RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PASCAPANEN DAN PEMBINAAN USAHA TAHUN 2014
DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN
i
KATA PENGANTAR Sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah dibangun dalam rangka mewujudkan good governance dan sekaligus result oriented government, perlu terus dikembangkan dan informasi kinerjanya diintegrasikan ke dalam sistem penganggaran dan pelaporan sesuai dengan amanat UU nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Sesuai amanat Undang Undang nomor : 17 tahun 2003 tersebut secara tegas telah dinyatakan bahwa pemerintah diwajibkan menyusun anggaran dengan menggunakan pendekatan anggaran terpadu, kerangka pengeluaran jangka menengah dan penganggaran berbasis kinerja. Sehubungan dengan hal tersebut maka setiap instansi pemerintah dituntut untuk menyiapkan dan menyusun rencana kinerja tahunan dengan mengacu pada Rencana Strategis. Perencanaan kinerja adalah proses penyusunan rencana kinerja sebagai penjabaran dari sasaran dan program yang telah ditetapkan dalam Rencana Strategis (Perencanaan Lima Tahun). Dalam rencana kinerja ditetapkan rencana tingkat capaian kinerja tahunan yang meliputi sasaran dan seluruh indikator kinerja kegiatan. Penyusunan Rencana Kinerja Tahunan (RKT) Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha tahun 2014 merupakan prasyarat untuk mewujudkan terselenggaranya pemerintahan yang baik atau pemerintahan yang berdaya dan berhasil guna, transparan, bersih serta bertanggung jawab. Rencana Kinerja Tahunan merupakan penjabaran program dan sasaran dalam berbagai kegiatan secara tahunan melalui penetapan target kinerja tahunan untuk seluruh indikator kinerja kegiatan.
Jakarta, Juli 2013 Direktur Pascapanen dan Pembinaan Usaha
Ir. Irmijati R. Nurbahar, M.Sc. Nip. 19591023 198503 2 001
i
DAFTAR ISI
I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Tujuan
............................................ ............................................
1 2
II
TUGAS POKOK DAN FUNGSI
...........................................
3
III
VISI DAN MISI A. Visi B. Misi
........................................... ...........................................
4 4
TUJUAN DAN SASARAN A. Tujuan B. Sasaran
.......................................... ..........................................
5 6
V
PERMASALAHAN YANG DIHADAPI
..........................................
7
VI
KEBIJAKAN DAN STRATEGI A. Kebijakan B. Strategi
......................................... .........................................
10 11
PROGRAM DAN KEGIATAN A. Program B. Kegiatan
........................................ ........................................
16 16
..........................................
20
..........................................
24
IV
VII
VIII RENCANA KERJA TAHUN 2014 Lampiran : Matrik Rencana Kinerja Tahunan (RKT) Tahun 2014
ii
I. A.
PENDAHULUAN Latar Belakang Perkebunan merupakan salah satu sub sektor strategis yang secara ekonomis, ekologis dan sosial budaya mempunyai peranan penting dalam pembangunan nasional. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor : 18 tahun 2004 tentang Perkebunan, pembangunan perkebunan bertujuan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat; meningkatkan penerimaan negara dan devisa negara; menyediakan lapangan kerja; meningkatkan produktivitas; nilai tambah dan daya saing; memenuhi kebutuhan konsumsi dan bahan baku industri dalam negeri; dan mengoptimalkan pengelolaan sumber daya alam secara berkelanjutan. Pembangunan perkebunan kedepan dihadapkan kepada berbagai tantangan, seperti terjadinya berbagai perubahan dan perkembangan lingkungan yang sangat dinamis serta berbagai persoalan mendasar seperti adanya tekanan era globalisasi dan liberalisasi pasar, pesatnya kemajuan teknologi dan informasi, terjadinya perubahan iklim secara global, semakin terbatasnya Sumber Daya Alam (SDA), kecilnya kepemilikan dan status lahan milik petani/pekebun, terbatasnya akses petani/pekebun terhadap permodalan, terbatasnya sistem perbenihan nasional, masih lemahnya kelembagaan petani/pekebun dan petugas penyuluh dilapangan, serta kurang harmonisnya koordinasi kerja antar sector terkait membangunan perkebunan. Tantangan-tantangan dimaksud juga memicu berbagai gangguan usaha dan konflik perkebunan di lapangan yang memiliki karakter yang multi dimensi yaitu ekonomi, politik, hukum, sosial, lingkungan dan juga internasional dan penyelesaian kedepan menjadi sangat strategis dalam rangka pemulihan kondisi sebagaimana yang terjadi akhir-akhir ini. Mengacu kepada rencana strategis Direktorat Jenderal Perkebunan 2010 –2014, Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha dalam mendukung visi Direktorat Jenderal Perkebunan yaitu ” Profesional dalam memfasilitasi peningkatan produksi, produktivitas, dan mutu tanaman perkebunan berkelanjutan ” perlu menjabarkan program dan atau kegiatan prioritas terhadap dukungan pascapanen dan pembinaan usaha dengan sasaran dan Indikator Kinerja Utama yang diformulasikan dalam bentuk rencana kinerja setiap tahunnya. Rencana Kinerja Tahunan Direktorat Pascpanen dan Pembinaan Usaha merupakan penjabaran lebih lanjut dari perencanaan strategis yang memuat target kinerja yang hendak dicapai dalam satu tahun beserta indikator kinerjanya.
