35
4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1 Keadaan Umum Kota Jakarta Utara 4.1.1 Letak geografis dan topografi Jakarta Utara Muara Angke berada di wilayah Jakarta Utara. Wilayah DKI Jakarta terbagi menjadi lima kotamadya, yaitu Jakarta utara, Jakarta Selatan, Jakarta Pusat, Jakarta Barat dan Jakarta Timur. Posisi Jakarta Utara terletak pada 6º 25’ LS dan 106º 5’ BT (Malik, 2006). Jakarta Utara membentang dari barat ke timur sepanjang kurang lebih 35 km menjorok ke darat antara 4 sampai 10 km (Gambar 1). Ketinggian dari permukaan laut antara 0 sampai 2 meter, dari tempat tertentu ada yang di bawah permukaan laut yang sebagian besar terdiri dari rawa-rawa atau empang air payau. Wilayah Jakarta Utara beriklim panas dengan suhu ratarata 27º C, curah hujan setiap tahunnya rata-rata 142,54 mm dengan maksimal hujan pada bulan September. Jakarta Utara berbatasan wilayah dengan: Sebelah Utara
: Laut Jawa
Sebelah Selatan
: Kab. Dati II Tangerang, Jakarta Pusat dan Jakarta Timur
Sebelah Barat
: Kab. Dati II Tangerang dan Jakarta Pusat
Sebelah Timur
: Kab. Dati II Bekasi dan Jakarta Timur
Luas tanah daratan di kota Jakarta Utara 139,56 km², dirinci berdasarkan penggunaannya 52,7% untuk perumahan, 15,3% untuk areal industri, 10,4% digunakan sebagai perkantoran dan pergudangan dan sisanya merupakan lahan pertanian, lahan kosong dan lahan lainnya (BPS, 2008).
4.1.2 Penduduk kota Jakarta Utara Jumlah penduduk Jakarta Utara pada tahun 2007 sebanyak 1.180.967 jiwa yang terdiri dari 51,2% laki-laki dan 48,8% perempuan. Berdasarkan data yang ada diketahui bahwa jumlah nelayan di Jakarta Utara pada tahun 2007 adalah 19.234 orang yang tersebar di beberapa wilayah. Nelayan tersebut tersebar di wilayah pesisir yaitu, kelurahan Kamal Muara, Kelurahan Pluit, Kelurahan Pademangan, Kelurahan Tanjung Priuk, Kelurahan Lagoa, Kelurahan Kalibaru, Kelurahan Cilincing dan Kelurahan Marunda.
Selain nelayan juga terdapat
pengolah, pedagang ikan, pembudidaya ikan hias maupun pelaku ekonomi di
36
sektor perikanan banyak terdapat di Jakarta Utara (BPS, 2008). Jumlah penduduk di Muara Angke sebesar 139 orang pada tahun 2007 (Laporan Kependudukan RW 11, 2008).
4.1.3 Kondisi perikanan tangkap kota Jakarta Utara 1) Unit penangkapan ikan (1) Armada penangkapan dan alat Usaha penangkapan ikan yang dilakukan oleh nelayan
Jakarta Utara
menggunakan jaring payang, pukat cincin, jaring rampus, gillnet, bagan, bubu, dan pancing. Alat tangkap jaring payang, pukat cincin, jaring rampus, bubu dan pancing banyak dioperasikan oleh nelayan Muara Angke, sedangkan alat tangkap gillnet dan pancing tuna longline banyak dioperasikan oleh nelayan Muara Baru. Armada penangkapan ikan yang digunakan nelayan Jakarta Utara yaitu perahu tanpa motor, perahu dengan motor dan kapal motor. Armada penangkapan ikan yang banyak digunakan nelayan Jakarta Utara, yaitu kapal motor yang berukuran 10-20 GT dan yang paling sedikit digunakan yaitu kapal motor berukuran 30-50 GT.
Pada tahun 2004 jumlah armada mengalami kenaikan
sebesar 2,21 %, kemudian menurun pada tahun 2005 sebesar 9,9%. Pada tahun 2007 jumlah armada kembali meningkat dari tahun sebelumnya sebesar 1,9% (Tabel 6).
Tabel 6 Komposisi armada penangkapan Jakarta Utara 2003-2007 Jenis Armada Motor Tempel (Unit) Perahu Tanpa Motor (Unit) 0-5 GT 5-10 GT 10-20 GT 20-30 GT 30-50 GT > 50 GT Jumlah
2003 958
2004 909
Tahun 2005 810
2006 729
2007 765
562
685
617
554
431
406 1.209 554 379 39 653 3.240 4.523
430 1.276 659 354 34 760 3.413 4.609
439 502 451 1.481 1.492 1.343 Kapal Motor 679 683 615 (Unit) 462 467 421 57 49 45 823 795 726 3.941 3.988 3.601 Jumlah Armada 5.461 5.582 5.028 Sumber: Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Jakarta Utara, (2008)
37
4500 4000 Jumlah Armada
3500 3000 Perahu Tanpa Motor
2500
Motor Tempel
2000
Kapal Motor
1500 1000 500 0 2003
2004
2005
2006
2007
Tahun Sumber: Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Jakarta Utara, (2008)
Gambar 3 Komposisi armada penangkapan Jakarta Utara, 2003-2007. Jumlah armada terbanyak terjadi pada tahun 2004 yaitu 5.582 unit yang terdiri atas 3.988 unit kapal motor, 685 unit kapal motor dan 909 motor tempel. Jumlah armada terendah adalah pada tahun 2006 yaitu 4.523 unit yang terdiri atas 3.240 unit kapal motor, 554 unit perahu tanpa motor dan 729 unit motor tempel (Gambar 3).
