11
3 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
Keadaan Fisik Kawasan Letak, Luas dan Status Kawasan hutan Madapangga ditunjuk sebagai Taman Wisata Alam (TWA) berdasarkan SK Menhutbun No.418/Kpts-II/1999 tanggal 15 Juni 1999. Secara administrasi pemerintahan TWA Madapangga terletak di Desa Ndano Kecamatan Madapangga Kabupaten Bima. Berdasarkan wilayah kerja TWA Madapangga berada dibawah pengelolaan Seksi Konservasi Wilayah III Bima pada Balai Konservasi Sumber Daya Alam Nusa Tenggara Barat (Lampiran 1). TWA Madapangga telah ditata batas fungsi seluas 232 ha dengan panjang batas fungsi 2.76 km yang termasuk dalam Kelompok Hutan Toffo Rompu (RKT.65) dengan batas-batas sebagai berikut (BKSDA NTB 2008): a. Sebelah utara berbatasan dengan tegalan Desa Ndano Kecamatan Madapangga b. Sebelah selatan berbatasan dengan Hutan Lindung Sampalu c. Sebelah barat berbatasan dengan Madawau Kecamatan Madapangga d. Sebelah timur berbatasan dengan tegalan dan sawah Desa Ndano Kecamatan Madapangga Topografi Keadaan topografi kawasan TWA Madapangga pada umumnya berbukitbukit dengan kemiringan 15-40% terutama di bagian timur dan selatan. Tingkat kemiringan agak curam (15-25%) dengan luas ± 127 ha dan curam (25-40%) dengan luas ± 85 ha. Hanya sekitar ± 20 ha dari kawasan ini yang relatif datar yaitu pada lokasi sumber air yang berada di bagian utara jalan raya dan bagian timur kawasan yang berbatasan dengan sawah dan tegalan masyarakat. Kawasan TWA Madapangga dibelah oleh jalan raya Bima-Dompu dengan luas pada bagian utara ± 58 ha dan bagian selatan 174 ha dengan ketinggian bervariasi dari 200600 meter dpl (BKSDA NTB 2008). Geologi dan Tanah Struktur batuan yang terdapat di TWA Madapangga terdiri atas batuan endapan dan batuan gunung berapi atau vulcanic recent. Jenis tanah aluvial terdapat di sepanjang kawasan TWA Madapangga bagian utara jalan raya BimaDompu, sedangkan pada bagian selatan yang berbukit terjal di dominasi jenis mediteran (BKSDA NTB 2008).
12 Iklim Kawasan TWA Madapangga termasuk dalam tipe iklim E menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguson (1951). Berdasarkan data klimatologi dari BPS Kabupaten Bima tahun 2009 – 2011 diketahui suhu udara pada siang hari rata-rata 32.6C, sebaliknya pada malam hari rata-rata 26C. Suhu minimum rata-rata 24.8°C pada bulan Juli dan maksimum rata-rata 30.6°C pada bulan November. Curah hujan rata-rata 988.7 mm/tahun dengan jumlah hari hujan sebanyak 93 hari. Bulan basah terjadi pada bulan Desember – April, sedangkan bulan kering terjadi pada bulan Juni – September. Banyaknya hari hujan, curah hujan dan suhu harian di wilayah Kecamatan Madapangga pada tahun 2009 - 2011 disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Rata-rata hari hujan, curah hujan dan suhu harian di wilayah Kecamatan Madapangga Kabupaten Bima tahun 2009 – 2011 Bulan Hari hujan (hari) Curah hujan (mm) Suhu harian (C) Januari 16 166.3 27.5 Pebruari 13 165.7 27.3 Maret 14 113.3 27.7 April 11 114.0 28.5 Mei 4 47.7 25.9 Juni 0 0.0 25.5 Juli 1 7.0 24.8 Agustus 0 0.0 25.3 September 1 12.0 28.9 Oktober 5 53.0 29.8 November 6 58.0 30.6 Desember 14 175.7 29.5 Total 93 988.7 27.6 Sumber: BPS Kabupaten Bima tahun 2011.
