IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 3.1. Taman Nasional Tesso Nilo 3.1.1. Sejarah Kawasan Pada awalnya, kawasan hutan Tesso Nilo ditetapkan sebagai Hutan Produksi Terbatas dan merupakan hutan yang dieksploitasi untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri plywood dan produk kayu lainnya. Tahun 1980 permasalahan gajah sudah mulai timbul karena dibukanya kawasan Hutan Langgam yang saat ini bernama Tesso Nilo sebagai daerah pemukiman transmigrasi. Sejak itulah konflik antara gajah dan manusia ada, gajah mendatangi dan merusak lahan tanaman masyarakat. Pada tahun 1984, gangguan gajah di Provinsi Riau semakin meningkat, sehingga pemerintah mencadangkan habitat gajah yang salah satunya adalah kawasan Tesso Nilo. Pencadangan habitat gajah di kawasan hutan Tesso Nilo oleh Menteri Negara Lingkungan Hidup yang pada akhirnya tidak terealisasi. Selanjutnya pada tanggal 30 April 2001, Gubernur Riau mengusulkan kembali kawasan Tesso Nilo dengan luas 153.000 hektar sebagai kawasan konservasi gajah. Tanggal 25 Agustus 2003, Menteri Kehutanan mengeluarkan Surat Keputusan No. 282/Kpts-II/2003 tentang pencabutan Izin Areal PT. INHUTANI IV dan meminta Gubernur Riau untuk melakukan langkah-langkah persiapan penunjukan kawasan hutan Tesso Nilo sebagai kawasan konservasi gajah. Pada tanggal 1 Mei 2004, tim terpadu mengeluarkan berita acara tentang pengkajian dan pembahasan tim terpadu atas usulan pembentukan Taman Nasional Tesso Nilo di Provinsi Riau. Pada tanggal 19 Juli 2004, Menteri Kehutanan menunjuk Tesso Nilo sebagai kawasan Taman Nasional yang berada pada areal PT. INHUTANI IV melalui surat Keputusan No. 255/Menhut-II/2004 tentang Perubahan Fungsi Sebagai kawasan Hutan Tesso Nilo yang terletak di kabupaten Pelalawan dan Indragiri Hulu Provinsi Riau seluas menjadi Taman nasional Tesso Nilo.
38.576 hektar
22
3.1.2. Letak dan Luas Letak kawasan Taman Nasional Tesso Nilo secara administratif berada di dua kabupaten yakni Kabupaten Pelalawan dan Kabupaten Indragiri Hulu, Provinsi Riau. Secara Geografis terletak antara 00008’08’’-00020’45’’ Lintang Selatan dan 101051’51’’-102003’18’’ Bujur Timur.
Gambar 4. Peta letak kawasan Taman Nasional Tesso Nilo Kawasan ini dibatasi oleh hutan produksi, perkebunan kelapa sawit, tanah milik dan pemukiman penduduk. Secara administrasi kawasan TNTN berbatasan dengan : 1. Disebelah barat berbatasan dengan HPH Nanjak Makmur dengan vegetasi hutan sepanjang 16.460 m. 2. Disebelah utara berbatasan dengan PT. RAPP dengan vegetasi akasia sepanjang 17.264 m. Desa Lubuk Kembang Bunga dengan vegetasi semak dan sisa hutan sepanjang 3.216 m. Desa Air Hitam dengan vegetasi semak sepanjang 921 m. 3. Disebelah timur berbatasan dengan Dusun Bagan Limau dengan vegetasi sawit, lahan kosong sepanjang 9.294 m dan vegetasi hutan sepanjang 4.262 m.
