkan pedet untuk pertumbuhan. Kolostrum juga mengandung zat penangkis (antibodi) yang dapat memberi kekebalan bagi pedet, terutama terhadap bakteri E.coli penyebab scours. Salah satu zat penangkis tersebut adalah immunoglobulin. Kolostrum tersebut diberikan dua kali dalam sehari yaitu pagi dan sore hari sebanyak satu liter setiap kali pemberian. Untuk dapat meminumnya, pedet harus diberi bantuan mengingat kondisi pedet yang masih lemah. Cara mengajari pedet minum susu yaitu dengan mencelupkan jari pada kolostrum, lalu jari tersebut didekatkan pada moncong pedet kemudian mengarahkan moncong pedet perlahan-lahan pada ember yang berisi kolostrum tersebut. Biasanya pedet sudah bisa minum susu sendiri pada hari ketiga. Pada hari keenam pemberian kolostrum dihentikan, pada saat pedet mencapai umur dua minggu, dan mulai diajari mengkonsumsi rumput segar yang masih muda dan pakan konsentrat dengan serat kasar rendah, yang diberikan sedikit demi sedikit. Setelah pedet tersebut berumur satu bulan, dapat diberikan makanan penguat (konsentrat) dan hijauan yang lebih banyak sebagai pengganti air susu yang seharusnya diberikan. Adapun cara pemberian pakan pedet yang berumur satu hari sampai dengan delapan minggu yang terdiri dari susu segar, konsentrat, rumput dan air bersih dapat dilihat pada Tabel 17.
Tabel 17. Jumlah Pemberian Pakan pada Pedet Umur 1-8 Minggu Minggu ke
Lahir 1 2 3 4 5 6 7 8
Air Susu (Liter/hari)
Pakan Pakan Konsentrat (kg/hari)
Rumput (kg/hari)
Kolostrum 4 4 4 4 4 4 3 2
0,1 0,2 0,2 0,3 0,4 0,5 0,8 1,0
0,1 0,1 0.1 0,2 0,3 0,4 0,6 0,8
Air Minum
Adlibitum (sesukanya)
Sumber : Dinas Peternakan Propinsi Jawa Barat dan JICA (2002)
Untuk pedet yang berumur 2-6 bulan pemberian pakan konsentrat yang berbeda dengan pedet yang berumur satu hari sampai delapan minggu. Pakan untuk pedet berumur 2-6 bulan dapat dilihat pada Tabel 18.
Tabel 18. Jumlah Pemberian Pakan pada Pedet Umur 2-6 Bulan
Umur (bulan) 2 3 4 5 6
Pakan Konsentrat (kg/hari) 2 2 2 2 2
Pakan Rumput (kg/hari)
1,5 2 3 4 5
Air Minum
Adlibitum (sesukanya)
Sumber : Dinas Peternakan Propinsi Jawa Barat dan JICA, 2002
b) Hijauan Pakan hijauan (makanan kasar) ialah semua bahan makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan atau tetanaman dalam bentuk daun-daunan, ranting, bunga dan batang. Bahan ini pada umumnya dalam keadaan tebal, besar dan kasar yang kandungan energinya relatif rendah, tetapi merupakan sumber vitamin dan
mineral yang bagus karena mengandung kadar air 70%-80%. Kelompok hijauan yang dipergunakan sebagai makanan sapi perah ialah bangsa rumput, jenis kacang-kacangan (leguminosa) dan tumbuhan-tumbuhan lainnya. Pakan hijauan yang diberikan di peternakan berupa rumput gajah, klobot jagung, daun pisang, dan rumput liar. Diantara jenis tersebut yang paling baik diberikan kepada sapi adalah rumput Kinggrass (rumput raja), rumput gajah dan klobot jagung. Pakan hijauan diberikan dua kali dalam sehari, yaitu pada pagi hari dan sore hari. Pada pagi hari, pakan hijauan diberikan sekitar pukul 09.00 WIB setelah sapi dimandikan sedangkan pada sore hari, pakan hijauan diberikan sekitar pukul 15.00 WIB setelah sapi diperah. Sebelum diberikan kepada sapi, rumput tersebut harus dipotong-potong terlebih dahulu menjadi ukuran yang lebih kecil. Tujuannya adalah supaya memudahkan sapi dalam mencerna rumput tersebut. Jumlah pakan hijauan yang diberikan berbeda-beda untuk setiap sapi tergantung dari jumlah produksi susu yang dihasilkan dari masing-masing sapi tersebut. Adapun jumlah pakan hijauan yang diberikan kepada tiap-tiap sapi perah sesuai dengan bobot badan dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19. Rata – Rata Jumlah Pakan Hijauan yang Diberikan pada Sapi Perah di Desa Cibeureum Tahun 2011 No. 1 2 3 4
