Daftar Isi PROLOG 1
BAB IV KEBIJAKAN PENGELOLAAN PENDAPATAN NEGARA 52
VISI DAN MISI 2
BAB V KEBIJAKAN PENGELOLAAN BELANJA PEMERINTAH PUSAT 92
KATA PENGANTAR MENTERI KEUANGAN 4
BAB VI KEBIJAKAN PENGELOLAAN TRANSFER KE DAERAH DAN KEUANGAN DAERAH 114 BAB VII KEBIJAKAN PENGELOLAAN PEMBIAYAAN 136
BAB VIII KEBIJAKAN PENGELOLAAN PERBENDAHARAAN NEGARA 168 BAB IX KEBIJAKAN PENGELOLAAN KEKAYAAN NEGARA, PIUTANG NEGARA, DAN LELANG 190 BAB X KEBIJAKAN PENGAWASAN PASAR MODAL DAN INDUSTRI KEUANGAN NON BANK 210 PEJABAT KEMENTERIAN KEUANGAN 10 PROFIL PEJABAT KEMENTERIAN KEUANGAN 12 BAGAN ORGANISASI KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA 16 BAB I PENDAHULUAN 20
BAB XI KEBIJAKAN PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN INTERNAL 232
BAB II Reformasi Birokrasi KEMENTERIAN KEUANGAN 24
BAB XII KEBIJAKAN HUBUNGAN DAN KERJASAMA INTERNASIONAL 250 BAB XIII KEBIJAKAN HUBUNGAN KELEMBAGAAN DENGAN INSTANSI PEMERINTAHAN 274
BAB III KEBIJAKAN PENGELOLAAN EKONOMI MAKRO 38
BAB XIV KEBIJAKAN SUMBER DAYA MANUSIA 286 BAB XV PELAKSANAAN TUGAS KEMENTERIAN KEUANGAN SEBAGAI KEMENTERIAN/LEMBAGA 294 BAB XVI PENUTUP 308 LAMPIRAN 312
Kementerian Keuangan mendapatkan mandat yang sangat penting dan strategis, yakni mengelola keuangan negara sebagai unsur utama pelaksanaan fungsi Pemerintahan dalam mendorong pembangunan dan melayani masyarakat. Implementasi prinsip-prinsip tata kelola yang baik serta peningkatan kualitas kelembagaan terus digulirkan, sehingga optimalisasi pengelolaan dapat terwujud. Melalui Reformasi Birokrasi, Kementerian Keuangan terus berbenah dan mengolah diri untuk menjadi lebih bernilai bagi kemajuan bangsa.
2
Laporan Tahunan Kementerian Keuangan 2010
www.depkeu.go.id
3
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
VISI :
Menjadi Pengelolaan Keuangan Dan Kekayaan Negara Yang Dipercaya Dan Akuntabel Untuk Mewujudkan Indonesia Yang Sejahtera, Demokratis, Dan Berkeadilan.
MISI : Untuk mewujudkan visi tersebut, Kementerian Keuangan mempunyai 4 misi, yaitu: (i) Misi Fiskal Mengembangkan kebijakan fiskal yang sehat, berkelanjutan, hati-hati (prudent), dan bertanggungjawab. (ii) Misi Kekayaan Negara Mewujudkan pengelolaan kekayaan negara yang optimal sesuai dengan asas fungsional, kepastian hukum, transparan, efisien dan bertanggungjawab. (iii) Misi Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Mewujudkan industri pasar modal dan lembaga keuangan non bank sebagai penggerak dan penguat perekonomian nasional yang tangguh dan berdaya saing global. (iv) Misi Penguatan Kelembagaan 1. Membangun dan mengembangkan organisasi berlandaskan administrasi publik sesuai dengan tuntutan masyarakat. 2. Membangun dan mengembangkan SDM yang amanah, profesional, berintegrasi tinggi dan bertanggungjawab. 3. Membangun dan mengembangkan teknologi informasi keuangan yang modern dan terintegrasi serta sarana dan prasarana strategis lainnya.
4
Laporan Tahunan Kementerian Keuangan 2010
www.depkeu.go.id
5
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
SAMBUTAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Sesuai dengan amanat UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Presiden RI selaku pemegang kekuasaan pemerintahan di bidang keuangan negara memberikan mandat kepada Menteri Keuangan sebagai pengelola fiskal, wakil pemerintah dalam kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan dan sebagai Bendahara Umum Negara (BUN). Mandat tersebut selanjutnya dijabarkan menjadi serangkaian tugas yang harus dilaksanakan oleh Menteri Keuangan dengan dukungan segenap jajaran Kementerian Keuangan. Semua tugas yang diemban ditujukan untuk mengoptimalkan jalannya administrasi pemerintahan, fasilitasi pembangunan, dan pelayanan publik yang bermuara pada peningkatan kesejahteraan rakyat. Ruang lingkup tugas Kementerian Keuangan sangat luas dan mempunyai posisi yang sangat strategis. Mulai dari pengalokasian anggaran dan sumber-sumber pendanaan dalam rangka membiayai tugas umum pemerintahan dan pembangunan baik di tingkat pusat maupun di daerah. Keuangan negara yang dikelola secara efektif dan efisien, transparan, serta akuntabel menjadi prasyarat untuk mengatasi persoalan pembangunan yang bersifat multidimensi, seperti pengangguran, kemiskinan, dan disparitas pendapatan antargolongan masyarakat maupun antarwilayah. Menyadari kondisi tersebut, Kementerian Keuangan telah menjadi pelopor dalam implementasi Reformasi Birokrasi di kalangan instansi pemerintah, yaitu sejak tahun 2006, dan terus dilanjutkan hingga saat ini. Substansi Reformasi Birokrasi adalah dilakukannya penyempurnaan secara fundamental pada aspek kelembagaan, ketatalaksanaan, dan manajemen sumber daya manusia. Hasilnya telah terlihat dengan nyata berupa perbaikan secara signifikan pada kinerja unit-unit di lingkungan Kementerian Keuangan, baik di tingkat pusat maupun daerah, meskipun masih banyak tantangan dan kendala yang harus dihadapi, serta belum seluruh persoalan dapat terselesaikan. Penyusunan kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi makro merupakan tugas Kementerian Keuangan. Tugas ini telah dijalankan secara terencana, terukur, dan berkesinambungan, sehingga dapat menghasilkan kondisi indikator ekonomi makro Indonesia yang stabil dan berkelanjutan yang dibutuhkan untuk menunjang proses pembangunan. Pertumbuhan ekonomi pada tahun 2010 relatif tinggi yang disertai dengan inflasi yang cukup rendah dan nilai tukar rupiah yang terus menguat terhadap mata uang asing. Selain itu, investasi domestik dan asing, perdagangan internasional, serta pasar keuangan mengalami peningkatan.
Agus D. W. Martowardojo Menteri Keuangan R.I.
6
Laporan Tahunan Kementerian Keuangan 2010
www.depkeu.go.id
7
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Kondisi ekonomi makro Indonesia pada tahun 2010 terbukti stabil ditengah-tengah perekonomian
Aktivitas pembangunan yang berlangsung semakin dinamis di segala bidang membutuhkan
dunia yang masih sangat rapuh dan labil. Nilai tukar rupiah cenderung menguat, inflasi relatif
dukungan keuangan yang disusun dalam APBN. Kualitas belanja pemerintah pusat senantiasa
rendah, kinerja ekspor dan impor merambah naik, dan cadangan devisa Indonesia terus meningkat.
diperbaiki untuk meningkatkan dampak positif dari setiap rupiah yang digunakan. Pada tahun
Sebaliknya, di banyak negara lain, khususnya di negara-negara maju, terjadi gejolak di pasar uang,
2010, realisasi anggaran tercatat sebesar 93,5 persen dari anggaran yang tersedia sebanyak
pasar modal, maupun harga komoditas yang berfluktuasi cukup tajam, dengan indikasi menuju
Rp 1.053,5 triliun pada APBN-Perubahan (APBN-P). Jumlah anggaran ini setara dengan 16,6 persen
keseimbangan yang sangat lambat. Stabilnya perekonomian nasional tidak dapat dilepaskan
dari PDB Indonesia.
dari upaya-upaya yang ditempuh pemerintah dengan memasukkan faktor-faktor risiko tersebut sebagai pertimbangan dalam menyusun kebijakan fiskal. Tingkat kepercayaan terhadap kebijakan
Seiring dengan itu, transfer dana ke daerah juga terus meningkat dan menuntut pengelolaan
fiskal semakin meningkat dan hal ini berarti terpenuhinya prasyarat bagi pembangunan ekonomi
keuangan daerah yang semakin baik. Realisasi transfer ke daerah telah mencapai 100 persen
Indonesia yang berkualitas secara berkelanjutan.
dari dana yang dialokasikan sebesar Rp 344,7 triliun pada APBN-P. Proporsi transfer ke daerah diketahui setara dengan 5,4 persen dari PDB dan terus meningkat, sehingga menunjukkan
Kementerian Keuangan telah belajar dari pengalaman krisis ekonomi dunia yang masih terjadi pada
semakin pentingnya kedudukan daerah dalam menudukung kinerja pembangunan nasional.
saat ini maupun pada periode-periode sebelumnya. Fenomena krisis menunjukkan pentingnya
Secara bertahap, kesenjangan vertikal maupun horizontal dapat dikurangi, sehingga kualitas
kekuatan ekonomi domestik dan regional sebagai tumpuan kinerja perekonomian Indonesia.
pembangunan nasional dewasa ini telah merupakan fenomena akumulatif dari pembangunan
Globalisasi dan pemberlakukan pasar bebas harus dapat dikelola dan dimanfaatkan dengan baik,
daerah.
sehingga tidak lagi menjadi ancaman dan risiko bagi upaya peningkatan kesejahteraan rakyat. Kebijakan fiskal oleh karenanya diarahkan untuk menjadi sumber daya yang mendukung aktivitas
Keseimbangan primer pada tahun 2010 diketahui sebesar Rp 48,9 triliun dan terjadi defisit
pembangunan di segala bidang dengan mengakselerasi sektor-sektor ekonomi agar dapat bergerak
anggaran sejumlah Rp 39,5 triliun. Jumlah ini relatif kecil, yaitu hanya 0,6 persen dari PDB Indonesia.
lebih cepat, efektif, dan efisien.
Untuk menutupi defisit tersebut, telah ditempuh pembiayaan yang bersumber dari dalam maupun luar negeri.
Tema Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2010 adalah “Pemulihan Perekonomian Nasional dan Pemeliharaan Kesejahteraan Rakyat”. Tema ini menjadi pedoman bagi Kementerian Keuangan
Pelaksanaan anggaran memerlukan mekanisme layanan unggulan yang memenuhi kaidah kehati-
dalam menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun 2010 sebagai instrumen
hatian, namun ramah terhadap pengguna. Untuk itu, fungsi bendahara umum negara yang
kebijakan fiskal. Pada sisi pendapatan negara, pemerintah memberikan insentif perpajakan,
mempunyai rentang kendali sangat luas telah disempurnakan secara terus-menerus. Beragam
menaikkan tarif cukai hasil tembakau dan alkohol, menyederhanakan golongan batasan produksi,
inovasi ditempuh untuk memperbaiki pelayanan perbendaharaan, seperti pemberlakuan treasury
serta mengenakan bea keluar untuk ekspor biji kakao. Selain itu, dilakukan optimalisasi Penerimaan
single account dan standar akuntansi pemerintah yang berbasis akrual. Kesemuanya dalam rangka
Negara Bukan Pajak (PNBP) untuk penerimaan sumber daya alam (SDA), terutama dari minyak dan
mendukung implementasi pendekatan pengganggaran terpadu, penganggaran berbasis kinerja,
gas bumi, serta peningkatan kinerja Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan penerimaan PNBP dari
dan kerangka pengeluaran jangka menengah. Di samping itu, penataan dan pembinaan secara
Kementerian/Lembaga.
sistematis telah pula ditempuh dalam rangka meningkatkan kualitas laporan keuangan pemerintah yang merupakan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN.
Sebagai hasilnya, realisasi pendapatan negara dan hibah pada tahun 2010 tercatat mencapai Rp 1.014,0 triliun. Angka ini setara dengan 102,2 persen dari yang ditargetkan dan 16,0 persen dari
Untuk memenuhi kebutuhan belanja negara, maka Menteri Keuangan melaksanakan pemungutan
Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Kontribusi penerimaan perpajakan diketahui mencapai
pendapatan negara yang telah ditetapkan dengan undang-undang. Jenis pendapatan negara yang
Rp 744,1 triliun, sedangkan PNBP sebesar Rp 267,5 triliun dan hibah sebanyak Rp 2,4 triliun.
dimaksud meliputi perpajakan, kepabeanan dan cukai, serta PNBP. Setiap tahunnya, kebijakan pendapatan negara selalu diperbaiki serta diikuti oleh upaya ekstensifikasi dan intensifikasi dengan
Pada sisi belanja negara, kebijakan yang ditempuh diarahkan untuk melancarkan transmisi
tetap memperhatikan dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Upaya-upaya yang
keuangan negara dalam menjalankan program-program prioritas pembangunan di pusat maupun
dilaksanakan telah menunjukkan hasilnya berupa peningkatan rasio pendapatan negara terhadap
daerah. Belanja negara diprioritaskan untuk meningkatkan kesejahteraan pegawai dan mendukung
potensi yang tersedia.
operasional pemerintahan dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan publik. Selain itu, yang tidak kalah pentingnya adalah belanja negara untuk meningkatkan ketersediaan infrastruktur, melindungi masyarakat miskin, dan mengurangi kesenjangan fiskal.
8
Laporan Tahunan Kementerian Keuangan 2010
www.depkeu.go.id
9
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Semakin meningkatnya kebutuhan dana untuk memenuhi seluruh fungsi pemerintahan
Seluruh kebijakan, program, dan kegiatan pada tahun 2010 dilaksanakan oleh segenap jajaran
mengakibatkan adanya defisit anggaran, meskipun masih dalam batas yang dapat ditolerir.
Kementerian Keuangan dengan memperhatikan prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang
Defisit anggaran ditutup melalui pembiayaan yang bersumber dari utang maupun non utang.
baik. Dari uraian-uraian di atas, terlihat jelas bahwa banyak penyempurnaan yang telah dilakukan,
Untuk meminimalkan risiko fiskal dan sekaligus meningkatkan kemandirian, maka Kementerian
baik secara internal maupun eksternal, sehingga pengelolaan keuangan negara menjadi semakin
Keuangan lebih memprioritaskan pembiayaan APBN yang bersumber dari potensi domestik. Selain
baik. Kebijakan, program, dan kegiatan yang dimaksud disajikan secara terbuka di dalam Buku
itu, penerimaan pembiayaan yang bersumber dari asset recovery yang tersisa dari waktu lampau
Laporan Tahunan Kementerian Keuangan 2010, sehingga semua pemangku kepentingan dapat
juga terus diupayakan penyelesaiannya.
mengikutinya dengan seksama.
Sebagai wakil pemerintah dalam kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan, Kementerian
Pada kesempatan ini, saya secara khusus ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang
Keuangan berupaya secara optimal mengelola kekayaan negara, piutang negara, dan lelang.
setinggi-tingginya kepada Ibu Sri Mulyani Indrawati atas kontribusi yang beliau berikan selama
Penataan kekayaan negara perlu dilakukan dengan serius, karena aspek ini menjadi kendala dalam
memimpin Kementerian Keuangan. Banyak hal positif telah beliau wujudkan, sehingga citra
memperbaiki laporan keuangan pemerintah. Pada saat yang sama, outstanding piutang negara yang
Kementerian Keuangan semakin baik di mata publik domestik maupun komunitas internasional.
terdapat pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN), instansi pemerintah, dan lembaga negara juga
Pondasi yang telah beliau letakkan akan terus saya sempurnakan untuk menghadapi dinamika dan
diupayakan penyelesaiannya sesegera mungkin. Adapun kegiatan lelang semakin diintensifkan
beragam tantangan yang semakin besar di masa mendatang.
untuk menarik minat masyarakat. Akhirnya, saya menyambut baik inisiatif penyusunan buku ini dan berharap agar dapat terus Tugas lainnya di bidang pengelolaan fiskal berdasarkan ketentuan undang-undang yang dijalankan
disempurnakan di tahun-tahun mendatang dengan juga mendapatkan masukan dari para
oleh Kementerian Keuangan adalah pengawasan pasar modal dan industri keuangan non bank.
pemangku kepentingan. Terima kasih kepada semua pihak yang telah mencurahkan waktu serta
Tugas ini sangat penting mengingat industri pasar modal dan lembaga keuangan non bank telah
segenap pikiran dan tenaga untuk menyelesaikan buku yang sangat bermanfaat ini.
bertumbuh pesat sebagai respons terhadap globalisasi dan peningkatan pendapatan masyarakat. Globalisasi mendorong semakin tingginya transaksi keuangan lintas negara, sehingga aliran modal asing yang mengalir ke pasar modal Indonesia semakin deras. Sedangkan peningkatan likuiditas masyarakat meningkatkan investasi pada beragam produk yang ditawarkan oleh lembaga keuangan non bank.
Jakarta, 2011 Menteri Keuangan Republik Indonesia
Selain melaksanakan hubungan kelembagaan yang sinergis dengan instansi pemerintahan di dalam negeri, Kementerian Keuangan telah melakukan hubungan dan mengembangkan kerjasama internasional di bidang-bidang yang terkait. Kerjasama internasional yang berlangsung bersifat bilateral, multilateral, maupun dengan organisasi internasional. Banyak manfaat yang diperoleh dari jaringan kerjasama global yang dibangun, sehingga perlu terus ditingkatkan pada tahun-tahun yang akan datang. Kementerian Keuangan juga melaksanakan tugas-tugas yang sama dengan Kementerian lainnya, yaitu sebagai suatu Kementerian/Lembaga Pemerintah. Pelaksanaan tugas-tugas ini maupun tugastugas di bidang keuangan negara ditunjang oleh sistem pengawasan dan pengendalian internal yang mumpuni. Di samping itu, sumber daya manusia di lingkungan Kementerian Keuangan terus ditingkatkan kompetensinya melalui pendidikan dan pelatihan secara berjenjang, baik di dalam maupun luar negeri.
Agus D. W. Martowardojo
10
Laporan Tahunan Kementerian Keuangan 2010
www.depkeu.go.id
11
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
PEJABAT KEMENTERIAN KEUANGAN
8
7
6
5
4
3
1.
Agus D.W. Martowardojo Menteri Keuangan
5.
2.
Anny Ratnawati Wakil Menteri Keuangan dan Dirjen Anggaran
3.
Mulia Panusunan Nasution Sekretaris Jenderal
4.
Hekinus Manao Inspektur Jenderal
1
R.B. Permana Agung Daradjatun Kepala Badan Pendidikan Pelatihan Keuangan dan Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Hubungan Ekonomi Keuangan Internasional
6.
Herry Purnomo Dirjen Perbendaharaan
7.
Mochamad Tjiptardjo Dirjen Pajak
8. Hadiyanto Dirjen Kekayaan Negara
2
9
9.
Rahmat Waluyanto Dirjen Pengelolaan Utang
10.
Agus Suprijanto Kepala Badan Kebijakan Fiskal dan Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Penerimaan Negara
11. Thomas Sugijata Dirjen Bea Cukai
10
11
12
12. A. Fuad Rahmany Ketua Badan Pengawas Pasar Modal & Lembaga Keuangan 13. Mardiasmo Dirjen Perimbangan Keuangan
13
12
Laporan Tahunan Kementerian Keuangan 2010
www.depkeu.go.id
13
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
PROFIL PEJABAT KEMENTERIAN KEUANGAN Agus D.W. Martowardojo Menteri Keuangan Lahir pada tahun 1956 dan menyelesaikan pendidikan serta memperoleh gelar Sarjana Ekonomi dari Universitas Indonesia. Selain itu Beliau juga menyelesaikan berbagai course dibeberapa institusi: State University of New York, Harvard Business School, Standford University dan Wharton Executive Education. Beliau memulai karir perbankan di Bank of America, kemudian pada tahun 1986 Beliau bergabung dengan Bank Niaga dan terakhir menduduki posisi sebagai Vice President – Corporate Banking Head, Corporate Banking Group. Pada tahun 1995, Beliau diminta untuk menjadi Direktur Utama PT. Bank Bumiputera dan kemudian pada tahun 1998 ditugaskan sebagai Direktur Utama PT. Bank Ekspor Impor Indonesia. Selama kurun waktu tahun 1999 sampai dengan 2002, Beliau bertugas sebagai Managing Director Bank Mandiri yang membawahi berbagai bidang termasuk Risk Management & Credit Restructuring, Retail Banking & Operations dan terakhir memimpin bidang Human Resources & Support Services. Pada bulan Oktober 2002, setelah menjabat sebagai Penasehat untuk Ketua BPPN, Beliau ditugaskan menjadi Direktur Utama PT. Bank Permata Tbk., dan semenjak Mei 2005 hingga Mei 2010, Beliau diminta memimpin PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk. sebagai Direktur Utama. Pada tanggal 20 Mei 2010 Beliau dilantik sebagai Menteri Keuangan oleh Presiden RI.
Mulia P. Nasution
Hekinus Manao
Sekretaris Jenderal
Inspektur Jenderal
Lahir di Panyabungan, 27 Agustus 1951. Memimpin Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan sejak tahun 2006. Pendidikan S1 ditempuh di Institut Ilmu Keuangan (IIK), Jakarta tahun 1980, kemudian meraih master di bidang Public Administration dari Universite de Paris II, Sorbonne Perancis tahun 1986 dan terakhir S3 Keuangan Negara pada universitas yang sama tahun 1989.
Lahir di Bawomataluo Nias, Juli 1956. Menjabat sebagai Inspektur Jenderal Kementerian Keuangan sejak tahun 2008. Merupakan alumnus STAN tahun 1984. Kemudian meraih gelar Master of Accountancy dari Case Western Reserve University, Ohio, AS tahun 1990 dan gelar Doctor of Business Administration dari Cleveland State University, Ohio, AS tahun 1995.
Mochammad Tjiptardjo
Thomas Sugijata
Direktur Jenderal Pajak
Direktur Jenderal Bea dan Cukai
Lahir di Tegal, 28 April 1951. Resmi dilantik menjadi Direktur Jenderal Pajak sejak tahun 2009. Pendidikan terakhir yang ditempuh adalah Master of Arts di bidang ekonomi dari Williams College Massachussets, AS tahun 1984.
Lahir di Yogyakarta, 21 Juni 1951. Menjalankan tugasnya sebagai Direktur Jenderal Bea dan Cukai sejak tahun 2009. Gelar yang diperolehnya: Sarjana Ekonomi dari Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta tahun 1978, Magister Manajemen dari Universitas Diponegoro, Semarang tahun 2002.
Pada tahun 2009 Asiamoney menempatkan Beliau sebagai Indonesia’s Best Executive in 2009. Kemudian pada tahun 2010 Beliau memperoleh The Indonesian Banker Leadership Achievement Award 2010 dari The Asian Banker. Anny Ratnawati Wakil Menteri Keuangan dan Direktur Jenderal Anggaran Lahir di Yogyakarta, 24 Februari 1962. Menjabat sebagai Wakil Menteri Keuangan sejak Juli 2008 dan juga sebagai Pelaksana Tugas (Plt.) Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan. Pendidikan Sarjana Agribisnis ditempuh di Institut Pertanian Bogor (IPB) tahun 1985, disusul Magister Ekonomi Pertanian tahun 1989 di IPB dan Doktor Ekonomi Pertanian dari universitas yang sama tahun 1996.
14
Laporan Tahunan Kementerian Keuangan 2010
www.depkeu.go.id
15
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Ahmad Fuad Rahmany Ketua Bapepam-LK
Herry Purnomo
Hadiyanto
Direktur Jenderal Perbendaharaan
Direktur Jenderal Kekayaan Negara
Lahir di Ciamis, 8 Mei 1953. Sejak tahun 2006 memimpin Direktorat Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan. Pendidikan S1 ditempuh di Institut Ilmu Keuangan (IIK), Jakarta tahun 1980 dan meraih gelar Master of Social Science dari University of Birmingham, Inggris tahun 1989.
Lahir di Ciamis, 10 Oktober 1962. Memimpin Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan sejak tahun 2006. Gelar Sarjana Hukum diperolehnya dari Universitas Padjadjaran Bandung tahun 1986, disusul gelar Master of Law dari Harvard University, AS tahun 1993.
Lahir di Singapore, 11 November 1954. Memimpin Bapepam-LK sejak tahun 2006. Gelar yang diraihnya: Sarjana Ekonomi Universitas Indonesia pada tahun 1981, Master of Arts dari Duke University, North Carolina, AS tahun 1987, dan Doktor di bidang ilmu ekonomi Vanderbilt University, Tennesee, AS tahun 1997.
Mardiasmo
Rahmat Waluyanto
Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan
Direktur Jenderal Pengelolaan Utang
Lahir di Solo, 10 Mei 1958. Menjabat sebagai Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan sejak tahun 2006. Gelar yang diraihnya: Sarjana Ekonomi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) tahun 1981, Master of Business Administration dari University of Bridgeport, Connecticut, AS tahun 1989 dan gelar Ph.D dari University of Birmingham, Inggris tahun 1999.
Lahir di Metro, Lampung 3 Oktober 1956. Menjabat sebagai Direktur Jenderal Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan sejak tahun 2006. Gelar yang diraihnya: Sarjana Akuntansi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) tahun 1983, Master of Business Administration dari University of Denver, Colorado, AS tahun 1992 dan gelar Ph.D dari University of Birmingham, Inggris tahun 1997.
Permana Agung Daradjatun Kepala Badan Pendidikan Pelatihan Keuangan dan Staf Ahli Menteri Menteri Keuangan Bidang Hubungan Ekonomi Keuangan Internasional Lahir di Cakranegara-Lombok, 27 Oktober 1952. Tahun 1999-2002 menjalankan tugasnya sebagai Pelaksana Tugas (Plt.) Kepala Badan Pendidikan Pelatihan Keuangan sejak Juni 2010 serta menjabat sebagai Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Hubungan Ekonomi Keuangan Internasional sejak 2008. Gelar yang diraihnya: M.Sc dari University of Illinois, Urbana Champaign, AS tahun 1985; MA dari University of Notre Dame, Indiana AS tahun 1987; dan Ph.D dari University of Notre Dame, Indiana, AS tahun 1989.
Agus Suprijanto Kepala Badan Kebijakan Fiskal dan Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Penerimaan Negara Lahir di Yogyakarta, 14 Agustus 1953. Menjalankan tugasnya sebagai Pejabat Sementara (Pjs.) Kepala Badan Kebijakan Fiskal sejak 27 Mei 2010, serta sebagai Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Penerimaan Negara sejak tahun 2008. Gelar yang diperolehnya: Sarjana Hukum dari Universitas Udayana, Denpasar tahun 1985, Master of International Economics dari University of Colorado, AS tahun 1991, dan Doctor of International Monetary/Econometrics, dari universitas yang sama tahun 1995.
16
Laporan Tahunan Kementerian Keuangan 2010
www.depkeu.go.id
17
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BAGAN ORGANISASI KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Menteri Keuangan
WAKIL Menteri Keuangan
STAF AHLI MENTERI STAF KHUSUS
Direktorat Jenderal Anggaran
Direktorat Jenderal Pajak
Direktorat Jenderal Bea DAn Cukai
Inspektorat Jenderal
Direktorat Jenderal Perbendaharaan
Sekretariat Jenderal
Direktorat Jenderal Kekayaan Negara
Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang
Badan pengawas pasar modal dan Lembaga Keuangan
Badan Kebijakan Fiskal
Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan
Transformasi Berkelanjutan Sustainable Transformation
Transformasi Melanjutkan Proses Reformasi Dalam Birokrasi Yang Berkualitas, Transparan, Dan Efisien
TRANSFORMATION Continuing The Reform Process In The Quality, Transparent, And Efficient Bureaucracy.
20
Laporan Tahunan Kementerian Keuangan 2010
www.depkeu.go.id
21
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BAB I
PENDAHULUAN BAB I
Pendahuluan
Buku Laporan Tahunan Kementerian Keuangan 2010 disusun sebagai salah satu upaya
BAB II
Reformasi Birokrasi
BAB III
Kebijakan Pengelolaan Ekonomi Makro
mewujudkan prinsip transparansi dan akuntabilitas di kalangan lembaga Pemerintah, khususnya di
BAB IV
Pengelolaan Pendapatan Negara
BAB V
Kebijakan Pengelolaan Penganggaran
BAB VI
Kebijakan Pengelolaan Transfer ke Daerah
BAB VII
Kebijakan Pengelolaan Pembiayaan
BAB VIII
Kebijakan Pengelolaan Perbendaharaan Negara
BAB IX
Kebijakan Pengelolaan Kekayaan Negara, Piutang Negara, dan Lelang
BAB X
Kebijakan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan NonBank
BAB XI
Pengawasan dan Pengendalian Internal
BAB XII
Kebijakan Hubungan dan Kerjasama Internasional di Bidang Keuangan
BAB XIII
Kebijakan Hubungan Kelembagaan NegaraPemerintahan
BAB XIV Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Keuangan BAB XV
Pelaksanaan Tugas Kementerian Keuangan sebagai KementerianLembaga Penutup
bidang pengelolaan keuangan negara. Isi buku terdiri dari 14 bab utama yang didahului oleh Bab I Pendahuluan serta diakhiri dengan Bab XVI Penutup. Ke-14 bab utama merefleksikan kebijakan, program, dan kegiatan yang dilakukan oleh masing-masing unit kerja di lingkungan Kementerian Keuangan beserta hasil-hasil yang telah dicapai di sepanjang tahun 2010. Di samping itu, di sajikan pula hal-hal yang masih menjadi tantangan untuk diselesaikan pada tahun-tahun yang akan datang. Bab II berisi tentang implementasi Reformasi Birokrasi di Kementerian Keuangan. Uraian diawali dengan latar belakang Reformasi Birokrasi, kemudian dilanjutkan dengan penjelasan mengenai sasaran dan pencapaian Reformasi Birokrasi. Tiga pilar Reformasi Birokrasi merupakan sub bab selanjutnya yang diikuti oleh pembahasan tentang transformasi kelembagaan, pengukuran kinerja, pendukung Reformasi Birokrasi, serta pengembangan teknologi informasi dan komunikasi. Bab ini diakhiri dengan simpulan. Bab III mengulas mengenai kebijakan pengelolaan ekonomi makro yang terutama digunakan sebagai landasan dalam penyusunan Nota Keuangan serta Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Kandungan bab ini terdiri dari latar belakang serta perkembangan kebijakan dan realisasi pengelolaan ekonomi makro. Indikator ekonomi makro yang dibahas meliputi Kementerian Keuangan merupakan institusi Pemerintah yang mendapatkan mandat untuk mengelola keuangan negara. Mandat ini memiliki kedudukan yang sangat penting dan strategis, karena keuangan negara merupakan salah satu unsur utama dalam pelaksanaan fungsi administrasi Pemerintahan, fasilitasi pembangunan, dan pelayanan masyarakat. Pengelolaan keuangan negara secara optimal di tingkat pusat dan daerah akan mendorong pelaksanaan pembangunan dan peningkatan kesejahteraan rakyat di segala bidang. Sebaliknya, pengelolaan keuangan negara yang
pertumbuhan ekonomi, nilai tukar rupiah, inflasi, suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) 3 bulan, harga dan lifting minyak, neraca pembayaran, serta pengangguran dan kemiskinan. Uraian pada setiap sub bab dilengkapi dengan data yang disajikan dalam bentuk tabel dan gambar. Bab IV adalah bagian yang menguraikan tentang kebijakan pengelolaan pendapatan negara. Arah dan strategi kebijakan pengelolaan pendapatan negara merupakan sub bab yang pertama
tidak optimal menyebabkan persoalan pengangguran, kemiskinan, dan disparitas tidak teratasi.
dan memuat mengenai bidang perpajakan, kepabeanan dan Cukai, serta penerimaan negara
Fungsi keuangan negara pada dasarnya meliputi alokasi, stabilisasi, dan distribusi. Fungsi alokasi
pendapatan negara. Setelah uraian mengenai peluang dan tantangan yang dihadapi dalam
ditujukan untuk membiayai barang dan jasa publik yang sulit disediakan oleh swasta. Fungsi stabilitasi bertujuan untuk menjaga kestabilan harga, pertumbuhan ekonomi, dan kesempatan kerja. Adapun fungsi distribusi ditujukan untuk menjamin efisiensi dan keadilan dalam alokasi sumber daya untuk mengurangi kesenjangan. Selain ketiga fungsi tersebut, keuangan negara juga
bukan pajak (PNBP). Sub bab selanjutnya membahas mengenai perkembangan realisasi rangka meningkatkan pendapatan negara, maka pada bagian akhir diulas tentang pengawasan dan pengendalian pendapatan negara serta summary. Muatan Bab V berupa kebijakan pengelolaan belanja Pemerintah pusat. Pembahasan pada
memiliki fungsi otorisasi, perencanaan, dan pengawasan.
bab ini diawali dengan penyusunan APBN dan dilanjutkan dengan pengalokasian anggaran.
Kementerian keuangan setiap tahun melaksanakan fungsi-fungsi tersebut, di samping tugas-
mengenai realisasi belanja Kementerian/Lembaga. Sub bab berikutnya mengulas mengenai tingkat
tugas lainnya yang relevan. Tugas dan fungsi dijalankan oleh masing-masing unit kerja terkait di lingkungan Kementerian Keuangan yang berada di tingkat pusat maupun daerah. Sebagai suatu sistem pengelolaan keuangan negara yang terjalin dari beragam sub sistem, maka aktivitas setiap unit kerja akan berkontribusi terhadap kinerja Kementerian Keuangan. Selain itu, dengan implementasi otonomi daerah dan desentralisasi fiskal secara luas, maka kontribusi Pemerintah Daerah dalam mendukung fungsi keuangan negara telah menjadi semakin signifikan.
Reformasi penganggaran merupakan pokok bahasan selanjutnya yang diikuti dengan uraian penyerapan anggaran Kementerian Keuangan pada tahun 2010 serta pengadaan barang dan jasa sebagai penutup. Bab VI memuat substansi bahasan yang dewasa ini menjadi semakin penting, yaitu mengenai kebijakan pengelolaan transfer ke daerah dan keuangan daerah. Dimulai dengan penjelasan tentang arah dan strategi kebijakan transfer ke daerah yang kemudian dilanjutkan dengan diskusi mengenai pelaksanaan kebijakan anggaran transfer ke daerah.
22
Laporan Tahunan Kementerian Keuangan 2010
www.depkeu.go.id
23
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BAB I
Pendahuluan
Sub bab berikutnya mengenai laporan keuangan transfer ke daerah serta tantangan formulasi,
Bab XII menguraikan tentang kebijakan hubungan dan kerjasama internasional yang dijalankan
BAB II
Reformasi Birokrasi
BAB III
Kebijakan Pengelolaan Ekonomi Makro
alokasi dan penghitungan transfer ke daerah. Dua sub bab lain yang tidak kalah pentingnya pada
oleh Kementerian Keuangan. Uraian diawali dengan kerjasama multilateral dan sub bab
bab ini adalah mengenai pajak daerah dan retribusi daerah serta pinjaman, hibah, dan kapasitas
berikutnya menjelaskan mengenai kerjasama yang dijalin antarkawasan (interregional). Pada
BAB IV
Pengelolaan Pendapatan Negara
daerah.
sub bab ketiga dijelaskan tentang kerjasama kawasan ASEAN, diikuti sub bab keempat yang
BAB V
BAB VI
BAB VII
BAB VIII
BAB IX
BAB X
Kebijakan Pengelolaan Penganggaran Kebijakan Pengelolaan Transfer ke Daerah Kebijakan Pengelolaan Pembiayaan Kebijakan Pengelolaan Perbendaharaan Negara Kebijakan Pengelolaan Kekayaan Negara, Piutang Negara, dan Lelang Kebijakan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan NonBank
BAB XI
Pengawasan dan Pengendalian Internal
BAB XII
Kebijakan Hubungan dan Kerjasama Internasional di Bidang Keuangan
BAB XIII
Kebijakan Hubungan Kelembagaan NegaraPemerintahan
menguraikan mengenai kerjasama bilateral. Isu jasa keuangan dijelaskan pada sub bab kelima, Bab VII berisi uraian tentang kebijakan pengelolaan pembiayaan dan mengandung 10 sub
sedangkan sub bab keenam menjelaskan tentang kerjasama organisasi tentang perpajakan,
bab. Sub bab yang pertama adalah tentang Latar Belakang dan Kondisi Tahun 2010, kemudian
kepabeanan dan Cukai. Sub bab ketujuh membahas tentang kerjasama di bidang pendidikan
disusul oleh ulasan mengenai arah dan strategi kebijakan pembiayaan. Sub bab ketiga dan
dan pelatihan, kemudian ditutup oleh peluang dan tantangan.
keempat masing-masing adalah sumber dan penggunaan pembiayaan non utang serta sumber dan penggunaan pembiayaan utang. Uraian dilanjutkan dengan pokok bahasan mengenai
Bab XIII merupakan bab yang menjelaskan tentang kebijakan hubungan kelembagaan di antara
pengelolaan utang dan inisiatif pendukung pengelolaan utang. Sub bab yang ketujuh membahas
Kementerian Keuangan dengan instansi Pemerintah lainnya. Sub bab yang pertama menguraikan
tentang kelembagaan pengelolaan utang yang diteruskan dengan topik mengenai manajemen
mengenai arah, strategi, dan kebijakan hubungan kelembagaan. Sub bab selanjutnya memaparkan
investasi sebagai sub bab kedelapan. Dua sub bab yang menutup bab ini adalah tentang risiko
berbagai upaya yang telah dilakukan dalam menata hubungan kelembagaan dengan Dewan
fiskal serta kendala dan tantangan yang dihadapi dalam pengelolaan pembiayaan.
Perwakilan Rakyat (DPR) dan lembaga non DPR. Peluang dan tantangan merupakan sub bab ketiga, sedangkan sebagai penutup adalah uraian mengenai proyeksi hubungan kelembagaan
Bab VIII mengandung uraian mengenai kebijakan pengelolaan perbendaharaan negara. Pada
pada tahun 2011.
awal bab dijelaskan tentang arah dan strategi kebijakan pengelolaan perbendaharaan negara serta perkembangan pengelolaan perbendaharaan negara. Selanjutnya diulas mengenai implementasi
Kebijakan sumber daya manusia (SDM) merupakan muatan yang dipaparkan pada Bab XIV.
fungsi perbendaharaan serta transparansi dan akuntabilitas keuangan negara. Pembahasan pada
Rincian penjelasan dimulai dengan arah kebijakan pengelolaan dan pengembangan kapasitas
bab ini diakhiri dengan uraian singkat mengenai pending matters dan tindak lanjut.
SDM. Selanjutnya dijelaskan mengenai beragam upaya yang telah dilakukan dan pengembangan kapasitas SDM yang diselenggarakan oleh Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan (BPPK). Pada
Bab IX mengulas tentang kebijakan pengelolaan kekayaan negara, piutang negara, dan lelang.
bagian akhir bab ini diulas tentang pengembangan kapasitas SDM yang diselenggarakan oleh Unit
Penjelasan dimulai dengan arah dan strategi pengelolaan kekayaan negara, piutang negara, dan
Eselon I di luar BPPK.
lelang. Sub bab selanjutnya berisikan materi tentang barang milik negara (BMN) dan kekayaan negara yang dipisahkan. Diskusi kemudian dilanjutkan dengan pokok bahasan mengenai kekayaan
Bab XV adalah substansi yang terakhir dan berisi mengenai pelaksanaan tugas Kementerian
negara lain-lain dan perkembangan pengurusan piutang negara. Pada sub bab berikutnya disajikan
Keuangan sebagai Kementerian/Lembaga. Uraian diawali oleh Rencana Strategis 2010-2014 dan
BAB XIV Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Keuangan
mengenai perkembangan lelang serta diakhiri dengan peluang dan tantangan.
Rencana Kerja Kementerian Keuangan 2010. Sub bab berikutnya menjelaskan mengenai alokasi
Bab X membahas mengenai kebijakan pengawasan pasar modal dan industri keuangan non
diuraikan tentang pelaksanaan tugas Kementerian Keuangan sebagai Kementerian/Lembaga dan
BAB XV
bank. Seperti pada bab-bab yang lain, uraian pada bab ini diawali dengan arah dan strategi
Sekretariat Pengadilan Pajak.
Pelaksanaan Tugas Kementerian Keuangan sebagai KementerianLembaga Penutup
anggaran dan realisasi belanja pada tahun 2010 serta laporan keuangan. Mengakhiri bab ini
kebijakan pengawasan pasar modal dan lembaga keuangan. Selanjutnya diikuti oleh sub bab yang menguraikan tentang kinerja pasar modal dan lembaga keuangan. Bab ini ditutup dengan uraian
Materi-materi yang terkandung di dalam buku ini secara internal dapat menjadi cermin bagi
mengenai peluang dan tantangan yang dihadapi dalam pengawasan pasar modal dan lembaga
unit-unit kerja di lingkungan Kementerian Keuangan untuk menatap tahun 2011 dan tahun-
keuangan.
tahun selanjutnya dengan kinerja yang lebih tinggi. Adapun secara eksternal, buku ini dapat memberikan gambaran bagi stakeholder Kementerian Keuangan mengenai upaya-upaya yang
Bab XI memuat substansi mengenai kebijakan pengawasan dan pengendalian internal. Arah dan
telah ditempuh di sepanjang tahun 2010. Dengan demikian, buku ini dapat menjadi sumber
strategi pengawasan dan pengendalian internal merupakan sub bab yang pertama, kemudian
informasi dan sekaligus media publikasi untuk meningkatkan citra Kementerian Keuangan.
diikuti oleh sub bab mengenai akuntabilitas kinerja dan keuangan. Pembahasan dilanjutkan dengan sub bab evaluasi dan analisis pencapaian sasaran serta pengawasan dan pengendalian internal di Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK). Sub bab berikutnya menjelaskan tentang pengawasan dan pengendalian internal di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) serta pengawasan dan pengendalian internal di Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Pada bagian akhir disajikan penjelasan mengenai peluang dan tantangan dalam pengawasan dan pengendalian internal.
24
Laporan Tahunan Kementerian Keuangan 2010
www.depkeu.go.id
25
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BAB II
Reformasi Birokrasi KEMENTERIAN KEUANGAN BAB I
Pendahuluan
Tugas FKRB berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 65/KMK.01/2010 adalah
BAB II
Reformasi Birokrasi
BAB III
Kebijakan Pengelolaan Ekonomi Makro
mengkoordinasikan, mengarahkan, memantau, dan mengevaluasi pelaksanaan Program
BAB IV
Pengelolaan Pendapatan Negara
BAB V
Kebijakan Pengelolaan Penganggaran
BAB VI
Kebijakan Pengelolaan Transfer ke Daerah
BAB VII
Kebijakan Pengelolaan Pembiayaan
BAB VIII
Kebijakan Pengelolaan Perbendaharaan Negara
BAB IX
Kebijakan Pengelolaan Kekayaan Negara, Piutang Negara, dan Lelang
BAB X
Kebijakan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan NonBank
BAB XI
Pengawasan dan Pengendalian Internal
BAB XII
Kebijakan Hubungan dan Kerjasama Internasional di Bidang Keuangan
BAB XIII
Kebijakan Hubungan Kelembagaan NegaraPemerintahan
BAB XIV Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Keuangan BAB XV
Pelaksanaan Tugas Kementerian Keuangan sebagai KementerianLembaga Penutup
Reformasi Birokrasi yang dilaksanakan oleh seluruh unit organisasi di Kementerian Keuangan serta mengkaji dan menyiapkan terbentuknya Badan Transformasi Birokrasi di Kementerian Keuangan. FKRB menjadi penyelaras Program Reformasi Birokrasi yang melebur ke dalam tugas pokok dan fungsi (tupoksi) unit terkait. Gambar 2.1. Forum Koordinasi Reformasi Birokrasi Kementerian Keuangan Pengarah: Menteri Keuangan Wakil Ketua I: Inspektur Jenderal
Ketua: Sekretaris Jenderal
Wakil Ketua II: Kepala BPPK TRB Unit
Sekretariat: Tenaga Pengkaji Sumber Daya Aparatur
2.1. Latar Belakang Reformasi Birokrasi Kementerian Keuangan menempati posisi strategis dalam Pemerintahan Republik Indonesia. Hampir seluruh aspek perekonomian negara berhubungan langsung dengan kebijakan yang dikeluarkan oleh Kementerian Keuangan. Kebijakan dimaksud meliputi perencanaan, penyusunan dan pengelolaan APBN, perpajakan, kepabeanan dan Cukai, pengelolaan kekayaan negara, perimbangan keuangan pusat dan daerah, pengelolaan utang, serta pasar modal dan lembaga keuangan non bank. Dengan kedudukannya yang strategis, maka penataan kelembagaan
Kepala Pelaksana Harian: Staf Ahli Bid. Organisasi Birokrasi dan Teknologi Informasi
Koordinator Program SDM: Staf Ahli Bid. Penerimaan Negara
Koordinator Program OTL: Staf Ahli Bid. Pengeluaran Negara
Koordinator Program Diklat: Staf Ahli Bid. Kebijakan dan Regulasi Jasa Keuangan dan Pasar Modal
Koordinator Program Monev dan Komblik: Staf Ahli Bid. Makro Ekonomi dan Keuangan Internasional
Wakil: Karo SDM
Wakil: Karo Organta
Wakil: Kepala Pusdiklat PSDM
Wakil: Kepala Pushaka dan Karo Humas
Sekretaris: Tenaga Pengkaji Sumber Daya Aparatur
Sekretaris: Tenaga Pengkaji Perencanaan Strategis
Sekretaris: Sekretaris BPPK
Sekretaris: Inspektur VII Kepala Pusat LPSE
1. Assessment Center 2. Pola Mutasi 3. SIMPEG 4. Penataan Pegawai
1. Penataan Organisasi 2. AEJ 3. SOP 4. ABK
1. Diklat Berbasis 2. Kompetensi
1. Monitoring & Evaluasi 2. Penetapan IKU 3. Kombik (website reform) 4. Survei Opini
merupakan prasyarat agar Kementerian Keuangan dapat menjalankan tugas pokok dan fungsinya secara optimal.
Sumber: FKRB Kementerian Keuangan.
Sebagai suatu organisasi yang menangani permasalahan yang sangat kompleks, Kementerian Keuangan memerlukan harmonisasi untuk mencapai sinergi dalam mewujudkan visi dan misinya. Sebuah langkah fenomenal telah diambil oleh pimpinan Kementerian Keuangan dengan
2.2. Sasaran dan Pencapaian Reformasi Birokrasi
melakukan Reformasi Birokrasi. Reformasi Birokrasi pada hakikatnya merupakan upaya untuk melakukan perubahan mendasar terhadap sistem penyelenggaraan Pemerintahan, terutama
Sasaran dan pencapaian Reformasi Birokrasi Kementerian Keuangan selama tahun 2010 meliputi
menyangkut aspek kelembagaan (organisasi), ketatalaksanaan (proses bisnis), dan sumber daya
peningkatan tata kelola Pemerintahan yang baik, kinerja birokrasi, dan pelayanan publik.
manusia (SDM). 2.2.1. Peningkatan Good Governance Reformasi Birokrasi di Kementerian Keuangan telah dimulai sejak tahun 2006. Hingga tahun 2009,
Terciptanya good governance adalah Visi Reformasi Birokrasi yang hendak dicapai oleh Kementerian
pelaksanaan Reformasi Birokrasi ditangani oleh Tim Reformasi Birokrasi Pusat (TRBP). Selanjutnya,
Keuangan. Upaya untuk mencapai visi ini dituangkan ke dalam misi berikut ini.
pada tahun 2010, pelaksanaan Reformasi Birokrasi dikoordinasikan oleh Forum Koordinasi Reformasi Birokrasi Kementerian Keuangan (FKRB) yang dibentuk oleh Menteri Keuangan dan Tim Reformasi Birokrasi Unit (TRBU) yang dibentuk oleh pimpinan masing-masing Unit Eselon I.
(1) Membentuk dan menyempurnakan peraturan perundang-undangan sebagai landasan hukum tata kelola Pemerintahan yang baik.
26
Laporan Tahunan Kementerian Keuangan 2010
www.depkeu.go.id
27
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
Pendahuluan
BAB II
Reformasi Birokrasi
BAB III
Kebijakan Pengelolaan Ekonomi Makro
(3) Mengadakan relokasi dan meningkatkan kualitas SDM, termasuk menetapkan indikator kinerja
BAB IV
Pengelolaan Pendapatan Negara
(4) Menyederhanakan sistem, prosedur, dan mekanisme kerja.
BAB V
Kebijakan Pengelolaan Penganggaran
BAB VI
Kebijakan Pengelolaan Transfer ke Daerah
2.2.2. Peningkatan Kinerja Birokrasi
BAB VII
Kebijakan Pengelolaan Pembiayaan
melalui perubahan secara terencana, bertahap, dan terintegrasi. Langkah aktual yang ditempuh
BAB VIII
Kebijakan Pengelolaan Perbendaharaan Negara
BAB IX
BAB X
informasi dan komunikasi.
Penataan Organisasi
Penyempurnaan Proses Bisnis
adalah dengan meningkatkan profesionalisme dan integritas birokrasi melalui:
Reformasi Keuangan Negara
(2) perubahan perilaku;
(6) penguatan akuntabilitas;
(4) penerapan budaya organisasi; (5) penataan manajemen SDM; (7) peningkatan kualitas pelayanan publik, serta (8) penerapan sistem monitoring, evaluasi, dan pengawasan kinerja birokrasi yang semakin melibatkan partisipasi masyarakat.
BAB XII
Kebijakan Hubungan dan Kerjasama Internasional di Bidang Keuangan
2.2.3. Peningkatan Pelayanan Publik
Kebijakan Hubungan Kelembagaan NegaraPemerintahan
dan akuntabilitas. Seluruh proses pelayanan publik dijalankan dengan sungguh-sungguh
Reformasi Birokrasi dimaksudkan agar birokrasi Kementerian Keuangan dapat melayani stakeholders yang heterogen sesuai dengan prinsip efisiensi, efektivitas, produktivitas, transparansi, dan rasional. Untuk mengadaptasi dinamika masyarakat, maka konsep dan sistem yang digunakan dievaluasi dan disempurnakan secara terus-menerus. Reformasi Birokrasi yang dijalankan mencakup pula pelayanan publik di Pusat Pembinaan Akuntan dan Jasa Penilai Kementerian Keuangan untuk menciptakan birokrasi yang efektif dan efisien, sehingga dapat memberikan pelayanan publik yang prima. Langkah yang sudah ditempuh antara lain dengan: (1) mempercepat waktu penyelesaian dokumen perizinan Akuntan Publik, Penilai Publik, Kantor Akuntan Publik, dan Kantor Jasa Penilai Publik; (2) membina profesi Akuntan Publik dan Penilai Publik melalui penyusunan kebijakan dan regulasi yang efektif; serta (3) mengawasi kegiatan Kantor Akuntan Publik dan Kantor Jasa Penilai Publik.
Peningkatan Manajemen SDM
Remunerasi
(1) penguatan peraturan perundang-undangan;
Kebijakan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan NonBank
Penutup
Indikator Kinerja Utama
Peningkatan kinerja birokrasi Kementerian Keuangan yang berorientasi kepada hasil dilakukan
(3) penataan organisasi dan tatalaksana;
Pelaksanaan Tugas Kementerian Keuangan sebagai KementerianLembaga
Peningkatan Kinerja Good Governance
Pengawasan dan Pengendalian Internal
BAB XV
Pelayanan Publik
(5) Mengembangkan mekanisme kontrol yang efektif.
Kebijakan Pengelolaan Kekayaan Negara, Piutang Negara, dan Lelang
BAB XIV Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Keuangan
Kepercayaan Publik
utama (IKU) dan perbaikan sistem remunerasi.
BAB XI
BAB XIII
Gambar 2.2. Pilar Reformasi Birokrasi
(2) Memodernisasi birokrasi Pemerintahan dengan mengoptimalkan pemakaian teknologi
BAB I
Sumber: FKRB Kementerian Keuangan.
2.3.1. Penataan Organisasi Penataan organisasi dilakukan untuk membangun organisasi yang mampu beradaptasi dengan dinamika lingkungan. Tujuan penataan organisasi adalah mewujudkan organisasi yang lebih efektif, efisien, responsif, transparan, akuntabel, check and balances, dan right sizing, sesuai dengan perkembangan dan tuntutan masyarakat dan kemajuan teknologi serta mewujudkan tata kelola Pemerintahan yang baik dan memberikan pelayanan yang terbaik bagi stakeholders. Target yang ditetapkan oleh Bidang Penataan Organisasi pada tahun 2010 meliputi: (1) penataan organisasi Kantor Pusat Kementerian Keuangan; (2) modernisasi 11 Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea Cukai (KPPBC) Tipe Madya Pabean; dan (3) pembentukan Sekretariat Komite Pengawas Perpajakan. Upaya yang telah ditempuh untuk mencapai target tersebut adalah: (1) pengumpulan data dan analisis; (2) pembahasan internal Kementerian Keuangan; (3) penyusunan usulan Menteri Keuangan; (4) persetujuan Menteri Penertiban Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi; serta (5) penetapan Keputusan Presiden dan Menteri Keuangan. Untuk mencapai target tersebut, telah dilakukan serangkaian kegiatan berikut ini. (1) Pembentukan Sekretariat Komite Pengawas Perpajakan dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 133/PMK.01/2010. (2) Modernisasi 11 KPPBC Tipe Madya Pabean (Juanda, Jakarta, Dumai, Pontianak, Tangerang, Palembang, Ngurah Rai, Bandar Lampung, Balikpapan, Sunda Kelapa, dan Makassar) dengan
2.3. Tiga Pilar Reformasi Birokrasi Program Reformasi Birokrasi di Kementerian Keuangan terdiri dari 3 pilar utama, yaitu: (1) Penataan Organisasi; (2) Penyempurnaan Proses Bisnis; serta (3) Peningkatan Manajemen SDM.
PMK No. 134/PMK.01/2010. (3) Penataan Organisasi Kantor Pusat Kementerian Keuangan sesuai PMK No. 184/PMK.01/2010
Penataan organisasi meskipun secara prinsip telah disetujui oleh Kementerian PAN dan RB, namun masih dalam proses untuk mendapatkan persetujuan tertulis. Penataan organisasi yang dilakukan meliputi:
28
Laporan Tahunan Kementerian Keuangan 2010
www.depkeu.go.id
29
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BAB I
Pendahuluan
(1) pembentukan Tenaga Pengkaji Bidang PNBP pada DJA;
Kegiatan yang dapat direalisasikan pada tahun 2010 terutama terkait dengan pengembangan
BAB II
Reformasi Birokrasi
BAB III
Kebijakan Pengelolaan Ekonomi Makro
(2) Pembentukan Tenaga Pengkaji Bidang Perbendaharaan pada Ditjen Perbendaharaan;
metode dan tahapan dari seluruh kegiatan yang meliputi:
(3) pembentukan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Balai Diklat Kepemimpinan di Magelang
(1) kajian dan telaahan data-data internal dan eksternal;
BAB IV
(Pengalihan Bagian Penyelenggaraan pada Pusdiklat Pengembangan SDM); dan
Pengelolaan Pendapatan Negara
(4) pembentukan Kantor Pengelolaan TIK dan BMN (peningkatan peran GKN dan Sekretariat Perwakilan Kementerian sebagai UPT pada Pusintek).
(2) identifikasi dan inventarisasi prosedur; (3) wawancara; (4) pengamatan di lapangan;
BAB V
Kebijakan Pengelolaan Penganggaran
BAB VI
Kebijakan Pengelolaan Transfer ke Daerah
2.3.2. Penyempurnaan Proses Bisnis
(6) diskusi;
Penyempurnaan proses bisnis dilakukan melalui penyempurnaan analisis dan evaluasi jabatan,
(7) penyusunan konsep dan prosedur;
BAB VII
Kebijakan Pengelolaan Pembiayaan
pemutakhiran standard operating procedure (SOP), dan analisis beban kerja (ABK).
(8) pembahasan konsep dengan unit-unit terkait;
BAB VIII
Kebijakan Pengelolaan Perbendaharaan Negara
BAB IX
BAB X
(5) studi banding;
(9) perbaikan; 2.3.2.1. Analisis dan Evaluasi Jabatan
(10) simulasi dan uji coba;
Kegiatan yang dilakukan adalah menetapkan Pedoman Penilaian Kinerja Individu yang akan
(11) pengabsahan; serta
Kebijakan Pengelolaan Kekayaan Negara, Piutang Negara, dan Lelang
diberlakukan kepada seluruh pemangku jabatan struktural, fungsional, dan pelaksana di lingkungan
(12) distribusi.
mengadakan evaluasi peringkat jabatan untuk mengkaji kesesuaian peringkat jabatan struktural,
Telah diidentifikasi 46 jenis layanan yang mempunyai keterkaitan aktivitas antar Unit Eselon I. Hasil
Kebijakan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan NonBank
fungsional, dan pelaksana dengan uraian jabatan. Tujuan akhir yang ingin dicapai adalah adanya
yang dicapai dalam pelaksanaan SOP Layanan Unggulan adalah bertambahnya jenis Layanan
hubungan di antara pemberian tunjangan dengan kinerja masing-masing pejabat/pegawai.
Unggulan dari semula berjumlah 35 menjadi 102 sebagaimana ditetapkan dalam KMK No. 186/
Kementerian Keuangan. Selain itu, dilakukan penyempurnaan PMK No. 190/PMK.01/2008 serta
KMK.01/2010. Jenis-jenis Layanan Unggulan tersebut terkait dengan penganggaran, perpajakan, 2.3.2.2. Pemutakhiran Standar Operating Procedures
kepabeanan dan Cukai, perbendaharaan, kekayaan negara, pengelolaan utang, perimbangan
Semua Unit Eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan telah menyusun standard operating
keuangan, pengawasan pasar modal dan lembaga keuangan, pengaduan masyarakat,
procedure (SOP) untuk memastikan bahwa setiap keputusan, tindakan, dan penggunaan fasilitas
penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan, serta kesekretariatan.
BAB XI
Pengawasan dan Pengendalian Internal
BAB XII
Kebijakan Hubungan dan Kerjasama Internasional di Bidang Keuangan
menerus sejalan dengan dinamika organisasi dan perubahan kebijakan. Pada tahun 2010 telah
Hal-hal yang akan dilakukan pada tahun-tahun mendatang adalah continuous improvement pada
Kebijakan Hubungan Kelembagaan NegaraPemerintahan
dilakukan penyempurnaan SOP atau pembuatan SOP baru untuk unit-unit yang mengalami
Unit Eselon I yang belum menyampaikan konfirmasi dan usulan SOP Link, termasuk pembahasan
perubahan proses bisnis. Inisiatif baru hanya dilakukan dalam penyusunan SOP Link antarUnit
sampai dengan penetapan hasilnya serta review dan evaluasi SOP Layanan Unggulan pada
Eselon I serta penyempurnaan dan pengembangan SOP Layanan Unggulan.
Sekretariat Jenderal, termasuk sosialisasi kepada stakeholders.
Tujuan yang ingin dicapai melalui pemutakhiran SOP adalah mewujudkan continuous improvement
2.3.2.3. Analisis Beban Kerja
di dalam penataan dan penyempurnaan proses bisnis organisasi serta menciptakan proses bisnis
Setiap unit organisasi diharapkan melakukan pengukuran dan analisis beban kerja (ABK). Hal ini
atau tatalaksana organisasi yang lebih valid dan reliable dalam pelaksanaan tupoksi Kementerian
dimaksudkan untuk membangun proses bisnis yang lebih akuntabel, transparan, efektif, efisien,
Keuangan. Adapun target yang ingin dicapai adalah berikut ini.
dan modern, sesuai perkembangan lingkungan terkini. Hasil ABK digunakan untuk mengetahui
(1) Tersusunnya SOP Link antar Unit Eselon I
beban kerja jabatan atau unit, kebutuhan pegawai atau pejabat, efisiensi dan efektivitas jabatan
BAB XIII
BAB XIV Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Keuangan BAB XV
Pelaksanaan Tugas Kementerian Keuangan sebagai KementerianLembaga Penutup
telah sesuai dengan tupoksi. Penataan dan penyempurnaan proses bisnis dilakukan secara terus-
Dalam rangka meningkatkan kinerja dan capaian output Kementerian Keuangan sebagai bentuk
atau unit, serta standar norma waktu.
koordinasi dan kontribusi dari masing-masing Unit Eselon I, perlu dilakukan identifikasi dan inventarisasi SOP yang mempunyai aspek sinergi. Hasil kegiatan ini adalah pendokumentasian ke dalam bentuk KMK mengenai SOP Link Kementerian Keuangan. (2) Penyempurnaan dan Pengembangan SOP Layanan Unggulan
Sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas dan menjamin penyediaan layanan publik sesuai dengan azas-azas umum ke Pemerintahan yang baik dan berorientasi kepada efisiensi dan pengguna jasa sebagaimana yang diamanatkan oleh UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, Kementerian Keuangan selaku penyelenggara dan organisasi penyelenggara pelayanan publik menciptakan Program Layanan Unggulan yang meliputi seluruh bidang tugas pelayanan Kementerian Keuangan. Hasil dari kegiatan ini adalah SOP Layanan Unggulan yang telah disempurnakan dan dikembangkan.
2.3.3. Peningkatan Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk meningkatkan manajemen SDM telah ditempuh penataan pegawai, manajemen talenta, pengembangan Sistem Informasi Manajemen Kepegawaian (SIMPEG), Human Capital Development Plan (HCDP), serta pendidikan dan pelatihan berbasis kompetensi. 2.3.3.1. Penataan Pegawai Penataan pegawai dimaksudkan untuk mewujudkan kesesuaian di antara jumlah, komposisi, dan kompetensi pegawai dengan kebutuhan organisasi dan optimalisasi kinerja birokrasi, di samping untuk mengakselerasi penerapan manajemen kinerja dan meningkatkan kualitas SDM.
30
Laporan Tahunan Kementerian Keuangan 2010
www.depkeu.go.id
31
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BAB I
Pendahuluan
Kementerian Keuangan menginginkan yang terbaik bagi organisasi dan pegawai, sehingga
2.3.3.3. Program Pengembangan SIMPEG
BAB II
Reformasi Birokrasi
BAB III
Kebijakan Pengelolaan Ekonomi Makro
penataan pegawai dijalankan dengan mempertimbangkan kebutuhan kedua belah pihak. Sejak
Salah satu kunci utama pembinaan aparatur adalah sistem manajemen yang didukung tools yang
tahun 2009 telah dikembangkan konsep penataan pegawai yang menghasilkan 9 kuadran,
handal dan mampu mendukung proses pembinaan SDM.
sehingga pada tahun 2010 diperlukan suatu pedoman penataan pegawai yang dapat menjadi
Tools yang banyak diaplikasikan dewasa ini adalah sistem informasi manajemen SDM yang
acuan bagi Unit Eselon I.
terintegrasi. Sistem Informasi Manajemen Kepegawaian (SIMPEG) yang tengah dikembangkan
BAB IV
Pengelolaan Pendapatan Negara
BAB V
Kebijakan Pengelolaan Penganggaran
Target yang ingin dicapai melalui penataan pegawai meliputi penyempurnaan konsep pedoman
dapat ditingkatkan. Dengan perbaikan secara kontinyu diharapkan kualitas informasi yang
BAB VI
Kebijakan Pengelolaan Transfer ke Daerah
umum penataan pegawai, penyusunan konversi kuadran pemetaan pegawai, dan penyusunan
disajikan akan meningkat dan dapat digunakan secara luas sebagai dasar pengambilan keputusan
konsep perhitungan Golden Hand-Shake (GHS). Untuk mencapai target tersebut telah dilaksanakan
dan kebijakan kepegawaian.
BAB VII
Kebijakan Pengelolaan Pembiayaan
sejumlah kegiatan berikut ini.
BAB VIII
Kebijakan Pengelolaan Perbendaharaan Negara
(2) Penyusunan Konversi Kuadran
merupakan bagian dari Program Inti Reformasi Birokrasi dan sebagai pendukung penataan pegawai
(3) Penyusunan Konsep Perhitungan GHS
serta peningkatan kualitas sistem informasi manajemen SDM dalam rangka Reformasi Birokrasi di Kementerian Keuangan.
Kebijakan Pengelolaan Kekayaan Negara, Piutang Negara, dan Lelang
Gambar 2.3. Kuadran Pemetaan Pegawai
BAB XII
Kebijakan Hubungan dan Kerjasama Internasional di Bidang Keuangan
BAB XIII
Kebijakan Hubungan Kelembagaan NegaraPemerintahan
>_ 70
Pengawasan dan Pengendalian Internal
>_ 97
Tinggi
Kebijakan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan NonBank
Sedang
BAB XI
Tujuan yang ingin dicapai dalam pengembangan SIMPEG adalah penyempurnaan SIMPEG yang
Rendah
BAB X
(1) Penyempurnaan Konsep Pedoman Umum Penataan Pegawai
Kompetensi/Potensi
BAB IX
dapat menunjang kegiatan pembinaan kepegawaian, sehingga akurasi dan kecepatan pelayanan
BAB XV
Pelaksanaan Tugas Kementerian Keuangan sebagai KementerianLembaga Penutup
III Development/ Exit Strategy
VII Development Strategy
IX Development Strategy
II Exit Strategy
VI Development/ Freeze Strategy
VIII Development Strategy
I Exit Strategy
IV Development/ Exit Strategy
V Development/ Freeze Strategy
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) yang berkaitan dengan peningkatan SDM masing-masing Unit Eselon I yang dirangkum ke tingkat kementerian. HCDP diadopsi sebagai
Rendah
Sedang
model pengembangan SDM strategis dan data yang dihasilkan akan dimanfaatkan sebagai acuan dalam mengembangkan SDM di lingkungan Kementerian Keuangan. 2.3.3.5. Program Diklat Berbasis Kompetensi Untuk mengetahui peran human capital bagi perkembangan organisasi telah dilakukan pemetaan kompetensi SDM Kementerian Keuangan yang menghasilkan Standar Kompetensi Jabatan (SKJ). SKJ merupakan standar minimum kebutuhan soft competency yang harus dipenuhi oleh para
85 Tinggi
Kinerja
Human Capital Development Plan (HCDP) adalah program bersama Kementerian Keuangan dan kualitas SDM di sektor Pemerintahan. Substansi HCDP mencakup usulan rencana pengembangan
50
BAB XIV Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Keuangan
2.3.3.4. Program Human Capital Development Plan
Sumber: FKRB Kementerian Keuangan.
pemangku jabatan di Kementerian Keuangan. Berdasarkan hasil asesmen diketahui bahwa terdapat kesenjangan di antara kompetensi yang seharusnya dengan kompetensi yang dimiliki oleh pemangku jabatan. Oleh karena itu, Program Diklat Berbasis Kompetensi (DBK) perlu dilanjutkan sebagai salah satu sarana untuk mengisi gap kompetensi yang dimilki dengan kompetensi yang dinginkan sesuai SKJ.
2.3.3.2. Program Manajemen Talenta
DBK bagi Pejabat Eselon III dan IV bertujuan untuk mengisi kesenjangan profil kompetensi pejabat
Program ini bertujuan untuk memilih, mengembangkan, dan memposisikan SDM yang memiliki
yang diperoleh dari hasil asesmen yang dilaksanakan oleh Assesment Center Biro SDM dan beberapa
kompetensi dan berkinerja tinggi agar berkontribusi lebih baik terhadap organisasi. Target yang
Unit Eselon I yang kemudian dibandingkan dengan SKJ. Target yang ingin dicapai pada tahun 2010
ingin dicapai adalah tersusunnya konsep Grand Design Manajemen Talenta melalui serangkaian
adalah terlaksananya DBK bagi 463 orang Pejabat Eselon III dan 50 orang Pejabat Eselon IV.
kegiatan, yaitu: (1) Studi banding ke PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk. dan PT. Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk.;
Pada tahun 2010 tercatat sebanyak 408 orang telah mengikuti DBK III dalam 4 angkatan dan 49
(2) Workshop Konsep Grand Design Manajemen Talenta di seluruh Unit Eselon I; serta
orang telah mengikuti DBK IV dalam 1 angkatan. Materi diklat terdiri atas leadership best practices,
(3) penyampaian Konsep Grand Design Manajemen Talenta ke seluruh Unit Eselon I untuk dimintai
transformational leadership, serta 8 kompetensi untuk DBK III dan 9 kompetensi untuk DBK IV. Hal-
tanggapan.
hal yang masih perlu ditindaklanjuti adalah perbaikan dan peningkatan kualitas penyelenggaraan diklat yang meliputi kurikulum, fasilitator, dan fasilitas.
32
Laporan Tahunan Kementerian Keuangan 2010
www.depkeu.go.id
33
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
2.4. Transformasi Kelembagaan
BAB I
Pendahuluan
BAB II
Reformasi Birokrasi
BAB III
Kebijakan Pengelolaan Ekonomi Makro
Reformasi Birokrasi merupakan sebuah proses dan bukan sebuah tujuan akhir. Reformasi Birokrasi
Pengelolaan Pendapatan Negara
target dan capaiannya. Dalam hal pelayanan masih terdapat beberapa aspek yang perlu dibenahi
BAB IV
BAB V
Kebijakan Pengelolaan Penganggaran
BAB VI
Kebijakan Pengelolaan Transfer ke Daerah
BAB VII
Kebijakan Pengelolaan Pembiayaan
BAB VIII
Kebijakan Pengelolaan Perbendaharaan Negara
BAB IX
Kebijakan Pengelolaan Kekayaan Negara, Piutang Negara, dan Lelang
BAB X
Kebijakan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan NonBank
BAB XI
Pengawasan dan Pengendalian Internal
BAB XII
Kebijakan Hubungan dan Kerjasama Internasional di Bidang Keuangan
BAB XIII
Kebijakan Hubungan Kelembagaan NegaraPemerintahan
BAB XIV Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Keuangan BAB XV
Pelaksanaan Tugas Kementerian Keuangan sebagai KementerianLembaga Penutup
Tujuan yang ingin dicapai dari pelaksanaan beragam program komunikasi publik yang terpadu dan berkesinambungan adalah: (1) sebagai sarana dalam menyampaikan informasi mengenai kebijakan, program, dan pelaksanaan Reformasi Birokrasi;
di Kementerian Keuangan telah menghasilkan banyak perbaikan, namun harus terus meningkatkan
(2) sebagai sarana pembelajaran mengenai pola pertanggungjawaban pengelolaan keuangan negara;
dengan meningkatkan profesionalisme birokrat dan pemutakhiran teknologi informasi. Selain itu, efisiensi kerja masih perlu ditingkatkan melalui transformasi kelembagaan.
(3) untuk mengetahui persepsi atau opini stakeholder terhadap kualitas layanan; serta (4) untuk memberikan rekomendasi bagi perbaikan layanan.
Transformasi kelembagaan dapat dilakukan dengan berbagai langkah, antara lain melalui pembenahan organisasi serta peningkatan koordinasi antarindividu dan antarorganisasi yang terus berkembang mengikuti tuntutan masyarakat. Dalam transformasi kelembagaan terjadi perubahan
2.7. Pengembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi
nilai-nilai dari organisasi. Transformasi kelembagan bukan berarti merubah total hal-hal yang sudah baik, melainkan menyempurnakan yang masih kurang. Tujuan akhir dari transformasi kelembagaan
Teknologi informasi dan komunikasi (TIK) mempunyai peran yang sangat penting dalam
adalah menciptakan kepercayaan publik. Agar transformasi kelembagaan dapat berlangsung
mendukung pelaksanaan Reformasi Birokrasi. Tujuan utama penggunaan TIK adalah mendukung
secara optimal diperlukan SDM yang berkompeten, yaitu yang mempunyai kemampuan hardskill
terlaksananya tupoksi Kementerian Keuangan dalam mengelola keuangan dan kekayaan negara.
maupun softskill serta mampu menyesuaikan diri dengan ekspektasi institusi dan stakeholders.
Pemanfaatan TIK telah merata di seluruh Unit Eselon I. Namun, saat ini Kementerian Keuangan belum mempunyai kerangka arsitektur TIK (ICT architecture framework), sehingga setiap Unit Eselon
Pada tahun 2011, Program Reformasi Birokrasi perlu diperluas menjadi Program Reformasi Birokrasi
I dalam mengembangkan TIK hanya untuk memenuhi kebutuhannya. Sebagai akibatnya, banyak
dan Transformasi Kelembagaan, sehingga FKRB seyogyanya berubah bentuk menjadi Tim Reformasi
sistem aplikasi dan infrastruktur TIK yang tidak terintegrasi.
Birokrasi dan Transformasi Kelembagaan (TRBTK). Dengan tidak terintegrasinya sistem aplikasi dan infrastruktur TIK, maka banyak kendala yang harus dihadapi, seperti dalam melakukan rekonsiliasi data, integritas data yang rendah, dan adanya 2.5. Pengukuran Kinerja
redundansi data. Demikian pula dengan masalah keamanan data, dengan munculnya solusi-solusi unified communications dan mobile commuters, hal ini akan membuka lubang pada sistem keamanan.
Pengembangan sistem manajemen berbasis kinerja di Kementerian Keuangan yang dimulai sejak
Lubang keamanan baik pada lapisan sistem operasi, aplikasi, atau perangkat jaringan, merupakan
Oktober 2007 telah berdampak pada perbaikan organisasi secara sistemik. Pencapaian sasaran
titik kelemahan yang dapat ditembus secara internal maupun eksternal. Kondisi ini terjadi akibat
strategis dan IKU dimonitor secara terus-menerus, sehingga setiap unit organisasi berusaha
perkembangan TIK yang cepat tidak diimbangi dengan regulasinya. Untuk mengatasinya, dilakukan
memenuhinya sesuai dengan target dan waktu yang ditetapkan. Hal ini diharapkan dapat
integrasi TIK secara bertahap disertai dengan penyusunan regulasinya.
membentuk budaya organisasi yang berorientasi pada strategi untuk meningkatkan kinerja organisasi maupun individu. Tujuan yang ingin dicapai adalah:
2.7.1. Kinerja TIK
(1) terbangunnya sistem manajemen kinerja berbasis BSC pada tingkat Eselon III dan unit pilot
Berbagai upaya berikut ini telah ditempuh untuk mengoptimalkan kinerja TIK pada tahun 2010.
project sebagai kelanjutan sistem manajemen kinerja yang telah disusun pada level di atasnya; (2) terbangunnya budaya pengelolaan kinerja yang berfokus pada strategi; serta
(1) Penyusunan Perangkat Kebijakan TIK
Perangkat kebijakan diperlukan sebagai payung hukum dalam mengelola TIK di lingkungan Kementerian Keuangan;
(3) sosialisasi dan pelatihan konsep dan aplikasi BSC.
(2) Pembangunan dan Pengembangan Infrastruktur TIK 2.6. Pendukung Reformasi Birokrasi
Pengembangan akses intranet pada 56 kantor vertikal di lingkungan DJKN (512 Kbps), 14 kantor vertikal di lingkungan BPPK (1 Mbps), 18 GKN (1 Mbps), akses perbankan (512 Kbps), interkoneksi antar kantor pusat di luar lingkungan Lapangan Banteng (10 Mbps) dan 5 lokasi ekstranet (512 Kbps) yang menerapkan dynamic routing protocol bersifat full mesh;
Kualitas pelayanan yang diberikan kepada masyarakat harus selalu ditingkatkan, dimonitor, dan dievaluasi. Kementerian Keuangan senantiasa berusaha mengkomunikasikan hal-hal yang perlu
(3) Pembangunan Infrastruktur SPAN
diketahui oleh masyarakat melalui media publikasi, seperti website atau program yang dilakukan
Membangun data center SPAN dan service desk yang merupakan single point of contact (SPOC);
oleh FKRB. Dengan demikian, opini yang berkembang di masyarakat mengenai komitmen
(4) Pengamanan Aset Informasi
Kementerian Keuangan dalam melaksanakan Reformasi Birokrasi dapat dikelola dengan baik.
Pengamanan aset informasi sebagai solusi untuk mengatasi permasalahan keamanan yang mungkin timbul baik pada lapisan (layer) sistem operasi, aplikasi, atau perangkat jaringan;
34
Laporan Tahunan Kementerian Keuangan 2010
www.depkeu.go.id
35
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BAB I
Pendahuluan
(5) Penyelenggaraan Data Interchange
Berdasarkan tugas tersebut, maka Visi Pusat LPSE adalah menjadi Pengelola Layanan Pengadaan
BAB II
Reformasi Birokrasi
BAB III
Kebijakan Pengelolaan Ekonomi Makro
Barang/Jasa Secara Elektronik yang Profesional, Terpercaya, dan Akuntabel.
BAB IV
Pengelolaan Pendapatan Negara
Merupakan fasilitas yang disediakan untuk dimanfaatkan oleh setiap Unit Eselon I dalam rangka memenuhi kebutuhan data antar Unit Eselon I di dalam lingkungan Kementerian Keuangan;
(6) Pembangunan dan Pengembangan Aplikasi dan Basis Data
Layanan e-Procurement telah digunakan oleh Satuan Kerja (Satker) di lingkungan Kementerian
Aplikasi dan basis data dibangun dan dikembangkan sesuai dengan kebutuhan masing-masing
Keuangan, baik pada lingkup kantor pusat maupun instansi vertikal. Pada tahun 2010,
Unit Eselon I; serta
e-Procurement telah diimplementasikan di seluruh Satker instansi vertikal Kementerian Keuangan
BAB V
Kebijakan Pengelolaan Penganggaran
(7) Pembentukan Komite Pengarah TIK (KPTIK)
di Pulau Jawa dan secara bertahap pada seluruh provinsi sampai akhir tahun 2011. Layanan
BAB VI
Kebijakan Pengelolaan Transfer ke Daerah
KPTIK merupakan wadah koordinasi seluruh unit TIK di lingkungan Kementerian Keuangan, untuk
e-procurement juga dapat digunakan oleh K/L atau komisi lainnya. Sampai dengan akhir tahun
memastikan pelaksanaan Tata Kelola TIK sudah selaras dengan proses bisnis Kementerian Keuangan.
2010, layanan e-Procurement Kementerian Keuangan telah digunakan oleh beberapa K/L lainnya, yaitu:
BAB VII
Kebijakan Pengelolaan Pembiayaan
(1)
Sekretariat Negara;
2.7.2. Penerapan e-Procurement
(2)
Kementerian Kelautan dan Perikanan;
TIK adalah salah satu solusi untuk memperbaiki birokrasi dan mencapai tata Pemerintahan yang
(3)
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK);
baik, yaitu Pemerintahan yang bersih, transparan, dan berwibawa. e-Government merupakan
(4)
Badan Kepegawaian Negara (BKN);
Kebijakan Pengelolaan Kekayaan Negara, Piutang Negara, dan Lelang
salah satu bentuk pemanfaatan TIK untuk mendukung aktivitas Pemerintahan dan memberikan
(5)
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK);
pelayanan yang prima kepada masyarakat. Peran TIK di dalam Reformasi Birokrasi adalah
(6)
Komisi Yudisial;
mempercepat proses kerja serta modernisasi administrasi melalui otomatisasi administrasi
(7)
Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPBJP);
Kebijakan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan NonBank
perkantoran dan penyelenggaraan pelayanan kepada masyarakat. Penggunaan TIK menjanjikan
(8)
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK);
kerja yang reformis, karena bersifat demokratis, tidak diskriminasi, tepat waktu, terukur, dan
(9)
Lembaga Sandi Negara (LSN); dan
mempunyai standar yang jelas.
(10) Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).
BAB VIII
BAB IX
BAB X
Kebijakan Pengelolaan Perbendaharaan Negara
BAB XI
Pengawasan dan Pengendalian Internal
BAB XII
Kebijakan Hubungan dan Kerjasama Internasional di Bidang Keuangan
pengadaan barang/jasa secara elektronik atau e-Procurement. e-Procurement adalah pengadaan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Penerapan e-Procurement menghasilkan manfaat
Pada tahun 2010, Program Reformasi Birokrasi di Kementerian Keuangan telah dilaksanakan
Kebijakan Hubungan Kelembagaan NegaraPemerintahan
yang signifikan dalam rangka efisiensi APBN dan mewujudkan tata pemerintahan yang baik.
melalui 3 Program Inti dan 2 Program Pendukung.
BAB XIII
BAB XIV Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Keuangan BAB XV
Pelaksanaan Tugas Kementerian Keuangan sebagai KementerianLembaga Penutup
Salah satu penerapan TIK yang dikoordinasikan oleh Sekretariat Jenderal adalah pelaksanaan 2.8. Simpulan
barang/jasa yang dilaksanakan dengan menggunakan teknologi informasi dan transaksi elektronik
(1) Program Inti terdiri dari: Pelaksanaan e-Procurement di lingkungan Kementerian Keuangan telah dimulai sejak tahun 2008
i. Penataan Pegawai yang meliputi:
sebagai bagian dari Reformasi Birokrasi. Upaya ini bukan hanya terkait dengan perbaikan proses
- pengembangan Assessment Center;
bisnis pengadaan, melainkan membawa perubahan pada pola dan perilaku kerja yang lebih baik.
-
penyempurnaan pola mutasi; dan
Lelang dapat dilakukan secara terbuka melalui fasilitas internet yang dapat diakses dari berbagai
-
pengembangan SIMPEG;
tempat, sehingga dapat meminimalisir kontak fisik di antara panitia pengadaan dengan penyedia
ii. Penataan Organisasi dan Ketatalaksanaan yang meliputi:
barang/jasa. Perubahan ini diharapkan dapat memperbaiki budaya kerja organisasi dalam proses
-
penataan organisasi;
pengadaan barang/jasa Pemerintah, yaitu terciptanya transparansi, akuntabilitas, dan efisiensi.
-
analisis dan evaluasi jabatan;
-
penyempurnaan SOP; serta
-
analisis beban kerja;
e-Procurement memberikan kesempatan yang sama bagi seluruh penyedia barang/jasa untuk mengikuti proses lelang di lingkungan Kementerian Keuangan. e-Procurement memungkinkan terjadinya kompetisi secara sehat dalam memenangkan tender pengadaan barang/jasa. Dengan demikian, dapat dijaga persaingan yang sehat untuk mendukung tumbuh kembangnya perekonomian.
iii. Pengembangan SDM dalam bentuk pendidikan dan pelatihan berbasis kompetensi. (2) Program Pendukung terdiri dari: i. monitoring, evaluasi, dan penetapan IKU; ii. Komunikasi publik, survei kepuasan stakeholder, dan website reform; serta
Layanan e-Procurement secara fungsional dikelola oleh Pusat Layanan Pengadaan Secara
iii. implementasi e-Procurement sebagai bentuk reformasi riil di dalam proses bisnis/
Elektronik (LPSE) Kementerian Keuangan yang ditetapkan melalui PMK No. 73/PMK.01/2009
ketatalaksanaan pengadaan barang/jasa di lingkungan Kementerian Keuangan yang
sebagaimana telah diubah terakhir dengan PMK No. 184 Tahun 2010. Pusat LPSE mempunyai
bahkan juga diimplementasikan di K/L lain.
tugas merumuskan kebijakan, mengelola sistem, dan melayani pengadaan secara elektronik kepada Kementerian/Lembaga (K/L), serta membina dan mengawasi pelaksanaan pengadaan
Ketiga program telah dilaksanakan sesuai dengan target yang ditetapkan, meskipun masih
Kementerian Keuangan.
terdapat hal-hal yang perlu disempurnakan.
Bijak Mengelola Manage Prudently
BIJAK Mengelola Kebijakan Fiskal Dengan Baik Guna Optimalisasi Penggunaan Anggaran
WISE Managing Good Fiscal Policy To Optimize Budget Utilization
38
Laporan Tahunan Kementerian Keuangan 2010
www.depkeu.go.id
39
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BAB III
KEBIJAKAN PENGELOLAAN EKONOMI MAKRO BAB I
Pendahuluan
Selain itu, tingkat inflasi daerah mencerminkan perkembangan ekonomi daerah, karena
BAB II
Reformasi Birokrasi
BAB III
Kebijakan Pengelolaan Ekonomi Makro
menunjukkan seberapa besar tingkat konsumsi masyarakat daerah terhadap produk barang
BAB IV
Pengelolaan Pendapatan Negara
BAB V
Kebijakan Pengelolaan Penganggaran
BAB VI
Kebijakan Pengelolaan Transfer ke Daerah
BAB VII
Kebijakan Pengelolaan Pembiayaan
BAB VIII
Kebijakan Pengelolaan Perbendaharaan Negara
BAB IX
Kebijakan Pengelolaan Kekayaan Negara, Piutang Negara, dan Lelang
BAB X
Kebijakan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan NonBank
dan jasa. Menyadari pentingnya pengendalian inflasi di daerah, maka Pemerintah Pusat telah menawarkan insentif bagi daerah yang berhasil menjaga laju inflasinya lebih rendah dibandingkan rata-rata inflasi nasional. Laju inflasi dapat bersumber dari sisi penawaran (cost push), sisi permintaan (demand pull), maupun dari ekspektasi inflasi. Variabel yang dapat memicu inflasi dari sisi penawaran diantaranya adalah depresiasi nilai tukar, inflasi impor, meningkatnya harga komoditas yang diatur Pemerintah (administered price), dan gangguan stok bahan makanan akibat bencana alam maupun distorsi dalam rantai distribusi. Faktor yang berpengaruh dari sisi permintaan diantaranya tingginya permintaan barang dan jasa yang melebihi tingkat ketersediaannya. Kondisi demikian digambarkan sebagai permintaan total (aggregate demand) yang lebih besar dari pada kapasitas perekonomian atau output riil yang melebihi output potensialnya. Kestabilan nilai tukar rupiah juga perlu dijaga untuk memberikan kepastian bertransaksi ekonomi bagi Pemerintah, pelaku usaha khususnya eksportir dan importir, serta segenap komponen masyarakat lainnya. Terciptanya kepastian dapat memberikan nilai tambah bagi perekonomian dan bisa menjadi sentimen positif bagi terciptanya pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkualitas
BAB XI
Pengawasan dan Pengendalian Internal
BAB XII
Kebijakan Hubungan dan Kerjasama Internasional di Bidang Keuangan
3.1. Latar Belakang
Kebijakan Hubungan Kelembagaan NegaraPemerintahan
kemakmuran seluruh rakyat Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam alinea keempat Pembukaan
BAB XIII
BAB XIV Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Keuangan BAB XV
Pelaksanaan Tugas Kementerian Keuangan sebagai KementerianLembaga Penutup
dalam rangka mengurangi tingkat pengangguran dan kemiskinan.
Tugas utama Pemerintah dalam penyelenggaraan negara adalah memajukan kesejahteraan dan Undang-Undang Dasar 1945. Untuk mewujudkan hal tersebut, Pemerintah melaksanakan program pembangunan nasional secara terencana, terukur, dan berkelanjutan dalam berbagai dimensi dan sektor kehidupan. Pembangunan nasional dapat terlaksana dengan baik apabila didukung kondisi ekonomi makro yang stabil dan berkesinambungan. Salah satu faktor penting yang perlu diperhatikan adalah stabilitas nilai tukar rupiah. Kestabilan rupiah terhadap barang dan jasa tercermin dari tingkat inflasi, sedangkan kestabilan rupiah terhadap mata uang negara lain dapat dilihat dari nilai tukar. Laju inflasi perlu terus dijaga stabilitasnya dalam level yang rendah, karena: (1) tingginya inflasi berpotensi menggerus pendapatan riil, sehingga menurunkan daya beli dan kualitas hidup masyarakat; (2) inflasi yang tidak stabil menciptakan ketidakpastian bagi pelaku ekonomi dalam pengambilan keputusan; dan (3) tingkat inflasi Indonesia yang lebih tinggi dibandingkan negara lain menjadikan suku bunga domestik riil tidak kompetitif, sehingga dapat memicu pelarian modal asing dan memberikan tekanan terhadap rupiah. Pentingnya menjaga stabilitas inflasi diperlukan oleh Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah. Tingkat inflasi seringkali menjadi gambaran keberhasilan pembangunan di daerah dan sekaligus mencerminkan kualitas pemimpinnya.
Dalam praktiknya, pergerakan nilai tukar rupiah dipengaruhi sekurangnya oleh tiga faktor, yaitu: (1) tingkat investasi asing di sektor riil (foreign direct investment); (2) lalu lintas arus dana asing di pasar finansial (capital flow) dalam berbagai instrumen, seperti saham, obligasi Pemerintah (Surat Berharga Negara), dan obligasi korporat; serta (3) nilai perdagangan internasional antara Indonesia dengan berbagai negara lain dalam bentuk barang maupun jasa. Dalam rangka menciptakan dan menjaga stabilitas ekonomi makro secara berkesinambungan, Pemerintah sebagai otoritas fiskal dan Bank Indonesia selaku otoritas moneter senantiasa meningkatkan sinergi, koordinasi, dan harmonisasi dalam implementasi kebijakan fiskal, moneter, perbankan, dan lalu lintas devisa. Selain itu, dilakukan pula penguatan kelembagaan dengan Pemerintah Daerah melalui pembentukan Tim Pengendalian Inflasi (TPI) dengan penekanan pada penyelesaian persoalan struktural dan penguatan diseminasi kepada masyarakat daerah untuk meredam ekspektasi inflasi. Pelaksanaan analisis di bidang kebijakan fiskal menjadi tugas pokok Badan Kebijakan Fiskal (BKF) sebagaimana diatur dalam pasal 1783 Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 184/ PMK.01/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan. Dalam melaksanakan tugas pokok tersebut, BKF menyelenggarakan fungsi sebagai berikut: (1) Penyusunan kebijakan teknis, rencana dan program analisis di bidang kebijakan fiskal; (2) Pelaksanaan analisis dan pemberian rekomendasi di bidang kebijakan fiskal; (3) Pemantauan, evaluasi, dan pelaporan pelaksanaan analisis di bidang kebijakan fiskal; dan
40
Laporan Tahunan Kementerian Keuangan 2010
www.depkeu.go.id
41
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BAB I
Pendahuluan
BAB II
Reformasi Birokrasi
BAB III
Kebijakan Pengelolaan Ekonomi Makro
BAB IV
Pengelolaan Pendapatan Negara
BAB V
Kebijakan Pengelolaan Penganggaran
BAB VI
Kebijakan Pengelolaan Transfer ke Daerah
BAB VII
Kebijakan Pengelolaan Pembiayaan
BAB VIII
Kebijakan Pengelolaan Perbendaharaan Negara
BAB IX
BAB X
BAB XII
Kebijakan Hubungan dan Kerjasama Internasional di Bidang Keuangan
BAB XIII
dan berkoordinasi dengan instansi lain dalam lingkup internal maupun eksternal Kementerian
tahun 2010. Pertumbuhan ekonomi mencapai 6,1 persen (yoy) yang berarti meningkat dibandingkan
Keuangan. Hal ini ditempuh dalam rangka akselerasi penciptaan stabilitas ekonomi makro
tahun 2009 sebesar 4,6 persen dan 6,0 persen pada tahun 2008. Tingginya pertumbuhan ekonomi
secara berkesinambungan untuk mempercepat upaya Pemerintah dalam meningkatkan
terutama ditopang oleh semakin membaiknya kinerja investasi dan perdagangan internasional.
penciptaan stabilitas ekonomi makro secara berkesinambungan untuk mempercepat upaya
Penutup
15.0
Pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran seluruh rakyat Indonesia. 10.0
5.0
3.2. Perkembangan Kebijakan dan Realisasi Pengelolaan Ekonomi Makro
0.0
3.2.1. Pertumbuhan Ekonomi
2007
2008
2009
2010
-5.0
Sebagai suatu negara dengan perekonomian terbuka (open economy), stabilitas ekonomi makro Indonesia sangat dipengaruhi oleh kondisi ekonomi global yang bersifat linier dan positif. Jika
-10.0
perkembangan ekonomi global berlangsung dengan baik, maka akan berpengaruh positif terhadap perekonomian Indonesia, dan demikian pula sebaliknya. Pada tahun 2010, ekonomi
-15.0
global telah menunjukkan pemulihan. Kinerja ekonomi negara-negara maju (advanced economies)
Konsumsi Rumah Tangga Konsumsi Pemerintah PMTB Impor Ekspor
-20.0
maupun negara-negara berkembang (developing countries) menunjukkan perbaikan. Pertumbuhan ekonomi negara-negara maju mencapai 3,0 persen pada tahun 2010 setelah pada tahun 2009
Sumber: Diolah dari Badan Pusat Statistik
masih berkontraksi sebesar 3,4 persen. Untuk negara-negara berkembang, khususnya dengan perekonomian yang prospektif (emerging economies), kinerja ekonomi pada tahun 2010 mampu
Kebijakan Hubungan Kelembagaan NegaraPemerintahan
Pelaksanaan Tugas Kementerian Keuangan sebagai KementerianLembaga
20.0
internal maupun eksternal Kementerian Keuangan. Hal ini ditempuh dalam rangka akselerasi
tumbuh 7,4 persen. Pencapaian ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat pertumbuhan
Investasi tumbuh sebesar 8,5 persen pada tahun 2010 seiring dengan membaiknya iklim investasi
pada tahun 2009 sebesar 2,8 persen.
global dan semakin kuatnya fundamental ekonomi domestik. Kinerja investasi pada tahun 2010 jauh lebih baik jika dibandingkan dengan tahun 2009 yang hanya tumbuh 3,3 persen. Sementara
BAB XIV Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Keuangan BAB XV
Gambar 3.1. Sumber Pertumbuhan Ekonomi Tahun 2007-2010
Dalam pelaksanaannya, BKF selalu bersinergi dan berkoordinasi dengan instansi lain dalam lingkup
Kebijakan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan NonBank Pengawasan dan Pengendalian Internal
Sejalan dengan kinerja perekonomian global, kinerja ekonomi Indonesia juga sangat positif pada
kesejahteraan dan kemakmuran seluruh rakyat Indonesia.
Kebijakan Pengelolaan Kekayaan Negara, Piutang Negara, dan Lelang
BAB XI
(4) Pelaksanaan administrasi badan Kebijakan Fiskal.Dalam pelaksanaannya, BKF selalu bersinergi
itu, ekspor dan impor pada tahun 2010 juga tumbuh cukup tinggi pada level masing-masing 14,9
Tabel 3.1. Realisasi Asumsi Ekonomi Makro Tahun 2005-2010
Uraian
2005
2006
2007
APBN APBN-P LKPP
APBN APBN-P LKPP
APBN APBN-P LKPP
persen dan 17,3 persen. Angka ini meningkat dibandingkan performa tahun 2009 yang masih
2008
2009
APBN APBN-P Realisasi
berkontraksi sebesar masing-masing 9,7 persen dan 15,0 persen. Pertumbuhan ekonomi tahun
2010
RealDok. APBN-P isasi Stimulus
APBN APBN-P
Realisasi
2010 juga didukung pertumbuhan konsumsi masyarakat yang mencapai 4,6 persen dan konsumsi Pemerintah sebesar 0,3 persen.
Pertumbuhan Ekonomi (%)
5,4
6,0
5,7
6,2
5,8
5,5
6,3
6,3
6,3
6,8
6,4
6,01
4,4
4,3
4,58
5,5
5,8
6,1
Inflasi (%)
5,5
8,6
17,1
8,0
8,0
6,6
6,5
6,0
6,6
6,0
6,5
11,1
6,0
4,5
2,8
5,0
5,7
6,96
Nilai Tukar (Rp/US$1)
8,600
9,800
9,075
9,900
9,300
9,020
9,300
9,050
9,140
9,100
9,100
9,692
11,000 10,500 10,480 10,000
9,500
9,087
pada tahun 2010. Bahkan, tiga sektor ekonomi mengalami akselerasi jika dibandingkan dengan
Harga Minyak ICP (US$/ barel)
24,00
54,00
51,80
57,00
64,00
56,80
63,00
60,00
69,69
60,00
95,00
97,02
45,00
61,00
61,60
65,00
77,00
79,40
tahun 2009, yaitu Sektor Industri Pengolahan, Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran, serta
Produksi Minyak (MBCD)
1,125
1,075
0,999
1,050
1,000
0,900
1,000
0,950
0,899
1,034
0,927
0,931
0,960
0,960
0,952
0,965
0,965
0,954
6,5
8,4
9,1
9,5
12,0
9,8
8,5
8,0
8,0
7,5
7,5
9,34
7,6
7,5
7,59
7
6,5
6,6
Rata-rata Suku Bunga SBI 3 Bulan (%)
Dari sisi penawaran (supply-side), seluruh sektor ekonomi mencatatkan pertumbuhan positif
Sektor Keuangan. Sektor yang mengalami pertumbuhan tertinggi di tahun 2010 adalah Sektor
Sumber: Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan
Pengangkutan dan Komunikasi, sedangkan pertumbuhan terendah terjadi pada Sektor Pertanian, Peternakan, Kehutanan, dan Perikanan.
42
Laporan Tahunan Kementerian Keuangan 2010
www.depkeu.go.id
43
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BAB I
Pendahuluan
BAB II
Reformasi Birokrasi
BAB III
Kebijakan Pengelolaan Ekonomi Makro
PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN
1.9
0.7
4.4
3.5
Selain itu, stabilitas nilai tukar rupiah dijaga pada level yang memberikan kenyamanan bagi investor
Kebijakan Pengelolaan Transfer ke Daerah
3.
INDUSTRI PENGOLAHAN
4.7
3.7
2.2
4.5
global agar tetap berinvestasi dan menanamkan modalnya di Indonesia. Arus masuk modal asing
4.
LISTRIK, GAS, DAN AIR BERSIH
10.3
10.9
14.3
5.3
Kebijakan Pengelolaan Pembiayaan
(capital inflow) dalam bentuk investasi sektor riil (foreign direct investment) maupun investasi sektor
5.
KONSTRUKSI
8.5
7.6
7.1
7.0
keuangan (portfolio investment) berkontribusi positif terhadap perekonomian nasional. Investasi di
6.
PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN
8.9
6.9
1.3
8.7
sektor riil berkontribusi terhadap penciptaan lapangan kerja baru, diharapkan bisa menurunkan
7.
PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI
14.0
16.6
15.5
13.5
angka pengangguran dan kemiskinan. Sedangkan investasi di sektor finansial berpotensi
8.
KEUANGAN, REAL ESTATE & JASA PERSH
8.0
8.2
5.1
5.7
meningkatkan cadangan devisa (foreign reserves) yang berpengaruh positif dengan pemenuhan
9.
JASA-JASA
6.4
6.2
6.4
6.0
6.3
6.0
4.6
6.1
kebutuhan impor dan pembayaran hutang luar negeri.
Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat masih berfluktuasi sepanjang tahun 2010 dengan kecenderungan menguat. Kondisi ini tidak terlepas dari membaiknya kondisi perekonomian global yang dimotori oleh pertumbuhan ekonomi negara-negara di Asia (emerging Asia). Selain itu, penguatan rupiah juga ditopang oleh semakin kuatnya perekonomian Indonesia seiring dengan akselerasi ekonomi yang terjadi di sepanjang tahun 2010. Pada paruh pertama 2010, rata-rata nilai tukar rupiah bergerak pada kisaran Rp9.193 per dolar AS. Angka ini mengalami apresiasi 17,0 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun 2009 sebesar Rp11.083 per dolar AS. Tren penguatan terus berlanjut hingga 6 bulan terakhir tahun 2010, dengan rata-rata Rp8.982 per dolar AS. Secara tahunan, nilai tukar rupiah bergerak relatif stabil pada kisaran Rp9.087 per dolar AS atau mengalami apresiasi 12,69 persen dibandingkan tahun 2009.
komoditas pangan, dan harga energi di pasar internasional terutama minyak mentah. Harga minyak mentah dalam beberapa tahun terakhir cenderung meningkat seiring semakin tingginya permintaan global dan berkurangnya produksi secara alamiah. Disamping itu, minyak mentah dewasa ini dijadikan sebagai salah satu instrumen di pasar derivatif global yang cenderung spekulatif. Pergerakan inflasi di Indonesia lebih didominasi oleh komoditas pangan yang harganya bergejolak (volatile foods) seperti beras, bumbu-bumbuan, dan sayuran. Pada tahun 2010 lalu, laju inflasi volatile foods mencapai 17,74 persen (yoy) yang jauh lebih tinggi dibandingkan komponen lain. Untuk komoditas yang harganya diatur Pemerintah (administered price), kenaikan harganya lebih dipicu oleh kenaikan harga minyak mentah dunia yang memang di luar kuasa Pemerintah. Kenaikan harga minyak mentah dunia menjadi pemicu (trigger) kenaikan harga minyak mentah
Gambar 3.2. Perkembangan Nilai Tukar Rupiah Tahun 2009–2011
Penutup 12,500
Indonesia (Indonesian Crude Oil Price). Ketika harga minyak melambung tinggi dan subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) dirasakan telah jauh melampaui alokasi dalam APBN, maka Pemerintah perlu menyesuaikan harga BBM bersubsidi. Meskipun menjadi pilihan yang sulit, namun penyesuaian
12,000 11,500
harga BBM bersubsidi perlu dilakukan untuk menjaga ketersediaan subsidi serta sustainabilitas
11,000
fiskal agar APBN tetap sehat dan mampu membiayai pembangunan nasional. Implikasi kenaikan
10,500
harga BBM bersubsidi dapat bersifat langsung (first-round effect) maupun tidak langsung (second
10,000
round effect) terhadap kenaikan harga makanan, minuman, dan sandang.
9,500 9,000
Sumber: Diolah dari Bank Indonesia.
10 No v10 Ja n11 M ar -1 1
0
Se p-
0
l-1 Ju
ay -1
0
8,500 M
Pelaksanaan Tugas Kementerian Keuangan sebagai KementerianLembaga
10 tahun terakhir, inflasi di Indonesia pada umumnya dipengaruhi oleh pergerakan harga properti,
3.2.2. Nilai Tukar Rupiah
10
Kebijakan Hubungan Kelembagaan NegaraPemerintahan
Inflasi sangat penting untuk dijaga dan dikendalikan dalam pengelolaan ekonomi makro. Dalam
ar -1
Kebijakan Hubungan dan Kerjasama Internasional di Bidang Keuangan
3.2.3. Inflasi
n-
Pengawasan dan Pengendalian Internal
Sumber: BPS
M
Kebijakan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan NonBank
PRODUK DOMESTIK BRUTO
Ja
Kebijakan Pengelolaan Kekayaan Negara, Piutang Negara, dan Lelang
l-0 9 Se p09 No v09
Kebijakan Pengelolaan Perbendaharaan Negara
BAB XIV Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Keuangan BAB XV
sisi fiskal dan sisi mikro bagi kepentingan seluruh masyarakat Indonesia.
