Publikasi Online @2013 Julian Surya
Dialektika http://sosiologi.fisip.uns.ac.id/online-jurnal/
Sosiologi Universitas Sebelas Maret http://sosiologi.fisip.uns.ac.id | 1
Perilaku Gaya Hidup Kelompok Fashion Kota Surakarta Julian Surya
Abstract: World model that looked so glamorous and require physical perfection, a dream for every person. Beautiful, sexy, popular and a lot of money. Many temptations in the face by a teenage model. World night, alcohol, smoking and promiscuity teenager will usually trap them in an unhealthy lifestyle. Demands professionalism in the modeling world is not without negative effects. Teens are budding nation, unhealthy lifestyle can certainly be regarded as the younger generation destroyer. This study aimed to describe the behavior of the model in Surakarta to unhealthy lifestyles and know the reality of life is not healthy in a model community in the city of Surakarta. This study was conducted in Surakarta City Model Agency. This research is descriptive. Sources of primary data obtained from interviews with the models, both men and women who are members of Model Agency in Surakarta, business or owner Model Agency in Surakarta, Model Community service users. Based on this research, the group Lifestyle Fashion City Surakarta that of some of the respondents said that formal education is not necessary for a model. Different educational knowledge. Education is not necessary for a model is formal education, but education in the city of Surakarta fashion education to develop the personality and abilities in and out of school and last a lifetime. Surakarta City fashion group found that a person with higher education are likely to get the information, both from others and from the mass media. The more information you enter the more knowledge gained about health. Knowledge is closely associated with education where hopefully someone with a college education, then the person will be more knowledgeable knowledge. Formal education, but also can be obtained in non-formal education. One's knowledge about an object also contains two aspects: positive and negative. Second aspect is what will ultimately determine a person's attitude toward a particular object. The more positive aspects of the object is known, will grow increasingly positive attitude toward the object. Unhealthy lifestyle fashion group Surakarta show how a model is able to live, spend their money, and allocate time. It can be concluded that a sedentary lifestyle is a pattern of life that is expressed in activities, interests and opinions in spending money and how to allocate time either by way of a negative way.
http://sosiologi.fisip.uns.ac.id | 2
Pendahuluan Dunia model yang tampak begitu glamour dan mensyaratkan kesempurnaan fisik, menjadi dambaan bagi setiap orang. Cantik, sexy, populer dan banyakuang. Ini adalah gambaran mereka yang biasa melenggang di atas cat walk dengan balutan busana bagus dan mahal hasil rancangan desainerdesainer handal. Tak jarang pula wajah mereka terpampang di majalah, papan reklame dan bahkan website, dengan berbagai ekspresi. Semuanya mempertontonkan
kemolekan,
kesempurnaan
seorang
wanita
dan
kejantanan pria. Bagai magnet, sosok kaum model yang sebagian besar dari mereka memiliki usia remaja, memang selalu menarik perhatian. Tidak jarang banyak remaja menginginkan memiliki bentuk tubuh, wajah yang cantik atau ganteng serta kepopularitasan yang mereka sandang. Model, dituntut untuk selalu tampil prima, dan sempurna. Itulah salah satu keharusan bagi sang model. Tuntutan ini juga terkadang mengkondisikan mereka pada gaya hidup modern yang terkadang tak jauh dari dunia malam. Tidak jarang, para model menghabiskan waktunya di klub, atau tempattempat hiburan malam lainnya. Kebiasaan ini, adalah sebagai bentuk pergaulan, aktualisasi modernitas, dan