23
PT. Inti Indosawit Subur dengan vegetasi kelapa sawit sepanjang 1.828 m. KKPA dengan vegetasi kelapa sawit dan hutan sepanjang 7.154 m. 4. Disebelah selatan berbatasan dengan PT. Putri Lindung Bulan dengan vegetasi akasia sepanjang 12.178 m. PT. Rimba Lazuardi dengan vegetasi akasia sepanjang 2.938 m. CV. Riau Jambi Sejahtera dengan vegetasi hutan sepanjang 1.075 m. Luas kawasan Taman Nasional Tesso Nilo berdasarkan Surat keputusan Menteri Kehutanan No. 255/Menhut-II/2004 seluas 38.576 hektar. Berdasarkan perhitungan grafis (hasil plot koordinat buku ukur survei penataan sendiri dan persekutuan areal kerja) PT. INHUTANI IV, PT. Nanjak Makmur dan PT. Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) tahun 2000 adalah seluas 38.608 hektar. 3.1.3. Aksesibilitas Sebagian besar kawasan Taman Nasional Tesso Nilo berada di Kabupaten Pelalawan yang terletak
60 km dari ibukota Provinsi Riau, Pekanbaru. Kawasan
hutan Tesso Nilo memiliki aksesibilitas yang sangat terbuka, hampir seluruh keliling kawasan ini memiliki jaringan jalan masuk, hal ini mempercepat penurunan kualitas hutan akibat pencurian hasil hutan dan perburuan satwa. Aksesibilitas menuju hutan Tesso Nilo antara lain: 1. Jalan Raya Lintas Timur Sumatera – Ukui- Ds Lubuk Kembang Bunga 2. Jalan Raya Lintas Timur Sumatera– Ukui- Dusun Bagan Limau 3. Jalan Raya Taluk Kuantan-Air Molek-Baserah-Simpang Inuman 4. Jalan Raya Taluk Kuantan-Air Molek-simpang lala-Desa Pontian mekar 5. Jalan Raya Taluk Kuantan-Air Molek-Simpang Klayan (simpang mangga) 6. Jalan Raya Taluk Kuantan-Air Molek-Simpang Selanjut 7. Jalan Raya Taluk Kuantan-Air Molek-Simpang Sentajo. 3.1.4. Topografi Penentuan kemiringan lereng suatu bentang lahan didasarkan pada data kontur dari Peta Rupa Bumi Indonesia skala 1 : 50.000 dengan interval kontur 25 m. Tingkat kemiringan lereng dikelompokkan kedalam 5 kelas kemiringan lereng yaitu datar, landai, bergelombang, curam dan sangat curam. Luasan bentang lahan
24
berdasarkan kelas kemiringan lereng secara metrik maupun dalam proporsinya disajikan dalam Tabel 1 sebagai berikut. Tabel 1. Luasan bentang lahan berdasarkan kelas kemiringan lereng secara metrik No. 1. 2. 3. 4. 5.
Kemiringan Lereng 0-8 % (datar) 8-15 % (landai) 15-25 % (bergelombang) 25-45 % (curam) >45 % (sangat curam) Total
Luas (Ha) 19.514,43 2.467,05 4.854,19 3.869,28 7.526,03 38.230,98
Proporsi (%) 51,04 6,45 12,70 10,12 19,69 100,00
Sumber : Rencana Pengelolaan Taman Nasional Tesso Nilo (RKL TNTN) 2005-2025.
3.1.5. Geologi dan Tanah Kawasan-kawasan pada bagian barat dan timur Pekanbaru, masing-masing digolongkan sebagai dataran rendah dan rawa dataran rendah. Kondisi litologinya dicirikan oleh bahan organik semi lapuk yang berasal dari gambut tropis zaman kuarter dan batuan pasir Kaolinit, batuan liat serta tufa asam yang sudah mengalami proses pelapisan sedimen dari zaman Kuarter. Berdasarkan laporan RKL TNTN, penggolangan jenis tanah oleh USDA (United State Departement Agrinomic), jenis tanah yang mendominasi kawasan tersebut adalah Tropohemist (sekarang Haplohemist) dan Paleudults. Kawasan ini berada pada kisaran hutan yang berambut tebal, berawa sampai kawasan kering dengan ketinggian 25-100 meter dari permukaan laut yang dilapisi oleh gambut memiliki ketebalan bervariasi di atas pasir dan liat berpasir. 3.1.6. Iklim Dataran bagian timur dari kawasan Sumatera bagian tengah secara umum digolongkan sangat lembab dengan curah hujan tahunan yang berkisar antara 2.000-3.000 mm. Kondisi hutan yang lembab dan rapat akan banyak menggugurkan daun, sehingga banyak tumbuhan yang mengalami kekeringan serta mati. Kondisi yang kering memicu terjadinya kebakaran hutan seperti yang terjadi pada tahun-tahun belakangan ini. Berdasarkan data laporan RKL TNTN yang bersumber dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Balai Wilayah I Stasiun Meteorologi Pekanbaru, rata-rata curah hujan tertinggi selama 10 tahun terakhir
25