1
B.
Tujuan Rencana Kinerja Tahunan (RKT) dan Indikator Kinerja Utama (IKU) Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha setiap tahunnya perlu ditetapkan sebagai acuan dalam penyusunan kegiatan yang menjadi fokus dalam mencapai sasaran yang ditetapkan dalam rangka pelaksanaan Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor : 7 tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah dan dalam penyusunannya mengacu kepada Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Men-PAN & RB) Nomor: 29 tahun 2010 tentang Pedoman Penyusunan Penetapan Kinerja dan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Untuk mengukur kinerja pelaksanaan program dan kegiatan pembangunan perkebunan telah ditetapkan Indikator Kinerja Utama berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 185/Kpts/OT.140/3/2010 Tanggal 15 Maret 2010 tentang Penetapan Indikator Kinerja Utama (IKU) di Lingkungan Kementerian Pertanian Tahun 2010 – 2014. Rencana Kinerja Tahunan bertujuan sebagai acuan bagi pelaksanaan kegiatan dalam pencapaian sasaran yang telah ditetapkan dan sebagai tolok ukur yang digunakan untuk menilai keberhasilan atau kegagalan penyelengaraan pemerintah untuk suatu periode tertentu.
2
II.
TUGAS POKOK DAN FUNGSI Berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia No. 61/ Permentan/ OT.140/10/2010 tanggal 14 Oktober 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pertanian, tugas pokok Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha adalah : melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pascapenan dan pembinaan usaha perkebunan. Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha menyelenggarakan fungsi : a)
Penyiapan perumusan kebijakan di bidang pascapanen tanaman semusim, rempah, penyegar, tahunan dan bimbingan usaha dan perkebunan berkelanjutan serta gangguan usaha dan penanganan konflik;
b)
Pelaksanaan kebijakan di bidang pascapanen tanaman semusim, rempah, penyegar, tahunan dan bimbingan usaha dan perkebunan berkelanjutan serta gangguan usaha dan penanganan konflik;
c)
Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria di bidang pascapanen tanaman semusim, rempah, penyegar, tahunan dan bimbingan usaha dan perkebunan berkelanjutan serta gangguan usaha dan penanganan konflik;
d)
Pemberiaan bimbingan usaha teknis dan evaluasi di bidang pascapanen tanaman semusim, rempah, penyegar, tahunan dan bimbingan usaha dan perkebunan berkelanjutan serta gangguan usaha dan penanganan konflik;
e)
Pelaksanaan urusan tata usaha Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha.
Tugas pokok dan fungsi yang menjadi amanah Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha tersebut wajib dipertanggungjawabkan setiap tahun. Berdasarkan hal tersebut, Rencana Kerja Tahunan (RKT) Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha tahun 2012 ini merencanakan kegiatan tahun 2014 sesuai Tugas Pokok dan Fungsi (TUPOKSI) Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha yang disesuaikan dengan kegiatan yang didukung oleh alokasi dana DIPA tahun 2014.
3
III. A.
VISI DAN MISI VISI Visi Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha sebagai bagian integral dari Direktorat Jenderal Perkebunan harus selaras dengan visi Direktorat Jenderal Perkebunan yaitu ”Profesional dalam memfasiltasi peningkatan produksi, produktivitas, dan mutu tanaman perkebunan berkelanjutan” maka visi Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha adalah sebagai berikut :
B.
1.
Memfasilitasi peningkatan peyediaan teknologi dan penerapan pascapanen tanaman tahunan, rempah penyegar dan semusim;
2.
Memfasilitasi peningkatan perkebunan berkelanjutan;
3.
Memfasilitasi peningkatan penanganan gangguan usaha perkebunan;
4.
Memfasilitasi berkelajutan;
5.
Memfasilitasi peningkatan Revitalisasi Pengembangan Perkebunan;
6.
Memberikan pelayanan perkebunan.
peningkatan
bimbingan
penerapan
permohonan
dan
penanganan
pengelolaan
rekomendasi
usaha
dan konflik perkebunan
teknis
usaha
MISI Mengacu pada pada salah satu Misi Direktorat Jenderal Perkebunan yaitu ”Mengupayakan penanganan Pascapanen dan Pembinaan usaha”, maka misi Direktorat Pascapanen dan pembinaan Usaha ditetapkan sebagai berikut : 1.
Memfasilitasi peningkatan penyedian teknologi dan penerapan pascapanen budidaya tanaman tahunan, rempah penyegar dan semusim;
2.
Memfasilitasi peningkatan perkebunan berkelanjutan;
3.
Memfasilitasi peningkatan penanganan gangguan usaha dan konflik perkebunan;
4.
Memfasilitasi peningkatan berkelanjutan;
5.
Memfasilitasi peningkatan Revitalisasi Pengembangan Perkebunan;
6.
