No. 22 Tahun II, Tgl. 15 Agustus - 14 September 2009
Diplomasi TABLOID
Media Komunikasi dan Interaksi
Kerjasama Teknik
Menjadi Instrumen Diplomasi Kapasitas Indonesia Dalam Bantuan Kerjasama Teknik Semakin Diakui
Esti Andayani Transformasi Kerjasama Teknik Indonesia:
Dari Negara Penerima Menjadi Negara Pemberi Bantuan
Email:
[email protected]
ISSN 1978-9173
Email:
[email protected]
9
771978 917386 Departemen Luar Negeri Republik Indonesia
Diplomasi TABLOID
Media Komunikasi dan Interaksi
Daftar Isi
>4
Fokus
> 12
Bingkai
>7
Lensa
> 13
Bingkai
Lensa
> 14
Kilas
Lensa
> 18
Lensa
> 20
>8 >9 > 11
Transformasi Kerjasama Teknik Indonesia: Dari Negara Penerima Menjadi Negara Pemberi Bantuan
Peran Deplu dalam Memfasilitasi Kerjasama Teknik Teknologi Indonesia Lebih Mudah Diterapkan di Negara Berkembang
Jadi Negara Kelas Menengah, Indonesia Patut Membantu Negara Berkembang Pengembangan Kerjasama Teknik di Era Otonomi Daerah
Beasiswa Seni dan Budaya Indonesia Semakin Diminati
TAWA AMIRUDIN Membimbing Petani dari Berbagai Negara Meningkatkan Kapasitas Daerah Dalam Kerjasama Teknik
Kilas
Kerjasama Teknik Keluarga Berencana : Program KB Indonesia Menjadi Rujukan
Sorotan
Gencarkan Soft Diplomacy Melalui Pemberian Beasiswa
16
23
Kerjasama Teknik Menjadi Instrumen Diplomasi
Bantuan Indonesia dalam Kerangka Kerjasama Teknik Negara Berkembang
Diplomasi
Teras Diplomasi Menyambut peringatan HUT Proklamasi Kemerdekaan RI, pada bulan Agustus ini tabloid Diplomasi tampil dengan tema yang istimewa. Sebagaimana diketahui, bahwa seiring dengan meningkatnya kapasitas Indonesia, baik di bidang SDM maupun kelembagaan, karena telah banyak belajar dan menyerap berbagai pengalaman dari negaranegara maju, maka Indonesia telah menjelma menjadi negara kelas menengah. Ini tercermin dari masuknya Indonesia kedalam kelompok G-20. Oleh masyarakat internasional, Indonesia dinilai telah mampu mentransformasikan dirinya dari sebuah negara berkembang yang menerima berbagai bantuan dari negara-negara maju, menjadi sebuah negara menengah yang mampu memberikan bantuan teknis kepada negara-negara sahabat, khususnya kepada negara berkembang. Tema istimewa tabloid Diplomasi edisi Agustus kali ini adalah memaparkan tentang berbagai kiprah Indonesia didalam melakukan kerjasama dan memberikan bantuan teknik kepada negara-negara berkembang. Kebijakan luar negeri suatu negara pada dasarnya merefleksikan kebijakan dalam negerinya, yang tentunya harus seiring dengan perkembangan terkini yang terjadi di tingkat regional maupun global. Apalagi dengan terjadinya sejumlah perubahan mendasar dan semakin meningkatknya dinamika politik global yang disertai dengan menguatnya pengaruh kepentingan ekonomi, telah mendorong negara-negara di dunia, khususnya negara-negara berkembang untuk melakukan kerjasama internasional didalam upaya memecahkan berbagai permasalahan bersama. Untuk memberikan ruang yang lebih luas bagi Indonesia dalam memberikan bantuan dan kerjasama teknik tersebut, pada tahun 2006, Departemen Luar Negeri membentuk Direktorat Kerjasama Teknik (KST). Dengan demikian maka berbagai keunggulan dan pengalaman yang dimiliki Indonesia dapat didistribusikan kepada negara-negara berkembang lainnya yang membutuhkan dengan lebih intensif dan tepat guna. Berbagai permasalahan dan isu-isu global seperti climate change, energi terbarukan,
micro finance, pemberdayaan perempuan, demokrasi dan good governance yang juga menjadi perhatian dan kepentingan bagi negara-negara berkembang, telah pula dituangkan oleh Indonesia sebagai topik pelatihan. Sehingga dengan demikian Indonesia telah menjelma menjadi negara pemberi, resource country, atau Donor pada tingkatan tertentu. Bagi Indonesia, khususnya Departemen Luar Negeri, kerjasama teknik merupakan bagian integral kebijakan luar negeri RI. Kerjasama teknik merupakan tool of diplomacy yang mendukung upaya-upaya diplomasi RI di forum bilateral, regional maupun internasional. Melalui kerjasama teknik, sikap negara-negara penerima bantuan diharapkan bisa selaras dengan kepentingan Indonesia. Selain itu, kerjasama teknik ini juga dimaksudkan untuk memberikan manfaat ekonomi bagi Indonesia disamping juga sebagai media untuk menggalang dukungan negara-negara sahabat di berbagai forum Internasional dan sekaligus menunjukkan komitmen Indonesia untuk membantu pembangunan sesama negara berkembang. Kerjasama teknik juga dipandang sebagai program yang efektif bagi Indonesia didalam membantu mempercepat proses pembangunan di negara-negara berkembang, khususnya melalui peningkatan pengetahuan, pengalaman, keahlian dengan mempelajari pengalaman empiris negara lain. Bagaimana suatu negara harus menyikapi dan mengambil langkah kebijakan terbaik terhadap berbagai masalah pembangunan, pengentasan kemiskinan, kekurangan pangan, peningkatan kualitas kesehatan dan pendidikan, pelestarian lingkungan dan lain-lainnya. Bagi Indonesia, pelaksanaan kerjasama teknik sebagai alat diplomasi, utamanya adalah untuk mendukung pembangunan nasional. Pelaksanaan seluruh program kegiatan KST ini diarahkan untuk mensukseskan pencapaian sasaran rencana pembangunan nasional jangka menengah, tujuan prioritas pembangunan nasional, dan menjamin keutuhan NKRI. Dirgahayu Indonesia. []
Diplomasi TABLOID
Media Komunikasi dan Interaksi
Pemimpin Umum / Pemimpin Redaksi Khariri Ma’mun Redaktur Pelaksana Kholid M. Staf Redaksi Cahyono Saiful Amin Arif Hidayat Tata Letak dan Artistik Tsabit Latief Distribusi Mardhiana S.D. Kontributor Daniel Ximenes Alamat Redaksi Jl. Kalibata Timur I No. 19 Pancoran, Jakarta Selatan 12740 Telp. 021-68663162, Fax : 021-86860256, Tabloid Diplomasi dapat di Download di http://www.deplu.go.id Email :
[email protected] Cover : Esti Andayani Direktur Kerjasama Teknik Diterbitkan oleh Direktorat Diplomasi Publik Departemen Luar Negeri R.I bekerjasama dengan Pilar Indo Meditama
Bagi anda yang ingin mengirim tulisan atau menyampaikan tanggapan, informasi, kritik dan saran, silahkan kirim email:
[email protected]
Wartawan Tabloid Diplomasi tidak diperkenankan menerima dana atau meminta imbalan dalam bentuk apapun dari narasumber, wartawan Tabloid Diplomasi dilengkapi kartu pengenal atau surat keterangan tugas. Apabila ada pihak mencurigakan sehubungan dengan aktivitas kewartawanan Tabloid Diplomasi, segera hubungi redaksi.
Diplomasi
4
F
o
k
u
s
Transformasi Kerjasama Teknik Indonesia: Esti Andayani
Dok. Diplomasi
Direktur Kerjasama Teknik
Dari Negara Penerima Menjadi Negara Pemberi Bantuan
Pada awalnya, sekitar periode 1970-an, Indonesia banyak menerima bantuan teknik dari negara-negara maju. Hal ini merupakan hal yang wajar bagi negara yang masih muda usianya. Negara mana pun akan melakukan hal yang sama untuk menerima bantuan asing sebelum dapat memberikan bantuan kepada negara lain. Pemerintah Jepang, melalui JICA, telah banyak membantu Indonesia di dalam meningkatkan kapasitasnya di beberapa bidang seperti pertanian, peternakan, kesehatan, teknologi informasi, penyiaran (televisi), rehabilitasi
No. 22, Tahun II
vokasional bagi penyandang cacat dll. Beberapa pusat pelatihan telah didirikan di Indonesia atas bantuan pemerintah JICA. Bagaimana perjalanan kerjasama teknik Indonesia? Perkembangan kerjasama teknik Indonesia tidak dapat dilepaskan dari upaya-upaya PBB di dalam membantu negara-negara berkembang di dalam mengatasi keterbelakangannya. Konferensi PBB di Argentina pada tahun 1978 dapat dikatakan bersejarah karena telah melahirkan Buenos Aires Plan of Action (BAPA) yang menjadi tonggak bagi Kerjasama Teknik antar Negara Berkembang
(KTNB). Majelis Umum PBB melalui berbagai resolusi dan keputusannya telah menegaskan arti penting dan validitas KTNB dan semua negara dan badanbadan PBB telah dihimbau untuk melaksanakan rekomendasirekomendasi yang ada di BAPA. KTNB yang pada dasarnya adalah kerjasama teknik SelatanSelatan tersebut bertujuan untuk mewujudkan kemandirian dan percepatan pembangunan di negara-negara berkembang. Selain juga untuk memperkuat solidaritas antar negara berkembang, melalui kerjasama Selatan-Selatan ini negara-
negara berkembang diharapkan dapat saling membantu dalam pembangunan untuk mengurangi ketergantungan kepada negara maju dan mengejar ketertinggalannya, terutama karena adanya kecenderungan jenuhnya bantuan negara-negara maju atau aid fatique kepada negara-negara berkembang. Indonesia telah banyak belajar dari negara-negara maju. Seiring dengan meningkatnya kapasitas Indonesia, baik kapasitas SDM maupun kapasitas kelembagaan, sejak tahun 1981 Indonesia bekerjasama dengan JICA mulai memberikan bantuan teknik dalam rangka program KTNB kepada negara-negara berkembang di kawasan Asia, Afrika, Pasifik, bahkan Amerika Latin, dalam bentuk pelatihan dan pengiriman tenaga ahli. Ribuan peserta telah berkunjung ke Indonesia untuk mengikuti berbagai pelatihan. Berdirinya Direktorat Kerjasama Teknik pada tahun 2006 telah memberikan ruang yang lebih luas bagi Indonesia untuk memberikan bantuan teknik bagi negara-negara lain, melalui program pelatihan, pengiriman ahli, loka karya, pemagangan dan pemberian bantuan peralatan yang dibiayai oleh APBN. Berbagai pengalaman Indonesia telah dibagikan kepada negara-negara berkembang lain yang membutuhkan. Topik dan isu-isu baru yang menjadi perhatian dan kepentingan negara-negara berkembang telah pula dituangkan menjadi topik pelatihan seperti perubahan iklim, energi terbarukan, micro finance, pemberdayaan perempuan serta demokrasi dan good governance. Dengan demikian sejak tahun 1980-an Indonesia tidak
15 AGUSTUS - 14 september 2009
Diplomasi F lagi menjadi Negara penerima semata, namun telah juga menjadi pemberi, atau pada tingkatan tertentu telah menjadi donor atau resource country. Bagi Indonesia, khususnya Departemen Luar Negeri, kerjasama teknik merupakan bagian integral dari kebijakan luar negerinya, Kerjasama teknik menjadi tool of diplomacy yang akan mendukung upaya-upaya diplomasi RI di forum bilateral, regional maupun internasional. Melalui kerjasama teknik ini diharapkan sikap negaranegara penerima bantuan akan selaras dengan kepentingan Indonesia. Selain memberikan manfaat politik, kerjasama juga diharapkan memberikan manfaat ekonomi bagi Indonesia. Manfaat ekonomi akan didapat ketika negara penerima pelatihan kemudian membeli peralatan atau benih pertanian atau vaksin dll setelah pelatihan selesai. Tidak sampai di situ, kerjasama teknik akan memberikan peluang bagi hubungan antar masyarakat. Semakin banyak peserta berkunjung di Indonesia dan menyaksikan secara langsung kondisi di Indonesia, maka pemahaman negara lain terhadap Indonesia akan semakin membaik. Jejaring kerjasama juga akan dapat dibangun melalui program-program peningkatan kapasitas. Namun tentunya Departemen Luar Negeri tidak mengesampingkan aspek teknisnya yakni alih teknologi, pengetahuan dan pengalaman dalam setiap bantuan tekniknya. Oleh karenanya Deplu senantiasa bekerjasama dengan instansi teknis, LSM dan nara sumber yang kompeten di dalam penyelenggaraan programprogram kerjasama tekniknya. Program-program kerjasama teknik terbukti telah memberikan manfaat bagi Negara berkembang lain sesuai dengan kebutuhan Negara penerima. Tidak dapat dipungkiri ada pihak-pihak yang skeptis terhadap manfaat bantuan teknik bagi Indonesia, terutama
15 AGUSTUS - 14 september 2009
mereka yang mengukur hasilnya dari sesuatu yang “tangible” dan dapat dirasakan serta merta, padahal dampak dari kerjasama teknik bisa saja “intangible”. Pada dasarnya kerjasama teknik adalah proses panjang yang dampaknya baru dapat dirasakan di masa mendatang. Dalam konteks Gerakan Non-Blok (GNB), lahirnya NAM CSSTC (Non Aligned Movement Centre for South-South Technical Cooperation) yang didirikan di Jakarta pada tahun 1995, membuka peluang bagi Indonesia untuk berperan aktif di dalam membantu pembangunan tidak saja negara-negara anggota GNB, tetapi juga negara bukan anggota GNB. NAM CSSTC yang didirikan atas inisiatif Indonesia dan Brunei Darussalam pada waktu KTT GNB di Caratagena tahun 1995, telah memberikan wahana bagi penyelenggaraan program-program peningkatan kapasitas negara berkembang. NAM CSSTC mengemban tugas menyelenggarakan programprogram yang bertujuan
meningkatkan ketahanan nasional dan kolektif, tidak saja bagi negara anggota GNB, tetapi juga negara-negara yang tidak menjadi anggota GNB. Program yang cukup maju yang diselenggarakan lembaga ini adalah pelatihan di bidang micro finance, khususnya sistem Sharia. Di dalam penentuan program kerjasama teknik, prioritas kebijakan luar negeri RI selalu menjadi rujukan. Selain itu, permintaan khusus dari negara lain juga menjadi dasar perumusan program sepanjang Indonesia memiliki kapasitas. Mengenai pembiayaan, Indonesia memiliki tiga skema pembiayaan yaitu melalui Rupiah murni (APBN), kerjasama segi tiga dengan donor, pembiayan bersama antara Indonesia dengan negara penerima, serta pembiayaan penuh dari negara donor atau organisasi internasional. Dalam konteks nasional, Deplu dan instansi teknis telah bekerjasama di dalam pembiayaan program. Kerjasama segitiga di dalam penyelenggaraan program
o
k
u
s
5
peningkatan kapasitas sangat diperlukan dalam rangka menjaga keberlanjutannya (sustainability), karena membutuhkan biaya yang besar, sedangkan Indonesia masih menghadapi kendala anggaran. Meningkatkan status Indonesia sebagai Negara donor bukan berarti Indonesia tidak lagi membutuhkan bantuan teknik dari negara maju dan lembaga donor baik dalam bentuk keuangan, tenaga ahli atau narasumber serta peralatan. Sebagai Negara berkembang Indonesia tetap memerlukan peningkatan kapasitas untuk mengejar ketertinggalannya dari Negaranegara maju. Bagaimana masa depan kerjasama teknik Indonesia akan sangat tergantung kepada beberapa hal seperti ketersediaan anggaran, SDM dan kelembagaan. Adanya suatu lembaga yang kuat dan berfungsi penuh sebagai pelaksana kerjasama teknik dan didukung oleh anggaran yang kuat pula, akan menjamin “sustainability” program-program kerjasama teknik Indonesia.[] Dok. KST
Menlu RI Meninjau pusat pelatihan ukiran Jepara di Vientine, Laos (17/12/2008). Dalam program pelatihan ini pemerintah Indonesia mengirim 2 tenaga ahli dari Jepara untuk melatih 18 pengrajin kayu ukir lokal..
