V KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Keadaan Umum Daerah Penelitian 5.1.1. Keadaan Umum Kecamatan Kuta Selatan Kabupaten Badung merupakan salah satu kabupaten yang termasuk dalam regional Provinsi Bali. Kabupaten Badung secara geografis terletak pada 8°14’20” - 8°50’48” Lintang Selatan dan 115°05’00” - 115°26’16” Bujur Timur dengan wilayah seluas 418,52 km2 atau sekitar 7,43 persen dari daratan Pulau Bali. Wilayah Kabupaten Badung terdiri dari enam wilayah kecamatan dan 62 desa/kelurahan. Enam kecamatan yang termasuk di wilayah Kabupaten Badung terdiri dari Kecamatan Kuta Selatan, Kecamatan Kuta, Kecamatan Kuta Utara, Kecamatan Mengwi, Kecamatan Abiansemal dan Kecamatan Petang. Perbandingan suhu udara di Kabupaten Badung selama tahun 2010 dengan suhu maksimum tertinggi terjadi pada Bulan Maret yaitu 32,3 °C, sedangkan suhu terendah terjadi pada Bulan Juli dan Agustus dengan suhu sebesar 29,5 °C. Sementara itu suhu minimum tertinggi terjadi pada Bulan Mei 26,0 °C dan terendah pada Bulan November sebesar 24,9 °C. Kelembapan udara di wilayah ini berkisar antara 81 - 86 persen. Curah hujan di wilayah Kabupaten Badung berkisar antara 66 – 508,2 mm per tahun. Kecamatan Kuta Selatan berjarak 36 km dari Kabupaten Badung. Luas wilayah Kecamatan Kuta Selatan adalah 101,13 km2 dengan ketinggian 28 m di atas permukaan laut. Batas – batas wilayah Kecamatan Kuta Selatan terdiri dari sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Kuta, sedangkan sebelah selatan, barat dan timur berbatasan langsung dengan Samudera Hindia. Secara geografis wilayah Kecamatan Kuta Selatan terletak pada 08°46’58.7” Lintang Selatan dan 115°10,41.3” Bujur Timur.
Kecamatan Kuta Selatan merupakan wilayah
Kabupaten Badung yang langsung berbatasan dengan pesisir pantai. Kondisi ini mendukung pengembangan potensi perikanan di wilayah Kecamatan Kuta Selatan. Tabel berikut menunjukkan hasil produksi perikanan di wilayah Kecamatan Kuta Selatan.
48
Tabel 9. Produktivitas Hasil Perikanan di Kecamatan Kuta Selatan Tahun 2011 Komoditi Produktivitas (ton/ha) Udang/Lobster
8,52
Tuna
289,54
Tongkol
103,29
Cakalang
623,52
Layang
126,97
Kakap
18,55
Kerapu
13,48
Lencam/Jangki
10,77
Tenggiri
2,37
Ekor Kuning
9,80
Lemuru Layur Nila Kepiting Rumput Laut
43,76 7,21 17,25 2,69 14.036,66
Sumber : Profil Kecamatan Kuta Selatan, 2011
Berdasarkan data yang tersaji pada Tabel 9, terlihat beberapa komoditi yang dihasilkan dari wilayah perairan yang berada di wilayah Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung. Pada data tersebut ditunjukkan bahwa rumput laut merupakan komoditi perikanan dengan produktivitas tertinggi. Penduduk Kecamatan Kuta Selatan sebagian besar memiliki mata pencaharian sebagai nelayan sebanyak 6.644 orang atau 15,06 persen. Hal ini didasarkan oleh kesesuaian dari kondisi alam dan lingkungan wilayah Kuta Selatan yang dikelilingi oleh wilayah perairan yang sangat mendukung aktivitas penduduk khususnya dalam kegiatan budidaya laut. Jenis mata pencaharian lain yang mendominasi penduduk di wilayah Kecamatan Kuta Selatan adalah pekerjaan sebagai karyawan swasta sebanyak 13.636 atau 30,91 persen. Pekerjaan ini biasanya didominasi oleh penduduk yang bekerja sebagai karyawan di bidang pariwisata dan perhotelan. Data mengenai mata pencaharian penduduk di Kecamatan Kuta Selatan dapat dilihat pada Tabel 10.
