27
KONDISI UMUM PENELITIAN Kondisi Umum Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada tiga tegakan yang mewakili kondisi tegakan hutan di Desa Selaawi yaitu tegakan mindi muda (mindi umur 3 tahun), tegakan mindi tua (mindi umur 14 tahun), dan tegakan hutan pinus Perhutani (pinus umur 25 tahun). Ketiga plot ini berada di Desa Selaawi secara administratif berada di Kecamatan Talegong, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Desa ini berada pada ketinggian 750 – 1.400 meter di atas permukaan laut. Peta Desa Selaawi disajikan pada Gambar 3.
Peta Jawa Barat
Gambar 3 Peta Desa Selaawi Kecamatan Talegong Kabupaten Garut Popinsi Jawa Barat. Desa Selaawi sebelah utara berbatasan dengan Desa Mekar Mulya, sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Cianjur, sebelah barat berbatasan dengan Desa Mekar Mukti dan sebelah timur berbatasan dengan Desa Mekar Wangi. Luas wilayah Desa Selaawi yaitu 5.778 ha, yang terdiri pemukiman, kebun campur, sawah dan hutan (75 ha). Bentang lahan berbukit-bukit menyebabkan daerah ini
28
rawan longsor. Di desa ini terdapat sebanyak 5 mata air yang menyediakan sumber air bersih bagi penduduk desa yang dilalui oleh Sungai Cikahuripan. Tingkat pendidikan petani agroforestri mindi di Desa Selaawi didominasi oleh lulusan sekolah dasar (SD) dengan umur rata-rata 35 sampai 60 tahun. Luas lahan petani mulai dari 0,5-4 ha. Jumlah penduduk sebanyak 1.247 KK yang secara keseluruhan beretnis Sunda. Pekerjaan sehari-hari penduduk adalah bertani kebun campuran dan sawah. Tanaman pohon andalan petani saat ini adalah mindi, kayu afrika, sengon, dan tissuk. Kayu afrika dan tissuk dapat tumbuh secara alami lalu kemudian dipelihara. Selain bertani, pekerjaan lain adalah membuat gula aren, membuat kolang-kaling dan berdagang. Kebun campuran menyediakan banyak manfaat ekonomi bagi masyarakat desa, selain manfaat kayu juga hasil hutan non kayu.
Pola Tanam Pohon Mindi
Penanaman pohon mindi di Desa Selaawi secara umum dikombinasikan dengan tanaman semusim. Desa Selaawi mempunyai pola tanam pohon mindi yang berbeda, antara lain: 1. Tegakan mindi muda Agroforestri mindi dikombinasikan dengan kopi dan kapulaga. Mindi ditanam tahun 2007 dan sekarang berumur 3 tahun. Pada plot tegakan ini awalnya mindi ditanam dengan palawija (kunyit, jahe, terung dan cabe) dan kemudian pada tahun ketiga digantikan dengan tanaman kapulaga dan kopi. Pola tanam ini adalah pola tanam yang banyak dilakukan oleh petani agroforestri di Desa Selaawi. Pergantian tanaman bawah naungan sesuai dengan kondisi tajuk tanaman. Tanaman pertanian seperti palawija tidak dapat tumbuh optimal pada kondisi kurang cahaya matahari. Kondisi lahan yang miring sehingga dibuat terasering. Jarak tanam mindi muda sebagian besar sudah mulai teratur yaitu dengan jarak 3 m x 3 m. Penanaman mindi muda sejak tahun 2007 hingga 2009 berjumlah 65.000 pohon di kebun petani di Desa Selaawi dan sekitarnya. Data ini menunjukkan bahwa masyarakat sangat berminat dengan tanaman mindi. Penanaman mindi oleh
29
petani dikombinasikan dengan jenis tanaman kayu lainnya seperti tissuk dan afrika. 2. Tegakan mindi tua Pola ini mengkombinasikan mindi dengan teh, dimana mindi berumur 14 tahun sedangkan teh berumur 8 tahun. Teh merupakan tanaman yang dapat tumbuh di bawah tegakan mindi. Rata-rata diameter adalah 38 cm dan tinggi 24 meter. Selain teh, mindi dikombinasikan dengan kayu afrika, alpukat dan sengon. Jarak tanam teh 100 cm x 70 cm dan jarak tanam mindi dengan pohon lainnya tidak teratur. Jarak tanam pohon rata-rata 5 m x 5 m. Tegakan mindi ini merupakan pohon induk yang digunakan oleh masyarakat Desa Selaawi untuk perbanyakan tanaman dengan luas lahan 1,2 ha dan terdapat sekitar 60 pohon induk. 3. Tegakan pinus Tegakan pinus merupakan tanaman yang ditanam oleh Perhutani dengan luas 75 ha yang masuk dalam wilayah Desa Selaawi. Tegakan ini merupakan tegakan pinus murni, tidak ada jenis pohon lain. Namun di bawah tegakan terdapat beberapa jenis rumput-rumputan seperti babadotan dan lain-lain.
30
1 11
20
2 7
1
12
2
6
13
9 8
3
10 m
3 1
14
7 3 1
3 1
4 3 1
1
10
3
5 1
3
1 1
meter
(a)
(b)
(c)
9
9
1
3 1
3 1
Keterangan 1: Sengon, 2: Mindi, 3: Cengkeh, 4: Ekaliptus, 5: Kopi, 6: Kapulaga, 7: Afrika, 8:Kihujan, 9: Teh, 10: Pisang, 11: Pinus, 12: Jarong, 13: Babadotan, 14: Sintrong
1
Gambar 4 Struktur komposisi tegakan hutan di Desa Selaawi (Skala 1: 1000) pola a: Tegakan pinus, b: Tegakan mindi tua, c. Tegakan mindi muda.
30
HASIL DAN PEMBAHASAN Desa Selaawi mempunyai curah hujan yang tinggi yaitu 2.224 mm/tahun dan suhu rata-rata 19,90C serta kelembaban sebesar 83,8% . Distribusi rata-rata curah hujan bulanan dan kelembaban (2005-2009) secara ricnci dapat dilihat pada Gambar 5. 400
100 90 80 70 60 % RH 50 ⁰C T 40 30 20 10 0
350 CH (mm/th)
300 250
200 150 100 50 0 JAN PEB MAR APR MEI JUN JUL AGS SEPT OKT NOP DES Bulan
Gambar 5 Distribusi curah hujan ( ), kelembaban ( ), suhu bulanan ( ) tahun 2005-2009. Jenis pohon yang mendominasi di kebun petani yaitu mindi (M. azedarach L.) (43,37%), sengon (Paraserianthes falcataria) (23,20%), pohon afrika (Maesopsis eminii) (15,35%), manglid (Manglieta glauca) (9,83%), ekaliptus (Eucalyptus spp.), (4,68%), jabon (Anthocephalus cadamba) (1,62%) dan jenis pohon lain seperti mahoni (Swietenia mahagoni), tissuk (Hibiscus cannabinus), suren (Toona sureni), puspa (Schima wallichii), pala (Myristica fragrans) dan rasamala (Altingia excelsa) (1,96 %). Jenis tanaman bukan kayu yang dimiliki masyarakat yang berkontribusi terhadap pendapatan petani antara lain aren (Arenga pinnata), kapulaga (Amomum compactum,), kopi (Coffea arabica), teh (Camellia sinensis).