No. 22, Tahun II
Diplomasi
6
F
o
k
u
s Dok. KST
Peserta Palestina pada saat mengunjungi Yayasan Dharma Bhakti ASTRA dalam Pelatihan Business Incubator for Palestinian SMES Development pada bulan April 2008
Kebijakan luar negeri suatu negara pada dasarnya merefleksikan kebijakan dalam negerinya dengan tetap memperhatikan perkembangan mutakhir yang terjadi di tingkat global, regional dan sub regional. Sejumlah perubahan mendasar dewasa ini semakin meningkatkan dinamika politik global seiring munculnya aktor-aktor baru, menguatnya pengaruh kepentingan ekonomi dan memudarnya batas-batas geografis antar negara akibat globalisasi. Kesemuanya itu mendorong negara-negara untuk melakukan kerjasama internasional guna memecahkan berbagai permasalahan bersama. Kerjasama teknik merupakan suatu bentuk kerjasama pembangunan untuk menyalurkan bantuan internasional dalam bentuk pelatihan, pendidikan dan pengiriman tenaga ahli. Kerjasama teknik dapat dilakukan dalam kerangka kerjasama antar negara berkembang (Selatan-Selatan) dan kerjasama antara negara maju dan negara berkembang (Utara – Selatan). Kerjasama
No. 22, Tahun II
Selatan-Selatan diarahkan untuk mendukung pencapaian kepentingan negara berkembang di berbagai forum internasional, sementara kerjasama Utara – Selatan memungkinkan negara berkembang untuk dapat menikmati manfaat bantuan dana pembangunan dan alih teknologi dari negara maju. Bagi Indonesia, kerjasama teknik bukan merupakan suatu hal yang baru. Berbagai bentuk kerjasama teknik selama ini telah diterima dan diberikan oleh Indonesia baik secara bilateral maupun multilateral. Indonesia tidak lagi hanya menjadi penerima, namun juga telah memberikan berbagai bantuan teknik kepada negara-negara sahabat. Pemberian bantuan kerjasama teknik Indonesia selama ini lebih didasarkan pada kapasitas yang dimiliki dan permintaan dari negara penerima/ pihak donor yang menyediakan dana. Dalam kaitan ini, perlu disepakati bersama pengaturan dan mekanisme perencanaan dan pelaksanaan kerjasama teknik, disamping perlu juga dilakukan
Kerjasama Teknik Menjadi Instrumen Diplomasi
identifikasi dan kompilasi seluruh kebutuhan dan kapasitas Indonesia. Kerjasama teknik yang dilakukan oleh Indonesia pada dasarnya diarahkan untuk mencapai beberapa sasaran. Seperti menjamin keutuhan NKRI. Bantuan kerjasama teknik bagi beberapa negara di kawasan tertentu yang masih belum menerima Papua sebagai bagian utuh NKRI misalnya, diharapkan dapat merubah pandangan dan sikap politik negara tersebut terhadap Indonesia. Selain itu, kerjasama teknik dapat dijadikan sebagai media untuk menggalang dukungan negara-negara sahabat untuk Indonesia di berbagai forum Internasional dan sekaligus menunjukkan komitmen Indonesia untuk membantu pembangunan sesama negara berkembang. Kerjasama teknik juga dimanfaatkan untuk mendukung pencapaian 8 (delapan) Millenium Development Goals (MDGs) yang terdiri dari a).mengurangi kemiskinan dan kelaparan, b). mencapai pendidikan tingkat dasar untuk semua, c). mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan, d). menurunkan angka kematian anak, e). meningkatkan kesehatan ibu, f). mengatasi HIV/AIDS, malaria, dan penyakit menular lainnya, g). memastikan
kelestarian lingkungan hidup, h). mendorong kemitraan global dalam pelaksanaan pembangunan (human security). Baik dalam skala domestic maupun global, kerjasama teknik secara langsung dapat mendukung pencapaian 7 (tujuh) Prioritas Pembangunan Nasional yang terdiri dari a). pengurangan kemiskinan, b).pengurangan pengangguran, c). peningkatan pendidikan, d). peningkatan kesehatan, e). peningkatan pembangunan infrastruktur, f). peningkatan pelayanan publik dan g). reformasi birokrasi dan pemberantasan korupsi. Sebagai instrumen penting dalam diplomasi maka kerjasama teknik mempercepat pencapaian sasaran Rencana Pembangunan Jangka Menengah mengenai pemantapan politik luar negeri dan peningkatan kerjasama internasional yang terdiri dari a). semakin meningkatnya peranan Indonesia dalam hubungan internasional dan dalam menciptakan perdamaian dunia, b). pulihnya citra Indonesia dan kepercayaan masyarakat internasional, c). mendorong terciptanya tatanan dan kerjasama ekonomi regional dan internasional yang lebih baik dalam mendukung pembangunan nasional dan d). memelihara kebersamaan melalui kerjasama internasional, bilateral dan multilateral maupun kerjasama regional lainnya, saling pengertian dan perdamaian dalam politik dan hubungan internasional.[]
15 AGUSTUS - 14 september 2009
Diplomasi LEN
S
A
7
Meningkatkan Posisi Tawar Kerjasama Teknik adalah suatu kerjasama antar Negara, organisasi internasional dan badan-badan lainnya di bidang politik, keamanan, ekonomi, keuangan, pembangunan, sosial budaya, pendidikan, ilmu pengetahuan dan teknologi, yang antara lain bertujuan untuk meningkatkan perekonomian maupun kemandirian suatu Negara. Selain itu kerjasama teknik dapat juga dipandang sebagai program yang cukup efektif dalam membantu mempercepat proses pembangunan di Negara-negara berkembang khususnya melalui peningkatan pengetahuan, pengalaman, keahlian dengan mempelajari pengalaman empiris Negara lain tentang bagaimana menyikapi dan mengambil langkah serta kebijakan terbaik terhadap berbagai masalah pembangunan, seperti pengentasan kemiskinan dan kekurangan pangan, peningkatan kualitas kesehatan dan pendidikan, pelestarian
lingkungan dan lain-lain. Sejak adanya komitmen dalam Buenos Aires Plan of Action (BAPA), Indonesia mulai menyelenggarakan kegiatan Kerjasama Teknis Negara Berkembang (KTNB) pada tahun 1981/1982. Dan sekarang ini program KTNB sudah menjadi bagian penting dalam pelaksanaan kebijakan luar negeri Indonesia. Salah satu tujuan program KTNB adalah mendorong kemandirian Negara-negara berkembang melalui peningkatan kreatifitas dan inovasi dalam pemecahan masalah pembangunan sesuai dengan aspirasi, nilai dan kebutuhan masing-masing Negara. Sedangkan bagi Indonesia sendiri adalah untuk memelihara dan meningkatkan citra Indonesia sebagai salah satu pioneer Kerjasama Asia Afrika/GNB yang memperjuangkan kemajuan Negara berkembang. Terkait dengan hal tersebut,
dalam kerangka KTNB, pada tahun 2005 Pemerintah Indonesia telah menawarkan 12 program pelatihan kepada Negara berkembang di kawasan Asia, Afrika dan Timur Tengah. Pelatihan tersebut diikuti oleh sekitar 154 orang peserta dari 39 negara, disamping juga ada 6 program NAM-SSTC yang diikuti oleh 107 peserta dari 35 negara. Pendanaan program KTNB selama ini berasal dari pihak ketiga yaitu berupa bantuan dari lembaga internasional seperti JICA, UNDP, UNESCAP, IDB, CIRDAP/FAO dan Colombo Plan. Selain KTNB, banyak lagi program kerjasama teknik yang merupakan hasil dari perjanjian bilateral antara Indonesia dengan Negara lain yang dilaksanakan oleh berbagai instansi dan institusi terkait. Untuk itu inventarisasi dan identifikasi berbagai program dan kapasitas Indonesia di bidang kerjasama teknis perlu dilakukan untuk mensinergikan pelaksanaan program kerjasama teknik
Peran Deplu dalam Memfasilitasi Kerjasama Teknik Departemen Luar Negeri memiliki komitmen yang kuat untuk mensukseskan pelaksanaan kerjasama teknik dengan berbagai pihak di luar negeri. Komitmen tersebut antara lain ditunjukkan dengan pembentukan Direktorat Kerjasama Teknik. Pada tahun 2006 di bawah Direktorat Jendral Informasi dan Diplomasi Publik. Selaku instansi pelaksana hubungan luar negeri, Departemen Luar Negeri merupakan kordinator dan fasilitator kerjasama teknik, sementara instansi terkait menjadi implementing agency atau
15 AGUSTUS - 14 september 2009
pelaksana kegiatan kerjasama teknik. Sejak didirikan tahun 2006, Direktorat Kerjasama Teknik, Deplu, telah menyelenggarakan berbagai program pelatihan, workshop dan pemagangan untuk negara–negara sahabat di kawasan Asia, Pasifik, Amerika, Eropa, Afrika, Timur Tengah antara lain di bidang UKM, pertanian, microfinance (pembiayaan mikro), pemberdayaan wanita, demokratisasi dan good governance, pengelolaan resiko bencana (Disaster Risk management), energi terbarukan,
dispute settlement, produksi program-program documenter TV, dan lain-lain. Melalui program-program kerjasama teknik tersebut, Indonesia bermaksud berbagi pengetahuan dan pengalamannya dalam rangka percepatan pembangunan di sesama negara berkembang. Penetapan negara penerima bantuan kerjasama teknik Indonesia didasarkan pada kapasitas yang dimiliki Indonesia atau permintaan langsung dari negara yang bersangkutan. Para pihak terkait di daerah dalam kaitan ini juga berkesempatan
secara terarah, terpadu, efektif, efisien dan berdayaguna bagi kepentingan nasional. Bagi Indonesia, kerjasama teknik merupakan salah satu instrument diplomasi yang berfungsi untuk meningkatkan citra Indonesia di dunia internasional. Disamping itu, kerjasama teknik juga sebagai alat untuk meningkatkan posisi tawar Indonesia dalam menghadapi berbagai isu politik di dalam maupun di luar negeri,dan meningkatkan hubungan internasional yang erat baik secara bilateral, regional maupun multilateral. Penawaran program kerjasama teknik yang diberikan oleh Indonesia, terutama didasarkan pada tujuan untuk mendukung keutuhan NKRI, menggalang dukungan bagi pencalonan Indonesia di berbagai organisasi internasional, serta mensukseskan pencapaian Millenium Development Goals (MDGs).[]
untuk mengikuti pelatihanpelatihan sesuai bidang-bidang yang dibutuhkan oleh daerah. Berbagai program pelatihan oleh Indonesia juga dilaksanakan dalam kerangka KTNB (kerjasama Teknik Negara Berkembang) dengan sebagian besar pendanaan dari JICA (Japan International Cooperation Agency). Programprogram pelatihan tersebut antara lain meliputi bidang inseminasi buatan, komunikasi perubahan perilaku pada Keluarga Berencana/kesehatan reproduksi, pengurangan kemiskinan, kesehatan ibu dan anak, rehabilitasi orang cacat,teknologi informasi, metodologi penyuluhan pertanian dan lain-lain.[]
No. 22, Tahun II
Diplomasi
8
LEN
Elias Ginting,
Dok. Diplomasi
Sesditjen Informasi dan Diplomasi Publik
S
Sejak 1978 Indonesia menerima bantuan yang cukup banyak dari negara maju dan negara sahabat berupa bantuan program pembangunan, keuangan dan juga kerjasama teknik. Khusus untuk kerjasama teknik Indonesia telah menerima banyak bantuan terutama dari Jepang, Thailand, Malaysia dan lainnya. Dalam kerangka bantuan teknik negara berkembang Indonesia juga banyak mendapat bentuan dari negara maju. Pada masa transformasi seperti yang terjadi sekarang ini, disaat Indonesia telah mengalami banyak kemajuan dan telah masuk dalam katagori negara kelas menengah, maka sudah semestinya berbagi kepada negara-negara yang membutuhkan.sesuai dengan kapasitas yang kita miliki. Bantuan kerjasama teknik yang saat ini kita lakukan mengacu pada amanat undang-undang dasar 45, disamping juga ada komitmen dari bangsa kita untuk membantu memajukan bangsa lain yang kondisinya masih dibawah kita untuk mencapai MDGs tahun 2015. Sejalan dengan benah diri Deplu yang berimplikasi pada restrukturisasi organisasi Deplu, maka pada tahun 2006 dibentuk Direktorat Kerjasama Teknik (KST). Dengan dibentuknya Direktorat KST, ini merupakan momen yang tepat untuk meningkatkan bantuan Kersama Teknik kita kepada negara-negara
No. 22, Tahun II
A
Teknologi Indonesia Lebih Mudah Diterapkan di Negara Berkembang yang membutuhkan. Karena itu Direktorat KST melakukan koordinasi dengan instansi dan depertemen teknis untuk menginventarisir bantuan teknik, seperti sektor apa yang dapat diberikan kepada negara yang membutuhkan. Selain itu KST juga menghubungi perwakilan kita dinegara akreditasi untuk memastikan bantuan teknik apa yang diharapkan oleh negaranegara penerima. Bantuan yang kita berikan kepada negara-negara penerima tentu saja bukan murni bantuan, namun dibalik bantuan ini juga terselip tujuan-tujuan yang bersifat diplomasi. Mengingat bantuan kerjasama teknik memiliki aspek diplomasi, maka Direktorat KST berada dibawah Direktorat Jenderal Informasi dan Diplomasi Publik. Kerjasama Teknik dijadikan sebagai tools of diplomacy dalam rangka menjalankan soft diplomacy sebagaimana yang di gagas oleh Menlu. Bantuan kerjasama teknik yang kita berikan kepada negara lain tujuanya adalah disamping untuk membantu juga untuk meningkatkan persahabatan yang lebih erat dengan negara-negara tersebut. Diharapkan melalaui jalinan pershabatan yang baik maka tujuan diplomasi kita terkait dengan negara tersebut akan tercapai. Sebagai contoh, beberapa negara di Pasifik masih kritis untuk menyorot tentang masalah Papua. Kita menyakini bahwa mereka kritis karena mereka kurang memahami Indonesia secara baik. sementara informasi yang mereka terima bersifat sangat sepihak dan terkadang bias. dengan informasi yang mereka terima. Dan terkadang informasi itu sangat bias. Karena kita mencoba mendekati mereka melalui people to people contact dan menawarkan kerjasama dalam bidang-bidang yang mereka butuhkan sesuai dengan kapasitas yang dimiliki oleh Indonesia. kebutuhan apa yang mereka butuhkan sesuai dengan
kapasitas yang dimiliki oleh Indonesia. Dengan demikian maka akan muncul saling pengertian ditingkat masyarakat yang lebih memahami Indonesia. setelah mereka memahami kita, maka selanjutnya kita akan lebih mudah memberikan penjelasan mengenai posisi kita diberbagai masalah. Negara-negara inilah yang nantinya akan menyampaikan kepada negara lain mengenai posisi Indonesia. Bahwa Indonesia bukan seperti yang dianggap selama ini. Baik Diplomasi Publik maupun Kerjasama Teknik berfungsi untuk membuka pintu dan begitu pintu sudah terbuka maka direktorat lain akan lebih mudah untuk masuk dan membicarakan masalah politik, ekonomi dan lainnya. Pada awalnya bantuan kerjasama teknik kita lakukan dengan kemampuan kita sendiri. Karena permintaan-permintaan disektor lain semakin banyak maka Deplu sebagai Departemen politis tidak memiliki kapasitas tersebut sehingga kita menawarkan kepada departemen teknis seperti Departemen Kelautan dan Perikanan, Departemen Pertanian, Kehutanan dan perindustrian. Tawaran Deplu ini disambut baik oleh Departemen teknis tersebut karena mereka juga memiliki tempat pelatihan yang sangat memadai dan berkualitas dan selama ini hanya dimanfaatkan untuk pelatihan-pelatihan berskala nasional. Ketika Deplu memberikan bantuan kerjasama teknik yang berskala Internasional dan melibatkan peserta dari berbagai negara sahabat dengan memanfaatkan pusat-pusat pelatihan dari instansi atau departemen tersebut, maka hal ini membuka kesempatan bagi pusatpusat pelatihan berbagai instansi dan departemen untuk lebih mengembangkan diri. Oleh beberapa negara di Pasifik dan Afrika pelatihan-pelatihan dari Indonesia dianggap lebih