2.
Kebijakan Pengelolaan Penganggaran
9
BAB XIII
yang menguntungkan tidak hanya dari sisi ekonomi makro, moneter, dan finansial, namun juga dari
2.9
Ju
BAB XII
2010
4.0
9
BAB XI
2009
4.8
ay -0
BAB X
2008
3.5
M
BAB IX
lalu lintas devisa. Tujuannya adalah agar kestabilan nilai tukar rupiah dapat terus dijaga pada level
PERTANIAN, PETERNAKAN,
09
BAB VIII
melakukan koordinasi dan inovasi dalam perumusan kebijakan fiskal, moneter, dan pengawasan
1.
n-
BAB VII
Untuk menjaga stabilitas dan volatilas nilai tukar rupiah, Pemerintah dan Bank Indonesia senantiasa
PERTUMBUHAN 2007
ar -0
BAB VI
USAHA
M
BAB V
Pengelolaan Pendapatan Negara
No
Ja
BAB IV
Tabel 3.2. Pertumbuhan PDB Sektoral Tahun 2007-2010 (%, yoy)
44
Laporan Tahunan Kementerian Keuangan 2010
www.depkeu.go.id
45
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BAB I
Pendahuluan
Pada tahun 2010, terjadi peningkatan laju inflasi jika dibandingkan tahun 2009. Laju inflasi di tahun
3.2.4. Suku Bunga SBI 3 Bulan
BAB II
Reformasi Birokrasi
BAB III
Kebijakan Pengelolaan Ekonomi Makro
2010 terjadi hampir di setiap bulan, kecuali pada bulan Maret yang mengalami deflasi 0,14 persen
Suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) 3 bulan selama Januari-Oktober 2010 cenderung stabil
(mtm). Dari pemantauan Badan Pusat Statistik (BPS) di 66 kota di Indonesia, sampai akhir tahun
dengan pergerakan rata-rata 6,57 persen atau lebih rendah jika dibandingkan dengan periode yang
BAB IV
Pengelolaan Pendapatan Negara
2010 tercatat laju inflasi tahunan mencapai 6,96 persen (yoy) atau meningkat dibandingkan tahun
sama tahun 2009 sebesar 7,79 persen. Dari perspektif kepemilikan SBI 3 bulan, di sepanjang 2010
2009 sebesar 2,78 persen. Namun, laju inflasi tahunan pada tahun 2010 masih lebih rendah apabila
kepemilikan asing cenderung meningkat. Per bulan Oktober 2010, posisi outstanding dana asing
dibandingkan dengan tahun 2008 yang mencapai 11,06 persen.
pada SBI mencapai Rp72,31 triliun dengan komposisi pada SBI 3 bulan sebesar Rp40,34 triliun, pada
BAB V
Kebijakan Pengelolaan Penganggaran
BAB VI
Kebijakan Pengelolaan Transfer ke Daerah
BAB VII
Kebijakan Pengelolaan Pembiayaan
BAB VIII
Kebijakan Pengelolaan Perbendaharaan Negara
BAB IX
BAB X
SBI 6 bulan sebesar Rp30,19 triliun, dan sisanya sebesar Rp2,1 triliun pada SBI 9 bulan. Gambar 3.3. Perkembangan Inflasi Tahun 2007-2010
Kebijakan Pengelolaan Kekayaan Negara, Piutang Negara, dan Lelang Kebijakan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan NonBank
BAB XI
Pengawasan dan Pengendalian Internal
BAB XII
Kebijakan Hubungan dan Kerjasama Internasional di Bidang Keuangan
BAB XIII
Kebijakan Hubungan Kelembagaan NegaraPemerintahan
14%
12
2.5
10
2.0
8
1.5
6
1.0
6%
4
0.5
4%
2
0.0
0
-0.5 2007
2008
2009
2010
12% 10% 8%
2% 0% 2007
2011
2008
2009
2010
2011
BI Rate SBI 3 Bulan Inflasi y0y
Inflasi Tahunan (LHS) Inflansi Bulanan (RHS) Sumber: Diolah dari Badan Pusat Statistik
Sumber: Diolah dari Bank Indonesia.
Sejak bulan Nopember 2010, Bank Indonesia (BI) menghentikan pelelangan SBI 3 bulan untuk Gambar 3.4. Perkembangan Inflasi Tahunan (yoy) Berdasarkan Komponen Tahun 2007-2011
BAB XIV Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Keuangan BAB XV
Gambar 3.5. Perkembangan SBI 3 Bulan, BI Rate, dan Inflasi Tahun 2007-2011
sementara dengan tujuan untuk mengalihkan ekses likuiditas ke instrumen bertenor lebih panjang. Sebagai penggantinya, ditawarkan SBI 6 bulan dan 9 bulan. Selain itu, BI juga menawarkan instrumen moneter berupa term deposit berjangka waktu 1 dan 2 bulan. Kebijakan ini dilakukan
20
Pelaksanaan Tugas Kementerian Keuangan sebagai KementerianLembaga
untuk mempermudah pengelolaan ekses likuiditas dalam sistem keuangan, karena term deposit merupakan instrumen moneter non-securities atau instrumen pengelolaan likuiditas tanpa underlying
15
surat berharga yang dapat dibeli oleh bank umum, namun tidak dapat dipindahtangankan atau 10
diperjualbelikan ke pihak lain, kecuali kepada BI. Term deposit berjangka waktu 1 bulan sebenarnya
Penutup
sudah ditawarkan sejak bulan Juli 2010. Kebijakan ini merupakan salah satu bentuk implementasi
5
dari 6 (Enam) Paket Kebijakan Moneter yang diterbitkan BI pada bulan Juni 2010 yaitu: (1) pelebaran koridor suku bunga Pasar Uang AntarBank overnite (PUAB O/N) yang
0 2007 -5
Core
2008 Administered
Sumber: Diolah dari Badan Pusat Statistik
2009 Volume
2010
2011-01
diimplementasikan mulai 17 Juni 2010; (2) penerapan minimum one month holding period SBI yang diimplementasikan mulai Juli 2010; (3) penambahan instrumen moneter non-securities dalam bentuk term deposit yang mulai berlaku pada Juli 2010; (4) penyempurnaan ketentuan mengenai Posisi Devisa Netto (PDN) yang mulai berlaku pada Juli 2010; (5) penerbitan SBI berjangka waktu 9 bulan dan 12 bulan yang masing-masing dimplementasikan pada bulan Agustus dan September 2010; serta (6) penerapan mekanisme three party repurchase (repo) Surat Berharga Negara (SBN) yang diimplementasikan pada tahun 2011.
46
Laporan Tahunan Kementerian Keuangan 2010
www.depkeu.go.id
47
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BAB I
Pendahuluan
3.2.5. Harga dan Lifting Minyak
Harga minyak mentah dunia jenis West Texas Intermediate (WTI) yang merupakan jenis minyak
BAB II
Reformasi Birokrasi
BAB III
Kebijakan Pengelolaan Ekonomi Makro
Konsumsi rata-rata minyak dunia mengalami peningkatan dari 86,3 juta barel per hari pada tahun
benchmark cenderung terus meningkat seiring terjadinya pemulihan ekonomi global dan naiknya
2007 menjadi 86,7 juta barel per hari pada tahun 2010. Peningkatan konsumsi minyak dunia
permintaan. Peningkatan harga WTI telah memicu kenaikan harga Indonesian Crude Oi Price (ICP)
BAB IV
Pengelolaan Pendapatan Negara
terutama disebabkan oleh kenaikan konsumsi di negara-negara non-OECD (Organisation for
menjadi US$79,4 per barel di tahun 2010 atau naik 27,2 persen jika dibandingkan dengan tahun
Economic Cooperation and Development) yang naik menjadi 46,0 juta barel per hari pada tahun
2009.
BAB VII
BAB VIII
BAB IX
BAB X
BAB XI
BAB XII
BAB XIII
140.00
(MBCD)
Kebijakan Pengelolaan Perbendaharaan Negara
84.5
90.0
85.5
84.3
86.4
120.00 100.00 80.00 60.00 40.00
Kebijakan Pengelolaan Kekayaan Negara, Piutang Negara, dan Lelang
60.0
50.2
50.5
49.8
20.00
51.6
0
Kebijakan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan NonBank
30.0
WTI 35.7
34.4
33.9
2007 Opec
2008 Non-Opec
2009
2010
Total Produksi
ICP
Sumber: Kementerian ESDM.
Sementara itu, realisasi lifting minyak Indonesia sejak tahun 2007 sampai dengan tahun 2010 terus menunjukkan peningkatan, yaitu dari 899 ribu barel per hari menjadi 954 ribu barel per hari.
Sumber: Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Namun, realisasi tersebut masih lebih rendah dari target yang ditetapkan dalam APBN. Beberapa
Dari sisi produksi, terjadi peningkatan produksi minyak dunia berkisar 2,2 persen, yaitu dari ratarata 84,5 juta barel per hari pada tahun 2007 menjadi 86,4 juta barel per hari pada tahun 2010. Peningkatan produksi ini bersumber dari negara-negara anggota OPEC (Organization of Petroleum Exporting Countries) maupun non-OPEC.
kendala yang dihadapi diantaranya adalah penurunan produksi minyak secara alamiah karena sumur-sumur minyaknya sudah tua, tertundanya pembangunan fasilitas produksi dan pengadaan fasilitas produksi apung, serta terjadinya kebocoran pipa dan kerusakan pada anjungan Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS) akibat terjadinya tabrakan dan kelalaian manusia. Gambar 3.9. Perkembangan Lifting Minyak Indonesia Tahun 2007-2010 (ribu barel per hari)
Gambar 3.7. Perkembangan Konsumsi Minyak Dunia Tahun 2007-2010
Pelaksanaan Tugas Kementerian Keuangan sebagai KementerianLembaga
Brent
34.8
0.0
Pengawasan dan Pengendalian Internal
Kebijakan Hubungan Kelembagaan NegaraPemerintahan
160.00
Gambar 3.6. Perkembangan Produksi Minyak Dunia Tahun 2007-2010
Kebijakan Pengelolaan Pembiayaan
Kebijakan Hubungan dan Kerjasama Internasional di Bidang Keuangan
Gambar 3.8. Perkembangan Harga Minyak Indonesia Tahun 2007-2010
datangnya musim dingin (heating oil).
Kebijakan Pengelolaan Transfer ke Daerah
BAB XIV Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Keuangan BAB XV
2010. Penyebab lainnya adalah meningkatnya permintaan negara-negara OECD seiring dengan
Ja n M -07 ar M -07 ay -0 Ju 7 Se l-07 pNo 07 vJa 07 nM 08 ar M -08 ay -0 Ju 8 l Se -08 p No -08 vJa 08 nM 09 ar M -09 ay -0 Ju 9 Se l-09 pNo 09 vJa 09 nM 10 ar M -10 ay -1 Ju 0 Se l-10 pNo 10 v10
BAB VI
Kebijakan Pengelolaan Penganggaran
US$ per barel
BAB V
(MBCD) 90.0
86.3
85.8
84.3
86.7
950
Penutup
970
965
960
954 944
60.0
49.3
47.6
45.4
927
46.0
931
899 30.0
883 37.0
38.2
38.9
40.7
2007
2008
2009
2010
2007
0.0
Non-Opec
OECD
Total Konsumsi
Sumber: Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
2008 APBN P
Realisasi
Sumber: Kementerian ESDM.
2009
2010
2011
48
Laporan Tahunan Kementerian Keuangan 2010
www.depkeu.go.id
49
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BAB I
Pendahuluan
3.2.6. Neraca Pembayaran
Seiring membaiknya kinerja neraca pembayaran, cadangan devisa (foreign reserves) Indonesia
BAB II
Reformasi Birokrasi
BAB III
Kebijakan Pengelolaan Ekonomi Makro
Neraca pembayaran Indonesia cenderung membaik dalam 5 tahun terakhir yang ditunjukkan oleh
semakin lama juga semakin besar. Pada tahun 2010, cadangan devisa mencapai US$96,2 miliar atau
surplus pada transaksi berjalan (current account) maupun transaksi modal dan finansial (capital
merupakan pencapaian tertinggi dalam sejarah ekonomi Indonesia.
BAB IV
Pengelolaan Pendapatan Negara
and financial account). Hal ini terutama disebabkan oleh peningkatan kinerja ekspor dan semakin tingginya arus masuk modal asing (capital inflow) ke Indonesia, baik pada investasi langsung (foreign
3.2.7. Pengangguran dan Kemiskinan Semakin membaiknya kondisi perekonomian nasional memberikan sentimen positif terhadap
BAB V
Kebijakan Pengelolaan Penganggaran
direct investment) maupun pada investasi portofolio (portfolio investment).
BAB VI
Kebijakan Pengelolaan Transfer ke Daerah
Pada tahun 2010, neraca transaksi berjalan mencatatkan surplus sebesar US$6,3 miliar yang
Sejak tahun 2007 hingga 2010, angka pengangguran terbuka tercatat terus mengalami penurunan
didorong oleh surplus pada neraca perdagangan dan transfer. Untuk neraca perdagangan
baik secara absolut maupun secara relatif. Pada tahun 2007, jumlah pengangguran terbuka masih
mengalami surplus US$31,1 miliar atau lebih tinggi dibandingkan surplus tahun 2009 yang sebesar
sebesar 10,0 juta orang atau sekitar 9,1 persen dari total angkatan kerja. Angka ini kemudian
US$30,1 miliar, sedangkan neraca transfer pada tahun 2010 juga mengalami surplus sebesar US$5,0
turun pada tahun 2008 menjadi sekitar 9,39 juta orang atau 8.39 persen. Pada tahun 2009, jumlah
miliar. Sementara itu, neraca jasa dan neraca pendapatan mencatatkan defisit masing-masing
pengangguran terbuka turun lagi menjadi 8,96 juta orang atau sekitar 7,87 persen dan pada tahun
sebesar US$9,5 miliar dan US$20,3 miliar.
2010 jumlah pengangguran terbuka tercatat turun menjadi 8,32 juta orang atau sebesar 7,14 persen.
BAB VII
BAB VIII
BAB IX
BAB X
Kebijakan Pengelolaan Pembiayaan Kebijakan Pengelolaan Perbendaharaan Negara Kebijakan Pengelolaan Kekayaan Negara, Piutang Negara, dan Lelang Kebijakan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan NonBank
Tabel 3.3. Neraca Pembayaran Indonesia Tahun 2007-2011 (USD Miliar)
Pelaksanaan Tugas Kementerian Keuangan sebagai KementerianLembaga
ITEM A. TRANSAKSI BERJALAN 1. Neraca Perdagangan a. Ekspor, fob b. Impor, fob 2. Jasa-jasa 3. Pendapatan 4. Transfer berjalan B. TRANSAKSI MODAL DAN FINANSIAL Neraca Modal Neraca Finansial a. Investasi Langsung b. Investasi portofolio c. Investasi lainnya C. TOTAL (A + B) D. SELISIH YANG BELUM DIPERHITUNGKAN E. KESEIMBANGAN UMUM (C+D) Cadangan devisa
Penutup
Sumber: Bank Indonesia
BAB XI
Pengawasan dan Pengendalian Internal
BAB XII
Kebijakan Hubungan dan Kerjasama Internasional di Bidang Keuangan
BAB XIII
Kebijakan Hubungan Kelembagaan NegaraPemerintahan
BAB XIV Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Keuangan BAB XV
akses penciptaan lapangan kerja baru, penyerapan tenaga kerja, dan penurunan pengangguran.
2007 10,5 32,5 118,0 -85,3 -11,8 -15,5 5,1 3,6 0,5 3,0 2,3 5,6 -4,8 14,1 -1,4 12,7 56,9
2008 0,1 22,9 139,6 -116,7 -13,0 -15,2 5,4 -1,8 0,3 -2,1 3,4 1,8 -7,3 -1,7 0,2 -1,9 51,6
2009 10,2 30,1 119,6 -89,5 -9,7 -15,1 4,9 5,0 0,1 4,9 2,6 10,3 -8,1 15,2 -2,7 12,5 66,1
Gambar 3.10. Angkatan Kerja dan Pengangguran Terbuka Tahun 2004-2010 2010 6,3 31,1 158,2 -127,1 -9,5 -20,3 5,0 26,2 0,0 26,2 9,8 15,2 1,1 32,5 -2,2 30,3 96,2
2011 4,2 37,0 196,0 -159,0 -12,0 -25,9 5,2 18,0 0,0 18,0 10,0 13,3 -5,3 22,2 0,6 22,9 120,9
Sumber: Diolah dari Badan Pusat Statistik
Berdasarkan komposisi pekerja menurut lapangan kerja utama, terdapat beberapa sektor yang mengalami peningkatan dalam penyerapan tenaga kerja diantaranya Sektor Pertanian,
Neraca transaksi modal dan finansial pada tahun 2010 mencatat surplus sebesar US$26,2 miliar. Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan surplus pada tahun 2009 yang hanya sebesar US$5,0 miliar. Surplus terutama bersumber dari tingginya investasi portofolio dan investasi langsung yang sejalan dengan membaiknya persepsi risiko investasi di Indonesia, sehingga dana asing yang masuk ke Indonesia pun semakin besar.
Perdagangan, Keuangan, dan Jasa Kemasyarakatan. Jika dibandingkan dengan kondisi bulan Agustus 2010, jumlah penduduk yang bekerja pada Februari 2011 mengalami kenaikan terutama di Sektor Jasa Kemasyarakatan yang naik sebesar 1,1 juta orang (6,70 persen) dan Sektor Pertanian sebesar 980 ribu orang (2,36 persen). Sebaliknya, sektor-sektor yang mengalami penurunan dalam penyerapan tenaga kerja adalah Sektor Industri sebesar 110 ribu orang (0,80 persen) dan Sektor Transportasi, Pergudangan, dan Komunikasi sebesar 40 ribu orang (0,71 persen).
50
Laporan Tahunan Kementerian Keuangan 2010
www.depkeu.go.id
51
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BAB I
Pendahuluan
BAB II
Reformasi Birokrasi
BAB III
Kebijakan Pengelolaan Ekonomi Makro
BAB IV
Pengelolaan Pendapatan Negara
BAB V
Kebijakan Pengelolaan Penganggaran
BAB VI
Kebijakan Pengelolaan Transfer ke Daerah
BAB VII
Kebijakan Pengelolaan Pembiayaan
BAB VIII
Kebijakan Pengelolaan Perbendaharaan Negara
BAB IX
BAB X
BAB XI
BAB XII
BAB XIII
Kebijakan Pengelolaan Kekayaan Negara, Piutang Negara, dan Lelang
Gambar 3.11. Komposisi Lapangan Kerja Tahun 2009 dan 2010
(1) program koordinasi pengembangan kebijakan kesejahteraan rakyat; (2) program pemberdayaan masyarakat dan Pemerintah desa; (3) program pembinaan upaya kesehatan: dan (4) program pembinaan dan pengembangan infrastruktur permukiman Selain itu, terkait dengan belanja bantuan sosial, Pemerintah juga telah menjalankan beberapa program seperti (1) untuk bidang pendidikan, bantuan sosial diberikan dalam bentuk bantuan operasional sekolah (BOS), beasiswa untuk siswa dan mahasiswa miskin, serta bantuan pembangunan dan
Sumber: Diolah dari Badan Pusat Statistik
Tingginya pencapaian pertumbuhan ekonomi yang didukung oleh program pemberdayaan
Pengawasan dan Pengendalian Internal
Maret 2008 yang masih sebesar 15,4 persen (34,9 juta orang). Untuk tahun 2010, tingkat kemiskinan
kemiskinan. Berdasarkan data BPS, tingkat kemiskinan pada Maret 2009 adalah 14,1 persen (sekitar 32,5 juta orang). Angka ini menurun jika dibandingkan dengan kondisi kemiskinan pada bulan berhasil ditekan menjadi 13,3 persen.
pelayanan kesehatan
penduduk miskin di Puskesmas serta di kelas III rumah sakit Pemerintah/rumah sakit swasta yang ditunjuk Pemerintah melalui asuransi kesehatan bagi masyarakat miskin (Askeskin) atau jaminan kesehatan masyarakat (Jamkesmas); (3) untuk bidang pemberdayaan masyarakat, bantuan sosial diberikan dalam bentuk Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) perdesaan dengan kecamatan (PNPM perdesaan), penanggulangan kemiskinan perkotaan (PNPM perkotaan), program peningkatan infrastruktur perdesaan (PPIP), PNPM daerah tertinggal dan khusus, serta PNPM infrastruktur sosial ekonomi wilayah;
Gambar 3.12. Jumlah Penduduk Miskin dan Tingkat Kemiskinan Tahun 2004-2010
(4) untuk program keluarga harapan (PKH), bantuan sosial ditujukan untuk meningkatkan kualitas sumber daya masyarakat miskin melalui pemberdayaan kaum ibu dan mendorong agar anaknya tetap sehat dan bersekolah; dan (5) untuk program penanggulangan bencana alam (pascabencana), bantuan sosial disalurkan untuk kondisi darurat yang timbul dalam hal terjadi bencana. Pemberian bantuan bisa dilakukan
BAB XIV Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Keuangan BAB XV
rehabilitasi gedung sekolah; (2) untuk bidang kesehatan, bantuan sosial diberikan dalam bentuk
masyarakat dan strategi pembangunan pro poor terbukti efektif dalam menurunkan tingkat
Kebijakan Hubungan Kelembagaan NegaraPemerintahan
menjalankan berbagai program penanggulangan kemiskinan melalui pendekatan pemberdayaan masyarakat yang terdiri dari:
Kebijakan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan NonBank
Kebijakan Hubungan dan Kerjasama Internasional di Bidang Keuangan
Untuk mengefektifkan upaya pengurangan kemiskinan, pada tahun 2010, Pemerintah telah
dalam tahapan prabencana, saat tanggap darurat bencana, maupun pascabencana.
Pelaksanaan Tugas Kementerian Keuangan sebagai KementerianLembaga Penutup
Sumber: Diolah dari Badan Pusat Statistik
52
Laporan Tahunan Kementerian Keuangan 2010
www.depkeu.go.id
53
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BAB IV
KEBIJAKAN PENGELOLAAN PENDAPATAN NEGARA BAB I
Pendahuluan
BAB II
Reformasi Birokrasi
BAB III
Kebijakan Pengelolaan Ekonomi Makro
BAB IV
Pengelolaan Pendapatan Negara
BAB V
Kebijakan Pengelolaan Penganggaran
BAB VI
Kebijakan Pengelolaan Transfer ke Daerah
BAB VII
Kebijakan Pengelolaan Pembiayaan
BAB VIII
Kebijakan Pengelolaan Perbendaharaan Negara
BAB IX
Kebijakan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan NonBank
BAB XI
Pengawasan dan Pengendalian Internal
BAB XII
Kebijakan Hubungan dan Kerjasama Internasional di Bidang Keuangan Kebijakan Hubungan Kelembagaan NegaraPemerintahan
BAB XIV Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Keuangan BAB XV
PPN, karena adanya ketentuan mengenai batas waktu pembayaran dan penyetoran PPN berdasarkan Pasal 15A UU PPN, yaitu paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak dan sebelum Surat Pemberitahuan Masa PPN disampaikan. (2) Pengaturan prosedur penerbitan kembali SKPKB, SKPKBT, dan/atau STP. (3) Pengaturan mengenai tata cara pendaftaran Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, perubahan data dan pemindahan wajib pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak. (4) Penyempurnaan ketentuan mengenai bentuk formulir Surat Setoran Pajak. (5) Penyempurnaan ketentuan mengenai bentuk dan isi Nota Penghitungan, Surat Ketetapan Pajak dan Surat Tagihan Pajak. (6) Pengaturan tata cara pengajuan dan penyelesaian permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang berkaitan dengan Surat Penetapan Tarif
Kebijakan Pengelolaan Kekayaan Negara, Piutang Negara, dan Lelang
BAB X
BAB XIII
(1) Penyesuaian terhadap ketentuan mengenai tanggal jatuh tempo pembayaran dan penyetoran
Pelaksanaan Tugas Kementerian Keuangan sebagai KementerianLembaga Penutup
dan/atau Nilai Pabean (SPTNP) atau Surat Penetapan Kembali Tarif dan/atau Nilai Pabean (SPKTNP), Keputusan Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali. dan (7) Pengaturan tata cara pelaksanaan pengembangan dan analisis Informasi, Data, Laporan, dan Pengaduan. 4.1. Arah dan Strategi Kebijakan Pengelolaan Pendapatan Negara
b. Ketentuan Perpajakan di Bidang PPN dan PPnBM Sehubungan dengan telah diundangkannya UU No. 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas
Dalam rangka mencapai target penerimaan negara pada tahun 2010, Pemerintah menjalankan
UU No. 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas
berbagai kebijakan baik di bidang Perpajakan, Kepabeanan dan Cukai, maupun Penerimaan
Barang Mewah pada tanggal 15 Oktober 2009 dan berlaku sejak tanggal 1 April 2010, maka telah
Negara Bukan Pajak (PNBP). Kebijakan Perpajakan secara umum adalah melanjutkan kebijakan
diterbitkan beberapa peraturan pelaksanaan. Di samping itu, terdapat beberapa kebijakan yang
tahun sebelumnya meliputi program ekstensifikasi perpajakan, program intensifikasi perpajakan,
dikeluarkan untuk memberikan kepastian dalam pemungutan, penyetoran, dan pelaporan PPN.
program kegiatan pasca sunset policy, serta program reformasi perpajakan jilid II.
Kebijakan yang diterbitkan selama tahun 2010 adalah berikut ini. (1) Penambahan objek PPN, yaitu atas ekspor Barang Kena Pajak tidak berwujud dan ekspor Jasa
Kebijakan di bidang Kepabeanan diarahkan kepada pelayanan yang lebih sistematis, sehingga menjadi murah, mudah, dan cepat dalam rangka memfasilitasi perdagangan internasional dan diharapkan dapat meningkatkan daya saing industri dalam negeri. Sementara itu, kebijakan di bidang cukai disesuaikan dengan prinsip dasar pengenaan cukai atas Barang Kena Cukai sesuai Undang-Undang Cukai. Untuk cukai hasil tembakau, kebijakannya juga disesuaikan dengan skala prioritas pada aspek penerimaan, kesehatan, dan tenaga kerja.
Kena Pajak dikenai PPN dengan tarif 0%. (2) PPN atas penyerahan Jasa Kena Pajak yang dibatalkan, baik seluruhnya maupun sebagian, dapat dikurangkan dari PPN yang terutang dalam Masa Pajak terjadinya pembatalan. (3) Penyesuaian pedoman penghitungan pengkreditan Pajak Masukan dalam menghitung PPN yang harus disetor (Deemed Pajak Masukan). (4) Pembayaran Kembali Pajak Masukan atas impor dan/atau perolehan barang modal yang telah dikreditkan dan telah diberikan pengembalian bagi Pengusaha Kena Pajak yang mengalami
Selanjutnya, kebijakan di bidang PNBP antara lain optimalisasi penerimaan sumber daya alam (SDA) terutama dari sektor minyak dan gas bumi (migas), peningkatan kinerja BUMN dan PNBP lainnya, serta pendapatan Badan Layanan Umum (BLU).
gagal berproduksi. (5) Pemberian restitusi pembayaran pajak dengan cara pengembalian pendahuluan tanpa melalui proses pemeriksaan terlebih dahulu kepada Pengusaha Kena Pajak tertentu yang mempunyai kriteria risiko rendah.
4.1.1. Bidang Perpajakan
(6) Orang pribadi pemegang paspor luar negeri (turis asing) dapat meminta kembali PPN yang telah dibayar atas barang bawaan yang dibawa keluar negeri melalui bandar udara tertentu.
4.1.1.1.Penyempurnaan Kebijakan Perpajakan
(7) Pengaturan Pengusaha Kena Pajak tidak dikenai sanksi apabila menerbitkan Faktur Pajak tanpa mengisi:
a. Ketentuan Perpajakan di Bidang KUP
a. identitas pembeli; atau
Selama tahun 2010 telah diterbitkan beberapa peraturan baru maupun penyempurnaan atas
b. identitas pembeli serta nama dan tanda tangan penjual, dalam hal penyerahan dilakukan
peraturan-peraturan yang telah ada. Hal-hal yang diatur antara lain berikut ini.
oleh Pengusaha Kena Pajak Pedagang Eceran.
54
Laporan Tahunan Kementerian Keuangan 2010
www.depkeu.go.id
55
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BAB I
Pendahuluan
(8) Pendefinisian ulang Pengusaha Kena Pajak Pedagang Eceran.
(6) Biaya promosi yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.
BAB II
Reformasi Birokrasi
BAB III
Kebijakan Pengelolaan Ekonomi Makro
(9) Pemberlakuan formulir baru SPT Masa PPN 1111 dan SPT Masa PPN 1111 DM.
(7) Penetapan organisasi internasional dan pejabat perwakilan organisasi internasional yang tidak
BAB IV
Pengelolaan Pendapatan Negara
BAB V
BAB VI
BAB VII
BAB VIII
BAB IX
BAB X
BAB XI
BAB XII
BAB XIII
Kebijakan Pengelolaan Penganggaran Kebijakan Pengelolaan Transfer ke Daerah Kebijakan Pengelolaan Pembiayaan Kebijakan Pengelolaan Perbendaharaan Negara Kebijakan Pengelolaan Kekayaan Negara, Piutang Negara, dan Lelang Kebijakan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan NonBank Pengawasan dan Pengendalian Internal Kebijakan Hubungan dan Kerjasama Internasional di Bidang Keuangan Kebijakan Hubungan Kelembagaan NegaraPemerintahan
BAB XIV Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Keuangan BAB XV
Pelaksanaan Tugas Kementerian Keuangan sebagai KementerianLembaga Penutup
(10) Penunjukan Kontraktor Kontrak Kerja Sama Pengusahaan Minyak dan Gas Bumi dan Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin Pengusahaan Sumber Daya Panas Bumi untuk Memungut, Menyetor, dan Melaporkan PPN dan PPnBM, serta tata cara pemungutan, penyetoran, dan pelaporannya. (11) Batasan dan tata cara pengenaan PPN atas kegiatan membangun sendiri. (12) Penerbitan beberapa penegasan mengenai perlakuan PPN atas: a. jasa angkutan umum di jalan; b. kegiatan usaha perbankan; c.
sewa guna usaha dengan hak opsi dan sale and lease back;
d.
penyerahan Barang Kena Pajak dan hak atas Barang Kena Pajak yang berada di luar Daerah Pabean;
e. retur Barang Kena Pajak atau pembatalan Jasa Kena Pajak atas Faktur Pajak yang tidak mencantumkan identitas pembeli; f.
jasa perdagangan; dan
g. pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud/Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean. (13) Prosedur pemusatan tempat PPN terutang cukup dengan menyampaikan pemberitahuan
termasuk subjek PPh. (8) Tata cara pemotongan PPh Pasal 21 atas penghasilan berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, dan jaminan hari tua yang dibayarkan sekaligus. (9) Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto. (10) Tata cara pemotongan, penyetoran, dan pelaporan PPh atas dividen yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri. (11) Tata cara pemotongan, penyetoran, dan pelaporan PPh atas bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota orang pribadi. (12) Penetapan kembali besarnya penghasilan yang diperoleh wajib pajak Orang Pribadi Dalam Negeri dari pemberi kerja yang memiliki hubungan istimewa dengan perusahaan lain yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia. (13) Penetapan Wajib Pajak sebagai pihak yang sebenarnya melakukan pembelian saham atau aktiva perusahaan melalui pihak lain atau badan yang dibentuk untuk maksud demikian (special purpose company) yang mempunyai hubungan istimewa dengan pihak lain dan terdapat ketidakwajaran penetapan harga.
secara tertulis oleh Pengusaha Kena Pajak kepada Kepala Kanwil dengan tembusan kepada
(14) PPh Ditanggung Pemerintah atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau
Kepala KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat-tempat PPN terutang yang akan dipusatkan.
bangunan yang diterima atau diperoleh masyarakat yang terkena luapan lumpur Sidoarjo
(14) Penambahan bukan objek PPN yang meliputi: a. pengalihan Barang Kena Pajak dalam rangka penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, dan pengambilalihan usaha dengan syarat pihak yang melakukan pengalihan dan yang menerima pengalihan adalah Pengusaha Kena Pajak;
untuk tahun anggaran 2010. (15) Pemungutan PPh Pasal 22 sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang dan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain. (16) Tata cara pemotongan PPh Pasal 21 bagi pejabat negara, Pegawai Negeri Sipil (PNS),
b. daging, telur, susu, sayuran, dan buah-buahan segar;
anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI), anggota Kepolisian Republik Indonesia (Polri), dan
c.
pensiunannya, atas penghasilan yang menjadi beban APBN atau APBD.
barang dan jasa yang sudah merupakan objek pengenaan Pajak Daerah;
d. jasa di bidang keuangan. (15) Perubahan ketentuan saat penyetoran dan pelaporan PPN yaitu: a. penyetoran PPN dilakukan paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya masa b.
d. Ketentuan Perpajakan di Bidang PBB dan BPHTB Beberapa ketentuan perpajakan di bidang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan BPHTB yang
pajak, sebelum SPT Masa PPN disampaikan;
diterbitkan pada tahun 2010 antara lain mengatur hal-hal berikut ini.
SPT Masa PPN disampaikan paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya masa pajak.
(1) Persiapan pengalihan BPHTB sebagai pajak daerah melalui Peraturan Bersama antara Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri.
c. Ketentuan Perpajakan di Bidang PPh Beberapa peraturan pelaksanaan yang diterbitkan selama tahun 2010 dalam rangka menyempurnakan peraturan di bidang PPh adalah berikut ini. (1) Zakat atau sumbangan keagamaan yang bersifat wajib dapat dikurangkan dari penghasilan bruto serta tata cara pembebanannya. (2) Biaya operasi yang dapat dikembalikan dan perlakuan PPh di bidang usaha hulu minyak dan gas bumi. (3) Tarif pemotongan dan pengenaan PPh Pasal 21 atas penghasilan yang menjadi beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). (4) Sumbangan penanggulangan bencana nasional, sumbangan penelitian dan pengembangan,
(2) Persiapan pengalihan PBB perdesaan dan perkotaan sebagai pajak daerah melalui Peraturan Bersama antara Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri. (3) Penyempurnaan klasifikasi Nilai Jual Objek Pajak Bumi untuk sektor perkebunan, sektor perhutanan, dan sektor pertambangan, yang dilakukan dalam rangka memberikan kepastian hukum, keadilan bagi Wajib Pajak dan memberikan stabilitas dalam penentuan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). (4) Pengaturan tata cara pengajuan dan penyelesaian permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi BPHTB dan pengurangan atau pembatalan Surat Ketetapan BPHTB atau Surat Tagihan BPHTB, yang tidak benar. (5) Pengaturan Nomor Objek Pajak PBB yang merupakan objek PBB yang bersifat unik, tetap, dan standar.
(6) Tata cara persiapan pengalihan BPHTB sebagai pajak daerah.
sumbangan fasilitas pendidikan, sumbangan pembinaan olahraga, dan biaya pembangunan
(7) Tata cara persiapan pengalihan PBB perdesaan dan perkotaan sebagai pajak daerah.
infrastruktur sosial yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.
(8) Pengaturan mengenai pengenaan PBB sektor perkebunan.
(5) Penghitungan Pengusaha Kena Pajak dan pelunasan PPh dalam tahun berjalan.
(9) Pengaturan mengenai tata cara penatausahaan PBB pertambangan minyak dan gas bumi.
56
Laporan Tahunan Kementerian Keuangan 2010
57
www.depkeu.go.id
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
4.1.1.2. Ekstensifikasi dan Intensifikasi Pajak
Tabel 4.2. Basis Data Objek PBB di Indonesia Tahun 2006-2010
BAB I
Pendahuluan
BAB II
Reformasi Birokrasi
BAB III
Kebijakan Pengelolaan Ekonomi Makro
a. Ekstensifikasi
Pengelolaan Pendapatan Negara
Pelaksanaan ekstensifikasi wajib pajak orang pribadi tahun 2010 dilakukan dengan menggunakan
BAB IV
BAB V
BAB VI
BAB VII
BAB VIII
BAB IX
BAB X
BAB XI
BAB XII
BAB XIII
a.1. Perluasan Basis Subjek Pajak
2006
Jumlah Desa
Objek Pajak
71,724
90.972.987
Jumlah SISMIOP Desa
%
38.917
54,3
Objek Pajak 64.046.203
Peta Digital %
Desa
70.40
18.374
% 25,6
Kebijakan Pengelolaan Penganggaran
dua pendekatan, yaitu pendekatan pemberi kerja/bendahara Pemerintah dan pendekatan properti.
Kebijakan Pengelolaan Transfer ke Daerah
Sasaran utama ektensifikasi melalui pendekatan pemberi kerja/bendahara Pemerintah adalah
2009
75.800
100.157.307
51.688
68,2
83.262.201
83.13
35.420
46,7
karyawan yang meliputi pemegang saham, komisaris, direksi, staf serta PNS dan pejabat negara.
2010
77.033
103.562.165
55.281
71,8
89.088.086
86.02
38.798
50,4
Kebijakan Pengelolaan Pembiayaan Kebijakan Pengelolaan Perbendaharaan Negara Kebijakan Pengelolaan Kekayaan Negara, Piutang Negara, dan Lelang Kebijakan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan NonBank Pengawasan dan Pengendalian Internal Kebijakan Hubungan dan Kerjasama Internasional di Bidang Keuangan Kebijakan Hubungan Kelembagaan NegaraPemerintahan
BAB XIV Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Keuangan BAB XV
Tahun
Pelaksanaan Tugas Kementerian Keuangan sebagai KementerianLembaga Penutup
Sedangkan sasaran utama ekstensifikasi melalui pendekatan properti adalah orang pribadi yang memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas objek PBB dengan tetap memperhatikan syarat objektif dan syarat subjektif untuk diberikan NPWP.
pajak sebanyak 3.201.014 wajib pajak, terdiri dari 3.019.396 wajib pajak orang pribadi, 151.771 wajib pajak badan, dan 29.847 wajib pajak bendahara.
atau bangunan; dan b. himbauan yang disampaikan melalui PT Taspen (Persero) kepada para pensiunan yang memiliki penghasilan di atas PTKP untuk memiliki NPWP.
Badan Total
69.459.676
74.24
24.935
34,7
77.230.806
79.48
31.172
42,0
Keterangan: Data per akhir tahun, 31 Desember tahun yang bersangkutan Sumber: Direktorat Jenderal Pajak.
Kebijakan dan strategi intensifikasi yang dilaksanakan selama tahun 2010 adalah berikut ini. (1) Penggalian potensi penerimaan dari Wajib Pajak Orang Pribadi baru. (2) Penggalian potensi penerimaan berbasis profil.
2007
(4) Law enforcement terhadap Wajib Pajak potensial yang telah dihimbau, namun tidak menggunakan Sunset Policy, sehingga dilakukan pemeriksaan, penagihan, atau penyidikan. (5) Peningkatan compliance dari penurunan tarif yang disertai pemantapan, pembinaan, dan pelayanan terhadap Wajib Pajak yang telah memanfaatkan Sunset Policy agar membayar pajak (6) Penggalian potensi sektor tertentu, seperti pertambangan, perkebunan, dan industri pengolahan.
2008
2009
(7) Pembinaan Wajib Pajak Orang Pribadi potensial melalui pemberian respon terhadap 1000 SPT 2010
2.959.006
3.251.753
5.431.689
8.807.666
13.861.253
16.880.649
274.478
327.258
360.782
392.509
441.986
471.833
1.124.530
1.226.279
1.344.552
1.481.924
1.608.337
1.760.108
4.358.014
4.805.290
7.137.023
10.682.099
15.911.576
19.112.590
Bendaharawan
58,2 64,7
dengan benar melalui tax education bagi Wajib Pajak baru dan penyuluhan.
Tabel 4.1. Jumlah Wajib Pajak Terdaftar di Indonesia Tahun 2005-2010
Orang Pribadi
41.746 47.958
Perpajakan (OPDP).
a. pengaturan mengenai kewajiban memiliki NPWP dalam rangka pengalihan hak atas tanah dan/
2006
93.560.990 97.173.501
(3) Intensifikasi penggalian potensi menggunakan Aplikasi Optimalisasi Pemanfaatan Data
Penambahan jumlah wajib pajak yang cukup signifikan tersebut antara lain dikarenakan:
2005
71.766 74.147
b. Intensifikasi
Kegiatan ekstensifikasi yang dilaksanakan selama tahun 2010 menghasilkan penambahan wajib
Wajib Pajak
2007 2008
Sumber: Direktorat Jenderal Pajak.
Tahunan PPh. Masih dalam lingkup intensifikasi, khususnya di bidang PBB, pada tahun 2010 telah dilakukan juga usaha meningkatkan kualitas Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) melalui: (1) pembuatan dan penyempurnaan program aplikasi Form Data Masukan sektor perkebunan dalam rangka tertib administrasi data perkebunan; (2) penyusunan konsep pengembangan aplikasi SISMIOP sektor pertambangan dan perhutanan untuk meningkatkan efektivitas pengelolaan objek pajak sektor tersebut;
a.2. Perluasan Basis Objek Pajak melalui Pendataan Perluasan basis objek pajak dilakukan melalui kegiatan pendataan yaitu kegiatan pemeliharaan dan pembentukan data objek dan subjek PBB yang terdapat dalam Sistem Informasi Manajemen Objek Pajak (SISMIOP) dan Sistem Informasi Geografis (SIG). Tujuan dari kegiatan pendataan adalah
(3) penilaian individu objek PBB potensial yang meliputi objek khusus seperti PLTU sebanyak 4 objek, dan tambang emas serta PLTA masing-masing 1 objek; (4) pelaksanaan exercise valuation untuk bahan penyusunan petunjuk teknis penilaian dengan jumlah 5 objek yaitu pertambangan timah, batubara, emas, bauksit dan nikel;
menciptakan basis data objek dan subjek PBB yang akurat dan up to date sehingga dapat tercipta
(5) analisis Assessment Sales Ratio (ASR) bumi untuk mengevaluasi NJOP bumi terhadap harga
pengenaan pajak yang lebih adil dan merata, peningkatan pokok ketetapan, peningkatan tertib
transaksi pasar. ASR terhadap NJOP bumi tahun 2010 adalah 86,06 persen yang artinya rata-rata
administrasi, dan peningkatan penerimaan PBB serta dapat memberikan pelayanan yang lebih baik kepada wajib pajak.
penerapan NJOP bumi adalah 86,06 persen dari harga pasar tahun 2010; (6) penyesuaian NJOP bangunan terhadap nilai pasar (analisis ASR bangunan) untuk menjaga keseimbangan NJOP bangunan. ASR NJOP bangunan tahun 2010 adalah sebesar 81 persen dengan demikian rata-rata penerapan NJOP bangunan sudah mencapai 81 persen dibandingkan harga pasar bangunan tahun 2010; (7) penyeimbangan NJOP antarwilayah untuk menjaga akuntabilitas dan keadilan penerapan NJOP.
58
Laporan Tahunan Kementerian Keuangan 2010
www.depkeu.go.id
59
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
4.1.1.3. Layanan, Sosialisasi, Edukasi, dan Kehumasan
Salah satu contoh adalah keluhan masyarakat yang terkait dengan pemeriksaan pajak dan
BAB I
Pendahuluan
BAB II
Reformasi Birokrasi
BAB III
Kebijakan Pengelolaan Ekonomi Makro
a. Layanan Unggulan
belum mempunyai sistem dan manajemen SDM yang komprehensif dan lebih fair berupa sistem
BAB IV
Pengelolaan Pendapatan Negara
Salah satu komitmen DJP dalam upaya meningkatkan kepastian pelayanan kepada masyarakat
pengukuran kinerja, manajemen pola karir, serta reward and punishment system untuk mendukung
adalah dengan menetapkan layanan unggulan. Komitmen tersebut diwujudkan melalui
produktivitas aparat pajak.
BAB V
Kebijakan Pengelolaan Penganggaran
BAB VI
Kebijakan Pengelolaan Transfer ke Daerah
BAB VII
BAB VIII
BAB IX
BAB X
BAB XI
BAB XII
BAB XIII
penambahan jumlah layanan unggulan yang pada tahun sebelumnya ditetapkan sebanyak 8 layanan menjadi 16 layanan pada tahun 2010. Tabel 4.3. Daftar Layanan Unggulan DJP Tahun 2010
Kebijakan Pengelolaan Pembiayaan Kebijakan Pengelolaan Perbendaharaan Negara Kebijakan Pengelolaan Kekayaan Negara, Piutang Negara, dan Lelang Kebijakan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan NonBank Pengawasan dan Pengendalian Internal Kebijakan Hubungan dan Kerjasama Internasional di Bidang Keuangan Kebijakan Hubungan Kelembagaan NegaraPemerintahan
BAB XIV Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Keuangan BAB XV
penyelesaian keberatan, karena sering merasa tidak diperlakukan secara fair oleh aparat pajak. DJP
Pelaksanaan Tugas Kementerian Keuangan sebagai KementerianLembaga Penutup
Jenis Layanan
Untuk mengatasi masalah menurunnya kepercayaan masyarakat, di tahun 2010, DJP meluncurkan program perbaikan jangka pendek (crash program) yang difokuskan pada 9 bidang, yaitu: (1) tata nilai dan budaya kerja; (2) pemeriksaan; (3) keberatan;
1
Penyelesaian Permohonan Pendaftaran NPWP Tepat Waktu
(4) banding;
2
Penyelesaian Permohonan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak Tepat Waktu
(5) ekstensifikasi;
3
Penyelesaian Permohonan Pengembalian Kelebihan Pembayaran PPN Tepat Waktu
(6) pengawasan kepatuhan;
4
Penerbitan Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak Tepat Waktu
(7) sumber daya manusia;
5
Penyelesaian Permohonan Keberatan Penetapan PPh, PPN, dan PPnBM Tepat Waktu
(8) teknologi informasi dan komunikasi; serta
6
Penyelesaian Surat Keterangan Bebas (SKB) Pemungutan PPh Pasal 22 Impor Tepat Waktu
(9) organisasi.
7
Penyelesaian Permohonan Pengurangan PBB Tepat Waktu
8
Pendaftaran Objek Pajak Baru dengan Penelitian Kantor Tepat Waktu
9
Penyelesaian Mutasi Seluruhnya Objek dan Subjek PBB Tepat Waktu
10
Penyelesaian Permohonan SKB Pemotongan PPh Pasal 23 Tepat Waktu
11
Penyelesaian Permohonan SKB Pemotongan PPh atas Bunga Deposito dan Tabungan Serta Diskonto SBI yang Diterima atau Diperoleh Dana Pensiun yang Pendiriannya telah Disahkan oleh Menteri Keuangan Tepat Waktu
12
Penyelesaian Permohonan SKB PPh atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan Tepat Waktu
13
Penyelesaian Permohonan SKB PPN atas Barang Kena Pajak Tertentu Tepat Waktu
14
Penyelesaian Permohonan Keberatan PBB Tepat Waktu
15
Penyelesaian Permohonan Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi Tepat Waktu
16
Penyelesaian Permohonan Pengurangan atau Pembatalan Ketetapan Pajak yang Tidak Benar Tepat Waktu
Sumber: Direktorat Jenderal Pajak.
Kesembilan bidang merupakan hasil identifikasi DJP berdasarkan arahan Menteri Keuangan dan masukan dari stakeholders yang terdiri dari DPR, asosiasi pengusaha dalam negeri (KADIN), kalangan pengusaha asing (Jakarta Japan Club, International Business Chambers), Wajib Pajak, institusi internasional (IMF dan World Bank), Komisi Pengawasan Perpajakan, serta jajaran Kementerian Keuangan lainnya. Terkait penyelesaian keberatan, proses yang ada saat ini belum sepenuhnya mampu memberikan rasa keadilan kepada Wajib Pajak. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya penolakan berkas keberatan Wajib Pajak oleh Kantor Pusat DJP ataupun Kantor Wilayah yang disebabkan oleh 6 faktor sebagai berikut: (1) Wajib Pajak belum memahami tata cara dan persyaratan pengajuan keberatan; (2) Wajib Pajak belum memahami ketentuan perpajakan atas koreksi fiskal yang dilakukan oleh pemeriksa;
b. Layanan Penyelesaian Sengketa Pajak
(3) jawaban konfirmasi dari pihak ketiga (ekternal DJP) sampai dengan keputusan keberatan diterbitkan belum diterima;
b.1. Permasalahan dalam Layanan Penyelesaian Sengketa Pajak Pada tahun 2002, DJP memulai program Reformasi Perpajakan Jilid Satu yang dikenal dengan
(4) Wajib Pajak tidak meminjamkan dokumen-dokumen secara lengkap sampai surat keputusan keberatan diterbitkan;
Modernisasi yang meliputi reformasi di bidang administrasi, kebijakan, serta intensifikasi dan
(5) adanya multitafsir dari suatu ketentuan; serta
ekstensifikasi. Reformasi Perpajakan Jilid Satu ditutup dengan selesainya penerapan administrasi
(6) lemahnya pengawasan atas proses penyelesaian keberatan dan evaluasi atas keputusan
modern di seluruh KPP di luar Jawa dan Bali pada akhir tahun 2008. Reformasi Perpajakan Jilid Satu
keberatan.
cukup sukses dari aspek penerimaan perpajakan dan tingkat kepuasan Wajib Pajak. Dalam hal Banding, DJP sering mengalami kekalahan pada sidang di Pengadilan Pajak dikarenakan Namun demikian, masih banyak ketidaksempurnaan atau pekerjaan yang belum terselesaikan.
beberapa penyebab berikut ini.
Menurunnya tingkat kepercayaan dan reputasi DJP sebagai akibat pemberitaan kasus-kasus
(1) Tidak dapat dilaksanakannya Putusan Pengadilan Pajak oleh KPP, karena objek sengketa bukan
penyalahgunaan wewenang oleh oknum aparat pajak. Masyarakat semakin apatis terhadap
merupakan ketetapan pajak, tetapi merupakan produk hukum dari Direktorat Jenderal Bea dan
kredibilitas dan integritas DJP dalam menghimpun dana pembangunan.
Cukai (DJBC), sehingga Wajib Pajak tidak mendapatkan haknya berupa pengembalian pajak.
60
Laporan Tahunan Kementerian Keuangan 2010
www.depkeu.go.id
61
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BAB I
Pendahuluan
BAB II
Reformasi Birokrasi
BAB III
Kebijakan Pengelolaan Ekonomi Makro
BAB IV
Pengelolaan Pendapatan Negara
BAB V
Kebijakan Pengelolaan Penganggaran
BAB VI
Kebijakan Pengelolaan Transfer ke Daerah
BAB VII
Kebijakan Pengelolaan Pembiayaan
BAB VIII
BAB IX
BAB X
BAB XI
BAB XII
BAB XIII
Kebijakan Pengelolaan Perbendaharaan Negara Kebijakan Pengelolaan Kekayaan Negara, Piutang Negara, dan Lelang Kebijakan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan NonBank Pengawasan dan Pengendalian Internal Kebijakan Hubungan dan Kerjasama Internasional di Bidang Keuangan Kebijakan Hubungan Kelembagaan NegaraPemerintahan
BAB XIV Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Keuangan BAB XV
Pelaksanaan Tugas Kementerian Keuangan sebagai KementerianLembaga Penutup
Tabel 4.5. Jumlah Penyelesaian Keberatan, Pembetulan, Pengurangan, Penghapusan dan Pembatalan SKP PPB dan BPHTB Tahun 2010
(2) Majelis tetap memperhitungkan dokumen yang tidak diberikan Wajib Pajak pada saat pemeriksaan dan keberatan, namun baru disampaikan pada saat persidangan. Hal ini disebabkan karena belum sejalannya ketentuan dalam pasal 26A UU KUP dengan pasal 78 UU
Jenis Layanan
Pengadilan Pajak, sehingga koreksi pemeriksa dibatalkan karena uji bukti di persidangan. (3) Lemahnya kemampuan litigasi petugas DJP dalam beracara di persidangan, sehingga belum optimal dalam berargumen untuk meyakinkan Majelis. (4) Putusan Pengadilan Pajak tidak mempertimbangkan fakta di persidangan, karena kejadian selama persidangan tidak dicatat secara lengkap dan benar oleh Pengadilan Pajak, sehingga Putusan Majelis tidak sesuai dengan uji bukti yang dilakukan dan fakta yang terungkap dalam persidangan. (5) Majelis Hakim kurang cermat di persidangan yang dibuktikan dari putusan yang menggunakan
(6) Data tentang permohonan hingga penyelesaian banding dan gugatan tidak sinkron dengan DJP. Tidak adanya aplikasi administrasi dan database yang terkoneksi antara DJP dan Pengadilan Pajak menjadi penyebab utama dari permasalahan ini, sehingga tahap-tahap persiapan persidangan
7 2 1 59 43 56 1736
Jumlah
37.915
1.904
Pengajuan banding atau gugatan ke Pengadilan Pajak yang telah diputuskan oleh Majelis Hakim dan telah diterima putusannya oleh DJP selama tahun 2010 berjumlah 2.806 putusan dengan rincian sebagai berikut:
yang harus dilakukan oleh DJP sebagai pihak Terbanding/Tergugat tidak maksimal.
Tabel 4.6. Jumlah Distribusi Putusan Banding dan Gugatan Berdasarkan Amar Putusan yang Diterima DJP Tahun 2010
b.2. Kinerja Layanan Penyelesaian Sengketa Pajak Penyelesaian keberatan, pembetulan, pengurangan, penghapusan, dan pembatalan ketetapan
Banding
Amar Putusan
pajak karena permohonan maupun secara jabatan selama tahun 2010 dapat disimak pada Tabel
Menolak
4.4. Jenis layanan penyelesaian sengketa pajak yang paling banyak adalah pengurangan atau
Mengabulkan Sebagian
penghapusan sanksi administrasi, kemudian diikuti oleh keberatan, baik terhadap PPh maupun
Mengabulkan Seluruhnya Membatalkan
PPN/PPnBM. Adapun jenis layanan yang paling sedikit adalah pembatalan hasil pemeriksaan pajak/
Tidak Dapat Diterima
SKP hasil pemeriksaan.
Menambah Membetulkan Salah Tulis/Hitung
Tabel 4.4. Jumlah Penyelesaian Keberatan, Pembetulan, Pengurangan, Penghapusan dan Pembatalan SKP PPh dan PPN/PPnBM Tahun 2010 Jenis Layanan
PPh
Dihapus dari Daftar Sengketa Jumlah
PPN/PPnBM
Pembetulan Keberatan Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi Pengurangan atau Pembatalan SKP Pengurangan atau Pembatalan STP Pembatalan Hasil Pemeriksaan Pajak/SKP Hasil Pemeriksaan
805 2.090 4.595 961 567 9
558 3.101 4.961 891 486 18
Total
9.027
10.015
BPHTB
6.762 7.331 17.435 1.550 4.837 0 0
Sumber: Direktorat Jenderal Pajak.
dasar hukum yang tidak tepat atau sudah tidak berlaku lagi, sehingga putusan menjadi tidak tepat.
PBB
Pembetulan Keberatan Pengurangan Pokok Pengurangan Sanksi Pengurangan atau Pembatalan SKP Pengurangan atau Pembatalan STP Pembatalan Hasil Pemeriksaan Pajak/SKP Hasil Pemeriksaan
268 728 792 40 226 2 65 3 2.124
Gugatan
214 11 162 52 225 0 10 6 682
Jumlah
482 739 954 92 451 2 75 9 2.806
Sumber: Direktorat Jenderal Pajak.
Pengajuan Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung oleh DJP disampaikan dalam bentuk Memori PK. Atas Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung yang diajukan oleh Wajib Pajak, DJP wajib menjawab dalam bentuk Kontra Memori PK. Selama tahun 2010, DJP telah melakukan pengajuan Memori PK berjumlah 829 dan Kontra Memori PK berjumlah 185. Memori PK maupun Kontra Memori PK yang diajukan didominasi oleh PPN dan PPh, dan relatif terbatas untuk PBB dan BPHTB.
Sumber: Direktorat Jenderal Pajak.
Tabel 4.7. Jumlah Pengajuan PK dan Kontra Memori PK Ke MA Tahun 2010
Untuk PBB, jenis layanan penyelesaian sengketa pajak yang terbanyak dijumpai pada pengurangan
Jenis Pajak
pokok, keberatan, dan pembetulan. Adapun untuk BPHTB, pembatalan hasil pemeriksaan pajak/ SKP hasil pemeriksaan merupakan jenis layanan penyelesaian sengketa pajak yang paling banyak dilakukan.
Kontra Memori PK
Jumlah
PPh
354
86
440
PPN
464
97
561
PBB dan BPHTB Jumlah
Memori PK
Sumber: Direktorat Jenderal Pajak.
11
2
13
829
185
1.014
62
Laporan Tahunan Kementerian Keuangan 2010
www.depkeu.go.id
63
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BAB I
Pendahuluan
Selama tahun 2010, DJP telah menerima 235 Putusan Peninjauan Kembali dari Mahkamah Agung
Berbagai upaya yang telah ditempuh dalam rangka meningkatkan citra DJP adalah berikut ini.
BAB II
Reformasi Birokrasi
BAB III
Kebijakan Pengelolaan Ekonomi Makro
atas permohonan yang diajukan oleh DJP maupun Wajib Pajak. Dari jumlah ini, 228 putusan masuk
(1) Publikasi positif tentang DJP secara terus menerus. Kegiatan ini bertujuan untuk mengimbangi
BAB IV
Pengelolaan Pendapatan Negara
BAB V
Kebijakan Pengelolaan Transfer ke Daerah
BAB VII
Kebijakan Pengelolaan Pembiayaan
BAB VIII
Kebijakan Pengelolaan Perbendaharaan Negara
BAB X
Kebijakan Pengelolaan Kekayaan Negara, Piutang Negara, dan Lelang Kebijakan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan NonBank
BAB XI
Pengawasan dan Pengendalian Internal
BAB XII
Kebijakan Hubungan dan Kerjasama Internasional di Bidang Keuangan
BAB XIII
Kebijakan Hubungan Kelembagaan NegaraPemerintahan
BAB XIV Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Keuangan BAB XV
Tabel 4.8. Jumlah Distribusi Putusan PK dari MA yang Diterima DJP Tahun 2010
Pelaksanaan Tugas Kementerian Keuangan sebagai KementerianLembaga Penutup
Pemohon PK
Menolak
DJP
89
Wajib Pajak Jumlah
pemberitaan di media massa cetak maupun elektronik yang sering menyudutkan DJP. (2) Penyuluhan dalam rangka kunjungan mahasiswa atau pelajar. Kegiatan ini bertujuan
diajukan dari DJP, hanya 1 yang dikabulkan.
Kebijakan Pengelolaan Penganggaran
BAB VI
BAB IX
dalam kategori ditolak dan hanya 7 keputusan yang mengabulkan. Bahkan, dari 90 usulan PK yang
Mengabulkan 1
Jumlah 90
139
6
145
228
7
235
Sumber: Direktorat Jenderal Pajak.
b.3. Sosialisasi dan Edukasi Dalam rangka meningkatkan pemahaman dan menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk memenuhi hak dan kewajiban perpajakannya, maka sosialisasi dan edukasi mutlak diperlukan. Pada tahun 2010, sosialisasi tidak dilakukan secara masif, karena mempertimbangkan kondisi sosial sebagai akibat terjadinya beberapa kasus oleh oknum pegawai DJP. Sosialisasi lebih menitikberatkan untuk menjaga kepatuhan Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajibannya dan difokuskan kepada asosiasi-asosiasi dan bendahara Pemerintah. Rincian sosialisasi dan edukasi yang dilaksanakan selama tahun 2010 adalah berikut ini. (1) Talkshow radio interaktif untuk memberikan pengetahuan perpajakan melalui media radio yang dikemas melalui dialog interaktif untuk memudahkan pendengar memahami perpajakan. Telah dilakukan 49 talkshow melalui radio dengan berbagai topik bahasan. (2) Live report untuk memberikan informasi kepada masyarakat mengenai kegiatan yang dilakukan oleh DJP, seperti sosialisasi ketentuan terbaru, pojok pajak, kampanye sadar pajak, dan
memberikan informasi perpajakan sejak dini kepada para mahasiswa atau pelajar yang melakukan kunjugan atau praktik kerja lapangan di DJP. (3) Penyebaran informasi perpajakan kepada pihak internal dan eskternal. Informasi kepada pegawai DJP disebarkan melalui e-Magazine, yaitu majalah elektronik yang diterbitkan setiap bulan. Sedangkan informasi untuk masyarakat disampaikan melalui situs www.pajak.go.id. 4.1.2. Bidang Kepabeanan dan Cukai 4.1.2.1. Kepabeanan a. Arah Kebijakan dan Strategi di Bidang Impor Kebijakan kepabeanan di bidang impor diarahkan pada pelayanan yang lebih murah, mudah, dan cepat dalam rangka memfasilitasi perdagangan internasional dan meningkatkan daya saing industri dalam negeri. Pelayanan tersebut dilakukan tanpa mengesampingkan aspek pengamanan terhadap hak-hak negara dan perlindungan kepada masyarakat dan kepentingan nasional. Langkah / strategi kebijakan yang diterapkan pada tahun 2010 adalah berikut ini. (1) Perbaikan Sistem dan Prosedur Pelayanan di Bidang Impor yang lebih mudah, cepat dan murah sesuai standar internasional. (2) Penyesuaian Tarif Umum berdasarkan masukan atau usulan Pembina sektor dan pola kenaikan atau penurunan tariff sesuai program Harmonisasi Tariff. (3) Penyesuaian Tarif Khusus yang diterapkan sebagai akibat dari praktik perdagangan yang merugikan industry dalam negeri. Tahun 2010 diterapkan BM Anti Dumping untuk produk Uncoated Writing and Printing Paper, produk H and I section dan produk Polyester Staple Fiber.
meningkatkan citra positif DJP di masyarakat. Telah dilakukan 30 kali live report.
Gambar 4.1. Skema Tarif Khusus Bea Masuk Anti Dumping
(3) Penyuluhan melalui media televisi sebanyak 39 kali tayangan. (4) Penyuluhan melalui Airport TV Bandara Internasional Soekarno-Hatta melalui media airport teve, neon box standteve, dan neon box public tv. (5) Pencetakan buku cerita anak dengan tema manfaat pajak untuk mendidik anak usia sekolah
Bea Masuk Imbalan (Countervailing Duties)
memahami pentingnya pajak bagi dirinya, keluarga, masyarakat, dan negara. Targetnya adalah anak sekolah dasar berusia 6-12 tahun. Buku ini dicetak sebanyak 1.000 buah dan telah digunakan sebanyak 150 buah untuk sosialisasi di Kidzania.
Bea Masuk Tindakan Pengamanan (Safeguards)
Tarif Khusus Bea Masuk Anti Dumping (Antidumping)
Bea Masuk Pembalasan (Retaliation)
(6) Telah diterbitkan 6 judul buku, 9 judul booklet, dan 65 judul seri leaflet perpajakan untuk menunjang sosialisasi dan edukasi perpajakan. Sumber: Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
(7) Pembuatan situs online katalog buku perpustakaan (Online Public Access Catalogue). b.4. Kehumasan Adanya kasus yang melibatkan oknum pegawai pajak mengakibatkan DJP menjadi sorotan publik. Oleh karena itu, fokus utama kehumasan DJP pada tahun 2010 dititikberatkan pada pengembalian kepercayaan publik terhadap DJP.
(4) Penyesuaian Tariff dalam rangka Free Trade Agreement (FTA) dan Economic Partnership Agreement (EPA). Sejak tanggal 8 September 2010 telah diberlakukan ASEAN-India FTA (AI-FTA). (5) Perbaikan mekanisme penetapan dan evaluasi Nilai Pabean melalui mekanisme pelayanan konsultasi, Quality Assurance atau kendali mutu dan eksaminasi, serta mekanisme Voluntary Payment.
64
Laporan Tahunan Kementerian Keuangan 2010
www.depkeu.go.id
65
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BAB I
Pendahuluan
b. Arah Kebijakan dan Strategi di Bidang Ekspor
(3) Pengkajian ekstensifikasi Barang Kena Cukai.
BAB II
Reformasi Birokrasi
BAB III
Kebijakan Pengelolaan Ekonomi Makro
Arah kebijakan pelayanan di bidang ekspor diselaraskan dengan program Pemerintah untuk
(4) Otomasi pelayanan di bidang Cukai dalam rangka optimalisasi pelayanan terhadap pengguna
selalu mendorong peningkatan volume dan nilai ekspor. DJBC berupaya menciptakan sistem dan
jasa dan pengawasan ci bidang Cukai dengan cara perluasan mandatory Sistem Aplikasi Cukai
BAB IV
Pengelolaan Pendapatan Negara
BAB V
BAB VI
Kebijakan Pengelolaan Penganggaran Kebijakan Pengelolaan Transfer ke Daerah
BAB VII
Kebijakan Pengelolaan Pembiayaan
BAB VIII
Kebijakan Pengelolaan Perbendaharaan Negara
BAB IX
Kebijakan Pengelolaan Kekayaan Negara, Piutang Negara, dan Lelang
BAB X
BAB XI
BAB XII
BAB XIII
Kebijakan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan NonBank Pengawasan dan Pengendalian Internal Kebijakan Hubungan dan Kerjasama Internasional di Bidang Keuangan Kebijakan Hubungan Kelembagaan NegaraPemerintahan
prosedur pelayanan ekspor yang semudah mungkin bagi masyarakat usaha. Namun, kemudahan
(SAC) Sentralisasi.
sistem dan prosedur ekspor dijalankan dengan tetap menjaga hak-hak negara.
(5) Pengkajian rencana pelekatan pita Cukai atau tanda pelunasan Cukai lainnya untuk MMEA
Strategi pelayanan di bidang ekspor adalah dengan memanfaatkan teknologi informasi yang
(6) Penyempurnaan fitur tanda lunas Cukai dari aspek kertas, hologram, dan cetakannya.
tersedia seoptimal mungkin. Di samping itu, diciptakan suatu prosedur pelayanan yang tidak
(7) Intensifikasi pengawasan untuk meningkatkan kepatuhan pengusaha dalam proses produksi,
Golongan A.
menghambat arus barang ekspor apabila pengguna jasa telah memberitahukan jumlah dan jenis barang dengan benar.
pelekatan pita Cukai, dan pencatatan atau pembukuan. (8) Intensifikasi pengawasan terhadap peredaran barang kena Cukai illegal, pita Cukai palsu, dan kemungkinan pelanggaran lainnya.
b.1. Sistem dan Prosedur (1) Optimalisasi pemeriksaan fisik barang ekspor berdasarkan manajemen resiko.
4.1.3. Bidang Penerimaan Negara Bukan Pajak
(2) Pembatasan penyampaian PEB (paling cepat 7 hari) untuk akurasi data dan antisipasi pemanfaatan
Kebijakan dan strategi di bidang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) diarahkan untuk
tenggang waktu penetapan harga ekspor dan tarif Bea Keluar dengan masa berlakunya. (3) Otomasi sistem pembayaran PNBP dan Bea Keluar terutama untuk pengguna jasa yang beroperasi di Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tanjung Priok. (4) Optimalisasi pelayanan dengan penyempurnaan Sistem Aplikasi Kepabeanan Ekspor yang lebih
mengoptimalkan pemanfaatan potensi penerimaan negara selain pajak serta kepabeanan dan Cukai. Sumber-sumber penerimaan negara yang dimaksud terdiri dari PNBP SDA migas dan nonmigas, bagian Pemerintah atas laba Badan Usaha Milik Negara (BUMN), PNBP lainnya, serta pendapatan Badan Layanan Umum (BLU).
mudah. (5) Peningkatan validitas data ekspor dengan penyusunan mekanisme pemeriksaan dokumen atas perubahan PEB.
4.1.3.1. Sosialisasi PNBP Pada tahun 2010 telah dilakukan 7 kali sosialisasi peraturan perundang-undangan di bidang PNBP
(6) Otomasi pelayanan dalam Pemberitahuan Konsolidasi Barang Ekspor (PKBE).
yang meliputi Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Menteri keuangan (PMK), dan Keputusan
(7) Penerapan mekanisme rekonsiliasi data PEB dengan Outward Manifest untuk menghindari ekspor fiktif.
Menteri Keuangan (KMK) di Kota Banjarmasin, Palembang, Jakarta, Manado, dan Balikpapan.
(8) Intensifikasi pengawasan ekspor dengan proses scanning (Gamma-Ray). 4.1.3.2. Penyusunan Peraturan b.2. Ekstensifikasi Pengenaan Bea Keluar
Pada tahun 2010 telah diselesaikan penyusunan 30 peraturan perundang-undangan di bidang
BAB XIV Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Keuangan
Pengenaan Bea Keluar terhadap barang ekspor bertujuan untuk menjamin terpenuhinya
PNBP, yang terdiri dari 6 Peraturan Pemerintah, 2 PMK, dan 11 KMK. Peraturan Pemerintah yang
kebutuhan dalam negeri, melindungi kelestarian sumber daya alam, mengantisipasi kenaikan
ditetapkan terkait dengan jenis dan tarif jenis PNBP yang berlaku pada Kementerian/Lembaga.
harga yang cukup drastis dari komoditi tertentu di pasaran internasional, serta menjaga stabilitas
Sementara itu, 4 RPP tentang Jenis dan Tarif atas Jenis PNBP yang berlaku pada Kementerian/
BAB XV
harga komoditi tertentu di dalam negeri. Terhitung sejak bulan April 2010, ekspor Biji Kakao dikenai
Lembaga telah selesai diproses dan disampaikan kepada Kementerian Hukum dan HAM untuk
Bea Keluar dengan tarif progresif sesuai persentase harga ekspor (ad valorem). Dalam tahun 2010
dilakukan harmonisasi, yaitu PP Jenis dan Tarif PNBP yang berlaku pada Badan Tenaga Nuklir
juga telah dibahas beberapa kemungkinan ekstensifikasi Bea Keluar lainnya, namun sampai dengan
Nasional, Kementerian Perdagangan, KementerianPerindustrian, Peraturan Menteri Keuangan.
Pelaksanaan Tugas Kementerian Keuangan sebagai KementerianLembaga Penutup
akhir tahun 2010 masih dalam taraf pengkajian bersama instansi terkait di bawah koordinasi BKF. Pada tahun 2010 telah pula disusun 9 Rancangan PMK, di mana 2 RPMK diantaranya telah 4.1.2.2. Arah Kebijakan dan Strategi di Bidang Cukai
ditetapkan menjadi PMK, yaitu PMK No. 35/PMK.02/2010 tentang Mekanisme Pajak Penghasilan
Arah kebijakan di bidang Cukai pada tahun 2010 tetap ditekankan dalam upaya memenuhi target
Ditanggung Pemerintah dan Penghitungan PNBP atas Hasil Pengusahaan Sumber Daya Panas
penerimaan Cukai berdasarkan pada prinsip pengenaan Cukai atas barang kena Cukai sebagaimana
Bumi untuk Pembangkit Energi/Listrik Tahun Anggaran 2010 dan PMK No. 34/PMK.02/2010
diamanahkan dalam UU No. 39 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas UU No. 11 Tahun 1995 tentang
tentang tata Cara penyetoran PNBP dari Dividen dan Sisa Surplus Bank Indonesia. Sedangkan 7
Cukai. Kebijakan juga disesuaikan dengan Road Map Industri Hasil Tembakau (IHT) Tahun 2010 yang
Rancangan PMK masih dalam proses penetapan oleh Menteri Keuangan. Selain itu, telah disusun
berorientasi pada aspek penerimaan, kesehatan, dan tenaga kerja. Langkah-langkah yang diambil
pula 11 Keputusan/Surat Menteri Keuangan tentang Persetujuan Penggunaan Sebagian Dana PNBP
dalam upaya melaksanakan kebijakan-kebijakan tersebut adalah berikut ini.
pada Kementerian/Lembaga:
(1) Penyusunan atau penyesuaian tarif Cukai Hasil Tembakau. (2) Penetapan atau penyesuaian terhadap tarif Etil Alkohol (EA), Minuman Mengandung Etil Alkohol (EA), dan Konsentrat Mengandung Etil Alkohol.
66
Laporan Tahunan Kementerian Keuangan 2010
67
www.depkeu.go.id
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
4.2. Perkembangan Realisasi Pendapatan Negara
BAB I
Pendahuluan
BAB II
Reformasi Birokrasi
BAB III
Kebijakan Pengelolaan Ekonomi Makro
4.2.1. Penerimaan Perpajakan
BAB IV
Pengelolaan Pendapatan Negara
antara lain dipicu oleh peningkatan harga minyak dunia yang mendorong naiknya harga-harga
BAB V
Kebijakan Pengelolaan Penganggaran
BAB VI
Kebijakan Pengelolaan Transfer ke Daerah
BAB VII
Kebijakan Pengelolaan Pembiayaan
BAB VIII
Kebijakan Pengelolaan Perbendaharaan Negara
BAB IX
BAB X
Kebijakan Pengelolaan Kekayaan Negara, Piutang Negara, dan Lelang Kebijakan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan NonBank
BAB XI
Pengawasan dan Pengendalian Internal
BAB XII
Kebijakan Hubungan dan Kerjasama Internasional di Bidang Keuangan
BAB XIII
Kebijakan Hubungan Kelembagaan NegaraPemerintahan
BAB XIV Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Keuangan BAB XV
Pelaksanaan Tugas Kementerian Keuangan sebagai KementerianLembaga Penutup
Tabel 4.9. (lanjutan) Jenis pajak D. Pendapatan atas PL dan PIB 1. Bea Meterai 2. Penjualan Benda Materai 3. PTLL 4. Bunga Penagihan PPh 5. Bunga Penagihan PPN 6. Bunga Penagihan PPnBM 7. Bunga Penagihan PTLL E. PPh Migas JUMLAH (A + B + C + D) JUMLAH (A + B + C + D + E)
Perekonomian global dan domestik mengalami tekanan yang berat pada tahun 2010. Hal ini komoditas. Untuk mengantisipasinya, Pemerintah melakukan perubahan pada APBN 2010 sejalan dengan situasi perkonomian terkini. Pada pertengahan tahun 2010, target penerimaan pajak yang awalnya sebesar Rp611,2 triliun sesuai UU No. 47 Tahun 2009 tentang APBN Tahun Anggaran 2010, diubah menjadi Rp606,1 triliun melalui UU No. 2 Tahun 2010 tentang Perubahan atas UU Nomor 47 Tahun 2009. Untuk merealisasikan target tersebut, Pemerintah melanjutkan pemberian stimulus fiskal di bidang
sebesar Rp74,52 triliun atau 15,07 persen dibandingkan realisasi penerimaan pajak tahun 2009 sebesar Rp494,49 triliun. Realisasi tersebut mencapai 93,88 persen dari rencana APBN-P 2010 sebesar Rp606,12 triliun. Sementara realisasi penerimaan pajak neto DJP termasuk PPh Migas tahun 2010 sebesar Rp627,89 triliun dengan pertumbuhan sebesar Rp83,36 triliun atau 15,31 persen dibandingkan realisasi penerimaan pajak tahun 2009 sebesar Rp544,5 triliun. Realisasi tersebut mencapai 94,92 persen dari rencana APBN-P 2010 sebesar Rp661,50 triliun.
antara lain adalah: (1) Penerimaan PPh Pasal 21 tidak mencapai target karena adanya kenaikan PTKP dan terdapat perubahan ketentuan perundang-undangan yang mengakibatkan tidak ada lagi setoran kurang bayar dari SPT Tahunan PPh Pasal 21 di tahun 2010; (2) Penerimaan PPh Pasal 22 tidak mencapai target antara lain karena tidak tercapainya penyerapan anggaran tahun 2010 dan menurunnya tingkat produksi rokok tahun 2010; (3) Penerimaan PPh Pasal 23 tidak mencapai target antara lain disebabkan karena adanya penurunan tarif PPh Pasal 23 terutama terhadap sewa dan penggunaan harta, serta penurunan pembagian
Tabel 4.9. Realisasi Penerimaan Pajak Neto Sampai Dengan Desember 2010 (dalam juta Rupiah) Rencana
Realisasi
306,836,640.0 61,573,360.0 5,433,280.0 23,913,640.0 19,961,450.0 4,295,860.0 126,655,400.0 22,865,390.0 42,098,690.0 39,570.0 -
297,859,844.9 55,177,935.3 4,737,719.3 23,599,840.4 16,315,311.6 2,934,577.6 131,951,082.3 22,984,856.0 40,115,519.5 11,467.0 31,535.9
B. PPN dan PPnBM
262,962,990.0
230,580,363.5
87.69
1. PPN Dalam Negeri 2. PPN Impor 3. PPnBM Dalam Negeri 4. PPnBM Impor 5. PPN/PPnBM Lainnya C. PBB dan BPHTB 1. Pendapatan PBB 2. Pendapatan BPHTB
159,943,630.0 90,083,020.0 8,369,060.0 4,161,100.0 406,180.0 32,474,680.0 25,319,150.0 7,155,530.0
133,844,913.6 84,164,279.3 7,609,492.0 4,790,569.5 171,109.0 36,606,952.4 28,580,613.7 8,026,338.7
83.68 93.43 90.92 115.13 42.13 112.72 112.88 112.17
A. PPh NON MIGAS 1. PPh Pasal 21 2. PPh Pasal 22 3. PPh Pasal 22 Impor 4. PPh Pasal 23 5. PPh Pasal 25/29 OP 6. PPh Pasal 25/29 Badan 7. PPh Pasal 26 8. PPh Final 9. PPh FLN 10. PPh Non Migas Lainnya
% Pencapaian 103.29 69.43 104.33 10.24 329.94 429.81 201.71 10.30 106.30 93.88 94.92
Faktor-faktor yang menyebabkan tidak tercapainya target penerimaan pajak pada tahun 2010
Realisasi penerimaan pajak neto DJP tanpa PPh Migas tahun 2010 sebesar Rp569,02 triliun tumbuh
Jenis pajak
Realisasi 3,968,340.3 952,367.0 2,387,872.3 912.5 365,673.2 260,977.7 443.8 93.8 58,872,742.5 569,015,501.0 627,888,243.6
Sumber: Direktorat Jenderal Pajak
perpajakan untuk meningkatkan daya beli masyarakat, menjaga daya tahan dunia usaha, serta meningkatkan daya saing dunia usaha dan industri.
Rencana 3,841,930.0 1,371,670.0 2,288,670.0 8,910.0 110,830.0 60,720.0 220.0 910.0 55,382,380.0 606,116,240.0 661,498,620.0
% Pencapaian 97.07 89.61 87.20 98.69 81.73 68.31 104.18 100.52 95.29 28.98 -
dividen dari beberapa perusahaan dengan tujuan untuk ekspansi usaha dan investasi; (4) Penerimaan PPh Final tidak mencapai target antara lain disebabkan karena tingkat suku bunga 2010 (6,5 persen) relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan tingkat suku bunga 2009 (8,75 persen - 6,75 persen); (5) Penerimaan PPh Fiskal Luar Negeri tidak mencapai target antara lain disebabkan karena bertambahnya jumlah kepemilikan NPWP dan berlakunya ketentuan bebas fiskal bagi wajib pajak orang pribadi yang memiliki NPWP; (6) Penerimaan PPN Dalam Negeri tidak mencapai target di antaranya disebabkan karena tidak tercapainya penyerapan anggaran tahun 2010; (7) Penerimaan PPN Impor tidak mencapai target di antaranya disebabkan karena terjadi penurunan terhadap kebutuhan bahan baku produksi yang harus diimpor. Tabel 4.10. Kinerja DJP Tahun 2006-2010 (dalam miliar Rupiah) No.
Uraian
2006
2007
2008
2009
2010
1.
Pertumbuhan Ekonomi
5.60%
6.30%
6.01%
4.55%
6.10%
2.
Inflasi
6.80%
6.60%
11.06%
2.78%
6.96%
3.
Rencana Penerimaan Tanpa Migas
333,017.8
395,248.7
480,880.9
528,353.3
606,116.2
4.
Rencana Penerimaan Plus Migas
371,703.8
432,516.2
534,530.8
577,386.8
661,498.6
5.
Realisasi Penerimaan Tanpa PPh Migas
314,859.4
382,220.8
494,084.5
494,485.3
569,015.5
6.
Realisasi Penerimaan Plus PPh Migas
358,049.5
426,225.2
571,103.5
544,529.1
627,888.2
68
Laporan Tahunan Kementerian Keuangan 2010
69
www.depkeu.go.id
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BAB I
Pendahuluan
BAB II
Reformasi Birokrasi
BAB III
Kebijakan Pengelolaan Ekonomi Makro
BAB IV
2010
13,203.6
(33,868.0)
(37,100.7)
pada tahun 2010 sebesar Rp83.827,3 miliar, yang terdiri dari Bea Masuk Rp17.106,8 miliar (termasuk
(6,291.0)
36,572.7
(32,857.7)
(33,610.4)
BM-DTP Rp2.000 miliar), Cukai Rp59.265,9 miliar, dan Bea Keluar Rp5.454,6 miliar. Jika dibandingkan
12.78%
13.32%
17.73%
7.45%
13.48%
Pertumbuhan Penerimaan Tanpa Migas
19.56%
21.39%
29.27%
0.08%
15.07%
11.
Pertumbuhan Penerimaan Plus PPh Migas
20.01%
19.04%
33.99%
(4.65%)
15.31%
Kebijakan Pengelolaan Pembiayaan
12.
Peningkatan Kinerja Pen.DJP Tanpa Migas (Extra Effort)
6.78%
8.08%
11.53%
(7.37%)
1.59%
Kebijakan Pengelolaan Perbendaharaan Negara
13.
Peningkatan Kinerja Pen.DJP Plus Migas (Extra Effort)
7.23%
5.73%
16.26%
(12.11%)
1.82%
Pengelolaan Pendapatan Negara Kebijakan Pengelolaan Penganggaran
BAB VI
Kebijakan Pengelolaan Transfer ke Daerah
BAB VIII
No.
2006
2007
Surplus (shortfall) Penerimaan Tanpa Migas
(18,158.4)
(13,027.8)
8.
Surplus (shortfall) Penerimaan Plus Migas
(13,654.3)
9.
Pertumb.dari faktor ekonomi (pertumbuhan alami)
10.
7.
Uraian
BAB IX
Kebijakan Pengelolaan Kekayaan Negara, Piutang Negara, dan Lelang
Sumber : Direktorat Jenderal Pajak.
BAB X
Kebijakan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan NonBank
4.2.2. Penerimaan Kepabeanan dan Cukai
BAB XI
Pengawasan dan Pengendalian Internal
BAB XII
Kebijakan Hubungan dan Kerjasama Internasional di Bidang Keuangan
BAB XIII
Kebijakan Hubungan Kelembagaan NegaraPemerintahan
BAB XIV Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Keuangan BAB XV
Pelaksanaan Tugas Kementerian Keuangan sebagai KementerianLembaga Penutup
2008
Berdasarkan UU No. 2 Tahun 2010 pentang Perubahan UU No. 47 Tahun 2009 tentang Anggaran
2009
BAB V
BAB VII
4.2.2.1. Target
Tabel 4.10. (lanjutan)
Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2010, telah ditetapkan target penerimaan DJBC
dengan tahun 2009, target penerimaan yang dibebankan kepada DJBC pada tahun 2010 mengalami penurunan 0,89 persen. Hal ini terutama disebabkan penurunan yang signifikan dari target Bea Keluar sebesar 87,46 persen, sedangkan target Bea Masuk dan Cukai mengalami kenaikan masingmasing 1,91 persen dan 19,31 persen. 4.2.2.2. Realisasi dan Analisis Pencapaian Penerimaan Sampai dengan 31 Desember 2010, DJBC telah dapat menghimpun penerimaan dari pajak perdagangan internasional berupa Bea Masuk dan Bea Keluar, serta pajak dalam negeri berupa Cukai senilai Rp95.080,74 triliun atau berhasil mencapai 116,20 persen dari target yang ditetapkan. Tabel 4.11. Realisasi Penerimaan Bea dan Cukai Per 31 Desember 2010 (dalam miliar Rupiah)
DJBC merupakan unsur pelaksana tugas pokok dan fungsi Kemeneterian Keuangan di bidang kepabeanan dan Cukai. Fungsi yang dijalankan terkait dengan kelancaran arus barang dari transaksi
No
Jenis Penerimaan
perdagangan internasional (trade facilitation), membantu menciptakan iklim usaha yang kondusif
1 1
2
bagi pertumbuhan industri dan investasi melalui pemberian fasilitas kepabeanan dan Cukai serta pencegahan unfair trading (industrial assistance), dan menjamin perlindungan kepada masyarakat terhadap ekses yang timbul sebagai akibat dari masuknya barang-barang pembatasan dan larangan serta narkotika (community protection). Selain itu, DJBC juga menjalankan fungsi dalam pengamanan dan pemungutan penerimaan negara dari kegiatan impor, ekspor, dan pemungutan Cukai (revenue collection). Sesuai dengan UU No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan UU No. 17 Tahun 2006, pengenaan Bea Masuk terhadap barang impor lebih diutamakan untuk kepentingan penerimaan negara, sedangkan pengenaan Bea Keluar dimaksudkan untuk
“Target APBN-P”
Realisasi 2010 Nominal
3 4 Bea Masuk 17,106.81 20,016.77 a. Riil 15,106.81 19,757.08 b. DTP 2,000.00 259.69 2 Bea Keluar 5,454.56 8,898.05 3 Cukai 59,265.92 66,165.92 a. HT 55,865.92 63,295.28 b. MMEA 2,980.76 2,697.25 c. EA 419.24 145.87 d. Denda Administrasi dan Cukai Lainnya 27.52 Total 81,827.29 95,080.74
Pencapaian %
Surplus (Defisit) Nominal
%
5 = (4/3) 117.01 130.78 12.98 163.13 111.64 113.30 90.49 34.79
6 = (4-3) 7 = (6/3) 2,909.96 17.01 4,650.27 30.78 (1,740.31) (87.02) 3,443.49 63.13 6,900.00 11.64 7,429.36 13.30 (283.51) (9.51) (273.37) (65.21) 27.52 116.20 13,253.45 16.20
Sumber data: Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
melindungi kepentingan nasional dan bukan untuk membebani biaya yang berakibat mengurangi
a. Bea Masuk
daya saing komoditas ekspor Indonesia di pasar internasional. Tujuan pengenaan Bea Keluar sesuai
Penerimaan Bea Masuk terdiri dari Bea Masuk Riil dan Bea Masuk Ditanggung Pemerintah (BM-DTP).
pasal 2A ayat (2) UU No. 17 Tahun 2006 adalah menjamin terpenuhinya kebutuhan dalam negeri,
Realisasi penerimaan Bea Masuk hingga 31 Desember 2010 sebesar Rp20.016,77 miliar (117.01
melindungi kelestarian sumber daya alam, mengantisipasi kenaikan harga yang cukup drastis dari
persen dari target), yang terdiri dari Bea Masuk Riil Rp19.757,08 miliar (130.78 persen dari target)
komoditi ekspor tertentu di pasar internasional, dan menjaga stabilitas harga komoditi tertentu di
dan BM-DTP Rp 259,69 miliar (12,98 persen dari target). Tercapainya target penerimaan bea masuk
dalam negeri.
antara lain disebabkan oleh hal-hal berikut ini. (1) Perekonomian dunia telah pulih dari krisis, sehingga transaksi perdagangan berjalan dengan
Dalam UU No. 11 Tahun 1995 tentang Cukai yang telah diubah dengan UU No. 39 Tahun 2007,
baik. Kinerja importasi ditunjukkan oleh nilai devisa bayar sebesar USD110.37 miliar yang
Cukai merupakan pungutan negara yang dikenakan terhadap barang-barang yang mempunyai
melebihi perkiraan sebesar USD90.72 miliar. Nilai tersebut mengalami pertumbuhan 41,93
sifat atau karakteristik tertentu dan disebut Barang Kena Cukai (BKC). Barang yang dikenakan Cukai
persen dari tahun 2009.
mempunyai sifat atau karateristik: konsumsinya perlu dikendalikan, peredarannya perlu diawasi,
(2) Pertumbuhan ekonomi nasional berada pada kisaran 5,9-6,0 persen yang berarti lebih tinggi
pemakaiannya dapat menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat atau lingkungan hidup dan
dibandingkan dengan asumsi makro APBN-P 2010 sebesar 5,8 persen. Hal ini mencerminkan
pemakaiannya perlu pembebanan pungutan negara demi keadilan dan keseimbangan.
tingkat konsumsi dalam negeri yang cukup baik, sehingga berpengaruh positif terhadap impor. (3) Nilai tukar rupiah mengalami penguatan terhadap Dollar Amerika. Rata-rata nilai tukar rupiah sepanjang tahun 2010 sebesar Rp9.099,80 untuk USD1.00, sehingga mendorong impor. Nilai tukar tersebut mengalami penguatan 12,38 persen jika dibandingkan dengan tahun 2009.
70
Laporan Tahunan Kementerian Keuangan 2010
www.depkeu.go.id
71
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BAB I
Pendahuluan
BAB II
Reformasi Birokrasi
BAB III
Kebijakan Pengelolaan Ekonomi Makro
BAB IV
Pengelolaan Pendapatan Negara
BAB V
Kebijakan Pengelolaan Penganggaran
BAB VI
Kebijakan Pengelolaan Transfer ke Daerah
BAB VII
Kebijakan Pengelolaan Pembiayaan
BAB VIII
Kebijakan Pengelolaan Perbendaharaan Negara
BAB IX
BAB X
Kebijakan Pengelolaan Kekayaan Negara, Piutang Negara, dan Lelang Kebijakan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan NonBank
BAB XI
Pengawasan dan Pengendalian Internal
BAB XII
Kebijakan Hubungan dan Kerjasama Internasional di Bidang Keuangan
BAB XIII
Kebijakan Hubungan Kelembagaan NegaraPemerintahan
BAB XIV Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Keuangan BAB XV
Pelaksanaan Tugas Kementerian Keuangan sebagai KementerianLembaga Penutup
(4) Tarif rata-rata jenis komoditi yang diimpor adalah sebesar 2,01 persen. Angka ini lebih tinggi
(7) internal effort DJBC dalam peningkatan pelayanan dan pengawasan di bidang cukai, antara lain
dari asumsi pengenaan tarif rata-rata tahun 2010 sebesar 1,81 persen, sehingga menaikkan nilai
dengan implementasi SAC di KPPBC, pemberantasan atas peredaran rokok polos/tanpa pita
bea masuk.
cukai, pita cukai palsu, dan pita cukai tidak sesuai peruntukannya.
(5) Internal effort DJBC dalam meningkatkan pelayanan dan pengawasan di bidang kepabeanan, seperti intensifikasi pemeriksaan dokumen dan fisik barang, pemberantasan penyelundupan,
Realisasi penerimaan bea dan cukai pada tahun 2010 meningkat 26,12 persen dibandingkan
dan tindak lanjut hasil audit.
dengan tahun 2009. Bea Masuk mengalami kenaikan sebesar Rp1883,83 miliar (naik 10.39 persen), cukai sebesar Rp9.464,12 miliar (naik 16,69%), dan Bea Keluar sebesar Rp8,344.95 miliar (naik
b. Bea Keluar
1.508,76 persen).
Realisasi penerimaan Bea Keluar sampai dengan 31 Desember 2010 adalah Rp 8.898,05 miliar atau
Tabel 4.12. Penerimaan Bea dan Cukai Tahun 2010 dan Tahun 2009 (dalam miliar Rupiah)
163,13 persen dari target APBN-P. Kontribusi terbesar berasal dari produk CPO dan turunannya. Nilai Bea Keluar dipengaruhi oleh besaran volume ekspor, tarif, nilai kurs, dan Harga Patokan Ekspor (HPE). Tarif Bea Keluar dan HPE produk CPO dan turunannya sangat tergantung pada harga referensi bulanan yang ditetapkan oleh Pemerintah. Tercapainya penerimaan Bea Keluar didukung oleh beberapa faktor berikut ini. (1) Pada triwulan pertama, tarif CPO dan produk turunannya berada pada kisaran 3 persen dan HPE pada kisaran USD748,25 per ton. Pada bulan April-Juli, harga referensi meningkat dan berada di atas USD800,00 per ton, sehingga tarifnya menjadi 4,5 persen dengan HPE rata-rata USD748,25
No 1 2 3
“Jenis Penerimaan” Bea Masuk Bea Keluar Cukai Total
2009 APBN-P Realisasi 18,623.50 18,132.94 1,399.60 553.10 54,545.04 56,701.79 74,568.14 75,387.83
2010 % APBN-P Realisasi 97.37 17,106.81 20,016.77 39.52 5,454.56 8,898.05 103.95 59,265.92 66,165.92 101.10 81,827.29 95,080.74
Growth % Nominal % 117.01 1,883.83 10.39 163.13 8,344.95 1508.76 111.64 9,464.12 16.69 116.20 19,692.90 26.12
Sumber: Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
per ton. Pada bulan Agustus, penerimaan Bea Keluar menurun, karena harga referensi hanya USD 736,00 per ton dengan tarif 3 persen dan HPE USD725,00 per ton. (2) Sejak bulan September-Desember harga referensi CPO terus meningkat seiring naiknya harga minyak mentah dunia, sehingga tarif yang berlaku terus meningkat dari 4,50 persen pada September menjadi 6,00 persen pada Oktober, 10,00 persen pada November, hingga 15 persen pada Desember. Kenaikan tarif diikuti oleh kenaikan HPE setiap bulan, sehingga realisasi penerimaan Bea Keluar berada pada top performance. (3) Pencapaian tertinggi terjadi pada bulan Desember, yaitu sebesar Rp2.732,65 miliar yang dipicu oleh meningkatnya ekspor bulan Desember untuk menghindari naiknya tarif Bea Keluar CPO
4.2.3. Penerimaan Negara Bukan Pajak Pencapaian target PNBP yang diukur dari APBN-P dengan realisasinya mengalami peningkatan dari 81,29 persen di tahun 2005 menjadi 108,98 persen di tahun 2010. Realisasi PNBP dalam kurun waktu tersebut terus mengalami peningkatan dari Rp146,89 triliun menjadi Rp269,37 triliun. Peningkatan terbesar terjadi pada tahun 2008, yaitu mencapai Rp320,60 triliun. Pencapaian ini terutama disebabkan oleh tingginya harga minyak mentah dunia, termasuk harga rata-rata minyak mentah Indonesia yang mencapai US$101,44 per barrel.
bulan Januari 2011 sebesar 20 persen.
Tabel 4.13. Penerimaan Negara Bukan Pajak Tahun 2010 (dalam miliar Rupiah)
(4) Sejak bulan April juga dikenakan Bea Keluar terhadap Biji Kakao yang merupakan program
Uraian
ekstensifikasi dalam rangka pelaksanaan UU Kepabeanan yang berakibat pada naiknya penerimaan negara. c. Cukai Realisasi penerimaan cukai hingga 31 Desember 2010 tercatat sebesar Rp66.165,92 miliar atau 111,64
I. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) A. Penerimaan Sumber Daya Alam (SDA) 1. SDA Migas
Jumlah Realisasi
% Real Thd APBN-P
APBN
APBN-P
205.411,30
247.176,37
269.374,72
108,98
132.030,21
164.726,73
170.084,03
103,25
120.529,75
151.719,87
152.733,24
100,67
persen dari target APBN-P. Terlampauinya target penerimaan Cukai antara lain disebabkan oleh:
a. Minyak Bumi
89.226,51
112.515,09
111.814,92
99,38
(1) kenaikan tarif Cukai Hasil Tembakau sebesar 4-10 persen yang didistribusikan secara proporsional
b. Gas Alam
31.303,24
39.204,78
40.918,31
104,37
2. SDA Non Migas
11.500,46
13.006,86
17.350,79
133,40
a. Pertambangan Umum
8.231,62
9.738,03
13.895,20
142,69
(2) kenaikan tarif Cukai EA dan MMEA yang berlaku mulai 1 April 2010 melalui PMK No. 62/
b. Kehutanan
2.874,42
2.874,42
3.019,81
105,06
(3) PMK.011/2010;
c. Perikanan
150,00
150,00
92,00
61,33
(4) respon pemesanan pita cukai dari pabrik, karena adanya Rencana Kebijakan Tarif Cukai Tahun
d. Pertambangan Panas Bumi
244,42
244,42
343,79
140,65
24.000,00
29.500,00
30.064,55
101,91
ke seluruh jenis SKT, SKM, dan SPM (rata-rata 5,9 persen) mulai 1 Januari 2010 melalui PMK No. 99/PMK.011/ 2010;
2010 melalui PMK No. 190/PMK.011/2010; (5) intensitas pelaksanaan kemudahan di bidang cukai, yaitu penundaan pembayaran cukai hasil; (6) intensifikasi pengawasan administrasi pembukuan dan pelaporan BKC; serta
B. Bagian Laba BUMN
72
Laporan Tahunan Kementerian Keuangan 2010
www.depkeu.go.id
73
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BAB I
Pendahuluan
BAB II
Reformasi Birokrasi
BAB III
Kebijakan Pengelolaan Ekonomi Makro
BAB IV
Pengelolaan Pendapatan Negara
BAB V
Kebijakan Pengelolaan Penganggaran
BAB VI
Kebijakan Pengelolaan Transfer ke Daerah
BAB VII
Kebijakan Pengelolaan Pembiayaan
BAB VIII
Kebijakan Pengelolaan Perbendaharaan Negara
BAB IX
Kebijakan Pengelolaan Kekayaan Negara, Piutang Negara, dan Lelang
BAB X
BAB XI
BAB XII
BAB XIII
Kebijakan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan NonBank Pengawasan dan Pengendalian Internal Kebijakan Hubungan dan Kerjasama Internasional di Bidang Keuangan Kebijakan Hubungan Kelembagaan NegaraPemerintahan
BAB XIV Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Keuangan BAB XV
Pelaksanaan Tugas Kementerian Keuangan sebagai KementerianLembaga Penutup
Pencapaian PNBP per tanggal 31 Desember 2010 mencapai Rp269.374,72 miliar rupiah atau 108,98
Tabel 4.13. (lanjutan) Uraian C. PNBP Lainnya
APBN
Jumlah Realisasi
APBN-P
persen dari target yang ditetapkan dalam APBN-P Tahun 2010 sebesar Rp247.176,36 miliar rupiah.
% Real Thd APBN-P
Secara rinci capaian PNBP tahun 2010 dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
39.894,22
43.462,76
59.019,81
135,79
13.949,50
13.628,12
15.474,49
113,55
- Pendapatan Penjualan Hasil Produk/ Sitaan
6.971,51
5.573,00
5.281,53
94,77
- Pendapatan Penjualan Hasil Tambang
6.861,42
5.462,90
4.881,87
89,36
No.
- Pendapatan Penjualan Aset
44,20
44,20
263,26
595,66
1.
1. Pendapatan Penjualan dan Sewa
- Pendapatan Sewa
92,86
92,86
146,84
158,13
- Pendapatan Bersih Hasil Penjualan BBM
0,00
0,00
401,67
- Pendapatan Minyak Mentah DMO
6.840,93
7.918,07
9.225,10
116,51
0,00
0,00
156,10
19.501,46
20.719,69
25.010,97
120,71
1.674,74
3.174,74
8.001,03
252,02
- Pendapatan Lainnya dari Keg. Hulu Migas 2. Pendapatan Jasa 3. Pendapatan Bunga 4. Pendapatan Kejaksaan dan Pengadilan
27,65
27,65
167,09
604,41
4.150,84
4.150,84
2.991,65
72,07
49,02
49,02
213,91
436,37
526,80
526,80
704,33
133,70
14,22
1.185,90
6.456,33
544,42
0,00
0,00
0,00
9.486,88
9.486,88
10.206,33
107,58
174.394,09
215.020,32
220.987,44
102,78
1. SDA Migas
120.529,75
151.719,87
152.733,24
100,67
2. PPh Migas
47.023,41
55.382,38
58.873,01
106,30
6.840,93
7.918,07
9.225,10
116,51
0,00
0,00
156,10
-
2. PBB Panas Bumi
-
3. PBB Migas
-
106.526,70
143.997,10
139.952,94
97,19
1. SDA Migas
68.726,70
88.890,80
82.351,32
92,64
2. PPh Migas
37.800,00
55.106,30
57.601,62
104,53
37.800,00
55.106,30
55.106,30
100,00
5. Pendidikan 6. Pendapatan Gratifikasi dan Uang Sitaan Hasil Korupsi 7. Pendapatan Iuran dan Denda 8. Pendapatan Lain-lain - Sisa Surplus Bank Indonesia D. PNBP Lainnya II. Penerimaan Migas (SDA + PPh)
3. Pen. Minyak Mentah DMO 4. Pendapatan Lainnya dari Keg. Hulu Migas III. 1. PPh DTP Panas Bumi
IV. Pembayaran Subsidi
a. Tahun 2010 b. Carry Over 2009 c. Carry Over 2007 Sumber: Direktorat Jenderal Anggaran.
Tabel 4.14. Target dan Realisasi PNBP Yang Dikelola Oleh Direktorat PNBP Tahun 2010 PNBP TA 2010 (Rp miliar)
Jenis PNBP
APBN-P
Realisasi
(%)
SDA Migas
151.719,87
152.733,24
a. Minyak Bumi
112.515,09
111.814,92
99,38
39.204,78
40.918,31
104,37
244,42
343,79
140,66
29.500,00
30.097,33
102,02
7.918,07
9.225,10
116,51
b. Gas Alam 2.
SDA Non Migas Pertambangan Panas Bumi
3.
Bagian Pemerintah atas Laba BUMN
4.
Pendapatan Minyak Mentah DMO
5.
Pendapatan Lainnya dari Kegiatan Hulu Migas Jumlah (1+2+3+4+5)
100,67
-
156,14
-
189.382,36
192.555,59
101,68
Sumber: Direktorat PNBP, Direktorat Jenderal Anggaran.
