DENGAN AJARAN AGAMA, AKU MAKIN BAHAGIA STUDI KUALITATIF KUALITAS PERKAWINAN INDIVIDU YANG MENIKAH TANPA PACARAN NON PERJODOHAN
SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana S1 Psikologi
Oleh: AL KHUSNA 01 320 240
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA JOGJAKARTA 2006
HALAMAN PENGESAHAN
Dipertahankan Di Depan Dewan Penguji Skripsi Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia Untuk Memenuhi Sebagaian Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajat sarjana S1 Psikologi
Pada Tanggal
_______________
Mengesahkan, Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia Dekan
Dr. Sukarti Dewan Penguji 1. Hepi Wahyuningsih, S.Psi.,M.Si
____________________
2. Dra. Emi Zulaifah, M.Sc
____________________
3. Qurotul Uyun, S.Psi., M.Si
____________________
HALAMAN PERNYATAAN
Bersama ini saya menyatakan bahwa selama melakukan penelitian dan dalam membuat laporan penelitian, tidak melakukan tindakan-tindakan yang kiranya melanggar etika akademik seperti penjiplakan, pemalsuan data, atau manipulasi data. Apabila di kemudian hari saya terbukti melanggar etika akademik sebagaimana tersebut di atas, maka saya sanggup menerima konsekuensi berupa pencabutan gelar kesarjanaan yang telah saya peroleh.
Yang menyatakan,
Al Khusna
HALAMAN PERSEMBAHAN Kupersembahkan karya ini bagi: Fakultas Psikologi UII Di sinilah aku mulai belajar untuk memahami eksistensi diri Mencoba menjadi manusia yang bisa mengabdi
Teruntuk generasi muda Indonesia Jadikan bangsa ini bangga dengan kita
Teruntuk semua keluarga di Indonesia Wujudkan bangsa yang besar berawal dari keluarga Anda
Teruntuk Ayah Bunda tercinta Kebanggaan kalian bukan hanya sebatas sampai di sini Tapi sampai aku bisa menapaki setiap perjalanan hidup ini Dengan disertai semangat untuk bisa berbagi pada sesama Dan bisa berguna bagi semua makhluk di alam raya
MOTTO
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan pasangan dari diri kalian sendiri, agar kalian merasa tentram dengan keberadaanya, dan Dia juga menjadikan di antara kalian perasaan cinta dan kasih sayang. Sesungguhnya dalam demikian itu terdapat tanda-tanda kebesaran-Nya bagi orang-orang yang berfikir (QS. ar Ruum: 21)
Apabila seorang hamba menikah, maka sempurnalah setengah agamanya. Kini hendaklah ia bertaqwa kepada Allah pada setengah yang lain (al Hadits)
NO MAN IS TRULLY MARRIED UNTIL HE UNDERSTANDS EVERY WORDS HIS WIFE IS NOT SAYING Orang belum bisa dikatakan benar-benar menikah sampai ia bisa memahami setiap kata yang tidak terlontarkan oleh mulut pasangannya. (Relationship Quote)
KEBIJAKAN ILAHI ADALAH TAKDIR DAN SURATAN NASIB YANG MEMBUAT KITA SALING MENCINTAI SATU SAMA LAIN. KARENA TAKDIR ITULAH, SETIAP BAGIAN DARI DUNIA INI BERTEMU DENGAN PASANGANYA. (Jalaluddin Rumi)
PRAKATA Ucapan puji syukur dan terimakasih terutama saya sampaikan kepada Allah subhanahu wat’ala yang senantiasa memberikan nikmatnya kepada hamba, hingga akhirnya hamba bisa menyelesaikan skripsi ini. Kemudian sholawat semoga tetap Allah curahkan bagi sang tauladan mulia, rohmat bagi alam semesta, yang melalui perantaranya manusia bisa memilih jalan ke syurga. Salam semoga juga baginya, keluarganya, sahabat-sahabatnya, dan semua pengikut setianya. Selesainya penulisan skripsi ini tidak lepas dari dukungan serta do’a dari berbagai pihak yang sangat banyak. Oleh karena itulah, pada kesempatan ini saya bermaksud mengucapkan terimakasih kepada: 1. Pengurus Badan wakaf UII dan jajaran Rektorat UII (Bp, Syafruddin Alwi, Prof Zaini Dahlan, Bp Dr. Lutfi Hasan, serta bapak-bapak pembantu rektor). 2. Pihak Fakultas Psikologi UII: Bu Karti (selaku Dekan) Bu Ratna (PD I), Bu Yuli (PD II), dan Pak Fuad (PD III), terimakasih untuk semua yang telah diberikan kepada saya. Bapak dan Ibu Dosen: Pak Bachtiar (juga selaku DPAku), Pak Faudzil, Pak Irwan, Pak Sus, Pak Arif Fahmi, Mas Soni, Mas Bagus, Bu Hepi (juga selaku dosen pembimbing skripsiku yang dengan sabar menuntun dan terus memotivasiku hingga bisa menghasilkan tugas akhir ini, maaf atas segala khilaf), Bu ’uyun, Bu Emi, Bu Rina, Bu Uly, Mba Umi, Mba Indah Ria, dan Mba Miftah, terimaksih untuk semua ilmu dan bimbingannya. Para Staf dan karyawan: Pak Arif Suhardi, Pak
Zainal, Pak Imron, Pak Supri, Pak Fatur, Pak Mino, mas Feri, mas Widodo, mba Muslimah dan mba Hartiwi. 3. Terimakasih sebesar-besarnya bagi Bundaku tercinta yang dengan penuh keikhlasan dan kesabaran terus mengasuhku dan mendo’akan aku dalam setiap hariku. Untuk Ayahandaku terimakasih atas segala usaha dan upayanya demi pendidikanku. Semoga akau bisa menjadi anak sholeh yang mampu membahagiakan kalian berdua dunia dan akhirat. 4. Teruntuk kakandaku, Mas Maulana Mukhlis, S.Sos dan Mba’ Dewi, SP, beserta Fista yang pinter dan Ardian yang lucu. Mas Aziz Mabrur, S.Sos dan Mba’ Nani’ S.Si, beserta sang calon buah hati, Kemudian teruntuk adik-adikku tersayang, Yuliana Khasanatul ‘Inayah, M. ‘Amrulloh, Nita Sitta Rachmah, Mila Sab’ati, dan M. Reza Fadhila Adha. Terimaksih untuk semua dukungan dan do’anya. 5. Para responden: Mas L, Mba R, Mas A, Mba J dan Mas M serta semua keluarga, Terimakasih atas kesediaan dan informasinya. Tidak ada yang dapat saya berikan kecuali do’a semoga Allah senantiasa menjadikan keluarga Anda-Anda sebagai keluarga yang sakinah, mawaddah, wa rohmah, bahagia kekal di dunia dan akhirat. Akhirnya, peneliti menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, namun peneliti berharap semoga karya ini bisa memberi manfaat bagi masyarakat luas dan dicatat oleh Allah sebagai suatu amal baik. Jogjakarta, 5 Februari 2006 Penulis
