26
IV.
KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1 Gambaran Umum Wilayah Penelitian Dua kecamatan yang dipilih di Kabupaten Indramayu, yaitu: Kecamatan Patrol dan Lelea. Batas administratif Kabupaten Indramayu adalah: di sebelah timur berbatasan dengan Cirebon, di sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Sumedang dan Majalengka, di sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Subang dan di sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa. Letak geografis Kabupaten Indramayu berada pada koordinat 107°51’- 108°36’ Bujur Timur dan 6°15’-6o40’ Lintang Selatan. Kecamatan Patrol dan Lelea termasuk dataran rendah dengan ketinggian wilayah kurang dari 100 meter di atas permukaan laut.
Iindra mayu
N
Gambar 3. Peta Kabupaten Indramayu Indramayu mempunyai curah hujan rata-rata kurang dari 100 ml/bulan selama 5-8 bulan, walaupun pada musim penghujan sering rawan banjir. Luas total wilayah Indramayu adalah 2,041,011 hektar, dengan 41.90% lahan sawah (BPS 2010a). Kabupaten Indramayu merupakan salah satu sentra produksi padi, selain bawang merah dan sayuran, terutama di Kecamatan Patrol. Luas wilayah Kecamatan Patrol adalah 394.6 km2 dengan jumlah penduduk sebesar 55,595
27
jiwa, sementara luas Kecamatan Lelea adalah 545.49 km2 dengan jumlah penduduk 49,479 jiwa. Kabupaten Cirebon terletak di bagian timur Provinsi Jawa Barat yang berbatasan dengan Provinsi Jawa Tengah. Dalam sektor pertanian Kabupaten Cirebon merupakan sentra produsen beras di jalur pantura. Daratan Cirebon memanjang dari Barat Laut ke Tenggara. Ditinjau dari permukaan tanah/daratan, Kabupaten Cirebon berada pada ketinggian 0-130 m di atas permukaan laut (dpl), dapat dibedakan menjadi dua kategori, yaitu: daerah dataran rendah yang terletak di sepanjang pantai utara Pulau Jawa (Kecamatan Gegesik, Kaliwedi, Kapetakan, Arjawinangun, Panguragan, Klangenan, Gunungjati, Tengah Tani, Weru, Astanajapura, Pangenan, Karangsembung, Waled, Ciledug, Losari, Babakan, Gebang, Palimanan, Plumbon, Depok dan Kecamatan Pabedilan) dan dataran tinggi, sehingga cocok untuk berusaha tani sayuran. Letak geografis Kabupaten Cirebon berada pada posisi 108o40’ - 108o48’ Bujur Timur dan 6o30’ – 7o00’ Lintang Selatan, yang dibatasi oleh: ♦ Sebelah Utara berbatasan dengan wilayah Kabupaten Indramayu ♦ Sebelah Barat Laut berbatasan dengan wilayah Kabupaten Majalengka ♦ Sebelah Selatan berbatasan dengan wilayah Kabupaten Kuningan ♦ Sebelah Timur berbatasan dengan wilayah Kota Cirebon dan Kabupaten Brebes Provinsi Jawa Tengah.
Cire bon
N
Gambar 4. Peta Kabupaten Cirebon
28
Kabupaten Cirebon mempunyai luas total 990.36 km2 dengan jumlah penduduk 2.14 juta jiwa.
Petani responden diambil dari 3 kecamatan yaitu:
Kecamatan Pabuaran dengan luas wilayah 454 km2 dan penduduk 35,890 jiwa, Kecamatan Babakan dengan luas 21.93 km2 dan penduduk 71,648 jiwa; serta Kecamatan Gebang dengan luas 31.68 km2 dan penduduk 63,449 jiwa. Petani di ketiga kecamatan ini memiliki jaringan pemasaran yang kuat terkait dengan kelompok tani dan jaringan permodalan usaha tani. Umumnya lahan pertanian di ketiga wilayah responden merupakan lahan irigasi, baik irigasi teknis, setengah teknis ataupun irigasi sederhana.
Luas lahan sawah yang digunakan untuk
pertanian pada masing-masing wilayah adalah: 535 hektar (Pabuaran), 1,764 hektar (Gebang) dan 1,465 hektar (Babakan), dan terong merupakan komoditas kedua terbesar setelah bawang merah (BPS 2010b). Kabupaten Karawang merupakan wilayah penelitian ketiga, dengan mengambil 3 wilayah sampel, yaitu Kecamatan Jatisari, Kecamatan Tirtamulya dan Kecamatan Rawamerta. Kabupaten Karawang merupakan salah satu sentra produksi atau lumbung padi di jalur pantura.
Kabupaten Karawang juga
merupakan sentra produksi terong disamping sayuran dataran rendah lainnya, seperti mentimun, kacang panjang, paria dan oyong.