4.2.3.1. Subsidi Energi Subsidi energi yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Anggaran (DJA) adalah jenis bahan bakar minyak (BBM) Tertentu (BBM dan Bahan Bakar Nabati/BBN), Liquefied Petroleum Gas (LPG) tabung 3 kg dan subsidi listrik. Tabel 4.15. Target dan Realisasi Pembayaran Subsidi Energi Tahun Anggaran 2010 (dalam triliun Rupiah)
Jenis Subsidi Jenis BBM Tertentu dan LPG Tabung 3 Kg
Murni TA 2010
Kekurangan subsidi Tahun Yang Lalu
Pagu Anggaran 2010 APBN
APBN-P
Revisi DIPA
Realisasi Pembayaran
68,73
88,89
83,18
82,35
65,80
85,96
76,32
75,49
2,93
2,93
6,86
6,86
Listrik, terdiri dari :
37,80
55,10
57,60
57,60
Murni TA 2010
35,30
51,10
53,60
53,60
Kekurangan TA 2009
2,50
4,00
4,00
4,00
Sumber: Direktorat PNBP, Direktorat Jenderal Anggaran.
a. Subsidi Jenis BBM Tertentu dan LPG Tabung 3 Kg Asumsi yang digunakan dalam perhitungan subsidi Jenis BBM Tertentu dan LPG Tabung 3 Kg Tahun Anggaran 2010 (APBN, APBN-P, Revisi DIPA, dan Perkiraan Realisasi) disajikan pada Tabel 4.16.
74
Laporan Tahunan Kementerian Keuangan 2010
www.depkeu.go.id
75
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BAB I
Pendahuluan
BAB II
Reformasi Birokrasi
BAB III
Kebijakan Pengelolaan Ekonomi Makro
BAB IV
Pengelolaan Pendapatan Negara
BAB V
Kebijakan Pengelolaan Penganggaran
BAB VI
Kebijakan Pengelolaan Transfer ke Daerah
BAB VII
BAB VIII
BAB IX
BAB X
BAB XI
BAB XII
BAB XIII
Tabel 4.16. Asumsi Perhitungan Subsidi Jenis BBM Tertentu dan LPG Tabung 3 Kg Tahun Anggaran 2010 (dalam miliar Rupiah)
Kebijakan Pengelolaan Pembiayaan Kebijakan Pengelolaan Perbendaharaan Negara Kebijakan Pengelolaan Kekayaan Negara, Piutang Negara, dan Lelang Kebijakan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan NonBank Pengawasan dan Pengendalian Internal Kebijakan Hubungan dan Kerjasama Internasional di Bidang Keuangan Kebijakan Hubungan Kelembagaan NegaraPemerintahan
Subsidi/ Jenis Asumsi
Pendapatan yang diperoleh tersebut berasal dari pengembalian sisa dana cadangan subsidi BBM dan LPG TA 2009 yang terdiri dari sisa dana cadangan subsidi LPG sebesar Rp0,12 triliun dan sisa dana cadangan subsidi minyak tanah sebesar Rp0,08 triliun. Sisa dana cadangan subsidi/PSO
Besaran Asumsi APBN 2010
APBN-P 2010
tersebut telah disetorkan ke Rekening Nomor 502.00000 Bendahara Umum Negara (BUN) pada
Revisi DIPA
Realisasi Pembayaran
Subsidi Jenis BBM Tertentu & LPG Tabung 3 Kg
ICP (US$/bbl) - Jan s.d Des 2010 - Des 2009 s.d Nop 2010 Nilai Tukar (Rp/US$1) Volume Jenis BBM Tertentu (KL) - Premium dan Biopremium - Minyak Tanah - Minyak Solar dan Biosolar
Volume LPG Tabung 3 Kg (M ton)
Alpha BBM (Rp/liter)
65,00
80,00
79,28
Tahun Anggaran yang Lalu (MAP 423913). Dalam tahun 2010 terdapat 3 badan usaha penyedia dan pendistribusi Jenis BBM Tertentu dan LPG
78,08 79,36
10.000,00
9.200,00
9.043,23
9.041,28
36.504.779 21.454.104 3.800.000 11.250.675
36.504.779 21.454.104 3.800.000 11.250.675
38.379.501 23.129.873 2.389.765 12.859.863
38.221.807 23.040.205 2.350.571 12.831.031
2.973.342
2.973.342
2.716.254
2.693.705
556,00
556,00
556,00
556,00
Catatan: Nilai tukar dan ICP dalam perkiraan realisasi pembayaran sampai dengan tanggal 20 Desember 2010. Sumber: Direktorat PNBP, Direktorat Jenderal Anggaran.
Tabung 3 Kg, yaitu PT. Pertamina (Persero) sebagai badan usaha utama untuk Jenis BBM Tertentu dan LPG Tabung 3 Kg dan 2 badan usaha pendamping penyedia dan pendistribusi Jenis BBM Tertentu, yaitu PT. AKR Corporindo Tbk (BBM Jenis Minyak Solar) dan PT. PETRONAS Niaga Indonesia (BBM Jenis Premium). Rincian realisasi pembayaran subsidi Jenis BBM Tertentu dan LPG Tabung 3 Kg Tahun Anggaran 2010 berdasarkan badan usaha pelaksana PSO adalah sebagai berikut: (1) PT. Pertamina (Persero) sebesar Rp82,29 triliun; (2) PT. AKR Corporindo Tbk. sebesar Rp0,04 triliun; dan (3) PT. PETRONAS Niaga Indonesia sebesar Rp0,02 triliun. b. Subsidi Listrik Perhitungan subsidi listrik dilakukan dengan menggunakan asumsi yang berbeda dengan perhitungan subsidi BBM, BBN, dan LPG.
Dalam APBN-P Tahun Anggaran 2010, pagu subsidi Jenis BBM Tertentu dan LPG Tabung 3 Kg Tabel 4.17. Asumsi Perhitungan Subsidi Listrik Tahun Anggaran 2010
ditetapkan sebesar Rp88,89 triliun dengan asumsi antara lain ICP sebesar US$80,00/barel dan nilai tukar Rp9.200,00 per US$ 1. Berdasarkan perkembangan realisasi harga produk BBM internasional (Mid Oil Platt’s Singapore/MOPS) yang menjadi salah satu dasar perhitungan subsidi Jenis BBM
No.
Tertentu yang lebih rendah dibandingkan dengan perkiraan MOPS dalam APBN-P Tahun 2010,
1.
maka dalam tahun anggaran 2010 telah dilakukan Revisi Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA).
APBN TA 2010
APBN-P TA 2010
ICP (US$/bbl)
Parameter
65.00
80.00
10,000
9,200
6.00
6.60
145.89
143.25
9.95
9.41
4.41
3.94
2.
Kurs (Rp/US$)
3.
Growth Sales (%)
subsidi Jenis BBM Tertentu dan LPG Tabung 3 Kg disesuaikan menjadi Rp83,18 triliun. Revisi DIPA
4.
Losses (%)
tersebut telah mencakup alokasi anggaran untuk pembayaran kekurangan subsidi BBM Tahun Yang
5.
Fuel Mix
BAB XIV Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Keuangan
Berdasarkan asumsi perhitungan ICP US$79,28/barel dan nilai tukar Rp9.043,23,00/US$, maka pagu
BAB XV
Pelaksanaan Tugas Kementerian Keuangan sebagai KementerianLembaga
bulan Februari 2010 sebagai PNBP dengan akun Penerimaan Kembali Belanja Lainnya Rupiah Murni
Energy Sales (TWH)
Lalu (2003-2009) sebesar Rp6,69 triliun dan pembayaran kekurangan subsidi LPG Tahun Yang Lalu
HSD (juta KL)
(2007-2009) sebesar Rp0,18 triliun.
IDO (juta KL)
-
-
MFO (juta KL)
1.77
2.48
Realisasi pembayaran subsidi Jenis BBM Tertentu dan LPG Tabung 3 Kg Tahun Anggaran 2010
Batubara (juta ton)
30.88
30.3
menjadi sebesar Rp82,35 triliun atau 92,64 persen dari pagu dalam APBN-P 2010 atau 99,00 persen
Gas (juta BBTU)
0.33
0.32
dari pagu dalam Revisi DIPA. Perhitungan tersebut didasarkan pada realisasi ICP sebesar US$78,08/
Panas Bumi (TWH)
3.61
3.12
barel untuk periode Januari-Desember 2010 atau US$79,36/barel untuk periode Desember
Bio Diesel (juta KL)
90.40
0.01
Penutup
2009-Nopember 2010 dan nilai tukar Rp9.041,28 per US$1. Perkiraan besaran subsidi Jenis BBM Tertentu dan LPG Tabung 3 Kg Tahun Anggaran 2010 mengacu pada hasil audit oleh auditor yang berwenang. Selain pembayaran subsidi Jenis BBM Tertentu dan LPG Tabung 3 Kg, dalam tahun 2010 terdapat Penerimaan Kembali Belanja Lainnya sebesar Rp0,20 triliun.
6.
Margin (%)
7.
TDL (%)
Sumber: Direktorat PNBP, Direktorat Jenderal Anggaran.
5
8
20%
10%
76
Laporan Tahunan Kementerian Keuangan 2010
www.depkeu.go.id
77
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BAB I
Pendahuluan
Dalam APBN-P Tahun Anggaran 2010, pagu subsidi listrik ditetapkan sebesar Rp55.106,3 miliar.
c.1. Badan Usaha Milik Negara
BAB II
Reformasi Birokrasi
BAB III
Kebijakan Pengelolaan Ekonomi Makro
Dalam perkembangannya, realisasi subsidi listrik tahun 2010 diperkirakan mencapai Rp62.808,78
Pada tahun 2010 telah dilakukan monitoring dan evaluasi terhadap 16 BUMN, yaitu PT. Semen
miliar. Tambahan pagu sebesar Rp7.702,48 miliar terutama disebabkan oleh hal-hal berikut ini.
Gresik, PT. Krakatau Steel, PT. Semen Baturaja (Persero), PTPN VI (Persero), PTPN VII (Persero), PTPN
BAB IV
Pengelolaan Pendapatan Negara
(1) Kenaikan biaya pokok penyediaan (BPP) tenaga listrik, karena kenaikan biaya BBM sebesar
VIII (Persero), PTPN IX (Persero), PT. Dahana (Persero), PT. LEN Industri (Persero), PT. INTI (Persero),
BAB V
BAB VI
BAB VII
BAB VIII
BAB IX
BAB X
BAB XI
BAB XII
BAB XIII
Kebijakan Pengelolaan Penganggaran Kebijakan Pengelolaan Transfer ke Daerah Kebijakan Pengelolaan Pembiayaan Kebijakan Pengelolaan Perbendaharaan Negara Kebijakan Pengelolaan Kekayaan Negara, Piutang Negara, dan Lelang Kebijakan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan NonBank Pengawasan dan Pengendalian Internal Kebijakan Hubungan dan Kerjasama Internasional di Bidang Keuangan Kebijakan Hubungan Kelembagaan NegaraPemerintahan
Rp19.435,1 miliar. (2) Penurunan pokok penyediaan tenaga listrik, karena penurunan biaya bahan bakar batubara, Rp12.062,00 miliar.
c.2. Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS)
(3) Kenaikan BPP digunakan sebagai input dalam formula subsidi listrik dengan menggunakan
Pada tahun 2010 telah dilakukan monitoring dan evaluasi terhadap 8 KKKS, yaitu PT. Pertamina EP,
marjin sebesar 8 persen yang akan menghasilkan tambahan alokasi subsidi listrik sebesar
PT. Pertamina EP Field Pangkalan Susu, PT. Pertamina EP Field Rantau, PT. Medco EP, PT. Kideco,
Rp7.702,48 miliar.
PT. BOB BSP Pertamina Hulu, PT. Kondur Petroleum, dan PT. Vico.
Pada Rapat Kerja Panitia Anggaran DPR dengan Pemerintah dalam rangka pembahasan pembicaraan
c.3. Kantor Pelayanan Pajak (KPP)
tingkat I/pembahasan RUU tentang APBN Tahun Anggaran 2010 pada tanggal 20 Agustus hingga
Pada tahun 2010 telah dilakukan monitoring dan evaluasi terhadap 10 KPP, yaitu KPP Pratama
17 September 2009 dan Rapat Kerja Badan Anggaran DPR RI dengan Pemerintah dalam rangka
berlokasi di Garut, Sukabumi, Tigaraksa, Bogor, Cilegon, Bangka, dan Bandung, serta KPP Madya di
pembicaraan tingkat I/pembahasan RUU tentang perubahan atas UU No. 47 Tahun 2009 tentang
Bekasi dan Bandung.
APBN Tahun Anggaran 2010 beserta nota perubahannya pada tanggal 9 April hingga 1 Mei 2010, telah disimpulkan antara lain bahwa:
Di samping monitoring dan evaluasi PNBP serta penyaluran Jenis BBM Tertentu dan LPG Tabung
(1) pembayaran subsidi listrik dilakukan sesuai realisasi dengan mempertimbangkan kemampuan
3 Kg, telah dilakukan pula monitoring terhadap kegiatan usaha hilir migas. PNBP dari kegiatan
anggaran; dan (2) penyediaan cadangan risiko fiskal guna mengantisipasi kekurangan pasokan gas untuk PT PLN (Persero).
usaha hilir migas yang disampaikan Badan Pengatur Hilir (BPH) Migas pada tahun 2010 mencapai Rp459,39 miliar. Apabila dibandingkan dengan target PNBP dari BPH Migas dalam APBN-P 2010 sebesar Rp433,30 miliar, maka realisasi PNBP dari BPH Migas pada tahun 2010 melampaui target
Dalam APBN-P 2010 telah dialokasikan dana cadangan risiko fiskal tahun 2010 sebesar Rp6.000,00
sebesar 6,02 persen. PNBP dari BPH Migas bersumber dari penyetoran iuran dari 39 badan usaha
miliar yang antara lain diperuntukan bagi cadangan risiko perubahan harga gas PT. PLN
yang bergerak di bidang pendistribusian BBM dan pengangkutan gas bumi melalui pipa.
(Persero) sebesar Rp2.500,00 miliar. Dengan perkiraan kebutuhan subsidi listrik tahun 2010 dan
Tabel 4.18. PNBP dari BPH Migas TA 2010 (dalam Rupiah)
memperhatikan telah tersedianya dana cadangan risiko fiskal untuk perubahan harga gas PT PLN (Persero) sebesar Rp2.500,00 miliar, maka pagu subsidi listrik dalam APBN-P 2010 sebesar
BAB XV
Penutup
(Persero), PT. Kereta Api (Persero), dan PT. Dirgantara Indonesia (persero).
gas alam, pemeliharaan, pembelian listrik swasta, beban pinjaman dan lain-lain sebesar
BAB XIV Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Keuangan Pelaksanaan Tugas Kementerian Keuangan sebagai KementerianLembaga
PT. Pindad (Persero), Perum Jasa Tirta I (Persero), Perum Jasa Tirta II (Persero), PT. Pos Indonesia
Rp55.106,30 miliar kembali direvisi dengan menambahkan pagu murni subsidi listrik tahun 2010
No.
sebesar Rp2.500,00 miliar, sehingga total pagu subsidi listrik setelah revisi menjadi Rp57.606,30
1.
BBM
miliar. Penambahan pagu dilakukan dengan pertimbangan:
2.
Gas Bumi
(1) penambahan alokasi subsidi listrik tersebut akan mengurangi beban fiskal subsidi listrik pada tahun berikutnya; dan
Uraian
Jumlah (1+2)
Target (APBN-P) 345.385.413.651
Realisasi 365.403.000.729
% 105,80
87.915.415.927
93.987.176.082
106,91
433.300.829.578
459.390.176.811
106,02
Sumber: Direktorat PNBP, Direktorat Jenderal Anggaran.
(2) alokasi fiskal yang disediakan dalam APBN-P 2010 untuk perubahan harga gas PT. PLN (Persero)
hanya sebesar Rp2.500,00 miliar.
4.2.3.2. Biaya Administrasi Pengurusan Piutang Negara
Sesuai hasil audit BPK, masih terdapat kekurangan subsidi listrik tahun 2009 sebesar Rp8.580,47
Sampai dengan Desember 2010, Biaya Administrasi Pengurusan Piutang Negara (BIAD PPN) yang
miliar Kekurangan tersebut telah dibayar pada tahun 2010 sebesar Rp4 triliun sehingga
berhasil dipungut sebesar Rp68,113 miliar yang terdiri dari Piutang Negara Perbankan sebanyak
kekurangan yang belum dibayarkan kepada PT. PLN (Persero) adalah sebesar Rp4.580,47 miliar.
Rp33,42 miliar (49,07 persen) dan Piutang Negara Non-Perbankan sebanyak Rp34,69 miliar (50,93 persen). Realisasi BIAD tersebut mencapai 100,54 persen dari target yang ditetapkan untuk tahun
c. Monitoring dan Evaluasi Pada tahun 2010 telah dilaksanakan monitoring dan evaluasi terhadap 40 subyek PNBP, yang terdiri dari 16 BUMN, 8 Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS), 10 Kantor Pelayanan Pajak (KPP), dan 6 Wilayah Kerja Pertambangan (WKP) Panas Bumi. Selain itu, telah dilakukan pula uji petik dalam rangka verifikasi data/dokumen pendistribusian/penjualan Jenis BBM Tertentu dan LPG Tabung 3 Kg.
2010 sebesar Rp67,75 miliar.
78
Laporan Tahunan Kementerian Keuangan 2010
www.depkeu.go.id
79
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BAB I
Pendahuluan
BAB II
Reformasi Birokrasi
BAB III
Kebijakan Pengelolaan Ekonomi Makro
BAB IV
Pengelolaan Pendapatan Negara
BAB V
Kebijakan Pengelolaan Penganggaran
BAB VI
Kebijakan Pengelolaan Transfer ke Daerah
BAB VII
Kebijakan Pengelolaan Pembiayaan
BAB VIII
Kebijakan Pengelolaan Perbendaharaan Negara
BAB IX
BAB X
Kebijakan Pengelolaan Kekayaan Negara, Piutang Negara, dan Lelang Kebijakan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan NonBank
BAB XI
Pengawasan dan Pengendalian Internal
BAB XII
Kebijakan Hubungan dan Kerjasama Internasional di Bidang Keuangan
BAB XIII
Kebijakan Hubungan Kelembagaan NegaraPemerintahan
BAB XIV Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Keuangan BAB XV
Pelaksanaan Tugas Kementerian Keuangan sebagai KementerianLembaga Penutup
Tabel 4.19. Realisasi Pencapaian Biaya Administrasi Tahun 2006-2010 (dalam miliar Rupiah)
Operasional dan Non Operasional. Semakin meningkat jumlah kedua penerimaan ini menunjukkan kinerja keuangan Satker BLU semakin baik.
BIAD
Tahun
Penerimaan yang mencerminkan kinerja keuangan Satker BLU sesungguhnya adalah penerimaan
Target
Realisasi
2006
82,080.00
66,045.86
2007
50,786.00
37,805.37
2008
42,269.00
61,473.06
2009
61,550.00
46,834.35
2010
67,750.00
68,113.66
Satker BLU menurut fungsi pelayanan yang diberikan kepada masyarakat terdiri atas 6 klaster, yaitu: (1) Rumah Sakit dan Layanan Kesehatan; (2) Pendidikan di bawah Kementerian Agama; (3) Pendidikan di bawah Kementerian Pendidikan Nasional; (4) Pendidikan di bawah Kementerian Kesehatan; (5) Pendidikan lainnya; serta (6) Non Rumah Sakit dan Pendidikan.
4.2.3.3. Bea Lelang
Tabel 4.20. Jumlah Pendapatan Satker BLU (dalam juta Rupiah)
Realisasi Bea lelang pada tahun 2010 sebesar Rp83,84 miliar Jumlah ini telah melampaui target yang ditetapkan sebesar Rp44,05 miliar Beberapa faktor yang mendukung pencapaian tersebut adalah: (1) terdapat beberapa lelang yang hasilnya cukup tinggi, yaitu lelang aset sitaan Pengadilan Negeri, lelang PUPN, lelang eksekusi Pengadilan Negeri, lelang eksekusi Hak Tanggungan, lelang aset BUMN, dan lelang kepailitan; (2) peningkatan frekuensi lelang Hak Tanggungan dan fidusia dari bank BUMN setelah berlakunya PP No. 33 Tahun 2006; (3) peningkatan frekuensi lelang eksekusi Pengadilan Negeri; serta (4) penggalian potensi lelang dan upaya meningkatkan minat masyarakat terhadap lelang. Gambar 4.2. Realisasi Bea Lelang Tahun 2006-2010 (dalam ribuan Rupiah) 90.000.000 80.000.000 70.000.000
Jenis Layanan Per Klaster
Jumlah Satker
2008
2009
2010
s.d 31 Des 2010 Operasional Non Ops Operasional Non Ops Operasional Non Ops
BLU RS dan Layanan Kesehatan
36
2.759.066
357.366
2.813.270
58.835
4.150.973
826.815
BLU Pendidikan di bawah KEMENDIKNAS
20
1.311.688
4.076
2.292.965
839.669
2.855.937
388.082
BLU Pendidikan di bawah KEMENAG
13
116.742
22.070
186.578
14.177
359.171
21.744
BLU Pendidikan di bawah KEMENKES
7
-
-
-
-
55.854
-
BLU Pendidikan Lainnya
11
10.272
55
94.596
5.141
167.616
5.836
BLU Non RS dan Pendidikan
22
895.729
445.150
1.406.941
593.080
1.702.011
658.847
Sumber: Direktorat PPK-BLU, Ditjen Perbendaharaan
60.000.000 50.000.000
4.2.3.5. Pendapatan Perbendaharaan
40.000.000
Dalam tahun anggaran 2010, Ditjen Perbendaharaan menghasilkan PNBP dari beberapa kegiatan
30.000.000
berikut ini yang menjadi tugas dan fungsinya.
20.000.000
(1) Penerapan Treasury Single Account (TSA) Pengeluaran pada tahun 2010 menghasilkan remunerasi sebesar Rp 65,33 miliar.
10.000.000
(2) Pelaksanaan Treasury Notional Pooling (TNP) sampai dengan akhir tahun 2010 menghasilkan
0 2006
2007
2008
2009
2010
4.2.3.4. Pendapatan Badan Layanan Umum Satker Badan Layanan Umum (BLU) mendapatkan penerimaan yang digunakan untuk membiayai pengeluaran melalui 4 sumber, yaitu: (1) Operasional, yaitu pendapatan yang diperoleh dari jasa layanan yang diberikan kepada masyarakat sesuai fungsi satker; (2) Non Operasional, yaitu pendapatan yang diperoleh dari jasa layanan yang diberikan kepada masyarakat di mana jasa layanan tersebut merupakan pelengkap dari tugas dan fungsi utama; (3) pendapatan yang bersumber dari APBN; serta (4) Hibah, yaitu pendapatan yang terikat maupun tidak terikat dari masyarakat atau badan lain.
PNBP sebesar Rp118,38 miliar. (3) Total remunerasi yang diterima oleh Pemerintah atas pendapatan dari penempatan uang negara sejak awal hingga akhir tahun 2010 (20 Desember 2010) adalah Rp2.362,54 miliar di Bank Indonesia dan Rp858,95 miliar di Bank Umum. Total PNBP yang dihasilkan oleh Ditjen Perbendaharaan selama tahun 2010 adalah Rp3.405,20 miliar.
80
Laporan Tahunan Kementerian Keuangan 2010
www.depkeu.go.id
81
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BAB I
Pendahuluan
BAB II
Reformasi Birokrasi
BAB III
Kebijakan Pengelolaan Ekonomi Makro
BAB IV
Pengelolaan Pendapatan Negara
BAB V
BAB VI
BAB VII
BAB VIII
BAB IX
BAB X
BAB XI
BAB XII
BAB XIII
4.3. Peluang dan Tantangan Meningkatkan Pendapatan Negara
iv. Perbaikan sistem dan prosedur pelayanan ekspor dan impor dapat lebih menjamin
4.3.1. Bidang Perpajakan
v. Otomasi sistem pelayanan ekspor dan impor untuk menghilangkan hambatan-hambatan,
kepastian hukum dalam berusaha. (1) Peluang dalam Pencapaian Target Penerimaan Pajak i. Dukungan stakeholder, dukungan Pemerintah, momentum reformasi, peran strategis DJP;
sehingga memudahkan kegiatan ekspor dan impor. vi. Ekstensifikasi pengenaan Bea Keluar terhadap ekspor biji kakao yang mulai diterapkan
Kebijakan Pengelolaan Penganggaran
ii. Indonesia merupakan emerging market pertumbuhan ekonomi;
pada tahun 2010 dan kajian pengenaan Bea Keluar pada tahun berikutnya terhadap ekspor
iii. Tax gap masih lebar;
produk pertambangan.
Kebijakan Pengelolaan Transfer ke Daerah
iv. Perkembangan/Kemajuan IT;
Kebijakan Pengelolaan Pembiayaan Kebijakan Pengelolaan Perbendaharaan Negara Kebijakan Pengelolaan Kekayaan Negara, Piutang Negara, dan Lelang Kebijakan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan NonBank Pengawasan dan Pengendalian Internal Kebijakan Hubungan dan Kerjasama Internasional di Bidang Keuangan Kebijakan Hubungan Kelembagaan NegaraPemerintahan
vi. Pertumbuhan ekonomi Indonesia positif. i.
Komitmen perubahan pada level Middle Management lemah;
ii.
Database kualitasnya kurang akurat;
iii. Human Resources Management kurang berkualitas; iv. Peraturan Perpajakan yang tidak jelas dan tidak konsisten; v.
SOP belum memadai;
vi. Koordinasi lemah (internal dan eksternal); vii. Kualitas auditor lemah; viii. Pengawasan internal lemah; ix. Kualitas pelayanan perpajakan belum merata di seluruh wilayah Indonesia; x.
Efektivitas penyuluhan dan kehumasan yang belum optimal;
xi. Ekstensifikasi dan intensifikasi pajak belum optimal; dan xii. Efektivitas pengawasan dan penegakan hukum terhadap WP belum optimal.
viii. Sosialisasi kepada pengguna jasa untuk memberikan pemahaman agar berperilaku patuh terhadap ketentuan yang berlaku. (2) Tantangan atau Kendala dalam Pencapaian Penerimaan Bea Masuk dan Bea Keluar i.
Penyesuaian tarif umum Bea Masuk Umum atau Most Favourable Nation (MFN) yang cenderung menurunkan tarif efektif rata-rata importasi, sehingga mendistorsi penerimaan Bea Masuk.
ii. Konskuensi dari komitmen kerjasama perdagangan internasional dalam rangka Free Trade Agreement (FTA) melalui skema AFTA, AC-FTA, AK-FTA, IJ-EPA, dan AI-FTA, yang menurunkan tarif hingga menjadi nol persen akan mendistorsi penerimaan Bea Masuk. iii. Pemberian berbagai fasilitas pembebasan dan keringanan Bea Masuk, seperti KB, KITE, dan BKPM. iv. Kebijakan non tarif yang berorientasi pada pengendalian barang impor dan penggunaan produksi dalam negeri, seperti SNI, SKA, dan Lartas. v. Implementasi Free Trade Zone (FTZ) di Kawasan Batam, Bintan, dan Karimun (BBK) dan rencana penerapan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).
xiii. Lemahnya koordinasi antar institusi penegak hukum;
vi. Kebijakan Bea Keluar bukan merupakan instrumen untuk memperoleh penerimaan negara.
xiv. Ketidakharmonisan peraturan pajak dengan peraturan lainnya;
vii. Besaran tarif Bea Keluar dan HPE sangat tergantung pada harga Crude Pal Oil (CPO) dunia
xv. Persaingan perpajakan internasional; xvi. Interest group/intervensi politik;
BAB XV
xix. Perkembangan transaksi e-commerce;
Penutup
optimalisasi pelaksanaan audit kepabeanan.
(2) Tantangan atau Kendala dalam Pencapaian Penerimaan Pajak
BAB XIV Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Keuangan Pelaksanaan Tugas Kementerian Keuangan sebagai KementerianLembaga
vii. Intensifikasi pengawasan tarhadap praktik penyelundupan ekspor dan impor serta
v. Perhatian negara/agen donor; dan
(CIF Rotterdam).
xvii. Skema penghindaran dan atau pelanggaran pajak yang canggih;
4.3.2.2 Peluang dan Tantangan Cukai
xviii. Pengeluaran Pemerintah yang tidak efisien;
(1) Peluang dalam Pencapaian Target Penerimaan Cukai
xx. Kesadaran masyarakat untuk membayar pajak rendah; dan xxi. Kepercayaan masyarakat terhadap institusi perpajakan turun.
i. Kenaikan tarif Cukai atas hasil tembakau mulai 1 Januari 2010 dan penyesuaian tarif pada tahun-tahun berikutnya. ii. Kenaikan tarif Cukai EA dan MMEA mulai 1 April 2010 dan penyesuaian tarif pada tahuntahun berikutnya.
4.3.2. Bidang Kepabeanan dan Cukai
iii. Pelaksanaan program reformasi dan pencanangan gerakan reformasi lanjutan DJBC. iv. Perbaikan sistem dan prosedur di bidang Cukai untuk menjamin kepastian hukum dalam
4.3.2.1 Peluang dan Tantangan Kepabeanan (1) Peluang dalam Pencapaian Target Penerimaan Bea Masuk dan Bea Keluar i. Perekonomian dunia semakin pulih dari krisis ekonomi global, sehingga transaksi perdagangan bertumbuh dengan baik. ii. Perekonomian dalam negeri yang relatif stabil, sehingga konsumsi dan sektor riil dapat mendukung pertumbuhan ekonomi dan menggairahkan ekspor dan impor, sehingga berimplikasi pada peningkatan penerimaan Bea Masuk dan Bea Keluar dan devisa negara. iii. Pelaksanaan program reformasi dan pencanangan gerakan reformasi lanjutan DJBC diharapkan mendukung keberhasilan pencapaian target penerimaan negara.
berusaha. v. Otomasi sistem pelayanan Cukai melalui SAC Sentralisasi yang mempermudah pelayanan dan pengawasan di bidang Cukai. vi. Intensifikasi proses pengawasan terhadap praktik pelanggaran dan peningkatan sistem audit di bidang Cukai. vii. Peningkatan kepatuhan pengusaha di bidang Cukai terhadap ketentuan melalui program kemitraan, sosialisasi, maupun law enforcement.
82
Laporan Tahunan Kementerian Keuangan 2010
www.depkeu.go.id
83
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BAB I
Pendahuluan
BAB II
Reformasi Birokrasi
BAB III
Kebijakan Pengelolaan Ekonomi Makro
BAB IV
Pengelolaan Pendapatan Negara
i. Pemulihan perekonomian dunia, khususnya di Amerika Serikat dan Eropa yang belum optimal. ii. Fatwa haram rokok dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan PP Muhamadiyah. iv. RUU Pengendalian Dampak Tembakau;
Kebijakan Pengelolaan Penganggaran
v. Peraturan Daerah tentang larangan merokok di tempat umum.
BAB VI
Kebijakan Pengelolaan Transfer ke Daerah
vii. Upaya dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang menyuarakan gerakan anti rokok.
Kebijakan Pengelolaan Pembiayaan
BAB VIII
Kebijakan Pengelolaan Perbendaharaan Negara
BAB IX
BAB X
BAB XI
BAB XII
BAB XIII
Kebijakan Pengelolaan Kekayaan Negara, Piutang Negara, dan Lelang Kebijakan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan NonBank Pengawasan dan Pengendalian Internal Kebijakan Hubungan dan Kerjasama Internasional di Bidang Keuangan Kebijakan Hubungan Kelembagaan NegaraPemerintahan
BAB XIV Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Keuangan BAB XV
Pelaksanaan Tugas Kementerian Keuangan sebagai KementerianLembaga Penutup
2007
iii. RUU Penyiaran (pembatasan iklan rokok).
BAB V
BAB VII
Tabel 4.21 Jumlah Pemeriksa Pajak Tahun 2007-2010
(2) Tantangan atau Kendala dalam Pencapaian Target Penerimaan Cukai
vi. PMK tentang larangan merokok di gedung atau kantor. viii. Luas wilayah pengawasan di bidang Cukai dan faktor geografis wilayah. ix. Masih kurangnya sinergi penegak hukum dengan petugas DJBC. x. Rendahnya pemahaman stakeholders akan ketentuan di bidang Cukai.
2008
2.226 orang
3.098 orang
2009 3.031 orang
2010 4.159 orang
Sumber : Direktorat Jenderal Pajak.
Pada tahun 2007 realisasi penyelesaian pemeriksaan mencapai 68.017 laporan hasil pemeriksaan (LHP) dan mengalami penurunan drastis menjadi 21.178 LHP pada tahun 2008 karena adanya Sunset Policy. Selanjutnya kinerja realisasi penyelesaian pemeriksaan kembali naik menjadi 69.195 LHP pada tahun 2009. Dalam tahun 2010, realisasi penyelesaian pemeriksaan mencapai 64.988 LHP.
xi. Pembebasan Cukai untuk BKC dari Luar Daerah Pabean dan MMEA buatan dalam negeri ke
Tabel 4.22. Kinerja Pemeriksaan Lainnya Tahun 2010 (dalam Rupiah)
Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas.
Uraian
4.3.3 Bidang PNBP
Realisasi Penerimaan Nasional
Peluang di bidang PNBP antara lain realisasi PNBP dari sektor perikanan masih bisa ditingkatkan
Target Penerimaan dari Hasil Pemeriksaan
mengingat luas lautan Indonesia yang mencakup dua pertiga wilayah. Selain itu kinerja PNBP dari
Realisasi Penerimaan dari Hasil Pemeriksaan
pertambangan panas bumi masih bisa dioptimalkan mengingat pemanfaatan potensi SDA panas
Refund Discrepancy
7,43 triliun
bumi hingga saat ini baru 4%. Permasalahan yang dihadapi bidang PNBP antara lain:
Pemindahbukuan
2.28 triliun
(1) Belum sinkronnya UU PNBP dengan UU di bidang Keuangan Negara dan peraturan
Total Hasil Pemeriksaan
perundangan lainnya (2) Belum efektifnya ketentuan mengenai sanksi dalam pengelolaan PNBP (3) Masih lemahnya monitoring dan evaluasi dalam pengelolaan PNBP pada K/L (4) Kurangnya pemanfaatan riset di bidang PNBP dan subsidi energi dalam perumusan kebijakan
569,02 triliun 9 triliun 9,05 triliun
16.48 triliun
Persentase Kontribusi Pemeriksaan terhadap Penerimaan Nasional* Persentase Realisasi Penerimaan terhadap Target Penerimaan dari Hasil Pemeriksaan*
2,90% 100.56%
Jumlah Pemeriksa
dan peraturan
Rata-rata Pemeriksa
(5) Rendahnya kepatuhan K/L dalam pengelolaan PNBP.
*) tidak memperhitungkan angka Pemindahbukuan
(6) Adanya PNBP yang digunakan secara langsung diluar mekanisme APBN.
Sumber : Direktorat Jenderal Pajak.
4.159 4,51 miliar
(7) Realisasi PNBP dari SDA Migas sangat dipengaruhi oleh parameter diluar kendali Kementerian Keuangan antara lain: ICP, Kurs dan Lifting.
Walaupun terjadi penurunan realisasi penyelesaian pemeriksaan, pada tahun 2010 telah dihasilkan refund discrepancy sebesar Rp7,43 triliun dan penerimaan dari hasil pemeriksaan sebesar Rp9,05 triliun. Kinerja pemeriksaan dicapai melalui berbagai upaya dan strategi berikut ini:
4.4. Pengawasan dan Pengendalian Pendapatan Negara
(1) Penyempurnaan beberapa peraturan di bidang pemeriksaan. (2) Peningkatan kemampuan SDM terkait teknik dan metode pemeriksaan melalui pelatihan atau
4.4.1. Bidang Perpajakan
workshop, seperti workshop pemeriksaan pajak dan In House Training for Tackling International Tax Avoidance.
4.4.1.1. Pemeriksaan Kinerja pemeriksaan diukur dari kuantitas penyelesaian pemeriksaan dan kualitas hasil pemeriksaan.
(3) Pengendalian mutu pemeriksaan melalui review atas hasil pemeriksaan dan peer review atas proses pelaksanaan pemeriksaan unit pelaksana pemeriksaan.
Kinerja pemeriksaan dengan pendekatan kuantitas dapat diukur berdasarkan realisasi jumlah
(4) Pengadaan dan pengembangan sistem dan infrastrukstur pendukung pemeriksaan.
pemeriksaan terhadap target penyelesaian pemeriksaan, sedangkan kinerja pemeriksaan dengan
(5) Kerjasama pemeriksaan dengan BPKP di dalam suatu Tim Optimalisasi Penerimaan Negara
pendekatan kualitas dapat diukur dengan menghitung nilai refund discrepancy dan realisasi
(TOPN) dan dengan DJBC di dalam wadah Komite Pemeriksaan Bersama DJP-DJBC (KPB DJP-
penerimaan dari hasil pemeriksaan. Refund discrepancy merupakan jumlah pajak yang bisa
DBC).
dipertahankan oleh pemeriksa atas permohonan pengembalian (restitusi) yang disampaikan oleh Wajib Pajak melalui SPT Tahunan/Masa. Sementara realisasi penerimaan pajak dari hasil pemeriksaan dihitung dari pembayaran ketetapan pajak dalam kurun waktu sebelum dilakukan penagihan.
84
Laporan Tahunan Kementerian Keuangan 2010
www.depkeu.go.id
85
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BAB I
Pendahuluan
4.4.4.2. Penyidikan
4.4.4.3. Penagihan
BAB II
Reformasi Birokrasi
BAB III
Kebijakan Pengelolaan Ekonomi Makro
Penyidikan tindak pidana perpajakan adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh penyidik
Fokus penagihan pada tahun 2010 adalah membenahi administrasi data dan informasi piutang
untuk mencari dan mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana
pajak dan pencapaian target pencairan tunggakan pajak nasional.
BAB IV
Pengelolaan Pendapatan Negara
dibidang perpajakan yang terjadi serta menemukan tersangkanya. Sedangkan Penyidik adalah
(1) Administrasi Penagihan
pejabat PNS tertentu di lingkungan DJP yang diberi wewenang khusus untuk melakukan
BAB V
BAB VI
Kebijakan Pengelolaan Penganggaran
penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan sesuai ketentuan peraturan per undang-undangan.
Wajib Pajak, penyempurnaan laporan rutin penagihan, rekonstruksi dan pemetaan data piutang
Keberhasilan penyidikan sangat bergantung dari analisis Informasi Data Laporan dan Pengaduan
pajak, pengawasan migrasi berkas Wajib Pajak pindah, dan pengawasan ketetapan mulai tahun
Kebijakan Pengelolaan Transfer ke Daerah
(IDLP) yang kemudian ditindaklanjuti dengan Pemeriksaan Bukti Permulaan.
BAB VII
Kebijakan Pengelolaan Pembiayaan
BAB VIII
Kebijakan Pengelolaan Perbendaharaan Negara
BAB IX
BAB X
BAB XII
Kebijakan Hubungan dan Kerjasama Internasional di Bidang Keuangan Kebijakan Hubungan Kelembagaan NegaraPemerintahan
BAB XIV Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Keuangan BAB XV
Gambar 4.3. Usul Penyidikan Tahun 2010
Pelaksanaan Tugas Kementerian Keuangan sebagai KementerianLembaga
Strategi penagihan dijalankan dengan membedah piutang 100 penunggak pajak terbesar, membuat profil Wajib Pajak/Penanggung Pajak tersebut lengkap dengan upaya hukum yang telah dan tengah dilakukan, serta membuat daftar harta kekayaan yang masih dimiliki yang dilengkapi dengan pohon kepemilikan dalam hal perusahaan yang bersangkutan dimiliki oleh grup perusahaan. Prioritas tindakan penagihan atas 100 penunggak pajak terbesar didasarkan
Penerbitan Faktur Pajak Bermasalah Pengguna Faktur Pajak Bermasalah
Kebijakan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan NonBank Pengawasan dan Pengendalian Internal
pajak 2008. (2) Strategi Penagihan
Kebijakan Pengelolaan Kekayaan Negara, Piutang Negara, dan Lelang
BAB XI
BAB XIII
Pembenahan administrasi data dan informasi piutang pajak dilakukan dengan penataan berkas
Penggelapan Omzet
pada profil Wajib Pajak.
Strategi khusus diarahkan pada penagihan atas piutang yang mendekati daluwarsa dan
Bendahara Pemotong Tidak Menyetor
penagihan atas piutang Wajib Pajak/Penanggung Pajak yang nonkooperatif terutama Wajib
Lain-lain
Pajak yang termasuk dalam 100 penunggak pajak terbesar. Terhadap 100 Wajib Pajak/Penunggak Pajak nonkooperatif tindakan penagihan difokuskan pada penyitaan atas harta kekayaan yang tersimpan pada bank, pencegahan, dan penyanderaan. Penagihan perlu didukung pengawasan secara intensif dan melaksanakan hak mendahului atas piutang pajak terhadap Wajib Pajak yang dinyatakan pailit, bubar, atau likuidasi, dengan melakukan koordinasi dengan kurator,
Sumber: Direktorat Jenderal Pajak.
likuidator, orang atau badan yang ditugasi melakukan pemberesan, segera setelah diperoleh
Untuk memperkuat penyidikan di sepanjang tahun 2010, DJP telah melakukan kerjasama dan koordinasi dengan beberapa instansi penegakan hukum berikut ini.
informasinya. (3) Target Pencairan Piutang Pajak
(1) Kepolisian Negara Republik Indonesia
untuk piutang PPh dan PPN serta target pencairan untuk piutang PBB dan BPHTB. Target
(2) Kejaksaan Agung
pencairan piutang PPh dan PPN secara nasional ditetapkan berdasarkan saldo awal piutang
(3) Pusat Penelitian dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK)
pajak tahun 2010 setelah dikurangi dengan cadangan piutang, dengan memperhitungkan
(4) Instansi Penegak Hukum Lain
pencapaian IKU tahun 2009, dan perkiraan penambahan piutang pajak pada tahun berjalan. Sedangkan target pencairan piutang PBB dan BPHTB ditetapkan minimal 85 persen dari saldo
Tabel 4.23. Kinerja Penyidikan Perpajakan Tahun 2010
Penutup
No. I.
Keterangan
II.
2008
2009
2010
A
Berkas telah P-19
0
24
19
14
Kerugian Negara
0
1,412 triliun
162 miliar
233 miliar
Tersangka
0
13
16
12
B
Berkas telah P-21
17
11
24
19
Kerugian Negara
514 miliar
131 miliar
329 miliar
509 miliar
Tersangka:
21
11
18
Berkas Sudah Divonis Jumlah sudah divonis
2007
awal piutang.
Berkas Diserahkan ke Kejaksaan
Kerugian Negara Denda Pidana Terdakwa
Sumber: Direktorat Jenderal Pajak.
Target pencairan piutang pajak selama tahun 2010 dibedakan menjadi dua, yaitu target pencairan
16
8
13
18
13
100 miliar
463 miliar
288 miliar
409 miliar
6,8 miliar
115 miliar
633 miliar
301 miliar
9
17
14
11
Target pencairan piutang pajak tahun 2010 ditetapkan sebesar Rp16,4 triliun dan realisasi pencairan piutang pajak sebesar Rp22,56 triliun atau mencapai 137,56 persen dari target. Tabel 4.24. Rincian Pencairan Piutang Per Jenis Pajak Tahun 2010 (dalam miliar Rupiah) No. 1. 2. 3. 4. 5.
Jenis Pajak PPh Pasal 25 Orang Pribadi PPh Pasal 25 Badan PPh Pasal 21 PPh Pasal 22 PPh Pasal 23
Pencairan 79,40 5.570,40 254,15 15,87 517,67
86
Laporan Tahunan Kementerian Keuangan 2010
www.depkeu.go.id
87
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BAB I
Pendahuluan
BAB II
Reformasi Birokrasi
BAB III
Kebijakan Pengelolaan Ekonomi Makro
BAB IV
Pengelolaan Pendapatan Negara
BAB V
Kebijakan Pengelolaan Penganggaran
BAB VI
Kebijakan Pengelolaan Transfer ke Daerah
BAB VII
Kebijakan Pengelolaan Pembiayaan
BAB VIII
Kebijakan Pengelolaan Perbendaharaan Negara
BAB IX
BAB X
BAB XI
Kebijakan Pengelolaan Kekayaan Negara, Piutang Negara, dan Lelang
Tabel 4.24 (lanjutan) No. Jenis Pajak 6. PPh Pasal 26 7. PPh Pasal 4 (2) 8. PPN 9. PPnBM 10. Bunga Penagihan 11. Pajak Tidak Langsung Lainnya 12. PBB Sektor Perdesaan 13. PBB Sektor Perkotaan 14. PBB Sektor Perkebunan 15. PBB Sektor Kehutanan 16. PBB Sektor Pertambangan dan Non Migas 17. PBB Sektor Pertambangan Migas 18. BPHTB Jumlah
BAB XIII
Kebijakan Hubungan Kelembagaan NegaraPemerintahan
BAB XIV Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Keuangan BAB XV
Jumlah penindakan pelanggaran kepabeanan dan Cukai di seluruh Indonesia sejak bulan Januari hingga Desember 2010 sebanyak 3.680 kasus dan menghasilkan temuan sebanyak 2.473 kasus. Kasus penindakan ini meningkat 75,99 persen dari tahun sebelumnya sebanyak 2.091 kasus. Khusus untuk NPP, penindakan tercatat mencapai 158 kasus, dengan total barang bukti seberat 412.512,28 gram dan 3.165 mililiter. Tabel 4.26. Penindakan Narkotika Psikotropika Prekursor Berdasarkan Jenis Barang Tahun 2010 No.
Sumber: Direktorat Jenderal Pajak.
No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18.
Pengawasan dan Pengendalian Internal Kebijakan Hubungan dan Kerjasama Internasional di Bidang Keuangan
Pencairan 702,16 183,38 10.244,18 41,59 811,87 4,44 482,57 2.224,28 700,92 218,85 269,51 240,51 22.561,77
Tabel 4.25. Perkembangan Piutang Pajak Selama Tahun 2010 (dalam miliar Rupiah)
Kebijakan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan NonBank
BAB XII
4.4.2.2. Kinerja Pengawasan
Pelaksanaan Tugas Kementerian Keuangan sebagai KementerianLembaga Penutup
Jenis Pajak PPh Pasal 25 Orang Pribadi PPh Pasal 25 Badan PPh Pasal 21 PPh Pasal 22 PPh Pasal 23 PPh Pasal 26 PPh Pasal 4 (2) PPN PPnBM Bunga Penagihan Pajak Tidak Langsung Lainnya PBB Sektor Perdesaan PBB Sektor Perkotaan PBB Sektor Perkebunan PBB Sektor Kehutanan PBB Sektor Pertambangan dan Non Migas PBB Sektor Pertambangan Migas BPHTB Jumlah
Saldo Piutang (Rp) 1.011,93 14.375,14 1.266,41 483,96 2.203,94 1.707,43 756,66 13.758,55 279,74 2.016,03 2,24 1.617,43 9.391,43 388,20 617,95 154,75 3.875,04 101,22 54.008,06
Sumber: Direktorat Jenderal Pajak.
4.4.2. Bidang Kepabeanan dan Cukai 4.4.2.1. Arah dan Strategi Kebijakan Pengawasan dan pengendalian pendapatan negara di bidang kepabeanan dan Cukai diarahkan
Jenis NPP
Jumlah
1.
Amphetamin
292,50
gram
2.
Cocaine
203,00
gram
3.
Ekstasi
18.384,85
gram
4.
Ganja
3.706,76
gram
5.
Erimin Five / Happy Five
10.748,00
gram
6.
Hashish
5.987,00
gram
7.
Heroin
19.213,68
gram
8.
Ketamine
101.903,60
gram
9.
Ephedrine
2.011,60
gram
3.165,00
mililiter
10.
Methamphetamine cair
11.
Methamphetamine Jumlah
Satuan
250.038,29
gram
412.512,28 3.165
gram mililiter
Sumber: Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Kegiatan penyidikan pada tahun 2010 mencapai 158 kasus yang berarti mengalami penurunan sekitar 38 persen dibandingkan tahun 2009. Penurunan ini mengindikasikan tingkat kepatuhan pelaku usaha terkait kepabeanan dan Cukai semakin meningkat. Dari 158 kasus, sejumlah 113 kasus atau 71,5 persen telah diserahkan kepada Kejaksaan. Pencapaian ini telah melampaui target yang ditentukan (50 persen). Sementara itu, kegiatan audit kepabeanan dan Cukai yang telah dilakukan pada tahun 2010 meliputi: (1) penerbitan 38 Daftar Rencana Obyek Audit (DROA) dengan total auditees sebanyak 595 perusahaan; (2) penerbitan Nomor Penugasan Audit (NPA) sebanyak 772 surat; (3) pelaksanaan audit Non DROA sebanyak 666 surat tugas; dan (4) penerbitan 1.261 Laporan Hasil Audit (LHA). Dalam hal ditemukan kekurangan pembayaran pungutan negara, maka akan diterbitkan surat penetapan dan/atau surat tindak lanjut hasil audit. Telah dilakukan monitoring terhadap jumlah tagihan beserta realisasinya.
untuk mengoptimalkan kegiatan pengawasan impor melalui kegiatan intelijen, penindakan, dan penyidikan, serta pengawasan setelah impor melalui kegiatan audit. Kedua upaya berorientasi
No.
untuk mengamankan hak keuangan negara dan meningkatkan penerimaan negara.
Tabel 4.27. Tagihan Audit dan Realisasi Pelunasan Tahun 2009-2010 (dalam Rupiah)
Uraian
1.
Tagihan
2.
Realisasi Tagihan
Sumber: Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
2009
2010
196.360.839.266
516.060.699.618
42.031.096.342
422.854.087.134
88
Laporan Tahunan Kementerian Keuangan 2010
www.depkeu.go.id
89
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
4.5. Summary
4.5.3. Bidang PNBP
BAB I
Pendahuluan
BAB II
Reformasi Birokrasi
BAB III
Kebijakan Pengelolaan Ekonomi Makro
4.5.1. Bidang Perpajakan
81,29 persen di tahun 2005 menjadi 108,98 persen di tahun 2010. Realisasi PNBP dalam kurun waktu
BAB IV
Pengelolaan Pendapatan Negara
Realisasi penerimaan pajak neto DJP tanpa PPh Migas pada tahun 2010 mencapai sebesar Rp569,02
tersebut terus mengalami peningkatan dari Rp146,89 triliun menjadi Rp269,37 triliun. Peningkatan
triliun atau 93,88 persen dari rencana APBN-P 2010. Sementara realisasi penerimaan pajak neto
terbesar terjadi pada tahun 2008, yaitu mencapai Rp320,60 triliun. Pencapaian ini terutama
DJP termasuk PPh Migas pada tahun 2010 tercatat sebesar Rp627,89 triliun atau 94,92 persen dari
disebabkan oleh tingginya harga minyak mentah dunia, termasuk harga rata-rata minyak mentah
rencana APBN-P 2010.
Indonesia yang mencapai USD101,44 per barrel.
Dalam tahun 2010, kebijakan reguler di bidang perpajakan yang dilaksanakan dalam rangka
Selain itu, untuk mengoptimalkan PNBP, pada tahun 2010 telah diselesaikan penyusunan 30
optimalisasi penerimaan dalam negeri meliputi reformasi di bidang administrasi, peraturan
peraturan perundang-undangan di bidang PNBP, yang terdiri dari 6 Peraturan Pemerintah, 2 PMK,
perundang-undangan dan pengawasan serta penggalian potensi. Sementara itu, upaya extra effort
dan 11 KMK. Hal penting lainnya adalah dengan melakukan sosialisasi serta monitoring dan evaluasi
yang telah dilaksanakan antara lain meliputi peningkatan efisiensi pemeriksaan dan penagihan
kepada instansi terkait PNBP.
BAB V
Kebijakan Pengelolaan Penganggaran
BAB VI
Kebijakan Pengelolaan Transfer ke Daerah
BAB VII
Kebijakan Pengelolaan Pembiayaan
BAB VIII
Kebijakan Pengelolaan Perbendaharaan Negara
BAB IX
Kebijakan Pengelolaan Kekayaan Negara, Piutang Negara, dan Lelang
BAB X
Kebijakan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan NonBank
BAB XI
Pengawasan dan Pengendalian Internal
BAB XII
Kebijakan Hubungan dan Kerjasama Internasional di Bidang Keuangan
BAB XIII
Kebijakan Hubungan Kelembagaan NegaraPemerintahan
Pencapaian target PNBP yang diukur dari APBN-P dengan realisasinya mengalami peningkatan dari
pajak, penyempurnaan mekanisme atas keberatan dan banding dalam proses pengadilan pajak, dan perbaikan sistem informasi. 4.5.2. Bidang Kepabeanan dan Cukai Sampai dengan 31 Desember 2010, DJBC telah menghimpun penerimaan dari pajak perdagangan internasional berupa Bea Masuk dan Bea Keluar, serta pajak dalam negeri berupa Cukai senilai Rp95,019 triliun atau 116,12 persen dari target yang ditetapkan. Realisasi tahun 2010 ini meningkat 26 persen dibandingkan tahun 2009. Penerimaan Bea Masuk meningkat Rp1.847,8 miliar atau 10,2 persen, Cukai meningkat Rp9.446,4 miliar atau 16,7 persen, dan Bea Keluar meningkat Rp8.335 miliar atau 1.481,1 persen. Penerimaan Bea Masuk antara lain dipengaruhi oleh kecenderungan penurunan tarif efektif rata-rata sehubungan dengan konskuensi kerjasama FTA. Bea Keluar dipengaruhi oleh kebijakan Pemerintah yang berkenaan dengan harga referensi CPO dan biji kakao yang menentukan tarif dan
BAB XIV Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Keuangan
HPE. Sedangkan penerimaan Cukai sangat dipengaruhi oleh Road Map Industri Hasil Tembakau dan
BAB XV
Hal-hal yang telah dikaji dan menjadi prioritas dalam pelaksanaan tugas pada tahun berikutnya
Pelaksanaan Tugas Kementerian Keuangan sebagai KementerianLembaga Penutup
kampanye anti rokok di dalam maupun luar negeri.
meliputi upaya ekstensifikasi pengenaan Bea Keluar terhadap ekspor komoditi pertambangan untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan dalam negeri, melindungi kelestarian SDA, mengantisipasi kenaikan harga yang cukup drastis dari komoditi ekspor tertentu di pasar internasional dan menjaga stabilitas harga komoditi tertentu di dalam negeri, serta mendukung program hilirisasi industri. Demikian halnya dengan upaya ekstensifikasi Barang Kena Cukai, sehingga penerimaan Cukai tidak hanya tergantung pada penerimaan dari hasil tembakau yang selama ini merupakan kontributor terbesar.
Nilai Cermat Accurate Value
Cermat Mengelola Nilai Anggaran yang Tepat Sasaran dan Berimbang
PRECISE Managing Accurate And Balanced Budget Quantity
92
Laporan Tahunan Kementerian Keuangan 2010
www.depkeu.go.id
93
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BAB V
KEBIJAKAN PENGELOLAAN BELANJA PEMERINTAH PUSAT BAB I
Pendahuluan
5.1.1. Penyusunan APBN Tahun 2011
BAB II
Reformasi Birokrasi
BAB III
Kebijakan Pengelolaan Ekonomi Makro
Penyusunan Nota Keuangan dan RAPBN Tahun 2011 dimulai dengan penyusunan dan penetapan
BAB IV
Pengelolaan Pendapatan Negara
asumsi dasar ekonomi makro tahun 2011 sebagai basis perhitungan resource envelope dan pagu indikatif. Kegiatan ini dimulai pada bulan Februari hingga Maret 2010. Pada saat yang bersamaan, Kementerian Keuangan cq. Direktorat Jenderal Anggaran (DJA) menyusun bahan RKP untuk
BAB V
Kebijakan Pengelolaan Penganggaran
dikompilasi oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). Setelah melalui beberapa
BAB VI
Kebijakan Pengelolaan Transfer ke Daerah
dengan Surat Edaran Bersama (SEB) Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas
BAB VII
Kebijakan Pengelolaan Pembiayaan
BAB VIII
Kebijakan Pengelolaan Perbendaharaan Negara
BAB IX
BAB X
Dalam Sidang Paripurna DPR tanggal 20 Mei 2010, Pemerintah telah menyampaikan Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal 2011. Dokumen ini bersama-sama dengan RKP 2011 dibahas dengan DPR dalam rangka Pembicaraan Pendahuluan RAPBN 2011. Pemerintah kemudian menyesuaikan pagu indikatif dengan perkiraan kemampuan fiskal sesuai asumsi makro dan kebijakan fiskal yang disepakati bersama untuk menjadi pagu sementara dan didistribusikan ke seluruh K/L melalui Surat Edaran Menteri Keuangan. Pagu sementara RAPBN 2011 ditetapkan
Kebijakan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan NonBank Pengawasan dan Pengendalian Internal
BAB XII
Kebijakan Hubungan dan Kerjasama Internasional di Bidang Keuangan Kebijakan Hubungan Kelembagaan NegaraPemerintahan
BAB XIV Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Keuangan BAB XV
No. 0181/M.PPN/04/2010 dan Menteri Keuangan No. SE-120/MK/ 2010 tanggal 6 April 2010.
Kebijakan Pengelolaan Kekayaan Negara, Piutang Negara, dan Lelang
BAB XI
BAB XIII
kali penyempurnaan, RKP dan pagu indikatif Kementerian/Lembaga (K/L) tahun 2011 ditetapkan
dengan Surat Edaran Menteri Keuangan No. SE-294/MK.02/2010 tanggal 24 Juni 2010 tentang Pagu Sementara Kementerian Negara/Lembaga Tahun Anggaran 2011. Gambar 5.1. Siklus Penyusunan APBN Tahun 2011
5.1. Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
JANUARI-APRIL
MEI-AGUSTUS (4)
Penyusunan Rancangan APBN (RAPBN) berpedoman kepada Rencana Kerja Pemerintah (RKP) dan ditujukan untuk mewujudkan tujuan bernegara. Berdasarkan pasal 15 UU No. 17 Tahun 2003
Pembahasan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal & RKP
DPR
tentang Keuangan Negara, RAPBN dalam bentuk RUU tentang APBN beserta Nota Keuangan dan
(1) kemandirian, yaitu meningkatkan sumber penerimaan dalam negeri;
Penutup
(4) menitikberatkan pada azas-azas dan undang-undang negara.
(2) penghematan atau peningkatan efesiensi dan produktivitas; (3) penajaman prioritas pembangunan; serta
Siklus APBN pada dasarnya terdiri dari tahap-tahap: (1) persiapan anggaran oleh eksekutif dan perangkat-perangkatnya;
KABINET/ PRESIDEN
KEMENTERIAN PERENCANAAN SEB PRIORITAS PROGRAM DAN INDIKASI PAGU
PEMBAHASAN RAPBN
UU APBN
(6)
(5)
LAMPIRAN RAPBN (HIMPUNAN RKAKL)
PENELAAHAN KONSISTENSI DENGAN PRIORITAS ANGGARAN (1)
KEMENTERIAN NEGARA/ LEMBAGA
(11)
NOTA KEUANGAN RAPBN DAN LAMPIRAN
(2) SE PAGU SEMENTARA
KEMENTERIAN KEUANGAN
(3) pelaksanaan APBN; (5) pemeriksaan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
(9)
KEPPRES TENTANG RINCIAN APBN
PENELAAHAN KONSISTENSI DENGAN RKP
(2) persetujuan oleh legislatif; (4) laporan akhir tahun oleh eksekutif kepada legislatif; serta
Pembahasan RKA-KL
Kebijakan Umum dan Prioritas Anggaran
bulan sebelum tahun anggaran dilaksanakan. APBN disusun berdasarkan azas:
Pelaksanaan Tugas Kementerian Keuangan sebagai KementerianLembaga
(8)
(7)
dokumen-dokumen pendukungnya diajukan oleh Pemerintah untuk dibahas bersama DPR. Setelah melalui pembahasan, DPR menetapkan undang-undang tentang APBN selambat-lambatnya dua
SEPTEMBER-DESEMBER
Renstra KL
Rancangan Renja KL
Sumber: Direktorat Jenderal Anggaran.
(3) RKA-KL
(10) RANCANGAN KEPPRES TTG RINCIAN APBN
(12) KONSEP DOKUMEN PELAKSANAAN ANGGARAN
(13) PENGESAHAN
(14) DOKUMEN PELAKSANAAN ANGGARAN
94
Laporan Tahunan Kementerian Keuangan 2010
95
www.depkeu.go.id
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BAB I
Pendahuluan
Berdasarkan surat edaran tersebut, K/L kemudian menyusun RKA-KL dan menyampaikannya
Pemerintah dengan Panja menyepakati Pendapatan Negara dan Hibah dalam APBN 2011 sebesar
BAB II
Reformasi Birokrasi
BAB III
Kebijakan Pengelolaan Ekonomi Makro
kepada Kementerian Keuangan c.q. DJA. RKA-KL dihimpun dan menjadi dasar penyusunan Nota
Rp1.104.902,0 miliar, yang terdiri dari:
Keuangan dan RAPBN 2011 beserta RUU-nya yang disampaikan oleh Presiden kepada DPR di
(1) penerimaan perpajakan nonmigas Rp794.701,9 miliar;
BAB IV
Pengelolaan Pendapatan Negara
depan Sidang Paripurna Luar Biasa DPR tanggal 16 Agustus 2010. Pada tanggal 24 Agustus 2010,
(2) penerimaan migas Rp215.336,0 miliar;
fraksi-fraksi menyampaikan Pemandangan Umum atas RUU APBN 2011 dan Pemerintah kemudian
(3) PNBP Sumber Daya Alam (SDA) Perikanan Rp150,0 miliar; (4) PNBP SDA Kehutanan Rp2.908,1 miliar;
BAB V
Kebijakan Pengelolaan Penganggaran
menyampaikan tanggapan atas pemandangan fraksi-fraksi tersebut pada tanggal 31 Agustus 2010.
BAB VI
Kebijakan Pengelolaan Transfer ke Daerah
Setelah melalui pembahasan, Nota Keuangan dan RAPBN 2011 beserta RUU-nya disetujui untuk
(6) PNBP SDA Pertambangan Panas Bumi Rp356,1 miliar;
disahkan menjadi UU APBN 2011 pada tanggal 26 Oktober 2010. Setelah itu, Pemerintah menyusun
(7) Bagian Pemerintah atas Laba BUMN Rp27.590,4 miliar;
Rincian Anggaran Belanja (RAB) K/L hingga paling lambat akhir November 2010. RAB K/L ditetapkan
(8) PNBP Lainnya Rp 45.166,6 miliar;
dengan Peraturan Presiden dan menjadi lampiran dari UU APBN 2011.
(9) pendapatan BLU Rp15.030,8 miliar; dan
BAB VII
BAB VIII
BAB IX
BAB X
BAB XI
BAB XII
BAB XIII
Kebijakan Pengelolaan Pembiayaan Kebijakan Pengelolaan Perbendaharaan Negara Kebijakan Pengelolaan Kekayaan Negara, Piutang Negara, dan Lelang Kebijakan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan NonBank Pengawasan dan Pengendalian Internal Kebijakan Hubungan dan Kerjasama Internasional di Bidang Keuangan Kebijakan Hubungan Kelembagaan NegaraPemerintahan
(5) PNBP SDA Pertambangan Umum Rp10.365,2 miliar;
(10) hibah Rp3.739,5 miliar. Tahap akhir dari penyusunan APBN 2011 adalah penetapan dokumen pelaksanaan anggaran berupa 2011 dilakukan lebih awal agar APBN 2011 dapat segera dilaksanakan pada awal tahun 2011.
RAPBN
APBN
RUU APBN yang diajukan oleh Pemerintah dibahas bersama Badan Anggaran DPR. Badan Anggaran
A. PENDAPATAN NEGARA DAN HIBAH
Uraian
1.086.369,7
1.104.902,0
18.532,4
mengadakan rapat kerja dengan Pemerintah dan Gubernur Bank Indonesia dalam rangka
I. PENERIMAAN DALAM NEGERI
1.082.630,2
1.101.162,5
18.532,4
839.540,5
850.255,5
10.715,1
Pembicaraan Tingkat I/ Pembahasan RUU tentang APBN 2011 pada tanggal 31 Agustus sampai
1. Penerimaan Perpajakan
dengan 25 Oktober 2010. Untuk membahas RUU APBN dibentuk 3 Panitia Kerja (Panja) dan Tim
Tax Ratio (% thd PDB)
Perumus (Timus) Draft RUU. Panja yang dibentuk meliputi:
a. Pajak Dalam Negeri 1) Pajak Penghasilan
(1) Panja Asumsi, Pendapatan, Defisit, dan Pembiayaan;
- PPh Non Migas
(2) Panja Belanja Pemerintah Pusat; serta
- PPh Migas
(3) Panja Transfer ke Daerah.
2) Pajak Pertambahan Nilai
Keseluruhan hasil Panja dan Tim Perumus telah disinkronisasikan dalam Rapat Internal Badan
BAB XIV Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Keuangan
Anggaran pada tanggal 22 Oktober 2010 serta dilaporkan dan disahkan dalam Rapat Kerja tanggal
BAB XV
Dalam pembahasan Asumsi Dasar Ekonomi Makro RAPBN 2011, Pemerintah dan Panja Asumsi,
Pelaksanaan Tugas Kementerian Keuangan sebagai KementerianLembaga Penutup
Tabel 5.2. Pendapatan Negara dan Hibah Tahun 2011 (dalam miliar Rupiah)
Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) pada tanggal 20 Desember 2010. Penyerahan DIPA tahun
25 Oktober 2010.
3) Pajak Bumi dan Bangunan 4) BPHTB 5) Cukai 6) Pajak Lainnya b. Pajak Perdagangan Internasional
Pendapatan, Defisit, dan Pembiayaan telah melakukan pembahasan dari tanggal 22 September sampai dengan 6 Oktober 2010. Berdasarkan hasil pembahasan, telah disepakati besaran Asumsi Dasar Ekonomi Makro dalam APBN 2011 sebagaimana disajikan pada Tabel 5.1.
No.
URAIAN
1
Pertumbuhan ekonomi (%)
6,3
6,4
1,6
2
Inflasi (%) y-o-y
5,3
5,3
0,0
3
Tingkat bunga SBI 3 bulan (%)
6,5
6,5
0,0
4
Nilai tukar (Rp/US$1)
9.3
9.25
0,5
APBN
Deviasi (%)
5
Harga minyak (US$/barel)
80,0
80,0
0,0
6
Liting minyak (MMBOPD)
0,970
0,970
0,0
Sumber: Badan Kebijakan Fiskal.
2) Bea Keluar
12,0
12,1
0,1
816.422,4
827.246,2
10.823,8
414.498,1
420.493,8
5.995,7
360.313,5
364.940,2
4.626,7
54.184,6
55.553,6
1.369,0
309.335,1
312.110,0
2.774,9
27.676,2
27.682,4
6,2
-
-
-
60.711,5
62.759,9
2.048,5
4.201,5
4.200,1
(1,5)
23.118,1
23.009,3
(108,7)
17.988,0
17.902,0
(86,0)
5.130,1
5.107,3
(22,8)
243.089,7
250.907,0
7.817,2
a. Penerimaan SDA
158.173,7
163.119,2
4.945,5
1) SDA Migas
145.261,2
149.339,8
4.078,6
12.912,5
13.779,4
867,0
2. Penerimaan Negara Bukan Pajak
2) SDA Non Migas
Tabel 5.1. Asumsi Ekonomi Makro Tahun 2011 RAPBN
1) Bea Masuk
Selisih
b. Bagian Laba BUMN
26.590,4
27.590,4
1.000,0
c. PNBP Lainnya
43.429,8
45.166,6
1.736,7
d. Pendapatan BLU
14.895,8
15.030,8
135,0
3.739,5
3.739,5
-
II. HIBAH
Sumber: Direktorat Jenderal Anggaran.
96
Laporan Tahunan Kementerian Keuangan 2010
www.depkeu.go.id
97
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BAB I
Pendahuluan
Pemerintah dan Panja Badan Anggaran DPR menyepakati Belanja Pemerintah Pusat dalam APBN
Pemerintah dan Panja juga menyepakati Transfer ke Daerah sebesar Rp 392.980,3 miliar, yang terdiri
BAB II
Reformasi Birokrasi
BAB III
Kebijakan Pengelolaan Ekonomi Makro
2011 sebesar Rp836.578,2 miliar yang mengacu pada hasil kesepakatan bersama dalam Pembicaraan
dari:
Pendahuluan RAPBN Tahun 2011. Jenis Belanja Pemerintah Pusat terdiri dari:
(1) Dana Perimbangan sebesar Rp334.324,0 miliar, yang terdiri dari:
BAB IV
Pengelolaan Pendapatan Negara
BAB V
BAB VI
ii. Dana Alokasi Umum (DAU) sebesar Rp225.532,8 miliar; dan
(3) belanja modal sebesar Rp121.881,1 miliar;
Kebijakan Pengelolaan Transfer ke Daerah
(5) subsidi sebesar Rp187.624,3 miliar;
i. Dana Otonomi Khusus sebesar Rp 10.421,3 miliar; dan
(6) belanja hibah sebesar Rp771,3 miliar;
ii. Dana Penyesuaian sebesar Rp 48.235,0 miliar.
Kebijakan Pengelolaan Pembiayaan
BAB VIII
Kebijakan Pengelolaan Perbendaharaan Negara
BAB IX
Kebijakan Pengelolaan Kekayaan Negara, Piutang Negara, dan Lelang Kebijakan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan NonBank
BAB XI
Pengawasan dan Pengendalian Internal
BAB XII
Kebijakan Hubungan dan Kerjasama Internasional di Bidang Keuangan
BAB XIII
i. Dana Bagi Hasil (DBH) sebesar Rp83.558,4 miliar;
(2) belanja barang sebesar Rp132.422,9 miliar;
Kebijakan Pengelolaan Penganggaran
BAB VII
BAB X
(1) belanja pegawai sebesar Rp180.624,1 miliar;
Penutup
Tabel 5.4. Transfer Ke Daerah Tahun 2011 (dalam miliar Rupiah)
(8) belanja lain-lain sebesar Rp15.261,0 miliar. Tabel 5.3. Belanja Pemerintah Pusat Menurut Jenis Tahun 2011 (dalam miliar Rupiah) Uraian
RAPBN
APBN
Uraian I.
Selisih
RAPBN
Dana Perimbangan A
Dana Bagi Hasil
APBN
Selisih
329.099,3
334.324,0
5.224,7
81.994,3
83.558,4
1.564,1
A.
Belanja Pegawai
180.624,1
180.824,9
200,8
B
Dana Alokasi Umum
221.872,2
225.532,8
3.660,6
B.
Belanja Barang
131.533,4
137.849,7
6.316,3
C
Dana Alokasi Khusus
25.232,8
25.232,8
-
C.
Belanja Modal
121.658,7
135.854,2
14.195,5
D.
Pembayaran Bunga Utang
116.402,8
115.209,2
(1.193,6)
9.336,5
80.396,0
79.396,0
(1.000,0)
E.
1.
Bunga Utang Dalam Negeri
2.
Bunga Utang Luar Negeri
Subsidi 1.
Kebijakan Hubungan Kelembagaan NegaraPemerintahan
Pelaksanaan Tugas Kementerian Keuangan sebagai KementerianLembaga
(2) Dana Otonomi Khusus dan Dana Penyesuaian sebesar Rp58.656,3 miliar, yang terdiri dari:
(7) bantuan sosial sebesar Rp60.956,6 miliar; dan
2.
BAB XIV Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Keuangan BAB XV
iii. Dana Alokasi Khusus (DAK) sebesar Rp25.232,8 miliar;
(4) pembayaran bunga utang sebesar Rp115.209,2 miliar;
Subsidi Energi
36.006,8
35.813,2
(193,6)
184.816,8
187.624,3
2.807,5
133.806,7
136.614,2
2.807,5
a.
BBM, LPG dan BBN
92.785,6
95.914,2
3.128,6
b.
Listrik
II.
Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian
49.319,9
58.656,3
A
Dana Otonomi Khusus
10.274,9
10.421,3
146,4
B
Dana Penyesuaian
39.045,0
48.235,0
9.190,0
378.419,2
392.980,3
14.561,1
Jumlah Sumber: Direktorat Jenderal Anggaran.
41.021,1
40.700,0
(321,1)
Subsidi Non Energi
51.010,1
51.010,0
(0,1)
a.
Pangan
15.267,0
15.267,0
-
b.
Pupuk
16.377,0
16.377,0
-
c.
Benih
120,3
120,3
-
d.
PSO
1.877,5
1.877,5
-
Rp2.387,9 miliar dan pembiayaan utang Rp127.044,4 miliar.
e.
Bunga Kredit Program
f.
Pajak DTP
2.618,2
2.618,2 -
14.750,0
Berdasarkan selisih antara Pendapatan Negara dan Hibah sebesar Rp1.104.901,9 miliar dengan Belanja Negara sebesar Rp1.229.558,4 miliar, maka defisit anggaran tahun 2011 disepakati sebesar Rp124.656,5 miliar atau 1,8 persen terhadap PDB. Untuk menutup defisit anggaran telah disepakati pembiayaan sebesar Rp124.656,5 miliar yang bersumber dari pembiayaan non utang sebesar
14.750,0
-
5.1.2. Penyusunan Laporan Semester I dan Prognosis Semester II Pelaksanaan APBN 2010
F.
Belanja Hibah
771,3
771,3
-
Pemerintah menyusun Laporan Semester I Pelaksanaan APBN 2010 yang dimulai pada akhir Juni
G.
Belanja Sosial
61.525,9
63.183,5
1.657,5
2010 dan disampaikan ke DPR pada tanggal 16 Juli 2010. Laporan disusun untuk memenuhi
H.
Belanja Lain-lain
26.293,9
15.261,0
(11.032,9)
823.626,9
836.578,1
12.951,2
ketentuan dalam UU No. 17 Tahun 2003, UU No. 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPRD dan DPD,
Total Sumber: Direktorat Jenderal Anggaran.
Alokasi anggaran yang ditetapkan untuk belanja K/L mencapai Rp432,8 triliun yang setara dengan 6,2 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Sedangkan alokasi belanja untuk Non K/L (Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara) ditetapkan sebesar Rp403,8 triliun atau 5,8 persen terhadap PDB.
serta UU No. 47 Tahun 2009 tentang APBN Tahun Anggaran 2010 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 2 Tahun 2010 tentang APBN-P 2010. Realisasi APBN-P 2010 sampai dengan semester I menunjukkan surplus Rp47.905,0 miliar. Pencapaian tersebut bersumber dari realisasi Pendapatan Negara dan Hibah sebesar Rp443.682,5 miliar atau 44,7 persen dari yang ditargetkan dalam APBN-P 2010. Sedangkan realisasi Belanja negara pada periode yang sama mencapai Rp395.777,5 miliar atau 35,1 persen.
98
Laporan Tahunan Kementerian Keuangan 2010
www.depkeu.go.id
99
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BAB I
Pendahuluan
BAB II
Reformasi Birokrasi
BAB III
Kebijakan Pengelolaan Ekonomi Makro
BAB IV
Pengelolaan Pendapatan Negara
BAB V
Kebijakan Pengelolaan Penganggaran
BAB VI
Kebijakan Pengelolaan Transfer ke Daerah
BAB VII
Kebijakan Pengelolaan Pembiayaan
BAB VIII
BAB IX
BAB X
BAB XI
BAB XII
BAB XIII
Kebijakan Pengelolaan Perbendaharaan Negara Kebijakan Pengelolaan Kekayaan Negara, Piutang Negara, dan Lelang Kebijakan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan NonBank Pengawasan dan Pengendalian Internal Kebijakan Hubungan dan Kerjasama Internasional di Bidang Keuangan Kebijakan Hubungan Kelembagaan NegaraPemerintahan
Tabel 5.5. Realisasi APBN-P 2010 Semester I (dalam miliar Rupiah) Uraian A.
Semester I
% thd
Pendapatan Negara dan Hibah
992.398,8
443.682,5
44,7
I.
Penerimaan Dalam Negeri
990.502,3
443.469,4
44,8
1.
Penerimaan Perpajakan
743.325,9
337.576,2
45,4
2.
Penerimaan Negara Bukan Pajak
247.176,4
105.893,2
42,8
1.896,5
213,0
11,2
1.126.146,4
395.777,6
35,1
II. B.
APBN-P
Tabel 5.6. Asumsi Dasar Ekonomi Makro Tahun 2010
Hibah
Belanja Negara I.
Belanja Pemerintah Pusat
781.533,5
234.188,0
30,0
II.
Transfer ke Daerah
344.612,9
161.589,5
46,9
(133.747,6)
47.904,9
(35,8)
C.
Surplus/Defisit Anggaran
D.
Pembiayaan
133.747,7
54.668,2
40,9
I.
Pembiayaan Dalam Negeri
133.903,2
65.131,1
48,6
II.
Pembiayaan Luar Negeri
(155,5)
(10.462,9)
6.728,6
Sumber: Direktorat Jenderal Anggaran.
Uraian
APBN
Produk Domestik Bruto (miliar Rp)
5.981.373,1
6.253.789,5
Pertumbuhan ekonomi (%)
5,5
5,8
Inflasi (%) y-o-y
5,0
5,3
Tingkat bunga SBI 3 bulan (%) Nilai tukar (Rp/US$ 1)
6,5
6,5
10.000
9.200
Harga minyak (US$/barel) Lifting minyak (ribu barel/hari)
APBN-P
65
80
965
965
Sumber: Badan Kebijakan Fiskal.
Pendapatan negara dan hibah dalam APBN-P 2010 ditetapkan sebesar Rp992.398,8 miliar atau 15,9 persen terhadap PDB. Berarti terjadi kenaikan 4,5 persen jika dibandingkan dengan APBN 2010 sebesar Rp949.656,1 miliar. Pendapatan negara dan hibah tersebut terdiri atas penerimaan dalam negeri sebesar Rp990.502,3 miliar dan hibah sebesar Rp1.896,5 miliar. Tabel 5.7. Pendapatan Negara dan Hibah Tahun 2010 (dalam miliar Rupiah)
5.1.3. Penyusunan APBN Perubahan 2010 APBN Perubahan (APBN-P) tahun 2010 diajukan oleh Pemerintah lebih awal dari yang biasanya
Uraian
disampaikan setelah Laporan semester I pelaksanaan APBN. Pengajuan APBN-P lebih awal dilakukan
Pendapatan Negara dan Hibah
949.656,1
992.398,7
104,5
A.
948.149,3
990.502,2
104,5
Penerimaan Perpajakan
742.738,0
743.325,8
100,1
i.
Pajak Penghasilan
350.958,0
362.219,0
103,2
ii.
Pajak Pertambahan Nilai
269.537,0
262.963,0
97,6
iii.
Pajak Bumi dan Bangunan
26.506,4
25.319,1
95,5
iv.
BPHTB
7.392,9
7.155,5
96,8
v.
Cukai
57.289,2
59.265,9
103,5
dilakukan pembahasan yang cukup intensif, dalam sidang paripurna DPR tanggal 3 Mei 2010, RUU
vi.
Pajak Lainnya
3.851,0
3.841,9
99,8 87,4
untuk:
Penerimaan Dalam Negeri 1.
(1) menampung perkembangan perekonomian nasional terkini, khususnya besaran ekonomi
APBN
makro yang mengalami perubahan cukup signifikan; dan (2) mengakomodasi tambahan belanja prioritas yang belum terakomodasi dalam UU APBN 2010.
APBN-P
% thd APBN
BAB XIV Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Keuangan
Hal ini dilakukan sesuai dengan pasal 27 UU No. 47 Tahun 2009 tentang APBN 2010. Setelah APBN-P disetujui untuk disahkan menjadi UU. Selanjutnya, APBN-P 2010 ditetapkan dengan UU
vii.
Bea Masuk
19.569,9
17.106,8
BAB XV
No.2 Tahun 2010 tanggal 25 Mei 2010 tentang Perubahan atas UU No. 47 tahun 2009 tentang APBN
viii.
Bea Keluar
7.633,6
5.454,6
71,5
205.411,3
247.176,4
120,3
Pelaksanaan Tugas Kementerian Keuangan sebagai KementerianLembaga Penutup
2.
2010. Agar menjadi lebih realistis, telah dilakukan penyesuaian asumsi dasar ekonomi makro sebagai berikut: (1) pertumbuhan ekonomi sebesar 5,8 persen; (2) tingkat inflasi sebesar 5,3 persen; (3) rata-rata suku bunga SBI-3 bulan sebesar 6,5 persen; (4) nilai tukar sebesar Rp9.200 per USD1; (5) harga minyak mentah Indonesia rata-rata sebesar US$80,0 per barel; dan (6) lifting minyak sebesar 0,965 juta barel per hari.
B.
PNBP i.
PNBP SDA
132.030,2
164.726,7
124,8
ii.
Bagian Laba BUMN
24.000,0
29.500,0
122,9
iii.
PNBP Lainnya
39.894,2
43.462,8
108,9
iv.
Pendapatan BLU
9.486,9
9.486,9
Hibah
1.506,8
1.896,5
100,0 125,9
Sumber: Direktorat Jenderal Anggaran.
Anggaran belanja dalam APBN-P 2010 ditetapkan sebesar Rp1.126.146,5 miliar atau 18,0 persen terhadap PDB dengan mempertimbangkan new initiative programs, kebijakan stabilisasi harga, dan perubahan asumsi dasar ekonomi makro. Jumlah ini meningkat Rp78.480,5 miliar atau 7,5 persen dibandingkan dengan dengan pagu dalam APBN 2010 sebesar Rp1.047.666,0 miliar. Sekitar 69,4 persen dari APBN-P 2010 dialokasikan untuk belanja Pemerintah pusat dan 30,6 persen untuk transfer ke daerah.
100
Laporan Tahunan Kementerian Keuangan 2010
www.depkeu.go.id
101
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BAB I
Pendahuluan
Perubahan pendapatan negara dan hibah serta belanja negara mengakibatkan terjadinya
5.2.2. Himpunan RKA-KL Tahun 2011
BAB II
Reformasi Birokrasi
BAB III
Kebijakan Pengelolaan Ekonomi Makro
perubahan defisit anggaran, yaitu dari Rp98.009,9 miliar atau 1,6 persen terhadap PDB pada APBN
Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (RKA-KL) merupakan salah satu dokumen
2010 menjadi Rp133.747,7 miliar atau 2,1 persen terhadap PDB pada APBN-P 2010.
yang disusun dalam rangka pengelolaan keuangan negara. Anggaran K/L dilaksanakan dengan
BAB IV
Pengelolaan Pendapatan Negara
BAB V
BAB VI
BAB VII
BAB VIII
BAB IX
BAB X
Kebijakan Pengelolaan Penganggaran Kebijakan Pengelolaan Transfer ke Daerah Kebijakan Pengelolaan Pembiayaan Kebijakan Pengelolaan Perbendaharaan Negara Kebijakan Pengelolaan Kekayaan Negara, Piutang Negara, dan Lelang Kebijakan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan NonBank
BAB XI
Pengawasan dan Pengendalian Internal
BAB XII
Kebijakan Hubungan dan Kerjasama Internasional di Bidang Keuangan
BAB XIII
Kebijakan Hubungan Kelembagaan NegaraPemerintahan
BAB XIV Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Keuangan BAB XV
Pelaksanaan Tugas Kementerian Keuangan sebagai KementerianLembaga Penutup
prinsip-prinsip dalam pasal 3 ayat (1) UU No. 17 Tahun 2003. Penyelesaian himpunan RKA-KL tahun
Tabel 5.8. Belanja Negara Tahun 2010 (dalam miliar Rupiah) Uraian I.
APBN
2011 ditandai dengan terbitnya Keputusan Presiden No. 26 Tahun 2010 tentang Rincian Anggaran Belanja Pemerintah Pusat Tahun Anggaran 2011.
APBN-P
% thd APBN
725.242,9
781.533,5
107,8
5.2.3. Revisi Anggaran
Belanja Pegawai
160.364,3
162.659,0
101,4
Berdasarkan PMK No. 180/PMK.02/2010 tentang Perubahan atas PMK No. 69/PMK.02/2010 tentang
2.
Belanja Barang
107.090,0
112.594,0
105,1
Revisi Anggaran Tahun Anggaran 2010, revisi anggaran adalah perubahan RAB Pemerintah Pusat
3.
Belanja Modal
82.175,5
95.024,6
115,6
yang telah ditetapkan berdasarkan APBN/APBN-P Tahun Anggaran 2010 dan ditetapkan dalam
Belanja Pemerintah Pusat 1.
4.
Pembayaran Bunga Utang
115.594,6
105.650,2
91,4
Satuan Anggaran Per Satuan Kerja (SAPSK) dan/atau DIPA Tahun Anggaran 2010. Sampai dengan
5.
Subsidi
157.820,3
201.263,0
127,5
31 Desember 2010, telah diselesaikan usulan revisi anggaran sebanyak 1.082 revisi yang diajukan
6.
Belanja Hibah
7.192,0
243,2
7.
Bantuan Sosial
64.291,2
71.172,8
8.
Belanja Lainnya
30.715,0
32.926,7
107,2
5.2.4. Penyelesaian SBK
II. Transfer ke Daerah
322.423,0
344.612,9
106,9
Standar Biaya Khusus (SBK) merupakan besaran biaya yang dibutuhkan untuk menghasilkan
306.023,4
314.363,3
102,7
sebuah keluaran kegiatan yang merupakan akumulasi biaya komponen masukan kegiatan, yang
16.399,6
30.249,6
184,5
ditetapkan sebagai biaya keluaran kegiatan. Pada tahun 2010, DJA telah menyelesaikan 2.874 SBK
1.047.665,9
1.126.146,4
107,5
secara tepat waktu.
1.
Dana Perimbangan
2.
Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian Jumlah
3,4
oleh K/L secara tepat waktu.
110,7
Sumber: Direktorat Jenderal Anggaran.
5.2.5. Monitoring dan Evaluasi Pengelolaan dan Realisasi Anggaran K/L Monitoring dan evaluasi dilaksanakan dalam dua tahap. Pada tahap I dilaksanakan monitoring
5.2. Pengalokasian Anggaran 5.2.1. Penyusunan Pagu Sesuai dengan siklus penyusunan dan penelaahan anggaran K/L, pada bulan Maret 2010 telah dilakukan penyusunan Pagu Indikatif 2011. Selanjutnya, pada bulan Juni dan Oktober 2010 dilakukan penyusunan Pagu Sementara dan Pagu Definitif 2011 yang diselingi dengan penyusunan APBN-P 2010 pada K/L yang mengalami perubahan anggaran. Beberapa kebijakan yang diterbitkan dalam pengalokasian anggaran negara adalah: (1) SEB Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas No. 0181/M.PPN/04/2010 dan Menteri Keuangan No. SE-120/MK/2010 tanggal 6 April 2010 tentang Pagu Indikatif dan Rancangan Awal Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2011; (2) SE Menteri Keuangan No. 294/MK.02/2010 tanggal 24 Juni 2010 tentang Pagu Sementara K/L Tahun Anggaran 2011; (3) SE Menteri Keuangan No. SE-676/MK.02/2010 tentang Pagu Definitif K/L tahun anggaran 2011; dan (4) SE Menteri Keuangan No. SE-224/MK.02 Tahun 2010 tentang Perubahan Anggaran Belanja K/L dalam APBN-P Tahun 2010.
dan evaluasi penganggaran K/L sampai dengan Triwulan I 2010, dengan tujuan mengukur akurasi data pagu dan realisasi anggaran Satker K/L terhadap database SAPSK, serta mengidentifikasi permasalahan-permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan anggaran. Pada tahap II, fokus kegiatan selain mengukur akurasi data pagu dan realisasi anggaran (sampai dengan Triwulan II 2010), juga memonitor pemahaman K/L dan pelaksanaan norma-norma penganggaran yang telah dikeluarkan oleh DJA, berupa PMK mengenai Juknis Penyusunan RKA-KL, Juknis Revisi dan Standar Biaya Umum. Untuk mencapai tujuan tersebut, jumlah Satker responden telah diperbanyak, di samping penyempurnaan kuesioner. Hasil monitoring dan evaluasi dijadikan sebagai rekomendasi dan masukan bagi DJA dalam membuat dan menyusun kebijakan baru di masa yang akan datang. 5.2.6. Bagian Anggaran BUN Belanja Subsidi dan Belanja Lain-lain Pada tahun 2010 telah diterbitkan 11 PMK tentang tata cara penyediaan dan pencairan BA BUN serta 1 PMK tentang realokasi BA BUN. Total pagu Belanja Subsidi dan Belanja Lain-lain (BSBL) adalah sebesar Rp332.492,82 miliar. Dari jumlah tersebut, anggaran yang dialokasikan kepada K/L selama tahun 2010 sebesar Rp303.601,20 miliar atau 91 persen dari pagu anggaran atau lebih rendah dari target yang ditetapkan sebesar 99 persen dari pagu anggaran BSBL. Penyelesaian dokumen SP RKA-KL khusus BA BUN (selain BA 999.05) pada tahun 2010 adalah sebanyak 256 SP RKA-KL secara tepat waktu. Di samping itu, telah diselesaikan pula 22 revisi anggaran BA BUN khusus BSBL.
102
Laporan Tahunan Kementerian Keuangan 2010
www.depkeu.go.id
103
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BAB I
Pendahuluan
5.2.7. Usul Persetujuan Kontrak Tahun Jamak
Pengembangan sistem penganggaran yang telah dilaksanakan pada tahun 2010 adalah:
BAB II
Reformasi Birokrasi
BAB III
Kebijakan Pengelolaan Ekonomi Makro
Pada tahun 2010, telah diselesaikan 2 usulan kontrak tahun jamak, yaitu dari Kejaksaan Agung dan
(1) pemantapan penerapan PBK dan KPJM;
Kementerian Hukum dan HAM secara tepat waktu.
(2) percepatan penerapan PBK dan KPJM; serta
BAB IV
Pengelolaan Pendapatan Negara
BAB V
Kebijakan Pengelolaan Penganggaran
BAB VI
Kebijakan Pengelolaan Transfer ke Daerah
BAB VII
BAB VIII
BAB IX
BAB X
BAB XI
BAB XII
BAB XIII
Kebijakan Pengelolaan Pembiayaan Kebijakan Pengelolaan Perbendaharaan Negara Kebijakan Pengelolaan Kekayaan Negara, Piutang Negara, dan Lelang Kebijakan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan NonBank Pengawasan dan Pengendalian Internal Kebijakan Hubungan dan Kerjasama Internasional di Bidang Keuangan Kebijakan Hubungan Kelembagaan NegaraPemerintahan
(3) monitoring dan evaluasi kinerja K/L. 5.3. Reformasi Penganggaran
Ruang lingkup pemantapan penerapan PBK dan KPJM meliputi penyusunan petunjuk penyusunan RKA-K/L dan Tata Cara Revisi Anggaran. Ruang lingkup percepatan penerapan PBK dan KPJM
5.3.1. Pemantapan Reformasi Penganggaran
difokuskan pada ‘transfer knowledge’ para pemangku kepentingan sistem penganggaran dan
Reformasi penganggaran yang dilaksanakan sejak tahun 2005 merupakan amanat UU No. 17 Tahun
perluasan cakrawala berpikir para pengambil kebijakan pengembangan sistem penganggaran.
2003. Tujuannya adalah memperbaiki proses penganggaran di sektor publik. Perbaikan tersebut
Sedangkan fokus monitoring dan evaluasi diarahkan pada penyiapan perangkat (peraturan dan
mengharuskan Pemerintah untuk fokus kepada pencapaian kinerja sesuai perencanaan anggaran
SOP) dalam mendukung penerapan PBK dan KPJM sebagai sutau rangkaian sistem penganggaran,
yang efisien, efektif, dan dapat dipertanggungjawabkan. Perbaikan terhadap proses penganggaran
seperti penyusunan pedoman evaluasi atau mekanisme reward dan punishment.
dilaksanakan dalam tiga fase, yaitu: (1) Fase 1: Pengenalan, yang dilaksanakan dalam kurun waktu 2005-2009;
5.3.2. Percepatan Penerapan Penganggaran Berbasis Kinerja
(2) Fase 2: Pemantapan, yang dilaksanakan dalam kurun waktu 2010-2014; dan
Untuk mempercepat penerapan PBK telah dilakukan:
(3) Fase 3: Penyempurnaan, yang dijadwalkan mulai tahun 2015.
(1) perumusan output dan sosialisasinya; (2) workshop KPJM pada seluruh K/L; serta
Fase 1 difokuskan pada penerapan penerapan Penganggaran Terpadu atau unified budget melalui:
(3) monitoring dan evaluasi kinerja K/L.
i. integrasi sistem anggaran rutin dan anggaran pembangunan; ii. penyatuan dokumen anggaran dari semula berupa DIK, DIP, dan SKO menjadi DIPA;
5.3.3. Standar Biaya Tahun Anggaran 2010
iii. penerapan klasifikasi anggaran menurut fungsi, organisasi, dan jenis belanja; serta
Sesuai dengan pasal 5 ayat (3) PP No. 90 Tahun 2010, penyusunan RKA-KL dilakukan dengan
iv. penegasan Satker sebagai unit pelaksana dan penanggung jawab kegiatan.
menggunakan indikator kinerja, standar biaya, dan evaluasi kinerja. Indikator kinerja merupakan alat ukur untuk menilai capaian kegiatan Satker dalam satu tahun anggaran. Penilaian atas
Fase 2 difokuskan pada penajaman penerapan pendekatan Penganggaran Berbasis Kinerja (PBK)
pelaksanaan kegiatan dilakukan melalui evaluasi kinerja yang didukung oleh standar biaya
atau performance based budgeting dan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM) atau
yang ditetapkan pada permulaan siklus tahunan penyusunan anggaran sebagai dasar untuk
medium term expenditure framework. Adapun Fase 3 difokuskan pada penyempurnaan penerapan
menentukan anggaran untuk tahun yang direncanakan.
BAB XIV Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Keuangan
pendekatan penganggaran, sehingga harmonis dan dapat dilaksanakan. Tahun 2010 merupakan awal dari fase kedua, di mana fokus penerapan ditekankan pada
dibedakan menjadi Standar Biaya Umum (SBU) dan Standar Biaya Khusus (SBK). SBU adalah satuan
BAB XV
pemantapan penerapan reformasi penganggaran. Beberapa kegiatan yang telah dilaksanakan
biaya berupa harga satuan, tarif, dan indeks yang digunakan untuk menyusun biaya komponen
pada tahun 2010 yang sejalan dengan arah pengembangan sistem penganggaran antara lain:
masukan kegiatan, yang ditetapkan sebagai biaya masukan. Sementara yang dimaksud dengan
(1) restrukturisasi program dan kegiatan untuk seluruh K/L, termasuk rumusan outcome, output,
SBK adalah besaran biaya yang dibutuhkan untuk menghasilkan sebuah keluaran kegiatan yang
dan indikator kinerja dengan pendekatan struktur organisasi dan fungsi masing-masing unit
merupakan akumulasi biaya komponen masukan kegiatan, yang ditetapkan sebagai biaya keluaran.
organisasi secara spesifik;
Pada bulan Juni 2010 juga telah ditetapkan PMK No. 141/PMK.02/2010 tentang Perubahan atas PMK
Pelaksanaan Tugas Kementerian Keuangan sebagai KementerianLembaga Penutup
Berdasarkan PMK No. 100/PMK.02/2010 tentang Standar Biaya Tahun Anggaran 2011, Standar Biaya
(2) penetapan pagu APBN dan pagu K/L dalam jangka menengah;
No. 123/PMK.02/2010 tentang Standar Biaya Khusus Tahun Anggaran 2011.
(3) penerapan reward and punishment system, khususnya yang berkaitan dengan pelaksanaan stimulus fiskal pada tahun 2009;
5.3.4. Kebijakan Penganggaran
(4) pengembangan teknologi informasi dalam pengelolaan keuangan melalui proyek SPAN (Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara); (5) penyempurnaan format RKA-KL dengan mengintegrasikan informasi kinerja, di samping informasi keuangan yang diterapkan mulai tahun anggaran 2011.
a. Angka Dasar Tunjangan Luar Negeri Penghasilan take home staff di luar negeri telah ditetapkan melalui Surat Menteri Keuangan No. S-705/MK.02/2010 tanggal 29 Desember 2010 tentang Persetujuan Angka Dasar Tunjangan Luar Negeri Baru Bagi Perwakilan RI. Surat ini menggantikan Surat Menteri Keuangan No. S-422/ MK.02/2006 tanggal 27 September 2006 mengenai Angka Dasar Tunjangan Luar Negeri.
104
Laporan Tahunan Kementerian Keuangan 2010
www.depkeu.go.id
105
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BAB I
Pendahuluan
b. Proyeksi Anggaran Belanja Pegawai Yang Akurat
e. Penyempurnaan Sistem Penganggaran Belanja Barang dan Modal Tahun 2010
BAB II
Reformasi Birokrasi
BAB III
Kebijakan Pengelolaan Ekonomi Makro
Proyeksi belanja pegawai yang akurat mengarah kepada belanja pegawai yang tertutup. Beberapa
BAB IV
Pengelolaan Pendapatan Negara
BAB V
Kebijakan Pengelolaan Penganggaran
BAB VI
Kebijakan Pengelolaan Transfer ke Daerah
BAB VII
Kebijakan Pengelolaan Pembiayaan
BAB VIII
Kebijakan Pengelolaan Perbendaharaan Negara
BAB IX
BAB X
BAB XI
Pengawasan dan Pengendalian Internal
BAB XII
Kebijakan Hubungan dan Kerjasama Internasional di Bidang Keuangan
BAB XIII
Kebijakan Hubungan Kelembagaan NegaraPemerintahan
BAB XIV Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Keuangan BAB XV
insidentil dan belum mempertimbangkan kesinambungan anggaran untuk jangka panjang.
(1) pengelolaan database belanja pegawai, termasuk sumber, validitas, koordinasi dengan instansi
Berbagai pengeluaran negara belum melalui penilaian yang tepat, sehingga berpotensi
terkait, dan penyusunan SOP database;
menimbulkan inefisiensi. Hal ini dikarenakan dukungan data dan informasi yang belum lengkap
(2) pengembangan infrastruktur pengelolaan database; serta
dan akurat. Di samping itu, sistem dan persyaratan lainnya yang diperlukan oleh DJA belum
(3) reformulasi peran DJA sebagai pemelihara data atau pengambil data.
tersedia secara lengkap. Tabel 5.9. Daftar Pagu dan Realisasi Belanja Barang (dalam Rupiah)
c. Penyusunan Pola Pembiayaan Program Pensiun dan THT PNS (1) Penyelesaian Unfunded Past Service Liability (UPSL)
Kebijakan Pengelolaan Kekayaan Negara, Piutang Negara, dan Lelang Kebijakan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan NonBank
Kebijakan belanja barang dan belanja modal selama ini masih belum ideal, karena masih bersifat
permasalahan utama ang dijumpai dalam penentuan pagu belanja pegawai yang tertutup adalah:
Dalam rangka penyelesaian UPSL 2007-2010 telah dilakukan penilaian kewajaran nilai UPSL
Tahun
Pagu
Realisasi
Persentase
oleh akturaris independen. Perhitungan tersebut menggunakan data, asumsi, dan metodologi
2007
71,410,085,673,000
54,105,790,686,608
76
yang telah disepakati oleh Kementerian Keuangan dan PT. Taspen (Persero). Saat ini telah
2008
56,070,618,413,951
68,024,845,049,000
82
disusun Rancangan PMK tentang Tata Cara Pengakuan, Perhitungan, Penyediaan, Pencairan
2009
95,423,354,378,000
81,804,856,230,229
86
dan Pertanggungjawaban Past Service Liability Program Tabungan Hari Tua Pegawai Negeri Sipil
Sumber: Direktorat Jenderal Anggaran.
Pada PT. Taspen (Persero). PMK tersebut akan menjadi dasar hukum penyelesaian UPSL. (2) Perubahan Formula Manfaat Program THT PNS
Realisasi belanja barang 3 tahun terakhir belum bisa mencapai 100 persen dan bahkan kurang dari
Unfunded PSL timbul karena Program THT PNS menggunakan formula manfaat pasti. Untuk itu,
90 persen. Hal ini mengindikasikan perencanaan yang belum baik, sistem penganggaran belanja
telah disusun formula baru yang merupakan gabungan antara manfaat pasti dan iuran pasti.
barang yang belum memadai, atau kesulitan dalam pelaksanaan anggaran belanja barang tersebut.
Dengan formula baru diharapkan Program THT PNS tidak lagi menimbulkan unfunded PSL.
Selain itu, berdasarkan exercise yang telah dilakukan, manfaat THT yang diterima PNS tidak
f. Evaluasi dan Harmonisasi Kebijakan Bidang Penganggaran
mengalami penurunan, tetapi bahkan mengalami kenaikan.
Kegiatan yang dilakukan dalam melaksanakan evaluasi dan harmonisasi penganggaran meliputi:
Formula tersebut dituangkan dalam RPMK Formula Manfaat THT PNS sebagai pengganti KMK
(1) penetapan Bagian Anggaran terkait peran dan fungsi Pengguna Anggaran/ Kuasa Penggunan
No. 478/KMK.06/2002 yang telah diubah dengan KMK No. 500/KMK.06/2004.
Anggaran; (2) penyusunan RPP perubahan atas PP No. 21 Tahun 2004 tentang Penyusunan RKA-KL;
d. Penyelenggaraan Program Pensiun PNS Eks Dephub pada PT KAI
(3) evaluasi penyusunan pagu Belanja Pegawai Tahun Anggaran 2011;
(4) PMK No. 56/PMK.02/2010 tentang Tata Cara Pengajuan Persetujuan Kontrak Tahun Jamak
Untuk memenuhi pasal 11 PP No. 64 Tahun 2007 tentang Penyesuaian Pensiun Eks PNS Dephub pada PT. Kereta Api (Persero), Menteri Keuangan telah menyampaikan surat kepada Menteri BUMN untuk meminta pendapat tentang proporsi pendanaan bersama. Merespons surat
Pelaksanaan Tugas Kementerian Keuangan sebagai KementerianLembaga
tersebut, Menteri BUMN menyampaikan bahwa porsi pendanaan bersama atas kekurangan pembayaran manfaat untuk tahun anggaran 2010 diharapkan sama dengan tahun 2009, yakni porsi APBN sebesar 68 persen dan PT. Kereta Api (Persero) sebesar 32 persen.
Penutup
(Multiyears Contract) dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah; (5) kajian peluang investasi Barang Milik Negara (BMN) Kementerian Luar Negeri di luar negeri; serta (6) kebijakan pengenaan pajak penghasilan pasal 21 untuk Pejabat Negara/PNS/TNI/POLRI/Pejabat pada lembaga non struktural (LNS).