Jumlah jenis pohon (%) di Desa Selaawi secara rinci
disajukan pada Gambar 6. Tegakan mindi pada umumnya ditanam pada jarak 3 m x 3 m dan pohon lain ditanam di antara larikan pohon mindi tersebut. Sumber bibit biasanya didapatkan dengan cara dibeli atau barter dengan penjual bibit. Pembenihan
31
mindi sangat sulit dilakukan, hingga saat ini hanya beberapa orang saja yang dapat melakukannya. Jenis kayu lain Jabon Ekaliptus Manglid Afrika Sengon Mindi 40 Gambar0 6 Proporsi10berbagai 20 jenis pohon30di Desa Selaawi (%).50
Sub Penelitian I. Hubungan Faktor Tempat Tumbuh Gambaran kondisi tempat tumbuh dan produktivitas tegakan secara lengkap disajikan pada Tabel 6. Tabel 6 Kondisi tempat tumbuh dan produktivitas tegakan Lokasi
Tegakan Pinus (reference)
Tegakan mindi tua (mindi+afrika+ alpukat+teh) Letak Geografis
Latitude Altitude (mdpl) Kelerengan (%)
S: 07018’08,3” E: 107030’17,7” 1158 103
C-org (%) N-Total (%) P tersedia (ppm) K (me/100 g) KTK (me/100 g) Pasir (%) Debu (%) Liat (%) Porositas (%) Permeabilitas (%) pH
1,55±0,17a(R) 0,13±0,015 a(R) 6,97±1,22 a(R) 0,83±0,1 a(T) 22,01±4,07 a(T) 20,93±2,84a 30,10±1,8a 48,97±1,4a 68,27±1,49 a(T) 1,53±1,94 a(AL) 5,40±0,1 a(M)
S: 07018’46,0” E: 107028’41,0” 925 63 Sifat Tanah 1,35±0,08 a(R) 0,11±0,005 a(R) 5,77±1,15 a(R) 0,85±0,04 a(T) 20,37±1,96a(S) 24,63±1,33b 31,60±1,4a 43,77±2,4b 67,02±12,6 a(T) 5,85±3,74a(S) 5,07±0,05b(M) Kondisi Tegakan 14 300±121a 17,61±5,38a 187,80±61,18a 1,5(S)
Tegakan mindi muda (p<0,05) (mindi+kapulaga +kopi) S : 07018’53,2” E : 107029’19,4” 862 19,1 2,01±2,01b(T) 0,15±0,005 b(T) 8,17±1,65a(R) 0,72±0,035 a(T) 32,81±5,5 b(T) 16,13±2,02b 30,10±1,0a 53,77±2,9c 57,16±1,81a(T) 0,61±0,61a(SL) 4,66±0,2c(M)
0,003 0,018 0,178 0,113 0,020 0,008 0,406 0,006 0,217 0,085 0,002
Umur (tahun) 20 3 Kerapatan (pohon/ha) 110±88a 1066±258b 0,001 LBDS (m2/ha) 9,47±8,60a 13,05±1,04a 0,309 Volume (m3/ha) 122,54±97,67a 82,49±10,68a 0,230 Indeks 0(R) 1,78(S) keanekaragaman (H’) Angka pada baris yang sama diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan (p<0,05). Kriteria penilaian sifat-sifat kimia dan fisika tanah: R= rendah, S= sedang, T=tinggi, M= masam, AL= agak lambat, SL= sangat lambat (Hardjowigeno dan Widiatmaka 2007).
32
Pertambahan umur tanaman menyebabkan produktivitas tegakan semakin meningkat. Volume pohon tertinggi berada pada plot tegakan mindi tua yaitu sebesar (187,8 m3/ha), tegakan pinus sebesar (122,54 m3/ha) dan mindi muda sebesar (82,49 m3/ha). Hasil penelitian menunjukkan bahwa dilihat dari kapasitas tukar kation (KTK), KTK tertinggi adalah pada tegakan mindi muda yaitu sebesar (32,81 me/100 g), tegakan pinus (22,01 me/100 g), dan kemudian KTK terendah adalah pada hutan mindi tua sebesar (20,37 me/100 g). KTK pada mindi muda mempunyai nilai yang lebih besar dibanding dua tegakan lainnya hal ini karena pada tegakan mindi muda kegiatan pemupukan serta pengolahan tanah masih dilakukan secara intensif. Hardjowigeno (2007) menyatakan bahwa KTK menunjukkan kemampuan menyerap dan mempertukarkan kation-kation dengan akar tanaman. KTK merupakan sifat kimia yang sangat erat hubungannya dengan kesuburan tanah. Hardjowigeno (2007) menyatakan bahwa KTK merupakan banyaknya kation (dalam miliekivalen) yang dapat diserap oleh tanah persatuan berat tanah (biasanya per 100 g). KTK merupakan sifat kimia yang sangat erat hubungannya dengan kesuburan tanah. Tanah dengan KTK tinggi mampu menyerap dan menyediakan unsur hara yang lebih baik daripada KTK rendah. Hubungan faktor tempat tumbuh dapat dilihat pada Gambar 7. Angka 1,2 dan 3 pada Gambar 6 merupakan plot tegakan pinus (reference), angka 4,5 dan 6 merupakan plot tegakan mindi tua, sedangkan 7,8 dan 9 merupakan tegakan mindi muda. Masing-masing tegakan mempunyai kelompok tersendiri, hal ini menandakan bahwa adanya perbedaan kondisi tempat tumbuh antar tegakan. Penelitian ini menunjukkan bahwa sifat kimia tanah lebih banyak mempengaruhi produktivitas tegakan. Hal ini disebabkan karena tanaman mindi merupakan jenis tanaman cepat tumbuh (fast growing species). Menurut Wasis (2006) tanaman cepat tumbuh memerlukan banyak unsur hara dalam pertumbuhannya sehingga menyebabkan unsur hara tanah banyak terkuras.
33
4
6
5
7 8 9 3
1
2
Gambar 7 Biplot kondisi tempat tumbuh tegakan mindi. Perbedaan
umur,
kerapatan
dan
faktor
tempat
tumbuh
sangat
mempengaruhi produktivitas tegakan mindi. Produktivitas tegakan mindi yang dilihat dari volume lebih banyak dipengaruhi oleh sifat fisik dan kimia tanah. Berdasarkan Gambar di atas, bahwa sifat fisik yang berkorelasi positif antara lain adalah kandungan debu, permeabilitas tanah, pasir dan porositas tanah. Sifat kimia tanah yang berkorelasi positif dengan produktivitas antara lain: KTK, N, P, dan C. Hardjowigeno (2007) menyatakan bahwa unsur C, N, P dan K merupakan unsur hara makro yang sangat esensial bagi tanaman dan fungsinya dalam tanaman tidak dapat digantikan oleh unsur lain, sehingga bila tidak terdapat dalam jumlah yang cukup di dalam tanah maka tanaman tidak dapat tumbuh dengan normal.