(2) Nelayan Kegiatan penangkapan ikan tidak akan dapat berjalan dengan baik apabila tidak dilengkapi dengan unit penangkapan ikan yang terdiri dari nelayan, alat tangkap dan kapal perikanan. Nelayan adalah orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan. Oleh karena itu, nelayan merupakan salah satu komponen yang berperan penting dalam suatu operasi penangkapan ikan. Nelayan merupakan salah satu unsur yang terlibat langsung dalam kegiatan penangkapan ikan. Jumlah nelayan yang melakukan kegiatan penangkapan di wilayah Jakarta Utara pada tahun 2007 sebanyak 19.234 jiwa. Jumlah tersebut dapat ditinjau dari status kependudukan maupun status kepemilikannya. Jika ditinjau dari status
38
kependudukannya nelayan terbagi atas 12.027 jiwa nelayan setempat dan 7.207 nelayan pendatang. Apabila ditinjau dari status kepemilikan usaha maka nelayan terbagi atas 4.103 orang nelayan pemilik dan 15.131 orang nelayan pekerja (Tabel 7).
Tabel 7 Jumlah nelayan Jakarta Utara 2003-2007 Status Nelayan Nelayan penetap (Orang) Nelayan pendatang (Orang) Jumlah nelayan (Orang)
Pemilik Pekerja Jumlah Pemilik Pekerja Jumlah Pemilik Pekerja Jumlah
2003 3.335 12.389 15.724 2.335 8.542 10.877 5.670 20.931 26.601
2004 3.473 12.953 16.426 2.241 7.632 9.873 5.714 20.585 26.299
Tahun 2005 3.140 11.877 15.017 2.028 6.875 8.903 5.168 18.752 23.920
2006 2.826 10.690 13.516 1.827 6.191 8.018 4.653 16.881 21.534
2007 2.441 9.586 12.027 1.662 5.545 7.207 4.103 15.131 19.234
Sumber: Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Jakarta Utara, (2008)
Sejak tahun 2003 hingga 2007 jumlah nelayan di Jakarta Utara mengalami penurunan (Tabel 7). Hal ini terlihat dari jumlah nelayan yang terus menurun setiap tahunnya. Perkembangan jumlah armada dan nelayan yang cenderung menurun dikarenakan beberapa hal : 1) Makin jauhnya daerah penangkapan ikan (fishing ground) menyebabkan biaya operasional lebih mahal sehingga sebagian nelayan tidak sanggup membiayainya; 2) Naiknya harga bahan bakar minyak menyebabkan biaya operasional menjadi lebih mahal sehingga sebagian nelayan beralih profesi seperti menjadi pedagang, supir, buruh pabrik dan tukang ojek; 3) Mahalnya biaya perawatan sehingga banyak kapal yang rusak tidak dapat beroperasi; 4) Semakin sulitnya hidup di Jakarta dan banyak tempat tinggal mereka yang ditertibkan maka sebagian nelayan kembali ke daerah masing-masing; dan 5) Beralihnya fungsi kapal ikan menjadi kapal transportasi umum seperti kapal barang dan kapal penumpang.
39
2) Produksi Hasil Tangkapan Jumlah produksi ikan di Jakarta Utara pada tahun 2007 sebanyak 31.763.259 kg.
Ikan yang didaratkan di Jakarta Utara berasal dari enam
pelabuhan yaitu Muara Baru, Muara Angke, Pasar Ikan, Muara Kamal, Cilincing dan Kali Baru.
Muara Angke merupakan penyumbang terbesar produksi
perikanan Jakarta Utara sebesar 17.111.109 kg; disusul dengan Muara Baru sebesar 12.617.266 kg (Tabel 8). Data produksi tersebut mencakup ikan yang didaratkan di dermaga pendaratan ikan dan ikan kiriman dari luar daerah.
Tabel 8 Jumlah produksi perikanan Jakarta Utara Tahun 2003 2004 2005 2006 Muara Angke (kg) 12.209.027 11.779.785 9.728.239 17.582.561 PPI Pasar Ikan (kg) 763.685 743.190 638.050 688.221 Muara Baru (kg) 10.810.332 10.037.361 5.695.237 6.296.445 Kamal Muara (kg) 529.550 577.370 589.370 529.920 TPI Cilincing (kg) 422.765 318.296 341.386 Kali Baru (kg) 240.575 326.715 326.801 424.144 Jumlah 24.553.169 23.887.186 17.295.993 25.862.677 Sumber: Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Propinsi DKI Jakarta, (2008) Lokasi
2007 17.111.109 722.305 12.617.266 521.280 263.959 527.240 31.763.259
Produksi perikanan Jakarta Utara tahun 2003 hingga 2007 mengalami fluktuasi. Pada tahun 2004 jumlah produksi perikanan menurun sebesar 2,7% dan meningkat kembali pada tahun 2006 sebesar 49,5% dari tahun 2005 (Tabel 8).