DENGAN AJARAN AGAMA, AKU MAKIN BAHAGIA STUDI KUALITATIF KUALITAS PERKAWINAN INDIVIDU YANG MENIKAH TANPA PACARAN NON PERJODOHAN
Al Khusna Hepi Wahyuningsih
INTISARI
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kualitas perkawinan individu yang menikah tanpa pacaran yang bukan karena faktor perjodohan. Adapun untuk mengungkap kualitas perkawinan tersebut dilihat dari beberapa aspek, yaitu kepribadian, komunikasi, resolusi konflik, manajemen keuangan, aktifitas kesenangan, hubungan seksual, anak-anak dan perkawinan, serta keluarga dan teman-teman, sebagaimana yang telah dikemukakan Olson dkk. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini ialah pendekatan kualitatif, dengan maksud untuk mendapatkan wawasan tentang sesuatu fenomena yang baru sedikit diketahui. Penelitian ini melibatkan lima orang responden yang memiliki kriteria: 1) menikah tanpa didahului pacaran, 2) menikah bukan kerena faktor perjodohan yang dipaksakan 3) perkawinan yang dijalani ialah perkawinan yang pertama, dan 4) usia perkawinan telah lebih dari satu tahun. Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui bahwa kualitas perkawinan individu yang menikah tanpa pacaran tergolong tinggi. Indikator pencapaian kualitas perkawinan tersebut terutama dapat dilihat dari hubungan harmonis yang terjalin dalam perkawinan dan tercapainya tujuan dasar perkawinan yang kedua hal tersebut dipengaruhi oleh kesiapan diri menghadapi perkawinan, kualitas spiritual, karakter yang mendukung keharmonisan perkawinan, keterampilan menangani konflik, dukungan sosial, serta kesamaan latar belakang yang dimiliki para responden dalam penelitian ini. Kata kunci: kualitas perkawinan, pacaran
PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Setiap individu tentu butuh dekat dengan individu lain, butuh untuk mendapat rasa aman dan perhatian dari orang lain, butuh untuk berbagi perasaan dan pengalaman dengan orang lain, serta butuh untuk dicintai orang lain. Karena manusia adalah makhluk sosial atau zoon politicon, yang selalu membutuhkan orang lain dan tidak mungkin bisa hidup sendiri. Untuk memenuhi kebutuhankebutuhan itu, maka manusia perlu berhubungan dengan manusia lain. Terutama untuk dapat diterima dan dicintai, maka seorang individu harus bisa menjalin hubungan yang baik dan dekat dengan orang lain. Perasaan dekat dan cinta kadang-kadang bisa bermula dari sebuah jalinan persahabatan. Namun kadang-kadang bisa pula datang dengan tiba-tiba. Dan setelah dekat beberapa bulan, perasaan dekat atau cinta itu bisa saja akan meningkat menjadi saling merasa aman, menimbulkan kehangatan, dan menumbuhkan rasa nyaman. Keinginan untuk mendapatkan pasangan yang sesuai dengan kriteria yang diinginkan agar bisa menuju kehidupan perkawinan yang berbahagia dan langgeng merupakan keinginan besar yang tentunya ingin dicapai oleh setiap individu yang hendak membina rumah tangga. Karena perkawinan merupakan sebuah peristiwa besar dan pokok dalam kehidupan manusia dengan tujuan jangka panjang, maka usaha mengenal lebih jauh karakteristik calon pasangan sangat diperlukan. Tujuannya ialah agar nanti ketika sudah menikah pasangan tersebut bisa mudah untuk saling memahami, saling menyesuaikan diri, dan sebisa
mungkin menghindari konflik-konflik yang bisa terjadi akibat karakteristik pasangannya yang mungkin tidak sesuai dengan harapannya. Pada masa sekarang, dalam persiapannya untuk menuju kehidupan berkeluarga, mengenal calon pasangan lebih jauh melalui pacaran merupakan jalan yang banyak dipilih para remaja. Bahkan bagi banyak orang pacaran bukan lagi hanya sebagai tahap awal dalam menentukan pasangan untuk membina kehidupan keluarga, namun pacaran seakan sudah menjadi semacam gaya hidup atau trend yang memang harus diikuti. Perkembangan fenomena pacaran saat ini terlihat jelas sekali dari berbagai tayangan yang disajikan oleh media-media massa, terutama media elektronik. Kisah-kisah asmara orang yang berpacaran adalah sajian televisi yang sangat sering diangkat dalam sebuah tayangan televisi, baik berupa sinetron, telenovela, maupun film. Artis-artis sinetron atau film merupakan orang-orang yang paling sering mengajarkan bagaimana pentingnya nilai pacaran di masa sekarang ini. Selain itu, mereka juga memberikan contoh pola perilaku pacaran yang akhirnya banyak ditiru oleh pemirsanya, terutama para remaja. Namun, di tengah-tengah maraknya fenomena pacaran, baik untuk sekedar mengikuti trend ataupun untuk serius sebagai awal menuju jenjang pernikahan, ternyata dapat pula ditemui remaja-remaja yang ingin menikah tanpa didahului pacaran. Mereka nampaknya tidak terlalu terpengaruh oleh adanya keyakinan bahwa pacaran merupakan awal yang baik untuk mengarungi kehidupan berkeluarga yang lebih bahagia. Dengan alasan yang mereka miliki, mereka tidak memilih pacaran sebagai awal untuk menuju jenjang perkawainan.