34
Sub Penelitian II. Pengetahuan Lokal Silvikultur
Nimmo (2007) menjelaskan bahwa pengakuan tentang pentingnya Local Ecologigal Knowledge (LEK) dalam pengembangan sejalan dengan pertumbuhan ketidakpastian sistem pertanian modern, bisa atau akan memberikan jalan keluar dari kemiskinan meluas dialami di beberapa negara. Penelitian mengenai pengetahuan lokal juga dilakukan oleh Sitompul (2011) pada agroforestri kemenyan Kabupaten Humbang Hasundutan Sumatera Utara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa budaya lokal masyarakat dalam budidaya kemenyan secara finansial layak diusahakan. Di samping itu, hutan kemenyan juga mempunyai fungsi ekologi bagi masyarakat sekitar. Penelitian yang dilakukan Cao (1997) tentang manajemen silvikultur petani lokal di Sichuan dalam hal pemilihan jenis tanaman petani sangat hati-hati untuk menghindari kerugian. Pemilihan jenis tanaman untuk penghasil kayu lebih diutamakan daripada tanaman penghasil buah. Demikian halnya dengan Desa Selaawi
pemilihan
kayu
mindi
merupakan
keputusan
petani
dalam
mempertahankan pertanian mereka. Desa Selaawi mempunyai pengetahuan lokal dalam mengelola agroforestri mindi. Kegiatan yang dilakukan petani dalam mengelola lahan saat ini terdiri dari: (a) perbanyakan tanaman, (b) pengolahan tanah dan sistem drainase, (c) penanaman dan pergiliran tanaman, (d) pemeliharaan tanaman (4) pengendalian hama dan penyakit dan (e) pemanenan kayu.
Perbanyakan Tanaman
a. Pengetahuan lokal perbanyakan tanaman Kegiatan perbanyakan tanaman terdiri dari: (1) pemilihan pohon induk, (2) pemanenan buah, (3) ekstraksi buah, (4) perbanyakan tanaman generatif dan vegetatif. Pengetahuan ekologi lokal tentang perbanyakan tanaman dapat dilihat pada Gambar 8.
35
1. Pemilihan pohon induk Pohon induk yang dipilih adalah pohon induk yang mempunyai ciri berbatang lurus, diameter 40 sampai dengan 60 cm. Tinggi pohon 17 sampai dengan 25 meter. Umur pohon mencapai 15 sampai 20 tahun. Tanaman sehat tidak terkena hama dan penyakit. Pohon induk yang ada di Desa Selaawi sekitar 150 pohon yang tersebar di kebun petani. Buah matang secara fisiologis pada akhir Agustus sampai September setiap tahunnya. Pemilihan pohon induk
Pemanenan pohon induk
Perbanyakan mindi
Pembungkusan buah Pemilihan pohon sehat
Pemilihan diameter besar
Perendaman biji Ekstraksi buah
Penjemuran buah
Seleksi kualitas benih
Pemecahan endocarp Pemilihan pohon lurus
Produksi benih
Persiapan media tanam
Kualitas benih
Kualitas semai
Kualitas bibit
Gambar 8 LEK perbanyakan tanaman. 2. Pemanenan buah Pemanenan buah biasanya dilakukan pada bulan Agustus setiap tahunnya. Ciri buah yang matang secara fisiologis yaitu buah dengan warna kekuningan.
36
Penelitian penentuan kriteria masak fisiologis buah mindi yang dilakukan oleh Suita dan Nurhasby (2008) menyatakan bahwa daya kecambah benih yang tinggi diperoleh dari buah yang berwarna hijau kekuningan (34,5%) dan kuning (35%). Biasanya pada masa berbuah, pohon mindi mulai menggugurkan daun sampai semua buah jatuh dari pohon. Pemanenan buah dilakukan dengan cara memanjat pohon. Sebelum pohon induk dipanjat di sekitar bawah tegakan terlebih dahulu dibersihkan, hal ini bertujuan agar buah yang jatuh mudah untuk dikumpulkan. Satu pohon induk biasanya menghasilkan satu sampai dua karung buah. Biasanya satu orang pemanjat pohon induk hanya mampu menghasilkan 2 karung buah (karung beras ukuran 30 kg). 3. Ekstraksi buah Cangkang mindi sangat keras sehingga dalam membelah biji biasanya menggunakan golok. Ada dua cara yang dilakukan dalam mengambil biji dari cangkang buah mindi, yang pertama adalah dengan memotong langsung secara melintang kemudian biji yang sudah terlihat lengket di cangkang dicabut dengan menggunakan pinset. Cara yang kedua adalah dengan proses ekstraksi terlebih dahulu. Proses ekstraksi dilakukan dengan menggunakan palu atau golok. Proses ekstraksi dilakukan dengan menghilangkan daging buah dengan cara diiris melintang. Setelah daging buah lepas, kemudian akan didapatkan cangkang mindi. Setelah itu dilakukan penjemuran rutin selama 3 hari. Setelah 3 hari cangkang mindi mulai retak, dari sela retakan tersebut dicongkel menggunakan bantuan golok dan pisau congkel. Teknik pemecahan dengan menggunakan golok ini harus berhati-hati disebabkan karena benih mindi sangat lembek dan mudah rusak. Menurut petani, cara pengambilan biji mindi yang baik adalah dengan cara yang kedua. Alasannya adalah biji tidak banyak yang mengalami kerusakan atau cacat dibandingkan dengan dibelah langsung. Biji yang cacat terkena pisau tidak bisa digunakan sebagai benih dalam persemaian karena kalau benih cacat tersebut ditanam akan mengalami kematian pada fase persemaian. Dalam kegiatan pengeluaran biji dari buah satu orang petani hanya mampu mengumpulkan satu gelas dalam sehari. Satu gelas setara dengan 200 gram.
37
Pemilihan benih berupa biji yang baik dilakukan dengan perendaman biji tersebut di dalam air. Biji yang berkualitas baik akan tenggelam dan berwarna hitam. Biji tersebut kemudian dikeringkan selama satu sampai tiga hari dan siap untuk disemaikan. Biji mindi yang sudah dikeluarkan dari cangkangnya hanya bertahan selama 3 bulan. Setelah 3 bulan biasanya benih mindi sudah tidak baik lagi. Semakin lama benih disimpan persen tumbuh di persemaian semakin menurun. 4. Perbanyakan tanaman generatif dan vegetatif Sebelum tahun 2007 bibit mindi didapatkan dari cabutan alam yang tumbuh di bawah tegakan mindi tua. Teknik lain adalah dengan cara dibakar, teknik ini digunakan untuk memudahkan pemecahan kulit mindi sebelum disemaikan.
Teknik
dengan
cara
dibakar
kurang
efektif
dan
persen
perkecambahannya sangat rendah. Teknik persemaian mindi sebenarnya tidak begitu sulit, namun kesulitan terbesar dalam hal mengeluarkan biji dari cangkang. Hal ini yang menyebabkan tidak banyak petani yang mau melakukan persemaian mindi. Persiapan bedeng dan media semai dapat dilakukan setelah benih terkumpul. Bedeng semai dibuat dengan ukuran 50 cm x 20 m. Media semai terdiri dari tanah yang dicampur dengan sekam padi dengan perbandingan 1:1. Sekam padi bertujuan untuk menggemburkan tanah, sehingga dalam pencabutan semai tidak mengalami kesulitan. Setelah itu, benih ditabur sampai merata lalu ditutup dengan campuran tanah dan sekam padi. Selanjutnya bedeng semai disemprot dengan menggunakan pestisida kimia untuk melindungi semai dari serangan hama. Terakhir bedeng semai ditutup dengan plastik sampai 10 hari. Biasanya proses penyapihan berlangsung selama 2,5 bulan (10 liter benih yang disemai). Buharman et al. 2002 menyatakan bahwa media semai untuk mindi menggunakan campuran tanah, pasir, kompos (7:2:1). Menurut Hani (2009) kualitas bibit di persemaian dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan. Faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi kualitas bibit antara lain kualitas media tumbuh serta intensitas cahaya yang diterima. Masing-masing jenis tanaman memerlukan jenis media dan perlakuan
38
yang berbeda sepeti misalnya meranti memerlukan medium tumbuh berupa topsoil yang mengandung mikoriza. Perbanyakan secara vegetatif juga dilakukan, namun persen tumbuhnya sangat rendah. Teknik yang dilakukan dalam melakukan perbanyakan vegetatif adalah dengan cara stek. Persen tumbuhnya sangat rendah hanya sekitar 25%. Bahan stek biasanya diambil dari bibit yang tingginya 30 cm. Pucuk yang distek langsung ditanam di polybag dan ditutup dengan atap daun. Pemeliharaan dilakukan hingga stek mindi mengeluarkan tunas sampai bibit hasil stek dapat ditanam di lapangan.