Setelah melalui pembahasan yang melibatkan Kementerian Keuangan, Kementerian BUMN,
Beberapa kegiatan masih perlu ditindaklanjuti dan dikoordinasikan dengan stakeholder dan
PT. Taspen (Persero), dan PT. KAI (Persero), serta mengingat pendapat dari Kementerian BUMN,
instansi terkait, seperti penetapan BA, pagu belanja pegawai tahun anggaran 2011, revisi PMK No.
dapat ditetapkan besaran kontribusi APBN dalam pendanaan bersama. Kontribusi APBN dalam
56/PMK.02/2010, pembahasan kajian peluang investasi BMN di luar negeri, dan pengenaan PPh 21
Pendanaan Bersama Tahun Anggaran 2011 adalah sebesar 68 persen atau senilai Rp226,57
untuk Pejabat Negara/PNS/TNI/POLRI/Pejabat pada LNS.
miliar sedangkan kontribusi PT. Kereta Api (Persero) sebesar 32 persen atau senilai Rp106,62 miliar.
106
Laporan Tahunan Kementerian Keuangan 2010
www.depkeu.go.id
107
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
5.4. Realisasi Belanja Kementerian/Lembaga
Permasalahan rendahnya daya serap pada periode awal tahun anggaran dan menumpuknya
BAB I
Pendahuluan
BAB II
Reformasi Birokrasi
BAB III
Kebijakan Pengelolaan Ekonomi Makro
Realisasi belanja K/L pada tahun 2010 mencapai 89,71 persen atau Rp332,9 triliun dari pagu
tahun setelah diterapkan paket UU Keuangan Negara, masalah tersebut tetap terjadi. Oleh karena
BAB IV
Pengelolaan Pendapatan Negara
APBN-P tahun 2010 sebesar Rp371,1 triliun. Pola penyerapan anggaran K/L selama tahun 2010,
itu, diperlukan langkah bersama, baik di lingkungan Kementerian Keuangan selaku Pengelola
sebagaimana juga terjadi pada tahun-tahun anggaran sebelumnya, meningkat drastis di bulan
Fiskal dan BUN, maupun K/L selaku Pengguna Anggaran untuk menemukan penyelesaian atas
Desember mencapai 150 persen apabila dibandingkan bulan-bulan lainnya.
masalah tidak proporsionalnya penyerapan anggaran.
BAB V
Kebijakan Pengelolaan Penganggaran
BAB VI
Kebijakan Pengelolaan Transfer ke Daerah
BAB VII
Kebijakan Pengelolaan Pembiayaan
BAB VIII
Kebijakan Pengelolaan Perbendaharaan Negara
BAB IX
Kebijakan Pengelolaan Kekayaan Negara, Piutang Negara, dan Lelang
BAB X
Kebijakan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan NonBank
tagihan pada akhir tahun anggaran merupakan fenomena yang telah lama terjadi. Bahkan enam
Gambar 5.2. Tren Penyerapan Anggaran Tahun 2010
Gambar 5.4. Tren Penyerapan Anggaran 5 Kementerian/Lembaga Dengan Anggaran Terbesar Tahun 2010
Sumber: Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
Sumber: Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
BAB XI
Pengawasan dan Pengendalian Internal
BAB XII
Kebijakan Hubungan dan Kerjasama Internasional di Bidang Keuangan
dan menghambat pemerataan pertumbuhan ekonomi. Sebaliknya, penyerapan anggaran secara
Kebijakan Hubungan Kelembagaan NegaraPemerintahan
dan dilakukan koreksi manakala penyerapan tidak sesuai dengan rencana.
BAB XIII
Penyerapan anggaran yang meningkat drastis di bulan Desember dapat memicu terjadinya inflasi proporsional sepanjang tahun akan memberikan stimulus bagi pertumbuhan, stabilitas, dan pemerataan ekonomi. Untuk itu penyerapan anggaran harus direncanakan, dimonitor, dievaluasi,
Pelaksanaan Anggaran, Ditjen Perbendaharaan, dapat diidentifikasi beberapa permasalahan yang menyebabkan rendahnya penyerapan anggaran pada awal tahun anggaran. (1) Terdapat DIPA yang masih perlu direvisi (26,99 persen) yang disebabkan adanya jenis belanja yang tidak sesuai, perubahan volume kegiatan, alokasi anggaran yang dibintang/diblokir, dan
Gambar 5.3. Penyerapan Anggaran Kementerian/Lembaga Berdasarkan Bidang Tahun 2010
BAB XIV Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Keuangan BAB XV
Berdasarkan hasil survei pada 15.092 Satker di seluruh provinsi yang dilakukan oleh Direktorat
30.000.000.000.000
(3) Proses pengadaan barang dan jasa yang terlambat (24,65 persen) yang disebabkan oleh
25.000.000.000.000
terlambatnya penunjukan Panitia Pengadaan, kurangnya sertifikasi panitia pengadaan, proses
20.000.000.000.000
pengadaan yang bermasalah, dan permasalahan pengadaan tanah.
15.000.000.000.000
Penutup
10.000.000.000.000
(4) Kendala teknis di lapangan (30,21 persen) yang disebabkan oleh dukungan peralatan kurang
5.000.000.000.000
memadai, kondisi lapangan tidak memungkinkan, adanya pihak ketiga yang tidak segera
0 Ja
Fe
Ma
Ap
Ju
Ju
Ag
Se
Ok
Kementerian lembaga di bidang kesejahteraan rakyat Kementeraian lembaga di bidang politik hukum dan keamanan Kementerian lembaga di bidang perekonomian
(2) Persiapan pelaksanaan kegiatan yang belum matang (15,96 persen) yang disebabkan oleh keterlambatan penunjukan pejabat perbendaharaan (KPA, PPK, PP-SPM dan Bendahara).
35.000.000.000.000
Pelaksanaan Tugas Kementerian Keuangan sebagai KementerianLembaga
waktu penyelesaian revisi DIPA yang terlalu lama.
Sumber: Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
No
De
mengajukan tagihan, dan sebab-sebab lain, sehingga kegiatan tidak dapat dilaksanakan. (5) Terjadinya bencana alam dan masalah sosial (2,19 persen). Usaha-usaha yang dilakukan oleh Kementerian Keuangan selaku Chief Financial Officer (CFO) untuk meningkatkan penyerapan anggaran adalah berikut ini: (1) Merumuskan pola ideal penyerapan belanja negara. Pola ideal belanja negara diketahui dari rencana kerja dan rencana penarikan dana Satker yang terdapat pada Halaman III DIPA. Dari rencana penarikan dana pada DIPA, BUN dapat menyusun rencana penyediaan dana dan proyeksi penyerapan anggaran. K/L diharuskan konsisten melaksanakan kegiatan dan penarikan dana sesuai rencana.
108
Laporan Tahunan Kementerian Keuangan 2010
www.depkeu.go.id
109
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BAB I
Pendahuluan
BAB II
Reformasi Birokrasi
BAB III
Kebijakan Pengelolaan Ekonomi Makro
BAB IV
Pengelolaan Pendapatan Negara
BAB V
Kebijakan Pengelolaan Penganggaran
BAB VI
Kebijakan Pengelolaan Transfer ke Daerah
BAB VII
Kebijakan Pengelolaan Pembiayaan
BAB VIII
BAB IX
BAB X
BAB XI
BAB XII
BAB XIII
Kebijakan Pengelolaan Perbendaharaan Negara Kebijakan Pengelolaan Kekayaan Negara, Piutang Negara, dan Lelang Kebijakan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan NonBank Pengawasan dan Pengendalian Internal Kebijakan Hubungan dan Kerjasama Internasional di Bidang Keuangan Kebijakan Hubungan Kelembagaan NegaraPemerintahan
BAB XIV Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Keuangan BAB XV
Pelaksanaan Tugas Kementerian Keuangan sebagai KementerianLembaga Penutup
(2) Untuk memastikan bahwa seluruh alokasi anggaran diserap dalam pelaksanaan kegiatan, maka
Usaha lain yang telah dilakukan adalah monitoring dan evaluasi, karena rendahnya penyerapan
telah dirumuskan mekanisme revisi dokumen anggaran yang lebih fleksibel tanpa mengurangi
anggaran mengindikasikan adanya permasalahan dari sisi teknis maupun regulasi. Melalui
good governance.
monitoring dan evaluasi dapat diketahui permasalahannya dan sekaligus memberikan rekomendasi
(3) Merumuskan
sistem
monitoring
dapat
untuk mengatasi setiap hambatan yang dihadapi. Monitoring dan evaluasi diwujudkan melalui
menginformasikan pencapaian kinerja dari setiap realisasi belanja. Dengan sistem tersebut,
dan
evaluasi
pelaksanaan
anggaran
yang
penyusunan Petunjuk Teknis Monitoring dan Evaluasi Penyerapan Anggaran dalam rangka proses
BUN dapat menyajikan informasi penyerapan anggaran sekaligus pencapaian kinerja dari
penyerapan anggaran lebih tertib melalui Keputusan Dirjen Perbendaharaan Nomor KEP-199/
Satker.
PB/2010.
(4) Melakukan penyempurnaan sistem dan prosedur pembayaran dan pencairan dana yang dapat memastikan proses penggunaan anggaran berjalan secara efektif, efisien, dan akuntabel.
Monitoring adalah proses pengumpulan dan analisis data dan informasi berdasarkan indikator
Penerapan SOP KPPN Percontohan, Layanan Unggulan Kanwil Ditjen Perbendaharaan, dan
yang ditetapkan dan dilakukan secara sistematis dan kontinyu terhadap suatu kegiatan untuk
pengaturan batas waktu penyelesaian tagihan pada Satker merupakan contoh penerapan
memastikan berjalannya sesuai dengan rencana. Hasil monitoring adalah serangkaian data yang
langkah tersebut.
akan digunakan sebagai bahan evaluasi, sehingga dapat dilakukan koreksi dan penyempurnaan. Monitoring penyerapan anggaran meliputi pengumpulan, pengelompokan, pengolahan data pagu
Sedangkan selaku Chief Operational Officer (COO) dan Pengguna Anggaran, langkah-langkah yang
dan realisasi anggaran serta permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan penyerapan
diperlukan untuk mempercepat penyerapan anggaran, adalah berikut ini.
anggaran pada K/L. Sumber data menggunakan data dari database pada Kantor Pusat Ditjen
(1) Pada saat penyusunan DIPA, Pengguna Anggaran harus:
Perbendaharaan.
i. menyusun jadwal pelaksanaan kegiatan dan pencairan dana; ii. penetapan pejabat perbendaharaan; serta
Evaluasi adalah proses untuk mengukur dan menilai secara obyektif dan valid manfaat pelayanan
iii. memulai proses pengadaan barang dan jasa.
yang diberikan secara efektif dan efisien. Evaluasi penyerapan anggaran ditujukan untuk
(2) Menerapkan disiplin penggunaan anggaran dengan selalu berpedoman pada rencana kegiatan dan penarikan dana. Dalam hal terjadi penyesuaian, segera dilakukan updating dan review terhadap pencapaian kinerja. (3) Menjamin keterkaitan penggunaan anggaran dengan pencapaian kinerja. Setiap proses penyelesaian tagihan dan pembayaran harus terkait dengan target kinerja yang telah ditetapkan. (4) Melaksanakan sistem monitoring dan pengendalian internal yang konsisten, sehingga dapat
memperoleh: (1) rumusan/kesimpulan tentang penyebab rendahnya penyerapan anggaran dan cara penyelesaiannya. Identifikasi permasalahan dibagi menjadi beberapa kategori, sub kategori, dan rincian masalah; serta (2) rekomendasi/tindakan/kebijakan untuk internal Ditjen Perbendaharaan dan Satker/KPA, melalui desiminasi/sosialisasi, rapat kerja, bimbingan teknis dan konsultasi maupun kegiatan lain.
memastikan proses penggunaan anggaran dilakukan sesuai rencana. Dalam anggaran yang berorientasi kinerja, setiap keterlambatan realisasi akan mengakibatkan penundaan pencapaian
Pelaksanaan evaluasi penyerapan anggaran dilaksanakan menggunakan pendekatan evaluasi
kinerja.
formatif, yaitu penilaian terhadap realisasi penyerapan anggaran selama proses kegiatan
(5) Langkah-langkah yang ditempuh oleh Kementerian Keuangan dan K/L harus dilakukan secara
dilaksanakan. Evaluasi normatif dilaksanakan secara berkala (per bulan, triwulan, dan semester).
sinergis. Perlu diyakini bahwa pelaksanaan anggaran bukan hanya mencairkan anggaran, tetapi
Sedangkan di akhir tahun, dilaksanakan dengan evaluasi sumatif, yaitu penilaian realisasi
dilakukan dengan memperhatikan ketepatan waktu dan tercapainya sasaran kinerja yang telah
penyerapan anggaran selama satu tahun anggaran.
ditetapkan. Dalam rangka mewujudkan disiplin dalam penyerapan anggaran telah dilakukan monitoring dan Ditjen Perbendaharaan selaku Kuasa BUN bertugas untuk mendorong percepatan realisasi
evaluasi penyerapan anggaran Satker dengan tujuan:
penyerapan anggaran pada K/L dalam mencapai sasaran program dan kegiatan. Untuk
(1) mengetahui tingkat penyerapan anggaran pada tahun berjalan dan membandingkannya
meningkatkan penyerapan anggaran K/L, telah diterbitkan PMK No. 170/PMK.05/2010 tentang Percepatan Penyelesaian Tagihan pada Satuan Kerja. PMK ini mengatur mengenai kepastian waktu penyelesaian tagihan di Satker, sejak hak tagih muncul, permintaan pembayaran oleh Satker, hingga perintah pembayaran. Dalam PMK ini diatur pula kepatuhan terhadap norma waktu penyelesaian tagihan yang menjadi bagian dari Sistem Pengendalian Internal di Satker K/L.
dengan periode sebelumnya; (2) mengetahui keterkaitan di antara permasalahan dengan rendahnya penyerapan anggaran yang disajikan dalam bentuk data sebagai bahan evaluasi; serta (3) mengidentifikasi hal-hal yang mempengaruhi rendahnya penyerapan anggaran.
110
Laporan Tahunan Kementerian Keuangan 2010
www.depkeu.go.id
111
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BAB I
Pendahuluan
Manfaat yang diharapkan dari monitoring dan evaluasi penyerapan anggaran adalah:
Indentifikasi terhadap faktor-faktor yang paling mempengaruhi rendahnya penyerapan anggaran
BAB II
Reformasi Birokrasi
BAB III
Kebijakan Pengelolaan Ekonomi Makro
(1) sebagai bahan masukan dalam penyusunan laporan realisasi pelaksanaan anggaran;
mempermudah penentuan langkah-langkah yang perlu dilakukan. Langkah-langkah yang
(2) sebagai bahan dalam penyusunan kebijakan percepatan penyerapan anggaran.
dilakukan disesuaikan dengan kewenangan penanganannya oleh KPPN, Kanwil, dan Kantor Pusat
BAB IV
Pengelolaan Pendapatan Negara
(3) sebagai bahan penyusunan regulasi di bidang pelaksanaan anggaran bagi Kementerian
Ditjen Perbendaharaan. Sedangkan permasalahan yang tidak dapat langsung ditangani akan
Keuangan selaku BUN dan K/L selaku Pengguna Anggaran;
disampaikan kepada instansi yang berwenang untuk penyelesaiannya.
Kebijakan Pengelolaan Penganggaran
(4) sebagai dasar untuk melaksanakan pembinaan kepada Satker, sehingga diperoleh pemahaman
BAB VI
Kebijakan Pengelolaan Transfer ke Daerah
(5) sebagai pendorong disiplin dalam pelaksanaan anggaran.
BAB VII
Kebijakan Pengelolaan Pembiayaan
BAB VIII
Kebijakan Pengelolaan Perbendaharaan Negara
BAB V
BAB IX
BAB X
BAB XI
BAB XII
BAB XIII
Kebijakan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan NonBank Pengawasan dan Pengendalian Internal Kebijakan Hubungan dan Kerjasama Internasional di Bidang Keuangan Kebijakan Hubungan Kelembagaan NegaraPemerintahan
Pelaksanaan Tugas Kementerian Keuangan sebagai KementerianLembaga
(4) konsultasi secara berjenjang, dari tingkat kabupaten/kota ke tingkat provinsi, dan selanjutnya
MONITORING DAN EVALUASI PENYERAPAN APBN PA
KANWIL
KPPN (Kab/Kota)
Langkah-langkah yang dapat dilakukan antara lain: (1) memberikan rekomendasi kepada Satker, K/L, dan Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan dalam upaya percepatan penyerapan anggaran; (2) melaksanakan sosialisasi dan bimbingan teknis bagi pelaku kegiatan; (3) melakukan koordinasi dengan Pemerintah provinsi/kabupaten/kota dalam rangka percepatan penyerapan anggaran; serta
Gambar 5.5. Skema Monitoring Penyerapan APBN
Kebijakan Pengelolaan Kekayaan Negara, Piutang Negara, dan Lelang
BAB XIV Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Keuangan BAB XV
yang sama atas regulasi dan kebijakan terkait pelaksanaan anggaran; serta
SATKER
K/L
provinsi ke tingkat pusat. Laporan monitoring dan evaluasi penyerapan anggaran disusun setiap akhir bulan secara berjenjang. Tim Monitoring KPPN menyampaikan laporan kepada Tim monitoring Kantor Wilayah
1a
Database 1. Pagu dan Realisasi Nasional 2. Kuisioner
Pagu dan Realisasi K/L per-Propinsi
7a
Analisis penyebab rendahnya realisasi 7b
11
Pagu dan Realisasi K/L
Pelaksanaan monitoring dan evaluasi pada tahun 2010 dilaksanakan di tiga Kanwil Ditjen Perbendaharaan (Banten, Jakarta dan Jawa Barat) dengan sampel 940 Satker. Hasil yang diperoleh
4
Analisis Satker realisasi rendah 3
10
dan diteruskan kepada Tim Monitoring Kantor Pusat.
1c
Pagu dan Realisasi Satker per Wilayah Kerja
2
Analisis satker realisasi rendah
Analisis realisasi nasional
1b
memperlihatkan bahwa terdapat 5 permasalahan besar. Permasalahan Penganggaran dan
5
Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DIPA dan POK) menempati posisi tertinggi (87 persen dari
Isi Kuesioner
sampel) yang dihadapi Satker dalam menyerap anggaran.
6 8 9
Bimbingan Teknis
Analisis penyebab rendahnya realisasi
Tabel 5.10. Permasalahan Utama Penyerapan Anggaran K/L tahun 2010
Bimbingan Teknis
Kode
11
Kebijakan Pelaksanaan Anggaran
12.a
Sosialisasi Teknis
Penutup
Uraian Kategori
Jumlah
%
1
Penganggaran & Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DIPA dan POK)
815
87
2
Peraturan, Petunjuk Pelaksanaan dan Panitia Pengadaan
736
78
3
Pelaksanaan Kegiatan
702
75
4
Persiapan Pelaksanaan Kegiatan
582
62
5
Bencana Alam dan Masalah sosial
84
9
Sumber: Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
Sumber: Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
Berdasarkan perkembangan pelaksanaan anggaran dapat dipetakan sejumlah aspek yang difokuskan untuk mewujudkan disiplin anggaran, yaitu: Evaluasi terhadap penyebab rendahnya penyerapan anggaran dilakukan melalui tahap pengumpulan/pengelompokan data lapangan, analisis data, dan perumusan/kesimpulan. Evaluasi dilakukan oleh: (1) KPPN untuk Satker di Kabupaten/Kota sesuai wilayah kerjanya; (2) Kantor Wilayah Ditjen Perbendaharaan untuk provinsi wilayah kerjanya dan Satker yang pembayarannya dilakukan di KPPN Provinsi; (3) Tim Monitoring Kantor Pusat untuk tingkat nasional berdasarkan data kuisioner dan laporan dari Kanwil.
(1) memantau perkembangan realisasi penyerapan melalui mekanisme monitoring dan evaluasi; (2) mengidentifikasi hal-hal yang mempengaruhi rendahnya penyerapan awal tahun dan penumpukan tagihan di akhir tahun; (3) melakukan langkah-langkah percepatan pelaksanaan kegiatan dan penyerapan anggaran; serta (4) meningkatkan akurasi rencana kegiatan yang dikaitkan dengan rencana penarikan dana.
112
Laporan Tahunan Kementerian Keuangan 2010
www.depkeu.go.id
113
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
5.5. Tingkat Penyerapan Anggaran Kementerian Keuangan Tahun 2010
Besarnya dimensi dan aktivitas sebuah negara membutuhkan proses pengadaan barang dan jasa
BAB I
Pendahuluan
BAB II
Reformasi Birokrasi
BAB III
Kebijakan Pengelolaan Ekonomi Makro
Penyerapan anggaran Kementerian Keuangan pada tahun 2010 mencapai Rp12.975,84 miliar
jasa. Dalam kenyataannya, pengadaan barang dan jasa di lingkungan organisasi Pemerintahan
BAB IV
Pengelolaan Pendapatan Negara
atau 84 persen dari pagu Rp15.401,88 miliar. Pola penyerapan anggaran Kementerian Keuangan
menghadapi berbagai kendala dan negara seringkali.
menunjukan pola yang cukup stabil di awal tahun, dengan sedikit meningkat di akhir semester
BAB V
BAB VI
Kebijakan Pengelolaan Penganggaran
pertama, dan kembali menurun hingga stabil sampai dengan bulan November. Penyerapan
Data Komisi Penanggulangan Kemiskinan (KPK) menunjukkan bahwa dari 59 kasus korupsi yang
anggaran mengalami peningkatan tajam di akhir tahun anggaran. Kenaikan tertinggi terjadi pada
ditangani, 33 diantaranya merupakan kasus yang berkenaan dengan pengadaan barang dan jasa
Kebijakan Pengelolaan Transfer ke Daerah
bulan Desember yang mencapai hingga 100 persen dibandingkan dengan rata-rata penyerapan di
Pemerintah. Berarti lebih dari 55 persen merupakan kasus korupsi dalam pengadaan barang dan
bulan lainnya.
jasa Pemerintah. Sekitar Rp240 triliun dana APBN untuk belanja barang dan modal dilaksanakan
BAB VII
Kebijakan Pengelolaan Pembiayaan
BAB VIII
Kebijakan Pengelolaan Perbendaharaan Negara
BAB IX
BAB X
Pagu Total
melalui proses pengadaan barang dan jasa Pemerintah. Besarnya potensi penyelewengan pada sistem pengadaan barang dan jasa nasional diperkirakan mencapai Rp60-100 triliun.
Rp 15,401,878,733,000.00 914,241,423,722.00
Kebijakan Pengelolaan Kekayaan Negara, Piutang Negara, dan Lelang
Rendahnya tata kelola Pemerintahan yang baik mendorong dilakukannya berbagai pembenahan
Februari
668,729,661,155.00
aktivitas pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemerintahan. Salah satu pembenahan dilakukan
Maret
773,656,518,628.00
April
865,193,368,050.00
dalam pengadaan barang dan jasa Pemerintah adalah dengan menyelenggarakan pelaksanaan
Kebijakan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan NonBank
Mei
859,726,546,244.00
Juni
1,008,827,347,245.00
Juli
1,290,540,160,118.00
Agustus
1,138,893,621,880.00
Pengawasan dan Pengendalian Internal
BAB XII
Kebijakan Hubungan dan Kerjasama Internasional di Bidang Keuangan Kebijakan Hubungan Kelembagaan NegaraPemerintahan
BAB XIV Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Keuangan BAB XV
Tabel 5.11. Pola Penyerapan Anggaran Kementerian Keuangan Tahun 2010
Januari
BAB XI
BAB XIII
yang lebih teratur dan didukung oleh banyak lembaga/organisasi pemasok/penyedia barang dan
September
diharapkan dapat menjadi katalisator dalam proses perbaikan tata kelola Pemerintahan. Sifat dan karakter elektronik yang meminimalisasi tatap muka dalam pengadaan barang dan jasa diharapkan mampu mengurangi potensi munculnya korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
922,114,318,997.00
Oktober
1,007,759,130,358.00
Terdapat beberapa manfaat berikut ini dari implementasi e-Procurement.
November
1,134,497,351,258.00
(1) Terjadi efisiensi dalam penggunaan APBN. Penghematan anggaran pada proses pengadaan
Desember
2,391,657,867,560.00
barang dan jasa sebesar 23,5 persen, sedangkan pada Harga Penetapan Sendiri (HPS) didapatkan
Total Realisasi
lelang pengadaan barang dan jasa secara elektronik (e-Procurement). Penerapan e-Procurement
Rp 12,975,837,315,215.00
Sumber: Direktorat Pelaksanaan Anggaran. Ditjen Perbendaharaan.
Gambar 5.6. Pola Penyerapan Anggaran Kementerian Keuangan Tahun 2010
penghematan rata-rata 20 persen. (2) Proses pengadaan barang dan jasa lebih cepat dari cara konvensional. Cara konvensional membutuhkan waktu 36 hari, sedangkan dengan menggunakan e-Procurement bisa dilakukan dalam jangka waktu 20 hari. (3) Persaingan yang sehat, karena transparansi terjaga, akuntabilitas terjaga, tidak ada kontak fisik dengan penyelenggara lelang, fair, dan meningkatkan persaingan usaha yang sehat bagi para
Pelaksanaan Tugas Kementerian Keuangan sebagai KementerianLembaga
peserta pelelangan. Berdasarkan hal-hal tersebut, pelaksanaan e-Procurement di lingkungan Kementerian Keuangan
Penutup
bukan hanya terkait perbaikan dengan bisnis pengadaan saja, melainkan mendukung tata kelola Pemerintahan yang baik yang sejalan dengan Reformasi Birokrasi. Agar pelaksanaan dapat berjalan dengan optimal, maka pelaksanaan e-Procurement telah didukung oleh dasar hukum dan landasan operasional di lapangan 5.6. Pengadaan Barang dan Jasa Selain itu, telah diimplementasikan beberapa aplikasi berikut ini untuk mendukung pelaksanaan Pengadaan barang/jasa di lingkungan organisasi Pemerintahan merupakan aktivitas yang sangat
pengadaan barang/jasa secara elektronik.
penting. Pembangunan nasional bagi kesejahteraan rakyat dapat dilaksanakan dengan baik
(1) e-Selection
apabila sarana/prasarana Pemerintahan dalam menjalankan negara tercukupi. Pembangunan
(2) e-Audit
sarana transportasi, telekomunikasi, listrik, perumahan rakyat, dan berbagai sarana/prasarana lain
(3) Aplikasi Buku Tamu, Registrasi Offline, dan Helpdesk
dicukupi melalui kegiatan pengadaan barang/jasa. Dibutuhkan proses pengaturan yang baik agar
(4) Pemisahan Server Aplikasi dan Database
kegiatan ini berhasil dijalankan dengan baik.
(5) Utilisasi Data e-Procurement
114
Laporan Tahunan Kementerian Keuangan 2010
www.depkeu.go.id
115
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BAB VI
KEBIJAKAN PENGELOLAAN TRANSFER KE DAERAH DAN KEUANGAN DAERAH BAB I
Pendahuluan
Dana perimbangan merupakan komponen terbesar dalam alokasi transfer ke daerah, sehingga
BAB II
Reformasi Birokrasi
BAB III
Kebijakan Pengelolaan Ekonomi Makro
berperan sangat penting dalam mendukung pelaksanaan desentralisasi fiskal dan otonomi
BAB IV
Pengelolaan Pendapatan Negara
daerah. Dana ini merupakan transfer dana yang bersumber dari APBN ke daerah, berupa Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Pengalokasian dana perimbangan bertujuan mengurangi ketimpangan sumber pendanaan di antara Pemerintah Pusat
BAB V
Kebijakan Pengelolaan Penganggaran
dan Pemerintahan Daerah, serta mengurangi kesenjangan pendanaan Pemerintahan antardaerah.
BAB VI
Kebijakan Pengelolaan Transfer ke Daerah
6.1.1. Kebijakan Dana Bagi Hasil Tahun 2010
BAB VII
Kebijakan Pengelolaan Pembiayaan
BAB VIII
Kebijakan Pengelolaan Perbendaharaan Negara
BAB IX
BAB X
Perhitungan dan penetapan alokasi DBH kepada daerah diatur dalam UU No. 33 Tahun 2004 dan PP No. 55 Tahun 2005. Kebijakan yang ditempuh adalah menyempurnakan proses perhitungan, penetapan alokasi, dan ketepatan waktu penyaluran. Penyempurnaan dilakukan melalui koordinasi dengan institusi pengelola Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP), seperti Kementerian Kehutanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Kementerian
Kebijakan Pengelolaan Kekayaan Negara, Piutang Negara, dan Lelang Kebijakan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan NonBank
Dalam Negeri, dan Unit Eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan (Direktorat Jenderal Anggaran, Direktorat Jenderal Pajak, dan Direktorat Jenderal Perbendaharaan). Melalui koordinasi diharapkan tersedia data yang lebih akurat. 6.1.1.1. Penyaluran DBH-SDA Tahun 2010 6.1. Arah dan Strategi Kebijakan Transfer Ke Daerah
BAB XI
Pengawasan dan Pengendalian Internal
BAB XII
Kebijakan Hubungan dan Kerjasama Internasional di Bidang Keuangan
Arah kebijakan transfer ke daerah ditujukan untuk mendukung program dan kegiatan prioritas
Kebijakan Hubungan Kelembagaan NegaraPemerintahan
Pada tahun 2010, arah kebijakan transfer ke daerah secara umum adalah:
BAB XIII
BAB XIV Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Keuangan BAB XV
Pelaksanaan Tugas Kementerian Keuangan sebagai KementerianLembaga Penutup
Realisasi semua jenis DBH-SDA pada tahun 2010 yang mencakup DBH-SDA Migas, Pertambangan Umum, Kehutanan, Perikanan, maupun Panas Bumi mencapai 97,74 persen dari pagu alokasi sebesar Rp45.165,72 miliar.
nasional. Upaya tersebut dilakukan dengan menjaga konsistensi dan keberlanjutan desentralisasi
Tabel 6.1. Penyaluran DBH-SDA Tahun 2010
fiskal untuk menunjang penyelenggaraan otonomi daerah yang luas, nyata, dan bertanggungjawab. (1) mengurangi kesenjangan fiskal antara pusat dan daerah (vertical fiscal imbalance) serta antardaerah (horizontal fiscal imbalance); (2) meningkatkan kualitas pelayanan publik di daerah dan mengurangi kesenjangan pelayanan publik antardaerah;
Jenis Dana
Pagu (Rp)
DBH Migas
Realisasi (Rp)
Persen (%)
35.196.362.157.004
34.305.535.065.522
97,47
DBH Pertamb. Umum
7.790.420.800.000
7.752.229.657.199
99,51
DBH Kehutanan
1.753.104.639.304
1.707.377.243.179
97,39
(3) meningkatkan kapasitas daerah dalam menggali potensi ekonomi;
DBH Perikanan
120.000.000.000
73.172.669.307
60,98
(4) meningkatkan efisiensi pemanfaatan sumber daya nasional;
DBH Panas Bumi
305.837.001.838
305.837.001.838
100,00
45.165.724.598.146
44.144.151.637.045
97,74
(5) meningkatkan sinergi perencanaan pembangunan pusat dan daerah; (6) meningkatkan transparansi dan akuntabilitas alokasi transfer ke daerah; serta
Total Sumber: Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan.
(7) mendukung kesinambungan fiskal dalam kebijakan ekonomi makro. Guna mendukung arah kebijakan tersebut, telah dirumuskan tiga strategi pengelolaan anggaran
6.1.1.2. Penyaluran DBH Pajak Tahun 2010
transfer ke daerah, yaitu:
Realisasi DBH Pajak yang terdiri DBH PPh, DBH PBB, dan DBH BPHTB mencapai Rp45.763,80 miliar
(1) penajaman perumusan kebijakan di masing-masing komponen anggaran transfer ke daerah;
atau 99,54 persen dari pagu alokasi pada tahun 2010 sebesar Rp45.976,43 miliar. Dari ketiga jenis
(2) perumusan kebijakan untuk mendorong peningkatan kualitas pengelolaan keuangan daerah;
dana transfer tersebut, hanya DBH PBB yang realisasinya tidak mencapai 100 persen.
dan (3) reorganisasi institusi yang sejalan dengan Reformasi Birokrasi. Kebijakan transfer ke daerah diharapkan dapat menjadi pilar pendukung kesinambungan fiskal nasional, stimulus pembangunan di daerah, dan instrumen utama desentralisasi fiskal secara proporsional dan akuntabel.
116
Laporan Tahunan Kementerian Keuangan 2010
117
www.depkeu.go.id
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BAB I
Pendahuluan
BAB II
Reformasi Birokrasi
BAB III
Kebijakan Pengelolaan Ekonomi Makro
BAB IV
BAB V
BAB VI
BAB VII
BAB VIII
BAB IX
BAB X
No. Jenis Dana
Pagu (Rp)
Realisasi (Rp)
Persen (%)
DBH PPh
10.931.465.581.702
10.931.465.581.702
100,00
DBH PBB
27.764.170.840.255
27.147.179.013.193
97,78
Kebijakan Pengelolaan Penganggaran
DBH BPHTB
7.280.797.076.074
7.685.155.546.080
105,55
45.976.433.498.031
45.763.800.140.975
99,54
Total
Kebijakan Pengelolaan Transfer ke Daerah Kebijakan Pengelolaan Pembiayaan Kebijakan Pengelolaan Perbendaharaan Negara Kebijakan Pengelolaan Kekayaan Negara, Piutang Negara, dan Lelang Kebijakan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan NonBank Pengawasan dan Pengendalian Internal
BAB XII
Kebijakan Hubungan dan Kerjasama Internasional di Bidang Keuangan Kebijakan Hubungan Kelembagaan NegaraPemerintahan
BAB XIV Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Keuangan BAB XV
Tabel 6.3. (lanjutan)
Pengelolaan Pendapatan Negara
BAB XI
BAB XIII
Tabel 6.2. Penyaluran DBH Pajak Tahun 2010
Pelaksanaan Tugas Kementerian Keuangan sebagai KementerianLembaga
Komponen Prov
2006 K/K
2007
Prov
K/K
2008
Prov
K/K
2009
Prov
K/K
2010
Prov
K/K
Prov
B. Bobot Kebutuhan Fiskal
Sumber: Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan.
6.1.2. Kebijakan DAU Tahun 2010
2.
Penduduk
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
3.
Wilayah Darat
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
4.
Wilayah Laut
-
-
25
25
25
35
30
35
30
35
5.
IKK
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
6.
IPM
10
10
10
10
10
10
10
10
10
11
7.
PDRD
15
15
15
15
15
15
15
15
15
15,75
C. Bobot Kapasitas Fiskal
Kebijakan yang menyangkut DAU diarahkan untuk mewujudkan fungsinya sebagai equalization
1.
PAD
50
100
50
75
50
75
50
70
50
93
grant. Kebijakan-kebijakan yang dimaksud adalah:
2.
DBH Pajak
100
100
75
75
75
75
95
73
73
100
3
DBH SDA
100
100
50
50
41,25
50
70
100
95
100
(1) melakukan pegging (pemancangan) alokasi dasar dengan persentase di bawah 50 persen dari DAU Nasional agar memberikan porsi alokasi yang lebih besar untuk menutup celah fiskal,
Sumber: Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan.
sehingga rata-rata gaji Pegawai Negeri Sipil Daerah (PNSD) per daerah dihitung di bawah 100 persen; (2) melakukan pembobotan pada setiap variabel kebutuhan fiskal dengan asumsi bahwa
6.1.2.1. Penyaluran DAU
pemanfaatan dana transfer ke daerah adalah untuk pelayanan kepada penduduk dan
Pada tahun anggaran 2010, total pagu alokasi DAU adalah Rp203.606,48 miliar, yang terdiri dari
pengelolaan wilayah, sehingga bobot untuk penduduk seimbang dengan bobot untuk wilayah;
DAU Murni Rp192.490,34 miliar, Tunjangan Profesi Guru (TPG) PNSD Rp10.994,89 miliar, dan lainnya
serta
Rp121,25 miliar. Dari pagu tersebut telah diterbitkan sebanyak 545 SPM dengan nilai Rp203.573,14
(3) menetapkan persentase tertentu dalam menghitung variabel kapasitas fiskal untuk
miliar atau 99,98 persen.
mendapatkan indek pemerataan yang terbaik yang dicerminkan dari semakin rendahnya
Tabel 6.4. Penyaluran DAU Tahun 2010
Williamson Index (WI). Sejak tahun 2007, upaya mempercepat perhitungan DAU per daerah dengan WI yang terbaik telah dilakukan dengan menggunakan dynamic model. Aplikasi ini merupakan pengembangan dari pola arbitary atau try and error theory dalam memperlakukan variabel perhitungan DAU. Perilaku dan pengaruh setiap variabel dalam formula DAU dapat langsung terlihat dan terkontrol, sehingga memudahkan operator dan pejabat pengambil keputusan untuk mengintegrasikan kebijakan
Jenis Dana
Pagu (Rp)
Realisasi (Rp)
19.249.034.200.000
19.249.034.200.000
100,00
DAU Kabupaten/Kota (Murni)
173.241.307.800.000
173.241.307.800.000
100,00
Tunjangan Profesi Guru PNSD
10.994.892.500.000
10.961.543.035.400
99,70
121.250.000.000
121.250.000.000
100,00
203.606.484.500.000
203.573.135.035.400
99,98
DAU Propinsi (Murni)
Koreksi DAU Indramayu Total
pemerataan antardaerah berdasarkan WI dan coefficient of variation yang berbasis akademik.
Persen (%)
Sumber: Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan.
Tabel 6.3. Perkembangan Pembobotan Komponen Formula DAU Tahun 2006-2010
Penutup
No.
Komponen Prov
2006 K/K
Prov
2007 K/K
Prov
2008 K/K
Prov
2009 K/K
Prov
Selama tahun 2010, terdapat penundaan DAU sebesar 25 persen dari pagu bulan Mei dan Juni 2010 K/K
Prov
A. Bobot Kebutuhan Fiskal 1.
Persentase Alokasi Dasar Terhadap DAU Nasional Atau rata-rata gaji PNSD per daerah
terhadap dua daerah yang terlambat menyampaikan Perda APBD, yaitu Kabupaten Puncak dan Kabupaten Bulukumba. Namun, dana yang tertunda telah disalurkan kembali seluruhnya pada bulan Juni 2010. Selain penundaan DAU sebagai sanksi bagi daerah yang terlambat menyampaikan Perda APBD,
50,0
50,0
44,6
44,6
45,0
45,0
45,0
45,0
48,0
45,25
juga telah dikenakan sanksi kepada daerah-daerah yang terlambat menyampaikan Laporan Realisasi Penggunaan Dana Tambahan Penghasilan (Tamsil) bagi Guru PNSD tahun anggaran 2009.
100,0
100,0
100,0
100,0
88,8
86,6
80,4
72,3
79.8
68.4
Penundaan DAU sebesar pagu Tamsil 2009 dilaksanakan pada bulan Mei 2010. Apabila daerah telah menyampaikan laporan realisasi penggunaan, maka DAU yang ditunda akan disalurkan kembali pada saat transfer DAU bulan berikutnya. Adapun bagi daerah yang sampai batas waktu akhir tahun tidak juga menyampaikan laporan, maka dikenakan sanksi potongan.
118
Laporan Tahunan Kementerian Keuangan 2010
www.depkeu.go.id
119
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BAB I
Pendahuluan
6.1.3. Kebijakan DAK Tahun 2010
UU No. 2 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas UU No. 47 Tahun 2009 tentang APBN Tahun Anggaran
BAB II
Reformasi Birokrasi
BAB III
Kebijakan Pengelolaan Ekonomi Makro
Dalam rangka mengkaitkan bidang-bidang DAK dengan prioritas nasional, maka kepada menteri/
2010 mewajibkan pelaksanaan DAK Pendidikan dari yang semula dengan mekanisme swakelola/hibah
pimpinan lembaga diberikan kewenangan untuk menyusun kebijakan penggunaan DAK masing-
menjadi pengadaan barang dan jasa (lelang). Menginggat perubahan kebijakan pada pertengahan tahun
BAB IV
Pengelolaan Pendapatan Negara
masing bidang dan indikator teknisnya. Adapun perhitungan DAK ditetapkan oleh Menteri Keuangan
akan berakibat pada tertundanya penyelesaian pekerjaan, maka Menteri Keuangan telah menerbitkan
berdasarkan indikator teknis yang disusun oleh menteri/pimpinan lembaga.
PMK No. 200/PMK.07/2010 tentang Pelaksanaan Penyaluran DAK Bidang Pendidikan Tahun 2010. PMK
BAB V
Kebijakan Pengelolaan Penganggaran
BAB VI
Kebijakan Pengelolaan Transfer ke Daerah
BAB VII
Kebijakan Pengelolaan Pembiayaan
BAB VIII
BAB IX
BAB X
BAB XI
BAB XII
BAB XIII
Kebijakan Pengelolaan Perbendaharaan Negara Kebijakan Pengelolaan Kekayaan Negara, Piutang Negara, dan Lelang Kebijakan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan NonBank Pengawasan dan Pengendalian Internal Kebijakan Hubungan dan Kerjasama Internasional di Bidang Keuangan Kebijakan Hubungan Kelembagaan NegaraPemerintahan
BAB XIV Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Keuangan BAB XV
Pelaksanaan Tugas Kementerian Keuangan sebagai KementerianLembaga Penutup
ini dimaksudkan untuk memberikan kepastian kepada daerah bahwa dana DAK Pendidikan yang telah Perhitungan DAK per daerah pada tahun 2004-2008 ditentukan oleh kriteria umum dan kriteria
dialokasikan akan tersalur seluruhnya.
khusus, terutama dalam menentukan daerah yang layak menerima DAK, sedangkan kriteria teknis digunakan untuk mengukur alokasi per daerah. Sejak tahun 2009, pola perhitungan DAK ditempuh
6.1.4. Kebijakan Dana Otonomi Khusus Tahun 2010
dengan menggunakan ketiga kriteria secara bersama-sama, baik dalam menentukan daerah yang
Sesuai peraturan perundang-undangan, besaran Dana Otonomi Khusus (Otsus) adalah 2 persen
layak menjadi penerima DAK maupun besaran alokasi. Pola ini memungkinkan daerah yang tidak
dari DAU Nasional. Oleh karena itu, penetapan besaran DAU Nasional dalam setiap APBN secara
layak dari kriteria umum dan kriteria khusus mendapatkan DAK sepanjang nilai kriteria teknisnya
langsung berdampak pada perubahan besaran Dana Otsus, baik untuk Provinsi Papua, Papua
cukup tinggi untuk menjadi layak mendapatkan DAK pada bidang tertentu.
Barat, maupun Nangroe Aceh Darussalam (NAD). Kebijakan yang diambil untuk mengoptimalkan pemanfaatan Dana Otsus antara lain dengan mensyaratkan rekomendasi dari Menteri Dalam
Alokasi DAK mengalami penurunan dari Rp24,8 triliun pada tahun 2009 menjadi Rp21,1 triliun pada
Negeri pada setiap tahap penyaluran agar pemanfaatan Dana Otsus direncanakan dengan baik dan
tahun 2010. Sejak tahun 2010, apabila terdapat sisa DAK di kas daerah, maka Pemerintah Daerah
menghasilkan output yang bermanfaat bagi peningkatan pelayanan kepada masyarakat.
dapat melaksanakan sisa DAK tersebut di tahun berikutnya untuk bidang yang sama dengan Petunjuk Teknis (Juknis) tahun sebelumnya ataupun Juknis tahun berjalan.
Pada tahun 2010, Dana Otsus untuk Provinsi Aceh adalah Rp3.849,8 miliar atau setara dengan 2 persen dari DAU Nasional. Sedangkan Dana Otsus bagi Provinsi Papua sebesar Rp2.694,9 miliar (70
6.1.3.1. Penyaluran DAK Tahun 2010
persen) dan Papua Barat sebesar Rp1.154,9 miliar (30 persen). Dana Tambahan Infrastruktur dalam
Alokasi DAK pada tahun anggaran 2010 sebesar Rp21.138,39 miliar yang terdiri dari DAK Murni
rangka Otsus untuk Provinsi Papua dan Papua Barat diutamakan untuk mendanai pembangunan
Rp21.133,38 miliar dan lainnya Rp5 miliar. Total alokasi DAK tahun 2010 mengalami penurunan
infrastruktur, sesuai dengan UU No. 21 Tahun 2001 tentang Otsus bagi Provinsi Papua. Besaran Dana
Rp3.681,20 miliar atau 14.8 persen jika dibandingkan dengan alokasi DAK pada tahun anggaran
Tambahan Infrastruktur tersebut sebesar Rp1.400 miliar dengan pembagian untuk Provinsi Papua
2009 sebesar Rp24.819,59 miliar.
sebesar Rp800 miliar dan untuk Papua Barat sebesar Rp600 miliar. Jumlah Dana Otsus pada tahun 2010 adalah Rp 9.099,6 miliar.
Tabel 6.5. Penyaluran DAK Tahun 2010 Tahap
Pagu
Realisasi (Rp)
6.1.5. Kebijakan Dana Penyesuaian Tahun 2010 Persen (%)
Jumlah Daerah
Kebijakan yang diambil menyangkut Dana Penyesuaian (DP) pada tahun 2010 adalah berikut ini.
DAK I (30%)
6.340.014.750.000
6.340.014.750.000
100,00
518
(1) Dana Penguatan Desentralisasi Fiskal dan Percepatan Pembangunan Daerah (DPDF dan PPD).
DAK II (45%)
9.510.022.125.000
9.462.751.785.000
99,50
513
Dana ini dialokasikan untuk 276 daerah sebesar Rp7,1 triliun dengan tujuan mendukung
DAK III (25%)
5.283.345.625.000
5.023.625.318.000
95,08
486
percepatan pembangunan daerah melalui penyediaan dan pengembangan bidang infrastruktur
124.916.615.000
2,36
19
5.002.700.000
5.002.700.000
100,00
1
21.138.385.200.000
20.956.311.168.000
99,14
DAK Pendidikan DAK Indramayu Total
Sumber: Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan.
DAK tahun anggaran 2010 dialokasikan untuk mendanai 14 bidang. Dari pagu yang dialokasikan, terealisasi penyaluran sebesar Rp20.956,31 miliar atau 99,14 persen. Tingkat penyaluran yang tidak mencapai 100 persen disebabkan terdapat 32 daerah yang tidak menyampaikan laporan realisasi penyerapan DAK sebagai persyaratan bagi pencairan DAK tahap berikutnya sampai dengan batas akhir penyampaian laporan.
dan non infrastruktur, serta sarana pendukung lainnya yang menjadi urusan daerah. (2) Dana Insentif Daerah (DID). DID digunakan dalam rangka pelaksanaan fungsi pendidikan yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan memperhatikan kriteria-kriteria antara lain daerah yang berprestasi, mengalami koreksi wilayah, dan mengalami dampak pemekaran. DID dialokasikan sebagai dana penyeimbang untuk menjaga kesinambungan dan stabilitas fiskal daerah. Besaran alokasi DID adalah Rp1.387,8 miliar. (3) Tambahan tunjangan guru PNSD dialokasikan untuk meningkatkan kinerja dan kesejahteraan Guru PNSD. Besaran alokasi Tambahan Tunjangan Guru PNSD adalah Rp5.800 miliar.
120
Laporan Tahunan Kementerian Keuangan 2010
121
www.depkeu.go.id
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
6.2. Pelaksanaan Kebijakan Anggaran Transfer Ke Daerah
Tabel 6.7. Mekanisme Penyaluran Anggaran Transfer ke Daerah
BAB I
Pendahuluan
BAB II
Reformasi Birokrasi
BAB III
Kebijakan Pengelolaan Ekonomi Makro
Pada tahun 2010 telah dilakukan perubahan mekanisme penyaluran anggaran transfer ke daerah
BAB IV
Pengelolaan Pendapatan Negara
yang diatur dalam PMK No. 126/PMK.07/2010 tentang Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban
I
Dana Bagi Hasil Pajak
Anggaran Transfer Ke Daerah sebagai pengganti PMK No. 21/PMK.07/2009. Perubahan dilakukan
A
DBH PBB
Kebijakan Pengelolaan Penganggaran
berdasarkan empat prinsip, yakni:
a. DBH PBB Bagian Pusat (10%)
secara triwulanan dari realisasi penerimaan
(1) mendorong transfer ke daerah secara tepat waktu, tepat jumlah, dan tepat sasaran/penggunaan;
b. DBH PBB Bagian Daerah (81%)
secara mingguan dari realisasi penerimaan
BAB VI
Kebijakan Pengelolaan Transfer ke Daerah
(2) mendorong percepatan penetapan Perda APBD secara tepat waktu;
c. DBH Biaya Pemungutan PBB Bagian Daerah (9%)
secara mingguan sebesar 9 % dari realisasi penerimaan
BAB VII
Kebijakan Pengelolaan Pembiayaan
B
DBH BPHTB
a. DBH BPHTB Bagian Pusat (20%)
Secara bertahap (III Tahap)
BAB V
BAB VIII
BAB IX
BAB X
Kebijakan Pengelolaan Perbendaharaan Negara Kebijakan Pengelolaan Kekayaan Negara, Piutang Negara, dan Lelang Kebijakan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan NonBank
BAB XI
Pengawasan dan Pengendalian Internal
BAB XII
Kebijakan Hubungan dan Kerjasama Internasional di Bidang Keuangan
BAB XIII
Kebijakan Hubungan Kelembagaan NegaraPemerintahan
BAB XIV Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Keuangan BAB XV
Pelaksanaan Tugas Kementerian Keuangan sebagai KementerianLembaga Penutup
(3) mendorong percepatan penyerapan dana pada kas daerah guna mendanai kegiatan yang telah ditetapkan dalam APBD; dan (4) mendukung pencapaian laporan keuangan transfer ke daerah yang berkualitas. Dalam kaitannya dengan pelaksanaan treasury single account (TSA), daerah-daerah yang sebelumnya
No
Uraian Transfer
b. DBH BPHTB Bagian Daerah (80%)
secara mingguan dari realisasi penerimaan
C
DBH PPh
a. DBH PPh Pasal 21
secara triwulanan dari realisasi penerimaan
b. DBH PPh Pasal 25/29
secara triwulanan dari realisasi penerimaan
membuka rekening kas daerah dengan nama rekening yang berbeda-beda (lebih dari 40 variasi
nama) untuk menampung dana transfer ke daerah, dengan adanya PMK No. 126/PMK.07/2010 telah
II
DBH Cukai Hasil Tembakau
III
Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam
A
Minyak dan Gas Bumi
B
Pertambangan Umum
C
Kehutanan
D Perikanan
E. Panas Bumi
merubah nama rekeningnya dengan menggunakan nama depan Rekening Kas Umum Daerah yang diikuti dengan nama daerah yang bersangkutan. Tabel 6.6. Perubahan Standarisasi Nama Rekening Kas Daerah Tahun 2010-2011 Provinsi Nama Depan Rekening Kas Daerah
Kabupaten
Kota
Pola Penyaluran
Jumlah
F.
Alokasi kurang bayar DBH SDA Pertambangan MIGAS TA 2008
secara triwulanan dari realisasi penerimaan
Diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku
Maret 2011
Juni 2010
Maret 2011
Juni 2010
Maret 2011
Juni 2010
Maret 2011
8
30
95
317
36
76
139
423
-
Dana Alokasi Umum
Tiap bulan sebesar 1/12 dari alokasi
Kas Umum Daerah
15
3
182
82
36
16
233
101
-
DAU tambahan untuk tunjangan profesi guru
Penyaluran dalam 2 tahap per semester
Lain-lain
10
0
122
0
20
0
152
0
33
33
399
399
92
92
524
524
IV
secara triwulanan dari realisasi penerimaan
Juni 2010
Rekening Kas Umum Daerah
Dana Alokasi Umum
V
Dana Alokasi Khusus (murni)
VI
Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian
A
Dana Otonomi Khusus dan Dana Tambahan Infrastruktur
Penyaluran dilaksanakan secara bertahap setelah mendapat pertimbangan dari Mendagri
B
dilakukan berdasarkan berdasarkan PMK No. 21/PMK.07/2009, karena masih dalam masa transisi
Dana Tambahan Penghasilan Guru PNSD TA 2010
Penyaluran dilakukan dalam 2 tahap, per semester tahap I sebesar 50% dan tahap II sebesar 50%
C
Kurang Bayar DAK Tahun 2008
Penyaluran dilaksanakan sekaligus paling lambat bulan Desember 2010
peralihan ketentuan. Sebagian transfer lainnya dilakukan berdasarkan PMK No. 126/PMK.07/2010
D Kurang Bayar DISP Tahun 2008
Penyaluran dilaksanakan sekaligus paling lambat bulan Desember 2010
tentang Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban Anggaran Transfer ke Daerah.
E
Dana Insentif Daerah
Penyaluran dilaksanakan jika daerah sudah menyampaikan perda APBD 2010 dan surat pernyataan, disalurkan sekaligus
F
Dana Penguatan Desentralisasi Fiskal dan Percepatan Pembangunan Daerah (DPDF-PPD) T.A. 2010
Penyaluran bertahap setelah daerah menyampaikan persyaratan adminstratif dan laporan realisasi penyerapan tahap sebelumnya
Jumlah Sumber: Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan.
6.2.1. Penyaluran Transfer ke Daerah Tahun 2010 Pelaksanaan penyaluran anggaran transfer ke daerah selama Tahun Anggaran 2010 sebagian besar
1. Penyaluran tahap I (30% dari total DAK) 2. Penyaluran Tahap II (45%) dan Tahap III
G Dana Penguatan Infrastruktur dan Prasarana Daerah (DPIPD) E
Dana Percepatan Pembangunan Infrastruktur Pendidikan (DPPIP) Sumber: Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan.
122
Laporan Tahunan Kementerian Keuangan 2010
123
www.depkeu.go.id
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BAB I
Pendahuluan
Anggaran transfer ke daerah diberikan kepada semua daerah yang berhak berdasarkan perhitungan
Pada tahun 2008 dikenal DBH Cukai Hasil Tembakau (DBH-CHT) berdasarkan UU No. 39 Tahun 2007
BAB II
Reformasi Birokrasi
BAB III
Kebijakan Pengelolaan Ekonomi Makro
tertentu. Jumlah daerah penerima dana transfer ke daerah meningkat dari 446 pada tahun 2005
tentang Perubahan Atas UU No. 11 Tahun 1999 tentang Cukai. Pada Tahun 2008 dan 2009 DBH-CHT
menjadi 524 pada tahun 2010, atau meningkat 58 daerah selama 5 tahun.
diberikan kepada 5 provinsi penghasil CHT, yaitu Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Tengah, D. I.
BAB IV
Pengelolaan Pendapatan Negara
BAB V
Kebijakan Pengelolaan Penganggaran
BAB VI
Kebijakan Pengelolaan Transfer ke Daerah
BAB VII
BAB VIII
BAB IX
BAB X
BAB XI
BAB XII
BAB XIII
Kebijakan Pengelolaan Pembiayaan Kebijakan Pengelolaan Perbendaharaan Negara Kebijakan Pengelolaan Kekayaan Negara, Piutang Negara, dan Lelang Kebijakan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan NonBank Pengawasan dan Pengendalian Internal
No.
Daerah
2005
2006
2007
2008
DBH Cukai bersifat specific grant.
2009
2010
32
33
33
33
33
33
Kabupaten/Kota
434
434
434
451
477
491
3
Jumlah
466
467
467
484
510
524
4
Realisasi Transfer (triliun rupiah)
150,5
226,2
253,3
292,6
303,1
345,7
5
% Kenaikan
16,04
50,30
11,98
15,51
3,59
14.1
1
Provinsi
2
Sumber: Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan.
Dalam rangka melaksanakan pasal 35 UU No. 33 Tahun 2004, mulai tahun 2009 DBH SDA Migas dibagikan kepada daerah dengan porsi 15,5 persen dari PNBP Minyak Bumi dan 30,5 persen dari PNBP Gas Bumi. Tambahan 0,5 persen adalah specific grant untuk menambah anggaran pendidikan dasar di daerah dengan pembagian untuk provinsi/daerah penghasil/daerah lainnya masingmasing sebesar 0,1 persen, 0,2 persen, dan 0,2 persen. 6.2.3. Perkembangan Dana Alokasi Umum Tahun 2006-2010 Alokasi DAU yang bersifat block grants ditujukan untuk:
6.2.2. Perkembangan Dana Bagi Hasil Tahun 2006-2010 Pelaksanaan DBH mengacu pada UU No. 33 Tahun 2004 yang mengatur bagian Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dengan persentase tertentu dari realisasi penyetoran ke kas negara dari penerimaan negara pajak (PNP) dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Pada tahun 2005-2008 telah dilaksanakan 7 jenis dari 8 jenis DBH, sedangkan 1 jenis DBH, yaitu Panas Bumi dilaksanakan
(1) memeratakan kemampuan keuangan antardaerah (equalization grant); (2) mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi; dan (3) mengurangi ketimpangan kemampuan keuangan antardaerah dengan mempertimbangkan kebutuhan dan potensi daerah.
mulai tahun 2009. Untuk pertama kalinya DBH Panas Bumi pada tahun 2009 dibagikan kepada
Tabel 6.10. Perkembangan Alokasi DAU Tahun 2006-2010
daerah di Provinsi Jawa Barat, yaitu DBH dari PNBP tahun 2006-2009. Tertundanya pelaksanaan
Kebijakan Hubungan dan Kerjasama Internasional di Bidang Keuangan
DBH Panas Bumi dikarenakan peraturan mengenai perpajakan atas pengusahaan panas bumi
Kebijakan Hubungan Kelembagaan NegaraPemerintahan
Panas Bumi untuk Pembangkitan Energi/Listrik pada tanggal 4 November 2008.
BAB XIV Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Keuangan BAB XV
Yogyakarta, dan Jawa Timur. Berbeda dengan DBH-SDA pada umumnya yang bersifat block grant,
Tabel 6.8. Perkembangan Jumlah Daerah dan Besaran Transfer Tahun 2005-2010
baru ditetapkan pada tahun 2008, yaitu PMK No. 165/PMK.03/2008 tentang Mekanisme Pajak Penghasilan Ditanggung Pemerintah dan Perhitungan PNBP atas Hasil Pengusahaan Sumber Daya
Tabel 6.9. Perkembangan Alokasi DBH per Komponen Tahun 2006-2010 (dalam triliun Rupiah) No.
Komponen
2006
2007
2008
2009
2010
No.
Komponen
1.
Prov/Kab/Kot
2.
Nasional
3.
% Kenaikan
4.
% Thd PDNN
2006 Prov
2007
K/K
168,9
131,1
Prov 16,5
2008
K/K 148,3
Prov 17,9
2009
K/K 161,6
Prov 18,6
2010
K/K 167,8
Prov 19,2
K/K 173,0
145,66
164,78
179,50
186,41
192,49
64,00
13,13
8,93
3,85
3,26
26
26
26
26
26
Sumber: Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan.
A.
Pajak
Pelaksanaan Tugas Kementerian Keuangan sebagai KementerianLembaga
1.
PBB
18,73
21,79
22,37
22,8
27,116
Nilai dan persentase DAU mengalami peningkatan dari tahun ke tahun dan sangat dipengaruhi oleh
2.
BPHTB
3,08
4,29
7,35
7,65
7,69
PPh
6,07
7,94
9,98
10,09
10,93
Pendapatan Dalam Negeri Neto (PDNN) APBN. PDNN adalah penerimaan negara yang berasal dari
3.
Penutup
4.
Cukai HT
0,2
0,96
1.202
Sub jumlah (A) % kenaikan
27,88
34,02
39,9
41,5
46,94
19,30%
22,02%
17,28%
4,01%
13.11% 7,79
pajak dan PNBP setelah dikurangi dengan penerimaan negara yang dibagihasilkan kepada daerah. Antara tahun 2005-2007, pagu DAU nasional sekurang-kurangnya 25,5 persen dari PDNN, sesuai pasal 107 UU No. 33 Tahun 2004. Adapun sejak tahun 2008, sesuai pasal 27, besaran DAU menjadi sekurangkurangnya 26 persen dari PDNN.
B.
Sumber Daya Alam
1.
Pertambangan Umum
2,39
2,85
4,24
6,98
2.
Kehutanan
1,16
1,52
1,71
1,51
1,75
Alokasi DAU berdasarkan Perpres dan Dana Penyeimbang sesuai dengan Permenkeu mulai tahun
3.
Minyak Bumi & Gas Bumi
27,13
24,46
23,44
17,6
35,196
anggaran 2006 hingga 2010 mengalami perkembangan yang cukup signifikan. Kenaikan alokasi
4.
Perikanan
0,33
0,20
0,16
0,12
0,12
DAU setiap tahun diimbangi dengan penurunan Dana Penyeimbang secara bertahap yang
5.
Panas Bumi
-
-
-
0,26
0,305
merupakan indikator bahwa DAU dapat mengurangi kesenjangan fiskal. Penurunan alokasi Dana
31,01
29,03
29,55
26,82
45,165
Penyeimbang menunjukkan komitmen Pemerintah untuk menerapkan formula DAU secara murni
167,56%
(6,39)%
1,79%
(9,24)%
68,4%
58,89
63,05
69,45
68,32
92.1
dengan meminimalkan hold harmless hingga menjadi nol agar dapat meningkatkan pemerataan
68,45%
7,06%
10,15%
(1,63)%
34,81%
Sub jumlah (B) % kenaikan C.
Total (A+B) % Kenaikan
Catatan : - DBH SDA TA 2010 mengacu pada Revisi APBN 2010. - DBH Pajak TA 2008, 2009 dan 2010 belum termasuk Biaya Pemungutan PBB bagian Daerah. Sumber: Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan.
kemampuan keuangan antardaerah.
124
Laporan Tahunan Kementerian Keuangan 2010
www.depkeu.go.id
125
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BAB I
Pendahuluan
6.2.4. Perkembangan Dana Alokasi Khusus Tahun 2006-2010
BAB II
Reformasi Birokrasi
BAB III
Kebijakan Pengelolaan Ekonomi Makro
Pada tahun 2008 hingga 2010 penambahan bidang DAK dikaitkan dengan pasal 108 UU No. 33
BAB IV
BAB V
BAB VI
Pengelolaan Pendapatan Negara
DP Murni
2.
DP DAU
3.
Dana Penyeimbang DAU
4.
Dana Tunjangan Kependidikan
Kebijakan Pengelolaan Transfer ke Daerah
Kementerian Pekerjaan Umum (PU).
5.
Dana Tambahan DAU
6.
DP Ad Hoc
7.
DP Infrastruktur Jalan dan Lainnya
Kebijakan Pengelolaan Perbendaharaan Negara Kebijakan Pengelolaan Kekayaan Negara, Piutang Negara, dan Lelang Kebijakan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan NonBank
BAB XI
Pengawasan dan Pengendalian Internal
BAB XII
Kebijakan Hubungan dan Kerjasama Internasional di Bidang Keuangan Kebijakan Hubungan Kelembagaan NegaraPemerintahan
BAB XIV Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Keuangan BAB XV
1.
Badan Koordinasi Keluarga Berencana (BKKBN) dan Departemen Kehutanan, sedangkan pada
Nomenklatur
Daerah Tertinggal (PDT). Selanjutnya, pada tahun 2010 telah dilakukan pengalihan anggaran dari
BAB VIII
BAB XIII
NO.
bertahap ke DAK. Penambahan bidang DAK pada tahun 2008 ditandai dengan pengalihan anggaran tahun 2009 dialihkan anggaran dari Departemen Perdagangan dan Kementerian Pembangunan
Kebijakan Pengelolaan Pembiayaan
BAB X
Tahun 2004, yaitu bahwa kegiatan K/L yang merupakan kewenangan daerah dialihkan secara
Kebijakan Pengelolaan Penganggaran
BAB VII
BAB IX
Tabel 6.12. Perkembangan Penggunaan Nomenklatur Dana Penyesuaian Tahun 2005-2010
Pelaksanaan Tugas Kementerian Keuangan sebagai KementerianLembaga Penutup
Sejak tahun 2006 sampai dengan 2010 telah terjadi penambahan jumlah bidang dalam DAK, yaitu dari 5 bidang menjadi 14 bidang. Tabel 6.11. Perkembangan Jumlah Bidang DAK Tahun 2006-2010 No.
Bidang
2006 Prov
2007
K/K
Prov
Prov
2009
K/K
1.
Pendidikan
-
-
-
2.
Kesehatan
-
-
-
3.
Jalan
4.
Irigasi
5.
Air Bersih
6.
Pras. Pem
7.
Pertanian
8.
Lingk. Hidup
8.
DP Infrastruktur Sarana dan Prasarana
9.
DPDF dan PPD
10
Dana DAU Tambahan
2006
2007
2008
2009
2010
Sumber: Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan.
2008
K/K
2005
2010
Prov
K/K
-
-
Prov
K/K
Dana Penyesuaian yang alokasikan pada tahun 2010 tercatat sebesar Rp21.150 miliar. Jumlah ini
-
mengalami peningkatan tajam apabila dibandingkan dengan tahun 2008 sebesar Rp6.936,04 miliar
-
dan tahun 2009 sebesar Rp14.882 miliar.
-
Tabel 6.13. Perkembangan Alokasi Dana Penyesuaian Tahun 2005-2010 (dalam miliar Rupiah) Tahun Alokasi Dana Penyesuaian
2005
2006
2007
2008
2009
2010
5.467,30
562,86
5547,4
6.939,00
14.882
21.150
Sumber: Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan.
9.
Kelautan dan Perikanan
10.
Kel. Berencana
6.2.6. Penyaluran Dana Otsus dan Penyesuaian Tahun 2010
11.
Kehutanan
Pada tahun 2010, total pagu Dana Otsus dan Penyesuaian sebesar Rp28.625,09 miliar. Dari jumlah
12.
PDT
13.
Perdagangan
14.
Sanitasi
tersebut, telah diterbitkan 511 SPM senilai Rp28.025,23 miliar atau 97,90 persen, yang terdiri dari: -
-
Pagu DAK (Rp Triliun)
11,57
17,09
21,20
24,82
21,13
% Kenaikan
188,53
47,71
24,05
17,08
-14,85
Keterangan: - Bidang yang tahun sebelumnya sudah ada. - Bidang baru pada tahun yang bersangkutan. Sumber: Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan.
6.2.5. Perkembangan Dana Penyesuaian Tahun 2005-2010
(1) Dana Otonomi Khusus dan Dana Tambahan Infrastruktur ; (2) Dana Tambahan Penghasilan Guru PNSD; (3) Kurang Bayar DAK Tahun 2008; (4) Kurang Bayar DISP Tahun 2008; (5) Dana Insentif Daerah; (6) Dana Penguatan Desentralisasi Fiskal dan Percepatan Pembangunan Daerah (DPDF-PPD); (7) Dana Penguatan Infrastruktur dan Prasarana Daerah (DPIPD); (8) Dana Percepatan Pembangunan Infrastruktur Pendidikan (DPPIP); Tabel 6.14. Penyaluran Dana Otsus dan Penyesuaian Tahun 2010
Dana Penyesuaian dialokasikan untuk keperluan tertentu di luar Dana Perimbangan dan Dana Otsus berdasarkan kesepakatan antara Pemerintah Pusat dengan DPR. Dana Penyesuaian merupakan satu kesatuan kebijakan anggaran transfer ke daerah dalam UU tentang APBN.
Jenis Dana
Pagu
Realisasi
Persen (%)
Dana Otsus PAPUA
2.694.864.788.000
2.694.864.788.000
100,00
Dana Otsus PAPUA BARAT
1.154.942.052.000
1.154.942.052.000
100,00
Dana Otsus NAD
3.849.806.840.000
3.849.806.840.000
100,00
Dana Otsus T. Infras. Papua
800.000.000.000
800.000.000.000
100,00
Transfer Dana Tamb. Infras. Papua Barat
600.000.000.000
600.000.000.000
100,00
9.099.613.680.000
9.099.613.680.000
100,00
Total Sumber: Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan.
126
Laporan Tahunan Kementerian Keuangan 2010
www.depkeu.go.id
127
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
6.3. Laporan Keuangan Transfer ke Daerah
Untuk menjawab tantangan tersebut, perlu dilakukan sosialisasi dan bimbingan teknis secara
BAB I
Pendahuluan
BAB II
Reformasi Birokrasi
BAB III
Kebijakan Pengelolaan Ekonomi Makro
Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK) selaku penanggung jawab anggaran transfer ke
No. 33 Tahun 2004 dan PP No. 55 Tahun 2005 menjamin bahwa setiap daerah mempunyai “cetakan
BAB IV
Pengelolaan Pendapatan Negara
daerah bertugas menyusun Laporan Keuangan Transfer ke Daerah (LKTD). Sampai dengan tahun
untuk menakar transfer ke daerah”. DAU dengan alokasi dasar, kebutuhan fiskal, dan kapasitas fiskal.
2007, pendapat Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap LKTD adalah disclaimer, karena dalam
DAK dengan kriteria umum, kriteria khusus, dan kriteria teknis, sedangkan DBH dengan persentase
Kebijakan Pengelolaan Penganggaran
setiap laporan PA/KPA tidak dapat menunjukkan dokumen sumber secara lengkap (DIPA, SPM, dan
tertentu dari realisasi PNP dan PNBP yang dibagihasilkan kepada daerah. Sementara itu, Dana Otsus
SP2D) atas realisasi anggaran transfer ke daerah. LKTD merupakan bentuk pertanggungjawaban
berdasarkan UU Otsus untuk Papua, Papua Barat, dan Aceh, sedangkan Dana Penyesuaian melalui
Kebijakan Pengelolaan Transfer ke Daerah
pelaksanaan anggaran Bagian Anggaran (BA) 999.05. Bagian anggaran ini merupakan hasil
kebijakan pusat antara lain terkait dengan tambahan penghasilan guru dan kebijakan percepatan
penggabungan BA 070, Dana Perimbangan BA 071, dan Dana Penyesuaian yang dimulai
pembangunan daerah dengan kriteria-kriteria tertentu yang disepakati di Badan Anggaran DPR.
BAB V
BAB VI
BAB VII
Kebijakan Pengelolaan Pembiayaan
BAB VIII
Kebijakan Pengelolaan Perbendaharaan Negara
BAB IX
BAB X
BAB XI
BAB XII
BAB XIII
Kebijakan Pengelolaan Kekayaan Negara, Piutang Negara, dan Lelang Kebijakan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan NonBank Pengawasan dan Pengendalian Internal Kebijakan Hubungan dan Kerjasama Internasional di Bidang Keuangan Kebijakan Hubungan Kelembagaan NegaraPemerintahan
intensif dan berkelanjutan untuk memberikan pemahaman secara utuh kepada daerah bahwa UU
pelaksanaannya pada tahun anggaran 2009. Pihak-pihak yang memanipulasi perhitungan dan penyaluran transfer ke daerah berusaha Dengan diberlakukannya pola baru penyaluran transfer ke daerah, maka dokumen sumber (DIPA,
memanipulasi data dasar formula, kriteria, maupun realisasi dan persentasenya. Hal ini tidak
SPM, dan SP2D) atas pelaksanaan BA transfer ke daerah dapat disediakan. Dokumen sumber
mungkin dilakukan oleh pegawai DJPK. Terbukti dari audit BPK yang tidak menemukan adanya
diperlukan dalam rangka penyusunan LKTD sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan
penyimpangan secara sengaja dari perhitungan dan penyaluran transfer ke daerah.
(SAP). Penerapan pola baru menghasilkan perkembangan yang cukup menggembirakan dalam peningkatan kualitas LKTD. Pada LKTD 2008, BA 070 mendapat opini Wajar Dengan Pengecualian
Sampai dengan tahun 2010, modus oknum yang menawarkan janji menambah atau menaikkan
(WDP) dan BA 071 mendapat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Sedangkan pada pemeriksaan
alokasi sudah jauh berkurang sejalan dengan berkurangnya intensitas daerah yang melaporkan
tahun 2010, BPK memberi opini WTP terhadap LKTD Tahun Anggaran 2009.
adanya indikasi penipuan tersebut. Kuncinya adalah sosialisasi yang dilakukan secara transparan agar dapat dipahami oleh daerah, antara lain dengan: (1) membuka perhitungan transfer ke daerah kepada daerah secara umum atau secara detail bagi
6.4. Tantangan Formulasi, Alokasi dan Penghitungan Transfer ke Daerah
(2) menjelaskan secara runtut kepada daerah yang merasa alokasinya lebih kecil dari daerah di Reformulasi kebijakan transfer ke daerah dilakukan setiap tahun. Upaya ini melibatkan akademisi dan seluruh stakeholder terkait dengan tetap mengacu pada UU No. 33 Tahun 2004 dan PP No. 55 Tahun 2005. Reformulasi memberikan landasan yang kokoh bagi terlaksananya alokasi dan perhitungan yang transparan, kredibel, dan akuntabel bagi seluruh daerah. Namun, tantangan dan
BAB XIV Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Keuangan
hambatan harus dihadapi, baik secara politis di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) maupun oknum-
BAB XV
Sebagaimana diketahui bahwa transfer ke daerah terdiri dari DBH, DAU, DAK, Dana Otsus, dan
Pelaksanaan Tugas Kementerian Keuangan sebagai KementerianLembaga Penutup
yang membutuhkan penjelasan;
oknum lain yang tidak bertanggungjawab.
sekitarnya dengan potensi dan kebutuhan yang relatif setara; (3) menegaskan bahwa data perhitungan transfer ke daerah disediakan oleh instansi independen penyedia data dasar dan instansi teknis terkait; serta (4) data dasar dan cara perhitungan setiap daerah diaudit oleh BPK. Setiap daerah sudah mempunyai cetakannya masing-masing untuk menakar transfer ke daerah, sehingga kedekatan daerah dengan pejabat Kementerian Keuangan tidak akan mempengaruhi besaran transfer ke daerah, karena sudah well designed by law.
Dana Penyesuaian. Pada tahun 2010 muncul berbagai isu bahwa besaran alokasi dana per daerah dapat diatur (negotiable) melalui lobi dan pengajuan proposal. Isu ini memanfaatkan jalur-
Sebagai contoh, penggunaan aplikasi komputer yang selalu dikembangkan dan ditingkatkan
jalur informasi pada saat pembahasan transfer ke daerah di Badan Anggaran DPR yang belum
akurasinya (Dynamic Model) membuat perhitungan DAU per daerah tidak dapat direkayasa secara
resmi atau bahkan sudah disahkan, tetapi belum ditetapkan dalam Peraturan Presiden (Perpres)
manual. Aplikasi DAU ini telah digunakan dalam pembahasan transfer ke daerah dengan DPR.
dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK). Dengan memanfaatkan time lag informasi tersebut,
Untuk menjaga kesahihan perhitungan, setiap simulasi perubahan data dasar dalam formula DAU
oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab menawarkan dan menjanjikan kepada daerah
selalu dikerjakan lebih dari satu orang, bahkan hingga empat orang. Hasil perhitungan dianggap
untuk dapat mengurus penambahan dana atau alokasi yang lebih besar dari tahun sebelumnya.
benar dan akurat apabila perhitungan yang dilakukan oleh empat orang tersebut menghasilkan
Syaratnya, pejabat daerah bersedia menyediakan sejumlah dana kepada oknum tersebut. Image
angka yang sama persis dan disajikan secara real time dalam forum pembahasan transfer ke daerah
Kementerian Keuangan menjadi kurang baik oleh sejumlah oknum ini.
antara Pemerintah dengan DPR.
128
Laporan Tahunan Kementerian Keuangan 2010
www.depkeu.go.id
129
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
6.5. Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
Untuk membantu kelancaran evaluasi Perda dan Raperda, DJPK telah menyusun tata cara evaluasi
BAB I
Pendahuluan
BAB II
Reformasi Birokrasi
BAB III
Kebijakan Pengelolaan Ekonomi Makro
Perubahan UU No. 34 tahun 2000 dengan UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
BAB IV
Pengelolaan Pendapatan Negara
Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD). Perda PDRD yang dibuat berdasarkan UU No. 34 Tahun 2000
Pada tahun 2010, DJPK juga telah melakukan beberapa studi mengenai PDRD berikut ini.
Kebijakan Pengelolaan Penganggaran
hanya berlaku sampai dengan 31 Desember 2011 dan jumlah Perda PDRD berdasarkan UU No. 34
(1) Analisis Kelayakan Pengenaan Retribusi atas Perpanjangan Izin Memperkerjakan Tenaga Asing
BAB VI
Kebijakan Pengelolaan Transfer ke Daerah
sehingga diperlukan percepatan.
BAB VII
Kebijakan Pengelolaan Pembiayaan
Dengan diterbitkannya UU No. 28 Tahun 2009, struktur penerimaan daerah mengalami perubahan
BAB VIII
Kebijakan Pengelolaan Perbendaharaan Negara
dan peran Pendapatan Asli Daerah (PAD) dalam APBD meningkat secara signifikan. Selama tahun
Untuk mempersiapkan pengalihan BPHTB menjadi pajak kabupaten/kota, telah dilakukan berbagai
2010, DJPK telah melakukan evaluasi terhadap 546 Perda atau 1,8 Perda per hari dan seluruhnya
langkah berikut ini.
disetujui, karena telah sesuai dengan kepentingan umum dan peraturan perundangan yang lebih
(1) Melakukan sosialisasi kepada seluruh Pemda dan pemangku kepentingan lainnya untuk
BAB V
BAB IX
BAB X
BAB XI
BAB XII
BAB XIII
Kebijakan Pengelolaan Kekayaan Negara, Piutang Negara, dan Lelang
Perda PDRD. Tujuannya agar terdapat standar evaluasi yang dapat dijadikan sebagai acuan untuk menyamakan pemahaman dan tindakan berbagai pihak dalam menilai suatu Perda PDRD.
Daerah menuntut Pemerintah Pusat untuk segera menyelesaikan evaluasi Perda tentang Pajak
tahun 2000 yang telah diterima oleh Pemerintah Pusat namun belum dievaluasi masih cukup besar,
(IMTA). (2) Studi Peningkatan PAD melalui Pajak Hotel dan Restoran. (3) Studi Optimalisasi Penerimaan Pajak Reklame.
tinggi.
menyampaikan kebijakan baru di bidang PDRD. (2) Memberikan bimbingan teknis dan fasilitasi kepada seluruh Pemda untuk membantu daerah
Tabel 6.15. Rekapitulasi Evaluasi Perda PDRD Tahun 2010
Kebijakan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan NonBank
No.
Pengawasan dan Pengendalian Internal
Uraian
s.d. 2006
2009
2010
Jumlah
pusat, tetapi juga Kantor Wilayah DJP, Kantor Pelayanan Pajak Pratama, dan Balai Pendidikan dan Pelatihan Keuangan (BDK) yang ada di daerah.
Diterima
9.418
862
1.129
2.213
1
13.623
2.
Dievaluasi
5.045
1.575
1.599
4.858
546
13.623
(3) Membentuk Tim Persiapan Pengalihan BPHTB yang bertugas mempersiapkan berbagai hal
859
717
1.023
2.106
0
4.741
yang berkaitan dengan pengalihan BPHTB dari pusat ke daerah. Di samping itu, mempersiapkan
3.
Kebijakan Hubungan Kelembagaan NegaraPemerintahan
2008
penyediaan e-learning dilaksanakan dengan melibatkan tidak hanya instansi Pemerintah di
1.
a. Ditolak
Kebijakan Hubungan dan Kerjasama Internasional di Bidang Keuangan
2007
dalam rangka pemungutan BPHTB. Kegiatan pelatihan, bimbingan teknis, konsultasi, dan
b. Revisi
148
(4)
0
0
0
144
peraturan pelaksanaan BPHTB (PMK No. 147/PMK.07/2010 tentang Pengecualian lembaga
c. Setuju
4.038
862
576
2.752
546
8.738
internasional dari pengenaan BPHTB serta Peraturan Bersama Menteri Keuangan dan Menteri
Dalam Proses
4.373
3.660
3.190
545
0
Dalam Negeri No. 186/PMK.07/2010 dan No. 53 Tahun 2010 tentang Tahapan Persiapan Pengalihan BPHTB menjadi pajak daerah). Tim ini juga berfungsi sebagai “Help-Desk” untuk
Sumber: Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan.
membantu daerah mengatasi berbagai masalah dalam proses pengalihan BPHTB.
BAB XIV Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Keuangan
Pada tahun 2010, DJPK telah melakukan evaluasi terhadap 687 Raperda atau 2,9 Raperda per hari.
(4) Membantu daerah dalam melakukan persiapan pemungutan BPHTB dengan menyediakan
Sebanyak 32 Raperda disetujui, 611 Raperda direvisi, dan 44 Raperda ditolak, karena bertentangan
template Perda BPHTB, template SOP BPHTB, dan menginformasikan spesifikasi komputer yang
dengan kepentingan umum dan peraturan perundangan yang lebih tinggi. Jika dibandingkan
diperlukan untuk membaca Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) dalam rangka validasi pembayaran
BAB XV
dengan tahun 2009, jumlah Raperda yang dievaluasi mengalami kenaikan sekitar 50 persen. Alasan
BPHTB. Organisasi dan tata kerja DJP yang selama ini mengelola BPHTB dapat digunakan oleh
utama kenaikan evaluasi Raperda tersebut adalah adanya UU PDRD yang baru, sehingga daerah
Pemda untuk menyusun SOTK.
Pelaksanaan Tugas Kementerian Keuangan sebagai KementerianLembaga Penutup
banyak menerbitkan Raperda untuk menyesuaikan dengan ketentuan perundangan-undangan
(5) Menyusun dan menyerahkan aplikasi pembaca NJOP kepada Pemda.
yang terbaru.
(6) Sejumlah langkah lainnya dilakukan untuk mendorong daerah mempercepat persiapan pemungutan BPHTB. Tabel 6.16. Rekapitulasi Evaluasi Raperda PDRD Tahun 2010
No.
Uraian
2007
2008
2009
2010
Jumlah
1.
Diterima
826
712
764
338
871
3511
2.
Dievaluasi
638
885
703
399
687
3312
73
130
88
35
44
370 2047
a.
3.
s.d. 2006
Ditolak
b.
Revisi
316
463
433
224
611
c.
Setuju
249
292
182
140
32
895
188
15
76
15
199
199
Dalam Proses
Sumber: Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan.
130
Laporan Tahunan Kementerian Keuangan 2010
www.depkeu.go.id
131
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
6.6. Pinjaman, Hibah, dan Kapasitas Daerah
Program hibah yang telah dilaksanakan di tahun 2010 diantaranya adalah Local Basic Education
BAB I
Pendahuluan
BAB II
Reformasi Birokrasi
BAB III
Kebijakan Pengelolaan Ekonomi Makro
6.6.1. Pinjaman
Netherlands Minister for Development Cooperation. Tujuan dari program hibah ini adalah mendukung
BAB IV
Pengelolaan Pendapatan Negara
Pada tahun 2010 telah disusun kebijakan pemberian pinjaman dari Pemerintah Pusat kepada
Pemerintah Indonesia dalam meningkatkan kualitas pendidikan secara menyeluruh sebagaimana
Pemerintah Daerah. Kegiatan ini bertujuan untuk merumuskan konsep kebijakan pemberian
tertuang dalam Rencana Strategis Pendidikan Nasional. Hibah ini diberikan kepada 50 kabupaten/
pinjaman dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah. Telah disusun draft revisi PMK No.
kota yang masing-masing menerima Rp2,5 miliar dan daerah diharuskan menyediakan dana
129/PMK.07/ 2008 tentang Tata Cara Pelaksanaan Sanksi Pemotongan DAU dan/atau DBH dalam
pendamping sebesar 20 persen dari total hibah yang diterima. Dari total pagu hibah Program L-BEC
Kaitannya dengan Pinjaman Daerah dari Pemerintah Pusat. Penyusunan draft revisi PMK tersebut
sebesar Rp125 miliar, pada tahun 2010 telah dilakukan pencairan dana sekitar Rp24 miliar. Closing
adalah dalam rangka menyempurnakan peraturan yang sudah ada dan menjaga kolektibilitas
date untuk program ini adalah bulan April 2012.
BAB V
BAB VI
Kebijakan Pengelolaan Penganggaran Kebijakan Pengelolaan Transfer ke Daerah
BAB VII
Kebijakan Pengelolaan Pembiayaan
BAB VIII
Kebijakan Pengelolaan Perbendaharaan Negara
BAB IX
BAB X
BAB XI
BAB XII
BAB XIII
Kebijakan Pengelolaan Kekayaan Negara, Piutang Negara, dan Lelang Kebijakan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan NonBank Pengawasan dan Pengendalian Internal Kebijakan Hubungan dan Kerjasama Internasional di Bidang Keuangan Kebijakan Hubungan Kelembagaan NegaraPemerintahan
BAB XIV Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Keuangan BAB XV
Pelaksanaan Tugas Kementerian Keuangan sebagai KementerianLembaga Penutup
Capacity (L-BEC) dari Pemerintah Belanda melalui Commision of the European Communities dan The
pinjaman kepada Pemerintah Daerah. Selain itu, terdapat pula Program Hibah Air Minum dan Hibah Air Limbah Terpusat dari Pemerintah Untuk mengendalikan fiskal nasional, setiap bulan Agustus tahun anggaran yang bersangkutan,
Australia melalui AusAID. Program Hibah Air Minum merupakan salah satu upaya untuk mencapai
Menteri Keuangan menetapkan batas maksimal defisit APBD dan batas kumulatif pinjaman
sasaran 10 juta sambungan baru. Tujuan Program Hibah Air Minum adalah meningkatkan akses
daerah untuk tahun anggaran yang akan datang. Berkenaan dengan hal tersebut, DJPK (Direktorat
bagi keberlanjutan pelayanan air minum untuk masyarakat berpenghasilan rendah di Indonesia
Pembiayaan dan Kapasitas Daerah dan Direktorat Evaluasi Pendanaan dan Informasi Keuangan
dalam upaya mencapai target Millennium Development Goals (MDGs). Adapun Program Hibah Air
Daerah), Badan Kebijakan Fiskal (BKF), dan Direktorat Jenderal Keuangan Daerah (Kemendagri) telah
Limbah Terpusat bertujuan untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap sistem pengelolaan air
menyusun PMK No. 149/PMK.07/2010 tentang Batas Maksimal Defisit APBD dan Batas Maksimal
limbah terpusat.
Kumulatif Pinjaman Daerah Tahun Anggaran 2011. Kedua program dilaksanakan pada tahun anggaran 2010 sampai dengan 2014. Program Hibah Sepanjang tahun 2010 telah dilaksanakan pemantauan pinjaman daerah dan defisit APBD dalam
Air Minum diberikan kepada 35 daerah, sedangkan Program Hibah Air Limbah diberikan kepada
rangka perumusan rekomendasi kebijakan. Pemantauan bertujuan untuk memetakan status dan
5 daerah. Pada tahun 2010 telah dilakukan pencairan kepada 12 daerah sebesar Rp45,473 miliar
posisi pinjaman daerah serta defisit APBD secara tepat dan akurat dalam rangka pengelolaan
dengan rincian 10 daerah untuk Program Hibah Air Minum sebesar Rp37,373 miliar dan 2 daerah
administrasi pinjaman daerah yang lebih baik. Pemantauan dilakukan terhadap 45 Pemda dan
untuk Program Hibah Air Limbah sebesar Rp8,1 miliar.
dihasilkan beberapa rekomendasi berikut ini. (1) Pemerintah perlu menyediakan alternatif sumber pinjaman, selain yang bersumber dari
DJPK juga melakukan pemetaan hibah yang diterima Pemerintah Daerah dan pemberian hibah
penerusan pinjaman luar negeri, karena pinjaman daerah yang bersumber dari Pemerintah
dari Pemerintah Daerah kepada Pemerintah Pusat. Pemerintah Daerah dapat memberikan hibah
Pusat tetap menjadi pilihan utama bagi Pemerintah Daerah untuk menutup defisit APBD.
kepada Pemerintah Pusat, baik kepada instansi induk (K/L) maupun kepada instansi vertikal yang
(2) Kendala yang dijumpai dalam pelaksanaan pinjaman dari Pemerintah Pusat adalah prosedur yang panjang, sehingga tidak efektif dan efisien. Oleh karena itu, Pemerintah Pusat perlu
ada di daerah. Hibah dari Pemerintah Daerah kepada Pemerintah Pusat bertujuan untuk menunjang peningkatan penyelenggaraan Pemerintahan di daerah.
mempermudah prosedur pemberian pinjaman menjadi lebih singkat dan sederhana. (3) Beberapa kebijakan yang diatur dalam pinjaman daerah sudah tidak relevan, sehingga perlu dilakukan perubahan atau revisi atas peraturan pinjaman.
Pada tahun 2010 telah pula dilakukan penyusunan PMK tentang Peta Kapasitas Fiskal Daerah. Tujuannya adalah untuk mengklasifikasikan daerah berdasarkan kemampuan keuangan masing-
(4) Pusat Investasi Pemerintah (PIP) sebagai lembaga Pemerintah Pusat diharapkan dapat
masing daerah. Pengelompokan dilakukan berdasarkan indeks kapasitas fiskal (tinggi, sedang,
membantu Pemerintah Daerah dalam menyediakan dana untuk membangun sarana dan
dan rendah). Pengelompokan ini digunakan sebagai dasar pemberian hibah kepada daerah yang
prasarana daerah.
sumbernya dari pinjaman luar negeri.
6.6.2. Hibah Daerah
Seiring dengan perkembangan arah kebijakan pemberian dan penyaluran hibah daerah, yaitu
Pada tahun 2010 telah dilakukan pemantauan hibah kepada Pemerintah Daerah dengan tujuan:
dengan revisi PP No. 2 Tahun 2006 yaitu tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman Luar Negeri dan
(1) memperoleh data dan informasi mengenai pengelolaan hibah daerah yang mencakup
Penerimaan Hibah dan PP No. 54 Tahun 2006 tentang Pinjaman Daerah, perlu dilakukan revisi
perencanaan, pelaksanaan, penganggaran, dan penyaluran hibah;
atas PP No. 57 Tahun 2005. Perubahan PP No. 57 Tahun 2005 merupakan satu kesatuan dengan
(2) mengidentifikasi permasalahan atas pelaksanaan kegiatan hibah daerah tahun 2010; serta
pokok-pokok perubahan PP No. 2 Tahun 2006, sehingga perlu diupayakan sinkronisasi. Proses
(3) menyusun rekomendasi penyelesaian permasalahan terhadap pelaksanaan hibah daerah.
pembahasan revisi PP No. 57 Tahun 2005 telah memasuki tahap akhir di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk kemudian akan diproses lebih lanjut dan disahkan.
132
Laporan Tahunan Kementerian Keuangan 2010
www.depkeu.go.id
133
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BAB I
Pendahuluan
Terkait dengan revisi PP No. 57 Tahun 2005, maka PMK No. 168 Tahun 2008 dan PMK No. 169
Adapun Hibah Air Limbah Terpusat diberikan dalam 2 tahap, yaitu:
BAB II
Reformasi Birokrasi
BAB III
Kebijakan Pengelolaan Ekonomi Makro
Tahun 2008 juga akan direvisi. Revisi PMK dimaksudkan untuk mengakomodasi skema penyaluran
•
Tahap I
:
Rp13 miliar untuk 3 Pemerintah Daerah; dan
hibah yang saat ini sangat bervariasi, sehingga dapat terakomodasi dalam suatu peraturan dan
•
Tahap II
:
Rp10 miliar untuk 2 Pemerintah Daerah.
BAB IV
Pengelolaan Pendapatan Negara
BAB V
Kebijakan Pengelolaan Penganggaran
BAB VI
Kebijakan Pengelolaan Transfer ke Daerah
BAB VII
BAB VIII
BAB IX
BAB X
Kebijakan Pengelolaan Pembiayaan Kebijakan Pengelolaan Perbendaharaan Negara Kebijakan Pengelolaan Kekayaan Negara, Piutang Negara, dan Lelang Kebijakan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan NonBank
BAB XI
Pengawasan dan Pengendalian Internal
BAB XII
Kebijakan Hubungan dan Kerjasama Internasional di Bidang Keuangan
BAB XIII
pelaksanaannya sesuai dengan mekanisme APBN dan APBD. 6.6.2.1. Penyaluran Dana Hibah ke Daerah Sejak diterbitkannya PMK No. 169 Tahun 2008 tentang Tatacara Mekanisme Penyaluran Dana Hibah kepada Pemerintah Daerah, maka penyaluran hibah uang yang bersumber dari APBN dilakukan melalui pemindahbukuan dari Rekening Kas Umum Negara (RKUN) ke Rekening Kas Umum Daerah
Program/Kegiatan
1.
Local Basic Education Capacity (L-BEC)
2.
Mass Rapid Transit (MRT)
dan/atau penerusan hibah luar negeri dilakukan melalui pemindahbukuan dari Rekening Khusus
3.
Hibah Air Minum
Tahun Anggaran 2010 (Rp) APBN 80.080.000.000
DIPA
24.535.777.575
61.547.000.000
37.373.000.000
34.386.000.000 106.150.000.000
Realisasi
75.500.000.000
-
(Reksus) ke RKUD. Sebagai contoh adalah Hibah L-BEC, Hibah Air Minum, dan Hibah Air Limbah
4.
Hibah Air Limbah Terpusat
10.000.000.000
9.100.000.000
8.100.000.000
Terpusat.
5.
Water and Sanitation Project-D (Wasap-D)
12.602.000.000
9.846.700.000
-
243.218.000.000
155.993.700.000
70.008.777.575
Perubahan mendasar pada pola penyaluran hibah mencakup hal-hal berikut ini. (1) Semula hibah dalam APBN dialokasikan menyatu dalam anggaran K/L terkait dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) juga pada K/L dimaksud. Saat ini dialokasikan dalam Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara (BA-BUN) Pengelola Hibah (999.02). (2) Semula KPA berada pada K/L. Saat ini dialihkan kepada Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan yang berperan sebagai KPA Hibah kepada Pemerintah Daerah (KPA-HPD). (3) Semula institusi yang menyalurkan dana hibah adalah Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) langsung kepada pengguna/pihak ketiga. Saat ini KPPN hanya berfungsi memindahbukukan dana hibah dari RKUN ke RKUD dan untuk penarikannya menggunakan mekanisme yang berlaku di daerah. Pendapatan hibah di daerah dibukukan sebagai lain-lain pendapatan yang sah.
BAB XIV Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Keuangan
Berdasarkan DIPA No. 0309/999-02.1/-/2010 tanggal 3 September 2010 dan DIPA Revisi I tanggal
BAB XV
Terpusat.
Penutup
No.
(RKUD). Adapun penyaluran hibah uang yang bersumber dari penerusan pinjaman luar negeri
Kebijakan Hubungan Kelembagaan NegaraPemerintahan
Pelaksanaan Tugas Kementerian Keuangan sebagai KementerianLembaga
Tabel 6.17. Realisasi Hibah Tahun Anggaran 2010
12 November 2010, yaitu Rp155,993 miliar, telah dilaksanakan penyaluran hibah kepada daerah dengan realisasi sebesar Rp70 miliar untuk Hibah L-BEC, Hibah Air Minum, dan Hibah Air Limbah
Total Sumber: Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan.
Realisasi penyaluran Hibah Air Limbah Terpusat mencapai Rp8,1 miliar atau 89,01 persen dari target Rp9,1 miliar. Adapun realisasi penyaluran Hibah Air Minum mencapai Rp37,4 miliar untuk 10 daerah atau 60,81 persen dari target Rp61,5 miliar untuk 22 daerah. Sebaran daerah yang telah menerima dana hibah mencapai 81,33 persen, yaitu 61 daerah dari total 75 daerah. Adapun jumlah realisasi hibah baru mencapai 27 persen dari yang ditargetkan sebesar Rp243,22 miliar yang meliputi dana Hibah L-BEC, Hibah Air Minum, dan Hibah Air Limbah Terpusat. Rendahnya realisasi penyaluran dana hibah disebabkan terlambatnya pengesahan DIPA Hibah ke Daerah. DIPA baru disahkan pada Oktober 2010, sehingga daerah terlambat mengajukan permintaan penyaluran hibah yang berdampak pada rendahnya penyerapan anggaran hibah ke daerah dalam APBN 2010. Walaupun daerah telah mendapatkan pagu dana hibah, namun mengingat terbatasnya waktu pelaksanaan, maka terdapat beberapa daerah yang menunda pengajuan permintaan hibah. Bahkan, terdapat pula daerah yang mengundurkan diri, karena merasa tidak mampu untuk melengkapi persyaratan yang ditentukan.
Hibah Air Minum kepada Pemerintah Daerah digunakan untuk mendanai kegiatan percontohan pembangunan sambungan air minum yang diberikan berdasarkan capaian kinerja (outputbased). Demikian halnya Hibah Air Limbah Terpusat juga diberikan berdasarkan sistem capaian kinerja (output-based). Hibah diberikan berdasarkan capaian kinerja atas pelaksanaan kegiatan pemasangan Sambungan Rumah (SR) baru yang dilakukan terlebih dahulu oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) dan telah berfungsi baik minimal 2 bulan sejak pemasangan berdasarkan hasil verifikasi Kementerian Pekerjaan Umum. Hibah Air Minum diberikan dalam 3 tahap, yaitu: • Tahap I
:
Rp106,15 miliar untuk 22 Pemerintah Daerah;
•
Tahap II
:
Rp29,5 miliar untuk 8 Pemerintah Daerah; dan
•
Tahap III
:
Rp9,4 miliar untuk 5 Pemerintah Daerah.
6.6.2.2. Laporan Realisasi Anggaran Hibah ke Daerah Sebagaimana telah diatur dalam PMK No. 40 Tahun 2009 tentang Sistem Akuntansi Hibah (Sikubah), DJPK bertindak sebagai Unit Akuntansi KPA BUN (UAKPA-BUN) atas transaksi belanja hibah kepada daerah yang bersumber dari pinjaman dan/atau hibah. Selaku UAKPA-BUN, DJPK wajib menyampaikan Laporan Keuangan kepada Unit Akuntasi Pembantu BUN (UA-PBUN), yaitu Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang (DJPU), pada setiap akhir semester.
134
Laporan Tahunan Kementerian Keuangan 2010
www.depkeu.go.id
135
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BAB I
Pendahuluan
6.6.3. Penataan Daerah
6.6.5. Peningkatan Kapasitas Aparatur Pemerintah Daerah
BAB II
Reformasi Birokrasi
BAB III
Kebijakan Pengelolaan Ekonomi Makro
Pada tahun 2010 telah dilakukan monitoring terhadap kinerja keuangan daerah pemekaran.
Dalam rangka mendukung peningkatan kapasitas aparat Pemerintah Daerah di bidang
Kegiatan ini bertujuan untuk mengetahui gambaran umum penyelenggaraan Pemerintahan daerah
desentralisasi fiskal dan pengelolaan keuangan daerah, Kementerian Keuangan pada tahun 2010
BAB IV
Pengelolaan Pendapatan Negara
otonom baru dan daerah induk, serta untuk mengetahui kinerja Pemerintah daerah otonom baru
kembali menyelenggarakan kegiatan Latihan Keuangan Daerah (LKD), Kursus Keuangan Daerah
dan daerah induk dalam mengelola keuangan daerahnya. Berdasarkan hasil monitoring, terdapat
(KKD), dan Kursus Keuangan Daerah Khusus Penatausahaan/Akuntansi Keuangan Daerah (KKDK).
beberapa rekomendasi yang diberikan untuk menjadi pertimbangan.
LKD, KKD, dan KKDK tahun 2010 dilaksanakan oleh DJPK bekerjasama dengan 7 perguruan tinggi,
(1) Kinerja keuangan daerah pemekaran masih memerlukan perhatian yang lebih serius dari
yaitu Universitas Indonesia (UI), Universitas Gadjah Mada (UGM), Universitas Hasanuddin (Unhas),
Pemerintah Pusat melalui berbagai upaya pembinaan secara komprehensif, terukur, dan
Universitas Andalas (Unand), Universitas Brawijaya (Unibraw), Universitas Sam Ratulangi (Unsrat),
berkesinambungan agar secara bertahap kinerja pengelolaan keuangan daerah menjadi lebih
dan Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN). Adapun peserta kursus pada tahun 2010 berjumlah
baik.
1.174 orang dari 327 Pemerintah Daerah.
BAB V
BAB VI
BAB VII
BAB VIII
BAB IX
BAB X
Kebijakan Pengelolaan Penganggaran Kebijakan Pengelolaan Transfer ke Daerah Kebijakan Pengelolaan Pembiayaan Kebijakan Pengelolaan Perbendaharaan Negara Kebijakan Pengelolaan Kekayaan Negara, Piutang Negara, dan Lelang Kebijakan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan NonBank
BAB XI
Pengawasan dan Pengendalian Internal
BAB XII
Kebijakan Hubungan dan Kerjasama Internasional di Bidang Keuangan
BAB XIII
Kebijakan Hubungan Kelembagaan NegaraPemerintahan
(2) Masih banyak ditemukan permasalahan sehubungan dengan kewajiban hibah/bantuan pembentukan daerah yang belum sepenuhnya terealisasi. (3) Perlu adanya kegiatan lanjutan untuk melengkapi dan menyempurnakan berbagai variabel dan indikator kinerja secara lebih komprehensif.
Tempat Penyelenggaraan
Jumlah Peserta (Orang) LKD
KKD
KKDK
Jumlah
1.
Universitas Indonesia
60
70
80
210
2.
Universitas Gadjah Mada
60
70
80
210
pelaksanaan mengenai mekanisme pemotongan/ pengalihan DAU daerah induk/provinsi yang
3.
Universitas Hasanuddin
-
70
80
150
belum/tidak menyerahkan hibah dan bantuan pendanaan kepada daerah pemekarannya. Hal
4.
Universitas Andalas
-
70
79
149
5.
Universitas Brawijaya
-
70
80
150
6.
Universitas Sam Ratulangi
-
70
80
150
7.