bisa diterima secara teknik dan keilmuan daripada pelatihan dari Jepang. Hal ini terbukti pada saat Jepang memberi bantuan pelatihan pertanian di Fiji. Program pelatihan ini tidak berjalan dengan baik, karena tingkat teknologi dan keilmuan yang diberikan dari Jepang tidak applicable atau terlalu tinggi untuk diserap oleh petani Fiji. Tetapi, ketika Indonesia memberi bantuan pelatihan yang sama dinegara tersebut ternyata berjalan sangat baik dan bahkan mampu meningkatkan produksi pertanian disana. Hal ini dikarenakan teknik dan kelimuan pelatihan-pelatihan yang diberikan oleh Indonesia lebih mampu mengaplikasi dengan kondisi Fiji dibandingkan dengan pelatihan negara-negara maju dengan teknologi yang demikian tinggi. Keberhasilan Indonesia dalam melakukan pelatihan dibidang pertanian dengan Fiji membuat negara-negara maju mulai melirik Indonesia, sehingga nantinya kita harapkan akan terjadi kerjasama trilateral dimana negara-negara maju yang memberikan i bantuan pembiayaan dan Indonesia memberi bantuan teknologi dan pelatihan yang applicable dinegara penerima bantuan, sedangkan negara penerima akan memperoleh bantuan tersebut sesuai dengan sektor yang telah disepakati. Jika kerjasama trilaterala ini berhasil maka diharapkan negara maju lain akan tertarik juga untuk melakukan kerjasama teknik trilateral dengan Indonesia. Selain disektor pertanian Indonesia juga telah berhasil memberi pelatihan mikrohidro yang sekarang sudah diaplikasikan di Fiji. Keberhasilan kerjasama teknik akan membuat negaranegara maju melihat Indonesia sebagai negara yang memiliki kapasitas dan sekaligus memiliki tanggungjawab serta kepedulian terhadap pembangunan di negaranegara sahabat.[] 15 AGUSTUS - 14 september 2009
Diplomasi LEN
Jadi Negara Kelas Menengah, Indonesia Patut Membantu Negara Berkembang
lain. Selain mendapat manfaat diplomatik, yaitu mempererat hubungan antar kedua negara, juga karena ada kontak di antara masyarakat kedua negara, hal itu menjadi ajang promosi citra positif Indonesia di luar negeri. Indonesia pernah membantu Fiji mengembangkan teknik menanam padi hingga akhirnya negara tersebut dapat melipatgandakan hasil produksi padinya. Lalu satu desa di
S
A
9
Fiji, yang merasakan manfaat pelatihan dari tenaga ahli Indonesia, ketika tenaga ahli kita sudah waktunya pulang, mereka meminta agar sang tenaga ahli jangan pulang. Ada yang menangis ketika akhirnya mereka harus pulang juga mengacu kepada manfaat ‘people-to-people contact’ dan keberhasilan membantu peningkatan kapasitas sebuah negara yang didapat Indonesia. (KaEm)
Dok. KST
Uganda Berminat Memberlakukan Sistem Keuangan Syariah Dengan bergabungnya Indonesia kedalam G-20, maka negaranegara maju, khususnya negaranegara Eropa Barat dan Amerika Serikat bukan lagi Memandang Indonesia sebagai negara berkembang, melainkan sebagai negara kelas menengah. Hampir semua negara di kawasan Eropa Barat ini, dalam pelaksanaan program pemberian bantuan keuangan untuk pembangunan, menempatkan Indonesia kedalam kelompok negara-negara menengah. Sehingga dengan demikian Indonesia dianggap tidak tepat lagi untuk meminta bantuan yang sifatnya hibah untuk kepentingan yang sifatnya basic development. Sebagai negara kelas menengah Indonesia bertekad untuk terus membagi informasi dan pengalamannya dalam memajukan kerjasama teknik di antara negara-negara berkembang, antara lain untuk mengantisipasi adanya kejenuhan bantuan dari negara-negara maju. Mengingat negara-negera berkembang rentan menjadi terpinggirkan jika jurang dengan negara-negara maju makin lebar. Karena itu kerjasama SelatanSelatan perlu dikembangkan
untuk saling membantu mewujudkan kemandirian, mempercepat pembangunan serta menguatkan solidaritas antar negara berkembang. Indonesia akan terus mampu memberikan bantuan teknik kepada sesama negara berkembang karena Indonesia memang memiliki kapasitas memberikan berbagai pelatihan kepada negara lainnya, termasuk melalui kerjasama dengan negaranegara maju. Pada periode tahun 2003 hingga 2009, Indonesia sudah menyelenggarakan Program Pelatihan untuk Negara Berkembang di berbagai bidang. Peserta program tersebut mencapai 727 orang dari 51 negara di Asia, Timur Tengah, Pasifik dan Afrika. Sementara jumlah tenaga ahli Indonesia yang dikirim ke negara-negara lain dalam program itu selama periode 1994-2007 mencapai 50 orang, yang antara lain dikirim ke Papua Nugini, Madagaskar, Nepal, Tanzania, Kamboja, Filipina dan Thailand. Indonesia mendapat keuntungan yang tidak sedikit dari aksi pemberian bantuan teknik kepada negara-negara
Indonesia telah memberikan pelatihan di bidang keuangan mikro kepada beberapa negara di kawasan Asia dan Afrika, baik dalam bentuk keuangan mikro system konvensional maupun system syariah yang telah cukup berhasil diterapkan di Indonesia. Pelatihan di bidang ini telah membuahkan hasil yang menggembirakan, dan Pemerintah Uganda telah secara khusus meminta Indonesia untuk membantu mempersiapkan penerapan system syariah di negeri itu. Walaupun Uganda adalah sebuah negara yang mayoritas penduduknya non muslim. Menanggapi permintaan
tersebut, Pemerintah Indonesia bekerjasama dengan Japan International Coordination Agency (JICA) telah mengirimkan narasumber dari Permodalan Nasional Madani dan NAM CSSTC (Pusat Kerjasama Teknik Selatan-Selatan Gerakan NonBlok) ke Kampala, Uganda, untuk melakukan observasi dan memilih lembaga keuangan mikro yang sesuai untuk system syariah tersebut. Para narasumber telah memberikan paparan mengenai keuangan mikro kepada berbagai lembaga keuangan disana. Dan dari hasil observasi tersebut, system syariah tampaknya dapat diterapkan di Uganda. Beberapa lembaga keuangan Uganda menyatakan bahwa system syariah dapat menjadi batu loncatan bagi pengembangan keuangan mikro (micro finance) di Uganda.
Expert dari PNM (Pemodalan Nasional Madani) sedang mengajar sistem keuangan syariah di Kampala, Uganda. Dok. KST
15 AGUSTUS - 14 september 2009
No. 22, Tahun II
Diplomasi
10
LEN
S
Pusat Kerjasama Teknik SelatanSelatan Gerakan Non-Blok (PKTSS GNB atau NAM-CSSTC) didirikan pada tahun 1995 atas prakarsa Pemerintah Indonesia dan Brunei Darussalam pada KTT GNB ke XI di Cartagena, Kolombia. PKTSS GNB dimaksudkan sebagai wahana penting dan efektif untuk mempromosikan dan mempercepat pembangunan Negara berkembang. PKTSS GNB bertujuan memajukan kemandirian bersama antar Negara berkembang sebagai upaya mencapai pembangunan ekonomi dan sosial yang bertumpu pada masyarakat, serta mendorong Negara berkembang menjadi mitra pembangunan yang sejajar dalam hubungan internasional. Fungsi PKTSS GNB adalah sebagai pusat gerakan nyata dengan memanfaatkan berbagai sumberdaya seluas mungkin, dan sebagai forum dialog guna menjawab tantangan pembangunan. Visi PKTSS GNB adalah memperkuat kemampuan nasional dan kemandirian bersama Negara berkembang. Sedangkan Misinya adalah membantu percepatan dan kemajuan pembangunan nasional dengan memperkuat dan memperluas kerjasama teknik antar Negara berkembang dalam konteks kerjasama pembangunan internasional. Tujuan dari dibentuknya PKTSS GNB ini adalah untuk meningkatkan kemampuan masyarakat didalam mencapai tujuan pembangunan, yaitu pembangunan yang bertumpu pada masyarakat secara berkesinambungan serta mendorong Negara berkembang untuk berperan serta lebih aktif dan sejajar dalam proses globalisasi. Program-program kegiatan yang dilaksanakan oleh PKTSS GNB adalah kegiatan-kegiatan yang terfokus pada perolehan manfaat secara langsung dan berjangka panjang. Sehingga dengan demikian landasan ekonomi Negara berkembang
No. 22, Tahun II
A
Pusat Kerjasama Teknik Selatan-Selatan
AKSI KONKRIT GERAKAN NON BLOK Dok. KST
Suasana pada saat berlangsungnya International Workshopon Disaster Risk Management : Strategic Planning on South - South Cooperation, Jakarta, 9-11 Juni 2009
menjadi lebih luas, efisien dan berketahanan, untuk menuju pembangunan yang berkesinambungan dan berkeadilan. PKTSS GNB mendukung secara penuh upaya-upaya yang menyangkut pengentasan kemiskinan, pengembangan kredit mikro, usaha kecil dan menengah, teknologi komunikasi dan informasi, kesehatan, pertanian, lingkungan hidup termasuk penanggulangan resiko bencana alam, kemitraan
pemerintah-swasta, perdagangan internasional, serta tata kelola pemerintah dan swasta yang baik dan bersih. Sejak didirikan, kegiatan PKTSS GNB dibiayai oleh Pemerintah Indonesia dan Brunei Darussalam sebagai penyumbang utama. Selain itu kegiatan pendukung berupa pengembangan jaringan informasi dan basis data dibiayai oleh Perez Guerrero Trust Fund melalui UNDP pada November tahun 2000 hingga April 2001.
“PKTSS GNB mendukung secara penuh upaya-upaya yang menyangkut pengentasan kemiskinan, pengembangan kredit mikro, usaha kecil dan menengah, teknologi komunikasi dan informasi, kesehatan, pertanian, lingkungan hidup termasuk penanggulangan resiko bencana alam, kemitraan pemerintah-swasta, perdagangan internasional, serta tata kelola pemerintah dan swasta yang baik dan bersih.”
Sekarang ini PKTSS GNB juga telah memperluas kerjasama dengan Islamic Development Bank (IDB), United Nations Environment Programme (UNEP), Centre on Integrated Rural Development for Asia and the Pacifik (CIRDAP), SEGEPLAN-CONCYT-SENACYT (Guatemala), MEA (Afrika Selatan), NAM Science & Technology dan NAM RIS (India), Pedro Kouri (Kuba), BRAC (Bangladesh), CFC (Belanda), Infofish (Malaysia), JICA, dan UNESCAP. Hasil-hasil yang telah dicapai oleh PKTSS GNB adalah pelaksanaan 28 buah program dengan berbagai jenis kegiatan yang diikuti oleh 778 peserta dari 84 negara dan 23 lembaga internasional. Selain itu juga ada 12 buah program pendukung yang dilaksanakan sejak Maret 2001 hingga April 2006, antara lain adalah ; Identifikasi masalah utama kemiskinan di 7 subkawasan, Rekomendasi Jakarta mengenai UU E-Commerce untuk UKM, Skema pembiayaan mikro, Panduan Pelatihan Kredit Mikro, Keterlibatan Jurnalis dan LSM dalam pengentasan kemiskinan, Prakondisi untuk Privatisasi, Kerangka kebijakan untuk kemitraan pemerintahswasta dan konsep strateginya, Model inkubasi bisnis, Panduan mekanisasi dan pengelolaan air pada pertanian lahan kering, Panduan dasar pembiayaan mikro, Piagam kerjasama 4 Pusat Pelayanan Pembangunan GNB, Pengembangan kerjasama pemerintah-swasta dalam urusan dengan masalah WTO, Referensi mengenai kebijakan perdagangan internasional Program rehabilitasi psikososial, Manajemen resiko bencana, khususnya tsunami Hubungan elektronik berbasis situs PKTSS GNB, Pengembangan basis data untuk anggota GNB, Status kesiapan elektronik beberapa anggota GNB, Panduan pengajaran mengenai teknologi komunikasi dan informasi, Panduan merangkai jaringan teknologi informasi dan lainlainnya.[]
15 AGUSTUS - 14 september 2009
Diplomasi LEN
S
A
11
Pengembangan Kerjasama Teknik di Era Otonomi Daerah Daerah dapat memanfaatkan kerjsama teknik untuk meningkatkan kapasitas Sumber Daya Manusia melalui berbagai program pelatihan, pemagangan dan pertukaran ahli. Sudah seharusnya dilakukan kompilasi kebutuhan dan kapasitas daerah agar daerah dapat berperan mendukung kerjasama teknik Indonesia, baik Indonesia sebagai penerima maupun sebagai pemberi bantuan. Perkembangan hubungan internasional saat ini menuntut dilakukannya total diplomacy dengan tetap berpedoman kepada one door policy. Hubungan luar negeri oleh daerah harus tetap berada dibawah koordinasi dan konsultasi Deplu sehingga aman secara politis. Departemen Luar Negeri menyadari pentingnya peranan kerjasama teknik dalam mengembangkan potensi berbagai daerah di Indonesia, terutama di era otonomi daerah seperti saat ini. Beberapa hal yang diharapkan dapat diperoleh oleh pihak-pihak terkait didaerah dari kerjasama teknik antara lain: Capacity Building (Pembangunan Kapasitas) Melalui berbagai program kerjasama teknik seperti pelatihan, pemagangan dan kesempatan belajar melalui beasiswa, kapasitas sumber daya manusia di daerah diharapkan akan semakin meningkat. Untuk tujuan tersebut, seyogyanya kerjasama teknik berlangsung secara berkesinambungan dalam jangka waktu yang lama (long term capacity building). Dalam hal ini hendaknya daerah secara aktif dapat menangkap peluang-peluang pelatihan yang ditawarkan oleh negara-negara sahabat seperti Malaysia melalui MTCP (Malaysia Technical Cooperation Program), Thailand melalui TICA (Thailand International Development Cooperation Agency), Mesir malalui EICA (Egyptian International Center for Argriculture), Jepang JICA ( Japan International Cooperation Agency) India melaui ITEC (Indian Technical and Economic Cooperation) dan Korea Selatan melalui KOICA (Korean Internatioanl cooperation Agency). Sementara itu penawaran beasiswa banyak ditawarkan oleh negara-negara maju seperti Australia, AS dan beberapa negara Eropa. Exchange of Experts (Pertukaran Tenaga Ahli) Pertukaran tenaga ahli yang dimiliki oleh daerah dengan pihak-pihak di luar negeri diharapkan dapat meningkatkan kemampuan dan mempromosikan kemampuan tenaga ahli tersebut
15 AGUSTUS - 14 september 2009
kepada pihak luar negeri. Contoh yang lebih kongkrit dalam hal ini adalah dengan semakin banyaknya tenaga ahli pertanian Indonesia yang terserap dalam program negara lain yang dibiayai oleh lembaga regional dan international. Keahlian Indonesia dibidang pertanian khususnya padi telah dikenal luas dalam membantu sesama negara berkembang meningkatkan produksi pertaniannya. Tenaga ahli Indonesia selain pertanian adalah di bidang dekorasi kayu ynag diminta oleh pemerintah Laos dan pemanfaatan bambu oleh Pemerintah Fiji. Transfer of Technology Pemanfaatan peluang kerjasama teknik luar negeri oleh daerah diharapkan dapat memberikan transfer of technology dari pihak donor kepada daerah sehingga memberikan nilai tambah untuk daerah. Dalam kaitan ini, hubungan lebih banyak ke pola Utara –Selatan. Contoh dalam hal ini adalah bagaimana Deplu membantu hubungan kerjasama riset antara Universitas Gadjah Mada dan Universitas Boras (University of Boras) di Swedia dalam hal pemanfaatan limbah. Hasil riset kemudian penerapannya akan dilaksanakan oleh Kabupaten Sleman sebagai pilot project. Pembiayaan SDM dan pilot project sepenuhnya menjadi tanggungan negara donor. Nilai tambah untuk ekonomi daerah Kerjasama teknik diharapkan
dapat memberikan nilai tambah bagi perekonomian daerah. Hal ini dapat tercapai apabila komponen lokal dalam kerjasama teknik tersebut dapat menjadi sarana untuk menjual produk nasional/ daerah kepada pihak donor. Contoh kongkrit adalah benyaknya permintaan negara penerima pelatihan pertanian Indonesia untuk mendapatkan benih unggul, alat-alat pertanian dan traktor yang telah mampu diproduksi Indonesia. Beberapa alternative yang dapat dimanfaatkan daerah untuk melakukan pengembangan kapasitas dalam kerangka kerjasama teknik yaitu : Sister province atau sister city. Suatu pemerintahan propinsi atau kota di Indonesia dapat melakukan kerjasama yang setara dan saling menguntungkan dengan Pemerintah Daerah negara lain yang memiliki hubungan diplomatik dengan Indonesia dan tidak mengganggu stabilitas politik dan keamanan dalam negeri RI. Dalam kerangka kerjasama inilah, dapat dimasukkan program-program kerjasama pengembangan kapasitas. Kerjasama bilateral Dalam kerangka bilateral, berbagai lembaga donor bilateral seperti AusAID (Australia),JICA (Jepang), NZAID (Selandia baru), KOICA (Korea Selatan) dan GTZ (Jerman) dapat dijadikan sebagai target donor potensial untuk pengembangan kapasitas dalam kerangka kerjasama teknik.