(1992-2001) jatuh pada bulan November yaitu sebesar 278,67 mm dan terendah pada bulan Juni sebesar 133,19 mm. Sedangkan rata-rata curah hujan tahunan sebesar 2.395,39 mm/tahun (Dephut, 2006). 3.1.7. Hidrologi Kawasan Taman Nasional Tesso Nilo dan sekitarnya merupakan daerah tangkapan air bagi beberapa sungai antara lain : Sungai Tesso (bagian barat), Sungai Segati (bagian utara) dan Sungai Nilo (bagian timur). Ketiganya merupakan sub DAS dari DAS Kampar, tepatnya diantara DAS Tesso dan DAS Nilo di Provinsi Riau. Sungai Nilo dan Sungai Air Sawan merupakan jalur jelajah gajah yang sering diseberangi oleh kelompok gajah dalam mencari makan. Sungai Nilo yang berhulu dari Sungai Air Sawan berada di pinggir desa Lubuk Kembang Bunga, tepatnya di sisi sebelah barat dan berbatasan dengan areal tanaman akasia milik PT. Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP). 3.1.8. Flora Kawasan
Tesso
Nilo
dinyatakan
sebagai
hutan
yang
terkaya
keanekaragaman hayati di dunia dan merupakan salah satu habitat terakhir bagi gajah sumatera yang saat ini mulai terancam keberadaannya (Dephut, 2006). Meskipun saat ini kondisi hutan Tesso Nilo telah terganggu, namun kawasan hutannya masih menyisakan keragaman jenis flora yang tinggi. Di kawasan tersebut ditemukan 360 jenis pohon yang tergolong dalam 165 marga dan 57 suku yang diantaranya terdapat beberapa jenis yang dilindungi dan terancam punah, yakni : kayu batu (Irvingia malayana), kempas (Koompasia malaccensis), jelutung (Dyera polyphylla), Sindora leiocarpa, Sindora velutina, Sindora brugemani, kulim (Scorodocarpus borneonsis), tembesu (Fagraea fragrans), dan jenis-jenis lainnya yang telah termasuk dalam Red List International Undangeseed Convention Nature (IUCN) seperti gaharu (Aquilaria malaccensis), ramin (Gonystylus bancanus), keranji (Dialium spp), meranti (Shorea spp), keruing (Dipterocarpus spp), durian (durio spp) dan jenis Aglaia spp.
26
Selain itu ditemukan pula 82 jenis tumbuhan obat yang selama ini dimanfaatkan
masyarakat
untuk
mengobati
berbagai
macam
penyakit.
Diantaranya patalo/pasak bumi (Eurycoma longifolia) adalah salah satu tumbuhan obat yang populer sebagai obat kuat, biasanya akarnya dicampur dengan janin kijang yang diambil dari kandungan induknya kemudian direndam dalam alkohol. patalo/pasak Bumi ini juga biasa digunakan untuk obat malaria. Jenis tumbuhan obat lainnya diantaranya, kunyik bolai (Zingiber purpureum), jarangau (Acorus calamus), lengkuas putih (Alpinia galanga), akar bulu (Argyreira capitata), sundik langit (Amorphopalus spp), dan akar kayu kuning (Lepionurus sylvestris) yang merupakan obat penyakit kuning. 3.1.9. Fauna Kawasan hutan Taman nasional Tesso Nilo yang mempunyai kawasan hutan yang basah dan kering, sehingga memungkinkan untuk berkembangnya kehidupan satwaliar. Selain satwa gajah sumatera yang merupakan satwa endemik, Menurut Dirjend PHKA (2007) satwa-satwa lain yang terdapat di Taman Nasional ini terdiri dari 107 jenis burung, 23 jenis mamalia, 3 jenis primata, 50 jenis ikan, 15 jenis reptilian, 18 jenis ampibia dan berbagai jenis serangga. Satwa-satwa yang terdapat di Taman Nasional Tesso Nilo diantaranya: 1. Mamalia, antara lain harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae), macan dahan (Neofelis neobulosa), beruang madu (Helarcos malayanus), kijang (Muntiacus muntjak), kancil (Tragolus javanicus), rusa (Cervus unicolor), babi hutan (Sus sp), tapir (Tapirus indicus) dan bajing (Callosciurus spp). 2. Primata antara lain owa (Hylobates agilis), lutung simpai (Presbytis femoralis) dan beruk (Macaca nemestrina). 3. Burung diantaranya adalah beo sumatera (Gracula religiosa), burung kipas (Rhipidura albicollis). elang ular (Spilornis cheela), alap-alap capung (Microchierax fringillarius), kuau (Argusianus argus), burung udang punggung merah (Ceyx rufidorsa), julang jambul hitam (Aceros corrugatus), kangkareng hitam ((anorrhinus malayanus), rangkong badak (Buceros rhinoceros), ayam hutan (Gallus gallus), dan betet ekor panjang (Psittacula longicauda).