Sekolah Tinggi Akuntansi Negara
-
-
155
155
120
420
634
1.174
tersebut merupakan kewajiban daerah induk kepada daerah pemekarannya sebagaimana diatur dalam undang-undang pembentukan daerah otonom baru. Kegiatan ini dilakukan karena banyaknya permasalahan di daerah dan permintaan fasilitasi penyelesaian dari beberapa daerah otonom baru sehubungan dengan kewajiban hibah/bantuan pendanaan dari daerah induk/provinsi yang belum direalisasikan. Output yang dihasilkan adalah draft PMK tentang Tatacara Pemotongan DAU dan/atau DBH Bagi Daerah Induk/Provinsi yang Tidak Memenuhi Kewajiban Hibah/Bantuan Pendanaan Kepada Daerah Otonom Baru. 6.6.4. Dana Darurat
BAB XV
darurat yang berasal dari APBN untuk keperluan mendesak yang diakibatkan oleh bencana nasional
Penutup
No.
Telah pula disusun pola pendanaan daerah pemekaran yang bertujuan untuk menyusun peraturan
BAB XIV Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Keuangan Pelaksanaan Tugas Kementerian Keuangan sebagai KementerianLembaga
Tabel 6.18. Peserta LKD, KKD, dan KKDK Tahun 2010
pendanaan dari daerah induk/provinsi yang merupakan amanat dari undang-undang
Sebagai tindak lanjut pasal 46 UU No. 33 Tahun 2004, Pemerintah Pusat mengalokasikan dana dan/atau peristiwa luar biasa yang tidak dapat ditanggulangi oleh daerah dengan menggunakan sumber APBD. Untuk itu, telah disusun draft Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Dana Darurat dan telah disampaikan kepada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk proses lebih lanjut. RPP tersebut diharapkan dapat diharmonisasi dan diselesaikan pada tahun 2011.
Jumlah Sumber: Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan.
136
Laporan Tahunan Kementerian Keuangan 2010
www.depkeu.go.id
137
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BAB VII
KEBIJAKAN PENGELOLAAN PEMBIAYAAN 7.2. Arah dan Strategi Kebijakan Pembiayaan
BAB I
Pendahuluan
BAB II
Reformasi Birokrasi
BAB III
Kebijakan Pengelolaan Ekonomi Makro
Pembiayaan melalui utang merupakan salah satu konsekuensi dari implementasi kebijakan
BAB IV
Pengelolaan Pendapatan Negara
Meski demikian, dalam hal kebijakan anggaran surplus sekalipun, utang dapat tetap dilakukan
anggaran defisit.
BAB V
Kebijakan Pengelolaan Penganggaran
pada kondisi tertentu, yaitu:
BAB VI
Kebijakan Pengelolaan Transfer ke Daerah
(2) untuk menciptakan benchmark risk free asset di pasar keuangan dan mengelola portofolio utang
BAB VII
Kebijakan Pengelolaan Pembiayaan
BAB VIII
Kebijakan Pengelolaan Perbendaharaan Negara
BAB IX
Kebijakan Pengelolaan Kekayaan Negara, Piutang Negara, dan Lelang
BAB X
Pengawasan dan Pengendalian Internal
BAB XII
Kebijakan Hubungan dan Kerjasama Internasional di Bidang Keuangan Kebijakan Hubungan Kelembagaan NegaraPemerintahan
BAB XIV Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Keuangan BAB XV
Pemerintah; serta (3) sebagai konsekuensi atas perjanjian dengan pemberi pinjaman pada periode sebelumnya dan masih berlangsung masa penarikannya. Pengelolaan utang perlu dilakukan secara efektif, efisien, dan akuntabel. Untuk mencapainya, telah disusun suatu pedoman pengelolaan utang jangka menengah 2010-2014. Dokumen ini memuat target portofolio dan risiko utang yang hendak dicapai pada akhir periode dan disertai pernyataan strategis.
Kebijakan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan NonBank
BAB XI
BAB XIII
(1) dalam rangka membiayai utang yang jatuh tempo;
Pelaksanaan Tugas Kementerian Keuangan sebagai KementerianLembaga Penutup
Kebijakan pengelolaan utang pada tahun 2010-2014 dititikberatkan pada upaya untuk meningkatkan efisiensi dengan tetap memperhatikan risiko. Untuk itu, telah disusun kebijakan pengelolaan Surat Berharga Negara (SBN) dan pinjaman. Pengelolaan SBN difokuskan pada peningkatan likuiditas dan daya serap pasar domestik melalui pengembangan pasar perdana dan sekunder, serta memperkuat basis investor. Adapun pengelolaan pinjaman diarahkan pada penarikan dana secara lebih tepat 7.1. Latar Belakang dan Kondisi Tahun 2010
waktu, peningkatan kualitas proses bisnis, serta perbaikan data dan informasi.
Beberapa negara di Eropa mengalami krisis keuangan pada awal tahun 2010, sehingga berpotensi
Untuk melaksanakan kebijakan jangka menengah telah disusun strategi jangka pendek yang
mengganggu perekonomian global. Banyak negara mengantisipasinya dengan menyediakan stimulus fiskal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan melakukan konsolidasi fiskal melalui efisiensi belanja. Penyediaan stimulus fiskal juga ditempuh oleh Pemerintah Indonesia dengan
bersifat operasional dalam bentuk strategi pembiayaan tahunan. Strategi pembiayaan pada tahun 2010 difokuskan untuk memenuhi target pembiayaan APBN melalui utang dan membiayai kembali utang yang jatuh tempo dengan biaya yang efisien dan risiko yang terkendali. Strategi umum
menerapkan anggaran defisit untuk memacu pertumbuhan ekonomi.
ini diterjemahkan ke dalam strategi operasional dengan prinsip-prinsip proteksi terhadap posisi
Penerapan anggaran defisit perlu didukung oleh pembiayaan yang bersumber dari utang dan non
utang. Operasionalisasi strategi diwujudkan melalui instrumen SBN dan pinjaman. Pengelolaan SBN
utang yang masing-masing memiliki konsekuensi. Penetapannya sumber pembiayaan dilakukan berdasarkan pertimbangan: (1) ketersediaannya dalam memenuhi kebutuhan pembiayaan; (2) trade-off biaya dan risiko pada masing-masing sumber pembiayaan; dan (3) konsekuensi di masa yang akan datang. Sumber pembiayaan defisit anggaran pada tahun 2010 masih didominasi oleh utang, yaitu melalui penerbitan surat berharga dan pengadaan pinjaman Pemerintah. Di samping untuk menutup defisit anggaran, utang juga dimanfaatkan untuk membiayai investasi Pemerintah dan penjaminan. Dengan demikian, jumlah utang dapat lebih tinggi dari besaran defisit anggaran.
keuangan Pemerintah, pengembangan pasar, dan penguatan kinerja kelembagaan pengelolaan dilakukan melalui: (1) penerapan shortening duration; (2) penyiapan penerbitan Sukuk dengan underlying project untuk memperkaya alternatif instrumen pembiayaan; (3) penerapan buyback dan debt switching untuk pengelolaan risiko dan stabilisasi pasar; serta (4) penerapan front loading secara terukur. Adapun pengelolaan pinjaman dijalankan dengan: (1) pemilihan kreditur dengan terms and conditions yang favorable; (2) pemilihan jenis suku bunga tetap; (3) pemilihan mata uang dengan volatilitas rendah; (4) pemilihan metode anuitas dan jangka waktu pinjaman yang lebih panjang; serta (5) peningkatan daya serap pinjaman.
138
Laporan Tahunan Kementerian Keuangan 2010
www.depkeu.go.id
139
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BAB I
Pendahuluan
BAB II
Reformasi Birokrasi
BAB III
Kebijakan Pengelolaan Ekonomi Makro
BAB IV
Pengelolaan Pendapatan Negara
BAB V
Kebijakan Pengelolaan Penganggaran
BAB VI
Kebijakan Pengelolaan Transfer ke Daerah
BAB VII
Kebijakan Pengelolaan Pembiayaan
BAB VIII
Kebijakan Pengelolaan Perbendaharaan Negara
BAB IX
BAB X
BAB XI
BAB XII
BAB XIII
7.3.2. Penyiapan Nilai BMN sebagai Aset Surat Berharga Syariah Negara
Pembiayaan melalui non utang mencakup seluruh pembiayaan yang memanfaatkan kekayaan (net worth) yang dimiliki Pemerintah yang tidak menimbulkan kewajiban di masa yang akan datang atau pembiayaan yang bukan merupakan kewajiban saat ini, karena adanya manfaat yang diperoleh di masa lalu. Sumber-sumber pembiayaan non-utang yang bersifat inflow dan dimanfaatkan untuk membiayai APBN meliputi: (1) penggunaan saldo rekening Pemerintah yang merupakan akumulasi surplus tunai APBN tahun-
amanat UU No. 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 04/PMK.08/2008 tentang Pengelolaan Aset Surat Berharga Syariah Negara yang Berasal dari Barang Milik Negara. DJKN ditugaskan menyiapkan Barang Milik Negara (BMN) sebagai underlying asset SBSN dengan Skema Ijarah. Gambar 7.1. Usulan Daftar Nominasi Aset SBSN Tahun 2008-2010
oleh PT. Perusahaan Pengelolaan Aset; dan
45,00
(3) hasil privatisasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
20,4
40,00 35,00
Kebijakan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan NonBank
dari asset recovery berasal dari penyelesaian aset eks Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN),
Pengawasan dan Pengendalian Internal
melalui Tim Pemberesan dan PT. PPA. Saat ini, seluruh aset eks BPPN telah dikelola oleh Direktorat
Kebijakan Hubungan dan Kerjasama Internasional di Bidang Keuangan
pernah disalurkan kepada bank-bank dalam pengawasan BPPN dan dapat dimanfaatkan untuk
Pelaksanaan Tugas Kementerian Keuangan sebagai KementerianLembaga
telah menyampaikan usulan Daftar Nominasi Aset SBSN sebesar Rp117 triliun. Hal ini merupakan
(2) hasil penjualan aset tetap dan aset keuangan (asset recovery) yang pengelolaannya dilakukan
7.3.1. Penjualan Aset
Kebijakan Hubungan Kelembagaan NegaraPemerintahan
Sejak pertama kali diterbitkannya Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) pada tahun 2008, DJKN
tahun anggaran sebelumnya;
Kebijakan Pengelolaan Kekayaan Negara, Piutang Negara, dan Lelang
BAB XIV Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Keuangan BAB XV
7.3. Sumber dan Penggunaan Pembiayaan Non Utang
30,00
Di samping penggunaan dana tunai di rekening Pemerintah, pembiayaan non utang dalam APBN juga dapat dilakukan melalui penjualan aset tetap dan aset keuangan. Penerimaan pembiayaan
15,00 10,00
BPPN, maka seluruh kekayaannya menjadi milik negara yang dikelola oleh Menteri Keuangan
Pengelolaan aset BDL bertujuan untuk mengembalikan uang negara yang telah disalurkan di masa lalu melalui penjualan dan pemanfaatan aset properti, serta penyerahan aset kredit kepada PUPN (Panitia Urusan Piutang Negara). Realisasi penerimaan kembali yang berasal dari pengeluaran APBN pada tahun 2010 sebesar Rp771,45 miliar atau 220,41 persen dari target awal sebesar Rp350 miliar dan 192,86 persen dari target revisi sebesar Rp400 miliar. Tabel 7.1. Penyelesaian Aset Tahun 2010
Penutup
No.
Uraian
12,0
0
Usulan I Usulan II 2009
2008 Tanah
2010
Bangunan
Sumber: Direktorat Jenderal Kekayaan Negara.
7.4. Sumber dan Penggunaan Pembiayaan Utang 7.4.1. Peran Utang Dalam Pembiayaan Defisit APBN Utang merupakan instrumen yang digunakan oleh negara untuk menutup defisit anggaran. Di negara-negara yang pasar keuangannya telah berkembang, pembiayaan defisit anggaran dilakukan melalui penerbitan surat berharga. Adapun negara-negara berkembang lebih banyak menggunakan fasilitas dari lembaga kreditor multilateral dan bilateral untuk membiayai defisit
Jumlah (Rp)
anggarannya.
1.
Penyelesaian Aset Eks BDL
205.423.230.235,74
2.
Penyelesaian Aset Eks Kelolaan PT. PPA
219.988.204.041,10
Sebagai negara dengan situasi pasar keuangan yang masih berkembang, pembiayaan defisit
3.
Penyelesaian Aset Eks BPPN
346.036.004.970,01
anggaran di Indonesia dilakukan dengan memanfaatkan kedua instrumen. Hal ini dilakukan
771.447.439.246,85
mengingat kapasitas daya serap pasar keuangan untuk mengakomodasi target pembiayaan melalui
Jumlah
22,7
6,4
5.00
Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) dengan tujuan untuk mengembalikan keuangan negara yang
mengelola aset eks BDL yang telah diserahkan oleh Tim Likuidasi kepada Kementerian Keuangan.
4,6 22,7
20,00
Bank Dalam Likuidasi (BDL), dan PT. Perusahaan Pengelolaan Aset (PPA). Dengan berakhirnya tugas
penyelenggaraan tugas dan fungsi Kementerian/Lembaga. Selain aset eks BPPN, DJKN juga
0,8 27,7
25,00
Sumber: Direktorat Jenderal Kekayaan Negara.
Target dapat tercapai melalui debtor tracing dan asset tracing yang menghasilkan: (1) kompensasi hak dengan Pemda DKI sebesar Rp88,9 miliar; (2) hasil likuidasi aset PT. Bank Dagang Bali sebesar Rp75 miliar; (3) hasil lelang aset jaminan obligor sebesar Rp76,9 miliar; serta (4) pelunasan/pembayaran salah satu obligor PKPS dan hasil pengurusan piutang negara aset kredit eks BPPN.
penerbitan SBN relatif masih terbatas. Di samping itu, tersedia sumber pembiayaan dari pinjaman lembaga keuangan domestik dan internasional. Peran pembiayaan yang bersumber dari utang semakin dominan dalam APBN Tahun 2005-2010. Dalam periode tersebut, peran pembiayaan dari utang utamanya yang berasal dari penerbitan SBN meningkat sangat signifikan yang menunjukkan adanya perubahan pola pembiayaan dari conventional bank based financing menjadi market based financing.
140
Laporan Tahunan Kementerian Keuangan 2010
www.depkeu.go.id
141
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BAB I
Pendahuluan
Namun, penerbitan SBN belum dapat dilakukan dalam jumlah yang besar, khususnya ketika
7.4.2. Sumber Pembiayaan Melalui Utang
BAB II
Reformasi Birokrasi
BAB III
Kebijakan Pengelolaan Ekonomi Makro
terjadinya krisis keuangan, sehingga diperlukan pengembangan daya serap pasar domestik yang
Secara garis besar, sumber pembiayaan melalui utang dapat dibagi menjadi surat berharga dan
berkelanjutan.
pinjaman. Penerbitan SBN dapat berbentuk tunai atau terkait dengan proyek dengan mata uang
BAB IV
Pengelolaan Pendapatan Negara
BAB V
Kebijakan Pengelolaan Penganggaran
BAB VI
Kebijakan Pengelolaan Transfer ke Daerah
150
Kebijakan Pengelolaan Pembiayaan
100
BAB VII
BAB VIII
BAB IX
BAB X
Kebijakan Pengelolaan Perbendaharaan Negara Kebijakan Pengelolaan Kekayaan Negara, Piutang Negara, dan Lelang Kebijakan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan NonBank
BAB XI
Pengawasan dan Pengendalian Internal
BAB XII
Kebijakan Hubungan dan Kerjasama Internasional di Bidang Keuangan
BAB XIII
Kebijakan Hubungan Kelembagaan NegaraPemerintahan
rupiah atau mata uang asing yang tingkat bunganya tetap atau mengambang, dan memiliki jangka
Gambar 7.2. Pembiayaan APBN Tahun 2005-2010 (triliun rupiah)
0
Pembiayaan yang diperoleh dari pinjaman berbentuk tunai atau terkait dengan proyek dengan mata
(% terhadap pdb)
uang rupiah dan/atau mata uang asing, tingkat bunganya tetap dan/atau mengambang, memiliki 3.0%
14
0.5% 23
29
36
50
89
86
1.3% 0.9%
50
waktu pendek sampai panjang, serta metode pembayaran pokok utangnya secara bullet payment.
99
91
1.6%
57
47
20
9
29
17
4
2.0% 0.7%
1.0%
(27)
(18) 0.1%
(24)
(4) (16)
2006
2007
Outstanding utang Pemerintah per 31 Desember 2010 tercatat sebesar Rp1.677 triliun.
2008
defisit/(surplus) APBN
SBN - Neto
pinjaman dn. & In. - Neto
non-utang - Neto
Tabel 7.2. Portofolio Utang Pemerintah Per 31 Desember 2010
-1.0%
-50 2005
amortisasi (prorata dan annuity).
5
0.0% (10)(1)
jangka waktu menengah sampai panjang, dan metode pembayaran pokok pada umumnya secara
2009
2010
defisit/(surplus) APBN
Sumber: Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang.
Konsekuensi dari penggunaan SBN sebagai instrumen pemenuhan pembiayaan dari sumber utang secara lebih dominan adalah makin tingginya eksposur risiko pasar dalam pengelolaan APBN. Oleh karena itu, diperlukan disiplin pasar dalam pengelolaan utang agar proses pengambilan keputusan dapat berlangsung secara hati-hati, cepat, tepat, dan efisien, dengan memperhatikan prinsipprinsip tata kelola yang baik.
BAB XIV Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Keuangan
Realisasi tambahan total utang neto relatif rendah selama tahun 2005–2010, yaitu rata-rata masih
BAB XV
Pelaksanaan Tugas Kementerian Keuangan sebagai KementerianLembaga
konsekuensi langsung pada pengelolaan fiskal Pemerintah, yaitu:
Penutup
(3) kebutuhan refinancing utang yang semakin meningkat dan harus diimbangi dengan
di bawah 1,0 persen terhadap PDB. Peningkatan sumber pembiayaan dari utang membawa (1) alokasi belanja yang makin besar untuk pembayaran bunga utang; (2) diperlukannya pengelolaan kas yang semakin baik; peningkatan kapasitas pasar SBN; serta (4) kerentanan APBN dan pengelolaan fiskal terhadap dinamika pasar.
Surat Berharga Negara Surat Utang Negara Surat Perbendaharaan Negara Obligasi Negara Rupiah Fixed Rate - Reguler Fixed Rate - Ori/Ritel Variable Rate Zero Coupon Su dan Srbi (Non-Tradable) Obligasi Negara Valas Global Bond, Gmtn Samurai Bond Surat Berharga Syariah Negara Sbsn Jangka Pendek - Sdhi Sdhi (Non-Tradable) Sbsn Jangka Panjang Ifr Sukuk Ritel Sbsn Valas Pinjaman Pinjaman Dalam Negeri Pinjaman Luar Negeri Bilateral Multilateral Komersial Kredit Ekspor Total Utang
“dalam miliar rupiah”
“dalam juta usd”
1,064,406 1,020,062 29,795 834,135 399,724 40,672 142,795 2,512 248,432 156,132 145,654 10,478 44,344 12,783 12,783 25,717 12,127 13,590 5,844 612,753 477 612,276 320,203 207,722 5,227 79,124 1,677,159
118,386 113,454 3,314 92,774 44,458 4,524 15,882 279 27,631 17,365 16,200 1,165 4,932 1,422 1,422 2,860 1,349 1,512 650 68,152 53 68,099 35,614 23,103 581 8,800 186,538
Asumsi Nilai Tukar Rupiah
Konsekuensi tersebut menjadi pertimbangan bagi Pemerintah untuk menjaga kesinambungan fiskal
8,991
Sumber: Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang.
dalam pemenuhan kebutuhan pembiayaan. Hal ini diupayakan Pemerintah melalui pengelolaan utang dan kas secara lebih efisien, serta dengan meningkatkan koordinasi untuk menjamin
Instrumen dalam portofolio utang Pemerintah akan terus berkembang mengikuti kebutuhan dan
ketersediaan pembiayaan secara tepat waktu dan cost-efficient dengan risiko yang minimal.
perkembangan regulasi di pasar keuangan, seperti index-linked bond, Sukuk with project underlying, Islamic saving bond, Islamic T-bill, dan structured financing lainnya.
142
Laporan Tahunan Kementerian Keuangan 2010
www.depkeu.go.id
143
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BAB I
Pendahuluan
BAB II
Reformasi Birokrasi
BAB III
Kebijakan Pengelolaan Ekonomi Makro
BAB IV
Pengelolaan Pendapatan Negara
BAB V
Kebijakan Pengelolaan Penganggaran
BAB VI
Kebijakan Pengelolaan Transfer ke Daerah
BAB VII
Kebijakan Pengelolaan Pembiayaan
BAB VIII
Kebijakan Pengelolaan Perbendaharaan Negara
BAB IX
Kebijakan Pengelolaan Kekayaan Negara, Piutang Negara, dan Lelang
BAB X
Kebijakan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan NonBank
BAB XI
BAB XII
BAB XIII
Pengawasan dan Pengendalian Internal Kebijakan Hubungan dan Kerjasama Internasional di Bidang Keuangan Kebijakan Hubungan Kelembagaan NegaraPemerintahan
BAB XIV Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Keuangan BAB XV
Pelaksanaan Tugas Kementerian Keuangan sebagai KementerianLembaga
7.4.3. Penggunaan Pembiayaan Melalui Utang Pengadaan utang ditujukan untuk membiayai defisit APBN, memenuhi kebutuhan kas jika terjadi cash mismatch, membiayai kegiatan prioritas, dan mengelola portofolio utang. 7.4.3.1. Pembiayaan Defisit APBN Defisit APBN merupakan selisih kurang antara penerimaan dengan belanja negara yang ditetapkan berdasarkan kebutuhan belanja untuk mencapai target ekonomi makro dengan mempertimbangkan kemampuan pembiayaan secara wajar, mengingat terbatasnya sumber pembiayaan non utang, maka pembiayaan utang menjadi dominan untuk membiayai defisit APBN. Pemerintah dapat menerbitkan SBN dalam bentuk Surat Utang Negara (SUN) maupun SBSN dalam jangka pendek dan panjang, serta pinjaman program (pinjaman tunai). 7.4.3.2. Pemenuhan Kebutuhan Kas Pada suatu saat kondisi kas Pemerintah dapat mengalami kekurangan dana akibat ketidaksesuaian penerimaan dan belanja. Ketidaksesuaian dapat disebabkan oleh perbedaan jumlah atau waktu kas masuk dengan kas keluar. Instrumen yang dapat digunakan untuk menutup cash mismatch adalah utang jangka pendek, yaitu SPN, SBSN, dan pinjaman luar negeri (liquid fund). 7.4.3.3. Pembiayaan Kegiatan Prioritas Kegiatan prioritas Pemerintah yang dibiayai melalui APBN terdiri dari kegiatan Kementerian/ Lembaga (K/L), BUMN, atau Pemerintah Daerah (Pemda). Pembiayaan kegiatan K/L menjadi bagian dari defisit APBN, sedangkan pembiayaan kegiatan BUMN atau Pemda dilakukan melalui mekanisme penerusan pinjaman dan tidak mempengaruhi besaran defisit. Instrumen utang yang digunakan untuk membiayai kegiatan prioritas meliputi pinjaman kegiatan (proyek) dari sumber luar negeri maupun dalam negeri, dan SBSN berbasis proyek. 7.4.3.4. Pengelolaan Portofolio Utang Portofolio utang dikelola untuk meminimalkan biaya pada tingkat risiko yang terkendali. Tujuan tersebut dicapai melalui pengaturan pengadaan utang baru, restrukturisasi, dan reprofiling utang. Instrumen yang fleksibel digunakan untuk mengelola portofolio utang adalah SBN, karena berasal dari investor di pasar keuangan dan dapat diperdagangkan sesuai dengan kebutuhan. Adapun instrumen pinjaman kurang fleksibel, walaupun terdapat peluang untuk restrukturisasi melalui negosiasi dengan kreditur. Tabel 7.3. Instrumen Utang dan Pemanfaatannya
Penutup
Intrumen Utang Surat Berharga Negara
Pinjaman
Surat Utang Negara: Surat Perbendaharaan Negara Obligasi Negara Surat Berharga Syariah Negara: Jangka Pendek Jangka Panjang Luar Negeri - Tunai: Program Tunai Lainnya Luar Negeri - Kegiatan Dalam Negeri
Sumber: Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang.
Pengelolaan Kas
Pembiayaan Defisit
Pembiayaan Kegiatan
Pengelolaan Portofolio
Lain-Lain/ Umum
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
7.5. Pengelolaan Utang Sepanjang tahun 2005-2010 terjadi peningkatan kebutuhan pembiayaan melalui sumber utang yang berdampak pada peningkatan outstanding utang Pemerintah. Kondisi ini menimbulkan risiko, khususnya yang disebabkan oleh utang dengan tingkat bunga mengambang dan utang dalam mata uang asing. Sebagai upaya untuk mengurangi dampak fluktuasi suku bunga dan nilai kurs terhadap outstanding utang, Pemerintah memprioritaskan penerbitan SBN, terutama yang berbunga tetap, dan pengadaan pinjaman dalam negeri. Dua dari tiga risiko keuangan yang terkait dengan utang Pemerintah mengalami perbaikan selama kurun waktu 2005-2010. Interest rate risk semakin membaik dengan porsi fixed rate yang hampir mencapai 80 persen dari total nilai utang. Demikian pula currency risk, di mana porsi utang dalam rupiah telah lebih dari 50 persen. Sementara itu, refinancing risk mengalami kenaikan secara perlahan yang disebabkan oleh shortening duration, khususnya pada tahun 2009, untuk mengurangi beban biaya akibat terjadinya krisis. Tabel 7.4. Perkembangan Indikator Risiko Utang Tahun 2005-2010 Indikator Risiko Outstanding (Rp milliar) Pinjaman Surat Berharga Negara Interest rate risk (%) Rasio variable rate Refixing rate Average time to refixing Exchange rate risk (%) Rasio utang valas thd. PDB Rasio utang valas thd. Total Utang Komposisi mata uang(%) - IDR - JPY - USD - EUR - Lainnya Refinancing risk (%) Jatuh tempo dalam 1 thn. Jatuh tempo dalam 3 thn. Jatuh tempo dalam 5 thn. Average time to maturity (thn.) Loan SBN Sumber: Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang.
2005
2006
2007
2008
2009
2010
1,313,309
1,302,166
1,389,411
1,636,741
1,589,781
1,676,682
620,234
559,438
586,352
730,246
610,322
612,276
693,076
742,728
803,059
906,495
979,458
1,064,406
31.68
28.73
26.70
22.89
22.11
20.29
35.10
32.40
30.23
28.16
28.15
26.08
7.75
6.60
6.90
7.10
8.01
8.95
23.60
18.24
16.48
17.22
13.42
12.05
49.83
46.77
46.95
52.11
47.39
46.18
50.17
53.23
53.05
47.89
52.61
53.82
20.22
17.85
17.59
20.89
17.36
17.69
16.76
16.74
18.95
21.91
21.93
21.72
7.10
7.00
7.12
6.36
5.02
3.86
5.75
5.19
3.29
2.94
3.09
2.91
5.37
5.65
6.79
6.41
7.53
7.06
19.18
18.48
19.36
18.64
20.25
20.82
32.32
29.95
30.62
31.05
33.13
34.15
7.79
7.63
7.58
7.41
7.56
7.58
12.74
12.69
12.44
12.00
9.09
8.98
144
Laporan Tahunan Kementerian Keuangan 2010
www.depkeu.go.id
145
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BAB I
Pendahuluan
Dari sisi biaya utang, khususnya SUN, terjadi penurunan yield selama tahun 2005-2010. Selama
Meskipun menunjukkan perbaikan, realisasi penarikan pinjaman kegiatan selama periode 2005-
BAB II
Reformasi Birokrasi
BAB III
Kebijakan Pengelolaan Ekonomi Makro
periode tersebut, portofolio utang Pemerintah cukup resilient yang ditunjukkan oleh cepatnya yield
2010 belum dapat memenuhi target yang ditetapkan. Pada tahun 2010, pinjaman kegiatan terserap
terkoreksi kembali ke tingkat yang lebih rendah.
sebesar ekuivalen Rp25,82 triliun atau sekitar 65,0 persen dari target APBN-P. Relatif rendahnya
BAB IV
Pengelolaan Pendapatan Negara
BAB V
BAB VI
BAB VII
BAB VIII
BAB IX
penarikan antara lain disebabkan oleh:
Gambar 7.3. Perkembangan Yield SUN Selama Tahun 2005-2010
Kebijakan Pengelolaan Penganggaran
21
krisis keuangan % global yang didahului 23 oleh krisis subprime 21 mortgage
19
19
17
17
15
15
13
13
11
11
9
9
7
7
5
5
% 23
Kebijakan Pengelolaan Transfer ke Daerah Kebijakan Pengelolaan Pembiayaan Kebijakan Pengelolaan Perbendaharaan Negara Kebijakan Pengelolaan Kekayaan Negara, Piutang Negara, dan Lelang
krisis reksadana yang diawali oleh lonjakan inflansi karena kenaikan BBM
(1) lambatnya pelaksanaan proyek;
Dec-07
Dec-08
Sun 2 Thn Sun 5 Thn Sun 10 Thn Sumber: Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang.
Dec-09
BAB XI
Pengawasan dan Pengendalian Internal
BAB XII
Kebijakan Hubungan dan Kerjasama Internasional di Bidang Keuangan
pinjaman yang di masa lalu lebih pasif dan terfokus pada sisi administratif, kini telah lebih aktif
Kebijakan Hubungan Kelembagaan NegaraPemerintahan
yang semula didominasi oleh pinjaman kegiatan menjadi pinjaman program. Kondisi ini antara lain
BAB XV
Pelaksanaan Tugas Kementerian Keuangan sebagai KementerianLembaga Penutup
Gambar 7.4. Perkembangan Pemanfaatan Pinjaman Luar Negeri Tahun 2005-2010
Sun 15 Thn
Kebijakan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan NonBank
BAB XIV Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Keuangan
persiapan pelaksanaan kegiatan.
Dec-10
BAB X
BAB XIII
(3) kurangnya koordinasi dan komunikasi dalam perencanaan kegiatan, pengusulan anggaran, dan
0
0
Dec-06
(2) masih perlu ditingkatkannya ownership di kalangan executing agency; serta
7.5.1. Pengelolaan Pinjaman Pengelolaan pinjaman memperlihatkan kinerja yang membaik pada tahun 2010. Pengelolaan dalam memperbaiki struktur portofolio pinjaman dan menyerap pinjaman untuk mengurangi
Sumber: Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang.
biaya. Selama tahun 2005-2010 terjadi perubahan komposisi penarikan pinjaman luar negeri dari disebabkan oleh: (1) jumlah komitmen pinjaman kegiatan yang ditandatangani sampai dengan tahun 2005 relatif
Peningkatan realisasi penarikan pinjaman dapat dipengaruhi oleh meningkatnya kinerja pelaksanaan kegiatan atau akibat pelemahan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing.
rendah; dan
Gambar 7.5. Perkembangan Pemanfaatan Pinjaman Kegiatan Tahun 2005-2010
(2) jumlah komitmen pinjaman program mulai tahun 2006 cukup besar untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan defisit dan antisipasi dampak krisis keuangan global pada tahun 2008. Perubahan komposisi menjamin terpenuhinya target pembiayaan utang tunai dan memberikan dampak positif pada program reformasi. Di samping itu, mekanisme single disbursement dalam pinjaman program mengurangi biaya komitmen yang dapat digunakan sebagai alternatif sumber pembiayaan bagi kas Pemerintah secara fleksibel. Pada tahun 2010, Pemerintah telah melakukan disbursement pinjaman program sebesar ekuivalen Rp28,97 triliun atau 98,48 persen dari target APBN yang bersumber dari World Bank dan Asian Development Bank (ADB). Pencapaian ini belum optimal yang disebabkan oleh penyerapan pinjaman program yang bersifat refinancing modality, selain karena adanya perbedaan di antara asumsi dengan realisasi kurs. Disamping itu, mekanisme
APBN-P
penarikan single disbursement akan mempercepat penurunan kapasitas pinjaman terhadap kreditur tertentu (single country limit). Namun demikian, pengadaan pinjaman program memerlukan pertimbangan mendalam mengingat pemanfaatannya tidak diarahkan pada kegiatan tertentu yang hasilnya dapat langsung dirasakan.
Realisasi
Sumber: Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang.
% Penyerapan (rhs)
146
Laporan Tahunan Kementerian Keuangan 2010
www.depkeu.go.id
147
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BAB I
Pendahuluan
Untuk mengantisipasi kesulitan pembiayaan APBN tahun 2009 pasca krisis global tahun 2008,
7.5.2. Pengelolaan Surat Berharga Negara
BAB II
Reformasi Birokrasi
BAB III
Kebijakan Pengelolaan Ekonomi Makro
Pemerintah mengadakan Pinjaman Siaga. Fasilitas ini berasal dari 3 kreditur, yaitu World Bank, ADB,
Pengelolaan SBN mengalami perkembangan yang cukup signifikan selama kurun 2005-
dan Pemerintah Australia dengan skema Public Expenditure Support Facility (PESF), serta 1 kreditur,
2010 sebagai hasil dari penerapan berbagai strategi. Salah satu upaya yang dilakukan adalah
BAB IV
Pengelolaan Pendapatan Negara
yaitu Japan Bank for International Cooperation (JBIC) yang menggunakan skema Market Access
peningkatan likuiditas pasar yang mendukung kondisi pasar SBN yang aktif dan likuid untuk
Suport Facility (MASF). Total komitmen Pinjaman Siaga adalah USD5.5 miliar yang eligible sampai
mengurangi beban utang Pemerintah, terutama dari penerbitan SBN baru. Langkah aktual yang ditempuh meliputi pengembangan metode penerbitan, pengumuman waktu penerbitan, dan
BAB V
Kebijakan Pengelolaan Penganggaran
dengan akhir tahun 2010.
BAB VI
Kebijakan Pengelolaan Transfer ke Daerah
Skema PESF merupakan back stop facility yang hanya dapat ditarik jika syarat penarikan terpenuhi
BAB VII
Kebijakan Pengelolaan Pembiayaan
BAB VIII
BAB IX
BAB X
BAB XI
BAB XII
BAB XIII
Kebijakan Pengelolaan Perbendaharaan Negara Kebijakan Pengelolaan Kekayaan Negara, Piutang Negara, dan Lelang Kebijakan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan NonBank Pengawasan dan Pengendalian Internal Kebijakan Hubungan dan Kerjasama Internasional di Bidang Keuangan
dan tidak sebagai substitusi dari alternatif pembiayaan yang telah ada. Persyaratan threshold adalah
Metode penerbitan SBN dilakukan melalui lelang dan non lelang. Lelang dilakukan melalui
target penerbitan SBN dalam satu triwulan tertentu yang telah direncanakan tidak dapat dipenuhi
penerbitan seri-seri baru (new issuance) maupun seri-seri yang sebelumnya telah diterbitkan
dan yield obligasi Pemerintah yang diterbitkan melampaui threshold tertentu.
(reopening), yang difokuskan pada penerbitan seri-seri benchmark. Penerapan lelang SBN di pasar
Adapun skema MASF merupakan fasilitas yang disediakan dalam bentuk penjaminan atas
perdana dilakukan melalui 18 Primary Dealers yang terdiri atas 14 bank dan 4 perusahaan sekuritas.
penerbitan obligasi Pemerintah di pasar keuangan Jepang.
Sementara metode non lelang dilakukan melalui private placement dan book building. Gambar 7.6. Volume dan Frekuensi Transaksi SBN Tahun 2005-2010
Di sisi operasionalisasi pengelolaan portofolio pinjaman, sejak tahun 2002 telah dilakukan upaya pengurangan pinjaman melalui program debt swap. Program debt swap yang dilakukan pada umumnya bersifat bilateral dalam bentuk konversi program debt for development swap/debt
triliun rupiah
redirection. Selama periode 2005-2010 Pemerintah telah melakukan program debt swap dengan
10
empat negara kreditur, dengan program yang diarahkan untuk sektor kesehatan, sektor pendidikan
9
450
8
400
7
350
6
250
dan sektor lingkungan hidup. Pada tahun 2010 dilakukan debt swap dengan Pemerintah Australia dalam program Debt to Health Swap untuk pemberantasan tuberculosis. Debt swap ini berpotensi
(frekuensi) 500
5
mengurangi pinjaman hingga AUD 75 juta, dengan mekanisme 1 for 2, untuk repayment sejumlah
200
4
AUD 37,5 juta. Tabel berikut menggambarkan debt swap yang pernah dilakukan Pemerintah.
150
3
100
2
Kebijakan Hubungan Kelembagaan NegaraPemerintahan
BAB XIV Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Keuangan BAB XV
operasi di pasar sekunder.
Tabel 7.5 Program Debt Swap Yang Dilakukan Pemerintah
50
1
0
0
Jan-05
Negara Jerman
Pelaksanaan Tugas Kementerian Keuangan sebagai KementerianLembaga Penutup
Nama Debt Swap I Debt Swap II Debt Swap IIIa
Debt Swap IIIb Debt Swap IV
Debt Swap V Italia
Debt Swap I
USA
Debt to Development Swap Debt Swap
Australia
Kegiatan Elementary education Junior secondart education Financial assistance for environmental investments for micro and small enterprises poject Strengthening the development of national parks in fragile ecosystems School reconstruction and rehabilitation in earthquake area in Yogyakarta and Central Java Global fund to fight AIDS, tubercolusis and malaria (GFATM) Housing and settlement Housing and settlement Tropical forest conservation act / TFCA Debt to health Total
Sumber : Ditjen. Pengelolaan Utang, Kementerian Keuangan
Jumlah Komitmen (dalam juta) EUR USD AUD 25.6 23.0 12.5
Jan-06
Jan-07
volume rata-rata per-hari
Jan-08
Jan-09
volume rata-rata setahun
Jan-10 frekuensi (rhs)
Sumber: Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang.
Pemerintah mempunyai fleksibilitas dalam menentukan strategi penerbitan SBN sejak tahun 2007 dengan dicantumkannya jumlah SBN neto dalam pembiayaan APBN. Penerbitan SBN dapat
12.5
dilakukan dengan lebih aktif, di mana Pemerintah menyusun kalender penerbitan dan jenis SBN yang akan diterbitkan setiap tahun. Untuk potensi demand investor, penerbitan SBN domestik
20.0
selama tahun 2010 cukup baik yang terlihat dari bid to cover ratio rata-rata 3,1 kali. Terdapat kencenderungan minat pelaku pasar atas SBN yang cukup bervariasi pada tenor jangka pendek
50.0
dan jangka panjang.
5.7 24.2 22.0
149.3
46.2
75.0 75.0
148
Laporan Tahunan Kementerian Keuangan 2010
www.depkeu.go.id
149
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BAB I
Pendahuluan
Dalam penerapan metode non lelang di pasar perdana melalui book building, Pemerintah menjual
Selama tahun 2005-2010, Pemerintah melakukan 35 kali penukaran obligasi negara yang akan
BAB II
Reformasi Birokrasi
BAB III
Kebijakan Pengelolaan Ekonomi Makro
surat berharga dengan mengumpulkan seluruh pesanan pembelian dari investor. Penetapan harga
jatuh tempo dengan obligasi negara yang baru dengan tenor lebih panjang. Pelaksanaan debt
dan penjatahan pada yield tertentu dilakukan setelah pengumpulan tersebut oleh penjamin emisi
switching ini berkaitan dengan kondisi pasar keuangan. Dalam kondisi likuiditas yang cukup tinggi,
BAB IV
Pengelolaan Pendapatan Negara
yang ditunjuk. Metode ini mulai diterapkan pada tahun 2002 untuk penerbitan Obligasi Negara
pasar keuangan yang stabil, dan kecenderungan spread tingkat bunga jangka pendek yang rendah,
seri FR0021 yang diikuti dengan penerbitan Obligasi Negara dalam valuta asing dan Obligasi Ritel.
investor menyambut baik debt switching. Besarnya obligasi negara yang menjadi sasaran program
BAB V
BAB VI
Kebijakan Pengelolaan Penganggaran Kebijakan Pengelolaan Transfer ke Daerah
BAB VII
Kebijakan Pengelolaan Pembiayaan
BAB VIII
Kebijakan Pengelolaan Perbendaharaan Negara
BAB IX
BAB X
BAB XI
BAB XII
BAB XIII
Kebijakan Pengelolaan Kekayaan Negara, Piutang Negara, dan Lelang Kebijakan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan NonBank Pengawasan dan Pengendalian Internal Kebijakan Hubungan dan Kerjasama Internasional di Bidang Keuangan Kebijakan Hubungan Kelembagaan NegaraPemerintahan
BAB XIV Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Keuangan BAB XV
Pelaksanaan Tugas Kementerian Keuangan sebagai KementerianLembaga Penutup
debt switching pada tahun 2008 dan 2009 lebih rendah dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Penjualan secara non lelang SUN di pasar perdana juga dilakukan melalui private placement
Hal ini disebabkan oleh krisis keuangan global pada pertengahan tahun 2008 yang menyebabkan
yang ditujukan kepada investor tertentu dengan terms and conditions yang disepakati. Selama
investor cenderung memilih instrumen jangka pendek.
periode 2005-2010, telah dilaksanakan satu kali private placement pada bulan Februari 2009 untuk
Tabel 7.6. Perkembangan Operasionalisasi Lelang Debt Switching Tahun 2005-2010
penerbitan Surat Perbendaharaan Negara (SPN) sebesar Rp500 miliar dengan seri SPNNT20090430 yang sifatnya non-tradable (tidak diperdagangkan di pasar sekunder) dan berjangka waktu 3 bulan. Tahun
Gambar 7.7. Bid to Cover Ratio Penerbitan SBN Domestik Tahun 2010 triliun rupiah 10
8 7
3.1 x
6 5
50
3
30
2
121
1.0 x
9 seri
1 - 4 thn.
(kali)
2006
13 x
21 seri
500
2007
9x
21 seri
2008
2x
350
2009
6x
250
2010
4x
200
Total
35 x
8
8
57
spn bid
ori/sukuk ritel awarded
fr/ifr 5 y
150
Tenor seri penukar
Volume yang diterima (miliar Rp)
15 thn.
5,673
1 - 5 thn.
5 - 19 thn.
31,179
1 - 6 thn.
11 - 20 thn.
15,782
31 seri
1 - 4 thn.
14 dan 15 thn.
4,571
28 seri
1 - 4 thn.
5 - 15 thn.
2,938
22 seri
1 - 7 thn.
10 dan 20 thn.
3,920 64,063
Sumber: Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang.
100
26
0
112 2.5 x
2.2 x
4
1
3.1 x
“Tenor seri yang di-buyback”
1x
400
4.1 x
Jumlah seri yang di-buyback
2005
450
9
Frekuensi
15
5
fr/ifr 7 y
50
34 11
0 fr/ifr 10 y
fr/ifr >15 y
bid to cover ratio (rhs)
Sumber: Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang.
Pemerintah juga melakukan perluasan basis investor dan mengembangkan instrumen utang secara bertahap sepanjang tahun 2005-2010. Pengembangan instrumen dilakukan untuk mengakomodasi preferensi yang lebih beragam dan basis yang lebih luas dari investor institusi maupun individu. Pengembangan instrumen SBN dibagi menjadi SUN dan SBSN yang pertama kali diterbitkan pada tahun 2008. Pengembangan instrumen SUN antara lain melalui SPN, Zero Coupon Bond, Obligasi
Operasional di pasar sekunder dilakukan melalui pembelian kembali (buyback) SUN dengan cara
Ritel, SUN berdenominasi Yen (Shibosai), dan SPN Non-Tradable (SPNNT). Adapun pengembangan
penukaran (switching) maupun pembelian secara tunai (cash buyback). Melalui switching dan cash
instrumen SBSN antara lain melalui SBSN Ritel (SR), SBSN Valas (SNI) dan Sukuk Dana Haji Indonesia
buyback, utang Pemerintah diharapkan tidak terkumpul di tahun tertentu. Dengan demikian,
(SDHI).
maturity profile utang dapat terdistribusi secara merata yang mengurangi refinancing risk dan meringankan beban dalam pembayaran kembali SUN pada saat jatuh tempo.
SDHI yang mulai dikembangkan pada tahun 2009 merupakan implementasi dari penerbitan SBSN dengan cara penempatan langsung (private placement) Dana Haji dan Dana Abadi Umat (DAU) yang
Sejak awal tahun 2003 hingga akhir tahun 2010, telah dilakukan 27 kali lelang buyback SBN yang
dikelola oleh Kementerian Agama. Jenis akad SBSN yang digunakan dalam penerbitan SBSN Seri
mendekati jatuh tempo. Buyback dimanfaatkan untuk menjaga stabilisasi harga SUN di pasar
SDHI 2010 adalah Ijarah Al Khadamat yang non-tradable dan tanpa menggunakan BMN sebagai
sekunder. Pada saat krisis keuangan global di bulan Oktober 2008, buyback di pasar sekunder
underlying, namun berdasarkan penyediaan jasa layanan haji.
mampu meredam tren penurunan harga SUN seri benchmark. Buyback dilakukan dengan hati-hati dan dalam jumlah yang relatif kecil. Untuk lebih mengoptimalkan buyback diperlukan peningkatan proyeksi ketersediaan kas dan pengalokasian dana di dalam DIPA.
150
Laporan Tahunan Kementerian Keuangan 2010
www.depkeu.go.id
151
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BAB I
Pendahuluan
Realisasi penerbitan SBN pada tahun 2010 mencapai 99,61 persen dari target penerbitan bruto,
BAB II
Reformasi Birokrasi
BAB III
Kebijakan Pengelolaan Ekonomi Makro
dengan komposisi SBN valas sebesar Rp25,04 trilliun atau 15,41 persen dan SBN domestik Rp136,86
BAB IV
Pengelolaan Pendapatan Negara
triliun atau 84,20 persen dari total penerbitan SBN. Realisasi penerbitan SBN domestik (tradable) untuk setiap instrumen telah melebihi 90 persen dari target indikatif yang disebabkan oleh pengurangan/peralihan target penerbitan SPN ke instrumen yang memiliki tenor lebih panjang
BAB V
Kebijakan Pengelolaan Penganggaran
demi mengurangi risiko refinancing.
BAB VI
Kebijakan Pengelolaan Transfer ke Daerah
Pada tahun 2010 Pemerintah telah menerbitkan SBN domestik yang bersifat non-tradable (SDHI)
BAB VII
Kebijakan Pengelolaan Pembiayaan
BAB VIII
Kebijakan Pengelolaan Perbendaharaan Negara
BAB IX
BAB X
BAB XI
BAB XII
BAB XIII
sebesar Rp12,80 triliun. Adapun SBN valas telah diterbitkan sebesar Rp25,04 triliun dengan komposisi penerbitan obligasi negara dengan format GMTN sebesar USD2.0 miliar (eq. Rp18,55 triliun) dan Samurai Bond sebesar JPY60,0 miliar (eq. Rp6,59 triliun).
Kebijakan Hubungan Kelembagaan NegaraPemerintahan
49.5
133%
125% 107%
92% 29.8
30
16.0
apbn-p
25.0
13.0 9.8
0
spn
102%
87%
16.0
32.5
100%
97%
100%
20
ori/sukuk ritel realisasi
5.5
fr/ifr 5 y
4.8
10.3
75%
12.8
11.0 51.1
12.8
100%
50% fr/ifr 7 y
fr/ifr 10 y
fr/ifr >15 y
Ba3 B1 B2 B3 Caa1 Caa2 Caa3 Ca C 1998
1999
2000
fitch
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
moody’s (rhs)
7.6. Inisiatif Pendukung Pengelolaan Utang 7.6.1. Transaksi Langsung SUN di Pasar Sekunder Dalam rangka mengurangi refinancing risk, Pemerintah mengupayakan transaksi cash buyback dan debt switching. Buyback dan debt switching dilakukan untuk mengelola risiko dengan memanfaatkan stabilisasi pasar dilakukan melalui targeted buyback terhadap seri SBN yang mengalami koreksi harga yang cukup dalam.
% thp. apbn-p (rhs)
Sumber: Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang.
7.5.3. Pengelolaan Rating Kredit Indonesia
BAB XV
yakni investment grade. Rating yang ditetapkan oleh Standard & Poor berada pada level BBB, rating
Penutup
Ba2
idle cash di awal tahun dan early redemption terhadap seri SBN yang kurang likuid. Sementara
24.6
BAB XIV Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Keuangan Pelaksanaan Tugas Kementerian Keuangan sebagai KementerianLembaga
Ba1
(kali)
40
10
Baa3
150%
50
Kebijakan Hubungan dan Kerjasama Internasional di Bidang Keuangan
Baa2
s&p
60
Pengawasan dan Pengendalian Internal
Baa1
Sumber: Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang.
triliun rupiah
Kebijakan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan NonBank
BBB+ BBB BBBBB+ BB BBB+ B BCCC+ CCC CCCCC R/C SD/DD D 1997
Gambar 7.8. Target dan Realisasi Penerbitan SBN Tahun 2010
Kebijakan Pengelolaan Kekayaan Negara, Piutang Negara, dan Lelang
Gambar 7.9. Hasil Assessment Lembaga atas Rating Kredit Pemerintah Indonesia Tahun 1997-2010
Pengelolaan utang tidak dapat dilepaskan dari rating kredit (Indonesian Sovereign Credit Rating). Rating kredit Indonesia pernah berada pada posisi tertinggi sebelum krisis moneter tahun 1998, Fitch’s berada pada level BBB-, dan rating Moody’s berada pada level Baa3. Namun, kondisi ini tidak bertahan lama. Krisis moneter pada tahun 1998 yang disertai krisis sosial, politik, dan keamanan telah menurunkan rating kredit Indonesia. S&P bahkan menggolongkan peringkat utang Indonesia ke dalam Selective Default (SD) yang berarti setiap kredit yang diberikan kepada Pemerintah Indonesia akan berpotensi gagal bayar. Seiring proses rekapitalisasi perbankan serta perbaikan kualitas sistem keuangan, khususnya jaringan perbankan, maka rating kredit Indonesia mulai membaik pada tahun 2002. Kenaikan rating kredit terus berlanjut hingga tahun 2010 dengan membaiknya beberapa indikator risiko utang. Pada tahun 2010, dua lembaga rating menaikkan posisi rating Indonesia masing-masing 1 notch, yakni Fitch’s dari BB menjadi BB+ dan S&P dari BB- menjadi BB. Hal ini tidak terlepas dari ketahanan perekonomian Indonesia terhadap krisis keuangan global dan pertumbuhan ekonomi yang cukup stabil.
Transaksi cash buyback dan debt switching dapat dilakukan melalui lelang atau dealing room. Transaksi langsung melalui dealing room mulai dilaksanakan pada akhir tahun 2009 dan dilanjutkan pada tahun 2010. Mekanisme transaksi secara langsung adalah menjual SUN di pasar perdana atau membeli kembali SUN di pasar sekunder. Transaksi ini dilakukan Pemerintah dengan Primary Dealers, Bank Indonesia, atau Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Transaksi secara langsung untuk stabilisasi harga hanya dilakukan apabila terdapat indikasi penurunan harga yang signifikan pada SUN seri benchmark atau terdapat perbedaan harga yang lebih rendah dan signifikan dari rata-rata kuotasi harga Primary Dealers. Adapun transaksi SUN secara langsung sebagai upaya mengelola portofolio dilakukan untuk mengurangi jumlah nominal seri SUN yang kurang likuid dan restrukturisasi profil jatuh tempo SUN. Selain itu, transaksi SUN secara langsung yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan pencapaian jumlah SBN neto dalam APBN suatu tahun berjalan dilakukan apabila terjadi kelebihan atau kekurangan pencapaian jumlah SBN neto pada tahun anggaran tersebut sebesar maksimal Rp500 miliar.
152
Laporan Tahunan Kementerian Keuangan 2010
www.depkeu.go.id
153
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BAB I
Pendahuluan
Pada tahun 2009 telah dilakukan transaksi SUN secara langsung untuk pengelolaan portofolio
Kondisi perekonomian Indonesia yang sangat baik dengan pertumbuhan ekonomi dan tingkat
BAB II
Reformasi Birokrasi
BAB III
Kebijakan Pengelolaan Ekonomi Makro
sebanyak 1 kali dengan nominal yang di-buyback sebesar Rp10 miliar. Pada tahun 2010 dilaksanakan
bunga nominal yang cukup tinggi serta nilai tukar rupiah yang menguat merupakan daya tarik bagi
transaksi secara langsung sebanyak 10 kali dengan nominal yang di-buyback mencapai Rp2,33 triliun
masuknya capital inflow. Pada tahun 2010, capital inflow yang masuk ke aset keuangan (portofolio
BAB IV
Pengelolaan Pendapatan Negara
dengan tujuan yang sama. Dengan transaksi secara langsung, diharapkan pasar SUN dapat lebih
investment) tercatat sebesar Rp134,88 triliun (ekuivalen USD15 miliar), dengan jumlah penempatan
aktif dalam jangka panjang, karena menambah confidence pelaku pasar, mengingat Pemerintah
di SBN sekitar 64 persen atau Rp86 triliun.
Kebijakan Pengelolaan Penganggaran
setiap saat dapat masuk ke pasar dalam kondisi yang bergejolak. Transaksi SUN secara langsung
BAB VI
Kebijakan Pengelolaan Transfer ke Daerah
mismatch.
BAB VII
Kebijakan Pengelolaan Pembiayaan Kebijakan Pengelolaan Perbendaharaan Negara
BAB V
BAB VIII
BAB IX
BAB X
Kebijakan Pengelolaan Kekayaan Negara, Piutang Negara, dan Lelang Kebijakan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan NonBank
BAB XI
Pengawasan dan Pengendalian Internal
BAB XII
Kebijakan Hubungan dan Kerjasama Internasional di Bidang Keuangan
BAB XIII
Kebijakan Hubungan Kelembagaan NegaraPemerintahan
700
35%
7.6.2. Akselerasi Pembayaran Pinjaman Luar Negeri
600
30%
Sejak tahun 2008, Indonesia tidak eligible lagi untuk memperoleh pinjaman lunak melalui skema
500
International Development Association (IDA) dari World Bank, karena telah digolongkan ke dalam
400
Middle Income Country. Gross National Product (GNP) per capita Indonesia telah melebihi threshold
300
sebesar USD1,135 selama 3 tahun berturut-turut dan telah memenuhi kriteria untuk menerima
200
pinjaman IBRD. Berdasarkan ketentuan Loan Agreement, Pemerintah melakukan percepatan
100
pembayaran pinjaman untuk menambah availability pinjaman IDA yang dipinjamkan kepada
0
Jan-05
10% 5% 0 Jan-06 perbankan
Dari 2 pilihan akselerasi pinjaman IDA, yaitu Principal Option dan Interest Option, Pemerintah memilih
Jan-07 asing
Jan-08 non perbankan
Jan-09
Jan-10
% asing thp. total (rhs)
Sumber: Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang.
Principal Option yang mengubah tenor pinjaman menjadi lebih pendek dengan meningkatkan pembayaran pokok dua kali lipat dari pembayaran dengan jadwal normal. Terdapat 30 pinjaman IDA
Capital inflows membawa manfaat bagi perekonomian, karena menambah investasi di sektor riil,
yang eligible untuk diakselerasi dengan outstanding USD2,22 miliar yang merupakan 3 persen dari
menurunkan yield SBN, menambah likuiditas pasar keuangan, meningkatkan cadangan devisa, dan
outstanding pinjaman luar negeri. Dengan mekanisme ini, Pemerintah akan membayar tambahan
memperkuat nilai tukar rupiah. Namun, terdapat potensi bahaya yang cukup besar apabila tidak
cicilan pokok sebesar USD186 juta selama tahun 2012-2014 atau rata-rata USD62 juta per tahun dan
dikelola secara baik, yakni asset bubble sebagai akibat tidak tersedianya supply asset (saham dan
tenor pelunasan pinjaman bertambah pendek dari tahun 2042 menjadi 2030 (12 tahun).
obligasi), menguatnya rupiah secara berlebihan, serta pembalikan secara tiba-tiba (sudden reversal) yang mengancam stabilitas pasar keuangan.
Akselerasi yang mulai efektif dilakukan per 1 Juli 2011 akan berdampak pada meningkatnya biaya
BAB XV
Penutup
25% 15%
negara miskin dan berkembang yang membutuhkan.
BAB XIV Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Keuangan Pelaksanaan Tugas Kementerian Keuangan sebagai KementerianLembaga
Gambar 7.10. Kepemilikan SUN oleh Bank dan Non Bank Tahun 2005-2010
diharapkan pula memudahkan Pemerintah dalam mengelola kebutuhan kas untuk mengatasi
efektif portofolio pinjaman Pemerintah, karena berkurangnya porsi pinjaman lunak. Namun,
Untuk mengantisipasi risiko sudden reversal, Pemerintah telah menyiapkan langkah-langkah untuk
akselerasi mengurangi jumlah utang dan potensi biaya pinjaman di masa mendatang. Adapun
menenangkan pasar obligasi dengan membentuk Bond Stabilization Framework (BSF). BSF dibentuk
tambahan alokasi pembayaran pinjaman dalam APBN tidak signifikan dan masih mampu dipenuhi
dengan memanfaatkan dana buyback SUN, penempatan kas dan investasi Pemerintah, dana Saldo
Pemerintah. Sebagai tindak lanjut akselerasi di tahun-tahun berikutnya, alokasi pos pembayaran
Anggaran Lebih (SAL), serta dana BUMN, khususnya yang terkait dengan pasar keuangan. Dipilihnya
pinjaman luar negeri di dalam APBN dan sistem informasi pembayaran pinjaman pada back office
BUMN untuk menyerap SUN memberikan dua keuntungan, yaitu sebagai alternatif investasi bagi
unit pengelola utang (DJPU) akan disesuaikan berdasarkan jadwal baru.
BUMN dan sekaligus membantu Pemerintah dalam menjaga stabilitas harga SUN.
7.6.3. Dukungan Pengelolaan Utang Dalam Pengelolaan Capital Inflow
Pemerintah senantiasa mewaspadai potensi sudden reversal dengan menerapkan Crisis Management
Perekonomian dunia pada tahun 2010 ditandai dengan masih lambatnya pemulihan ekonomi
Protocol (CMP) yang berfungsi sebagai trigger bagi BUMN untuk mulai masuk ke pasar obligasi
setelah krisis keuangan global di akhir tahun 2008. Negara-negara maju, seperti Amerika Serikat,
dengan membeli SUN. Pembelian SUN oleh BUMN dilakukan ketika harga SUN telah mencapai
Jepang, dan negara-negara Eropa masih mengalami masalah dalam pemulihan ekonomi. Kondisi
batas bawah. BSF pernah dilakukan di Korea Selatan pada saat krisis tahun 1999 dengan jumlah
yang berbeda terjadi di negara-negara emerging market dengan tingkat pertumbuhan ekonomi
dana sebesar KRW30 triliun.
yang relatif bertahan dan cepat pulih dari krisis.
154
Laporan Tahunan Kementerian Keuangan 2010
www.depkeu.go.id
155
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BAB I
Pendahuluan
7.6.4. Pengaturan Mekanisme Sukuk Project
Sasaran pembiayaan Sukuk Project adalah kegiatan Pemerintah Pusat yang dibiayai dari SBSN atau
BAB II
Reformasi Birokrasi
BAB III
Kebijakan Pengelolaan Ekonomi Makro
Pemerintah mempersiapkan penerbitan Sukuk dengan underlying project (Sukuk Project) dalam
belum mendapatkan sumber pembiayaan rupiah murni, dan kegiatan pihak lain, seperti BUMN,
rangka pengembangan instrumen SBN. Pengembangan instrumen ini memperluas underlying
Pemda, dan Badan Layanan Umum (BLU). Secara sektoral, pembiayaan Sukuk project ditujukan
BAB IV
Pengelolaan Pendapatan Negara
penerbitan SBSN dari BMN menjadi kegiatan. Upaya ini dilatarbelakangi oleh kendala penerbitan
untuk proyek pembangunan infrastruktur, peningkatan layanan umum, pemberdayaan industri
Sukuk dengan underlying BMN yang memiliki keterbatasan dalam hal jumlah BMN yang tersedia
dalam negeri, dan investasi Pemerintah. Proyek infrastruktur yang dibiayai terdiri dari sektor energi,
BAB V
Kebijakan Pengelolaan Penganggaran
dibandingkan dengan menggunakan underlying project yang jumlahnya jauh lebih besar.
telekomunikasi, perhubungan, pertanian, industri manufaktur, dan perumahan rakyat.
BAB VI
Kebijakan Pengelolaan Transfer ke Daerah
Penerbitan Sukuk Project bertujuan untuk membuka dan memperkaya alternatif pembiayaan
7.6.5. Pengelolaan Asset-Liability Management
APBN melalui utang serta mengembangkan pasar Sukuk dengan basis investor syariah. Selain itu,
Dalam rangka pengelolaan keuangan negara yang lebih baik, Pemerintah menginisiasi pengelolaan
instrumen ini akan memperjelas pemanfaatan APBN untuk membiayai kegiatan pembangunan
aset dan kewajiban Pemerintah melalui asset-liability management (ALM). Penerapan ALM ditujukan
tertentu daripada digunakan untuk membiayai defisit APBN.
untuk meningkatkan efisiensi keuangan negara, memperbaiki pengelolaan risiko fiskal, dan
BAB VII
BAB VIII
BAB IX
BAB X
Kebijakan Pengelolaan Pembiayaan Kebijakan Pengelolaan Perbendaharaan Negara Kebijakan Pengelolaan Kekayaan Negara, Piutang Negara, dan Lelang Kebijakan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan NonBank
BAB XI
Pengawasan dan Pengendalian Internal
BAB XII
Kebijakan Hubungan dan Kerjasama Internasional di Bidang Keuangan
BAB XIII
adalah restrukturisasi terhadap Surat Utang Pemerintah (SUP) dan optimalisasi hubungan di antara
diselaraskan dengan kebutuhan pembiayaan, mekanisme kerja, dan prinsip syariah. Koordinasi
unit pengelola utang dengan unit-unit terkait lainnya.
yang dilakukan dengan unit perencana pembangunan nasional meliputi jenis, nilai, dan waktu Restrukturisasi SUP dilakukan dengan mengubah struktur jatuh tempo obligasi negara Special Rate
pelaksanaan proyek yang merupakan bagian dari program APBN.
Bank Indonesia (SRBI) dari bersifat utuh (bullet) pada tahun 2033 menjadi secara angsuran (amortize).
Gambar 7.11. Konsep Pembiayaan Sukuk Project
SRBI merupakan salah satu seri surat utang yang diterbitkan Pemerintah kepada Bank Indonesia (non-tradeable) dalam rangka penyelamatan perbankan dari krisis tahun 1998 akibat pemberian Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) kepada perbankan. Restrukturisasi SUP memperbaiki
Pembayaran Imbalan & Nilai Nominal Sukuk
neraca Bank Indonesia melalui konversi SUP dengan SBN tradeable yang dapat digunakan sebagai
Kementerian Keuangan
Investor Sukuk Proceeds
Kebijakan Hubungan Kelembagaan NegaraPemerintahan
BAB XIV Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Keuangan BAB XV
meningkatkan pengelolaan risiko utang. Fokus perhatian dalam penerapan ALM diantaranya Penerbitan Sukuk Project memerlukan koordinasi dengan seluruh pihak terkait agar desainnya dapat
Pelaksanaan APBN
instrumen pengelolaan moneter dan mengembalikan ketentuan permodalan minimal Bank
Pengembalian Dana APBN
Indonesia dari 3 persen atas kewajiban moneter menjadi Rp2 triliun.
Usulan Pembiayaan Proyek
Optimalisasi hubungan di antara unit pengelola utang dengan unit-unit lain, khususnya Bank
Laporan Pengelolaan BMN
O&M, Kontraktor, Pengguna Terakhir
Pelaksanaan Tugas Kementerian Keuangan sebagai KementerianLembaga
Pemanfaatan sesuai PP 6/06
Satker (KL / UP3) Kontrak Penerusan Pinjaman
Indonesia, dilakukan dalam perspektif suatu negara. Neraca bank sentral merupakan bagian dari Pengelolaan Paska Konstruksi
Pelaksanaan Kontrak Penerusan Pinjaman
Pemanfaatan sesuai kontrak
Project Underlying
neraca negara secara keseluruhan, sehingga biaya pengelolaan moneter secara tidak langsung ditanggung oleh Pemerintah. Oleh karena itu, Pemerintah berkewajiban menjaga kecukupan modal Bank Indonesia agar dapat menjalankan fungsi moneternya dengan baik. Hal lain yang dicakup dalam pengelolaan keuangan negara dengan penerapan pendekatan ALM
BUMN, Pemda, BLU
Penutup
adalah berikut ini. (1) Pengelolaan Currency Risk Pemerintah
Kontrak Pengadaan/ Pembangunan
(2) Pengelolaan Idle Cash serta Biaya dan Risiko Utang EPC Contractors
Pelaksanaan Pembangunan/ Konstruksi
(3) Pemenuhan target pembiayaan APBN tahun berjalan. (4) Antisipasi kondisi pasar SBN. (5) Siklus kas terkait pola realisasi anggaran.
Keterangan:
(6) Remunerasi kas pada berbagai instrumen. Alur Kegiatan/Proyek yang dilakukan oleh Kementerian/Lembaga(K/L) Alur Kegiatan/Proyek yang dilakukan oleh selainK/L Alur proceeds, bunga dan pokok Sukuk
Sumber: Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang.
156
Laporan Tahunan Kementerian Keuangan 2010
www.depkeu.go.id
157
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BAB I
Pendahuluan
7.6.6. Pemanfaatan Sumber Pinjaman Dalam Negeri
BAB II
Reformasi Birokrasi
BAB III
Kebijakan Pengelolaan Ekonomi Makro
Pinjaman Dalam Negeri (PDN) merupakan salah satu bentuk instrumen utang yang dapat menjadi
BAB IV
BAB V
BAB VI
Pengelolaan Pendapatan Negara
masih difokuskan kepada pelaksanaan kegiatan pada Kementerian Pertahanan dan Kepolisian
Kebijakan Pengelolaan Perbendaharaan Negara
BAB X
Kebijakan Pengelolaan Kekayaan Negara, Piutang Negara, dan Lelang Kebijakan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan NonBank
BAB XI
Pengawasan dan Pengendalian Internal
BAB XII
Kebijakan Hubungan dan Kerjasama Internasional di Bidang Keuangan
BAB XIII
Kebijakan Hubungan Kelembagaan NegaraPemerintahan
BAB XIV Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Keuangan BAB XV
infrastruktur. Instrumen ini dikembangkan sebagai salah satu alternatif untuk mengurangi
Kebijakan Pengelolaan Transfer ke Daerah
BAB VIII
Pelaksanaan Tugas Kementerian Keuangan sebagai KementerianLembaga Penutup
No.
sejak tahun 2010 untuk mendukung pemberdayaan industri dalam negeri dan pembangunan ketergantungan terhadap pinjaman komersial luar negeri serta mendukung pengembangan
Kebijakan Pengelolaan Pembiayaan
BAB IX
alternatif sumber pembiayaan, khususnya pembiayaan kegiatan. PDN mulai dimanfaatkan
Kebijakan Pengelolaan Penganggaran
BAB VII
Tabel 7.7. Jumlah BUMN Yang Mengikuti Program Restrukturisasi Per 31 Desember 2010
produk-produk yang dihasilkan oleh industri di dalam negeri. Pada tahap awal, pemanfaatan PDN Negara Republik Indonesia dengan target penarikan sebesar Rp1 triliun. Terdapat 2 proses yang dilakukan secara paralel dalam PDN, yaitu pengadaan barang yang
Uraian
Jumlah BUMN
1.
Telah disetujui oleh Menteri Keuangan
20
2.
Menunggu persetujuan Menteri Keuangan
3
3.
Masih dibahas di Komite Kebijakan
5
4.
Masih dibahas di Komite Teknis
2
5.
Masih dibahas di Komite Tim Kerja
10
6.
Masih menunggu kelengkapan dokumen
11
Jumlah Permohonan
51
Sumber: Direktorat SMI, Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
dilaksanakan di K/L dan pengadaan pinjaman yang dilaksanakan di Kementerian Keuangan. Kedua proses dilakukan secara terpisah dalam rangka mempercepat pelaksanaan kegiatan, meskipun eksekusi atas kegiatan yang direncanakan tidak berkurang kualitasnya. Dalam pelaksanaannya diperlukan komunikasi dan koordinasi yang intensif di antara K/L dengan Kementerian Keuangan. Penyerapan pembiayaan dari kegiatan yang dibiayai melalui PDN belum dapat memenuhi target pada tahun 2010. Dari jumlah dana yang disediakan sebesar Rp1 triliun, hanya dapat terserap Rp476,7 miliar hingga akhir Desember 2010. Sisa dana pinjaman yang belum tertarik di tahun 2010 akan dilanjutkan pada tahun 2011.
Ke-20 BUMN/PT yang telah menyelesaikan proses restrukturisasi melakukan pembayaran utang ke rekening Bendahara Umun Negara (BUN) dengan lancar. Posisi piutang Pemerintah sampai dengan tanggal 31 Desember 2010 mencapai Rp55.058 miliar, sedangkan total tunggakan mencapai Rp6.339 miliar. Tunggakan pokok tercatat sebesar Rp2.415 miliar dan tunggakan non pokok sebesar Rp3.923 miliar. Sementara itu, terdapat beberapa penyelesaian Piutang Negara yang diselesaikan tersendiri, yaitu piutang pada Bank Beku Operasi (BBO)/Bank Beku Usaha Operasi (BBKU) dan Bank Dalam Likuidasi (BDL) yang sudah mulai diproses melalui koordinasi dengan DJKN dan Biro Hukum. Tabel 7.8. Posisi Piutang Pemerintah Pada BUMN per 31 Desember 2010 (dalam miliar Rupiah)
7.8. Manajemen Investasi 7.8.1. Penyelesaian Piutang Negara Yang Bersumber Dari SLA/RDI Pada BUMN Atau Perseroan
Sumber Pendanaan
Terbatas Program Penyelesaian Piutang Negara yang bersumber dari Naskah Perjanjian Penerusan Pinjaman
RDI dan RPD
(NPPP/SLA) dan Perjanjian Pinjaman Rekening Dana Investasi (PP RDI) pada BUMN atau Perseroan
SLA
Terbatas pada tahun 2010 telah memasuki tahun keempat. Program Penyelesaian Piutang Negara
Non SLA Jumlah
merupakan upaya Pemerintah dalam meringankan beban pembayaran kewajiban BUMN/PT dalam rangka penyehatan BUMN/PT dengan meminimalkan berkurangnya penerimaan negara.
Tunggakan Pokok
Tunggakan Non Pokok
Tunggakan
7.875
1.338
2.624
3.963
47.141
1.077
1.298
2.376
Piutang
42
0
0
0
55.058
2.415
3.923
6.339
Sumber: Direktorat SMI, Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
Keputusan mengenai cara penyelesaian piutang negara dilaksanakan melalui Komite Penyelesaian Piutang Negara yang bersumber dari NPPP dan PP RDI pada BUMN/PT yang terdiri dari unit-unit pada Kementerian Keuangan dan Kementerian BUMN.
7.8.2. Penyelesaian Piutang Negara Yang Bersumber Dari SLA/RDI/RPD Pada PDAM Ditjen Perbendaharaan melaksanakan pengelolaan piutang negara pada 205 PDAM. Dari jumlah
Untuk mempercepat pelaksanaan program ini, pada tahun 2010 dilakukan penambahan cara
tersebut, 30 PDAM masuk dalam kategori lancar, sedangkan 175 PDAM tercatat memiliki tunggakan.
penyelesaian, yaitu melalui pembayaran dengan aset. Cara ini melengkapi cara-cara penyelesaian
Ditjen Perbendaharaan telah merestrukturisasi utang PDAM sebagaimana diatur dalam PMK No.
sebelumnya, yaitu penjadualan kembali, perubahan persyaratan, Penyertaan Modal Negara (PMN),
120/PMK.05/2008 tentang Penyelesaian Piutang Negara Yang Bersumber Dari Penerusan Pinjaman
dan penghapusan sebagaimana diatur di dalam PMK No. 17/PMK.05/2007 tentang Penyelesaian
Luar Negeri, Rekening Dana Investasi, dan Rekening Pembangunan Daerah Pada Perusahaan
Piutang Negara yang bersumber dari Naskah Perjanjian Penerusan Pinjaman dan Perjanjian
Daerah Air Minum. Dari 175 PDAM yang mempunyai tunggakan, sampai dengan akhir tahun 2010,
Pinjaman Rekening Dana Investasi pada Badan Usaha Milik Negara/Perseroan Terbatas. Sampai
telah diterima 114 permohonan restrukturisasi.
dengan tanggal 31 Desember 2010, jumlah BUMN yang mengikuti restrukturisasi adalah 51 BUMN.
158
Laporan Tahunan Kementerian Keuangan 2010
www.depkeu.go.id
159
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BAB I
Pendahuluan
Jumlah piutang Pemerintah kepada PDAM per 31 Desember 2010 tercatat sebesar Rp6.044 miliar
a. Investasi Reguler
BAB II
Reformasi Birokrasi
BAB III
Kebijakan Pengelolaan Ekonomi Makro
dengan total tunggakan sebanyak Rp3.581 miliar. Tunggakan terdiri dari tunggakan pokok sebesar
(1) Penyediaan dana talangan pembebasan lahan yang akan digunakan untuk percepatan
BAB IV
Pengelolaan Pendapatan Negara
BAB V
BAB VI
BAB VII
Kebijakan Pengelolaan Penganggaran Kebijakan Pengelolaan Transfer ke Daerah Kebijakan Pengelolaan Pembiayaan
BAB VIII
Kebijakan Pengelolaan Perbendaharaan Negara
BAB IX
Kebijakan Pengelolaan Kekayaan Negara, Piutang Negara, dan Lelang
BAB X
BAB XI
BAB XII
BAB XIII
Kebijakan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan NonBank Pengawasan dan Pengendalian Internal Kebijakan Hubungan dan Kerjasama Internasional di Bidang Keuangan Kebijakan Hubungan Kelembagaan NegaraPemerintahan
BAB XIV Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Keuangan BAB XV
Pelaksanaan Tugas Kementerian Keuangan sebagai KementerianLembaga Penutup
Rp699 miliar dan tunggakan non pokok sebesar Rp2.882 miliar.
pembangunan jalan tol trans java dan ruas jalan tol lainnya. Penyaluran dana dilakukan dengan mekanisme dana bergulir dan total dana yang telah diinvestasikan mencapai Rp1.444 miliar.
Per 31 Desember 2010, tunggakan PDAM yang telah diselesaikan sebanyak Rp3.099 miliar,
(2) Pemberian pinjaman (bridging financing) untuk pembangunan bandar udara baru Medan di
USD89.89, dan DM681.21. Penyelesaian tunggakan tersebut mencakup tunggakan pokok maupun tunggakan non pokok.
Kualanamu sebesar Rp194,6 miliar. (3) Pemberian pinjaman untuk proyek rehabilitasi bendungan Situ Gintung di Tangerang Selatan dan proyek irigasi Batang Anai di Sumatera Barat sebesar Rp29 miliar, serta pembangunan
7.8.3. Percepatan Penyelesaian Piutang Negara Pada Pemda Ditjen Perbendaharaan melaksanakan pengelolaan piutang negara pada 194 Pemda. Dari jumlah
terminal LPG Pressurized di Tanjung Sekong Banten sebesar Rp50 miliar. (4) Saat ini sedang dilakukan pengkajian untuk investasi proyek-proyek infrastruktur, namun
tersebut, 87 Pemda masuk kategori lancar, sedangkan 107 Pemda memiliki tunggakan. Ditjen
hingga akhir tahun 2010 belum tersalurkan.
Perbendaharaan telah melaksanakan restrukturisasi utang Pemda sebagaimana diatur dalam PMK No. 153/PMK.05/2008 tentang Penyelesaian Piutang Negara yang Bersumber dari Penerusan
b. Investasi Mandatory
Pinjaman Luar Negeri, Rekening Dana Investasi dan Rekening Pembangunan Daerah pada
(1) Pinjaman Lunak kepada PT. PLN (Persero)
Pemerintah Daerah dengan fokus pada 60 Pemda yang memiliki tunggakan di atas Rp100 juta.
Melalui UU No. 2 Tahun 2010 tentang Perubahan atas UU No. 47 Tahun 2009 tentang APBN TA
Jumlah Pemda yang mengajukan permohonan mengikuti program ini sampai dengan 31 Desember
2010, Pemerintah mengalokasikan dana sebesar Rp7,5 triliun untuk pinjaman lunak kepada
2010 adalah 107 Pemda.
PT. PLN (Persero). Pinjaman ini diberikan untuk menutup financing gap akibat pengadaan dan penggantian trafo, penguatan instalasi transmisi dan distribusi, serta investasi lainnya. Pencairan
Jumlah piutang Pemerintah kepada Pemda sampai dengan tanggal 31 Desember 2010 tercatat
dana oleh PIP dari APBN ke Rekening Induk Dana Investasi (RIDI) telah dilaksanakan. Pada saat
sebesar Rp1.172 miliar dan total tunggakan mencapai Rp861 miliar. Tunggakan pokok sebanyak
ini sedang dilakukan pembahasan secara intensif untuk menyelesaikan Rancangan Peraturan
Rp307 miliar dan tunggakan non pokok sebesar Rp554 miliar.
Presiden dan rancangan PMK mengenai pemberian pinjaman lunak tersebut. (2) Pengelolaan Dana Pengembangan Pendidikan Nasional (DPPN)
7.8.4. Penyaluran Dana Kepada Kepada Pusat Investasi Pemerintah (PIP)
DPPN sebesar Rp1 triliun merupakan bagian dari anggaran pendidikan yang dialokasikan dalam
UU No 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara mengamanatkan Pemerintah untuk
bentuk endowment fund dan dana cadangan pendidikan. Dana tersebut untuk sementara
melakukan investasi jangka panjang dengan tujuan memperoleh manfaat ekonomi, sosial, dan
dikelola PIP hingga terbentuknya BLU Bidang Pendidikan.
manfaat lainnya. Investasi Pemerintah dilakukan oleh Pusat Investasi Pemerintah (PIP), sedangkan regulator atas pelaksanaan investasi diljalankan oleh Ditjen Perbendaharaan cq. Direktorat Sistem Manajemen Investasi. Sejak tahun 2006 sampai dengan tahun 2010 telah disalurkan dana APBN ke
7.9. Risiko Fiskal
PIP sebesar Rp5.427,5 miliar. Dana investasi Pemerintah disalurkan dari APBN kepada PIP untuk dikelola berdasarkan PP No. 1 Tahun 2008 tentang Investasi Pemerintah. Dana tersebut dialokasikan untuk mendukung pembangunan infrastruktur dan bidang lainnya. Pada tahun 2010, PIP juga menerima penugasan untuk menyalurkan investasi kepada PT. PLN (Persero) sebesar Rp7.500 miliar dan dana amanah berupa Dana Pengembangan Pendidikan Nasional (DPPN) sebesar Rp1.000 miliar. Jenis-jenis penyaluran investasi Pemerintah, termasuk didalamnya investasi untuk pembangunan infrastruktur yang telah dilaksanakan sampai dengan tahun 2010 terdiri dari investasi reguler dan investasi mandatory.
Risiko fiskal didefinisikan sebagai potensi tambahan defisit APBN yang disebabkan oleh sesuatu di luar kendali Pemerintah. Kesadaran akan adanya risiko fiskal yang dapat membebani APBN dan pencapaian tujuan kebijakan fiskal mendorong Pemerintah untuk mengungkapkan risiko fiskal di dalam Nota Keuangan yang diajukan bersamaan dengan pengajuan APBN ke DPR setiap tahun. Pengungkapan risiko fiskal diperlukan untuk: (1) meningkatkan kesadaran seluruh pemangku kepentingan dalam pengelolaan kebijakan fiskal; (2) meningkatkan keterbukaan fiskal; (3) meningkatkan tanggung jawab fiskal; dan (4) menciptakan kesinambungan fiskal. Pengungkapan risiko fiskal di dalam Nota Keuangan telah dimulai sejak APBN Tahun 2008 dan terus berlanjut hingga tahun-tahun berikutnya. Pada tahun 2010, risiko fiskal dikelompokkan ke dalam 4 kategori, yaitu Analisis Sensitivitas, Risiko Utang Pemerintah Pusat, Kewajiban Kontinjensi Pemerintah Pusat, dan Desentralisasi Fiskal.
160
Laporan Tahunan Kementerian Keuangan 2010
www.depkeu.go.id
161
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BAB I
Pendahuluan
7.9.1. Analisis Sensitivitas
7.9.3. Kewajiban Kontinjensi Pemerintah Pusat
BAB II
Reformasi Birokrasi
BAB III
Kebijakan Pengelolaan Ekonomi Makro
Analisis sensitivitas dilakukan untuk mengetahui pengaruh indikator-indikator ekonomi makro
Kewajiban kontinjensi merupakan kewajiban potensial yang timbul dari peristiwa masa lalu dan
terhadap APBN. Indikator-indikator ekonomi makro secara langsung mempengaruhi pendapatan,
keberadaannya menjadi pasti dengan terjadinya atau tidak terjadinya suatu peristiwa atau lebih
BAB IV
Pengelolaan Pendapatan Negara
belanja, dan pembiayaan yang bermuara pada perubahan defisit APBN dan secara tidak langsung
pada masa datang yang tidak sepenuhnya berada dalam kendali Pemerintah. Kewajiban kontinjensi
berpengaruh melalui kontribusi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) terhadap APBN.
Pemerintah Pusat yang menjadi risiko fiskal bersumber dari pemberian dukungan dan/atau jaminan
BAB V
BAB VI
BAB VII
BAB VIII
BAB IX
BAB X
Kebijakan Pengelolaan Penganggaran Kebijakan Pengelolaan Transfer ke Daerah Kebijakan Pengelolaan Pembiayaan Kebijakan Pengelolaan Perbendaharaan Negara Kebijakan Pengelolaan Kekayaan Negara, Piutang Negara, dan Lelang Kebijakan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan NonBank
BAB XI
Pengawasan dan Pengendalian Internal
BAB XII
Kebijakan Hubungan dan Kerjasama Internasional di Bidang Keuangan
BAB XIII
Kebijakan Hubungan Kelembagaan NegaraPemerintahan
BAB XIV Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Keuangan BAB XV
Pelaksanaan Tugas Kementerian Keuangan sebagai KementerianLembaga Penutup
atas proyek-proyek infrastruktur, kewajiban yang timbul akibat program pensiun dan tabungan 7.9.1.2. Sensitivitas Asumsi Ekonomi Makro
hari tua PNS, kewajiban Pemerintah untuk menambahkan modal jika modal beberapa lembaga
Risiko fiskal akibat variasi kondisi ekonomi makro dapat digambarkan dalam bentuk analisis
keuangan, yaitu Bank Indonesia, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), dan Lembaga Pembiayaan
sensitivitas parsial terhadap angka baseline defisit APBN. Analisis sensitivitas parsial digunakan
Ekspor indonesia (LPEI), di bawah jumlah yang diatur dalam undang-Undang, tuntutan hukum
untuk melihat dampak perubahan atas satu variabel ekonomi makro terhadap defisit APBN, dengan
kepada Pemerintah oleh pihak ketiga, keikutsertaan dalam organisasi dan lembaga keuangan
mengasumsikan variabel lainnya tidak berubah (ceteris paribus). Analisis sensitivitas tersebut
internasional, dan bencana alam.
menghasilkan risiko fiskal berupa tambahan defisit yang berpotensi muncul dari variasi variabel ekonomi makro yang digunakan untuk menyusun asumsi APBN-P Tahun 2010. Tabel 7.9. Sensitivitas Defisit APBN-P 2010 terhadap Perubahan Asumsi Ekonomi Makro No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Uraian Pertumbuhan Ekonomi (%) Inflasi (%) Tingkat Suku Bunga SBI 3 Bulan (%) Nilai Tukar (Rp/USD) ICP (USD/barel) Lifting Minyak Mentah (ribu barel per hari) Konsumsi BBM Domestik (juta kiloliter)
2010*
Satuan Perubahan Asumsi
Asumsi
Potensi Tambahan Defisit (Rp Triliun)
-1 +0,1 +0,25 +100 +1 -10 +0,5
5,8 5,3 6,5 9.200 80 965 36,5
4,1 s. d. 4,5 Tidak langsung 0,3 s. d. 0,5 0,44 s. d. 0,56 -0,3 s. d. 0,0 3,00 s.d 3,34 1,33 s. d. 1,46
* Defisit APBN-P Tahun 2010 adalah Rp133,7 triliun. Sumber: Badan Kebijakan Fiskal.
7.9.3.1. Proyek Pembangunan Infrastruktur Risiko fiskal yang terkait dengan proyek pembangunan infrastruktur berasal dari dukungan dan/atau jaminan yang diberikan oleh Pemerintah terhadap proyek percepatan pembangunan pembangkit tenaga listrik 10.000 MW, proyek pembangunan jalan tol trans Jawa, proyek pembangunan jalan tol Jakarta Outer Ring Road II (JORR II), proyek pembangunan monorail Jakarta, percepatan penyediaan air minum, dan dukungan Pemerintah untuk model IPP PLTU Jawa Tengah. 7.9.3.2. Program Pensiun dan Tabungan Hari Tua PNS Risiko fiskal yang berasal dari Program Pensiun PNS terutama berasal dari peningkatan jumlah pembayaran manfaat pensiun dari tahun ke tahun, karena sejak tahun anggaran 2009, pendanaan pensiun PNS seluruhnya menjadi beban APBN. Beberapa faktor yang memengaruhi kenaikan pembayaran manfaat pensiun diantaranya adalah jumlah PNS yang mencapai batas usia pensiun, meningkatnya gaji pokok PNS, meningkatnya pensiun pokok PNS, dan adanya pembayaran Dana Kehormatan sesuai dengan PP No. 24 Tahun 2008 tentang Dana Kehormatan Veteran Republik Indonesia.
7.9.1. Sensitivitas Variabel Ekonomi Makro terhadap Risiko Fiskal BUMN
Risiko fiskal yang berasal dari Progam Tabungan Hari Tua (THT) PNS terutama berasal dari unfunded
Perubahan harga minyak, nilai tukar, pertumbuhan ekonomi, dan suku bunga dapat mempengaruhi
liability. PT Taspen mencatat adanya akumulasi unfunded liability yang timbul akibat kebijakan
kinerja keuangan BUMN dan kontribusinya terhadap APBN. Penurunan kontribusi BUMN merupakan
Pemerintah menaikan gaji pokok PNS sejak tahun 2007 hingga 2010. Pemerintah belum mengakui
bagian dari risiko fiskal. Untuk mengetahui dampak perubahan variabel ekonomi makro terhadap
secara nominal unfunded liability Program THT PNS, namun Pemerintah bertanggung jawab penuh
risiko fiskal BUMN, Pemerintah telah melakukan pengujian sensitivitas atau macro stress test
untuk membayar/melunasi unfunded liability secara tunai atau dengan instrumen lain.
dengan menggunakan indikator kontribusi bersih BUMN terhadap APBN, utang bersih BUMN, dan kebutuhan pembiayaan bruto BUMN. Pengujian sensitivitas dapat memberikan gambaran tentang
7.9.3.3. Sektor Keuangan
magnitude risiko dari BUMN yang memengaruhi APBN, informasi dini risiko fiskal, dan gambaran
Kewajiban kontinjensi Pemerintah pada sektor keuangan terutama berasal dari kewajiban
risiko sektoral, sehingga dapat diambil tindakan dini terhadap gejala tersebut.
Pemerintah untuk menambah modal lembaga keuangan, yaitu Bank Indonesia, LPS, dan LPEI, jika modal lembaga-lembaga keuangan tersebut lebih rendah dari modal yang dimiliki.
7.9.2. Risiko Utang Pemerintah Pusat Risiko yang dihadapi dalam pengelolaan risiko utang Pemerintah dapat muncul dari lingkungan eksternal maupun internal organisasi. Risiko-risiko dimaksud antara lain risiko keuangan, yaitu risiko tingkat bunga, nilai tukar, dan refinancing, serta risiko operasional. Jenis-jenis risiko memiliki dampak langsung terhadap efisiensi dan efektifitas pengelolaan utang.
162
Laporan Tahunan Kementerian Keuangan 2010
www.depkeu.go.id
163
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BAB I
Pendahuluan
7.9.3.4. Tuntutan Hukum kepada Pemerintah
Pada APBN Tahun 2010, Pemerintah mengalokasikan kontinjensi bencana alam sebesar Rp3,0 triliun,
BAB II
Reformasi Birokrasi
BAB III
Kebijakan Pengelolaan Ekonomi Makro
Pemerintah menghadapi gugatan-gugatan hukum yang sebagian diantaranya menimbulkan
sedangkan pada APBN-P Tahun 2010 meningkat menjadi sebesar Rp3,8 triliun. Besaran alokasi ini
potensi pengeluaran negara. Terkait dengan perkara yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas
didasarkan pada pengalaman kebutuhan bantuan Pemerintah untuk daerah-daerah yang sering
BAB IV
Pengelolaan Pendapatan Negara
dan fungsi Kementerian Keuangan, tuntutan ganti rugi yang dihadapi Pemerintah pada tahun 2010
mengalami bencana alam, namun dengan skala yang relatif kecil. Pengalaman dari bencana besar
sebesar Rp909,5 miliar, yang terdiri dari tuntutan ganti rugi materiil sebesar Rp212,9 miliar dan
yang terjadi selama beberapa tahun terakhir ini juga menunjukan pembiayaan rehabilitasi dan
Kebijakan Pengelolaan Penganggaran
immateriil sebesar Rp696,5 miliar. Sementara itu, terdapat 2 jenis perkara yang menyangkut eks-
rekonstruksi atas bencana-bencana besar semakin meningkat, sehingga tidak dapat dipenuhi hanya
BPPN, penanganan perkara eks-BPPN dan pendampingan kepada mantan pejabat dan karyawan
dari anggaran dana cadangan bencana alam.
BAB VI
Kebijakan Pengelolaan Transfer ke Daerah
BPPN yang diminta keterangannya sebagai saksi oleh pejabat terkait.
BAB VII
Kebijakan Pengelolaan Pembiayaan
Pada perkara perdata eks-BPPN terdapat perkara yang berhubungan dengan Program Penjaminan
berpotensi memberikan tekanan pada kesinambungan APBN pada saat setiap kejadian bencana.
Kebijakan Pengelolaan Perbendaharaan Negara
Pemerintah dan Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham (PKPS). Untuk perkara yang terkait
Oleh karena itu, perlu dilakukan diversifikasi pembiayaan risiko bencana.
Program Penjaminan Pemerintah, terdapat beberapa perkara yang mewajibkan Pemerintah
BAB V
BAB VIII
BAB IX
BAB X
BAB XI
BAB XII
BAB XIII
Kebijakan Pengelolaan Kekayaan Negara, Piutang Negara, dan Lelang Kebijakan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan NonBank Pengawasan dan Pengendalian Internal Kebijakan Hubungan dan Kerjasama Internasional di Bidang Keuangan Kebijakan Hubungan Kelembagaan NegaraPemerintahan
Dengan pola pembiayaan saat ini, di mana APBN menjadi tumpuan utama, maka bencana alam
membayar dan yang berpotensi membayar.
7.9.4. Desentralisasi Fiskal: Pemekaran Daerah Kebijakan desentralisasi fiskal dilakukan dengan tujuan mempercepat terwujudnya kesejahteraan
Perkara yang berkaitan dengan PKPS, BPPN (dan Bank Indonesia) diharuskan membayar Rp23,5
masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat.
miliar. Namun, penggugat masih mempunyai kewajiban kepada negara, yaitu Jumlah Kewajiban
Desentralisasi fiskal juga diarahkan untuk meningkatkan daya saing daerah dengan memerhatikan
Pemegang Saham (JKPS) sebesar Rp88,2 miliar (sebelum dikurangi dengan setoran penggugat dan
prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan, dan kekhususan suatu daerah dalam
penjualan group loan).
sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Penerapan kebijakan ini selain menghasilkan hal-hal positif sebagaimana yang diharapkan ternyata juga berpotensi menimbulkan risiko fiskal.
7.9.3.5. Keanggotaan pada Organisasi dan Lembaga Keuangan Internasional
Risiko fiskal bersumber dari pemekaran daerah, formula penghitungan Dana Bagi Hasil (DBH), dan
Keanggotaan Indonesia pada organisasi dan lembaga keuangan internasional dapat menimbulkan
bertambahnya bidang baru pada Dana Alokasi Khusus (DAK).
risiko fiskal yang terkait dengan komitmen Pemerintah untuk memberikan kontribusi dan penyertaan modal. Untuk tahun 2010, jumlah dana yang harus dipersiapkan untuk membayar kontribusi dan
Penambahan daerah otonom baru memiliki dampak terhadap APBN berupa meningkatnya Dana
penyertaan modal pada organisasi dan lembaga keuangan internasional sebesar Rp1.094,7 miliar.
Alokasi Umum (DAU), DAK, dan kebutuhan pada instansi vertikal. Dampak tersebut diantaranya
Kontribusi kepada organisasi internasional yang disalurkan melalui DIPA Kementerian Luar Negeri
dapat bersumber dari perubahan harga minyak dan gas bumi (migas) yang berpengaruh terhadap
sebagaimana diatur dalam Keppres No. 64 Tahun 1999 berjumlah kurang lebih Rp300 miliar.
sisi penerimaan maupun belanja negara. Setiap tambahan penerimaan negara akibat perubahan
BAB XIV Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Keuangan
Sementara kontribusi, penyertaan modal, dan trust fund pada organisasi dan lembaga keuangan
harga migas sebagian besar akan ditransfer ke daerah melalui mekanisme DBH migas dan DAU
internasional yang dialokasikan pada DIPA Kementerian Keuangan sebesar Rp794,7 miliar.
dengan jumlah yang sudah diformulasikan. Namun, seluruh tambahan belanja ditanggung oleh
BAB XV
7.9.3.6. Bencana Alam
Pelaksanaan Tugas Kementerian Keuangan sebagai KementerianLembaga Penutup
Pemerintah Pusat. Sebagai contoh adalah kenaikan subsidi BBM akibat kenaikan harga minyak. Indonesia merupakan negara yang terletak pada titik rawan bencana di bumi, sehingga sering
Setiap tambahan penerimaan akan didistribusikan ke daerah, tetapi setiap tambahan belanja
terjadi gempa bumi, tsunami, letusan gunung berapi, banjir, tanah longsor, kekeringan, dan
hanya ditanggung oleh Pemerintah Pusat. Jika metode pembagiannya tetap dipertahankan seperti
kebakaran hutan. UU No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana telah meletakkan
ini, maka Pemerintah Pusat berpotensi menanggung beban yang signifikan ketika harga migas
tanggung jawab kepada Pemerintah untuk menanggulangi bencana dalam bentuk perlindungan
mengalami kenaikan yang pesat, seperti yang terjadi pada tahun 2007 dan 2008. Di samping itu,
masyarakat dari dampak bencana, pemulihan kondisi dari dampak bencana, dan pengalokasian
penambahan bidang baru pada DAK, yakni bidang perdagangan untuk pasar tradisional dan
anggaran penanggulangan bencana dalam APBN. Anggaran tersebut diperuntukkan untuk
bidang pembangunan daerah tertinggal untuk sarana dan prasarana pedesaan juga mengharuskan
kegiatan-kegiatan tahap pra bencana, saat tanggap darurat bencana, dan pasca bencana.
Pemerintah Pusat menyediakan dana tambahan.
164
Laporan Tahunan Kementerian Keuangan 2010
www.depkeu.go.id
165
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BAB I
Pendahuluan
7.9.5. Anggaran Risiko Fiskal
Pemerintah dituntut untuk lebih piawai dalam mencari sumber pembiayaan pinjaman dan
BAB II
Reformasi Birokrasi
BAB III
Kebijakan Pengelolaan Ekonomi Makro
Untuk mengantisipasi risiko fiskal, Pemerintah telah mengalokasikan anggaran dalam APBN
mengelola portofolio pinjaman yang favorable pada tingkat risiko yang terkendali. Pemerintah
dan APBN-P 2010. Pada tahun 2010, anggaran risiko fiskal dialokasikan dalam pos Belanja Lain-
dapat mengembangkan instrumen pembiayaan pinjaman melalui structured products, melakukan
BAB IV
Pengelolaan Pendapatan Negara
Lain dan Pembiayaan Nonperbankan Dalam Negeri. Alokasi dalam Belanja Lain-Lain antara lain
restrukturisasi portofolio pinjaman, khususnya terhadap pinjaman dengan biaya yang mahal, serta
Risiko Perubahan Asumsi Ekonomi Makro, Risiko Kenaikan Harga Tanah untuk Proyek Jalan Tol,
memperbaiki kinerja penyerapan pinjaman.
BAB V
Kebijakan Pengelolaan Penganggaran
cadangan stabilisasi harga pangan, serta risiko fiskal lainnya yang meliputi alokasi anggaran untuk mengantisipasi kekurangan pasokan gas untuk PT PLN dan risiko penurunan pendapatan apabila
Besaran tambahan utang Pemerintah masih belum dapat terkendali dengan baik dan memerlukan
BAB VI
Kebijakan Pengelolaan Transfer ke Daerah
lifting tidak tercapai, dan dana kontinjensi bencana alam. Alokasi pada Pembiayaan Nonperbankan
reformulasi kebijakan penyusunan anggaran. Siklus anggaran saat ini perlu dikaji ulang secara lebih
Dalam Negeri antara lain cadangan kewajiban penjaminan pada PT PLN dan PDAM. Cadangan
komprehensif, sehingga penerimaan dapat ditingkatkan dan belanja negara dapat lebih dioptimalkan.
kewajiban penjaminan dialokasikan ke dalam pembiayaan, karena merupakan dana talangan jika
Kebijakan yang dapat ditempuh adalah melalui penetapan asumsi dasar dan kebijakan belanja dalam
PT PLN atau PDAM tidak mampu memenuhi kewajibannya kepada kreditur.
postur APBN sebagai dasar penyusunan belanja K/L.
BAB VII
Kebijakan Pengelolaan Pembiayaan
BAB VIII
Kebijakan Pengelolaan Perbendaharaan Negara
BAB IX
Kebijakan Pengelolaan Kekayaan Negara, Piutang Negara, dan Lelang
BAB X
Kebijakan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan NonBank
BAB XI
Pengawasan dan Pengendalian Internal
BAB XII
Kebijakan Hubungan dan Kerjasama Internasional di Bidang Keuangan
BAB XIII
Kebijakan Hubungan Kelembagaan NegaraPemerintahan
BAB XIV Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Keuangan BAB XV
Pelaksanaan Tugas Kementerian Keuangan sebagai KementerianLembaga Penutup
Tabel 7.10. Alokasi Anggaran Risiko Fiskal Tahun 2010 dan Realisasinya (dalam miliar Rupiah) Alokasi Anggaran Risiko Fiskal Alokasi dalam Belanja Lain-Lain Risiko Perubahan Asumsi Ekonomi Makro Risiko Kenaikan Harga Tanah untuk Proyek jalan Tol (Land capping) 1 Cadangan Stabilisasi Harga Pangan 2 Risiko Fiskal Lainnya 3 Dana Kontinjensi Bencana Alam Jumlah Alokasi dalam Belanja Lain-Lain Alokasi dalam Pembiayaan Nonperbankan Dalam Negeri Cadangan Kewajiban Penjaminan pada PT PLN 4 Cadangan Kewajiban Penjaminan pada PDAM 5 Jumlah Alokasi pada Pembiayaan Nonperbankan DN
APBN 2.800,0 1.200,0 1.000,0 3.625,0 3.000,0 11.625,0 1.000,0 50,0 1.050,0
2010 APBN-P 1.000,0 1.000,0 4.000,0 3.792,8 9.792,8 1.000,0 50,0 1.050,0
Pengendalian besaran tambahan utang juga tidak terlepas dari perlunya peningkatan kerjasama dalam pengelolaan kas di antara Ditjen Perbendaharaan, DJA, dan DJPU. Hal ini terkait dengan dengan proses bisnis yang mencakup pengelolaan fiskal, penerimaan dan pengeluaran negara,
Realisasi
serta penerbitan/pengadaan utang baru. Peningkatan koordinasi dapat ditempuh melalui rencana
353,0 229,0 4.000,0 2.862,0
-
Sumber: Badan Kebijakan Fiskal. Keterangan: 1 Rendahnya realisasi alokasi dana land capping dikarenakan belum ada kesepakatan nilai ganti rugi pembebasan tanah untuk jalan tol, badan usaha tidak memiliki dana yang cukup untuk pembebasan tanah, dan badan usaha belum memenuhi kewajiban untuk membebaskan tanah sebesar 110 % dari nilai yang disepakati dalam perjanjian pengusahaan jalan tol antara badan usaha dan Kementerian Pekerjaan Umum. 2 Stabilisasi harga pangan di luar kendali Kementerian Keuangan. 3 Kesepakatan Panitia Kerja A DPR dalam pembahasan APBN-P 2010 menyepakati tambahan belanja untuk cadangan risiko fiskal sebesar Rp4 triliun dengan rincian untuk mengantisipasi kekurangan pasokan gas untuk PT PLN Rp2,5 triliun dan risiko penurunan pendapatan apabila lifting tidak tercapai sebesar Rp1,5 triliun. 4 Tidak ada realisasi cadangan kewajiban penjaminan kepada PT PLN, karena masih mampu memenuhi kewajibannya kepada kreditur secara tepat waktu. 5 Tidak ada realisasi cadangan kewajiban penjaminan pada PDAM, karena belum ada proses pemberian jaminan yang selesai di tahun 2010.
7.10. Kendala dan Tantangan Pengelolaan Pembiayaan Posisi Indonesia yang telah menjadi middle income country berdampak pada berkurangnya alokasi pinjaman lunak (concessional) dari kreditur bilateral dan multilateral. Hal ini dapat dimaklumi mengingat keterbatasan dana pinjaman concessional dan besarnya kebutuhan dana bagi poor dan lower income countries untuk mendukung pembangunan. Kondisi ini menyebabkan Pemerintah lebih tereksposes pada dinamika pasar keuangan.
penerimaan dan penggunaan dana secara triwulanan berdasarkan komitmen dari K/L yang dapat dimanfaatkan sebagai acuan dalam penerbitan/pengadaan utang.