Dari langkah yang mereka ambil, sepertinya pasangan suami istri yang menikah tanpa didahului pacaran tidak merasa khawatir tentang kehidupan perkawinan mereka kelak. Perasaan cinta seperinya hadir begitu saja tanpa perlu pertimbangan yang lama. Padahal, cinta yang hadir pada diri individu sebelum benar-benar mengenal orang yang dicintainya akan menjadikan ketidakpuasan setelahnya. Hal ini karena individu itu belum tahu banyak tentang nilai-nilai, kebiasaan, perilaku, atau kepribadian calon pasangannya yang bisa saja bertentangan dengan yang ia ketahui selama ini (Taylor, 2000). Berdasarkan fenomena-fenomena tersebut di atas, peneliti tertarik untuk mengetahui kualitas perkawinan pada individu yang menikah tanpa didahului pacaran, serta alasan-alasan mereka menikah tanpa pacaran. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini ialah ingin menganalisis secara mendalam kualitas perkawinan individu yang menikah tanpa didahului pacaran. Manfaat Penelitian 1. Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini secara teoritis ialah bisa memberikan gambaran yang mendalam tentang kualitas perkawinan individu yang menikah tanpa di dahului pacaran sehingga bisa menambah khazanah ilmu pengetahuan serta dapat digunakan sebagai bahan referensi bagi penelitipeneliti selanjutnya yang tertarik pada permasalahan yang serupa. 2. Sedangkan manfaat praktis dari penelitian ini yaitu bisa digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi remaja yang ingin menikah atau orang tua yang memiliki anak, untuk menentukan cara sebelum memutuskan untuk menikah.
LANDASAN TEORI Kualitas Perkawinan 1. Pengertian Kualitas Perkawinan Kualitas perkawinan berasal dua kata, kualitas dan perkawinan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kualitas diartikan sebagai tingkat baik buruknya sesuatu; kadar, derajat atau taraf (kepandaian atau kecakapan). Sedangkan perkawinan diartikan dengan pernikahan, yaitu hal (sesuatu dsb) kawin atau pertemuan hewan jantan dan hewan betina secara seksual (Depdikbud, 1990). Adapun perkawinan sebagaimana didefinisikan dalam Undang-undang No.1/1974 tentang Perkawinan Bab I pasal 1 ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan yang maha esa. Jadi secara sederhana kualitas perkawinan dapat diartikan dengan tingkat baik buruknya ikatan lahir dan batin sepasang suami isteri yang tercipta dalam kehidupan perkawinan mereka dalam tujuannya untuk membentuk keluarga yang bahagia. Kualitas perkawinan ialah istilah umum yang sering dipakai oleh para peneliti untuk menilai secara luas suatu hubungan antar individu dalam sebuah perkawinan. Kualitas perkawinan mencakup kebahagiaan, kepuasan, serta stabilitas hubungan perkawinan. Istilah ini kini banyak digunakan oleh para ahli sosiologi keluarga (Shehan, 2003). 2. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Perkawinan Berdasarkan kajian dari beberapa literatur yang ada, faktor-faktor yang
mempengaruhi kualitas perkawinan sepasang suami isteri setidaknya dapat dimasukkan dalam tiga kelompok besar, yaitu: a. Karakteristik dan Latar Belakang Personal dan Pasangan Secara garis besar, Shehan (2003) membuat rangkuman yang menjelaskan tentang faktor karakteristik personal serta latar belakang yang senantiasa berkaitan dengan kualitas perkawinan sebagai berikut: 1).
Faktor yang senantiasa berkaitan dengan tingginya kualitas perkawinan a) Usia perkawinan yang lebih tua b) Pendidikan yang tinggi c) Status ekonomi yang mapan d) Status pekerjaan yang tinggi e) Kesehatan fisik dan mental yang baik f) Hubungan perkawinan orang tua yang baik g) Penerimaan pasangan di antara keluarga dan teman
2)
Faktor yang kadang-kadang berkaitan dengan kualitas perkawinan yang rendah a) Perbedaan sosial ekonomi b) Perbedaan agama c) Perbedaan ras
3)
Faktor yang senantiasa berkaitan dengan kualitas perkawinan yang rendah a) Pengalaman hidup tanpa ikatan perkawinan yang lalu
b) Pengalaman perkawinan yang lalu c) Ras b. Kondisi Yang Mengiringi Kehidupan Perkawinan Dukungan serta penerimaan dari teman atau komunitas di mana pasangan itu tinggal ternyata juga berpengaruh pada kualitas perkawinan. Semakin besar dukungan serta penerimaan dari teman atau lingkungan di mana mereka tinggal, maka semakin tinggi pula kualitas perkawinan mereka (Shehan, 2003). Kehadiran anak juga berpengaruh pada kualitas perkawinan. Beberapa hasil studi menunjukkan bahwa pasangan yang hidup dalam sebuah perkawinan mengalami penurunan kualitas perkawinan setelah kelahiran anak (Belsky ; Gleen, dalam Shehan, 2003). c. Proses Interaksi yang Terjadi Dalam Perkawinan Baeder dkk (2004) menyatakan bahwa ada tiga proses interaksi antar pasangan yang mempengaruhi kualitas dalam sebuah perkawinan, yaitu: 1). Interaksi yang sifatnya positif (positivity) Interaksi dalam bentuk ini biasa dikaitkan dengan kualitas perkawinan yang tinggi. Interaksi ini meliputi: sering menghabiskan waktu berdua, mengembangkan identitas pribadi dalam hubungan yang mereka bangun, keterbukaan atau kedekatan satu sama lain, menunjukkan emosi yang positif, perilaku yang menunjukkan rasa cinta dan kasih sayang (bermesraan, saling membelai), dan perilaku yang saling mendukung.