27
4. Reptilia diantaranya ular kawat (Ramphotyphlops braminus), dan ular kopi (Elaphe Flavolineata). ular picung air ((Xenochrophis trianguligerus), ular cabe kecil (Maticora intestinalis), ular sendok, ular cobra (Ophiphagus Hannah), sanca sawah (Phyton reticulates), ular gendang/phyton darah sumatera (Phyton curtus), dan buaya sinyulong (Tomistoma schlegeleii). 5. Amphibia, antara lain katak serasah berbintik (Leptobrachium hendriksoni), kodok buduk sungai (Bufo asper), kodok buduk (Bufo melanostictus), katak lekat (kalophrynus pleurostigma), percil bintil (Microhyla heymonsi), katak sawah (Fejervarya cancrivora), katak kangkung (Limnpnectes malesianus), katak batu (L. macrodon), bancet rawa sumatera (Occodozuga sumatrana), kongkang kolam (Rana chalconota), kongkang gading (R. erythraena), kongkang kasar (R. gladulosa), kongkang racun (R.hosii), kongkang jangkrik (R. nicobariensis), dan kongkang sungai totol (R. signata). 3.2. PT. Inti Indosawit Subur 3.2.1. Batas Wilayah Batas wilayah studi meliputi Batas Proyek, Batas Ekologis, Batas Administratif dan Batas Teknis. a. Batas Proyek Batas proyek adalah batas kegiatan perkebunan kelapa sawit (Kebun Buatan dan Kebun Ukui) yang mencakup areal seluas 37.029,11 Ha. Dua areal perkebunan untuk lokasi Kebun Buatan, adalah 5.781,47 Ha merupakan areal Kebun Inti dan 12.000 ha merupakan areal Kebun Plasma. Untuk lokasi di Kebun Ukui, luas areal perkebunan adalah seluas 6.727,64 Ha yang merupakan areal perkebunan inti dan 12.520 Ha merupakan areal perkebunan plasma. Batas–batas proyek sebagian besar masih dibatasi oleh hutan sekunder dan hutan belukar dan sebagian kecil juga dibatasi oleh tanah garapan milik penduduk. b. Batas Ekologis Batas ekologis ditetapkan berdasarkan ruang persebaran dampak kegiatan perkebunan kelapa sawit dan pabrik minyak kelapa sawit terhadap lingkungan biogeofisik–kimia. Berdasarkan pertimbangan ini, maka batas ekologis studi
28
evaluasi lingkungan kegiatan perkebunan kelapa sawit mencakup seluruh areal perkebunan dan daerah hilir sungai yang diperkirakan terpengaruh oleh dampak erosi dan pembuangan limbah industri minyak kelapa sawit. c. Batas Administratif Untuk lokasi perkebunan di Buatan batas administratif meliputi daerah Siak, Kabupaten Bengkalis, dan Kecamatan Langgam, Kecamatan Bunut, Kabupaten Kampar. Untuk lokasi perkebunan di Ukui batas administratif yang ditetapkan, adalah Kecamatan Pangkalan Kuras, Kabupaten Kampar, Kecamatan Paris Penyu, dan Kabupaten Indragiri Hulu. d. Batas Teknis Batas teknis ditetapkan berdasarkan pertimbangan ketersediaan tenaga, waktu dan biaya serta kemampuan ilmu dan teknologi. hasil dari batas proyek, batas ekologis, administratif pada batas teknis akan menggambarkan batas studi evaluasi lingkungan. 