Hidrologi Sumber air yang terdapat di TWA Madapangga memiliki debit air yang bervariasi antara musim kemarau dan musim hujan. Saat musim kemarau, terutama pada bulan September sampai Oktober debit air 100-150 liter/detik. Debit air pada puncak musim hujan yaitu bulan Februari sampai Maret dapat mencapai 390-393 liter/detik. Air yang berasal dari kawasan TWA Madapangga dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga maupun irigasi oleh masyarakat sekitar yaitu Desa Ndano, Monggo dan Dena. Selain itu, air dari kawasan tersebut juga digunakan sebagai sumber air minum oleh PDAM yang dialirkan ke wilayah Kecamatan Bolo. Kawasan TWA Madapangga memiliki peranan penting sebagai penyedia air bagi daerah disekitarnya sehingga perlu dijaga kelestariannya.
13 Pengelolaan Kawasan TWA Madapangga TWA Madapangga termasuk dalam Kawasan Pelestarian Alam (KPA) yaitu kawasan yang memiliki ciri khas tertentu yang mempunyai fungsi perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Pengelolaan TWA Madapangga dilakukan oleh Seksi Konservasi Wilayah III Bima pada Balai Konservasi Sumber Daya Alam Nusa Tenggara Barat. Pengelola kawasan TWA Madapangga terdiri atas 1 orang Pengendali Ekosistem Hutan (PEH), 2 orang Polisi Hutan (Polhut) dan 2 orang Pam Swakarsa. Fasilitas yang dibangun untuk menunjang pengelolaan yaitu 1 unit pondok kerja, demplot tanaman obat dan kebun pembibitan. Pola pemanfaatan kawasan TWA Madapangga ditujukan untuk kepentingan pariwisata dan rekreasi alam. Objek wisata yang menarik untuk dikunjungi pada kawasan tersebut adalah kolam pemandian dan gua persembunyian pada masa penjajahan Jepang yang dikenal dengan nama karombo nipo (Gambar 3). Gua tersebut merupakan salah satu objek wisata yang juga ramai dikunjungi oleh masyarakat. Selain itu di dalam kawasan tersebut juga terdapat sumber mata air yang jernih dan bersih serta panorama alam yang indah. Fasilitas penunjang yang terdapat dalam kawasan TWA Madapangga yaitu kolam renang, shelter, WC umum, mushola, tempat sampah dan jalan setapak untuk pengunjung yang memiliki hobi tracking. Fasilitas hotel maupun penginapan di sekitar TWA Madapangga belum ada. Pengunjung yang ingin lebih lama berkunjung dapat menginap di rumah masyarakat sekitar kawasan dengan membayar sewa sesuai kerelaan. Namun, apabila ingin penginapan yang lebih esklusif dapat ditemui di kota Bima dan Dompu.
a
b
Gambar 3 Kegiatan wisata di TWA Madapangga (a) kolam pemandian dan (b) gua karombo nipo. Adanya lokasi-lokasi tertentu dalam kawasan yang telah dimanfaatkan untuk tujuan wisata alam oleh pengunjung, maka penataan kawasan mengacu pada kondisi riil di lapangan untuk mengakomodir berbagai kepentingan. Oleh karena itu, pembagian blok di dalam kawasan TWA Madapangga dilakukan sesuai dengan fungsi masing-masing yang meliputi blok perlindungan, blok pemanfaatan intensif dan blok pemanfaatan terbatas.