Ketelitian Carefulness
TELITI Fokus Di Setiap Detil Pekerjaan Untuk Hasil Yang Valid Dan Reliabel
CAREFUL Focus In Every Working Detail For Valid And Reliable Result
168
Laporan Tahunan Kementerian Keuangan 2010
www.depkeu.go.id
169
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BAB VIII
KEBIJAKAN PENGELOLAAN PERBENDAHARAAN NEGARA BAB I
Pendahuluan
Untuk memantau kinerja pegawai dalam mencapai target yang telah ditetapkan, Ditjen
BAB II
Reformasi Birokrasi
BAB III
Kebijakan Pengelolaan Ekonomi Makro
Perbendaharaan telah menerapkan balanced scorecard (BSC) hingga ke level Eselon III yang
BAB IV
Pengelolaan Pendapatan Negara
tergambar di dalam Indikator Kinerja Utama (IKU) Depkeu Three. Sementara untuk level pelaksana telah diujicobakan pada Direktorat Pelaksanaan Anggaran yang tercermin pada IKU Depkeu Five dan direncanakan akan diimplementasikan secara penuh pada tahun 2011. Sebagai pelengkap
BAB V
Kebijakan Pengelolaan Penganggaran
atas penerapan BSC, telah pula diadopsi kerangka kerja risk management pada seluruh Eselon II
BAB VI
Kebijakan Pengelolaan Transfer ke Daerah
dilaksanakan pada tahun 2011.
BAB VII
Kebijakan Pengelolaan Pembiayaan
Untuk meningkatkan pelayanan pada Satuan Kerja (Satker) di daerah yang jauh dari KPPN, telah
BAB VIII
Kebijakan Pengelolaan Perbendaharaan Negara
bergerak dalam suatu wilayah kerja KPPN. KPPN Mobile telah diujicobakan sejak Agustus 2010 di:
BAB IX
BAB X
di Kantor Pusat dan 15 Kanwil Ditjen Perbendaharaan, sedangkan untuk 15 Kanwil lainnya akan
dibentuk KPPN Mobile, yaitu unit pelayanan pencairan dana pada kendaraan bermotor yang (1) Wilayah KPPN Jakarta I dengan lokasi di Kementerian Kelautan dan Perikanan dan Kementerian
Kebijakan Pengelolaan Kekayaan Negara, Piutang Negara, dan Lelang
Komunikasi dan Informatika; (2) Wilayah KPPN Bogor di Pengadilan Negeri Depok; serta (3) Wilayah KPPN Denpasar di Kabupaten Jembrana.
Kebijakan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan NonBank
BAB XI
Pengawasan dan Pengendalian Internal
BAB XII
Kebijakan Hubungan dan Kerjasama Internasional di Bidang Keuangan
BAB XIII
Kebijakan Hubungan Kelembagaan NegaraPemerintahan
Dalam mewujudkan fungsi pelaksanaan anggaran, pada tahun 2010 telah dimulai penyerahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) tahun anggaran yang akan datang pada akhir tahun anggaran sebelumnya. Upaya ini ditempuh agar pada hari pertama kerja awal tahun anggaran 8.1. Arah dan Strategi Kebijakan Pengelolaan Perbendaharaan Negara
baru seluruh Satker Kementerian/Lembaga (K/L) telah dapat mencairkan anggaran. DIPA Tahun Anggaran 2011 telah berhasil diserahkan pada tanggal 28 Desember 2010.
Direktorat Jenderal Perbendaharaan (Ditjen Perbendaharaan) memiliki fungsi yang strategis dalam pengelolaan keuangan negara, yaitu meliputi pelaksanaan anggaran, pengelolaan kas,
Untuk fungsi pengelolaan kas, kegiatan penting yang dilaksanakan adalah Treasury Single Account (TSA)
pertanggungjawaban keuangan Pemerintah, manajemen investasi Pemerintah, pembinaan
penerimaan secara penuh pada bulan Januari 2010. Penatausahaan penerimaan negara dikelola hanya
pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum (BLU), serta pengembangan sistem dan transformasi
melalui satu rekening, sehingga memudahkan pengendalian saldo dan aliran kas, meminimalisasi
BAB XIV Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Keuangan
perbendaharaan. Untuk menjalankan fungsi tersebut, Ditjen Perbendaharaan mempunyai kantor
uang menganggur, dan transparansi dalam pengelolaan penerimaan dan pengeluaran.
Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN). Pegawai Ditjen Perbendaharaan per 1 November 2010
Sementara itu, pada fungsi akuntansi dan pelaporan, salah satu momentum penting adalah penerbitan
BAB XV
mencapai 9.211 orang yang memberikan pelayanan kepada stakeholders.
Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah (soft Launching).
Pelaksanaan Tugas Kementerian Keuangan sebagai KementerianLembaga Penutup
vertikal yang tersebar di seluruh penjuru tanah air, yaitu 30 Kantor Wilayah (Kanwil) dan 177 Kantor
Pemberlakuan Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) berbasis akrual diharapkan dapat memberikan Ditjen Perbendaharaan senantiasa berusaha mewujudkan akuntabilitas dan transparansi dalam
informasi keuangan yang lebih baik sekalipun implementasinya lebih rumit dibandingkan SAP
melaksanakan tugasnya serta secara berkesinambungan meningkatkan kinerja pelayanan
berbasis kas menuju akrual yang saat ini diadopsi. Peraturan pelaksanaan dan sistem akuntansi
perbendaharaan. Upaya ini ditujukan untuk meningkatkan fungsi Anggaran Pendapatan dan
mengalami perubahan, sehingga kapasitas sumber daya manusia (SDM) harus ditingkatkan, yang
Belanja Negara (APBN) yang mencakup distribusi, stabilisasi, dan alokasi. Belanja Pemerintah yang
antara lain diejawentahkan melalui pembentukan help desk dan coaching clinic akuntansi.
optimal dapat menggerakkan perekonomian nasional. Pada fungsi pembinaan pengelolaan keuangan BLU, untuk meningkatkan kualitas pelayanan Satker Pada tahun 2010 telah dilaksanakan berbagai kebijakan sebagai kelanjutan dari pengembagan
Pemerintah kepada masyarakat dengan biaya yang terjangkau, maka pembinaan pengelolaan
organisasi (hukum dan kelembagaan) dan sumber daya manusia (perubahan mind set dan perilaku).
keuangan pada satker BLU terus dilaksanakan oleh Ditjen Perbendaharaan. Pada tahun 2010 telah
Kebijakan dimaksud antara lain adalah penerapan Layanan Unggulan bagi seluruh Kanwil Ditjen
dilakukan sosialisasi dan bimbingan teknis mengenai konsep BLU untuk mendorong Satker (rumah
Perbendaharaan di 30 provinsi dan penerapan secara penuh Standard Operating Procedures (SOP)
sakit, universitas, dan lain-lain) yang telah memenuhi syarat agar segera menerapkan status BLU.
KPPN Percontohan pada seluruh KPPN Non Percontohan. Dalam rangka meningkatkan integritas
Jumlah Satker yang telah menerapkan PK-BLU hingga akhir tahun 2010 sebanyak 104 Satker.
pegawai, pada tahun 2007 telah diterbitkan buku Kode Etik Pegawai Ditjen Perbendaharaan yang implementasi dan pengawasannya dilaksanakan secara berkesinambungan hingga saat ini.
170
Laporan Tahunan Kementerian Keuangan 2010
www.depkeu.go.id
171
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BAB I
Pendahuluan
Terkait dengan fungsi manajemen investasi, pada tahun 2010 telah diselesaikan piutang Pemerintah
Selanjutnya berdasarkan Surat Edaran Dirjen Perbendaharaan No. SE-31/PB/2009 tanggal 7
BAB II
Reformasi Birokrasi
BAB III
Kebijakan Pengelolaan Ekonomi Makro
kepada Badan Usaha Milik Negara/Perseroan Terbatas (BUMN/PT), Pemerintah Daerah (Pemda),
September 2009 tentang Penerapan Standard Operating Procedure KPPN Percontohan pada KPPN
serta Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) yang bersumber dari SLA, RDI, dan RPD. Penyelesaian
Non Percontohan, standar pelayanan dan operasional internal KPPN Non Percontohan telah mulai
BAB IV
Pengelolaan Pendapatan Negara
piutang sangat penting mengingat komposisi tunggakan rata-rata telah mencapai 25 persen dari
mengadopsi SOP KPPN Percontohan. Hingga akhir triwulan I tahun 2010, dari total 177 KPPN di
total piutang Pemerintah selama tahun 2007-2009. Upaya ini akan meringankan beban pembayaran
seluruh Indonesia, telah terbentuk 37 KPPN Percontohan dan seluruh KPPN yang belum menjadi
BAB V
Kebijakan Pengelolaan Penganggaran
kewajiban BUMN/PT, Permda, dan PDAM, serta meminimalkan berkurangnya penerimaan negara.
KPPN Percontohan telah menerapkan SOP KPPN Percontohan secara penuh.
BAB VI
Kebijakan Pengelolaan Transfer ke Daerah
Untuk merubah budaya organisasi ke arah peningkatan produktivitas kerja telah disusun budaya
8.2.1.2. Penerapan Konsep Kanwil Layanan Unggulan
organisasi baru sebagai implementasi fungsi transformasi perbendaharaan. Kegiatan penting lainnya
Penerapan Kanwil Layanan Unggulan dimulai pada triwulan I 2010 dengan soft launching pada
yang telah dilaksanakan pada tahun 2010 terkait dengan pelaksanaan program SPAN. Pembangunan
20 Kanwil, yaitu Kanwil Medan, Pekanbaru, Palembang, Bandar Lampung, Serang, Jakarta,
teknologi informasi SPAN telah berada pada tahap analisis (phase analysis) dan pada tahap ini
Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Banjarmasin, Samarinda, Denpasar, Mataram, Kupang,
dilaksanakan Conference Room Pilot (CRP). Study Visit telah dilakukan ke Pertamina untuk mendapatkan
Makassar, Palu, Kendari, Gorontalo, dan Manado. Soft launching dilakukan berdasarkan Surat Dirjen
pengalaman dari institusi yang telah mengembangkan sistem berbasis Enterprise Resource Planning, di
Perbendaharaan No. KEP-46/PB/2010 tentang Penetapan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal
samping SPAN Roadshow 2010 dan Video Conference antara Ditjen Perbendaharaan dengan The Federal
Perbendaharaan sebagai Pilot Project Implementasi Layanan Unggulan Kantor Wilyah Ditjen
Treasury of Russia (CMC–SPAN).
Perbendaharaan. Sepuluh Kanwil lainnya diimplementasikan pada akhir triwulan III 2010.
Permasalahan yang dihadapi oleh Ditjen Perbendaharaan dalam menjalankan tugas dan fungsinya
Grand launching Kanwil Layanan Unggulan dilaksanakan pada tanggal 6 Mei 2010 oleh Menteri
adalah:
Keuangan. Penyempurnaan layanan pada Kanwil menjadi Layanan Unggulan (Quick Win) meliputi:
(1) rentang kendali yang cukup panjang mengingat luasnya sebaran kantor vertikal yang berada di
(1) pembuatan SOP pada 4 SOP Layanan Unggulan dan percepatan dalam proses pelayanan yang
BAB VII
BAB VIII
BAB IX
BAB X
BAB XI
BAB XII
BAB XIII
Kebijakan Pengelolaan Pembiayaan Kebijakan Pengelolaan Perbendaharaan Negara Kebijakan Pengelolaan Kekayaan Negara, Piutang Negara, dan Lelang Kebijakan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan NonBank Pengawasan dan Pengendalian Internal Kebijakan Hubungan dan Kerjasama Internasional di Bidang Keuangan Kebijakan Hubungan Kelembagaan NegaraPemerintahan
BAB XIV Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Keuangan BAB XV
Pelaksanaan Tugas Kementerian Keuangan sebagai KementerianLembaga Penutup
hampir seluruh kabupaten di Indonesia; (2) adanya gap kompetensi SDM; (3) belum tersusunnya grand design/blueprint, roadmap, dan rencana srategis pengelolaan SDM; serta
meliputi SOP Pengesahan DIPA, SOP Pengesahan Revisi DIPA, SOP Dispensasi Pencairan Dana, serta SOP Rekonsiliasi Laporan SAI dan SAU; serta (2) penyediaan Service Centre sebagai pusat layanan kepada client untuk menunjang transparansi dalam pelayanan.
(4) awareness terhadap pengembangan SPAN yang belum merata. Dengan diprogramkannya Layanan Unggulan diharapkan seluruh Kanwil Ditjen Perbendaharaan mampu memberikan layanan publik yang sekurang-kurangnya memenuhi kaidah kepastian 8.2. Perkembangan Pengelolaan Perbendaharaan Negara
layanan, transparan, norma waktu yang jelas (cepat), akuntabel, dan tanpa biaya. Transformasi kelembagaan di tingkat Kanwil menjadi pekerjaan besar bagi Ditjen Perbendaharaan dalam
8.2.1. Organisasi dan SDM
melanjutkan Reformasi Birokrasi.
8.2.1.1. Penerapan KPPN Pecontohan pada Seluruh KPPN
8.2.1.3. Penerapan Balanced Scorecard
Dalam rangka mewujudkan good governance yang merupakan bagian dari Reformasi Birokrasi,
Penerapan manajemen kinerja berbasis Balanced Scorecard (BSC) telah dimulai dengan terbitnya
sejak tahun 2007 telah dibentuk KPPN Percontohan. Perbaikan yang dilaksanakan terdiri dari aspek
KMK No. 87/KMK.01/2009 tentang Pengelolaan Indikator Kinerja Utama di Lingkungan Departemen
SDM, tata laksana, dan dukungan teknologi informasi. Perekrutan SDM pada KPPN Percontohan
Keuangan. Ditjen Perbendaharaan menindaklanjutinya dengan menyusun Kepdirjen No. KEP-
dilakukan secara ketat dengan mempertimbangkan aspek penguasaan teknis pekerjaan (hard
202/PB/2009 tentang Pengelolaan Indikator Kinerja Utama di Lingkungan Direktorat Jenderal
competency) dan tes psikometrik (soft competency) untuk mengetahui integritas pegawai. Adapun
Perbendaharaan. Dalam perkembangannya, dasar hukum penerapan BSC disempurnakan melalui
percepatan pekerjaan dilakukan melalui penyederhanaan SOP yang didukung oleh aplikasi yang
KMK No. 12/KMK.01/2010 tentang Pengelolaan Kinerja di Lingkungan Kementerian Keuangan.
user friendly dan minimizing paper work.
Perubahan pada KMK ini berkaitan dengan penetapan batas waktu pelaporan atas proses pengelolaan kinerja berbasis BSC pada setiap Unit Eselon I, seperti tenggat waktu penyusunan IKU
Pada tahun 2007 telah dibentuk 18 KPPN Percontohan dan pada tahun 2008 sebanyak 14 KPPN
Depkeu-One dan penandatanganan kontrak kinerja dengan Menteri Keuangan hingga batas waktu
Percontohan. Pada tahun 2009 telah dioperasionalkan lagi 5 KPPN Percontohan berdasarkan
penyampaian realiasasi capaian IKU.
Keputusan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor KEP-02/PB/2009 tanggal 6 Januari 2009 tentang Penetapan Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Percontohan Tahap IV, yaitu KPPN Medan I, KPPN Bandung I, KPPN Semarang I, KPPN Surabaya I, dan KPPN Makassar I.
172
Laporan Tahunan Kementerian Keuangan 2010
www.depkeu.go.id
173
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BAB I
Pendahuluan
Menindaklanjuti KMK tersebut, Dirjen Perbendaharaan telah mengeluarkan Kepdirjen No. 70/
Kegiatan lainnya adalah asistensi profil risiko bagi 15 Kanwil Ditjen Perbendaharaan. Asistensi
BAB II
Reformasi Birokrasi
BAB III
Kebijakan Pengelolaan Ekonomi Makro
PB/2010 tentang Pengelolaan Kinerja di Lingkungan Direktorat Jenderal Perbendaharaan. Hal-hal
dimaksudkan agar penyusunan profil risiko dapat dilaksanakan secara benar, sehingga manajemen
yang diatur meliputi proses pengelolaan kinerja yang dimulai dari penyusunan Strategy Map dan
risiko dapat terlaksana secara efektif dan efisien.
BAB IV
Pengelolaan Pendapatan Negara
IKU, penyusunan dan penetapan target, penyampaian pada unit organisasi yang lebih tinggi, hingga penandatanganan kontrak kinerja. Kepdirjen juga mengatur tentang nomenklatur penanggung
8.2.1.4. Pelaksanaan Assessment Center Untuk meningkatkan transparansi dalam manajemen SDM, telah dilakukan beberapa terobosan
BAB V
Kebijakan Pengelolaan Penganggaran
jawab pengelolaan IKU dan struktur organisasinya.
BAB VI
Kebijakan Pengelolaan Transfer ke Daerah
Untuk mengefektifkan penerapan manajemen kinerja berbasis BSC, Ditjen Perbendaharaan
menerbitkan Standar Kompetensi Jabatan (SKJ) dan melaksanakan assessment dalam pengisian
menyelenggarakan sosialisasi, bimbingan teknis, dan asistensi pengelolaan IKU. Di samping
jabatan baru. Pimpinan Ditjen Perbendaharaan telah menjalankan kebijakan assessment sejak tahun
itu, digunakan pula website dan Majalah Treasury Indonesia untuk memasifkan konsep BSC dan
2007 yang ditujukan untuk menilai kompetensi perilaku individu dibandingkan dengan kriteria
implementasinya di lingkungan Ditjen Perbendaharaan. Hingga tahun 2010, Ditjen Perbendaharaan
yang dipersyaratkan bagi keberhasilan dalam penyelesaian pekerjaan. Assessment dilaksanakan
telah menyelesaikan Depkeu-One dan Depkeu Two di tingkat Kantor Pusat dan Kanwil serta Depkeu-
oleh konsultan selaku assessor.
BAB VII
BAB VIII
BAB IX
BAB X
BAB XI
BAB XII
BAB XIII
Kebijakan Pengelolaan Pembiayaan Kebijakan Pengelolaan Perbendaharaan Negara Kebijakan Pengelolaan Kekayaan Negara, Piutang Negara, dan Lelang Kebijakan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan NonBank Pengawasan dan Pengendalian Internal Kebijakan Hubungan dan Kerjasama Internasional di Bidang Keuangan Kebijakan Hubungan Kelembagaan NegaraPemerintahan
BAB XIV Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Keuangan BAB XV
Pelaksanaan Tugas Kementerian Keuangan sebagai KementerianLembaga
dalam proses promosi dan pengisian jabatan secara terbuka dan transparan, yaitu dengan
Three. IKU Depkeu-Three telah selesai dirumuskan dan segera dikontrakkinerjakan di lingkup Eselon III Kantor Pusat, Kanwil, maupun KPPN.
Assessment yang pertama kali diselenggarakan adalah untuk SDM yang mendukung Program KPPN Percontohan. Selanjutnya, assessment diterapkan pada pengangkatan jabatan struktural Eselon IV
Tabel 8.1. Jumlah IKU Direktorat Jenderal Perbendaharaan Tahun 2010 No.
Unit
Jumlah IKU Depkeu-Two
Jumlah Unit Eselon III
KPPN Percontohan, Eselon III, dan Eselon II. Melalui assessment diharapkan pengangkatan pejabat dapat dilakukan dengan tepat sesuai dengan kompetensi yang diperlukan.
Total IKU Depkeu-Three
Tabel 8.2. Jumlah Peserta Assessment Ditjen Perbendaharaan Tahun 2010
1.
Sekretariat Ditjen
27
5
40
2.
Direktorat PA
17
6
63
3.
Direktorat PKN
40
6
58
No.
4.
Direktorat SMI
24
6
33
1.
Calon Eselon III Tahap XXIII-XXVI
5.
Direktorat PPK-BLU
26
5
26
2.
KPPN Percontohan Tahap VIII
6.
Direktorat APK
33
6
49
7.
Direktorat SP
13
5
23
3.
Profilling Eselon IV Tahap I
8.
Direktorat TP
20
5
30
4.
KPPN Percontohan Tahap IX
9.
Kanwil
20
5
28
10.
KPPN
-
1
16
11.
KPPN Khusus Jakarta VI Total
-
1
19
220
51
385
Sumber: Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
Penutup
Dalam penerapan BSC hingga Depkeu-Five telah ditunjuk Direktorat Pelaksanaan Anggaran sebagai pilot project. Pada akhir tahun 2010 telah tersusun IKU Depkeu-Five dan telah melewati proses review di antara tim penerapan IKU Depkeu-Five Direktorat Pelaksanaan Anggaran dengan Pushaka selaku Strategic Management Officer. Hal ini dilakukan agar tercipta keterkaitan yang utuh di antara level IKU, sehingga sasaran strategis yang ingin dicapai sebagaimana tergambar dalam strategy map, dapat terdistribusi secara baik hingga ke tingkat pelaksana. Sebagai pelengkap BSC, telah diterapkan pula risk management. Beberapa kegiatan yang dilaksanakan pada tahun 2010 meluputi Training of Trainer (ToT) kepada pejabat di Kantor Pusat dan Kanwil yang menjadi Person in Charge (PIC) penerapan manajemen risiko di unit masing-masing.
Assessment
Jumlah
Pelaksana
Eselon IV
Eselon III
L
LB
TL
JML
L
LB
TL
JML
L
LB
TL
JML
-
-
-
-
15
17
104
136
-
-
-
-
13
8
8
29
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
333
-
-
-
-
121
103
162
386
-
-
-
-
-
-
-
-
134
111
170
415
15
17
104
469
0
0
0
0
Keterangan: L=Lulus, LB=Lulus Bersyarat, dan TL=Tidak Lulus. Sumber: Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
8.2.1.5. Penerapan Layanan KPPN Mobile Inovasi pelayanan kepada stakeholders dilakukan Ditjen Perbendaharaan melalui KPPN Mobile. KPPN Mobile adalah layanan bergerak yang merupakan perpanjangan tangan Front Office KPPN. Pada tanggal 3-6 Agustus 2010, KPPN Mobile yang berbentuk bus pelayanan berwarna biru khas Ditjen Perbendaharaan telah memberikan pelayanan kepada beberapa Satker Kementerian Perikanan dan Kelautan di Jakarta. Selanjutnya, pada tanggal 9-13 Agustus 2010, KPPN Mobile memberikan pelayanan di lapangan parkir Gedung C Inspektorat Jenderal Kementerian Pertanian di Jakarta. KPPN Mobile menyelenggarakan fungsi penerimaan Surat Perintah Membayar (SPM) beserta dokumen pendukung dan Arsip Data Komputer (ADK), pengujian SPM secara substantif dan formal, pemindaian SPM beserta dokumen pendukung, serta pelaksanaan rekonsiliasi laporan keuangan. Keberadaan KPPN Mobile sangat membantu Satker, karena perjalanan ke KPPN seringkali memakan waktu yang cukup lama.
174
Laporan Tahunan Kementerian Keuangan 2010
www.depkeu.go.id
175
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BAB I
Pendahuluan
Petugas KPPN Mobile terdiri dari 2 orang penerima SPM, 1 orang petugas rekonsiliasi, dan 1 orang
BAB II
Reformasi Birokrasi
BAB III
Kebijakan Pengelolaan Ekonomi Makro
pengemudi. KPPN Jakarta I telah ditunjuk sebagai KPPN induk dari KPPN Mobile selama uji coba
BAB IV
BAB V
BAB VI
Pengelolaan Pendapatan Negara Kebijakan Pengelolaan Penganggaran Kebijakan Pengelolaan Transfer ke Daerah
BAB VII
Kebijakan Pengelolaan Pembiayaan
BAB VIII
Kebijakan Pengelolaan Perbendaharaan Negara
BAB IX
BAB X
Kebijakan Pengelolaan Kekayaan Negara, Piutang Negara, dan Lelang Kebijakan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan NonBank
BAB XI
Pengawasan dan Pengendalian Internal
BAB XII
Kebijakan Hubungan dan Kerjasama Internasional di Bidang Keuangan
BAB XIII
Kebijakan Hubungan Kelembagaan NegaraPemerintahan
BAB XIV Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Keuangan BAB XV
Pelaksanaan Tugas Kementerian Keuangan sebagai KementerianLembaga Penutup
berlangsung. Adapun Satker yang dilayani merupakan Satker pada lingkup wilayah kerja KPPN Induk,
Gambar 8.1. Hasil Survei Kepuasan Layanan Tahun 2009 dan 2010 Kementerian Keuangan
yaitu KPPN Jakarta I. Secara keseluruhan, pada tahun 2010, KPPN Mobile telah diimplementasikan di
Setjen
Wilayah KPPN Jakarta I, Bogor, dan Denpasar.
76,23 73,91 0
68,76
DJPK
71
Bapepam-LK
8.2.1.6. Piala Citra Pelayanan Prima Untuk Kantor Pelayanan Publik Terbaik Ditjen Perbendaharaan yang diwakili oleh KPPN Gorontalo telah menerima Piala Citra Pelayanan
76,55 74,8
DJKN
80,97 88,85 88,57
Ditjen Perbendaharaan
Prima dari Presiden RI pada tanggal 15 Desember 2010 di Istana Wakil Presiden. Piala yang
DJA
diterima merupakan pengakuan terhadap keberhasilan Reformasi Birokrasi di lingkungan Ditjen
DJBC
pemberian penghargaan ini adalah pada kinerja para pegawai. Melalui penyerahan penghargaan
71,67 70,53 67,2
2009
83,04
67,36
DJP
Perbendaharaan. Piala diterima oleh Kepala KPPN Gorontalo Prestasi. Porsi penilaian terbesar dalam diharapkan jajaran Ditjen Perbendaharaan termotivasi untuk memberikan pelayanan yang terbaik
80
67,53
72,66
2010
Sumber: Laporan Survei Opini Stakeholders Kementerian Keuangan.
bagi masyarakat. Pemilihan instansi penerima penghargaan dilakukan secara transparan dan obyektif oleh tim yang terdiri dari unsur Pemerintah, LSM, akademisi, dan media massa. 8.2.2. Implementasi Fungsi Perbendaharaan 8.2.1.7. Peringkat Tertinggi Dalam Penilaian Inisiatif Anti Korupsi Tahun 2010 Sebuah penghargaan tertinggi atas komitmen seluruh pegawai Ditjen Perbendaharaan dalam
8.2.2.1. Pelaksanaan Anggaran
melawan korupsi dan gratifikasi diberikan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dalam acara Diseminasi Penilaian Inisiatif Anti Korupsi (PIAK) yang diselenggarakan di Gedung KPK Jakarta, pada
a. Monitoring dan Evaluasi
tanggal 29 November 2010, KPK mengumumkan Ditjen Perbendaharaan sebagai K/L yang memiliki
Ditjen Perbendaharaan selaku kuasa Bendahara Umum Negara (BUN) bertugas mendorong
inisiatif tertinggi dalam mencegah terjadinya tindak korupsi.
percepatan realisasi penyerapan anggaran untuk mewujudkan sasaran program dan kegiatan yang menjadi tanggung jawab K/L. Rendahnya penyerapan anggaran mengindikasikan adanya
PIAK merupakan alat ukur untuk menilai kemajuan suatu instansi publik dalam mengembangkan
permasalahan dari sisi teknis dan regulasi. Kondisi ini memerlukan monitoring dan evaluasi atas
upaya pemberantasan korupsi. Ditjen Perbendaharaan meraih nilai PIAK tertinggi, yakni 8,89, dengan
penyerapan anggaran, sehingga dapat diketahui permasalahan yang dihadapi dan sekaligus
skala 1 hingga 10. Nilai tertinggi diperoleh Ditjen Perbendaharaan dari aspek inovasi, karena dianggap
memberikan rekomendasi untuk mengatasi setiap hambatan.
telah menyentuh aspek yang strategis dan menggunakan bantuan teknologi. Secara keseluruhan,
Tujuan kegiatan monitoring dan evaluasi adalah:
KPK mengakui bahwa Kementerian Keuangan sebagai instansi yang telah melakukan Reformasi
(1) mengetahui tingkat penyerapan anggaran K/L pada tahun berjalan dan membandingkan
Birokrasi mampu menunjukkan upaya untuk mencegah terjadinya tindak pidana korupsi di unit-unit utamanya. Hasil ini merupakan kerja keras dari seluruh jajaran dalam menerjemahkan keinginan seluruh elemen organisasi dalam mencegah dan melawan tindak pidana korupsi.
dengan periode yang sama pada tahun-tahun sebelumnya; (2) mengetahui keterkaitan permasalahan dengan rendahnya penyerapan anggaran yang disajikan dalam bentuk data sebagai bahan evaluasi; serta (3) mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya penyerapan anggaran.
8.2.1.8. Indeks Kepuasan Stakeholders Tertinggi Keberhasilan Ditjen Perbendaharaan dalam menjalankan Reformasi Birokrasi, khususnya dalam
Untuk mengetahui secara langsung permasalahan dalam pelaksanaan di lapangan dan faktor-
meningkatkan kualitas pelayanan publik, telah pula mendapat apresiasi dari masyarakat luas. Suatu
faktor yang mempengaruhi rendahnya penyerapan, dilakukan pengumpulan data melalui
survei yang dilakukan oleh Institut Pertanian Bogor (IPB) menempatkan Ditjen Perbendaharaan
penyebaran kuisioner kepada Satker. Penyampaian kuisioner beserta petunjuk pengisian dan batas
sebagai Unit Eselon I dengan tingkat kepuasan pelanggan tertinggi dengan nilai 88,85 (skala 1-100)
waktu penyelesaian pengisian kuisioner dilakukan oleh Kanwil Ditjen Perbendaharaan untuk Satker
pada tahun 2009 dan 88,57 pada tahun 2010.
yang pembayarannya dilakukan di KPPN Provinsi. Untuk Satker yang pembayarannya dilakukan di luar KPPN Provinsi, penyampaian kuisioner dilakukan oleh KPPN setempat sesuai dengan data Satker yang disampaikan oleh Kanwil Ditjen Perbendaharaan. Pada tahun 2010 telah dilaksanakan monitoring dan evaluasi pelaksanaan anggaran di Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten, dengan 940 Satker sebagai responden.
176
Laporan Tahunan Kementerian Keuangan 2010
www.depkeu.go.id
177
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BAB I
Pendahuluan
BAB II
Reformasi Birokrasi
BAB III
Kebijakan Pengelolaan Ekonomi Makro
BAB IV
Kebijakan Pengelolaan Penganggaran
BAB VI
Kebijakan Pengelolaan Transfer ke Daerah
BAB VII
Kebijakan Pengelolaan Pembiayaan
BAB VIII
Kebijakan Pengelolaan Perbendaharaan Negara
BAB X
Kebijakan Pengelolaan Kekayaan Negara, Piutang Negara, dan Lelang Kebijakan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan NonBank
BAB XI
Pengawasan dan Pengendalian Internal
BAB XII
Kebijakan Hubungan dan Kerjasama Internasional di Bidang Keuangan
BAB XIII
Kebijakan Hubungan Kelembagaan NegaraPemerintahan
BAB XIV Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Keuangan BAB XV
No.
Pengelolaan Pendapatan Negara
BAB V
BAB IX
Tabel 8.3. Satker Yang Mengalami Permasalahan Dalam Penyerapan DIPA Tahun Anggaran 2010
Pelaksanaan Tugas Kementerian Keuangan sebagai KementerianLembaga Penutup
Uraian Kategori Permasalahan
Jumlah Satker
1.
DIPA dan POK
815
2.
Peraturan, Petunjuk Pelaksanaan, dan Panitia Pengadaan
736
3.
Pelaksanaan Kegiatan
702
4.
Persiapan Pelaksanaan Kegiatan
582
5.
Bencana Alam dan Masalah sosial
84
Sumber: Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
8.2.2.2. Manajemen Kas a. Perencanaan Kas Perencanaan kas bertujuan untuk memastikan ketersediaan dan kecukupan kas Pemerintah untuk membiayai kewajiban negara dalam pelaksanaan APBN. Landasan hukum perencanaan kas adalah PMK No. 192/ PMK.05/2009 tentang Perencanaan Kas dan Peraturan Dirjen Perbendaharaan No. PER-03/PB/2010 tentang Perkiraan Penarikan Dana Harian Satker dan Perkiraan Pencairan Dana Harian Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara. Setiap Satker diwajibkan menyusun dan menyampaikan rencana penarikan dan penyetoran dana yang berbasis pada Petunjuk Operasional Kegiatan (POK) dengan menggunakan Aplikasi Forecasting
b. Penyerahan DIPA Tahun Anggaran 2011 Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah menyerahkan DIPA Tahun Anggaran 2011 secara simbolis kepada para Menteri, Pimpinan Lembaga, dan Gubernur se-Indonesia pada tanggal 28 Desember 2010 di Istana Negara, Jakarta. Waktu penyerahan DIPA Tahun Anggaran 2011 lebih awal, di mana pada tahun-tahun sebelumnya dilaksanakan pada hari pertama di awal tahun anggaran. Melalui penyerahan DIPA lebih awal diharapkan K/L dapat memulai proses pelelangan sebagai bagian dari proses pengadaan barang dan jasa pada akhir tahun anggaran 2010, sehingga pada awal tahun anggaran 2011 segera dapat diadakan perikatan kontrak dengan pemenang lelang. Penyerahan DIPA lebih dini bertujuan agar rencana kegiatan K/L dapat dilaksanakan lebih awal dan penyerapan anggaran menjadi lebih proporsional di sepanjang tahun anggaran, sehingga target pembangunan
Satker (AFS) dan Aplikasi Forecasting KPPN (AFK). Selain itu, dalam perencanaan kas juga digunakan metode statistik/ekonometrika berdasarkan data historis. Ditjen Perbendaharaan bersama-sama Unit Eselon I Kementerian Keuangan sedang memformulasikan model statistik/ekonometrika yang paling tepat untuk menyusun perencanaan kas. Sejak awal hingga akhir tahun 2010 (November 2010), perencanaan kas telah memiliki akurasi rata-rata 87,48 persen untuk cash inflows dan 88,03 persen untuk cash outflows. b. Penerapan Secara Penuh TSA Penerimaan TSA adalah pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran negara melalui satu rekening. Semua uang negara tersimpan dalam rekening tersebut dan semua pengeluaran negara dilaksanakan melalui
dapat tercapai sesuai dengan perencanaan.
rekening yang sama. TSA diimplementasikan melalui konsolidasi seluruh rekening Pemerintah
c. Pendaerahan DIPA Tahun Anggaran 2011
Pemerintah yang berada di luar Bank Indonesia. Dengan TSA, Pemerintah dapat mengendalikan
Pendaerahan DIPA diwujudkan melalui penyusunan dan pengesahan DIPA yang selama ini dilaksanakan oleh Kantor Pusat Ditjen Perbendaharaan c.q. Direktorat Pelaksanaan Anggaran menjadi penyusunan dan pengesahan oleh Kanwil Ditjen Perbendaharaan. Pendaerahan sesungguhnya telah dilaksanakan pada DIPA Tahun Anggaran 2010, namun hanya bagi Satker Kementerian Pekerjaan Umum. Pendaerahan DIPA TA 2011 telah dilaksanakan untuk seluruh Satker K/L yang mencakup DIPA Dekonsentrasi, Tugas Pembantuan (TP), dan Urusan Bersama (UB). Tujuan Pendaerahan DIPA adalah: (1) menyederhanakan proses penyelesaian DIPA TP, UB, Satker Kantor Pusat di luar DKI Jakarta, dan Satker Pusat yang berada di daerah; (2) meningkatkan peran serta Satker K/L dan Kanwil Ditjen Perbendaharaan dalam percepatan proses penyusunan dan pengesahan DIPA; serta (3) memperbaiki formulasi kebijakan untuk menunjang penyerapan anggaran. Fungsi administratif Direktorat Pelaksanaan Anggaran telah banyak berkurang dengan pendaerahan DIPA, sehingga direktorat ini dapat lebih fokus pada pelaksanaan monitoring dan evaluasi, penyusunan kebijakan, serta sosoialisasi terkait dengan pelaksanaan penyerapan anggaran Satker K/L.
di Rekening Kas Umum Negara di Bank Indonesia dan penerapan zero balance atas rekening saldo dan aliran kas yang dimiliki, meminimalisasi uang yang menganggur, dan terjadi transparansi pengelolaan penerimaan dan pengeluaran. TSA Pengeluaran telah dilaksanakan secara penuh di seluruh KPPN pada pertengahan tahun 2007 berdasarkan Peraturan Dirjen Perbendaharaan No. PER-59/PB/2007 tentang Petunjuk Pelaksanaan Rekening Pengeluaran KPPN Bersaldo Nihil dalam Rangka Penerapan TSA. Peraturan tersebut diperkuat dengan SE Dirjen Perbendaharaan No. SE-12/PB/2009 tentang Pengiriman Permintaan Kebutuhan Dana KPPN Dalam Rangka Pelaksanaan TSA Pengeluaran yang disertai dengan aplikasi IT e-Kirana. Penerapan TSA Pengeluaran pada tahun 2010 telah menghasilkan remunerasi sebesar Rp65.329.743.098. Sementara itu, TSA Penerimaan dilakukan secara bertahap sejak tanggal 1 November 2008 dan telah diimplementasikan secara penuh pada bulan Januari 2010. c. Penerapan Treasury Notional Pooling Dalam melaksanakan TSA, dana pada bendahara pengeluaran seyogyanya di-sweep ke Bank Indonesia. Namun, hal tersebut belum dapat dilaksanakan, karena kendala teknis perbankan. Untuk menjembataninya, dilaksanakan Treasury Notional Pooling (TNP), yaitu fasilitas yang disediakan oleh bank umum untuk memonitor dan menghitung total saldo seluruh rekening bendaharawan pengeluaran tanpa harus melakukan pemindahbukuan. Dengan TNP, Pemerintah dapat memonitor seluruh rekening bendahara pengeluaran, memantau jumlah uang secara aktual, dan memperoleh bunga.
178
Laporan Tahunan Kementerian Keuangan 2010
www.depkeu.go.id
179
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BAB I
Pendahuluan
Pada saat ini, TNP telah dijalankan oleh 29 bank/pos di seluruh Indonesia. Dengan adanya PMK
Jumlah K/L yang mendapat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP/unqualified opinion) meningkat
BAB II
Reformasi Birokrasi
BAB III
Kebijakan Pengelolaan Ekonomi Makro
No. 126/PMK.05/2009 tentang Penerapan TNP pada Rekening Bendahara Penerimaan, maka pada
dari 7 K/L pada tahun 2006 menjadi 16 K/L pada tahun 2007, kemudian menjadi 35 K/L pada
Desember 2009 telah diterapkan TNP Rekening Bendahara Penerimaan di seluruh bank. Pelaksanaan
tahun 2008, dan pada 2009 menjadi 45 K/L. Sebaliknya, jumlah K/L yang mendapat opini Tidak
BAB IV
Pengelolaan Pendapatan Negara
TNP sampai dengan akhir tahun 2010 menghasilkan PNBP sebesar Rp118,38 miliar.
Memberikan Pendapat (TMP/Disclaimer) menurun dari 36 K/L pada tahun 2006 menjadi 33 K/L pada
BAB V
Kebijakan Pengelolaan Penganggaran
BAB VI
Kebijakan Pengelolaan Transfer ke Daerah
BAB VII
BAB VIII
BAB IX
BAB X
Kebijakan Pengelolaan Pembiayaan Kebijakan Pengelolaan Perbendaharaan Negara Kebijakan Pengelolaan Kekayaan Negara, Piutang Negara, dan Lelang Kebijakan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan NonBank
BAB XI
Pengawasan dan Pengendalian Internal
BAB XII
Kebijakan Hubungan dan Kerjasama Internasional di Bidang Keuangan
BAB XIII
Kebijakan Hubungan Kelembagaan NegaraPemerintahan
2007, kemudian menjadi 18 K/L pada 2008 dan pada 2009 menjadi 8 K/L. d. Pengelolaan Kelebihan Kas di Bank Indonesia dan Bank Umum Dalam hal pengelolaan kelebihan kas negara di Bank Indonesia, telah ditandatangani Keputusan
Pada tahun 2010, kebijakan penanganan khusus ICU (Intensive Care Unit) disediakan untuk
Bersama Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia No. 17/KMK.05/2009 dan No. 11/3/KEP.
menfasilitasi K/L yang membutuhkan dukungan khusus untuk keluar dari opini disclaimer.
GBI/2009 tentang Koordinasi Pengelolaan Uang Negara di Bank Indonesia. Di samping itu, telah
Bentuk penanganan ICU berupa pemberian pelatihan khusus pada staf pengelola keuangan dan
diterbitkan pula PMK No. 90/PMK.05/2009 tanggal 8 Mei 2009 tentang Pengelolaan Uang Negara di
pendampingan intensif selama proses penyusunan laporan keuangan. Terdapat 3 entitas yang
Bank Indonesia. Dalam keputusan bersama antara lain disebutkan bahwa terhitung sejak tanggal
mendapat penanganan khusus ICU pada tahun 2010, yaitu Kementerian Luar Negeri, Kementerian
1 Januari 2009, Pemerintah mendapatkan remunerasi atas saldo pada Rekening Kas Umum Negara
Kesehatan, dan Penerusan Pinjaman.
dan Rekening Penempatan. b. Peningkatan Kemampuan SDM Menteri Keuangan juga telah menerbitkan PMK No. 03/PMK.05/2010 tentang Pengelolaan
Rendahnya kemampuan SDM di bidang akuntansi dan pelaporan keuangan menjadi kendala dalam
Kelebihan/Kekurangan Kas Pemerintah yang mengatur jenis-jenis portofolio optimalisasi kas
peningkatan kualitas laporan keuangan Pemerintah. Peningkatan kemampuan SDM dilakukan
seperti Penempatan di Bank Indonesia dan Bank Umum, Transaksi SBN di pasar sekunder, serta
melalui sosialisasi SAP pada 12 Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Pemda, ToT SAP, Workshop
Repo/Reverse Repo. Instrumen yang telah dijalankan adalah penempatan uang di Bank Indonesia
Penyusunan Laporan Keuangan yang Sesuai dengan SAP, dan Program Percepatan Akuntabilitas
dan Bank Umum. Pada tahun 2011 diharapkan dapat dilaksanakan transaksi SBN di pasar sekunder
Keuangan Pemerintah (PPAKP).
dan Repo/Reverse Repo pada tahun 2012. c. Pengembangan Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Total remunerasi yang diterima oleh Pemerintah atas pendapatan dari penempatan uang negara
Dalam rangka pengembangan sistem akuntansi dan pelaporan keuangan Pemerintah pusat, telah
di Bank Indonesia dan di bank umum sejak awal hingga akhir tahun anggaran 2010 (20 Desember
disusun beberapa peraturan yang terkait.
2010) adalah Rp2.362,54 miliar (Bank Indonesia) dan Rp 858,95 miliar (bank umum). d. Pembuatan Helpdesk Akuntansi dan Pelaporan Keuangan e. Bank Indonesia Government Electronic Banking (BIG-eB)
Para pengguna laporan keuangan, khususnya instansi Pemerintah, sering menghadapi kesulitan
BAB XIV Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Keuangan
Dalam rangka monitoring dan transaksi atas dana Pemerintah yang berada di Bank Indonesia,
dalam menginterpretasikan dan menerapkan SAP. Untuk mengatasi permasalahan tersebut,
Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia telah menyepakati pengembangan BIG-eB. BIG-eB
Helpdesk Akuntansi dan Pelaporan Keuangan dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada
merupakan sistem layanan sebagai media pendukung pelaksanaan TSA untuk mendapatkan
entitas akuntansi dan pelaporan yang berkepentingan dengan Laporan Keuangan. Helpdesk
BAB XV
informasi dan melakukan transaksi secara elektronik dan online atas rekening Pemerintah yang
Akuntansi dan Pelaporan Keuangan melayani konsultasi melalui sarana internet yang tersedia pada
berada di Bank Indonesia. BIG-eB berbasis teknologi sebagai perubahan atas metode transaksi
website Ditjen Perbendaharaan (www.perbendaharaan.go.id).
Pelaksanaan Tugas Kementerian Keuangan sebagai KementerianLembaga Penutup
yang sebelumnya melalui Biro Gilyet/Check dan perolehan informasi melalui rekening koran. Penggunaan BIG-eB saat ini telah bersifat informational dan transactional.
Menu helpdesk dapat diakses melalui menu dropdown pada tab Pusat Bantuan dengan nama “Ruang Konsultasi LKPP”. Ruang Konsultasi LKPP juga dapat diakses secara langsung melalui:
8.2.2.3. Akuntansi dan Pelaporan Keuangan
http://www.perbendaharaan.go.id/new/?pilih=helpdesk&aksi=tanya.
a. Peningkatan Kualitas Laporan Keuangan
e. Soft Launching Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010
Pemerintah berhasil mendapatkan Opini Audit Wajar Dengan Pengecualian (WDP/qualified opinion)
Pada tanggal 14 Desember 2010, Komite Standar Akuntansi Pemerintahan telah melaksanakan
untuk Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun 2009. Opini tersebut merupakan prestasi
sosialisasi PP No. 71 Tahun 2010 tentang SAP yang merupakan pengganti dari PP No. 24 Tahun 2005.
yang membanggakan, karena sejak LKPP pertama kali disusun, yaitu LKPP tahun 2004, opini audit
Peserta sosialisasi terdiri dari pejabat dan staf biro keuangan dan perencanaan K/L, BPK, akademisi,
yang diterima selalu Tidak Memberikan Pendapat (TMP/Disclaimer). Sementara itu, opini audit
dan LSM.
atas Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga (LKKL) juga menunjukkan kemajuan yang signifikan.
180
Laporan Tahunan Kementerian Keuangan 2010
www.depkeu.go.id
181
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BAB I
Pendahuluan
Dengan ditetapkannya PP No. 71 Tahun 2010, maka PP No. 24 Tahun 2005 dinyatakan tidak berlaku
b. Pembinaan Satker BLU
BAB II
Reformasi Birokrasi
BAB III
Kebijakan Pengelolaan Ekonomi Makro
lagi. Namun, substansi PP No. 24 Tahun 2005 masih dilaksanakan dalam transisi penyusunan laporan
Selain menetapkan Satker BLU, Ditjen Perbendaharaan juga melaksanakan pembinaan, terhadap
keuangan berbasis kas menuju akrual kepada penyusunan laporan keuangan berbasis akrual.
Satker BLU agar senantiasa melaksanakan good corporate governance dalam memberikan pelayanan
BAB IV
Pengelolaan Pendapatan Negara
Penerapan SAP Berbasis Akrual dapat dilaksanakan secara bertahap, di mana Pemerintah dapat
terhadap masyarakat. Pembinaan yang telah dilaksanakan selama tahun 2010 antara lain:
menerapkan SAP Berbasis Kas Menuju Akrual paling lama 4 tahun setelah tahun anggaran 2010.
(1) sosialisasi pengelolaan keuangan BLU pada Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan KPPN Mitra Kerja
Kebijakan Pengelolaan Penganggaran
Dengan diberlakukannya SAP Berbasis Akrual, maka terjadi perubahan peraturan pelaksanaan dan sistem akuntansi. Perubahan ini menuntut peningkatan kapasitas SDM, karena SAP Berbasis Akrual
(2) bimbingan teknis penyusunan rencana bisnis dan anggaran; serta
BAB VI
Kebijakan Pengelolaan Transfer ke Daerah
memberikan informasi keuangan yang lebih baik, tetapi implementasinya lebih rumit.
(3) sosialisasi Peraturan Dirjen Perbendaharaan No. PER-43/PB/2010 tentang Tata cara Revisi RBA
BAB VII
Kebijakan Pengelolaan Pembiayaan
f. Rapat Kerja Nasional Akuntansi dan Pelaporan Keuangan
BAB VIII
Kebijakan Pengelolaan Perbendaharaan Negara
melakusanakan pengelolaan keuangan dengan baik sesuai aturan yang berlaku dan best practices.
BAB V
BAB IX
BAB X
BAB XI
BAB XII
BAB XIII
Kebijakan Pengelolaan Kekayaan Negara, Piutang Negara, dan Lelang Kebijakan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan NonBank Pengawasan dan Pengendalian Internal Kebijakan Hubungan dan Kerjasama Internasional di Bidang Keuangan Kebijakan Hubungan Kelembagaan NegaraPemerintahan
Satker PK BLU;
dan DIPA BLU. Opini WTP oleh BPK terhadap LKPP merupakan salah satu indikator bahwa Pemerintah telah 8.2.2.5. Sistem Perbendaharaan
Salah satu kegiatan yang dilakukan adalah Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Tahun 2010 pada tanggal 27-28 Juli 2010 bertempat di Hotel Borobudur Jakarta. Rakernas
a. Peningkatan Kapabilitas Pegawai
dibuka oleh Wakil Presiden RI dan ditutup oleh Dirjen Perbendaharaan mewakili Menteri Keuangan.
Untuk meningkatkan kapabilitas pegawai KPPN terhadap aplikasi yang digunakan, maka pada awal
Jumlah peserta yang menghadiri Rakernas tercatat sebanyak 679 orang.
tahun anggaran 2010 diselenggarakan Bimbingan Teknis/Sosialisasi Aplikasi KPPN 2010. Kegiatan ini bertujuan untuk mensosialisasikan sistem aplikasi KPPN 2010 kepada 178 supervisor KPPN
Pada Rakernas diberikan penghargaan kepada 45 K/L dan 13 Pemda yang mencapai opini audit baik
dan 30 staf Sub Bagian Dukungan Teknis Kanwil Perbendaharaan seluruh Indonesia. Materi yang
(WTP). Rakernas telah menghasilkan kesepakatan bersama di antara K/L, Kementerian Keuangan,
disampaikan meliputi Aplikasi SPM, Barcode, SP2D, serta Bendum dan Vera yang disampaikan oleh
dan Pemda untuk meningkatkan kualitas laporan keuangan dalam mendukung pencapaian target
Tim Aplikasi dari Subdit Pengembangan Aplikasi DSP. Selain itu, disampaikan pula peraturan yang
opini audit WTP terhadap Laporan Keuangan Pemerintah dan pemanfaatan informasi laporan
terkait dengan perubahan aplikasi oleh penyaji dari Subdit PPP DSP.
keuangan untuk mendukung pengelolaan keuangan negara. b. Peran Serta Dalam ITB Fair 8.2.2.4. Pembinaan Pengelolaan Keuangan BLU
Ditjen Perbendaharaan mewakili Kementerian Keuangan mengisi salah satu booth pada ITB Fair yang diselenggarakan pada tanggal 8-9 November 2010 di ITB Bandung. Dalam even tersebut, Ditjen
a. Penetapan Satker BLU
Perbendaharaan menampilkan Business Intellegence, yaitu sistem penerimaan dan pengelolaan
BAB XIV Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Keuangan
Penetapan Satker Pemerintah yang menerapkan pola pengelolaan keuangan BLU terus dilaksanakan
data serta informasi realisasi penerimaan dan pengeluaran negara dengan menggunakan teknologi
oleh Ditjen Perbendaharaan. Penetapan diberikan pada Satker yang layak untuk menerapkannya,
informasi. Peran serta Ditjen Perbendaharaan bertujuan untuk memberikan informasi kepada
karena telah memenuhi berbagai persyaratan. Sampai dengan 31 Desember 2010, jumlah Satker
masyarakat luas mengenai pengelolaan keuangan negara yang dilakukan oleh Kementerian
BAB XV
yang telah menerapkan pola pengelolaan keuangan BLU adalah 104 Satker.
Keuangan. Dalam booth Kementerian Keuangan ditampilkan beberapa LCD yang menampilkan
Pelaksanaan Tugas Kementerian Keuangan sebagai KementerianLembaga
data penerimaan dan pengeluaran keuangan negara. Di samping itu, terdapat pegawai yang selalu
Gambar 8.2. Jumlah Satker BLU Per 31 Desember 2010
Penutup
siap sedia menjawab berbagai pertanyaan dari pengunjung. 8.2.2.6. Transformasi Perbendaharaan
22 BLU (21%) 33 BLU (32%) 10 BLU (10%)
20 BLU (19%)
berikut:
BLU Pendidikan Depag
a. Penyusunan Budaya Organisasi Ditjen Perbendaharaan;
BLU Pendidikan Lainnya BLU Non Rumah Sakit & Pendidikan
13 BLU (13%)
Jumlah: 104 Satker BLU Sumber: Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
Dalam rangka melakukan transformasi perbendaharaan, telah ditempuh sejumlah upaya sebagai
BLU Pendidikan Depdiknas
BLU Pendidikan Depkes
6 BLU (6%)
BLU Rumah Sakit
Budaya organisasi memberikan manfaat bagi efektivitas organisasi. Ditjen Perbendaharaan sebagai sebuah organisasi dengan sistem birokrasi yang besar mengupayakan terbentuknya budaya organisasi yang solid. Maknanya adalah tercipta satu kesatuan pandangan yang menciptakan keseragaman bertindak dalam menyelesaikan suatu pekerjaan, serta menjadi landasan bagi organisasi untuk berdiri kuat dan melangkah maju secara mantap.
182
Laporan Tahunan Kementerian Keuangan 2010
www.depkeu.go.id
183
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BAB I
Pendahuluan
BAB II
Reformasi Birokrasi
BAB III
Kebijakan Pengelolaan Ekonomi Makro
BAB IV
Pengelolaan Pendapatan Negara
BAB V
Kebijakan Pengelolaan Transfer ke Daerah
BAB VII
Kebijakan Pengelolaan Pembiayaan
BAB VIII
Kebijakan Pengelolaan Perbendaharaan Negara
BAB X
BAB XI
BAB XII
BAB XIII
Kebijakan Pengelolaan Kekayaan Negara, Piutang Negara, dan Lelang Kebijakan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan NonBank Pengawasan dan Pengendalian Internal Kebijakan Hubungan dan Kerjasama Internasional di Bidang Keuangan Kebijakan Hubungan Kelembagaan NegaraPemerintahan
BAB XIV Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Keuangan BAB XV
Pelaksanaan Tugas Kementerian Keuangan sebagai KementerianLembaga Penutup
Proses ini diharapkan mampu menjembatani transfer knowledge antara kedua belah pihak dan mempererat hubungan kerjasama dengan negara sahabat. Ditjen Perbendaharaan melaksanakan langkah strategis ini melalui kesepakatan dengan Rusia dalam
INOVATIF
kerjasama teknis pengembangan treasury berdasarkan pada Memorandum Of Undertanding antara Ditjen Perbendaharaan dan Federal Treasury Kementerian Keuangan Rusia pada bulan September 2008.
Kebijakan Pengelolaan Penganggaran
BAB VI
BAB IX
Gambar 8.3. Budaya Organisasi Ditjen Perbendaharaan
DISIPLIN
PELAYANAN PRIMA Shared value MAMPU & TERPERCAYA
Kerjasama yang telah dilakukan antara Ditjen Perbendaharaan dengan Federal Treasury Kementerian Keuangan Rusia berjalan dengan baik. Kerjasama yang pernah dilakukan adalah comparative study antara sistem perbendaharaan Republik Indonesia dan Rusia, serta study visit berkaitan dengan
PROFESIONAL
AKUNTABEL
pengembangan treasury dari delegasi Indonesia ke Rusia dan sebaliknya. Kerjasama ini dianggap penting dan menguntungkan kedua belah pihak. f. Pembangunan Data Center dan Disaster Recovery Center SPAN
Untuk mewujudkan budaya organisasi telah digagas penyusunan rumusan strategi implementasi perubahan budaya organisasi yang menunjang produktivitas kerja. Dilakukan survei kuantitatif dan kualitatif mengenai budaya organisasi yang diinginkan oleh stakeholders. Selain itu, telah dilaksanakan pula pemetaan budaya kerja Model Quinn, perubahan orientasi budaya, serta penentuan aspek signifikan dan krusial. Budaya organisasi Ditjen Perbendaharaan yang baru adalah profesional, disiplin, inovatif, serta pelayanan prima dan akuntabel (PRODIPA). Langkah selanjutnya adalah internalisasi budaya organisasi kepada seluruh lapisan organisasi dan penuangan dalam peraturan formal. b. SPAN Progress Report, Launching Brand Image (Logo), Perkenalan Media Komunikasi
Saat ini sedang berlangsung pembangunan Data Center SPAN di Pusintek Setjen Kementerian Keuangan dan Data Recovery Center di Gedung Keuangan Negara (GKN) Surabaya yang mencakup pembangunan fisik ruangan dan penyediaan infrastruktur TI (server, peralatan komunikasi data, AC, genset, dan pengamannya). Infrastruktur ini dibutuhkan untuk menyimpan data dan sistem serta backup-nya untuk keperluan implementasi SPAN. Kegiatan ini dilaksanakan guna mengantisipasi terjadinya force majeure, seperti bencana alam atau sebab lain yang dapat mengancam ketersediaan data. Saat ini pembangunan Data Recovery Center dan Data Center masih dalam tahap cabling (pembuatan WAN) serta aplikasi, pembangunan Data Recovery Center dan Data Center dijadwalkan berlangsung hingga bulan Maret 2011.
berupa SPAN Website dan SPAN Newsletter; c. Study Visit ke Pertamina; d. SPAN Roadshow 2010; Pembangunan dan implementasi SPAN melibatkan banyak pihak baik di lingkungan Kementerian Keuangan maupun pihak eksternal, seperti K/L, pihak perbankan, dan lain-lain. Mengingat luasnya cakupan SPAN dan banyaknya pihak-pihak yang terlibat, dibutuhkan kesepahaman dan dukungan yang kuat dari seluruh stakeholders. Ditjen Perbendaharaan, sebagai salah satu pihak yang mempunyai andil dalam pembangunan SPAN memiliki banyak kantor vertikal yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Untuk menciptakan kesepahaman dalam pembangunan dan implementasi SPAN, maka diperlukan sosialisasi mengenai perkembangan SPAN. Dengan sosialisasi diharapkan kantor vertikal Ditjen Perbendaharaan akan memperoleh informasi mengenai SPAN, baik perubahan pada proses bisnis maupun Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK), serta mengelola dampak perubahan terhadap SDM serta e. Video Conference antara Ditjen Perbendaharaan dengan The Federal Treasury of Russia (CMC – SPAN). Reformasi keuangan negara khususnya dalam bidang perbendaharaan negara terus dilakukan sesuai amanah dari Undang-Undang Keuangan Negara dan Perbendaharaan Negara. Salah satu langkah strategis untuk mempercepat proses transformasi dalam berbagai kebijakan terutama bidang perbendaharaan maka diperlukan rangkaian kajian mendalam, diantaranya dengan melakukan riset perbandingan sistem perbendaharaan dengan negara lain.
8.3. Transparansi dan Akuntabilitas Keuangan Negara 8.3.1. Gambaran Umum Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Reformasi manajemen keuangan Pemerintah yang ditandai dengan lahirnya paket undang-undang keuangan negara adalah salah satu upaya yang dilakukan oleh Pemerintah untuk menjawab tuntutan publik atas perwujudan good governance dalam penyelenggaraan Pemerintahan. Tiga prinsip utama yang mendasari penerapan good governance yang berlaku secara universal adalah partisipasi, transparansi, dan akuntabilitas. Transparansi dan akuntabilitas publik dibangun berdasarkan 5 komponen, yaitu sistem perencanaan strategik, sistem pengukuran kinerja, sistem pelaporan keuangan, saluran akuntabilitas publik, dan auditing sektor publik. Salah satu wujud dari penerapan transparansi dan akuntabilitas adalah melalui penyusunan laporan keuangan Pemerintahan yang relevan dan andal berdasarkan SAP dan sistem akuntansi yang menyediakan prosedur pemrosesan transaksi sampai menjadi laporan keuangan. Pemerintah telah menerbitkan SAP yang ditetapkan melalui PP No. 71 Tahun 2010 sebagai pengganti PP No. 24 Tahun 2005. PP tersebut telah mengakomodasikan perubahan yang signifikan dalam akuntansi Pemerintahan di Indonesia, yaitu penerapan akuntansi berbasis akrual. Penerapan SAP Berbasis Akrual dilaksanakan secara bertahap, di mana Pemerintah dapat menerapkan SAP Berbasis Kas Menuju Akrual paling lama 4 tahun setelah tahun 2010.
184
Laporan Tahunan Kementerian Keuangan 2010
www.depkeu.go.id
185
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BAB I
Pendahuluan
SAP perlu dituangkan ke dalam sistem akuntansi dan pelaporan keuangan untuk dapat menghasilkan
Upaya-upaya perbaikan tidak hanya dilakukan pada tingkat Pemerintah Pusat, namun juga pada
BAB II
Reformasi Birokrasi
BAB III
Kebijakan Pengelolaan Ekonomi Makro
suatu laporan keuangan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan selaku BUN. Penyusunan laporan
tingkat Satker K/L. Penyelenggaraan akuntansi dan pelaporan keuangan pada K/L mengalami
keuangan dilakukan secara berjenjang dan terdesentralisasi dengan pembentukan Unit Akuntansi
peningkatan yang cukup signifikan dalam 4 tahun terakhir. Hal ini ditunjukkan dengan opini BPK
BAB IV
Pengelolaan Pendapatan Negara
Keuangan dan Unit Akuntansi Barang di masing-masing tingkat, yaitu mulai dari Satker, Wilayah,
atas LKKL yang menunjukkan kemajuan yang signifikan. Opini atas LKKL merupakan elemen utama
Eselon I, hingga K/L. Laporan Keuangan K/L yang disertai dengan Ikhtisar Laporan Keuangan BUMN
LKPP. Jumlah K/L yang mendapat opini WTP meningkat dari 7 K/L pada tahun 2006 menjadi 16 K/L
dan BLU disampaikan kepada Menteri Keuangan untuk dikonsolidasi dalam rangka penyusunan
pada tahun 2007, kemudian menjadi 35 K/L pada tahun 2008, 45 K/L pada tahun 2009, dan menjadi
Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP).
53 K/L pada tahun 2010.
BAB V
Kebijakan Pengelolaan Penganggaran
BAB VI
Kebijakan Pengelolaan Transfer ke Daerah
BAB VII
Kebijakan Pengelolaan Pembiayaan
BAB VIII
BAB IX
BAB X
Kebijakan Pengelolaan Perbendaharaan Negara Kebijakan Pengelolaan Kekayaan Negara, Piutang Negara, dan Lelang Kebijakan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan NonBank
BAB XI
Pengawasan dan Pengendalian Internal
BAB XII
Kebijakan Hubungan dan Kerjasama Internasional di Bidang Keuangan
BAB XIII
Kebijakan Hubungan Kelembagaan NegaraPemerintahan
Tabel 8.4. Jumlah Perolehan Opini BPK Atas LKKL dan LKBUN Tahun 2006-2010
Sesuai dengan pasal 55 ayat (1) UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Menteri Keuangan selaku pengelola fiskal menyusun LKPP untuk disampaikan kepada Presiden dalam
2006
2007
2008
2009
2010
rangka memenuhi pertanggungjawaban pelaksanaan APBN. LKPP terdiri dari Laporan Realisasi
Wajar Tanpa Pengecualian (Unqualified)
Opini
7
16
35
45
53
Anggaran, Neraca, Laporan Arus Kas dan Catatan Atas Laporan Keuangan. LKPP mencakup transaksi
Wajar Dengan Pengecualian (Qualified)
38
31
30
26
29*
keuangan yang berasal dari APBN, termasuk dana APBN yang dilaksanakan oleh Pemda, seperti
Tidak Memberikan Pendapat (Disclaimer)
36
33
18
8
2
dana dekonsentrasi dan dana tugas pembantuan, dan unit-unit di luar organisasi Pemerintah atau
Tidak Wajar (Adversed)
-
1
-
-
-
81
81
83
79
84
K/L yang menggunakan dana dari APBN. Namun, LKPP tidak mencakup entitas Pemda dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).
Jumlah
* Termasuk LK-BUN Sumber: Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
8.3.2. Upaya Peningkatan Kualitas Pertanggungjawaban Keuangan Negara Pemerintah terus meningkatkan kualitas pertanggungjawaban pengelolaan keuangan negara yang
Laporan Keuangan BUN (konsolidasi) untuk pertama kalinya diberikan opini pada tahun 2010 dan
antara lain ditunjukkan dengan semakin lengkap dan andalnya informasi yang disajikan dalam LKPP.
mendapat opini WDP. Opini audit untuk Laporan Keuangan BUN pada tahun 2010 terdiri dari 3 LK-
Pemerintah Pusat telah menyusun 7 LKPP, yaitu LKPP tahun 2004, 2005, 2006, 2007, 2008, 2009 dan 2010
BUN yang mendapat opini WTP, yaitu BA 999.01 (Pengelolaan Utang), BA 999.03 (Penyertaan Modal
dan berhasil mendapatkan Opini Audit WDP dari BPK untuk LKPP Tahun 2009 dan 2010. Opini audit
Negara), dan BA 999.05 (Transfer ke Daerah), LK-BUN mendapat opini WDP, yaitu BA 999.02 (Hibah),
tersebut merupakan prestasi yang membanggakan, karena sejak LKPP pertama kali disusun, opini
BA 999.04 (Penerusan Pinjaman), BA 999.07 (Belanja Subsidi) dan BA 999.08 (Belanja Lain-Lain). Pada
audit selalu Disclaimer. Selain itu, peningkatan opini audit juga didukung oleh usaha Pemerintah untuk
tahun 2010, BA 999.06 (Belanja Subsidi dan Belanja Lain-Lain) dipecah menjadi BA 999.07 (Belanja
menindaklanjuti temuan dan rekomendasi BPK.
Subsidi) dan BA 999.08 (Belanja Lain-Lain). Kemajuan dalam LKPP nampak pada: (1) semakin menurunnya jumlah temuan, yaitu dari 57 temuan pada tahun 2004 menjadi 18
BAB XIV Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Keuangan
Peningkatan opini LKPP 2009 dan 2010 tidak lepas dari upaya Pemerintah dalam peningkatan
BAB XV
lain meliputi:
tahun 2006 menjadi Rp628 triliun pada tahun 2010, serta ekuitas dana per 31 Desember 2010
(1) pengembangan sistem akuntansi dan pelaporan keuangan, termasuk sistem teknologi
(Unaudited) naik 42,25 persen dari posisi 31 Desember 2009; dan
Penutup
penyajian Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga (LKKL). Upaya-upaya dimaksud antara
temuan pada tahun 2010; (2) peningkatan kekayaan bersih (aset minus kewajiban) Pemerintah dari Rp104 triliun pada
informasi;
Gambar 8.4. Perbandingan Aset, Kewajiban, Dan Ekuitas Dana Neto Pada Neraca Tahun 2006-2010
(2) peningkatan pemahaman stakeholders terhadap akuntansi dan pelaporan keuangan K/L dan Pengguna Anggaran BUN melalui Sosialisasi SAP dan sistem akuntansi dan pelaporan keuangan; 2,800
serta
2,424 2,400
(3) peningkatan kualitas SDM di bidang akuntansi dan pelaporan keuangan di seluruh K/L dan Pemda. Salah satu upaya yang ditempuh untuk mengatasi kelangkaan SDM di bidang akuntansi
Triliun Rupiah
Pelaksanaan Tugas Kementerian Keuangan sebagai KementerianLembaga
transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara yang pada akhirnya meningkatkan
2,000 1,600 1,600 1,222
1,327
1,694
1,682
1,796
1,431
1,200
Pemerintahan adalah melalui Program Percepatan Akuntabilitas Keuangan Pemerintah (PPAKP)
800
yang dimulai sejak tahun 2007. Sampai dengan tahun 2010, PPAKP telah berhasil mendidik dan
400
melatih 21.152 peserta yang berasal dari seluruh Satker K/L.
2,123
2,072
628 378 16.0
441
169
(104) (400)
2006
2007 Aset
Kewajiban
Sumber: LKPP Tahun 2010 (Audited).
2008 Ekuitas Dana
2009
2010
186
Laporan Tahunan Kementerian Keuangan 2010
www.depkeu.go.id
187
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BAB I
Pendahuluan
BAB II
Reformasi Birokrasi
BAB III
Kebijakan Pengelolaan Ekonomi Makro
BAB IV
Pengelolaan Pendapatan Negara
BAB VI
BAB VII
BAB VIII
BAB IX
BAB X
dari jumlah yang dianggarkan dalam APBN-P Tahun Anggara 2010 sebesar Rp1.126,15 triliun.
pembukuan yang dijalankan dalam pengelolaan keuangan negara.
Sementara itu, realisasi Belanja Negara pada tahun 2009 adalah sebesar Rp937,38 triliun. Realisasi Belanja Negara terdiri dari Belanja Pemerintah Pusat sebesar Rp697,41 triliun, Transfer ke Daerah
Gambar 8.5. Perkembangan Suspen Tahun 2005-2010
Kebijakan Pengelolaan Pembiayaan Kebijakan Pengelolaan Perbendaharaan Negara Kebijakan Pengelolaan Kekayaan Negara, Piutang Negara, dan Lelang Kebijakan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan NonBank
BAB XII
Kebijakan Hubungan dan Kerjasama Internasional di Bidang Keuangan Kebijakan Hubungan Kelembagaan NegaraPemerintahan
BAB XIV Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Keuangan
sebesar Rp344,73 triliun, dan Suspen sebesar minus Rp16,77 miliar. Gambar 8.7. Perbandingan Realisasi Belanja Negara Tahun Anggaran 2006-2010
2000 916.77
Kebijakan Pengelolaan Transfer ke Daerah
Pengawasan dan Pengendalian Internal
BAB XV
mengindikasikan semakin baiknya kualitas mekanisme check and balance di antara dua sistem
Kebijakan Pengelolaan Penganggaran
BAB XI
BAB XIII
Realisasi Belanja Negara pada tahun 2010 adalah sebesar Rp1.042,12 triliun atau 92,54 persen
Triliun Rupiah
BAB V
(3) semakin menurunnya selisih pencatatan belanja negara antara K/L dan BUN (Suspen) yang
-58.72
0
-15.63
1200
-16.77
-236.53 -2000
1000
800
-1986.65
600
-4000
344,7 308,6
253,3 226,2
693,4 628,8
697,4
504,6
16.0
2005
292,4
400
2006
2007
2008
2009
440,2
2010 200
Sumber: Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
0 2006
2007
2008
Belanja Pemerintah Pusat
8.3.3. Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2010
2009
2010
Transfer ke Daerah
Sumber: Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
Berdasarkan LKPP Tahun 2010 (Audited), Realisasi Pendapatan Negara dan Hibah adalah sebesar Rp995.271,51 miliar atau 100,29 persen dari target APBN-P 2010 sebesar Rp992.398,79 miliar.
Berdasarkan realisasi Pendapatan Negara dan Hibah sebesar Rp995,27 triliun dan realisasi Belanja
Realisasi Pendapatan Negara dan Hibah berasal dari Penerimaan Perpajakan Rp723.306,67 miliar,
Negara Rp1.042,12 triliun, terjadi Defisit Anggaran pada tahun 2010 sebesar Rp46,85 triliun.
PNBP Rp268.941,86 miliar, dan Penerimaan Hibah Rp3.022,99 miliar. Realisasi Penerimaan Perpajakan
Sementara itu, realisasi Pembiayaan (neto) pada tahun 2010 adalah sebesar Rp91,56 triliun,
tidak termasuk Pajak Ditanggung Pemerintah (DTP) atas PPN tahun 2003-2009 sebesar Rp21.459,32
yang terdiri dari Pembiayaan Dalam Negeri (Neto) sebesar Rp96,12 triliun dan Pembiayaan Luar
miliar. Pendapatan Negara dan Hibah pada tahun 2010 mengalami kenaikan Rp146.508,28 miliar
Negeri (Neto) sebesar minus Rp4.566,51 miliar. Terjadinya Defisit Anggaran dan adanya Realisasi
atau 17,26 persen dibandingkan tahun 2009.
Pembiayaan Neto mengakibatkan Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) tahun 2010 sebesar Rp44,7 triliun.
Gambar 8.6. Realisasi Penerimaan Negara dan Hibah Tahun Anggaran 2006-2010
Tabel 8.5. Ringkasan Neraca per 31 Desember 2009 dan 31 Desember 2010 (dalam Rupiah)
1.000
Pelaksanaan Tugas Kementerian Keuangan sebagai KementerianLembaga
900
Penutup
500 400
Uraian
227,2
700 600
288,8
320,8
800 215,1
723,3
277,2
858,7
818,8
491,0 408,2
200 100 0 2006
2007 Perpajakan
2008 PNBP
Sumber: Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
2009
2010
31 Desember 2009 (Audited)
Aset Lancar
254.779.627.714.260
231.388.713.199.864
Investasi Jangka Panjang
706.410.075.389.077
737.039.382.666.868
Aset Tetap
300
31 Desember 2010 (Audited)
1.184.301.167.405.585
979.000.257.110.824
Aset Lainnya
278.197.482.029.092
175.469.125.391.757
Jumlah Aset
2.423.688.352.538.014
2.122.897.478.369.313
Kewajiban Jangka Pendek
201.343.960.842.088
187.839.287.320.918
Kewajiban Jangka Panjang
1.594.734.246.970.359
1.493.869.107.262.445
Jumlah Kewajiban
1.796.078.207.812.447
1.681.708.394.583.363
Ekuitas Dana Lancar Ekuitas Dana Investasi Jumlah Ekuitas Dana Neto Jumlah Kewajiban dan Ekuitas Sumber: LKPP Tahun 2010 (Audited).
83.462.571.113.177
43.549.425.878.946
544.147.573.612.390
397.639.657.907.004
627.610.144.725.567
441.189.083.785.950
2.423.688.352.538.014
2.122.897.478.369.313
188
Laporan Tahunan Kementerian Keuangan 2010
www.depkeu.go.id
189
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BAB I
Pendahuluan
Selama 5 tahun berturut-turut, nilai Ekuitas Dana selalu meningkat. Ekuitas Dana per 31 Desember
BAB II
Reformasi Birokrasi
BAB III
Kebijakan Pengelolaan Ekonomi Makro
2010 naik 42,25 persen dari posisi 31 Desember 2009.
BAB V
BAB VI
BAB VII
BAB VIII
BAB IX
BAB X
BAB XI
BAB XII
BAB XIII
Pengelolaan Pendapatan Negara Kebijakan Pengelolaan Penganggaran
2,123
2,072
2,000 1,600 1,600 1,222
1,327
1,694
1,682
1,796
1,431
628 378
400
16.0
169
2006 Aset
2007 Kewajiban
2008
2009
2010
Ekuitas Dana
Sumber: LKPP Tahu 2010 (Audited).
LKPP Tahun 2010 juga menyajikan informasi penting lainnya dalam Catatan atas Laporan Keuangan,
Pengawasan dan Pengendalian Internal
yyaitu Tindak Lanjut Temuan BPK atas LKPP Tahun 2009, Rekening Migas, Rekening Panas Bumi,
Kebijakan Hubungan dan Kerjasama Internasional di Bidang Keuangan
BLU, Neraca Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Nanggroe Aceh Darusalam dan Kepulauan Nias
Kebijakan Hubungan Kelembagaan NegaraPemerintahan
proses penetapan menjadi Satker BLU dan penyempurnaan pembinaan untuk peningkatan (5) Peningkatan kualitas pertanggungjawaban pengelolaan keuangan dalam bentuk penyusunan yang didukung oleh kualitas LKKL dan LKBUN untuk meningkatkan opini BPK. Akurasi
(104)
(4) Peningkatan kualitas pembinaan pengelolaan keuangan kepada Satker yang sedang dalam
RUU Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBN dan LKPP (unaudited) secara tepat waktu
441
(400)
untuk memperlancar pinjaman dan pengembalian kewajiban pembayaran di masa mendatang.
kinerja keuangan Satker BLU.
1,200 800
Kebijakan Pengelolaan Kekayaan Negara, Piutang Negara, dan Lelang
BAB XIV Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Keuangan BAB XV
2,400
Kebijakan Pengelolaan Perbendaharaan Negara
negara atas penerusan pinjaman kepada PDAM, Pemda, dan BUMN akan semakin ditingkatkan
data debitur serta kualitas laporan penerusan pinjaman.
2,424
Kebijakan Pengelolaan Pembiayaan
maupun bunga pinjaman untuk menambah pendapatan negara. Restrukturisasi piutang
Perbaikan administrasi pengelolaan SLA ditempuh dengan meningkatkan akurasi dan validitas
2,800
Kebijakan Pengelolaan Transfer ke Daerah
Kebijakan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan NonBank
dana investasi atau penerusan pinjaman dan optimalisasi pengembalian penerusan pokok
Gambar 8.8. Perbandingan Aset, Kewajiban, dan Ekuitas Dana Neto pada Neraca Tahun 2006-2010
Triliun Rupiah
BAB IV
(3) Peningkatan kualitas pengelolaan investasi atau penerusan pinjaman dalam bentuk penyaluran
penertiban BMN, penertiban rekening Pemerintah pada K/L, aset bersejarah, laporan keuangan Provinsi Sumatera Utara (BRR-NAD-Nias), Lembaga Non Struktural dan Yayasan di Lingkungan K/L, aset bekas milik asing/Cina, Unfunded Liability atas Program Tabungan Hari Tua (THT), Past Service Liabilities Program Pensiun, Laporan BMN, dan kewajiban kontinjensi.
8.4. Pending Matters dan Tindak Lanjut
Pelaksanaan Tugas Kementerian Keuangan sebagai KementerianLembaga
Sebagai tindak lanjut atas berbagai kebijakan yang telah dilaksanakan dalam tahun anggaran 2010,
Penutup
(1) Di bidang pelaksanaan anggaran, Ditjen Perbendaharaan akan meningkatkan secara lebih
Ditjen Perbendaharaan akan memfokuskan kegiatan di tahun anggaran 2011 pada beberapa fungsi yang dibawahinya. Beberapa kebijakan tersebut antara lain berikut ini. intens pengawasan terhadap kepatuhan, ketaatan, kualitas, dan keakuratan pelaksanaan anggaran, khususnya yang terkait dengan belanja dalam bentuk penyerapan DIPA K/L, serta penyusunan Rencana Penarikan Dana dan merealisasikan rencana tersebut secara tepat waktu dan jumlah. (2) Penguatan fungsi manajemen kas yang dilaksanakan melalui perencanaan kas yang fully integrated, sehingga mampu melakukan deposit collections timely dan properly time disbursement yang dapat meminimalkan cash mismatch dan mampu menyediakan dana APBN untuk membiayai kegiatan Pemerintah. Selain itu, pelaksanaan fungsi manajemen kas Pemerintah diarahkan untuk memperkecil opportunity cost dan risiko.
pertanggungjawaban keuangan Pemerintah akan semakin ditingkatkan dengan penyiapan penerapan accrual accounting secara penuh. (6) Peningkatan dukungan sistem perbendaharaan yang handal, IT based, dan terintegrasi dalam bentuk penyempurnaan bisnis proses dan aplikasi sesuai dengan international best practice, serta harmonisasi peraturan dan pemantapan Jabatan Fungsional. (7) Persiapan penerapan IT based, budaya organisasi, dan proses bisnis untuk mendukung penerapan program SPAN yang memudahkan pelaksanaan tugas organisasi yang saat ini masih menggunakan aplikasi dan database yang terpisah, menuju single database, serta mendukung integrasi proses bisnis pada DJA dan Ditjen Perbendaharaan dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban APBN sesuai dengan tata kelola keuangan yang menggunakan Performance Based Budgeting.
190
Laporan Tahunan Kementerian Keuangan 2010
www.depkeu.go.id
191
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BAB IX
KEBIJAKAN PENGELOLAAN KEKAYAAN NEGARA, PIUTANG NEGARA, DAN LELANG
(6) mengoptimalkan pengelolaan kekayaan negara, termasuk aset idle, dan pengurusan piutang
BAB I
Pendahuluan
BAB II
Reformasi Birokrasi
BAB III
Kebijakan Pengelolaan Ekonomi Makro
(7) meningkatkan penerimaan kembali (recovery) yang berasal dari pengeluaran pembiayaan
BAB IV
Pengelolaan Pendapatan Negara
(8) meningkatkan kesadaran dan kemitraan dengan stakeholder dalam pengelolaan kekayaan
BAB V
BAB VI
negara, penilaian, pengurusan piutang negara, dan lelang; (9) meningkatkan monitoring dan evaluasi kinerja pengelolaan kekayaan negara, pengurusan
Kebijakan Pengelolaan Transfer ke Daerah Kebijakan Pengelolaan Pembiayaan
BAB VIII
Kebijakan Pengelolaan Perbendaharaan Negara
BAB IX
Kebijakan Pengelolaan Kekayaan Negara, Piutang Negara, dan Lelang
piutang negara, dan lelang; serta (10) meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM), organisasi, teknologi informasi dan komunikasi (TIK), serta pengelolaan anggaran.
9.2. Barang Milik Negara Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah menyebutkan bahwa BMN adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN atau
Kebijakan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan NonBank
BAB XI
Pengawasan dan Pengendalian Internal
BAB XII
Kebijakan Hubungan dan Kerjasama Internasional di Bidang Keuangan
BAB XIII
APBN dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP);
Kebijakan Pengelolaan Penganggaran
BAB VII
BAB X
negara;
Kebijakan Hubungan Kelembagaan NegaraPemerintahan
berasal dari perolehan lainnya yang sah. Pengelolaan BMN menjadi bagian dari fungsi keuangan negara, sehingga memiliki kedudukan yang sama penting dengan pengelolaan uang. Kebijakan umum penatausahaan BMN adalah: (1) penyeragaman penggolongan dan kodefikasi barang; (2) penyajian BMN sesuai Bagan Akun Standar (BAS); 9.1. Arah dan Strategi Pengelolaan Kekayaan Negara, Piutang Negara, dan Lelang
(3) kapitalisasi BMN; serta (4) rekonsiliasi nilai BMN.
Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) selaku Unit Eselon I pemegang kewenangan
Langkah awal yang ditempuh DJKN dalam memantapkan perannya sebagai pengelola BMN adalah
pengelolaan barang milik negara mengemban tugas untuk mewujudkan penataan dan
dengan mencanangkan tertib administrasi, tertib fisik, dan tertib hukum atas BMN. Ketiga tertib
BAB XIV Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Keuangan
pengelolaan aset negara yang tertib, akuntabel, dan transparan. Banyak tantangan yang dihadapi
diharapkan menjadi landasan yang kuat bagi DJKN untuk mencapai tahapan selanjutnya sebagai
dalam menjalankan tugas ini, karena belum optimalnya manajemen aset negara. Pengelolaan aset
pembuat kebijakan dalam mengelola kekayaan negara.
BAB XV
meliputi Barang Milik Negara (BMN), Kekayaan Negara Dipisahkan (KND), dan Kekayaan Negara
9.2.1. Penertiban Barang Milik Negara
Lain-lain (KNL). Pola baru yang dikenal dengan “roadmap of strategic asset management” merupakan
Sampai dengan 31 Desember 2010 telah dilakukan inventarisasi dan penilaian BMN terhadap 22.857
upaya untuk mewujudkan manajemen aset negara yang sehat dan modern.
satuan kerja (Satker) pada 74 Kementerian Negara/Lembaga (K/L). Inventarisasi dan penilaian
Pelaksanaan Tugas Kementerian Keuangan sebagai KementerianLembaga Penutup
negara dengan pendekatan konvensional tidak memadai lagi, sehingga diperlukan pola baru yang
menghasilkan penambahan nilai koreksi penilaian kembali aset tetap Pemerintah Pusat sebesar Sesuai dengan Rencana Strategis (Renstra) DJKN 2010-2014, strategi pengelolaan kekayaan negara, piutang negara, dan lelang adalah: (1) menyusun dan menyempurnakan peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan dan penilaian kekayaan negara, pengurusan piutang negara, dan lelang; (2) menatausahakan kekayaan negara, piutang negara, dan lelang secara akurat dan akuntabel; (3) meningkatkan pengamanan kekayaan negara, baik secara administrasi, fisik, dan tertib hukum; (4) mengintegrasikan perencanaan kebutuhan BMN dengan penganggaran; (5) meningkatkan kualitas pelayanan pengelolaan kekayaan negara, penilaian, pengurusan piutang negara, dan lelang;
Rp410,34 triliun. Aset tersebut sebelumnya berjumah Rp390,12 triliun dan setelah dilakukan penambahan menjadi Rp800,46 triliun. Secara keseluruhan telah dilakukan penilaian atas lebih dari 30 juta item BMN di seluruh Indonesia. Salah satu Satker yang menjadi fokus inventarisasi dan penilaian pada tahun 2010 adalah Direktorat Jenderal Perkeretapian Kementerian Perhubungan. Kegiatan tersebut menghasilkan total nilai wajar sebesar Rp38 triliun yang tersebar di sepanjang Pulau Sumatra (Divisi Regional I Sumatera Utara dan Aceh hingga Divisi Regional III.2 Tanjungkarang) dan Pulau Jawa (Daerah Operasi I Jakarta hingga Daerah Operasi IX Jember).
192
Laporan Tahunan Kementerian Keuangan 2010
www.depkeu.go.id
193
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BAB I
Pendahuluan
BAB II
Reformasi Birokrasi
BAB III
Kebijakan Pengelolaan Ekonomi Makro
BAB IV
BAB V
BAB VII
Kebijakan Pengelolaan Pembiayaan
BAB VIII
Kebijakan Pengelolaan Perbendaharaan Negara
BAB IX
Kebijakan Pengelolaan Kekayaan Negara, Piutang Negara, dan Lelang Kebijakan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan NonBank
BAB XI
Pengawasan dan Pengendalian Internal
BAB XII
Kebijakan Hubungan dan Kerjasama Internasional di Bidang Keuangan
BAB XIII
Kebijakan Hubungan Kelembagaan NegaraPemerintahan
BAB XIV Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Keuangan BAB XV
Pelaksanaan Tugas Kementerian Keuangan sebagai KementerianLembaga Penutup
Jenis Permohonan Penggunaan
800.46
800
Kebijakan Pengelolaan Penganggaran Kebijakan Pengelolaan Transfer ke Daerah
Tabel 9.2. Penyelesaian Permohonan Pengelolaan BMN Tahun 2010
1.000
Pengelolaan Pendapatan Negara
BAB VI
BAB X
Gambar 9.1. Inventarisasi dan Penilaian BMN Tahun 2010 (Dalam Rp Triliun)
600
77
Pemindahtanganan
507
Jumlah
200
627
Pemanfaatan Penghapusan
410.34
390.12 400
Keputusan
68 1.279
Sumber: Direktorat Jenderal Kekayaan Negara.
0 Saldo Awal IP BMN
Koreksi Hasil Penilaian +/_ Mutasi
Saldo Akhir IP BMN
Sumber: Direktorat Jenderal Kekayaan Negara.
9.2.3. Laporan Barang Milik Negara Berdasarkan Laporan Barang Pengguna Kementerian Keuangan Inventarisasi dan penilaian direalisasikan dalam bentuk penertiban BMN pada 74 K/L. Realisasi penertiban BMN di 73 K/L telah selesai 100 persen, sedangkan di 1 K/L, yaitu Kementerian
a. Ruang Lingkup Laporan
Pertahanan, mencapai 99,7 persen.
Selain sebagai pemegang kewenangan pengelolaan barang milik negara yang secara fungsional dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, Kementerian Keuangan selaku kementerian/
Tabel 9.1. Realisasi Inventarisasi dan Penilaian Tahun 2009 dan 2010 Uraian
lembaga memegang kewenangan penggunaan barang milik negara yang secara fungsional dilaksanakan oleh Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan. Dalam rangka melaksanakan amanat
Realisasi (Satker)
yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Repubik Indonesia Nomor 6 Tahun 2006 pasal 6 ayat 2
Satker yang selesai diinventarisasi dan dinilai wajar s.d. Desember 2010
22.857
(m), Kementerian Keuangan selaku Pengguna Barang telah menyusun dan menyampaikan laporan
Satker yang selesai diinventarisasi dan dinilai wajar s.d. Desember 2009
19.760
barang pengguna kepada Pengelola Barang. “Laporan Barang Pengguna Kementerian Keuangan
3.097
disusun berdasarkan Laporan Barang Pengguna Eselon I yang disampaikan oleh 12 Unit Eselon I di
Satker yang selesai diinventarisasi dan dinilai wajar tahun 2010 Sumber: Direktorat Jenderal Kekayaan Negara.
lingkungan Kementerian Keuangan dengan menggunakan aplikasi Sistem Informasi Manajemen dan Akuntansi Barang Milik Negara (SIMAK-BMN). Laporan barang pengguna ini mencakup BMN intrakomptabel, BMN ekstrakomptabel, BMN Gabungan Intrakomptabel dan Ekstrakomptabel,
Realisasi inventarisasi dan penilaian BMN selama tahun 2010 secara keseluruhan meliputi 3.097 Satker atau 183,58 persen dari target awal 1.687 Satker atau 103,37 persen dari target revisi
Konstruksi Dalam Pengerjaan, Aset Tak Berwujud, Barang Bersejarah, Barang Persediaan, dan Posisi BMN di Neraca.
sebanyak 2.996 Satker. Jika diperhitungkan sejak tahun 2009, maka terdapat 22.857 Satker yang telah diinventarisasi dan dinilai dengan status wajar. 9.2.2. Pengelolaan Barang Milik Negara Pada tahun 2010, DJKN telah melaksanakan penyelesaian 1.279 permohonan pengelolaan BMN yang terdiri dari permohonan penggunaan, pemanfaatan, penghapusan, dan pemindahtanganan BMN. Jenis permohonan terbanyak adalah penggunaan dan pemindahtanganan BMN, kemudian diikuti oleh pemanfaatan dan penghapusan BMN. Salah satu persetujuan pengelolaan BMN yang bernilai signifikan adalah persetujuan penetapan status penggunaan BMN Sekretariat Negara berupa Tanah Kompleks Gelora Bung Karno (GBK) melalui Keputusan Menteri Keuangan Nomor 169/KM.6/2010 tanggal 20 Agustus 2010. Tanah Kompleks GBK ditetapkan bernilai Rp 49,12 triliun.
b. Nilai BMN Per 31 Desember 2010 b.1. BMN Intrakomptabel BMN Intrakomptabel merupakan BMN berupa aset tetap yang memenuhi kriteria kapitalisasi dan seluruh BMN yang diperoleh sebelum berlakunya kebijakan berlakunya kapitalisasi, dan BMN yang diperoleh melalui transaksi transfer masuk/penerimaan dari pertukaran/pengalihan masuk serta BMN yang dipindah bukukan dari buku barang ekstrakomptabel pada saat nilai akumulasi biaya perolehan dan nilai pengembangannya telah mencapai batas minimum kapitalisasi. Nilai BMN Intrakomptabel per 31 Desember 2010 pada LBP Kementerian Keuangan adalah sebesar Rp35.611,52 miliar. Nilai ini mengalami kenaikan 6,98 persen dibandingkan tahun 2009 (audited) sebesar Rp33.287,75 miliar.
194
Laporan Tahunan Kementerian Keuangan 2010
www.depkeu.go.id
195
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BAB I
Pendahuluan
BAB II
Reformasi Birokrasi
BAB III
Kebijakan Pengelolaan Ekonomi Makro
BAB IV
BAB V
BAB VI
BAB VII
BAB VIII
BAB IX
BAB X
Pengelolaan Pendapatan Negara Kebijakan Pengelolaan Penganggaran
2 3
Kebijakan Pengelolaan Transfer ke Daerah
Kebijakan Pengelolaan Perbendaharaan Negara Kebijakan Pengelolaan Kekayaan Negara, Piutang Negara, dan Lelang Kebijakan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan NonBank Pengawasan dan Pengendalian Internal
BAB XII
Kebijakan Hubungan dan Kerjasama Internasional di Bidang Keuangan Kebijakan Hubungan Kelembagaan NegaraPemerintahan
BAB XIV Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Keuangan BAB XV
Unit Eselon I SETJEN
BAB XI
BAB XIII
No. 1
Kebijakan Pengelolaan Pembiayaan
Pelaksanaan Tugas Kementerian Keuangan sebagai KementerianLembaga Penutup
b.3. BMN Gabungan Intrakomptabel dan Ekstrakomptabel
Tabel 9.3. Nilai BMN Intrakomptabel Unit Eselon I Kementerian Keuangan Tahun 2009-2010 31 Desember 2009 (audited)
31 Desember 2010 (audited)
Nilai BMN Gabungan Intrakomptabel dan Ekstrakomptabel Kementerian Keuangan per 31 Desember
% (Kenaikan/ Penurunan)
7,902,964,922,408
8,588,275,970,406
8.67
ITJEN
34,393,284,046
38,779,063,173
12.75
DJA
38,544,860,827
53,636,536,160
39.15
4
DJP
13,550,423,756,716
13,780,931,218,909
1.70
5
DJBC
5,912,368,180,001
6,503,756,817,296
10.00
6
DJPK
20,821,859,373
25,251,007,443
21.27
7
DJPU
22,483,363,420
141,384,428,670
528.84
8
Ditjen Perbendaharaan
3,623,319,400,791
3,920,535,313,947
8.20
9
DJKN
558,142,343,097
692,736,450,729
24.11
10
BAPEPAM-LK
159,337,173,151
180,941,063,621
13.56
11
BPPK
1,427,257,331,613
1,645,310,035,637
15.28
12
BKF
37,691,784,148
39,985,802,764
6.09
33,287,748,259,591
35,611,523,708,755
6.98
Total
Sumber: Biro Perlengkapan, Sekretariat Jenderal.
b.2. BMN Ekstrakomptabel Laporan BMN Ekstrakomptabel merupakan laporan BMN yang tidak memenuhi kriteria kapitalisasi.
2010 mencapai Rp35.658,26 miliar. Nilai ini meningkat 6,96 persen dibandingkan tahun 2009. Tabel 9.5. Nilai BMN Gabungan Unit Eselon I Kementerian Keuangan Tahun 2009-2010 No.
Unit Eselon I
1
SETJEN
2 3 4
31 Desember 2009 (audited)
31 Desember 2010 (audited)
% (Kenaikan/ Penurunan)
7,907,415,830,385
8,593,752,491,139
8.68
ITJEN
34,455,179,980
38,847,099,307
12.75
DJA
38,895,889,210
53,981,803,793
38.79
DJP
13,575,031,046,267
13,802,368,532,173
1.67
5
DJBC
5,920,005,918,388
6,510,966,747,222
9.98
6
DJPK
20,824,519,073
25,254,667,143
21.27
7
DJPU
22,657,435,340
141,558,500,590
524.78
8
Ditjen Perbendaharaan
3,629,677,333,071
3,926,858,183,975
8.19
9
DJKN
560,722,147,480
695,413,921,982
24.02
10
BAPEPAM-LK
159,488,106,701
181,086,603,171
13.54
11
BPPK
1,429,608,564,666
1,648,129,609,904
15.29
12
BKF Total
37,883,999,414
40,046,401,930
5.71
33,336,665,969,975
35,658,264,562,329
6.96
Sumber: Biro Perlengkapan, Sekretariat Jenderal.
Nilai BMN Ekstrakomptabel Kementerian Keuangan per 31 Desember 2010 adalah Rp46,74 miliar. Nilai ini turun 4,45 persen dibandingkan tahun 2009.
b.4. Laporan Posisi BMN di Neraca
Tabel 9.4. Nilai BMN Ekstrakomptabel Unit Eselon I Kementerian Keuangan Tahun 2009-2010 No.
Unit Eselon I
1
SETJEN
2
ITJEN
31 Desember 2009 (audited)
31 Desember 2010 (audited)
% (Kenaikan/ Penurunan)
4,450,907,977
5,476,520,733
23.04
61,895,934
68,036,134
9.92
3
DJA
351,028,383
345,267,633
(1.64)
4
DJP
24,607,289,551
21,437,313,264
(12.88)
5
DJBC
7,637,738,387
7,209,929,926
(5.60)
6
DJPK
2,659,700
3,659,700
37.60
7
DJPU
174,071,920
174,071,920
0.00
8
Ditjen Perbendaharaan
6,357,932,280
6,322,870,028
(0.55)
9
DJKN
2,579,804,383
2,677,471,253
3.79
10
BAPEPAM-LK
150,933,550
145,539,550
(3.57)
11
BPPK
2,351,233,053
2,819,574,267
19.92
12
BKF
192,215,266
60,599,166
(68.47)
48,917,710,384
46,740,853,574
(4.45)
Total Sumber: Biro Perlengkapan, Sekretariat Jenderal.
Laporan Posisi BMN di neraca adalah laporan yang menggambarkan posisi BMN Kementerian Keuangan yang terdiri atas Persediaan, Aset Tetap, dan Aset Lainnya. Nilai BMN pada neraca Kementerian Keuangan per 31 Desember 2010 setelah dilakukan rekonsiliasi internal dengan Unit Akuntansi Pengguna Anggaran adalah senilai Rp36.859,52 miliar. Tabel 9.6. Nilai BMN di Neraca Kementerian Keuangan Tahun 2009-2010 Nama Barang
31 Desember 2009 (audited)
Persediaan Tanah
31 Desember 2010 (audited)
% (Kenaikan/ Penurunan)
185,815,610,344
252,720,931,918
36.01
16,990,893,657,816
17,700,020,857,735
4.17
Peralatan dan Mesin
6,443,486,779,712
7,337,887,539,650
13.88
Bangunan dan Gedung
9,243,454,731,219
10,002,629,951,971
8.21
198,631,986,796
333,521,359,109
67.91
Jalan, Irigasi dan Jaringan Aset Tetap lainnya
207,701,754,776
27,983,162,061
(86.53)
KDP
639,480,764,139
633,973,343,560
(0.86)
Aset Tak Berwujud
312,951,358,100
361,303,661,472
15.45
Aset Yang Tidak Dipergunakan
203,766,549,272
209,480,838,229
2.80
34,426,183,192,174
36,859,521,645,705
Total
Sumber: Biro Perlengkapan, Sekretariat Jenderal.
7.07%
196
Laporan Tahunan Kementerian Keuangan 2010
www.depkeu.go.id
197
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BAB I
Pendahuluan
b.5. Laporan Persediaan
b.7. Aset Tak Berwujud
BAB II
Reformasi Birokrasi
BAB III
Kebijakan Pengelolaan Ekonomi Makro
Laporan Persediaan merupakan laporan BMN berupa aset lancar dalam bentuk barang atau
Aset tak berwujud adalah aset nonkeuangan yang dapat diidentifikasikan dan tidak mempunyai
perlengkapan (supplies) yang dimaksudkan untuk mendukung kegiatan operasional Pemerintah,
wujud fisik serta dimiliki untuk digunakan dalam menghasilkan barang atau jasa atau digunakan
BAB IV
Pengelolaan Pendapatan Negara
dan barang-barang yang dimaksudkan untuk dijual dan/atau diserahkan dalam rangka pelayanan
untuk tujuan lainnya termasuk hal atas kekayaan intelektual. Nilai Aset Tak Berwujud Kementerian
kepada masyarakat. Nilai Persediaan Kementerian Keuangan per 31 Desember 2010 setelah
Keuangan per 31 Desember 2010 sebesar Rp361,30 miliar atau naik sebesar 15,45 persen
dilakukan rekonsiliasi internal dengan Unit Akuntansi Pengguna Anggaran adalah senilai Rp252,72
dibandingkan dengan nilai asset tak berwujud tahun 2009.
BAB V
BAB VI
Kebijakan Pengelolaan Penganggaran Kebijakan Pengelolaan Transfer ke Daerah
BAB VII
Kebijakan Pengelolaan Pembiayaan
BAB VIII
Kebijakan Pengelolaan Perbendaharaan Negara
BAB IX
BAB X
BAB XI
BAB XII
BAB XIII
Kebijakan Pengelolaan Kekayaan Negara, Piutang Negara, dan Lelang Kebijakan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan NonBank Pengawasan dan Pengendalian Internal Kebijakan Hubungan dan Kerjasama Internasional di Bidang Keuangan Kebijakan Hubungan Kelembagaan NegaraPemerintahan
BAB XIV Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Keuangan BAB XV
miliar. Nilai ini merupakan gabungan laporan persediaan dari 12 Unit Eselon I.
Pelaksanaan Tugas Kementerian Keuangan sebagai KementerianLembaga Penutup
Tabel 9.9. Nilai Aset Tak Berwujud Unit Eselon I Kementerian Keuangan Tahun 2009-2010
Tabel 9.7. Nilai Persediaan Unit Eselon I Kementerian Keuangan Tahun 2009-2010 No.
Unit Eselon I
1
SETJEN
2
31 Desember 2009 (Audited)
31 Desember 2010 (Audited)
No.
% (Kenaikan/ Penurunan)
Unit Eselon I
1
SETJEN
2 3
31 Desember 2009 (Audited)
31 Desember 2010 (Audited)
% (kenaikan/ Penurunan)
50.602.326.613
61.420.810.211
21,38%
ITJEN
526.634.840
4.954.284.840
840,74%
DJA
41.659.200
3.330.470.133
7894,56%
2,943,494,456
3,441,605,484
16.92
ITJEN
450,635,697
554,033,606
22.94
4
DJP
182.006.260.959
188.707.143.719
3,68%
3
DJA
785,928,012
1,312,867,811
67.05
5
DJBC
43.524.993.761
54.681.241.434
25,63%
4
DJP
113,685,538,230
157,533,976,337
38.57
6
DJPK
47.960.000
155.430.000
224,08%
5
DJBC
40,342,824,191
55,740,538,953
38.17
7
DJPU
5.902.610.315
7.159.518.315
21,29%
8
Ditjen Perbendaharaan
6.661.303.280
8.112.685.830
21,79%
9
DJKN
14.124.567.726
14.520.832.726
2,81%
10
BAPEPAM-LK
4.862.926.160
6.115.169.010
25,75%
11
BPPK
999.814.750
8.116.425.122
711,79%
12
BKF
6
DJPK
130,864,681
255,842,589
95.50
7
DJPU
649,120,771
481,327,222
(25.85)
8
Ditjen Perbendaharaan
17,097,752,335
21,547,320,090
26.02
9
DJKN
5,347,221,760
5,877,270,480
9.91
10
BAPEPAM-LK
1,680,941,000
1,616,574,329
(3.83)
11
BPPK
2,098,536,543
3,622,139,793
72.60
12
BKF
602,752,668
737,435,224
22.34
185,815,610,344
252,720,931,918
36.01
Total
KDP adalah aset-aset yang sedang dalam proses pembangunan pada tanggal laporan keuangan. Nilai KDP Kementerian Keuangan per 31 Desember 2010 sebesar Rp633,97 miliar atau turun 0,86 persen dibandingkan dengan nilai KDP pada tahun 2009. Tabel 9.8. Nilai Konstruksi Dalam Pengerjaan Unit Eselon I Kementerian Keuangan Tahun 2009-2010 31 Desember 2009 (Audited)
31 Desember 2010 (Audited)
% (Kenaikan/ Penurunan)
1
SETJEN
102.262.677.724
83.776.333.161
-18,08%
2
DJP
257.182.867.791
370.523.105.948
44,07%
3
DJBC
187.566.049.394
82.350.824.488
-56,10%
4
Ditjen Perbendaharaan
39.433.513.492
37.035.568.254
-6,08%
5
DJKN
8.372.746.705
28.318.786.779
238,23%
6
BPPK
44.662.909.033
31.968.724.930
-28,42%
639.480.764.139
633.973.343.560
-0,86%
Total
Sumber: Biro Perlengkapan, Sekretariat Jenderal.