Memberikan pelayanan perkebunan (Rekomtek).
bimbingan
penerapan
permohonan
dan
penanganan
pengelolaan
rekomendasi
usaha
perkebunan
teknis
usaha 4
IV. A.
TUJUAN DAN SASARN Tujuan Untuk mendukung pencapaian agenda pembangunan nasional dan tujuan pembangunan pertanian, maka tujuan pembangunan perkebunan ditetapkan sebagai berikut : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Meningkatkan produksi, produktivitas, mutu, nilai tambah dan daya saing perkebunan; Meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat perkebunan; Meningkatakan penerimaan dan devisa negara dan sub sektor perkebunan; Mendukung penyediaan pangan di wilayah perkebunan; Memenuhi kebutuhan konsumsi dan meningkatkan penyediaan bahan baku industri perkebunan. Mendukung pengembangan bio-energi melalui peningkatan peran sub sektor perkebunan sebagai penyedian bahan bakar nabati; Mengoptimalkan Pengelolaan Sumber Daya Manusia (SDM) perkebunan; Meningkatkan peran sub sektor perkebunan sebagai penyedia lapangan kerja; Meningkatkan pelayanan organisasi yang berkualitas.
Untuk mendukung pencapaian tujuan tersebut di atas, maka Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha perlu melakukan hal – hal sebagai berikut: a.
Memfasilitasi peningkatan ketersediaan dan penerapan teknologi pascapanen budidaya tanaman tahunan, rempah penyegar dan semusim;
b.
Memfasilitasi peningkatan, mutu, nilai tambah dan daya saing hasil perkebunan;
c.
Memfasilitasi penanganan gangguan usaha dan konflik perkebunan;
d.
Memfasilitasi pengelolaan sumber daya alam secara arif dan berkelanjutan serta mendorong pengembangan wilayah berwawasan lingkungan;
e.
Memfasilitasi peningkatan peran sektor perkebunan sebagai penyedia lapangan kerja;
f.
Memfasilitasi
peningkatan
kemampuan,
kemandirian
dan
profesinaliisme pelaku usaha perkebunan; g.
Memfasilitasi peningkatan dan penumbuhan hubungan sinergi antar pelaku usaha perkebunan;
kemitraan
dan
5
h.
B.
Meningkatkan pelayanan organisasi yang berkualitas.
Sasaran Dalam rangka
mendukung pelaksanaan program dan kegiatan
pembangunan perkebunan telah ditetapkan kinerja utama berdasarkan Keputusan
Menteri
Pertanian
Republik
Indonesia
1185/Kpts/OT.140/3/2010 tanggal 15 Maret 2010 Indikator
Kinerja
Utama
(IKU)
di
Nomor
tentang
:
Penetapan
lingkungan Kementerian Pertanian
Tahun 2010 – 2014, Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha melalui Program/Kegiatan
Prioritas
yaitu
“Dukungan
Pascapanen
dan
Pembinaan Usaha Perkebunan”. ditetapkan Sasaran dan Indikator Kinerja Utama (IKU) Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha sesuai tugas dan fungsinya dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Sasaran dan Indikator Kinerja Utama Tahun No
Sasaran
Indikator Kinerja Utama 2011
1
Peningkatan Mutu Produk 1. Jumlah Kelompok Tani yang Perkebunan dan Usaha menerapkan penanganan Perkebunan Berkelanjutan pascapanen sesuai GHP (Kelompok Tani)
2012
2013
2014
100
110
120
130
2. Jumlah Perusahaan Perkebunan Kelapa Sawit yang layak Mengajukan permohonan Sertifikat ISPO (Perusahaan )
75
150
250
334
3. Jumlah perusahaan perkebunan yang ditangani kasus gangguan usahanya (Perusahaan)
38
40
42
44
6
V. A.
PERMASALAHAN YANG DIHADAPI Penerapan Penanganan Pascapanen 1. Permasalahan penerapan penanganan pascapanen sesuai Good Handling Practise (GHP) antara lain disebabkan : 1) Masih tingginya tingkat kehilangan hasil panen, 2) Mutu hasil yang masih rendah, 3) Tingkat efisiensi dan efektivitas yang masih rendah, 4) Nilai jual yang kurang kompetitif, 5) Belum adanya jaminan pasar terhadap produk yang memiliki mutu yang baik, 6) Lemahnya petani dalam mengakses informasi pasar sehingga kurang memiliki posisi tawar yang baik, 7) Rendahnya kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM) dalam mengadopsi teknologi pascapanen, 8) Masih lemahnya fungsi kelembagaan petani/kelompok tani. 2. Kegiatan Fermentasi biji kakao belum berjalan seperti yang diharapkan karena terkendala dengan perbedaan harga biji kakao fermentasi dan non fermentasi tidak signifikan. Dengan demikian diperlukan monitoring dan evaluasi untuk kegiatan fermentasi biji kakao pada tahun berikutnya. 3. Penanganan pascapanen pala masih dilakukan secara tradisionil dengan hasil biji pala dan fulli kurang baik sehingga mudah tercemar hama seperti aflatoxin sebagai penyebab ditolaknya pala Indonesia masuk di pasar Eropa. Dengan demikian penaganan pascapanen pala memerlukan alat dan pelatihan teknis dan kelembagaan.
