IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1 Karakteristik Biofisik 4.1.1
Letak Geografis Lokasi penelitian terdiri dari Kecamatan Ciawi, Megamendung, dan Cisarua,
Kabupaten Bogor yang terletak antara 6⁰37’10” LS sampai dengan 6⁰46’15” LS dan 106⁰49’48” BT sampai dengan E107⁰0’25” BT. Luas wilayah penelitian adalah 18.468 Ha. Selain berada di sistem DAS Ciliwung Hulu, wilayah ini juga berada pada kawasan Bopunjur dan merupakan daerah pegunungan dengan elevasi antara 362 m sampai 3000 m dpl. Batas dari lokasi penelitian adalah sebagai berikut: •
Sebelah barat berbatasan dengan DAS Cisadane,
•
Sebelah timur berbatasan dengan Sub Das Cikeas,
•
Sebelah utara berbatasan dengan DAS Ciliwung Tengah, dan
•
Sebelah selatan berbatasan dengan DAS Cisadane Hulu.
4.1.2
Iklim Lokasi penelitian (Kecamatan Ciawi, Megamendung, dan Cisarua)
mempunyai curah hujan rata-rata sebesar 2929 – 4956 mm/ tahun. Perbedaan bulan basah dan kering sangat mencolok yaitu 10.9 bulan basah per tahun dan hanya 0.6 bulan kering per tahun. Tipe iklim DAS Ciliwung Hulu menurut sistem klasifikasi Smith dan Ferguson (1951) yang didasarkan pada besarnya curah hujan, yaitu Bulan Basah (>200 mm) dan Bulan Kering (<100 mm) adalah termasuk ke dalam Type A (Abdurachman, 2009) Data iklim lainnya seperti suhu udara untuk periode tahun 2009-2010 diperoleh dari Badan Meteorologi dan Geofisika Balai Besar Wilayah II Stasiun Klimatologi Darmaga Bogor. Suhu udara untuk wilayah Ciawi diwakili oleh Darmaga, sedangkan suhu udara untuk wilayah Cisarua dan Megamendung diwakili oleh wilayah Citeko.
27
Tabel 7. Data Iklim Lokasi Penelitian pada Tahun 2009-2010 Darmaga (Ciawi) 2009 Bulan
Citeko (Cisarua, Megamendung)
2010
2009
2010
Suhu
CH
Suhu
CH
Suhu
CH
Suhu
CH
(⁰C)
(mm/bln)
(⁰C)
(mm/bln)
(⁰C)
(mm/bln)
(⁰C)
(mm/bln)
Januari
25,0
360,8
25,3
252
20,1
594,2
20,6
416
Februari
25,1
305,3
25,9
461
19,5
534,1
21,3
531
Maret
25,8
261,1
26,0
415
21,0
386,4
21,5
471
April
26,2
259,9
27,1
43
21,8
220,6
22,5
82
Mei
26,1
570,6
26,7
331
21,7
368,7
22,4
289
Juni
26,1
338,1
25,9
303
21,7
128,4
21,4
255
Juli
25,8
131,1
25,8
270
21,2
87,2
21,3
137
Agustus
26,3
33,1
25,8
478
21,3
14,9
21,3
305
September
26,6
156,8
25,3
601
21,9
64,6
21,2
374
Oktober
26,0
415,8
25,4
436
21,8
356,1
21,3
425
November
26,3
407,0
25,0
284
21,6
308,6
21,5
286
Desember
26,1
258,2
25,5
177
21,4
229,9
20,7
291
Sumber: Stasiun Klimatologi Darmaga Bogor, 2010
Tabel 8. Data Hari Hujan Lokasi Penelitian pada Tahun 2009 Bulan
Ciawi
Cisarua
Januari
25
26
26
Februari
23
13
13
Maret
13
25
25
April
14
21
21
Mei
22
17
17
Juni
11
12
12
Juli
5
16
16
Agustus
7
11
11
September
8
10
10
Oktober
18
18
18
November
22
25
25
Desember
22
16
16
15,83
18
17,5
Rata-rata
Megamendung
Sumber: Kecamatan Ciawi, Cisarua, Megamendung dalam Angka, 2010
28
4.1.3
Hidrologi Lokasi penelitian yang berada pada DAS Ciliwung Hulu merupakan sistem
DAS dengan sungai utama adalah Sungai Ciliwung. Sungai ini mengalir dari arah selatan ke utara. Mata air dari Sungai Ciliwung berdasar dari Danau Telaga Warna yang terletak pada ketinggian 1433 m dpl. Kawasan Danau Telaga Warna juga dijadikan obyek wisata yang lahannya merupakan milik negara dan dikelola oleh Departemen Kehutanan dengan luas danau 1 ha dan area penyangga 5 ha.