Jenis Sapi Laktasi Dara Bunting Dara Muda Jantan Muda
Bobot Badan (kg) 450 370 190 150
Jumlah Pakan (kg) 25 18 15 10
Sumber : Kelompok Tani Ternak Sapi Perah (KTTSP) Baru Sireum dan Bina Warga (2011)
Pada Tabel 19 menunjukkan bahwa pemberian pakan hijauan di Desa Cibeureum oleh para peternak sudah memenuhi tatalaksana pemberian pakan, yaitu 10% dari bobot badan sapi. Dengan demikian sapi yang memiliki bobot badan paling besar akan mendapatkan pakan hijauan yang lebih banyak. Sebaliknya sapi yang memiliki bobot badan paling kecil akan mendapatkan pakan hijauan yang lebih sedikit. Peternak responden biasanya mengambil sendiri pakan
di ladang hijauan secara gratis, namun apabila terpaksa membeli karena faktor cuaca, koperasi menyediakan pakan hijauan dengan harga Rp 100 per kilogram.
c) Konsentrat Konsentrat merupakan makanan penguat bagi sapi karena mengandung kadar energi dan protein tinggi serta serat kasarnya yang rendah. Bahan baku konsentrat untuk ternak sapi perah meliputi : pollard, dedak padi, bungkil kelapa, jagung, kacang tanah, bungkil kedelai, tepung ikan, tepung tulang, kalsium, mineral (vitamin), garam, urea, dan mollases (tetes tebu). Jenis pakan konsentrat dipakai oleh peternak adalah jenis Lacto Feed, Matuken dan Matuken Feed-18 dengan kandungan protein 17-18 %. Pada pedet berumur 4-8 bulan, pakan konsentrat yang diberikan adalah campuran dari dedak jagung dan pollard. Pemberian pakan konsentrat dilakukan dua kali dalam sehari. Pemberian pertama dilakukan sekitar pukul 06.30 WIB setelah sapi diperah sedangkan pemberian kedua dilakukan sekitar pukul 10.30 WIB setelah sapi diberi pakan hijauan. Jumlah pakan konsentrat yang diberikan berbeda antara satu sapi dengan yang lainnya. Pemberian pakan konsentrat disesuaikan dengan bobot badan sapi dan produksi susunya. Pemberian pakan konsentrat untuk pejantan, pedet, dan dara berdasarkan bobot badan, yaitu berkisar antara 1 - 1,5 % dari bobot badan sapi. Berbeda dengan sapi laktasi yaitu berdasarkan jumlah produksi susu yang dihasilkan. Semakin banyak produksi susu yang dihasilkan maka semakin banyak pula pakan konsentrat yang diberikan. Sedangkan harga konsentrat sepenuhnya dipegang oleh Koperasi Giri Tani selaku wadah peternak dengan harga Rp 2.000 per kg. Harga yang diberikan oleh Koperasi Giri Tani merupakan harga yang disesuaikan dengan pasokan konsentrat yang tersedia di gudang koperasi, apabila terjadi kekurangan pasokan pada tingkat koperasi maka harga dimungkinkan berubah, dan para peternak biasanya membeli di daerah citeko atau ciawi untuk mengantisipasi terjadinya kelangkaan atau harga konsentrat mahal. Namun hal itu sangat jarang terjadi, karena mekanise di dalam koperasi yang tidak memperbolehkan terjadi kenaikan harga input produksi tanpa seizin Rapat Akhir Tahunan (RAT). Adapun jumlah pakan konsentrat yang diberikan kepada tiap
sapi perah oleh peternak di Desa Cibeureum berdasarkan jumlah produksi susu yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 20.