Kerjasama multilateral. Dalam kerangka multilateral, berbagai lembaga donor multilateral, baik badan PBB maupun non PBB dapat dijadikan sebagai target donor potensial untuk pengembangan kapasitas dalam kerangka kerjasama teknik. Terkait dengan pembangunan kapasitas, terdapat 8 (delapan) agenda pengembangan kapasitas sesuai “Kerangka Nasional Pengembangan dan Peningkatan kapasitas dalam rangka Mendukung Desentralisasi” yang dikeluarkan oleh Bappenas yaitu : Pengembangan peraturan perundangan yang dibutuhkan untuk mendukung desentralisasi, Pengembangan kelembagaan daerah, Pengembangan keuangan daerah, Peningkatan kapasitas DPRD, Badan Perwakilan Desa, ORNOP, dan Organisasi kemasyarakatan, Pengembangan system perencanaan, Pembangunan ekonomi daerah, Pengembangan kemampuan mengelola masa transisi. Berbagai peluang kerjasama teknik luar negeri bagi daerah diharapkan dapat lebih dimanfaatkan, tentunya dengan tetap mengacu pada kebijakan Pemerintah Indonesia mengenai kerjasama teknik luar negeri bagai daerah. Departemen Luar Negeri dalam kaitan ini berharap kerjasama teknik bagi daerah pada gilirannya dapat memberikan nilai tambah bagi daerah melalui capacity building, exchange of experts dan transfer of technology. []
No. 22, Tahun II
Diplomasi
12
BING K AI
Beasiswa Seni dan Budaya Indonesia
Dok. Diplomasi
Semakin Diminati
Menlu RI didampingi Wakil Menlu, Triyono Wibowo (kiri) dan Direktur Diplomasi Publik, umar Hadi (kanan) berpose di depan gedung Pancasila dengan para peserta BSBI 2009 ,
Program Beasiswa Seni dan
Budaya Indonesia (BSBI) telah memasuki tahun ke -7. BSBI 2009 kali ini diikuti oleh 50 peserta dari 31 negara. berbagai upaya untuk menyempurnakan program ini terus dilakukan. Ketika program ini pertama kali di selenggarakan hanya ada enam negara dari south west pacific dialog dan jumlah pesertanya hanya ada 12 orang. Artinya, program ini dimulai dari program yang sangat kecil, tetapi terus dikembangkan. Karena minat negara-negara peserta terus meningkat, maka tahun berikutnya enam negara
No. 22, Tahun II
Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara (ASEAN) turut diundang. Kemudian bertambah lagi dengan Asian plus three, yakni Jepang, Korea, dan China. Setelah itu bergabung Afrika Selatan dan India. Sedangkan dari Eropa ada peserta dari Inggris dan Belanda, karena di Belanda banyak masyarakat Indonesia. Dengan besarnya minat warga dunia terhadap proram ini, Amerika Serikat pun menyatakan keinginan untuk bergabung. Semakin berkembangnya program ini, saya kira itu disebabkan oleh
ketertarikan negara-negara lain terhadap program BSBI. Program ini merupakan bentuk dialog yang sangat praktis. Untuk menjamin hubungan yang baik dengan berbagai kultur dan berbagai peradaban. Hal tersebut Sebagaimana disampaikan oleh Menteri Hassan Wirajuda dalam acara penyambutan BSBI 2009, yaitu memberdayakan kelompokkelompok moderat. Orang-orang biasa seperti kita ini adalah kelompok moderat. Jika kita semakin sering bertukar pikiran dan bekerja bersama-sama, maka akan saling mengerti dan
makin memberdayakan. Mereka (peserta BSBI) datang ke sini belajar selama tiga bulan belajar menari, bermusik, dan bernyanyi seni tradisional kita. Pada saat mereka menyelesaikan pelatihan, mereka akan tampil pada show besar. Dan hal itu tentu saja menjadi kebanggaan bagi mereka. Artinya broadcast quality Itu adalah hal yang belum tercapai. Tempat pelatihan BSBI akan dilakukan di di empat kota, yaitu di Solo, Bandung, Jogja, dan Denpasar.
15 AGUSTUS - 14 september 2009
Diplomasi BING K AI Tawa Amirudin adalah petani yang sejak tahun 2006 memiliki tugas tambahan sebagai pembimbing atau mentor bagi petani-petani pemula atau petani asing yang ingin mengetahui pola bercocok tanam ala petani Indonesia di Pusat Pelatihan Pertanian Pedesaan Swadaya (P4S) Cara Tani, Kuningan, Jawa Barat. Tahun lalu 6 orang petani asal Gambia juga belajar di Indonesia dan Tawa Amirudin bertugas sebagai mentornya. Begitupun pada tahun-tahun sebelumnya, Tawa Amirudin sepertinya memang mempunyai tugas khusus untuk melatih para petani asal Afrika. Dimana para petani tersebut belajar secara langsung dengan melakukan praktek di lapangan, yaitu di sawah-sawah milik petani di Desa Pasawahan, Kecamatan Pasawahan, Kuningan, Jawa Barat. Namun pada tahun 2009 ini, selain 5 orang petani dari Senegal, yang didampingi oleh seorang staff Lembaga Pertanian Senegal, ada juga peserta pelatihan dari luar Afrika, yaitu seorang petani dari Madagaskar, 3 petani dari Myanmar, dan 2 dari Kamboja yang berkesempatan memperoleh bimbingan pelatihan darinya. Mereka adalah para petani peserta Apprenticeship Program for Asian & African Farmers in Indonesia 2009 yang diselenggarakan oleh Departemen Luar Negeri RI berkolaborasi dengan Departemen Pertanian. Oleh karena membimbing dan bertukar pikiran dengan para petani dari berbagai Negara yang memiliki aneka ragam budaya ini tidak mudah, apalagi dalam segi bahasa, maka dalam melaksanakan tugasnya Tawa Amirudin didampingi oleh rekannya yang cukup mahir berbahasa Inggris. Kendala lainnya yang cukup sering terjadi adalah bahwa para petani tersebut ternyata bukan petani padi. Mereka sebelumnya adalah peternak yang kemudian beralih menjadi petani padi, sehingga ini merupakan hal baru bagi mereka. Hal ini merupakan hambatan didalam pelaksanaan pelatihan karena mereka sama sekali belum menguasai dasar-dasar teknik bertani padi. Untuk itu dituntut kesabaran yang tinggi agar ilmu dan pengalaman bertani yang dimiliki
15 AGUSTUS - 14 september 2009
Dok. KST
Tawa Amirudin pada saat menyampaikan sambutan pada acara Monitoring Apprenticeship Program for Asian & African Farmers di Kuningan, 22 Juni 2009
TAWA AMIRUDIN Membimbing Petani dari Berbagai Negara oleh Tawa Amirudin bisa diterima dan difahami dengan baik oleh para petani yang dilatihnya. Keinginan untuk bersikap keras kepada para petani agar memiliki semangat belajar yang tinggi harus dipendam dalam-dalam. Sebab Tawa Amirudin tidak ingin hal itu ditanggapi lain oleh para anak didiknya, walaupun tujuan utama mereka belajar adalah untuk meningkatkan kesejahteraan mereka sendiri dan juga negaranya. Keahlian yang dimiliki serta tambahan pengetahuan yang diperolehnya selama 9 tahun magang di Jepang, menjadikan Tawa Amirudin sebagai rujukan bagi siswa-siswa Sekolah Menengah Pertanian Atas (SPMA) dari Bogor, Sumedang, Indramayu dan Garut, disamping juga kerap menjadi tempat berkonsultasi masalah pertanian bagi para petani yang berada disekitar tempat tinggalnya. Seluruh materi pembelajaran dan pelatihan yang diberikan oleh Tawa Amirudin kepada anak didiknya, baik dari dalam maupun luar negeri, berasal dari pengalaman hasil kerja dan pengamatannya di lapangan. Disamping juga dukungan pelatihan dan pembekalan teori yang didapatnya dari sejumlah penyuluh pertanian, balai besar pertanian dan Departemen Pertanian RI.
Pengalamannya mulai dari proses menyemai, membajak, menanam, menyiangi, memupuk hingga memanen padi, hampir 90% adalah berupa praktek di sawah, sedangkan penjelasan mengenai teori dilakukannya melalui perbincangan dalam bertukar pikiran dan pengalaman. Untuk itu Tawa Amirudin menerapkan pola agar para petani magang dari luar negeri ini bisa belajar dari petani-petani lokal di desanya, dengan cara membantu mereka secara langsung, sehingga bisa menyerap pembelajaran yang diberikan. Pelatihan dan pembelajaran yang diberikan oleh Tawa Amirudin adalah pola tanam dan pemeliharaan yang mengacu pada produktivitas yang tinggi dengan biaya produksi yang rendah. Para petani diarahkan bagaimana caranya memilih benih berkualitas, bagaimana mempersiapkan lahan sesuai dengan kondisi lahan yang akan digarap dan sebagainya. Agar produktivitasnya maksimal, Tawa Amirudin menerapkan system legowo atau System Rice Intensification (SRI), yaitu dengan mengatur jarak tanam. Kemudian juga bagaimana melakukan pola pemupukan seimbang, yang kerap diabaikan
13
oleh para petani. Karena dengan memberikan pupuk yang sesuai dengan aturan dan kebutuhan, hal ini akan meningkatkan efisiensi biaya produksi hingga 25%. Hal penting lainnya adalah mengenai etos kerja, menurut Tawa Amirudin, kelemahan para petani dari Negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, adalah masih adanya anggapan bahwa pekerjaan sebagai petani adalah pekerjaan sampingan yang tidak memerlukan penghitungan secara serius. Oleh karena itu para petani menjadi tidak memiliki manajemen usaha yang baik, dimana pada akhirnya yang diperoleh adalah kerugian. Hal ini tentunya mengakibatkan rendahnya minat orang terutama generasi muda untuk berprofesi sebagai petani. Pada tahun 1990an, masih banyak ditemui para petani yang berusia dibawah 30 tahun, tetapi sekarang ini kondisi seperti itu sudah tidak bisa lagi dijumpai, karena sangat sedikit sekali generasi muda yang berusia dibawah 35 tahun yang memilih sebagai petani. Tawa Amirudin khawatir bahwa pada kurun waktu 5-10 tahun kedepan, sudah tidak ada lagi petani muda Indonesia. Padahal sector pertanian merupakan lapangan usaha yang menyerap banyak tenaga kerja. Untuk itu diharapkan agar pemerintah lebih memfasilitasi petani-petani muda untuk belajar bertani yang baik dan produktif. []
Biodata
• • • • • •
•
Nama : Tawa Amirudin Lahir : Pasawahan, Kuningan Jawa Barat, 16 mei 1959 Istri : Eni Darsinni (47) Anak : Yayat Hidayat (29), Asep Rohayat (24),Yoyon Johana (16) Pendidikan : Lulus SMP Negeri Cikalang, Kabupaten Cirebon, 1975. Organisasi : Ketua KUD Bina Bakti, Kecamatan Pasawahan, Anggota Kelompok Tani Nelayan Andalan (KTNA) Jawa Barat Penghargaan : 1. Pemuda Tani Terbaik seJawa Barat dari Departemen Pertanian,1985 2. Pembimbing pada pertukaran petani dari departemen luar Negri dan departemen pertanian.
