II, Tgl.- 14 15 Juli - 14 Agustus No. 48 TahunNo. IV, 21, Tgl. Tahun 15 Oktober Nopember 2011 2009
Diplomasi TABLOID
Media Komunikasi dan www.tabloiddiplomasi.org Interaksi
Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia
Menlu RI :
Memperkuat Mengenang Seratus Tahun Mohammad Roem Multilateralisme Untuk Kontribusi Islam MengatasiDan Tantangan Global Demokrasi Dalam Membangun Indonesia Da’i Bachtiar :
Menyelesaikan Persoalan TKI di Malaysia Dengan Kepala Dingin
Diplomasi Perbatasan
Kebudayaan, Fondasi Untuk Memperkuat Hubungan RI - Suriname
Nia Zulkarnaen :
“KING”
Film Bertema Bulutangkis Pertama di Dunia 771978 917386
ISSN 1978-9173
Email:
[email protected]
9
771978 917386 9
www.tabloiddiplomasi.org
ISSN 1978-9173
Email:
[email protected] Email:
[email protected]
Festival Kuliner
ASEAN Departemen Luar Negeri Republik Indonesia
Diplomasi TABLOID
Media Komunikasi dan Interaksi
Daftar Isi >4
Fokus utama
Memperkuat Multilateralisme Untuk Mengatasi Tantangan Global
>6
Fokus
Wilayah Perbatasan NKRI
>7
Fokus Diperlukan Strategi Nasional Untuk Pengembangan Kawasan Perbatasan
>8
Fokus Mempercepat Pertumbuhan Ekonomi Kawasan Perbatasan
>9 >
> 12
bingkai
> 13
bingkai
> 19
lensa
> 20
sosok
> 22
kilas
Fokus Strategi Pembangunan Kawasan Perbatasan
10
Fokus Mengembangkan Kawasan Perbatasan Dengan Pendekatan Kesejahteraan
> 11
Festival Kuliner
Peringatan Hari Batik Nasional Kedua
Pasca Reformasi, Image Indonesia Di Mata Dunia Semakin Baik
Rachmat Budiman Diplomat Pengemar Seni Dan Olah Raga
Seminar Nasional Competitive Advantage I : “Peningkatan Daya Saing Daerah Dalam Menghadapi Pasar Tunggal ASEAN 2015”
fokus Pengembangan Konsep Kota Mandiri Perbatasan Sesuai Potensi Kawasan
Membekali Diplomat Dengan Pengetahuan Intelijen
22
K
I
L
A
S
Diplomasi
Teras Diplomasi
Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) memiliki perbatasan dengan beberapa negara. Dalam konteks kontinen NKRI berbatasan dengan tiga negara (Malaysia, PNG, Timor Leste), sedangkan dalam konteks maritim berbatasan dengan sepuluh negara (India, Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, Filipina, Palau, Australia, Timor Leste dan PNG). Kawasan perbatasan kontinen tersebar di tiga pulau, empat propinsi dan 15 kabupaten/kota yang masing-masing wilayah memiliki karakteristik kawasan perbatasan berbeda-beda. Demikian pula negara tetangga yang berbatasan dengan NKRI, memiliki karakteristik sosial, ekonomi, politik dan budaya yang berbeda. Kawasan-kawasan perbatasan maritim NKRI umumnya berupa pulau-pulau terluar yang berjumlah 92 pulau, dan beberapa di antaranya adalah pulau-pulau kecil yang hingga kini masih perlu ditata dan dikelola lebih intensif. Beberapa faktor seperti kondisi geografis, rendahnya kualitas SDM, dan terbatasnya infrastruktur, telah menyebabkan kawasan perbatasan yang memiliki potensi sumber daya alam cukup besar namun menjadi daerah tertinggal. Mengingat pentingnya kawasan perbatasan sebagai beranda negara, maka kebijakan pembangunan dalam RPJM 2010-2014 di arahkan untuk memantapkan penataan kembali NKRI, meningkatkan kualitas SDM, membangun kemampuan iptek, dan memperkuat daya saing perekonomian. Untuk daerah tertinggal hal tersebut dilakukan dalam bentuk percepatan pembangunan daerah tertinggal dengan meningkatkan pengembangan perekonomian daerah dan kualitas sumber daya manusia yang didukung oleh kelembagaan dan ketersediaan infrastruktur perekonomian dan pelayanan dasar. Tercatat bahwa 27 Kabupaten/Kota di wilayah perbatasan masih terkebelakang, meliputi sarana dan prasarana fisik yang belum memadai, kesejahteraan masyarakatnya yang masih jauh dibawah standar serta ekonomi yang nyaris stagnan, sehingga menyebabkan wilayah perbatasan umumnya terisolasi. Dalam rangka nasionalisme dan pemerataan pembangunan serta menjaga keutuhan dan integritas bangsa, percepatan pembangunan di kawasan perbatasan tidak bisa ditawar dan perlu direalisasikan secara sungguhsungguh dan terprogram. Untuk itu diperlukan kerjasama yang harmonis segenap jajaran baik pemerintah dan masyarakat serta pengusaha untuk menjadikan wilayah perbatasan menjadi beranda depan negara. Kawasan perbatasan memiliki sisi historis dari perkembangan batas wilayah NKRI sedangkan pengelolaan pembangunan kawasan perbatasan memiliki lima aspek penting, yaitu aspek strategis, sosio-kultural, sosio-ekonomis, koordinasi dan geografis. Terkait hal ini Indonesia memiliki 11 prioritas nasional dalam RPJM Nasional 2010-2014 dan merumuskan lima langkah strategis pembangunan perbatasan, yaitu: Kebijakan
fiskal bagi daerah-daerah perbatasan, Peningkatan kualitas sumber daya manusia, Tata kelola sumber daya alam, Harmonisasi dan sinkronisasi kebijakan Pusat dan Daerah (termasuk antara provinsi dan kabupaten serta antar kabupaten), dan kerjasama stakeholders. Pada Sidang Majelis Umum PBB Ke-66 tanggal 26 September 2011, Indonesia menekankan bahwa seyogyanya harus dapat dipastikan bahwa semua negara dapat maju ke depan sebagai bangsa-bangsa secara bersama (PBB) - dalam mengatasi dan mengantisipasi berbagai tantangan ke depan - dalam mentransformasi tantangan menjadi peluang. Kesempatan bagi bangsa-bangsa untuk menjalin kemitraan yang saling menguntungkan, yang dilandasi oleh prinsip-prinsip Piagam PBB. Kesempatan untuk mendorong tata kelola hubungan internasional yang baru: hubungan yang mengedepankan semangat kemitraan yang mengedepankan upaya saling menjembatani, dan negara-negara yang secara agresif mendorong berbagai upaya perdamaian dan pembangunan. Kemitraan Global merupakan kunci utama untuk mengatasi tantangan pembangungan dan mencapai tujuan–tujuan pembangunan Milenium. Indonesia menggarisbawahi dua butir dasar dalam kaitan ini, yaitu perlunya memperkuat multilateralisme untuk mengatasi tantangan global yang baru dan yang akan muncul, dan untuk mengidentifikasi kesempatankesempatan baru melalui reformasi PBB. Reformasi merupakan kunci dan satu-satunya jalan untuk membuat PBB tetap relevan, dan satu-satunya jalan untuk dapat memastikan multilateralisme akan berkembang. Melalui reformasi PBB dapat dipastikan bahwa proses pengambilan keputusan menjadi lebih efektif, transparan dan inklusif. Kerjasama dan kemitraan antara PBB dan Organisasi Regional merupakan kunci untuk mengatasi tantangan global saat ini. Untuk itu perlu adanya sinergi antara upaya global dan regional berupa peran mediasi dalam penyelesaian sengketa dan pemecahan konflik secara damai. Sementara itu untuk meningkatkan people-to-people contact diantara negara-negara anggota ASEAN Plus dan sebagai salah satu upaya Indonesia untuk mewujudkan people-oriented dan people-centered ASEAN dalam pembentukan ASEAN Community 2015,Indonesia menggelar “ASEAN Plus Culinary Festival 2011” di Jakarta. Festival diharapkan dapat meningkatkan ASEAN awareness, khususnya pada masyarakat Indonesia, dan menjadi agenda baru pertukaran budaya. Terkait penetapan UNESCO terhadap batik Indonesia sebagai Masterpiece of the Oral and Intangible Heritage of Humanity, pemerintah Indonesia menetapkan tanggal 2 Oktober sebagai ‘Hari Batik Nasional’. Bagi Indonesia, Batik memiliki aspek diplomasi dan hubungan internasional. Karena sekalipun di banyak negara batik juga ada, tetapi batik Indonesia betul-betul khas dan indah, sehingga bangsa-bangsa lain di dunia pasti ingat Indonesia ketika melihat batik, karena batik identik dengan Indonesia.[]
Diplomasi TABLOID
Media Komunikasi dan Interaksi
Pelindung Direktur Jenderal Informasi dan Diplomasi Publik Pengarah Direktur Diplomasi Publik penanggung jawab/Pemimpin Umum Firdaus, SE. MH Pemimpin Redaksi Khariri Ma’mun Redaktur Pelaksana Cahyono dewan redaksi Fransiska Monika Sitompul Isak Barry Kafiar Dila Trianti Staf Redaksi Saiful Amin Arif Hidayat M. Fauzi Nirwansyah Dian harja Irana Tata Letak dan Artistik Tsabit Latief Distribusi Mardhiana S.D. Suradi Sutarno Harapan Silitonga Kontributor M. Dihar Staf Diplomasi Publik Alamat Redaksi Direktorat Diplomasi Publik, Lt. 12 Kementerian Luar Negeri RI Jl. Taman Pejambon No.6 Jakarta Pusat Telp. 021-68663162, Fax : 021-86860256, Tabloid Diplomasi dapat didownload di http://www.tabloiddiplomasi.org Email :
[email protected] Diterbitkan oleh Direktorat Diplomasi Publik Kementerian Luar Negeri R.I Sumber Gambar Cover : Dok. Google
Bagi anda yang ingin mengirim tulisan atau menyampaikan tanggapan, informasi, kritik dan saran, silahkan kirim email:
[email protected] Wartawan Tabloid Diplomasi tidak diperkenankan menerima dana atau meminta imbalan dalam bentuk apapun dari narasumber, wartawan Tabloid Diplomasi dilengkapi kartu pengenal atau surat keterangan tugas. Apabila ada pihak mencurigakan sehubungan dengan aktivitas kewartawanan Tabloid Diplomasi, segera hubungi redaksi.
Diplomasi FOKUS UTAMA
”Dukungan Indonesia terhadap kehendak dan hak-hak rakyat Palestina untuk hidup secara bebas, damai, adil dan bermartabat di tanah air mereka, telah berlangsung cukup lama dan tidak akan berhenti. ”
Dok. Kemlu RI
4
Dr. RM. Marty M. Natalegawa Menlu RI
Memperkuat Multilateralisme Untuk Mengatasi Tantangan Global Dunia kita terus dihadapkan pada berbagai tantangan, yaitu: dari ketegangan politik dan militer serta berbagai konflik – maupun ancaman dari senjata nuklir; dari ancamanancaman seperti tindakan perompakan dan terorisme; dari krisis keuangan dan ekonomi, dan dari kondisi yang terburuk dan paling mendasar, di berbagai penjuru dunia yaitu kemiskinan dan kelaparan yang sangat parah; dari ancaman kerusakan lingkungan hidup dan bencana alam, dari ancaman ketahanan pangan; dan energi; dari intoleransi dan diskriminasi, dan rezim-rezim otoriter yang melakukan penindasan terhadap keinginan demokrasi dan penghormatan terhadap hak asasi manusia. Seyogyanya, kita seharusnya dapat memastikan bahwa semua negara dapat maju ke depan sebagai bangsa-bangsa secara bersama (PBB)
No. 48 Tahun IV
- dalam mengatasi dan mengantisipasi berbagai tantangan ke depan - dalam mentransformasi tantangan menjadi peluang. Kesempatan bagi bangsa-bangsa untuk menjalin kemitraan yang saling menguntungkan, yang dilandasi oleh prinsip-prinsip Piagam PBB. Kesempatan untuk mendorong tata kelola hubungan internasional yang baru: hubungan yang mengedepankan semangat kemitraan daripada konfrontasi; dan hubungan yang mengedepankan upaya saling menjembatani, daripada mengedepankan jurang perbedaan. Negara-negara yang secara agresif mendorong berbagai upaya perdamaian dan pembangunan. Perdamaian Timur Tengah Upaya mendorong perdamaian dan pembangungan di kawasan Timur-
Tengah, kiranya langkah pertama dan yang utama harus dilakukan adalah mengkoreksi ketidakadilan sejarah yang telah dibiarkan berlangsung lama terhadap rakyat Palestina. Dukungan Indonesia terhadap kehendak dan hak-hak rakyat Palestinauntuk hidup secara bebas, damai, adil dan bermartabat di tanah air mereka, telah berlangsung cukup lama dan tidak akan pernah berhenti. Tentunya, Indonesia sangat mendukung keinginan Palestina untuk menjadi negara Anggota penuh PBB. Keanggotaan tersebut kiranya konsisten dengan visi solusi dua negara – yaitu suatu solusi damai, adil dan komprehensif di Timur-Tengah. Sungguh, fokus perhatian tinggi dunia terhadap isu Palestina saat ini, seharusnya disalurkan melalui cara yang konstruktif, menuju pencapaian kemitraan yang inklusif diantara negara
PBB – langkah yang menghasilkan pemenuhan tanggung jawab sejarah yang dibebankan kepada PBB. Penolakan atas hak mendasar rakyat Palestina selama ini, menjadi semakin terlihat, dan hal ini bertolak belakang dengan transformasi demokrasi yang diharapkan di kawasan Afrika Utara dan Timur-Tengah. Sebagaimana halnya negara – negara lain, Indonesia sangat prihatin atas kerugian yang dialami dan jatuhnya korban dari kalangan rakyat sipil yang tidak bersalah. Pertumpahan darah dan penggunaan kekerasan harus segera dihentikan. Oleh karena itu, pada akhirnya, suatu solusi politik harus dicapai. Hal ini berarti bahwa kondisi yang kondusif bagi rakyat untuk menentukan masa depan dan nasibnya sendiri harus didorong. Seperti untuk Libya, Indonesia
15 OKTOBER - 14 NOPEMBER 2011
Diplomasi FOKUS UTAMA mendukung Dewan Nasional Transisi dalam upayanya untuk mendorong terciptanya suatu transisi demokratis dan damai. Dalam satu atau lebih dekade sebelumnya, Indonesia, juga telah mengalami suatu proses perubahan demokratis yang bergejolak. Saat ini, sebagai negara demokrasi terbesar ketiga, Indonesia telah meraih manfaat dari perubahan demoktratis tersebut. Untuk itulah, kami meyakini bahwa pembangunan politik, demokratisasi, harus menjadi prioritas agenda kita. Yang memungkinan negaranegara untuk berbagi pelajaran dan pengalaman dalam perjalanan unik mereka menuju demokratisasi. Untuk itulah, Indonesia mengambil inisiatif meluncurkan Bali Demokrasi Forum, sebagai satu-satunya fórum antar-pemerintah untuk berbagi pengalaman, dan kerja sama, untuk pembangunan politik di Asia. Sebuah forum kemitraan yang mendorong demokrasi. Kemitraan Global Kemitraan Global merupakan kunci utama untuk mengatasi tantangan pembangungan. Untuk mencapai tujuan–tujuan pembangunan Milenium. Untuk mencegah munculnya kembali kelaparan sebagaimana yang saat ini kita saksikan di kawasan Tanduk Afrika. Kita harus secara bersamasama bertindak secara terfokus dan berkelanjutan untuk memastikan ketahanan pangan bagi pihak yang paling rentan. Hal Ini berarti peningkatan investasi di sektor pertanian, riset dan pembangunan dan peningkatan produksi serta produktivitas. Upaya mewujudkan Ketahanan Pangan mensyaratkan kita untuk mengatasi permasalahan perubahan iklim. Komunitas internasional wajib menghasilkan komitmen politis untuk menghasilkan momentum dalam upaya mengatasi masalah perubahan iklim. Momentum menuju rezim perubahan iklim yang baru pasca 2012. Konferensi ke-17 negara pihak di Durban dan KTT Rio+20 di Brazil tahun depan harus berhasil. Kita tidak perlu menunggu waktu tersebut. Indonesia memiliki komitmen untuk pro aktif, menjadi bagian dari solusi global untuk perubahan iklim. Melalui program REDD+, Indonesia menggunakan hutan alamnya sebagai bagian penting dalam upaya mitigasi. Komitmen kita untuk bersama-sama bermitra dalam mengatasi perubahan iklim tidak boleh gagal karena ancaman krisis ekonomi dan finansial global.