terkadang memang sebuah gaya hidup. Gaya hidup adalah pola hidup seseorang di dunia yang diekspresikan dalam aktifitas, minat dan opininya. Banyak penyakit akibat gaya hidup yang berhubungan erat dengan kebiasaan hidup yang salah sedangkan untukmencapai kondisi fisik dan psikis tetap prima dibutuhkan serangkaian kebiasaanmaupun gaya hidup yang sehat. Gaya hidup sangat berpengaruh terhadap kondisi fisik maupun psikis seseorang (Sakinah, 2002: 43). Perubahan gaya hidup dan rendahnya perilaku hidup sehat dapat menimbulkan berbagai masalah kesehatan. Menurut Abel, gaya hidup yang sehat atau healthy lifestyle meliputi struktur multidimensional. Gaya hidup berpengaruh pada bentuk perilaku atau kebiasaan seseorang dalam http://sosiologi.fisip.uns.ac.id | 3
merespon kesehatan fisik dan psikis, lingkungan, sosial, budaya dan ekonomi (Watson, 2000: 67). Hasil penelitian yang telah dilakukan Dowd, et. al (2009) menghasilkan temuan bahwa runtuhnya Uni Soviet ditandai dengan peningkatan yang dramatis diangka kematian dan kelahiran. Peningkatan angka kematian yang diakibatkan karena gaya hidup yang tidak sehat baik yang termasuk merokok berat, minum-minuman keras, kurang olahraga dan diet yang buruk atau stres sebagai penyebab utama. Selain itu angka kelahiran yang tinggi juga tidak lepas dari adanya pengaruh pergaulan bebas atau free sex yang dapat mengakibatkan
kemiskinan. Dari penelitian ini disimpulkan bahwa
perubahan sosial yang cepat, menjadi faktor penentu penting dalam kesehatan dan kesehatan dapat digunakan sebagai indikator dampak perubahan sosial dan ekonomi. Kota Surakarta yang saat ini sedang mempromosikan dirinya, sebagai Kota Budaya memiliki remaja yang mulai eksis dalam dunia model. Hal ini karena memang adanya tuntutan dunia usaha yang saat ini mendukung kebutuhan akan model sebagai fashion model maupun foto model bagi produk-produk yang ada di Kota Surakarta. Remaja-remaja model ini tergabung dalam berbagai model agency, antara lain: Model Indonesia Muda, RS Model, LawRA Modelling, PTPN Agency dan Budi Han’s. Model Agency tersebut merupakan wadah dan media untuk mendidik dan membekali remaja untuk menjadi seorang model profesional. Tentu saja tuntutan profesionalisme dalam dunia modeling tersebut tidaklah tanpa efek negatif. Remaja adalah tunas bangsa, gaya hidup tidak sehat tentu saja dapat dikatakan sebagai perusak generasi muda. Hal ini menyebabkan jutaan calon pemimpin masa depan Indonesia diujung kepunahan. Sederet keprihatinan pada remaja saat ini adalah munculnya pengaruh gaya hidup yang tidak sehat seperti kenakalan remaja, pola hidup konsumtif, pergaulan bebas, rokok, narkoba, dan kecanduan game online. Pergaulan komunitas http://sosiologi.fisip.uns.ac.id | 4
model remaja yang tanpa filtrasi dapat menyebabkan rapuhnya edukasi/ karakter manusia dan mengakibatkan kehancuran bangsa. Berdasarkan paparan tersebut diatas, maka penulis tertarik untuk mengambil judul penelitian “Perilaku Gaya Hidup Kelompok Fashion Kota Surakarta”. Gaya Hidup Gaya hidup (lifestyle), adalah pola dimana orang hidup dan menghabiskan waktu serta uang. Analisa mengenai gaya hidup konsumen mengacu pada hubungan antara karakteristik pribadi dan pemilihan merek produk. Gaya hidup konsumen dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu Activities, Interest, dan Opinions (AIO) :
1) Kegiatan (activities) yaitu bagaimana konsumen
menghabiskan waktunya. 2) Minat (interest) merupakan tingkat keinginan atau perhatian atas pilihan yang dimiliki oleh konsumen. 3) Pendapat/ pemikiran (opinions) merupakan jawaban sebagai respon dari stimulus dimana
semacam
pertanyaan
diajukan.
Opini
digunakanuntuk
mendeskripsikan penafsiran, harapan dan evaluasi. Gaya hidup menurut Kotler adalah pola hidup seseorang didunia yang diekspresikan
dalam
aktivitas,
minat,
dan
opininya.