14 Blok Perlindungan Blok perlindungan di TWA Madapangga dialokasikan seluas 134 ha yang berada pada lokasi antara Pal B.74 sampai dengan B.38. Blok ini memiliki potensi antara lain berupa sumber air, keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa serta panorama alam yang indah. Pertimbangan penetapan lokasi dan luas blok tersebut terutama untuk memberikan perlindungan fungsi hidrologi, perlindungan keseimbangan ekosistem, perlindungan tumbuhan dan satwa endemik/dilindungi. Kondisi areal pada blok ini memiliki kelerengan 25-40%, rawan erosi dan longsor. Penetapan blok perlindungan merupakan upaya konservasi dalam bentuk pengawetan sehingga tidak diperkenankan adanya kegiatan/aktifitas yang sifatnya eksploitatif. Aktifitas yang diperkenankan pada blok perlindungan yaitu kegiatan perlindungan dan pengamanan kawasan, inventarisasi potensi kawasan, penelitian dan pengembangan yang menunjang pelestarian potensi, pembinaan habitat dan populasi satwa (BKSDA NTB 2008). Blok Pemanfaatan Intensif Blok pemanfaatan intensif di TWA Madapangga dialokasikan seluas 37 ha yang berada antara Pal B.55 sampai B.74. Kondisi areal pada blok ini relatif datar dengan kemiringan < 20% dan banyak terdapat sumber air. Blok pemanfaatan intensif berada pada bagian utara jalan raya Dompu-Bima dan sebagian kecil lokasi yang berada di sebelah selatan jalan raya Dompu-Bima. Pertimbangan lokasi karena secara geografis relatif datar serta pada lokasi tersebut sudah dibangun sarana prasarana penunjang wisata. Sumber air pada blok tersebut dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, irigasi maupun objek wisata/rekreasi. Potensi pada blok pemanfaatan intensif berupa sumber air, flora, fauna, lokasi untuk camping ground serta pemandian (kolam renang) (BKSDA NTB 2008). Blok Pemanfaatan Terbatas Blok pemanfaatan terbatas diperuntukkan bagi pengembangan kawasan terutama untuk penelitian, kegiatan penunjang budidaya serta untuk mengantisipasi perkembangan kepariwisataan di Kabupaten Bima. Blok ini memiliki luas 61 ha yang berada antara Pal B.38 sampai B.55. Pertimbangan lokasi karena relatif terjal, sehingga aktifitas yang dilakukan terbatas. Blok ini juga berfungsi sebagai daerah penghubung antara blok perlindungan dan blok pemanfaatan sehingga jika terjadi degradasi pada blok pemanfaatan tidak langsung berimbas pada blok perlindungan. Aktifitas yang dapat dilakukan di dalam blok pengembangan seperti wisata terbatas baik untuk tracking maupun penelitian dan pendidikan. Blok pemanfaatan terbatas lebih ditekankan sebagai areal rehabilitasi kawasan dan lokasi cadangan untuk kegiatan wisata (BKSDA NTB 2008).
15 Potensi Biotik dan Abiotik Potensi Flora dan Fauna Kawasan TWA Madapangga memiliki potensi flora yaitu pada bagian selatan kawasan didominasi oleh jenis P.javanicum, S.oleosa, Schoutenia ovate dan F.benjamina. Bagian utara didominasi oleh jenis P.javanicum, T.indica, S.mahagoni, Terminalia catappa, S.ovata serta jenis pohon endemik yaitu S.ligustrina yang memiliki khasiat sebagai obat malaria. Selain jenis S.ligustrina terdapat jenis lain yang dapat digunakan sebagai obat yaitu A.scholaris, A.spectabilis dan Z.mauritiana (BKSDA NTB 2008). Kawasan TWA Madapangga memiliki potensi fauna diantaranya adalah elang (Haliastur indus Boddaert 1783), koakiau (Philemon buceroides Swainson 1838)) dan burung hantu (Otus magicus Muller 1841), ayam hutan (Gallus varius Shaw 1798), tekukur (Streptopelia chinensis Scopoli 1768), bubut hutan (Centropus rectunguis Strickland 1846). Jenis mamalia yang ditemukan yaitu babi hutan (Sus scrofa Linnaeus 1758) dan kera abu-abu (Macaca fascicularis Raffles 1821). Selain itu juga ditemukan berbagai jenis kupu-kupu (lebih dari 20 jenis) baik yang dilindungi maupun yang tidak dilindungi (BKSDA NTB 2008). Potensi Ekosistem Kawasan TWA Madapangga merupakan tipe ekosistem hutan dataran rendah yang dicirikan dengan topografi yang bergelombang serta jenis flora khas yang ada di dalamnya. Kondisi kawasan ini masih relatif baik dengan keanekaragaman hayati yang dimilikinya. Potensi ekosistem yang menonjol adalah sebagai kawasan penyedia air bagi lingkungan sekitarnya serta panorama alam yang indah. Potensi tersebut dimanfaatkan juga sebagai objek wisata berupa kolam pemandian dan rekreasi alam. Keberadaan kawasan ini perlu dilindungi dan dipertahankan kondisi alaminya agar dapat memberikan manfaat bagi kesejahteraan masyarakat sekitar, menjaga ketersediaan sumber air dan kondisi lingkungan. (BKSDA NTB 2008). Potensi Habitat Kawasan TWA Madapangga merupakan tempat tumbuh bagi jenis-jenis tumbuhan, termasuk jenis endemik S.ligustrina yang berkhasiat sebagai obat malaria dan jenis yang mampu menyerap air seperti ficus sp. Selain itu kawasan ini berfungsi sebagai habitat M.fascicularis, kupu-kupu dan berbagai jenis burung terutama pada lokasi bagian barat. Berdasarkan potensi dan kondisi alam kawasan TWA Madapangga tersebut dapat memudahkan bagi pengelola untuk membuat batasan blok secara alami yang dikukuhkan dengan batas buatan. Keberadaan kawasan TWA Madapangga sebagai habitat dari berbagai jenis tumbuhan dan satwa sangat penting dijaga keaslian dan kelestariannya, agar terus memberikan manfaat baik langsung maupun tidak langsung bagi kesejahteraan masyarakat (BKSDA NTB 2008).
