Diplomasi
No. 18, Tahun II, Tgl. 15 Mei - 14 Juni 2009
TABLOID
Media Komunikasi dan Interaksi
Diklat Internasional
Menciptakan Jejaring Diplomasi
UNIFIL Puji Peran Indonesia dalam Menjaga Perdamaian di Lebanon
Diplomasi Pertanian Menjual Keahlian dan Pengalaman
WOC 2009:
Inisiatif Indonesia Menghadang Perubahan Iklim
NONI SULUT
Ursula Siap sukseskan Pamantung WOC 2009 Email:
[email protected]
ISSN 1978-9173
Email:
[email protected]
9
771978 917386 Departemen Luar Negeri Republik Indonesia
Diplomasi TABLOID
Media Komunikasi dan Interaksi
Daftar Isi
>7
Lensa
> 14
Sorotan
>9
Lensa
> 17
Kilas
Lensa
> 19
Kilas
Lensa
> 20
Bingkai
> 22
> 10 > 11 > 12
6
WOC & CTI Summit 2009 Negara Peserta WOC dukung Substansi Manado Ocean Declaration WOC 2009: Mengurangi Dampak Perubahan Iklim Dari Laut Pemimpin Negara CT-6 Ukir Komitmen Lindungi Wilayah Coral Triangle Peserta Luar Negeri Memuji Kurikulum Pusdiklat Deplu Ursula Pamantung Turut sukseskan WOC 2009
Diklat Internasional
Menciptakan Jejaring Diplomasi
8
KRI-Diponegoro Unjuk Kemampuan Di Lebanon
Diplomasi Pertanian Menjual Keahlian dan Pengalaman Agenda Strategis Pengembangan HAM
Kilas
Politik Luar Negeri Memproyeksikan Nilai Bukan Pragmatisme
Kilas Reformasi Perpajakan
WOC 2009: Inisiatif Indonesia Menghadang Perubahan Iklim
Diplomasi
Teras Diplomasi Setelah penyelenggaraan United Nation for Climate Change Conference (UNCCC) dan pembentukan Bali Democracy Forum (BDF), sebagai negara kelautan terbesar di dunia, Indonesia kembali mengambil inisiatif kepemimpinan dalam pembahasan tentang laut dunia melalui penyelenggaraan World Ocean Conference (WOC) di Manado. Indonesia berkepentingan mendorong masyarakat dunia untuk memberikan perhatian serius terhadap laut yang selama ini relatif terabaikan dan luput dari perhatian di dalam mengatasi masalah global seperti climate change dan bio-diversity dalam hal food crisis. Saat ini, laut tengah berada dalam ketidakpastian, karena terjadinya pemanasan global, melelehnya es kutub (polar ice melt), penangkapan ikan yang tidak wajar (overfishing), perubahan pola pergantian musim, kenaikan permukaan air laut, penghancuran terumbu karang dan dampak negatif lainnya sebagai akibat dari emisi rumah kaca yang tidak terkendali. Berbagai permasalahan ini, membuat dunia sangat membutuhkan komitmen dari semua negara untuk bersatu dan bekerjasama menyelamatkan lautan, baik dari segi pembuatan kebijakan, peningkatan kerjasama teknis dan penelitian. WOC merupakan konferensi pertama dunia yang membahas mengenai kelautan dan bertujuan untuk menegaskan kembali pentingnya konservasi laut, dan proses kontribusi sosial ekonomi bagi penduduk pesisir pantai maupun masyarakat dunia secara keseluruhan. Manado Ocean Declaration (MOD) sebagai hasil dari konferensi ini, akan menjadi landasan bagi negara-negara di dunia, khususnya negara pantai, mengenai pemahaman bersama (common understanding) tentang pentingnya perlindungan laut. MOD juga diharapkan menjadi referensi dasar bagi pembuatan kebijakan, baik mengenai kelautan pada level nasional maupun internasional, disamping juga dapat memberikan kontribusi bagi penyelenggaraan the 15th Conference of the parties United Nation for Climate Change Conference (COP UNFCCC ke-15) di Denmark. Selain penyelenggaraan WOC, kehadiran KRI Diponegoro dalam Maritime Task Force (MTF) UNIFIL juga telah membuka mata dunia internasional, bahwa sebagai negara nonEropa ternyata Indonesia dapat membuktikan kemampuannya untuk bekerjasama dan mengimbangi negara-negara yang dianggap
telah maju dalam sistem pertahanan. Dan Indonesia merupakan satu-satunya negara dari Asia yang mengirimkan kapal perangnya untuk bergabung dalam MTF. Dalam hal ini Indonesia tidak semata-mata mengirimkan kapal perang dan pasukan ke Lebanon begitu saja, namun hal tersebut sesuai dengan mandat konstitusi yang tertuang di dalam Pembukaan UUD 45 untuk “ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial”. Indonesia telah berperan aktif mengirimkan pasukan untuk misi-misi perdamaian PBB sejak tahun 1957. Bagi Indonesia perdamaian dan kemajuan sangat terkait erat satu sama lain, sehingga kemajuan tidak mungkin dapat tercapai tanpa terwujudnya suasana aman dan damai. Kontingen Indonesia yang tergabung dalam UNIFIL ini memperoleh penghargaan yang tinggi dari PBB dan masyarakat internasional atas kompetensi, profesionalisme, dan dedikasi yang tinggi, sehingga mempermudah UNIFIL untuk mengimplementasikan mandat dari resolusi DK PBB 1701. Dalam edisi ini ditampilkan juga bagaimana upaya reformasi birokrasi yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal pajak, dari struktur organisasi yang berbasis jenis, menjadi berbasis fungsional. Deplu sendiri telah melakukan reformasi melalui ”benah diri”dan memfokuskan diri dalam pelaksanaan total diplomasi berbasis soft power. Penyelenggaraan WOC, pengiriman Kontingen Indonesia bergabung dalam UNIFIL, program pemagangan petani apprenticeship program for Asian and African Farmers in Indonesia yang diikuti oleh para petani dari Senegal, Madagaskar, Kamboja, dan Myanmar, adalah salah satu bentuk perwujudan dari total diplomasi berbasis soft power tersebut. Bentuk lainnya adalah penyelenggaraan program Diklat Sesparlu dan Sesdilu Internasional ke-3 yang menyertakan 23 diplomat dari Cina, Singapura, Thailand, Malaysia, Brunei Darussalam, Kamboja, Vietnam, Myanmar, Laos, Palestina, Afghanistan, Argentina, Mesir, Maroko, Srilanka, Mexico, Somalia, Sudan, Uzbeckistan, dan Tajikistan. Semua itu adalah bagian dari total diplomasi berbasis soft power yang dilaksanakan oleh Deplu dengan tetap berpijak pada politik luar negeri yang bebas dan aktif.[]
Diplomasi TABLOID
Media Komunikasi dan Interaksi
Pemimpin Umum / Pemimpin Redaksi Khariri Ma’mun Redaktur Pelaksana Kholid M. Staf Redaksi Cahyono Saiful Amin Arif Hidayat Tata Letak dan Artistik Tsabit Latief Distribusi Mardhiana S.D. Kontributor Daniel Ximenes Alamat Redaksi Jl. Kalibata Timur I No. 19 Pancoran, Jakarta Selatan 12740 Telp. 021-68663162, Fax : 021-86860256, Tabloid Diplomasi dapat di Download di http://www.deplu.go.id Email :
[email protected] Cover : dok.kapanlagi Diterbitkan oleh Direktorat Diplomasi Publik Departemen Luar Negeri R.I bekerjasama dengan Pilar Indo Meditama
Bagi anda yang ingin mengirim tulisan atau menyampaikan tanggapan, informasi, kritik dan saran, silahkan kirim email:
[email protected]
Wartawan Tabloid Diplomasi tidak diperkenankan menerima dana atau meminta imbalan dalam bentuk apapun dari narasumber, wartawan Tabloid Diplomasi dilengkapi kartu pengenal atau surat keterangan tugas. Apabila ada pihak mencurigakan sehubungan dengan aktivitas kewartawanan Tabloid Diplomasi, segera hubungi redaksi.
Diplomasi
4
F
o
k
u
s
Door Stop Menlu WOC 2009 Manado Declaration Ocean sebagai hasil dari WOC 2009, bersifat binding. Hal tersebut seperti halnya keputusan sidang Majelis Umum Umum PBB yang bersifat binding. Namun demikian bukan berarti bahwa suatu deklarasi yang by definition tidak akan ada gunanya. Sebab disitu dimuat kesepakatan-kesepakatan dari negara-negara anggota tentang
dan Australia terhadap penyelenggaraan WOC 2009 ini, kecurigaan tersebut tidak lantas membuat semangat kita melemah. Apalagi yang hadir dan yang kita undang itu bukan hanya AS dan Australia, ada banyak negara lainnya. Fokus yang kita bahas adalah kepentingan yang lebih luas, kepentingan bersama yang masing-masing negara peserta juga mempunyai
sebetulnya lebih bersifat pendukung, sebab selama ini laut ini tidak menempati posisi penting dalam climate change. Padahal laut juga mempunyai kontribusi. Kalau climate change nya tidak ditangani, maka sebagai akibatnya laut kita akan rusak. Tetapi juga sebaliknya bahwa perawatan kebijakan yang tepat
harga penting semenjak pelaksanaan konferensi perubahan iklim di Bali. Karena itu aforrestration, reforrestration, dan deforrestration menjadi isu yang penting selama ini. Dua pertiga dari wilayah dunia adalah laut, tetapi belum ada konferensi berskala internasional yang mengangkat tema kelautan
kebijakan yang akan dilaksanakan bersama-sama. Deklarasi Manado diarahkan agar menghasilkan kebijakan-kebijakan kelautan yang dapat membantu upaya-upaya mengatasi climate change. Sangat jarang ada konferensi yang dalam satu kali pertemuan dapat langsung menyepakati konsensus dan mengikat negaranegara anggota. Meskipun muncul kecurigaan tentang adanya kepentingan AS
kepentingannya sendiri. Forum yang paling utama dalam Climate Change dan upaya mengatasinya adalah Climate Change Conference seperti yang kita adakan di Bali, kemudian di Posnan, Polandia pada akhir tahun lalu, dan pada tahun ini di Kopenhagen. Itu adalah proses yang sesungguhnya merupakan proses utama untuk menuju kepada satu kesepakatan. World Ocean Conference dalam hal ini
tentang laut dan coral reefs itu bisa menjadi faktor positif. Sebab laut dan coral reefs merupakan merupakan penyerap karbondioksida. Jadi dengan kata lain sebetulnya kita ingin mendorong. bahwa 2/3 wilayah dunia ini terdiri dari lautan, lalu kenapa laut tidak dihitung dalam pembicaraan masalah climate change selama ini. Dalam perbincangan melalui serangkaian climate change conferences, hutan sudah menjadi
dikaitkan dengan perubahan iklim, padahal laut juga bisa rusak karena kebijakan climate change yang tidak tepat. Sebetulnya laut bisa positif menyumbang bagi upaya mitigasi climate change, dengan kata lain, sebagai negara kepulauan kita berkepentingan dalam perbincangan mengenai climate change, dan masalah ini tampaknya juga sudah mendapat perhatian dunia.[]
No. 18, Tahun II
15 MEI 2009 - 14 JUNI 2009
Diplomasi Door Stop Menlu
5
Penundaan ASEAN Summit Sejak tertundannya pelaksanaan ASEAN Summit di Pattaya, Thailand, saya telah bertemu dengan Sekjen ASEAN Surin Pitsuan. Pertemuan tersebut membahas mengenai rencana Sekretariat Jenderal ASEAN maupun pihak pemerintah Thailand, setelah keputusan mendadak untuk mengundurkan pelaksanaan ASEAN Summit tersebut. Baik Sekjen ASEAN maupun Pemerintah Thailand belum memiliki rencana baru. Saya sampaikan bahwa Indonesia dan negara-negara anggota ASEAN lainnya sangat berkepentingan agar Summit ini dapat segera dirancang dan dilaksanakan kembali secepatnya, sedikitnya dalam jangka waktu
satu bulan. Kita tidak menawarkan diri untuk menjadi tuan rumah pada summit yang dijadwalkan kembali tersebut karena kita menghargai peranan Thailand sebagai ketua ASEAN. Karena itu kita menunggu rancangan dari pihak Thailand, namun demikian sebagai anggota, tentunya kita siap membantu. Saya kira Sekjen mungkin memerlukan sedikit waktu untuk berkonsultasi dengan pemerintah Thailand. Sebetulnya dengan tertundanya rencana summit di Pattaya, ini merupakan kerugian bagi Thailand, ASEAN dan mitra dialog ASEAN. Tetapi kita memahami situasi yang dihadapi oleh Thailand, oleh karena itu kita
mendukung pengunduran Summit ini dengan harapan tidak diundur terlalu lama. Karena itu perlu kita usahakan secepatnya, sebab dengan tidak diundur terlalu lama, maka nama baik ASEAN dan Thailand bisa segera kita pulihkan. Banyak hal yang semula dirancang untuk dibahas di KTT Pattaya yang harus segera kita bicarakan dan putuskan. Pertama adalah masalah yang terkait dengan global financial crisis, yaitu bagaimana kita secara kolektif merespon krisis ini, langkahlangkah dan kebijakan apa yang dapat kita sepakati, disamping merampungkan hal-hal yang sudah dibicarakan pada tingkat Menteri Keuangan negara-negara ASEAN +3 mengenai Chiang Mai
Initiative Multilateral. Misalnya kesepakatan untuk meningkatkan jumlah dana yang dihimpun dari US$ 80 milyar menjadi US$ 120 Milyar. Kesepakatan tentang berapa kontribusi dari masing-masing negara belum bulat. ASEAN US$ 24 Milyar, Korea Selatan juga US$24 Milyar, dan sisanya US$ 72 Milyar akan dibagi bersama China dan Jepang. Masalahnya kedua negara tersebut belum bersepakat, bukan karena mereka tidak ingin, tetapi masingmasing ingin memberikan kontribusi yang lebih besar, hal ini sudah tentu sangat menguntungkan ASEAN.[]