Tabel 20. Rata – Rata Jumlah Pemberian Pakan Konsentrat oleh Peternak Desa Cibeureum Tahun 2011 Jumlah produksi susu
Rata – rata Jumlah Konsentrat yang diberikan
12,5-15 liter/hari
10 kg/hari
10-12,5 liter/hari 7,5-10 liter/hari Dibawah 7,5 liter/hari Dara kering Pedet
9 kg/hari 7 kg/hari 6 kg/hari 5 kg/hari 6 kg/hari
Sumber : Data diolah (2011)
d) Penyediaan Air Minum Air merupakan salah satu bahan makanan yang diperlukan dalam jumlah besar disamping energi. Dalam tubuh sapi, air berfungsi untuk mengatur suhu dalam tubuh, membantu proses pencernaan, metabolisme, dan sebagai pelumas pada persendian-persendian. Kebutuhan air bagi sapi tergantung dari berbagai faktor, yaitu: umur, besar tubuh, jenis makanan, iklim, dan jumlah produksi. Sapi yang banyak menerima konsumsi berupa konsentrat, bertubuh besar, dan produksi susunya tinggi membutuhkan air yang lebih banyak. Sapi perah memerlukan 2 2,5 liter air minum untuk memproduksi air susu sebesar 0,5 liter. Oleh karena itu harus disediakan air minum relatif lebih banyak dan diberikan dua kali sehari agar dapat memproduksi susu lebih tinggi. Pemberian air minum untuk sapi dilakukan secara ad libitum (sesukanya). Air yang diberikan berupa air bersih berasal dari air gunung di sekitar wilayah Cisarua. Air tersebut dialirkan ke tempat minum sapi yang berada di sebelah tempat makan dengan menggunakan paralon dan selang dari tempat instalasi air (rumah air)
5.3.3 Pemerahan Susu Pemerahan adalah kegiatan yang dilakukan untuk memperoleh susu dari ambing sapi dengan menggunakan teknik tertentu. Proses pemerahan dilakukan pada sapi dewasa yang sedang berada pada masa produksi atau disebut juga sapi
laktasi. Sapi yang ada di peternakan diperah secara kontinyu yaitu dua kali dalam sehari. Pada pagi hari sapi diperah pada jam 05.30 WIB sedangkan pada sore hari sapi diperah pada jam 14.30 WIB. Dalam sekali pemerahan tersebut, susu yang dikeluarkan dari ambing harus habis. Bila susu masih tersisa di dalam ambing, dapat menyebabkan penyakit pada sapi yaitu mastitis. Susu yang diperoleh pada kedua kali pemerahan ini akan menghasilkan jumlah yang berbeda, dimana jumlah susu yang dihasilkan pada pagi hari akan lebih banyak bila dibandingkan dengan jumlah susu yang dihasilkan pada sore hari. Hal ini disebabkan oleh perbedaan rentang waktu pagi hari lebih panjang sehingga susu yang dihasilkan akan jauh lebih banyak. Sebelum kegiatan pemerahan dilakukan, sapi-sapi tersebut akan diberikan pakan konsentrat. Tujuannya agar sapi-sapi tersebut menjadi tenang sebelum pemerahan dilakukan. Teknik pemerahan yang diterapkan di peternakan masih dilakukan secara alami,
yaitu
dengan
menggunakan
tangan.