15 OKTOBER - 14 NOPEMBER 2011
Dok. Kemlu RI
Untuk menghadapi tantangan tersebut, kita harus mengambil langkah-langkah yang nyata. Reformasi tata kelola keuangan ekonomi dan internasional harus dipercepat. Penguatan koordinasi kebijakan ekonomi nasional merupakan hal yang esensial. Kita harus belajar untuk keluar dari zona nyaman kita dan mengatasi permasalahan kritis ini yang kita hadapi secara bersama-sama. Emerging economies yang sekarang berperan sebagai mesin penting pertumbuhan ekonomi global, memiliki kesempatan yang lebih besar untuk berkontribusi dalam mencapai solusi. Tantangan yang kita hadapi merupakan tantangan yang besar dan tidak dapat dihindari. Tetapi kita punya kesempatan dan kemampuan untuk mengatasinya. Dan yang terpenting, kita harus mengubah tantangan-tantangan menjadi peluang. Mengingat tantangan-tantangan tersebut tidak dapat dipecahkan secara nasional, maka tantangan-tantangan yang ada seharusnya dapat memotivasi negara-negara untuk mendorong kemitraan dan kerjasama di antara mereka. Perkenankan saya untuk menggarisbawahi dua butir dasar dalam kaitan ini. Pertama, kita perlu untuk memperkuat multilateralisme untuk mengatasi tantangan global. Hal itu berarti peran sentral dari PBB. Guna mengatasi tantangan baru dan yang akan muncul, dan untuk mengidentifikasi kesempatankesempatan baru, reformasi PBB merupakan kunci. Hal itu merupakan satu-satunya jalan untuk membuat PBB tetap relevan. Satu-satunya jalan untuk
dapat memastikan multilateralisme akan berkembang. Melalui reformasi kita harus memastikan PBB dan proses pengambilan keputusannya menjadi lebih efektif, transparan dan inklusif. Kita harus terus senantiasa memperkuat Majelis Umum, ECOSOC, badan-badan di bawahnya termasuk Dewan HAM. Kita harus mendukung Peace Building Commission (PBC) sebagaimana PBC menolong negaranegara keluar dari konflik. Dewan Keamanan harus dapat merefleksikan situasi dunia saat ini dengan lebih baik. Dewan Keamanan harus lebih representatif, transfaran dan efektif. Seluruh isu-isu kunci reformasi PBB harus dibahas sebagai bagian integral dari paket komprehensif. Kedua, Kerjasama dan Kemitraan antara PBB dan Organisasi Regional merupakan kunci untuk mengatasi tantangan global saat ini. Untuk itu perlu adanya sinergi antara upaya global dan regional. Hal ini sungguh terbukti dalam pemecahan dan pencegahan konflik yang terkait dengan tema Sidang Majelis Umum PBB tahun ini: “ Peran mediasi dalam penyelesaian sengketa dan pemecahan konflik secara damai”. Di Asia Tenggara, sebagai Ketua ASEAN, Indonesia telah bekerja secara terus menerus untuk mengembangkan kapasitas kawasan dalam mencegah dan mengatur konflik potensial dan memecahkannya. Upaya-upaya kami telah difokuskan tidak hanya untuk mengembangkan lebih lanjut mekanisme pencegahan dan pemecahan konflik dalam forum ASEAN,
5
tetapi juga dalam mengembangkan dan menjaga tingkat kenyamanan yang dibutuhkan diantara negara-negara ASEAN untuk menyelesaikan konflik diantara mereka sendiri. Sebagai hasilnya, Indonesia berharap bahwa Asia Tenggara akan tetap menjadi kontributor bagi keamanan dan perdamaian internasional; dan juga bagi pembangunan ekonomi dan kemakmuran. Di luar sub kawasan, dilandasi oleh kehendak yang kuat sebagaimana yang kami harapkan untuk mencapai Komunitas ASEAN pada tahun 2015, ASEAN terus menjadi kekuatan pendorong dalam mempromosikan arsitektur regional Asia Pasifik yang kondusif untuk menjaga stabilitas dan perdamaian regional. Kondisi yang memungkinkan negara-negara di kawasan untuk melaksanakan pembangunannya tanpa interupsi adanya perang dan konflik. Di dalam konteks kawasan saat ini, Indonesia memandangnya sebagai suatu kondisi yang ditandai oleh suatu keseimbangan dinamis. Tidak terdapat suatu kekuatan dominan yang mencoba untuk membuat blok politik dan mengelompokkan kawasan berdasarkan kelompok-kelompok geo-politis tertentu. Namun kami ingin melihatnya sebagai suatu bentuk hubungan internasional yang baru dengan penekanan kepada keamanan bersama, kesejahteraan bersama dan stabilitas bersama. Pada bulan November mendatang di Bali, dengan partisipasi Federasi Rusia dan AS untuk pertama kalinya, East Asia Summit akan diselenggarakan sebagai bagian penting dari arsitektur regional tersebut. Sementara meneruskan upaya pembentukan Komunitas ASEAN dan terus melanjutkan peran sentralnya dalam menjaga lingkungan yang stabil dan damai di Asia Pasifik, ASEAN menempatkan dirinya dalam menghadapi tantangan dan visi baru, yaitu: mengembangkan kohesi yang lebih kuat dan dasar bersama untuk isuisu global. Sebuah ASEAN yang menjadi penyumbang bagi pemecahan berbagai masalah dan tantangan dunia. Hal ini sejalan dengan tema ASEAN tahun 2011, yaitu “ASEAN Community in a Global Community of Nations”. Indonesia tidak akan pernah lelah dan berhenti mempromosikan prinsipprinsip sebagaimana tercermin dalam Piagam PBB. Dalam meraih perdamaian. (Sumber : Pidato Menlu pada Sesi Debat Umum Sidang Majelis Umum PBB Ke-66)
No. 48 Tahun IV
Diplomasi
6
F O K U S
Wilayah Perbatasan NKRI Indonesia merupakan negara di Asia Tenggara yang dilintasi oleh garis khatulistiwa dan berada di antara dua benua, yaitu Asia dan Australia serta berada di antara dua samudra yaitu Samudra Pasifik dan Samudra Hindia. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 17.508 pulau dan dikenal sebagai kawasan Nusantara (Kepulauan Antara). Posisi Indonesia terletak pada koordinat 6°LU - 11°08’LS dan dari 95°’BB 141°45’BT. Wilayah Indonesia terbentang sepanjang 3.977 mil di antara Samudra Hindia dan Samudra Pasifik. Luas daratan Indonesia mencapai 1.922.570 km² sedangkan luas perairannya mencapai 3.257.483 km². Indonesia terdiri dari lima pulau besar, yaitu: Jawa dengan luas 132.107 km², Sumatera dengan luas 473.606 km², Kalimantan dengan luas 539.460 km², Sulawesi dengan luas 189.216 km², dan Papua dengan luas 421.981 km². Secara keseluruhan Indonesia juga memiliki garis pantai terpanjang di dunia yakni 81.000 km yang merupakan 14% dari garis pantai dunia. Luas laut Indonesia mencapai 5,8 juta km2, atau mendekati 70% dari luas keseluruhan Indonesia. Secara geografis, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) memiliki batas laut dengan 10 (sepuluh) negara yakni: Berbatasan dengan India di ujung utara Sumatera (Provinsi Nanggroe Aceh Darusalam, dengan pulau terluar berupa Pulau Raya, Pulau Rusa, Pulau Benggala, dan Pulau Rondo); Berbatasan dengan Malaysia disepanjang Selat Malaka (Provinsi Sumatera Utara, Kepulauan Riau, Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur, dengan pulau terluar berupa Pulau Berhala di Sumatera Utara, Pulau Anambas di Provinsi Riau, dan Pulau Sebatik di Provinsi Kalimantan Timur); Berbatasan dengan Singapura disepanjang Selat Philip, dengan pulau terluar berupa Pulau Nipah (Provinsi Riau); Berbatasan dengan Thailand dibagian Utara Selat Malaka dan Laut Andaman dengan pulau terluar berupa Pulau Rondo (Provinsi NAD); Berbatasan dengan Vietnam didaerah Laut China Selatan dengan pulau terluar berupa Pulau Sekatung (Provinsi Riau Kepulauan); Berbatasan dengan Philipina di daerah utara Selat Makasar, dengan pulau terluar berupa Pulau Marore dan
No. 48 Tahun IV
Dok. indomaritimeinstitute.org
Pulau Miangas (Provinsi Sulawesi Utara); Berbatasan dengan Republik Palau di daerah utara Laut Halmahera, dengan pulau terluar berupa Pulau Fani, Pulau Fanildo dan Pulau Bras (Provinsi Papua); Berbatasan dengan Australia disekitar selatan Pulau Timor dan Pulau Jawa; Berbatasan dengan Timor Leste disekitar wilayah Maluku dan NTT dengan pulau terluar berupa Pulau Asutubun (Provinsi Maluku), Pulau Batek (Provinsi NTT), Pulau Wetar (Provinsi Maluku); dan berbatasan dengan Papua Nugini disekitar wilayah Jayapura dan Merauke (tidak memiliki pulau terluar). Permasalahan di perbatasan Indonesia-Singapura adalah berupa penambangan pasir laut di perairan sekitar Kepulauan Riau yakni wilayah yang berbatasan langsung dengan Singapura, dan telah berlangsung sejak tahun 1970. Kegiatan tersebut telah mengeruk jutaan ton pasir setiap hari dan mengakibatkan kerusakan ekosistem pesisir pantai yang cukup parah sehingga merusak mata pencaharian para nelayan yang menyandarkan hidupnya di laut. Penambangan pasir laut tersebut juga mengancam keberadaan sejumlah pulau kecil seperti Pulau Nipah. Jika pulau-pulau kecil tersebut tenggelam akibat penambangan pasir laut yang dilakukan oleh Singapura tentu menimbulkan kerugian besar bagi Indonesia, karena dengan terjadinya perubahan pada kondisi geografis pantai akan berdampak pada penentuan batas maritim dengan Singapura. Penentuan batas maritim IndonesiaMalaysia di beberapa bagian wilayah perairan Selat Malaka masih belum disepakati ke dua negara. Ketidakjelasan batas maritim tersebut sering menimbulkan friksi di lapangan antara
petugas lapangan dan nelayan Indonesia dengan pihak Malaysia. Demikian pula hal nya dengan perbatasan darat di Kalimantan, beberapa titik batas belum tuntas disepakati oleh kedua belah pihak. Permasalahan lain antar kedua negara adalah masalah pelintas batas, penebangan kayu ilegal, dan penyelundupan. Forum General Border Committee (GBC) dan Joint Indonesia Malaysia Boundary Committee (JIMBC), merupakan badan formal bilateral dalam menyelesaikan masalah perbatasan kedua negara yang dapat dioptimalkan. Belum adanya kesepakatan tentang batas maritim antara Indonesia dengan Filipina di perairan utara dan selatan Pulau Miangas, menjadi salah satu isu yang harus dicermati. Forum Joint Border Committee (JBC) dan Joint Commission for Bilateral Cooperation (JCBC) RI-Filipina yang memiliki agenda sidang secara berkala dapat dioptimalkan untuk menjembatani permasalahan perbatasan kedua negara secara bilateral. Perjanjian perbatasan RI-Australia yang meliputi perjanjian BLK dan ZEE mengacu pada Perjanjian RI-Australia yang ditandatangani pada tanggal 14 Maret 1997. Sementara penentuan batas yang baru antara RI-Australia di sekitar wilayah Celah Timor perlu dibicarakan secara trilateral bersama Timor Leste. Indonesia dan PNG telah menyepakati batas-batas wilayah darat dan maritim. Meskipun demikian, ada beberapa kendala kultur yang dapat menyebabkan timbulnya salah pengertian. Persamaan budaya dan ikatan kekeluargaan antar penduduk yang terdapat di kedua sisi perbatasan, menyebabkan klaim terhadap hak-hak
tradisional dapat berkembang menjadi masalah kompleks di kemudian hari. Wilayah perbatasan antara Pulau Sekatung di Kepulauan Natuna dan Pulau Condore di Vietnam yang berjarak tidak lebih dari 245 mil, memiliki kontur landas kontinen tanpa batas benua, masih menimbulkan perbedaan pemahaman di antara ke dua negara. Pada saat ini kedua belah pihak sedang melanjutkan perundingan guna menentukan batas landas kontinen di kawasan tersebut. Perbatasan RI-India terletak di antara pulau Rondo di Aceh dan pulau Nicobar di India. Batas maritim dengan BLK yang terletak pada titik-titik koordinat tertentu di kawasan perairan Samudera Hindia dan Laut Andaman, sudah disepakati oleh kedua negara. Namun permasalahan di antara kedua negara masih timbul karena sering terjadi pelanggaran wilayah oleh kedua belah pihak, terutama yang dilakukan para nelayan. Ditinjau dari segi geografis, kemungkinan timbulnya masalah perbatasan antara RI dengan Thailand tidak begitu kompleks, karena jarak antara ujung pulau Sumatera dengan Thailand cukup jauh, RI-Thailand sudah memiliki perjanjian BLK yang terletak di dua titik koordinat tertentu di kawasan perairan Selat Malaka bagian utara dan Laut Andaman. Penangkapan ikan oleh nelayan Thailand yang mencapai wilayah perairan Indonesia, merupakan masalah keamanan di laut. Di samping itu, penangkapan ikan oleh nelayan asing merupakan masalah sosioekonomi karena keberadaan masyarakat pantai Indonesia. Sejauh ini RI dan Palau belum sepakat mengenal batas perairan ZEE masing-masing yang terletak di utara Papua. Akibat hal ini, sering timbul perbedaan pendapat tentang pelanggaran wilayah yang dilakukan oleh para nelayan kedua pihak. Saat ini sejumlah masyarakat Timor Leste yang berada diperbatasan masih menggunakan mata uang rupiah, bahasa Indonesia, serta berinteraksi secara sosial dan budaya dengan masyarakat Indonesia. Persamaan budaya dan ikatan kekeluargaan antarwarga desa yang terdapat di kedua sisi perbatasan, dapat menyebabkan klaim terhadap hak-hak tradisional dan bisa berkembang menjadi masalah yang lebih kompleks. Disamping itu, keberadaan pengungsi Timor Leste yang masih berada di wilayah Indonesia dalam jumlah yang cukup besar sangat berpotensi menjadi permasalahan perbatasan di kemudian hari. []
15 OKTOBER - 14 NOPEMBER 2011
Diplomasi F
O
K
U
S
7
Diperlukan Strategi Nasional Untuk Pengembangan Kawasan Perbatasan Bentangan kawasan perbatasan antara RI dengan 10 negara tetangga sangat luas dan tipologinya bervariasi, mulai dari tipe pedalaman sampai tipe pulau-pulau terluar. Ini mengakibatkan rentang kendali dan penanganan kawasan perbatasan menghadapi tantangan dan kendala yang cukup berat, baik dalam penyediaan sumberdaya dana maupun manusia. Di masa lalu ada pendapat umum bahwa kawasan perbatasan merupakan sarang pemberontak, harus diamankan, terbelakang dan kurang menarik bagi investor. Hal ini mempengaruhi persepsi penanganan kawasan perbatasan, sehingga cenderung diposisikan sebagai
kawasan terbelakang dan difungsikan sebagai sabuk keamanan. Akibatnya berbagai potensi sumberdaya alam kurang dikelola, terutama oleh investor swasta. Belum adanya kebijakan dan strategi nasional pengembangan
”Ada tuntutan daerah untuk ikut mengelola kawasan perbatasan seiring dengan berlakunya desentralisasi dan otonomi daerah. Mereka menuntut pendapatan dari Pos Pengawas Lintas Batas dapat menjadi salah satu penghasilan bagi pemerintah daerah. Ada tawaran investasi cukup besar, tetapi terbentur terbatasnya dana pembangunan sarana dan prasarana yang dapat disediakan Pemerintah dan Pemerintah Daerah.”
Dok. mik.news.tk
15 OKTOBER - 14 NOPEMBER 2011
kawasan perbatasan yang dapat dijadikan acuan berbagai program dan kegiatan, walaupun sudah diamanatkan dalam GBHN 1999 dan Propenas 2000–2004. Pendekatan keamanan lebih menonjol dibanding pendekatan kesejahteraan, karena tuntutan pada masa lalu. Saat itu memang banyak terjadi pemberontakan di sekitar kawasan perbatasan. Penanganan perbatasan masih bersifat parsial dan ad hoc sehingga tidak optimal. Belum ada koordinasi antara instansi-instansi terkait di tingkat daerah dan pusat. Masyarakat di perbatasan umumnya miskin akibat dari akumulasi beberapa faktor, yakni rendahnya mutu sumberdaya manusia, minimnya infrastruktur pendukung, rendahnya produktivitas masyarakat dan belum optimalnya pemanfaatan sumberdaya alam. Terdapat perbedaan tingkat kesejahteraan dengan negara tetangga tertentu. Jumlah pintu perbatasan (pos pemeriksa lintas batas dan pos lintas batas) masih sangat terbatas, sehingga mengurangi peluang peningkatan hubungan sosial dan ekonomi antara Indonesia dengan negara tetangganya. Akses darat dan laut menuju ke kawasan perbatasan sangat kurang memadai dan sarana komunikasi sangat terbatas, sehingga orientasi masyarakat cenderung ke negara tetangga. Kondisi ini dapat menyebabkan degradasi nasionalisme masyarakat perbatasan. Sarana dasar sosial dan ekonomi sangat terbatas,akibatnya penduduk di kawasan perbatasan
berupaya mendapatkan pelayanan sosial dan berusaha memenuhi kebutuhan ekonominya ke kawasan perbatasan tetangga. Belum ada kepastian hukum bagi pelaku pembangunan, sehingga tidak ada basis pijakan bagi pelaku pembangunan di kawasan perbatasan. Kewenangan penanganan wilayah masih banyak dikeluarkan instansi pemerintah di pusat. Lemahnya penegakan hukum terhadap para pencuri kayu (illegal logging), penyelundup barang, ‘penjualan manusia’ (trafficking person), pembajakan dan perompakan, penyelundupan senjata, penyelundupan manusia (seperti tenaga kerja, bayi, dan wanita), maupun pencurian ikan. Terjadi eksploitasi sumberdaya alam secara tak terkendali akibat lemahnya penegakan hukum. Pengelolaan sumberdaya alam yang belum optimal dan berorientasi masa depan. Minimnya sarana dan prasarana keamanan dan pertahanan menyebabkan aktivitas aparat keamanan dan pertahanan di perbatasan belum optimal. Pengawasan di sepanjang garis perbatasan kontinen maupun maritim juga lemah, sehingga sering terjadi pelanggaran batas negara oleh masyarakat kedua negara tetangga. Ada tuntutan daerah untuk ikut mengelola kawasan perbatasan seiring dengan berlakunya desentralisasi dan otonomi daerah. Mereka menuntut pendapatan dari Pos Pengawas Lintas Batas dapat menjadi salah satu penghasilan bagi pemerintah daerah. Ada tawaran investasi cukup besar, tetapi terbentur terbatasnya dana pembangunan sarana dan prasarana yang dapat disediakan Pemerintah dan Pemerintah Daerah. Masalah dengan negara tetangga, antara lain belum jelas dan tegasnya garis batas kontinen dan maritim; bagaimana menangani nelayan kedua negara yang melanggar wilayah negara; serta terdapat pelintas batas tradisional akibat hubungan kekerabatan, kesamaan adat dan budaya kedua negara. Masalah pengembangan kawasan di sepanjang perbatasan, karena kewenangan pengelolaan dipandang harus seijin Pemerintah Pusat dan alokasi anggaran yang sangat terbatas. (Sumber: Bappenas)
No. 48 Tahun IV
Diplomasi
8
fokus
Dok. Diplomasi
Mempercepat Pertumbuhan Ekonomi Kawasan Perbatasan
Ir. Agung Mulyana, M.Sc. Deputi Bidang Pengelolaan Potensi Kawasan Perbatasan Badan Dok. DiplikNasional Pengelola Perbatasan (BNPP). Cukup banyak permasalahan yang dihadapi dalam pembangunan kawasan perbatasan, utamanya adalah langkanya prasarana dasar yang dibutuhkan untuk mengembangkan kapasitas sumber daya alam dan sumber daya manusia di kawasan perbatasan, seperti prasarana perhubungan (langkanya dukungan jalan, jembatan, dermaga dan sebagainya), jaringan listrik, telekomunikasi, prasarana pendidikan dan prasarana kesehatan. Rencana detil tata ruang kawasan perbatasan yang merupakan penjabaran dari rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota yang bersangkutan juga tidak tersedia, sehingga tidak diketahui secara pasti pembagian zonasi ruang, arah pemanfaatan ruang dan struktur pusat-pusat pertumbuhan di kawasan perbatasan. Permasalahan lainnya adalah langkanya investasi/penanaman modal yang masuk ke kawasan perbatasan untuk memanfaatkan potensi sumber daya alam yang melimpah, serta langkanya sumber daya manusia terdidik dan terlatih untuk membangun dan mengembangkan potensi kawasan perbatasan. Ditambah lagi dengan tingginya angka kemiskinan dan rendahnya angka indicator indeks pembangunan manusia di kawasan perbatasan. Arah kebijakan dan strategi BNPP dalam pengelolaan Batas Wilayah Negara baik di darat maupun di laut adalah dengan mempercepat upaya penyelesaian penetapan dan penegasan Batas Wilayah Negara di darat dan di laut, serta meningkatkan upaya pengamanan Batas Wilayah Negara di darat dan di laut, disamping juga meningkatkan penguatan kapasitas kelembagaan pengelolaan Batas Wilayah Negara di darat dan di laut.