49
Tabel 10. Mata Pencaharian Penduduk Kecamatan Kuta Selatan Jenis Mata Pencaharian Penduduk (orang) Petani
3.635
Pegawai Negeri Sipil
5.919
Pengrajin Rumah Tangga
30
Peternak
1.269
Nelayan
6.644
Montir
162
Dokter Swasta Bidan/Perawat Swasta TNI
22 6 56
POLRI
11.048
Pengusaha Kecil dan Menengah Pengacara Dosen Swasta Karyawan Swasta
1.659 2 24 13.636
Sumber : Profil Kecamatan Kuta Selatan, 2011
5.1.2. Keadaan Umum Desa Kutuh Desa Kutuh merupakan salah satu desa yang berada di wilayah Kecamatan Kuta Selatan. Batas – batas wilayah Desa Kutuh terdiri dari sebelah utara berbatasan dengan Kelurahan Jimbaran yang masih termasuk dalam regional Kecamatan Kuta Selatan, sebelah selatan berbatasan langsung dengan Samudera Hindia, sebelah barat berbatasan dengan Desa Ungasan yang masih termasuk dalam regional Kecamatan Kuta Selatan dan sebelah timur berbatasan dengan Kelurahan Benoa yang juga termasuk dalam wilayah Kecamatan Kuta Selatan. Desa Kutuh memiliki luas wilayah sebesar 831,720 ha. Jumlah penduduk di wilayah Desa Kutuh adalah 3.362 orang. Aktivitas mata pencaharian warga sebagian besar bekerja di sektor agribisnis seperti pertanian, peternakan dan perikanan. Hal ini terbukti dari jumlah penduduk yang beraktivitas pada sektor ini terdiri dari 753 orang penduduk yang tercatat sebagai petani (termasuk petani rumput laut) dan 455 orang sebagai peternak. Berdasarkan data yang diperoleh dari Buku Profil Desa Kutuh pada Tahun 2010, menunjukkan
50
tanaman rumput laut memiliki kontribusi dalam perekonomian warga desa, hal ini ditunjukkan melalui nilai produksi rumput laut di Desa Kutuh pada Tahun 2010 yang mencapai Rp 15.925.170.000 dengan luas lahan sebesar 70 ha. 5.1.3. Keadaan Umum Kelurahan Benoa Kelurahan Benoa merupakan salah satu desa yang berada di wilayah Kecamatan Kuta Selatan dengan ketinggian 50 – 500 m di atas permukaan laut. Batas – batas wilayah Kelurahan Benoa terdiri dari sebelah utara berbatasan dengan Keluarahan Tanjung Benoa yang masih termasuk dalam regional Kecamatan Kuta Selatan, sebelah selatan berbatasan langsung dengan Samudera Hindia, sebelah barat berbatasan dengan Desa Ungasan dan Kelurahan Jimbaran yang masih termasuk dalam regional Kecamatan Kuta Selatan dan sebelah timur berbatasan langsung dengan Selat Lombok. Kelurahan Benoa secara administrasi memiliki luas wilayah sebesar 2.828 ha dengan kondisi bentang alam terdiri dari dataran seluas 1.207,6 ha dan perbukitan seluas 1.620,4 ha. Keadaan suhu rata – rata minimal 23,5 - 25˚C dan maksimum 29,5 – 32 ˚C. Jumlah penduduk di wilayah Desa Kutuh adalah 21.340 orang. Aktivitas mata pencaharian warga Kelurahan Benoa di sektor agribisnis terdiri dari aktivitas di bidang peternakan dan perikanan/kelautan. Penduduk yang berprofesi sebagai peternak berjumlah 785 orang sedangkan yang berprofesi sebagai nelayan (termasuk petani rumput laut) berjumlah 151 orang. 5.2. Karakteristik Petani Responden Petani rumput laut yang dijadikan sebagai responden dalam penelitian ini berjumlah 35 orang. Para petani responden berasal dari dua desa/kelurahan di wilayah Kecamatan Kuta Selatan, yaitu Desa Kutuh dan Kelurahan Benoa yang merupakan sentra pembudidayaan rumput laut di wilayah Kecamatan Kuta Selatan bahkan di wilayah Kabupaten Badung. Metode penentuan responden dilakukan secara sengaja (purposive). Para petani responden pada umumnya menjadikan mata pencaharian sebagai petani rumput laut sebagai pekerjaan utama dan melakukan kegiatan budidaya rumput laut secara rutin. Identitas responden dalam penelitian ini meliputi umur, tingkat pendidikan, pengalaman dalam berbudidaya rumput laut dilihat dari segi waktu dan luas lahan garapan budidaya
51
rumput laut yang dimiliki. Data mengenai identitas petani responden dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Karakteristik Responden Petani Rumput Laut Di Desa Kutuh dan Kelurahan Benoa, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung, Provinsi Bali. Karakteristik