Gaya
hidup
menggambarkan “keseluruhan diri seseorang” dalam berinteraksi dengan lingkungannya (Kotler, 2002: 192) Gaya hidup menggambarkan seluruh pola seseorang dalam beraksi dan berinteraksi di dunia. Gaya hidup adalah “A mode ofliving that is identified by how people spend their time (activities), whatthey consider important in their environment (interest), and what theythink of themselves and the world around them (opinions)”. Secara umum dapat diartikan sebagai suatu gaya hidup yang dikenali dengan bagaimana orang menghabiskan waktunya (aktivitas), apa yang penting orang pertimbangkan pada lingkungan (minat), dan apa yang orang pikirkan tentang diri sendiri dan dunia di sekitar (opini) (Assael, http://sosiologi.fisip.uns.ac.id | 5
1992: 102). Gaya hidup adalah menunjukkan bagaimana orang hidup, bagaimana membelanjakan uangnya, dan bagaimana mengalokasikan waktu. Sehingga dapat disimpulkan bahwa gaya hidup adalah pola hidup seseorang yang
dinyatakan
dalam
kegiatan,
minat
dan
pendapatnya
dalam
membelanjakan uangnya dan bagaimana mengalokasikan waktu (Minor dan Mowen, 2002: 282). Faktor- faktor utama pembentuk gaya hidup dapat dibagi menjadi dua yaitu secara demografis dan psikografis. Faktor demografis misalnya: berdasarkan tingkat pendidikan, usia, tingkat penghasilan dan jenis kelamin, sedangkan faktor psikografis lebih kompleks karena indikator penyusunnya dari karakteristik konsumen. Minor dan Mowen (2002) menyatakan bahwa penting bagi pemasar untuk melakukan segmentasi pasar dengan mengidentifikasi gaya hidup melalui pola perilaku pembelian produk yang konsisten, penggunaan waktu konsumen, dan keterlibatannya dalam berbagai aktivitas. Minor dan Mowen, menegaskan bahwa
gaya hidup merujuk pada bagaimana orang hidup,
bagaimana mereka membelanjakan uangnya, dan bagaimana mereka mengalokasikan waktu mereka. Hal ini dinilai dengan bertanya kepada konsumen tentang aktivitas, minat, dan opini mereka, gaya hidup berhubungan dengan tindakan nyata dan pembelian yang dilakukan konsumen. Orang yang berasal dari subkultur, kelas sosial dan pekerjaan yang sama dapat mempunyai gaya hidup yang berbeda. Gaya hidup seseorang menunjukkan pola kehidupan orang yang bersangkutan yang tercermin dalam kegiatan, minat, dan pendapatnya. Konsep gaya hidup apabila digunakan oleh pemasar secara cermat, akan dapat membantu untuk memahami nilai-nilai kosnumen yang terus berubah dan bagaimana nilai-nilai tersebut mempengaruhi perilaku konsumen. Perubahan gaya hidup membawa implikasi pada perubahan selera (selera
http://sosiologi.fisip.uns.ac.id | 6
pria dan wanita berbeda), kebiasan dan perilaku pembelian.perubahan lain yang terjadi adalah meningkatnya keinginan untuk menikmati hidup. Manfaat jika memahami gaya hidup konsumen: 1) Pemasar dapat menggunakan gaya hidup konsumen untuk melakukan segmentasi pasar sasaran. 2) Pemahaman gaya hidup konsumen juga akan membantu dalam memposisikan produk di pasar dengan menggunakan iklan. 3) Jika gaya hidup diketahui, maka pemasar dapat menempatkan iklannya pada mediamedia yang paling cocok. 4) Mengetahui gaya hidup konsumen, berarti pemasar bias mengembangkan produk sesuai dengan tuntutan gaya hidup mereka. Gaya Hidup AIO (Activity, Interest, Opinion) Psikografik adalah ilmu tentang pengukuran dan pengelompokkan gaya hidup konsumen (Kotler, 2002: 193). Sedangkan psikografik menurut Sumarwan
adalah suatu instrumen untuk mengukur gaya hidup yang