Gambar 7. Danau Telaga Warna, salah satu sumber mata air di DAS Ciliwung Hulu
Intensitas curah hujan memiliki korelasi yang positif terhadap terjadinya peningkatan aliran limpasan (run off), yang dapat meningkatkan volume serta fluktuasi debit sungai.
Tabel 9. Debit Maksimum dan Minimum Sungai Ciliwung di Bendungan Katulampa No.
Tahun
1
Besarnya Debit Sungai (liter/detik) Maksimum
Minimum
2002
16.197,17
6.238,08
2
2003
7.599,25
4.983,58
3
2004
13.740,75
8.454,58
4
2005
13.574,50
6.914,42
5
2006
10.039,83
4.093,42
6
2007
13.748,92
7.506,67
7
2008
30.673,58
18.694,17
8
2009
29.097,00
15.963,83
Sumber: Dinas Bina Marga dan Pengairan Kabupaten Bogor, 2011
29
Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa adanya fluktuasi debit sungai yang sangat besar. Hal ini merupakan salah satu indikator yang menunjukkan bahwa di lokasi penelitian telah mengalami kerusakan sehingga selalu menimbulkan ancaman banjir pada setiap tahunnya, khususnya pada musim penghujan. Berikut peta drainase yang dihasilkan dari penggabungan informasi mengenai kondisi drainase dari peta tanah DAS Ciliwung Hulu dengan peta tanah Kabupaten Bogor (Gambar 8) (Syartinilia, 2004).
Sumber: Syartinilia, 2004
Gambar 8. Peta Drainase Lokasi Penelitian
30
4.1.4
Kemiringan Lahan Berdasarkan bentuk lerengnya, kemiringan lahan di lokasi penelitian
bervariasi antara bentuk datar, landai, agak curam, curam sampai dengan sangat curam. Pembagian lokasi penelitian berdasarkan kemiringan lahan dan bentuk wilayah diklasifikasikan ke dalam bentuk kelas lereng seperti dapat dilihat pada Gambar 9 dan Tabel 10.
Sumber: Syartinilia, 2004 Gambar 9. Peta Kemiringan Lahan di Lokasi Penelitian
31
Tabel 10. Kondisi Kemiringan Lahan Lokasi Penelitian No.
Kelas Kemiringan (%)
Luas (Ha)
1
0-8
3.809,07
2
8 - 15
3.627,54
3
15 – 25
3.261,96
4
25 - 40
2.924,1
5
40 - 55
1.999,08
6
> 55
2.844,36
Sumber: Syartinilia, 2004
4.1.5
Tanah dan Geologi Pada lokasi penelitian dijumpai 4 ordo tanah, yaitu Entisol, Inceptisol,
Ultisol, dan Andisol. Keempat ordo tanah ini dijabarkan lebih detil menjadi 5 jenis tanah dengan luas yang bervariasi di lokasi penelitian (Tabel 11). Jenis tanah yang mendominasi adalah Latosol, Andosol, dan Regosol. Jenis tanah Latosol (Gambar 10) pada umumnya berbahan induk batuan vulkanik yang bersifat intermedier, bersolum dalam, pH agak tinggi dengan kepekaan erosi rendah. Jenis tanah latosol dan asosiasinya memiliki sifat tanah yang baik yaitu tekstur liat berdebu hingga lempung berliat, stuktur granular dan remah, kedalaman efektif umumnya >90 cm, dan agak tahan terhadap erosi, serta pH tanah yang agak netral dan kandungan bahan organik yang rendah atau sedang. Jenis tanah Regosol dan Andosol umumnya agak peka terhadap erosi, kedalaman efektifnya bervariasi, kandungan hara dan bahan organik relatif tinggi.
Tabel 11. Jenis Tanah di Lokasi Penelitian No.