Pengolahan Tanah
Desa Selaawi memiliki kelerengan di atas 15 %, jika tidak dikelola dengan kondisi biofisik setempat sangat rentan terhadap longsor. Masyarakat mengelola lahan dengan membuat teras searah garis kontur. Pada awal pengelolaan tanah dilakukan pembuatan teras, kemudian dilakukan penggemburan agar tanah menjadi longgar dengan tujuan unsur hara dan air terserap optimal. Pembuatan teras bertujuan untuk menahan tanah agar tidak terjadi longsor serta menahan unsur hara tanah pada saat musim hujan agar tidak tercuci. Tanah yang diolah dengan baik akan meningkatkan porositas tanah. Porositas tanah yang tinggi menurut Hardjowigeno (2007) banyaknya pori-pori tanah yang ditandai dengan bahan organik dipengaruhi oleh tekstur dan struktur tanah. Diagram pengetahuan lokal pengelolaan tanah dapat dilihat pada Gambar 9.
39
Pengelolaan teras
Konservasi air
Pembersihan lahan
Pengolahan tanah
Konservasi nutrisi Konservasi tanah Kesuburan lahan
Porositas tanah
Produksi hasil
Gambar 9 LEK pengolahan tanah.
Pembersihan lahan dilakukan pada saat musim kemarau, biasanya dilakukan pada bulan Juli. Rumput yang dipotong kemudian ditimbun di tanah dengan tujuan sebagai pupuk kompos. Pembakaran pada saat pembukaan lahan tidak dilakukan. Setelah pengolahan tanah dilakukan biasanya ditanami dengan tanaman semusim. Penanaman dan Pergiliran Tanaman
Petani Selaawi dalam melakukan penanaman pada saat musim penghujan yaitu pada saat bulan Oktober setiap tahunnya. Penanaman mindi di Desa Selaawi dalam jumlah besar dilakukan mulai tahun 2007. Sejak 2007 hingga sekarang jumlah mindi yang telah tertanam
sebanyak 65.000 bibit. Jumlah tersebut
meperlihatkan bahwa ketertarikan masyarakat terhadap kayu mindi sangat tinggi. Sebelumnya, sengon menjadi kayu andalan petani. Namun karena banyaknya serangan hama dan penyakit pada sengon seperti kanker batang menyebabkan
40
pemilihan jenis bergeser. Kayu afrika dan tissuk tumbuh secara alami di kebun petani, lalu kemudian dilakukan pemeliharaan hingga menghasilkan kayu yang dapat diproduksi. Pengetahuan lokal tentang penanaman dan pergiliran tanaman dapat dilihat pada Gambar 10. Penanaman pada musim hujan
Pengaturan kombinasi tatanaman
Pengaturan jarak tanam
Cahaya masuk Tanaman semusin
Ruang tumbuh
Lahan optimal Kesesuaian jenis Pertumbuhan meningkat
Gambar 10 LEK penanaman dan pergiliran tanaman.
Ada beberapa tahapan penanaman: 1. Mindi usia 1 sampai 3 tahun: di bawah tegakan ditanami dengan palawija. Hal ini disebabkan tanaman semusim masih mendapatkan sinar matahari penuh. 2. Mindi usia 3 tahun: di bawah tegakan ditanami dengan tanaman kopi dan kapolaga. Pada usia 3 tahun penutupan tajuk sudah mulai rapat. Oleh karena itu dibutuhkan kombinasi jenis tanaman tepat. Jarak tanam umumnya 3 m x 3 m. Penanaman yang dilakukan cukup rapat hal ini bertujuan agar pohon tidak roboh oleh terpaan angin. Disamping itu hasil kayunya lurus dan tinggi bebas cabang. Tanaman tepi yang digunakan biasanya aren (Arenga pinnata) dan serai (Cymbopogen nardus). Penanaman serai dilakukan untuk mengusir hama dan penyakit serta berfungsi sebagai penguat tanah agar tidak terjadi erosi pada saat hujan turun. Menurut Balitbang Kehutanan
41
Jakarta (2001) mindi dapat ditanam dengan ukuran 2 m x 2 m atau 2 m x 3 m, tetapi di Paraguay mindi ditanam dengan jarak 4 m x 4 m untuk produksi kayu. Pohon mindi di Thailand ditumpangsarikan dengan tanaman ketela pohon, jagung, shorgum, kopi, jambu mete, pisang, nenas dan lainnya. Salah satu kelebihan mindi di lapangan, pohon mindi jarang diserang oleh hama karena daunnya yang berbau khas. Selain itu, mindi yang sudah ditebang biasanya akan tumbuh lagi terubusan. Adanya terubusan tersebut, menyebabkan penebangan kayu mindi dapat dilakukan sebanyak dua sampai tiga kali. Sumber bibit mindi biasanya didapatkan dengan cara membeli atau barter. Pembenihan mindi sangat sulit dilakukan, hanya beberapa orang saja yang dapat melakukan persemaian sendiri. Sebelum tahun 2007 sumber bahan tanaman diperoleh dari anakan alam yang berada di bawah pohon mindi tua dan teknik yang lain adalah pembenihan mindi dengan cara dibakar baru kemudian disemaikan. Pembenihan mindi dengan cara dibakar kurang efektif dan persen perkecambahan sangat rendah.
Pemeliharaan Tanaman
Kegiatan pemeliharaan tanaman terdiri dari: (1) pemupukan, (2) penyiraman, (3) pergiliran tanaman, (4) pengendalian hama dan penyakit. Local Ecological Knowledge disajikan pada Gambar 11. a. Pemupukan Pemupukan dilakukan dengan pupuk organik maupun kimia. Pupuk organik yang digunakan berasal dari kotoran ayam dan kotoran sapi. Pupuk kimia yang digunakan urea dan TSP. Pemupukan dilakukan pada saat musim hujan, hal ini bertujuan agar pupuk dapat meresap ke dalam pori-pori tanah. Biasanya pemupukan tanaman mindi dilakukan 3 bulan sekali selama 1 tahun. Setelah pohon mindi berumur satu tahun pemupukan tidak perlu lagi dilakukan. Satu pohon mindi biasanya dipupuk sebanyak 2 kg kotoran hewan per batang di awal penanaman.
42
b. Penyiraman Kegiatan penyiraman hanya dilakukan pada tanaman semusim sedangkan pada tanaman berkayu tidak dilakukan penyiraman. Penyiraman tanaman semusim dilakukan pada sore hari pada saat musim kemarau.