Umur ≤ 25 tahun 25 – 50 tahun ≥ 50 tahun Tingkat Pendidikan Tidak tamat SD Tamat SD Tamat SLTP Tamat SLTA Perguruan Tinggi Pengalaman Budidaya < 5 tahun 5 -10 tahun ≥ 10 tahun Luas Garapan ≤ 1000 tali ris 1000 – 2000 tali ris ≥ 2000 tali ris
Jumlah (orang) Kelompok Non Tani Kelompok Tani
Persentase Kelompok Non Kelompok Tani Tani
2 15 13
4 1
6,67 % 50,00 % 43,33 %
80,00 % 20,00 %
7 16 1 6 -
1 3 1 -
23,33 % 53,33 % 3,33 % 20,00 % -
20,00 % 60,00 % 20,00 % -
2 28
4 1
6,67 % 93,33 %
80,00 % 20,00 %
8 10 12
4 1
26,67 % 33,33 % 40,00 %
80,00 % 20,00 %
Total petani yang dijadikan responden dalam penelitian ini berjumlah 35 orang. Petani responden yang berasal dari Desa Kutuh berjumlah 31 orang dan empat orang berasal dari wilayah Kelurahan Benoa. Jumlah petani yang berasal dari Desa Kutuh juga terbagi atas petani yang tergabung dalam kelompok tani dan yang tidak bergabung ke dalam kelompok. Di wilayah Desa Kutuh sendiri terdapat empat kelompok tani rumput laut yang aktif, yaitu Kelompok Tani Segara Amertha, Kelompok Tani Merta Sari, Kelompok Tani Sari Segara dan Kelompok Tani Arta Segara Jati. Pengambilan responden petani rumput laut yang tergabung dalam kelompok tani di wilayah Desa Kutuh juga terdiri dari para anggota yang mewakili dari empat kelompok tani yang ada. Umur petani responden dalam penelitian ini berkisar antara 20 – 65 tahun. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, sebanyak 19 orang petani responden yang
52
terdiri dari 15 orang petani yang menjalankan aktivitas tataniaga melalui kelompok dan empat orang petani yang tidak menjalankan aktivitas tataniaga melalui kelompok tani memiliki umur berkisar antara 25 – 50 tahun. Sementara itu petani dengan umur yang relatif muda ( < 25 tahun) yang menjadi responden dalam penelitian ini hanya berjumlah dua orang. Data tersebut menunjukkan bahwa ketertarikan pemuda untuk ikut serta dalam aktivitas pembudidayaan rumput laut sangat jarang ditemui di lokasi penelitian, hal ini dikarenakan sebagian besar pemuda di wilayah ini cenderung lebih banyak memiliki mata pencaharian di sektor lain, khususnya di sektor pariwisata. Tingkat pendidikan menjadi salah satu hal yang diperhatikan dari identitas petani responden. Sebanyak 19 orang petani responden hanya mengenyam pendidikan hingga tingkat Sekolah Dasar (SD) saja. Sebanyak satu orang lulus di tingkat SLTP, tujuh orang lulus di tingkat SLTA sementara delapan orang tidak tamat Sekolah Dasar. Tingkat pendidikan petani tentunya dapat mempengaruhi kinerja petani khususnya terkait perolehan informasi dalam kegiatan budidaya rumput laut. Dalam melakukan kegiatan budidaya rumput laut, sebanyak 29 petani responden baik yang menjalankan aktivitas tataniaga melalui kelompok tani ataupun non kelompok tani telah menjalankan kegiatan usahatani rumput laut selama sepuluh tahun. Pengalaman petani ini akan menjadi salah satu faktor pendukung dalam keberhasilan budidaya rumput laut. Luas lahan garapan dalam aktivitas budidaya rumput laut dihitung berdasarkan jumlah tali ris yang dimiliki oleh petani. Berdasarkan penelitian yang dilakukan sebanyak 13 orang petani responden memiliki luas lahan sebanyak ≥ 2000 tali ris. Berdasarkan hasil wawancara dengan perwakilan kelompok tani di Desa Kutuh menyatakan bahwa rata – rata lahan yang dimiliki oleh petani adalah seluas lima are dengan 1000 tali ris. Berdasarkan data pada Tabel 11 menunjukkan bahwa responden petani yang mengelola aktivitas tataniaga secara individu cenderung memiliki lahan pembudidayaan rumput laut lebih sedikit dibandingkan petani yang mengelola aktivitas tataniaga melalui kelompok. Di wilayah Desa Kutuh petani responden memiliki jumlah tali ris yang lebih banyak dibandingkan petani di wilayah Kelurahan Benoa. Hal ini dikarenakan lahan pantai di wilayah Pantai Geger, Kelurahan Benoa sudah mulai diambil alih oleh
53