verifikasi kedua yang menyertakan UNFCR, ada ungkapan bahwa sebagian dari mereka bersedia untuk di repatriasi secara sukarela. Itu yang paling mudah kita lakukan, sebab dananya bisa kita cari melalui dukungan lembaga Internasional ataupun negaranegara lain. Tetapi yang juga penting untuk dilakukan adalah memberikan signal kepada yang lainnya yang masih berniat untuk berangkat dari negaranya untuk tidak mencoba.Yang kedua, jika dari mereka itu ada yang cukup kuat memiliki alasan untuk dikategorikan sebagai pengungsi dalam artian pencari suaka politik, maka itu akan menjadi urusan UNFCR yang untuk kemudian memungkinkan dilakukannya resettlement di negara ketiga. Sedangkan bagi mereka yang belum ada solusinya, sementara waktu mereka harus tinggal di kamp-kamp pengungsi yang kita sediakan. Yang paling mudah dikembalikan sebagai tindakan awal, adalah mereka yang secara
tegas mau dipulangkan ke negara asal mereka. Itu tidak masalah, karena dalam konferensi kemarin sudah kita bicarakan dengan Bangladesh dan Myanmar. Jadi dari proses verifikasi ini, seperti yang kita indikasikan, ada beberapa dari mereka yang ingin pulang, karena bagaimanapun mereka itu meninggalkan Myanmar dan Bangladesh dengan tujuan mencari kehidupan yang lebih baik, dalam hal ini ke Malaysia Tetapi ketika mereka harus ditahan di Indonesia, wajar juga kalau mereka ingin pulang kembali, karena siapapun tidak akan betah tinggal dalam jangka waktu lama di kamp pengungsi. Dari informasi pendahuluan, sebagain mereka yang mengaku berasal dari Myanmar dan bersedia pulang, mereka katakan untuk jangan dipulangkan ke Myanmar, melainkan ke Bangladesh, nanti diam-diam mereka akan menyelinap lewat perbatasan ke Myanmar.[]
Penyelesaian Boat People Pemerintah RI telah melakukan berbagai upaya untuk menyelesaikan masalah Boat People. Kita sudah mengirimkan team dibawah pimpinan Direktur Jenderal Asia Pasifik dan Afrika, Hamzah Thayeb, untuk berkunjung ke Bangladesh dan Myanmar dalam upaya mencoba menjajaki peluangpeluang yang bisa terbuka melalui pembicaraan bilateral IndonesiaMyanmar. Kita membicarakan kemungkinan-kemungkinan kerjasama secara bilateral yang dapat dilakukan untuk mengatasi pengungsi rohingya. Tapi jelas seperti yang kita duga semula, bahwa karena sifat masalah ini adalah masalah internasional, maka upaya penyelesaiannya juga harus melibatkan banyak negara, yaitu negara asal, negara transit dan negara tujuan. Dengan kata lain, melalui konferensi yang diadakan di Bali kemarin, yaitu Bali process, kita sepakati bahwa Ad Hoc groups yang merupakan transformasi dari working groups yang ada sebelumnya, ditugaskan untuk
15 MEI 2009 - 14 JUNI 2009
secara nyata menangani masalahmasalah yang dihadapi berkaitan dengan rohingnias, pengungsi asal Tamil dari Afganistan dan sebagainya. Dengan kata lain rohingnias itu hanya salah satu dari beberapa bagian gelombang manusia perahu atau pendatang irregular yang menjadi persoalan kawasan kita sekarang ini. Penyelesaian persoalan ini melibatkan negara-negara asal, negara transit dan negara tujuan. Jadi tergantung pada issu nya, untuk Tamil misalnya sudah pasti Sri lanka yang dilibatkan, negara tujuan bisa jadi menurut yang kita peroleh di konferensi kemarin adalah New Zealand atau Australia. Jadi tiap-tiap masalah itu tidak pernah sama, seperti rohingnias misalnya, itu melibatkan Myanmar, Banglasdesh, Thailand, Indonesia, dan Malaysia. Sebetulnya masalah ini bukan sesuatu yang baru kita temukan, karena selama ini sudah agak terpola. Sebab dari proses verifikasi yang dilakukan oleh team Deplu dan IOM, serta juga
No. 18, Tahun II
Diplomasi
6
F
o
k
u
s
Diklat Internasional Menciptakan Jejaring Diplomasi
Deplu telah menyelenggarakan Diklat Diplomat berskala internasional untuk yang ketiga kalinya. Diklat yang pertama diselenggarakan pada tahun 2007, dan terus diselenggarakan setiap tahunnya. Pelaksanaan diklat ini di dasari oleh kesepakatan yang kita sepakati pada saat memperingati 50 tahun Konferensi Asia-Afrika I di Bandung pada tahun 2005 di Yogyakarta. Kita sepakat untuk membangun suatu kemitraan strategis antara Asia dengan Afrika. Dan Indonesia sebagai co-chair bersama-sama dengan Afrika Selatan mempunyai kewajiban untuk mewujudkan hal tersebut. Disamping itu kita juga menyadari bahwa hal ini tidak terbatas hanya pada negara-negara di Asia-Afrika, tetapi juga untuk negaranegara berkembang dikawasan lainnya, dimana dalam hal ini adalah Amerika Latin. Pada tahun 2007 dan 2008, peserta Training untuk Diplomat ini adalah dari negara-negara Asia dan Afrika, dan untuk tahun ini ada tambahan peserta dari Amerika Latin, yaitu Meksiko dan Argentina. Kedepannya, diklat ini merupakan program yang memiliki jangkauan jangka panjang, yaitu bahwa diplomat-diplomat pada level menengah dan senior ini suatu ketika nanti dalam perjalanan karir mereka barangkali ada yang menjadi direktur, dirjen, duta
No. 18, Tahun II
Triyono Wibowo
Wamenlu RI
besar, dan bahkan menjadi menteri, maka ini akan merupakan suatu networking diantara para peserta training, dimana networking ini sangat diperlukan dalam diplomasi. Kalau mereka salinsg mengenal secara pribadi, maka tentunya ini akan memudahkan bagi mereka dalam melakukan tugas diplomasi. Itu salah satu alasan yang menjadi dasar dilaksanakannya program diklat ini. Selain itu juga ada hal misalnya yang menyangkut tentang capacity buihlding dimana kita ingin membantu Palestina didalam meyiapkan tenaga-tenaga diplomat. Karena pada suatu ketika nanti Palestina menjadi negara merdeka, maka tentunya mereka akan membutuhkan orang-orang yang sudah terlatih. Selain itu juga ada program capacity building untuk Afghanistan, dimana pada konferensi internasional mengenai Af-
ghanistan di Denhag, saya hadir mewakili Menlu, dan disana kita juga menyatakan kesediaan untuk memberikan capacity building bagi Afghanistan, antara lain dengan mengundang mereka dalam hal pencetakan diplomat-diplomat. Melalui penyelenggaraan Diklat Internasional ini, pemerintah Indonesia menunjukkan komitmennya untuk menjalin hubungan dan kerjasama yang baik dengan seluruh negara di dunia. Dengan peningkatan profesionalisme dunia diplomasi, para peserta program Diklat dapat memberikan kontribusi melalui berbagai kesempatan untuk membangun dunia yang lebih baik, untuk kepentingan seluruh masyarakat dunia, dengan saling berbagi pengetahuan diantara para peserta dan mencari inovasi dalam melakukan negosiasi diluar cara-cara yang tradisional.[]
15 MEI 2009 - 14 JUNI 2009
Diplomasi L
EN
S
A
7
WOC & CTI Summit 2009
Negara Peserta WOC dukung Substansi Manado Ocean Declaration kurang lebih satu tahun, dengan berbagai pihak, antara lain negara anggota tetap PBB, Kantor PBB di Jenewa dan UNESCO di Paris. Pada pertemuan pertama WOC, agenda kegiatan masih membahas mengenai masukanmasukan negara peserta terhadap draft MOD antara lain mengenai masalah pendanaan pengelolaan laut, yang menjadi inti dari MOD tersebut, komitmen negara peserta WOC, dampak perubahan iklim dengan kelautan, dan juga sebaliknya. MOD tersebut akan menjadi landasan bagi negara-negara khususnya negara pantai agar ke depan dapat memperoleh pemahaman bersama (common understanding) mengenai pentingnya perlindungan laut. MOD ini di-
harapkan akan menjadi referensi dasar bagi pembuatan aturan baik mengenai kelautan pada level nasional maupun internasional. “Kita juga berusaha agar Deklarasi ini dapat memberikan kontribusi bagi penyelenggaraan the 15th Conference of the parties United Nation for Climate Change Conference (COP UNFCCC ke-15) di Denmark” ujar Dubes Pratomo. WOC sendiri merupakan konferensi pertama dunia yang membahas mengenai kelautan. Konferensi ini merupakan hasil inisitatif Indonesia yang terlepas dari UN system dan tidak menduplikasi proses yang telah ada seperti dalam UN system. Namun, Indonesia juga telah meminta PBB memasukan isu kelautan dalam pembahasan climate change
dalam sistemnya. Tujuan dari WOC ini adalah untuk menegaskan kembali mengenai pentingnya konservasi laut, dan proses kontribusi sosial ekonomi bagi baik penduduk pesisir pantai maupun bagi masyarakat dunia secara keseluruhan. Karena pertemuan ini adalah pertemuan yang pertama, konferensi ini belum menjelaskan secara detai mengenai pendanaan pengelolaan laut namun lebih kepada mengundang masyarakat internasional khususnya negara-negara berpantai (coastal countries) mengenai kepentingan bersama untuk laut dan agar negara-negara maju dapat melihat bahwa laut adalah blue green atau “hutan biru” yang juga dapat menyerap karbon. (HO)
dok. google
Negara-negara peserta Konferensi Kelautan Dunia/ World Ocean Conference (WOC) pada prinsipnya menyambut baik substansi dari Manado Ocean Declaration/ MOD. “Mereka (negara peserta WOC, red) memberikan tanggapan yang cukup baik” Demikian jelas Ketua Senior Official Meeting-WOC (SOM-WOC), Dubes Eddy Pratomo pada Jumpa Pers hari pertama konferensi, 11 Mei 2009 di Grand Kawanua Convention Centre, Manado. Selain Dubes Pratomo, dalam jumpa pers tersebut juga hadir Sekretaris Panitia WOC, Indroyono Susilo. Dubes Pratomo menjelaskan tanggapan positif ini dikarenakan sebelumnya Indonesia telah melakukan konsultasi dan pembahasan deklarasi yang cukup lama,
Diplomasi
8
L
EN
S
A
WOC 2009:
Inisiatif Indonesia Menghadang Perubahan Iklim “Hari ini menandai penantian kita yang panjang akan konperensi yang bersejarah di kota yang indah, Manado, dan awal dari upaya kita bersama untuk melindungi laut dari ancaman perubahan iklim.” Demikian ditegaskan Menteri Kelautan dan Perikanan Indonesia, Freddy Numberi, saat membuka Senior Official Meeting (SOM) World Ocean Conference (WOC) 2009, yang dihadiri 427 delegasi dari 76 negara di Grand Kawanua Conventon Center (GKCC), Manado, Senin (11/5). Pertemuan tingkat pejabat tinggi ini merupakan awal dari rangkaian penyelenggaraan WOC yang akan berlangsung dari 11 - 14 Mei 2009, dan Coral Triangle Initiative (CTI) Summit pada 15 Mei 2009. WOC merupakan inisiatif Indonesia untuk mengajak dunia memberikan kontribusi dalam memberikan solusi terhadap dampak dan ancaman perubahan iklim terhadap laut. Konferensi ini diharapkan menghasilkan kesepakatan internasional Manado Ocean Declaration (MOD) sebagai dokumen bersejarah yang menjadi cermin komitmen dunia untuk kelangsungan laut dunia. MOD akan menjadi batasan dalam pengelolaan kelautan secara global dan menjadi momentum bagi penyelamatan dunia terhadap laut. “WOC adalah suatu kesempatan penting untuk menekankan mengenai hal-hal yang saat ini menjadi ancaman terhadap laut kita bersama, termasuk imbas dari perubahan iklim, mencari komitmen dari negara –negara dan meningkatkan profil laut di semua level, “ jelas Menteri. Menteri Numberi menyatakan bahwa lautan saat ini tengah berada dalam ketidakpastian karena
terjadinya pemanasan global, melelehnya es kutub (polar ice melt), penangkapan ikan yang tidak wajar (overfishing), perubahan pola pergantian musim, kenaikan permukaan air laut, penghancuran terumbu karang dan dampak negatif lainnya sebagai akibat dari emisi rumah kaca yang tidak terkendali, khususnya karbondioksida (CO2) terhadap atmosfir. Multidimensional krisis yang dialami
dunia baru-baru ini juga menjadi menjadi salah satu faktor yang semakin mempercepat ancaman perubahan iklim. Berbagai permasalahan ini, membuat dunia sangat membutuhkan komitmen dan tindakan dari semua negara di semua tingkatan kerjasama untuk bersatu menyelamatkan lautan, baik dari segi pembuatan kebijakan, peningkatan kerjasama teknis dan peneli-
tian. WOC 2009 dibuka oleh Gubernur Sumatera Utara, Sinyo Harry Sarundajang. Ia menyatakan merupakan kebanggaan tersendiri bagi Sulawesi Utara, khususnya Manado untuk dapat memberikan kontribusi dalam usaha dunia untuk melindungi lautan, melalui penyelenggaraan WOC dan CTI Summit 2009. (HO)
dok. dkp
No. 18, Tahun II
15 MEI 2009 - 14 JUNI 2009
Diplomasi L
EN
S
A
9
WOC 2009:
Mengurangi Dampak Perubahan Iklim Dari Laut Negara-negara maju itu sebenarnya lebih senang membicarakan carbon emission bukan carbon absorption, tapi bagi kita carbon emission and absorption itu sama. Oleh sebab itu karena masalah laut ini merupakan masalah yang masih baru, maka sasarannya adalah kita harus mau memverifikasi masalah ini bersama-sama dengan dunia luar. Kalau kita katakan bahwa laut Indonesia itu menyerap sekian juta ton karbon pertahun, maka jawabannya adalah kita harus mau diverifikasi atau dipasangkan alat pemantauan, seperti monitoring bumi dan segala macam. Jadi walaupun aspeknya adalah aspek security tetapi ini tidak menyangkut border issu dan aspek prespority nya harus kita tetapkan seperti apa, izin-izinnya itu bagaimana. Kalau ini disepakati di WOC, maka Indonesia harus memperjuangkan carbon emission and absorption ini baik di laut maupun di darat, jadi jangan hanya carbon emition. Kalau dikatakan terlambat karena baru sekarang dibicarakan, dalam hal ini tidak ada kata terlambat, karena sudah sangat bagus kalau semua negara yang hadir itu menyetujui dan menyepakati Manado Declaration. Karena merupakan deklarasi kelautan yang disepakati oleh para pengambil keputusan tingkat tertinggi yang pernah ada sejak 1982, yaitu pada UN Conferention for the Sea, jadi ini adalah yang kedua kalinya. Jadi saya kira ini sangat baik, sebagaimana pembicaraan isu climate change di Bali, itu adalah konferensi yang ke 13 dan disitu kita baru membicarakan hutan, padahal protokolnya sendiri sudah 10 tahun yang lalu, yaitu sejak 1997. Sekarang kita bicarakan
15 MEI 2009 - 14 JUNI 2009
laut, karena memang baru sekarang orang melihat laut, selama ini orang selalu mengabaikan laut dan tidak melihat potensi laut dalam hal climate change. Dari 800 sesi pembicaraan pada waktu konferensi climate change di Bali Desember 2007, hanya ada satu pembicaraan tentang laut. Para peserta mempertanyakan hal itu dan meminta Indonesia untuk mengambil inisiatif tentang ini karena Indonesia adalah negara kelautan terbesar di dunia, dan mereka semua memberi dukungan kepada Indonesia, oleh karena itu kita selenggarakan WOC ini. Jadi jangan dikira bahwa ini dikarang oleh Jerman atau Australia, karena mereka adalah negara kontinen. Memang mengenai besarnya daya serap karbon dari coral ini masih mendapat kritikan, tetapi mengenai terjadinya pengasaman coral akibat climate change semuanya sependapat. Persoalannya sederhana, yaitu kalau 75.000 kilometer persegi terumbu karang di 6 negara ini hancur karena climate change lalu siapa yang harus bertanggung jawab. Karena itu Indonesia mengambil inisiatif, dan yang penting bagi kita sekarang adalah jalan dulu, sebab kalau bicara tentang absorption, dunia juga masih ragu karena negara-negara maju itu maunya emisi yang memang bidangnya mereka. Kalau absoprtion itu bidangnya Brazil dan Indonesia, jadi kita harus take time untuk memperjuangkan ini. Tetapi dengan masuknya coral triangel untuk pengembangan bio diversity yang erat kaitannya dengan pengasaman laut karena climate change, itu saja sudah bagus. Australia dan AS sangat
Prof. Dr. Indriyono Susilo
Sekretaris Panitia Nasional WOC
mendukung CTI ini, bahkan AS langsung memberikan hibah US$ 40 juta dari total US$ 250 juta dana untuk program CTI dari negara-negara di dunia seperti Australia, Perancis dan Cina. Masalah CTI ini akan dibicarakan oleh para Presiden pada tanggal 15 Mei di Manado dan diharapkan akan menghasilkan Manado Declaration yang menyepakati plan of action. Yang menarik dan paling penting dari penyelenggaraan WOC ini adalah inisiatif dunia yang terdiri dari 121 negara untuk duduk bersama-sama guna membicarakan laut dunia dan menghasilkan Manado Ocean Declaration. Untuk CTI yang akan dihadiri oleh enam negara, capaiannya malah sudah lebih maju dari WOC, karena
dananya sudah ada dan siap di implementasikan. Para ilmuwan yang berkumpul di studical symposium itu, nanti mereka akan membuat proposal untuk programprogram CTI. Setelah ini kita akan berbicara mengenai masalah lain yang ada kaitannya dengan perubahan iklim global, seperti el nino dan la nina, dimana di WOC masalah climate liability ini juga sudah masuk. Kita memang mengharapkan agar apa yang kita agendakan dalam WOC ini bisa seluruhnya diakomodir, tetapi kalaupun capaiannya hanya 60 % saja itu sudah bagus, mengingat ini baru pertama kali diselenggarakan dimana orang mungkin masih ragu antara setuju dan tidak, karena itu ini harus kita dorong.[]
No. 18, Tahun II
Diplomasi
10
L
EN
S
A
Pemimpin Negara CT-6 Ukir Komitmen Lindungi Wilayah Coral Triangle
dok. presidensby/abror
kawasan ini juga menjadi sumber pencaharian dan makanan bagi masyarakat di area tersebut. “Kita tidak akan bisa memberantas kemiskinan, jika kita tidak bijak memanfaatkan sumber daya laut dan pantai kita,” tegas Presiden
Enam kepala negara/pemerintahan dari negara yang tergabung dalam CT-6 menyatakan komitmen mereka untuk melindungi wilayah Coral Triangle (CRT). CRT adalah kawasan segitiga terumbu karang seluas ± 75.000 km yang memiliki lebih dari 500 species terumbu karang, lebih dari 3000 species ikan dan merupakan pusat kehidupan laut yang kaya keanekaragaman hayati tersebut. Enam kepala pemerintahan tersebut adalah Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono, PM Malaysia Tun Abdul Rajak, PM Kepulauan Solomon Derek Sikua, PM Papua New Guinea Michael Somare, Presiden Timor Leste Ramos Horta dan Presiden Filipina Gloria Macapagal Arroyo. Komitmen tersebut ditegaskan melalui penandatanganan Coral Triangle Initiative (CTI) Leaders’ Declaration on Coral Reef Fisheries and Food Security, yang juga menjadi awal dari CTI pada 15 Mei 2009 di Grand Kawanua Convention Centre (GKCC) Manado. Dalam sambutan yang disampaikan secara bergantian, keenam pemimpin negara CT-6 menyatakan dukungannya terhadap CTI program dan perlindungan terhadap kawasan yang dikenal dengan sebutan
No. 18, Tahun II
RI saat jamuan makan malam di Grand Kawanua, sehari sebelum CTI Summit (14/5). Pada akhir acara, keenam pemimpin pemerintahan menandatangani prasasti pertemuan tingkat kepala negara CTI pertama tersebut.[]
WARTAWAN FAMTRIP RUSIA HADIRI WOC MANADO
Amazone of the Seas tersebut. Mereka juga mengadopsi Regional Plan of Action (RPOA) dari CTI yang akan menjadi dasar dari kerjasama di tingkat regional, nasional dan sub national negara CT-6. Dalam menjalankan tugasnya, CTI juga mendapatkan bantuan dari berbagai pihak yaitu Amerika Serikat dan Australia, Asian Development Bank, Global Environment Facility, Nature Conservancy, Conservation International, dan World Wildlife Fund. Presiden RI pada sambutan pembukaannya, menyampaikan bahwa Indonesia menyambut baik pertemuan tingkat kepala negara CTI pertama tersebut. Komitmen Indonesia untuk CTI program dinyatakan Presiden RI dengan memberikan bantuan sebesar US$ 5 juta dolar untuk CTI Program dan menawarkan kesediaannya menjadi tuan rumah permanen bagi Sekretariat CTI. Indonesia berkomitmen untuk mencapai 20 juta hektar wilayah laut yang diproteksi di Indonesia pada tahun 2020, dalam usahanya melindungi lautan. Bagi presiden RI, kawasan CTR merupakan wilayah yang sangat berharga karena selain menyimpan kekayaan alam,
Gaung World Ocean Conference (WOC) di Manado terdengar sampai di bagian utara bumi. Sejumlah wartawan Rusia bersemangat meliput kegiatan tingkat dunia tersebut sambil menikmati keindahan keindahan taman laut Bunaken. Sebanyak 14 peserta familiarization Trip (famtrip) asal Rusia dan Belarusia yang dikerjasamakan antara Depbudpar dan KBRI Moskow tiba di Manado pada tanggal 12 Mei 2009 setelah kecapekan mengeksplorasi keeksotikan Jakarta. Mereka umumnya adalah wartawan dari berbagai media cetak dan elektronik terkemuka di Rusia ditambah tiga tour operator. Menurut M. Aji Surya, Penanggungjawab Pensosbud KBRI Moskow yang mendampingi rombongan, Famtrip dari Rusia ini memang ditepatkan waktunya dengan WOC sehingga liputannya menjadi lebih lengkap. “Kita harus menggembar gemborkan tujuan wisata beyond Bali, terkasuk MICE” ujarnya. Mikhail Tsyganov, salah satu wartawan peserta dari kantor berita Ria Novosty menyatakan kekagumannya atas penyelenggaraan kegiatan akbar di kota yang relatif kecil. Apalagi melibatkan puluhan negara dengan tema yang sedang menjadi concern dunia. Para kuli tinta terlihat kesana kemari untuk mendapatkan informasi dan melakukan wawancara tentang acara yang sedang digelar di Manado. Yang menjadi banyak titik perhatian adalah konferensi tentang mangrove dan pameran budidaya laut. “Sulit dipercaya, kota sekecil ini menyelenggaraikan kegiatan dunia,” ujar mereka. Bagi mereka, adanya WOC yang digabung dengan kegiatan pengenalan dunia wisata nusantara ini bisa diibaratkan sebagai menyelam sambil minum air, atau sekali mendayung dua pulau terlampaui. Karenanya, bila ada waktu luang disela-sela konferensi mereka menikmati pantai dengan jetski-nya di belakang hotel Sedona, Manado. Selain meliput WOC, para wartawan dan tour operator tersebut juga akan mengadakan kunjungan ke taman nasional Tangkoko untuk melihat tarsius spectrum, monyet terkecil di dunia serta seharian menyelam di Bunaken. Kegiatan kemudian akan dilanjutkan kunjungan ke Bali, Nusa Tenggara dan mengunjungi the last dinosaurus on earth alias komodo di pulau Rinca dan sekitarnya. Kasubdit Hubungan Lembaga Pariwisata dan Fam Tour Internasional yang menyertai kegiatan menyatakan optimismenya tentang dampak positif datangnya famtrip dari Rusia. “Target turis Rusia sebanyak 90 ribu tahun ini mudah-mudahan terkejar,” kata Vinsensius Jemadu.***
15 MEI 2009 - 14 JUNI 2009
Diplomasi L Pusdiklat Deplu didirikan atas inisiatif Ahmad Subardjo, Menlu RI pertama. Pusdiklat ini didirikan pada tahun 1957, akan tetapi dari tahun 1957 sampai dengan tahun 70-an, aktifitas pendidikan diplomatik ini tidak berjalan secara regular, dan namanya pun berganti-ganti. Mulai dari Sekolah Diplomatik, Akademi Dinas Luar Negeri, Akademi Dinas Hubungan Ekonomi Luar Negeri, dan lainlainnya. Baru pada tahun 1972, bersamaan dengan pemerintah Orde Baru mulai menata Repelita, Deplu membuat Pusdiklat seperti yang sekarang ini, yaitu menyelenggarakan pendidikan diplomatik secara rutin. Gedung Pusdiklat Deplu yang pertama terletak di gedung Seibu Sarinah, jl. MH. Thamrin, Jakarta, dan dikenal sebagai Pusdiklat Iskandarsyah, dan saya sendiri termasuk alumninya. Pada tahun 1984 barulah Pusdiklat Deplu pindah kesini hingga sekarang ini, dengan nama Pusat Pendidikan dan Latihan dan bertugas sebagai lembaga yang memberikan pendidikan dan pelatihan untuk pengembangan profesi dan kompetensi bagi diplomat Indonesia. Pada dasarnya ada lima program pendidikan dan pelatihan utama yang kita selenggarakan, yaitu Sekdilu untuk para diplomat junior, Sesdilu untuk diplomat madya, Sesparlu untuk diplomat senior, Pendidikan Non-Diplomat untuk para petugas administrasi dan keuangan, serta petugas komunikasi, dan Pendidikan Teknis untuk antar Departemen, Pemerintah Daerah, Universitas dan sebagainya. Peserta Luar Negeri
Keberadaan para peserta dari luar negeri dalam program diklat ini pada awalnya memang kita yang menawarkan kepada mereka. Namun karena para peserta dari luar negeri ini terkesan dengan penyelenggaraan diklat kita, maka pada akhirnya hal ini tersebar dari mulut ke mulut, sehingga sekarang ini permintaan untuk menjadi peserta diklat di
15 MEI 2009 - 14 JUNI 2009
EN
S
A
11
Peserta Luar Negeri Memuji Kurikulum Pusdiklat Deplu Darmansjah Djumala Kapusdiklat Deplu RI
Deplu semakin meningkat, dan telah melebihi daya tampung yang kita miliki. Program diklat Sesparlu Internasional yang melibatkan peserta dari luar negeri ini sudah berjalan untuk yang ketiga kalinya dan dilaksanakan setiap tahun. Khusus untuk Sesparlu ke-3 ini di ikuti oleh para diplomat dari 13 negara yaitu Cina, Singapura, Thailand, Malaysia, Brunei Darussalam, Kamboja, Vietnam, Myanmar, Laos, dan 4 dubes Palestina untuk Bulgaria, Zimbabwe, Tanzania dan Ramallah. Sedangkan untuk program Sesdilu Internasional ke-3 diikuti oleh 10 peserta luar negeri, yaitu dari Afghanistan, Argentina, Mesir, Maroko, Sri Lanka, Mexico, Somalia, Sudan, Uzbeckistan, dan Tajikistan. Sedangkan diklat khusus untuk negara-negara ASEAN kita laksanakan melalui ASEAN+3, begitu pula untuk Palestina dan Timor Leste, mereka kita berikan diklat khusus, namun tetap dalam program Sekdilu, Sesdilu dan Sesparlu. Diplomasi soft power
Keikut sertaan diplomat dari luar negeri, dalam hal ini menunjukkan bahwa Pusdiklat Deplu telah ikut menjalankan diplomasi soft power, karena diklat ini tidak hanya berguna untuk meningkatkan kemampuan substansi dan keterampilan para diplomat, tetapi juga meningkatkan pemahaman para peserta diplomat dari luar negeri terhadap Indonesia, disamping juga diklat ini diharapkan dapat mendorong hubungan dan kerja sama antara diplomat Indonesia dengan diplomat dari luar negeri.