Teknik
pemerahan
dengan
menggunakan tangan tersebut dibedakan menjadi dua macam, yaitu : 1) Dengan cara memegang pangkal puting susu antara ibu jari dan jari tengah. Caranya dengan menekan puting susu dengan menggunakan kedua jari serta sedikit ditarik ke bawah, sehingga air susu terpancar mengalir ke luar. Teknik semacam ini dilaksanakan bagi sapi-sapi yang memiliki puting pendek. 2) Dengan menggunakan kelima jari. Cara kerja teknik ini adalah dengan memegang puting susu antara ibu jari dan keempat jari lainnya. Penekanan dengan keempat jari tersebut diawali dengan jari yang paling atas kemudian diikuti oleh jari lain yang ada di bawahnya. Begitu seterusnya dengan cara yang sama dan diulang-ulang sampai air susu yang ada di dalam ambing memancar keluar, dan akhirnya seluruh susu yang berada di dalam ambing kosong sama sekali. Proses pemerahan tersebut sebaiknya dilakukan dengan secepat mungkin, sekitar 10-15 menit, sebab pemerahan yang terlalu lama akan menimbulkan efek yang kurang baik bagi sapi yang diperah dan produksi susu yang dihasilkan menjadi semakin menurun. Awal pemerahan juga harus dilakukan dengan hatihati, lembut, dan perlahan-lahan, kemudian dapat dilanjutkan sedikit lebih cepat
sehingga sapi yang diperah tidak terkejut dan takut. Adapun hal-hal yang perlu dipersiapkan dalam proses pemerahan adalah sebagai berikut. 1) Menenangkan sapi, tujuannya supaya proses pemerahan dapat dilakukan. 2) Membersihkan kandang dan bagian tubuh sapi. Hal tersebut berkaitan dengan kebersihan dan kesehatan hasil susu yang dihasilkan. 3) Mengikat kaki belakang dan ekor sapi yang akan diperah. Tujuannya agar sapi tidak berontak dan tidak mengibaskan ekornya karena dapat mengotori hasil air susu perahan di dalam ember. 4) Mencuci semua tangan petugas pemerah dengan menggunakan air hangat yang bersih, sabun dan desinfektan. 5) Melicinkan puting sapi yang akan diperah dengan cara mengolesi puting tersebut dengan minyak kelapa atau vasilin agar menjadi licin sehingga memudahkan proses pemerahan dan sapi tidak merasa sakit. 6) Melakukan satu atau dua pancaran perahan awal (stripping) dari setiap puting sapi.
Tujuannya untuk memberikan hasil susu yang bersih, sehat dan
berkualitas baik. 7) Merangsang keluarnya air susu melalui pemerahan bertahap, yakni dengan melakukan pemerahan awal dengan lembut dan perlahan kemudian dilanjutkan dengan tempo yang sedikit lebih cepat sehingga sapi tidak terkejut. 8) Mempersiapkan perlengkapan dan peralatan yang diperlukan, seperti ember, tali pengikat, milkcan dan kain bersih.
5.3.4 Kandang dan Peralatan Kandang adalah rumah bagi sapi dan tempat untuk berteduh, serta tempat untuk melakukan kegiatan pemeliharaan dan pemerahan. Sehingga kondisi kandang yang baik dan terjaga dari penyakit merupakan hal yang mutlak harus dijaga oleh setiap peternak, dengan tujuan untuk mendapatkan hasil susu yang baik dan bagus secara mutu, kualitas dan kuantitas. Pada tempat penelitian, kandang-kandang yang terdapat di Desa Cibeureum merupakan jenis kandang yang bertipe tie stall terbuka. Hal ini dikarenakan kandang sapi perah di wilayah tropis harus disesuaikan dengan iklimnya, sehingga rata-rata kandang di Indonesia
merupakan kandang terbuka. Dinding kandang dibuat dari kayu setinggi leher orang dewasa dengan tujuan untuk menjaga sirkulasi udara dalam kandang dan pencahayaan yang cukup sehingga kandang tidak lembab. Selain itu atap pada kandang menggunakan asbes, hal ini dimaksudkan untuk menjaga kestabilan suhu dalam kandang, karena perubahan suhu yang mendadak akan mengakibatkan sapi stress dan berujung kepada penurunan produksi. Kemudian Lantai kandang ini dibuat miring dengan kemiringan sekitar 100 dengan tujuan agar pada saat pembersihan kandang lebih mudah dibersihkan dan kotoran yang bercampur feses, urin dan tumpahan pakan ini mengalir ke selokan sehingga lantai kandang tidak akan licin. Kemudian setiap ekor sapi mendapatkan matras untuk tempat berpijak dengan tujuan agar kaki sapi tidak cepat bengkak, terslip, atau untuk tidur.