3) Daerah Penangkapan Ikan Daerah tujuan penangkapan ikan bagi nelayan-nelayan Jakarta Utara adalah: Bangka Belitung, perairan timur Sumatera, Selat Karimata, Laut Jawa, perairan Kalimantan Barat, Kepulauan Natuna, Teluk Jakarta, perairan Karawang, perairan Papua dan perairan Karimun Jawa. Jenis-jenis ikan yang tertangkap oleh nelayan Jakarta Utara dari berbagai daerah diantaranya adalah cumi-cumi, sotong, udang, pari, kembung, tongkol, tuna, cucut, manyung, tenggiri, kakap, kerapu, bawal dan lain-lain (Dinas Perikanan DKI Jakarta, 2004 diacu dalam Malik, 2006). Daerah tujuan penangkapan ikan yang jauh, tanpa penanganan ikan yang baik selama di atas kapal akan mengakibatkan turunnya kualitas ikan hasil
40
tangkapan. Daerah penangkapan ikan bisa dipengaruhi oleh musim penangkapan ikan.
4.2 Keadaan Umum Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Muara Angke 4.2.1 Letak geografis dan topografi PPI Muara Angke Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Muara Angke mempunyai luas ± 65 ha yang terletak di daerah Muara Angke. Secara administratif terletak di Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Kota Jakarta Utara.
Kawasan Muara Angke
berbatasan dengan: Sebelah Utara
: Laut Jawa
Sebelah Selatan
: Kali Angke
Sebelah Timur
: Jalan Pluit
Sebelah Barat
: Kali Angke
Lahan seluas 65 ha dimanfaatkan untuk perumahan nelayan; tambak uji coba budidaya air payau (Gambar 4); bangunan pangkalan pendaratan ikan serta fasilitas penunjangnya; hutan bakau; tempat pengolahan ikan tradisional; docking kapal; lahan kosong; terminal; dan lapangan sepak bola (UPT PKPP Muara Angke, 2006). Sejak tahun 1976 secara keseluruhan kawasan ini dipersiapkan untuk menampung kegiatan perikanan yang selama ini tersebar di beberapa lokasi seperti Kamal Muara, Kali Baru, Cilincing dan Kali Adem. Untuk memudahkan sekaligus lebih mengintesifkan pembinaan kepada masyarakat nelayan dibuatlah sebuah desa nelayan dilengkapi dengan sarana penunjangnya. Rencana tersebut dapat terwujud apabila Pemerintah Propinsi DKI Jakarta secara bertahap terus melaksanakan pembangunan dengan memanfaatkan dana baik yang bersumber dari APBD, APBN
maupun melibatkan sektor swasta.
Pada tahun 1977,
Pemerintah Propinsi DKI Jakarta menetapkan kawasan ini sebagai Pangkalan Pendaratan Ikan dan Pusat Pembinaan Kegiatan Perikanan di DKI Jakarta (UPT PKPP Muara Angke, 2006).
41
Sumber: www.maps.google.com, diolah kembali
Gambar 4 Lay out Pangkalan Pendaratan Ikan Muara Angke. 4.2.2 Pengelolaan PPI Muara Angke 1) Tugas UPT, PKPP dan PPI Muara Angke Unit Pengelola Kawasan Pelabuhan Perikanan dan Pangkalan Pendaratan Ikan merupakan Unit Pelaksana teknis Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Provinsi DKI Jakarta di bidang pengelolaan kawasan pelabuhan perikanan dan pangkalan pendaratan ikan. Sesuai dengan surat keputusan Gubernur Propinsi DKI Jakarta Nomor 105 Tahun 2002 UPT. Pengelola Kawasan Pelabuhan Perikanan dan Pangkalan Pendaratan Ikan mempunyai Tugas dan fungsi sebagai berikut: Tugas: - Mengatur, mengelola dan memelihara fasilitas pelabuhan perikanan, pelelangan ikan dan pangkalan pendaratan ikan beserta sarana penunjangnya (Lampiran 5). - Mengelola pemukiman nelayan beserta fasilitas kelengkapannya. - Menyelenggarakan keamanan dan ketertiban lingkungan kawasan pelabuhan perikanan dan pangkalan pendaratan ikan.
42
Fungsi: - Menyusun program dan rencana kegiatan operasional. - Perencanaan, pemeliharaan, pengembangan dan rehabilitasi dermaga dan pelabuhan. - Penertiban rekomendasi izin kapal perikanan yang masuk dan keluar Pelabuhan Perikanan dan Pangkalan Pendaratan Ikan dari aspek kegiatan perikanan. - Pelayanan tambat labuh dan bongkar muat kapal ikan (Lampiran 6). - Penyediaan fasilitas penyelenggaraan pelelangan ikan dan penyewaan fasilitas penunjang lainnya. - Pengelolaan lahan yang diperuntukan bagi kegiatan usaha yang menunjang usaha perikanan. - Pengelolaan sarana fungsional, sarana penunjang dan pengusahaan barang dan atau pihak ketiga. - Pelayanan fasilitas sandar kapal, pasar grosir ikan, pasar pengecer, pengolahan ikan, pengepakan ikan gudang hasil perikanan dan usaha olahan ikan. - Pengkoordinasian kegiatan operasional instansi terkait yang melakukan aktivitas di pelabuhan perikanan dan pangkalan pendaratan ikan. - Penyelenggaraan keamanan, ketertiban dan kebersihan di Kawasan Pelabuhan Perikanan dan Pangkalan Pendaratan Ikan. - Pengelolaan pemukiman nelayan beserta fasilitas kelengkapannya - Pengelolaan urusan ketatausahaan.