B.
Sertifikasi Perusahaan Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Sertifikasi perusahaan perkebunan kelapa sawit berkelanjutan yang lebih dikenal dengan Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) sesuai Peraturan Menteri Pertanian No. 19/Permentan/OT.140/3/2011 tentang Pedoman Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (ISPO) masih terkendala karena belum semua perusahaan kelapa sawit dilakukan penilaian usaha perkebunannya sesuai Peraturan Menteri Pertanian Nomor : 07/Permentan/OT.140/2/2009 tentang Pedoman Penilaian Usaha Perkebunan yang menjadi syarat dalam pengajuan Sertifikasi ISPO.
C.
Penilaian Usaha Perkebunan Pelaksanaan penilaian usaha perkebunan Sesuai Peraturan Menteri Pertanian Nomor : 07/Permentan/OT.140/2/2009 tentang Pedoman Penilaian Usaha Perkebunan belum seluruhnya dapat dilakukan pada tahun 2012, karena : 1) Masih terdapat kabupaten yang belum melaksanakannya karena belum tersedianya pendanaan, 2) Masih terdapat kabupaten yang belum memiliki petugas penilai bersertifikat 7
sehingga tidak proporsional dengan jumlah perusahaan/kebun yang harus dinilai, dan 3) Pelaksanaan penilaian usaha belum dilakukan serempak secara nasional sehingga kesulitan penghimpunan data informasi yang akurat. D.
Penanganan Kasus Gangguan Usaha dan Konflik Perkebunan Eskalasi kasus sengketa lahan antara perusahaan perkebunan dan masyarakat disekitar perkebunan cenderung terus meningkat, baik akibat adanya saling klaim kepemilikan lahan, maupun karena perambahan dan penyerobotan lahan oleh perusahaan. Sementara dalam upaya penyelesaiannya sering terjadi konflik yang berkepanjangan, dan tidak jarang diikuti aksi unjuk rasa yang diikuti dengan pendudukan dan pengerusakan lahan dan asset perusahaan, serta tindakan anarkis lainnya. Dari tahun ke tahun jenis kasus sengketa penyebab gangguan usaha dan konflik perkebunan yang terjadi banyak terjadi dapat dibagai dalam 2 (dua) kelompok yaitu : 1) Lahan dan 2) Non lahan. 1.
Lahan : a. Penggunaan tanah adat/ masyarakat.
adat/ulayat
tanpa
persetujuan
pemuka
b. Belum selesainya penetapan Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) di Provinsi/Kabupaten. c.
Okupasi / penyerobotan lahan oleh Masyarakat.
d. Tumpang tindih lahan antara perkebunan dengan kawasan hutan. e. Tumpang tindih lahan perkebunan dengan kawasan pertambangan. f.
Terjadinya tumpang tindih lahan karena izin baru.
g. Proses penerbitan HGU tidak mengikuti ketentuan yang berlaku. h. Tuntutan masyarakat terhadap tanah yang sedang dalam proses HGU. i.
Belum dilakukannya ganti rugi lahan dan atau ganti rugi tanam tumbuh tetapi perusahaan sudah operasional.
j.
Tanah masyarakat yang diambil alih perusahaan.
k. Kebun plasma yang menjadi agunan kredit diperjualbelikan oleh petani tanpa sepengetahuan perusahaan/bank. l.
Tuntutan masyarakat terhadap kebun dijanjikan tidak dipenuhi perusahaan.
plasma
yang
telah
m. Masyarakat menuntut pengembalian tanah yang sudah dilakukan 8
ganti rugi perusahaan. n. Izin Lokasi sudah berakhir dan tidak dilakukan pembaharuan/ perpanjangan. o. Terhadap HGU yang diperpanjang, pengembalian kembali lahannya.
masyarakat
menuntut
p. Masyarakat menuntut lahan perusahaan untuk dimiliki/dikuasai. q. Luas lahan plasma tidak sesuai dengan penetapan jumlah calon petani peserta oleh Bupati.
2.
r.
Tuntutan masyarakat atas pembangunan kebun plasma minimal 20 % dari areal yang diusahakan oleh perusahaan (Permentan No. 26 Th.2007).
s.
Lahan yang ditelantarkan oleh perusahaan.
t.
Pembangunan kebun melebihi areal yang diizinkan.
Non Lahan : a. Petani tidak mampu dan atau tidak ada keinginan membayar / melunasi kredit; b. Penetapan harga TBS Kelapa Sawit tidak sesuai keinginan petani; c.
Masyarakat menolak pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit karena dipengaruhi oleh LSM dan pihak ketiga lainnya (oknum);
d. Pengrusakan tanaman dan aset perkebunan ; e. Penjarahan dan pencurian produksi; f.
Petani Ingin ikut serta sebagai peserta plasma ;
g. Keterlambatan konversi kebun petani plasma; h. Banyak LSM dan pihak ketiga Lainnya (oknum) yang memanfaatkan kasus gangguan usaha dan konflik perkebunan.
9
VI.