No. 48 Tahun IV
Dalam hal pengelolaan Kawasan Perbatasan darat dan laut, arah kebijakan dan strategi BNPP adalah dengan mempercepat upaya pengamanan dan pengembangan sarana dan prasarana CIQS di Pos Lintas Batas (PLB), mempercepat peningkatan pertumbuhan ekonomi kawasan perbatasan, mempercepat peningkatan kualitas sumber daya manusia di kawasan perbatasan, dan mempercepat penguatan kapasitas kelembagaan pembangunan kawasan perbatasan. Rencana Kerja BNPP tahun 2012 disusun dengan mengacu pada Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahun 2012 yang bertemakan “Percepatan dan Perluasan Pertumbuhan Ekonomi yang Inklusif dan Berkeadilan Bagi Peningkatan Kesejahteraan Rakyat”, serta mengimplementasikan Prioritas Pembangunan Nasional, sesuai dengan apa yang sudah ditetapkan dalam RPJMN Tahun 2010-2014, khususnya pada prioritas pembangunan nasional yang ke10, yaitu: “Daerah Tertinggal, Terdepan, Terluar dan Pascakonflik”. Sasaran yang ingin dicapai dalam pembangunan Kawasan Perbatasan, antara lain adalah: Terselesaikannya secara bertahap permasalahan perbatasan; Tercapainya kemajuan yang signifikan dalam upaya penyelesaian segmen batas darat, dengan prioritas batas negara antara RI-Malaysia dan RITimor Leste; Menurunnya tingkat kejadian kegiatan illegal secara gradual di seluruh kawasan perbatasan darat dan laut; Meningkatnya pendapatan dan akses masyarakat kepada sarana dan prasarana dasar, dengan prioritas 39 kecamatan perbatasan, serta terciptanya keterkaitan sistem produksi dan distribusi antara PKSN dengan pusat kegiatan di kecamatan perbatasan di sekitarnya dalam suatu sistem kawasan pengembangan ekonomi. Rencana Program Kegiatan Prioritas BNPP tahun 2012 terdiri dari: Penegasan batas wilayah negara baik di darat maupun di laut, serta peresmian PLB negara, dimana perundingan dengan negara tetangga, khususnya penetapan batas darat, akan kembali di intensifkan dengan di fasilitasi Kemlu RI; Penajaman program dan kegiatan prioritas di masing-masing kecamatan dan pulau-pulau kecil terluar yang telah ditetapkan sebagai lokasi prioritas (Lokpri). BNPP bersama-sama dengan Bappenas telah menetapkan 111 Lokpri untuk Pengelolaan Batas Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan, mulai tahun 2011 sampai dengan 2014;
Pengintegrasian rencana kebutuhan pengelolaan dan pembangunan batas wilayah negara dengan kawasan perbatasan antara Pemda dengan kementerian/lembaga dalam forum Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas) untuk penyusunan rencana aksi; Pembangunan PLB, baik yang bersifat internasional maupun tradisional; Pembangunan berbagai sarana dan prasarana untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat di perbatasan negara melalui anggaran dekonsentrasi, tugas pembantuan dan Dana Alokasi Khusus BNPP; serta dilibatkannya kalangan dunia usaha untuk pengelolaan kawasan perbatasan. Kawasan perbatasan darat dan laut yang dimiliki oleh Indonesia sangat luas, yaitu meliputi 2.004 Km di Kalimantan, 720 Km di Papua, 220 Km di NTT dan 92 pulau-pulau kecil terluar. Dengan mempertimbangkan kendala (constraints) terbatasnya kemampuan keuangan pemerintah, berbeda-bedanya potensi masing-masing kawasan perbatasan dan bahwa tidak semua titik di garis perbatasan perlu dibangun dengan intensitas, bobot dan waktu yang sama, disamping juga tidak semua titik di perbatasan sudah disepakati oleh negara tetangga, maka perlu dilakukan penetapan lokasi-lokasi prioritas, baik di kawasan perbatasan darat maupun laut. BNPP telah menetapkan 111 kecamatan sebagai Lokpri 2010-2014 berdasarkan penentuan lima kriteria. Pertama, bahwa Lokpri merupakan kecamatan di kawasan darat yang berbatasan langsung dengan negara tetangga dan atau terdapat exit/ entry point. Kedua, Lokpri merupakan kecamatan di kawasan laut yang secara tradisional memiliki interaksi dari sisi sosial, budaya, maupun ekonomi dengan penduduk negara tetangga di sebelahnya yang ditandai dengan adanya exit/entry point yang disepakati dengan negara tetangga. Ketiga, Lokpri merupakan kecamatan yang ditetapkan sebagai Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN). Keempat, Lokpri merupakan kecamatan yang memiliki pulau-pulau kecil terluar (PPKT). Dan Kelima, adanya pertimbangan khusus. 111 kecamatan Lokpri yang ditetapkan BNPP tersebut mencakup 38 kabupaten/kota Wilayah Konsentrasi Pengembangan (WKP) dan 12 provinsi Cakupan Wilayah Administrasi (CWA) dengan rincian; provinsi Kalimantan Barat (Sambas, Bengkayang, Sanggau, Sintang,
Kapuas Hulu), Kalimantan Timur (Kutai Barat, Malinau, Nunukan), Nusa Tenggara Timur (Kupang, Timor Timur Utara, Belu, Rote Ndao, Alor), Papua (Merauke, Bovendigul, Pegunungan Bintang, Keerom, Kota Jayapura, Supiori), Nangroe Aceh Darussalam (Kota Sabang), Sumatera Utara (Serdang Bedagai), Riau (Rokan Hilir, Bengkalis, Indragiri Hilir, Kepulauan Meranti, Kota Dumai), Kepulauan Riau (Natuna, Kepulauan Anambas, Kota Batam, Bintan, Karimun), Sulawesi Utara (Kepulauan Sangihe, Kepulauan Talaud), Maluku (Maluku Barat Daya, Maluku Tenggara Barat, Kepulauan Aru), Maluku Utara (Morotai), dan Papua Barat (Raja Ampat). Sebanyak 39 Lokpri sudah masuk dalam penanganan Tahap Pemantapan, 31 Lokpri dalam Tahap Lanjutan dan 41 Lokpri dalam Tahap Awal. Jika diklasifikasikan dalam bentuk Lokpri Darat dan Lokpri Laut, maka untuk Lokpri Darat 28 dalam Tahap Pemantapan, 13 Tahap Lanjutan dan 27 Tahap Awal. Sedangkan untuk Lokpri Laut, 11 dalam Tahap Pemantapan, 18 Tahap Lanjutan dan 14 Tahap Awal. Pulau-pulau kecil terluar yang ditetapkan sebagai Lokpri penataan Kawasan Perbatasan Laut tahun 2012 adalah: pulau Rondo (NAD), Batumandi (Riau), Senoa (Kepulauan Riau), Sebatik (Kalimantan Timur), Miangas, Marore (Sulawesi Utara), Morotai (Maluku Utara), Wetar Liran, Asutubun Selaru Bantarkusu (Maluku), dan Alor (NTT). Dari 111 Lokpri tersebut, ada yang semata-mata ditetapkan hanya karena pertimbangan satu aspek saja, yaitu Pertimbangan Khusus, misalnya karena pertimbangan aspek pertahanan, keamanan atau keutuhan NKRI, tapi ada juga Lokpri yang terpilih karena memenuhi seluruh aspek atau kriteria pertimbangan. Namun demikian, dari seluruh Lokpri yang terpilih, tidak semuanya memiliki potensi untuk menggerakkan dan mengembangkan perekonomian wilayah, baik perekonomian di titik perbatasan maupun di kawasan hinterland dan kawasan regional yang luas. Untuk dapat mengembangkan kawasan perbatasan dalam konteks pengembangan regional yang luas, perlu dilakukan pemilihan Lokpri Pusat Pertumbuhan, yaitu Lokpri yang memiliki potensi yang kuat untuk menggerakkan dan mengembangkan perekonomian kawasan. Beberapa Lokpri yang memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi Pusat Pertumbuhan, antara lain adalah Entikong (Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat), Aruk (Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat), Pulau Sebatik (Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur), Pulau Subi (Kabupaten Kepulauan Natuna, Kepulauan Riau), Morotai (Kabupaten Morotai, Maluku Utara), dan Merauke (Kabupaten Merauke, Papua). []
15 OKTOBER - 14 NOPEMBER 2011
Diplomasi fokus
9
Strategi Pembangunan Kawasan Perbatasan Arah kebijakan pembangunan dalam RPJM 2010-2014 adalah memantapkan penataan kembali NKRI, meningkatkan kualitas SDM, membangun kemampuan iptek, dan memperkuat daya saing perekonomian. Untuk daerah tertinggal hal tersebut dilakukan dalam bentuk percepatan pembangunan daerah tertinggal dengan meningkatkan pengembangan perekonomian daerah dan kualitas sumber daya manusia yang didukung oleh kelembagaan dan ketersediaan infrastruktur perekonomian dan pelayanan dasar. Sementara strategi pembangunan daerah tertinggal dalam rancangan RPJM 2010-2014 adalah berupa: Pengembangan ekonomi lokal; Penguatan kelembagaan masyarakat dan Pemda dalam pengelolaan sumberdaya lokal; Peningkatan aksesibilitas dari daerah tertinggal ke sentra-sentra produksi di pusat pertumbuhan; Peningkatan pelayanan kesehatan yang berkualitas dan terjangkau; Peningkatan status gizi masyarakat; Peningkatan pelayanan pendidikan yang berkualitas; Peningkatan keterampilan angkatan kerja; dan Peningkatan ketersediaan infrastruktur pendukung aktivitas ekonomi. Tugas pokok dan fungsi Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal (KPDT) sebagaimana diamanatkan oleh UU No.39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara, Perpres No.47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara, dan Perpres No.24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara, adalah menjalankan: Perumusan dan penerapan kebijakan di bidang pembangunan daerah tertinggal; Koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan kebijakan di bidang pembangunan daerah tertinggal; Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab KPDT; dan Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan KPDT. Saat ini ada sebanyak 349 kabupaten dan 91 kota yang termasuk sebagai daerah tertinggal, dimana sebanyak 39 kabupaten/kota diantaranya berada di wilayah perbatasan. Dari 39 kabupaten/ kota wilayah perbatasan tersebut, sebanyak 38 kabupaten/kota memiliki 60 pulau terluar. KPDT menetapkan sebanyak 183 kabupaten/kota daerah tertinggal sebagai fokus lokasi, dimana sebanyak 27 kabupaten/kota diantaranya terletak di kawasan perbatasan, yaitu 15 kabupaten/ kota di kawasan perbatasan darat dan 12 kabupaten/kota di kawasan perbatasan laut yang memiliki 56 pulau terluar.
15 OKTOBER - 14 NOPEMBER 2011
”Pada level internasional, permasalahan daerah perbatasan adalah berupa kesenjangan prasarana dan sarana yang terjadi pada daerah perbatasan di Indonesia. Jika dibandingkan dengan negara tetangga, hal ini dapat menimbulkan permasalahan politik dan Hankam.” Drs. Krisman Manurung, MM.
Asisten Deputi Urusan Daerah Perbatasan Deputi Bidang Pengembangan Daerah Khusus
183 kabupaten/kota tertinggal yang menjadi fokus lokasi KPDT tersebut tersebar di 7 wilayah, yaitu: sebanyak 46 kabupaten/kota (25%) berada di wilayah Sumatera; 9 kabupaten/kota (5%) di wilayah Jawa dan Bali; 16 kabupaten/ kota (9%) di wilayah Kalimantan; 34 kabupaten/kota (19%) di wilayah Sulawesi; 28 kabupaten/kota (15%) di wilayah Nusa Tenggara; 15 kabupaten/ kota (8%) di wilayah Maluku; dan 33 kabupaten/kota (19%) di wilayah Papua. Sebanyak 128 kabupaten/kota atau sekitar 70% dari 183 kabupaten/kota tertinggal yang menjadi fokus lokasi KPDT berada di Kawasan Timur Indonesia (KTI), sedangkan 55 kabupaten/kota (30%) berada di Kawasan Barat Indonesia (KBI). Pengertian kawasan perbatasan negara menurut UU 26/2007 dan PP 26/2008 adalah wilayah kabupaten/kota yang secara geografis dan demografis berbatasan langsung dengan negara tetangga dan atau laut lepas. Sedangkan menurut UU 43/2008, kawasan perbatasan negara adalah bagian dari wilayah negara yang terletak pada sisi dalam batas wilayah Indonesia dengan negara lain. Dalam hal batas wilayah negara di darat, kawasan perbatasan berada di kecamatan yang berhadapan langsung dengan negara tetangga. RPJMN 2010-2014 menggabungkan kedua pendekatan tersebut sebagai unit yang saling mengisi, dimana unit kabupaten/kota perbatasan di arahkan pada aspek pengembangan ekonomi yang mencakup wilayah yang lebih luas dan borderless dengan orientasi sebagai pusat pertumbuhan wilayah sekitarnya dan di fokuskan di 26 PKSN (Pusat
Kegiatan Strategis Nasional). Sementara unit kecamatan perbatasan di arahkan pada penguatan sabuk pertahanan, keamanan dan kesejahteraan masyarakat yang didukung dengan pengembangan sarana dan prasarana sosial dasar serta pemberdayaan masyarakat. Ini di fokuskan pada kecamatan perbatasan di 38 kabupaten/kota prioritas. Pada level lokal, permasalahan yang dihadapi oleh daerah perbatasan adalah berupa keterisolasian, keterbelakangan, kemiskinan, mahalnya harga barang dan jasa, keterbatasan prasarana dan sarana pelayanan publik (infrastruktur), rendahnya kualitas SDM pada umumnya, dan penyebaran penduduk yang tidak merata. Sementara pada level nasional, permasalahan daerah perbatasan adalah berupa: Kebijakan pemerintah yang kurang berpihak kepada pembangunan daerah perbatasan; Tapal batas negara; Penyelundupan tenaga kerja Indonesia (TKI); Masih kurangnya personil, anggaran, prasarana dan sarana, serta kesejahteraan; Terjadinya perdagangan lintas batas illegal; Kurangnya akses dan media komunikasi serta informasi dalam negeri; Terjadinya proses pemudaran (degradasi) wawasan kebangsaan; Illegal logging dan illegal fishing oleh negara tetangga; serta belum optimalnya koordinasi lintas sektoral dan lintas wilayah dalam penanganan wilayah perbatasan. Pada level internasional, permasalahan daerah perbatasan adalah berupa kesenjangan prasarana dan sarana yang terjadi pada daerah perbatasan di Indonesia. Jika dibandingkan dengan negara tetangga, hal ini dapat menimbulkan permasalahan politik dan Hankam. Selanjutnya adalah terjadinya eksodus WNI ke negara tetangga dikarenakan hampir seluruh wilayah kecamatan di perbatasan tidak memiliki akses jalan menuju ibukota kabupaten. Masalah lainnya adalah rendahnya daya saing penduduk setempat dibandingkan dengan negara tetangga. Dari 70 kabupaten/kota tertinggal yang ada di perbatasan, sebanyak 14 kabupaten/kota diantaranya, yaitu kabupaten/kota Timur Tengah Utara, Rote Ndao, Sambas, Raja Ampat, Natuna, Bengkayang, Sanggau, Sintang, Kutai Barat, Malinau, Nunukan, Kepulauan Sangihe, Kepulauan Talaud, dan Keeroom diprioritaskan untuk di entaskan dengan tingkat intervensi pada 6 (enam) kriteria utama, yaitu perekonomian, SDM, infrastruktur, fiskal daerah, aksesibilitas, dan karakteristik daerah. Strategi pembangunan kawasan
perbatasan dilakukan dengan memperhatikan pertumbuhan ekonomi pada sentra-sentra kawasan perbatasan yang potensial melalui basis ekonomi kerakyatan dengan tersedianya infrastruktur yang memadai; Menciptakan stabilitas politik yang kondusif dan konstruktif guna mendukung pelaksanaan pertumbuhan ekonomi di kawasan perbatasan; Meletakkan pemberdayaan masyarakat sebagai pendekatan utama dengan meningkatkan peran dan partisipasi masyarakat di kawasan perbatasan secara nyata; dan Meningkatkan kinerja manajemen pembangunan melalui kualitas aparatur pemerintah, sehingga mampu menjadi fasilisator pelaksanaan pembangunan kawasan perbatasan. Dalam rangka mempercepat pembangunan kawasan perbatasan, maka perlu ditetapkan Otorita Kawasan Perbatasan dan pintu masuk (gate) ke negara tetangga, yang secara khusus diatur tersendiri sesuai dengan kondisi dan potensi wilayah. Kebijakan pembangunan daerah perbatasan dimaksudkan untuk mendorong kebijakan afirmatif tentang pembiayaan dan pengembangan fiskal daerah tertinggal, mendorong Tata Kelola sumber daya alam daerah tertinggal berbasis komoditas unggulan, mendorong dan meningkatkan kualitas SDM melalui program penguatan pendidikan dan kesehatan masyarakat, merumuskan arah dan kebijakan pembangunan pusat dan daerah, serta proaktif melakukan koordinasi dengan seluruh stakeholder pembangunan daerah tertinggal. KPDT merekomendasikan untuk mengatasi ketertinggalan kabupaten/ kota di perbatasan dengan memfokuskan pada pengembangan ekonomi wilayah kabupaten/kota untuk dapat menjadi produsen hulu/hilir bagi negara tetangga, dan mendorong optimalisasi potensipotensi kabupaten/kota agar memiliki nilai tambah menjadi market negara tetangga, misalnya di bidang pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, pariwisata dan lain-lainnya. BNPP dan KPDT perlu berkoordinasi dengan kementerian dan lembaga lainnya dalam rangka penyediaan sarana dan prasarana, sementara perguruan tinggi tetap melakukan pendampingan penelitian terhadap potensi-potensi untuk meningkatkan perekonomian masyarakat kabupaten/kota tertinggal. Perguruan tinggi juga diharapkan lebih meningkatkan kesempatan kepada para pemuda di kabupaten/kota tertinggal di perbatasan dalam bentuk pemberian beasiswa.[]
No. 48 Tahun IV
Diplomasi
10
fokus
Mengembangkan Kawasan Perbatasan Dengan Pendekatan Kesejahteraan Berdasarkan berbagai skenario pengembangan dan berbagai konsekuensinya, juga mencermati kondisi lapangan, perkembangan di dalam negeri dan lingkungan regional, kemudian setelah dikonsultasikan kepada berbagai kalangan, maka disepakati visi pengembangan kawasan perbatasan antar negara adalah :”Menjadikan kawasan perbatasan antar negara sebagai kawasan yang aman, tertib, menjadi pintu gerbang negara dan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal dan menjamin negara kesatuan Republik Indonesia”. Untuk mencapai visi yang dicitacitakan di atas, terdapat beberapa misi yang perlu dilaksanakan oleh para pihak yang terkait baik pemerintah maupun swasta yaitu: Mempercepat penyelesaian garis batas antar negara dengan negara tetangga sehingga tercipta garis batas yang jelas dan diakui kedua belah pihak; Mempercepat pengembangan beberapa kawasan perbatasan sebagai pusat pertumbuhan, yang dapat menangkap peluang kerjasama antar negara, regional dan internasional, secara selektif sesuai prioritas; Meningkatkan penegakan hukum dan kondisi keamanan yang kondusif bagi berbagai kegiatan ekonomi, sosial dan budaya serta meningkatkan sistem pertahanan perbatasan kontinen dan laut; Menata dan membuka keterisolasian dan ketertinggalan kawasan perbatasan dengan meningkatkan prasarana dan sarana perbatasan yang memadai; Mengelola sumberdaya alam darat dan laut secara seimbang dan berkelanjutan, bagi kesejahteraan masyarakat, pendapatan daerah dan pendapatan Negara; dan Mengembangkan sistem kerjasama pembangunan antar Pemerintah dan Pemerintah Daerah, antarnegara, maupun antar pelaku usaha. Kondisi perbatasan di Indonesia yang berbeda satu dengan yang lainnya, baik antara kawasan perbatasan kontinen dan laut, maupun antar perbatasan di wilayah daratnya sendiri, sehingga masing-masing memerlukan kebijakan khusus dan strategi serta pendekatan yang berbeda. Namun demikian diperlukan suatu kebijakan dasar yang dapat dijadikan sebagai payung seluruh kebijakan dan strategi yang berlaku secara nasional untuk seluruh kawasan perbatasan.