Terkait dengan sertifikasi ISO 9001 yang diraih Deplu dalam hal rekrutmen, itu berarti kita menerima input yang sudah memiliki standar yang tinggi. Kita sudah melaksanakan rekrutmen yang sangat high standard ini sejak tahun 2002, dan melalui prosedur standar high cualification seperti yang kita terapkan ini, kita memperoleh input yang bagus sekali. Jadi kita mendapatkan the very most selective candidate, yaitu calon-calon diplomat yang benarbenar terpilih. Tetapi ini menjadi tantangan bagi Pusdiklat untuk mencetak input yang bagus ini menjadi output yang lebih bagus lagi, bagaimana nanti setelah keluar dari Pusdiklat mereka bisa menjadi diplomat yang bagus. Dalam hal ini kita lebih menekankan pada kurikulum, dimana kalau misalnya kita mencetak roti, bentuk roti yang bulat, persegi, atau lainnya, itu tergantung dari bentuk cetakannya, dimana analoginya cetakan adalah kurikulum. Jadi diplomat yang akan kita hasilkan itu tergantung dari bagaimana kurikulumnya. Kalau kurikulumnya biasa-biasa saja, maka diplomat yang dihasilkan juga akan menjadi diplomat yang biasabiasa saja. Karena itu kurikulum ini kita atur sedemikian rupa sehingga dia mencakup 4 komponen utama. Pertama adalah komponen substansi/substantive knowledge, komponen ke-dua adalah skill/ keterampilan, komponen ke-tiga adalah ethic/etika, dan komponen yang ke-empat adalah leadership/ kepemimpinan. Walaupun diklat ini cukup singkat, tetapi kualitas masingmasing peserta tetap bisa terlihat,
dimana ada peserta yang sangat aktif, kontributif, dan partisipatif. Dan kalau dibandingkan dengan para peserta dari luar negeri, ternyata bahwa para diplomat kita ini memiliki kualitas yang membanggakan, peserta dalam negeri yang ada di Sekdilu dan Sesparlu ini tidak kalah kualitasnya dengan peserta dari luar, bahkan mereka lebih menonjol dalam menyampaikan pandangan, dan pemahaman masalah. Kita mempunyai kerjasama bilateral dengan 17 negara dalam bentuk MoU pertukaran siswa dan tenaga pengajar. Tenaga pengajar yang sudah pernah mengajar disini adalah dari Cina, Rusia, Perancis, Australia, Ajerbaizan, dan Swedia. Para peserta dari luar negeri memuji kurikulum dan program yang kita terapkan ini, disamping juga memuji tenaga pengajar yang hebat-hebat. Tenaga pengajar disini selain dari pejabat-pejabat Deplu seperti Dirjen maupun Direktur semuanya adalah outsourching. Kita juga mengundang tenaga pengajar dari UI , CSIS, tokohtokoh intelektual, UIN, pakar-pakar ekonomi dan lain-lainnya. Tenaga pengajar itu kita susun dalam suatu daftar yang sangat padat dan dari tahun ke tahun secara ruti mengajar disini. Saya pernah berkunjung ke Akademi Diplomatik di India, Cina dan Rusia, mereka bagus tetapi tidak memiliki jenjang yang khusus seperti kita, mereka lebih bersifat seperti sekolah S1 dimana lulusannya adalah degree dan melakukan pendidikannya per issu, sedangkan kita melakukan pendidikan per-issu dan perjenjang.[]
No. 18, Tahun II
Diplomasi
12
BINGKAI
Dalam acara Up Dates From The Region: Towards World Ocean Conference Beyond:North Sulawesi & Economic Opportunities yang diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 16 April 2009, Noni Sulawesi Utara, Ursula Rebecca Pamantung, dengan ramah mendampingi para tamu undangan yang antusias mengunjungi stand-stand yang disediakan khusus untuk memperagakan hasil industri khas daerah di Sulawesi Utara. Mereka adalah para pejabat dan pengusaha dari dalam dan luar negeri yang khusus diundang oleh Menteri Luar Negeri untuk mendapatkan paparan tentang pelaksanaan WOC di Manado. Dengan balutan busana daerah berwarna kuning, Ursula tampil dengan anggun. Senyumnyapun tidak pernah lepas dari bibirnya ketika menyapa dan memberikan penjelasan seputar pariwisata di Sulawesi Utara kepada para tamu. Gadis cantik mahasiswi Universitas Sam Ratulangi Fakultas Ekonomi jurusan International Business Administration ini memang menyandang predikat sebagai Duta Pariwisata Propinsi Sulawesi Utara. Ketika Diplomasi menanyakan apa saja tugas dan kegiatan yang dilakukan olehnya terkait pelaksanaan WOC di Manado, putri dari pasangan Dr. Tomy Pamantung dan Paula Hatt ini menjelaskan, ”Kami sedang melakukan promosi Sulawesi Utara sebagai salah satu desinasi MICE, sehingga kami akan selalu dilibatkan dalam acara-acara seperti ini”. Ursula menambahkan bahwa pada bulan November tahun lalu, dirinya ditugaskan melakukan promosi pada acara Mice Exhibition yang diselenggarakan di Bali. ”Kita membuka stand promosi Sulawesi Utara disana dan melakukan promosi kepada semua orang yang datang, jadi bukan hanya kepada para turis mancanegara tetapi juga turis domestik. Karena mungkin selama ini mereka belum mengetahui potensi pariwisata Sulawesi Utara, apakah sudah pantas dan layak sebagai desinasi Mice”. Menurut Ursula yang bercita-cita menjadi pegawai negeri ini, Pemda Sulut selalu melakukan promosi wisata mice dalam event-event internasional maupun domestik, karena hal itu sangat membantu untuk mempublikasikan kepada masyarakat. Selain tugas promosi pariwisata yang cukup membuatnya sibuk itu, Ursula juga menjadi ikon generasi muda Sulawesi Utara yang bebas narkoba. Untuk itu dia harus berkeliling ke sekolah-sekolah dan kampus-kampus guna memberikan penyuluhan dan mengkampanyekan program anti narkoba kepada para pelajar dan mahasiswa.bersama-sama dengan Badan Narkotika Propinsi. Dalam penyelenggaraan hajatan besar WOC di Manado, Ursula juga mendapat tugas khusus sebagai LO dan Mc dalam pelaksanaan Gala Dinner dan beberapa event lainnya. Bahkan dirinya juga tengah dipersiapkan untuk terlibat dalam pertunjukan aneka tarian dalam acara grand opening WOC.
No. 18, Tahun II
Ursula Pamantung N o n i S u l u t
Turut sukseskan
WOC 2009 15 MEI 2009 - 14 JUNI 2009
Berita
Menlu Hasan N. Wirajuda meninjau stand yang memamerkan berbagai produk kerajinan dan budaya serta potensi pariwisata Sulawesi Utara di sela-sela acara Updates from the Region, di ruang Sunda Kelapa Deplu (16/4).
Photo
Dalam acara Updates from the Region yang diselenggarakan di ruang Sunda Kelapa Deplu, Gubernur Sulawesi Utara, Sinyo Hari Sarundayang, berkesempatan memaparkan kesiapan Sulut sebagai tuan rumah penyelenggaraan WOC 2009 di Manado dan juga kesiapan Sulut sebagai desinasi wisata MICE.
Wamenlu menyerahkan sertifikat kepada lulusan terbaik Sesdilu dan Sesparlu Internasional ke-3 Deplu, Fransisco de la Torre Galindo, diplomat dari Mexico.
Para petani peserta program magang berfoto bersama Direktur Kerjasama Teknik Deplu Ibu Esti Handayani dan Kepala Pusat Pelatihan Pertania Deptan Ir. Heri Suliyanto MBA. Program ini adalah hasil kolaborasi antara Departemen Luar Negeri RI dengan Departemen Pertanian RI.
15 MEI 2009 - 14 JUNI 2009
No. 18, Tahun II
Diplomasi
14
S O R O TAN
KRI-Diponegoro Unjuk Kemampuan
Kehadiran KRI Diponegoro dalam MTF UNIFIL membuka mata dunia internasional bahwa Indonesia sebagai negara non-Eropa dapat membuktikan kemampuannya untuk bekerjasama dan mengimbangi negara-negara yang dianggap telah maju dalam sistem pertahanannya. Kehebatan KRI Diponegoro ini dakui oleh UNIFIL usai menggelar Latihan Bersama antara UNIFIL Maritime Task Force (MTF) dan Angkatan Laut Lebanon di laut territorial Lebanon. Komandan MTF menjelaskan tujuan utama latihan bersama ini adalah untuk menunjukkan kepada publik Lebanon bahwa KRI Diponegoro yang baru bergabung telah terintegrasi secara penuh
No. 18, Tahun II
kedalam MTF. Hingga saat ini, misi pengawasan dan patroli MTF sangat efektif dalam mencegah penyelundupan senjata yang menyebabkan kondisi yang relatif stabil bagi Lebanon dan kawasan di sekitarnya. Dalam latihan ini kapal Belgia, Leopold I bertindak sebagai kapal yang dicurigai dan kemudian dicegat oleh KRI Diponegoro dan kapal patroli Angkatan Laut Lebanon. Skenario diawali dengan adanya gerakan kapal asing yang mencurigakan dari jarak 20 mil dari KRI Diponegoro dan telah berada di laut wilayah Lebanon. Segera KRI membuka komunikasi dan menanyakan identitas kapal asing tersebut. Kemudian helikopter KRI Diponegoro ditugaskan ter-
bang mendekati dan mengelilingi dari jarak 150 meter dari kapal yang dicurigai untuk memastikan tidak ada perlawawan bersenjata dari dari Leopold-1. Sebanyak 2 regu pasukan Kopaska dan mariner awak KRI Diponegoro serta Angkatan Laut Lebanon dengan menggunakan 3 speedboat merapat dan naik ke atas Leopold I untuk memeriksa dan menggeledah kapal. Setelah memeriksa dan menangkap 3 orang yang dicurigai, akhirnya menggiring kapal yang menyelundup ke perairan Lebanon tersebut ke pelabuhan terdekat di Lebanon. Simulasi interdiction ini berjalan dengan ketepatan waktu sesuai dengan standar dan prosedur yang berlaku.
dok. google
Di Lebanon
Kepala Staf Angkatan Laut Lebanon, Laksamana Ali El-Moallem kepada media massa menyatakan sangat puas dan bangga dengan latihan bersama ini. Laksamana El-Moallem juga sangat menghargai kerjasama antara KRI Diponegoro dan Angkatan Laut Lebanon yang dirasakan sangat bermanfaat untuk peningkatan kemampuan Angkatan Laut Lebanon Beberapa pejabat MTF dan Angkatan Laut Lebanon juga mengakui cepatnya KRI Diponegoro beradaptasi dengan MTF ini sangat mengesankan dan terbukti dari Latihan Bersama ini bahwa KRI Diponegoro dapat mengemban prinsip tugas MTF, yaitu efektif dan credible. (Sumber: KBRI Beirut)
15 MEI 2009 - 14 JUNI 2009
Diplomasi S O R O TAN Sebagai rangkaian kegiatan menyambut KRI Diponegoro yang bergabung dalam Maritime Task Force (MTF) PBB, pada tanggal 20 April 2009 KBRI Beirut menyelenggarakan seminar mengenai “Indonesia’s Participation in the UN Peacekeeping Mission in Lebanon” di Hotel Movenpick. Seminar tersebut dihadiri beberapa tokoh penting, antara lain Under Secretary-UN Special Coordinator for Lebanon, Michael Williams; Force Commander UNIFIL, Mayjen Claudio Graziano; mantan juru bicara UNIFIL, Timur Goksel; Prof. Khalil Karam dari Universitas St. Joseph mewakili kalangan akademisi; Brigjen Hani Diab dari Angkatan Bersenjata Lebanon dan Fikry Cassidy, Kasubdit Keamanan Internasional, Deplu. Tampak pula hadir sebagai peserta KSAL, Laksma Ali Al-Moallim dan KSAU, Brigjen Samir Maalouli. Selain itu beberapa Duta Besar dan Atase Pertahanan negara-negara yang mengirim pasukannya ke Lebanon juga ambil bagian dalam seminar tersebut. Direktur Informasi dan Media Deplu, Soehardjono Sastromihardjo, yang hadir mewakili Dirjen IDP untuk memberikan sambutan pembuka pada seminar tersebut menyatakan bahwa Indonesia tidak semata-mata mengirimkan pasukannya ke Lebanon, namun hal tersebut sesuai dengan mandat konstitusi yang tertuang di dalam Pembukaan UUD 45 untuk “ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial”. Indonesia telah berperan aktif mengirimkan pasukannya ke misimisi perdamaian PBB sejak tahun 1957. Perdamaian dan kemajuan sangat terkait erat satu sama lain sehingga kemajuan tidak mungkin dapat tercapai tanpa terwujudnya suasana aman dan damai. Oleh karena itu menciptakan keamanan sekaligus menjaga perdamaian mutlak diperlukan untuk dapat mencapai kemajuan yang diinginkan. Membuka sambutannya, UN Special Coordinator for Lebanon,
UNIFIL Puji Peran Indonesia dalam Menjaga Perdamaian di Lebanon Michael Williams, menyatakan bahwa dia sangat senang dapat hadir pada acara cocktail party di KRI Diponegoro beberapa hari lalu. Dia mengungkapkan bahwa Indonesia merupakan satu-satunya negara dari Asia yang mengirimkan kapal perangnya untuk bergabung dalam MTF. Selama ini hanya negara-negara Eropa
”Indonesia terkenal karena keberpihakannya untuk mendukung keadilan dan menciptakan dialog yang konstruktif.”