KEBIJAKAN DAN STRATEGI
A.
Kebijakan Direktorat Jenderal Perkebunan merumuskan kebijakan yang akan menjadi kebijakan umum dan kebijakan teknis pembangunan perkebunan tahun 2011-2014. Kebijakan umum pembangunan perkebunan adalah : “ mensinergikan seluruh sumber daya perkebunan dalam rangka peningkatan daya saing usaha perkebunan, nilai tambah, produktifitas dan mutu produk perkebunan melalui partisipasi aktif masyarakat perkebunan, dan penerapan organisasi modern yang berlandaskan kepada ilmu pengetahuan dan teknologi serta didukung dengan tata kelola pemerintahan yang baik ”. Adapun kebijakan teknis pembangunan perkebunan yang merupakan penjabaran dari kebijakan umum pembangunan perkebunan yaitu : “ meningkatkan produksi, produktifitas dan mutu tanaman perkebunan berkelanjutan melalui pengembangan komoditas, SDM, kelembagaan, kemitraan usaha, investasi usaha perkebunan sesuai kaidah pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup dengan dukungan pengembangan sistem informasi manajemen perkebunan ”. Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha dibagi berdasarkan 2 (dua) ruang lingkup kegiatan yang berbeda yaitu kegiatan pascapanen dan kegiatan pembinaan usaha, maka kebijakan Direktorat Pascapanen dan Pembinaan usaha terdiri dari : (1) Kebijakan penanganan pascapanen dan (2) Kebijakan pembinaan usaha. 1.
Arah Kebijakan Penanganan Pascapanen Meningkatkan mutu berbasis kegiatan pascapanen melalui perbaikan sistem penanganan pascapanen dengan penerapan teknologi tepat guna dan fasilitasi alat pascapanen di pedesaan
2.
Arah Kebijakan Pembinaan Usaha Perkebunan Meningkatkan investasi dan iklim usaha yang kondusif dengan pengembangan kelembagaan dan kemitraan di bidang usaha perkebunan yang berkelanjutan melalui Rekomendasi Teknis (Rekomtek), penilaian usaha perkebunan, sosialisasi, penerapan, pembinaan pembangunan perkebunan berkelanjutan, pengelolaan SDA dan lingkungan hidup serta penanganan gangguan usaha dan konflik perkebunan.
10
B.
Strategi Strategi umum pembangunan Direktorat Pascapanen Pembinaan Usaha tahun 2011-2014 merupakan bagian strategi khusus pembangunan perkebunan yang meliputi :
dan dari
1. Peningkatan produksi, produktivitas dan mutu tanaman perkebunan berkelanjutan; 2. Pengembangan komoditas; 3. Peningkatan dukungan terhadap sistem ketahanan pangan; 4. Investasi usaha perkebunan; 5. Pengembangan sistem informasi manajemen perkebunan; 6. Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM); 7. Pengembangan kelembagaan dan kemitraan usaha; 8. Pengembangan dukungan terhadap pengelolaan SDA dan lingkungan hidup. Dari delapan strategi umum Direktorat Jenderal Perkebunan, strategi yang sangat terkait dengan tugas pokok dan fungsi Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha adalah : 1. Peningkatan produksi, produktifitas, dan mutu tanaman perkebunan berkelanjutan, 2. Investasi usaha perkebunan, 3. Pengembangan kelembagaan dan kemitraan usaha, dan 4. Pengembangan dukungan lingkungan hidup.
terhadap
pengelolaan
SDA
dan
Mengingat ruang lingkup kegiatan pascapanen dan ruang lingkup kegiatan pembinaan usaha berbeda maka penetapan strategi Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha dibagi dua yaitu : (1) Strategi penanganan pascapanen dan (2) Strategi pembinaan usaha. 1)
Penanganan Pascapanen Strategi yang terkait dengan tugas dan fungsi Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha adalah peningkatan mutu dan membatasi kehilangan hasil tanaman perkebunan, yang dilaksanakan terutama melalui kegiatan fasilitasi/mengupayakan penanganan pascapanen yaitu melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi yang diimplementasikan dalam strategi sebagai berikut :
11
a.