No. 48 Tahun IV
Ikhwanuddin
Staf Ahli Menneg PPN Bidang Percepatan Pembangunan Kawasan Timur Indonesia dan Kawasan Tertinggal
Dok.Google
Secara umum dalam pengembangan kawasan perbatasan diperlukan suatu pola atau kerangka penanganan kawasan perbatasan yang menyeluruh (holistic), meliputi berbagai sektor dan kegiatan pembangunan, serta koordinasi dan kerjasama yang efektif mulai dari Pemerintah Pusat sampai ke tingkat Kabupaten/Kota. Pola penanganan tersebut dapat dijabarkan melalui penyusunan kebijakan dari tingkat makro sampai tingkat mikro dan disusun berdasarkan proses partisipatif, baik secara horisontal di pusat maupun vertikal dengan pemerintah daerah. Sedangkan jangkauan pelaksanaannya bersifat strategis sampai dengan operasional. Adapun kebijakan umum pengembangan kawasan perbatasan antarnegara terdiri dari tujuh kebijakan, yakni: Menata batas kontinen dan maritim perbatasan antar negara dalam rangka menjaga dan mempertahankan kedaulatan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI); Memberi perhatian lebih besar kepada kawasan perbatasan sebagai ‘halaman depan’ negara dan pintu gerbang internasional
bagi kawasan Asia dan Pasifik; Mengembangkan kawasan perbatasan dengan pendekatan kesejahteraan dan keamanan secara serasi; Mengembangkan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi di kecamatankecamatan yang berbatasan langsung secara selektif dan bertahap sesuai prioritas dan kebutuhan; Meningkatkan perlindungan sumberdaya alam hutan tropis dan kawasan konservasi, serta mengembangkan kawasan budidaya secara produktif bagi kesejahteraan masyarakat lokal; Meningkatkan kualitas sumberdaya manusia (SDM) melalui pembangunan di bidang pendidikan, kesehatan, perhubungan dan informasi; serta Meningkatkan kerjasama pembangunan di bidang sosial, budaya, keamanan dan ekonomi dengan negaranegara tetangga. Kebijakan pengembangan kawasan perbatasan, baik darat dan laut, perlu dijabarkan ke dalam strategi umum yang dilaksanakan melalui upayaupaya: Penyelarasan kegiatan-kegiatan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah melalui anggaran pembangunan sektoral dan daerah, yang diarahkan bagi
pengembangan kawasan pertumbuhan, dan pengembangan wilayah terpadu kawasan perbatasan; Pembentukan lembaga pengembangan kawasan perbatasan nasional (BNPP) yang bertugas menyusun kebijakan dan mengkoordinasikan berbagai kegiatan pengembangan kawasan perbatasan di tingkat pusat; Keberpihakan dan perhatian yang lebih besar kepada sektor-sektor di pusat terhadap kawasan perbatasan, dan pemberian dukungan dan fasilitasi pengembangan kawasan perbatasan oleh instansi pusat dan pihak investor dalam maupun luar negeri. Sedangkan strategi umum pengembangan kawasan perbatasan tersebut adalah meliputi: Penetapan garis batas antar negara; Peningkatan sarana dan prasarana perbatasan melalui pembangunan pos-pos lintas batas beserta fasilitas bea cukai, imigrasi, karantina dan keamanan, serta sarana dan prasarana fisik lainnya; Penanggulangan kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat perbatasan dan pulau-pulau terluar; Pengembangan pusat-pusat pertumbuhan yang telah mendapatkan respons dari negara tetangga; Peningkatan kualitas dan pengembangan pemberdayaan sumberdaya manusia; Peningkatan kelembagaan pemerintah dan masyarakat di daerah; Perlindungan dan konservasi sumberdaya hutan dan kelautan; Peningkatan aparat keamanan dan pertahanan di sepanjang perbatasan dan pulau-pulau terluar; Peningkatan sosialisasi dan penyuluhan kehidupan bernegara dan berbangsa bagi masyarakat perbatasan; serta Peningkatan kerjasama bilateral di bidang ekonomi, sosial dan budaya.[]
15 OKTOBER - 14 NOPEMBER 2011
Diplomasi fokus
11
Pengembangan Konsep Kota Mandiri Perbatasan Sesuai Potensi Kawasan
Dok. Diplomasi
Dr. Nia Kurniati, SH. MH.
Dosen Fakultas Hukun UNPAD
Kondisi dan potensi kawasan perbatasan rata-rata memiliki kualitas pendidikan SDM yang masih relatif rendah, belum terdayagunakan secara maksimal, dan belum banyak berperan dan menikmati hasil pembangunan di perbatasan. Nilai-nilai kearifan lokal masih sebagai symbol budaya dan belum diberdayakan secara optimal serta belum kondusif terhadap perubahan atau pembangunan serta tidak mudah menerima unsur luar (SARA dan kemajuan teknologi). Sumber daya alam belum digunakan untuk kepentingan pembangunan di kawasan perbatasan melainkan bersifat eksploratif. Pengembangan potensi sumber daya alam belum sejalan dengan pengembangan kawasan perbatasan secara terpadu dan terencana sesuai konsep rencana tata ruang nasional. Sementara itu daya dukung infrastruktur juga sangat rendah. Namun adanya keinginan masyarakat perbatasan untuk lebih maju dan berkembang agar dapat menikmati pembangunan seperti masyarakat di kawasan lainnya, merupakan sebuah peluang. Demikian juga dengan potensi kawasan, sumber daya alam, dan sumber daya manusia di perbatasan yang masih belum dimanfaatkan secara optimal. Upaya perubahan sosial masyarakat perbatasan untuk lebih mandiri dan berkembang, serta pengembangan kawasan perbatasan menjadi beranda terdepan merupakan tantangan bagi kita. Demkian pula halnya dengan citacita untuk menghantarkan kawasan perbatasan untuk bisa ikut berkembang seperti Kota/Kabupaten lainnya di Indonesia, serta upaya peningkatan
15 OKTOBER - 14 NOPEMBER 2011
kesejahteraan dan pertumbuhan daya saing dengan negara tetangga. Disamping juga bagaimana mengupayakan pembangunan kawasan perbatasan tanpa harus dengan merusak lingkungan. Upaya pembangunan dan pengembangan kawasan perbatasan ini didasarkan pada UU No.43 tahun 2009 tentang Wilayah Negara; Perpres No.12/2010 tentang BNPP; dan Permendagri No.31/2010 tentang Organisasi Tata Kerja BNPP. Disamping itu juga ada Grand Desain Pengelolaan Perbatasan yang terdiri dari Rencana Induk dan Rencana Aksi; Program kerjasama BNPP dengan beberapa perguruan tinggi (Untan, Unmul, Unhan, ITB, Unpad, UGM, Undana, Uncen dan ITS); serta kebijakan pemerintah tentang Upaya Peningkatan Ketahanan masyarakat, ekonomi, sosial dan budaya. Dinamika sosial politik dalam negeri, dinamika hubungan internasional dan antar negara yang berbatasan, serta dampak negatif dari intervensi dan pengaruh asing akibat globalisasi serta kemajuan teknologi informasi dan komunikasi adalah merupakan ancaman yang patut di waspadai dalam pengembangan dan pembangunan kawasan perbatasan. Sementara yang menjadi hambatan dalam upaya pengembangan dan pembangunan kawasan perbatasan adalah ketertutupan, keterisoliran dan keterbatasan wilayah perbatasan itu sendiri. Syarat yang perlu dipenuhi untuk membuka hambatan dalam rangka mengembangkan kawasan perbatasan adalah adanya kemauan masyarakat perbatasan untuk membuka diri menerima perubahan dengan segala konsekuensinya. Selanjutnya adanya pemicu perubahan melalui intervensi eksternal berupa kebijakan pemerintah atau imbas perubahan dari wilayah terdekat yang berbatasan (negara tetangga yang berbatasan). Kemudian pemberdayaan potensi kawasan yang meliputi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan nilai-nilai kearifan local dengan “manajemen perubahan kawasan” secara terencana, terpadu, terarah dan terprogram. Upaya percepatan mengembangkan kawasan perbatasan memerlukan kesamaan pemahaman bahwa pengelolaan perbatasan menjadi tanggung jawab Pemerintah Pusat yang didukung oleh Pemerintah Daerah serta para stakeholder dan masyarakat. Adanya kemauan pemerintah untuk melakukan
perubahan di kawasan perbatasan, dengan mengelola perbatasan secara terprogram, terpadu dan terkoordinasi. Adanya kewenangan yang jelas dan tegas didukung perangkat kerja dan pembiayaan yang memadai dengan unit pelaksana teknis di perbatasan. Adanya kewenangan lembaga yang mengelola kawasan perbatasan yang bersifat ‘superbody’ untuk mengkoordinir semua kementerian/lembaga yang terkait dalam pengelolaan perbatasan. Juga diperlukan adanya ‘rumah program’ berupa grand design rencana induk dan rencana aksi pengelolaan perbatasan yang harus dirujuk oleh semua kementerian/lembaga terkait. Adanya sinkronisasi/harmonisasi program dan anggaran untuk pengelolaan kawasan perbatasan melalui forum Musrenbang. Reposisi/redefinisi rencana tata ruang wilayah nasional bagi pembangunan/pengembangan kawasan perbatasan. Serta mengasah potensi ‘intan terpendam’ di perbatasan menjadi lebih bercahaya guna dapat menarik minat masyarakat local dan luar untuk berperan serta membangun kawasan perbatasan. Hasil guna/output yang diharapkan dari upaya pengembangan kawasan perbatasan adalah berlangsungnya perubahan social masyarakat perbatasan untuk lebih mandiri dan berkembang yang setara dengan kemajuan kawasan lainnya. Terwujudnya pengembangan kawasan perbatasan menjadi beranda terdepan Negara. Serta terasahnya ‘intan terpendam’ di kawasan perbatasan agar dapat menarik minat masyarakat local dan luar untuk membangun kawasan perbatasan. Sementara daya guna/outcome yang diharapkan adalah meningkatnya kesejahteraan masyarakat dan pertumbuhan daya saing kawasan perbatasan dengan Negara tetangga. Meningkatnya ketahanan masyarakat perbatasan di bidang ideology, politik, ekonomi, social, budaya, dan pertahanan keamanan dalam rangka menjaga dan mempertahankan kedaulatan wilayah NKRI. Universitas Padjajaran (UNPAD) terpanggil mengambil peran bersamasama dengan perguruan tinggi lainnya untuk membantu pengelolaan perbatasan melalui pendekatan konseptual dan implementatif dengan mengambil fokus dan lokasi kajian tertentu sebagai implementasi dari Tri Darma perguruan tinggi. Penanggung jawab utama
pengelolaan perbatasan berada pada Pemerintah Pusat dalam rangka menjaga keutuhan dan kedaulatan NKRI. Pengelolaan perbatasan perlu dukungan semua pihak; baik pembuat kebijakan, instansi terkait, pemerintah daerah, dunia usaha, dunia pendidikan dan iptek, media masa, maupun masyarakat di kawasan perbatasan. Pengelolaan perbatasan harus lebih terarah, terpadu, terpogram dan terkendali yang didukung visi dan misi yang jelas, grand design dan master plan, serta rencana aksi dan implementasi. Pembangunan perbatasan harus mengutamakan pemberdayaan potensi kawasan perbatasan yang meliputi unsur sumber daya manusia, sumber daya alam, dan unsur nilai-nilai kearifan lokal. Pengelolaan perbatasan harus dikelola secara khusus dengan pengaturan dan pemberian kewenangan yang mampu menggerakkan dan memberdayakan semua potensi sumber daya yang ada. Untuk itu diperlukan peningkatan kualitas dan kuantitas sumber daya manusia di kawasan perbatasan melalui peningkatan pendidikan; penambahan sumber daya manusia penggerak pembangunan di kawasan perbatasan; master plan dalam pengembangan kawasan secara menyeluruh dan terpadu yang visioner sesuai dengan perkembangan keadaan dan kemajuan teknologi; dukungan kebijakan/ pengaturan khusus dan terpadu yang diperlukan untuk percepatan pembangunan kawasan perbatasan. Perlu ada kemauan dan pemahaman bersama untuk percepatan pengembangan kawasan perbatasan agar tidak ada tumpang tindih kebijakan dan aturan serta program dari semua kementerian/lembaga terkait dalam pengelolaan perbatasan; pembentukan otorita khusus bagi pengelola teknis di kawasan perbatasan agar mampu menggerakkan semua instansi dan potensi untuk mempercepat pembangunan di kawasan perbatasan; pembentukan pusat-pusat perkembangan ekonomi di kawasan perbatasan. Perlu pengembangan konsep Kota Mandiri perbatasan sesuai potensi kawasan, antara lain kota budaya, kota pelabuhan, kota transit, kota pertambangan, kota wisata, kota tematik, kota perdagangan, kota industri, airport city dan sebagainya. Membuka peluang untuk masuknya investasi asing dan pembukaan lapangan kerja bagi penduduk lokal dan pendatang.[]
No. 48 Tahun IV
Diplomasi
12
b i n g kai Dok. Infomed
r e n i l l Ku
a v i t Fes
N A E S A
Bekerjasama dengan PT. Summarecon Agung Tbk dan Indonesian Chef Association (ICA), pada tanggal 16 September 2011, Kementerian Luar Negeri RI menggelar festival kuliner ASEAN bertajuk “ASEAN Plus Culinary Festival 2011” di La Piazza, Kelapa Gading, Jakarta. Dirjen Kerjasama ASEAN, Djauhari Oratmangun, mengatakan bahwa festival kuliner ASEAN 2011 yang baru pertama kali di selenggarakan ini diharapkan dapat meningkatkan people-to-people contact diantara negara-negara anggota ASEAN Plus. Hal ini merupakan salah satu upaya Pemerintah Indonesia untuk mewujudkan people-oriented dan people-centered ASEAN dalam pembentukan ASEAN Community 2015. Disamping itu festival ini juga
No. 48 Tahun IV
diharapkan dapat meningkatkan ASEAN awareness, khususnya pada masyarakat Indonesia. Melalui pengenalan kuliner khas tradisional negara-negara ASEAN Plus kepada masyarakat, Pemerintah berharap dapat meningkatkan rasa kebersamaan dan kekompakan diantara masyarakat ASEAN Plus. Dan tidak ketinggalan, festival ini diharapkan juga dapat memberikan suatu economic benefit bagi para pelaku bisnis kuliner di Indonesia, demikian diungkapkan oleh Dirjen KSA, Djauhari Oratmangun. Sementara itu, Direktur PT Summarecon Agung Tbk., Soegianto Nagaria, memaparkan bahwa ASEAN Plus Culinary Festival 2011 ini dapat membantu memperkenalkan Kelapa Gading Jakarta sebagai “Kota Sejuta Makanan” kepada masyarakat ASEAN dan menjadi tujuan wisata kuliner ke depannya. Lebih lanjut Soegianto menjelaskan bahwa selain
memasyarakatkan Komunitas ASEAN 2015, acara ini juga diharapkan bisa menjadi agenda baru pertukaran budaya melalui bidang kuliner. Penyelenggaraan ASEAN Plus Culinary Festival 2011 mengusung tema ‘Natural Traditional’, dengan menampilkan nuansa tropis yang merupakan ciri khas dari negara-negara ASEAN. Dekorasi khas tradisional negara ASEAN mulai terlihat saat memasuki gerbang pintu utama dan suasana dibuat layaknya berada di perkampungan ASEAN dengan gerbang dan kursi-kursi pengunjung yang didominasi oleh material bambu serta kayu. Sementara panggung utama di desain berupa sebuah Pendopo yang merupakan ciri khas arsitektur Jawa Tengah, Indonesia. Sekitar 27 booth yang terdiri dari makanan dan minuman khas di berbagai negara ASEAN Plus ditampilkan untuk memeriahkan ASEAN Plus Culinary Festival 2011 ini, diantaranya; Tom yam kung, Pad Thai, Yam Mamuang (Thailand); Chicken & Pork Adobo, Bistik Tagalog (Filipina); Pho bo, Goi Cu On, Ca Pe Sua Da (Viet Nam); Nyonya Nasi Lemak, Ambula Juice, Teh Tarik (Malaysia); Chicken Biryani, Peshawari Chappal Kebab (Pakistan); dan Okonomiyaki, Takoyaki (Jepang). Sementara Indonesia menampilkan Sate Ponorogo, Rujak
Beubeuk, Kerak Telor dan berbagai makanan khas lainnya. Yang juga menambah keunikan dari penyelenggaraan festival kuliner ini adalah penggunaan uang-uangan khas ASEAN sebagai alat pembayaran. Selain dapat menikmati cita rasa aneka masakan khas negaranegara ASEAN Plus, para pengunjung juga diberikan kesempatan untuk menambah pengetahuan mengenai kuliner melalui “Chef Demo”. Acara ini menghadirkan Presiden ICA, Chef Henry Alexie Bloem dan beberapa chef internasional lainnya, seperti Chef Sher Habib (Pakistan), Chef Pof. Sopheak dan Chef Seng Komphak (Kamboja), Chef Andreas Stockowy (Jerman), dan Chef Oskar Urzelai (Jerman). Tidak ketinggalan juga ditampilkan celebrity chef seperti Chef Yongki Gunawan, Chef Ragil Wibowo, dan Chef Ferry selaku President’s Chef for Nutrition Food di Indonesia. Selama tiga hari pelaksanaan festival ini, para pengunjung juga disuguhi berbagai pertunjukan, diantaranya Art & Culture Performance, ASEAN character humanoid, dan live band performance. Melengkapi kemeriahan penyelenggaraan ASEAN Plus Culinary Festival 2011 juga turut dihadirkan para Putri Pariwisata Indonesia, sehingga menambah semarak festival kuliner ini. []
15 OKTOBER - 14 NOPEMBER 2011
Diplomasi ”.....di era globalisasi sekarang ini, di dalam negeri batik memiliki pangsa pasar yang besar. Kreativitas pembatik dalam menciptakan pola, desain dan fungsi batik telah mampu bersaing dalam pasar nasional maupun global.”