yang tergabung dalam NATO yang mengirimkan kapal perangnya. Dia juga menceritakan pengalamannya bekerjasama dengan pasukan Indonesia di Kamboja pada tahun 1992-1993. Mayjen Claudio Graziano dalam keynote address-nya menyampaikan terima kasih kepada KBRI karena dengan penyelenggaraan seminar tersebut merupakan kesempatan berharga untuk menjelaskan lebih rinci mengenai peran UNIFIL, mandat yang diemban, kegiatan-kegiatan dan kontribusi Indonesia terhadap UNIFIL. Senada dengan Mayjen Claudio Graziano, Brigjen Hani Diab juga menyampaikan penghargaan kepada kontingen Indonesia yang tergabung dalam UNIFIL atas kompetensi, profesionalisme, dan dedikasi yang tinggi sehingga mempermudah UNIFIL mengimplementasikan mandat dari resolusi DK PBB 1701. Menurutnya Indonesia terkenal karena keberpihakannya untuk mendukung keadilan dan menciptakan dialog
15
yang konstruktif. Dalam paparannya sebagai pembicara pertama, Prof. Khalil Karam, mengungkapkan bahwa pasukan Indonesia banyak membantu warga setempat melalui program “Smart Car” yang dibawa pasukan Indonesia. Program ini menyediakan metode pembelajaran yang sangat menarik bagi anak-anak di wilayah tersebut. Selain itu, menurut profesor ilmu politik tersebut, bantuan kesehatan, pengaspalan jalan dan panen raya yang diberikan Kontingen Garuda terhadap warga setempat telah menciptakan citra yang positif. Sebagai penutup, Dubes RI yang bertindak sebagai moderator berharap kiranya seminar tersebut dapat menumbuhkan pengertian yang lebih mendalam mengenai peranan aktif Indonesia dalam misi perdamaian PBB di dunia, khususnya di Lebanon. Acara seminar ini mendapat apresiasi dari banyak kalangan. Tidak hanya para nara sumber memberikan penghargaan kepada KBRI atas penyelenggaraan seminar, namun beberapa diplomat yang hadir juga menyatakan kekagumannya atas keberhasilan KBRI menghadirkan para nara sumber yang sangat berkompeten di bidangnya.[]
Djoko Santoso Panglima TNI
dok. google
15 MEI 2009 - 14 JUNI 2009
No. 18, Tahun II
Diplomasi
16
S O R O TAN
Perlindungan dan Penegakan Hak-hak Pekerja Migran dalam Kerangka Kerjasama ASEAN Dalam kerangka kerjasama regional ASEAN, isu pekerja migran merupakan salah satu yang paling krusial dan masih dalam pembahasan yang cukup mendalam. Dalam rangka menyongsong terwujudnya Komunitas ASEAN pada 2015, ASEAN seyogyanya menjadi kawasan yang ramah bagi para pekerja migran dan menjadi komunitas yang dapat memberi keuntungan kepada pahlawan devisa tersebut, karena fenomena pergerakan pekerja migran di dalam baik bagi negara pengirim, maupun negara penerima. Signifikansi keberadaan pekerja migran ini bagi pembangunan ekonomi kawasan pernah disampaikan oleh Sekretaris Jenderal ASEAN, Surin Pitsuwan, pada saat membuka sebuah kegiatan seminar di Universitas Chulalongkorn, Thailand. Ditekankan oleh Sekjen ASEAN bahwa para pekerja migran telah berkontribusi pada pembangunan ekonomi negaranegara penerima karena pekerja migran bekerja di sektor-sektor yang dihindari warga negara lokal, di Thailand misalnya, masyarakat cenderung menghindari bekerja di sektor pabrik pemrosesan seafood, kapal nelayan, dan pabrik-pabrik. Keadaan yang sama juga terjadi di beberapa negara penerima lain seperti Malaysia dan Singapura. Melalui Jalan Perundingan
Sejauh ini negara-negara anggota ASEAN telah berkomitmen untuk melakukan kerjasama dan upaya konsensus dalam penanganan isu pekerja migran di dalam kawasan, dengan berbagai tantangan dan hambatan yang tentunya
No. 18, Tahun II
tidak sedikit. Departemen Luar Negeri bersama instansi terkait khususnya dengan Departemen Tenaga Kerja RI telah dan akan terus memperjuangkan kepentingan tenaga kerja Indonesia di dalam forum ASEAN melalui berbagai perundingan. Sebuah terobosan penting terjadi pada KTT ASEAN ke-12 tahun 2007 di Cebu yang telah mengesahkan suatu Deklarasi mengenai perlindungan dan peningkatan terhadap hak-hak para pekerja migran yang sejalan dengan visi ASEAN dalam membangun suatu Masyarakat ASEAN yang adil, manusiawi dan demokratis. Guliran selanjutnya dilakukan
Irmawan Emir Wisnandar Direktur Kerjasama Fungsional ASEAN
termuat dalam Deklarasi tersebut. Melalui usulan Indonesia, telah disepakati pembentukan suatu Forum on Migrant Workers yang akan bertugas menindaklanjuti Deklarasi dengan memanfaatkan kelompok kerja pada pertemuan ke-2 Ad-Hoc Working Group on Labour Practices to Enhance Competitiveness di Singapura tanggal 1-2 Maret 2007. Pada pertemuan ke-3 Ad-Hoc Working Group on Progressive Labour Practice, di Yogyakarta tang-
”Sebuah terobosan penting terjadi pada KTT ASEAN ke-12 tahun 2007 di Cebu yang telah mengesahkan suatu Deklarasi mengenai perlindungan dan peningkatan terhadap hak-hak para pekerja migran yang sejalan dengan visi ASEAN dalam membangun suatu Masyarakat ASEAN yang adil, manusiawi dan demokratis.”
pada pertemuan ke-40 ASEAN Foreign Ministers Meeting (AMM), Manila, Juli 2007 yang sepakat untuk membentuk ASEAN Committee on the Implementation of the Declaration on the Protection and Promotion of the Rights of Migrant Workers (ACMW). Komite ini dimaksudkan untuk menjadi vocal point dalam mengkoordinasikan upaya-upaya untuk menjamin implementasi dari komitmen yang tertuang dalam Deklarasi serta memfasilitasi upaya pembentukan ASEAN Instrument on the Protection and Promotion of the Rights of Migrant Workers. Selanjutnya, pertemuan Senior Labour Officials Meeting (SLOM) ke-5, tanggal 15-16 Mei 2007 sepakat untuk menindaklanjuti ketentuan yang
gal 9-10 September 2007, antara lain telah disepakati bahwa Filipina akan menyusun TOR Forum sebagai rujukan dalam pembentukan dan pelaksanaan kegiatan dalam membahas penanganan isu migrant workers. Dalam kaitan ini, pertemuan pertama ASEAN Forum on Migrant Labour di Filipina tanggal 24-25 April 2008 telah menyepakati untuk menyelenggarakan Forum tersebut secara regular dan sepakat untuk menjadwalkan pertemuan ASEAN Committee on the Implementation of the Declaration on the Protection and Promotion of the Rights of Migrant Workers (ACMW) serta menyusun struktur dan fungsi Komite dimaksud sebelum KTT ke-14 tahun 2008. Pertemuan ke-1 ACMW di Sing-
apura tanggal 15-16 September 2008 telah membahas Work Plan dari Komite dalam membentuk instrument ASEAN dalam rangka implementasi ASEAN Declaration on the Protection and Promotion of the Rights of Migrant Workers. Pertemuan juga menyepakati pembentukan kelompok perumus yang terdiri dari empat negara (Thailand, Indonesia, Malaysia dan Filipina) dengan komposisi dua sending countries dan dua receiving countries, untuk melakukan pembahasan mengenai prinsip-prinsip dasar, cakupan dan kesamaan pengertian mengenai pekerja migran dan prinsip-prinsip pengaturan hak-haknya dan substansi terkait lainnya melalui penyelenggaraan workshop. Dalam kaitannya dengan pembahasan draft ASEAN Socio-Cultural Community (ASCC) Blueprint, isu pekerja migran ini merupakan salah satu isu penting yang dibahas secara mendalam. Materi perlindungan dan promosi pekerja migran diuraikan secara mendalam dalam core element yang tercakup dalam Butir C2 mengenai Protection and Promotion of the Rights of Migrant Workers. Tercapainya muatan perlindungan hak-hak pekerja migran dalam ASCC Blueprint merupakan suatu perjuangan tersendiri, mengingat posisi negara-negara ASEAN terbelah menjadi 2 kutub kelompok negara yaitu kelompok negara pengirim dan penerima yang posisi dasarnya saling bertentangan. Indonesia dengan didukung negara-negara pengirim lain khususnya Filipina telah berhasil memasukkan elemen-elemen penting perlindungan hak-hak pekerja migran dalam ASCC Blueprint. Dengan termuatnya perlindungan pekerja migran dalam ASCC Blueprint maka secara teknis operasional, ASEAN memiliki panduan dan arahan yang jelas mengenai bagaimana upaya melindungi hakhak pekerja migran secara efektif dan komprehensif.[] (Sumber Dit. KFA)
15 MEI 2009 - 14 JUNI 2009
Diplomasi KI Sektor pertaniaan Indonesia bila dibandingkan dengan sektor pertanian negara-negara kawasan ASEAN, relatif lebih maju. Pada beberapa level, misalnya seperti ternak sapi perah, kalau kita berkunjung ke Jawa Timur, kita lihat bahwa teknik yang diterapkan oleh para petani disana sudah sama dengan para petani di Australia, namun dari segi jumlah memang masih kecil. Tetapi kalau itu untuk tempat pembelajaran, ini merupakan sumber daya yang bisa ditularkan. Hampir semua sektor pertanian Indonesia itu memiliki keunggulan, kalau dikumpulkan semuanya yang bagus-bagus belum tentu kita kalah dengan Thailand, Malaysia atau negara lainnya. Karena mereka itu penduduknya sedikit, artinya 100 ribu di Thailand itu sudah banyak, tetapi di Indonesia itu tidak berarti apa-apa. Misalnya komoditas holtikultura seperti sayur, buah dan bunga, kita bisa lihat sepanjang jalan dari Jakarta sampai Cipanas, yang namanya petani buah, sayur dan bunga disana itu sudah menggunakan teknologi yang sama dengan yang digunakan di Jepang, tetapi mereka hanya puluhan diantara jutaan petani yang ada, sehingga kurang terlihat. Kalau dari segi sumberdaya alam, memang kita akui bahwa lebih luas wilayah lautan dibanding daratan, tetapi untuk mengubah mindset yang tadinya orientasinya kedarat untuk kemudian dirubah kelaut itu ternyata lebih sulit, apalagi dalam hal kebutuhan pangan kita yang hampir 90 % masih merupakan produk daratan, berbeda dengan Jepang yang sudah 60-40 %, mereka sudah lebih banyak makan ikan dan produk lautan lainnya. Deplu dalam hal ini lebih melihat bahwa beberapa negara, terutama yang standarnya dibawah kita seperti misalnya negara-negara di Afrika, itu mungkin membutuhkan pelatihan ini. Karena kalau mereka ingin meningkatkan hasil pertaniannya dan kemudian mengundang expert teknologi dari Jepang, maka gapnya terlalu jauh.
15 MEI 2009 - 14 JUNI 2009
Diplomasi Pertanian
Menjual Keahlian dan Pengalaman Ibarat sekolah, mereka itu baru SD dan kemudian mengundang dosen dari Jepang, sedangkan kita ibarat guru SMA, jadi masih agak pas. Pelatihan yang lebih difokuskan oleh mereka adalah tentang padi-padian dan buah-buahan, oleh karena itu lokasi yang kita pilih adalah Sukamandi, Kuningan dan Lembang sebagai daerah pertanian padi. Kita boleh bangga karena dalam konteks pangan kita relatif lebih stabil dibanding dengan negara-negara lain saat ini. Walaupun tahun ini dunia dalam kondisi krisis keuangan global, tetapi kondisi kita relatif tidak terlalu bergejolak. Pada saat krisis 2008 lalu kondisi pangan kita terganggu karena kita full tergantung pada kemampuan dalam negeri dan ada impor yang cukup besar. Sekarang kita melihat bahwa di negara-negara lain terjadi krisis pangan, tetapi harga beras disini relatif stabil. Para petani dari Tanzania, Senegal, India dan Sudan akan magang di Indonesia selama 2 bulan, dan dalam waktu dua bulan itu mereka akan belajar secara penuh. Mereka akan mempelajari siklus padi dan kegiatan teknis budidaya padi secara penuh, dan pola ini kalau dibandingkan dengan negara-negara lain yang sudah maju seperti misalnya Jepang, kita lebih komplit. Hal itu karena hebatnya alam kita, dimana kalau kita mau belajar satu siklus padi secara lengkap, kita cukup datang ke satu tempat, kita akan melihat ada yang sedang mengolah tanah, ada yang sedang menanam dan ada yang sedang panen. Hal seperti itu tidak akan kita jumpai di Jepang, karena disana musim masih menjadi penentu, sehingga mereka tidak bisa menanam sembarang
Ir. Heri Suliyanto MBA Kepala Pusat Pengembangan Pelatihan Pertanian, Deptan.