para investor sebagai bagian dari pembangunan proyek perhotelan di kawasan tersebut, sehingga lahan petani untuk mengusahakan budidaya rumput laut semakin berkurang. Para petani rumput laut yang menjadi responden dalam penelitian ini mengelola kegiatan usaha budidaya rumput laut secara individu dan kelompok. Di Pantai Kutuh yang merupakan lokasi budidaya rumput laut yang termasuk di dalam wilayah Desa Kutuh, petani rumput laut sebagian besar melakukan kegiatan budidaya rumput laut secara kelompok. Kelompok petani rumput laut di wilayah Desa Kutuh berperan langsung dalam memfasilitasi pemasaran rumput laut milik anggota. Namun, terdapat juga beberapa petani rumput laut di wilayah Desa Kutuh yang mengelola kegiatan budidaya rumput laut secara individu. Para petani ini menjual hasil panen rumput laut yang dihasilkan melalui pedagang pengumpul. Berbeda halnya dengan para petani rumput laut di wilayah Pantai Geger, Kelurahan Benoa. Di wilayah pantai ini para petani rumput laut juga tergabung ke dalam wadah kelompok tani, namun kelompok tani di Pantai Geger hanya mengkoordinir aktivitas pembudidayaan rumput laut saja, namun dalam kegiatan pemasaran hasil panen dilakukan masing – masing oleh anggota petani. Petani di wilayah Pantai Geger juga menjual hasil panen rumput laut kepada pedagang pengumpul. 5.3. Karakteristik Responden Lembaga Tataniaga Rumput laut merupakan salah satu komoditi hasil perairan yang memiliki nilai tinggi di wilayah Kabupaten Badung. Rumput laut juga menjadi salah satu komoditi perairan yang memiliki nilai ekspor, hal ini tentunya mengakibatkan adanya keterlibatan beberapa lembaga dalam tataniaga rumput laut. Peranan beberapa lembaga dalam tataniaga rumput laut juga dapat dilihat dalam tataniaga rumput laut yang berasal dari wilayah Kecamatan Kuta Selatan. Beberapa lembaga yang terlibat dalam tataniaga rumput laut ini diantaranya adalah pedagang pengumpul, agen perantara dan eksportir. Lembaga tataniaga yang terdapat dalam saluran tataniaga rumput laut di wilayah Kecamatan Kuta Selatan diperoleh melalui metode snowball sampling yang digunakan dalam penelitian ini. Berdasarkan hasil penelusuran yang dilakukan, pedagang pengumpul yang terlibat dalam saluran tataniaga rumput laut 54
berjumlah dua orang. Kedua pedagang pengumpul tersebut berasal dari wilayah Desa Sawangan, Kecamatan Kuta Selatan. Para pedagang pengumpul ini selanjutnya akan memasarkan rumput laut kepada satu orang eksportir yang sama yang berada di wilayah Provinsi Bali. Selain pedagang pengumpul dan eksportir, terdapat pula peranan agen perantara yang mengirimkan produk rumput laut yang berasal dari wilayah Desa Kutuh ke pihak eksportir yang berada di Surabaya. Masing – masing individu dari lembaga tataniaga tersebut memiliki beberapa karakteristik yang dapat mempengaruhi kinerja serta kegiatan usaha yang dilakukan, data mengenai karakteristik individu dari responden lembaga tataniaga dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Karakteristik Individu dari Responden Lembaga Tataniaga Rumput Laut di wilayah Desa Kutuh dan Kelurahan Benoa, Kecamatan Kuta Selatan Lembaga Tataniaga Karakteristik
Pedagang
Agen
Pengumpul
Perantara
Orang
%
Orang
Eksportir
%
Orang
%
Umur ≤ 25 tahun
-
-
1
100
-
-
25 – 50 tahun
1
50
-
-
2
100
≥ 50 tahun
1
50
-
-
-
-
Tamat SD
1
50
-
-
-
-
Tamat SLTP
-
-
-
-
-
-
Tamat SLTA
1
50
1
100
-
-
Perguruan Tinggi
-
-
-
-
2
100
< 5 tahun
-
-
1
100
-
-
5 -10 tahun
2
100
-
-
2
100
Tingkat Pendidikan
Pengalaman Usaha
Pada Tabel 12 tersaji data yang menunjukkan tingkat pendidikan dari responden akan mempengaruhi tingkatan individu dari lembaga tataniaga dalam saluran tataniaga rumput laut. Berdasarkan wawancara yang dilakukan, pelaku
55