Kara wang
N
Gambar 5. Peta Kabupaten Karawang
29
Kabupaten Karawang merupakan wilayah yang berbatasan dengan Laut Jawa di sebelah utara, Kabupaten Bogor dan Kabupaten Cianjur di sebelah selatan, Kabupaten Subang di sebelah timur dan Kabupaten Bekasi di sebelah barat. Luas wilayah Karawang 1,737.30 km2, dengan populasi 2.073 juta jiwa. Secara geologis merupakan wilayah yang tertutup pantai luas yang terhampar di bagian pantai utara. Karawang termasuk wilayah dataran rendah dengan suhu udara 270C dan tekanan 0.01 milibar, 66% penyinaran matahari serta kelembaban nisbi sebesar 80%. 4.2 Gambaran Umum Petani Responden Jumlah petani responden yang diwawancarai ada 60 orang, dengan rincian: 4 orang petani sayuran bukan terong, dan 56 orang petani terong, satu orang diantaranya berusaha tani terong lokal.
Pengelompokan berdasarkan adopsi
dilakukan hanya pada 55 petani sampel, yakni 14 orang petani masuk dalam kelompok adopter tidak total karena dalam usaha taninya menggunakan baik benih lokal maupun benih hibrida, sementara kelompok kedua adalah 41 orang adopter total yang hanya menggunakan benih hibrida dalam berusaha tani terong. Berdasarkan hasil wawancara terhadap petani sampel di ketiga kabupaten diperoleh data yang meliputi: umur, tingkat pendidikan, pengalaman usaha tani, status kepemilikan lahan dan luas lahan yang digunakan untuk usaha tani terong. Hasil wawancara lanjutan terhadap petani non adopter, alasan tidak menggunakan benih terong hibrida terkait dengan ketidaktersediaan benih hibrida yang memiliki kualitas sesuai dengan permintaan pasar, yakni terong kapol/kalapa dan terong pondoh. Hal yang sama juga dinyatakan oleh petani kelompok adopter tidak total bahwa alasan mereka tetap menanam benih lokal karena ketidak tersediaan benih terong hibrida yang sesuai dengan tipe yang diinginkan yaitu terong bulat atau terong lalab, dengan nama lokal terong asoi, marukan dan apel sebagai terong lalab, atau terong kapol dan pondoh sebagai terong yang harus diolah.
Hal ini sesuai dengan data yang diperoleh dari Pelepasan Varietas
Kementerian Pertanian bahwa semua varietas hibrida yang telah dilepas merupakan tipe terong panjang ungu, terong panjang hijau, terong panjang putih dan terong panjang coklat-hitam (purple). Secara terperinci varietas-varietas yang
30
telah terdaftar dan dilepas oleh Menteri Pertanian dan varietas yang telah dikomersialkan dapat dilihat pada Tabel 1. 4.2.1 Karakteristik Petani Responden Usia petani responden berkisar antara 21- >50 tahun. Usia petani adopter tidak total tersebar pada kisaran usia 31-40 tahun, yakni 20% , dan kurang dari 5% pada kisara usia 41-50 tahun. Sementara itu petani adopter total tersebar antara usia lebih dari 21 tahun, dan tertinggi pada usia antara 31-40 tahun yakni 30%. Secara rinci dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Distribusi umur petani responden Tingkat pendidikan responden di ketiga wilayah penelitian, sebagian besar adalah Sekolah Dasar, yakni 78.18%, yang terdiri dari 60% petani adopter total dan 18.18% petani adopter tidak total. Tingkat pendidikan SLTP sebesar 5.46% dan berpendidikan SLTA sebesar 14.94%, dan hanya 1.82% berpendidikan tinggi (Gambar 7).
Gambar 7. Distribusi tingkat pendidikan petani responden
31
Gambar 8 menunjukkan pengalaman usaha tani terong dari petani sampel di ketiga wilayah penelitian. Pola penyebaran tertinggi pada berada pada kisaran 510 tahun dan 11-15 tahun, masing-masing 32.73% dan 34.55%. Seperti halnya pada sebaran usia responden, pengalaman usaha tani responden adopter total tersebar mulai kurang dari 5 tahun sampai lebih dari 15 tahun, terutama responden di wilayah Kabupaten Cirebon. Dari hasil wawancara lebih dalam terhadap petani responden, seperti H. Darmu di Kabupaten Cirebon, umumnya petani bawang merah dan terong di wilayah tersebut merupakan petani yang bersifat turun-temurun, terutama golongan petani besar yang memiliki lahan dan permodalan besar, baik sebagai petani murni ataupun petani dan pedagang, sehingga varietas terong yang digunakan dalam usaha tani mengikuti varietas yang biasa dipakai oleh orang tua atau kerabat terdekat.
Gambar 8. Distribusi pengalaman usaha tani petani responden Yuliarmi (2006) mengemukakan bahwa pada umumnya petani padi sawah di Kecamatan Plered, Purwakarta bersifat turun menurun.
Tata cara dalam
budidaya serta pemilihan input mengikuti kebiasaan yang diwariskan oleh orang tua atau tokoh yang dianggap berhasil.
Gambar 9. Distribusi status kepemilikan lahan petani responden
32
Kepemilikan lahan untuk usaha tani terong umumnya berstatus sewa, yakni 72.73% dan 23.63% berstatus milik sendiri baik pada responden adopter total maupun adopter tidak total.