waktu, itu adalah keunggulan kita. Para peserta magang ini sebenarnya adalah petani dari negaranegara yang terletak di khatulistiwa yang iklimnya hampir sama dengan kita, yaitu petani-petani dari Tanzania, Senegal, India dan Sudan, artinya kondisi agro klimatnya tidak terlalu jauh dengan kita. Selama ini organisasi internasional seperti misalnya FAO, kalau ingin membantu pertanian di Afrika, mereka tidak memilih expert dari AS, Eropa, atau Jepang. Karena misalnya teknologi yang mereka butuhkan untuk mengolah lahan itu tidak perlu menggunakan traktor modern. Lahan yang mereka miliki itu tidak begitu luas, itu cukup dengan menggunakan kerbau misalnya. Itu saja bagi sebagian mereka adalah hal yang aneh, karena ada kerbau yang bisa dijinakkan untuk membajak sawah. Di Afrika memang banyak kerbau, tetapi tidak bisa disuruh bekerja untuk membajak sawah. Karena itu menjadi tugas expert pertanian kita untuk melatih itu, kemudian juga bagaimana cara bertanam yang teratur. Karena mereka ini adalah
L
A
S
17
petani dan orang lapangan, maka transformasinya biasanya akan lebih cepat kalau menggunakan metode learning by doing. Yang mereka pelajari di kelas itu hanya sedikit teori, maka pengalaman kami meskipun ada kendala bahasa, tetapi oleh karena samasama petani, begitu turun ke lapangan dengan menggunakan bahasa tarzan mereka tetap bisa nyambung. Kegiatan yang dilakukan sekarang ini adalah kerjasama antara Deptan dan Deplu serta Sekneg. Kegiatan ini merupakan Diplomasi Pertanian yang dikemas dalam bentuk pelatihan dan magang. Dengan memberikan pelatihan bagi Petani dari Afrika dan Asia kita mengharapkan para pengusaha kita bisa masuk ke negaranegara tersebut untuk menawarkan pupuk, benih, peralatan dan sebagainya, dan ini sudah terjadi di beberapa negara di Afrika. Mentan kalau melakukan kunjungan ke negara-negara tersebut selalu mengajak para pengusaha yang terkait dengan pertanian, seperti pengusaha perlengkapan pertanian, benih, pupuk dan sebagainya. Dalam hal ini kita meniru model Jepang dulu, dimana kita sering dibantu diberikan alat dan lama kelamaan kita menggunakan alat produk mereka. Sekarang ini diantara negaranegara di khatulistiwa kita memang relatif lebih maju, kita hanya berada sedikit di bawah Brazil. Bentuk kerjasama lainnya yang sudah kita lakukan misalnya dengan Tanzania dan Papua New Guenea, kita hanya menyediakan tenaga ahlinya, sedangkan ongkos dan sebagainya itu dari mereka. Sekarang ini juga banyak dana dari negara atau pihak ketiga, misalnya FAO yang ingin membantu Afrika, yang kemudian merekrut tenaga-tenaga ahli dari Asia dan ASEAN. Jadi melalui kerjasama tripartit, dimana FAO atau Jepang membiayai, Afrika yang menerima bantuan pelatihan dan Indonesia sebagai tenaga ahlinya. Jadi sekarang ini kita lebih kepada menjual keahlian dan pengalaman.[]
No. 18, Tahun II
Diplomasi
18
KI
L
A
S
Hasil Temuan KKP Dilakukan Melalui Konsensus Sosialisasi Laporan Akhir KKP dan Tindak Lanjut Hubungan RI Timor Leste, 30 April 2009 Letjen (Purn). Agus Widjoyo Anggota KKP Indonesia-Timor Leste
Sesuai dengan mandat yang diberikan kepada KKP, rekomendasi KKP utamanya adalah pertama, untuk meyakini bahwa kejadian pelanggaran HAM yang terjadi tidak akan terulang kembali dimasa mendatang. Rekomendasi yang kedua adalah memberikan perhatian kepada pihak-pihak dimanapun yang mengalami kerugian sebagai akibat dari pelanggaran HAM tersebut. Perhatian ini akan diakomodasikan didalam bentuk kebijakan bilateral antara pemerintah Indonesia dan Timor Leste, dimana perhatian ini tidak didasarkan kepada status perseorangan tetapi didasarkan kepada pemerintah Indonesia dan Timor Leste. Ketiga adalah pembangunan hubungan khusus mengenai perbatasan, dimana kita tahu bahwa perbatasan itu sangat terkait dengan hubungan persahabatan antara warga yang berada di sekitar perbatasan kedua sisi wilayah negara Indonesia dan Timor Leste. Selanjutnya juga akan dirumuskan langkah-langkah yang akan dilakukan dalam hal persahabatan dan rekonsiliasi, dimana hal ini didasarkan pada kontak antar warga/people to people contact yang didasarkan pada adat dan agama setempat yang bisa untuk mendukung dilaksanakannya persahabatan itu dengan baik. Kemudian juga berdasarkan pengalaman KKP yang sangat sulit
No. 18, Tahun II
untuk mendapatkan data atas kejadian-kejadian yang terjadi di masa lalu, maka KKP merekomendasikan untuk membangun Pusat Komunikasi yang terletak di kedua sisi wilayah kedua negara. Semua kegiatan ini sudah diajukan tahun lalu, tetapi karena hubungan bilateral yang diselenggarakan oleh pemerintah Indonesia dan Timor Leste sudah cukup jauh dan juga sudah banyak langkah-langkah dan hasil yang dicapai, maka rekomendasi ini tidak dimulai dari nol, tetapi kalau masih ada justeru untuk memperkuat program-program yang telah diselenggarakan dalam kerangka bilateral antara kedua pemerintah. Jadi pada dasarnya kami hanya menyampaikan prinsip-prinsip dari rekomendasi itu, adapun bentuknya nanti tidak terbatas, karena merupakan hasil dari kebijakan pemerintah, dimana dalam hal ini adalah Kementerian Luar Negeri Indonesia dan Timor Leste. Ini merupakan pengalaman pertama bagi kita dalam melakukan sebuah proses, dimana kita harus sepakat tentang tugas yang diberikan. Perlu saya sampaikan bahwa seluruh hasil capaian temuan KKP ini dilakukan secara konsensus, dan tidak ada voting. Disitu kami belajar bagaimana menghadapi persoalan secara universal, apa yang perlu disepakati antara pemerintah Indonesia dan Timor Leste, sehingga kitapun memerlukan perpanjangan waktu sampai 1,5 tahun. Pertama, adalah kesepakatan
dalam menafsirkan kerangka acuan ; kedua, bagaimana kita mencapai zona nyaman, sehingga saya bisa berbicara dengan Bapak Cirillo dan demikian juga sebaliknya, kami bisa sama-sama mengatakan bahwa itulah yang kami sepakati. Dan keadaaan ini tidak bisa dicapai dengan mudah, tidak dalam satu bulan atau satu tahun, dimana saya pun pernah bertengkar dan menggebrak meja dengan perwakilan dari Timor Leste, dimana ada pendapat yang sangat drastis yang disampaikan kepada pihak Indonesia. Jadi kami belajar bahwa negosiasi tidak bisa dilakukan dengan menyatakan bahwa yang satu salah dan yang satu benar, tidak bisa mengatakan bahwa pandangan salah satu pihak itu bersifat absolute. Kami belajar bahwa rekonsiliasi itu memerlukan banyak pengorbanan, sebuah pengorbanan yang tidak diasumsikan untuk kalah, tetapi pengorbanan untuk merubah pandangan kami. Karena mungkin saja pandangan kami itu belum lengkap atau belum tepat, sehingga kami merujuk pada satu titik pandangan yang sama. Itulah sebabnya mengapa kami melakukan pencarian kebenaran dengan konsensus, karena kami yakin bahwa kebenaran itu cuma satu, sehingga kalau masih ada perbedaan terhadap suatu hal, kami yakin bahwa kebenaran itu belum didapatkan. Kemudian kami semua juga berpegangan bahwa kejadian ini terjadi pada 1999
tetapi kami harus melihatnya pada tahun 2008, sehingga dengan demikian kami bisa merefleksikan kejadian masa lalu tersebut. Bayangkan kalau kami membahas kejadian 1999 tersebut dengan menempatkan posisi diri kami juga pada tahun tersebut, maka kami tidak akan kemanamana dan tidak menghasilkan apa-apa. Jadi kita memang harus bisa membaca kejadian itu dalam konteks sekarang, jadi itu merupakan pelajaran yang dapat kita ambil. Jadi konsensus ini dicapai melalui sebuah dilema yang bisa dikatakan sebagai internal security, itu analoginya. Seperti misalnya kalau ada dua negara yang sama-sama mempunyai nuklir, mereka akan selalu berusaha mengatasi negara yang lainnya. Tetapi kalau kemudian mereka mengatakan ingin berdamai, siapakah yang harus menghentikan program nuklirnya terlebih dahulu, dan siapa yang akan percaya kalau hal tersebut memang benar-benar dilakukan. Begitu pula dalam proses rekonsiliasi ini, siapa yang harus memberikan rasa percaya lebih dulu bahwa maksudnya adalah tulus untuk mencapai kebenaran. Ini juga pelajaran yang kami dapatkan dari proses pencapaian konsensus, yang merupakan wujud dari rekonsiliasi. Pertanyaannya adalah apakah sebuah konsensus rekonsiliasi itu bisa dicapai melalui KKP ?. Apakah syarat-syarat guna tercapainya rekonsiliasi ini bisa diwujudkan oleh komponenkomponen yang berkepentingan. Selanjutnya adalah otoritasotoritas pada tingkatan masingmasing, dimanakah posisi kebenaran investigasi ini dan juga bagaimana kewenangan pihak keamanan. Jadi kalau misalnya kita melihat dibalik tindakantindakan yang dilakukan pada masa lalu, maka kesalahan ini harus kita terima sebagai kesalahan kita bersama karena bersifat sistemik. Kalau kita ingin belajar untuk tidak mengulangi kesalahan dimasa lalu yang sangat merugikan ini, maka pendekatannyapun harus sistemik.[]
15 MEI 2009 - 14 JUNI 2009
Diplomasi KI Pada penyelenggaraan konferensi Durban 2001 yang dibuka oleh sekjen PBB Kofi Anan, delegasi Indonesia waktu itu dipimpin oleh Menhukham Yusril Ihza Mahendra. Konferensi dihadiri oleh 60 kepala negara, dimana setiap delegasi minimal dipimpin oleh pejabat setingkat Menteri, tetapi diluar dugaan ternyata delegasi AS hanya dipimpin oleh seorang Asisten Direktur. Sebenarnya ini under estimate, bahwa kepala negara tidak memiliki struktur dalam sistem demokrasi pemerintahannya. Dan apa yang terjadi, ternyata dalam isu-isu yang begitu the battle, AS menentang rancangan deklarasi dan program avection yang disiapkan oleh konferensi Durban, karena banyaknya statement dan agenda program avection yang memojokkan Israel dan kelihatannya pihak Israel merasa dirugikan sehingga akhirnya AS memboikot konferensi tersebut. Akhirnya konferensi yang rencananya ditutup tanggal 5, diundur dua hari dan baru ditutup pada tanggal 8 September 2001. Saat itu terjadi perdebatan antara negara-negara Islam yang tergabung dalam OKI dengan kelompok Israel dan AS, perdebatan yang hampir buntu menemui titik temu melalui mediasi yang dilakukan oleh Norwegia, Kanada dan New Zealand. Tetapi yang mengagetkan saya adalah setelah terjadinya situasi yang kisruh di Durban itu ternyata kemudian terjadi tragedi 11/9 di New York. Saya kurang tahu apakah ini ada kaitannya, sebab bisa saja mungkin karena dendam. Saat itu saya melihat situasinya, karena saya keluar masuk di kelompok kerja negara-negara Islam dan juga kelompok kerja negaranegara yang mendukung Israel. Saya kira mungkin peta ini tidak akan banyak berubah, sebab di Jenewa kemarin, saya lihat isu dan statement Palestina terhadap serangan Israel kesannya sangat lembut, statement public golden crush, karena di Palestina itu ada kelompok Hamas dan Fatah, dan yang dirangkul oleh AS dan Israel
15 MEI 2009 - 14 JUNI 2009
itu adalah kelompok Fatah. Jadi ini sebuah dikotomi yang sebenarnya terjadi sedemikian rupa, dan itu harus kita fahami juga. Dan kedepan mungkin kita harus melihat bagaimana persiapan konferensi Durban ini nanti di Jenewa. Balitbang Dephukham, sejak beberapa tahun terakhir ini memang mempunyai agenda strategis human center development, jadi kami memperhatikan bagaimana manusia ini betul-betul diperlakukan sebagai manusia tanpa ada perbedaan dari segala hal, baik warna kulit dan sebagainya. Prioritasnya adalah memperhatikan mereka yang tertinggal atau kelompok yang termarjinalkan. Human center development ini merupakan lembaga yang memperhatikan mereka yang tertinggal, dimana mereka kami kelompokan kedalam 21 jenis. Sebetulnya jenisnya itu banyak sekali, seperti misalnya penyandang cacat, itu akan dibagi dalam cacat fisik dan cacat mental. Terminology miskin itu juga sangat luas, karena ada petani, nelayan, dan macam-macam. Jadi 21 kelompok ini adalah anak-anak, perempuan, usia lanjut, pengungsi domestik, penyandang cacat, petani dan seterusnya, dimana itu kami bagi dalam 5 segment. Situasinya di setiap daerah itu seperti apa, berapa sebenarnya pengungsi domestik di propinsi A, propinsi B dan bagaimana perkembangannya, jadi kita mengembangkan data base. Dan syukurlah sekarang jumlahnya sudah berkurang dan bisa dikatakan sudah tidak ada. demikian juga dengan jumlah anak terlantar. Berapa jumlahnya di daerah A dan daerah B di seluruh Indonesia, kami mencoba melihat lagi data ini secara akurat, begitu juga dengan perempuan. Jadi kami melihat secara keseluruhan termasuk isu-isu penting dari 21 jenis ini. Mengenai masalah diskriminasi perempuan, itu bisa dalam bentuk politik, dan pada masa orde baru jumlah pegawai di Dephukham sekitar 70.000, tetapi yang eselon I dan II hanya 4 orang, sedangkan Kanwil juga hanya ada
L
A
S
19
Dr. Hafid Abbas
Kepala Balitbang HAM, Dephukham.