Dok. Presidensby.info Ibu Ani membatik di atas payung dengan canting saat menghadiri peringatan Hari Batik Nasional 2011 di Lapangan Jetayu, Kota Pekalongan, Senin (3/10) siang. Pada saat yang bersamaan, 1000 pembatik secara serentak juga mengikuti Ibu Ani membatik di atas payung dengan canting. 1000 orang pembatik tersebut terdiri dari 750 perempuan, 200 pelajar, dan 50 orang seniman.
Peringatan Hari Batik Nasional
2011
b i n g kai
Batik adalah ekspresi budaya yang memiliki makna simbolis yang unik dan nilai estetika yang tinggi bagi masyarakat Indonesia. Keunikan yang indah itu merupakan salah satu pembentuk karakter bangsa Indonesia yang membedakan kita dengan bangsa lain sehingga dapat menjadi identitas dan jati diri bangsa. Demikian dijelaskan Ibu Ani Bambang Yudhoyono dalam sambutannya saat menghadiri peringatan Hari Batik Nasional 2011 di Lapangan Jetayu, Kota Pekalongan, Senin (3/10). Peringatan Hari Batik Nasional yang digelar di Kota dengan sejuta motif batik , 3 – 5 Oktober 2011 berlangsung sukses. Suksesnya acara ini, semakin lengkap dengan hadirnya Ibu Negara Hj. Ani Yudhoyono dan Ibu Wakil Presiden Herawati Budiono di Kota Pekalongan untuk membuka kegiatan pada tanggal 3 Oktober 2011 di Lapangan Jetayu Kawasan Simpang Lima Kota Pekalongan . Selain itu, hadir pula para menteri perempuan Kabinet Indonesia Bersatu, himpunan istri menteri dan mantan menteri. Kementerian Luar Negeri dalam hal ini Direktorat Jenderal Informasi dan Diplomasi Publik bekerjasama
13
dengan Pemerintah Kota Pekalongan turut mendukung perhelatan hari batik nasional ini melalui program Diplomatic Tour dengan peserta yang terdiri dari para Duta Besar perempuan dan istri Duta Besar Negara sahabat. Kegiatan Diplomatic Tour tersebut dapat lebih memperkenalkan Batik di mata dunia internasional khususnya keluarga besar diplomat Negara-negara sahabat. Dalam rangkaian hari batik nasional ini, diselenggarakan parade membatik 1.000 payung yang dilakukan oleh 1.000 pembatik terdiri dari 750 perajin batik, 200 pelajar dan 50 seniman. Kegiatan membatik diatas paying dengan berbagai corak dan motif tersebut tercatat dalam rekor MURI. Sebagaimana diungkapkan Manajer MURI Sri Widayati disela -sela peringatan Hari Batik Nasional 2011. “Kami dari MURI mencatat parade 1.000 payung yang dibatik dengan aneka motif dan warna masuk dalam kategori payung terbanyak. Karenanya, kami secara resmi mencatat parade ini dalam rekor MURI ke 5106,” jelas Sri. Batik juga memegang peran yang penting dalam perekonomian Indonesia sebagai salah satu penopang kekuatan ekonomi rakyat. Industri batik telah menyerap tenaga kerja yang sangat besar, dari proses pembuatannya hingga pemasarannya. Bahkan di era globalisasi sekarang ini, di dalam negeri batik memiliki pangsa pasar yang besar. Kreativitas pembatik dalam menciptakan pola, desain dan fungsi batik telah mampu bersaing dalam pasar nasional maupun global. Peringatan Hari Batik Nasional 2011 diharapkan dapat menggairahkan kembali industri batik bagi Kota Pekalongan pada khususnya dan Indonesia pada umumnya.[]
Dok. Presidensby.info
15 OKTOBER - 14 NOPEMBER 2011
Ibu Ani dan Ibu Herawati melihat proses pewarnaan kain batik di Museum Batik Nasional, Pekalongan, Senin (310) siang. (fotoanungpresidensby.info)
No. 48 Tahun IV
Diplomasi
14
fokus
Universitas Tanjungpura Mendorong Pembangunan Wilayah Perbatasan Prof. Dr. Eddy Suratman
Guru Besar FE Untan, Kalbar.
Dok. Diplomasi
Berdasarkan data dari Kementerian PDT, seluruh kabupaten perbatasan di Kalimantan Barat, yaitu Sambas, Bengkayang, Sanggau, Sintang, dan Kapuas Hulu, semuanya termasuk kategori tertinggal. Dari 1.866 jumlah desa/kelurahan, sebanyak 1.255 atau 64,25% nya termasuk kategori desa/ kelurahan tertinggal. Dengan demikian hanya 667 (35,74%) saja desa/kelurahan yang tidak tertinggal. Sedangkan khusus untuk kawasan perbatasan, seluruh desa/kelurahan atau sebanyak 747 desa/ kelurahan masuk kategori tertinggal. Ini Nampak dari pertumbuhan ekonomi Kalimantan Barat selama periode 2003-2010 yang selalu lebih rendah dari pertumbuhan ekonomi nasional. Sebagai daerah tertinggal, kawasan perbatasan memang kurang mendapatkan perhatian pemerintah, dan cenderung hanya dijadikan sebagai sabuk keamanan (security belt). Beberapa kawasan perbatasan memang sulit dijangkau karena kendala geografis. Disamping itu juga terjadi inkonsistensi antara perencanaan dengan pelaksanaan, dan adanya ketidakjelasan wewenang dan koordinasi. Namun dengan adanya BNPP, maka sekarang ini koordinasinya menjadi lebih baik. Angka kemiskinan yang tinggi di kawasan perbatasan juga merupakan suatu permasalahan, dimana terdapat sekitar 45% desa miskin dengan jumlah penduduk miskin sekitar 35%. Prosentase penduduk miskin di tingkat nasional pada 2010 mencapai 13,3%, sementara prosentase penduduk miskin di provinsi Kalimantan Barat mencapai 9,02%. Permasalahan lainnya adalah keterbatasan infrastruktur, lemahnya
No. 48 Tahun IV
penegakan hukum dan belum optimalnya pemanfaatan sumber daya alam. Padahal kawasan perbatasan memiliki potensi sumber daya alam yang cukup besar, diantaranya tambang emas, hasil hutan, perkebunan dan perikanan air tawar. Tambang emas, baik yang terkandung dalam tanah aluvial maupun sungai, tersebar hampir di seluruh aliran sungai di sepanjang kawasan perbatasan. Potensi hutan yang dapat diusahakan adalah sekitar 80.000 hektar. Selain itu di kawasan perbatasan juga terdapat hutan lindung berupa Taman Nasional yang sangat berpotensi untuk dikembangkan sebagai oyek wisata alam. Kawasan perbatasan juga memiliki potensi perkebunan berupa coklat,lada, karet, kelapa sawit dan lain-lainnya yang sebagian besar di jual ke Serawak. Sementara potensi perikanan air tawar juga cukup besar dan memiliki spisies ikan yang relatif lengkap dan hanya terdapat di beberapa negara di dunia. Beberapa faktor yang menyebabkan kawasan perbatasan yang memiliki potensi sumber daya alam cukup besar namun menjadi daerah tertinggal, adalah; kondisi geografis, rendahnya kualitas SDM, terbatasnya infrastruktur, dan merupakan kawasan yang rawan terjadinya bencana alam dan konflik sosial, serta penerapan kebijakan pembangunan yang tidak tepat sasaran. Tidak tepatnya sasaran kebijakan pembangunan, antara lain disebabkan oleh fokus pembangunan nasional yang cenderung ke Kawasan Barat Indonesia (KBI), fokus pembangunan yang cenderung ke daerah perkotaan, kurangnya keterkaitan kegiatan pembangunan antar wilayah, serta terabaikannya pembangunan daerah perbatasan karena alasan lokasi, jumlah penduduk, dan anggaran yang minim. Konsep dan program Universitas Tanjungpura dalam pengelolaan perbatasan adalah terus mendorong dan menagih janji pemerintah untuk mewujudkan Kawasan Perbatasan Nasional sebagai “Beranda Depan”. Upaya tersebut tidak boleh berhenti hanya pada slogan dan wacana. Perwujudan itu bisa dilakukan melalui berbagai upaya, yaitu: dengan menetapkan Rencana Tata Ruang Kawasan Perbatasan sebagai bagian dari Rencana Tata Ruang Nasional yang bersinergi dengan Tata Ruang Provinsi dan Kabupaten. Merevitalisasi peran dan fungsi Badan Nasional Pengelola
Perbatasan (BNPP) dengan memperjelas lingkup kewenangan pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten, di ikuti dengan penempatan personil yang lebih memahami permasalahan pembangunan kawasan perbatasan. Upaya lainnya adalah meningkatkan kualitas sumber daya manusia terutama melalui pembangunan bidang pendidikan dan kesehatan, mempercepat pembangunan infrastruktur, meningkatkan perlindungan sumber daya alam dan mengembangkannya bagi kesejahteraan masyarakat lokal dan melakukan pendekatan kesejahteraan dan keamanan secara serasi, terutama untuk mengurangi angka kemiskinan. Selanjutnya melakukan upaya peningkatan kerjasama pembangunan dengan negara tetangga, melakukan penegakan hukum, pengembangan perkebunan berskala besar di sepanjang perbatasan yang di orientasikan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sekitar kawasan perbatasan. Kemudian mengembangkan lembaga-lembaga keuangan lokal (bank dan non-bank) yang diatur secara profesional, terutama untuk memperkuat peran mata uang Rupiah dan sekaligus mengupayakan agar dana dari daerah perbatasan ini tidak keluar dan dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk mendorong pembangunan ekonomi lokal. Selanjutnya mengimplementasikan secara sungguh-sungguh konsep Border Development Center (BDC) yang sudah dikaji dan dirancang dalam waktu yang cukup lama sebagai pusat pertumbuhan ekonomi kawasan. Kami sudah merancang BDC sebagai Kawasan Cepat Tumbuh (KCT) di perbatasan, dimana BDC merupakan sebuah pusat pengembangan yang berfungsi sebagai Pusat Pertumbuhan Ekonomi dan Pusat Pemberdayaan Masyarakat lokal. Sebagai Pusat Pertumbuhan Ekonomi, BDC berfungsi sebagai sentra produksi, distribusi, koleksi dan stabilisasi harga barang dan jasa. Sebagai Pusat Pemberdayaan Masyarakat, BDC berfungsi sebagai pusat pengembangan kapabilitas masyarakat. Sebagai Kawasan Cepat Tumbuh, BDC merupakan sentra pertanian lahan basah (padi) dan pertanian lahan kering (sayur-sayuran); sentra industri pengolahan berbasis pertanian tanaman pangan dan perkebunan; sentra perkebunan skala besar dan skala rakyat (karet, kelapa sawit, lada
dan lain-lainnya); serta sentra hutan produksi tetap, hutan produksi terbatas, hutan dikonversi, dan hutan rakyat. Sedangkan sebagai Pusat Pemberdayaan Masyarakat, BDC merupakan sentra Balai Latihan Kerja (BLK), pelatihan bisnis, pendidikan khusus, promosi produk UKM, dan bantuan/pembinaan teknis. Dalam hal ini jaringan BDC meliputi Kawasan Industri, Kawasan Pariwisata, Kawasan Sentra Produksi, Kawasan Andalan, Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu, Kawasan Industri, Kawasan Bisnis, Kawasan pemukiman, Kawasan Agropolitan, dan BDC lainnya di Kalimantan Barat. Tugas Universitas Tanjungpura (Untan) dalam mendukung pengelolaan potensi kawasan perbatasan adalah telah dan terus mengimplementasikan Tridharma Perguruan Tinggi di kawasan perbatasan dalam bentuk; Membantu meningkatkan kualitas masyarakat perbatasan melalui kesempatan melanjutkan pendidikan ke Untan; Membantu menyediakan konsep dan rekomendasi kebijakan untuk mengatasi permasalahan di kawasan perbatasan melalui kegiatan penelitian; Membantu masyarakat perbatasan dengan saran praktis terkait dengan upaya perbaikan taraf kehidupan mereka sehari-hari melalui kegiatan pengabdian masyarakat. Beberapa kegiatan yang dilakukan Untan di kawasan perbatasan, antara lain adalah; Memberikan peluang kuliah lebih besar bagi calon mahasiswa yang berasal dari kawasan perbatasan; Memberikan beasiswa penuh kuliah di Untan bagi mahasiswa dari kabupaten perbatasan (untuk tahun ajara 2010-2011 ada 200 mahasiswa); KKN Mahasiswa secara rutin; Pembukaan konsentrasi kajian perbatasan di S2 Fisip sejak 2003 dan kajian ekonomi perbatasan di S2 Ilmu Ekonomi sejak 2009; Membentuk Pusat Penelitian Kawasan Perbatasan (P2KP); Pengabdian kepada masyarakat berupa pemberantasan buta huruf oleh FKIP selama beberapa tahun, Lokakarya dan pendampingan masyarakat oleh mahasiswa S2 Ilmu Hukum; Seminar, workshop, dan lokakarya tentang perbatasan (lebih dari dua kali dalam setahun); Penelitian tesis mahasiswa S1 dan S2: Pendampingan oleh beberapa UKM dan dosen setiap tahun; dan Penelitian.[]
15 OKTOBER - 14 NOPEMBER 2011
Diplomasi fokus
15
Mengadopsi “Teori Laron” untuk Mengembangkan Wilayah Perbatasan Seperti daerah lain di Indonesia, wilayah perbatasan juga mengandung potensi sumber daya alam yang melimpah baik di darat maupun di lautnya, namun keberadaan potensi tersebut belum dikelola dan dimanfaatkan secara optimal, bahkan sentuhan pembangunan di wilayah perbatasan masih minim sehingga kondisi wilayah perbatasan saat ini sangat memprihatinkan layaknya beranda belakang rumah yang tidak terurus. Mengembangkan ekonomi wilayah perbatasan tidak bisa hanya mengandalkan konsep dan strategi konvensional dan rata-rata, diperlukan kiat dan konsep yang inovatif dan spektakuler dengan pola fikir out of the box, dengan modal kehandalan dan pengalaman mengelola potensi ditengah minimnya sumber daya menjadi potensi yang unggul dan menguntungkan, serta kemampuan intuisi bisnis dalam menangkap peluang yang tersembunyi menjadi peluang yang terang benderang, para pengusaha nasional yang tergabung di KADIN dapat memberi kontribusi yang nyata dalam mendorong percepatan pembangunan di perbatasan. Sebagaimana yang sudah diyakini dan dibuktikan dalam sejarah bahwa kesejahteraan suatu bangsa tidak terlepas dari peran pokok dan kiprah pengusahanya sebagai tulang punggung dan pelaku ekonomi, karena dari kiprah pengusahalah akan dapat tercipta percepatan pembangunan ekonomi berupa penyediaan lapangan kerja, peningkatan pendapatan negara dan pajak sebagai sumber devisa negara disamping kesejahteraan masyarakat dapat ditingkatkan dari lapangan kerja yang disediakan oleh pengusaha tersebut. Langkah Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) menggandeng KADIN untuk bersama-sama mengembangkan dan membangun wilayah perbatasan yang ditandai dengan ditandatanganinya kesepakatan bersama pada 20 Januari 2011 adalah langkah yang cerdas dan tepat. Peran KADIN dalam mengembangkan dan membangun wilayah perbatasan secara dasar telah disepakati bersama yang tertuang dalam pasal 2 kesepakatan bersama antara
15 OKTOBER - 14 NOPEMBER 2011
Muhammad Solikin
Ketua Komite Tetap Bidang Investasi Wilayah Tengah KADIN Indonesia
KADIN dan BNPP, yaitu: Identifikasi dan pemetaan potensi kawasan perbatasan; Pengkajian kebijakan dan pengembangan ekonomi bisnis; Pembangunan dan pemanfaatan potensi sumber daya alam berbasis kelestarian lingkungan; Pengkajian dan penerapan sistim informasi bisnis dan pengembangan sistim informasi manajemen perijinan yang berbasis teknologi e-government; dan Peningkatan kapasitas sumber daya manusia di kawasan perbatasan. Untuk mengembangkan wilayah perbatasan, KADIN mengusulkan memakai dan mengadopsi “teori laron” dimana laron akan berbondongbondong tanpa di komando mencari dan menuju cahaya di manapun berada. Jadi dalam mengembangkan wilayah perbatasan perlu diciptakan cahaya yang merupakan daya tarik agar orang mau datang dan tinggal, serta berusaha dan berinvestasi di wilayah perbatasan dengan suka rela dan motivasi tinggi. Dalam hal ini KADIN sedang melakukan kajian dan pendalaman untuk kepentingan tersebut dengan membentuk ‘Tim Percepatan Pembangunan Ekonomi Wilayah Perbatasan’ sebagai langkah awal. Strategi yang diwacanakan KADIN adalah berupa; Pokok kerja pengembangan ekonomi; Sasaran sektor kegiatan ekonomi; dan Program pembangunan dalam mendukung pengembangan ekonomi wilayah perbatasan. Pokok kerja pengembangan ekonomi wilayah perbatasan adalah berupa; Mapping dan identifikasi potensi; Zonanisasi dan distribusi potensi; Studi dan kajian potensi; Perumusan dan penetapan stimulus dan daya tarik investasi; Pemasaran dan penggalangan investor; Pelaksanaan dan pengelolaan investasi. Sedangkan sasaran sektor kegiatan ekonomi yang akan di kembangkan di wilayah perbatasan adalah sektor Agriculture (primer), Manufacture (sekunder), dan Service (tertier). Sektor Agriculture adalah membudidayakan sumber daya alam secara langsung tanpa proses
Dok. Google
pengolahan. Yang termasuk dalam sektor ini adalah; usaha pertanian; usaha penangkapan dan budidaya ikan; usaha perkebunan dan kehutanan; usaha peternakan; usaha pertambangan; dan pariwisata. Sektor Manufacture adalah kegiatan ekonomi yang mengolah sumber daya alam menjadi bahan setengah jadi atau bahan jadi. Yang termasuk dalam sektor ini adalah; industri, kelistrikan, air bersih, dan bangunan. Sedangkan sektor Service adalah kegiatan ekonomi yang tidak menghasilkan barang akan tetapi menghasilkan jasa. Yang termasuk dalam sektor ini adalah; perdagangan, pengangkutan, keuangan dan jasa-jasa lainnya. Untuk di wilayah perbatasan, sektor yang didahulukan adalah sektor usaha yang banyak menyerap tenaga kerja agar mendorong tumbuhnya komunitas penduduk yang tinggal di wilayah perbatasan sehingga akan berdampak pada munculnya pertumbuhan aktifitas ekonomi. Mengingat pembangunan wilayah perbatasan memiliki manfaat yang fundamental, tidak hanya menyangkut pemerataan pembangunan melainkan juga menyangkut harga diri dan integritas bangsa serta kedaulatan
negara, sehingga pembangunan wilayah perbatasan hendaknya di klasifikasikan sebagai wilayah prioritas. Untuk itu KADIN mengusulkan agar strategi pelaksanaan pembangunan wilayah perbatasan terdiri dari Program Tanggap Darurat, Program Rehabilitasi, serta Program Revitalisasi dan Pengembangan Ekonomi. Program Tanggap Darurat merupakan program yang cepat dan segera dilaksanakan karena menyangkut aspek dasar kehidupan, yaitu meliputi: Perbaikan jalan akses utama yang putus dan rusak parah; Penyediaan sarana air bersih; Penanggulangan kelaparan dan gizi buruk; serta Pembangunan dan penyediaan sarana kesehatan dasar. Program Rehabilitasi dimaksudkan untuk melakukan pembenahan dan peningkatan kualitas sarana dan prasarana masyarakat, diantaranya berupa: Renovasi dan atau relokasi rumah tinggal penduduk; Perbaikan dan pemenuhan kelengkapan sarana pendidikan; Perbaikan dan pemenuhan kelengkapan sarana dan prasarana kesehatan; serta Rehabilitasi pasar dan sarana ibadah. Sedangkan dalam Program Revitalisasi dan Pengembangan Ekonomi, bentuk-bentuk kegiatan pembangunan yang dilaksanakan adalah berupa: Pembangunan infrastruktur ekonomi; Pembangunan kawasan sentra produksi; serta Pembangunan perkantoran dan pusat pelayanan bisnis. KADIN meyakini bahwa dengan rasa nasionalisme dan juga dukungan semua pihak, terutama Pemerintah, upaya untuk menjadikan wilayah perbatasan sebagai beranda depan yang penuh keunggulan dan kaya nilai tambah, dapat direalisasikan secara nyata.[]
No. 48 Tahun IV
Diplomasi
16
S O R O T