16 Potensi Wisata Kawasan TWA Madapangga memiliki obyek-obyek wisata yang potensial untuk dikembangkan sebagai obyek rekreasi bagi wisatawan baik mancanegara maupun lokal. Kawasan tersebut telah lama dikenal oleh masyarakat Bima dan Dompu sebagai tempat untuk berkemping bagi pelajar/pencinta alam. Kawasan TWA Madapangga memiliki panorama alam yang indah dan masih alami serta sungai dengan air yang sangat jernih dan bersih. Air sungai berasal dari mata air dalam kawasan tersebut yang juga digunakan sebagai irigasi dan objek wisata berupa kolam renang. Objek wisata di TWA Madapangga ramai dikunjungi masyarakat terutama pada hari libur dan hari besar keagamaan seperti Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha. Jumlah pengunjung selama tiga tahun terakhir tercatat sekitar 5000 orang (BKSDA NTB 2010). Aksesibilitas Kawasan TWA Madapangga mudah dicapai karena lokasinya yang berada disamping jalan raya utama Bima-Dompu. Lokasi TWA Madapangga dapat dicapai dari kota Bima sejauh 50 km dan 12 km dari kota Dompu. Rute perjalanan untuk mencapai kawasan tersebut dari kota Mataram dapat ditempuh melalui dua alternatif yaitu melalui Bandara Internasional Lombok Praya ke Bandara M.Salahuddin Bima selanjutnya menempuh perjalanan darat ke TWA Madapangga menggunakan transportasi umum (bus) sejauh 28 km. Alternatif lain adalah dengan jalan darat dan laut melalui Sumbawa Besar kemudian Dompu selanjutnya menuju kawasan TWA Madapangga menggunakan kendaraan umum (bus) sejauh 12 km (BKSDA NTB 2008). Keadaan Sosial, Ekonomi dan Budaya Kependudukan Kawasan TWA Madapangga termasuk dalam wilayah pemerintahan Kecamatan Madapangga. Kawasan ini berdekatan dengan Desa Ndano dan Monggo Kecamatan Madapangga. Jumlah penduduk pada kedua desa tersebut yaitu 6128 jiwa (BPS Kab.Bima 2010). Jumlah penduduk Desa Ndano dan Monggo pada tahun 2009 disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Jumlah penduduk Desa Ndano dan Monggo pada tahun 2009 dirinci menurut jenis kelamin Penduduk Jumlah Total Desa (Jiwa) Laki-Laki (jiwa) Perempuan (jiwa) Ndano 637 624 1261 Monggo 2401 2466 4867 Jumlah Total 3038 3090 6128 Sumber: BPS Kabupaten Bima 2010.
17 Tabel di atas menunjukan Desa Monggo memiliki jumlah penduduk yaitu 4867 jiwa terdiri atas 2401 jiwa untuk laki-laki dan 2466 jiwa untuk perempuan. Jumlah penduduk perempuan pada desa tersebut lebih banyak dari penduduk lakilaki. Desa Ndano memiliki jumlah penduduk yaitu 1261 jiwa dengan perbandingan jumlah penduduk laki-laki dan perempuan tidak terlalu signifikan yaitu masing-masing 637 jiwa untuk laki-laki dan 624 jiwa untuk perempuan (BPS Kab.Bima 2010). Kepadatan penduduk Desa Ndano dan Monggo disajikan pada Tabel 3. Tabel 3 Kepadatan penduduk Desa Ndano dan Monggo tahun 2009 Kepadatan Desa Luas (km2) Penduduk (jiwa) (jiwa/km2) Ndano 6.00 1261 210 Monggo 35.01 4867 139 Jumlah Total 41.1 6128 349 Sumber: BPS Kabupaten Bima 2010.