No. 22, Tahun II
Diplomasi
14
K
ILA
S
Meningkatkan Kapasitas Daerah Dalam Kerjasama Teknik Kerjasma Teknik yang telah diselenggarakan oleh Departemen Luar Negeri di berbagai daerah di seluruh Indonesia. Sejauh ini kegiatan ini telah diterima
Dok. Diplomasi
Kerjasama pemerintah daerah dengan berbagai pihak di luar negeri merupakan salah satu cara yang berpotensi besar didalam membantu meningkatkan laju
Peserta Pelatihan International Micro Hydro Energy saat mengunjungi bengkel “Turbine and Control System Workshop” di Bandung.
pertumbuhan pembangunan di daerah. Dalam hal ini Deplu telah mencermati berbagai upaya yang dilakukan oleh daerah untuk menjajaki kemungkinan kerjasama dengan luar negeri, dan upaya tersebut sudah selayaknya dimanfaatkan sebagai peluang untuk melakukan total diplomacy. Untuk meningkatkan kemampuan daerah melakukan kerjasama dengan Luar Negeri, Direktorat Kerjasama Teknik Deplu melakukan pembekalan kapasitas bagi daerah. Kegiatan pembekalan ini merupakan lanjutan dari rangkaian kegiatan Pemberdayaan Kapasitas Daerah di Bidang
No. 22, Tahun II
dengan antusias oleh daerah, hal itu disebabkan daerah-daerah di Indonesia akhir-akhir ini sangat intensif dalam melakukan kerjasama dengan pihak luar negeri. Pelaksanaan pembekalan ini merupakan wujud respon positif dan komitmen yang kuat dari Departemen Luar Negeri dalam rangka meningkatkan kapasitas daya saing Indonesia, khususnya untuk membantu pembangunan Kawasan Timur Indonesia (KTI). KTI memiliki potensi yang melimpah baik dari segi kekayaan sumberdaya maupun keragaman budaya dan bangsa. Namun pada kenyataannya, potensi tersebut
belum dapat dimanfaatkan secara optimal untuk meningkatkan pembangunan di KTI. Terhambatnya pembangunan yang ada, antara lain dikarenakan KTI masih menghadapi sejumlah kendala seperti masih rendahnya kapasitas sumberdaya manusia, terbatasnya ketersediaan akses atau infrastruktur yang memadai serta dana pembangunan yang terbatas. Oleh karena itu, dalam pembekalan ini dikemukakan berbagai peluang kerjasama internasional yang bisa dimanfaatkan oleh daerah di KTI. Saat ini terdapat berbagai potensi kerjasama internasional,
yang sayangnya belum dapat dimanfaatkan secara optimal karena disebabkan oleh terbatasnya informasi yang dimiliki baik oleh pihak luar negeri maupun daerah itu sendiri. Dalam kerangka kerjasama internasional tersebut, kami ingin memperkenalkan suatu bentuk kerjasama antar pihakpihak di dalam negeri dengan pihak-pihak di luar negeri dalam bentuk kerjasama teknik. KST mempunyai berbagai potensi yang apabila dapat dimanfaatkan secara optimal dapat membantu meningkatkan kapasitas daerah di berbagai bidang yang dibutuhkan. Sebagai upaya meningkatkan produktifitas dan daya saing UKM di daerah, Deplu juga memandang perlunya UKM di daerah untuk memahami posisinya di era otonomi daerah, sehingga dapat lebih optimal dalam memanfaatkan berbagai peluang di era globalisasi. Kemitraan antara pemerintah dan UKM di daerah dapat meningkatkan peluang pemanfaatan kerjasama dengan berbagai pihak di luar negeri. Dalam memanfaatkan berbagai peluang Kerjasama Teknik, UKM dan kerjasama lainnya dengan pihak luar negeri, semua pihak tidak terlepas dari ketentuan perundangan yang berlaku di Indonesia. Hal ini dimaksudkan agar semua bentuk kerjasama daerah dengan pihak-pihak di luar negeri dapat memberikan keuntungan yang optimal dan meminimalisir kemungkinan terjadinya hal-hal yang tidak kita inginkan di masa depan seperti perselisihan hukum. Pembekalan kapasitas daerah diharapkan tidak hanya memenuhi harapan para peserta untuk sedikit mengetahui dan memahami berbagai peluang, praktek dan kebiasaan dalam hubungan KST antara daerah dan luar negeri, tetapi juga memberikan kesempatan bagi para peserta untuk memperluas jalinan network yang ada antara aparatur pusat dan daerah serta sesama daerah itu sendiri.[]
15 AGUSTUS - 14 september 2009
Diplomasi K Dok. KST
Direktorat Kerjasama Teknik (KST) Deplu hingga bulan Juni 2009 telah berhasil melaksanakan 5 program kegiatan di bidang perikanan, pertanian, energi terbarukan dan penanggulangan bencana yang merupakan bagian dari 10 program Direktorat KST tahun 2009. Program-program tersebut membuktikan komitmen Pemerintah Indonesia untuk memajukan Kerjasama Teknik Selatan-Selatan guna memperkuat kemitraan diantara negara-negara berkembang. Melalui pelaksanaan kegiatan pelatihan tersebut, pemerintah Indonesia berharap dapat meningkatkan kapasitas dan keahlian SDM-SDM di segala bidang yang akan membawa kontribusi positif bagi negara masing-masing peserta pelatihan. Disamping itu, pemerintah Indonesia juga berharap bahwa kegiatan-kegiatan tersebut dapat menjadi ajang people to people contact antara para peserta dengan masyarakat setempat. Secara umum pelaksanaan kegiatan-kegiatan tersebut telah mencapai hasil yang diharapkan, yaitu dari segi transfer pengetahuan, pertukaran pengalaman dan people to people contact melalui kesan positif yang ditampilkan para peserta di akhir program. Aspek penting lainnya adalah pengakuan negara-negara peserta terhadap kapasitas dan pengalaman Indonesia dalam materi-materi program yang
15 AGUSTUS - 14 september 2009
ILA
S
15
Kerjasama Teknik Memperkuat Kemitraan
ditawarkan. Secara garis besar pelaksanaan beberapa program pelatihan, pemagangan dan workshop tersebut adalah berupa : International Training Program on Intensive Shrimp Culture for Asian Countries, dan International Training Program on Grouper Nursery for Asia-African Countries, pada tanggal 26 Mei – 4 Juni 2009. Dua kegiatan yang dilakukan secara simultan ini merupakan hasil kerjasama Departemen Luar Negeri dengan Departemen Kelautan dan Perikanan. Untuk kegiatan pelatihan budidaya ikan kerapu berlangsung di Balai Budidaya Air Payau (BBAP) Situbondo, Jawa Timur, dengan diikuti oleh 10 (sepuluh) orang peserta dari negara Kenya, PNG, Sudan, Tanzania, Timor Leste dan Yemen. Selanjutnya adalah kegiatan International Workshop on Disaster Risk Management Focusing on : Strategic Planning on South South Cooperation, di Hotel Gran Melia, Jakarta, pada tanggal 9-11 Juni 2009. Kegiatan ini merupakan kerjasama antara Departemen Luar Negeri dengan UN-ESCAP, UNDP Special Unit for South South Cooperation (Asia-Pacific), dan NAM CSSTC. Lokakarya dihadiri oleh 15 (lima belas) orang peserta yang merupakan praktisi bidang Disaster Risk Management dari 13 (tiga belas) negara yakni Bangladesh, Fiji, India, Indonesia,
Maldives, Filipina, Sri Lanka, Thailand, Laos, Myanmar, Papua New Guinea, Timor Leste dan Vietnam. Capaian yang dihasilkan dari penyelenggaraan lokakarya tersebut adalah disusunnya Regional South South Cooperation for Disaster Risk Reduction Strategic Plan for 2009-2011. Rencana strategis ini meliputi 3 (tiga) inisiatif proyek, yaitu Khun Disaster Warning Program yang dipimpin oleh Thailand, School Safety Program yang dipimpin oleh Sri Lanka dan Contingency Planning Program yang dipimpin oleh Filipina. Untuk itu Interim Secretariat (Indonesia) akan melakukan perbaikan website DRM yang ada berdasarkan masukan dari para peserta, sebagai sarana untuk memperkuat jejaring antar negara peserta. Untuk menindaklanjuti inisiatif proyek Human Resources Development DRR, para peserta juga telah melakukan penyempurnaan proposal partnership Global Facility for Disaster Reduction and Recovery (GFDRR) untuk kemudian diajukan kepada World Bank dalam waktu dekat. Kegiatan selanjutnya adalah Apprenticeship Program for Asian and African Farmers in Indonesia, di Jakarta dan Jawa Barat pada tanggal 22 April – 20 Juni 2009, yang merupakan kolaborasi antara Departemen Luar Negeri dengan Departemen Pertanian. Jumlah pesertanya sebanyak 12 (dua belas) orang terdiri dari 2 (dua) orang petani dari Kamboja, 1 (satu) orang petani dari Madagaskar, 3 (tiga) orang petani dari Myanmar dan 6 (enam) orang petani dari Senegal. Kegiatan pemagangan ini berlangsung di
3 (tiga) kota di Jawa Barat, yaitu di Balai Besar Penelitian Padi Sukamandi, Pusat Pelatihan Pertanian Pedesaaan Swadaya (P4S) Cara Tani di Kuningan, dan Balai Besar Pertanian di Lembang. Pada tanggal 2-7 Juni 2009, Direktorat Kerjasama Teknik Deplu menyelengarakan International Training Workshop on Development of Renewable Energy: Micro Hydro Energy End-Use Productivity for Rural Economic Development for Asia, African and the Pacific Countries di Hotel Aston Tropicana, Bandung. Pelatihan diikuti oleh 13 (tiga belas) peserta asing dari 11 (sebelas) negara, yaitu Cambodia, Fiji, India, Laos, Myanmar, Nepal, Papua New Guinea, Sri Lanka, Tanzania, Timor Leste dan Vietnam serta 5 (lima) peserta Indonesia dari Pemerintah Kabupaten Manokwari dan Provinsi Jawa Barat yang menangani energi mikro hidro. Selain mengikuti sesi pelatihan di kelas, peserta juga melakukan kunjungan ke bengkel produksi turbin RCE Engineering di Bandung dan PLTMH Cinta Mekar di Subang, Jawa Barat. Pada akhir pelatihan para peserta menyusun rencana aksi yang akan diimplementasikan di negaranya masing-masing. Hasilnya akan disampaikan kepada Pemerintah Indonesia dalam jangka waktu 6 (enam) bulan. Peserta pelatihan juga berkeinginan untuk menjalin kerjasama, baik di bidang pelatihan maupun produksi turbin dengan Indonesia. Peserta Sri Lanka bahkan menyatakan minatnya untuk untuk mengimpor turbin produksi RCE Engineering Indonesia, mengingat selama ini Sri Lanka mengimpor dari Cina, India, dan Eropa.[]
No. 22, Tahun II
Diplomasi K
ILA
Direktorat Kerjasama Teknik Departemen Luar Negeri RI bekerjasama dengan PTRI Jenewa, Non-Aligned Movement Center for South-South Technical Cooperation (NAM-CSSTC), United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD) dan Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, pada tanggal 23-27 April 2007 menyelenggarakan “Training Workshop on Dispute Settlement Mechanism on Investment” di Tenggarong, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Penyelenggaraan kegiatan ini didasari oleh pertimbangan akan pentingnya pengetahuan dan pemahaman mekanisme penyelesaian sengketa investasi bagi professional khususnya di negara-negara berkembang. Hal ini dikarenakan investasi menempati peran yang penting didalam mendukung percepatan pembangunan di negara-negara berkembang. Guna meyakinkan investor untuk menanamkan modalnya, negara calon penerima investasi tidak cukup hanya mengandalkan sumberdaya alam semata. Hal lain yang tidak kalah pentingnya adalah jaminan kepastian hukum dan mekanisme penyelesaian sengketa investasi yang tepat. Pelatihan ini dihadiri oleh 19 peserta dari 13 negara sahabat di Asia-Pasifik, yaitu China, Fiji, Filipina, India, Kamboja, Malaysia, Myanmar, Papua New Guinea, Samoa, Sri Lanka, Timor Leste, Tuvalu, dan Vietnam. Indonesia sendiri menyertakan 7 peserta, masing-masing dari Departemen Perindustrian, BKPM, KADIN dan Deplu. Bagi Deplu, NAM-CSSTC dan UNTACD, pelatihan ini merupakan sebuah langkah maju dalam bidang kerjasama teknik strategis dalam upaya percepatan pembangunan di wilayah Selatan, khususnya dikawasan Asia dan Pasifik. Melalui pelatihan ini diharapkan pula para peserta dapat melihat secara langsung potensi pariwisata Kabupaten
No. 22, Tahun II
S
Kerjasama Teknik Strategis :
Upaya Mempercepat Pembangunan Wilayah Selatan
Dok. KST
16
Petani Peserta Fiji pada saat mengikuti pemagangan Internasional di P4S kuningan Jawa barat, Agustus 2009
Kutai Kartanegara, yang merupakan sektor unggulan yang belum dikembangkan secara optimal, karena pengembangannya memerlukan kerjasama dengan pihak lain, baik dalam negeri maupun luar negeri. Dengan penyelenggaraan pelatihan ini, para peserta diharapkan memahami mekanisme hukum yang tepat, karena masalah mekanisme hukum ini merupakan hal yang sangat penting bagi negara-negara berkembang, khususnya dalam menghadapi era pasar bebas yang sangat kompetitif. Masalah ini perlu mendapat perhatian lebih, karena ketika upaya penyusunan kebijakan investasi dan perjanjian investasi internasional terus digiatkan, jumlah sengketa investasi juga mengalami peningkatan secara signifikan. Salah satu instrumen penyelesaian sengketa investasi yang berlaku secara internasional adalah Konvensi ICSID, dimana
konvensi ini memiliki dampak penting bagi formulasi hukum investasi internasional. Instrumen ini memberikan kontribusi yang signifikan dalam pengembangan iklim investasi, khususnya di negara-negara berkembang. Materi yang dibahas dalam pelatihan ini antara lain adalah Selecting the Appropriate Forum, yaitu yang menekankan pentingnya pemilihan forum yang tepat dalam penyelesaian sengketa investasi antara negara dengan pihak swasta. Kemudian masalah Concent to Arbitration, yaitu penyelesaian sengketa investasi yang berlanjut pada proses arbitrasi dibawah Konvensi ICSID. Materi lainnya yang dibahas dalam pelatihan ini adalah Requirements Ratione Personae, Requirements Ratione Materiae, ASEAN Regional Approaches, Procedural Issues, Post-Award Remedies and Procedures dan Binding Force and Enforcement. Selain memperoleh
pemaparan dan melakukan diskusi, dalam pelatihan ini, para peserta juga diberi kesempatan untuk melakukan studi kasus serta bertukar informasi dan pengalaman mengenai masalah mekanisme penyelesaian sengketa investasi di negara masing-masing. Melalui pelatihan ini, Indonesia menunjukkan komitmennya untuk berbagi pengalaman dan memberikan kesempatan kepada negara-negara di kawasan AsiaPasifik dalam upaya meningkatkan pembangunan ekonominya melalui peningkatan investasi yang didukung oleh kepastian mekanisme penyelesaian sengketa investasi. Pelaksanaan pelatihan ini pada dasarnya mampu meningkatkan kerjasama dan jejaring antar negara-negara AsiaPasifik, sebagaimana tujuan soft diplomacy melalui kerjasama teknik.[]
15 AGUSTUS - 14 september 2009
Diplomasi K Berbagai bentuk bantuan dalam kerangka Kerjasama Teknik antar Negara Berkembang (KTNB), yang dimulai sejak tahun 1980 hingga tahun 2009 sekarang ini, telah diberikan oleh Pemerintah RI kepada sekitar 50 negara, yaitu
teknik dalam bentuk pengiriman tenaga ahli dari Indonesia, diberikan kepada 13 negara dengan melibatkan sebanyak 67 orang tenaga ahli. Disamping itu Pemerintah Indonesia juga memberikan bantuan dalam
ARFTC ini senilai US$ 1,4 juta, dan direalisasikan secara bertahap dari tahun 1996-2003. Bantuan tersebut bersumber dari dana Masyarakat Petani Indonesia yang penyalurannya dilakukan melalui Dana Abadi
Dok. KST
Bantuan Indonesia dalam Kerangka Kerjasama Teknik Negara Berkembang
Para petani Gambia saat praktek panen padi di Kuningan, Maret 2008
15 negara di kawasan Afrika, 8 negara di kawasan Pasifik, 3 negara di kawasan Amerika, dan 24 negara di kawasan Asia. Kerjasama Teknik dalam bentuk pelatihan yang diselenggarakan oleh Pemerintah Indonesia dalam kerangka TCDC (Technical Cooperation Among Developing Countries) ini melibatkan sebanyak 973 peserta, sedangkan dalam kerangka bilateral melibatkan sebanyak 68 peserta. Sedangkan kerjasama
15 AGUSTUS - 14 september 2009
bentuk peralatan pertanian kepada 9 negara, yaitu sejumlah 110 unit traktor tangan, 400 buah cangkul, 400 buah sabit, dan 2 unit pompa air bermesin diesel. Pada tahun 1996, Indonesia bekerjasama dengan FAO membangun Pusat Pelatihan Pertanian (Agriculture and Rural Farmers Training Centre/ARFTC) di Jenoi-Gambia yang diperuntukkan bagi negara-negara di wilayah Afrika Barat. Bantuan Pemerintah Indonesia yang diberikan untuk Gambia terkait pembangunan
Petani Indonesia yang disimpan oleh FAO Roma. ARFTC ini telah menyelenggarakan program pelatihan bagi 1.500 petani dari Gambia, Senegal, Mali, Niger, Sierra Leone, Guinea, Bissau dan Guinea Conakry. Pemerintah Indonesia juga telah membantu mendirikan Pusat Pelatihan Pertanian (Farmers Agriculture and Rural Training Centre/FARTC) di Dar Es Salam, Tanzania, yang diperuntukkan bagi pelatihan petani dari negaranegara di wilayah Afrika Timur.