Diplomasi Perbatasan Indonesia berbatasan dengan sepuluh negara, tiga diantaranya adalah berupa batas wilayah darat. Kawasan perbatasan merupakan bagian dalam dari garis batas wilayah, dimana dalam hal ini wilayah darat itu berada di kecamatan. Karena itu pembangunanpembangunan di kawasan perbatasan idealnya adalah dilakukan di seluruh perbatasan, tetapi bagaimanapun juga pembangunan itu berkaitan dengan manusia, maka tentu saja yang diutamakan adalah pembangunan di wilayah daratan yang berada di tingkat kecamatan. Prioritasnya ada di tiga wilayah perbatasan, yaitu perbatasan RI-PNG, RI-Timor Leste dan RI-Malaysia. Wilayah yang mempunyai titik-titik paling tinggi di dalam konteks hubungan komunitas antara masing-masing negara, maka disitulah yang kira-kira perlu mendapat perhatian sehingga masyarakat yang berada di perbatasan itu kemudian tidak merasa menjadi lebih buruk dari masyarakat yang berada di wilayah negara lain. Daerah perbatasan yang mempunyai hubungan lansung dengan komunitas masyarakat negara lain itulah yang perlu diperhatikan, namun selain itu seluruh wilayah perbatasan
juga yang harus diperhatikan, idealnya begitu. Perbatasan-perbatasan di pulau-pulau yang tidak berpenghuni juga harus diperhatikan, jangan sampai kemudian pulau-pulau itu tidak ter ‘openi’. Dalam masalah perbatasan ada tiga aspek utama yang harus diperhatikan, yaitu aspek masalah penetapannya, masalah pengelolaannya dan masalah pengamanannya. Pada aspek penetapan, dalam hal negara kita berhadapan dengan negara tetangga, kita tidak bisa menetapkannya secara unilateral melainkan harus ditetapkan berdasarkan perundingan karena ketentuan hukum nasional kita menyatakan demikian. Di UU 43 terlihat dengan jelas dalam penjelasan pasal 6, dimana dalam hal negara yang berhadapan atau berdampinga, maka kita harus menetapkan batas garis perbatasan dengan perundingan. Peraturan hukum internasional, dalam hal ini UNCLOS, juga menyatakan demikian, dimana kita tidak dapat menetapkan garis batas secara unilateral. Tetapi untuk wilayah yang tidak berhadapan atau berdampingan dengan negara lain, misalnya Sumatera bagian bawah yang berhadapan Dok. isakayoga04.blogspot.com
No. 48 Tahun IV
dengan Samudera Hindia dan tidak ada negara lainnya, maka disitu kita dapat menetapkan garis batas sesuai dengan ketentuan yang dimungkinkan. Misalnya untuk ZEE kita bisa menetapkan sampai 200 mil, demikian juga dengan Batas Landas Kontinen itu bisa kita tetapkan sendiri, namun demikian harus ada dasarnya. Tetapi kalau di wilayah seperti Selat Malaka, Selat Singapura, Laut China Selatan dan lain-lainnya dimana negara lain juga mempunyai hak sesuai dengan hukum internasional, maka hal itu harus kita hargai dan disitulah pentingnya sebuah perundingan. Secara kasar, pengelolaan wilayah perbatasan itu baru bisa muncul setelah batasnya ditetapkan, ini berkaitan dengan bentuk pengelolaan seperti apa yang harus dikembangkan. Namun demikian bukan berarti bahwa pengelolaan kawasan perbatasan itu baru bisa dilakukan setelah ditetapkan garisnya, selama penetapan garis itu belum ada, dan sejauh apa yang menjadi concern kita, maka kita harus memberikan perhatian karena hal itu juga akan memperkuat didalam proses perundingan. Tetapi bahwa kita dengan negara tetangga harus mempunyai suatu pemahaman dimana masing-masing negara mempunyai kewenangan, dan oleh karena ini merupakan perbatasan darat maka kita harus sangat hatihati mengingat ini berkaitan langsung dengan keberadaan masyarakat di wilayah perbatasan. Hal ini bukan berati bahwa di wilayah perbatasan laut kita tidak perlu berhati-hati, tetapi ini menyangkut keberadaan langsung masyarakat yang ada di wilayah perbatasan darat, jadi ini harus menjadi perhatian yang lebih besar. Kalau di laut, kita bisa menetapkan titik-titik koordinat tanpa ada masyarakat yang terganggu dalam konteks keseharian hidup mereka. Kalau di darat ada masyarakat yang hidup di situ dan ini harus menjadi perhatian yang seksama. Dalam hal ini BNPP memiliki fungsi untuk mengkoordinasikan seluruh stakeholder yang berkaitan dan mempunyai kewenangan di dalam masalah perbatasan. Dalam konteks Kemlu, Kemlu mempunyai peranan yang besar dalam aspek penetapan batas, tetapi dalam konteks pengelolaan wilayah perbatasan lebih lanjut Kemlu tidak mempunyai kewenangan yang
Dok. Diplomasi
Rahmat Budiman
Direktur Perjanjian Politik, Keamanan dan Kewilayahan KEMLU RI
kuat. Sesuai dengan ketentuan UU mengenai pelaksanaannya, pembangunan dan pengembangan wilayah perbatasan itu dilaksanakan oleh instansi teknis terkait. Fungsi BNPP adalah jangan sampai masing-masing instansi terkait mengajukan rencana pembangunan untuk kemakmuran masyarakat di wilayah perbatasan dalam bentuk yang sama sehingga menjadi tidak efisien. Program pembangunan dan pengembangan kawasan perbatasan ini harus betul-betul terlihat koordinasinya dan tidak tumpang tindih didalam suatu kegiatan yang sama yang dilaksanakan oleh berbagai instansi, inilah yang harus dikelola dengan baik oleh BNPP. Pembangunan kawasan perbatasan ini utamanya adalah di wilayah dimana ada komunitas yang berdekatan diantara dua negara, misalnya dengan Timor Leste dimana penentuan garis batasnya memang belum selesai, memang sudah ada agreement tetapi belum seluruhnya dan masih ada empat segmen yang masih harus diselesaikan. Dengan PNG relatif sudah selesai, hanya tinggal masalah pos perbatasan dan segala macamnya. Dengan Malaysia memang masih ada persoalan, meskipun sudah ada perjanjian 1891 mengenai perbatasan, tetapi kemudian apa yang ada di kertas dengan yang kita lihat di lapangan faktanya berbeda. Bahwa ternyata di lapangan itu masih ada beberapa persoalan yang perlu dibicarakan dengan Malaysia yaitu apa yang disebut dengan outsanding border problem. Konteksnya di sini adalah adanya perbedaan penafsiran dari masingmasing pihak, dimana kita menganggap masih ada 10 OBP sementara Malaysia hanya menganggap 9 OBP, dan itu menjadi suatu hal yang harus dibicarakan dengan mereka.[]
15 OKTOBER - 14 NOPEMBER 2011
Diplomasi S O R O T
17
Perlu Perubahan Paradigma
Dalam Mengelola Perbatasan RI-PNG Drs. Andreas Sitepu, MA. Dubes RI untuk PNG
Satu hal mendesak yang perlu kita lakukan dalam hal pengelolaan perbatasan, khususnya perbatasan RI-PNG, yaitu menyamakan ‘persepsi’. Bagaimana sebetulnya masyarakat yang berada di kawasan perbatasan dan bagaimana pengelolaan kawasan perbatasan itu sendiri. Dalam hal ini mungkin kita bisa merasakan betapa pentingnya kawasan perbatasan itu, dan kami di Perwakilan di Moresby melihat bahwa kawasan perbatasan ini sangat penting, karena ini menyangkut kepentingan nasional yang sangat hakiki, yaitu bagaimana kita mempertahankan integritas wilayah NKRI. Dalam hal perbatasan, mungkin apa yang kita alami tidak berbeda dengan negara-negara lainnya, namun demikian tetap saja ada hal-hal yang berbeda yang menuntut suatu penanganan yang berbeda-beda untuk setiap wilayah. Dalam konteks hubungan RI-PNG, kami ingin menyampaikan bahwa persoalan perbatasan RI-PNG ini memang sangat unik sehingga membutuhkan penanganan yang unik pula. Sebagai contoh, infrasturktur
Dok. garudaholidays.eu
15 OKTOBER - 14 NOPEMBER 2011
jalan yang ada di wilayah perbatasan RI-PNG hanya berjarak beberapa kilometer saja dan kondisi jalannya bagus, dilengkapi dengan fasilitas pos penjagaan dan personil keamanan untuk mengamankan wilayah perbatasan, namun jumlahnya sangat terbatas, sehingga dari berbagai hal, wilayah perbatasan ini menjadi sangat riskan terhadap terjadinya berbagai pelanggaran, mulai dari illegal logging, penyelundupan hasil hutan dan
Dok. Diplomasi
sebagainya. Kemudian adanya kesamaan etnis antara warga PNG dengan masyarakat RI di Papua, dimana hal ini juga bisa menjadi suatu hambatan. Hal lainnya adalah bahwa ada nilai-nilai adat yang dijunjung tinggi di PNG, utamanya dalam kepemilikan tanah oleh adat, yang semuanya itu sudah diatur oleh Undang-Undang. Mayoritas hal ini juga ada di wilayah RI, sehingga di kawasan perbatasan itu banyak sekali orang-
orang warga PNG yang memiliki tanah di wilayah RI, demikian juga sebaliknya. Terkadang apa yang mereka miliki di wilayah RI harus persis sama dengan apa yang ada di negara mereka. Selanjutnya adalah perasaan yang sangat kental dari segi etnis yang bisa juga menjadi sesuatu yang tidak menguntungkan bagi kita jika kita tidak memperhatikan masalah ini. Disamping itu, PNG merupakan salah satu wilayah dimana basis kelompok-kelompok separatis yang ingin memisahkan diri dari NKRI bersatupadu untuk memperoleh dukungan. Hal lainnya adalah besarnya kepentingan negara-negara maju yang kuat dari segi ekonomi terhadap sumber-sumber energi. Sekarang ini banyak sekali negara-negara maju yang memberikan perhatian terhadap PNG dan berupaya untuk menancapkan pengaruh mereka di PNG. Dalam kurun waktu yang panjang, kalau kita tidak mengelola wilayah perbatasan dengan baik, tentunya hal-hal yang ditanamkam negara-negara maju di PNG akan berpengaruh terhadap wilayah perbatasan kita. Tentunya mereka akan berupaya untuk menguasai kekayaan alam yang kita miliki. Jadi dengan beberapa pandangan tersebut, maka sangat diharapkan bahwa kita harus memiliki satu persepsi yang sama mengenai bagaimana kita mengelola wilayah perbatasan, khususnya di perbatasan RI-PNG. Dalam hal ini kami ingin menunjukkan bahwa kita perlu memiliki suatu persepsi yang sama tentang pentingnya hubungan RIPNG. Merupakan kepentingan nasional kita untuk menjadikan PNG yang kuat dan sejahtera, sehingga dengan demikian RI dan PNG dapat bermitra dalam hal penyelesaian pemasalahan perbatasan. Kalau PNG tetap dibiarkan seperti sekarang ini, lemah dan labil serta tidak bisa menyelesaikan permasalahan strategis mereka sendiri, maka PNG hanya akan menjadi ajang perebutan kepentingan negara-negara maju dan tentunya kita tidak ingin ini terjadi. Kita ingin PNG bisa semakin kuat dan memiliki kemampuan yang semakin baik untuk mandiri, dan dalam hal ini kita bisa melakukan banyak hal, salah satunya adalah perubahan paradigma.[]
No. 48 Tahun IV
Diplomasi
18
S O R O T
Wilayah Perbatasan Menjadi Zona Pengamanan Terhadap Wilayah Indonesia Eddy Setiabudi Dubes RI untuk Timor Leste Dok. Diplomasi
Konsep pemberdayaan masyarakat lokal di kawasan perbatasan itu sangat penting, demikian juga halnya dengan penempatan dan perluasan pembangunan kawasan perbatasan. Sebagaimana diketahui bahwa perkembangan jumlah penduduk di Timor Leste (TL) saat ini berdasarkan sensus 2010 berjumlah 1.066.000 orang. Dibandingkan dengan warga Indonesia yang berjumlah sekitar 235 juta, bagi TL ini adalah ‘raksasa’. Kemudian juga luas wilayah Indonesia yang mencapai jutaan kilometer, sedangkan luas wilayah TL hanya 954 km. Perbandingan besaran luas wilayah dan jumlah penduduk ini tentunya sangat berpengaruh bagi warga Timor Leste dalam konteks melihat kehidupan mereka dengan Indonesia, termasuk bagaimana pengelolaan masalah perbatasan kedua negara. Sejak TL merdeka, catatan kami menunjukkan bahwa Indonesia memiliki sekitar 124 milyar Rupiah untuk Program Pemulihan Ekonomi, bandingkan dengan TL yang sejak kemerdekaan mereka pada tahun 2002, hasil dari
No. 48 Tahun IV
dana ekonomi yang mereka tanamkan kepada warganya dalam waktu sekitar 10 tahun, pada tahun 2010 mencapai sekitar 6,68 milyar USD. Pada akhir 2011 diproyeksikan mencapai 8,17 milyar USD dan pada tahun 2012 diproyeksikan mencapai sekitar 9,69 milyar USD, dan pada 2014 meningkat mencapai 14,64 milyar USD hanya dalam kurun waktu 10 tahun TL merdeka. Hasil pembangunan selama 10 tahun TL merdeka, saat ini relatif sudah bisa menjadikan semacam ‘magnet’ bagi sebagian penduduk Indonesia, terutama yang masih hidup di bawah garis kemiskinan. Dalam urusan kekonsuleran yang baru di berlakukan di Dili, tercatat bahwa penangkapan terhadap Warga Negara Indonesia di TL pada umumnya terkait dengan dugaan melakukan illegal fishing dan dalam konteks dugaan trafficking inperson, khususnya terhadap mereka yang bekerja di ranah yang remang-remang atau lampu merah. Yang perlu diperhatikan, bahwa di TL sekarang ini sudah mulai diberlakukan suatu paket ekonomi
berupa Euro Economy, Expatriate Economy dan Petrolium Economy. Oleh karena itulah pasca kesenjangan pembangunan, kawasan Indonesia Timur bisa merupakan suatu potensi yang layak bagi Indonesia. Pelaksanaan pembangunan dan pengembangan kawasan perbatasan memang sangat penting, dan dalam konteks ini kami ingin menekankan, bahwa dalam membuat perencanaan dan melakukan pelaksanaan program apapun pada saat ini akan berkesempatan untuk bisa menghasilkan suatu side efeck bagi setiap pelaksanaan program-program percepatan dan pengembangan kawasan perbatasan. Interaksi negara-negara tetangga tentu mempunyai kekhususankekhususan yang berbeda antara satu negara dengan negara lainnya, khususnya antara RI dengan TL misalnya. Di wilayah perbatasan RI-TL, khususnya di wilayah RI, berdasarkan catatan Pemda NTT ,‘menetap’ beberapa warga yang berasal dari ex Timor Timur, mereka berjumlah 24.524 KK atau sekitar 104 ribu jiwa yang perlu mendapatkan perhatian dari pemerintah TL, karena keberadaan mereka ini memicu dan mendorong lajunya pertumbuhan penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan. Upaya pembangunan dan pengembangan kawasan perbatasan RI-TL tentunya tidak dapat dipisahkan dalam konteks pembangunan antara Kawasan Indonesia Barat (KIB) dan Kawasan Indonesia Timur (KIT). Kita melihat bahwa sekarang ini semakin banyak pembangunan yang dilakukan di wilayah Kawasan Indonesia Timur dibandingkan dengan Kawasan Indonesia Barat. Dulu pembangunan yang dilakukan di Timor Timur pada saat masih menjadi provinsi ke 27 dari NKRI juga tidak berjalan seimbang. Maka apabila tidak terjadi keseimbangan pembangunan ekonomi dan pemberdayaan sosial budaya masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan dan pengembangan wilayah perbatasan, tentu bisa menimbulkan masalah kembali. Apabila pemerintah kita hanya memberikan perhatian khusus kepada ‘warga baru’, lalu bagaimana dengan warga lainnya yang betul-betul berasal dari wilayah setempat. Untuk menangani
keseimbangan terkait masalah kemiskinan, ekonomi dan sektor lainnya, kita tidak bisa mengesampingkan faktor-faktor terkait. Disamping itu, pembangunan dan pengembangan wilayah perbatasan seyogyanya juga memperhatikan pengembangan faktor kelestarian lingkungan hidup. Dalam hal ini kami ingin menggaris bawahi bahwa pembangunan dan pengembangan wilayah perbatasan juga berkontribusi untuk mengamankan wilayah-wilayah NKRI lainnya. Sehingga dengan demikian wilayah perbatasan menjadi zona pengamanan terhadap wilayah Indonesia. Disamping itu, pembangunan dan pengembangan wilayah perbatasan juga berperan besar terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat di perbatasan. Pada pertemuan joint border committe (JBC) ada pemikiran yang muncul, yaitu apakah kedua belah pihak, khususnya di Indonesia, dapat merumuskan dan melakukan pengaturan semacam special arrangements sambil menunggu tuntasnya proses keputusan final mengenai garis batas kedua negara. Sebagaimana kita ketahui, secara teknis perundingan dan pembahasan masalah perbatasan bisa berlangsung dalam kurun waktu yang panjang, bisa lima tahun atau mungkin sepuluh tahun, sementara tuntutan masyarakat yang hidup di kawasan perbatasan harus secepatnya dipenuhi, karena masyarakat yang menetap di wilayah perbatasan pada umumnya hidup di bawah garis kemiskinan karena keterbatasanketerbatasan dan ketergantungan terhadap lingkungan yang juga terbatas. Kita berupaya agar hasil akhir dari perundingan perbatasan bisa bermanfaat bagi seluruh masyarakat Indonesia, khususnya bagi mereka yang berada di wilayah perbatasan untuk dapat meraih kehidupan yang lebih baik. Kami mencatat perlunya semacam review terhadap hasil yang telah dicapai di perbatasan dimana dalam hal ini ada suatu kebutuhan yang mendesak mengenai status kewarganegaraan. Oleh karena itulah maka percepatan pembangunan dan pengembangan ekonomi, pendidikan dan kesehatan masyarakat di wilayah perbatasan merupakan upaya yang sangat penting untuk dilakukan.[]
15 OKTOBER - 14 NOPEMBER 2011
Diplomasi L E N S A
19
Pasca Reformasi, Image Indonesia Di Mata Dunia Semakin Baik Dok. Diplomasi
Image Indonesia di dunia internasional masih sangat kompleks, dimana konflik etnis, isu separatisme, terorisme, dan korupsi, memang masih menjadi salah satu citra buruk. Tapi, hal ini juga menjadi ancaman semua negara, tidak hanya Indonesia. Memang masih ada kekurangan dan masalah yang harus dibenahi. Upaya kita saat ini adalah bagaimana mengemas pencitraan Indonesia dengan berbagai sektor, seperti sektor ekonomi, pendidikan, pariwisata, dan investasi. Namun di balik hal tersebut, masyarakat luar negeri juga sangat mengapresiasi Indonesia, salah satunya dalam hal penanganan tindak terorisme. Bagaimana Indonesia berkomitmen untuk memberantas dan membawa pelakunya ke pengadilan. Sekarang ini metode pencitraan yang dilakukan adalah melalui kerjasama luar negeri, misalnya melalui bidang teknik, dimana kita memberikan bantuan kepada beberapa negara. Ini merupakan citra yang baik, apalagi sekarang ini Indonesia menjabat sebagai Ketua ASEAN dan menjadi anggota G20. Jadi anggapan mengenai citra Indonesia yang negatif di mata dunia, tidak sepenuhnya benar. Bahkan pasca reformasi, image Indonesia di mata dunia semakin baik. Justru orangorang di dalam negeri kita sendiri yang seringkali melihatnya dengan negatif. Orang-orang di luar negeri justeru sebaliknya, hampir semuanya menunjukkan ke arah yang positif. Majalah ‘Economist’ di Inggris bahkan menyebutkan Indonesia sebagai ‘The Signing Example’ di Asia Pasifik. Artinya, meskipun kondisi ekonomi global sedang sulit namun pertumbuhan ekonomi Indonesia terus mengalami pertumbuhan. Selain itu kita juga masuk menjadi anggota G20, sebagai Ketua di kawasan ASEAN, dan lain-lainnya. Memang masih banyak persoalan bangsa yang perlu diperbaiki dan masih menjadi kekurangan bagi bangsa Indonesia. Namun terlepas dari semua itu, Indonesia sudah berada pada jalur yang benar. Bagaimanapun setiap negara itu pasti memiliki kelemahan. Di negara-negara
15 OKTOBER - 14 NOPEMBER 2011
Barat saja tidak semuanya baik. Semuanya memerlukan proses dan bisa jadi tidak sempurna. Selain melalui upaya diplomasi, untuk menciptakan pencitraan yang baik di dunia internasional, seluruh aset yang dimiliki harus bisa dimunculkan. Berbagai sektor mulai dari sektor ekonomi, pariwisata, investasi, budaya, dan demokrasi harus dikemas dengan baik untuk memunculkan hal yang baik di mata dunia.