Tabel diatas menunjukan bahwa Desa Monggo merupakan desa yang berdekatan dengan TWA Madapangga dan luas wilayahnya paling luas yaitu sekitar 35.01 km2 sedangkan Desa Ndano memiliki luas wilayah yang kecil hanya 6 km2. Kepadatan penduduk Desa Monggo yaitu 139 jiwa/km2 dan Desa Ndano yaitu 210 jiwa/km2. Laju pertumbuhan penduduk Desa Ndano dan Monggo diduga akan terus meningkat, hal ini dikhawatirkan akan berdampak terhadap keutuhan kawasan. Dampak yang mungkin ditimbulkan yaitu terjadinya perambahan dan adanya pengambilan kayu bakar yang ada di dalam kawasan TWA Madapangga (BPS Kab.Bima 2010). Mata Pencaharian Sebagian besar masyarakat Desa Ndano dan Monggo bermata pencaharian sebagai petani baik sebagai petani pemilik, petani penggarap maupun sebagai buruh tani. Jumlah penduduk yang bekerja di bidang pertanian pada Desa Monggo sebanyak 2071 orang dan Desa Ndano sebanyak 730 orang (Tabel 4). Tabel 4 Jumlah penduduk Desa Ndano dan Monggo yang bekerja di sektor pertanian tahun 2009 Jumlah Pemilik Penggarap Buruh Tani Peternak Desa Total (orang) (orang) (orang) (orang) (orang) Ndano 536 33 161 730 Monggo 2019 22 30 2071 Jumlah Total 2555 55 131 2801 Sumber: BPS Kabupaten Bima 2010.
Komoditi pertanian yang dihasilkan yaitu padi, jagung, kacang kedelai, kacang tanah, kacang hijau dan ubi kayu. Komoditi lain yang dihasilkan seperti sayur‐sayuran, buah‐buahan serta tanaman perkebunan. Masyarakat juga memelihara ternak dan unggas yaitu sapi, kerbau, kuda, kambing, ayam, bebek, itik dan lain-lain. Sebagian kecil masyarakat pada kedua desa tersebut bermata
18 pencaharian sebagai pedagang, pegawai negeri, wiraswasta, buruh, ojek, tukang batu, tukang kayu dan lain-lain (BPS Kab.Bima 2010). Tata Guna Lahan Pola penggunaan lahan pada tiap kecamatan maupun desa di Kabupaten Bima bervariasi, tergantung kondisi areal pada masing-masing daerah. Luas Desa Ndano yang meliputi TWA Madapangga seluas 1050 ha, dengan luas areal berhutan 560 ha atau 53% dari luas total areal. Luas TWA Madapangga 232 ha atau 41.43% dari luas total hutan yang ada di Desa Ndano, sedangkan 328 atau 58.57% merupakan hutan lindung. Penggunaan lahan di Desa Ndano yaitu sawah 224 ha, bangunan dan pekarangan 11 ha serta tegalan/kebun 196 ha. Penggunaan lahan di Desa Monggo yaitu sawah 1406 ha, bangunan dan pekarangan 35 ha serta tegalan/kebun 745 ha (BPS Kab.Bima 2010). Perbandingan luas TWA Madapangga dengan kawasan hutan secara keseluruhan di Kabupaten Bima hanya 0.09%. Hal ini menunjukan bahwa kawasan yang dijadikan untuk tempat rekreasi masih sangat kecil komposisinya sehingga peluang pengembangan kawasan TWA Madapangga sebagai kawasan rekreasi cukup tinggi (BKSDA NTB 2008). Luas dan fungsi hutan di Kabupaten Bima disajikan pada Tabel 5. Tabel 5 Luas dan fungsi hutan yang ada di Kabupaten Bima Fungsi Hutan Hutan Lindung Taman Wisata Alam Taman Buru Cagar Alam Suaka Margasatwa Hutan Produksi Terbatas Hutan Produksi Tetap HPK Jumlah
Luas (Ha)
Persentase (%)
78171.96 232.00 16.586.59 21095.02 17686.08 67012.04 44740.03 6800.00 252323.72
30.98 % 0.09 % 6.57 % 8.36 % 7.01 % 26.56 % 17.73 % 2.69 % 100%
Sumber: BKSDA NTB 2010.