ILA
S
17
Bantuan yang diberikan senilai US$ 155,000 yang direalisasikan dalam bentuk Gedung Serbaguna FAR-TC, pengadaan kendaraan dan motor, serta sarana diklat dan pompa air. Bantuan tersebut, sekarang ini sudah menunjukkan hasil yang positif, yaitu dengan meningkatnya hasil produksi gabah, dari sebelumnya hanya mencapai 3,8 ton/hektar menjadi 6 ton/hektar. Pada bulan April 2007, Menteri Pertanian telah memberikan bantuan berupa 1 unit traktor tangan dan 1 unit pompa air bermesin diesel kepada FAR-TC. Hal ini dimaksudkan sebagai langkah awal untuk membuka pasar alat-alat pertanian Indonesia di wilayah Afrika. Negara-negara yang telah memperoleh fasilitas pelatihan dan magang bidang pertanian di Indonesia adalah : Burkina Faso, Komoro, Kamerun, Ethiopia, Ghana, Guinea, Ivory Coast, Kenya, Mozambique, Nigeria, Senegal, Zimbabwe, Maldives, Marshal Island, Solomon Island, Panama, Peru, Suriname, Afghanistan, Bangladesh, Bhutan, Brunei Darussalam, China, India, Iraq, Liberia, Malaysia, Myanmar, Mongolia, Nepal, Pakistan, Singapore, Korea Selatan, Sri Lanka, Thailand, Turki dan Vietnam. Sedangkan negara-negara yang juga memperoleh fasilitas pengiriman tenaga ahli dari Indonesia selain memperoleh fasilitas pelatihan dan pemagangan bagi para petaninya, adalah : Madagaskar, PNG, Kamboja, dan Mesir. Selain memberikan fasilitas pelatihan bagi para petani luar negeri, dan pengiriman tenaga ahli di bidang pertanian, Pemerintah Indonesia juga memberikan fasilitas bantuan berupa peralatan pertanian dan lain-lain sebagainya. Negara-negara yang memperoleh fasilitas pelatihan, tenaga ahli dan bantuan peralatan pertanian sekaligus adalah : Gambia, Tanzania, Fiji, Vanuatu, Tonga, Samoa Barat, Lao PDR, Sudan, dan Timor Leste.[]
No. 22, Tahun II
Diplomasi
18
K
ILA
S
Kerjasama Teknik Keluarga Berencana :
Program KB Indonesia Menjadi Rujukan Sejak tahun 1970, BKKBN menerima sekitar 150 orang pertahun untuk bertukar pengalaman dan belajar tentang program KB di Indonesia. Oleh karena itu pada tahun 1987, BKKBN membentuk Internasional Training Program untuk memfasilitasi permintaan donor maupun negara berkembang untuk menyelenggarakan pertukaran pengalaman tentang keberhasilan Program KB Indonesia. ITP-BKKBN sendiri mempunyai visi untuk menjadikan ITP-BKKBN sebagai Pusat Pelatihan berkelas dunia (Center of Excellence) dengan misi; Melakukan pertukaran pengalaman berbasis kemitraan dan manfaat bersama; Meningkatkan kerjasama antar negara Selatan-Selatan dan Selatan-Utara; serta Mempromosikan citra positif indonesia di forum internasional. Sejak dibentuk pada tahun 1987, ITP BKKBN menerima sekitar 247 peserta pelatihan setiap tahunnya. Dimana dalam hal ini ITP-BKKBN menerapkan program model pembelajaran melalui pengalaman langsung di lapangan. Untuk pelaksanaan KB di Indonesia sendiri BKKBN menerapkan program ; komposisi 30-70, enter-educate, pelayanan yang berkualitas, serta dapat diaplikasikan. Bentuk program pelatihan yang diselenggarakan oleh ITP-BKKBN terdiri dari tiga macam, yaitu pelatihan yang Scheduled, NonScheduled dan TCDC Program. Dan program-program pelatihan yang telah dilaksanakan oleh ITP-BKKBN antara lain ; Developing A Strategic Partnership with Religious Institution and Leaders in FP/RH Programs, Strategic Communication Program for FP/RH including RTI, HIV/AIDS, Maternal Health and ARH : Developing a
No. 22, Tahun II
Social Communication Network, Developing A Grass-root Based FP/RH Program : A Demand and Supply Perspective, Advocacy of FP/RH Programs for National and Local Decision Makers, From Subsidized to Self-Reliance FP/RH Programs : Developing a Strategic Social Marketing Program, Quality Improvement Program in FP/ RH Services, Youth First, A Multi Sectoral ARH Programs : A Formal
and Non-Formal Educational Approaches, Empowering Women through A Multi-Approaches for Quality Family: A Social, Economic and Cultural Intervention, A Frontline Management Information System in FP/RH Program, Reducing Maternal Mortality Rate (MMR) through Gender Mainstreaming in FP/RH Programs : The Indonesian Case, Strategic Leadership and Management
for FP/RH Programs : A Learning Organization Approach, dan lainlain sebagainya. Untuk mendukung agar program pelatihan dapat dilaksanakan dengan baik, ITPBKKBN menyediakan fasilitator, tenaga ahli, nara sumber dan staf yang berpengalaman dan berkualitas internasional. Disamping itu ITP-BKKBN juga memiliki Guest House standar internasional yang dilengkapi dengan sarana olah raga ; Ruang kelas berbagai ukuran yang dilengkapi dengan sarana audio dan media modern ; Perpustakaan dan laboratorium komputer/ internet. []
Bantuan Teknik Bidang Survey dan Pemetaan Nasional Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal) adalah institusi yang melaksanakan tugas pemerintahan di bidang survey dan pemetaan secara nasional. Dan sejak tahun 1976, Bakosurtanal juga mendapat tugas sebagai implementing agency dalam bidang kerjasama teknik untuk negara-negara berkembang (KTNB). Terkait dengan pelaksanaan program KTNB, materi pelatihan yang diberikan oleh Bakosurtanal antara lain adalah mengenai bidang ; Kartografi; Pemetaan Sumberdaya Alam; Penginderaan Jarak Jauh (PJ); Aplikasi PJ dan SIG (Sistem Informasi Geografis) untuk Pemetaan Penutup Lahan, Pengelolaan Sumberdaya Alam, Pengelolaan Bencana Alam, Kepolisian, Kesehatan, Pertanian dan Telekomunikasi; Penetapan Batas Wilayah; Pemetaan Tata Ruang; Toponimy; GPS dan manfaatnya serta Teknik Membaca Peta. Tidak kurang dari 30 negara yang telah mengikuti pelatihan di Bakosurtanal, antara lain adalah : Malaysia, Thailand, India, Philipina, Brunei Darussalam,
Bangladesh, Mongolia, Sri Lanka, Iran, Nepal, Laos, Kamboja, St. Vincent, Liberia, Vietnam, Afghanistan, Papua New Guinea, Maldives, Pakistan, Fiji, Myanmar, Korea Utara, Vanuatu, Uzbekistan dan Timor Leste. Untuk mendukung pelaksanaan tugas sebagai implementing agency, Bakosurtanal melakukan kerjasama dengan berbagai lembaga dan institusi lain, diantaranya dengan Universitas Gajah Mada (UGM), Institut Teknologi Bandung (ITB), Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG), Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Departemen Kehutanan dan Biotrop. Sebelum tahun 1990, pelatihan yang dilaksankan dalam kerangka KTNB ini diselenggarakan selama satu tahun, yaitu terdiri dari pelatihan bahasa selama 6 bulan dan pelatihan teknis juga selama 6 bulan, dan seluruh pembiayaan pelatihan ini dibebankan kepada Anggaran Setneg RI.Namun sejak tahun 1990 hingga sekarang ini, pelatihan diselenggarakan selama dua bulan dengan menggunakan bahasa Inggris. Dan sebagian
biaya penyelenggaraan pelatihan, seperti misalnya untuk keperluan operasional pelatihan, field work, akomodasi dan honorarium pengajar, ditanggung oleh Bakosurtanal, sedangkan sebagian biaya lainnya tetap ditanggung oleh Setneg RI. Sementara itu khusus untuk international travel, pembiayaannya ditanggung oleh UN ESCAP. Fasilitas pelatihan yang dimiliki oleh Bakosurtanal adalah berupa Laboratorium Penginderaan Jarak Jauh dan Sistem Informasi Geografis dengan kapasitas untuk 40 orang, yang dilengkapi dengan peralatan PC dan SW GIS/RS sejumlah 20 unit. Selain itu Bakosurtanal juga memiliki Laboratorium Alam yang berlokasi di Yogyakarta, Bandung, Serang dan Bogor. Disamping itu Pusdiklat Bakosurtanal didukung oleh 30 orang tenaga pengajar yang handal dan berpengalaman dari jenjang S2 dan S3, Perpustakaan SDA yang dilengkapi dengan fasilitas internet, mess untuk peserta pelatihan dengan kapasitas 40 orang, serta 2 buah bus untuk transportasi peserta pelatihan, masing-masing berkapasitas 22 orang.[]
15 AGUSTUS - 14 september 2009
Diplomasi K
Kunjungan Pimpinan Universitas AS dalam Kerangka Comprehensive Partnership pada tanggal 26 Juli-1 Agustus 2009 Kunjungan Menlu AS Hillary Clinton pada Februari 2009 lalu telah menggulirkan gagasan tentang kemitraan komprehensif (Comprehensive partnership) antara RI dan AS yang dimaksudkan sebagai sarana untuk memperkuat dan memperdalam hubungan bilateral kedua Negara. Bidang-bidang kerjasama yang diprioritaskan dalam kemitraan tersebut antara lain adalah bidang pendidikan, kesehatan, lingkungan hidup, serta penelitian dan teknologi. Presiden SBY menggarisbawahi pentingnya kerjasama di bidang pendidikan dan menghargai kerjasama yang dilakukan dengan pihak AS pada pendidikan dasar (basic education), dan mengharapkan agar kerjasama tersebut dapat ditingkatkan pada jenjang pendidikan tinggi (higher education). Sebagai tindak lanjut dari gagasan kemitraan komprehensif itu, pada bulan April 2009 lalu, KBRI Washington DC menyelenggarakan sebuah roundtable discussion yang melibatkan pihak pemerintah kedua Negara, para akademisi dan berbagai lembaga nonpemerintah. Roundtable discussion ini dimaksudkan sebagai wahana untuk menggali ide dan mengidentifikasi programprogram kongkrit yang dapat dijadikan isi dari kerangka comprehensive partnership tersebut. Dengan menggunakan tolok ukur jumlah exchanges pelajar/mahasiswa, terungkap bahwa tingkat hubungan bidang pendidikan Indonesia-AS relatif masih rendah dibandingkan dengan potensi yang ada. Jumlah mahasiswa Indonesia di AS pada tahun 2008 hanya sekitar 7.700 orang, sedikit lebih banyak
15 AGUSTUS - 14 september 2009
secara absolute dibandingkan jumlah mahasiswa Thailand atau Malaysia. Namun bila dibandingkan dengan populasi mahasiswa masing-masing Negara, persentase mahasiswa Indonesia yang belajar di AS hanya sepertiga dari Thailand dan seperlima dari Malaysia atau sepersepuluh dari China. Sementara jumlah pelajar/ mahasiswa AS yang belajar di Indonesia pada tahun 2007 hanya berkisar 130 orang, meskipun jumlah ini telah meningkat drastis dibanding tahun sebelumnya yang hanya mencapai 57 orang. Fakta lainnya juga menunjukkan bahwa dari sekitar 1.100 orang target beasiswa luar negeri tingkat master dan doctor program Depdiknas tahun 2008, hanya 18 orang yang belajar di AS. Tujuan dari kemitraan komprehensif Indonesia-AS adalah promoting understanding dan meningkatkan mutual respect antara kedua bangsa, antara lain melalui ranah people-to-people contact, oleh karena itu rendahnya tingkat hubungan pendidikan Indonesia-AS merupakan suatu hal yang kurang menguntungkan. Karena pendidikan adalah salah satu bidang yang strategis untuk mencapai tujuan tersebut, terutama dalam jangka panjang. Oleh karena itu, berbagai kendala dan permasalahan dalam peningkatan hubungan pendidikan ini perlu dipecahkan, termasuk permasalahan visa, kemampuan bahasa Inggris dan tingginya biaya pendidikan di AS. Bagi universitas-universitas di AS, upaya peningkatan hubungan bilateral bidang pendidikan ini menjadi daya tarik tersendiri, sejalan dengan agenda internasionalisasi kampus dan layanan jasa pendidikan mereka, serta upaya gencar mereka
membekali global competencies kepada mahasiswa yang antara lain diwujudkan dalam Study Abroad Program mereka. Faktor Presiden Obama, yang dikatakan oleh Menlu AS sebagai “memiliki perhatian yang khusus” terhadap Indonesia, tampaknya juga telah membangkitkan momentum dan antusiasme baru. Kiranya universitas dan perguruan tinggi di Indonesia dapat memanfaatkan momentum dan peluang ini untuk mendukung misi jangka panjang ‘world-class university’ dan program-program peningkatan mutu lainnya dengan menjalin kerjasama bilateral bidang pendidikan yang lebih sistematis, langgeng dan menguntungkan kedua pihak dalam kerangka kemitraan komprehensif. Dalam kaitan ini, ada lima agenda yang kiranya dapat dipertimbangkan untuk dilaksanakan. Pertama, adalah peningkatan jumlah mahasiswa/pelajar AS yang belajar di Indonesia, dimana bagi mahasiswa/pelajar AS, perguruan tinggi yang menawarkan pelajaran seni dan budaya (seperti ISI) serta Bahasa Indonesia dapat menjadi pilihan yang menarik. Kedua, adalah peningkatan jumlah pelajar/mahasiswa Indonesia di AS. Hal ini sejalan dan diharapkan dapat mendukung pelaksanaan program beasiswa master/doctor dari Ditjen Dikti. Para medalists Olimpiade Sains dan Matematika tingkat SMA dapat ditawarkan untuk memperoleh beasiswa/fee waiver tingkat sarjana (undergraduate) di universitas-universitas di AS. Ketiga, adalah pembukaan/ penguatan Indonesian Studies di universitas-universitas AS, yang diharapkan dapat meningkatkan visibilitas Indonesia di AS.