2). Interaksi yang sifatnya negatif (negativity) Perilaku atau emosi yang mengarah pada interaksi yang sifatnya negatif biasa dikaitkan dengan kualitas perkawinan yang rendah. Interaksi negatif ini seperti: pola-pola hubungan yang negatif, baik ketika terjadi konflik maupun dalam kehidupan sehari-hari (sering marah, takut, sedih, dan muak terhadap pasangan, memaksa, marah yang meledak-ledak, agresi, banyak menuntut). 3). Interaksi yang berkaitan dengan kognisi (cognitions) Interaksi kognisi lebih mengarah pada pandangan serta anggapananggapan yang dikembangkan oleh masing-masing individu terhadap pasangan. Keyakinan-keyakinan yang tidak realistik seperti perbedaan pendapat dianggap merusak, serta pandangan yang meyakini bahwa untuk mencapai kebahagiaan perkawinan maka hubungan seksual harus sempurna merupakan bentuk interaksi kognitif yang dapat mengarah pada kualitas perkawinan yang rendah. Sedangkan pandangan-pandangan positif pada pasangan, seperti saling memahami dan berempati mengarah pada kualitas perkawinan yang tinggi. 3. Menilai Kualitas Perkawinan Olson dkk (Shamai dkk, 1999) menilai sebuah kualitas perkawinan dengan melihat delapan area yang terkait dengan sikap individu terhadap diri mereka sendiri dan perasaan mereka terhadap pasangannya. Area tersebut ialah: a. Kepribadian, mencerminkan penyesuaian terhadap pasangan dan kepuasan terhadap perilaku pasangan.
b. Komunikasi, mencerminkan sikap dan perasaan individu terhadap peran komunikasi dalam pemeliharaan hubungan. c. Resolusi konflik, menilai sikap tentang konflik hubungan dan kenyamanan dengan cara yang ditempuh untuk menangani konflik tersebut. d. Manajemen keuangan, memusatkan pada sikap dan perhatian tentang cara yang ditempuh dalam pengaturan masalah ekonomi di dalam perkawinan. e. Aktivitas kesenangan, menilai pilihan individu dan kesepakatan antar pasangan tentang penggunaan waktu untuk sebuah aktifitas kesenangan. f. Hubungan seksual, mencerminkan perasaan dan perhatian individu tentang peran kasih sayang dan seksualitas dalam hubungan perkawinan. g. Anak-Anak dan perkawinan, mencerminkan suatu konsensus mengenai pengambilan keputusan untuk memiliki dan mengasuh anak serta kepuasan dengan peran orangtua yang digambarkan. h. Keluarga dan teman-teman, menilai perasaan dan perhatian tentang hubungan dengan famili, keluarga pasangan, dan teman.
B. Penyeleksian Pasangan 1. Model Penyeleksian Pasangan Setidaknya ada tiga model memilih pasangan yang merupakan akibat dari perubahan yang terjadi di masyarakat, yaitu model tradisional, model dengan saling mengenal, dan model masa sekarang (Shehan, 2003) a. Model Tradisional (Traditional Agrarian Model) Pada masyarakat tani tradisional, perkawinan seorang anak yang telah dianggap cukup usia untuk menikah ditentukan oleh orang tua atau
anggota keluarga lainnya yang lebih tua. Siapa pasangan nikah anak tersebut juga ditentukan oleh mereka. Anak tidak memiliki hak untuk menentukan sendiri calon pasangannya. Perasaan cinta atau suka di antara kedua calon pengantin tidak begitu dipertimbangkan. Sehingga pada masa tersebut bisa jadi antara calon pengantin laki-laki dan calon pengantin perempuan belum pernah bertemu sama sekali. Pada model ini, orangtua dalam menentukan pasangan bagi anaknya biasanya berdasarkan pada faktor ekonomi sang calon pasangan (seperti status sosial dan kekayaan). Namun sering juga berdasarkan pada tujuantujuan politis yang dianggap dapat meningkatkan derajat keluarganya. Intinya pada masa ini, model seleksi pasangan adalah berdasarkan keputusan orangtua. Anak yang dianggap sebagai hak milik orangtua harus menerima perjodohan yang dilakukan orangtua. b. Model Saling Mengenal (Courtship Model) Pada model pacaran ini, remaja lebih diberikan kebebasan untuk menentukan sendiri calon pasangannya. Pengawasan terhadap hubungan mereka juga tidak seketat dalam model tradisional. Sepasang muda mudi dalam model ini bisa lebih sering berjumpa, namun tetap harus ada orang ketiga, yang biasanya ialah teman perempuan remaja putri yang umurnya lebih tua darinya. Salah satu hal yang menarik dari model ini ialah bahwa pihak laki-laki tidak diperkenankan mendatangi pihak perempuan kecuali jika dia memang telah diundang untuk datang oleh ibu perempuan tersebut. Selain
itu, seorang laki-laki tidak diperkenankan menjalin hubungan dengan seorang perempuan kecuali ia telah terlebih dahulu meminta izin pada orangtua perempuan tersebut. Dalam model seleksi pasangan ini, kriteria pemilihan calon pasangan tidak lagi tertumpu pada fakor ekonomi, namun lebih berdasar pada penampilan fisik, kepribadian, serta cinta. c. Model Masa Kini ( Contemporary Model) Adapun yang dimaksud model penyeleksian pasangan masa kini ialah model penyeleksian yang pada saat ini banyak dipraktekkan oleh remajaremaja di Amerika dan Negara-negara Barat lainnya. Pada model ini, seorang anak memiliki kebebasan penuh untuk menentukan sendiri pasangannya sedangkan orangtua hanya sekedar memberi support atas pilihan anaknya. Sepasang remaja putra dan putri bebas untuk sering berjumpa tanpa pengawasan dari siapapun dan merekapun memiliki lebih banyak kesempatan untuk berdua-duaan di tempat tempat umum. Model pemilihan pasangan yang kemudian terkenal dengan istilah dating atau pacaran inilah yang kini banyak dipraktekkan oleh remaja-remaja di Amerika dan Negara-negara lainnya. 2. Pacaran Sebagai Salah Satu Model Penyeleksian Pasangan Pacaran atau yang dalam bahasa Inggris disebut dating merupakan suatu istilah yang tidak asing lagi di kalangan masyarakat Indonesia. Istilah ini pertama kali dikenalkan oleh seorang sosiolog Barat bernama Erving Goffman (1969) untuk menggambarkan sebuah cara dimana seorang individu berhubungan dengan