Jenis Tanah
Luas Hektar
%
1
Andosol Coklat Kekuningan
5.522,37
30,65
2
Asosiasi Latosol Coklat Kemerahan dan Latosol Coklat
4.788,27
26,06
3
Komplek Regosol Kelabu dan Litosol
366,16
1,99
4
Latosol Coklat
7.122,44
38,76
5
Latosol Coklat Kemerahan
576,65
3,14
Sumber: Peta tanah semi detail DAS Ciliwung Hulu skala 1 : 50.000, Puslitnak dan agroklimat, 1992.
32
Sumber: Syartinilia, 2004
Gambar 10. Peta Jenis Tanah Lokasi Penelitian Berdasarkan sifat erodibilitas, tanah Latosol tergolong peka, sedangkan erodibilitas tanah Andosol dan Regosol masing-masing tergolong peka dan sangat peka. Potensi erosi di lokasi penelitian relatif tinggi, sehingga limpasan air hujan yang masuk ke dalam sungai akan mengakibatkan sedimentasi yang tinggi. Lokasi penelitian dibangun oleh formasi geologi vulkanik, yaitu komplek utama Gunung Salak dan Komplek Gunung Pangrango. Deskripsi litologi lokasi ini adalah tufa glas litnik kristal: tufa pumice, breksi pumice, dan batu pasiran tufa, sedangkan kondisi fisiografi lokasi ini merupakan daerah pegunungan dan berbukit. Bahan induk tanah yang terdapat di lokasi ini berupa tufa vulkanik tua dan merupakan bahan dasar pembentuk jenis tanah Latosol. Adanya pencampuran
33
bahan vulkanik tua dan yang lebih muda memungkinkan terbentuknya jenis tanah lain yang berasosiasi dengan Latosol yaitu Regosol dan Andosol (Abdurrachman, 2009). 4.1.6
Kawasan Lindung dan Non-lindung Kecamatan Ciawi, Megamendung dan Cisarua merupakan area resapan air
hujan. Untuk menjaga fungsi tersebut, maka
seluas 15.556,8 ha merupakan
kawasan lindung (84,2%) dan sisanya seluas 2.910,3 ha merupakan kawasan nonlindung (15,8%) (Syartinilia, 2004) (Gambar 11).
Sumber: Syartinilia, 2004
Gambar 11. Kawasan lindung dan non-lindung di lokasi penelitian
34
4.1.7
Penutupan Lahan Kepemilikan lahan di lokasi penelitian digolongkan menjadi tiga, yaitu hak
milik, lahan negara, dan hak guna usaha. Lahan hak milik merupakan lahan milik masyarakat yang tinggal di sekitar DAS Ciliwung Hulu di luar lahan negara dan lahan hak guna usaha. Biasanya digunakan untuk pemukiman, sawah, ladang, perkebunan, tempat rekreasi. Lahan negara merupakan lahan yang dikelola oleh pemerintah, seperti Taman Nasional Gunung Gede Pangrango yang dikelola oleh Balai Konservasi Sumberdaya Alam seperti Cagar Alam Telaga Warna, dan PT. Perhutani untuk kawasan lindung dan kawasan hutan produksi. Sedangkan Pemda setempat seperti Balai Pengelolaan Sumberdaya Air, Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah mengelola lahan dalam bentuk situ dan badan sungai. Sedangkan lahan hak guna usaha digunakan oleh PT. Gunung Mas dan PT. Ciliwung untuk areal perkebunan (tempat rekreasi Riung Gunung). Tipe penutupan lahan saat ini secara garis besar terbagi dalam 7 tipe penutupan lahan yaitu: 1. Hutan Hutan yang berada di lokasi penelitian terbagi menjadi dua, yaitu hutan lindung yang berstatus milik negara dan hutan produksi yang didominasi oleh tanaman pinus dan banyak dimanfaatkan oleh masyarakat setempat. 2. Perkebunan Tipe pemanfaatan lahan jenis ini didominasi
oleh
perkebunan
teh.
Perkebunan tersebut dikelola oleh PT. Gunung Mas dan PT. Ciliwung. Saat ini perkebunan telah menjadi obyek wisata, seperti Riung Gunung dan Agrowisata Paralayang.
35
3. Semak belukar Tipe
penutupan
lahan
ini
merupakan bagian sebelum punggung bukit yang belum ditanami sehingga ditumbuhi
tanaman
liar,
rumput-
rumputan, alang-alang, dan tanaman paku-pakuan.