eksportir memiliki tingkat pendidikan paling tinggi dibandingkan pelaku lembaga pemasaran yang lain yaitu hingga jenjang perguruan tinggi. Selain itu, pengalaman usaha dari para pelaku lembaga pemasaran sudah tergolong lama yaitu berkisar pada 5 – 10 tahun kecuali pada agen perantara yang baru menggeluti usaha pengangkutan rumput laut selama kurang dari lima tahun. 5.4. Kelompok Tani Kelompok tani rumput laut yang berada di Desa Kutuh berperan dalam aktivitas budidaya dan pemasaran hasil panen rumput laut milik anggota. Peranan kelompok tani dalam aktivitas budidaya meliputi penyediaan sarana budidaya dan memberikan panduan teknis dalam pelaksanaan budidaya rumput laut. Salah satu kelompok tani rumput laut di Desa Kutuh yaitu Kelompok Tani Segara Amerta menjadi kelompok tani terbaik dan memperoleh penghargaan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan pada tahun 2010. Prestasi tersebut menjadikan aktivitas budidaya rumput laut di Desa Kutuh mendapatkan perhatian khusus seperti adanya bantuan untuk pembangunan pondok milik petani rumput laut. Salah satu keunggulan dari kelompok tani rumput laut di wilayah Desa Kutuh ini adalah adanya peranan kelompok tani dalam aktivitas tataniaga khususnya dalam memfasilitasi pemasaran hasil panen rumput laut kering milik petani. Kelompok tani memberikan persyaratan kualitas dari hasil panen rumput laut yang harus dipatuhi oleh masing – masing anggota. Persyaratan tersebut meliputi persyaratan kadar air, kebersihan hasil rumput laut yaitu tidak ada kotoran seperti organisme laut lain yang menempel dan tidak mengandung pasir karena berdasarkan hasil wawancara dengan pihak kelompok tani yang mengatakan bahwa pasir dapat mempengaruhi kualitas dalam penepungan. Peranan kelompok tani dalam aktivitas tataniaga dimulai dengan pencarian informasi harga jual rumput laut yang berlaku di sentra pembudidayaan rumput laut di seluruh Indonesia selanjutnya pihak pengurus kelompok akan menentukan kisaran harga yang akan ditawarkan kepada calon pembeli. Selanjutnya pengurus kelompok akan menentukan jadwal penjualan di tingkat kelompok tani yang biasa dilakukan setiap dua bulan sekali. Pihak pengurus akan mengumpulkan hasil panen rumput laut kering dari setiap anggota. Rumput laut kering yang dikumpulkan telah dikemas dalam karung dengan volume ± 100 kg per karung. 56
Pengemasan yang dilakukan merupakan salah satu persyaratan yang ditetapkan oleh pembeli. Hasil panen rumput laut kering selanjutnya akan dikumpulkan di balai kelompok. Pelayanan lain yang diberikan oleh kelompok tani kepada para anggota adalah bantuan permodalan dengan penetapan bunga sebesar 1 – 1,5 persen per tahun. Pengembalian terhadap pinjaman dari masing – masing anggota akan diperhitungkan pada saat waktu penjualan yang ditentukan. Kelompok tani juga menyediakan barang – barang kebutuhan sehari – hari seperti kebutuhan bahan pokok bagi para anggota. Fasilitas tersebut hanya diberikan kepada para anggota kelompok tani. Para petani rumput laut yang tidak tergabung dalam keanggotaan kelompok tani bisa melakukan penjualan melalui kelompok namun dengan pemberlakuan harga yang lebih rendah dibandingkan dengan anggota kelompok tani yaitu dengan pemotongan harga sebesar Rp 1.000,00 per kilogram rumput laut kering. 5.5. Budidaya Rumput Laut 5.5.1. Pemilihan Lokasi Budidaya Pemilihan lokasi yang tepat menjadi faktor utama dalam menentukan keberhasilan budidaya rumput laut. Hal ini dikarenakan pertumbuhan rumput laut sangat ditentukan oleh kondisi ekologi setempat, pertumbuhan rumput laut tentunya akan mempengaruhi tingkat produksi dan kualitas. Penentuan lokasi harus disesuaikan dengan metode budidaya yang akan digunakan. Pemilihan lokasi budidaya rumput laut perlu memperhatikan tiga faktor yang akan saling berkaitan dan berpengaruh satu sama lain, yaitu faktor ekologis, faktor kemudahan (aksesibilitas) dan faktor risiko (Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, 2009). 1) Faktor Ekologis Beberapa parameter terkait faktor ekologis yang perlu diperhatikan dalam kegiatan budidaya rumput laut antara lain : pergerakan air, kondisi dasar perairan, kedalaman, salinitas, kecerahan, pencemaran dan ketersedian bibit dan tenaga kerja yang terampil.