4.029.650.132
10,39%
361.303.661.472
15,45%
Sumber: Biro Perlengkapan, Sekretariat Jenderal.
b.8. Aset tetap yang tidak digunakan digunakan dalam operasional pemerintah yang secara substansi sudah tidak memenuhi definisi aset tetap, dan aset ini disajikan pada pos aset
b.6. Konstruksi Dalam Pengerjaan (KDP)
Unit Eselon I
3.650.300.496 312.951.358.100
Aset tetap yang tidak digunakan dalam operasional pemerintah merupakan seluruh aset tetap
Sumber: Biro Perlengkapan, Sekretariat Jenderal.
No.
Total
lainnya sesuai dengan nilai tercatatnya. Nilai aset tetap yang tidak digunakan dalam operasional pemerintah per 31 Desember 2010 sebesar Rp209,48 miliar atau mengalami kenaikan sebesar 2,80 persen dibandingkan dengan tahun 2009. Tabel 9.10. Nilai Aset Tetap Yang Dihentikan Dari Operasional Pemerintah Unit Eselon I31 Kementerian Keuangan31 Tahun 2009-2010 Desember 2009 Desember 2010 Unit Eselon I (Audited) (Audited)
No.
% (kenaikan/ Penurunan)
1
SETJEN
2
ITJEN
5.856.343.422
5.241.731.349
-10,49%
171.699.216
2.872.675.798
1573,09%
3
DJA
142.956.000
4
DJP
75.856.127.457
98.626.769.987
30,02%
5
DJBC
56.381.197.762
46.235.797.088
-17,99%
6
DJPK
153.297.279
153.297.279
0,00%
7
DJPB
51.688.120.892
42.729.928.081
-17,33%
8
DJKN
5.902.862.380
7.316.517.079
23,95%
9
BAPEPAM-LK
2.191.842.149
932.542.296
-57,45%
10
BPPK
5.210.143.942
5.371.579.272
11
BKF
-100,00%
211.958.773 Total
203.766.549.272
Sumber: Biro Perlengkapan, Sekretariat Jenderal.
3,10% -100,00%
209.480.838.229
2,80%
198
Laporan Tahunan Kementerian Keuangan 2010
www.depkeu.go.id
199
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BAB I
Pendahuluan
b.9. Barang Bersejarah (Heritage Assets)
BAB II
Reformasi Birokrasi
BAB III
Kebijakan Pengelolaan Ekonomi Makro
Barang Bersejarah (Heritage Assets) dibukukan dan dilaporkan dalam kuantitasnya dan tanpa
8 BUMN, yaitu PT. Perkebunan Nusantara (PTPN) III (Persero), PT. Perkebunan Nusantara (PTPN)
nilai karena nilai kultural, lingkungan, pendidikan, dan sejarahnya tidak mungkin secara penuh
IV (Persero), PT. Perkebunan Nusantara (PTPN) VII (Persero), PT. Primissima (Persero), PT. Sarana
BAB IV
Pengelolaan Pendapatan Negara
dilambangkan dengan nilai keuangan berdasarkan harga pasar maupun harga perolehannya.
Karya (Persero), PT. Kertas Padalarang (Persero), PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk, dan
Dalam pencatatan SIMAK BMN Tahun 2010, Kementerian Keuangan memiliki satu unit BMN yang
PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk. Adapun BUMN yang diprivatisasi pada tahun 2010 adalah PT.
dimasukkan dalam akun Aset Bersejarah berupa Tugu Peringatan/Prasasti di halaman KPPBC Tipe
Krakatau Steel (Persero), PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk., PT. Bank Mandiri (Persero),
A Samarinda.
dan PT. Garuda Indonesia (Persero). Restrukturisasi dan revitalisasi BUMN ditandai dengan
BAB V
BAB VI
Kebijakan Pengelolaan Penganggaran Kebijakan Pengelolaan Transfer ke Daerah
selesainya proses restrukturisasi terhadap PT. Iglas (Persero) dan PT. Waskita Karya (Persero).
Kebijakan Pengelolaan Pembiayaan
9.3. Kekayaan Negara Dipisahkan
BAB VIII
Kebijakan Pengelolaan Perbendaharaan Negara
Bagian lain dari pengelolaan kekayaan negara adalah Kekayaan Negara Dipisahkan (KND). Ruang
BAB X
Kebijakan Pengelolaan Kekayaan Negara, Piutang Negara, dan Lelang Kebijakan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan NonBank
BAB XI
Pengawasan dan Pengendalian Internal
BAB XII
Kebijakan Hubungan dan Kerjasama Internasional di Bidang Keuangan
BAB XIII
Penutup
Pada tahun 2010 telah dilakukan Penetapan Nilai Definitif Kekayaan Negara yang belum dan Penetapan Kekayaan Awal LPP TVRI.
lingkup KND meliputi Penyertaan Modal Negara (PMN), Privatisasi BUMN, dan Penetapan Nilai PMN/ Kekayaan Awal.
Kegiatan lain yang mendukung pelaksanaan tugas di bidang pengelolaan KND sepanjang tahun
(1) Penyertaan Modal Negara
2010 adalah:
PMN yang menjadi lingkup tugas dan fungsi DJKN terdiri dari:
(1) penyusunan Laporan Keuangan Investasi Pemerintah BA. 999.03 (PMN);
i. PMN dalam rangka pendirian BUMN
(2) penyusunan Buku Ikhtisar Laporan Keuangan BUMN dan Perseroan Terbatas Lainnya; serta
(3) penanganan BPYBDS.
Pada tahun 2010 tidak terdapat PMN dalam rangka pendirian BUMN.
ii. PMN dalam rangka penambahan modal pada BUMN/Badan Hukum Lainnya/Lembaga Internasional Pada tahun 2010 telah ditetapkan penambahan PMN pada 6 BUMN/ Lembaga, yaitu:
9.4. Kekayaan Negara Lain-Lain
a. Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) sebesar Rp2 triliun;
Kebijakan Hubungan Kelembagaan NegaraPemerintahan
Pelaksanaan Tugas Kementerian Keuangan sebagai KementerianLembaga
ditetapkan statusnya pada Perum Bulog, Penetapan Nilai PMN pada PT. Krakatau Steel (Persero),
BAB XIV Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Keuangan BAB XV
Pada tahun 2010, DJKN mengkaji dan memberikan rekomendasi atas rencana privatisasi pada
(3) Penetapan Nilai PMN/Kekayaan Awal
BAB VII
BAB IX
b. PT. Sarana Multi Infrastruktur (SMI) sebesar Rp1 triliun;
Selain pengelolaan Barang Milik Negara dan Kekayaan Negara dipisahkan, pengelolaan Kekayaan
c. PT. Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PII) sebesar Rp1 triliun;
Negara Lain-lain (KNL) juga memberikan peran yang sangat penting dalam mendukung
d. PT. Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo) sebesar Rp900 miliar dan Rp220 miliar;
terwujudnya strategic assets management yang optimal. KNL dapat berasal dari hibah/sumbangan
e. Perum Jamkrindo sebesar Rp900 miliar; dan
atau yang sejenis, pelaksanaan kontrak/perjanjian, berdasarkan ketentuan undang-undang, atau
f. PT. Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI) sebesar Rp18,5 miliar (hibah saham dari
berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Pada tahun 2010,
Bank Indonesia). iii. PMN dalam rangka pengurangan modal pada BUMN/Badan Hukum Lainnya/Lembaga
terdapat beberapa hasil yang diperoleh dari pengelolaan KNL. (1) DJKN telah menyelesaikan 4.759 berkas KNL atau 112 persen dari target 4.250 berkas. Hal ini
Internasional
terjadi, karena peningkatan penyerahan berkas kredit eks BPPN dan PT. Perusahaan Pengelola
(2) Privatisasi BUMN
Aset (PPA) kepada Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan lelang (KPKNL). Di samping itu,
Privatisasi BUMN dapat dilakukan antara lain melalui:
terjadi koordinasi yang semakin baik dengan Kejaksaan Agung, Komisi Pemberantasan Korupsi
i. Initial Public Offering (IPO), yaitu penawaran saham atau obligasi perusahaan untuk pertama kali kepada masyarakat umum; ii. Secondary Public Offering (SPO), yaitu penawaran umum yang berikutnya setelah dilakukan IPO; iii. Right Issue, yaitu hak pemegang saham lama membeli terlebih dahulu (preemtpive right)
(KPK), Kementerian ESDM dan BPMIGAS, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Tim Asistensi
saham baru pada harga tertentu dalam waktu kurang dari 6 bulan; serta iv. restrukturisasi dan revitalisasi.
DJKN menyiapkan kajian, data pendukung, dan melakukan koordinasi antarunit kerja di lingkungan Kementerian Keuangan dalam rangka pemberian rekomendasi pelaksanaan privatisasi kepada Menteri Keuangan.
Daerah Penyelesaian ABMA/C, serta DJBC, sehingga mempermudah proses pengelolaan BMN. (2) KNL yang diutilisasi sebesar Rp97 miliar berupa aset properti eks PT. PPA kepada Kementerian Kesehatan. (3) Penerimaan pembiayaan APBN yang berasal dari pengelolaan KNL sebesar Rp616 miliar dari target Rp400 miliar (154 persen). Penerimaan ini dicapai melalui debtor tracing (investigation) dan asset tracing yang hasilnya antara lain berbentuk kompensasi hak dengan Pemda DKI, likuidasi aset PT. Bank Dagang Bali, lelang aset jaminan obligor, pelunasan/pembayaran obligor, dan pengurusan piutang negara aset kredit eks BPPN.
200
Laporan Tahunan Kementerian Keuangan 2010
www.depkeu.go.id
201
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BAB I
Pendahuluan
9.4.1. Aset yang berasal dari Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS)
9.4.2. Barang Rampasan dan Gratifikasi
BAB II
Reformasi Birokrasi
BAB III
Kebijakan Pengelolaan Ekonomi Makro
(1) DJKN telah memberikan persetujuan pengelolaan BMN yang berasal dari KKKS yang meliputi
(1) Persetujuan peruntukan BMN yang berasal dari Barang Rampasan yang meliputi pemusnahan,
BAB IV
Pengelolaan Pendapatan Negara
BAB V
Kebijakan Pengelolaan Penganggaran
BAB VI
Kebijakan Pengelolaan Transfer ke Daerah
BAB VII
BAB VIII
BAB IX
BAB X
BAB XI
BAB XII
BAB XIII
Kebijakan Pengelolaan Perbendaharaan Negara Kebijakan Pengelolaan Kekayaan Negara, Piutang Negara, dan Lelang Kebijakan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan NonBank Pengawasan dan Pengendalian Internal Kebijakan Hubungan dan Kerjasama Internasional di Bidang Keuangan Kebijakan Hubungan Kelembagaan NegaraPemerintahan
Pelaksanaan Tugas Kementerian Keuangan sebagai KementerianLembaga Penutup
hibah, dan penetapan status penggunaan.
Tabel 9.11. Persetujuan Pengelolaan BMN Yang Berasal Dari KKKS Tahun 2010 No.
Kebijakan Pengelolaan Pembiayaan
BAB XIV Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Keuangan BAB XV
penjualan (lelang), pemusnahan, hibah, penetapan status penggunaan, dan lain-lain.
Usulan Peruntukan
Tabel 9.13. Persetujuan Peruntukan Barang Rampasan Tahun 2010
Disetujui
No.
Usulan Peruntukan
Disetujui
1.
Penjualan (Lelang)
20
1.
Pemusnahan
9
2.
Pemusnahan
22
2.
Hibah
10
3.
Penetapan Status Penggunaan
2
3.
Hibah
4
4.
Penetapan Status Penggunaan
3
5.
Lain-Lain
2
Sumber: Direktorat Jenderal Kekayaan Negara.
(2) Telah dilakukan inventarisasi dan penilaian terhadap 45 unit Barang Gratifikasi yang diserahkan
Sumber: Direktorat Jenderal Kekayaan Negara.
kepada Menteri Keuangan c.q DJKN dengan nilai wajar hasil pemeriksaan fisik per tanggal 23 (2) Melakukan studi lapangan dan diskusi dalam rangka penyusunan revisi PMK No. 135/ PMK.06/2009 tentang Pengelolaan BMN dari KKKS.
April 2010 sebesar Rp43.021.000. (3) Telah disusun Rancangan PMK tentang Pengelolaan BMN yang berasal dari Barang Rampasan Negara dan Barang Gratifikasi. Draft RPMK dimaksud telah disampaikan kepada Menteri Keuangan.
(3) Penetapan PMK No. 165/PMK.06/2010 tentang Perubahan atas PMK No. 135/PMK.06/2009 tentang Pengelolaan BMN yang berasal dari KKKS.
(4) Pembuatan dan penyempurnaan aplikasi Modul Kekayan Negara (sub modul kekayaan negara
(4) Sosialisasi PMK No. 165/PMK.06/2010 pada tanggal 11-13 Oktober 2010 di Hotel Sheraton Bandung yang dihadiri oleh KKKS, BPMIGAS, dan Kementerian ESDM;
lain lain) melalui berkoordinasi dengan Direktorat Hukum dan Informasi. (5) Telah disusun potensi pelaksanaan lelang yang akan mengalami peningkatan, karena penyesuaian dengan ketentuan. Database barang rampasan negara berdasarkan laporan semesteran telah
(5) DJKN bekerjasama dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Kementerian ESDM, dan Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BPMIGAS)
disampaikan oleh Kejaksaan Agung kepada Menteri Keuangan c.q. DJKN.
telah melakukan inventarisasi dan penilaian BMN yang berasal dari KKKS berupa aset Harta Modal Nomor Induk III (Harmoni III) terhadap 14 KKKS. Tabel 9.12. Inventarisasi dan Penilaian BMN terhadap 14 KKKS Tahun 2010 1.
ExxonMobil Exploration and Production Indonesia Surumana Limited
8.
2.
ExxonMobil Exploration and Production Indonesia (Mandar) Limited
9.
Anadarko Indonesia Nunukan Company
3.
JOB Pertamina-PetroChina East Java Ltd.
10.
ENI Krueng Mane Ltd.
4.
Kalila (Korinci Baru) Pty Ltd.
11.
ENI Ambalat Ltd.
5.
Kalila (Bentu) Ltd.
12.
Santos (Madura) Pty Ltd.
9.4.3. Aset yang berasal dari Kepabeanan/Tegahan Bea dan Cukai (1) Penerbitan 112 KMK yang menetapkan peruntukan barang yang menjadi milik negara eks tegahan DJBC. Daftar usulan peruntukan tahun 2010 yang masih dalam proses adalah: i. 3 berkas lelang yang diusulkan oleh KPPBC Bengkalis, KPPBC Selat Panjang, dan KPPBC Soekarno-Hatta;
Elnusa Bangkanai Energy Ltd.
6.
Kangean Energy Indonesia Ltd.
13.
Santos (Sampang) Pty Ltd.
7.
Anadarko Indonesia Company
14.
PT. Medco E & P Tarakan
ii. 1 berkas pemusnahan yang diusulkan oleh KPPBC Soekarno-Hatta; serta iii. 3 berkas lelang dan pemusnahan, yaitu 2 berkas oleh KPPBC Ngurah Rai dan 1 berkas oleh KPPBC Surabaya. Tabel 9.14. Persetujuan Peruntukan BMN Eks Tegahan DJBC Tahun 2010 No.
Jumlah Usulan
Disetujui
1.
Penjualan (Lelang)
37
34
2.
Pemusnahan
44
43
3.
Hibah
0
0
Berdasarkan inventarisasi dan penilaian atas 14 KKKS diketahui terdapat 2.420 item dengan nilai
4.
Penetapan Status Penggunaan
1
1
perolehan USD613,306,172.88 dan nilai wajar Rp3.126,23 miliar.
5.
Persetujuan Lelang dan Pemusnahan
37
34
Sumber: Direktorat Jenderal Kekayaan Negara.
Usulan Peruntukan
Sumber: Direktorat Jenderal Kekayaan Negara.
(2) Kegiatan monitoring atas tindak lanjut 92 surat Menteri Keuangan tentang Peruntukan BMN eks tegahan DJBC.
202
Laporan Tahunan Kementerian Keuangan 2010
www.depkeu.go.id
203
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BAB I
Pendahuluan
9.4.4. Aset yang berasal dari Aset Bekas Milik Asing/Cina (ABMA/C)
BAB II
Reformasi Birokrasi
BAB III
Kebijakan Pengelolaan Ekonomi Makro
(1) Pada tahun 2010, DJKN telah menyelesaikan 19 berkas KNL yang berasal dari ABMA/C dengan
BAB IV
Pengelolaan Pendapatan Negara
BAB V
BAB VI
Kebijakan Pengelolaan Penganggaran
Kebijakan Pengelolaan Pembiayaan
BAB VIII
Kebijakan Pengelolaan Perbendaharaan Negara
BAB IX
BAB X
BAB XI
BAB XII
BAB XIII
Pengawasan dan Pengendalian Internal Kebijakan Hubungan dan Kerjasama Internasional di Bidang Keuangan Kebijakan Hubungan Kelembagaan NegaraPemerintahan
BAB XIV Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Keuangan BAB XV
(2) Telah ditetapkan Peraturan Direktur Jenderal Kekayaan Negara Nomor 01/KN/2010 tentang
Pelaksanaan Tugas Kementerian Keuangan sebagai KementerianLembaga
Keuangan. Pada Position Paper Arah Kementerian Keuangan Tahun 2010-2014, Menteri Keuangan memberikan arahan agar outstanding piutang negara per 1 Juli 2010 sebanyak 158.508 BKPN dengan
Petunjuk Teknis Penyelesaian ABMA/C. (3) Kegiatan monitoring dilakukan terhadap 19 ABMA/C yang telah dimantapkan status hukumnya
nilai Rp62,41 triliun harus dapat diselesaikan paling lambat tahun 2014. BKPN terbanyak adalah BUMN
menjadi BMN/D pada wilayah kerja Kanwil II DJKN Medan, Kanwil III DJKN Pekanbaru, Kanwil
Perbankan sejumlah 90.185 berkas, kemudian diikuti oleh BUMN Non Perbankan sebanyak 48.524
IV DJKN Bandung, Kanwil X DJKN Surabaya, Kanwil XIII DJKN Samarinda, dan Kanwil XIV DJKN
berkas. Di urutan selanjutnya adalah BKPN Instansi Pemerintah yang berjumlah 19.673 berkas dan
Denpasar.
Lembaga Negara sebanyak 126 berkas.
(4) Telah dilaksanakan Rapat Koordinasi Tim Penyelesaian ABMA/C Tingkat Pusat sebanyak 9 kali
Gambar 9.2. Outstanding BKPN Berdasarkan Berkas
bersama anggota Tim Interdep Pusat yang terdiri dari Badan Intelijen Negara (BIN), Badan Pertanahan Nasional (BPN), Kejaksaan Agung, Kementerian Hukum dan HAM, Markas Besar
Kebijakan Pengelolaan Kekayaan Negara, Piutang Negara, dan Lelang Kebijakan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan NonBank
Pengurusan Piutang Negara yang dilakukan oleh PUPN/DJKN mendapat perhatian dari Menteri
memantapkan status hukumnya menjadi BMN/D.
Kebijakan Pengelolaan Transfer ke Daerah
BAB VII
9.5. Perkembangan Pengurusan Piutang Negara
Tentara Nasional Indonesia (Mabes TNI), dan Biro Bantuan Hukum Kementerian Keuangan. Rapat
126
Koordinasi dimaksudkan untuk mendapatkan data pendukung dan masukan, serta membicarakan
19,673
permasalahan-permasalahan yang timbul dalam rangka penyelesaian masalah ABMA/C.
90,185
BUMN Perbankan BUMN Non Perbankan
48,524
9.4.5. Aset eks BPPN
Instansi Pemerintah Lembaga Negara
(1) Penetapan KMK No. 95/KM.6/2010 tentang Pembentukan Tim Pengelolaan Aset Eks BPPN. (2) Pembuatan sistem aplikasi bersama Direktorat Hukum dan Informasi dalam bentuk Modul Kekayaan Negara II yang sampai saat ini masih dalam tahap penyempurnaan. (3) Melaksanakan verifikasi dan penilaian berupa. (4) Tindak lanjut atas hasil inventarisasi dan revaluasi sisa aset eks BPPN.
9.4.6. Aset eks Bank Dalam Likuidasi dan PT. Perusahaan Pengelola Aset
Dari segi nilai, diketahui bahwa nilai BKPN Instansi Pemerintah adalah yang terbesar, yaitu mencapai
(1) DJKN telah menyelesaikan berkas KNL yang berasal dari aset eks BDL dan eks PT. PPA sebanyak
Rp40,82 triliun. Selanjutnya adalah nilai BKPN BUMN Perbankan sebesar Rp20,41 triliun dan BUMN
382 berkas.
Sumber: Direktorat Jenderal Kekayaan Negara.
Non Perbankan sejumlah Rp1,18 triliun. Nilai BKPN terendah dihasilkan dari Lembaga Negara, yaitu
(2) Hasil penyelesaian aset eks BDL dapat terealisasi sebesar Rp217 miliar, sedangkan eks PT. PPA
Rp0,01 triliun.
sebesar Rp220 miliar. Gambar 9.3. Outstanding Nilai BKPN
(3) Telah dilakukan inventarisasi atas aset eks BDL sebanyak 396 unit dan penyerahan pengurusan piutang negara kepada KPKNL/PUPNC sebanyak 25 berkas aset kredit dengan nilai Rp18,33 miliar. (4) PT. PPA telah mengembalikan pengelolaan atas 6 aset saham non bank dengan nilai buku
0.01
Rp19,03 miliar sehingga jumlah aset saham non bank yang ditangani pengelolaannya oleh
Penutup
DJKN berjumlah 21 unit aset dengan total nilai buku Rp22,49 miliar. (5) DJKN telah menyelesaikan pengelolaan atas 132 aset (112 aset properti dan 20 aset kredit) dengan nilai buku aset Rp100,70 miliar.
20.41
BUMN Non Perbankan
40.82
Aset Kredit/Properti Hasil penagihan aset kredit Hasil penjualan aset properti Hasil pelepasan hak atas aset properti Utilisasi Aset (melalui PSP) Jumlah
Sumber: Direktorat Jenderal Kekayaan Negara.
Realisasi (Rp) 11.290.794.041 119.783.200.000 88.914.210.000 95.870.000.000 315.858.204.041
Instansi Pemerintah
1.18
Tabel 9.15. Realisasi Pengelolaan Aset Kredit dan Properti Tahun 2010 No. 1. 2. 3. 4.
BUMN Perbankan
Sumber: Direktorat Jenderal Kekayaan Negara.
Lembaga Negara
204
Laporan Tahunan Kementerian Keuangan 2010
www.depkeu.go.id
205
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BAB I
Pendahuluan
Untuk melaksanakan arahan Menteri Keuangan, telah disusun Road Map Percepatan Penyelesaian
BAB II
Reformasi Birokrasi
BAB III
Kebijakan Pengelolaan Ekonomi Makro
Pengurusan Piutang Negara Tahun 2010-2014 yang terdiri dari 11 program aksi.
BAB IV
Pengelolaan Pendapatan Negara
BAB V
Kebijakan Pengelolaan Penganggaran
BAB VI
Kebijakan Pengelolaan Transfer ke Daerah
BAB VII
Kebijakan Pengelolaan Pembiayaan
BAB VIII
Kebijakan Pengelolaan Perbendaharaan Negara
BAB IX
BAB X
Gambar 9.4. Road Map Percepatan Penyelesaian Pengurusan Piutang Negara Tahun 2010-2014
1. Penertiban BKPN 2. Penyelesaian pembentukan database pengurusan piutang negara pada Program Aplikasi SIMPLe 3. Validasi Ulang outstanding piutang Negara yang diurus PUPN/DJKN
Kebijakan Pengelolaan Kekayaan Negara, Piutang Negara, dan Lelang
4. Estimasi tingkat ketertagihan piutang
(Sesuai SE-01/KN/2011 Selasai di Februari 2011)
5. Penyederhanaan Prosedur Pengurusan Piutang Negara
(Selesai di Semester II Tahun 2011)
6. Penyusunan peraturan yang memungkinkan penyederhanaan proses/tahap pengurusan piutang negara
(Selesai di Semester I Tahun 2011)
7. Capacity Building bagi Juru Sita, Pemeriksa, dan Pengelola (Analis) BKPN
(Selesai di Semester I Tahun 2011)
Kebijakan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan NonBank
8. Koordinasi dengan Penyerah piutang khususnya BUMN/D agar menarik pengurusan Piutang Negara dari PUPN/DJKN, baik dalam rangka restrukturisasi maupun dalam rangka penyelesaian piutang dengan mekanisme korporasi.
BAB XI
Pengawasan dan Pengendalian Internal
9. Intensifikasi pelaksanaan kewenangan pemberian keringanan penyelesaian hutang debitor
BAB XII
Kebijakan Hubungan dan Kerjasama Internasional di Bidang Keuangan
BAB XIII
Kebijakan Hubungan Kelembagaan NegaraPemerintahan
BAB XIV Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Keuangan BAB XV
Pelaksanaan Tugas Kementerian Keuangan sebagai KementerianLembaga Penutup
Target Penyelesaian
10. Intensifikasi pembinaan kepada Kantor Wilayah dan KPKNL 11. Intensifikasi pelaksanaan proses/tahap pengurusan, intensifikasi asset/debtor tracing Sumber: Direktorat Jenderal Kekayaan Negara.
(4) Penarikan Penarikan BKPN yang dilakukan oleh Penyerah Piutang sepanjang tahun 2010 memberikan kontribusi terhadap piutang yang dapat diselesaikan sebesar 18,13 persen atau Rp141,68 miliar. Jika dilihat dari jumlah BKPN, maka penarikan yang telah disetujui sebanyak 1.087 BKPN atau 21,44 persen dari total berkas piutang yang dapat diselesaikan. Penarikan dimaksud terdiri dari 1.072 BKPN Perbankan sebesar Rp138,63 miliar dan 15 BKPN Non-Perbankan sebesar Rp3,04 miliar. (5) BKPN Lunas Pelunasan BKPN sepanjang tahun 2010 mencapai 3.936 BKPN yang berasal dari Piutang Negara Perbankan sebanyak 2.856 BKPN dan Piutang Negara Non-Perbankan (termasuk dari instansi Pemerintah) sebanyak 1.080 BKPN. (6) Biaya Administrasi Pengurusan Piutang Negara (BIAD PPN) Hingga Desember 2010, BIAD yang berhasil dipungut sebesar Rp68,113 miliar. Kontribusi Piutang Negara Perbankan tercatat sebanyak Rp33,42 miliar (49,07 persen), sedangkan Piutang Negara Non-Perbankan diketahui sebanyak Rp34,69 miliar (50,93 persen). Pencapaian BIAD tersebut setara dengan 100,54 persen dari target yang ditetapkan sebesar Rp67,75 miliar. Outstanding piutang negara sampai dengan tahun 2010 adalah sebesar 155.971 BKPN dengan nilai Rp57,8 triliun. Dari jumlah tersebut, Rp37,6 triliun atau 65 persen diantaranya merupakan piutang non-perbankan, sedangkan Rp20,2 triliun atau 35 persen adalah piutang perbankan.
9.6. Perkembangan Lelang Realisasi pokok lelang maupun persentase pencapaiannya atas target yang ditetapkan selalu mengalami kenaikan sejak tahun 2006.
Pengurusan piutang negara yang dilaksanakan oleh PUPN/DJKN selama tahun 2010 adalah berikut ini. (1) Penerbitan Surat Penerimaan Pengurusan Piutang Negara (SP3N) PUPN/DJKN menerima penyerahan Piutang Negara sebanyak 6.773 Berkas Kasus Piutang Negara (BKPN) dengan nilai Rp1,35 triliun. Penyerahan tersebut berasal dari pengurusan piutang milik instansi Pemerintah. (2) Piutang Negara Dapat Diselesaikan (PNDS)
PNDS merupakan jumlah piutang negara yang dapat diselesaikan pengurusannya oleh PUPN/ DJKN yang berasal dari Piutang Negara Dapat Ditagih (PNDT), Penarikan, Pengembalian KPRBTN, Angsuran/Penarikan/ Lunas PSBDT, dan Lunas. Sampai dengan Desember 2010, PNDS yang berhasil dipungut sebesar Rp781,297,25 miliar, yang bersumber dari Piutang Negara Perbankan (55,18 persen) dan Piutang Negara Non-Perbankan (44,82 persen). Realisasi PNDS tersebut setara dengan 101,47 persen dari target yang ditetapkan sebesar Rp770 Miliar.
(3) Piutang Negara Dapat Ditagih (PNDT) PNDT merupakan jumlah uang yang dapat ditagih untuk dikembalikan kepada pihak kreditor/ penyerah piutang. Selama tahun 2010, diperoleh PNDT sebesar Rp634,90 miliar atau 81,26 persen dari seluruh PNDS. Dari PNDT tersebut, Rp521,12 miliar diantaranya merupakan angsuran debitor. Apabila dibandingkan dengan jumlah Surat Penerimaan Pengurusan Piutang Negara (SP3N) sepanjang tahun 2010, maka PNDT yang dihasilkan masih sangat kecil. Hal ini terjadi, karena kualitas piutang yang diurus bukanlah piutang lancar, mengandung perkara hukum, dan ketiadaan barang jaminan.
Tabel 9.16. Realisasi Pokok Lelang dan Bea Lelang Tahun 2006-2010 Pokok Lelang (Rp Ribu)
Tahun
Target
Realisasi
Bea Lelang (Rp Ribu)
% Capaian
Target
Realisasi
% Capaian
2006
2.300.000.000
2.218.214.122
96,44
30.000.000
33.163.434
110,54
2007
2.377.432.568
2.583.691.428
108,68
35.661.488
48.582.474
136,23
2008
2.492.430.031
4.297.612.448
172,43
31.384.031
57.196.883
182,25
2009
2.766.291.460
5.233.660.680
189,19
38.300.000
69.748.499
182,11
2010
3.196.661.000
6.796.806.899
212,62
44.047.706
83.836.052
190,33
Sumber: Direktorat Jenderal Kekayaan Negara.
Selain itu, pengumpulan penerimaan negara dalam bentuk PNBP berupa bea lelang sebagai pelaksanaan fungsi budgeter dari lelang juga mengalami peningkatan yang cukup signifikan selama periode tahun 2007-2010 dengan rincian sebagai berikut: (1) PNBP yang diperoleh pada tahun 2007 adalah Rp48,58 miliar melalui 13.233 kali pelaksanaan lelang; (2) PNBP yang diperoleh pada tahun 2008 adalah Rp57,20 miliar melalui 15.346 kali pelaksanaan lelang; (3) PNBP yang diperoleh pada tahun 2009 adalah Rp69,75 miliar melalui 20.668 kali pelaksanaan lelang; dan (4) PNBP yang diperoleh pada tahun 2010 adalah Rp83,84 miliar melalui 27.595 kali pelaksanaan lelang.
206
Laporan Tahunan Kementerian Keuangan 2010
www.depkeu.go.id
207
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BAB I
Pendahuluan
BAB II
Reformasi Birokrasi
BAB III
Kebijakan Pengelolaan Ekonomi Makro
BAB IV
Pengelolaan Pendapatan Negara
BAB V
Kebijakan Pengelolaan Penganggaran
BAB VI
Kebijakan Pengelolaan Transfer ke Daerah
BAB VII
Kebijakan Pengelolaan Pembiayaan
BAB VIII
Kebijakan Pengelolaan Perbendaharaan Negara
BAB IX
Kebijakan Pengelolaan Kekayaan Negara, Piutang Negara, dan Lelang
BAB X
Kebijakan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan NonBank
BAB XI
Pengawasan dan Pengendalian Internal
BAB XII
Kebijakan Hubungan dan Kerjasama Internasional di Bidang Keuangan
BAB XIII
Kebijakan Hubungan Kelembagaan NegaraPemerintahan
BAB XIV Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Keuangan BAB XV
Pelaksanaan Tugas Kementerian Keuangan sebagai KementerianLembaga Penutup
Hasil pelaksanaan lelang berupa pokok lelang dan bea lelang selalu melampaui target dalam 5 tahun terakhir. Hal ini disebabkan oleh: (1) terdapat beberapa lelang yang hasilnya cukup tinggi, seperti lelang aset sitaan Pengadilan Negeri, PUPN, eksekusi Pengadilan Negeri, eksekusi Hak Tanggungan, aset BUMN, dan kepailitan; (2) peningkatan frekuensi lelang Hak Tanggungan dan fidusia dari bank BUMN setelah berlakunya PP No. 33 Tahun 2006; (3) peningkatan frekuensi lelang eksekusi Pengadilan Negeri; serta (4) penggalian potensi lelang dan upaya meningkatkan minat masyarakat terhadap lelang.
Indonesia merupakan negara yang kaya sumber daya alam, baik yang terbarukan maupun yang tidak terbarukan. Dari World Geothermal Congress 2010 terungkap bahwa Indonesia memiliki potensi panas bumi sebesar 28.000 MW atau sekitar 35 persen dari potensi dunia. Dari potensi tersebut, hanya 1.189 MW yang telah dimanfaatkan, sehingga Indonesia menempati peringkat ketiga setelah Amerika Serikat (2.687 MW) dan Filipina (1.968 MW). Kondisi ini menjadi tantangan dalam memperoleh manfaat sebesar-besarnya dari sumber daya tersebut dengan tetap menjaga kelestarian ekosistem. Untuk itu, perlu dilakukan penilaian yang menyeluruh atas kelayakan eksplorasi dan eksploitasi. Tantangan DJKN dalam pengelolaan dan penilaian sumber daya alam akan semakin besar di masa mendatang.
9.7. Peluang dan Tantangan
Dalam melaksanakan kegiatan pengurusan piutang negara, DJKN dihadapkan pada berbagai tantangan. Tantangan yang paling utama adalah penyelesaian outstanding piutang negara per 1 Juli 2010 sebanyak 158.508 BKPN dengan nilai Rp62,41 triliun yang harus diselesaikan paling lambat tahun 2014, sesuai arahan Menteri Keuangan pada Position Paper Arah Kementerian Keuangan Tahun 2010-2014. Untuk menghadapi tantangan tersebut telah disusun Road Map Percepatan Penyelesaian Pengurusan Piutang Negara Tahun 2010-2014 yang terdiri dari 11 program aksi untuk penyelesaian outstanding.
9.7.1. Peluang Berbagai kebijakan Pemerintah dalam pendirian dan restrukturisasi aset BUMN memerlukan penegakan prinsip transparansi, kemandirian, akuntabilitas, pertanggungjawaban, kewajaran, harga terbaik, serta memperhatikan kondisi pasar. Pelaksanaan kebijakan harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat sebagai stakeholder BUMN. Hal ini harus dikelola secara cermat oleh DJKN, karena penatausahaan atas kekayaan negara merupakan salah fungsi Menteri Keuangan yang tidak dilimpahkan kepada Menteri BUMN. Negara memiliki aset yang besar dan sedang mengarah pada manajemen aset yang lebih baik. Masih banyak aset eks-BPPN, BDL, dan kelolaan PT. PPA yang bisa diserahkan kepada instansi Pemerintah yang membutuhkan. Cara ini menghemat anggaran negara dan berpotensi mengembalikan keuangan negara dan PNBP. Peluang yang juga berasal dari aset rampasan, sitaan kepabeanan, gratifikasi, Barang Muatan Kapal Tenggelam (BMKT), ABMA/C), dan KKKS. Hingga saat ini masih banyak aset rampasan di KPK dan Kejaksaan Negeri dengan jumlah dan jenis aset yang belum diketahui secara pasti. Aset semacam itu beserta aset-aset lainnya merupakan potensi penerimaan negara.
Pelaksanaan lelang sering terkendala adanya gugatan/perkara untuk menunda lelang atau menuntut pembatalan lelang yang telah dilakukan. Selain itu, selalu terdapat kemungkinan peserta lelang bersekongkol dalam melakukan penawaran, sehingga harga yang terbentuk menjadi kurang optimal. Hal lain adalah pembeli lelang sering mengalami kesulitan dalam menguasai objek lelang yang dibeli, karena masih dihuni oleh debitor/tereksekusi/pihak ketiga. Tantangan DJKN dalam mengatasi kendala di lapangan adalah menciptakan peraturan yang dapat mengakomodasi aspirasi masyarakat demi melindungi pengguna layanan lelang dengan sebaik-baiknya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
9.8. Pending Matters Sesuai dengan PMK No. 100/PMK.06/2008, DJKN bertugas melakukan inventarisasi piutang K/L yang belum diserahkan kepada PUPN. Dengan telah ditetapkannya PMK No. 201/PMK.06/2010 tentang Kualitas Piutang K/L dan Pembentukan Penyisihan Piutang Tidak Tertagih, DJKN berkesempatan memberikan pemahaman kepada K/L mengenai konsep pengelolaan piutang. Interaksi dan komunikasi yang efektif menjadi penting, karena dapat membuka peluang untuk mengetahui posisi piutang K/L agar pengurusan piutang macet dapat dipercepat penyelesaiannya. Potensi pelaksanaan lelang juga meningkat, karena jumlah penghapusan BMN diperkirakan akan meningkat seiring dengan peremajaan aset. Demikian pula dengan BMN idle yang jumlahnya cukup banyak. Apabila ditetapkan dipindahtangankan secara lelang, maka terdapat potensi Lelang Non-Eksekusi Wajib yang cukup besar. 9.7.2. Tantangan Dengan bertambahnya tugas, kewenangan, dan sejumlah prestasi yang telah diraih, DJKN menghadapi tantangan yang kompleks dan dengan risiko yang tinggi dari sisi hukum, reputasi, dan kerugian negara. Tantangan tersebut diantaranya adalah banyaknya tanah yang digunakan dan dikuasai oleh K/L yang belum bersertifikat, sehingga rawan untuk digugat atau dikuasai pihak lain.
Beberapa hal/kegiatan yang masih dalam proses penyelesaian di DJKN antara lain berikut ini. (1) Penyusunan RUU tentang Pengelolaan Kekayaan Negara yang akan menjadi payung hukum terintegrasi mengenai pelaksanaan tugas dan fungsi pengelolaan kekayaan negara (BMN), termasuk kekayaan negara lain-lain. (2) Penyusunan RUU tentang Penilaian yang akan menjadi payung hukum dalam pelaksanaan penilaian. (3) Penyusunan RUU tentang Pengurusan Piutang Negara sebagai payung hukum dalam pengurusan piutang negara/daerah. (4) Penyusunan RUU tentang Lelang yang akan mengakomodasi kebutuhan, perkembangan, dan perubahan di bidang lelang yang terjadi pada saat ini. (5) Integrasi perencanaan kebutuhan dan penganggaran BMN. (6) Implementasi Road Map Percepatan Penyelesaian Piutang Negara.
Tegas Bertindak Act Firm
Tegas Meneguhkan Kepercayaan Publik Melalui Pengawasan Yang Tegas Dan Profesional
FIRM Strengthening Public Trust Through Distinct And Professional Supervision
210
Laporan Tahunan Kementerian Keuangan 2010
www.depkeu.go.id
211
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BAB X
BAB I
Pendahuluan
BAB II
Reformasi Birokrasi
BAB III
Kebijakan Pengelolaan Ekonomi Makro
BAB IV
Pengelolaan Pendapatan Negara
BAB V
Kebijakan Pengelolaan Transfer ke Daerah
BAB VII
Kebijakan Pengelolaan Pembiayaan
BAB VIII
Kebijakan Pengelolaan Perbendaharaan Negara
BAB X
iii. meningkatkan kemampuan industri dalam mengelola risiko; iv. meningkatkan kapasitas pengawasan terhadap pelaku industri; serta v. meningkatkan basis investor domestik dan dana jangka panjang. (4) Kerangka regulasi yang menjamin kepastian hukum, adil, dan transparan melalui 4 strategi, yaitu: i. meningkatkan kualitas penegakan hukum; ii. melakukan harmonisasi regulasi antarindustri dan pemenuhan standar internasional; iii. menyusun regulasi berdasarkan kebutuhan dan pengembangan industri; serta iv. meningkatkan kualitas transparansi informasi keuangan pelaku industri pasar modal dan LKNB. (5) Infrastruktur yang kredibel, dapat diandalkan, dan berstandar internasional melalui 2 strategi, yaitu: i. mengembangkan sistem perdagangan efek yang terintegrasi (straight through processing);
Kebijakan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Non Bank Pengawasan dan Pengendalian Internal
BAB XII
Kebijakan Hubungan dan Kerjasama Internasional di Bidang Keuangan
BAB XIII
ii. mendorong peningkatan kualitas tata kelola perusahaan yang baik;
Kebijakan Pengelolaan Kekayaan Negara, Piutang Negara, dan Lelang
BAB XI
Kebijakan Hubungan Kelembagaan NegaraPemerintahan
(3) Industri yang stabil, tahan uji, dan likuid melalui 5 strategi, yaitu: i. meningkatkan kualitas pelaku industri;
Kebijakan Pengelolaan Penganggaran
BAB VI
BAB IX
KEBIJAKAN PENGAWASAN PASAR MODAL DAN INDUSTRI KEUANGAN NON BANK
dan ii. mengembangkan sistem informasi yang handal.
10.2. Kinerja Pasar Modal dan Lembaga Keuangan 10.1. Arah dan Strategi Kebijakan Pengawasan Pasar Modal dan
Lembaga Keuangan
10.2.1. Kinerja Industri Pasar Modal
Struktur dan sistem keuangan global mengalami perubahan yang cepat dan dinamis. Badan
10.2.1.1. Kinerja Indeks Harga Saham Gabungan
Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) sebagai organisasi yang visioner,
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia (BEI) mengalami penguatan yang
BAB XIV Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Keuangan
siap menyongsong era dan tantangan yang terjadi dengan menjalankan proses bisnisnya. Arah dan
signifikan. Pada akhir perdagangan tahun 2010, IHSG ditutup pada posisi 3.703,51 atau menguat
Strategi di bidang pasar modal dan industri keuangan non bank pada tahun 2010-2014 meliputi
46,13 persen jika dibandingkan dengan hari perdagangan terakhir tahun 2009 yang berada pada
aspek-aspek berikut ini.
posisi 2.534,36. IHSG tertinggi selama tahun 2010 berada pada posisi 3.756,97 yang terjadi pada 10
BAB XV
(1) Sumber pendanaan yang mudah diakses, efisien, dan kompetitif melalui 3 strategi, yaitu:
November 2010. Sebaliknya, IHSG terendah terjadi pada 8 Februari 2010 pada posisi 2.475,57.
Penutup
i. mengurangi hambatan bagi dunia usaha untuk mengakses pasar modal sebagai sumber
Gambar 10.1. IHSG di BEI Tahun 2001-2010
pendanaan; ii. meningkatkan aksesibilitas masyarakat terhadap lembaga pembiayaan dan penjaminan;
4,000.00
serta
3,500.00
iii. menyempurnakan peran profesi, lembaga penunjang, dan penjamin emisi dalam penawaran umum. (2) Sarana investasi yang kondusif dan atraktif, serta pengelolaan risiko yang handal melalui 6 strategi, yaitu: i. meningkatkan penyebaran dan kualitas keterbukaan informasi; ii. mendorong diversifikasi instrumen pasar modal dan skema jasa keuangan non bank;
3,000.00 2,500.00 IHSG
Pelaksanaan Tugas Kementerian Keuangan sebagai KementerianLembaga
2,000.00 1,500.00 1,000.00 500.00 0.00
16.0
iii. mengembangkan pasar modal dan industri keuangan non bank berbasis syariah; iv. meningkatkan kemudahan dalam bertransaksi; v. mengembangkan skema perlindungan investor dan nasabah; serta vi. mengembangkan pasar sekunder surat utang dan sukuk serta pengawasannya.
J
F
M
01 02 03 04 05 06 07 08 09 Periode
Sumber: Bapepam-LK.
A
M
J 10
J
A
S
O
N
D
212
Laporan Tahunan Kementerian Keuangan 2010
www.depkeu.go.id
213
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BAB I
Pendahuluan
Pada tahun 2010, IHSG di BEI mempunyai kinerja indeks yang terbaik jika dibandingkan dengan
10.2.1.2. Nilai Kapitalisasi Pasar dan Transaksi Saham di BEI
BAB II
Reformasi Birokrasi
BAB III
Kebijakan Pengelolaan Ekonomi Makro
indeks-indeks saham lain di kawasan Asia Pasifik. Prestasi ini mengalami peningkatan bila
Seiring penguatan IHSG, nilai kapitalisasi pasar saham BEI mengalami peningkatan 60,80 persen, yaitu
dibandingkan dengan tahun 2009, di mana IHSG di BEI menempati urutan terbaik kedua.
dari Rp2.019,38 triliun pada akhir tahun 2009 menjadi Rp3.247,10 triliun pada akhir perdagangan
BAB IV
Pengelolaan Pendapatan Negara
BAB V
Kebijakan Pengelolaan Penganggaran
BAB VI
Kebijakan Pengelolaan Transfer ke Daerah Kebijakan Pengelolaan Pembiayaan
BAB VII
BAB VIII
BAB IX
BAB X
BAB XI
BAB XII
BAB XIII
BAB XV
Bursa Efek
Kebijakan Pengelolaan Perbendaharaan Negara Kebijakan Pengelolaan Kekayaan Negara, Piutang Negara, dan Lelang Kebijakan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Non Bank Pengawasan dan Pengendalian Internal Kebijakan Hubungan dan Kerjasama Internasional di Bidang Keuangan Kebijakan Hubungan Kelembagaan NegaraPemerintahan
BAB XIV Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Keuangan
tahun 2010. Total nilai transaksi saham di BEI sepanjang tahun 2010 mencapai Rp1.176,24 triliun
Tabel 10.1. Indeks Saham Bursa Utama di Asia Pasifik Tahun 2009 dan 2010 Indeks
Des 09
Indonesia Stock Exchange
Indonesia Stock Exchange Composite Index
2.534,36
Stock Exchange of Thailand
Stock Exchange of Thailand Index
Philippine Stock Exchange
yang berarti meningkat 20,61 persen dari total nilai transaksi saham sepanjang tahun 2009 sebesar Rp975,21 triliun. Demikian pula nilai transaksi rata-rata harian mengalami peningkatan dari Rp4,05 triliun per hari pada tahun 2009 menjadi Rp4,80 triliun per hari pada tahun 2010. Nilai bersih transaksi
Des 10
Perubahan (%)
1)
3.703,51
46,13
734,54
1)
1.032,76
40,60
Philippine Stock Exchange Index
3.052,68
1)
4.201,14
37,62
South Korea Stock Market
KOSPI Index
1.682,77
1)
2.051,00
21,88
4,000.00
Kuala Lumpur Stock Exchange
Kuala Lumpur Stock Exchange Composite Index
1.272,78
1)
1.518,91
19,34
3,500.00
Bombay Stock Exchange
BSE Sensex 30
17.464,81
2)
20.509,10
17,43
2,000.00
Stock Exchange of Singapore
Straits Times Index
2.897,62
2)
3.190,04
10,09
1,500.00
Taiwan Stock Exchange
Taiwan Stock Exchange Index
8.188,11
2)
8.972,50
9,58
Hong Kong Stock Exchange
Hangseng Index
21.872,50
2)
23.035,45
5,32
Shenzhen Stock Exchange
Shenzen Composite Index
1.201,34
2)
1.290,87
7,45
Australia Stock Exchange
S&P/ASX 200 Index
4.870,60
2)
4.745,20
-2,57
foreign capital) pada tahun 2010 mencapai Rp20,98 triliun atau meningkat cukup signifikan dari Rp13,78 triliun pada tahun 2009. Gambar 10.3. Kapitalisasi Pasar Saham di BEI Tahun 2001-2010
3,000.00 2,500.00
Tokyo Stock Exchange
Nikkei-225 Stock Exchange
10.546,44
1)
10.228,92
-3,01
Shanghai Stock Exchange
Shanghai Stock Exchange Composite Index
3.277,14
2)
2.808,08
-14,31
1,000.00 500.00 0.00
16.0
J
F
M
01 02 03 04 05 06 07 08 09
A
M
J 10
J
A
S
O
N
D
Periode
Sumber: Bapepam-LK.
10.2.1.3. Emiten dan Perusahaan Publik
Keterangan: 1) Penutupan tanggal 30 Desember 2010. 2) Penutupan tanggal 31 Desember 2010.
Bapepam-LK berupaya meningkatkan jumlah emiten yang melakukan penawaran umum di pasar modal Indonesia. Pada tahun 2010, terdapat 24 perusahaan yang melakukan penawaran umum
Sumber: BEI dan Bloomberg.
Pelaksanaan Tugas Kementerian Keuangan sebagai KementerianLembaga
saham yang dilakukan oleh investor asing sehingga terjadi aliran masuk dana asing (net inflow of
perdana saham. Jumlah ini meningkat 84,62 persen jika dibandingkan dengan tahun 2009 yang berjumlah 13 perusahaan. Nilai penawaran umum perdana saham pada tahun 2010 adalah
Gambar 10.2. Kinerja Indeks Bursa Asia Pasifik
Rp29.512,13 miliar yang berarti terjadi kenaikan lebih dari 6 kali lipat jika dibandingkan dengan tahun 2009.
Penutup Shanghai Stock Exchange Tokyo Stock Exchange
Selain itu, penawaran umum saham dengan hak memesan efek terlebih dahulu kepada pemegang
Australia Stock Exchange Shenzhen Stock Exchange
saham lama (right issue) mengalami peningkatan sangat signifikan. Pada tahun 2010, jumlah
Hong Kong Stock Exchange Taiwan Stock Exchange
penawaran meningkat 106,67 persen menjadi 31 penawaran dari 15 penawaran di tahun 2009.
Stock Exchange of Singapore
Adapun nilai emisi melonjak 210,55 persen dari Rp15.671,80 miliar pada tahun 2009 menjadi
Bombay Stock Exchange Kuala Lumpur Stock Exchange
Rp48.669,24 miliar di tahun 2010. Pada tahun 2010 terdapat pula 29 penawaran umum obligasi
South Korea Stock Market Philippine Stock Exchange
dan sukuk yang dilakukan oleh 24 emiten dengan nilai mencapai Rp36.597 miliar. Berarti terjadi
Stock Exchange of Thailand
peningkatan 17,71 persen jika dibandingkan dengan tahun 2009.
Indonesia Stock Exchange
-20.00
-10.00
0.00
10.00
20.00
30.00
Perkembangan Indeks (% Perubahan)
Sumber: BEI dan Bloomberg.
40.00
50.00
214
Laporan Tahunan Kementerian Keuangan 2010
www.depkeu.go.id
215
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BAB I
Pendahuluan
Berdasarkan prospektus emiten dan perusahaan publik yang melakukan penawaran umum di tahun
Perkembangan Reksa Dana juga terjadi pada Unit Penyertaan (UP) yang meningkat dari 69,52 miliar
BAB II
Reformasi Birokrasi
BAB III
Kebijakan Pengelolaan Ekonomi Makro
2010, persentase terbesar dari penggunaan dana emisi adalah untuk ekspansi, yaitu 50 persen atau
unit pada tahun 2009 menjadi 82,08 miliar unit pada tahun 2010 atau meningkat 18,07 persen.
sekitar Rp56 triliun. Adapun penggunaan dana untuk modal kerja tercatat sebesar 16 persen atau
Sementara itu, apabila dilihat dari sisi NAB, sebagian besar jenis produk Reksa Dana mengalami
BAB IV
Pengelolaan Pendapatan Negara
sekitar Rp18 triliun, refinancing sebesar 16 persen atau sekitar Rp18 triliun, dan lain-lain sebesar 18
peningkatan NAB di tahun 2010. Peningkatan tertinggi dialami Reksa Dana Campuran sebesar
persen atau sekitar Rp20 triliun.
60,51 persen, kemudian diikuti oleh Reksa Dana Pendapatan Tetap 51,26 persen, Reksa Dana Pasar
BAB V
BAB VI
BAB VII
BAB VIII
BAB IX
BAB X
BAB XI
BAB XII
BAB XIII
Kebijakan Pengelolaan Penganggaran Kebijakan Pengelolaan Transfer ke Daerah Kebijakan Pengelolaan Pembiayaan Kebijakan Pengelolaan Perbendaharaan Negara Kebijakan Pengelolaan Kekayaan Negara, Piutang Negara, dan Lelang Kebijakan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Non Bank Pengawasan dan Pengendalian Internal Kebijakan Hubungan dan Kerjasama Internasional di Bidang Keuangan Kebijakan Hubungan Kelembagaan NegaraPemerintahan
Uang 47,93 persen, Reksa Dana Saham 26,21 persen, dan Reksa Dana Terproteksi 21,05 persen. Dari Rp 56 triliun dana hasil emisi, sekitar Rp27 triliun atau 64 persen digunakan untuk penyaluran
Sebaliknya, Reksa Dana Indeks dan ETF mengalami penurunan, masing-masing sebesar 10 persen
kredit oleh emiten perbankan, terutama kredit konsumsi dan pembiayaan konsumen. Selanjutnya
dan 38,36 persen.
sekitar Rp7 triliun atau 16 persen digunakan untuk pengembangan telekomunikasi, sedangkan sisanya yang digunakan untuk ekspansi di bidang real estate sekitar Rp1 triliun, pembiayaan
Investor Reksa Dana juga mengalami peningkatan. Jumlah nasabah pemegang UP meningkat 1,94
konsumen sekitar Rp159 miliar, perdagangan dan perhubungan sekitar Rp24 miliar, serta ekspansi
persen, yaitu dari 304.177 nasabah pada tahun 2009 menjadi 310.073 nasabah di tahun 2010. Arus
usaha lainnya sekitar Rp7,5 triliun. Di samping itu, sekitar Rp13 triliun digunakan untuk sektor riil,
dana asing yang masuk melalui Reksa Dana meningkat 24,71 persen dari Rp8,11 triliun di tahun 2009
yaitu pengembangan usaha pertambangan dan pembangunan pabrik-pabrik manufaktur.
menjadi Rp10,11 triliun di tahun 2010. Peningkatan ini terjadi pada jumlah rekening perorangan asing pemegang UP yang meningkat 142,50 persen, yaitu dari 1.779 di tahun 2009 menjadi 4.314
10.2.1.4. Kinerja Industri Pengelolaan Investasi
di tahun 2010. Adapun jumlah rekening institusi asing mengalami penurunan dari 50 di tahun 2009
Perkembangan positif kondisi perekonomian dan industri pasar modal di Indonesia telah
menjadi 37 pada akhir Desember 2010.
mempengaruhi perkembangan industri pengelolaan investasi. Gross Domestic Product (GDP) atas
Tabel 10.2. Perkembangan Produk Investasi Tahun 2009-2010
dasar harga berlaku mengalami peningkatan dari Rp5.613,4 triliun pada tahun 2009 menjadi Rp6.422,9 triliun pada tahun 2010 atau meningkat 6,1 persen. Suku bunga pinjaman cenderung stabil, yaitu 6,5 persen pada 3 Desember 2009 dan tetap bertahan hingga 3 Desember 2010. Lembaga pemeringkat kredit internasional, Moody’s, mempertimbangkan untuk menaikkan
Tahun No.
Jenis Produk Investasi Jumlah Produk
peringkat kredit Indonesia dari ‘Ba2’ menjadi ‘Ba1’ pada tahun 2010. Pertimbangan ini didasari oleh fundamental ekonomi yang kuat, cadangan devisa yang terus meningkat, dan kerangka kebijakan
1.
RD Pasar Uang
ekonomi yang tepat. Kinerja pengelolaan investasi juga dipengaruhi oleh pertumbuhan IHSG di BEI
2.
RD PendapatanTetap
yang mengalami peningkatan 46,13 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
3.
RD Saham
4.
RD Campuran
BAB XIV Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Keuangan
Perkembangan positif industri pengelolaan investasi tercermin dari terus meningkatnya Nilai Aktiva
5.
RD Terproteksi
Bersih (NAB). Pada akhir tahun 2010, total NAB tercatat Rp153,28 triliun atau meningkat 34,02 persen
6.
RD Indeks
BAB XV
bila dibandingkan dengan tahun 2009 sebesar Rp114,37 triliun. Meskipun meningkat, namun jika
7.
ETF
Pelaksanaan Tugas Kementerian Keuangan sebagai KementerianLembaga Penutup
dibandingkan dengan GDP harga berlaku tahun 2010, porsi total NAB Reksa Dana terhadap GDP masih tergolong kecil, yakni hanya 2,4 persen dari GDP. Peningkatan NAB sebagian besar merupakan kontribusi dari produk Reksa Dana Saham dan Reksa Dana Terproteksi, yaitu masing-masing sebesar 31,5 persen dan 27,8 persen. Adapun NAB Reksa Dana Pendapatan Tetap dan Reksa Dana Campuran memberikan kontribusi masing-masing 18,30 persen dan 16,82 persen. Selain itu, Reksa Dana Pasar Uang, Reksa Dana Indeks, dan Reksa Dana yang Unit Penyertaannya diperdagangkan di Bursa atau Exchange Traded Fund (ETF) memberikan kontribusi masing-masing sebesar 5,04 persen, 0,17 persen, dan 0,27 persen.
2009
Total 8.
RD KIK PenyertaanTerbatas
9.
KIK-EBA
Keterangan: *NAB untuk Reksa Dana, Nilai EBA untuk KIK-EBA. Sumber: Bapepam-LK.
NAB / Nilai EBA* (Rp Triliun)
2010 Jumlah UP (Rp Miliar)
Jumlah Produk
NAB / Nilai EBA* (Rp Triliun)
Jumlah UP (Rp Miliar)
26
5,22
5,22
27
7,72
7,72
131
18,55
12,61
109
28,06
16,18
73
38,31
11,70
73
48,35
11,74
117
16,06
7,38
109
25,78
8,22
256
35,27
32,33
294
42,69
38,05
2
0,29
0,16
2
0,26
0,11
2
0,67
0,13
2
0,41
0,06
607
114,37
69,52
616
153,28
82,08
64
16,57
N/A
97
28,12
N/A
2
0,46
N/A
3
1,1
N/A
216
Laporan Tahunan Kementerian Keuangan 2010
www.depkeu.go.id
217
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
10.2.2. Kinerja Industri Lembaga Keuangan Non-Bank
Penyaluran pembiayaan pada tahun 2010 masih didominasi oleh sektor konsumsi yang menyerap
BAB I
Pendahuluan
BAB II
Reformasi Birokrasi
BAB III
Kebijakan Pengelolaan Ekonomi Makro
BAB IV
Pengelolaan Pendapatan Negara
a. Industri Pembiayaan
BAB V
Kebijakan Pengelolaan Penganggaran
baru dan mencabut izin 13 Perusahaan Pembiayaan. Dengan demikian, jumlah Perusahaan
BAB VI
Kebijakan Pengelolaan Transfer ke Daerah
BAB VII
BAB VIII
BAB IX
BAB X
BAB XI
BAB XII
BAB XIII
Kebijakan Pengelolaan Pembiayaan Kebijakan Pengelolaan Perbendaharaan Negara
roda empat, dan konsumsi alat-alat rumah tangga. Tingginya pembiayaan sektor konsumsi berperan dalam menjaga stabilitas perekonomian nasional dengan mendorong peningkatan aktivitas ekonomi
Selama tahun 2010, Bapepam-LK memberikan izin bagi pembukaan 7 Perusahaan Pembiayaan Pembiayaan menurun menjadi 192 perusahaan pada tahun 2010 dari 198 perusahaan pada tahun 2009. Pencabutan izin tidak serta merta mengurangi pertumbuhan aset industri jasa pembiayaan. Sebaliknya, pencabutan izin justru memperkuat dan menyehatkan industri jasa pembiayaan yang ada dengan manajemen risiko yang lebih baik. Sejalan dengan strategi untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap sumber pembiayaan, sepanjang tahun 2010, Bapepam-LK juga memberikan izin pembukaan 415 kantor cabang baru
Kebijakan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Non Bank
nama. Bapepam-LK juga memproses 57 permohonan perubahan pengurus serta 139 permohonan
Pengawasan dan Pengendalian Internal
Berikut ini adalah beberapa kebijakan strategis pengembangan industri Perusahaan Pembiayaan
Kebijakan Hubungan dan Kerjasama Internasional di Bidang Keuangan
(1) Peningkatan kualitas manajemen Perusahaan Pembiayaan melalui fit and proper test terhadap Dewan Direksi dan Komisaris Perusahaan Pembiayaan. (2) Peningkatan kualitas pengaturan dalam rangka mendukung perkembangan Perusahaan Pembiayaan yang dinamis dengan tetap mengedepankan prinsip kehati-hatian. Kebijakan ini telah dituangkan dalam rancangan perubahan PMK tentang Perusahaan Pembiayaan yang diharapkan disahkan pada tahun 2011. (3) Peningkatan kepastian hukum bagi Perusahaan Pembiayaan dengan dimulainya kajian
Kebijakan Hubungan Kelembagaan NegaraPemerintahan
Pelaksanaan Tugas Kementerian Keuangan sebagai KementerianLembaga Penutup
di kalangan masyarakat menengah ke bawah. Berdasarkan data BPS, pada tahun 2010, pangsa PDB yang disumbangkan oleh konsumsi rumah tangga tercatat 56,7 persen, sedangkan konsumsi Pemerintah sebesar 9,1 persen. Pertumbuhan ekonomi Indonesia tercatat sebesar 6,1 persen pada tahun 2010 yang sebagian besar bersumber dari komponen ekspor, yakni 6,4 persen, sedangkan konsumsi rumah tangga memberi sumbangan sebesar 2,7 persen. Di samping itu, sektor-sektor produktif seperti sektor listrik, pertambangan, konstruksi dan industri pengolahan juga mulai menyerap pangsa pembiayaan yang diharapkan mampu memberikan stimulus bagi aktivitas
Kebijakan Pengelolaan Kekayaan Negara, Piutang Negara, dan Lelang
BAB XIV Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Keuangan BAB XV
pangsa pembiayaan sebesar 57 persen dan terdiri dari pembiayaan kendaraan roda dua, kendaraan 10.2.2.1. Industri Pembiayaan dan Penjaminan
ekonomi riil. Gambar 10.5. Penyaluran Kegiatan Pembiayaan oleh Industri Perusahaan Pembiayaan Per Sektor Ekonomi Tahun 2010
bagi 34 Perusahaan Pembiayaan yang tersebar di seluruh Indonesia. Selain itu, 29 Perusahaan Pembiayaan telah melakukan perubahan modal dan 5 Perusahaan Pembiayaan telah berganti
Pertanian
4%
5%
perpindahan alamat kantor pusat dan kantor cabang.
4% 9%
57%
Pembiayaan yang menggembirakan yang ditandai dengan meningkatnya jumlah aset dan penyaluran pembiayaan di sepanjang tahun 2010.
Konstruksi
4%
Perdagangan
5%
Pengangkutan
3%
Jasa-Jasa Dunia Usaha
4%
Jasa-jasa Sosial Konsumsi
Sumber: Bapepam-LK.
Saat ini terdapat 4 Perusahaan Penjaminan di Indonesia, yaitu Perum Jaminan Kredit Indonesia (Perum Jamkrindo), PT. Penjamin Kredit Pengusaha Indonesia (PT. PKPI), PT. Jamkrida Jatim, dan PT. Jamkrida Bali Mandara. PT Jamkrida Bali Mandara merupakan Perusahaan Penjaminan Kredit Daerah yang baru mendapatkan izin pada tahun 2010 dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor KEP-
Gambar 10.4. Perkembangan Aset Perusahaan Pembiayaan Tahun 2006-2010 (Rp Triliun)
720/KM.10/2010 tanggal 30 Desember 2010. Selain itu, terdapat pula 11 kantor cabang dan 6 kantor anak cabang Perusahaan Penjaminan Kredit yang tersebar di seluruh Indonesia. Selama tahun 2010, Bapepam-LK telah memroses 3 pelaporan perubahan pengurus Perusahaan Penjaminan dan 3
250 44 200 186 31
150 20
137
32 143
16 108
50
5%
b. Industri Penjaminan
Kebijakan yang ditempuh oleh Bapepam-LK berdampak pada kinerja keuangan Perusahaan
100
Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air
yang menjadi prioritas Bapepam-LK pada tahun 2010.
penyusunan RUU tentang Perusahaan Pembiayaan.
Pertambangan
93
0 2006
2007 Aset Pembiayaan
Sumber: Bapepam-LK.
2008 Aset Non-Pembiayaan
2009
2010
pelaporan perubahan modal disetor.
218
Laporan Tahunan Kementerian Keuangan 2010
219
www.depkeu.go.id
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BAB I
Pendahuluan
Total aset Perusahaan Penjaminan pada Desember 2010 sebesar Rp2,93 triliun atau naik 75,91
Pada tahun 2010 telah dilakukan kajian mengenai skema Penugasan Khusus kepada LPEI (National
BAB II
Reformasi Birokrasi
BAB III
Kebijakan Pengelolaan Ekonomi Makro
persen dibandingkan dengan Desember 2009 sebesar Rp1,67 triliun. Selain itu, total kewajiban
Interest Account) yang melibatkan stakeholders di lingkungan Kementerian Keuangan, yaitu:
Perusahaan Penjaminan pada periode yang sama adalah sebesar Rp0,32 triliun atau naik 41,92
(1) Direktorat Sistem Penganggaran, Direktorat Sistem Manajemen Investasi, Direktorat Penyusunan
BAB IV
Pengelolaan Pendapatan Negara
persen dibandingkan dengan periode sebelumnya sebesar Rp0,23 triliun. Nilai ekuitas Perusahaan
APBN pada DJA;
Penjaminan pada Desember 2010 mencapai Rp2,61 triliun atau meningkat 81,23 persen
(2) Pusat Pengelolaan Risiko Fiskal pada BKF;
Kebijakan Pengelolaan Penganggaran
dibandingkan dengan periode Desember 2009 sebesar Rp1,44 triliun. Peningkatan nilai aset dan
(3) Direktorat Barang Milik Negara II pada DJKN;
ekuitas Perusahaan Penjaminan dihasilkan dari penambahan PMN kepada Perum Jamkrindo dalam
(4) Biro Hukum pada Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan.
BAB VI
Kebijakan Pengelolaan Transfer ke Daerah
rangka pelaksanaan penjaminan program Kredit Usaha Rakyat (KUR) sebesar Rp900 miliar.
BAB VII
Kebijakan Pengelolaan Pembiayaan
Untuk menyempurnakan ketentuan Perusahaan Penjaminan, Bapepam-LK telah melakukan
Kebijakan Pengelolaan Perbendaharaan Negara
Perusahaan Penjaminan Kredit dan Perusahaan Penjaminan Ulang Kredit. Penyempurnaan
e. Perusahaan Pembiayaan Infrastruktur
dilakukan terhadap ketentuan modal disetor minimum, kegiatan usaha, penguatan ketentuan
Industri PPI hanya sedikit mengalami perkembangan pada tahun 2010 yang ditunjukkan dengan
prudential, dan optimalisasi kegiatan pembinaan dan pengawasan.
minimnya pengajuan permohonan pendirian PPI. Jumlah PPI yang telah memperoleh izin usaha
BAB V
BAB VIII
BAB IX
BAB X
Kebijakan Pengelolaan Kekayaan Negara, Piutang Negara, dan Lelang Kebijakan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Non Bank
BAB XI
Pengawasan dan Pengendalian Internal
BAB XII
Kebijakan Hubungan dan Kerjasama Internasional di Bidang Keuangan
BAB XIII
Kebijakan Hubungan Kelembagaan NegaraPemerintahan
Terdapat pemikiran untuk menggunakan skema pembiayaan atas penugasan khusus yang terdiri dari dana bergulir, PMN, dan reimbursement.
penyusunan Rancangan PMK tentang perubahan atas PMK No. 222/PMK.010/2008 tentang
sebanyak 2 perusahaan. Meskipun demikian, aset PPI pada tahun 2010 mengalami kenaikan jika c. Modal Ventura
dibandingkan dengan tahun 2009.
Bapepam-LK memberikan 5 izin pembukaan perusahaan Modal Ventura baru, sehingga pada akhir
Tabel 10.3. Posisi Aset Perusahan Pembiayan Infrastruktur Tahun 2009-2010 (dalam miliar Rupiah)
tahun 2010 jumlah perusahaan Modal Ventura menjadi 79 perusahaan. Seiring dengan itu, nilai aset perusahaan Modal Ventura pada tahun 2010 mengalami peningkatan sebesar 7 persen menjadi Rp3,96 triliun. Di samping itu, nilai pembiayaan Modal Ventura juga meningkat 14 persen menjadi Rp3,28 triliun.
Keterangan Total aset Penempatan pada bank
Jun-10
Sep-10*)
Des-10
1.063,68
1.075,18
1.083,68
1.754,87
2.123,37
950,76
932,99
354,35
416,05
1.137,71
Surat berharga yang dimiliki
50,15
70,15
70,15
100,68
188,91
lebih diprioritaskan pada peningkatan kualitas pengaturan untuk memberikan kepastian hukum.
Pinjaman yang diberikan
49,07
56,97
607,85**)
613,39**)
733,49**)
Implementasi kebijakan ini adalah dengan telah dirampungkannya Rancangan PMK tentang
Penyertaan modal
-
-
40,3
40,3
36,51
-
-
-
559,7
559,7
1.057,98
1.072,75
1.081,80
1.189,99
2.100,65
56,07
14,77
23,81
11,7
75,43
Perusahaan Modal Ventura pada tahun 2010 dan diharapkan disahkan pada tahun 2011.
BAB XIV Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Keuangan
d. Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia
Laba rugi
BAB XV
beroperasi selama satu tahun penuh. Apabila dibandingkan dengan tahun 2009, posisi keuangan
Penutup
Mar-10
Kebijakan strategis yang terkait dengan pengembangan industri Modal Ventura pada tahun 2010
Pinjaman yang diterima
Pelaksanaan Tugas Kementerian Keuangan sebagai KementerianLembaga
Des-09
Ekuitas
Tahun 2010 merupakan tahun pertama bagi Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) LPEI pada akhir tahun 2010 telah meningkat cukup signifikan. Total aset LPEI telah mencapai
* Mulai periode September 2010 terdapat 2 perusahaan pembiayaan infrastruktur, yaitu PT. Sarana Multi Infrastruktur (Persero) dan PT. Indonesia Infrastruktur Finance (PT. IIF) ** Diantaranya adalah pinjaman sub-ordinasi kepada PT. IIF senilai Rp559,7 miliar Sumber: Bapepam-LK.
Rp20,87 triliun atau mengalami peningkatan lebih dari 50 persen dibandingkan Rp11,16 triliun pada September 2009 dan Rp13,02 triliun Desember 2009. Peningkatan total aset terutama berasal dari penerbitan obligasi LPEI pada bulan Juli 2010 sekitar Rp3 triliun dan penambahan modal dari
f. Pembiayaan Sekunder Perumahan
Pemerintah sebesar Rp2 triliun pada bulan Desember 2010.
Dalam rangka meningkatkan penyediaan rumah yang layak dan terjangkau bagi masyarakat, perlu diupayakan tersedianya dana pembangunan perumahan yang lebih efektif dan efisien melalui
Untuk meningkatkan peran LPEI dalam pemberian fasilitas asuransi dan penjaminan terkait ekspor,
pembiayaan sekunder. Untuk itu, telah diterbitkan Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2005 tentang
telah diterbitkan PMK No. 161/PMK.010/2010 tentang Perubahan Atas PMK No. 140/PMK.010/2009
Pembiayaan Sekunder Perumahan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 1
tentang Pembinaan dan Pengawasan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia. Selain itu, dalam PMK
Tahun 2008. Di dalam Perpres tersebut ditetapkan mekanisme pembiayaan sekunder perumahan
tersebut juga dituangkan kebijakan transisi bagi LPEI dalam menerapkan pembentukan cadangan
dan sekaligus pendirian PT. Sarana Multigriya Finansial (Persero) yang akan melaksanakan kegiatan
kerugian penurunan nilai secara kolektif atas piutang pembiayaan.
pembiayaan sekunder.
220
Laporan Tahunan Kementerian Keuangan 2010
www.depkeu.go.id
221
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BAB I
Pendahuluan
Pembiayaan sekunder perumahan dilakukan melalui sekuritisasi, yaitu dengan pembelian aset
b. Pertumbuhan Investasi
BAB II
Reformasi Birokrasi
BAB III
Kebijakan Pengelolaan Ekonomi Makro
keuangan dari kreditor asal dan penerbitan efek beragun aset yang dapat dilakukan oleh PT SMF
Investasi industri asuransi per 31 Desember 2010 tercatat sebesar Rp356,3 triliun, yang terdiri
(Persero), SPV, atau Wali Amanat. Selama tahun 2010, nilai sekuritisasi tercatat sebesar Rp750 miliar
dari investasi di sektor Asuransi Jiwa Rp168 triliun, Asuransi Umum dan Reasuransi Rp34,7 triliun,
BAB IV
Pengelolaan Pendapatan Negara
dan PT. SMF telah menyalurkan pinjaman sebesar Rp702 miliar.
Asuransi Sosial dan Jamsostek Rp103,8 triliun, dan Asuransi PNS/TNI/Polri Rp49,8 triliun. Investasi industri asuransi tumbuh 26 persen apabila dibandingkan dengan posisi per 31 Desember 2009.
Kebijakan Pengelolaan Penganggaran
Bapepam-LK berupaya melakukan persiapan dalam rangka pelaksanaan sekuritisasi dan melakukan
Investasi di industri asuransi masih didominasi oleh surat utang negara, deposito, reksadana, dan
kajian mengenai langkah-langkah yang harus ditempuh untuk meningkatkan rating Perseroan
saham yang masing-masing tercatat sebesar Rp81,61 triliun, Rp73,82 triliun, Rp63,94 triliun, dan
BAB VI
Kebijakan Pengelolaan Transfer ke Daerah
dalam rangka menghimpun dana melalui pasar modal.
Rp62,81 triliun.
BAB VII
Kebijakan Pengelolaan Pembiayaan
10.2.2.2. Industri Asuransi
BAB VIII
Kebijakan Pengelolaan Perbendaharaan Negara
a. Pertumbuhan Kekayaan
BAB IX
BAB X
Kebijakan Pengelolaan Kekayaan Negara, Piutang Negara, dan Lelang Kebijakan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Non Bank
BAB XI
Pengawasan dan Pengendalian Internal
BAB XII
Kebijakan Hubungan dan Kerjasama Internasional di Bidang Keuangan
BAB XIII
BAB XV
Pelaksanaan Tugas Kementerian Keuangan sebagai KementerianLembaga Penutup
Reksadana
dari kekayaan sektor Asuransi Jiwa Rp183,1 triliun, Asuransi Umum dan Reasuransi Rp47,9 triliun, Asuransi Sosial Rp107,2 triliun, dan Asuransi PNS/TNI/Polri Rp61,4 triliun. Kekayaan industri asuransi
Saham
19.071% 22.237%
Properti
19.718% 21.377%
Gambar 10.6. Pertumbuhan Kekayaan Industri Asuransi Tahun 2006-2010
0.045% 0.004% 0.080%
450
50%
400
45%
0.156%
Pinjaman Polis SBI
12.731% 3.103% 0.812% 0.667%
Investasi Lain Pembiayaan Murabahah dan Mudharabah Pinjaman Hipotik SUN
40%
350
Obligasi dan MTN Penyertaan Langsung
tersebut tumbuh 24 persen apabila dibandingkan dengan posisi 31 Desember 2009.
Kebijakan Hubungan Kelembagaan NegaraPemerintahan
BAB XIV Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Keuangan
Gambar 10.7. Komposisi Investasi Industri Asuransi Tahun 2010
Kekayaan industri asuransi per 31 Desember 2010 tercatat sebesar Rp399,60 triliun yang terdiri
Dalam Triliun Rupiah
BAB V
Deposito
35%
300
30% 250 25% 200
Sumber: Bapepam-LK.
20%
150
15%
100
10%
50
5%
0
0% 2006
2007
2008
2009
2010*)
PM/TNI/POLRI
27.37
33.30
39.78
51.59
61.4
Sosial
51.55
63.60
66.61
87.49
107.2
Kerugian & Re
24.98
29.79
34.79
40.16
47.9
Jiwa
183.1
71.03
102.14
102.40
141.65
Growth AJ
32%
44%
0.3%
38%
29%
Growth AK&R
12%
19%
17%
15%
19%
Growth AS
28%
23%
5%
31%
23%
Growth APNS
35%
22%
19%
30%
19%
Growth Industri
28%
31%
6%
32%
24%
b.1. Pertumbuhan Premi, Klaim, Beban Usaha, dan Laba Industri Total premi bruto asuransi per 31 Desember 2010 adalah Rp133,5 triliun. Jumlah ini naik 25 persen jika dibandingkan dengan tahun 2009. Klaim bruto Asuransi Jiwa per 31 Desember 2010 tercatat Rp52,9 triliun yang berarti naik 36 persen. Hasil investasi Asuransi Jiwa selama tahun 2010 adalah Rp25,4 triliun atau naik 21 persen. Adapun hasil investasi Asuransi Kerugian dan Reasuransi tercatat sebesar Rp6,749 triliun. Jumlah ini lebih tinggi dibandingkan hasil investasi pada tahun 2009. Hasil investasi Asuransi Komersial selama tahun 2010 adalah Rp32,16 triliun yang merupakan 40 persen dari total investasi. Jumlah ini lebih
Keterangan: *) menggunakan angka unaudited.
tinggi jika dibandingkan tahun 2009. Sementara itu, laba bersih setelah pajak Asuransi Jiwa per 31 Desember 2010 adalah sebesar Rp6.347 triliun atau naik 33 persen dibandingkan tahun 2009.
Sumber: Bapepam-LK.
b.2. Densitas dan Penetrasi Industri Asuransi Sampai dengan 31 Desember 2010, densitas asuransi tercatat sebesar Rp472.398,06 per kapita atau mengalami kenaikan 27,78 persen dibandingkan tahun 2009 sebesar Rp369.700 per kapita. Demikian pula penetrasi asuransi yang mengalami kenaikan dari 1,62 persen pada 31 Desember 2009 menjadi 1,75 persen pada 31 Desember 2010.
222
Laporan Tahunan Kementerian Keuangan 2010
www.depkeu.go.id
223
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BAB I
Pendahuluan
Peningkatan densitas dan penetrasi asuransi tidak terlepas dari penyempurnaan peraturan di
BAB II
Reformasi Birokrasi
BAB III
Kebijakan Pengelolaan Ekonomi Makro
bidang usaha perasuransian. Penyempurnaan peraturan merupakan salah satu upaya untuk
BAB IV
Pengelolaan Pendapatan Negara
Kebijakan Pengelolaan Transfer ke Daerah
(3) bentuk hukum perusahaan perasuransian;
BAB VII
Kebijakan Pengelolaan Pembiayaan
BAB VIII
Kebijakan Pengelolaan Perbendaharaan Negara
BAB X
Kebijakan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Non Bank
BAB XI
Pengawasan dan Pengendalian Internal
BAB XII
Kebijakan Hubungan dan Kerjasama Internasional di Bidang Keuangan
BAB XIII
Kebijakan Hubungan Kelembagaan NegaraPemerintahan
BAB XIV Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Keuangan BAB XV
2007
2008
2009
2010
8
9
9
9
9
DPPK-PPMP
235
226
216
210
208
DPPK - PPIP
37
36
39
41
40
DPPK - PPMP ke DPPK - PPIP
(1) pengaturan yang lebih jelas mengenai industri asuransi syariah;
BAB VI
Kebijakan Pengelolaan Kekayaan Negara, Piutang Negara, dan Lelang
2006
Akumulasi Perubahan Program Dana Pensiun
regulator dalam menjalankan pengawasan. Penguatan pada sisi industri meliputi: (2) penegasan mengenai ruang lingkup usaha bagi perusahaan perasuransian konvensional
BAB IX
Tahun
memperkuat industri asuransi di Indonesia melalui kepastian hukum bagi para pelaku usaha dan
Kebijakan Pengelolaan Penganggaran
BAB V
Tabel 10.4. (lanjutan)
Akumulasi Dana Pensiun Aktif
maupun syariah; (4) perizinan usaha, dan
DPLK
(5) pengaturan mengenai penyelenggaraan usaha.
Jumlah
25
26
26
25
24
297
288
281
276
272
Sumber: Bapepam-LK.
Dalam upaya meningkatkan daya saing industri asuransi Indonesia di kawasan regional maupun internasional, adopsi atas praktik yang lazim baik pada sisi penyelenggaraan usaha dan
b. Pertumbuhan Jumlah Peserta Dana Pensiun
pengawasannya merupakan hal yang harus diupayakan. Untuk itu beberapa prinsip pengawasan
Jumlah peserta Dana Pensiun telah mencapai lebih dari 2,6 juta jiwa pada tahun 2010 yang berarti
yang telah ditetapkan oleh lembaga pengawas asuransi internasional akan ditampung dalam
meningkat 4,77 persen dibandingkan tahun 2009. Jumlah peserta DPLK mengalami peningkatan
rancangan Undang-Undang di bidang usaha perasuransian.
10,45 persen, sedangkan jumlah peserta DPPK mengalami penurunan 0,08 persen. Penurunan jumlah peserta DPPK disebabkan oleh pembubaran DPPK dan kebijakan beberapa pemberi kerja untuk
Pada Oktober 2010, draft RUU Usaha Perasuransian telah melalui proses harmonisasi dan
mengalihkan kepesertaan karyawan barunya ke DPLK. Kecenderungan tersebut juga menunjukkan
pembahasan dengan beberapa kementerian terkait dan telah masuk dalam Program Legislasi
bahwa sebagian perusahaan mulai mengalihkan program pensiun karyawan ke dalam skema PPIP
Nasional (Prolegnas) yang akan diprioritaskan pembahasannya di DPR pada tahun 2011.
sebagaimana trend yang terjadi di seluruh dunia.
10.2.2.3. Industri Dana Pensiun
c. Pertumbuhan Kekayaan Dana Pensiun Apabila dibandingkan dengan tahun 2009, jumlah kekayaan Dana Pensiun mengalami peningkatan
a. Pertumbuhan Jumlah Industri
15,58 persen pada tahun 2010, yaitu dari Rp112,53 triliun menjadi Rp130,06 triliun. Penurunan
Pada akhir tahun 2010, terdapat 272 Dana Pensiun di Indonesia yang berarti mengalami penurunan
jumlah peserta ternyata tidak mempengaruhi kekayaan Dana Pensiun.
1,4 persen dari tahun 2009 yang berjumlah 276 Dana Pensiun. Penurunan ini disebabkan oleh pembubaran dari 3 DPPK dan 1 DPLK. Jumlah DPPK yang menyelenggarakan Program Pensiun
d. Perkembangan Investasi Dana Pensiun
Manfaat Pasti (PPMP) masih mendominasi, yaitu 76,5 persen dari populasi industri. Sisanya sebanyak
Nilai investasi Dana Pensiun pada tahun 2010 mengalami peningkatan 16,07 persen apabila
23,5 persen menyelenggarakan Program Pensiun Iuran Pasti (PPIP) dalam bentuk DPPK dan DPLK.
dibandingkan dengan tahun 2009, yaitu dari Rp108,06 triliun menjadi Rp125,43 triliun. Capaian kinerja industri Dana Pensiun merupakan hasil dari kebijakan strategis yang diterapkan oleh
Pelaksanaan Tugas Kementerian Keuangan sebagai KementerianLembaga
Tabel 10.4. Pertumbuhan Industri Dana Pensiun Tahun 2006-2010
Penutup
Tahun
Bapepam-LK pada tahun 2010. Salah satu kebijakan strategis untuk mengembangkan industri Dana Pensiun adalah Persiapan Pelaksanaan Uji Kemampuan dan Kepatutan Bagi Pengurus DPPK dan Pelaksana Tugas Pengurus DPLK.
2006
2007
2008
2009
2010
DPPK-PPMP
311
312
313
315
315
DPPK - PPIP
52
53
56
60
60
DPLK
35
37
37
37
37
398
402
406
412
412
DPPK-PPMP
68
77
88
96
98
mengenai kriteria bagi DPPK yang wajib lulus dalam uji kemampuan dan kepatutan dan kemudian
DPPK - PPIP
23
26
26
28
29
menerbitkan Peraturan Ketua Bapepam-LK No. PER-02/BL/2010 tanggal 14 September 2010 tentang Dana Pensiun Yang Wajib Memiliki Pengurus Atau Pelaksana Tugas Pengurus Yang Lulus Penilaian
Akumulasi Pendirian Dana Pensiun
Jumlah Akumulasi Pembubaran Dana Pensiun
DPLK Jumlah
Perkembangan tersebut tidak terlepas dari beberapa kebijakan yang diambil. Kebijakan tersebut antara lain PMK No. 37/PMK.010/2010 tanggal 12 Februari 2010 tentang Penilaian Kemampuan dan Kepatutan Bagi Calon Pengurus Dana Pensiun Pemberi Kerja dan Calon Pelaksana Tugas Pengurus Dana Pensiun Lembaga Keuangan. Calon pengurus DPPK dengan kriteria tertentu serta seluruh calon pelaksana tugas pengurus DPLK wajib untuk lulus dalam uji kemampuan dan kepatutan yang diselenggarakan oleh Bapepam-LK. Pada tahun 2010, Bapepam-LK melakukan kajian
10
11
11
12
13
101
114
125
136
140
Kemampuan dan Kepatutan.
224
Laporan Tahunan Kementerian Keuangan 2010
www.depkeu.go.id
225
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BAB I
Pendahuluan
Peraturan ini menyebutkan bahwa kriteria Dana Pensiun yang wajib mengikuti uji kemampuan dan
BAB II
Reformasi Birokrasi
BAB III
Kebijakan Pengelolaan Ekonomi Makro
kepatutan adalah DPPK PPMP dengan total investasi di atas Rp100 miliar, serta seluruh DPPK PPIP
BAB IV
Pengelolaan Pendapatan Negara
dan DPLK. Selain itu, Bapepam-LK juga telah melakukan kajian mengenai program pensiun berbasis syariah
BAB V
Kebijakan Pengelolaan Penganggaran
yang memiliki potensi besar di Indonesia. Hingga saat ini belum terdapat regulasi yang secara
BAB VI
Kebijakan Pengelolaan Transfer ke Daerah
berusaha menjalankan prinsip syariah. Kajian yang dilakukan oleh Bapepam-LK merupakan bagian
BAB VII
Kebijakan Pengelolaan Pembiayaan
BAB VIII
Kebijakan Pengelolaan Perbendaharaan Negara
BAB IX
Kebijakan Pengelolaan Kekayaan Negara, Piutang Negara, dan Lelang
BAB X
BAB XI
BAB XII
BAB XIII
Kebijakan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Non Bank Pengawasan dan Pengendalian Internal Kebijakan Hubungan dan Kerjasama Internasional di Bidang Keuangan Kebijakan Hubungan Kelembagaan NegaraPemerintahan
khusus mengatur program pensiun syariah, meskipun dalam praktiknya terdapat DPLK yang dari pembahasan Rancangan Perubahan UU Dana Pensiun yang memasukkan pengaturan baru mengenai program pensiun syariah dan diharapkan dapat menghasilkan materi-materi pokok dalam menentukan arah kebijakan pengembangan program pensiun berbasis syariah di Indonesia. Dalam rangka meningkatkan daya tarik program pensiun, Bapepam-LK menyempurnakan skema pendanaan dan pembayaran manfaat program pensiun sukarela. Upaya ini ditempuh dengan meningkatkan fleksibilitas pembayaran manfaat pensiun, sehingga mampu mengakomodasi
Rp. (000)
Emiten Perusahaan Efek Manajer Investasi Wakil Perusahaan Efek Wakil Manajer Investasi Wakil Penjamian Emisi Efek Wakil Perantara Pedagang Efek Perusahaan Penilai Akuntan Publik BAE Bank Kustodian Komisaris manajer Investasi
12.635.700 593.000 414.500 50 119.900 129.800 25.100 6.700 -
223 83 65 1 23 31 5 3 -
Peringatan Tertulis
Pembekuan
47 11 1 2 1 1
Pencabutan
1 2 2 -
1 2 13 1 4 -
Sumber: Bapepam-LK.
Untuk PPIP, perlu dibuka kesempatan bagi peserta menambah iurannya secara sukarela dan
10.2.3.2. Industri Pembiayaan
memungkinkan Dana Pensiun membayar sendiri manfaat pensiun, serta tidak harus mengalihkannya
Pada tahun 2010, Bapepam-LK telah memberikan sanksi berupa Surat Peringatan Pertama sampai
ke produk anuitas asuransi jiwa. Adapun untuk PPMP, pengaturan mengenai frekuensi dan cara
dengan Surat Peringatan Ketiga dan Pembekuan Kegiatan Usaha terhadap Perusahaan Pembiayaan.
pembayaran manfaat pensiun perlu dibuat lebih fleksibel, sehingga sesuai dengan kebutuhan
Hal ini disebabkan karena sampai dengan April tahun 2010, perusahaan-perusahaan dimaksud
peserta. Kajian mengenai hal ini telah selesai dilakukan dan dituangkan ke dalam draft amandemen
belum menyampaikan Laporan Keuangan Audit Tahun 2009. Pengenaan sanksi diatur di dalam
RUU Dana Pensiun.
Pasal 33 PMK No. 84/PMK.012/2006 tentang Perusahaan Pembiayaan.
Untuk memberikan perlindungan kepada para peserta dan pihak-pihak yang berhak atas manfaat Tabel 10.6. Jumlah Perusahaan Pembiayan Yang Terkena Sanksi Karena Keterlambatan Penyampaian Laporan Keuangan Audit Tahun 2009
pensiun dari pihak yang memiliki kepentingan dalam penyelenggaraan Dana Pensiun, Bapepam-LK terus mengadakan koordinasi dan kerjasama dengan asosiasi Dana Pensiun dalam pelaksanaan kajian
BAB XV
10.2.3. Penegakan Hukum dan Penetapan Sanksi
Penutup
Denda Jumlah Surat Sanksi
Pihak
penggunaan manfaat pensiun untuk memenuhi kewajiban pemberi kerja dalam program pesangon.
BAB XIV Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Keuangan Pelaksanaan Tugas Kementerian Keuangan sebagai KementerianLembaga
Tabel 10.5. Penetapan Sanksi di Bidang Pasar Modal Tahun 2010
dan penyiapan infrastruktur pendirian lembaga mediasi Dana Pensiun.
No.
Jenis Sanksi
Jumlah Perusahaan
1.
Surat Peringatan Pertama
26
2.
Surat Peringatan Kedua
4
10.2.3.1. Industri Pasar Modal
3.
Surat Peringatan Ketiga
2
Selama tahun 2010, Bapepam-LK telah menetapkan sanksi administratif kepada para pelaku
4.
Pembekuan Kegiatan Usaha
1
pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal. Bentuk sanksi yang
Sumber: Bapepam-LK.
ditetapkan cukup beragam, yaitu: (1) pencabutan izin usaha kepada institusi maupun perorangan;
Di samping itu, berdasarkan hasil analisis atas laporan periodik Perusahaan Pembiayaan, surat
(2) pembekuan izin usaha;
pengaduan dari masyarakat, dan hasil monitoring atas pemenuhan ketentuan Perusahaan
(3) denda; dan
Pembiayaan yang telah diperiksa pada tahun 2009, Bapepam-LK telah memeriksa 60 Perusahaan
(4) peringatan tertulis.
Pembiayaan pada tahun 2010. Berdasarkan hasil pemeriksaan, telah diberikan sanksi berupa Surat Peringatan Pertama sampai dengan Ketiga, Pembekuan Kegiatan Usaha, dan Pencabutan Izin Usaha terhadap Perusahaan Pembiayaan yang telah melanggar ketentuan-ketentuan yang berlaku.
226
Laporan Tahunan Kementerian Keuangan 2010
www.depkeu.go.id
227
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BAB I
Pendahuluan
BAB II
Reformasi Birokrasi
BAB III
Kebijakan Pengelolaan Ekonomi Makro
BAB IV
Tabel 10.7. Jumlah Perusahaan Pembiayaan Yang Terkena Sanksi Berdasarkan Hasil Analisis Laporan Periodik Perusahaan Pembiayaan Tahun 2010 No
Pengelolaan Pendapatan Negara
Jenis Sanksi
Tabel 10.9. Jumlah Perusahaan Perasuransian Yang Terkena Sanksi Pada Tahun 2010 Jenis Sanksi
Jumlah Perusahaan
1.
Surat Peringatan Pertama
13
Total
Asuransi Jiwa
Asuransi Umum
Pialang Asuransi
Pialang Reasuransi
Konsultan Aktuaria
Penilai Kerugian
74
55
10
4
8
Pengenaan
BAB V
Kebijakan Pengelolaan Penganggaran
2.
Surat Peringatan Kedua
1
SP 1
188
37
3.
Surat Peringatan Ketiga
1
SP 1 dan Terakhir
25
2
1
17
2
3
BAB VI
Kebijakan Pengelolaan Transfer ke Daerah
4.
Pembekuan Kegiatan Usaha
1
SP 2
41
5
14
15
3
4
5.
Pencabutan Izin Usaha
1*)
BAB VII
Kebijakan Pengelolaan Pembiayaan
SP 2 dan Terakhir
9
1
6
2
BAB VIII
Kebijakan Pengelolaan Perbendaharaan Negara
BAB IX
Kebijakan Pengelolaan Kekayaan Negara, Piutang Negara, dan Lelang
BAB X
Kebijakan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Non Bank
BAB XI
Pengawasan dan Pengendalian Internal
BAB XII
Kebijakan Hubungan dan Kerjasama Internasional di Bidang Keuangan
BAB XIII
Kebijakan Hubungan Kelembagaan NegaraPemerintahan
Apabila ditambah dengan beberapa sanksi yang dikeluarkan sebagai tindak lanjut atas pemeriksaan tahun 2009, maka jumlah Perusahaan Pembiayaan yang telah dikenakan sanksi selama tahun 2010 mencapai 44 perusahaan yang mendapatkan Surat Peringatan Pertama dan masing-masing 14 perusahaan dan 13 perusahaan yang mendapatkan Surat Peringatan Kedua dan Ketiga. Sedangkan perusahaan yang mendapatkan sanksi berupa Pembekuan Kegiatan Usaha dan Pencabutan Izin Usaha masing-masing berjumlah 10 perusahaan dan 13 perusahaan. Tabel 10.8. Jumlah Perusahaan Pembiayaan Yang Terkena Sanksi Pada Tahun 2010 No.
BAB XIV Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Keuangan BAB XV
Pelaksanaan Tugas Kementerian Keuangan sebagai KementerianLembaga
Sumber: Bapepam-LK. *) 1 Perusahaan Pembiayaan (PT Indocitra Finance) mengembalikan izin usaha Perusahaan Pembiayaan karena perubahan anggaran dasar perusahaan yang tidak menjadi Perusahaan Pembiayaan lagi.
Jenis Sanksi
SP 3
35
4
10
14
3
4
Sanksi Pembatasan Kegiatan Usaha
22
1
3
12
2
4
Penegasan SPKU
13
2
9
2
SP 1
57
10
25
13
1
4
4
SP 1 dan Terakhir
2
2
SP 2
11
2
2
7
SP 2 dan Terakhir
4
4
SP 3
6
2
3
1
Sanksi Pembatasan Kegiatan Usaha
5
1
4
Pencabutan
Sumber: Bapepam-LK.
Jumlah Perusahaan
1.
Surat Peringatan Pertama
44
2.
Surat Peringatan Kedua
14
3.
Surat Peringatan Ketiga
13
4.
Pembekuan Kegiatan Usaha
10
5.
Pencabutan Izin Usaha*)
13
Sumber: Bapepam-LK.
10.2.3.4. Industri Dana Pensiun Bapepam LK telah memeriksa 44 Dana Pensiun pada tahun 2010 yang terdiri atas 39 DPPK dan 5 DPLK. Sebanyak 33 Dana Pensiun berlokasi di Jakarta, sedangkan 11 Dana Pensiun berlokasi di luar Jakarta. Berdasarkan hasil pemeriksaan, Bapepam LK mengeluarkan surat sanksi denda kepada 40 pendiri Dana Pensiun dengan total denda dan bunga senilai Rp233.862.000. Pengenaan sanksi disebabkan oleh keterlambatan penyampaian laporan berkala, seperti laporan keuangan semesteran, laporan keuangan audit, laporan aktuaris, laporan investasi, dan laporan teknis.
Penutup
10.2.3.3. Industri Perasuransian Masih banyak perusahaan perasuransian yang dikenakan sanksi pada tahun 2010, karena belum memenuhi ketentuan yang berlaku. Jenis sanksi yang dikenakan meliputi pengenaan, pencabutan, dan pembatalan sanksi.
Dari total denda dan bunga yang ditetapkan di tahun 2010, sebanyak 55,29 persen atau senilai Rp129.300.000 telah diselesaikan oleh pendiri dana pensiun. Tingginya outstanding denda di Dana Pensiun terutama disebabkan belum adanya dasar hukum untuk mekanisme penagihan dan pengalihan piutang macet yang berasal dari sanksi denda keterlambatan laporan keuangan dan laporan aktuaris ke DJKN.
228
Laporan Tahunan Kementerian Keuangan 2010
www.depkeu.go.id
229
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BAB I
Pendahuluan
10.2.4. Penyempurnaan Regulasi
10.3.2. Tantangan
BAB II
Reformasi Birokrasi
BAB III
Kebijakan Pengelolaan Ekonomi Makro
Sejak 4 Januari hingga 29 Desember 2010, Bapepam-LK telah melakukan serangkaian kegiatan
(1) Cross Border Trading
yang terkait dengan penyempurnaan regulasi, yaitu:
BAB IV
Pengelolaan Pendapatan Negara
BAB V
BAB VI
BAB VII
BAB VIII
BAB IX
BAB X
BAB XI
BAB XII
BAB XIII
Kebijakan Pengelolaan Penganggaran Kebijakan Pengelolaan Transfer ke Daerah Kebijakan Pengelolaan Pembiayaan Kebijakan Pengelolaan Perbendaharaan Negara Kebijakan Pengelolaan Kekayaan Negara, Piutang Negara, dan Lelang Kebijakan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Non Bank Pengawasan dan Pengendalian Internal Kebijakan Hubungan dan Kerjasama Internasional di Bidang Keuangan Kebijakan Hubungan Kelembagaan NegaraPemerintahan
BAB XIV Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Keuangan BAB XV
Pelaksanaan Tugas Kementerian Keuangan sebagai KementerianLembaga Penutup
Bursa efek dunia terus mengalami perubahan dan membentuk aliansi untuk meningkatkan
(1) memproses penerbitan 5 PMK di bidang lembaga keuangan;
efisiensi dan likuiditas. Pembentukan aliansi dilakukan mengikuti perkembangan arus ekuitas
(2) memproses penyempurnaan 2 PMK di bidang lembaga keuangan dan 1 PMK di bidang pasar
lintas batas. Faktor penentu keberhasilan aliansi bursa adalah kesamaan perangkat peraturan,
modal;
teknologi, dan sistem kliring yang terintegrasi. Integrasi merupakan tantangan terbesar bagi
(3) menerbitkan 4 peraturan baru di bidang pasar modal dan 1 peraturan baru di bidang lembaga
industri pasar modal di Indonesia dalam bersaing dengan para pelaku keuangan global
keuangan;
lainnya. Terdapat 3 tantangan utama yang harus dihadapi oleh pasar modal Indonesia dalam
(4) melakukan penyempurnaan atas 5 peraturan di bidang pasar modal;
mewujudkan integrasi.
(5) menerbitkan 1 surat edaran di bidang pasar modal; serta
i. Memprioritaskan dan mensinergikan pengembangan masing-masing pasar modal atas
(6) memberikan persetujuan terhadap perubahan 3 peraturan, 2 Anggaran Dasar, dan 1 kebijakan
tujuan pengembangan regional, termasuk di dalamnya pengembangan profesi penujang,
SRO.
seperti Akuntan, Penilai, Konsultan Hukum, dan Notaris. Hal ini dimaksudkan untuk menemukan keseimbangan di antara tujuan dan risiko yang dihadapi. ii. Regulator harus menjalankan kebijakan yang jelas agar industri domestik dapat berkembang
10.3. Peluang dan Tantangan dalam Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga
dan berkompetisi di tingkat regional maupun global.
Keuangan
iii. Pengembangan teknologi dan infrastruktur industri pasar modal. (2) Cross Border Settlement and Clearing Efek
10.3.1. Peluang (1) Nilai kapitalisasi pasar modal terhadap PDB Indonesia pada tahun 2010 berkisar 50,55 persen.
Kerugian yang dirasakan oleh industri Settlement and Clearing Efek apabila melakukan cross border antara lain adalah:
Kondisi ini menunjukkan bahwa potensi pasar modal sebagai penggerak perekonomian masih
i. penelusuran kepemilikan aset atas suatu transaksi;
perlu ditingkatkan.
ii. penelusuran aliran asset investor;
(2) Meningkatnya pengetahuan dan kepercayaan investor terhadap produk pasar modal dan terdapatnya perbedaan kebutuhan investasi memberikan peluang baru bagi pengembangan produk investasi baru.
iii. penggunaan transaksi sebagai vehicle untuk money laundering; iv. penghindaran pajak (dengan memilih negara-negara treaty yang paling murah); dan v. sulitnya pengawasan foreign exchange oleh Bank Indonesia.
(3) Sebagai negara muslim terbesar, Indonesia memiliki potensi yang besar dalam mengembangkan
(3) Meningkatnya kompleksitas industri pasar modal dan lembaga keuangan non bank yang
produk-produk pasar modal dan lembaga keuangan non bank berbasis syariah. Sampai akhir
dilihat dari semakin beragamnya jenis modus operandi dan kerugian yang ditimbulkan dari
2010, terdapat 226 saham yang masuk dalam Daftar Efek Syariah, 32 Sukuk, 48 Reksa Dana
pelanggaran peraturan yang ada.
Syariah, serta 11 Surat Berharga Syariah Negara (SBSN). Perusahaan asuransi syariah berjumlah 46 perusahaan.