memberikan pengukuran kuantitatif dan bisa dipakai untuk menganalisis data yang sangat besar. Analisis psikografik biasanya dipakai untuk melihat segmen pasar. Analisis psikografik sering juga diartikan sebagai suatu riset konsumen yang menggambarkan segmen konsumen dalam hal kehidupan, pekerjaan dan aktivitas lainnya. Psikografik berarti menggambarkan psikologis konsumen (Sumarwan, 2003: 58). Psikografik adalah pengukuran kuantitatif gaya hidup, kepribadian, dan demografik konsumen. Psikografik sering diartikan sebagai pengukuran AIO (activity, interest, opinions), yaitu pengukuran kegiatan, minat dan pendapat konsumen. Psikografik memuat beberapa pernyataan yang menggambarkan kegiatan, minat dan pendapat konsumen. Solomon menjelaskan studi psikografik dalam beberapa bentuk seperti diuraikan berikut: 1) Profil gaya hidup yang menganalisis beberapa karakteristik yang membedakan antara pemakai dan bukan pemakai suatu http://sosiologi.fisip.uns.ac.id | 7
produk. 2) Profil produk spesifik yang mengidentifikasi kelompok sasaran kemudian membuat profil konsumen tersebut berdasarkan dimensi produk yang relevan. 3) Studi yang menggunakan kepribadian ciri sebagai faktor yang
menjelaskan,
menganalisis
kaitan
beberapa
variabel
dengan
kepribadian ciri, misalnya kepribadian ciri yang mana yang sangat terkait dengan konsumen yang sangat memperhatikan masalah lingkungan. 4) Segmentasi gaya hidup yang membuat pengelompokkan responden berdasarkan kesamaan preferensinya. 5) Segmentasi produk spesifik adalah studi yang mengelompokkankonsumen berdasarkan kesamaan produk yang dikonsumsinya (Sumarwan, 2003: 59). Orang-orang yang berasal dari sub-budaya, kelas sosial, dan pekerjaan yang sama dapat memiliki gaya hidup yang berbeda. Gaya hidup adalah pola hidup seseorang di dunia yang diekspresikan dalam aktivitas, minat, dan opininya. Gaya hidup menggambarkan “keseluruhan diri seseorang” yang berinteraksi dengan lingkungannya. Pemasar mencari hubungan antara produknya dengan kelompok gaya hidup konsumen. Perilaku Konsumtif Konsumen Menurut Schiffman & Kanuk (2004), konsumen yang melakukan pembelian dipengaruhi motif emosional seperti hal-hal yang bersifat pribadi atau subyektif (misalnya saja status, harga diri, perasaan cinta dan lain sebagainya), tidak mempertimbangkan apakah barang atau jasa yang dibelinya sesuai dengan dirinya, sesuai dengan kebutuhannya, sesuai dengan kemampuannya,
dan
sesuai
dengan
standar
atau
kualitas
yang
diharapkannya. Hal inilah yang menyebabkan individu dapat berperilaku konsumtif. Pengertian perilaku konsumtif menurut Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (dalam Lina & Rosyid, 1997) merupakan kecenderungan untuk melakukan konsumsi tiada batas, yang lebih mementingkan faktor keinginan http://sosiologi.fisip.uns.ac.id | 8
daripada kebutuhan. Hal tersebut mengandung arti adanya unsur sifat pemborosan dalam perilaku konsumtif. Lubis (dalam Lina & Rosyid, 1997) mengemukan bahwa perilaku konsumtif melekat pada individu bila membeli dan mengkonsumsi barang dan jasa yang didasari pada keinginan (want) dan bukan pada kebutuhan (need). Menurut Fromm (1980) seseorang dapat dikatakan konsumtif jika ia memiliki barang lebih disebabkan oleh pertimbangan status, yang dimaksud adalah memiliki barang bukan untuk memenuhi kebutuhannya tetapi karena barang tersebut menunjukan status pemiliknya. Fromm (1995) menyatakan bahwa keinginan masyarakat dalam era kehidupan yang modern untuk mengkonsumsi sesuatu tampaknya telah kehilangan hubungan dengan kebutuhan yang sesungguhnya. Hal itu terlihat bahwa perilaku konsumtif masyarakat Indonesia tergolong berlebihan bila dibandingkan dengan bangsa-bangsa di Asia tenggara (Soegito dalam Parma, 2007). Keadaan ini dilihat dari rendahnya tingkat tabungan masyarakat Indonesia dibandingkan negara lain seperti Malaysia, Filipina, dan Singapura (Soegito dalam Parma, 2007). Hal