orang lain dengan tujuan menyampaikan maksud memperkenalkan dirinya serta untuk memperoleh informasi tentang orang lain tersebut. Meskipun tidak asing lagi bagi kalangan umum, namun hingga kini belum terdapat definisi pasti tentang pacaran yang bisa memberikan gambaran yang jelas tentang pacaran yang banyak dipraktekkan saat ini. Belum terdapatnya definisi yang jelas tentang istilah pacaran menjadikan istilah ini masih sering menimbulkan perdebatan. Namun setidaknya, Harris (Olson & DeFrain, 2003) dalam bukunya yang berjudul I Kissed Dating Goodbye telah mengemukakan beberapa batasan tentang pacaran, yaitu: 1. Mengarahkan pada sebuah keintiman. 2. Hubungan yang lebih dari sekedar persahabatan. 3. Mengarah pada ketertarikan yang sifatnya romantis. 4. Cenderung untuk mengekspresikan cinta dan romantisme semata-mata sebagai kesenangan belaka. 5. Ekspresi cinta dalam pacaran sering dimaksudkan dengan adanya hubungan fisik. 6. Pasangan yang menjalin pacaran sering menjauhkan diri dari hubungan pertemanan intim yang lain. 7. Pacaran banyak membutuhkan waktu dan energi. 8. Peluang untuk saling mengenal karakter orang lain. Romantisme dalam cinta ditandai dengan sering mengobrol, sharing, kedekatan (intimasi), dan saling berpegangan, berciuman, dan sebagainya
(passion). Dalam ketertarikan yang disebabkan cinta romantis, komitmen untuk menjalin hubungan hanya akan bertahan selama ketertarikan dan keintiman itu terjaga. Ketika ketertarikan dan keintiman tersebut menurun drastis maka komitmen yang ada bisa saja hilang (Tucker, 2000). Sedangkan Shehan (2003) sebagaimana penjelasan di atas mengarahkan makna pacaran sebagai model menyeleksi pasangan masa kini (contemporary model) yaitu model pemilihan jodoh dimana anak/remaja memiliki kebebasan untuk menentukan sendiri calon pasangannya tanpa ditentukan lagi oleh orangtua. Mereka bebas untuk sering berjumpa tanpa pengawasan dari siapapun dan memiliki lebih banyak kesempatan untuk berdua-duaan di tempat tempat umum. Berdasarkan beberapa penjelasan tersebut di atas dapat ditemukan kesamaan umum dari berbagai pendapat yang ada tentang pacaran, yaitu bahwa pacaran senantiasa disertai proses keintiman atau adanya kedekatan hubungan dan pada umumnya ditujukan sebagai sebuah metode untuk menyeleksi pasangan. Dengan demikian, maka kemudian dapat disimpulkan bahwa pacaran ialah hubungan yang antara dua individu yang saling memiliki ketertarikan yang dimaksdukan untuk menuju perkawinan dengan disertai proses keintiman atau kedekatan yang biasanya diawali dengan komitmen sebagai pertanda jalinan hubungan tersebut. C. Pertanyaan Penelitian Pertanyaan penelitian ini, yaitu: 1. Apa alasan individu menikah tanpa pacaran? 2. Bagaimana kualitas perkawinan individu yang menikah tanpa pacaran?
METODOLOGI PENELITIAN A. Konsep Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menggunakana pendekatan kualitatif. Metode kualitatif digunakan untuk mengungkap sifat pengalaman seseorang dengan fenomena tertentu. Selain itu, metode kualitatif juga dapat digunakan untuk mengungkap sesuatu di balik fenomena yang sedikit dan belum diketahui. Metode ini dapat juga digunakan untuk mendapatkan wawasan tentang sesuatu yang baru sedikit diketahui (Strauss dan Corbin, 2003). B. Fokus Penelitian Fokus penelitian ini ialah kualitas perkawinan pasangan suami isteri yang menikah tanpa didahului pacaran. Kualitas perkawinan yang dimaksud dalam penelitian ini mengacu pada kualitas perkawinan sebagaimana dijelskan oleh Olson dkk (dalam Shamai, dkk, 1999). C. Responden Penelitian Karakteristik-karakteristik utama responden penelitian ini, ialah: 1. Menikah tanpa terlebih dahulu pacaran. 2. menikah bukan karena faktor perjodohan yang dipaksakan. 3. Perkawinan yang sedang dijalani ialah perkawinan pertama. 4. Usia perkawinan telah lebih dari 1 tahun. Adapun metode yang digunakan untuk menentukan responden penelitian ini ialah dengan cara purposive sampling, yaitu pengambilan responden berdasarkan maksud dan tujuan sesuai dengan pertimbangan peneliti sendiri.
D. Metode Pengumpulan Data Dalam penelitian ini, metode yang digunakan dalam pengumpulan data ialah metode wawancara mendalam. Wawancara kualitatif dilakukan bila peneliti bermaksud untuk memperoleh pengetahuan tentang makna-makna subjektif yang dipahami individu berkenaan dengan topik yang diteliti, dan bermaksud melakukan eksplorasi terhadap isu tersebut, suatu hal yang tidak dapat dilakukan melalui pendekatan lain (Banister dkk dalam Poerwandari, 2001). E. Validitas dan Reliabilitas Menurut Alsa (2003), validitas penelitian kualitatif adalah kepercayaan terhadap data yang diperoleh dan analisis yang dilakukan peneliti secara akurat mampu mempresentasikan dunia sosial di lapangan. Sedangkan menurut Sutarmanto (2004) validitas dalam penelitian kualitatif ialah kredibilitas peneliti, serta applicability, fittingness, dan transferability dari data yang didapatkan oleh peneliti. Adapun reliabilitas ialah dependability dan auditability data yang mampu dilakukan oleh peneliti. F. Metode Analisis Data Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini ialah analisis tematik. Yaitu dengan proses mengkode informasi, yang dapat menghasilkan daftar tema, model tema atau indikator yang kompleks, kualifikasi yang biasanya terkait dengan tema itu, atau hal-hal di antara/gabungan dari yang telah disebutkan (Boyatzis, dalam Poerwandari, 2001).