3.2.2. Curah Hujan Data curah hujan dan hari hujan diambil dari Stasiun Minas dan Sei Apit yang jaraknya masing-masing sekitar 40 km dari lokasi proyek. Kebun yang paling berdekatan dengan areal proyek adalah kebun SUS PTP II di S. Buatan. Curah hujan di areal proyek dan sekitarnya berkisar antara 2.300–2.800 mm/tahun dengan distribusi yang merata sepanjang tahun tanpa terdapat bulan kering yang nyata, dengan hari hujan berkisar antara 91 hari–140 hari. Curah hujan yang rendah terjadi pada bulan-bulan Mei–Agustus, akan tetapi jumlahnya masih jauh diatas 100 mm. 3.2.3. Suhu Udara Data temperatur yang diambil dari Stasiun Simpang Tiga (± 150 km dari lokasi proyek) yang meliputi kurun waktu 9 tahun (1971-1979) menunjukkan temperatur maksimum rata-rata 32,40C, temperatur minimum rata-rata 21,70C dengan temperatur rata-rata sepanjang tahun 26,30C.
29
3.2.4. Iklim Lokasi kegiatan perkebunan kelapa sawit secara geografis terletak antara 101’40’–102’15’ Bujur Timur dan 0’05’–0’43’ Lintang Selatan. Dengan demikian lokasi kegiatan terletak didaerah beriklim tropis. Untuk mengetahui kondisi iklim di areal perkebunan, maka dasar iklim diambil dari stasiun meteorologi terdekat, yakni stasiun Minas, Sei Apit, Simpang Tiga, Air Molek dan Japura/Rengat. Berdasarkan klasifikasi yang telah dibuat oleh Schmidt & Ferguson (1951), areal proyek termasuk dalam tipe ”A” dengan nilai Q sebesar 13,0. Sedangkan apabila menggunakan metode Koppen, areal proyek termasuk tipe ”Afa” yaitu tipe iklim tanpa bulan kering yang nyata serta temperatur pada bulan terpanas di atas 220C. Dengan menggunakan batasan yang telah dibuat oleh Pusat Penelitian Marihat (PPM), berarti keadaan curah hujan di areal termasuk dalam klas terbaik (klas 1) untuk ditanami tanaman perkebunan, karena berada pada selang 2.000– 2.500 mm/tahunnya. Kelembaban udara dari Stasiun Simpang Tiga menunjukan, bahwa areal perkebunan mempunyai kelembaban udara yang cukup tinggi, ratarata 83,6%. Sedangkan kecepatan untuk angin rata-rata 3,5 knot dengan kecepatan maksimun 16,7 knot. 3.2.5. Geologi dan Tanah Klasifikasi tanah yang terdapat di perkebunan kelapa sawit diantaranya: Podsolik Merah Kekuningan Jenis tanah ini terdapat pada bentuk wilayah datar agak berombak (F/U), bergelombang (R) dan berbukit (H) dengan bahan induk batuan liat (clay stone). Kedalaman tanah lebih dari 100 cm, tekstur terdiri dari lempung berpasir, lempung berpasir dan lempung. Alluvial Jenis tanah ini terdapat pada bentuk wilayah datar (F). Kedalaman tanah lebih dari 100 m, tekstur lempung berpasir sampai pasir. Jenis tanah yang terdapat di PT. Indosawit Subur Ukui disajikan pada Tabel 2.
30
Tabel 2. Jenis Tanah yang Terdapat di PT. Inti Indosawit Subur, kebun Ukui Nama Formasi Aluvium muda Aluvium tua
Umur Holosan Plistosen muda
Formasi kerumutan Formasi minas Formasi petani
Plistosen Plistosen Pliosen
Litologi Lumpur, pasir dan kerikil Lempung pindahan, lanau pasir, kerikil, banyak sisa tumbuhan (gambut) Lempung tufan, pasir, kerikil. Kerikil, kerakal, pasir lempung. Batu lumpur sering mengandung karbonan, lignit, sedikit batu lanau dan batu pasir.