Penyiraman tanaman
Pemupukan dengan kompos
Pembersihan gulma
Pemupukan saat musim
hujan Dekomposisi Air tersedia Penyerapan nutrisi Lahan subur
Porositas tanah Mikroorganisme meningkat
Pertumbuhan meningkat
Gambar 11 LEK pemeliharaan tanaman.
c. Penyiangan Penyiangan dilakukan untuk membersihkan pohon dari gulma. Kegiatan penyiangan dilakukan setiap empat bulan sekali. Sisa hasil penyiangan kemudian ditimbun dalam tanah yang bertujuan agar sampah terdekomposisi di dalam tanah. Penyiangan dilakukan pada musim kemarau. d. Pemangkasan Pemangkasan secara umum tidak dilakukan di Desa Selaawi karena biasanya tanaman mindi mempunyai sistem prunning sendiri. Biasanya cabangcabang tua tanaman mindi akan jatuh sendiri sehingga tidak diperlukan pemangkasan. Pada
pohon sengon, jika dilakukan pemangkasan justru akan
mengakibatkan luka yang mudah terserang hama dan penyakit.
43
e. Pengendalian hama dan penyakit Mindi merupakan jenis kayu yang tahan terhadap serangan hama dan penyakit karena mempunyai bau yang khas sehingga tidak disukai oleh hama. Penelitian Chiffelle et al. (2009) menunjukkan bahwa mindi mempunyai zat polyphenol (diantaranya flavonoid, katekin dan kaempherols) yang dapat dijadikan bahan insektisida nabati. Pengujian dilakukan pada D. melanogaster, angka kematian mencapai 90% (125.000 mg kg-1) dengan daun muda dan 73,3% (10.700 mg kg-1) dengan buah hijau. Serangan hama pada tanaman semusim seperti jahe (jahe mengalami kebusukan disebabkan oleh ulat yang menyerang bagian umbi). Tingkat serangan biasanya sampai 30%. Hama yang terdapat pada tanaman berkayu yang paling banyak adalah menyerang tanaman sengon. Hama yang biasa menyerang pohon sengon adalah hama penggerek batang dan penyakit kanker batang yang disebabkan oleh jamur. Biasanya tanaman umur satu tahun sudah mulai diserang sehingga apabila penanganannya lambat akan berakibat pada kematian tanaman. Serangan hama pada tanaman semusim misalnya patek atau hama buah pada tanaman cabe. Hama menyerang buah cabe akan menimbulkan warna bintik hitam sehingga buah tidak dapat diproduksi lagi. Pemanenan Kayu Kayu mindi dapat dipanen pada usia 5 tahun, demikian juga halnya dengan kayu afrika dan sengon. Log kayu biasanya dipotong dengan ukuran panjang 4 meter. Pemanenan dilakukan dengan menggunakan gergaji mesin. Hasil pemanenan kayu dapat dijual atau dapat juga digunakan untuk kebutuhan sendiri seperti untuk pembuatan rumah, kandang ternak, dll. Jenis kayu yang disukai oleh masyarakat dalam pembuatan rumah adalah jenis kayu yang berasal dari kayu mindi karena mempunyai bau yang khas sebagai zat anti rayap. Kayu yang untuk digunakan sendiri biasanya setelah ditebang dijemur terlebih dahulu hingga kering untuk menghindari pelapukan kemudian setelah itu disimpan di sekitar rumah beberapa hari sehingga terhindar dari terpaan hujan, dengan tujuan agar kayu tidak rusak. Harga beberapa jenis kayu komersial dapat dilihat pada Tabel 7.
44
Tabel 7 Daftar jenis tanaman komersial di Desa Selaawi No Nama Lokal Nama Latin Family 1. Mindi M. azedarach L. Meliaceae 2. Tissuk Hibiscus cannabinus Malvaceae 3. Afrika Maesopsis eminii Rhamnaceae Engl. 4. Sengon Paraserianthes Mimosaceae falcataria 5. Suren Toona sureni Meliaceae 6. Aren Arenga pinnata Araceae 7. Ekaliptus Eucalyptus spp. Myrtaceae 8. Pala Myristica fragrans Myristicaceae 9. Cengkeh Syzygium aromaticum Myrtaceae
Harga (Rp) 700.000/m3 900.000/m3 700.000/m3 700.000/m3 700.000/m3 5.000/kg 1.200.000/m3 80.000/ kg 35.000/ kg
Kelembagaan Desa
Ada empat kelompok tani yang dibina oleh perangkat desa, namun ke empat kelompok tani ini tidak berjalan aktif. Nama kelompok tani tersebut adalah Giri Rawit, Haykal Mulya, Wargi Saluyu, Tani Makmur. Meskipun kelompok tani tidak berjalan aktif, namun hubungan antar petani ditandai dengan kegiatan diskusi sebagai media pertukaran informasi tetap berjalan. Kegiatan non formal diskusi warung dan mesjid menjadi media diskusi efektif dalam pengelolaan kebun mereka. Menurut Yulianti (2011) keberadaan hutan rakyat pada suatu daerah dapat dilihat dari berbagai aspek, diantaranya adalah hutan rakyat tersebut sudah ada sejak dahulu karena kebutuhan masyarakat terhadap kayu dalam memenuhi kebutuhan hidup sendiri, sehingga mereka memanfaatkan sebagian lahannya untuk ditanami penghasil kayu. Kemungkinan ketiga karena masyarakat merasakan bahwa tanaman penghasil kayu dapat dijual karena mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi. Harga kayu terus meningkat dan pemasaran kayu yang mudah mendorong masyarakat untuk membangun hutan rakyat. Pengembangan agroforestri mindi berjalan dengan sendirinya oleh inisiatif masyarakat sendiri. Kegiatan pengadaan benih dilakukan secara kolektif. Pengadaan
benih
dilakukan
oleh
sekelompok
orang
yang
bersepakat
mengumpulkan benih. Benih yang dikumpulkan berasal dari kebun-kebun petani.
45
Sekelompok orang ini terdiri dari petani yang mempunyai pohon induk, petani pengumpul benih, dan petani yang melakukan kegiatan perbanyakan tanaman. Sistem paro ini banyak dijumpai di Desa Selaawi. Paro merupakan istilah dari bagi hasil. Bagi hasil ditentukan oleh kedua belah pihak yang bersangkutan. Hak dan kewajiban masing-masing disepakati bersama antara si pemilik lahan dan penyedia bibit mindi. Kesepakatan paro tidak tertulis. Embrio untuk membangun suatu kelembagaan formal misalnya kelompok tani atau koperasi di Desa Selaawi sudah ada dan berpotensi besar, namun keterbatasan sumberdaya manusia (SDM) dan tidak adanya pendampingan yang rutin dari pemerintah menyebabkan kelompok tani tidak berjalan aktif. Kebutuhan akan informasi harga kayu yang terus berkembang masih sulit untuk diketahui. Harga kayu ditentukan oleh bandar (pengumpul kayu), sehingga harga pasar kayu umumnya di pasaran tidak diketahui secara jelas. Adanya peran pemerintah (dinas kehutanan) sebagai lembaga eksternal sangat diharapkan dalam pengembangan agrforestri di Desa Selaawi. Lembaga eksternal yang diharapkan mampu berkontribusi cukup tinggi antara lain Dinas Kehutanan Kabupaten Garut, Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Barat dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) setempat.