”Balitbang Dephukham, sejak beberapa tahun terakhir ini memang mempunyai agenda strategis human center development”
Agenda Strategis Pengembangan HAM 4 orang, jadi sedikit sekali. Diantara sekian puluh ribu ternyata hanya ada 4 perempuan, jadi ini perlu ada sedikit rejustment jangan terlalu ekstrim. Dalam diskriminasi sosial, politik dan budaya, kami melihat isu-isu krusialnya, mungkin juga dapat berupa domestic violence. Dalam beberapa tahun ini ada juga masalah skill, yaitu bahwa perempuan tidak bisa ini dan itu, ini adalah cara pandang kultural. Ini adalah cord isu dari 21 jenis itu. Hal-hal tersebut kami petakan sedemikian rupa dalam satu network yang sangat sederhana, kemudian apa yang harus dilakukan untuk menyelesaikan masalah ini. Akhirnya kami menemukan 122 agenda untuk menyelesaikan luka-luka yang diderita oleh saudara-saudara kita yang tidak beruntung ini. Beberapa minggu yang lalu
kami kumpulkan semua Pemda, Bapeda, institusi perencana, dan semua Pusat Studi HAM di universitas di seluruh Indonesia beserta jajaran Dephukham untuk duduk bersama menyelesaikan masalahnya dan melihat masalah ini kedepan, sebab tidak mungkin bangsa ini akan maju kalau masih ada yang tertinggal. Lalu mengenai kapan isu ini diselesaikan, itu ada batas waktunya, bagaimana sumberdayanya, siapa program code-nya. Tetapi intinya ada 3, pertama adalah indigenous base, karena meskipun secara nasional ada 21 fokus yang menjadi perhatian dan harus kita angkat kualitas hidupnya, tetapi realitas ini bervariasi di setiap daerah. Misalnya di Kalimantan Barat itu hanya ada 8 prioritas tidak 21, di Aceh ada 11, di NTT ada 12, jadi variasi-variasi ini kami rangkum dalam konteks nasional.[]
No. 18, Tahun II
Diplomasi
20
KI
L
A
S
Politik Luar Negeri Memproyeksikan Nilai Bukan Pragmatisme
Bima Arya, PHD Pengamat Politik
Indonesia tengah berada dalam perubahan domestik yang sangat dahsyat, dan bisa saja Deplu tidak mampu untuk me-manage aktor-aktor domestik yang nakal, yaitu mereka yang bertumpu pada popularitas dan bukan pada kapabilitas. Mereka membangun opiniopini publik domestik yang bertentangan dengan garis besar politik luar negeri Indonesia. Kalau Deplu tidak bisa bermain dengan cantik dalam menghadapi isu-isu intermestik ini, maka gelombang ini akan semakin membesar dan berkembang. Keberhasilan Diplomasi Indonesia pada era refomasi memang harus diakui sebagai prestasi dan sesuai dengan realitasnya. Pertama adalah posisi kepemimpinan Indonesia dalam konteks ASEAN, dan yang kedua adalah bagaimana Indonesia memimpin pelaksanaan konferensi climate change baik secara teknis dan substansi. Ada Bali Road Map yang dihasilkan terkait dengan isu climate change tersebut. Deplu juga telah berhasil mentransformasikan kebijakan politik dan ekonomi. Hal ini dapat dilihat dari angka ekspor yang terus meningkat sekitar 26 %. Tetapi yang perlu dikritisi adalah, dimanakah peran Deplu dalam hal ini, kemudian juga peran BKPM
No. 18, Tahun II
dan peran dunia usaha swasta melalui berbagai macam asosiasi, hal ini perlu dijelaskan. Disektor pariwisata terjadi peningkatan wisatawan mancanegara ke Indonesia yang mencapai sekitar 16,8 %, disini Deplu seharus harus menjelaskan bagaimana korelasi meningkatnya wisatawan dengan peran Deplu dalam hal ini. Bisa saja dijelaskan bahwa sebelum ini para turis dari Australia adalah yang paling besar, dan sekarang ini yang meningkat adalah para turis dari kawasan Eropa Timur misalnya. Kenapa dan bagaimana hal itu bisa terjadi, ini bisa dijelaskan oleh Deplu, mungkin karena kerjasama yang dilakukan oleh Deplu dengan pemerintah setempat dan sebagainya, sehingga kita dapat memahami bahwa betul peningkatan wisatawan ini adalah karena upaya-upaya yang dilakukan oleh Deplu. Keberhasilan lain yang dilakukan oleh Deplu adalah suksesnya penyelenggaraan Bali Democracy Forum, dan ini merupakan kesuksessan yang fenomenal. Sampai hari ini memang potret demokrasi kita cukup suram, karena kita terlalu besar, tetapi harus dicatat bahwa kita telah mendapat achievement yang luar biasa. Sepuluh tahun terakhir ini kita memang mengalami suatu perubahan yang dahsyat sekali, dan tidak ada negara di manapun yang dalam jangka waktu 10 tahun dapat melakukan transformasi dari pemerintahan yang otoriter mampu melakukan pemilihan presiden, kepala daerah dan para wakil rakyat secara langsung dengan multi partai yang cukup banyak jumlahnya, dan di sisi lain sistem pemilu kita complicated. Karena itu kita berhak untuk merasa bangga dan mengekspose kebanggaan tersebut dengan elegance, tanpa perlu menyatakan atau mengklaim bahwa negara-
negara lain harus seperti kita, sehingga dengan demikian BDF menjadi fenomenal. Namun saya tidak tahu apakah hal ini akan terus berjalan seperti ini, karena itu saya kira kita perlu merancang terobosan-terobosan lainnya, model-model lainnya untuk mengkampanyekan kebanggaan kita itu. Politik luar negeri bukan hanya sebagai sarana untuk mencapai kepentingan nasional dalam arti politik kepentingan, tetapi yang lebih mulia adalah untuk memproyeksikan nilai-nilai, dan bukan hanya pragmatisme. Ini adalah hal yang difikirkan oleh AS selama hampir 20 tahun, yaitu bagaimana memproyeksikan sistem nilai demokrasi, seperti menciptakan good governance dan sebagainya. Jadi pantas kalau Hillary Clinton menyampaikan bahwa kalau orang ingin membicarakan tentang Islam, demokrasi dan penghargaan terhadap wanita, maka datanglah kesini. Lihatlah apa yang ada dan terjadi di Indonesia. Namun demikian ada beberapa catatan dari saya dimana ASEAN Charter juga merupakan hal yang fenomenal, dan akan menjadi format baru, jika sebelumnya ASEAN
dan membangun keseimbangan, bagi saya ini agak sulit untuk memahami itu. Bagaimana kita bisa membuktikan bahwa kita telah menjadi consensus builder, menjadi jembatan, dalam kasus-kasus apa, karena posisi tawar kita tidak terlalu tinggi untuk melakukan hal ini secara pokok dan permanen diantara negara-negara besar lainnya. Selama ini Indonesia disebut sebagai negara Islam terbesar dengan penduduknya yang demokratis, seharusnya kita memiliki posisi tawar yang bisa kita mainkan dalam proses perdamaian di kawasan dunia Islam yang terlibat konflik, karena kita bukan tergolong negara Islam yang radikal atau fundamental. Tetapi terkadang kita belum mengoptimalkan modal yang kita punyai tersebut. Jadi kalau dikatakan sebagai consensus builder posisi tawar kita apa, dalam konteks kapasitas sebagai apa. Kalau melihat ini semua, menurut saya kartu truf kita itu belum dimainkan secara maksimal. Kemudian ada bangunanbangunan kerjasama kemitraan strategis yang kita kembangkan dalam beberapa tahun terakhir,
”Keberhasilan Diplomasi Indonesia pada era refomasi memang harus diakui sebagai prestasi dan sesuai dengan realitasnya”. tidak memiliki AD/ART, maka sekarang sudah ada legalitasnya. Indonesia memainkan peran kunci dalam endorcement pengesahan piagam ASEAN, ini real, walaupun ada beberapa hal yang belum tuntas. Hal lain yang patut dicatat adalah peran Indonesia selama menjadi anggota tidak tetap DK PBB. Indonesia berhasil menempatkan diri sebagai bridge builder
ada kemitraaan baru dengan Amerika Selatan dan Brazil. Pertanyaannya kemudian selalu adalah bagaimana tindak lanjut dari hal tersebut. Setelah ada kemitraan strategis itu, kemudian sebagai stakeholder kita ingin tahu relevansinya kemana dan apakah hasil yang telah diraih, akan bagus sekali kalau perkembangan kemitraan strategis ini dikaitkan dengan peningkatan ekspor.[]
15 MEI 2009 - 14 JUNI 2009
Diplomasi KI yang akan datang Di Indonesia, Program JENESYS dikoordinasikan oleh Kementerian Pemuda dan Olahraga melalui Deputi Bidang Pemberdayaan Pemuda sebagai focal point pada forum ASEAN Senior Official Meeting in Youth (ASEAN-SOMY). Selanjutnya dalam teknis pelaksanaannya Kementerian Pemuda dan Olahraga bekerjasama sama dengan Departemen Luar Negeri c.q Direktorat Kerjasama Fungsional ASEAN, Departemen Pendidikan Nasional dan JICE (Japan International Cooperation Center) selaku pihak penyelenggara. Untuk program Jenesys tahun pertama I (tahun 2008), Indonesia telah mengirimkan 273 pelajar Sekolah Menengah Atas berusia 15-18 tahun dan 27 orang pen-
L
A
S
21
pengetahuan yang telah saya dapat selama di Jepang maupun kebiasaan masyarakat Jepang,” paparnya. Sementara Wocil Radix Mahakam Dwinov, peserta dari Kalimantan sangat mengagumi keuletan orang Jepang.“Saya kagum dengan Jepang dalam banyak hal dan saya ingin berusaha sekuat tenaga untuk dapat mengenyam pendidikan lebih lanjut di Jepang untuk dijadikan bekal memajukan Ibu Pertiwi”, katanya. Seusai program dan sekembalinya ke tanah air, peserta diharapkan membuat makalah mengenai kunjungannya selama 10 hari untuk dikirimkan ke Kemenegpora, Diknas dan Deplu. Peserta yang telah memenuhi tugasnya akan diberikan sertifikat
PROGRAM JENESYS
(JAPAN EAST ASIA NETWORK OF EXCHANGE FOR STUDENTS AND YOUTHS) Sebagai salah satu upaya membangun solidaritas di Asia Timur, pemerintah Jepang mencanangkan program Japan East
Asia Network of Exchange for Students and Youths (JENESYS)
dengan mengundang pemuda dan pelajar ke Jepang. Program yang telah dimulai sejak tahun 2008, akan berlangsung selama 5 tahun
dan setiap tahunnya akan diundang sejumlah 6000 pemuda/ pelajar seluruh negara Asia Timur. Program JENESYS bertujuan untuk memberi landasan yang kuat bagi terciptanya hubungan kerjasama yang erat diantara para remaja yang merupakan generasi penerus yang akan berperan penting di negara-negara Asia Timur di masa
damping yang terdiri dari wakil Deplu, Kemenegpora, Depdiknas dan guru yang dibagi kedalam 3 (tiga) tahapan pemberangkatan. Devina Ayudya Adisty, perwakilan dari SMKN 3 Blitar merasa bangga dapat ikut serta dalam program JENESYS. “Saya ingin berbagi pengalaman saya kepada teman-teman di daerah baik ilmu
oleh JICE. Untuk program Jenesys untuk tahun kedua II (tahun 2009), Deplu C.q Direktorat Kerjasama Fungsional ASEAN sedang dalam proses menyeleksi peserta Sekolah Menengah Atas khusus korban gempa dari Bengkulu, Padang, Pangandaran dan Manokwari. Sumber : DIT.KFA
PARTISIPASI INDONESIA DALAM INTERNATIONAL HORTICULTURE GOYANG KOREA 2009 KBRI Seoul bekerjasama dengan Departemen Pertanian RI berpartisipasi dalam pameran internasional bunga dan tanaman hias bertajuk International Horticulture Goyang Korea (IHK 2009)yang diselenggarakan di Kota Goyang, Gyonggi Province, Korsel. Tanggal 23 April - 11 Mei 2009. Dalam pameran yang diikuti oleh 24 negara serta para pengusaha dan eksportir tanaman hias tersebut, Indonesia membuka satu pavillion berukuran 100 m2 yang dihias dengan tema tradisional Indonesia, lengkap dengan rumah joglo dan sekat dinding
15 MEI 2009 - 14 JUNI 2009
gebyok berukiran asli Kudus. Pavillion Indonesia telah menjadi daya tarik tersendiri pada pameran tersebut dan selalu padat dikunjungi, karena selain memperagakan beraneka ragam flora khas Indonesia, juga disajikan demonstrasi membatik yang dapat diikuti oleh para pengunjung, demonstrasi merangkai bunga/daun kering, serta pagelaran upacara adat “siraman” ala Jawa Barat dan Timur. Untuk tambah memeriahkan partisipasi dan promosi Indonesia dalam IHK 2009, pada tanggal 25 April 2009 KBRI Seoul juga
menyelenggarakan satu hari khusus “Indonesia Day. Pada hari tersebut, Tim Kesenian Indonesia yang terdiri dari para staf KBRI, Dharma Wanita Persatuan, pelajar Indonesia, maupun masyarakat Indonesia di Korsel, telah menampilkan pagelaran musik angklung dan berbagai tarian tradisional Indonesia seperti Tari Ngaronjeng, Tari Jaipongan, Tari Pendet, dan Tari Piring. (Sumber : KBRI Seoul)
No. 18, Tahun II
Diplomasi
22
k
i
l
a
s
Reformasi Perpajakan Darmin Nasution Direktur Jenderal Pajak
Dirjen Pajak telah melakukan reformasi sejak 1983, yaitu sejak dirubahnya official assesment menjadi assesment. Kalau dari segi waktu itu sebenarnya tidak terlambat, tetapi bahwa sekian tahun kemudian harus ada reformasi kembali, itu menunjukkan bahwa reformasi yang dilakukan sebelum ini kurang berhasil dengan baik. Apa yang kita lakukan sekarang ini sebenarnya adalah suatu kombinasi untuk mereform kedalam, karena memang perbedaan antara Dirjen Pajak dengan instansi lainnya adalah bahwa kita tidak bisa dikatakan berhasil kalau hanya mereform kedalam, tetapi kita juga harus berhasil meyakinkan masyarakat. Kalau kita berhasil melaksanakan kedua-duanya barulah dapat dikatakan bahwa reformasi itu berhasil, tetapi jika tidak, maka kita tidak akan mengklaim bahwa kita telah melakukan reformasi, karena masyarakat tidak mengetahui bahwa telah terjadi perubahan. Apa yang kita lakukan selama ini sebenarnya adalah kombinasi dari beberapa pilar, tetapi untuk praktisnya saya membagi dalam tiga pilar saja. Pilar yang pertama adalah bahwa modernisasi perpajakan yang kita lakukan ini sebenarnya adalah proses reformasi yang cukup complicated . Karena yang pertama-tama harus kita lakukan adalah merombak struktur organisai. Pada masa lalu, struktur organisasi Dirjen Pajak itu didasarkan kepada jenis pajak, ke-
No. 18, Tahun II
mudian kita merubahnya menjadi organisasi yang functional base. Jadi kalau dimasa lalu itu ada Direktur PPh, Direktur PPn dan seterusnya sampai kebawah, sehingga Direktur PPh atau Direktur PPn bisa memberikan komando sampai kebawah. Kerugian dari struktur organisasi seperti ini adalah fungsinya yang tumpang tindih, tidak jelas siapa yang harus memeriksa dan siapa yang harus melayani. Dan kita tahu bahwa fungsi yang tumpang tindih ini adalah awal dari bencana selanjutnya, karena yang seharusnya melayani ternyata juga bisa memeriksa dan menagih, karena memang pembagiannya menurut jenis pajak. Sebagai akibatnya adalah pegawai pajak tahu informasi dan kemudian dia kutak-katik lalu dia datangi wajib pajak, dengan demikian maka gambaran Dirjen Pajak pada sekian tahun yang lalu adalah suatu instansi dimana negosiasi berjalan secara masif. Memang kolusi di Dirjen Pajak itu adalah suatu korupsi yang relatif aman, karena anda tidak mengambil uang dari kas negara, tetapi anda cukup bernegosiasi dengan wajib pajak bahwa dia harus membayar pajak sebesar Rp 5 milyar, tetapi anda bilang cukup bayar Rp 2 milyar saja ke Kas Negara dan Rp 500 juta berikan ke saya. Faktanya adalah uang sebesar Rp 2 milyar itu masuk ke Kas Negara, dan anda tidak mengambil sedikitpun dari sejumlah uang tersebut, itu adalah cara yang aman.