57
a) Pergerakan air Lokasi yang baik untuk budidaya rumput laut adalah lokasi perairan harus terlindung dari arus dan hempasan ombak yang terlalu kuat. Besarnya kecepatan arus yang ideal antara : 20 – 40 cm/detik. Indikator suatu lokasi yang memiliki arus yang baik adalah adanya tumbuhan karang lunak dan padang lamun yang bersih dari kotoran dan miring ke satu arah. Pergerakan air yang cukup akan membawa hara sebagai nutrisi yang cukup dan sekaligus mencuci kotoran yang menempel pada thallus, membantu pengudaraan, dan mencegah adanya fluktuasi suhu air yang besar. Suhu yang baik untuk pertumbuhan rumput laut berkisar 20 – 28 °C. b) Dasar perairan dan kedalaman air Dasar perairan yang terdiri atas pecahan – pecahan karang dan pasir kasar, dipandang baik untuk budidaya rumput laut Eucheuma cottonii. Kondisi dasar perairan yang demikian merupakan petunjuk adanya gerakan air yang baik. Lokasi budidaya yang baik untuk pengembangan usaha budidaya rumput laut Eucheuma cottonii adalah pada kedalaman 1 – 7 meter. Kedalaman air pada saat surut terendah minimal 0,40 meter. Hal yang perlu diperhatikan adalah pada kedalaman perairan tersebut sinar matahari masih dapat mencapai tanaman dan petani tetap dapat melakukan kegiatan poduksi seperti pemasangan sarana budidaya. c) Salinitas Eucheuma cottonii adalah rumput laut yang bersifat stenohaline. Organisme ini tidak tahan terhadap fluktuasi salinitas yang tinggi. Salinitas yang baik berkisar antara 28 – 35 ppt. Untuk memperoleh perairan dengan kondisi salinitas tersebut harus dihindari lokasi yang berdekatan dengan muara sungai. d) Kecerahan Cahaya matahari merupakan sumber energi dalam proses fotosintesis. Dalam proses fotosintesis terjadi pembentukan bahan organik yang diperlukan bagi pertumbuhan dan perkembangan yang normal. Kecerahan perairan berhubungan erat dengan penetrasi cahaya matahari.
58
Kecerahan perairan yang ideal adalah lebih dari satu meter. Air yang keruh (biasanya mengandung lumpur) dapat menghalangi tembusnya cahaya matahari di dalam air sehingga proses fotosintesis menjadi terganggu. Di samping itu kotoran dapat menutupi permukaan thallus, dan menyebabkan thallus tersebut membusuk dan patah. Secara keseluruhan
kondisi
ini
akan
mengganggu
pertumbuhan
dan
perkembangan rumput laut. e) Pencemaran Perairan yang telah tercemar oleh limbah rumah tangga, industri, maupun limbah kapal laut harus dihindari. Semua bahan cemaran dapat menghambat pertumbuhan rumput laut. f)
Ketersediaan bibit Bibit rumput laut yang baik harus tersedia baik kuantitas maupun kualitas secara kontinyu. Apabila di lokasi budidaya tidak tersedia bibit maka harus didatangkan dari lokasi lain.