4. Sawah Pemanfaatan
lahan
jenis
ini
memegang peranan sangat penting dan banyak dijumpai bercampur dengan areal
pemukiman.
sawahnya
Sebagian
menggunakan
besar sistem
pengairan baik teknis ataupun sederhana (95%),
dan
sisanya
menggunakan
sistem pengairan tadah hujan (5%) (Balai Pengelolaan DAS Ciliwung-Citarum, 2003).
5. Ladang Tipe
penutupan
lahan
ini
umumnya menempati daerah yang agak tinggi.
Termasuk
usaha
pertanian
tanaman pangan lahan kering yang dirotasikan dengan padi gogo atau tanaman sayuran. Tanaman yang umum diusahakan adalah jagung, ubi jalar, kacang tanah, kedelai, singkong, tanaman sayuran.
36
6. Pemukiman Tipe Ciliwung
pemukiman Hulu
di
DAS
merupakan
tipe
pemukiman pedesaan yang digabung dengan
sistem
pertanian
atau
perkebunan. Tempat tinggal cenderung menyebar dan memusat. Dari tahun ke tahun, jumlah pemukiman di kawasan ini cenderung meningkat pesat, terutama ke arah berkembangnya kawasan wisata. Selain sebagai tempat tinggal (hunian), pemukiman di kawasan ini juga berfungsi sebagai tempat peristirahatan yang hanya dihuni pada saat tertentu saja. Tabel 12. Jumlah Bangunan Menurut Jenisnya di Lokasi Penelitian Tahun 2009 No.
Kecamatan
Permanen
Semi
Tidak
Permanen
Permanen
Jumlah
1
Ciawi
12.599
1.905
1.801
16.305
2
Cisarua
20.826
2.506
204
23.536
3
Megamendung
12.847
4.443
2.202
19.492
46.272
8.854
4.207
59.333
Jumlah
Sumber: Kecamatan Ciawi, Cisarua, Megamendung dalam Angka, 2010
7. Badan Air Lokasi penelitian yang terdiri dari Kecamatan Ciawi, Megamendung, dan Cisarua merupakan kecamatan yang terletak di sistem DAS Ciliwung Hulu dengan sungai utama yaitu Sungai Ciliwung. Sungai ini mengalir dari utara hingga ke selatan. Mata airnya berdasar di Telaga Warna. yang terletak pada ketinggian 1433 m dpl.
37
4.2 Karakteristik Sosial Ekonomi dan Kependudukan 4.2.1
Sosial Ekonomi Kegiatan ekonomi masyarakat di wilayah ini sangat beragam dan terus
mengalami pergeseran. Pergeseran kegiatan ekonomi masyarakat dari sektor pertanian ke sektor industri, perdagangan, dan jasa telah terjadi secara nyata di ketiga kecamatan ini. Kegiatan ekonomi masyarakat di bidang pertanian, dimana kegiatan usahanya tergantung pada lahan sudah semakin terbatas. Demikian pula jika melihat perkembangan tingginya alih fungsi (konversi) lahan dan alih pemilikan lahan pada wilayah ini, ada kecenderungan yang sangat kuat bahwa kegiatan ekonomi berbasis lahan tidak dapat dipertahankan lagi. Semenjak timbulnya arus komersialisasi lahan, banyak masyarakat petani lokal yang tergiur melepaskan sebagian atau seluruh lahan miliknya kepada orang kota yang bermodal kuat. Pada kondisi ini sebagian masyarakat mencari pekerjaan di sektor non-pertanian seperti menjadi tukang ojek sepeda motor, penjaga villa peristirahatan milik orang kota, karyawan rumah makan, padang golf, dan sebagainya. Tingkat Pendidikan penduduk di lokasi penelitian relatif rendah, karena didominasi oleh belum sekolah-tidak tamat SD-Tamat SD. Berdasarkan data tahun 2009, di Cisarua jumlah penduduk yang belum sekolah-tidak tamat SDTamat SD mencapai 54,6% dari jumlah penduduknya, dan di Megamendung mencapai 67,4%. Sementara yang mampu tamat hingga jenjang perguruan tinggi hanya 1% untuk Kecamatan Cisarua dan 0,64% untuk Kecamatan Megamendung. Sementara selebihnya merupakan tamatan SLTP, SLTA, dan akademi (Tabel 13).