4.2.3 Pasar Muara Angke Pasar di Muara Angke terdiri dari dua macam yaitu pasar grosir ikan dan tempat pengecer ikan. Pasar grosir merupakan salah satu sarana pasar rantai pemasaran hasil perikanan (Gambar 5). Di pasar grosir tersebut tersedia 870 unit lapak yang menampung 275 pedagang grosir. Aktifitas pasar grosir ini rata-rata dilakukan pada malam hari. Ikan yang diperdagangkan selain dari hasil lelang di Muara Angke dan Muara Baru juga didatangkan dari luar daerah seperti: Tuban,
43
Pekalongan, Tegal, Cilacap, Lampung dan lain-lain.
Dalam satu malam
perputaran perdagangan ikan di pasar grosir rata-rata mencapai 35 ton. Tempat pengecer ikan merupakan tempat yang dibangun dalam rangka memberikan pelayanan kepada masyarakat yang memerlukan ikan dalam jumlah kecil di Pangkalan Pendaratan Ikan Muara Angke. Luas pasar 1.260 m² dengan jumlah 150 lapak sedangkan jumlah pedagang pengecer 148 orang. Kegiatan di pasar pengecer ikan dalam satu minggu mencapai 500 kg/pedagang yang puncak keramaiannya biasanya terjadi pada hari Jumat, Sabtu dan Minggu. Semakin berkembangnya Muara Angke sebagai pusat pemasaran ikan di DKI Jakarta mengakibatkan bertambahnya pedagang ikan sehingga fasilitas lapak yang ada di pasar pengecer tidak mampu menampung para pedagang ikan.
Hal ini
menyebabkan banyak pedagang ikan yang berjualan di pinggir jalan. Selain pasar grosir dan tempat pengecer ikan yang terdapat di dalam PPI Muara Angke masih ada satu pasar lagi yang terletak di luar PPI Muara Angke yaitu pasar Muara Angke. Pasar ini lebih dekat dengan pemukiman penduduk Muara Angke sehingga konsumen lebih banyak membeli ikan di pasar Muara Angke dibandingkan di PPI Muara Angke. Pedagang ikan segar yang berjualan di pasar Muara Angke berjumlah 12 orang. Selain pedagang ikan segar di pasar Muara Angke juga terdapat pedagang ikan olahan, pedagang sayuran, penjual daging, penjual ayam dan lain-lain (Gambar 6).
Gambar 5 Pasar grosir ikan.
Gambar 6 Pasar Muara Angke.
44
4.2.4 Kondisi Perikanan Tangkap PPI Muara Angke 1) Armada penangkapan ikan di PPI Muara Angke Armada penangkapan ikan yang berbasis di PPI Muara Angke mencakup tiga jenis, yaitu perahu layar, motor tempel dan kapal motor. Perahu layar yang digunakan sebagai armada perikanan memiliki ukuran sedang sampai berukuran besar. Jumlah armada yang menggunakan perahu layar sangat sedikit karena perahu layar merupakan armada perikanan tradisional.
Perahu motor tempel
banyak digunakan oleh nelayan kelas menengah. Jumlah yang paling banyak digunakan adalah kapal motor. Armada kapal perikanan yang terdapat di PPI Muara Angke didominasi oleh jenis kapal motor yang berukuran antara 30 GT sampai di atas 50 GT. Kapal perikanan yang melakukan aktivitas tambat labuh kapal maupun bongkar muat di PPI Muara Angke terdiri atas kapal dengan ukuran ≤ 30 GT dan ≥ 30 GT. Ada dua jenis kapal yang beraktivitas di PPI Muara Angke yaitu kapal penangkap ikan dan kapal pengangkut. Jumlah kapal paling rendah terjadi pada tahun 2008 sebesar 3.849 kapal (Tabel 9).
Tabel 9 Rekap kapal tambat labuh baik kapal pengangkut maupun kapal penangkap ikan di PPI Muara Angke tahun 2003-2008 GT Jumlah Kapal ≤ 30 2003 4.884 4.111 2004 4.930 3.884 2005 5.210 3.873 2006 4.892 3.701 2007 4.303 3.662 2008 3.849 3.235 Sumber: UPT PKPP Muara Angke, (2009) Tahun
> 30 773 1.046 1.337 1.191 641 614
Jenis Kapal Pengangkut Penangkap Ikan 1.761 3.123 1.407 3.523 1.468 3.742 1.006 3.886 1.008 3.295 1.021 2.828
Jumlah kapal yang melakukan tambat labuh di PPI Muara Angke periode 2003-2008 mengalami penurunan, namun pernah mengalami peningkatan pada tahun 2005 (Gambar 7). Kapal-kapal ini terdiri atas kapal pengangkut sebesar 28,2% dan kapal penangkap ikan sebesar 71,8%. Berdasarkan ukurannya, kapalkapal ini terbagi menjadi kapal berukuran ≤ 30 GT sebanyak 74,3% dan kapal berukuran > 30 GT sebanyak 25,7% pada tahun 2005.