ILA
S
19
Keempat, adalah pembukaan/ penguatan American Studies di universitas-universitas Indonesia. Dan kelima adalah kerjasama penelitian/pengajaran antar perguruan tinggi atau antar staff akademik yang bisa dikemas dalam bentuk faculty/scholarly exchanges, dimana agenda penelitian yang berkisar pada isuisu climate change tampaknya menjadi kecenderungan yang semakin penting bagi kedua Negara. KBRI Washington DC, melalui Atase Pendidikan telah melakukan komunikasi dengan pihak Departement of State (DOS) AS, the Institute of International Education (IIE), USINDO dan East West Center untuk menjajaki tindakan nyata yang dapat ditempuh untuk membantu terwujudnya agenda tersebut. Sebagai langkah awal adalah kunjungan pimpinan beberapa universitas di AS ke Indonesia untuk mengadakan pertemuan dengan para pejabat terkait di Departemen Pendidikan Nasional, dan melakukan site visit ke beberapa kampus perguruan tinggi di Indonesia yang berpotensi dan memiliki komitmen untuk berkolaborasi dengan universitasuniversitas di AS. Kunjungan ini diharapkan dapat mendefinisikan bidang-bidang kerjasama secara lebih spesifik serta mengatur strategi dan langkah-langkah yang diperlukan. Delegasi yang melakukan kunjungan ke Indonesia ini berjumlah 31 orang, terdiri dari 26 orang pimpinan dari 25 universitas, Deputy Assistant Secretary of States, DoS, Presiden USINDO, Presiden dan Direktur East West Center. Kunjungan berlangsung dari tanggal 26 Juli hingga 1 Agustus 2009, dan hasil kunjungan ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada Presiden Obama tentang kerjasama RI-AS di bidang pendidikan sebelum melakukan kunjungan kenegaraan ke Indonesia pada tahun ini.[]
No. 22, Tahun II
Diplomasi S OROTAN
Diplomasi saat ini bukan hanya menjadi tanggungjawab para diplomat secara pribadi, namun menjadi tanggungjawab semua elemen dan unsur-unsur kemasyarakatan. Beberapa sarana potensial untuk melancarkan diplomasi adalah melalui seni dan budaya serta pendidikan. Diplomasi ini masuk kategori soft diplomacy. Direktorat Kelembagaan merupakan salah satu unit eselon II di Direktorat Jenderal (Dirjen) Pendidikan Tinggi Departement Pendidikan Nasional. Hal ini didasarkan atas Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomer 15 Tahun 2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Direktorar Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas). Dalam suatu Kunjungan resminya Menteri Luar Negeri (Menlu) Amerika Serikat (AS) Hillary Diane Rodham Clinton mengungkapkan bahwa jenis diplomasi di era milenium saat ini adalah soft diplomacy. Karena itu tidak mengherankan, jika setiap tahun ribuan mahasiswa asing berbondong-bondong datang ke Negeri Paman Sam tersebut untuk menimbah ilmu atas dukungan beasiswa dari sejumlah elemen kemasyarakat, baik instasi pendidikan, kebudayaan, dan perusahaan. Selaras dengan salah satu visi dan misi Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas), yang dalam beberapa tahun terakhir telah berhasil memberikan beasiswa kepada sejumlah mahasiswa asing yang berasal dari berbagai negara di dunia. Pemberian beasiswa bagi mahasiswa asing tersebut merupakan diplomasi melalui budaya Indonesia . Diplomasi ini tidak hanya akan meningkatkan citra Indonsia di mata bangsabangsa lain, tetapi juga pemberian pemahaman kepada bangsa lain mengenai budaya Indonesia . Sejak 1993 Pemerintah Indonesia telah memberikan beasiswa kepada pelajar negaranegara sahabat melalui Program
No. 22, Tahun II
Gencarkan Soft Diplomacy Melalui Pemberian Beasiswa
Dok. Diplomasi
20
Harris Iskandar, Sesditjen Pendidikan tinggi Depdiknas
Beasiswa Kemitraan Negara Bekerbang (NKB).. Pelaksanaan program ini merupakan bentuk kepedulian Pemerintah Indonesia sebagai salah satu founding father gerakan non-blok dalam upaya memberikan kontibusi pengembangan kualitas sumber daya manusia di negara-negara non-blok. Selain itu, program ini memiliki tujuan untuk meningkatkan kualitas hubungan atarnegara dalam pergaulan internasional. Dengan demikian, ditinjau dari aspek politis program beasiswa KNB merupakan soft diplomacy yang sangat strategis. Pasal 85 dari Permendiknas menyatakan bahwa Direktorat Kelembagaan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan kebijakan, pembinaan, pengembangan, pemberian bimbingan teknis, survesi, dan evaluasi di bidang kelembagaan
perguruan tinggi. Pengelolaan program ini diserahkan kepada Direktorat Kelembagaan Pendidikan Tinggi Departement Pendidikan Nasional pada tahun 2007 setelah sebelumnya dikelola oleh Biro Kerjasama Luar Negeri (BKLN) Sekreatariat Jenderal yang kemudian diserahkan kepada Bagian Tatalaksana dan Kepegawaian pada 2002-2006. Dalam periode 2004-2008 terjadi perkembangan yang cukup signifikan terhadap jumlah penerimaan beasiswa dan negara asal penerima beasiswa. Pada 2004, hanya terdapat enam orang penerima beasiswa, yaitu masingmasing satu orang dari Korea Selatan (Korsel), Malagasi, Papua New Guinea, Sudan, Thailand, dan Vanuatu. Penerima Beasiswa tersebut mengikuti program S2 di beberapa perguruan tinggi yang telah memberikan komitmen untuk menjadi lembaga penerima
mahasiswa dimaksud. Pada 2008, beasiswa telah diberikan kepada 93 orang mahasiswa yang melanjutkan studi di 13 perguruan tinggi yang terdiri dari 10 PTN, dan 3 Perguruan Tinggi Swasta (PTS). PTN yang dimaksud, yaitu Universitas Gadjah Mada (UGM), Institut Teknologi Bandung (ITB), Institut Pertanian Bogor (IPB), Universitas Negeri Yogyakarta, Universita Padjadjaran (UNPAD), Universitas Sebelas Maret (UNS), Institut Teknologi Sepuluh November (ITS), Universitas Airlangga (UNAIR), Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), dan Universitas Negeri Malang (UM). Sedangkan PTS yang dimaksud terdiri dari, Universitas Trisakti, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, dan Universitas Parahyangan Bandung. Univesitas yang menerima KNB terbanyak adalah UGM.[]
15 AGUSTUS - 14 september 2009
Diplomasi K
ILA
S
21
Dok. Diplomasi
Darmasiswa Positif Untuk Meningkatkan Diplomasi, Investasi dan Pariwisata
Medi Arintoko Biro Perencanaan Kerjasama Luar Negeri Depdiknas
Penyelenggaraan program Darmasiswa, yaitu beasiswa yang diperuntukkan bagi para mahasiswa luar negeri untuk belajar mengenai seni dan budaya Indonesia, tentunya mendapatkan pandangan yang sangat positif dari para peserta. Mereka bahkan merasa bahwa waktu yang diberikan untuk belajar sangat kurang dan meminta untuk diperpanjang. Sebagaimana dimaklumi bahwa untuk bisa menguasai suatu jenis tarian atau bahasa dengan baik, tentunya dibutuhkan waktu sedikitnya 1-2 tahun. Apalagi untuk bisa menguasai jenis tarian klasik dari Jawa atau Bali, sehingga para peserta cenderung untuk memperpanjang masa belajarnya. Yang ingin dicapai dari penyelenggaraan program Darmasiswa ini, paling tidak adalah sebagai salah satu sarana promosi bagi Indonesia, baik itu dari sisi bahasa, budaya dan lain-lainnya. Mungkin kita perlu mengembangkan para alumni program Darmasiswa ini agar kita mendapatkan manfaat yang optimal. Sebenarnya kami sangat ingin menggarap para alumni Darmasiswa ini, yang tentunya melalui KBRI-KBRI, sehinngga dengan demikian ada upaya tindak lanjut dari penyelenggaraan program ini. Minimal seperti misalnya mereka diundang atau dimanfaatkan untuk mengisi berbagai macam acara yang diselenggarakan oleh KBRI.
15 AGUSTUS - 14 september 2009
Sebetulnya disini kami membantu Deplu, dimana salah satu unsur diplomasi adalah kebudayaan. Di Belanda, acara promosi dan pemaparan program Darmasiswa itu dilakukan oleh para alumni program Darmasiswa itu sendiri, sehingga dengan demikian ada keberlanjutan. Dan kami yakin bahwa setelah mereka belajar selama satu tahun disini, para peserta program Darmasiswa tersebut akan kembali lagi datang ke Indonesia dengan biaya pribadi, untuk memperdalam apa yang sudah mereka pelajari. Atau paling tidak mereka datang sebagai turis dengan mengajak serta keluarga atau teman-temannya. Bahkan ada juga yang ketika sedang belajar disini, keluarganya juga ikut datang ke Indonesia. Jadi kita melakukan kegiatan yang difokuskan kepada orangnya, tetapi dampaknya bisa ke pariwisata, diplomasi, dan investasi. Kita tidak tahu bahwa kedepannya para peserta Darmasiswa dan KNB (Kerjasama Negara Berkembang) ini akan menjadi apa. Seperti misalnya di Uganda, ternyata para alumni program Darmasiswa dan KNB itu menjadi pejabat tinggi disana. Itu adalah sebagai hasil dari penyelenggaraan program Darmasiswa dan KNB. Hal lain yang juga menguntungkan adalah, meskipun KNB merupakan jenjang pendidikan Master, namun bahasa pengantarnya adalah bahasa Indonesia. Dimana untuk itu mereka secara khusus belajar bahasa Indonesia selama 8 bulan, dan setelah mereka bisa berbahasa Indonesia, baru kemudian belajar program S2 nya. Jadi ada keuntungan bahwa mereka bisa menguasai bahasa Indonesia dengan baik. Banyak juga para alumni KNB ini yang kemudian menjadi Atase Pendidikan atau Diplomat ahli tentang Indonesia. Harapan kita
adalah, ketika mereka menjadi pejabat tinggi, mereka bisa meningkatkan kerjasama antara negaranya dengan Indonesia. Dalam proses perekrutan peserta Darmasiswa dan KNB, kami menerapkan prinsip pemerataan dan proporsional, artinya negara yang mengirimkan calon lebih banyak tentunya juga akan diterima lebih banyak juga. Jadi kalau suatu negara mengirimkan hanya satu orang calon, maka orang tersebut tentunya pasti diterima sepanjang persyaratannya dipenuhi. Kalau misalnya mengirimkan 2 orang calon, maka salah satunya pasti diterima. Polandia biasanya mengirimkan antara 40-50 calon peserta, Hungaria diatas 30 calon, Jepang diatas 15 calon, Thailand 30 calon, sedangkan AS tahun ini mengirimkan sebanyak 50 calon peserta. Namun pada prinsipnya kita memberikan kesempatan yang sama kepada setiap negara. Dan setiap tahun jumlah pesertanya cenderung terus meningkat mulai dari 20, 40, 100, 200 dan seterusnya. Tahun lalu sebenarnya kita menerima 500 lamaran calon peserta, tetapi terkadang pada detik-detik terakhir suka terjadi pembatalan. Disamping itu juga karena faktor anggaran yang terbatas. Jadi sebenarnya tahun lalu kita sudah bisa menerima sebanyak 500 peserta, tetapi tahun ini malah turun menjadi hanya 200 peserta saja. Hal ini disebabkan karena terbatasnya anggaran. Ini tentunya menjadi permasalahan bagi banyak pihak, terutama bagi KBRI-KBRI yang telah mengirimkan calon dalam jumlah yang banyak. Tahun ini jumlah lamaran calon peserta yang masuk sekitar 1.000 lebih, tetapi yang diterima hanya 200 peserta saja. Memang benar bahwa dari sisi anggaran sebetulnya Diknas mengalami peningkatan, akan
tetapi peningkatan anggaran itu tidak dialokasikan untuk program-program di pusat seperti ini. Kami lebih memprioritaskan peningkatan anggaran itu untuk program BOS, peningkatan kesejahteraan guru dan sebagainya. Namun kami tetap berharap bahwa jumlah peserta program Darmasiswa dan KNB ini dapat terus kita tingkatkan secara bertahap, minimal 50 peserta setiap tahunnya. Tetapi tentunya itu tergantung dari anggaran yang tersedia. Dalam hal penerimaan calon peserta, kami juga tidak membatasi untuk kawasan tertentu, semuanya akan kami tawarkan. Terkadang memang ada negara yang belum kami tawari, tetapi berkas lamarannya sudah masuk. Prinsipnya adalah sepanjang mereka mendapat rekomendasi dari KBRI, lamaran calon peserta itu akan kami proses. Sebetulnya kami juga sudah menerapkan on line system, dimana para calon peserta bisa mendaftar melalui web kami, baik untuk program Darmasiswa ataupun KNB, sepanjang ada rekomendasi dari KBRI, karena ini menyangkut kepentingan kerjasama bilateral dan lainlainnya. Setiap tahun memang ada penambahan negara peserta berdasarkan usulan dari KBRI, dimana sebelum melakukan penawaran kami melakukan koordinasi lebih dulu dengan Direktorat Diplomasi Publik Deplu, Sekretariat Negara dan lainlainnya. Ada tidak kepentingankepentingan yang akan dicapai baik dari Darmasiswa ataupun KNB, karena ini tidak terlepas dari kepentingan diplomasi dan politik. Kira-kira negara mana yang sudah tidak perlu lagi diberikan fasilitas ini, mana yang masih perlu diteruskan, dan mana yang perlu ditambah.[]
No. 22, Tahun II
Diplomasi
22
S OROTAN
Ir. Farid Hasan Baktir
Dok. Diplomasi
Kepala Biro Kerjasama Luar Negeri, Deptan
Fokus utama kerjasama luar negeri Departemen Pertanian adalah untuk menjalin kerjasama bilateral dibidang pertanian dengan negaranegara lain. Juga kerjasama regional seperti ASEAN, APEC, ESCAP dan lain sebagainya, serta kerjasama multilateral yang kita bangun bersama-sama dengan organisasiorganisasi multilateral. Kemudian juga dengan PBB, khususnya FAO, WFP, IFAD (International Fund for Agriculture Development) termasuk dengan CFC (Common Fund for Commodity) dan lembaga sumber-sumber pendanaan internasional. Jadi kita berusaha memanfaatkan secara optimal kerjasama yang saling menguntungkan dalam kerangka bilateral, regional ataupun multilateral agar bisa saling melengkapi antara kekurangan dan kelebihan yang ada dan saling berbagi. Baik itu dibidang penelitian, ataupun pertukaran tenaga ahli. Disamping itu sekaligus kita melakukan promosi perdagangan produk dan industri pertanian, itulah yang ingin kita capai. Kerjasama di bidang capacity building dan pertukaran tenaga ahli dengan negara-negara maju, kita lakukan untuk kepentingan membantu kita didalam pengembangan bidang-bidang tertentu. Di sisi lain kita juga bisa membantu negara-negara lain di beberapa hal yang menjadi kelebihan kita. Apalagi memang kita memiliki tenaga ahli yang