Tabel 13. Tingkat Pendidikan di Lokasi Penelitian Tahun 2009 No. 1 2 3 4 5
Tingkat Pendidikan Belum sekolah-tidak tamat SD-Tamat SD Tamat SLTP Tamat SLTA Tamat Akademi Tamat Universitas Total
Cisarua 60.585 23.383 24.825 999 1.110 110.902
Sumber: Kecamatan Cisarua, Megamendung dalam Angka, 2010
Megamendung 61.532 16.714 11.456 896 585 91.183
38
4.2.2
Kependudukan Jumlah penduduk di lokasi penelitian pada tahun 1997-2009 mengalami
perubahan. Pada tahun 1997-2009 jumlah penduduk terbanyak setiap tahunnya terdapat di Kecamatan Cisarua (Tabel 14).
Tabel 14. Jumlah Penduduk di Lokasi Penelitian Tahun 1997-2009 Kecamatan
1997
2000
2007
2008
2009
Ciawi
71.323
71.167
92.510
92.642
93.749
Cisarua
75.517
86.525
109.800
109.882
110.040
Megamendung
74.469
72.818
91.069
91.036
91.518
221.309
230.510
293.379
293.560
295.307
Total
Sumber: Kabupaten Bogor dalam Angka, 1997, 2000, 2007, 2010
Jumlah penduduk di Kecamatan Ciawi mengalami penurunan pada tahun 2000, namun pada tahun 2007-2009 jumlah penduduknya terus meningkat. Hal yang serupa juga dialami oleh Kecamatan Megamendung yang mengalami penurunan pada tahun 2000 dan mengalami peningkatan sampai tahun 2009. Berbeda dengan Kecamatan Cisarua yang terus mengalami penningkatan jumlah penduduk dari tahun 1997-2009. Namun secara keseluruhan, jumlah penduduk di tiga kecamatan ini mengalami peningkatan dari tahun 1997-2009 (Gambar 12).
Gambar 12. Grafik Peningkatan Jumlah Penduduk di Lokasi Penelitian
39
4.2.3
Pariwisata Sektor pariwisata di lokasi penelitian berkembang cukup baik, hal ini dapat
terlihat dari jumlah wisatawan pada tahun 2009 mencapai 1.195.448 yang terdiri dari 1.180.772 wisatawan nusantara dan 14.676 wisatawan mancanegara (Tabel 15). Keadaan ini didukung oleh kondisi lokasi penelitian yang memiliki suhu udara yang nyaman serta pemandangan alam pegunungan yang indah yang mampu menarik perhatian wisatawan untuk datang ke lokasi ini.
Tabel 15. Obyek Wisata dan Jumlah Wisatawan di Lokasi Penelitian tahun 2009 Obyek Wisata
Jenis Wisatawan
Jumlah
Nusantara
Mancanegara
Taman Safari Indonesia
632.205
7.687
639.892
Wisata Agro Gunung Mas
273.093
2.129
275.222
Telaga Warna
14.511
520
15.031
Panorama Alam Riung Gunung
12.960
30
12.990
187.203
4.300
191.503
60.800
10
60.810
1.180.772
14.676
1.195.448
Curug Cilember Taman Bunga Melrimba Jumlah
Sumber: Kabupaten Bogor dalam Angka, 2010
4.3 Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Dalam Perda Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Tahun 20052025 (Gambar 13), RTRW merupakan perencanaan tata ruang yang mencakup struktur ruang dan pola ruang.
Struktur Ruang adalah susunan pusat-pusat
pemukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki hubungan fungsional. Sedangkan pola ruang merupakan distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budidaya. RTRW ini disusun agar mampu mendukung proses pengendalian pemanfaatan ruang, yakni upaya untuk mewujudkan tertib tata ruang sesuai dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan. Dalam Perda tentang RTRW tahun 2005-2025 dijelaskan bahwa:
40
1. kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam dan sumberdaya buatan. 2. kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan/atau ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap. 3. kawasan budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumberdaya alam, sumberdaya manusia, dan sumberdaya buatan. 4. kawasan pemukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung baik berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal/lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan.
Gambar 13. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bogor sampai dengan Tahun 2025