45
6000
4930
4892
Jumlah Kapal (Unit)
5000 4000
R² = 0.9 5210
4884
4303
3849
3000 2000 1000 0 2003
2004
2005
2006
2007
2008
Tahun
Gambar 7 Perkembangan jumlah kapal yang tambat labuh di PPI Muara Angke (2003-2008). Alat tangkap yang terdapat di PPI Muara Angke terdiri dari berbagai jenis. Jenis alat tangkap yang mendominasi antara lain bukoami, jaring cumi, pukat cincin, bubu, cantrang dan gillnet, sedangkan alat tangkap lainnya yang juga terdapat di PPI Muara Angke yaitu muroami, jaring rampus, payang, lampara, pancing dan liongbun. Alat tangkap yang paling banyak dioperasikan oleh nelayan tahun 2008 yang beraktivitas di PPI Muara Angke antara lain bukoami sebanyak 40,7% kemudian disusul oleh alat tangkap jaring cumi sebesar 21,6% selanjutnya pukat cincin sebesar 17,8% dan bubu sebesar 7,5%. Jenis alat tangkap lainnya seperti muroami, jaring rampus, payang, lampara pancing dan liongbun sebanyak 1,9%. Jumlah alat tangkap terbanyak yang dioperasikan terdapat pada tahun 2006, yaitu sebesar 3.886 alat dan terjadi penurunan pada tahun 2008 sebesar 4,8% dari tahun sebelumnya (UPT PKPP Muara Angke, 2009). Penurunan jumlah alat tangkap tersebut diduga karena banyak kapal yang berpindah tempat ke pelabuhan lain untuk membongkar hasil tangkapannya karena ketidakcocokan harga pada saat akan melelang hasil tangkapannya. Nelayan yang memanfaatkan PPI Muara Angke sebagai tempat tambat labuh maupun bongkar muat terbagi menjadi nelayan penetap dan nelayan
46
pendatang. Klasifikasi tersebut dapat terbagi lagi menjadi nelayan pekerja dan nelayan pemilik.
Tabel 10 Jumlah nelayan yang melakukan aktivitas bongkar muat dan sandar di PPI Muara Angke (2001-2003) Status Nelayan
2001 Pemilik 2.277 Pekerja 8.862 Jumlah 11.139 Nelayan pendatang Pemilik 1.324 (orang) Pekerja 11.478 Jumlah 12.802 Jumlah nelayan Pemilik 3.601 (orang) Pekerja 20.340 Jumlah 23.941 Sumber: UPT PKPP Muara Angke, (2006) Nelayan penetap (orang)
Tahun 2002 2.979 11.703 14.682 1.813 9.858 11.671 4.792 21.561 26.353
2003 1.873 790 2.663 1.690 9.140 10.837 9.147 4.353 13.500
Jumlah nelayan PPI Muara Angke pada tahun 2001 sampai tahun 2003 mengalami fluktuasi (Tabel 10). Pada tahun 2002 terjadi kenaikan tetapi pada tahun 2003 mengalami penurunan yang sangat drastis. Penurunan ini disebabkan karena daerah penangkapan ikan yang semakin jauh, naiknya harga bahan bakar minyak (BBM) dan mahalnya biaya perawatan kapal. Selain itu dapat dikatakan bahwa selama periode 2001-2003 jumlah nelayan terbanyak adalah nelayan penetap pekerja pada tahun 2002, yaitu sebanyak 11.703 orang. Sedangkan jumlah nelayan paling sedikit adalah nelayan penetap pekerja dimana pada tahun 2003 berjumlah 790 orang. Jika dibandingkan antara jumlah nelayan penetap dan pendatang, ternyata nelayan yang melakukan aktivitas bongkar muat dan sandar di PPI Muara Angke selama periode 20012003, yaitu lebih banyak nelayan pendatang karena pendapatan di daerahnya tidak mencukupi untuk menghidupi keluarganya sehari-hari. Hal tersebut disebabkan karena harga ikan yang dilelang di daerah tidak setinggi harga ikan yang dilelang di Jakarta, sehingga dapat mempengaruhi pendapatan nelayan yang bekerja di suatu daerah. Para nelayan dengan menggunakan armada penangkapan ikan yang berbasis di PPI Muara Angke melakukan operasi penangkapan ikan di daerah
47
Perairan Bangka Belitung dengan hasil tangkapan 8,6%; Perairan Timur Sumetera dengan hasil tangkapan 10,3%; Selat Karimata 13,4%; Laut Jawa 11,6%; Perairan Kalimantan Barat 5,6%; Kepulauan Natuna 2,8%; Teluk Jakarta dan Karawang 0,7% dan di Karimun Jawa dengan hasil tangkapan 1,4% (UPT PKPP Muara Angke, 2006).
2) Musim penangkapan Musim penangkapan ikan di Muara Angke terjadi sepanjang tahun. Hanya pada saat terang bulan tidak dilakukan penangkapan ikan. Menurut wawancara dengan beberapa nakhoda (kapten kapal) musim penangkapan ikan dibagi menjadi dua, yaitu musim barat terjadi pada bulan November – April, dan musim timur pada bulan April – November. Pada musim barat angin bertiup sangat kuat dan bergelombang besar. Keadaan demikian mengakibatkan banyak nelayan yang tidak mau turun ke laut karena risiko yang terlalu besar.