g) Tenaga Kerja Tenaga kerja sebaiknya dipilih yang bertempat tinggal berdekatan dengan lokasi budidaya terutama petani/nelayan lokal. Penggunaan tenaga lokal dapat menghemat biaya produksi dan sekaligus membuka peluang/kesempatan kerja. 2) Faktor Kemudahan Pemilik usaha budidaya rumput laut biasanya memilih lokasi yang berdekatan dengan tempat tinggal sehingga kegiatan monitoring dan penjagaan keamanan dapat dilakukan dengan mudah. Jarak maksimum yang direkomendasikan adalah satu kilometer. Lokasi diharapkan berdekatan dengan sarana jalan, karena akan mempermudah dalam pengangkutan bahan, sarana budidaya, bibit, dan hasil panen. Hal tersebut akan mengurangi biaya pengangkutan. 3) Faktor Risiko a) Faktor Keterlindungan Untuk menghindari kerusakan fisik sarana budidaya dan tumbuhan rumput laut, maka diperlukan lokasi yang terlindung dari pengaruh angin
59
dan gelombang yang besar. Lokasi yang terlindung biasanya didapatkan di perairan teluk atau perairan terbuka tetapi terlindung (ada penghalang atau pulau di depannya) b) Faktor keamanan Masalah pencurian dan perbuatan sabotase mungkin dapat terjadi, sehingga upaya pengamanan baik secara individual maupun bersama – sama harus dilakukan. Beberapa pemilik usaha berupaya menjalin hubungan baik dengan masyarakat sekitar juga harus dilakukan. c) Faktor Sosial Beberapa kegiatan perikanan (kegiatan penangkapan ikan, pengumpul ikan hias) dan kegiatan non perikanan (pariwisata, perhubungan laut, industri, taman nasional laut) dapat berpengaruh negatif terhadap aktivitas usaha rumput laut. 5.5.2. Pembibitan Bibit sebaiknya dipilih dari tanaman yang masih segar yang dapat diperoleh dari tanaman rumput laut yang tumbuh secara alami maupun dari tanaman budidaya. Penyediaan bibit harus tepat waktu yaitu segera setelah kontruksi rakit budidaya terpasang. Bibit yang digunakan berupa stek harus sehat, masih muda dan banyak cabang. Dalam penyediaan bibit sebaiknya diseleksi bibit yang baik dari hasil panen dengan ciri – ciri : a) Bercabang banyak, rimbun dan runcing, b) Tidak terdapat bercak dan terkelupas, c) Warna spesifik (cerah), d) Thallus tidak berlendir dan layu, e) Bagian thallus transparan dan berpigmen, f)
Bau alami,
g) Bebas dari penyakit dan lumut efifit h) Umur 25 – 35 hari. i)
Berat bibit yang ditanam adalah antara 50 – 100 g/rumpun. Selain pemilihan kriteria yang baik dalam penggunaan bibit pada kegiatan
budidaya rumput laut, hal lain yang harus diperhatikan terkait dengan penanganan 60
bibit adalah dalam transportasi dan cara pengepakan bibit. Hal – hal yang harus diperhatikan dalam transportasi bibit antara lain adalah : •
Bibit harus tetap dalam keadaan basah/lembab selama dalam perjalanan
•
Tidak terkena air tawar
•
Tidak terkena minyak atau kotoran – kotoran lain
•
Jauh dari sumber panas (seperti mesin kendaraan)
•
Tidak terkena sinar matahari
Sementara itu, dalam pengepakan bibit rumput laut, adapun tata cara yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut : •
Karung plastik lebar sesuai dengan potongan – potongan bibit yang akan dibawa
•
Bibit rumput laut dimasukkan ke dalam karung plastik tanpa dipadatkan supaya bibit tidak rusak, mulut kantong kemudian diikat.