Gambar 5. Kandang Sapi Laktasi yang Baik Sumber : Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat dan JICA (2007)
Kemudian jenis kandang bertipe tie stall terbuka banyak ditemui pada lokasi penelitian, karena tipe kandang seperti ini memang sangat dianjurkan di negara – negara tropis seperti Indonesia, selain itu kandang jenis ini memiliki keuntungan di dalam segi ekonomis, yaitu mudah di dalam pembuatan dan perawatannya.
Gambar 6.
Letak Kandang dan Posisi Kandang Laktasi yang Baik Sumber : Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat dan JICA (2007)
Selain itu ukuran kandang menentukan seberapa besar populasi dapat ditampung, karena bila populasi kandang terlalu banyak di dalam kandang yang berukuran kecil maka akan berpengaruh terhadap tingkat stress dan kenyaman sapi itu sendiri dan akan berakibat penurunan produksi susu yang dihasilkan.
Gambar 7.
Ukuran Kandang Sapi Laktasi yang Baik Sumber : Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat dan JICA (2007)
5.3.5 Kesehatan Hewan dan Reproduksi 1) Kesehatan Hewan Sapi perah yang terserang penyakit bisa menimbulkan kerugian besar terlebih bila penyakit menular. Walaupun penyakit menular tidak selalu mematikan secara langsung, namun dapat mengganggu kesehatan sapi perah secara berkepanjangan. Oleh karena itu perlu diupayakan penanggulangan secara
dini dan komprehensif. Kesehatan sapi selalu dipantau langsung oleh tenaga medis dari Koperasi Giri Tani dan Medis dari Kelompok Ternak sehingga ketika sapi terkena penyakit dapat langsung dilakukan penanganan lebih lanjut. Penanganan yang dilakukan antara lain memberi suntikan obat dengan dosis tertentu sesuai dengan jenis penyakitnya. Penyakit yang pernah menyerang ternak sapi yang ada di Desa Cibeureum antara lain: a) Mastitis. Mastitis adalah penyakit pada ambing akibat dari peradangan kelenjar susu yang dapat menyerang satu atau lebih perempatan ambing bahkan seluruh ambing, yang disebabkan oleh kuman, luka termis dan mekanis. Penyebabnya adalah Streptococcus cocci dan Staphylococcus cocci. Bakteri ini masuk melalui puting dan kemudian berkembangbiak di dalam kelenjar susu. Hal ini terjadi karena puting yang habis diperah terbuka kemudian kontak dengan lantai atau tangan pemerah yang terkontaminasi bakteri. Penanganan yang dilakukan untuk penyakit ini adalah dengan diberi suntikan antibiotik seperti penicilin dan sulfamethazine melalui mulut, diberikan penicilin mastitis, ointment/chlortetracycline ointment atau oxytetracycline mastitis. b) Pneumonia ( paru-paru basah) Gejala yang ditimbulkan bila sapi terserang Pneumonia adalah keluar cairan berbau dari lubang hidung, batuk, tidak nafsu makan, dan perut kembung. Penanganan yang dilakukan untuk penyakit ini adalah dengan memberikan suntikan antibiotik dengan dosis 20 cc per ekor setiap dua hari sekali. c) Brucellosis (gugur menular) Penyebabnya adalah bakteri Brucella abortus. Bakteri tersebut merusak alat reproduksi, terutama dinding rahim (uterus), foetus, selaput lendir, ambing atau testes bagi sapi jantan. Penularan penyakit ini pada umumnya melalui makanan atau air minum yang terkontaminasi. Penularan juga dapat melalui kulit yang lecet atau luka dan selaput lendir pernapasan. Selain itu, bisa juga melalui pejantan yang menderita saat melakukan perkawinan. Pencegahan yang dilakukan untuk penyakit ini adalah vaksinasi dengan vaksin “Strain 19”, terutama sapi-sapi muda berumur 4-6 bulan. Sapi yang umurnya kurang dari empat bulan belum boleh divaksin.