Itulah yang terjadi akibat kerancuan didalam struktur organisasi, sehingga membuat gambaran Dirjen Pajak sebagaimana semua orang saya kira sudah mengetahuinya. Dengan struktur organisasi yang berdasarkan fungsi itu maka menjadi jelas siapa yang harus melakukan pelayanan, pemeriksaan, dan penagihan serta juga law enforcement, oleh kerena itu kita bisa melaksanakan masingmasing fungsi tersebut secara maksimum tanpa khawatir harus ada trade off. Bagian lain dari reformasi perpajakan yang juga kita lakukan adalah membenahi proses bisnis, yaitu memperbaiki pelayanan yang diperlukan oleh masyarakat sehari-hari. Misalnya kalau dulu mengurus NPWP itu tidak jelas berapa lama, pakai uang dan sebagainya, tetapi sekarang kita sudah bisa mengurus NPWP hanya dalam tempo 15 menit. Hal-hal seperti inilah yang kita perbaiki dengan menggunakan peralatan yang lebih IT base bukan hanya dalam persoalan data, tetapi juga manajemen. Kita juga memperbaiki struktur gaji aparat, sedemikian rupa sehingga untuk mereka yang diposisi menengah kebawah itu gajinya tidak kalah dengan karyawan bank terbesar di Indonesia. Modernisasi berbagai unsur itu kita lakukan dalam jangka waktu 2 tahun, dimana kalau di private sektor sebenarnya itu suatu hal yang besar, karena untuk merger dua perusahaan saja diperlukan waktu yang cukup lama. Kita melakukan modernisasi itu secara simultan, merger, likuidasi, spin off, semuanya. Karena di satu propinsi yang sebelum modernisasi katakankan kita mempunyai 5 kantor pajak, kemudian karena organisasinya menurut jenis pajak maka kita juga punya 3 kantor PBB dan 1 kantor Pemerintahan, jadi semuanya ada 9 kantor. Setelah
modernisasi ini semua dilebur dan kemudian lahirlah 10 kantor pajak baru, dimana disetiap kantor itu ada PBB, PPh, PPn, pelayanan, pemeriksaan, semuanya. Itu sebenarnya suatu proses yang tidak hanya bagaimana membagi orang, tetapi juga mutasi data, dokumen dan sebagainya. Kalau misalnya ada satu propinsi yang belum di modernisasi, maka kita akan bekerja dengan sistem yang lama, termasuk gajinya. Jadi dalam dua tahun itu mereka tidak sama gajinya dengan yang sudah dimodernisasi, sehingga dengan demikian ada suatu dorongan untuk menjadi modern. Bagian atau pilar yang kedua adalah kita merubah kebijakan, dimana kita mengamandemen 3 Undang-Undang perpajakan yang paling utama, walaupun yang baru selesai saat ini baru 2, yaitu pertama mengenai UU Ketentuan Umum Perpajakan, kedua mengenai UU Hukum Perpajakan, dan yang ketiga adalah UU Pajak Penghasilan. Perubahan utama yang kita lakukan didalam UU yang pertama adalah menyeimbangkan hak dan kewajiban wajib pajak dengan hak dan kewajiban petugas pajak. Kalau dulu wajib pajak berhadapan dengan petugas pajak itu seperti ketimun berhadapan dengan durian, karena itu kita membuat agar mereka ini seimbang. Kita juga telah merubah banyak hal dalam UU PPh, termasuk didalamnya sistem insentif, penurunan tarif berbagai pajak dan lain-lainnya, tetapi sudah kita masukkan kedalamnya aspek-aspek dan sistem insentif untuk memiliki NPWP. Dan pilar yang ketiga adalah intensifikasi dan ekstensifikasi, yang intinya adalah membuat metode agar kita dapat sekaligus memonitor dan mengukur compliance wajib pajak dan pada saat yang sama kita juga dapat mengukur dan memonitor compliance dari petugas pajak.
15 MEI 2009 - 14 JUNI 2009
Diplomasi
apa kata
O
PINI
23
mereka
ALBA (the Bolivarian Alternative for Latin America and the Caribbean): Kerjasama Kawasan Selatan melawan Kemiskinan dan Ekslusi Sosial
Oleh:
ACHMAD RIZKI SAFUTRA W. MAHASISWA ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL IISIP JAKARTA
Sehingga dengan demikian wajib pajak semakin lama semakin tahu compliance mereka, dan saya juga tahu kalau seandainya compliance mereka dibawah normal. Hal inilah sebenarnya yang melahirkan suatu sikap, baik bagi aparat pajak maupun wajib pajak, untuk mulai menyesuaikan diri dengan benchmark tersebut, walaupun mungkin aspek negatif yang muncul setelah modernisasi itu adalah aparat pajak itu memiliki penghasilan yang sama, kalau dulu siapa yang pandai bermain
15 MEI 2009 - 14 JUNI 2009
ALBA (Alternativa Bolivariana para las Americas) merupakan kerjasama regional di kawasan Amerika Latin dan Karibia. Kerjasama yang diajukan pada Desember 2001 ini merupakan alternatif terhadap FTAA (Free Trade Area of Americas) pada Association of Caribbean States Summit. Pada Desember 2004, Venezuela dan Kuba mendatangani perjanjian kerjasama dalam kerangka ALBA, dimana pada awalnya kerjasama ini untuk menyeimbangi FTAA yang didominasi oleh Amerika Serikat. Dalam perjanjian awal kerjasama, untuk meningkatkan Indigenous Development dalam kerangka Millineum Development Goals di kedua negara tersebut merupakan sebagai upaya mencegah ketimpangan sosial yang terus terjadi di kedua negara pada khususnya dan kawasan Amerika Latin pada umumnya. Perjanjian tersebut diantaranya melakukan pertukaran antara energi dengan kesehatan, dimana Kuba akan mengirim lebih dari 20.000 dokter yang akan ditempatkan di ratusan klinik dan rumah sakit dan mengirimkan ratusan guru di beberapa sekolah di Venezuela serta menyediakan beasiswa kedokteran di berbagai universitas di Kuba, begitu sebaliknya Venezuela akan mengirim lebih dari 100.000 barel per hari ke Kuba. ALBA sendiri berdiri atas asas Solidaritas untuk kemajuan bersama, bentuk kerjasama diperluas menjadi pertukaran minyak dengan bahan makanan dan pertanian (bahkan sudah mencapai pertukaran bijih besi kualitas tinggi (ore) dan bauksit dengan nikel); dokter dengan mesin-mesin produksi; bantuan modal untuk pengembangan energi minyak, namun bukan dengan jalan memprivatisasikannya ke korporasi minyak dan penjualan minyak murah. Pengkuhuhan ALBA sebagai kerjasama kawasan merupakan upaya integrasi ekonomi-politik yang berdasarkan prinsip-prinsip saling melengkapi (tidak berkompetisi), solidaritas (tidak dominasi), kerja bersama (tidak eksploitasi) dan penghormatan kedaulatan rakyat (menggantikan kekuasaan korporasi) bagi kemajuan tenaga-tenaga produktif negara-negara yang lebih miskin, sekaligus menjadi penyeimbang kerjasama kawasan yang telah ada. ALBA menekankan pada perjuangan melawan kemiskinan dan ekslusi sosial. Tujuan ALBA adalah membangun masa depan Amerika Latin yang sejahtera, menghancurkan ketidaksetaraan sosial (abhorrent social inequalities) dan menjadikan wilayah ini sebagai kekuatan yang mampu menjalankan model perekonomian sendiri di tengah globalisasi, melauli strategi ekonomi, politik, sosial-budaya yangh ada di kawasan Amerika Latin. Sebagai alternatif, ALBA bertolak dari prinsip-prinsip yang diterapkan rezim Bolivarian dalam membangun ekonomi nasional. Dalam alternative tersebut seperti; a). Pertanian untuk rakyat atau pertanian untuk pasar, b). Hak milik intelektual atau hak rakyat pada pengobatan dan kualitas pangan yang baik, c). Menolak liberalisasi, deregulasi dan privatisasi layanan public, d). Dana penggantian untuk mengoreksi ketimpangan dalam ALBA. Dalam penyelenggaraan KTT ALBA di Cumana di negara bagian Sucre sangat erat kaitannya dengan peresmian penggunaan nama “Mariscal Sucre” sebagai common currency pada kelompok ini. Terlihat jelas bahwa kerjasama dalam kerangkan ALBA merupakan suatu kerjasama untuk melawan kemiskinan yang merupakan hasil dari ketimpangan dan ketidaksetaraan hasil dari globalisasi yang terjadi pada saat ini.[]
dialah yang memiliki penghasilan yang besar. Karena itu sekarang dia mulai hitung-hitungan, jam 8 mereka datang dan begitu teng jam 4 mereka pulang, ini aspek negatifnya. Kita akan mengatasai ini pada saat kita me launching program pelayanan untuk masyarakat, dimana dalam program ini seluruh proses modernisasi itu bertemu kembali untuk menyadarkan masyarakat. Itu bukanlah sesuatu yang lahir begitu saja, artinya pada 6-7 bulan pertama mereka
tidak akan percaya begitu saja. Saya ingat pada bulan-bulan pertama program ini di jalankan di Jakarta, saya pergi ke Mangga Dua dan kemudian bertemu dengan para pengusaha di Jakarta Barat, mereka selalu mempertanyakan apakah ini jebakan atau bukan dan bagaimana kalau Dirjennya sudah bukan saya. Untuk itu kita perlu menjelaskan dan meyakinkan masyarakat, bahwa ini serius dan penting. Jadi ini memerlukan proses yang sangat intens, dan saya kira ini di-
jalankan oleh Dirjen Pajak selama 3 tahun terakhir ini, bukan hanya untuk memperbaiki institusi pajak itu sendiri tetapi juga meyakinkan masyarakat. Dalam 20 tahun kedepan tidak perlu lagi ada reformasi birokrasi perpajakan, kita harap ini bisa berlanjut terus karena pondasinya sudah kita letakkan, kita sudah pada track yang baik dan benar, bukan hanya menurut kita, tetapi juga menurut berbagai instansi yang sama.[]
No. 18, Tahun II
Diplomasi No. 18, Tahun II, Tgl. 15 Mei - 14 Juni 2009
http://www.diplomasionline.net
TABLOID
Media Komunikasi dan Interaksi
dok. infomed
Pertemuan Sidang Pertama Komisi Bersama RI-Namibia Indonesia dan Namibia telah sepakat untuk lebih meningkatkan hubungan bilateral diberbagai bidang, khususnya di bidang politik, kerjasama keamanan, kepolisian, perdagangan, keuangan dan perbankan, kerjasama teknik, pendidikan, pendidikan, olah raga dan kepemudaan, informasi dan teknologi komunkasi, pertanian dan perikanan, energi dan mineral, kebudayaan dan pariwisata, pekerjaan umum, kerjasama anti korupsi, diplomatik dan konsuler, kesetaraan gender, dan kerjasama antara Kamar Dagang dan Industri kedua negara. Pejabat tinggi kedua negara akan melakukan pertemuan rutin setiap 2 (dua) tahun secara bergantian di Indonesia dan Namibia sesuai dengan jadwal yang disepakati oleh kedua belah pihak. Kesepakatan tersebut dituangkan dalam Agreed Minutes yang dihasilkan pada Pertemuan Pertama Komisi Bersama Tingkat Menteri antara Indonesia-Namibia yang dilaksanakan tanggal 11-12 Mei 2009, di Jakarta. Sebelum Pertemuan Komisi Bersama tersebut, telah dilakukan penandatanganan MoU Pembentukan Komisi Bersama Indonesia-Namibia oleh Menteri Luar Negeri RI, Dr. N. Hassan Wirajuda dan Menteri Luar Negeri Namibia, Hon. Marco Hausiku. Hubungan bilateral RI-Namibia selama ini berjalan dengan baik dan menunjukkan peningkatan yang berarti pada tahun-tahun terakhir. Nilai total perdagangan RI-Namibia pada tahun 2008 tercatat US$ 26,25 juta, naik 145% dibanding tahun 2007 yang tercatat hanya US$ 10,70 juta. Jenis komoditi produk Indonesia yang telah memasuki pasar Namibia, antara lain: Sabun, preparat pencuci, preparat pelumas, lampu dan perlengkapan penerangan, kosmetika, dll. Hubungan bilateral antara Indonesia dan Namibia telah terjalin lama sebelum Namibia merdeka. Indonesia senantiasa mendukung perjuangan rakyat Namibia dibawah pimpinan SWAPO (South West African People’s Organization) untuk memperoleh kemerdekaan dari rezim Apartheid Afrika Selatan. Eratnya hubungan kedua negara terlihat dengan dibukanya Kedutaan Besar Republik Indonesia di Windhoek, Namibia, pada tahun 1991 yang disusul dengan adanya saling kunjung antar Kepala Negara dan para pejabat tinggi kedua negara. Sementara Indonesia dirangkap oleh Kedutaan Besar Namibia yang berkedudukan di Kuala Lumpur, Malaysia.[]
Tabloid Diplomasi dapat diakses melalui:
http://www.deplu.go.id
Bagi Anda yang berminat menyampaikan tulisan, opini, saran dan kritik silahkan kirim ke:
[email protected]
Direktorat Diplomasi Publik Jalan Taman Pejambon No. 6 Jakarta 10110 Telepon : 021-3813480 Faksimili : 021-3513094