HASIL PENELITIAN
Hasil Analisis Tabel 1. Hasil Analisis Isi; kategori, sub kategori, dan tema Kategori
Tercapainya tujuan dasar perkawinan
Keharmonisan hubungan yang tejalin
Kesiapan diri sebelum menikah
Sub kategori
Tema - Puas dalam hubungan seksual dengan pasangan - Tidak mempermasalahkan hubungan Terpenuhinya seksual kebutuhan seksual - Tidak meragukan kemampuan hubungan seksual pasangan - Masalah keuangan jarang menjadi Merasa cukup sumber konflik dengan kondisi - Komitmen untuk tidak terlalu ekonomi yang ada mempermasalahkan ekonomi - Masalah keuangan jarang menjadi sumber konflik Memiliki keturunan - Komitmen untuk tidak terlalu mempermasalahkan ekonomi - Sering mengobrol Komunikasi antar - Memandang peran komunikasi dalam pasangan keluarga penting dan vital - Pasangan biasa menjadi tempat curhat - Memiliki panggilan mesra bagi Pengungkapan pasangan ekspresi cinta - Saling memperhatikan - Sering bersama untuk tujuan Melakukan kesenangan aktivitas bersama - Memiliki tempat-tempat favorit untuk dikunjungi bersama - Menyadari bahwa perkawinannya tidak akan seindah yang dibayangkan Telah memiliki - Persiapan mental sebelum menikah pandangan tentang - Belajar memahami sejak sebelum perkawinan menikah dari keaktifan di organisasi - Tidak terlalu idealis sebelum menikah - Menambah bekal ilmu - Telah mempersiapkan materi Persiapan materi - Telah memikirkan tempat tinggal
Keterampilan menangani konflik
Karakter yang mendukung keharmonisan perkawinan
Dukungan sosial
- Telah mengenal calon pasangan - Persiapan keluarga besar untuk dapat Persiapan keluarga menerima mereka dan calon pasangan - Telah memiliki kriteria calon pasangan sebelum menikah Kesadaran akan - Menyadari bahwa konflik dalam adanya konflik keluarga itu pasti ada - Tidak mengungkit-ungkit konflik yang Menghindari terjadi konflik agar tidak - Lebih memilih diam jika sedang berlanjut marah - Mengatasi konflik dengan mengalah Kedewasaan dalam - Mengatasi konflik dengan saling cepat menyadari menyelesaikan - Meminta maaf ketika berbuat salah konflik - Saling menerima kritik Memahami - Melihat kekurangan diri sendiri kekurangan diri - Menganggap egoismenya tinggi - Tidak mempermasalahkan kriteria yang diharapkan tidak ada pada Menerima pasangan kekurangan - Menganggap kekurangan pasangan pasangan sebagai hal yang normal - Komitmen untuk akan saling menerima kekurangan - Memberi peluang pasangan untuk mengembangkan diri Menghormati - Menghormati masalah pribadi pasangan pasangan - Memahami kemauan pasangan Tidak menuntut Tidak terlalu banyak menuntut dari dari pasangan pasangan - Menilai tidak ada rahasia yang Kepercayaan disembunyikan pasangan terhadap pasangan - Menilai pasangan menyalurkan hobinya dengan wajar - Pasangan dipandang lebih dewasa - Pasangan dinilai bisa memahami - Menilai pasangan lebih sabar Penilaian positif - Pasangan dinilai terbuka terhadap pasangan - Pasangan dirasa tidak banyak menuntut - Menilai pasangan banyak sesuai dengan kriteria yang diharapkan - Hubungan dengan orangtua baik Dukungan orangtua - Perkawinan direstui oleh orangtua
Kualitas spiritual
Kesamaan latar belakang
- Mertua sangat menghormati - Mertua sering curhat - Orangtua kadang membantu dalam masalah ekonomi - Tetangga sering membantu - Mayoritas tetangga kenal dengan keluarganya Dukungan tetangga - Menilai tetangga menerima keluarganya - Tetangga senang jika ia dan keluarganya berkunjung - Teman-teman kampus salut dan mendukung perkawinannya - Dianggap pemberani oleh teman-teman Dukungan teman sekampungnya - Hubungan dengan teman baik - Tawakkal kepada Allah - Yakin mendapat ridho Allah Keyakinan pada - Yakin Allah memberikan yang terbaik Allah - Banyak berdo’a Menyerahkan keputusan untuk memiliki anak kepada yang maha kuasa - Alasan menikah tanpa pacaran karena Pengamalan ajaran alasan agama agama - Menilai perkawinan sebagai sebuah ibadah - Pendekatan agama sebagai prinsip mendidik anak Mendidik anak - Mengajarkan kemurnian agama pada sesuai ajaran agama anak sejak dini - Sering membacakan al Qur’an ketika anak masih dalam kandungan - Menikah dengan orang yang se-suku Kesamaan dalam - Memiliki agama yang sama berbagai hal - Sama-sama aktif di da’wah - Status pendidikan sama Pembahasan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan didapatkan gambaran tentang bagaimana kehidupan perkawinan yang dirasakan oleh para responden penelitian.