d) Pilek Gejala yang ditimbulkan bila sapi terserang pilek dapat dilihat dari nafsu makan yang berkurang, badan lemah, keluar cairan dari lubang hidung. Penanganan yang dilakukan untuk penyakit ini adalah memberikan antibiotik dengan dosis 20 cc setiap kali pemberian. e) Diare Gejala yang ditimbulkan bila sapi terserang diare dapat dilihat dari kotorannya sedikit cair dan terkadang bercampur darah. Penanganan
yang dilakukan
untuk penyakit ini adalah dengan memberikan antibiotik dengan dosis 20 cc dan injectamin dengan dosis 10 cc setiap kali pemberian. 2) Reproduksi Metode pengawinan sapi perah yang diterapkan oleh para peternak di Desa Cibeureum adalah metode pengawinan sapi secara Inseminasi Buatan (IB). Kedewasaan tubuh bagi sapi perah rata-rata dicapai pada umur 15-18 bulan dan mereka akan tumbuh terus dengan baik sampai umur 4-5 tahun. Oleh karena itu, sapi-sapi dara dapat dikawinkan yang pertama pada umur 18 bulan, sehingga mereka beranak pada umur sekitar 2,5 tahun. Sedangkan batas maksimum sapi induk dapat dikawinkan pada umur 10-12 tahun, sebab pada saat tersebut produksi susu sudah sangat menurun. Sapi yang sedang birahi harus segera dikawinkan, karena jika telat kawin harus menunggu datangnya masa birahi berikutnya. Akibat yang ditimbulkan dari kejadian tersebut akan berimbas pada produksi susu yang dihasilkan yaitu akan menurun. Biasanya pada sapi dara lama masa birahi 15 jam sedangkan untuk sapi betina dewasa 18 jam dengan periode birahi yang bervariasi yaitu 17 - 26 hari. Adapun tanda-tanda birahi pada sapi perah, yaitu : 1) Sapi tampak gelisah, sering mengeluarkan suara khas, dan melenguhlenguh. 2) Mengibas-ngibaskan ekor dan jika ekor itu dipegang akan diangkat ke atas. 3) Nafsu makan berkurang, dan jika sapi digembalakan sebentar-sebentar akan berhenti merumput. 4) Produksi susu menurun.
5) Sering menaiki temannya atau membiarkan dinaiki kawannya. 6) Dari vagina keluar cairan putih, bening, dan pekat. 7) Vulva (kemaluan) berwarna merah, bengkak, dan terasa hangat. Perkawinan yang tepat bagi sapi yang sedang birahi dilakukan pada masamasa subur. Masa subur yang dialami sapi perah berlangsung selama 15 jam. Masa subur dicapai sembilan jam sesudah tanda-tanda birahi terlihat, dan enam jam sesudah birahi itu berakhir. Ovulasi terjadi 10 – 12 jam sesudah birahi berakhir. Pergeseran tiga jam ke belakang masih memberikan angka konsepsi (pembuahan) yang baik, akan tetapi lebih awal atau terlambat dari saat-saat tersebut akan menghasilkan angka konsepsi yang rendah. Apabila perkawinan terlambat, 10 – 12 sesudah berakhirnya tanda-tanda birahi, maka sel telur tidak dapat dibuahi. Hal ini berhubungan erat dengan proses terjadinya ovulasi dan masa hidup sperma dalam alat reproduksi (24-30 jam). Oleh karena itu, sel jantan harus sudah siap enam jam sebelum terjadi pembuahan. Sebaliknya, apabila sapi dikawinkan terlalu lambat, telur yang diovulasikan telah mati sebelum dibuahi. Lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 21.