tersebut membuktikan bahwa masyarakat Indonesia lebih senang menggunakan uang untuk memenuhi kebutuhan yang tidak penting dengan berperilaku konsumtif yang menjadi syarat mutlak untuk kelangsungan status dan gaya hidup (Soegito dalam Parma, 2007). Selain itu, masyarakat juga melihat pola perilaku konsumsi seseorang untuk membantu mereka membuat penilaian mengenai identitas sosial orang tersebut (Solomon, 2004). Tinjauan Umum Tentang Fashion Arti kata fashion itu memiliki banyak sisi. Menurut Troxell and Stone (1981) dalam bukunya Fashion Merchandising, fashion didefinisikan sebagai gaya yang diterima dan digunakan oleh mayoritas anggota sebuah kelompok http://sosiologi.fisip.uns.ac.id | 9
dalam satu waktu tertentu. Dari definisi tersebut dapat terlihat bahwa fashion erat kaitannya dengan gaya yang digemari, kepribadian seseorang, dan rentang waktu. Maka bisa dimengerti mengapa sebuah gaya yang digemari bulan inibisa di katakann beberapa bulan kemudian. Fashion bisa dianggap kode atau yang membantu kita memahami arti arti tersebut. Namun fashion sepertinya lebih cenderung context dependent dari pada bahasa. Maksudnya adalah sebuah hal yang sama dapat diartikan dengan cara yang berbeda oleh konsumen yang berbeda dan dalam situasi yang berbeda, sehingga tidak ada artinya yang pasti dan umum namun menyisakan kebebasan bagi penerjemah dalam mengartikannya. Menurut Solomon (1986) fashion adalah proses penyebaran sosial (social diffusion) dimaa sebuah gaya mengacu pada kombinasi beberapa atribut. Dan agar dapat dikatakan ”in fashion” kombinasi tersebut haruslah dievaluasi secara positif oleh sebuah reference group. Fashion dapat dikategorikan berdasarkan di kelompok mana mereka terlihat. High Fasion mengacu pada desain dan gaya yang diterima oleh kelompok fashion leaders yang eksclusif, yaitu konsumen-konsumen yang elit dan mereka yang paling pertama mengadaptasi perubahan fashion. Gaya yang termasuk high fashion biasanya diperkenalkan, dibuat dan dijual dalam jumlah yang terbatas dan relatif mahal kepada socialities, artis, selebritis dan fashion innovatores. Sedangkan mass fashion atau volume fashion mengacu pada gaya dan desain yang diterima publik lebih luas. Jenis fashion ini biasanya diproduksi dan dijual dalam jumlah banyak dengan harga murah sampai sedang. Teori Dramatugi Teori dramatugi menjelaskan bahwa identitas manusia adalah tidak stabil dan merupakan setiap identitas tersebut merupakan bagian kejiwaan http://sosiologi.fisip.uns.ac.id | 10
psikologi yang mandiri. Identitas manusia bisa saja berubah-ubah tergantung dari interaksi dengan orang lain. Disinilah dramaturgis masuk, bagaimana kita menguasai interaksi tersebut (Littlejohn,1996:165). Dalam dramaturgis, interaksi sosial dimaknai sama dengan pertunjukan teater. Manusia adalah aktor yang berusaha untuk menggabungkan karakteristik personal dan tujuan kepada orang lain melalui “pertunjukan dramanya sendiri”. Dalam mencapai tujuannya tersebut, menurut konsep dramaturgis, manusia akan mengembangkan perilaku-perilaku yang mendukung perannya tersebut. Selayaknya pertunjukan drama, seorang actor drama kehidupan juga harus mempersiapkan kelengkapan pertunjukan. Kelengkapan ini antara lain memperhitungkan setting, kostum, penggunakan kata (dialog) dan tindakan non verbal lain, hal ini tentunya bertujuan untuk meninggalkan kesan yang baik pada lawan interaksi dan memuluskan jalan mencapai tujuan. Oleh Goffman, tindakan diatas disebut dalam istilah “impression management”. Goffman juga melihat bahwa ada perbedaan acting yang besar saat aktor berada di atas panggung “front stage” dan di belakang panggung “back stage” drama kehidupan.