No. 22, Tahun II
Kerjasama Luar Negeri Departemen Pertanian cukup banyak dan sudah mendapat pengakuan dari lembaga-lembaga internasional dan negara-negara lain di dunia mengenai keberhasilan dan kemajuan kita dibidang pertanian. Sehingga dengan demikian mereka mengharapkan Indonesia menjadi bagian kerjasama tersebut. Kita juga bisa mengirimkan tenaga ahli, namun karena keterbatasan dana, maka kita mengharapkan adanya phak ketiga yang bisa membantu menyediakan dana untuk pemberangkatan, akomodasi dan lain-lain sebagainya selama mereka memberikan alih pengetahuan, pelatihan dan sebagainya. Di luar itu, kita juga mengharapkan agar proudukproduk kita bisa berkembang dan meningkat kualitasnya, terutama untuk komoditi yang berpotensi sebagai produk ekspor dimasa mendatang. Di bidang perkebunan misalnya, untuk sawit kita berharap bisa melakukan transfer genetik dari beberapa negara di Asia dan Arika karena mereka memiliki sumberdaya genetik sawit yang murni (galur murni). Sementara dari negara maju, seperti Jepang misalnya, kita berharap bisa mentransfer kelebihan Jepang dalam penanganan pasca panen yang baik, shape treatment untuk beberapa hama seperti lalat dan lain sebagainya. Sebab produk yang ingin masuk ke pasar Jepang harus memenuhi syarat dan ketentuan tersebut. Demikian juga dengan kakao di AS, mereka menginginkan kualitas yang bagus dengan standar-standar tertentu. Kita mengharapkan bantuan dari mereka agar bisa memenuhi apa yang mereka inginkan, apalagi sebetulnya kita mampu untuk memenuhi itu. Untuk bidang peternakan, kita harap Australia bisa membantu didalam pengembangan bibit unggul, breeding yang menghasilkan suatu hybrid yang unggul dan dapat beradaptasi dengan iklim di Indonesia. Demikian juga dengan New Zealand, Brazil, Paraguay dan
Uruguay sebagai negara yang sudah maju dalam bidang peternakan. Dengan Belanda kita mendapatkan keterampilan penanganan produk-produk pertanian, mulai dari produksi sampai ke hilir. Dimana kita menerapkan good agriculture practices dan juga good management practices dengan menggunakan residu-residu yang sudah ditetapkan batasanbatasannya. Itulah yang kita coba dapatkan dari mereka. Sedangkan kita memberikan kepada negara-negara berkembang, khususnya dalam kerangka kerjasama Selatan-Selatan. Itu adalah komitmen kita untuk membantu negara berkembang dalam rangka SSTC. Pelatihan yang kita lakukan sejak 1980-2009 ini, kurang lebih sudah 50 negara dari Asia, Afrika, Pasifik dan Amerika yang kita bantu. Keberhasilan kita didalam menghadapi masalah pangan, produksi yang meningkat dan kualitas yang baik, telah menjadikan negara-negara lain berharap agar kita bisa membantu mereka, terutama kelebihan kita didalam penanganan beras dan juga breeding. Karena itu kita membantu meningkatkan kemampuan mereka untuk bisa menghasilkan padi yang produktifitasnya tinggi. Selain itu kita juga memberikan bantuan berupa benih dan peralatan pertanian kepada beberapa negara, dimana dalam hal ini kita juga melakukan promosi. Jadi kita memberikan bantuan sekaligus memasarkan produk pertanian kita. Dengan begitu kita berharap bisa mendorong sektor swasta untuk ikut berinvestasi memasarkan produknya baik dalam bentuk produk dan peralatan pertanian, maupun benih. Apa yang kita dapatkan secara positif dari luar, adalah menerapkan persyaratan ekspor ke Indonesia, tetapi kedepan kita berharap untuk tidak melakukan itu lagi. Beberapa negara sudah memenuhi persyaratan kita untuk bisa ekspor
kesini, mereka terbuka dengan persyaratan yang harus dipenuhi, seperti karantina dan sebagainya. Dengan begitu kita mencoba mengurangi ketergantungan dengan negara-negara yang selama ini dominan terhadap pasar kita. Sehingga dengan demikian harga produk yang masuk menjadi sangat kompetitif, dan konsumen diuntungkan. Misalnya seperti gandum, sebelumnya didominasi oleh Australia, tetapi sekarang sudah beberapa negara yang memenuhi ketentuan kita. Manfaat yang kita dapatkan dan rasakan dari kerjasama ini adalah misalnya dengan Jepang, dimana banyak sekali petanipetani kita yang magang disana. Dan ketika mereka kembali dalam jumlah yang cukup besar, mereka kemudian mendalami ilmu yang diperoleh untuk usaha-usaha yang sangat cepat running businessnya, terutama bidang holtikultura. Usaha mereka ternyata berkembang dengan pesat dan sukses, dimana mereka memiliki perkumpulan, terutama di Jawa Barat. Kita juga mengharapkan adanya investasi dan terbukanya pasar bagi produk pertanian kita dengan memenuhi ketentuan yang sudah ada. Sekarang ini kita sudah bisa memasukkan salak dan mangis ke China. Banyak produk holtikultura kita yang masuk ke Singapura, Malaysia dan Brunei. Untuk Timor Leste kita ekspor benih, dan untuk negara-negara Pasifik ada permintaan penambahan peralatan pertanian. Kita harapkan demikian juga halnya dengan Myanmar, Kamboja, Laos dan lain-lainnya dalam hal benih, bibit unggul atau peralatan pertanian. Jadi disini memang diperlukan kejelian didalam melakukan kerjasama yang saling menguntungkan, dimana kita harus benar-benar mendalami kemampuan pertanian suatu negara. Apa kelebihan-kelebihan mereka, itu yang kita adopsi, dimana dalam hal gandum ini kita bekerjasama dengan India dan Australia. Jadi tidak semata-mata hanya satu jenis produk pertanian yang identik dengan suatu negara, tetapi produk dari suatu wilayah yang banyak kesamaannya atau mendekati iklim di Indonesia.[]
15 AGUSTUS - 14 september 2009
Diplomasi O
P
INI
23
Lima Puluh Negara Telah Melakukan Kerjasama Teknik Pertanian dengan Indonesia
Dok. KST
Pelaksanaan Kerjasama Teknis antar Negara Berkembang (KTNB) di bidang pelatihan pertanian didasarkan oleh hasil Konferensi Internasional pada tahun 1978 di Buenos Aires, Argentina. Pembahasan lebih mendalam mengenai KTNB kemudian dilanjutkan melalui Pertemuan Tingkat Tinggi dan berbagai pertemuan internasional lainnya, termasuk berbagai resolusi dan Deklarasi Majelis Umum PBB tentang KTNB yang merupakan kesepakatan dan keputusan formal bangsa-bangsa di dunia. Untuk itu maka Pemerintah RI kemudian membentuk Tim Pengarah KTNB yang terdiri dari unsur-unsur Departemen Luar Negeri, Departemen Keuangan, Bappenas dan Sekretariat Kabinet RI. KTNB Bidang Pertanian ini kemudian dirintis pelaksanaannya melalui penawaran program pelatihan pertanian kepada negara-negara berkembang lainnya. Dari segi pembiayaan, pelaksanaan program KTNB ini mempunyai beberapa bentuk
15 AGUSTUS - 14 september 2009
pembiayaan. Pertama adalah sebagian besar biaya pelaksanaan program KTNB ini ditanggung oleh Pemerintah Indonesia, yaitu dari anggaran APBN berupa DIP KTNB yang dikelola oleh Proyek KTNB Sekretariat Negara, dan sebagian lainnya diperoleh dari dana yang dialokasikan oleh UNDP-IFF. Bentuk yang ke-dua, pembiayaan program KTNB ini ditanggung bersama antara Pemerintah Indonesia dengan negara maju tertentu, misalnya Jepang. Bentuk yang ke-tiga, pembiayaan program KTNB ini ditanggung sepenuhnya oleh negara tertentu, seperti misalnya Belanda, dimana dalam hal ini Pemerintah Indonesia hanya menyediakan fasilitas pelatihannya saja. Bentuk yang ke-empat, pembiayaan program KTNB ini ditanggung bersama antara Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah negara peserta atas dasar persetujuan. Yaitu seperti ketika Indonesia mengirim tenaga ahli pertanian ke Tanzania dengan menggunakan dana DIP
KTNB dan UNDP-IFF, sedangkan untuk biaya transportasi lokal ditanggung oleh Pemerintah Tanzania. Bentuk yang kelima, pembiayaan program KTNB ini ditanggung sepenuhnya oleh negara maju atau organisasi internasional tertentu seperti FAO, WHO dan sebagainya, dimana dalam hal ini Pemerintah Indonesia hanya menyediakan fasilitas diklatnya saja. KTNB Bidang Pertanian ini dilakukan dalam bentuk kerjasama bilateral dan multilateral dan ditujukan untuk meningkatkan kemampuan dan pengetahuan bagi para petugas pertanian dari negaranegara berkembang. Program KTNB Bidang Pertanian yang dilaksanakan meliputi; pelatihan teknik budidaya komoditi pertanian, perikanan, peternakan, dan perkebunan; manajemen usaha tani; penyuluhan pertanian; pengendalian hama terpadu; irrigasi; perencanaan pembangunan pertanian, dan lain sebagainya. Jumlah peserta program KTNB Bidang Pertanian, sejak dimulai pada tahun 1980 sampai dengan tahun 2008 telah mencapai sekitar 1.630 orang yang berasal dari sekitar 70 negara di kawasan Asia (termasuk Asia Timur), Afrika, Pasifik, dan Amerika Latin. Program KTNB Bidang Pertanian yang telah dilaksanakan berjumlah sekitar 35 kegiatan yang meliputi kegiatan pelatihan dan workshop. Khusus untuk pelaksanaan
program KTNB Bidang Pertanian yang memperoleh bantuan pembiayaan dari Pemerintah Jepang melalui Japan International Cooperation Agency (JICA), pesertanya hanya berasal dari negara-negara di kawasan Asia dan Pasifik saja. Negara-negara yang telah menjadi peserta program KTNB Bidang Pertanian di Indonesia, antara lain adalah; Bangladesh, Bhutan, Brunei Darussalam, Burkina Faso, China, Comoro, Cameroon, Cambodia, Ethiopia, Fiji, Gambia, Ghana, Ivory Coast, India, Iraq, Kenya, Korea Selatan, Lao PDR, Liberia, Madagaskar, Malaysia, Maldives, Marshal Island, Mesir, Myanmar, Mongolia, Mozambique, Nepal, Nigeria, Pakistan, Panama, Peru, Phillipina, Papua New Guinea, Samoa Barat, Senegal, Singapore, Solomon Island, Sri Lanka, Sudan, Suriname, Tanzania, Thailand, Timor Leste, Tonga, Turki, Uganda, Vietnam, Zambia, Zimbabwe, dan lain-lainnya. Pelaksanaan program KTNB Bidang Pertanian dilakukan tersebar di beberapa propinsi di Indonesia, yaitu di Balai Besar Diklat Agribisnis (BBDA) Perkebunan Teknologi Lahan Rawa di Jambi, BBDA Peternakan dan Kesehatan Hewan di Cinagara-Bogor, BBDA Holtikultura di Lembang-Bandung, BBDA Tanaman Pangan dan Tanaman Obat di Ketindan-Lawang, BBDA Persusuan dan Teknologi Hasil Ternak di Batu-Malang, BBDA Perkebunan dan Teknologi Pasang Surut di Binuang-Banjarmasin, BBDA Ternak Potong dan Teknologi Lahan Kering di Kupang, Pusat Manajemen Pengembangan SDM Pertanian di Ciawi-Bogor, dan Balai Besar Diklat Mekanisasi Pertanian di Batangkaluku-Makasar.[]
No. 22, Tahun II
Diplomasi No. 22 Tahun II, Tgl. 15 Agustus - 14 September 2009
http://www.diplomasionline.net
TABLOID
Media Komunikasi dan Interaksi
Deplu Selenggarakan Pelatihan Internasional tentang Energi Terbarukan Direktorat Kerjasama Teknik, Departemen Luar Negeri, menyelenggarakan “International Training Workshop on Development of Renewable Energy: Its Role In Rural SocioEconomic Development” di Bandung, pada 2-8 Juni 2009. ” di Bandung, pada 2-8 Juni 2009. Pelatihan ini merupakan pelatihan tentang energi terbarukan yang ketiga yang dilakukan oleh Direktorat Kerjasama Teknik sejak tahun 2007. Pelatihan diikuti oleh 18 peserta dari negara-negara di kawasan Asia, Pasifik dan Afrika yakni Cambodia, Fiji, India, Laos, Myanmar, Nepal, Papua New Guinea, Sri Lanka, Tanzania, Timor Leste, Vietnam dan Indonesia. Peneliti, akademisi dan pejabat pemerintah yang kesehariannya menangani pengembangan energi terbarukan merupakan profesiprofesi dari para peserta workshop ini. Pada pembukaan pelatihan, Selasa (02/06), Acting Direktur Jenderal Informasi dan Diplomasi Publik, Soehardjono Sastromihardjo, menyampaikan pentingnya energi terbarukan
terutama energi mikro hidro dalam menghadapi ancaman pemanasan global dewasa ini. Pengembangan energi mikro hidro di Indonesia yang melibatkan masyarakat secara aktif juga dapat meningkatkan pembangunan sosial dan ekonomi daerah pedesaan. Pengalaman Indonesia dalam pengembangan mikro hidro diharapkan dapat bermanfaat bagi negara-negara berkembang lainnya. Soehardjono Sastromihardjo lebih lanjut menyampaikan harapannya agar pelatihan ini dapat mempererat hubungan Indonesia dengan negara-negara Asia, Pasifik dan Afrika dan meningkatkan citra positif Indonesia di kalangan dunia internasional, ujarnya. Dalam kesempatan yang sama, Direktur Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, menyampaikan bahwa sejak disahkannya UndangUndang mengenai energi tahun 2007, Indonesia telah melakukan pembangunan di bidang energi terbarukan untuk meningkatkan suplai energi nasional. Dalam
Dok. KST
Peserta Pelatihan International Micro Hydro Energy berfoto bersama Dir. KST, Dir. Infomed, Dir. Energy Baru Terbarukan dan Dir. IBEKA di Bandung, 2-7 Juni 2009
hal ini, Indonesia juga telah melakukan berbagai program kerjasama dengan negara dan organisasi internasional. Narasumber dalam pelatihan ini adalah tenaga ahli dari Institut Bisnis dan Ekonomi Kerakyatan (IBEKA) yang telah berpengalaman dalam mengembangkan proyekproyek pembangkit listrik tenaga mikro hidro di Indonesia. Pelatihan
DIRGAHAYU HUT RI & HUT DEPARTEMEN LUAR NEGERI keTabloid Diplomasi dapat diakses melalui:
http://www.deplu.go.id
Bagi Anda yang berminat menyampaikan tulisan, opini, saran dan kritik silahkan kirim ke:
[email protected]
ini terdiri dari kegiatan kelas maupun kunjungan lapangan antara lain ke Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro Cinta Mekar (PLTMH) di Subang, bengkel perangkat pembuatan turbin dan Pusat Pengendali PLTMH Jarak Jauh. Selain itu peserta juga akan mengunjungi Museum Asia Afrika dan Saung Angklung Udjo. (Sumber: Dit. Kerjasama Teknik)
64
Direktorat Diplomasi Publik Jalan Taman Pejambon No. 6 Jakarta 10110 Telepon : 021-3813480 Faksimili : 021-3513094