Nelayan banyak
menangkap ikan saat musim barat di daerah penangkapan di sekitar Teluk Jakarta dan perairan Karawang.
Pada musim timur angin bertiup tidak kuat dan
bergelombang tidak sekuat pada musim barat sehingga memungkinkan nelayan untuk meningkatkan operasi penangkapannya.
Daerah penangkapan yang
menjadi tujuan nelayan saat musim timur yaitu perairan Bangka Belitung, perairan timur Sumatera, perairan Indramayu, Cirebon, dan Semarang.
3) Produksi ikan Salah satu yang menjadi indikator perkembangan perikanan di suatu daerah adalah jumlah dan nilai produksi perikanan. Produksi hasil tangkapan yang didaratkan di PPI Muara Angke mengalami penurunan sebesar 19% pada tahun 2007 dan 25,2% pada tahun 2008 (Gambar 8). Penurunan jumlah produksi hasil tangkapan pada tahun tersebut karena jumlah kapal yang tambat labuh di PPI Muara Angke juga menurun (Tabel 9). Namun jumlah hasil tangkapan pada tahun 2006 meningkat sebesar 13,6% dari tahun 2005 (Tabel 11) walaupun jumlah kapal menurun. Peningkatan jumlah hasil tangkapan tersebut dapat dipengaruhi dari kinerja nelayan dan musim penangkapan.
48
Tabel 11 Jumlah dan nilai produksi perikanan di PPI Muara Angke 2004-2008 Tahun
Jumlah produksi (Ton)
Nilai (RP)
2004 8.189,19 2005 9.392,51 2006 10.675,82 2007 8.647,29 2008 6.464,71 Sumber : UPT PKPP Muara Angke, (2009)
33.311.092.549 34.539.811.192 35.539.811.192 31.274.813.740 28.972.929.810
12000 Jumlah Produksi (Ton)
9392,5 10000
8647,3 10675,8
8000 8189,2 R2 = 0,9
6000
6464,7 4000 2000 0 2004
2005
2006
2007
2008
Tahun
Gambar 8 Perkembangan jumlah produksi hasil tangkapan di PPI Muara Angke (2004-2008). Nilai produksi hasil tangkapan di PPI Muara Angke mencapai titik tertinggi pada tahun 2006, yaitu sebesar Rp 35.539.811.192,00. Penurunan nilai produksi hasil tangkapan mulai terjadi pada tahun 2007 sampai 2008 (Gambar 9).
49
35.539.811.192
Nilai produksi hasil tangkapan (Jutaan Rupiah)
40000 33.311.092.549
31.274.813.740
35000
R2 = 0,9
30000
34.539.811.192
25000
28.972.929.810
20000 15000 10000 5000 0 2004
2005
2006
2007
2008
Tahun
Gambar 9 Perkembangan nilai produksi hasil tangkapan di PPI Muara Angke (2004-2008). Dengan melihat jumlah dan nilai produksi, maka harga rata-rata hasil tangkapan tiap tahunnya dapat dihitung dengan cara membagi nilai produksi dengan jumlah produksinya. Dari gambar dapat dilihat bahwa rata-rata harga hasil tangkapan di PPI Muara Angke mengalami fluktuasi. Pada tahun 2005 dan 2006 terjadi penurunan rata-rata harga hasil tangkapan sebesar 9,6% dan 9,5%.. Rata-rata harga hasil tangkapan mengalami peningkatan kembali pada tahun 2007
R ata-rata harga hasil tangkapan (R p/kg)
sebesar 8,6% (Gambar 10).
5000.00 4500.00
R 2 = 0,9
4068
4000.00
4482
3329
3500.00
3677
3617
3000.00 2500.00 2000.00 1500.00 1000.00 500.00 0.00 2004
2005
2006
2007
2008
Tahun
Gambar 10 Perkembangan rata-rata harga hasil tangkapan.
50
Ikan yang didaratkan di PPI Muara Angke merupakan ikan yang berasal dari laut dan darat. Pasokan ikan dari darat biasanya berasal dari berbagai macam daerah biasanya disebut pos daerah (Gambar 11) seperti : Tuban dengan hasil tangkapan sebanyak 12,3%; Pekalongan 13,3%; Tegal 11,7%; Cilacap 10.5%; Labuan 11,1%; Bandung 8,4%; Bogor 6,5%; Lampung 12,5%; Indramayu 13,6% (UPT PKPP Muara Angke, 2009). Komposisi produksi hasil tangkapan yang banyak didaratkan pada tahun 2008 adalah ikan bloso, cakalang, cucut, cumicumi, kembung, pari, lemuru, tembang, tenggiri dan tongkol (UPT PKPP Muara Angke, 2009).
Gambar 11 Daerah pemasok ikan ke PPI Muara Angke. 51
.
52
4.3 Kondisi Umum Perikanan Pukat Cincin di PPI Muara Angke 4.3.1 Alat tangkap Bentuk umum jaring yang digunakan oleh nelayan pukat cincin di Muara Angke berdasarkan sampel penelitian mempunyai dimensi ukuran sebagai berikut: 1) Bahan Jaring: nilon 2) Dimensi utama jaring - Panjang
: 300-400 meter
- Tinggi
: 90-140 meter
- Mesh size
: 1 inci
3) Ukuran mesh size bagian bunt
: 0,5 inci
4) Bahan dan jumlah pelampung
: karet 1500 buah dengan jarak antar pelampung 15-20 cm
5) Bahan dan jumlah pemberat
: timah 1500 buah
6) Alat bantu penangkapan
: 30 lampu dengan kekuatan 1000 watt; 1 ancak @ 12 lampu dengan kekuatan 12 volt (Lampiran 7); dan rumpon daun kelapa.