Kondisi akting di front stage
adalah adanya penonton (yang melihat kita) dan kita sedang berada dalam bagian pertunjukan. Saat itu kita berusaha untuk memainkan peran kita sebaik-baiknya agar penonton memahami tujuan dari perilaku kita. Perilaku kita dibatasi oleh oleh konsep-konsep drama yang bertujuan untuk membuat drama yang berhasil. Sedangkan back stage adalah keadaan dimana kita berada di belakang panggung, dengan kondisi bahwa tidak ada penonton. Sehingga kita dapat berperilaku bebas tanpa mempedulikan plot perilaku bagaimana yang harus kita bawakan. Interaksifisme Simbolik Interaksi simbolik merupakan suatu aktivitas yang merupakan ciri khas manusia, yakni komunikasi atau pertukaran simbol yang diberi makna. Blumer menyatukan gagasan-gagasan tentang interaksi simbolik lewat http://sosiologi.fisip.uns.ac.id | 11
tulisannya, dan juga diperkaya dengan gagasan-gagasan dari John Dewey, William I. Thomas, dan Charles H. Cooley (Mulyana, d 2001 : 68). Pembahasan Berdasarkan hasil penelitian tentang Perilaku Gaya Hidup Kelompok Fashion Kota Surakarta bahwa dari beberapa responden mengatakan bahwa pendidikan formal untuk seorang model tidaklah penting. Pendidikan berbeda dengan pengetahuan. Pendidikan yang tidak diperlukan bagi seorang model adalah pendidikan formal, namun pendidikan menurut kelompok fashion kota Surakarta pendidikan untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Pendidikan mempengaruhi proses belajar, makin tinggi pendidikan seeorang makin mudah orang tersebut untuk menerima informasi. Kelompok fashion Kota Surakarta berpendapat bahwa dengan pendidikan tinggi maka seseorang akan cenderung untuk mendapatkan informasi, baik dari orang lain maupun dari media massa. Semakin banyak informasi yang masuk semakin banyak pula pengetahuan yang didapat tentang kesehatan. Pengetahuan sangat erat kaitannya dengan pendidikan dimana diharapkan seseorang dengan pendidikan tinggi, maka orang tersebut akan semakin luas pula pengetahuannya. Namun perlu ditekankan bahwa seorang yang berpendidikan rendah tidak berarti mutlak berpengetahuan rendah pula. Peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh di pendidikan formal, akan tetapi juga dapat diperoleh pada pendidikan non formal. Pengetahuan seseorang tentang sesuatu obyek juga mengandung dua aspek yaitu aspek positif dan negatif. Kedua aspek inilah yang akhirnya akan menentukan sikap seseorang terhadap obyek tertentu. Semakin banyak aspek positif dari obyek yang diketahui, akan menumbuhkan sikap makin positif terhadap obyek tersebut .
http://sosiologi.fisip.uns.ac.id | 12
Menurut kelompok fashion Kota Surakarta, pengetahuan dapat diperoleh dari informasi meskipun non formal dapat memberikan pengaruh jangka pendek (immediate impact) sehingga menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan. Majunya teknologi akan tersedia bermacammacam media massa yang dapat mempengaruhi pengetahuan masyarakat tentang inovasi baru. Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah, dan lain-lain mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan opini dan kepercayan orang. Dalam penyampaian informasi sebagai tugas pokoknya, media massa membawa pula pesan-pesan yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini seseorang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya pengetahuan terhadap hal tersebut. Kebiasaan dan tradisi yang dilakukan orang-orang tanpa melalui penalaran apakah yang dilakukan baik atau buruk. Dengan demikian seseorang akan bertambah pengetahuannya walaupun tidak melakukan. Status ekonomi seseorang juga akan menentukan tersedianya suatu fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan tertentu, sehingga status sosial ekonomi ini akan mempengaruhi pengetahuan seseorang. Paparan tersebut diatas, bila dianalisis telah sesuai dengan pendapat Ritzer, bahwa terdapat hubungan antar individu dengan lingkungan. Lingkungan terdiri atas bermacam-macam obyek sosial dan obyek non sosial, menurut penganut paradigma perilaku sosial obyek sosiologik yang konkrit realitas adalah perilaku manusia yang nampak serta kemungkinan perulangannya. Dalam hal ini, peneliti mencoba memposisikan realitas (gejala) pengambilan keputusan mengonsumsi beras organik oleh komunitas konsumen beras organik di Surakarta. Perilaku Kelompok Fashion Kota Surakarta selain di tentukan oleh motivasi dan niat dari dalam individu juga ditentukan oleh Lingkungan yaitu segala sesuatu yang ada di sekitar individu, baik lingkungan fisik, biologis, maupun http://sosiologi.fisip.uns.ac.id | 13