Status lahan gadai ditemukan pada responden
adopter tidak total, sementara status lahan garap/sakab ditemukan pada responden adopter total. Secara rinci dijelaskan dalam Gambar 9. Luas lahan yang digunakan dalam usaha tani terong pada petani responden sebagian besar berada pada kisaran antara 0.1-0.5 hektar, yaitu 60%, luas lahan kurang dari 0.1 hektar sebesar 20% dan luas lahan lebih dari 0.5 hektar sebesar 20%. Petani adopter tidak total tidak ditemukan satupun yang berusaha tani kurang dari 0.1 hektar, sementara itu sebesar 5.45% berusaha tani dengan lahan lebih dari 0.5 hektar, yakni di wilayah Cirebon, yang secara rinci dijelaskan dalam Gambar 10..
Gambar 10. Distribusi luas lahan usaha tani terong petani responden 4.2.2 Pola Tanam Ketiga lokasi penelitian memiliki pola tanam yang hampir sama, padi merupakan komoditas utama, sementara itu terong seperti halnya komoditas sayuran lainnya merupakan tanaman selingan setelah padi. Petani sampel di wilayah Cirebon dan Indramayu bertanam bawang merah sebagai tanaman sayuran utama setelah bertanam padi, sementara itu terong merupakan tanaman kedua setelah bawang merah. Di wilayah Indramayu, petani menanam terong secara tumpangsari dengan sayuran lain seperti sawi untuk memanfaatkan sisa waktu sewa dan sebagai rotasi untuk memutus siklus organisme pengganggu pada tanaman utama, bawang merah, seperti terlihat pada Gambar 11.
33
Alasan utama petani di Kabupaten Indramayu dan Kabupaten Cirebon memilih bertanam terong selain sebagai rotasi dan pemutus siklus organisme pengganggu adalah untuk memanfaatkan sisa-sisa pupuk kandang dan pupuk kimia yang telah diaplikasikan pada tanaman bawang merah, memanfaatkan bedengan bawang merah yang hanya terpakai 2 bulan dalam siklus budidaya, sementara itu sewa lahan umumnya dilakukan selama 6 bulan atau semusim. Disamping itu, kemudahan dalam perawatan atau budidaya tanaman terong merupakan alternatif dalam mengurangi biaya produksi dalam usaha tani bawang merah, selain mengurangi resiko kerugian dalam usaha tani secara keseluruhan.
Gambar 11. Pola tanam petani terong di Karawang, Cirebon dan Indramayu Petani responden di Kabupaten Karawang berusaha tani terong dengan alasan kemudahan dalam perawatan tanaman, rendahnya resiko kegagalan produksi dan kerugian usaha tani, yang terkait dengan kestabilan harga yang
34
didapat karena ketepatan dalam memilih waktu tanam.
Musim tanam di
Kabupaten Karawang adalah tidak terbatas, sementara musim tanam petani di Indramayu dan Cirebon umumnya bulan Mei dan November. Tabel 4 menjelaskan tentang pola tanam petani responden yang sebagian besar adalah bawang merah–jagung atau terong dan padi sebesar 32.73%, dan pola tanam bawang merah–terong-tomat serta padi sebesar 33.93%.
Sistem
bedengan “surjan” umumnya dipakai petani bawang merah di Indramayu dan Cirebon, yang memerlukan biaya tinggi. Sistem irigasi yang memadahi serta bertujuan sebagai rotasi, merupakan faktor pendorong petani melakukan usaha tani secara tumpang sari dan tumpang gilir, yang diharapkan dapat menurunkan biaya resiko kegagalan usaha tani pada saat harga jual bawang merah rendah. Adapun pemilihan tanaman tumpang sari atau tumpang gilir setelah bawang merah didasarkan pada modal yang dimiliki oleh petani, serangan organisme pengganggu tanaman, dan harga pasar dari masing-masing sayuran. Sawi dan beberapa sayuran daun berumur pendek merupakan tanaman tumpang sari alternatif sebelum bawang merah dipanen dan terong masih di masa awal vegetatif. Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, pada saat penelitian, petani memiliki alternatif tanaman kedua setelah bawang merah, yakni jagung dan tomat terkait dengan serangan organisme pengganggu pada terong, terutama geminivirus atau lebih dikenal sebagai virus kuning. Menurut petani, saat ini belum ada varietas terong yang tahan terhadap virus kuning, baik varietas hibrida ataupun kultivar lokal, sedangkan beberapa varietas tomat sudah memiliki ketahanan terhadap virus kuning tersebut. Tabel 4. Pola tanam petani responden Pola Tanam Padi-terong/oyong/timun-kacang panjang Padi-terong/timun-kacang panjang Padi-terong-sayuran lain Padi-kacang panjang/timun/oyong/pariaterong Bawang merah-jagung/terong-padi Bawang merah-terong+sawi-tomat+padi Bawang merah-terong-tomat+padi Bawang merah-terong-jagung-padi
Prosentase (%) 1.82 1.82 5.44 9.09 32.73 3.64 33.93 10.91