Tabel 21. Pedoman Cara Mengawinkan Sapi Perah Berdasarkan Waktu Birahi Birahi mulai nampak pada :
Perkawinan yang tepat pada :
- Pagi hari
- Sore hari
- Siang hari
- Siang hari berikutnya
- Sore hari
- Sore hari berikutnya
Sumber : Balai Penelitian Ternak (BPT) Ciawi - Bogor (2008)
Beberapa hari setelah sapi tersebut melahirkan, tepatnya 60 sampai 90 hari sesudah melahirkan, mereka harus sudah dikawinkan kembali. Penundaan perkawinan kembali pada sapi perah yang terlalu lama akan berakibat jarak kelahiran (calving internal) berikutnya telalu panjang. Sebaliknya, mengawinkan kembali sapi-sapi yang habis melahirkan terlalu awal, kurang dari 50 hari misalnya, kurang bijaksana karena pada saat itu jaringan alat reproduksi yang rusak/robek akibat sapi itu melahirkan, kemungkinan belum pulih kembali. Jarak
antara kelahiran pertama dan jarak kelahiran berikutnya harus diupayakan tidak lebih dari satu tahun. Hal ini dapat diatur atau dijadwalkan dengan mempertimbangkan data-data teknis sebagai berikut: 1) Lama birahi kira-kira 18 jam. 2) Siklus birahi selalu terulang kembali pada setiap 21 hari sekali. 3) Masa laktasi 10 bulan = 305 hari. 4) Masa kering delapan minggu (dua bulan). 5) Lama kebuntingan lebih kurang sembilan bulan = 280 hari. Masa kering adalah masa-masa dimana sapi yang sedang berproduksi dihentikan pemerahannya untuk mengakhiri masa laktasi. Masa kering bertujuan untuk mempersiapkan induk yang akan melahirkan kembali dalam kondisi tubuh yang kuat, sehat, dan produksi susu yang lebih tinggi. Masa kering sebagai masa istirahat dan persiapan untuk melahirkan kembali, minimal memerlukan waktu selama 6-8 minggu. Selama masa kering dimaksudkan agar tubuh induk dapat mengisi kembali vitamin-vitamin dan mineral untuk kebutuhan induk sendiri sehingga akan memberikan jaminan kelangsungan produksi susu tetap baik dan bahkan dapat meningkat. Masa laktasi adalah masa sapi sedang berproduksi. Sapi mulai berproduksi setelah melahirkan anak. Kira-kira setengah jam setelah melahirkan, produksi susu sudah keluar. Saat itulah disebut masa laktasi dimulai. Namun sampai dengan 4-5 hari yang pertama produksi susu tersebut masih berupa kolostrum yang tidak boleh dikonsumsi manusia. Tetapi kolostrum tersebut khusus untuk pedet, karena kandungan zat-zatnya sangat sesuai untuk pertumbuhan dan kehidupan awal. Masa laktasi dimulai sejak sapi itu berproduksi sampai masa kering tiba. Masa laktasi tersebut berlangsung selama 10 bulan atau kurang lebih 305 hari, setelah dikurangi hari-hari untuk memproduksi kolostrum. Dengan demikian semasa yang berlangsung 309 hari ini diawali dengan produksi kolostrum 4-5 hari, sehingga produksi susu biasa berlangsung 305 hari.
5.3.6 Produktivitas Susu Produktivitas susu dapat dikaitkan dengan tingkat produksi peternak, di Desa Cibeureum itu sendiri produktivitas susu yang dihasilkan hanya berada pada
angka 14 liter per hari, sedangkan tingkat produksi masih sanggup untuk ditingkatkan hingga mencapai minimal angka 17 liter per hari. Menurut Sudono (1999), perbedaan produktivitas pada ternak tersebut dipengaruhi oleh bangsa atau rumpun sapi, lama masa bunting, masa laktasi, besar sapi, estrus atau birahi, selang beranak (calving interval), tatalaksana pemberian pakan dan proses pemerahan serta penanganannya. Produktivitas susu di Indonesia tergolong rendah, karena faktor cuaca, dan produktivitasnya berkisar antara 3-10 liter per hari.
Gambar 8. Kurva Puncak Produksi Susu pada Sapi Laktasi Sumber : Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat dan JICA (2007)
5.3.7 Pemasaran Susu Para peternak di Desa Cibeureum mengandalkan Koperasi Giri Tani sebagai satu – satunya tempat untuk menampung susu yang mereka hasilkan dalam bentuk susu segar, untuk kemudian dikirimkan ke PT. Cisarua Mountain Dairy atau yang lebih dikenal dengan Cimory. Kebutuhan yang besar dari cimory per tahunnya, menjadikan produksi peternak dipacu untuk terus ditingkatkan, dan produktivitas pun dengan sendirinya terus ditingkatkan.