Peningkatan mutu, membatasi kehilangan hasil dan peningkatan rendemen. Tujuan utama dari peningkatan pascapanen hasil perkebunan adalah untuk peningkatan mutu dan membatasi kehilangan hasil. Membatasi kehilangan hasil baik yang disebabkan kehilangan fisik maupun penyusutan dan penurunan kualitas sangat berpengaruh terhadap ketersediaan hasil perkebunan (langsung dikonsumsi) dan pasokan bahan baku industri. Penanganan pascapanen yang optimal akan mendorong peningkatan pendapatan petani dan terpenuhinya kebutuhan industri, untuk mencapai tujuan tersebut strategi yang ditempuh antara lain : - Peningkatan kemampuan dan pengetahuan petani dalam penanganan pascapanen yang baik (Good Handling Practises/GHP) sesuai dengan pedoman penanganan pascapanen yang berlaku; - Peningkatan pembinaan petani yang intensif dan berkelanjutan melalui para petugas di daerah dengan memanfaatkan tenaga yang cukup tersedia dan bekerjasama dengan instansi terkait; - Peningkatan kerjasama dengan para pakar dan peneliti dalam menciptakan inovasi sarana dan peralatan pascapanen dan pendayagunaannya yang optimal oleh petani; - Pengoptimalan pemanfaatan pedoman umum dan pedoman teknis melalui sosialisasi kepada petugas dan petani dalam rangka meningkatkan tingkat adopsi petani terhadap teknologi pascapanen. - Penerapan peraturan dan ketentuan yang berlaku secara konsisten dalam penanganan pascapanen untuk menjawab isu lingkungan dan kampanye negatif tentang produk perkebunan di pasar Internasional. - Peningkatan koordinasi lintas institusi (internal,eksternal, pusat dan daerah) dalam penanganan pascapanen terutama yang terkait dengan penyusunan program dan kegiatan. - Peningkatan peranan pakar dan peneliti dibidang pascapanen dalam mendukung penyusunan norma,standar, kriteria, pedoman dan peningkatan kapabiltas SDM dibidang pascapanen. 12
- Peningkatan peranan kelembagaan pascapanen dalam rangka peningkatan mutu hasil yang sesuai dengan permintaan pasar dalam negeri dan luar negeri. - Peningkatan kegiatan sosialisasi, demontrasi, dan kampanye penanganan pascapanen untuk memotivasi petani dalam rangka peningkatan mutu dan membatasi kehilangan hasil b.
Standarisasi Mutu. Peningkatan mutu hasil perkebunan terus diupayakan agar petani mendapat nilai tambah dalam mengelola usaha taninya dan tidak hanya menjual hasilnya sebagaimana biasanya. Peningkatan mutu dapat dilakukan melalui standarisasi mutu yang ditempuh melalui strategi : - Peningkatan penerapan standarisasi mutu hasil di lapangan sehingga jaminan mutu hasil dapat dilakukan secara objektif dan ada jaminan untuk konsumen untuk memperoleh hal yang benar-benar bermutu. - Peningkatan peranan produsen dan pedagang/eksportir dan instansi terkait dalam pelaksanaan standarisasi mutu sesuai dengan fungsinya masing-masing.
c.
2)
Penyusunan Data Base dan Pemetaan. Penyusunan data base dan pemetaan wilayah pascapanen secara lebih detail (tingkat desa/kecamatan dan gapoktan) dapat dilakukan melalui jaringan kecamatan pascapanen yang telah terbentuk.
Pembinaan Usaha Perkebunan Untuk lebih mendorong iklim investasi yang kondusif dan pengembangan agribisnis perkebunan serta meningkatkan kinerja perusahaan perkebunan, UMKM, dan masyarakat, maka diperlukan strategi : a.
Pengoptimalan penyiapan perumusan bimbingan usaha dan penanganan gangguan usaha melalui pemahaman dan harmonisasi peraturan dan kebijakan di pusat dan daerah.
b.
Pengoptimalan pemahaman dan harmonisasi peraturan dan kebijakan di pusat dan daerah melalui sosialisasi landasan hukum yang mendukung pembinaan usaha dan mengacu kepada norma, standar, prosedur, kriteria, pedoman umum, pedoman teknis dan kebijakan yang telah ditetapkan.
c.
Pengoptimalan penyiapan perumusan bimbingan usaha dan penanganan gangguan usaha untuk pemberdayaan potensi 13
dan peningkatan minat pelaku usaha/investor pengembangan usaha perkebunan.
untuk
d.
Peningkatan potensi dan minat pelaku usaha/investor untuk pengembangan usaha perkebunan sesuai norma, standar, prosedur, kriteria, pedoman umum dan pedoman teknis.
e.
Peningkatan sinkronisasi peraturan perundangan untuk penerapan pelaksanaan perizinan usaha dan mengoptimalkan pelaksanaan perizinan sesuai dengan peraturan dan ketentuan yang berlaku.
f.
Peningkatkan peranan kelembagaan usaha/assosiasi komoditi sesuai dengan peratran dan ketentuan yang berlaku dan meningkatkan koordinasi lintas institusi baik internal maupun eksternal dalam mendukung penguatan kelembagaan usaha/assosiasi komoditi perkebunan.
g.
Peningkatan koordinasi lintas institusi baik internal maupun eksternal melaui forum dialog dan pertukaran informasi serta pemutakhiran data dan informasi tentang usaha dan gangguan usaha perkebunan.
h.
Peningkatan pemanfaatan dana perbankan untuk pengembangan perkebunan terutama untuk usaha kecil dan menengah dan mendorong lembaga penjamin kredit (avalis) untuk berpartisipasi dalam pembangunan perkebunan, serta memberikan fasilitasi ketersediaan sumber dana dari pengembangan komoditas dan sumber lainnya untuk pengembangan usaha perkebunan.
i.
Penciptaan iklim investasi yang kondusif yang mencakup pengembangan sistem pelayanan prima, jaminan kepastian dan keamanan berusaha.
j.