Gambar 1 : Model kualitas perkawinan individu yang menikah tanpa pacaran Kesiapan diri
Kualitas spiritual
? Keyakinan kepada Allah ? Pengamalan ajaran agama ? Mendidik anak sesuai ajaran agama
? Telah memiliki pandangan tentang perkawinan ? Persiapan materi ? Persiapan mengenai calon pasangan dan keluarga besar
Karakter yang mendukung keharmonisan perkawinan ? Memahami kekurangan diri ? Menerima kekurangan pasangan ? Menghormati pasangan ? Tidak banyak menuntut pada pasangan ? Kepercayaan terhadap pasangan ? Memiliki penilaian positif terhadap pasangan
Keterampilan menangani konflik ? Menyadari adanya konflik perkawinan ? Menghindari konflik agar tidak berlanjut ? Kedewasaan dalam menyelesaikan konflik
Tercapainya tujuan dasar perkawinan
Dukungan sosial
? Dukungan orangtua ? Dukungan tetangga ? Dukungan teman
? Terpenuhinya kebutuhan seksual ? Memiliki anak ? Merasa cukup dengan kondisi ekonomi yang ada
Hubungan harmonis yang terjalin dalam perkawinan ? Komunikasi antar pasangan ? Pengungkapan eskpresi cinta ? Melakukan aktivitas bersama
Kesamaan latar belakang (suku, agama, pendidikan) Berdasarkan model tersebut dapat dijelaskan bahwa kualitas spiritual yang mencakup kepercayaan kepada Allah dan kepatuhan menjalankan ajaran-ajaran
agama bisa berdampak positif pada kesiapan diri individu yang hendak menikah. Berbekal ajaran-ajaran agama dan kesiapan diri yang telah dimiliki akan menjadikan individu mampu memaknai hakikat sebuah perkawinan, sehingga dalam perkawinannya individu mampu mengembangkan karakter-karakter yang dapat mendukung keharmonisan kehidupan perkawinan, seperti tidak terlalu menuntut terhadap pasangan, kepercayaan terhadap pasangan, serta bisa menerima kekurangan yang ada pada pasangan. Kemampuan menyadari kekurangan diri ataupun sikap yang tidak terlalu menunut terhadap pasangan dan penilaian positif terhadap pasangan akan menjadikan individu terampil dalam menangani konflik yang memang pasti ada dalam kehidupan perkawinan. Begitu pula keyakinan bahwa Tuhan akan memberi yang terbaik bagi dirinya ternyata juga bisa semakin menjadikan individu terampil dalam menghadapi setiap konflik dalam perkawinanya, karena dengan keyakinan seperti itu akan bisa mengembangkan sikap penerimaan terhadap pasangan apa adanya sehingga tidak banyak menuntut dan ikhlas menerima yang telah diberikan. Ketika konflik-konflik yang terjadi mampu untuk ditangani dengan baik, maka kemudian hubungan yang terjalinpun akan menjadi semakin harmonis. Selain keterampilan menangani konflik, tercapainya tujuan dasar perkawinan, yang berupa kepuasan akan hubungan seksual dan kehadiran anak merupakan hal dasar yang juga akan sangat berpengaruh pada hubungan perkawinan sepasang suami isteri dalam membina rumah tangga yang bahagia. Ketika tujuan-tujuan dasar perkawinan tersebut tidak bisa terpenuhi dalam perkawinannya, maka akan sangat
sulit bagi individu untuk merasa puas dengan perkawinannya yang akibatnya akan sangat memungkinkan masing-masing pasangan melakukan penyelewengan yang bisa menjadikan keretakan hubungan perkawinan. Begitu pula dukungan sosial, terutama dukungan dari orangtua dan masyarakat di sekitar tempat tinggal sepasang suami isteri akan ikut mempengaruhi hubungan perkawinan. Kesamaan latar belakang juga bisa berpengaruh pada hubungan perkawinan. Dengan kesamaan latar belakang yang dimiliki, baik agama, suku, ataupun status pendidikan, maka akan semakin mempermudah sepasang suami isteri untuk mengembangkan pola-pola hubungan yang bisa mengarah pada keharmonisan keluarga. Namun, kesamaan latar belakang, terutama suku dan pendidikan tidak akan terlalu berpengaruh pada hubungan perkawinan asalkan sepasang suami isteri memiliki karakter-karakter yang mendukung keharmonisan perkawinan seperti saling menerima dan saling menghormati.
PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa kualitas perkawinan individu yang menikah tanpa pacaran dapat dikatakan tinggi. Kualitas perkawinan yang tinggi pada responden tersebut dapat dilihat dari beberapa indikator yang ada yaitu terciptanya hubungan harmonis yang terjalin dan tercapainya tujuan dasar perkawinan dalam rumah tangga mereka. pencapaian tersebut terutama disebabkan oleh beberpa faktor, yaitu: kualitas spiritual yang mereka miliki, kesiapan diri sebelum menikah, karakter yang mendukung keharmonisan perkawinan, keterampilan menangani konflik, dan dikung pula oleh dukungan dari orangtua, teman, dan tetangga mereka. Selain itu, kesamaan latar belakang yang dimiliki seperti kesamaan suku, agama, dan status pendidikan juga sedikit banyak berpengaruh pada kualitas perkawinan mereka, meskipun tidak selalu berperan banyak. Penelitian ini juga menemukan bahwa alasan utama individu menikah tanpa pacaran ialah karena faktor keyakinan mereka bahwa agama melarang pacaran. Selain itu juga ada faktor-faktor pribadi seperti malu dan tidak suka dekat dengan lawan jenis, menilai lebih cepat lebih baik, ataupun alasan tidak cocok dengan pacaran. Alasan laian ialah karena pandangan negatif mereka terhadap pacaran. Saran 1. Bagi Para Pemuda Yang Akan Menikah Bagi para pemuda yang ingin melangkah ke jenjang pernikahan, penentuan kriteria dan pengenalan karakter pasangan memang perlu, tapi pengenalan
karakter tersebut bukanlah menjadi pertimbangan utama. Hal yang lebih perlu dipertimbangkan ialah kesiapan dan kesadaran diri untuk memahami perkawinan sebagai sebuah bentuk komitmen untuk menjadikan segala perbedaan yang pasti ada sebagai sarana lebih mengeratkan ikatan yang ada. 2. Bagi Peneliti Selanjutnya Bagi para peneliti selanjutnya, penelitian ini menemukan bahwa meskipun tanpa melalui proses pengenalan karakter yang mendalam terhadap pasangan, namun nampak sekali bahwa para responden memiliki kemampuan untuk bisa menerima pasangan. Kiranya perlu diteliti lebih lanjut bagaimana penyesuaian diri mereka, karena dalam penelitian ini hal tersebut belum terungkap secara mendalam. Selain itu, penelitian ini juga menemukan bahwa sumber konflik yang muncul salah satunya ialah masalah keluarga besar, kiranya menraik untuk dapat diteliti lebh jauh permasalah tersebut. Peneliti yang tertarik pada permasalahan yang sama disarankan untuk mencari responden lebih beragam. 3. Bagi Pemerintah Mengingat keluarga yang merupakan hasil dari sebuah perkawinan memegang peranan penting dalam menciptakan sumber daya yang unggul yang nantinya diharapkan bisa membesarkan bangsa, maka perlu kiranya untuk menyediakan wadah bagi para remaja yang ingin menuju kehidupan perkawinan untuk lebih banyak mendapatkan pendidikan tentang perkawinan.