Pendidikan dan Kesehatan Tingkat pendidikan masyarakat yang ada di Kecamatan Madapangga umumnya sudah mulai meningkat. Hal ini terlihat dengan tersedianya sarana dan prasarana pendidikan/sekolah dari tingkat SD sampai SMU. Sarana dan prasarana pendidikan yang ada di desa Monggo yaitu 4 unit TK, 4 unit SD, 1 unit SMP dan 1 unit SMA, sedangkan di desa Ndano terdapat 1 unit TK dan 2 unit SD. Perlu adanya peningkatan sarana dan prasarana pendidikan yang memadai mulai dari TK, SD, SLTP dan SMU agar program pendidikan nasional dapat tercapai. Tingkat pendidikan terakhir yang dimiliki penduduk usia diatas 40 tahun pada Desa Ndano yaitu SD (72.15%), SMP (16.85%), SMA (9%), Diploma dan S1 (2%), sedangkan pada Desa Monggo yaitu SD (62.13%), SMP (11%), SMA (18.87%), Diploma dan S1 (8%). Hal ini menunjukan bahwa lebih dari 70%
19 penduduk usia produktif pada kedua desa tersebut memiliki tingkat pendidikan yang masih rendah. Dalam bidang kesehatan, sarana dan prasarana pada Desa Ndano dan Monggo sudah cukup memadai. Sarana kesehatan yang terdapat pada Desa Ndano yaitu 1 unit Poli Klinik Desa (Polindes) dengan 1 orang Bidan Desa, sedangkan \pada Desa Monggo terdapat 2 unit Polindes dengan masing-masing 1 orang Bidan Desa. Selain itu, pada Desa Ndano juga terdapat 3 orang dukun bersalin dan 2 orang tabib, sedangkan pada Desa Monggo terdapat 4 orang dukun bersalin dan 5 orang tabib. Agama dan Adat Istiadat Sebagian besar masyarakat Kecamatan Madapangga menganut agama Islam ( 98%). Dengan demikian adat istiadat lebih banyak dipengaruhi oleh budaya Islam. Hal ini terlihat dalam kehidupan sehari-hari seperti nilai serta norma yang berlaku di masyarakat bersumber pada ajaran Islam yang mengutamakan Ukhuwah Islamiah (BPS Kab.Bima 2010). Penduduk Desa Ndano mayoritas menganut agama Islam, sedangkan pada Desa Monggo 90% penduduknya menganut agama Islam dan 10% menganut agama Kristen (Tabel 6). Penduduk Desa Monggo yang menganut agama Kristen sebagian besar bermukim pada Dusun Tolo Nggeru. Tabel 6 Jumlah tempat ibadah di Desa Ndano dan Monggo tahun 2009 Masjid Musholla/ Pura Gereja Desa Jumlah (unit) Langgar (unit) (unit) (unit) Ndano 1 2 3 Monggo 3 8 2 13 Jumlah Total 4 10 2 16 Sumber: BPS Kabupaten Bima 2010.
Pernikahan dalam masyarakat Bima merupakan hal yang penting dalam kehidupan karena dapat mengukuhkan status seseorang sebagai warga yang utuh dalam masyarakat. Melalui pernikahan setiap orang mendapatkan hak dan kewajibannya sebagai warga kelompok/kerabat. Kekeluargaan antar kerabat dan sesama suku sangat kuat dalam budaya masyarakat Bima. Eratnya kekerabatan menyebabkan seseorang dalam kelompok tersebut harus tunduk dan patuh pada aturan kelompok. Adat pernikahan sama lazimnya dengan yang berlaku pada dearah lain seperti rangkaian pemilihan jodoh, peminangan, peresmian, penyerahan mahar serta peresmian pernikahan (akad). Terdapat kebiasaan untuk saling membantu dalam menyelenggarakan pernikahan. Kebiasaan tersebut yaitu mbolo keluarga, mbolo weki dan teka ra ne’e. Mbolo keluarga adalah adat untuk mengumpulkan uang bagi keluarga terdekat yang besarnya tergantung kemampuan. Mbolo weki adalah sumbangan masyarakat bagi kedua keluarga yang berhajat sesuai dengan kerelaan. Teka ra ne’e adalah sumbangan berupa kue-kue dari kaum ibu pada saat acara pernikahan. Solidaritas dalam kehidupan masyarakat masih sangat kental. Hal ini diperlihatkan dengan tetap terpeliharanya budaya gotong royong dalam setiap kegiatan baik untuk pembangunan rumah warga maupun untuk kepentingan ibadah.