sosial. Lingkungan berpengaruh terhadap proses masuknya pengetahuan ke dalam individu yang berada dalam lingkungan tersebut. Hal ini terjadi karena adanya interaksi timbal balik ataupun tidak yang akan direspon sebagai pengetahuan oleh setiap individu termasuk dalam pemilihan gaya hidup sebagai seorang model. Pengalaman yang dimiliki individu juga merupakan sumber pengetahuan adalah suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan masalah yang dihadapi masa lalu. Pengalaman belajar dalam bekerja yang dikembangkan memberikan pengetahuan dan keterampilan professional serta pengalaman belajar selama bekerja akan dapat mengembangkan kemampuan mengambil keputusan yang merupakan manifestasi dari keterpaduan menalar secara ilmiah dan etik yang bertolak dari masalah nyata dalam bidang kerjanya. Hal ini menurut Meltzer dalam teori interaksionisme simbolik kehadiran model dalam kelompok fashion lebih di karenakan sifat interaksi yang merupakan kegiatan sosial dinamis manusia. Bagi perspektif ini, seorang model bersifat aktif, reflektif, dan kreatif, menafsirkan, menampilkan perilaku yang rumit dan sulit diramalkan. Oleh karena individu terus berubah maka masyarakat pun berubah melalui interaksi. Berdasarkan paparan tersebut diatas, maka bahwa, keseluruhan tindakan komunitas kelompok fashion Kota Surakarta tertuju pada individu berdasarkan keadaan tertentu menurut cara yang sama, berdasarkan keadaan itu pula, terdapat respon yang sama dipihak kelompok fashion Kota Surakarta seperti halnya pendapat mereka tentang kurang pentingnya pendidikan formal bagi seorang model. Perilaku kelompok fashion Kota Surakarta hakekatnya adalah suatu aktifitas dari manusia itu sendiri, yang mempunyai bentangan yang sangat luas mencakup berjalan, berbicara, bereaksi, berpikir, persepsi dan emosi. http://sosiologi.fisip.uns.ac.id | 14
Perilaku tersebut dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan. Perilaku kelompok fashion kota Surakarta berimbas pada gaya hidup yang dikenali dengan bagaimana seorang model menghabiskan waktunya (aktivitas), apa yang penting model tersebut pertimbangkan pada lingkungan (minat), dan apa yang orang pikirkan tentang diri sendiri dan dunia di sekitar (opini). Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, bahwa gaya hidup tidak sehat kelompok fashion kota Surakarta menunjukkan bagaimana seorang model itu mampu hidup, membelanjakan uangnya, dan mengalokasikan waktu. Sehingga dapat disimpulkan bahwa gaya hidup adalah pola hidup seseorang yang
dinyatakan
dalam
kegiatan,
minat
dan
pendapatnya
dalam
membelanjakan uangnya dan bagaimana mengalokasikan waktu baik dengan cara cara negatif. Kesimpulan Front stage gaya hidup kelompok Fashion Kota Surakarta bahwa dari beberapa responden mengatakan bahwa pendidikan formal untuk seorang model
tidaklah
penting.
Pendidikan
berbeda
dengan
pengetahuan.
Pendidikan yang tidak diperlukan bagi seorang model adalah pendidikan formal, namun pendidikan menurut kelompok fashion kota Surakarta pendidikan untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Pendidikan mempengaruhi proses belajar, makin tinggi pendidikan seeorang makin mudah orang tersebut untuk menerima informasi. Kelompok fashion Kota Surakarta berpendapat bahwa dengan pendidikan tinggi maka seseorang akan cenderung untuk mendapatkan informasi, baik dari orang lain maupun dari media massa. Semakin banyak informasi yang masuk semakin banyak pula pengetahuan yang didapat tentang kesehatan. Pengetahuan sangat erat kaitannya dengan pendidikan dimana diharapkan seseorang dengan pendidikan tinggi, maka orang tersebut akan semakin luas http://sosiologi.fisip.uns.ac.id | 15
pula pengetahuannya. Namun perlu ditekankan bahwa seorang yang berpendidikan rendah tidak berarti mutlak berpengetahuan rendah pula. Peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh di pendidikan formal, akan tetapi juga dapat diperoleh pada pendidikan non formal. Pengetahuan seseorang tentang sesuatu obyek juga mengandung dua aspek yaitu aspek positif dan negatif. Kedua aspek inilah yang akhirnya akan menentukan sikap seseorang terhadap obyek tertentu. Semakin banyak aspek positif dari obyek yang diketahui, akan menumbuhkan sikap makin positif terhadap obyek tersebut . Realita gaya hidup kelompok fashion di Kota Surakarta Gaya hidup back stage kelompok fashion Kota Surakarta menunjukkan bagaimana seorang model itu mampu hidup, membelanjakan uangnya, dan mengalokasikan waktu. Sehingga dapat disimpulkan bahwa gaya hidup adalah pola hidup seseorang yang dinyatakan dalam kegiatan, minat dan pendapatnya