Sub Penelitian III. Strategi Pengembangan Agroforestri Mindi
Strategi pengembangan agroforestri mindi di Desa Selaawi disusun berdasarkan hasil identifikasi unsur internal (kekuatan dan peluang) dan unsur eksternal (kelemahan dan ancaman) yang dideskripsikan dari hasil wawancara di lapangan. Matrik SWOT strategi pengembangan agroforestri mindi di Desa Selaawi disajikan pada Tabel 8. Pengelolaan agroforestri mindi ke depan masih memerlukan perhatian dari para pihak diantaranya adalah dinas kehutanan, pemerintah setempat dan Lembaga Swadaya Masyarakat setempat. Berdasarkan analisis SWOT
dan pembuatan diagram maka strategi
prioritas utama yang dapat dilakukan adalah pemanfaatan pengetahuan lokal masyarakat
sebagai
kekuatan
internal
untuk
memanfaatkan
peluang
pengembangan agroforestri (Strenghts-Opportunity) dengan melakukan kegiatan:
46
(1) mempertahankan pengetahuan silvikultur lokal dalam pengembangan agroforestri mindi (2) meningkatkan nilai jual kayu bulat menjadi barang setengah jadi (3) mendorong masyarakat untuk berjaringan dengan desa-desa lain di sekitar Desa Selaawi dalam pengembangan agroforestri mindi. Untuk menjalankan strategi tersebut memerlukan perhatian dari para pihak diantaranya adalah dinas kehutanan, pemerintah dan Lembaga Swadaya Masyarakat setempat. Penelitian dengan mengunakan SWOT dilakukan oleh berbagai peneliti antara lain Yulianti (201I) dalam strategi pengembangan sumber benih mindi di Jawa Barat. Sitompul (2010) menggunakan analisis SWOT dalam perumusan strategi pengembangan hutan Kemenyan di Kabupaten Humbang Hasundutan Sumatera Utara. Wijayanto (2001) menggunakan analisis SWOT sebagai suatu teknik analisis yang digunakan untuk menentukan faktor dominan dalam sistem pengelolaan hutan kemasyarakatan di Repong Damar, Pesisir Krui, Lampung. Yusran (2005) menggunakan pendekatan analisis SWOT dalam menyusun strategi pengembangan hutan kemiri rakyat di kawasan Bulusarung, Sulawesi Selatan. Penelitian yang dilakukan oleh Sitompul (2010) dengan menggunakan analisis SWOT pada masyarakat yang mengelola agroforestri kemenyan di Sumatera Utara menekankan pada strategi (Weakness-Opportunity) yaitu dengan berupaya
mereduksi
kelemahan-kelemahan
internal
untuk
merebut
dan
memanfaatkan dan memanfaatkan peluang yang ada. Penelitian Yulianti (2011) dalam menyusun strategi pengembangan sumber benih mindi di hutan rakyat khususnya untuk Desa Padasari (Sumedang) dan Desa Legok huni (Purwakarta), ditekankan pada aspek pemanfaatan potensi genetik yaitu dengan memanfaatkan potensi genetik yang sudah ada, penguatan kelembagaan yang sudah terbentuk melalui kelompok tani, peningkatan jaringan kerja antara petani, kelompok tani dan intansi kehutanan serta memanfaatkan peluang pasar kayu mindi yang sudah mulai berkembang. Peranan kedua belah pihak antara masyarakat dan para pihak dalam hal menjalankan strategi pengembangan agroforestri mindi ini sangat dibutuhkan untuk menunjang kesejahteraan masyarakat.
47
Peran petani antara lain: 1. Mempertahankan pengetahuan silvikultur lokal dalam pengembangan agroforestri mindi. Dimana pengetahuan ini menjadi suatu masukan bagi masyarakat di luar Desa Selaawi yang ingin mengembangkan agroforestri mindi. Disamping itu pengetahuan lokal ini juga sangat bermanfaat bagi peneliti dan akademisi sebagai masukan dalam pengembangan hutan rakyat. 2. Menguatkan kelembagaan setempat melalui kegiatan mengaktifkan kelompok-kelompok tani sebagai media pertukaran informasi. Informasi di tingkat lokal sangat dibutuhkan baik mengenai informasi teknik silvikultur lokal maupun informasi mengenai harga pasar kayu. Peran pemerintah antara lain: 1. Pembangunan sarana infrastruktur jalan aspal. Salah satu kendala dalam hal nilai jual kayu mindi adalah disebabkan karena sarana transportasi yang tidak kondusif bagi petani. Sehingga petani masih dikuasai oleh para tengkulak. Nilai jual kayu menjadi rendah dengan alasan biaya transportasi pengangkutan kayu yang tinggi. Peran dinas kehutanan antara lain: 1. Mendorong masyarakat untuk berjaringan dengan desa-desa lain di sekitar Desa Selaawi dalam pengembangan agroforestri mindi. Hal ini dapat dipadukan dengan program dinas kehutanan dalam rehabilitasi lahan. 2. Pengembangan sistem informasi pasar kayu mindi dan jenis kayu lain dari dinas kehutanan. Sistem informasi ini bertujuan agar harga kayu tidak dipermainkan di tingkat desa. 3. Membangun hubungan baik antara pemerintah dan masyarakat dalam hal pengembangan agroforestri mindi.
48
Tabel 8 Matrik SWOT strategi pengembangan agroforestri mindi di Desa Selaawi
INTERNAL
EKSTERNAL
Peluang= Oppurtunity (O) 1. Permintaan bibit mindi dari luar desa semakin tinggi 2. Jenis pohon disukai karena mempunyai zat anti rayap (sebagai bahan bangunan) 3. Permintaan kayu yang semakin meningkat 4. Pengembangan agroforestri mindi merupakan salah satu upaya rehabilitasi lahan
Unsur Ancaman = Threat (T) 1. Pemasaran kayu mindi dikuasai oleh tengkulak 2. Informasi terkait pemasaran kayu mindi masih rendah 3. Belum adanya penyuluhan dari dinas kehutanan tentang agroforestri mindi 4. Belum adanya forum kelompok tani antar desa
Unsur Kekuatan= Strenght (S) 1. Petani mempunyai pengetahuan lokal agroforestri mindi 2. Desa Selaawi mempunyai 2 jenis mindi yaitu mindi besar dan kecil dan berbuah sepanjang tahun 3. Agroforestri mampu menghasilkan berbagai jenis produk 4. Jenis tanaman cepat tumbuh dan tahan terhadap serangan hama dan penyakit 5. Status lahan milik sendiri dan input modal rendah 6. Jaminan tabungan bagi petani Strategi SO: Pemanfaatan pengetahuan lokal masyarakat sebagai kekuatan internal untuk memanfaatkan peluang pengembangan agroforestri 1. Mempertahankan pengetahuan silvikultur lokal dalam pengembangan agroforestri mindi ( S1, S2, S3, S5, O2, O3) 2. Meningkatkan nilai jual pohon bulat menjadi barang setengah jadi (S3, S6, O1, O4, O5) 3. Mendorong masyarakat untuk berjaringan dengan desa-desa lain di sekitar Desa Selaawi dalam pengembangan agroforestri mindi (O6) Strategi ST Mendorong pemerintah atau dinas terkait dalam mengontrol perkembangan harga pasar pohon lokal 1. Pengembangan sistem informasi pasar dari dinasdinas terkait (T1, T2, T3) 2. Membangun hubungan baik antara pemerintah dan masyarakat dalam hal pengembangan agroforestri mindi (T4, T5, T6)
Unsur Kelemahan = Weakness (W) 1. Kelompok tani tidak aktif 2. Aspek transportasi kayu kurang mendukung 3. Pohon induk sulit dipertahankan serta pematahan dormansi yang sulit 4. Tingkat pendidikan petani masih rendah 5. Ketergantungan terhadap tengkulak 6. Tidak adanya koperasi desa yang menjamin harga pasar pohon mindi Strategi WO: Pemanfaatan peluang pemasaran kayu mindi dengan pemberdayaan petani oleh pemerintah, Lembaga Swadaya Masyarakat, Dinas Kehutanan dan pihak terkait 1. Pemberdayaan pendampingan KT (W1, W4) 2. Pembangunan sarana infrastruktur jalan aspal (W2 3. Teknologi pemuliaan tanaman ditingkatkan (W3, W5, O3)
Strategi WT Menguatkan kelembagaan petani oleh pemerintah atau dinas terkait 1. Pembentukan koperasi desa (W5, W6, T1, T2) 2. Pengaktifan kembali kelompok tani (W1)
49
Penelitian terkait strategi pengembangan agroforestri mindi juga dilakukan oleh Yulianti (2011) di enam lokasi agroforestri mindi di Jawa Barat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lokasi agroforestri mindi yang mempunyai kelompok tani yang cukup aktif yaitu di Desa Padasari (Sumedang) terbukti mempunyai pendapatan agroforestri mindi tertinggi dibandingkan dengan lima lokasi lainnya. Oleh karena itu pemberdayaan kelompok tani perlu dilakukan juga pada agroforestri mindi di Desa Selaawi untuk lebih meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal. Peran pemerintah maupun intansi terkait sangat diperlukan dalam pemberdayaan kelompok tani tersebut.