Peningkatan bimbingan usaha dan pemberian rekomendasi teknis dalam rangka investasi usaha perkebunan (perluasan areal, pembangunan pabrik pengolahan hasil, perubahan bidang usaha dari non perkebunan ke bidang perkebunan).
k.
Pengoptimalan pelaksanaan evaluasi terhadap perusahaan perkebunan dilakukan melalui penilaian usaha perkebunan sesuai dengan Permenan No 07/Permentan/OT.140/2/2009 Tentang Pedoman Penilaian Usaha Perkebunan.
l.
Pengoptimalan pelaksanaan kemitraan yang saling menguntungkan, saling menghargai, saling bertanggungjawab, saling memperkuat, dan saling ketergantungan antara petani, pengusaha, karyawan, dan 14
masyarakat di sekitar perkebunan sesuai peraturan dan ketentuan yang berlaku. m.
Pengoptimalan pemanfaatan potensi sumberdaya alam yang masih tersedia sesuai dengan roadmap komoditas utama dan Renstra Pengembangan Perkebunan yang merupakan upaya pemanfaatan sumber daya perkebunan secara optimal sesuai dengan daya dukung sehingga pelestariannya dapat tetap terjaga.
n.
Pengoptimalan penanganan gangguan usaha dan konflik perkebunan untuk terciptanya kondisi usaha perkebunan yang kondusif, bebas dari berbagai macam gangguan dan konflik melalui penanganan gangguan usaha dan konflik perkebunan dan meningkatkan upaya pencegahannya.
15
VII. PROGRAM DAN KEGIATAN A. Program Hasil restrukturisasi program dan kegiatan sesuai surat edaran bersama Menteri Keuangan Nomor SE-18448/MK/2009 dan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas Nomor : 0142/M.PPN./06/2009 tanggal 19 Juni 2009, yang mengamanatkan setiap unit Eselon I mempunyai satu program yang mencerminkan nama Eselon I yang bersangkutan dan setiap unit Eselon II hanya mempunyai dan tanggung jawab terhadap pelaksanaan 1 (satu) kegiatan. Dengan demikian indikator kinerja unit Eselon I adalah outcome dan indikator unit Eselon II adalah output. Berdasarkan restrukturisasi resebut ditetapkan bahwa program pembangunan perkebunan tahun 2010 – 2014 adalah: “Peningkatan produksi, produktivitas dan mutu tanaman perkebunan berkelanjutan”. B.
Kegiatan Kegiatan yang menjadi tanggung jawab Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha yang merupakan cerminan dari tugas pokok dan fungsi adalah “Dukungan Penanganan Pascapanen dan Pembinaan Usaha” yang dimaksudkan untuk melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma standar, prosedur dan kriteria, serta bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pascapanen dan pembinaan usaha yaitu penanganan pascapanen tanaman semusim, tanaman rempah dan penyegar, tanaman tahunan, bimbingan usaha dan perkebunan berkelanjutan serta gangguan usaha dan penanganan konflik. Berdasarkan skala prioritas, agar sumber daya yang ada dapat dimanfaatkan secara efektif dan efisien untuk memecahkan permasalahan- permasalahan yang ada secara komprehensif, maka Direktorat Jenderal Perkebunan menetapkan 7 (tujuh) fokus kegiatan pembangunan perkebunan sebagai berikut : a.
Revitalisasi perkebunan
b.
Swasembada gula nasional
c.
Penyedian bahan tanaman sumber bakar nabati (bio-energi)
d.
Gerakan peningkatan produksi dan mutu kakao nasional
e.
Pengembangan komoditas ekspor
f.
Pengembangan komoditas pemenuhan kebutuhan dalam negeri
g.
Dukungan pengembangan tanaman perkebunan berkelanjutan
Fokus kegiatan yang terkait dengan Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha yaitu pada nomor (3) Penyedian bahan tanaman 16
sumber bakar nabati (bio-energi) dan nomor pengembangan tanaman perkebunan berkelanjutan.
(7)
Dukungan
Fokus kegiatan Penyediaan bahan tanaman sumber bakar nabati adalah mengintegrasikan kegiatan pengembangan dan kegiatan pascapanen tanaman sumber bakar nabati (bio-energi/biofuel). Fokus kegiatan dukungan pengembangan tanaman perkebunan berkelanjutan dilaksanakan dalam rangka mendukung peningkatan produksi, produktivitas dan mutu tanaman perkebunan berkelanjutan penanganan pascapanen dan pembinaan usaha, penanganan gangguan usaha dan konflik perkebunan (GUKP). Adapun Kegiatan Direktorat Pascapanen pada Tahun 2014 adalah sebagai berikut : 1.
2.
Dukungan Penanganan Pascapanen Perkebunan a.
Penanganan Pascapanen Tanaman Semusim
b.
Penanganan Pascapanen Tanaman Rempah dan Penyegar
c.
Penanganan Pascapanen Tanaman Tahunan
Bimbingan Usaha dan Perkebunan berkelanjutan a.
Sosialisasi, Pembinaan dan Monev Perizinan usaha Perkebunan
b.
Evaluasi Pelaksanaan Penilaian Usaha Perkebunan
c.