Secara umum jaring pukat cincin terdiri dari sayap dan kantong (Lampiran 8). Tali temali yang ada pada jaring pukat cincin mencakup tali ris atas, tali ris bawah, tali pelampung, tali pemberat dan tali kolor (purse line). Seluruh tali yang ada menggunakan bahan PE (Poly Ethylene), kecuali tali kolor yang menggunakan bahan manila (Gambar 12). Pukat cincin memiliki ciri khusus yaitu terdapatnya tali kolor dengan bahan manila dan cincin yang terbuat dari besi dengan diameter lubang 10 cm berjumlah 120 cincin dengan jarak antar cincin 3 meter. Tali kolor dimasukkan ke dalam cincin, hal ini yang memungkinkan bagian bawah jaring dikerutkan pada saat operasi sehingga membentuk mangkuk dan mencegah ikan meloloskan diri.
53
Gambar 12 Tumpukan jaring pukat cincin di PPI Muara Angke.
4.3.2 Kapal pukat cincin Kapal adalah salah satu bagian dari satu unit penangkapan ikan. Jenis kapal pukat cincin Muara Angke adalah kapal motor. Berdasarkan sampel kapal pukat cincin di Muara Angke memiliki ukuran kapal 18 m x 5 m x 3,1 m (PxLxD) dan terbuat dari kayu. Ukuran GT kapal pukat cincin di Muara Angke berkisar 27-30 GT (Tabel 12).
Mesin yang digunakan untuk mengoperasikan kapal
bermerk Mitsubishi dengan kekuatan mesin sebesar 88 PK dan berbahan bakar solar. Jumlah palka yang dimiliki oleh setiap kapal berkisar 4-12 unit palka dengan kapasitas muatan per palka sebesar 2,5 ton (Gambar 13).
Tabel 12 Spesifikasi armada pukat cincin di PPI Muara Angke Nama Kapal Alam Jaya Sinar Harapan Citra Wijaya Putri 2
Badan Kapal Mesin Ukuran Panjang Lebar Dalam Kekuatan (GT) Merk (m) (m) (m) (PK) 27 18 5 6 Mitsubishi 88
Jumlah Palka (unit) 8
28
17,02
4,52
1,94
Hino
90
7
29
18,31
4,8
3,02
Mitsubishi
90
12
28
16,18
5,28
1,52
Mitsubishi
80
4
54
Gambar 13 Kapal Putri 2.
4.3.3 Nelayan Nelayan adalah orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan. Satu unit penangkapan dengan alat tangkap pukat cincin dioperasikan oleh beberapa nelayan yang umumnya berkisar antara 30-35 orang (Tabel 13). Armada penangkapan pukat cincin telah mengenal pembagian kerja dengan bagian sebagai berikut: 1) Nakhoda: 1 orang, biasanya orang yang dipercaya oleh pemilik kapal. Jabatan nakhoda mendapat bagian paling besar saat pembagian keuntungan; 2) Wakil nakhoda: bertugas menggantikan nakhoda saat nakhoda harus melakukan tugas lain; 3) Kepala Kamar Mesin: terdiri dari 2 orang yaitu KKM 1 dan KKM 2; 4) Koki/juru masak: 1 orang, bertugas menyiapkan makanan dan minuman awak kapal, koki bekerja di dapur yang terdapat di belakang ruang kemudi (wheel house); dan 5) ABK: sering disebut buruh penarik jaring, tugas utamanya adalah menarik jaring.
55
Tabel 13 Jumlah nelayan dan pembagian tugas pada 4 kapal pukat cincin di PPI Muara Angke No 1 2 3 4
Nama Kapal KM. Alam Jaya KM. Sinar Harapan KM. Citra Wijaya KM. Putri 2
Jumlah Nelayan (orang)
Nakhoda
Jumlah Petugas (orang) Wakil KKM Koki Nakhoda
ABK
35
1
1
2
2
29
30
1
1
2
2
24
35
1
1
2
3
28
34
1
1
2
2
28
4.3.4 Metode pengoperasian pukat cincin Berdasarkan wawancara dengan nakhoda, trip dilakukan pada saat gelap bulan dimana operasi penangkapan umumnya satu kali dalam sebulan. Proses penangkapan ikan dengan alat tangkap pukat cincin menggunakan sebuah kapal saat melepas dan menarik jaring (one boat system), yang dibagi dalam beberapa tahapan: persiapan (perbekalan), setting (melepas jaring) dan hauling (menarik jaring) (Gambar 14). Dalam satu hari nelayan melakukan dua kali setting, yaitu pukul 22.00-24.00 dan 04.00-06.00 Persiapan dilakukan sebelum berangkat menuju daerah penangkapan ikan. Persiapan itu antara lain mengisi bahan bakar solar pada mesin utama, mempersiapkan es (440 balok/44 ton), air tawar, perbekalan makanan, memeriksa mesin utama, gardan, lampu tembak, memperbaiki serta merapikan jaring. Kapal berangkat dari fishing base sekitar pukul 16.00-17.00 WIB. Saat hari mulai gelap, nelayan menurunkan rumpon sekaligus ancak untuk memikat ikan agar berkumpul di rumpon. Nelayan membiarkannya selama 3-4 jam menunggu sampai ikan terkumpul pada rumpon tersebut.