50
Sub Penelitian IV. Keragaman Morfologi dan Genetik Mindi
Keragaman Morfologi
Pengukuran karakter morfologi diadaptasi dari Kremer et al. (2002). Dari hasil didapatkan bahwa mindi besar dan mindi kecil yang diukur dari 19 parameter yang dilihat terdapat 8 sifat morfologi yang berbeda nyata dan 11 sifat lainnya tidak berbeda nyata. Tabel 9 Penanda morfologi mindi besar dan mindi kecil dengan Uji t pada alpha 5% No 1 2 3 4
Variabel Panjang Tangkai (PT)
Panjang anak tangkai(PAT) Jumlah daun (JD) Rata-rata jumlah daun tiap anak tangkai (ΣDAT) 5 Jumlah anak tangkai (ΣAT) 6 Rata-rata panjang daun (PD) 7 Rata-rata lebar daun (LSD) 8 Jumlah sirip daun (JSD) 9 Diameter pangkal tangkai (DPT) 10 Jarak antar daun (JAD) 11 Jarak antar anak tangkai (JAAT) 12 Rata-rata panjang tangkai daun (PL) 13 Rata-rata lebar terhadap sudut daun (SW) 14 Rata-rata awal tangkai hingga bagian tengah (WP) 15 Rata-rata jumlah lekukan daun terluar (NL) 16 Bentuk dasar helai daun (BS) 17 Lebar daun (LSD) 18 Dimeter buah (DB) 19 Panjang buah (PB) Keterangan: * = (P<0,05), ** = (P<0,01)
Sig. (P<0,05) 0,143 0,003* 0,134 0,326 0,229 0,436 0,001* 0,211 0,085 0,085 0,052* 0,26 0,075 0,779 0,002* 0,00** 0,00** 0,035* 0,008**
Untuk melihat pengelompokkan individu mindi besar dan mindi kecil dapat dilihat pada Gambar 12. Perbedaan morfologi mindi besar dan mindi kecil dapat dilihat pada dendrogram Gambar 12 dan PCA Gambar 13, bahwa mindi besar mempunyai kluster yang terpisah dengan mindi kecil. Mindi besar dengan angka (1 s.d 10) sedangkan mindi kecil (11 s.d 20). Masyarakat Desa Selaawi sendiri menyatakan bahwa mindi besar dengan mindi kecil sangat terlihat jelas pada pertumbuhannya di lapangan. Pertumbuhan mindi besar lebih cepat daripada
51
pertumbuhan mindi kecil. Varitas mindi besar telah diakui oleh masyarakat dan terbukti secara ilmiah. Variabilitas ini tidak hanya terbukti menggunakan struktur morfologi akan tetapi juga analisis molekuler.
Gambar 12 Dendogram sifat morfologi Mindi.
mindi besar
mindi kecil
Gambar 13 PCA pengelompokan mindi berdasarkan sifat morfologi Hasil analisis PCA menunjukkan bahwa mindi kecil dan mindi besar memiliki pengelompokan yang berbeda.
52
Keragaman Genetik
Keragaman di dalam Populasi
Berdasarkan analisis DNA dengan menggunakan metode mikrosatelit, populasi tanaman mindi di Desa Selaawi memiliki keragaman genetik untuk mindi besar memiliki He = 0,439 dan mindi kecil dengan nilai He = 0,373. Hal ini menunjukkan keragaman di dalam populasi yaitu sebesar 37-43%. Keragaman genetik mindi besar dan kecil di Desa Selaawi tergolong tinggi. Penelitian Yulianti et al. (2011) mengidentifikasi secara genetik mindi kecil di enam lokasi di Jawa Barat dengan RAPD menunjukkan nilai keragaman genetik sebesar 1619%. Secara lengkap nilai beberapa parameter keragaman genetik disajikan pada Tabel 10. Tabel 10 Nilai parameter keragaman genetik mindi besar dan mindi kecil di Desa Selaawi No Populasi N PPL Na Ne He 1 Mindi besar 20 100 2,333 1,997 0,439 2 Mindi kecil 20 100 2,333 1,736 0,373 Keterangan: n = jumlah sampel, PPL = Percentage of Polymorphic Loci, na = Observed number of alleles, ne = Efective number of alleles, He = Gene diversity Namkoong et al. (1996) menyatakan bahwa salah satu indikator genetik dalam praktek manajemen hutan yang lestari adalah besarnya keragaman genetik. Keragaman genetik yang besar sangat mempengaruhi kemampuan suatu jenis untuk beradaptasi. Individu atau populasi dengan keragaman genetik yang sempit akan rentan terhadap kondisi lingkungan yang heterogen.
Keragaman Antar Populasi
Parameter yang digunakan untuk mencirikan variasi genetik antar populasi menurut Frinkleday (2005) yaitu pembagian variasi genetik (F st atau Gst), jarak genetik, dan analisis klaster/kelompok. Adapun nilai keragaman genetik antar populasi yang didapatkan untuk mindi disajikan pada Tabel 11.
53
Tabel 11 Keragaman genetik antar populasi mindi Keterangan Rata-rata
Populasi 2
N 40
Ht 0,110
Hs 0,406
Gst 0,555
Keterangan: Ht = Keragaman genetik total populasi, Hs = Keragaman genetik subpopulasi, Gst = Diferensiasi genetika antar populasi Keragaman genetik antar populasi (Gst) berdasarkan Nei (1972) sebesar 58 %. Nilai keragaman antar populasi lebih besar dibandingkan dengan di dalam populasi (Hs). Nilai keragaman genetik di dalam sub populasi. Nilai keragaman genetik dalam subpopulasi (Hs) sebesar 0,1459 sedangkan antar populasi (G st) 0,555. Komposisi genetik individu-individu di dalam populasi yang sama cenderung lebih seragam bila dibandingkan dengan individu di luar populasinya Variasi antar populasi didasarkan pada perhitungan jarak genetik. Jarak genetik merupakan salah satu parameter yang dapat memberikan indikasi adanya hubungan kekerabatan antar populasi. Dendogram UPGMA berdasarkan jarak genetik dapat dilihat pada Gambar 14.