•
Bagian atas kantong dilubangi dengan diameter sekitar 1 cm untuk sirkulasi udara. Setelah sampai di tujuan, bibit harus segera dibuka dan direndam dalam air laut yang diberi aerasi kemudian diseleksi selanjutnya siap dilakukan penanaman. Dalam penyediaan bibit rumput laut, perlu diperhatikan kualitas dan
kontinyuitas bibit. Sebaiknya bibit yang digunakan untuk budidaya adalah bibit yang berasal dari kebun bibit rumput laut yang berumur antara 25 – 35 hari. Namun pada kenyataannya masyarakat pembudidaya belum memahami dengan baik kegunaan dan keuntungan dari kebun bibit rumput laut tersebut, sehingga jumlah pembudidaya yang memiliki kebun bibit sendiri masih sedikit. Kebun bibit rumput laut merupakan unit budidaya rumput laut yang produksinya diperuntukkan sebagai penghasil bibit bukan untuk produk rumput laut kering. Tujuannya adalah untuk menghasilkan bibit dengan kualitas yang baik dan adaptif. Sebagai acuan dalam pembuatan kebun bibit rumput laut telah diterbitkan Standar Operasional Prosedur Kebun Bibit rumput laut. 5.5.3. Metode Lepas Dasar Metode ini ideal untuk dilakukan pada perairan yang dasarnya berpasir atau pasir berlumpur. Hal ini penting untuk memudahkan penancapan
61
patok/pancang. Metode lepas dasar merupakan metode budidaya rumput laut yang diterapkan di wilayah perairan di Kecamatan Kuta Selatan. Penancapan patok akan sulit dilakukan bila dasar perairan terdiri dari batu karang. Patok terbuat dari kayu yang kuat dengan (diameter sekitar 10 cm sepanjang 1 m) yang salah satu ujungnya diruncingi. Jarak antar patok sekitar 2,5 m. Setiap patok dipasang berjajar dan dihubungkan dengan tali ris utama polyethylen (PE) berdiameter 8 mm. Jarak antara tali ris rentang sekitar 20 cm. Tali ris rentang yang telah berisi ikatan tanaman direntangkan pada tali ris utama dan posisi tanaman budidaya berada sekitar 30 cm di atas dasar perairan (perkirakan pada saat surut terendah masih tetap terendam air). Luasan yang ideal untuk mengaplikasikan metode lepas dasar biasanya seluas 100 m x 5 m. Luasan ini membutuhkan bahan – bahan sebanyak ; •
Patok kayu : panjang 1 m (diameter 10 cm) sebanyak 275 buah
•
Tali ris rentang : bahan PE (diameter 4 – 5 mm) sebanyak 10 kg
•
Tali ris utama : bahan PE (diameter 8 mm) sebanyak 15 kg
•
Tali PE (diameter 1 – 2 mm) sebanyak 1 kg
•
Bibit rumput laut sebanyak 1.000 kg (ukuran bibit biasanya 50 – 100 g/titik)
5.5.4. Budidaya Rumput Laut di Desa Kutuh dan Kelurahan Benoa Kegiatan budidaya rumput laut di wilayah Desa Kutuh dan Kelurahan Benoa dilakukan di wilayah lepas pantai yang berbatasan langsung dengan Samudera Hindia. Aktivitas budidaya rumput laut di kedua wilayah telah dikelola dengan membentuk kelompok tani masing – masing berjumlah empat kelompok tani di wilayah Pantai Kutuh, Desa Kutuh, dan satu kelompok tani di wilayah Pantai Geger, Kelurahan Benoa. Lokasi pembudidayaan rumput laut di wilayah Pantai Geger sudah mulai berkurang karena adanya proyek pembangunan hotel di sekitar pantai dan sebagian wilayah pantai ditujukan sebagai obyek wisata. Metode yang digunakan oleh petani dalam melakukan budidaya rumput laut baik di Pantai Kutuh maupun Pantai Geger adalah dengan menggunakan metode lepas dasar. Hal ini mengingat kedua wilayah pantai tersebut merupakan perairan yang memiliki kondisi dasar perairan yang berpasir. Penanaman rumput laut di kedua lokasi budidaya menggunakan alat berupa tali polyethylen yang
62
dibentangkan sepanjang 2,5 – 3 m, yang di sepanjang tal tersebut diikatkan diikatkan tali rafia dengan jarak di setiap ikatan sebesar 10 – 15 cm yang berfungsi untuk mengikat bibit rumput laut. Bibit yang digunakan oleh para petani rumput laut di lokasi penelitian, pada umumnya diperoleh dari sebagian hasil panen yang selanjutnya dibudidayakan kembali. Di wilayah Pantai Kutuh sendiri sempat diwacanakan untuk menciptakan areal khusus bagi kebun bibit rumput laut guna menciptakan keberlangsungan dalam penyediaan bibit. Namun hal ini belum dapat terealisasi mengingat areal yang dibutuhkan adalah areal yang bebas dari serangan penyakit tanaman pada rumput laut seperti penyakit ice – ice.
63