DAFTAR PUSTAKA
Alsa, A. 2003. Pendekatan Kuantitatif & Kualitatif Serta Kombinasinya Dalam Penelitian Psikologi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar Arikunto, S. 1998. Prosedur Penelitian (suatu pendekatan praktek), edisi revisi iv, Jakarta: Rineka Cipta. Basri, H. 2002. Keluarga Sakinah, Tinjauan Psikologi dan Agama. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Basyir, A., A. 2000. Hukum Perkawinan Islam, Yogyakarta: UII Press. Bradbury, T., Fincham, F.D., & Beach, S.R.H. 2000. Research On The Nature
and Determinants of Marital Satisfaction: A decade in review, Journal of Marriage and the Family Volume 62; Minneapolis; Nov 2000, hal 964-980 Hadi, S. Hal-hal Penting Pada Pendekatan Kualitatif, makalah disampaikan pada acara pelatihan metodologi penelitian yang diselenggarakan oleh Lembaga Penelitian Universitas Islam Indonesia Yogyakarta, 21-22 Februari 2003. Hadiwardoyo, P. 1991. Perkawinan Menurut Islam dan Katolik; implikasinya dalam kawin campur, cetakan kedua, Yogyakarta: Kanisius. Hendrix, L. 1997. Quality and Equality in marriage: A cross-cultural view, CrossCultural reseach; Thousand Oaks, Volume 31, Aug 1997, hal 201-225. Leigh, A., L. & Bethany, L. L, 2004. Marital quality of African American and white partners in interracial couples, Jurnal of Personal Relationships, December 2004, vol. 11, no. 4, hal 559-574(16) Menchaca, D. & Dehle, C, 2005. Marital Quality and Physiological Arousal: How Do I Love Thee? Let My Heartbeat Count the Ways, American Journal of Family Therapy, February 2005, vol. 33, no. 2, hal. 117-130 (14) Moleong, J., L. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung : PT Remaja Rosdakarya. Mulyana. 2000. Penelitian Kualitatif Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial lainnya, Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Nurviki, R. 2004. Hubungan Antara Kualitas Pacaran dengan Kepuasan Perkawinan,Skripsi (tidak dipublikasikan), Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia. Olson, D. H., & DeFrain, J. 2003. Marriage and Families; Intimacy, Diversity, and Strengths, fourth edition, New York: Mc Graw-Hill. Pangastuti, M., & Diana Ratri, W. 2004. Penelitian Kualitatif; Dimensi-dimensi Kehidupan “Ayam Kampus”, Hasil penelitian (tidak dipublikasikan), Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia. Poerwandari, K. 2001. Pendekatan Kualitatif Untuk Penelitian Perilaku Manusia, Jakarta: LPSP3 Fakultas Psikologi UI. Prawiroharmidjodjo, R., S. 1994. Pluralisme Dalam Perundang-undangan Perkawinan di Indonesia, Surabaya: Airlangga University Press Shehan, C., L. 2003. Marriage and Families, second edition, Pearson Education, Inc Sholeh UG. 2005. Kitab Undang-undang Hukum Pacaran (KUHP), Yogyakarta: Amorbook. Suhendi, H., & Wahyu, R. 2001. Pengantar Studi Sosiologi Keluarga, Bandung: CV Pustaka Setia. Tucker, C. E. 2000. Psychological Self Help, Dating, Love, Marriage, and Sex,Clayton Tucker-Ladd & Mental Health Net, Chapter 10. Walgito, B. 1984. Bimbingan dan Konseling Perkawinan, Yogyakarta: Yayasan Penerbitan Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada. Walton, S.L. 2000, Marital Satisfaction Among African-American Couples, California State University, Stanislaus Journal of Research, Volume 5 Number 1, hal. 4-8. Widodo. 2003. Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif, makalah disampaikan pada acara pelatihan metodologi penelitian yang diselenggarakan oleh Lembaga Penelitian Universitas Islam Indonesia Yogyakarta, 21-22 Februari 2003. _______ ,2004. Faktor Praperkawinan yang Berpengaruh Pada Sukses Perkawinan, Surat Kabar Harian KOMPAS edisi 11 April 2004. ________ , 2003. 51,5% Remaja Lakukan Hubungan Seksual di Tempat Kos, Majalah Gemari, juni 2003.
Internet : Ali Harharah, F. Bedanya Ta’aruf dan Pacaran,dalam www.mail-archive.com/
[email protected]/msg00923.html - 12k Chodron, V.T. Hidup Bahagia Dalam Perkawinan, dalam Bodhi Budhhist Centre.com Ma’shum, Y., & Wahyurini, C. Pacaran itu apa sih? Dalam http://www. kompas.com/kesehatan/news/0404/11/ 104645.htm Shamai, M., & Lev, R. 1999. Marital Quality Among Couples Living Under The Threat of Forced Relocation: The case of families in the Golan Heights, Jurnal of Marital and Family Therapy, April 1999 dalam Find Articles.com Agama Bisa Tingkatkan Kualitas Perkawinan. Kompas.com 30 Maret 2005 Pacaran? Apa sih pacaran itu? www.binabakti.or.id/php/berita.php?id=63