Gambar 14 Dendogram mindi berdasarkan jarak genetik. Berdasarkan dendrogram tersebut, diketahui bahwa populasi mindi terbagi menjadi dua kelompok besar dimana kelompok pertama adalah mindi besar dan kelompok kedua mindi kecil. Hal ini menunjukkan bahwa populasi mindi besar dan mindi kecil memiliki jarak genetik yang cukup jauh. Sehingga
54
dapat dikatakan populasi kedua mindi tersebut mempunyai struktur genetik yang berbeda. Namun ada satu mindi kecil yang masuk ke dalam kluster mindi besar. Tinggi dan rendahnya keragaman genetik suatu spesies dalam satu populasi dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya adalah ukuran luas populasi efektif, produksi bunga, aliran serbuk sari di antara tegakan dan sistem perkawinan (Sedgley and Griffin 1989 dalam Siregar 2000). Menurut Styles (1972) dalam Yulianti (2011), bunga mindi adalah bunga majemuk dan termasuk hermaprodit, yaitu bunga betina dan jantan berada dalam bunga yang sama. Kondisi seperti ini akan berpeluang untuk terjadinya selfing, yang dapat menurunkan variabilitas genetik suatu populasi. Untuk melihat perbedaan pengelompokan mindi besar dan mindi kecil maka dapat dilakukan dengan menggabungkan variabel sifat morfologi dan genetik terpilih. Sifat morfologi antara lain (diameter buah, panjang buah, jumlah sirip daun dan luas daun) dan sifat genetik terpilih (alel pada primer Ai5 dan Ai34). Pengelompokan mindi kecil dan mindi besar dapat dilihat pada Gambar 15 dan 16.
Mindi besar
Mindi kecil
Gambar 15 PCA penggabungan sifat morfologi dan sifat genetik terpilih.
55
Dendrogram
Similarity
-361.62
-207.74
-53.87
100.00
1 10 8
4
7
2
6
9
3 5 11 14 12 15 13 17 18 16 19 20 Observations
Gambar 16 Dendogram penggabungan sifat morfologi dan sifat genetik, angka 1 s.d 10 (mindi besar), angka 11 s.d 20 (mindi kecil).
Primer Mikrosatelit Mindi
Primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah primer Ai5, Ai34 dan Ai48. Primer ini biasanya digunakan untuk mimba (Azadirachta indica). Primer spesifik untuk mindi belum ditemukan, oleh karena itu dicari pendekatan primer yang mungkin digunakan pada mindi. Mindi dan mimba merupakan jenis tanaman yang masuk ke dalam famili Meliaceae. Interpretasi pola pita dengan menggunakan primer (a) Ai5, (b) Ai34 dan (c) Ai48 dapat dilihat pada Gambar 17. 200 bp 150 bp 100 bp
( a) (b) (c) Gambar 17 Interpretasi pola pita dengan menggunakan primer (a) Ai5, (b) Ai34 dan (c) Ai48.
56
Dari ketiga jenis primer mempunyai panjang bp yang berbeda-beda. Dari ketiga jenis primer yang digunakan hanya satu primer yang berada di luar kisaran bp yaitu primer Ai48. Pada mimba pola pita biasanya muncul pada (105-125 bp) namun pada hasil PCR mikrosatelit mindi pola pita muncul pada di bawah 100 bp. Implikasi Keragaman Genetik Mindi
Mindi besar merupakan suatu jenis kayu (fast growing spesies) yang potensial untuk dikembangkan. Pohon mindi besar dapat dipanen pada usia lima tahun dan bekas tebangan (trubusan) dapat dipanen lagi empat tahun kemudian. Sama halnya dengan jenis kayu jabon, sengon afrika dan jenis kayu cepat tumbuh lainnya, harga kayu mindi cukup bersaing di pasaran. Permintaan kayu yang tinggi dapat diimbangi dengan usaha budidaya kayu yang tinggi pula. Hal ini bertujuan agar kayu pada hutan alam terhindar dari praktek illegal logging akibat dari permintaan kayu yang tinggi. Di Desa Selaawi sendiri jenis kayu yang disukai sebagai bahan dalam pembuatan rumah adalah kayu mindi, selain tahan terhadap serangan rayap juga mempunyai corak yang menarik, sehingga pemberian warna tidak diperlukan. Jayusman (2006) dalam Yulianti (2011) mengemukakan bahwa salah satu upaya untuk mengantisipasi sempitnya pilihan jenis pada pengembangan hutan tanaman dan hutan rakyat dapat dilakukan terhadap jenis-jenis yang potensial yang secara alami telah banyak tumbuh di Indonesia. Namun tidak menutup kemungkinan mengembangkan jenis eksotik yang sudah beradaptasi sejak lama di Indonesia dan sudah dikenal di masyarakat luas seperti jenis mindi. Mindi besar dengan nilai keragaman genetik yang dimilikinya merupakan suatu potensi yang baik untuk dikembangkan. Pengembangan mindi dapat dilakukan dengan menjaga jumlah pohon induk yang berada di kebun-kebun petani. Selama ini masyarakat cukup menjaga pohon induknya namun karena harga kayu yang tinggi dikhawatirkan masyarakat tergiur untuk menjual pohonpohon induk tersebut. Upaya yang dilakukan di sisi lain melalui wawancara langsung dengan petani dengan menjaga calon pohon induk dan beberapa petani sendiri telah menanam suatu lokasi untuk konservasi pohon induk mindi tersebut pada satu lahan.
57
Menurut Hidayat (2011), informasi jarak genetik atau pola kekerabatan antar individu pohon induk baik di dalam populasi maupun antar populasi adalah penting untuk program pemuliaan. Jarak genetik yang lebar antar dua individu menunjukkan bahwa kedua individu tersebut memiliki perbedaan genetik yang cukup lebar. Pelaksanaan konservasi sumberdaya genetik suatu jenis harus dimulai dengan mengidentifikasi secara jelas apa tujuan konservasi tersebut. Tahap kedua adalah seleksi sumberdaya genetik yang akan dikonservasi berdasarkan pengetahuan yang tersedia tentang pola spasial dari variasi genetik. Selanjutnya memilih metode konservasi untuk melakukan pengawetan secara fisik. Tahap akhir program konservasi adalah regenerasi sumberdaya genetik (Siregar 2008) Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Yulianti et al. (2011), dari tujuh lokasi penelitian mindi (M. azedarach L.), terdapat mindi jenis buah besar yang hanya ditemukan di Desa Selaawi Kecamatan Talengong. Saat ini masyarakat Desa Selaawi telah berhasil menanam 65.000 bibit mindi karena kebutuhan sendiri. Hal ini dapat menjadi suatu upaya konservasi insitu pada desa Selaawi sendiri. Salah satu petani menyatakan bahwa mindi juga sudah mulai diketahui oleh desa tetangga, kecamatan tetangga bahkan kabupaten tetangga seperti Cianjur yang dapat mendukung berkembangnya agroforestri mindi besar. Mindi besar Desa Selaawi diharapkan dapat menambah keanekaragaman jenis tanaman cepat tumbuh yang berpotensi berkembang di masyarakat sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan kayu lokal maupun nasional.