Kita harus menggunakan diplomasi publik yang terbuka dan transparan serta sesuai dengan realitas. Kita tidak perlu berbohong atau berpropaganda, karena publik juga akan menilai sesuai dengan realitas yang ada. Bagaimanapun hubungan masyarakat dan diplomasi publik hanya mampu memberikan sedikit signifikansi dalam pembentukan citra bangsa apabila tidak ada perubahan dalam keadaan nyata.[]
Andri Hadi Dirjen IDP
Menlu Tunisia:
Tunisia Belajar dari Reformasi Indonesia Pemerintah Tunisia mengambil pelajaran dari proses reformasi di Indonesia. Pengalaman Indonesia dapat menjadi contoh bahwa Islam dan demokrasi dapat berjalan seiring. Pernyataan ini disampaikan Menlu Tunisia Mouldi Kefi saat menerima kunjungan tiga anggota Komisi I DPR RI di Tunis (3/10). Tiga anggota Komisi I DPR RI tersebut adalah Muhammad Nadjib (PAN), Guntur Sasono (PD) dan Helmy Fauzy (PDIP). Selain itu, turut hadir dalam pertemuan dengan Menlu Kefi, mantan Menlu RI yang juga mantan Utusan Khusus Presiden Urusan Timur Tengah Alwi Shihab. Menlu Kefi melanjutkan bahwa atas pengalaman Indonesia itu, ia optimis rakyat Tunisia akan berhasil dalam melalui proses demokratisasi. Menlu Kefi juga menekankan kedekatan hubungan kedua negara, yang telah berlangsung sejak era pra kemerdekaan Tunisia. Disampaikannya apresiasi atas kunjungan anggota Komisi I DPR RI untuk meningkatkan hubungan dan kerjasama pasca Revolusi Melati. Menlu Kefi yang pernah menjadi Dubes Tunisia di Jakarta menyatakan rencananya untuk memimpin langsung delegasi Tunisia dalam Sidang Komisi Bersama ke-10 RI-Tunisia yang di Indonesia dalam waktu dekat. Kepada Menlu Kefi, Muhammad Najib menyampaikan undangan DPR RI kepada Parlemen Tunisia untuk melakukan kunjungan ke Indonesia. Dikatakannya bahwa mengingat posisi dan peran penting parlemen dalam
sistem pemerintahan demokratis, DPR RI berkeinginan untuk terus memajukan hubungan dengan Parlemen Tunisia. “Untuk itu DPR RI mengharapkan kunjungan anggota Parlemen Tunisia yang baru setelah pemilu yang akan datang,” lanjut Najib. Komisi I DPR RI melakukan kunjungan ke Tunisia pada 29 September hingga 4 Oktober 2011. “Kunjungan ketiganya ke Tunisia adalah untuk mengevaluasi pelaksanaan evakuasi WNI dari Libya ke Tunisia,” demikian dikutip dari siaran berita KBRI Tunis. Selain mengevaluasi pelaksanaan evakuasi dan perlindungan WNI, para anggota Komisi I DPR RU juga memanfaatkan kunjungan untuk bertemu dengan dengan sejumlah pejabat Pemerintah Tunisia. Melalui kunjungan tersebut, Delegasi dapat melihat dari dekat perkembangan kondisi politik Tunisia pasca Revolusi Melati yang menjatuhkan rejim otoriter Zine El Abidine Ben Ali. Delegasi juga melakukan perjalanan ke perbatasan Tunisia-Libya untuk melihat dari dekat kondisi kawasan di sekitar pintu perbatasan Ras Jedir yang merupakan jalur utama masuknya pengungsi dari Libya ke Tunisia. Delegasi juga dapat memantau dari dekat perkembangan kondisi Libya pasca jatuhnya Gaddafi dan peralihan kekuasaan ke tangan pemerintahan transisi NTC..[] (Sumber: KBRI Tunis/Myz/ed.Yo2k)
No. 48 Tahun IV
Diplomasi S osok
No. 48 Tahun IV
Rachmat Budiman
Direktur Perjanjian Politik, Keamanan dan Kewilayahan
Diplomat Pengemar Seni Dan Olah Raga menuangkan sesuatu yang betul-betul sudah dipikirkannya, dengan demikian memberikan suatu tanggung jawab lebih” paparnya. Menurutnya, selama ini masyarakat Indonesia lebih banyak atau cenderung ke budaya tutur seperti mendongeng dan bercerita, sehingga timbulah apa yang disebut sebagai ‘katanya’. “Dalam konteks budaya, tutur itu tidak memiliki pegangan yang kuat, karena bisa saja terjadi perbedaan penerimaan dan penafsiran jika komunikasi yang dilakukan pada saat penuturan itu terjadi hambatan.
Kalau budaya tulis, apa yang kita lihat itulah yang kita tulis dan kita dapat menjelaskan apa yang kita maksudkan. Itu memberikan suatu tuntutan untuk lebih serius mengungkapkan suatu pendapat dan lebih bertanggung jawab dalam mengeluarkan suatu pendapat” jelasnya. Pak Rahmat berpandangan bahwa mahasiswa sebagai kelompok orang yang dianggap memiliki kemampuan intelektualitas yang jauh diatas rata-rata, tentunya harus memperkuat budaya menulis dan membaca ini.
“Dalam konteks budaya, tutur itu tidak memiliki pegangan yang kuat, karena bisa saja terjadi perbedaan penerimaan dan penafsiran jika komunikasi yang dilakukan pada saat penuturan itu terjadi hambatan. Kalau budaya tulis, apa yang kita lihat itulah yang kita tulis dan kita dapat menjelaskan apa yang kita maksudkan. Itu memberikan suatu tuntutan untuk lebih serius mengungkapkan suatu pendapat dan lebih bertanggung jawab dalam mengeluarkan suatu pendapat”
ipl
om
asi
berkarya. Meskipun belum termasuk dalam kategori kolektor, diplomat yang memiliki pengalaman 11 tahun membantu mengelola bisnis kuliner/ catering keluarganya ini mempunyai cukup banyak bola, sepatu bola, kaus team sepak bola, raket bulu tangkis, benda seni dan lukisan dari berbagai daerah dan negara. Disamping itu Pak Rahmat juga senang mengisi waktu berkumpul bersama keluarga untuk nonton, makan di resto, melihat pameran, pertunjukan seni, melukis atau olah raga bersama. Diplomat yang gemar berkumpul dengan anak-anak dan remaja ini mengharapkan agar masyarakat Indonesia, khususnya generasi muda, agar menumbuhkan dan menigkatkan keinginan dan keharusan untuk membaca dan menulis. “Aktifitas membaca dan menulis itu akan meningkatkan suatu kebudayaan yang lebih bertanggung jawab, karena dengan menulis biasanya orang akan melakukan suatu riset dan
k. D
Selama sekitar hampir seperempat abad mengabdi di Kemlu, diplomat yang senang dengan masakan tradisional khas daerah ini mengakui banyak hal yang berkesan selama menjalankan tugas sebagai diplomat yang penuh dengan suka dan duka. “Namun yang saya rasakan lebih banyak sukanya dibanding dukanya” ungkap alumnus Sekdilu Angkatan XII ini. Menurut diplomat penggemar art dan sport ini, berdasarkan nomenklaturnya, Direktorat Perjanjian Hukum Internasional bidang Politik, Keamanan, dan Kewilayahan memiliki fungsi utama untuk memberikan pandangan-pandangan atau analisaanalisa hukum yang terkait dengan perjanjian di bidang politik, keamanan, dan kewilayahan. “Banyak hal yang saya sukai disini, terutama adalah suasana kerja yang penuh dengan rasa kekeluargaan serta isu yang dihadapi setiap harinya yang selalu berbeda. Dengan demikian setiap hari kami dihadapkan pada persoalan yang berbeda dan memaksa kami untuk berupaya mengetahui apa isu yang baru tersebut” jelas Direktur Perjanjian Politik, Keamanan dan Kewilayahan ini. “Hal itu membuat suasana kerja yang tidak monoton. Bagi saya itu menarik dan menyenangkan serta sekaligus juga merupakan tantangan untuk senantiasa siap dalam menghadapi berbagai hal yang muncul dan tidak diketahui sebelumnya” jelas jebolan Fakultas Hukum UI ini. Pak Rahmat, demikian beliau biasa disapa, biasanya lebih banyak mengisi waktu luang berkecimpung dengan dunia anak-anak dan remaja dalam bersosialisasi dengan masyarakat, namun karena kesibukan di kantor, belakangan ini intensitas tersebut menjadi agak tertinggal, termasuk menyalurkan hobbynya yang cukup banyak dan beragam, diantaranya musik, akting, dan melukis. Diplomat yang menguasai berbagai macam cabang olah raga ini merasa bersyukur bahwasanya hingga di usianya yang sekarang ini masih diberikan karunia oleh Tuhan yang Maha Kuasa kemampuan untuk bermain sepak bola sebagai salah satu hobby utamanya. Untuk olah raga yang lainnya, itu tergantung dari ajakan yang datang, apakah itu bela diri, tenis, badminton, bowling, basket, golf, mendaki gunung dan lain sebagainya, semua peralatan olah raga tersebut cukup lengkap dimiliki oleh mantan sutradara teater yang senang mengundang temantemannya yang memiliki keahlian di bidang seni untuk berkunjung kerumahnya dan bersama-sama
Do
20
15 OKTOBER - 14 NOPEMBER 2011
Diplomasi K
Seminar Nasional Competitive Advantage I
Dok. Diplik
“Peningkatan Daya Saing Daerah Dalam Menghadapi Pasar Tunggal ASEAN 2015”
15 OKTOBER - 14 NOPEMBER 2011
Seminar Nasional ini diselenggarakan pada tanggal 1 Oktober 2015, bertempat di Auditorium Fakultas Ilmu Kesehatan UNIPDU, Jombang, Jawa Timur dan diikuti oleh 180 orang peserta dengan latar belakang yang beragam, yaitu kalangan musyawarah
L
A
S
21
pimpinan daerah provinsi Jawa Timur, kalangan pemerintah daerah Kabupaten Jombang, perwakilan Konsul jenderal Amerika Serikat di Surabaya, serta kalangan akademisi dan mahasiswa berbagai perguruan tinggi di Indonesia. Duta Besar A.M. Fachir yang didaulat untuk memberikan opening speech menyampaikan pentingnya kontribusi berbagai pihak dalam menciptakan keamanan dan kesejahteraan di tingkat dunia. Beliau juga menegaskan kesiapan Kemlu dalam memfasilitasi kepentingan stakeholders terkait dengan pelaksanaan Pasar Tunggal ASEAN di tahun 2015, dimana hal tersebut harus diimbangi dengan kesiapan berbagai pihak khususnya dalam hal daya saing produk yang diperdagangkan. Dalam sesi diskusi panel hadir 3 invited speaker yaitu Kepala Bidang Ekonomi Badan Perencana Pembangunan Daerah Kabupaten Jombang Adi Prasetyo, Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gajah Mada Prof. Dr. Pratikno, M.Soc, Sc, dan Wakil Rektor II Bagian Keuangan dan Administrasi Universitas Airlangga, Dr. Moh. Nasih, SE, MT.Ak. Bertindak sebagai moderator dalam sesi ini adalah Direktur Kerjasama Teknik Kemlu RI Siti Nugraha Mauludiah. Seminar ini menekankan pentingnya koordinasi antara kalangan pengusaha dan pemerintah dalam mempersiapkan daerah dalam menghadapi Pasar Tunggal ASEAN 2015. Hasil dari pelaksanaan seminar ini diharapkan bisa memberikan kontribusi berarti bagi pengembangan kesiapan masyarakat khususnya di daerah dalam meningkatkan daya saing bangsa untuk menghadapi Komunitas ASEAN dan Pasar Tunggal ASEAN di tahun 2015.[]
Dok. Diplik
Kurang dari 4 tahun lagi, tepatnya 2015, kawasan ASEAN yang terdiri dari sepuluh Negara bakal menjadi pasar tunggal atau One Market ASEAN. Konsep pasar tunggal ASEAN didasarkan pada traktat ASEAN Economic Community (AEC) yang sudah disepakati oleh semua anggota ASEAN. Pada 2015 mendatang, pasar di kawasan Asia Tenggara akan menjadi pasar tunggal yang bersifat terbuka. Masing-masing negara---menurut traktat itu---”bebas” melakukan pengembangan dan penetrasi bisnisnya di negara-negara yang menjadi anggota ASEAN. Pasar Tunggal ASEAN pada dasarnya memiliki empat pilar penting dalam pembentukanya yakni pasar tunggal ASEAN, pengembangan perekonomian di ASEAN, pemerataan ekonomi, dan peningkatan daya saing global. Selain menyiapkan berbagai infrastruktur, juga mewajibkan pemerintah menyiapkan institusi seperti perbankan. Sebagai upaya mempersiapkan pasar tunggal ASEAN 2015, Dirjen Informasi dan Diplomasi Publik (IDP), Kementerian Luar Negeri RI bekerjasama dengan Universitas Pesantren Tinggi Darul Ulum (UNIPDU) serta Pemerintah Kabupaten Jombang menggelar Seminar Nasional Competitive Advantage I , yang mengambil tema “Peningkatan Daya Saing Daerah dalam Menghadapi Pasar Tunggal ASEAN 2015”.