Pembinaan, Monitoring dan Evaluasi penerapan Perkebunan Berkelanjutan pada Kelapa sawit
d.
Sosialisasi Standar Perkebunan Kopi Berkelanjutan Indonesia (ISCoffee)
e.
Fasilitasi Rintisan Penerapan IsCoffee
3. Gangguan Usaha dan Penanganan Konflik a.
Fasilitasi, Inventarisasi, dan Identifikasi serta Penanganan Kasus Gangguan Usaha dan Konflik Perkebunan
b.
Pemantauan, Pengawasan, dan Fasilitasi Penanganan masalah Perkebunan Ola Kemitraan (PIR- TRANS/KKPA
c.
Pertemuan/Rapat Fasilitasi Penanganan Gangguan Usaha dan Konflik Perkebunan
17
VIII. RENCANA KERJA TAHUN 2014 A. Pascapanen Anggaran kegiatan penanganan pascapanen komoditas perkebunan untuk tahun anggaran 2014 sebesar Rp. 18.121.372.000 yang yang dibagi menjadi 3 (tiga) kegiatan, yaitu : Tabel 3. Kegiatan Penanganan Pascapanen Perkebunan No
Provinsi/ Kabupaten
Kegiatan Utama
1
Penanganan Pascapanen Tanaman Semusim
7 Provinsi/ 8 Kabupaten
1.456.500.000
2
Penanganan Pascapanen Tanaman Rempah dan Penyegar
24 Prov/ 43 Kabupaten
7.444.420.000
3
Penanganan Pascapanen Tanaman Tahunan
19 Provinsi/ 50 Kabupaten
9.220.452.000
TOTAL
B.
Anggaran (Rp.)
18.121.372.000
Bimbingan Usaha dan Perkebunan Berkelanjutan Anggaran kegiatan bimbingan usaha dan perkebunan berkelanjutan untuk tahun anggaran 2014 sebesar Rp. 6.452.628.000 yang yang dibagi menjadi 5 (lima) kegiatan, yaitu : Tabel 4. Kegiatan Bimbingan Usaha dan Perkebunan Berkelanjutan No
Kegiatan Utama
Provinsi
1
Sosialisasi, Pembinaan dan Monev Perizinan usaha Perkebunan
31 Provinsi
2
Evaluasi Pelaksanaan Penilaian Usaha Perkebunan
31 Provinsi
3
4
5.
Anggaran (Rp.) 2.689.962.000
1.386.590.000
Pembinaan, Monitoring dan Evaluasi penerapan Perkebunan Berkelanjutan pada Kelapa sawit
21 Provinsi
1.110.627.000
Sosialisasi Standar Perkebunan Kopi Berkelanjutan Indonesia (ISCoffee)
13 Provinsi
872.500.000
5 Provinsi
392.949.000
Fasilitasi Rintisan Penerapan IsCoffee TOTAL
6.452.628.000
18
C.
Gangguan Usaha dan Konflik Perkebunan Anggaran kegiatan gangguan Usaha dan konflik perkebunan untuk tahun anggaran 2014 sebesar Rp. 4.622.963.000 yang
dibagi menjadi 3
(tiga) kegiatan, yaitu : Tabel 5. Kegiatan Gangguan Usaha dan Konflik Perkebunan No
1
2
3
Kegiatan Utama Fasilitasi, Inventarisasi, dan Identifikasi serta Penanganan Kasus Gangguan Usaha dan Konflik Perkebunan Pemantauan, Pengawasan, dan Fasilitasi Penanganan masalah Perkebunan Ola Kemitraan (PIRTRANS/KKPA Pertemuan/Rapat Fasilitasi Penanganan Gangguan Usaha dan Konflik Perkebunan TOTAL
Provinsi
27 Provinsi
25 Provinsi
26 Provinsi
Anggaran (Rp.)
1.734.600.000
1.319.400.000
2.950.000.000 6.004.000.000
19
Matriks Rencana Kinerja Tahunan Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha Tahun 2014
No 1.
Sasaran Strategis
Indikator Kinerja Utama
Target
Peningkatan produksi, produktivitas Terlaksananya Penanganan Pascapanen Komoditas dan mutu tanaman perkebunan Perkebunan yang berkelanjutan melalui dukungan pascapanen dan - Jumlah kelompok tani menerapkan penanganan pembinaan usaha perkebunan pascapanen sesuai GHP tanaman tanaman semusim
130
Kelompok
20
Kelompok
- Jumlah kelompok tani menerapkan penanganan pascapanen sesuai GHP tanaman rempah dan penyegar
50
Kelompok
- Jumlah kelompok tani menerapkan pascapanen sesuai GHP tanaman tahunan
penanganan
60
Kelompok
Terfasilitasinya Berkelanjutan
Perkebunan
334
Perusahaan
44
Perusahaan
Bimbingan
Usaha
dan
- Jumlah perusahaan perkebunan kelapa sawit yang layak mengajukan permohonan sertifikat ISPO. Terfasilitasinya pencegahan dan penanganan Gangguan Usaha Perkebunan - Jumlah perusahaan perkebunan yang ditangani kasus gangguan usahanya.
20