56
Sumber: Setiawan, (2006)
Gambar 14 Ilustrasi pengoperasian pukat cincin.
Setting dilakukan dengan penurunan jaring yang diawali dengan pelemparan pelampung tanda. Sebelum melakukan setting, posisi jaring dirapikan terlebih dahulu di atas kapal agar dapat diturunkan dengan baik. Kegiatan setting dilakukan di lambung kapal bagian kiri dengan arah putaran kapal berlawanan jarum jam sehingga kapal berada di luar area pelingkaran jaring pukat cincin. Penurunan jaring ditentukan oleh juru arus dengan mengamati keberadaan arus perairan. Hal ini mempengaruhi keberhasilan pelingkaran jaring, selain itu untuk membantu pelingkaran jaring dengan sempurna, kapal selalu memulai setting dengan menghadang arus (berlawanan). Selama proses pelingkaran jaring menggunakan sebuah kapal dengan kecepatan penuh, maka bagian jaring lainnya dilepas pula ke laut agar jaring membentuk lingkaran penuh dengan cepat sehingga diharapkan ikan tidak dapat meloloskan diri. Setelah jaring melingkar penuh, pelampung tanda sudah naik kembali ke atas kapal selanjutnya kedua ujung jaring diangkat ke kapal dan tali kolor dihubungkan ke gardan (winch) untuk ditarik dengan cepat oleh para juru gardan. Hal ini memungkinkan tali kolor akan menutup celah bagian bawah jaring hingga
57
bertemu kedua ujung sisi sayap, diharapkan ikan tidak dapat meloloskan diri ke arah vertikal. Penarikan badan jaring dilakukan oleh sejumlah ABK (dengan tangan) setelah tali kolor dan cincin berada di atas kapal. Hauling dilakukan hingga tertinggal bagian kantong (bunt) saja, dimana banyak ikan yang terkumpul di dalamnya. Pemindahan ikan dari bunt ke palka menggunakan serok jika hasil tangkapan cukup banyak. Namun jika hasil tangkapan relatif sedikit, maka jaring langsung diangkat semua ke atas kapal lalu hasil tangkapan tersebut dimasukkan ke dalam palka oleh ABK.
4.3.5 Penanganan, pengelolaan dan pemasaran Kapal-kapal pukat cincin di Muara Angke umumnya hanya membawa perbekalan es dan tidak membawa garam. Persediaan es secara utuh di atas kapal jumlahnya bervariasi yaitu sekitar 250-450 balok es. Es yang dipakai dalam palka sudah berbentuk es curah. Penanganan ikan menurut jenis maupun ukuran tidak dilakukan di atas kapal, sehingga tingkat kesegaran ikan berkurang. Penyortiran ikan dilakukan di PPI Muara Angke (Gambar 15).
Gambar 15 Kegiatan penyortiran ikan di atas dek kapal pukat cincin di PPI Muara Angke. Setelah penyortiran hasil tangkapan selesai, hasil tangkapan akan segera dibawa oleh palele (pelanggan/pedagang grosir) yang sudah bekerja sama dengan pemilik kapal. Kemudian hasil tangkapan dibawa oleh palele untuk dipasarkan lagi ke pedagang pengecer. Ikan ini dipasarkan ke pedagang pengecer di pasar Muara Angke; saat penelitian dilakukan jumlah pedagang ikan di pasar Muara Angke adalah 12 orang. Jumlah ikan yang dijual pedagang berkisar 20-50 kg per
58
hari. Jenis ikan yang dijual yaitu tongkol, kembung, selar bentong, lele, salem, bandeng, dan udang. Pedagang ikan di pasar Muara Angke membeli ikan yang untuk dijual di pasar grosir ikan Muara Angke. Penghasilan pedagang rata-rata berkisar Rp 500.000,00 – Rp 700.000,00 per hari. Pedagang ikan berjualan di pasar Muara Angke selama 2-5 tahun. Hasil tangkapan yang sering tertangkap oleh nelayan pukat cincin adalah ikan tongkol, cakalang, lemuru, kembung, tembang, layang, selar bentong, dan bawal hitam (Tabel 14). Umumnya ikan-ikan tersebut dipasarkan pada pasar lokal untuk dikonsumsi oleh masyarakat setempat.
Tabel 14 Jumlah hasil tangkapan pukat cincin Bulan April-Juli dan November 2008 (kg) Hasil Tangkapan pukat cincin Bawal hitam Selar bentong Kembung Tembang Tongkol Lemuru
April
Mei
Juni
Juli
2.447 5.012 1.740 12.913 1.255 -
5.868 9.010 12.584 25.108 2.178 -
364 2.853 1.489 20.829 587 3.800
1.258 1.440 2.177 1.478 -
Sumber: UPT PKPP Muara Angke, (2009)
November Jumlah 417 574 2.544 442 -
9.937 18.732 18.564 61.394 5.940 3.800