dalam
membelanjakan
uangnya
dan
bagaimana
mengalokasikan waktu baik dengan cara cara negatif Adapun implikasi dari penelitian ini antara lain : Implikasi Empiris : 1) Bila tidak memiliki pendidikan formal yang baik seorang model tidak akan memiliki konsep berpikir yang baik pula. 2) Perubahan perilaku kelompok fashion khususnya di Kota Surakarta yang mulai modern dan materialistis mengakibatkan hedonisme Implikasi Teoritis, yaitu dipandang dari Teori Dramaturgi Goffman yang dibangun berdasarkan perspektif dramaturgi membayangkan bahwa kehidupan sepenuhnya adalah drama. Sebuah metafor kehidupan melalui teater. Akan tetapi teori Goffman tersebut didasarkan pada suatu “asylum” dalam konteks yang pasti, tertutup, dan terbatas. Dampaknya bahwa teori dramaturgi tidak memberikan ruang yang cukup pada berbagai events pada konteks dan panggung yang terbuka dan kompleks. Sementara itu, ruang http://sosiologi.fisip.uns.ac.id | 16
dalam pandangan Goffman berarti sebuah panggung presentasi yang bersifat privat dan publik. Yang mana, dalam konteks kedua panggung tersebut interaksi dan interelasi berlangsung. Daftar Pustaka Assael, Henry. 1992. Consumer Behaviour & Marketing Action. 4th Edition. Boston: PWS-Kent Publishing Company. Chasanah. 2011. Hubungan Antara Gaya Hidup Sehat Dengan Perilaku Merokok Pada Karyawan di Yogyakarta. Yogyakarta: UGM Cloinstone, M. .1997. “Materialist Pragmatism and Sociology of Education”. British Journals of Sociology of Education. Volume 6 Issue 1. Dowd, Wallace E, et. al. 2009. Intrapartum Fetal Surveillance – ClinicalGuidelines. Melbourne: The Royal Australian and New Zealand College of Obstetricians and Gynecologysts.11-12. Elvinaro. 2007. Komunikasi Massa Suatu Pengantar. Bandung: Simbosa Rekatama Media Inkeles, Alex. 2007. Menolak Posmodernisme.Yogyakarta: Resist Book. Littlejohn, Karen A. Foss. 1996. An Overview of the Contributions to Human Communication Theory from Other Disciplines in Human Communication. Cambridge, MA: Blackwell Minor, M. &Mowen, J. 2002. Perilaku Konsumen. Edisi V Jilid I. Jakarta:Erlangga. Moleong, Lexy J. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Mulyana. 2001. Komunikasi Efektif Suatu Pendekatan Lintas Budaya. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Rahardjo. 2005. Dasar-dasar Ekonomi Wilayah. Yogyakarta: Graha Ilmu. Ritzer, George. 2004. Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Sarwono Prawirohardjo. 2002. SikapManusia Teori dan Pengukurannya, edisi 2. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Sumarwan, Ujang. 2003. Perilaku Konsumen. Jakarta: Ghalia Indonesia.
http://sosiologi.fisip.uns.ac.id | 17
Sutopo, HB. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Surakarta: Sebelas Maret. University Press. Troxell and Stone. 1981. Fashion Merchandising. 3 rd Edition. McGraw-Hill. Jurnal Cockerham, William C. 2011. “Health Lifestyle Theory and the Convergence of Agency and Structure”. Social Behavior Journal of Health and Lifestyle. Irianto, Irwan Dwi. 2011. Gaya Hidup Mahasiswa UPN. Jurnal Garuda Dikti. Lisnawati. 2001. Aspek Ekonomi Dalam Pendidikan. Jurnal Pendidikan dan Budaya. Rucker and Richard. 2006. “Increasing the Effectiveness of Communications to Consumers”. Recommendations Based on Elaboration Likelihood and Attitude Certainty Perspectives, Vol. 25 (1) Spring 2006, 39–52 ISSN: 0743-9156 (print), 1547-7207 (electronic). Samuel Ekoronkwo. 2011. “Drama and The Rhytems of Social Reality: A Sociological Perspective on Athol Fugard’s Sizwe is Dead”. Academic Research International. ISSN: 2223-9553. Volume 1 Issue 3 Nopember 2011 Scheufele1, Dietram A. & Tewksbury, David. 2004. “Framing, Agenda Setting, and Priming: The Evolution of Three Media Effects Models”. Department of Life Sciences Communication and School of Journalism and Mass Communication. Madison: University of Wisconsin–Madison, WI 53706 Watson, 2000. Assessing and Measuring Caring In Nursing and Health Science (pp. 77-91). New York: Springer Publishing West & Turner. 2008. The Body and Society Explorations in Social Theory Third Edition. New York: University of New York
http://sosiologi.fisip.uns.ac.id | 18
http://sosiologi.fisip.uns.ac.id | 19