I
No. 48 Tahun IV
Diplomasi
22
kilas
Dubes RI Pimpin Sidang Pertama Komite ASEAN Abu Dhabi Sidang pertama Komite ASEAN di Abu Dhabi (ASEAN Committee in Abu Dhabi/ACAD) diselenggarakan di KBRI Abu Dhabi tanggal 27 September 2011 dipimpin oleh Dubes RI, M. Wahid Supriyadi yang secara aklamasi telah ditunjuk sebagai Ketua ACAD. ACAD dibentuk pada tanggal 8 Agustus 2011 bertepatan dengan perayaan Hari Jadi ASEAN ke-40, di KBRI Abu Dhabi. Dalam kesempatan tersebut para Kepala Perwakilan negara-negara anggota ASEAN menandatangani Memorandum of Intent on the establishment of ACAD. Selain berfungsi untuk mempromosikan kepentingan ASEAN di UAE, ACAD juga bertujuan untuk meningkatkan kerjasama antara ASEAN dengan negara-negara Teluk yang bergabung dalam Gulf Cooperation Council (GCC) khususnya dengan United Arab Emirat. Dalam pertemuan yang dihadiri oleh para Dubes ASEAN/wakilnya di Abu Dhabi tersebut telah dibahas upaya-upaya untuk menggalakkan kebersamaan di kalangan masyarakat ASEAN di UAE dan kegiatan-kegiatan untuk memperkenalkan seni budaya ASEAN kepada masyarakat setempat. Pertemuan kali ini sepakat untuk menyelenggarakan “ASEAN Night” yang akan diselenggarakan pada 24 November 2011 bertempat di halaman Wisma Dubes RI Abu Dhabi. Acara yang baru diselenggarakan pertama kalinya tersebut nantinya akan menampilkan berbagai seni budaya/tarian dan makanan berasal dari negara-negara ASEAN. Pertemuan memutuskan untuk mengundang para Dubes asing di UAE, pejabat setempat, dan kalangan swasta/bisnis. ASEAN Night juga dimaksudkan sebagai acara perpisahan untuk melepas Dubes RI yang akan menyelesaikan tugasnya pada 30 Nopember 2011. Pertemuan juga menyepakati untuk menyusun kegiatan selama satu tahun ke depan. Usai pertemuan, Dubes Wahid menyatakan bahwa keketuaan Indonesia dalam ACAD dan kepercayaan KBRI menjadi tuan rumah ASEAN Night merupakan pengakuan terhadap kinerja KBRI dan masyarakat Indonesia di UAE yang selama ini telah berhasil menampikan berbagai acara seni budaya Indonesia. Kedekatan masyarakat ASEAN di UAE ini diharapkan akan dapat memberikan kontribusi positif bagi hubungan ASEAN - GCC. Saat ini terdapat 7 perwakilan asing negara ASEAN di Abu Dhabi, yaitu Indonesia, Brunei Darussalam, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam. Sementara Myanmar, Kamboja dan Laos belum memiliki kedutaannya di Abu Dhabi. (Sumber : KBRI Abu Dhabi) Abu Dhabi, 27 September 2011
No. 48 Tahun IV
Dok. Infomed
Diplomat yang dalam waktu dekat akan bertugas ke Perwakilan RI diharapkan memiliki pemahaman yang mendalam serta kemampuan melaksanakan tugas dan misinya dengan baik sebagai wakil pemerintah, terutama di tengah globalisasi dan era jejaring sosial yang memunculkan berbagai tantangan baru bagi kepentingan nasional. Salah satu misi utama diplomat selama bertugas di Perwakilan adalah menyediakan sebanyak mungkin masukan analisis dan rekomendasi yang dibutuhkan oleh pemerintah pusat sebagai bahan pembuatan kebijakan. Karenanya, diplomat dituntut prima sebagai mata dan telinga pemerintah di negara akreditasi, dengan tetap correct sesuai praktek-praktek hubungan antarnegara sesuai aturan hukum internasional. Di lingkungan korps diplomatik dikenal istilah “intelijen diplomatik”, yang merupakan metode intelijen terbuka untuk menunjang aktivitas perwakilan dalam melaksanakan misi diplomasi di bidang representing, negotiating, protecting, promoting, dan reporting. Perlu diingat bahwa sekalipun diplomasi dan intelijen adalah dua unsur yang tidak terpisahkan, diplomat bukan dan tidak diharapkan untuk menjadi seorang intel. Berbekal kesadaran pentingnya membekali para diplomat dengan pengetahuan intelijen yang tepat guna dalam mendukung misi diplomasi, Kementerian Luar Negeri RI melalui Direktorat Keamanan Diplomatik, Ditjen Informasi dan Diplomasi Publik tahun ini kembali menyelenggarakan Forum Diskusi Pembekalan Intelijen bertemakan “Optimalisasi Keahlian Intelijen Para Pelaksana Diplomasi Indonesia di Tengah Globalisasi dan Era Jejaring Sosial” di Bandung pada tanggal 29-30 September 2011. Kegiatan tersebut dihadiri sekitar 50 orang peserta mewakili berbagai satuan kerja di Kemlu serta mengundang 5 (lima) orang narasumber yang terdiri dari mantan pejabat Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Jenderal Purn. Dr. A. M. Hendropriyono, SH, MH; Duta Besar A. M. Fachir (Mantan Duta Besar RI di Mesir); Brigjen Polisi Drs. Arief W. Sudiutomo (National Central Bureau Interpol Indonesia); Hatomi, SH (Dit. Intelijen Keimigrasian, Kemhukham); serta Drs. Hariyadi Wirawan, MSoc.Sc., PhD (Universitas Indonesia). Forum diskusi berlangsung dua hari, dengan mengangkat topik “Peran Intelijen Strategis dalam Memperkuat Pelaksanaan Diplomasi Indonesia” serta “Optimalisasi Kegiatan Intelijen Strategis dalam Era Jejaring Sosial”. Dari pemaparan para narasumber, dapat menjadi masukan penting bahwa intelijen diplomatik merupakan kebutuhan dalam menjalankan misi diplomasi. Tanpa intelijen, diplomasi akan seperti corpus atau raga tanpa roh. Seorang diplomat, bertugas mengamankan kepentingan nasional dengan mengacu pada 4 (empat) nilai dasar yaitu Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhinneka
Membekali Diplomat Dengan Pengetahuan Intelijen Tunggal Ika. Karenanya, peran intelijen diplomatik semaksimal mungkin dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut. Tantangan era globalisasi dan jejaring sosial adalah pergeseran hakikat ancaman nasional, sehingga baik target maupun ancaman keamanan menjadi asimetris. Diplomat dengan demikian dituntut tanggap terhadap perubahan eksternalitas yang ada serta mampu selalu menyesuaikan diri. Dalam menjalankan misi perwakilan, misalnya, diplomat akan dihadapkan pada isu transnational organized crime (TOC) dengan diaspora yang sulit diidentifikasi. Diperlukan kerjasama lintas instansi di tingkat nasional maupun internasional, di antaranya melibatkan Interpol, Ditjen Imigrasi serta Kemlu. Peran diplomat menjadi penting dalam penanggulangan TOC karena proses pencarian, penangkapan hingga ekstradisi utamanya dilakukan melalui jalur diplomatik (formal). Kerjasama combatting hingga capacity building pada hakikatnya memerlukan fungsi intelijen yang dilakukan juga oleh para diplomat di perwakilan. Intelijen keimigrasian juga salah satu hal yang mendukung tugas intelijen diplomatik di perwakilan. Kerjasama Kemlu-Ditjen Imigrasi selama ini telah terbina lewat forum Clearing House dalam menangkal penetrasi pihak asing yang dianggap membahayakan kepentingan nasional dan NKRI. Ke depan, Kemlu dan Ditjen Imigrasi dapat mengoptimalkan kerjasama yang terbina dengan telah disahkannya undang-undang keimigrasian yang baru mengenai pengawasan WNI di luar negeri pada tahun 2011. Agar selalu prima dalam bertugas, sejak awal diplomat harus memiliki gambaran yang komprehensif mengenai kondisi setempat. Dalam situasi apapun, diplomat diharapkan mampu menawarkan solusi, termasuk di saat krisis. Dari pengalaman langsung Duta Besar A. M. Fachir selama pergolakan “Arab Spring”, dapat ditarik pelajaran bahwa diplomat perlu secara sistematis memanfaatkan means yang tersedia untuk mengolah masukan yang tepat ke dalam bentuk platform kerja mengamankan kepentingan nasional, termasuk menyiapkan contingency plan dalam memberikan perlindungan bagi WNI di negara akreditasi. Salah satu means yang sangat strategis di tengah arus informasi yang begitu cepat adalah media jejaring sosial. Namun terdapat dilema kerentanan media jejaring sosial yang sangat tinggi sehingga dalam pemanfaatannya hendaknya diplomat selalu memiliki wawasan keamanan (security horizon) dan kesadaran keamanan (security awareness). Dengan demikian, misi diplomasi yang hendak dicapai tidak kontraproduktif dan justru menjadi sasaran penggalangan. (Sumber : Direktorat Keamanan Diplomatik)
15 OKTOBER - 14 NOPEMBER 2011
Membangun nasionalisme masyarakat perbatasan
Dok. Diplomasi
Vitania Soraya Verawati Mahasiswa FISIP Unpad, Bandung Terkait dengan wilayah perbatasan di Indonesia, kalau kita melihat isu-isu yang ada sekarang ini, tampaknya masyarakat di perbatasan lebih mencintai negara tetangga dibanding negaranya sendiri, karena mereka merasa negara tetanggalah yang lebih memperhatikan dan menolong mereka. Padahal sebetulnya pemerintah dan masyarakat Indonesia lainnya juga memperhatikan masyarakat yang
?
berada di perbatasan namun mereka tidak merasakan itu. Kalau saya boleh mengutip syair lagu Indonesia Raya “Bangunlah jiwanya, bangunlah badannya, untuk Indonesia Raya”, sebenarnya yang harus kita lakukan terhadap masyarakat di perbatasan adalah lebih kepada untuk membangun jiwa mereka agar kedepannya bisa memiliki rasa nasionalisme dan patriotisme yang lebih tinggi terhadap negara Indonesia. Jadi saya kira yang perlu dilakukan lebih dulu adalah membangun jiwa nasionalisme mereka, sehingga dengan demikian, apapun yang ditawarkan atau diberikan oleh negara tetangga kepada mereka, mereka akan tetap lebih mencintai negaranya sendiri. Ini merupakan PR kita bersama, khususnya para akademisi, untuk menanamkan nilai-nilai kebangsaan dan bagaimana perjalanan sejarah bangsa Indonesia dalam meraih kemerdekaan. Masyarakat harus mengetahui bahwa kemerdekaan yang kita nikmati sekarang ini tidak dengan mudah diraih oleh bangsa ini. Jadi hal ini harus benar-benar ditanamkan di dalam jiwa masyarakat, terutama sekali kepada anak-anak, mulai dari tingkat TK, SD, SMP dan SMA, karena dengan begitu rasa nasionalisme mereka bisa lebih dinampakkan. Jika sudah mahasiswa, mereka sudah ada yang aktif di partai, LSM dan sebagainya dan sudah mempunyai kepentingan kelompok dan sebagainya. Kalau kita lihat di sekolah dasar, pelajaran kewarganegaraan itu hanya diberikan selama satu jam saja dalam satu minggu, dan saya rasa itu sangat kurang. Saya kira pelajaran kewarganegaraan itu harus dimasukkan kedalam segala bentuk pendidikan di sekolah, entah itu pendidikan bahasa Indonesia, sejarah dan lain-lainnya. Para guru harus lebih melakukan penetrasi kepada
15 OKTOBER - 14 NOPEMBER 2011
23
apa
kata
mereka
anak didiknya tentang pendidikan moral dan bela negara, khususnya terhadap masyarakat di perbatasan karena mereka berdampingan langsung dengan masyarakat dari negara lain. Saya kira mungkin saja dilakukan semacam program bela negara terhadap masyarakat yang sudah dewasa seperti mahasiswa, karena mungkin saja mereka sudah lebih memikirkan kepentingan kelompok daripada kepentingan negara. Mereka berfikir bahwa untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri saja sudah susah, jadi mereka pasti akan lebih memikirkan kepentingannya sendiri. Karena itu kita perlu membangun rasa patriotisme mereka, dan ini merupakan PR kita bersama.[]
Nasionalisme di wilayah perbatasan berbanding sejajar dengan kesejahteraan Kalau kita lihat bahwa wilayah perbatasan kita itu sangat terbelakang, dimana sampai-sampai tidak ada jaringan listrik dan akses jalan yang memadai. Hal ini sangat memprihatinkan, padahal wilayah perbatasan itu seharusnya justru lebih dimajukan, karena wilayah perbatasan itu merupakan gerbang pertama kita dengan negara tetangga. Oleh karena itu, seharusnya wilayah perbatasan itu dapat dijaga dan ditata dengan sebaikbaiknya. Untuk itu, saya kira pemerintah harus lebih banyak melakukan sosialisasi mengenai perbatasan terhadap masyarakat, khususnya masyarakat di perbatasan, agar mereka lebih mengetahui segala hal yang terkait dengan perbatasan, misalnya mengenai letak garis perbatasan dan hal-hal yang lainnya yang berkaitan dengan persoalan perbatasan. Kita harus menjaga dan menata wilayah perbatasan itu dengan sebaik mungkin agar tidak terjadi hal-hal yang tidak kita inginkan dilakukan
Diplomasi
oleh negara lain. Dalam hal ini tingkat kesejahteraan masyarakat di wilayah perbatasan juga harus ditingkatkan agar mereka bisa hidup lebih makmur dan bisa hidup setara dengan masyarakat di negara lain. Sehingga dengan demikian maka tidak akan ada upaya untuk membelot ke negara lain. Seperti kita ketahui, misalnya di wilayah perbatasan antara RI-Malaysia, dimana mungkin karena tingkat kesejahteraannya tidak tercukupi, maka masyarakat berupaya untuk bekerja dan mencari nafkah ke Malaysia, padahal seharusnya mereka bisa mencari nafkah di Indonesia. Oleh karena itu maka pemerintah perlu menciptakan lapangan pekerjaan atau kegiatan yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat di perbatasan. Selain itu pemerintah juga perlu menanamkan rasa nasionalisme dan meningkatkan pembangunan ekonomi masyarakat perbatasan. prioritas utama yang harus dilakukan oleh pemerintah di dalam membangun dan mengembangkan kawasan perbatasan
Asdi Mahasiswa FIKOM Unpad, Bandung
Dok. Diplomasi
adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat di perbatasan itu sendiri. Kalau kehidupan mereka sudah sejahtera pasti rasa nasionalisme yang tinggi akan tumbuh dengan sendirinya, dan pastinya mereka akan lebih cinta terhadap bangsa dan negaranya. Sebagai generasi muda dan sejalan dengan Tri Dharma perguruan tinggi, tentunya akan sangat baik jika kita melakukan Kuliah Kerja Nyata (KKN) dan kegiatan sosial kemasyarakatan di wilayah perbatasan yang umumnya terletak di pelosok. Dengan begitu kita dapat membantu dan berkontribusi didalam pembangunan dan pengembangan wilayah perbatasan, karena pastinya mereka juga memerlukan hal-hal baru untuk lebih memajukan kawasan tempat tinggal mereka.
No. 48 Tahun IV
No. 21, Tahun
Diplomasi No. 48 Tahun IV, Tgl. 15 Oktober - 14 Nopember 2011
http://www.tabloiddiplomasi.org
TABLOID
Media Komunikasi danInteraksi Interaksi Media Komunikasi dan www.tabloiddiplomasi.com
Koleksi batik karya Oscar Lawalata dan Aguste Soesastro, perancang busana ternama Indonesia, diperagakan pada fashion show dalam rangkaian resepsi peringatan HUT ke66 RI di Hotel Sheraton, Roma Kamis malam (29/9). Acara yang juga menggaungkan World Batik Summit yang sedang berlangsung di Jakarta ini dipadati tamu terutama dari komunitas mode di Italia. “Batik berkelas dan elegan berpeluang masuk pasar Italia”, ujar beberapa tamu yang kagum menyaksikan batik moderen dan kontemporer yang diperagakan peragawati papan atas Indonesia. Acara fashion show ini merupakan hasil kerjasama KBRI Roma, dan Asosiasi Persahabatan Indonesia-Italia, serta Yayasan Akar Wangi, Yogyakarta dan dengan patronasi Pemda Roma dan AltaRoma, asosiasi mode papan atas Italia, dimaksudkan untuk mempromosikan batik berkelas di Roma yang dikenal sebagai sebagai salah satu kota mode utama di dunia.
Kontribusi Isla Dan Demokras Dalam Memban Indonesia Da’i Bachtiar :
Menyelesaikan Pers TKI di Malaysia Den Kepala Dingin
Kebudayaan, Fondasi Memperkuat Hubunga RI - Suriname
Nia Zulkarna
“KIN
Film Bertema Bulutang Pertama di Du
Tabloid Diplomasi dapat diakses melalui:
http://www.tabloiddiplomasi.org
Bagi Anda yang berminat menyampaikan tulisan, opini, saran dan kritik silahkan kirim ke:
[email protected]
Mengenang Seratus Tahun Moham
Dok. KBRI Roma
Batik Siap Rambah Pasar Mode Italia
Menlu RI :
Perpaduan yang harmonis antara fashion show dengan pertunjukan budaya serta penataan ruang pameran, dan ruang resepsi serta panggung (catwalk) membuat fashion show ini tampak unik dan mendapat sambutan meriah dari tamu berjumlah sedikitnya 600 orang dari kalangan diplomatik, pejabat pemerintah, pengusaha (boutique), operator pariwisata dan wartawan. Tamu-tamu yang masuk ke ruang resepsi melalui ruang pameran langsung disambut dengan pertunjukan musik gamelan Jawa yang semuanya dimainkan oleh penabuh gamelan orang Italia di bawah binaan KBRI Vatikan. “Wow… luar biasa, instrumennya indah, dan suaranya merdu menyentuh kalbu dan sangat unik” ujar para tamu sambil mengambil foto para penabuh gamelan. Yang tidak kalah menariknya adalah, kehadiran Michella Polselli, penerima beasiswa seni dan budaya yang baru saja kembali dari Indonesia beberapa bulan lalu. Dengan pakaian kebayanya, gadis cantik ini duduk di salah satu pojok promosi batik melakukan demo membatik sambil menjelaskan proses dan sejarah batik yang dua tahun lalu diakui UNESCO sebagai warisan budaya dunia. Kuasa Usaha KBRI Roma, Priyo Iswanto dalam sambutannya mengatakan, fashion show bertema “Mimpi Tersembunyi” Ekspresi Kreatif Indonesia melalui Mode, Tari dan Warisan Budaya” atau “Hidden Dreams” ini dimaksudkan juga untuk menggemakan World Batik Summit yang sedang berlangsung di Jakarta dan secara khusus untuk lebih mengenalkan batik sebagai warisan dunia asal Indonesia kepada masyarakat Eropa terutama Italia. Diharapkan pengenalan dan pemahaman seni budaya Indonesia yang semakin baik oleh masyarakat Italia dapat semakin mendekatkan hubungan dan kerjasama antara Italia dan Indonesia. Priyo Iswanto lebih lanjut menambahkan harapan batik bisa merebut pasar Eropa khususnya di Italia mengingat batik sangat cocok untuk iklim panas dan Italia memiliki musim panas yang relatif panjang antara 4-5 bulan. Selain menampilkan peragaan busana batik, acara Hidden Dreams dimeriahkan juga dengan tarian tradisonal oleh Didik Nini Thowok yang membawakan Tari Dwimuka dan tampilan tari kontemporer oleh penari kondang Kris dan Fardian dengan membawakan Tari Tetalu Ning-nong dan Tari Horeg. Acara ditutup dengan penampikan musik jazz Indonesia oleh Murni Group. Sebagaimana tahun lalu, acara Hidden Dreams ini juga menampilkan fashion show karya perancang muda dan berbakat dari KOEFIA, sekolah mode ternama di Italia. Koleksi batik Oscar dan Auguste akan dipamerkan kembali pada fashion show di Milan pada 4 Oktober 2011 dalam satu rangkaian acara Resepsi HUT ke-66 RI. (Sumber: KBRI Roma)
Direktorat Diplomasi Publik
Jalan Taman Pejambon No. 6 Jakarta 10110 Telepon : 021-3813480 Faksimili : 021-3513094