10.4. Capaian Kinerja
(4) Basis pemodal domestik yang masih relatif kecil dibandingkan jumlah penduduk Indonesia
Untuk melakukan penilaian terhadap capaian kinerja, Menteri Keuangan dan para pimpinan Unit
memberikan peluang bagi perluasan basis dan kualitas pemodal domestik, sehingga dapat
Eselon I telah sepakat untuk menggunakan Balanced Scorecard. Pada tanggal 19 Februari 2010,
berperan sebagai katalisator pengembangan pasar modal Indonesia. Sampai akhir 2010,
Ketua Bapepam-LK bersama Pejabat Eselon I lain di lingkungan Kementerian Keuangan telah
komposisi nilai saham yang dimiliki investor asing mencapai Rp1.184,3 triliun atau 62,80 persen
menandatangani Kontrak Kinerja dengan Menteri Keuangan. Bapepam-LK mengkontrakkinerjakan
dari total nilai kepemilikan saham. Adapun Rp701,5 triliun atau 37,20 persen saham dimiliki oleh
seluruh 34 IKU. Adapun untuk level Depkeu-Two, Bapepam-LK melakukan penandatanganan
investor domestik. Investor domestik masih mendominasi kepemilikan obligasi dengan nilai
Kontrak Kinerja di antara Ketua dan para pimpinan Unit Eselon II pada tanggal 26 Maret 2010.
kepemilikan mencapai Rp104,7 triliun (95,61 persen), sedangkan investor asing hanya Rp4,81 triliun (4,39 persen). (5) Potensi pengembangan industri perasuransian yang masih sangat terbuka, karena tingkat penetrasi, yaitu perbandingan premi asuransi dengan GDP, masih sangat rendah (1,75 persen). (6) Pangsa industri Dana Pensiun masih relatif kecil dibandingkan dengan GDP, hanya meningkat sebesar 4,77 persen dari tahun 2009 ke tahun 2010. Di beberapa negara, porsi investasi Dana Pensiun telah melampaui GDP, sehingga industri Dana Pensiun masih memiliki peluang yang sangat besar untuk bertumbuh dan berkontribusi di dalam perekonomian nasional.
230
Laporan Tahunan Kementerian Keuangan 2010
www.depkeu.go.id
231
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BAB I
Pendahuluan
BAB II
Reformasi Birokrasi
BAB III
Kebijakan Pengelolaan Ekonomi Makro
BAB IV
BAB V
BAB VI
Realisasi 2010
Jumlah emiten baru sesuai target
25
26
10%
29,52%
Kebijakan Pengelolaan Penganggaran
Pertumbuhan dana yang disalurkan perusahaan pembiayaan
BL-1.3
Pertumbuhan dana investasi yang dikelola oleh perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi
6%
32,03%
BL-1.4
Pertumbuhan dana yang dikelola dana pensiun
10%
24,52%
BL-2.1
Pertumbuhan jumlah rekening investor di perusahaan sekuritas
10%
-14,32%
BL-2.2
Densitas asuransi (Rp/Orang)
355.000
429.055,55
BL-2.3
Tingkat penetrasi asuransi
1,55%
1,63%
BL-2.4
Pertumbuhan jumlah peserta dana pensiun
2%
4,77%
BL-3.1
Pertumbuhan nilai transaksi harian di bursa efek
5%
4,44%
BL-3.2
Pertumbuhan frekuensi transaksi harian di bursa efek
3,5%
1,90%
BL-3.3
Perusahaan pembiayaan yang memenuhi rasio permodalan
95%
95,85%
Kebijakan Pengelolaan Transfer ke Daerah
Kebijakan Pengelolaan Perbendaharaan Negara Kebijakan Pengelolaan Kekayaan Negara, Piutang Negara, dan Lelang Kebijakan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Non Bank
BAB XI
Pengawasan dan Pengendalian Internal
BAB XII
Kebijakan Hubungan dan Kerjasama Internasional di Bidang Keuangan Kebijakan Hubungan Kelembagaan NegaraPemerintahan
BAB XIV Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Keuangan BAB XV
Target 2010
BL-1.1
BAB VIII
BAB XIII
IKU
Kode
BL-1.2
Kebijakan Pengelolaan Pembiayaan
BAB X
Kode
Tabel 10.10. (lanjutan)
Pengelolaan Pendapatan Negara
BAB VII
BAB IX
Tabel 10.10. Capaian Kontrak Kinerja Depkeu-One Bapepam-LK
Pelaksanaan Tugas Kementerian Keuangan sebagai KementerianLembaga
BL-3.4
Perusahaan asuransi dan reasuransi yang memenuhi persyaratan minimum RBC (Risk Based Capital)
90%
94,89%
BL-4.1
Indeks kepuasan pelanggan hasil survei
75
75.23
BL-5.1
Regulasi di bidang Pasar Modal dan Jasa Keuangan Non Bank yang sesuai dengan rencana
100%
116,67%
BL-5.2
Regulasi di bidang Pasar Modal dan LKNB yang memenuhi asas peraturan perundang-undangan yang baik
90%
100%
BL-6.1
Pemenuhan Prinsip-prinsip dan Standar Internasional (IAS) dalam regulasi Pasar Modal sesuai rencana
90%
91%
BL-7.1
Pelaku yang terkena sanksi dan atau tindakan pembinaan Biro Teknis
9,17%
4,21%
BL-7.2
Pengurus Lembaga Keuangan Non Bank yang memenuhi standar kualifikasi
BL-8.1
Realisasi 2010
LKNB yang menyampaikan laporan keuangan tahunan tepat waktu
IKU
88%
86,12%
BL-11.5
Pelaksanaan pemeriksaan terhadap pelaku pasar modal dan JKNB sesuai dengan rencana
100%
104,5%
BL-12.1
Sanksi administrasi atas pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal yang obyektif
97%
100%
BL-12.2
Penyelesaian pelanggaran terhadap peraturan perundangundangan di pasar modal (yang memerlukan Surat Perintah Pemeriksaan)
65%
83%
BL-13.1
Persentase pejabat yang telah memenuhi standar kompetensi jabatannya
80%
83,84%
BL-13.2
Jumlah pegawai yang dijatuhi hukuman disiplin sedang atau berat
1
1
BL-13.3
Persentase jam pelatihan pegawai Bapepam-LK terhadap jam kerja
3%
3,67%
BL-14.1
Persentase penyelesaian SOP
100%
100%
BL-15.1
Penyelesaian sistem informasi sesuai rencana
100%
100%
BL-16.1
Persentase penyerapan DIPA
85%
86.92%
Sumber: Bapepam-LK.
69,3%
73,2%
Persentase layanan yang memenuhi target SOP
97%
98,3%
BL-9.1
Pelaksanaan program edukasi dan sosialisasi Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Non Bank sesuai target
100%
109,43%
BL-10.1
Jumlah kegagalan yang terjadi atas operasionalisasi sistem perdagangan, kliring, dan penyelesaian transaksi efek
4
1
BL-11.1
Emiten dan perusahaan publik yang menyampaikan laporan keuangan tepat waktu
86%
82,89%
BL-11.2
Laporan keuangan dari emiten dan perusahaan publik yang dianalisa sesuai dengan rencana
100%
114%
BL-11.3
Laporan kegiatan Bursa Efek, LKP, dan LPP yang tepat waktu
95%
100%
Penutup
Target 2010
BL-11.4
Terdapat 2 capaian kinerja IKU yang berwarna merah, karena capaian yang jauh dari target yang telah ditetapkan. (1) IKU “Pertumbuhan jumlah rekening investor di perusahaan sekuritas”.
Tidak tercapainya target ini pada tahun anggaran 2010 disebabkan adanya implementasi peraturan KSEI yang dengan terkait rekening nasabah yang tidak aktif (dormant account).
(2) IKU “Pertumbuhan frekuensi transaksi harian di bursa efek”.
Sampai dengan Triwulan IV tahun 2010, rata-rata pertumbuhan harian frekuensi transaksi di BEI adalah 1,90 persen. Angka ini lebih rendah dari target yang ditetapkan sebesar 3,5 persen. Namun, rata-rata frekuensi tranksaksi bursa pada tahun 2010 mengalami kenaikan, yaitu 105.795 kali. Angka ini lebih tinggi 21,34 persen jika dibandingkan frekuensi transaksi bursa pada tahun 2009 sebanyak 87.189 kali.
232
Laporan Tahunan Kementerian Keuangan 2010
www.depkeu.go.id
233
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BAB XI
KEBIJAKAN PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN INTERNAL BAB I
Pendahuluan
BAB II
Reformasi Birokrasi
BAB III
Kebijakan Pengelolaan Ekonomi Makro
BAB IV
Pengelolaan Pendapatan Negara
BAB V
Kebijakan Pengelolaan Penganggaran
BAB VI
Kebijakan Pengelolaan Transfer ke Daerah
BAB VII
Kebijakan Pengelolaan Pembiayaan
BAB VIII
Kebijakan Pengelolaan Perbendaharaan Negara
BAB IX
Kebijakan Pengelolaan Kekayaan Negara, Piutang Negara, dan Lelang
BAB X
Kebijakan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan NonBank
BAB XI
Pengawasan dan Pengendalian Internal
BAB XII
Kebijakan Hubungan dan Kerjasama Internasional di Bidang Keuangan
BAB XIII
Kebijakan Hubungan Kelembagaan NegaraPemerintahan
BAB XIV Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Keuangan BAB XV
Pelaksanaan Tugas Kementerian Keuangan sebagai KementerianLembaga Penutup
(2) pelaksanaan pengawasan kinerja, pengawasan keuangan, pengawasan untuk tujuan tertentu, dan partisipasi dalam pemberantasan tindak pidana korupsi dan kejahatan keuangan atas petunjuk Menteri; (3) penyusunan hasil pengawasan; serta (4) pelaksanaan urusan administrasi dan dukungan teknis Itjen. Dengan semakin kompleksnya aktivitas serta lingkungan internal dan eksternal yang disertai dengan risiko yang semakin tinggi, maka optimalisasi pengawasan atas pengelolaan fiskal memerlukan penguatan. Berbagai kalangan telah mengakui Kementerian Keuangan sebagai motor Reformasi Birokrasi di Indonesia. Hal ini menjadi icon bagi Kementerian Keuangan untuk meningkatkan kepercayaan publik. Itjen sebagai pengawas internal mempunyai tugasdan fungsi yang signifikan dalam mewujudkan kepercayaan publik ini dengan menjaga semangat Reformasi Birokrasi. Dalam pasal 2 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah dinyatakan bahwa untuk mencapai pengelolaan keuangan negara yang efektif, efisien, transparan, dan akuntabel, menteri/pimpinan lembaga wajib melakukan pengendalian atas penyelenggaraan kegiatan Pemerintahan. Peran intern audit menurut the Institute of Internal 11.1. Arah dan Strategi Pengawasan dan Pengendalian Internal Visi Kementerian Keuangan Tahun 2010-2014 adalah “Menjadi Pengelola Keuangan dan Kekayaan Negara yang Dipercaya dan Akuntabel untuk Mewujudkan Indonesia yang Sejahtera, Demokratis, dan Berkeadilan”. Dipercaya dalam arti semakin meningkatnya kepercayaan masyarakat, karena pengelolaan keuangan dan kekayaan negara dilakukan secara transparan melalui mekanisme APBN.Akuntabel berarti pengelolaan keuangan dan kekayaan negara mengacu pada praktik terbaik internasional yang berlandaskan asas profesionalitas, proporsionalitas, dan keterbukaan. Untuk tercapainya Visi, sejumlah perubahan penting telah dan terus dilakukan oleh Kementerian Keuangan yang antara lain melalui Program Reformasi Birokrasi yang telah bergulir sejak tahun
Auditors adalah untuk mendorong peningkatan efektivitas manajemen risiko, pengendalian, dan tata kelolaorganisasi. Untuk mewujudkannya, Itjen terus melakukan transformasi proses bisnis. Transformasi ditempuh melalui perubahan mindset dari suatu lembaga yang memiliki kemampuan untuk menyingkap kekurangan, kelemahan, dan penyimpangan, menjadi lembaga yang menyodorkan solusi atas masalah yang dihadapi. Peran konsultatif lebih dikedepankan Itjen dengan memposisikan diri sebagai strategic business partner bagi Eselon I lain. Peran ini menjadi mainstream Kebijakan Pengawasan Intern Kementerian Keuangan sejak tahun 2009 yang mengarahkan pengawasan pada modernisasi pengawasan, pengawalan Reformasi Birokrasi, dan peningkatan kualitas Laporan Keuangan Kementerian Keuangan.
2007. Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan (Itjen) sebagai salah satu Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP) melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan tugas dan fungsi Kementerian Keuangan yang didanai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Hal ini secara tegas diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 100/PMK.01/2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Keuangan sebagaimana terakhir diubah dengan PMK No. 143.1/PMK.01/2009 dan telah digantikan dengan PMK No. 184/PMK.01/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan. Tugas Itjen adalah melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas di lingkungan kementerian sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan oleh Menteri dan berdasarkan peraturan perundangan-undangan. Adapun fungsi yang diemban meliputi: (1) penyiapan perumusan kebijakan kementerian di bidang pengawasan;
11.2. Akuntabilitas Kinerjadan Keuangan Pada tahun 2010, Itjen telah menyusun laporan sebagai instrumen pertanggungjawaban atas pelaksanaan kegiatan dan program sertapencapaian sasaran strategis dalam rangka mewujudkan Visi dan Misi. Dalam Peta Strategi Balance Scorecard (BSC) tahun 2010, terdapat tiga Sasaran Strategis dan Indikator Kinerja Utama (IKU) Itjen. (1) Peningkatan kualitas Laporan Keuangan (LK) BA 15, LK Bendahara Umum Negara (BUN), dan LK BA 999, dengan IKU: i. Indeks opini BPK atas LK BA 15, LK BUN, dan LK BA 999. (2) Pencapaian hasil pengawasan yang memberi nilai tambah, dengan IKU: i. jumlah policy recommendation hasil pengawasan; dan ii. persentase Unit Eselon I yang memiliki peta risiko.
234
Laporan Tahunan Kementerian Keuangan 2010
www.depkeu.go.id
235
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BAB I
Pendahuluan
BAB II
Reformasi Birokrasi
BAB III
Kebijakan Pengelolaan Ekonomi Makro
BAB IV
Pengelolaan Pendapatan Negara
(3) Pengawalan Reformasi Birokrasi yang efektif dan bersih, dengan IKU: i. jumlah peta konsistensi penerapan SOP Unggulan Kementerian;
ii. jumlah policy recommendation Reformasi Birokrasi;
(9) Laporan Hasil Investigasi Atas penyelewengan Dan/Atau Penyalahgunaan Wewenang
iii. jumlah informasi gratifikasi, pungutan liar, kolusi, dan korupsi; serta
iv. jumlah kasus yang diserahkan kepada instansi penegak hukum sebagai bukti awal penyelidikan.
Kebijakan Pengelolaan Penganggaran
Capaian IKU Itjen tahun 2010 untuk Stakeholders Perspective dan Customer Perspective adalah berikut ini.
BAB VI
Kebijakan Pengelolaan Transfer ke Daerah
BAB VII
Kebijakan Pengelolaan Pembiayaan
BAB VIII
Kebijakan Pengelolaan Perbendaharaan Negara
BAB V
BAB IX
BAB X
Kebijakan Pengelolaan Kekayaan Negara, Piutang Negara, dan Lelang Kebijakan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan NonBank
BAB XI
Pengawasan dan Pengendalian Internal
BAB XII
Kebijakan Hubungan dan Kerjasama Internasional di Bidang Keuangan
BAB XIII
Kebijakan Hubungan Kelembagaan NegaraPemerintahan
BAB XIV Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Keuangan BAB XV
(8) Laporan Hasil Surveillance Atas Penyelewengan Dan/Atau Penyalahgunaan Wewenang Itjen telah melaksanakan 29 kali surveillance di lingkungan Kementerian Keuangan. Itjen telah melaksanakan 66 audit investigasi. Dari pelaksanaan audit investigasi telah dihasilkan 61 laporan hasil investigasi sebagai dasar dilakukannya audit investigasi. Sebanyak 6 kasus audit investigasi telah dilimpahkan kepada instansi penegak hukum.
(1) Peningkatan Pengawasan Dan Akuntabilitas Aparatur Negara Itjen telah melaksanakan monitoring, reviu, kajian, dan pendampingan audit BPK atasLK BA 15, LK BA 999, serta LK BUN Tahun 2009 dan Semester I Tahun 2010. Dari kegiatan tersebut, telah disampaikan 5 executive summary hasil reviu. Selain itu, telah dihasilkan pula executive summary hasil reviu LK BA 15, LK BA 999, serta LK BUN Semester I dan Triwulan III Tahun 2010. (2) Laporan Hasil Reviu Laporan Keuangan
Dari monitoring, reviu, kajian, dan pendampingan audit BPK oleh Itjen atas LK BA 15, LK BA 999, serta LK BUN Tahun 2009 dan Semester I Tahun 2010, diperoleh 28 Laporan Hasil Reviu (LHR) LK.
Output lain adalah laporan hasil pendampingan audit BPK, laporan hasil kajian, serta laporan hasil monitoring. Selain itu, telah dilaksanakan monitoring dan reviu LK atas BA 15, LK BA 999, serta LK BUN Semester I dan Triwulan III Tahun 2010.
(3) Pengawasan Internal Kepada Seluruh Unit Kementerian Keuangan
Dari hasil pengawasan tematik terhadap Unit Eselon I selama tahun 2010 telah dikeluarkan 39 executive summary berupa Surat dan/atau laporan kepada Menteri Keuangan dan/atau Kepala Unit Eselon I selaku obyek pengawasan.Ke-39 policy recommendation berisi alternatif solusi untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi Unit-Unit Eselon I.
(4) Laporan Hasil Audit
11.3. Evaluasi dan Analisis Pencapaian Sasaran 11.3.1. Peningkatan Kualitas LK BA 15, BUN, dan BA 999 Itjen melakukan reviu atas Laporan Keuangan Kementerian Keuangan (LK BA 15) sejak tahun anggaran 2008 secara paralel dengan pelaksanaan anggaran. Monitoring, reviu, kajian, dan pendampingan audit BPK atas LK BA 15 tahun 2008 yang dilakukan telah mendorong peningkatan opini BPK atas LK BA 15 Tahun 2008 tersebut menjadi Qualified (Wajar Dengan Pengecualian), setelah 3 tahun sebelumnya selalu Disclaimer (Tidak Memberikan Pendapat). Terkait dengan peningkatan opini LK BA 999 dan LK BUN, Itjen telah memonitor dan membantu memperbaiki setiap permasalahan sejak tahun 2009. Berdasarkan monitoring, reviu, dan pendampingan audit BPK selama tahun 2010 atas LK Kementerian Keuangan BA 15 tahun 2009, telah diperoleh hasil opini BPK Wajar Dengan Pengecualian (WDP) dengan indeks opini 3,00 terealisasi sesuai target. Sementara itu, indeks opini BPK atas LK BA 15, LK BA 999, serta LK BUN tahun 2009 terealisasi dengan indeks opini BPK 3,13 dari 3,07 yang ditargetkan. Tabel 11.1. Hasil Opini BPK Atas Laporan Keuangan Tahun 2008 dan 2009
Dari pengawasan tematik telah dihasilkan 136 Laporan Hasil Pengawasan (LHP). Jumlah LHP ini belum termasuk laporan hasil compliance audit, laporan hasil monitoring tindak lanjut, serta laporan lainnya dari hasil pengawasan non unggulan dan pengawasan yang dilakukan berdasarkan instruksi pimpinan/pengaduan/permintaan.
(5) Laporan Asistensi dan Konsultasi Manajemen Risiko
Pelaksanaan Tugas Kementerian Keuangan sebagai KementerianLembaga Penutup
Kode BA 15
Nama Laporan Keuangan Kementerian Keuangan Bendahara Umum Negara
Pelaksanaan pembimbingan dan konsultasi manajemen risiko dilaksanakan dalam bentuk
Realisasi Opini LK 2009
Opini LK 2008
WDP
WDP
NA
NA
WTP
WTP
sosialisasi, training of trainee, pemetaan risiko, reviu peta risiko, pembimbingan, konsultasi
BA 999.01
unit vertikal Eselon I, dan kegiatan lain sesuai permintaan Eselon I. Selama tahun 2010,
Pembiayaan Biaya Pinjaman dan Bunga serta Cicilan Pokok Utang
BA 999.02
Penerimaan Hibah
WDP
TMP
telah dilaksanakan 72 kali pembimbingan dan konsultasi manajemen risiko di lingkungan
BA 999.03
Penanaman Modal Negara
WTP
WTP
BA 999.05
Transfer Dana Daerah
WTP-DPP
WDP untuk Dana Perimbangan dan WTP untuk Otsus
BA 999.06
Belanja Subsidi dan Belanja Lain
WDP
TMP untuk Belanja Lain-Lain;WTP-DPP untuk Belanja Subsidi
Kementerian Keuangan. Dari kegiatan tersebut dihasilkan 51 laporan pembimbingan dan konsultasi manajemen risiko. Pada akhir tahun 2010, seluruh Unit Eselon I telah berhasil menyusun profil dan peta risiko. (6) Pengawasan Internal Atas Penerapan Reformasi Birokrasi Berdasarkan pengawasan internal atas penerapan Reformasi Birokrasi yang meliputi peningkatan mutu layanan publik dan audit ketaatan atas penerapan SOP unggulan telah
Keterangan: Sesuai dengan pembobotan yang dilakukan (60% untuk BA 15 dan 40% untuk LK BUN dan BA 999.01 s.d BA 999.06), maka didapatkan indeks dengan skor 3,13. Pada tahun 2010 Laporan Keuangan BUN belum diberikan opini oleh BPK. Sumber: Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan.
dihasilkan 6 executive summary. (7) Laporan Hasil Audit Pengawasan Internal atas Penerapan Reformasi Birokrasi
Dalam rangka pengawalan penerapan Reformasi Birokrasi, Itjen telah melaksanakan program peningkatan mutu layanan publik dan berbagai compliance audit atas penerapan SOP Unggulan untuk menyusun peta konsistensi penerapan SOP di lingkungan Kementerian Keuangan. Selama tahun 2010, telah dihasilkan 53 laporan compliance audit dan/atau laporan hasil monitoring/ evaluasi terhadap berbagai unit di DJP, DJBC, Ditjen Perbendaharaan, DJKN, DJA, dan FKRB.
Peningkatan kualitas LK BA 15 dikarenakan perubahan pendekatan reviu yang dilakukan oleh Itjen dari hanya menunggu LK BA 15 di akhir tahun menjadi pengawalan atau pendampingan proses LK dari tahap penyusunan hingga pemeriksaan oleh BPK. Monitoring, reviu, kajian, dan pendampingan audit BPK atas LK BA 15terus dilanjutkan dalam rangka perbaikan dan peningkatan kualitas laporan keuangan sebagai salah satu instrumen perwujudan public trust serta dalam rangka memenuhi target LK BA 15 dengan opini WTP di tahun 2012.
236
Laporan Tahunan Kementerian Keuangan 2010
www.depkeu.go.id
237
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BAB I
Pendahuluan
Selain itu, selama tahun 2010, Itjen telah melaksanakan program dukungan peningkatan kualitas LK
Outcome yang diharapkan adalah penerapan manajemen risiko pada Unit Eselon I yang ditandai
BAB II
Reformasi Birokrasi
BAB III
Kebijakan Pengelolaan Ekonomi Makro
K/L Lain. Upaya ini dilatarbelakangi bahwa peningkatan kualitas LK K/L merupakan salah satu target
dengan penyusunan profil dan peta risiko. Pada akhir tahun 2010, seluruh 12 Unit Eselon I
IKU yang harus dicapai dalam kontrak kinerja masing-masing KL pada Kabinet Indonesia Bersatu
telah memiliki profil dan peta risiko, yaitu Setjen, DJP, DJBC, DJA, DJKN, BAPEPAM-LK, Ditjen
BAB IV
Pengelolaan Pendapatan Negara
II, serta masih banyak LK K/L yang belum memperoleh opini WTP. Terdapat 15 LK K/L yang masih
Perbendaharaan, DJPU, BKF, BPPK, ITJEN, dan DJPK. Nilai indeks kepuasan customer terhadap
memperoleh opini Disclaimer. Tahapan kegiatan terdiri dari penyiapan trainer/fasilitator, workshop
pembimbingan dan konsultansi manajemen risiko tercatat sebesar 3,93 dari skala 1-5.
Kebijakan Pengelolaan Penganggaran
reviu laporan keuangan, dan pelayanan konsultasi reviu laporan keuangan.
BAB VI
Kebijakan Pengelolaan Transfer ke Daerah
Berbagai kegiatan yang terkait dengan program ini antara lain meliputi:
BAB VII
Kebijakan Pengelolaan Pembiayaan
BAB V
BAB VIII
BAB IX
BAB X
BAB XI
BAB XII
Kebijakan Pengelolaan Perbendaharaan Negara Kebijakan Pengelolaan Kekayaan Negara, Piutang Negara, dan Lelang Kebijakan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan NonBank Pengawasan dan Pengendalian Internal Kebijakan Hubungan dan Kerjasama Internasional di Bidang Keuangan
(1) pelayanan konsultasi reviu LK Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Sosial, dan Kementerian Nakertrans; (2) penyusunan modul workshop reviu LK K/L berbantuan komputer; (3) sosialisasi PMK No.41/PMK.09/2010 tentang Standar Review atas LK MA, KPU, BPN, BNPB, Kemenlu, Kemenkes, dan Kementerian Lingkungan Hidup; (4) analisis permasalahan LKMA, BPN, KPU, BNPB, Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Luar Negeri, dan Kementerian Kesehatan; serta (5) analisis temuan hasil pemeriksaan BPK atas LK K/L Tahun 2009.
Setelah semua Unit Eselon I menerapkan risk management, maka dalam rangka menjalankan peran CORM, Itjen akan mengadakan reviu atas penerapan risk management tersebut sebagai salah satu dasar penyusunan TPU Itjen. 11.3.3. Pengawalan Proses Reformasi Birokrasi Yang Efektif dan Bersih a. Jumlah Peta Konsistensi Penerapan SOP Unggulan Kementerian Dalam rangka menyusun peta konsistensi penerapan SOP Unggulan, Itjen telah melaksanakan compliance audit. Hasilnya berupa peta konsistensi penerapan SOP unggulan pada DJP, DJBC, Ditjen Perbendaharaan, DJKN, dan DJA. b. Jumlah Policy RecommendationReformasi Birokrasi
11.3.2. Pencapaian Hasil Pengawasan Yang Memberi Nilai Tambah
Dalam rangka monitoring dan evaluasi pelaksanaan Reformasi Birokrasi, selama tahun 2010 telah dilaksanakan pengawasan terhadap peningkatan mutu layanan publik dan penyusunan kebijakan
a. Jumlah Rekomendasi Kebijakan Hasil Pengawasan
audit ketaatan atas penerapan SOP. Itjen telah menerbitkan 3 policy recommendation terkait
Dalam rangka menjalankan peran Strategic Business Partner bagi Eselon I, sejak tahun 2009, Itjen
Reformasi Birokrasi yang telah ditindaklanjuti oleh Unit Eselon I terkait.
melakukan pengawasan tematik yang bersifat konsultatif dalam bentuk Tema Pengawasan Unggulan (TPU). TPU adalah kegiatan pada Unit Eselon I yang berdasarkan hasil identifikasi dan penilaian bersama
c. Jumlah Informasi Gratifikasi, Pungutan Liar, Kolusi, dan Korupsi
Itjen dan auditee memerlukan perhatian dan harus segera diperbaiki kinerjanya. Pengawasan oleh
Berdasarkan hasil surveillance selama tahun 2010,telah diperoleh 6 informasi penyimpangan, yaitu:
Itjen lebih mengutamakan penyelesaian masalah yang dihadapi olehUnit Eselon I. Output akhir dari
(1) gratifikasi di KPKNL Serpong;
pengawasan bukan lagi sekedar jumlah temuan, namunsejumlah policy recommendation yang dapat
(2) gratifikasi di Direktorat PDRD DJPK;
BAB XIV Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Keuangan
mengatasi permasalahan utama dari tiap TPU. Selama tahun 2009, telah dihasilkan lebih dari 30 policy
(3) penerimaan gratifikasi oleh DT dan TH saat bertugas di KPP PMB;
recommendation untuk mengatasi permasalahan di Unit Eselon I. Dari hasil pengawasan tematik
(4) penyalahgunaan dalam pengadaan rumah dinas Kanwil DJP Sumsel dan Babel;
selama tahun 2010 telah dihasilkan 39 policy recommendation sebagai solusi untuk mengatasi
(5) dugaan gratifikasi yang diterima oleh oknum pejabat DJA menyangkut penganggaran dan
BAB XV
berbagai permasalahan yang dihadapi Unit Eselon I.
BAB XIII
Kebijakan Hubungan Kelembagaan NegaraPemerintahan
Pelaksanaan Tugas Kementerian Keuangan sebagai KementerianLembaga Penutup
perjalanan dinas serta penerimaan pinjaman sepeda motor dari Bakorkamla; dan (6) penyimpangan dalam perjalanan dinas yg dilakukan oleh oknum pejabat Kanwil XVI DJKN Manado.
b. Persentasi Unit Eselon I Yang Memiliki Peta Risiko
Dengan demikian capaian IKU hingga akhir tahun 2010 tercatat sebesar 120 persen dari target yang ditetapkan.
Itjen sebagai Compliance Office for Risk Management (CORM) merupakan salah satu bentuk peran baru pengawasan sebagai konsultan dan strategic business partner bagi Eselon I lain di lingkungan Kementerian Keuangan. Pada awal tahun 2009, Itjen membentuk Tim Implementasi PMK No. 191/
d. Jumlah Kasus Yang Diserahkan Kepada Instansi Penegak Hukum Sebagai Bukti Awal Penyelidikan
PMK.01/2008 dan terjun ke seluruh Unit Eselon I untuk melakukan sosialisasi risk management, serta mencoba menggugah awareness para pejabat Kementerian Keuangan. Sosialisasi
Berdasarkan hasil investigasi yang dilakukan selama tahun 2010, terdapat 6 kasus yang telah
dilanjutkan dengan training of trainers (ToT) untuk merintis penerapan risk management masing-
dilimpahkan kepada instansi penegak hukum, yaitu:
masing Unit Eselon I.
(1) Gammaray: SR-73/IJ/2010 tanggal 22 Maret 2010; (2) Halliburton: SR-115/IJ/2010 tanggal 21 April 2010;
Pada tahun 2010 telah dilaksanakan pembimbingan dan konsultansi penerapan manajemen risiko
(3) Cileungsi: SR-182/IJ/2010 tanggal 22 Juni 2010;
dalam bentuk sosialisasi, ToT, pemetaan risiko, reviu peta risiko, pembimbingan dan konsultansi
(4) KPP PMB: SR-303/IJ/2010 tanggal 27 Oktober 2010;
unit vertikal Eselon I, dan kegiatan lain sesuai permintaan Eselon I. Total kegiatan bimbingan dan
(5) Gedung KPP Pratama Kotamobagu: SR-303/IJ/2010 tanggal 27 Oktober 2010; dan
konsultansi yang telah dilakukan sebanyak 45 kali yang dilengkapi dengan penyusunan pedoman
(6) keberatan PT. BCA: SR-305/IJ/2010 tanggal 28 Oktober 2010.
compliance office for risk management.
Dengan demikian, persentase capaian IKU Itjen sampai dengan akhir tahun 2010 adalah sebesar 150 persen.
238
Laporan Tahunan Kementerian Keuangan 2010
www.depkeu.go.id
239
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BAB I
Pendahuluan
11.3.4. Penanganan Yang Responsif Atas Permintaan Pengawasan
BAB II
Reformasi Birokrasi
BAB III
Kebijakan Pengelolaan Ekonomi Makro
Persentase permintaan pengawasan yang direspon maksimal dalam 7hari kerja masih dibawah
BAB IV
BAB V
BAB VI
Pengelolaan Pendapatan Negara Kebijakan Pengelolaan Penganggaran Kebijakan Pengelolaan Transfer ke Daerah
BAB VII
Kebijakan Pengelolaan Pembiayaan
BAB VIII
Kebijakan Pengelolaan Perbendaharaan Negara
BAB IX
BAB X
Kebijakan Pengelolaan Kekayaan Negara, Piutang Negara, dan Lelang Kebijakan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan NonBank
BAB XI
Pengawasan dan Pengendalian Internal
BAB XII
Kebijakan Hubungan dan Kerjasama Internasional di Bidang Keuangan
BAB XIII
Kebijakan Hubungan Kelembagaan NegaraPemerintahan
BAB XIV Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Keuangan BAB XV
Tabel 11.2. Nilai Hasil Reviu Penerapan SAINS di Inspektorat Tahun 2010
target, yaitu dari 146 permintaan pengawasan, sejumlah 124 diantaranya atau 84,93 persen dapat
No.
direspon dalam 7 hari kerja. Permintaan pengawasan, khususnya permintaan investigasi, agak terlambat direspon, karena adanya tugas khusus dan mendesak tentang kasus yang menjadi sorotan publik. Untuk masa yang akan datang, perlu diefektifkan koordinator yang bertugas memonitor permintaan pengawasan agar dapat direspon dengan tepat waktu. 11.3.5. Pendampingan dan konsultasi yang berkualitas Selama tahun 2010, Itjen telah melaksanakan 47 kali pendampingan dan konsultasi. 11.3.6. Penanganan Yang Berkualitas Atas Pelanggaran/Penyimpangan
Unit
Nilai
1.
Inspektorat I
76,72
2.
Inspektorat II
75,14
3.
Inspektorat III
70,00
4.
Inspektorat IV
72,08
5.
Inspektorat V
73,46
6.
Inspektorat VI
70,61
7.
Inspektorat VII
75,03
8.
Inspektorat Bidang Investigasi
72,21
Rata-Rata
a. Persentase Investigasi Yang Terbukti
73,16
Sumber: Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan.
Dari 46 laporan yang diterbitkan sebagai hasil audit investigasi Itjen sampai dengan triwulan IV tahun 2010, seluruhnya dapat membuktikan informasi yang menjadi dasar dilakukannya audit
b. Persentase Pelaksanaan Pengawasan Sesuai Dengan Rencana
investigasi, sehingga realisasi capaian telah melampaui target yang ditetapkan.
Persentase pelaksanaan pengawasan yang dilakukan telah mencapai 95,8 persen dari target yang
b. Persentase SurveillanceYang Berhasil Realisasi capaian sampai dengan triwulan IV tahun 2010 tercatat sebesar 41,38 persen, yaitu dari 29 hasil kegiatan surveillance yang telah dilakukan, sebanyak 12 diantaranya dilanjutkan dengan audit investigasi. 11.3.7. Identifikasi tema pengawasan sesuai kebutuhan berbasis risiko a. Jumlah PMK Kebijakan Pengawasan Intern
ditetapkan pada tahun 2010. Telah dilaksanakan 1.322 pengawasan dari rencana pengawasan sebanyak 1380 kali. Tidak tercapainya realisasi kegiatan pengawasan disebabkan oleh: (1) pengurangan volume kegiatan pengawasan, sampling yang dirasakan sudah mencukupi; dan (2) pengalihan kegiatan ke compliance audit (pemeriksaan, keberatan dan banding) sesuai permintaan Menteri Keuangan. 11.3.10. Peningkatan komunikasi pengawasan Selama tahun 2010 telah dilaksanakan 15 kali sosialisasi dari target 9 kali.
Berdasarkan hasil koordinasi perencanaan pengawasan yang dilakukan Itjen selama tahun 2010, telah dihasilkan Rancangan PMK tentang kebijakan pengawasan intern Kementerian Keuangan.
11.3.11. Pembentukan SDM yang berintegritas dan berkompetensi tinggi
b. Jumlah Tema Pengawasan Unggulan Yang Diusulkan Tahun Berikutnya
a. Persentase Pejabat Yang Telah Memenuhi Standar Kompetensi Jabatan
Sampai dengan Triwulan IV tahun 2010 telah diusulkan 76 TPU dari target 74 TPU.
Pelaksanaan Tugas Kementerian Keuangan sebagai KementerianLembaga
11.3.8. Inovasi proses bisnis pengawasan yang efektif
Penutup
(1) Pedoman tentang Pemeriksaan Mendadak;
Itjen telah menyusun 13 pedoman selama tahun 2010 yang meliputi:
Berdasarkan hasil assessment centre tahun 2008 dan 2009 untuk Pejabat Eselon II, Eselon III dan Eselon IV, rata-rata persentase pejabat Itjen yang telah memenuhi standar kompetensi jabatan (job match ≥ 70) mencapai 78,95 persen. Jumlah pejabat Itjen yang telah memenuhi standar kompetensi jabatan sebanyak 30 orang dari 38 orang yang telah dinilai.
(2) Pedoman tentang Beracara di PTUN;
Tabel 11.3. Hasil Assessment Pejabat Itjen Tahun 2008 dan 2009
(3) Pedoman Pelaporan Audit kepada Pimpinan Satuan Kerja yang Diaudit; (4) Pedoman Mekanisme Pelaporan Inspektorat Jenderal; (5) 6 Petunjuk Praktis; dan (6) 3 Panduan Pelaksanaan. 11.3.9. Implementasi Pengawasan Yang Berkualitas
No.
Jabatan
1.
Pejabat Eselon II
77,78
2.
Pejabat Eselon III
100,00
3.
Pejabat Eselon IV Rata-Rata
a. Nilai Rata-Rata Hasil Reviu Penerapan SAINS Pada triwulan IV tahun 2010, telah dilakukan penilaian hasil reviu penerapan Standar Audit Inspektorat (SAINS) terhadap masing-masing Inspektorat di Itjen dengannilai rata-rata 73,16.
Hasil Assessment (%)
Sumber: Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan.
75,00 78,95
240
Laporan Tahunan Kementerian Keuangan 2010
www.depkeu.go.id
241
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
b. Persentase Pegawai Yang Memiliki Kualifikasi “Sangat Baik” Atau “Istimewa” Berdasarkan
c. Persentase UPR Yang Menerapkan Tahapan Manajemen Risiko
BAB I
Pendahuluan
BAB II
Reformasi Birokrasi
BAB III
Kebijakan Pengelolaan Ekonomi Makro
Persentase pegawai yang memiliki kualifikasi “sangat baik” atau “istimewa” berdasarkan data
tahun 2010, yang terdiri dari:
BAB IV
Pengelolaan Pendapatan Negara
penilaian individu tercatat sebesar 10,43 persen. Nilai ini diperoleh dari data nilai pegawai
(1) Penetapan Konteks;
tahun 2010, dimana jumlah pegawai yang mendapat nilai sangat baik sebanyak 43 orang dan
(2) Identifikasi Risiko;
Kebijakan Pengelolaan Penganggaran
yang mendapat nilai istimewa sebanyak 15 orang.Dengan demikian, total jumlah pegawai yang
(3) Analisis Risiko;
mendapat nilai sangat baik atau istimewa adalah 58 orang dari total pegawai Itjen yang dinilai
(4) Evaluasi Risiko
BAB VI
Kebijakan Pengelolaan Transfer ke Daerah
sebanyak 556 orang.
(5) Rencana Penanganan Risiko;
BAB VII
Kebijakan Pengelolaan Pembiayaan
c. Jumlah Pegawai Yang Dijatuhi Hukuman Disiplin Sedang Atau Berat
Kebijakan Pengelolaan Perbendaharaan Negara
sedang atau berat.
BAB V
BAB VIII
BAB IX
BAB X
BAB XI
BAB XII
BAB XIII
Kebijakan Pengelolaan Kekayaan Negara, Piutang Negara, dan Lelang Kebijakan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan NonBank Pengawasan dan Pengendalian Internal Kebijakan Hubungan dan Kerjasama Internasional di Bidang Keuangan Kebijakan Hubungan Kelembagaan NegaraPemerintahan
BAB XIV Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Keuangan BAB XV
Pelaksanaan Tugas Kementerian Keuangan sebagai KementerianLembaga Penutup
Penilaian Individu
Itjen telah melakukan penerapan tahapan manajemen risiko pada masing-masing UPR di sepanjang
(6) Monitoring; dan (7) Pelaporan.
Sampai dengan triwulan IV tahun 2010, terdapat 5 orang pegawai Itjen yang dijatuhi hukuman Dari 9 UPR di lingkungan Itjen, sebanyak 7 UPR telah melakukan penerapan tahapan manajemen risiko mencapai 78 persen. Adapun 2 UPR lainnya sedang mempersiapkan laporan monitoring d. Persentase Jam Pelatihan Pegawai Terhadap Jam Kerja
penanganan risiko.
Sepanjang tahun 2010 telah dilakukan pelatihan bagi pegawai Itjen sebanyak 40.659,2 jam pelatihan dari total jam kerja pegawai 854.016 jam kerja (556 pegawai). Diklat yang telah diikuti
11.3.13. Pembangunan sistem TIK yang terintegrasi
oleh pegawai Itjen adalah:
Terkait dengan IKU Persentase implementasi Audit Management System (AMS), telah dilakukan
(1)
Diklat Teknik Investigasi;
pengadaan aplikasi AMS dan telah dilakukan pelatihan bagi para Auditor. Sampai dengan akhir
(2) Diklat Performance Audit;
Desember 2010, sebanyak 158 Auditor dari total auditor sebanyak 231 orang atau 68 persen yang
(3) Diklat End User TeamMate;
telah teregistrasi dan menggunakan Aplikasi TeamMate pada saat End-User Training yang diadakan
(4) Diklat Risk Management;
oleh Tim Implementasi Sistem Manajemen Audit TeamMate Itjen.
(5) Diklat Forensic Audit; (6)
Diklat Perpajakan;
(7) Diklat Risk Based Audit; (8)
Diklat Psikologi Audit;
(9)
Diklat Intelijen; dan
(10) Diklat Audit Berbasis Komputer dengan ACL.
11.4. Pengawasan dan Pengendalian Internal di Bapepam-LK 11.4.1. Penelaahan dan Penilaian Pelaksanaan Tugas Penelaahan dan penilaian pelaksanaan tugas Unit Eselon II merupakan bagian dari kegiatan audit internal di Bapepam-LK. Ruang lingkup penelaahan dan penilaian pelaksanaan tugas meliputi
11.3.12. Pengembangan Organisasi Yang Handal Dan Modern
aspek kepatuhan atas peraturan, pengendalian intern, dan efektivitas serta efisiensi proses bisnis. Selama tahun 2010, Bapepam-LK telah melaksanakan 11 penelaahan dan penilaian terhadap Unit
a. Persentase Penyelesaian SOP
Eselon II yang mencakup:
Pada tahun 2010 telah dilaksanakan 5 paket kegiatan dari 5 rencana paket kegiatan. Kegiatan
(1) pelaksanaan tugas penanganan pengaduan yang diterima;
tersebut meliputi penyempurnaan SOP pada:
(2) penetapan sanksi administratif selain keterlambatan penyampaian laporan;
(1) Bagian Organisasi dan Tatalaksana;
(3) pelaksanaan tugas analisis awal, pemeriksaan dan atau penyidikan;
(2) Bagian Perencanaan dan Keuangan;
(4) pemeriksaan kepatuhan perusahaan efek;
(3) Bagian Kepegawaian;
(5) riset rutin dan studi;
(4) Bagian Sistem Informasi Pengawasan; serta
(6) penyusunan draft peraturan, serta pengumpulan, analisis, dan penyajian data;
(5) Bagian Umum.
(7) pemantauan laporan realisasi penggunaan dana hasil penawaran umum dan pemeriksaan teknis;
Kelima paket SOP yang disempurnakan telah diselesaikanpada tahun 2010.
(8) pemantauan proses keterbukaan informasi yang harus disampaikan kepada publik; (9) pemrosesan pemberian izin usaha perusahaan pembiayaan;
b. Persentase penyelesaian penataan/modernisasi organisasi
(10) pencatatan produk asuransi baru; serta
Penataan/modernisasi organisasi Itjen dapat diselesaikan seluruhnya. Konsep penataan organisasi
(11) analisis risiko dana pensiun.
telah dikirimkan kepada Sekretariat Jenderal, termasuk kajian akademiknya, pada tanggal 27 Januari 2010 melalui surat No. S-55/IJ/2010. Pada akhir tahun 2010 telah diterbitkan PMK No. 184/
Selama tahun 2010 terjadi peningkatan 5 penelaahan dan penilaian jika dibandingkan dengan
PMK.01/2010 tetang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan.
dengan tahun 2009, di mana pada tahun tersebut dilaksanakan 6 penelaahan dan penilaian.
242
Laporan Tahunan Kementerian Keuangan 2010
www.depkeu.go.id
243
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BAB I
Pendahuluan
11.4.2. Audit Khusus
BAB II
Reformasi Birokrasi
BAB III
Kebijakan Pengelolaan Ekonomi Makro
Dalam rangka menindaklanjuti beberapa pengaduan mengenai dugaan pelanggaran kode etik,
BAB IV
Pengelolaan Pendapatan Negara
BAB V
Kebijakan Pengelolaan Penganggaran
Bapepam-LK telah melakukan konfirmasi dan meminta keterangan terhadap pihak-pihak terkait, mengumpulkan dokumen pendukung, serta melakukan analisis berdasarkan peraturan yang berlaku. Hasil penelaahan dan penilaian beserta rekomendasi atas penugasan tersebut telah disampaikan kepada Ketua Bapepam-LK. Pada tahun 2010, Bapepam-LK melakukan 1 audit khusus
Kebijakan Pengelolaan Transfer ke Daerah
BAB VII
Kebijakan Pengelolaan Pembiayaan
11.5. Pengawasan dan Pengendalian Internal Di DJBC
BAB VIII
Kebijakan Pengelolaan Perbendaharaan Negara
11.5.1. Arah, Strategi, dan Reformasi Kebijakan
BAB X
BAB XI
BAB XII
BAB XIII
Kebijakan Pengelolaan Kekayaan Negara, Piutang Negara, dan Lelang Kebijakan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan NonBank Pengawasan dan Pengendalian Internal Kebijakan Hubungan dan Kerjasama Internasional di Bidang Keuangan Kebijakan Hubungan Kelembagaan NegaraPemerintahan
pemeriksaan aparat pengawasan fungsional. (5) Penelitian, pemeriksaan, penilaian, serta penyiapan bahan tanggapan dan tindak lanjut terhadap laporan pengawasan atau pengaduan masyarakat. (6) Pembinaan personil oleh atasan langsung, UKKI pada masing-masing instansi vertikal dan/ atau PUSKI.
terhadap dugaan pelanggaran kode etik/pelanggaran disiplin PNS.
BAB VI
BAB IX
(4) Penelitian, pemeriksaan, penilaian, serta penyiapan bahan tanggapan dan tindak lanjut hasil
Sebagai tindak lanjut pengawasan dan evaluasi kinerja, PUSKI menyampaikan rekomendasi peningkatan pelaksanaan tugas yang dapat berupa: (1) tindakan administratif sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang kepegawaian; (2) pemberian penghargaan kepada pegawai yang memiliki prestasi; Pengawasan dan pengendalian internal di DJBC dilaksanakan oleh Pusat Kepatuhan Internal
(3) tuntutan perbendaharaan, penyempurnaan aparatur Pemerintahan di bidang kelembagaan, kepegawaian, dan ketatalaksanaan; serta
Kepabeanan dan Cukai (PUSKI KC). Unit ini memiliki tugas antara lain mengawasi kepatuhan
(4) peningkatan daya dan hasil guna terhadap fungsi pengendalian maupun pemanfaatan berbagai
pelaksanaan tugas dan mengevaluasi kinerja di bidang pelayanan, pengawasan dan administrasi.
sumber daya yang ada agar dapat terselenggara dan tercapai hasil kerja sebaik-baiknya dan
Selain itu, unit ini juga melakukan penelitian, pemeriksaan, penyiapan bahan tanggapan, tindak
optimal.
lanjut hasil pemeriksaan aparat pengawasan fungsional, dan menangani laporan pengaduan masyarakat.
11.5.2. Perkembangan Pola Pendekatan Pengawasan dan Pengendalian Internal Sebagai UKKI di tingkat pusat, terdapat 3 target utama pelaksanaan tugas PUSKI, yaitu pencegahan
Kepatuhan internal bertujuan untuk mewujudkan kondisi yang mendukung efektivitas dan efisiensi
kepatuhan internal, penegakan kepatuhan internal, dan pembinaan kepatuhan internal.
serta kelancaran dan ketertiban pelaksanaan tugas pelayanan, pengawasan, dan administrasi di lingkungan DJBC. Sasaran yang ingin dicapai adalah:
a. Pencegahan Kepatuhan Internal
(1) menekan sekecil mungkin penyalahgunaan wewenang dalam pelaksanaan tugas yang
Pencegahan kepatuhan internal terbagi atas 2 sasaran strategis, yaitu internalisasi kepatuhan
merugaikan orang lain, masyarakat, dan negara; (2) menekan sekecil mungkin segala bentuk pungutan liar, pemerasan, penyuapan, korupsi, kolusi, dan nepotisme dalam pelaksanaan tugas;
internal dan manajemen kinerja yang efektif serta koordinasi pelaksanaan kepatuhan internal yang optimal. Terkait dengan internalisasi kepatuhan internal, pada tahun 2010 telah dilaksanakan kegiatan-kegiatan berikut ini.
BAB XIV Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Keuangan
(3) meningkatkan kelancaran, ketepatan, ketertiban, kepastian, keterbukaan, tarnsparansi, dan
BAB XV
(4) mendorong, meningkatkan, dan menjaga kesesuaian sikap, perilaku, dan perbuatan pegawai
(3) Pelaksanaan Program Pembinaan Keterampilan Pegawai (PPKP) terkait pelaksanaan tugas
dalam melaksanakan tugas dan dalam pergaulan hidup sehari-hari sesuai dengan kode etik dan
di bidang evaluasi kinerja, khususnya tentang BSC di Direktorat Teknis Kepabeanan dan
Pelaksanaan Tugas Kementerian Keuangan sebagai KementerianLembaga Penutup
akuntabilitas pelaksanaan tugas pelayanan dan pengawasan kepabeanan dan Cukai, serta tugas administrasi sesuai dengan tata kerja dan prosedur yang berlaku; serta
peraturan disiplin pegawai.
(1) 4 kegiatan internalisasi Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai No. P-23/BC/2010 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Tugas Unit Kerja Kepatuhan Internal di Lingkungan DJBC. (2) Pembekalan Kantor Madya pada 8 KPPBC yang dimodernisasi menjadi KPPBC Tipe Madya.
Direktorat Cukai. (4) Pelaksanaan workshop cascading Kementerian Keuangan Three KPPBC Palembang, Pontianak,
Pelaksanaan tugas PUSKI KC berorientasi kepada visi untuk menjadi unit kerja yang berwibawa, bermartabat, dan memiliki komitmen yang solid dan konsisten untuk mewujudkan aparatur DJBC
dan Manado. (5) Pembuatan dan penyebaran leaflet UKKI.
yang berintegritas, disiplin dan professional. Misi yang diemban adalah mewujudkan aparatur DJBC yang berintegritas, disiplin, dan profesional melalui upaya pencegahan terhadap perbuatan
Selain internalisasi kepatuhan internal, diperlukan juga koordinasi. Tujuan koordinasi pelaksanaan
pelanggaran kode etik dan peraturan disiplin pegawai, serta penindakan terhadap aparatur yang
kepatuhan internal adalah upaya pencegahan (preventif ) di bidang kepatuhan internal melalui
melakukan pelanggaran dan pembinaan sikap perilaku pegawai.
kerjasama dengan unit kerja kepatuhan internal di instansi vertical DJBC, sehingga pelanggaran
Untuk melaksanakan kebijakan tersebut ditempuh strategi berikut ini.
kode etik dan disiplin pegawai dapat diminimalisir. Telah dilakukan koordinasi di antara pejabat
(1) Pengawasan Melekat yang dilakukan oleh pemimpin masing-masing unit kerja dan atasan
PUSKI dengan pejabat KPU BC Tanjung Priok, Kanwil DJBC Jakarta, KPPBC MP Soekarno Hatta, KPPBC
langsung terhadap pegawai bawahannya. (2) Pengawasan kepatuhan pelaksanaan tugas dilakukan oleh Unit Kerja Kepatuhan Internal (UKKI) masing-masing instansi vertikal dan/atau PUSKI. (3) Evaluasi kinerja yang dilakukan oleh UKKI masing-masing instansi vertikal dan/atau PUSKI.
MP Merak, KPPBC MP Bekasi, KPPBC MP Purwakarta, KPPBC MP Bandung, KPPBC MP Bogor, dan Kanwil DJBC Jawa Barat. Selain itu, telah dilaksanakan pula Rapat Koordinasi UKKI pada tanggal 1819 November 2010 di Kantor Pusat DJBC. Kegiatan lainnya adalah Survei Indeks Persepsi Kepatuhan Internal Semester I dan Semester II Tahun 2010.
244
Laporan Tahunan Kementerian Keuangan 2010
www.depkeu.go.id
245
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BAB I
Pendahuluan
b. Penegakan Kepatuhan Internal
Komponen penilaian promosi anti korupsi merupakan salah satu komponen dalam PIAK yang
BAB II
Reformasi Birokrasi
BAB III
Kebijakan Pengelolaan Ekonomi Makro
Dalam rangka pelaksanaan tugas penegakan kepatuhan internal, terdapat 3 sasaran srategis yang
merupakan program untuk menilai inisiatif unit utama dalam melakukan langkah nyata dalam
hendak dicapai, yaitu:
pemberantasan korupsi dan peningkatan kualitas layanannya. Dari 13 unit Pemerintahan yang
BAB IV
Pengelolaan Pendapatan Negara
(1) tingkat penegakan kepatuhan pelaksanaan tugas yang optimal;
memperoleh nilai PIAK di atas 6, delapan diantaranya berasal dari Kementerian Keuangan. DJP
(2) tingkat penyelesaian investigasi internal yang tinggi; dan
menduduki urutan 4 dengan nilai PIAK 8,18.
BAB V
Kebijakan Pengelolaan Penganggaran
(3) tingkat pengelolaan evaluasi kinerja yang efektif.
BAB VI
Kebijakan Pengelolaan Transfer ke Daerah
c. Pembinaan Kepatuhan Internal
BAB VII
Kebijakan Pengelolaan Pembiayaan
BAB VIII
BAB IX
BAB X
BAB XI
BAB XII
BAB XIII
Kebijakan Pengelolaan Perbendaharaan Negara Kebijakan Pengelolaan Kekayaan Negara, Piutang Negara, dan Lelang
No.
Untuk pelaksanaan pembinaan kepatuhan internal, telah ditetapkan 3 sasaran strategis yaitu:
Unit Organisasi
Nilai PIAK
1.
Ditjen Perbendaharaan, Kementerian Keuangan
8,99
2.
Ditjen Bea dan Cukai, Kementerian Keuangan
8,86
3.
Ditjen Anggaran, Kementerian Keuangan
8,38
4.
Ditjen Pajak, Kementerian Keuangan
8,18
5.
Pemerintahan Kota Yogyakarta
7,88
kerja di bidang Kepatuhan Internal berupa penyusunan peraturan di bidang Kepatuhan Internal.
6.
Ditjen Perikanan Budidaya, Kementerian Kelautan dan Perikanan
7,77
Sampai dengan bulan Desember 2010 telah disusun 4 peraturan di bidang Kepatuhan Internal.
7.
Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan, Kementerian Keuangan
7,65
8.
Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan, Kementerian Keuangan
7,23
9.
Badan Kebijaksanaan Fiskal, Kementerian Keuangan
7,16
(1) tingkat penyelesaian pengaduan yang tinggi; (2) tingkat pemberian rekomendasi kepatuhan pelaksanaan tugas yang efektif; dan (3) tingkat tindak lanjut hasil pemeriksaan aparat pengawasan fungsional yang optimal. Selain ketiga sasaran strategis, PUSKI KC juga telah melakukan perumusan dan legalisasi prosedur
Kebijakan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan NonBank
11.6. Pengawasan dan Pengendalian Internal di DJP (KITSDA)
10.
Sekretariat Jenderal, Kementerian Kelautan dan Perikanan
6,69
Ditjen Pengelolaan Utang, Kementerian Keuangan
6,34
Pengawasan dan Pengendalian Internal
11.6.1. Pembangunan Sistem Kepatuhan Internal
11.
DJP berupaya menciptakan suatu tata kelola yang menerapkan prinsip-prinsip good governance
12.
Sekretariat Jenderal, Kementerian Perhubungan
6.25
13.
Dirjen Perhubungan Laut, Kementerian Perhubungan
6,16
Kebijakan Hubungan dan Kerjasama Internasional di Bidang Keuangan Kebijakan Hubungan Kelembagaan NegaraPemerintahan
BAB XIV Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Keuangan BAB XV
Tabel 11.4. Hasil Penilaian Inisiatif Anti Korupsi Tahun 2010
Pelaksanaan Tugas Kementerian Keuangan sebagai KementerianLembaga Penutup
melalui upaya-upaya berikut ini. (1) Mengembangkan sistem whistleblowing melalui pembuatan saluran pengaduan internal bagi pegawai DJP, baik melalui e-mail maupun telepon, dan pembukaan sarana pengaduan dari masyarakat melalui call center (Kring Pajak 500200) dan e-mail
[email protected]. (2) Memberdayakan sistem pengawasan melekat dari atasan kepada bawahan sesuai ketentuan kepegawaian yang berlaku. (3) Menerapkan manajemen risiko di setiap unit pemilik risiko di DJP agar bisa mengantisipasi masalah-masalah yang mungkin terjadi dan lebih siap dalam menghadapi ketidakpastian. (4) Mengawasi pelaporan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN). Pegawai DJP yang wajib menyampaikan LHKPN pada tahun 2010 berjumlah 5.420 orang dengan tingkat kepatuhan 96,35 persen.
Sumber: Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan.
11.6.2. Penegakan Disiplin Dalam rangka pembinaan dan penegakan disiplin pegawai DJP, Direktorat KITSDA telah melaksanakan investigasi internal dan pemeriksaan terhadap pelanggaran kode etik dan disiplin pegawai, serta merekomendasikan pembinaan dan penjatuhan hukuman disiplin. Secara keseluruhan, pembinaan dan penjatuhan hukuman disiplin meningkat sebesar 25,19 persen. Kenaikan tersebut juga disebabkan oleh peningkatan pemeriksaan oleh atasan langsung sehubungan dengan berlakunya PP No. 53 tahun 2010 tentang Disiplin PNS yang mengatur kewajiban atasan langsung untuk melakukan pemeriksaan terhadap pegawai yang diduga melakukan pelanggaran disiplin. Tabel 11.5. Penjatuhan Hukuman Disiplin dan Pembinaan Tahun 2010
(5) Melaksanakan pengujian kepatuhan dan menyusun rekomendasi perbaikan terhadap berbagai sistem dan prosedur yang dilakukan oleh Direktorat Kepatuhan Internal dan Transformasi No
Sumber Daya Aparatur (KITSDA);
Jenis Pembinaan/Hukuman Disiplin
2010
Pembinaan
(6) Membentuk Tim Kepatuhan Internal di tingkat Kantor Wilayah DJP, dengan pertimbangan perlunya dilakukan upaya serius untuk meningkatkan efektivitas fungsi pencegahan dan penindakan atas pelanggaran kode etik dan disiplin PNS di unit vertikal DJP. (7) Menyusun prosedur penanganan dini terhadap PNS di lingkungan DJP yang terkait dengan
1
Surat Peringatan I
395
2
Surat Peringatan II
79
3
Surat Peringatan III Subtotal Peringatan
proses pemeriksaan perkara pidana atau diduga melakukan pelanggaran disiplin. Ketentuan
32 506
Hukuman Disiplin
tersebut dibuat dalam rangka deteksi dini untuk mengetahui ada tidaknya dugaan pelanggaran
1
Hukuman Disiplin Ringan
61
2
Hukuman Disiplin Sedang
33
(8) Mengkampanyekan secara luas program anti korupsi melalui website internal, poster, banner,
3
Hukuman Disiplin Berat
30
flyer, dan media lainnya. Usaha tersebut telah mendapatkan penilaian dari KPK dalam
4
Pemberhentian Sementara (skorsing)
16
disiplin yang dilakukan oleh PNS.
Penilaian Inisiatif Anti Korupsi (PIAK) dengan skor tertinggi, yaitu 9,82 dibanding unit lainnya.
Subtotal Hukuman Disiplin
140
Total Pembinaan dan Hukuman Disiplin
646
Sumber: Direktorat Jenderal Pajak.
246
Laporan Tahunan Kementerian Keuangan 2010
www.depkeu.go.id
247
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BAB I
Pendahuluan
BAB II
Reformasi Birokrasi
BAB III
Kebijakan Pengelolaan Ekonomi Makro
BAB IV
Pengelolaan Pendapatan Negara
BAB V
Kebijakan Pengelolaan Penganggaran
BAB VI
Kebijakan Pengelolaan Transfer ke Daerah
BAB VII
Kebijakan Pengelolaan Pembiayaan
BAB VIII
Kebijakan Pengelolaan Perbendaharaan Negara
BAB IX
Kebijakan Pengelolaan Kekayaan Negara, Piutang Negara, dan Lelang
BAB X
Kebijakan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan NonBank
BAB XI
Pengawasan dan Pengendalian Internal
BAB XII
Kebijakan Hubungan dan Kerjasama Internasional di Bidang Keuangan
BAB XIII
Kebijakan Hubungan Kelembagaan NegaraPemerintahan
BAB XIV Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Keuangan BAB XV
Pelaksanaan Tugas Kementerian Keuangan sebagai KementerianLembaga Penutup
11.7. Peluang dan Tantangan dalam Pengawasan dan Pengendalian Internal a. Peluang a.1. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Tugas yang diemban merupakan upaya perbaikan dalam mewujudkan kondisi yang mendukung efektivitas dan efisiensi serta kelancaran dan ketertiban proses pelaksanaan tugas pelayanan dan administrasi di lingkungan DJBC. Tugas ini sangat terbantu dengan adanya Reformasi Birokrasi. Adanya niat untuk melakukan perubahan dari internal DJBC merupakan starting point dalam keberhasilan pelaksanaan tugas. Komitmen untuk menjadi instansi yang lebih baik merupakan modal dasar dalam setiap langkah pencapaian kinerja yang diharapkan berkontribusi positif dalam pencapaian tujuan yang lebih besar yaitu terciptanya instansi DJBC yang bersih dan bermartabat. a.2. Direktorat Jenderal Pajak Meskipun berbagai kendala dan tantangan menghadang, langkah DJP untuk mengembangkan dan memperbaiki implementasi Sistem Pengendalian Internal (SPI) tidak surut. Penyempurnaan SPI dapat mendukung visi DJP untuk menjadi insitusi Pemerintah yang mampu menyelenggarakan sistem administrasi perpajakan modern yang efektif, efisien, dan dipercaya masyarakat dengan integritas dan profesionalisme yang tinggi. Peluang tersebut semakin tinggi jika melihat kondisi umum Pemerintahan yang semakin transparan, pemberantasan korupsi yang terus-menerus digalakan, dan tuntutan masyarakat yang semakin tinggi terhadap pelayanan Pemerintah, khususnya pelayanan perpajakan. Pengembangan information technology (IT) melalui Project for Indonesian Tax Administration Reform (PINTAR) yang mencakup integrasi sistem IT di Core Tax, manajemen data dan dokumen, internal audit, serta manajemen SDM juga memberikan peluang yang lebih besar dalam mendukung pengendalian internal di DJP. Khusus di bidang SDM, rekrutmen yang selektif, ketat, dan transparan yang dilanjutkan dengan proses On-the-Job Training dan pelatihan yang tersistem dan terstruktur diharapkan dapat menghasilkan generasi muda DJP yang profesional dengan daya juang dan integritas yang tinggi, sehingga dapat mempengaruhi lingkungannya untuk terus berkomitmen menjaga praktik good governance. Demikian juga pengembangan leadership training dan coaching yang terpadu diharapkan dapat menciptakan pimpinan DJP yang unggul, menjadi role model, serta mampu menjalankan fungsi pengawasan melekat sebagai bagian penting dari pengendalian internal DJP. Penyempurnaan sistem Whistle Blowing memberikan peluang penguatan sistem pengendalian internal dengan melibatkan seluruh pegawai dan masyarakat dalam memberikan input, masukan dan laporan terkait terjadinya pelanggaran di lingkungan DJP. Selain itu, kerja sama dengan KPK dan Itjen dalam penyempurnaan administrasi dan database pelaporan harta kekayaan pejabat melalui LHKPN serta LP2P juga menjadi salah satu dashboard bagi pimpinan untuk memperkuat SPI DJP. b. Tantangan b.1. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kendala yang dirasakan dalam pelaksanaan tugas dan fungsi Kepatuhan Internal Kepabeanan dan Cukai adalah keterbatasan SDM, baik dari segi kuantitias maupun kualitas, sehingga diperlukan penambahan SDM untuk pelaksanaan tugas-tugas berikut ini. (1) Penegakan kepatuhan pelaksanaan tugas dalam rangka pelaksanaan fungsi pencegahan dan pengawasan pelaksanaan tugas yang dilakukan oleh unit kerja dan pegawai DJBC yang meliputi tugas pengawasan, pelayanan, dan administrasi.
(2) Penyelesaian pengembangan sistem manajemen kinerja berbasis BSC secara mandatory sampai dengan level Eselon III dan menyelesaikan BSC sampai dengan level pelaksana pada tahun 2011. Hal ini sejalan dengan program pengembangan sistem manajemen kinerja berbasis BSC. (3) Pemenuhan pencapaian target penyelesaian kasus pengaduan masyarakat dan percepatan tindak lanjut laporan hasil pemeriksaan aparat pengawas fungsional sesuai IKU pada PUSKI KC. Sehubungan dengan meningkatnya jumlah kasus pengaduan masyarakat yang diterima dan diproses di PUSKI KC, maka tindak lanjut laporan hasil pemeriksaan aparat pengawas fungsional yang harus segera diselesaikan. (4) Penyelesaian tugas-tugas lainnya yang diberikan oleh pimpinan dalam rangka penugasan yang memerlukan penanganan yang lebih intensif. b.2. Direktorat Jenderal Pajak Pengembangan dan implementasi sistem pengendalian internal di lingkungan DJP menghadapi beberapa tantangan. (1) SDM, Kode Etik, dan Nilai-Nilai Organisasi. Sebagai Unit Eselon I dengan jumlah pegawai terbesar di Kementerian Keuangan, tantangan utama dalam implementasi SPI di DJP adalah SDM. Dalam lingkungan pengendalian, diperlukan aturan dan etika berperilaku yang dapat mengarahkan perilaku anggota organisasi untuk patuh dan tidak melakukan pelanggaran. Oleh karena itu, DJP telah menyusun Kode Etik Pegawai dan Nilai-Nilai Organisasi DJP serta senantiasa melakukan upaya-upaya untuk menginternalisasikannya kepada seluruh pegawai. Namun, mengingat jumlah pegawai yang sangat besar dan tersebar di seluruh Indonesia, serta budaya umum sebagai PNS yang telah melekat sebelum Reformasi Birokrasi, tidak mudah untuk mengubah mindset pegawai agar mengarah kepada pegawai DJP yang profesional dan berintegritas. Perlu peningkatan awareness dari semua pegawai, role modeling oleh pimpinan DJP, penyusunan sistem dan infrastruktur yang mendukung pengembangan budaya profesional dan integritas, serta komunikasi dan edukasi yang rutin, terstruktur dan terukur agar nilai-nilai organisasi DJP dapat menjadi pagar terdepan dari lingkungan pengendalian internal. (2) Manajemen Risiko Tantangan berikutnya adalah agar DJP mempunyai Profil dan Peta Risiko yang meliputi setiap unit maupun fungsi yang ada di DJP. Profil dan Peta Risiko berfungsi sebagai pendukung pengambilan keputusan oleh pimpinan DJP berdasarkan profil risiko yang ada, serta dapat menjadi Early Warning System untuk mendeteksi adanya pelanggaran atau kondisi yang tidak diinginkan pada unit dan atau fungsi tertentu di DJP; (3) Peran Unit Kepatuhan Internal Peran Direktorat KITSDA sebagai salah satu unsur terpenting dari implementasi SPI di DJP dirasakan masih belum optimal. Hal-hal yang menyebabkan belum optimalnya fungsi Direktorat KITSDA antara lain masih adanya kendala dalam infrastruktur (legal, struktur organisasi, SOP, charter, teknologi informasi) dan SDM (jumlah, kapasitas, dan kompetensi). Tantangan berat masih dihadapi oleh DJP untuk mengoptimalkan peran Direktorat KITSDA sebagai Unit Eselon II yang mempunyai tugas untuk memastikan bahwa sistem pengendalian di DJP berjalan semestinya. (4) Peran Stakeholder SPI di DJP tidak terlepas dari sistem perpajakan yang mencakup stakeholder di luar DJP, seperti Wajib Pajak, institusi pengadilan pajak, institusi penegak hukum, DPR, dan sebagainya. Tantangan yang cukup besar adalah agar DJP dapat meyakinkan para stakeholder untuk mendukung pelaksanaan pengendalian internal di DJP yang antara lain dilakukan dengan ikut menerapkan praktik-praktik good governance pada saat berinteraksi dengan para pegawai DJP.
Mewarnai Harmoni Colouring Harmony
Harmoni Mewarnai Percaturan Internasional Dengan Meningkatkan Kerjasama Global
HARMONY Colouring International Constellation By Increasing Global Cooperation
250
Laporan Tahunan Kementerian Keuangan 2010
www.depkeu.go.id
251
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BAB XII
KEBIJAKAN HUBUNGAN DAN KERJASAMA INTERNASIONAL b. Pembentukan FCL dan PCL
BAB I
Pendahuluan
BAB II
Reformasi Birokrasi
BAB III
Kebijakan Pengelolaan Ekonomi Makro
dikeluarkan oleh IMF. Reformasi terhadap FCL meliputi penambahan durasi pinjaman dua kali lipat,
BAB IV
Pengelolaan Pendapatan Negara
Sebelumnya, periode pinjaman FCL adalah 6 bulan atau 1 tahun dan dilakukan pengkajian setelah
Flexible Credit Line (FCL) dan Precautionary Credit Line (PCL) adalah jenis fasilitas pinjaman yang yaitu untuk periode pinjaman 1 tahun atau 2 tahun dengan melakukan pengkajian setelah 1 tahun.
BAB V
Kebijakan Pengelolaan Penganggaran
6 bulan. Pada skema FCL yang baru, batas maksimal penarikan dana sebesar 1.000 persen dari
BAB VI
Kebijakan Pengelolaan Transfer ke Daerah
Eksekutif dalam menilai skala dan dampak penarikan pinjaman terhadap likuiditas IMF.
BAB VII
Kebijakan Pengelolaan Pembiayaan
Pada KTT G-20 di Seoul disepakatati terbentuknya instrumen baru IMF untuk mengatasi stigma dan
BAB VIII
Kebijakan Pengelolaan Perbendaharaan Negara
yang mempunyai kebijakan makro dan moneter yang kuat, tetapi tidak memenuhi kualifikasi FCL,
BAB IX
BAB X
karena memiliki kerentanan moderat terhadap krisis. 12.1.1.2. World Bank Ada dua pertemuan penting, yaitu Pertemuan Tahunan World Bank Development Committe pada
Kebijakan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan NonBank Pengawasan dan Pengendalian Internal
BAB XII
Kebijakan Hubungan dan Kerjasama Internasional di Bidang Keuangan Kebijakan Hubungan Kelembagaan NegaraPemerintahan
BAB XIV Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Keuangan BAB XV
sebagai bagian dari Global Financial Safety Net berupa PCL. PCL diberikan kepada negara anggota
Kebijakan Pengelolaan Kekayaan Negara, Piutang Negara, dan Lelang
BAB XI
BAB XIII
kuota tidak diberlakukan lagi. Prosedur penarikan dana juga diperkuat dengan keterlibatan Dewan
Pelaksanaan Tugas Kementerian Keuangan sebagai KementerianLembaga Penutup
tanggal 8-10 Oktober 2010 dan World Bank-Spring Meeting pada tanggal 24-25 April 2010. Dalam World Bank-Spring Meeting, delegasi Indonesia turut berkontribusi menghasilkan berbagai keputusan penting yang tercermin dalam komunike bersama Development Committee sebagai berikut: Kementerian Keuangan menjalankan kebijakan hubungan internasional selama tahun 2010 yang meliputi Kerjasama Multilateral, Kerjasama Interregional, Kerjasama Kawasan ASEAN, dan Kerjasama Bilateral. Selain itu melakukan kerjasama di bidang Isu Jasa Keuangan, Organisasi dan Capacity Building.
a. Menyepakati kenaikan modal IBRD sebesar USD 86.2 miliar. Selain modal IBRD, Dewan Gubernur juga menyetujui kenaikan modal IFC sebesar USD 200 juta. b. Menyepakati kenaikan hak suara negara-negara berkembang dan negara-negara transisi sebesar 3,13 persen pada IBRD dan 6,07 persen pada IFC. c. Dalam hal strategi pasca Krisis, Dewan Gubernur mendukung penekanan kebijakan World Bank untuk: i. memfokuskan bantuannya pada negara-negara miskin dan rentan, khususnya di wilayah
12.1. Kerjasama Multilateral Kerjasama Multilateral menyelenggarakan fungsi perumusan rekomendasi kebijakan, analisis, evaluasi, koordinasi pelaksanaan, dan pemantauan kerjasama ekonomi dan keuangan dengan institusi Bretton Woods, Bank Pembangunan dan Organisasi Konferensi Islam (OKI), Dana Internasional dan Pembayaran Kontribusi, serta Forum Multilateral. 12.1.1. Kerjasama Institusi Bretton Woods Kerjasama Bretton Woods yang meliputi International Monetary Fund (IMF) dan World Bank berperan aktif dalam pertemuan G-20 yang membahas reformasi lembaga keuangan internasional.
Sub Sahara Afrika; ii. mendukung penciptaan peluang untuk pertumbuhan ekonomi dengan penekanan pada investasi infrastruktur dan pertanian; iii. mendukung aksi kolektif global dalam penyelesaian dampak perubahan iklim, perdagangan produk pertanian, ketahanan pangan, enerji, air bersih, dan kesehatan; iv. memperkuat tata kelola Pemerintahan dan upaya pemberantasan korupsi; serta v. mempersiapkan kemungkinan krisis di masa depan. d. Terkait reformasi operasional, Dewan Gubernur menyetujui: i. pemberian akses baru terhadap informasi dan data yang menjadikan World Bank sebagai pemimpin di antara lembaga-lembaga multilateral dalam hal perluasan akses terhadap data dan informasi;
12.1.1.1. IMF
ii. reformasi kebijakan pinjaman yang memperbaiki tingkat capaian sasaran pinjaman,
a. Penambahan Kuota IMF
iii. penguatan upaya perbaikan tata kelola dan pemberantasan korupsi untuk program dan
Berdasarkan hasil Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G-20 di Seoul, Korea Selatan, pada tanggal 11-12 November 2010, terjadi perubahan kuota IMF berupa pengalihan kuota negara maju ke negara berkembang sebesar 6 persen. Dengan pengalihan ini, maka kuota suara negara berkembang meningkat menjadi 45,5 persen dari sebelumnya 39,5 persen.
kecepatan penyaluran pinjaman, dan manajemen risiko pinjaman; serta proyek yang didanai oleh World Bank. 12.1.2. Kerjasama Bank Pembangunan dan OKI Indonesia sebagai anggota Asian Development Bank (ADB), Islamic Development Bank (IDB), dan OKI telah berperan menghasilkan berbagai kesepakatan dan kebijakan sebagai berikut:
252
Laporan Tahunan Kementerian Keuangan 2010
www.depkeu.go.id
253
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BAB I
Pendahuluan
12.1.2.1. Islamic Development Bank
(1) Growth Strategy;
BAB II
Reformasi Birokrasi
BAB III
Kebijakan Pengelolaan Ekonomi Makro
Pertemuan Dewan Gubernur IDB ke-35 di Baku, Azerbaijan dilaksanakan pada tanggal 20-24 Juni
(2) Infrastructure Financing;
2010 di Gulustan Palace. Dalam sambutannya pada pembukaan sidang, Presiden IDB menyampaikan
(3) Structural Reform;
BAB IV
Pengelolaan Pendapatan Negara
2 hal penting berikut ini:
(4) Fiscal Consolidation; dan
a. dalam mendukung anggotanya menghadapi krisis ekonomi dan keuangan, pada tahun 2009
(5) APEC Policy Initiatives.
BAB V
Kebijakan Pengelolaan Penganggaran
BAB VI
Kebijakan Pengelolaan Transfer ke Daerah
BAB VII
BAB VIII
BAB IX
BAB X
BAB XI
BAB XII
BAB XIII
Kebijakan Pengelolaan Pembiayaan Kebijakan Pengelolaan Perbendaharaan Negara Kebijakan Pengelolaan Kekayaan Negara, Piutang Negara, dan Lelang Kebijakan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan NonBank Pengawasan dan Pengendalian Internal Kebijakan Hubungan dan Kerjasama Internasional di Bidang Keuangan Kebijakan Hubungan Kelembagaan NegaraPemerintahan
BAB XIV Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Keuangan BAB XV
Pelaksanaan Tugas Kementerian Keuangan sebagai KementerianLembaga Penutup
IDB telah meningkatkan pembiayaan sebesar 25 persen atau USD7.25 miliar dibandingkan tahun sebelumnya. Sejumlah 54 persen dari total pembiayaan tersebut diperuntukkan bagi
12.2.2. ASEM
negara-negara anggota yang terkena dampak krisis paling serius.
The Asia-Europe Meeting (ASEM) merupakan pertemuan serta kerjasama informal yang melibatkan
b. Untuk membantu pemulihan anggotanya dari krisis ekonomi, Dewan Direktur Eksekutif IDB
27 negara anggota perserikatan kawasan Eropa dan komisi-komisi kawasan Eropa dengan 19
telah meminta manajemen IDB untuk meningkatkan jumlah pembiayaan hingga 30 persen
negara-negara di Asia dan Sekretariat ASEAN. Pertemuan ASEM membahas masalah politik,
selama 3 tahun ke depan.
ekonomi, dan kebudayaan untuk memperkuat hubungan antarkedua kawasan. Beberapa aspek yang dibahas selama tahun 2010 antara lain:
Pada pertemuan tersebut, dihasilkan resolusi Dewan Gubernur IDB sebagai berikut:
(1) Global Imbalance;
a. menaikan subscribed capital stock IDB dari ID16 miliar menjadi ID18 miliar;
(2) Fiscal Consolidation; dan
b. mengalokasikan dana sebesar 5 persen (tidak lebih dari USD5 juta) dari perkiraan laba bersih
(3) Peran dan Posisi Indonesia.
IDB di tahun 2010 untuk technical assistance operation dalam bentuk hibah; dan c. mengalokasikan dana sebesar 2 persen (tidak kurang dari USD2 juta) dari perkiraan laba bersih IDB untuk membiayai Merit Scolarship Program tahun 2010.
12.2.3. OECD Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) merupakan suatu forum di mana Pemerintah bekerjasama untuk memetakan permasalahan ekonomi, sosial, dan lingkungan
12.1.2.2. Asian Development Bank (ADB)
yang menjadi tantangan pada era globalisasi. Melalui organisasi ini, Pemerintah Indonesia dapat
ADB Annual Meeting yang ke-43 diadakan di Tashkent, Uzbekistan pada tanggal 1-4 Mei 2010.
membandingkan pengalaman kebijakan yang pernah dilakukan dan sekaligus mencari jawaban
Dalam pertemuan ini, Presiden ADB dalam sambutannya menyampaikan bahwa selama tahun
atas permasalahan yang sering muncul, mengidentifikasi langkah-langkah yang baik, serta
2009 ADB telah meningkatkan nilai operasionalnya hingga USD16 miliar, termasuk di dalamnya
mengkoordinasikan kebijakan domestik dan internasional. Beberapa upaya dan isu strategis dalam
USD2 miliar untuk Countercyclical Support Facility (CSF). Terkait pembiayaan perubahan iklim, ADB
OECD antara lain:
merencanakan akan meningkatkan pembiayaan clean energy hingga USD2 miliar setiap tahunnya
(1) Economic Survey;
sampai dengan tahun 2013. Selain itu, bekerjasama dengan donor lain, seperti Climate Investment
(2) Investment Policy Review;
Fund (CIF), ADB akan meningkatkan sumber pendanaan untuk mitigasi dan adaptasi perubahan
(3) Development Center;
iklim. ADB juga telah menerapkan inisiatif baru, yaitu “ADB’s Asia Solar Energy Initiative” untuk
(4) Sustainable Development; dan
mendorong pengembangan energi surya di negara berkembang di kawasan Asia
(5) Tax Policy.
12.1.3. Kerjasama Forum Multilateral
12.2.4. Asia-Middle East Dialog
Isu-isu ekonomi yang menjadi perhatian dan pokok bahasan dalam forum multilateral, khususnya
Asia-Middle East Dialog (AMED) merupakan kerjasama di antara negara-negara di kawasan Asia
dalam forum Group of 20 (G-20) meliputi:
dan Timur Tengah yang membahas mengenai permasalahan politik, ekonomi, dan sosial. Pada
(1) Framework for Strong, Sustainable, and Balance Growth;
tahun 2010, Kementerian Keuangan terlibat dalam pertemuan AMED yang diadakan di Bangkok,
(2) Global Economy;
Thailand pada tanggal 15-16 Desember 2010.
(3) Reformasi Lembaga Keuangan Internasional; 12.3. Kerjasama Kawasan ASEAN 12.2. Kerjasama Antar Kawasan (Interregional) 12.3.1. Working Committee on Financial Services Liberalisation Selama tahun 2010 Kementerian Keuangan berpartisipasi pada pembahasan isu ekonomi global
Empat isu pokok bahasan dalam Working Committee on Financial Services Liberalisation (WCFSL)
yang berkembang di antarwilayah (interregional).
pada tahun 2010 terdiri dari: (1) The Combined Study on Assessing Financial Landscape and Formulating Milestones towards
12.2.1. APEC Beberapa isu penting yang dibahas dalam forum Asia Pacific Economic Cooperation (APEC) adalah:
Monetary and Financial Integration in ASEAN;
254
Laporan Tahunan Kementerian Keuangan 2010
www.depkeu.go.id
255
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BAB I
Pendahuluan
(2) Perjanjian Perdagangan Bebas ASEAN dengan Mitra Dialog;
Pada putaran pertama (2004-2008), Bapepam-LK telah ditunjuk sebagai koordinator Working Group
BAB II
Reformasi Birokrasi
BAB III
Kebijakan Pengelolaan Ekonomi Makro
(3) Safeguard Framework (Pre-agreed Flexibility); serta
On Distribution Rules yang bertujuan untuk mengharmonisasikan peraturan yang terkait dengan
(4) Negosiasi Paket Komitmen Putaran Kelima.
pasar modal khususnya dalam hal crossborder offering. Dari putaran pertama ini, ACMF telah meng-
BAB IV
Pengelolaan Pendapatan Negara
BAB V
BAB VI
BAB VII
oleh Negara ASEAN dalam rangka pelaksanaan integrasi pasar modal ASEAN. Isi dari ASEAN Plus
Kebijakan Pengelolaan Penganggaran
Pembahasan Working Committee on Capital Market Development (WC CMD) pada tahun 2010 adalah
Standards Scheme adalah:
mengenai capital market indicators dan priority action 2010-2012 yang mencakup:
1) ASEAN Equity Securities Disclosure Standard;
Kebijakan Pengelolaan Transfer ke Daerah
(1) Capital Market Development Indicators;
2) ASEAN Debt Securities Disclosure Standard;
(2) Medium Term Note Program;
3) Equity Securities Distribution Time Line;
(3) Capacity Building Program; dan
4) Debt Securities Distribution Time Line; dan
(4) Broadening Institutional Investor Base.
5) Supporting Documents Required to Submit to the Regulator.
12.3.3 Working Committee on Capital Account Liberalisation
Kemudian, dalam rangka melaksanakan kesepakatan pada putaran pertama tersebut, ACMF mem-
Tujuan liberalisasi neraca modal adalah agar terdapat aliran neraca modal yang lebih bebas pada
bentuk 4 working group baru (putaran kedua), yaitu:
tahun 2020. Tujuan utama ini kemudian diterjemahkan dalam tiga tahap pelaksanaan yaitu:
1) WG on Investor Categorization (Thailand bertindak selaku koordinator);
(1) menjamin agar liberalisasi neraca modal konsisten dengan agenda nasional negara-negara
2) WG on Listing Rules and Corporate Governance Requirements (Malaysia bertindak selaku koordinator)
Kebijakan Pengelolaan Pembiayaan
BAB VIII
Kebijakan Pengelolaan Perbendaharaan Negara
BAB IX
Kebijakan Pengelolaan Kekayaan Negara, Piutang Negara, dan Lelang
BAB X
BAB XI
BAB XII
BAB XIII
hasilkan ASEAN Plus Standards Schemes pada tahun 2008, yang merupakan standar yang disepakati 12.3.2. Working Committee on Capital Market Development
Kebijakan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan NonBank Pengawasan dan Pengendalian Internal Kebijakan Hubungan dan Kerjasama Internasional di Bidang Keuangan Kebijakan Hubungan Kelembagaan NegaraPemerintahan
anggota; (2) menjamin safeguards yang memadai atas potensi volatilitas ekonomi makro dan risiko sistemik
3) WG on Mutual Recognitions of Market Professionals (Singapura bertindak selaku koordinator); dan 4) WG on Cross Border Enforcement and Dispute Resolutions (Indonesia bertindak selaku koordinator).
akibat proses liberalisasi neraca modal; serta (3) menjamin keuntungan liberalisasi serta memfasilitasi integrasi investasi dan perdagangan dalam wilayah ASEAN.
Sampai akhir tahun 2010, kesepakatan yang telah dihasilkan dalam forum ACMF, antara lain: 1) Mutual Recognition Guidelines merupakan prinsip-prinsip dasar yang akan mengatur pelaksanaan dari Mutual Recognition dan program harmonisasi, serta membantu para negara-negara
Beberapa pokok bahasan dalam Working Committee on Capital Account Liberalisation (WC CAL) pada tahun 2010 adalah:
anggota ASEAN dalam mempersiapkan diri menuju hal tersebut. 2) Dispute Resolution Mechanism Guidelines merupakan inisiatif awal dalam menyusun prinsip-
(1) Current Account Transactions Liberalisation (Adoption Article VIII IMF);
prinsip dasar terkait perlindungan investor di kawasan ASEAN. Guidelines ini nantinya diharap-
(2) Assessment and Identification of Rules Relating to the Transfer of FDI;
kan dapat menjadi dasar dalam melakukan penyelesaian sengketa dan penegakan hukum
BAB XIV Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Keuangan
(3) Assessment and Identification of Rules for Liberalisation for Freer Flows of Portfolio Investment; dan
pasar modal lintas batas.
BAB XV
12.3.4. ASEAN Infrastructure Fund
12.3.6. Kerjasama Ekonomi Sub Regional
ASEAN Infrastructure Fund (AIF) adalah suatu inisiatif yang diusulkan oleh ADB untuk membentuk
Kerjasama ekonomi subregional di ASEAN dibangun atas dasar enlightened self interest yang bertitik
sumber pembiayaan proyek-proyek infrastruktur di ASEAN dengan memanfaatkan domestic
tolak dari pengakuan adanya kepentingan bersama, tetapi selanjunya akan sangat bergantung
resources dan kelebihan likuiditas di kawasan Asia. AIF dapat didanai dari penyertaan modal negara-
kepada daya tarik wilayah atau sub wilayahnya. Dalam kerangka indonesia, terdapat 4 bentuk
negara ASEAN, Plus Three (Jepang, Cina, dan Korea), dan ADB yang dialokasikan dari cadangan
kerjasama subregional, yaitu Indonesia-Malaysia-Thailand Growth Triangle (IMT-GT), Indonesia-
devisa atau anggaran Pemerintah. Adapun pokok-pokok pembahasan AIF pada tahun 2010 di
Malaysia-Singapore Growth Triangle (IMS-GT), Brunei Darussalam-Indonesia-Malaysia-The Philipines
Manila adalah mengenai penjelasan ADB tentang pilihan struktur pembiayaan untuk memenuhi
East Asian Growth Area (BIMP-EAGA), dan Australia-Indonesia Development Area (AIDA).
Pelaksanaan Tugas Kementerian Keuangan sebagai KementerianLembaga Penutup
(4) Facilitation of Flows of Capital.
kebutuhan dana awal AIF sebesar USD800 juta 12.3.7. Kerjasama ASEAN+3 12.3.5. ASEAN Capital Market Forum
Kerja sama ASEAN Plus Three (APT) terjalin sejak tahun 1997 pada saat kawasan Asia sedang dilanda krisis ekonomi. APT terdiri dari 10 anggota ASEAN plus China, Jepang, dan Korea Selatan. KTT APT
The ASEAN Capital Markets Forum (ACMF) merupakan forum regulator pasar modal negara ASEAN
pertama berlangsung pada Desember 1997 di Kuala Lumpur. Dalam periode 1997-2007, terdapat 5
yang didirikan tahun 2004 dengan dukungan dari ASEAN Finance Ministers. Pada awalnya ACMF
bidang kerjasama dalam APT, yaitu:
berfokus pada harmonisasi peraturan dan regulasi sebelum beralih pada isu yang lebih strategis
i. politik dan keamanan;
untuk mencapai integrasi pasar modal regional di tahun 2015.
ii. ekonomi dan keuangan;
256
Laporan Tahunan Kementerian Keuangan 2010
www.depkeu.go.id
257
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BAB I
Pendahuluan
BAB II
Reformasi Birokrasi
BAB III
Kebijakan Pengelolaan Ekonomi Makro
BAB IV
Pengelolaan Pendapatan Negara
BAB V
BAB VI
BAB VII
BAB VIII
v. dukungan institusional dan hubungan dengan kerangka kerjasama yang lebih luas.
(2) ASEAN Finance Ministers Investor Seminar (AFMIS); (3) Kerjasama Ekonomi Sub Regional ASEAN (IMT-GT, BIMP EAGA); (4) Border Trade Agreement RI-Malaysia 1970; dan (5) Protokol perubahan penghindaran pajak berganda antara RI-Malaysia (Disahkan melalui
Kebijakan Pengelolaan Transfer ke Daerah
(2) ASEAN+3 Macroeconomic Research Office;
Kebijakan Pengelolaan Pembiayaan Kebijakan Pengelolaan Perbendaharaan Negara
Kebijakan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan NonBank Pengawasan dan Pengendalian Internal Kebijakan Hubungan dan Kerjasama Internasional di Bidang Keuangan Kebijakan Hubungan Kelembagaan NegaraPemerintahan
BAB XIV Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Keuangan BAB XV
(1) ASEAN Infrastructure Fund;
(1) Chiang Mai Initiative Multilateralisation;
BAB X
BAB XIII
Sebagai dua negara yang bertetangga, Indonesia dan Malaysia menjalin kerjasama keuangan dalam bentuk:
iv. kerja sama sosial-budaya dan pembangunan; serta
Beberapa kegiatan yang menjadi agenda kerjasama ASEAN+3 antara lain:
Kebijakan Pengelolaan Kekayaan Negara, Piutang Negara, dan Lelang
BAB XII
berkesinambungan;
12.4.5. Kerjasama Keuangan Pemerintah Indonesia dan Malaysia
Kebijakan Pengelolaan Penganggaran
BAB IX
BAB XI
iii. energi, pembangunan, lingkungan hidup, perubahan iklim dan pembangunan yang
Pelaksanaan Tugas Kementerian Keuangan sebagai KementerianLembaga Penutup
Peraturan Presiden RI Nomor 30 Tahun 2010).
(3) Asian Bond Markets Initiative; (4) Credit Guarantee and Investment Facility; dan
12.4.6. Kerjasama Keuangan Pemerintah Indonesia dan Kanada
(5) Working Group on Economic and Financial Monitoring.
Tiga skema kerjasama di antara Pemerintah Indonesia dan Kanada adalah: (1) Portfolio Investment; (2) Perundingan Section A dan B pada FIPPA; serta
12.4. Kerjasama Bilateral
(3) Cakupan Own and Controlled dalam definisi Enterprise.
12.4.1. Kerjasama Keuangan Pemerintah Indonesia dan Australia
12.4.7. Kerjasama Keuangan Pemerintah Indonesia dan IMF terkait ROSCs
Bentuk kerjasama yang terjalin meliputi:
Proses uji coba dan pelaksanaan ROSCs di Indonesia terkait bidang transparansi fiskal di Indonesia,
(1) AUSAID;
IMF berkonsultasi dengan Fiscal Affairs Department (FAD) yang bertindak sebagai advisor dalam
(2) Australia Indonesia Partnership (AIP);
pelaksanaan ROSCs. Tahapan-tahapan pelaksanaan ROSCs antara lain:
(3) Indonesia Australia Partnership for Economic Governance;
(1) Penyampaian kuisioner dari IMF kepada Pemerintah Indonesia pada Januari 2005.
(4) Deferred Drawdown Option (contingency loans) 2009-2010;
(2) Pendalaman jawaban kuisioner pada November 2005 dimana misi ROSCs IMF hadir dalam
(5) Kerjasama Perubahan Iklim; dan
rangka follow up jawaban kuisioner yang telah mereka sampaikan sebelumnya.
(6) Forum High Level Policy Dialogue.
(3) Tahap preliminary, IMF menyusun dan mengkompilasi draft laporan ROSCs berdasarkan
12.4.2. Kerjasama Keuangan Pemerintah Indonesia dan Amerika Serikat
(4) Pembahasan draft laporan ROSC, misi ROSCs IMF kembali hadir untuk membahas draft secara
jawaban kuisioner yang diterima dari responden. Kerjasama dikembangkan dalam skema sebagai berikut:
lebih mendalam, dilakukan dengan diskusi dan review secara terpisah dengan masing-masing
(1) Comprehensive Partnership;
instansi terkait. Hasilnya digunakan untuk finalisasi draft ROSCs.
(2) Investment Support Agreement; dan (3) USAID.
(5) Finalisasi ROSCs, misi ROSCs hadir untuk ketiga kalinya guna melaporkan hasil final draft ROSCs kepada Menteri Keuangan sekaligus mensosialisasikan hasilnya kepada seluruh instansi terkait. Misi ROSCs juga meminta persetujuan Menkeu untuk mempublikasikan laporan tersebut di
12.4.3. Kerjasama Keuangan Pemerintah Indonesia dan Cina Kerjasama Keuangan di antara Pemerintah Indonesia dan Cina dilaksanakan dalam bentuk:
website ROSCs. (6) Publikasi Modul Transparansi Fiskal Indonesia di website IMF.
(1) Penandatanganan Agreed Minutes of the Meeting for Further Strengthening Economic and Trade Cooperation; serta (2) The 10th Indonesia-China Joint Commission on Economic, Trade and Technical Cooperation.
12.5. Isu Jasa Keuangan
12.4.4. Kerjasama Keuangan Pemerintah Indonesia dan Jepang
12.5.1. Forum Perundingan Jasa WTO
Skema kerjasama yang dibangun terdiri dari:
Selama tahun 2010, World Trade Organization (WTO) beberapa kali mengadakan pertemuan. Dalam
(1) Indonesia-Japan Joint Economic Forum;
setiap pertemuan terdapat beberapa working group atau komite yang membahas aturan dan akses
(2) Protokol Perubahan P3B Indonesia-Jepang;
pasar yang terkait dengan liberalisasi perdagangan, yaitu:
(3) IJEPA;
(1) Working Party on Domestic Regulation;
(4) Kerjasama Keuangan RI-JICA; dan
(2) Working Party on GATS Rules;
(5) Kerjasama RI-JBIC.
(3) Committee on Trade in Financial Service; (4) Committee on Specific Commitments; dan (5) Bilateral Indonesia-EU.
258
Laporan Tahunan Kementerian Keuangan 2010
www.depkeu.go.id
259
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
12.5.2. Kerjasama Jasa Non-Keuangan ASEAN
Akhir perundingan ditandai dengan ditandatanganinya “Perjanjian Perdagangan Jasa dalam
BAB I
Pendahuluan
BAB II
Reformasi Birokrasi
BAB III
Kebijakan Pengelolaan Ekonomi Makro
12.5.2.1. AEC Blueprint
Anggota Asosiasi Bangsa-Bangsa Asia Tenggara dan Republik Rakyat China” beserta Paket Komitmen
BAB IV
Pengelolaan Pendapatan Negara
ASEAN Economy Community (AEC) Blueprint merupakan pedoman bagi negara-negara anggota
Pertama oleh para menteri ekonomi masing-masing negara.
ASEAN untuk menciptakan kawasan komunitas ekonomi di tahun 2015. ASEAN diwujudkan dalam
BAB V
BAB VI
BAB VII
BAB VIII
BAB IX
BAB X
BAB XI
BAB XII
BAB XIII
Persetujuan Kerangka Kerja Mengenai Kerjasama Ekonomi Menyeluruh antara Negara-Negara
Kebijakan Pengelolaan Penganggaran
bentuk pasar tunggal dengan basis produksi internasional dan elemen aliran bebas barang, jasa,
Setelah selesainya komitmen paket pertama, pada awal tahun 2008 negara-negara ASEAN
investasi, tenaga kerja terdidik, dan modal. Diselenggarakan beberapa pertemuan komite kerja,
dan China sepakat melaksanakan putaran kedua perundingan. ASEAN dan China menyepakati
Kebijakan Pengelolaan Transfer ke Daerah
seperti Coordinating Committees/Working Groups yang merupakan pertemuan teknis setingkat
dibukanya kembali mekanisme perundingan request dan offer guna lebih memperdalam dan
pejabat Eselon 2 atau pejabat Eselon 3 di instansi terkait masing-masing negara anggota ASEAN.
memperluas cakupan komitmen negara-negara ASEAN dan China.Penyelesaian perundingan Paket
Saat ini terdapat 22 Coordinating Committee/Working Groups di bidang ekonomi. Salah satunya
Kedua ASEAN China-Trade Agreement in Services (AC-TIS) dilakukan pada akhir tahun 2009. ASEAN
adalah CCS yang difokuskan untuk menyusun komitmen bersama negara-negara ASEAN dalam
dan China akan segera menyampaikan notifikasi perundingan ASEAN-China FTA kepada WTO.
Kebijakan Pengelolaan Pembiayaan Kebijakan Pengelolaan Perbendaharaan Negara Kebijakan Pengelolaan Kekayaan Negara, Piutang Negara, dan Lelang Kebijakan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan NonBank Pengawasan dan Pengendalian Internal Kebijakan Hubungan dan Kerjasama Internasional di Bidang Keuangan Kebijakan Hubungan Kelembagaan NegaraPemerintahan
mewujudkan liberalisasi bidang jasa. Komitmen tersebut disusun dalam suatu daftar komitmen ASEAN Framework Agreement on Services (AFAS).
12.5.3.2. ASEAN-Korea ASEAN-Korea Free Trade Area (AKFTA) merupakan kesepakatan antara negara-negara anggota
AFAS bertujuan meliberalisasi perdagangan jasa dengan memperdalam tingkat dan cakupan
ASEAN dengan Korea Selatan untuk mewujudkan kawasan perdagangan bebas. Selama tahun 2010
liberalisasi jasa dalam GATS. Liberalisasi jasa yang dimaksud dilakukan dalam bentuk pengurangan
AKFTA melaksanakan dua kali pertemuan. Pertemuan kedua AKFTA-IC membahas penyelesaian
hambatan 4 mode of supply, yaitu cross-border supply, consumption abroad, commercial presence,
masalah administratif terkait ratifikasi dan notifikasi oleh ke-10 negara ASEAN dan Korea Selatan.
dan movement of natural person. Sejak disepakatinya AFAS pada tahun 1995, negara-negara
Proses notifikasi perdagangan jasa ke WTO telah dirampungkan dengan penggunaan pasal V GATS
ASEAN telah menyepakati 7 paket komitmen. Dalam setiap paket komitmen, negara anggota
mengenai Economic Integration. Namun, proses notifikasi perjanjian perdagangan barang AKFTA ke
mengajukan offer dan request ke negara lain. Offer dan request dimaksud berupa kesediaan untuk
Sekretariat WTO terkendala oleh ketidaksepakatan pihak ASEAN dan Korea Selatan dalam pemilihan
secara bertahap menghapus hambatan terhadap keempat mode of supply jasa. Untuk menunjukan
Enabling Clause atau pasal 24 GATT. Indonesia menginginkan agar notifikasi AKFTA perdagangan
tingkat komitmen suatu negara dalam menghapus hambatan terhadap suatu sektor jasa tertentu,
barang ke WTO menggunakan Enabling Clause, sedangkan Korea menginginkan penggunaan pasal
digunakan istilah None, Bound, dan Unbound.
24 GATT.
12.5.2.2. AFAS 7 & AFAS 8
Enabling Clause merupakan skema di mana negara-negara maju memberikan perlakuan berbeda
Selama tahun 2010 berlangsung pembahasan paket AFAS 7 dan AFAS 8. Untuk AFAS 7, seluruh
dan lebih menguntungkan bagi negara-negara berkembang, misalkan pemberian perlakuan khusus
BAB XIV Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Keuangan
negara anggota ASEAN telah menyelesaikan komitmen AFAS Paket 7. Meskipun demikian, Indonesia
tidak timbal balik (Bea Masuk impor rendah bahkan nol persen) kepada jenis-jenis produk yang
mempertanyakan komitmen Filipina di mana dalam paket komitmennya, Filipina menggunakan
berasal dari negara-negara berkembang. Ketidaksepakatan ini menjadi ganjalan dalam notifikasi
‘unbound’ pada moda 1 dalam 7 sektor. Hal ini tidak sesuai dengan parameter liberalisasi moda 1
perjanjian AKFTA secara keseluruhan mengingat notifikasi perjanjian AKFTA harus mencakup sektor
BAB XV
untuk AFAS 7 yang seharusnya ‘none’.
barang dan jasa. Hingga saat ini pihak ASEAN dan Korea Selatan belum menyampaikan notifikasi
Pelaksanaan Tugas Kementerian Keuangan sebagai KementerianLembaga Penutup
AKFTA ke Sekretariat WTO. Pihak ASEAN dan Korea Selatan akan segera menyampaikan informasi ke Dalam AEC Blueprint disebutkan paket AFAS 8 harus mencakup 80 sub-sektor. Disepakati
Sekretariat WTO mengenai alasan penundaan penyampaian notifikasi tersebut.
bahwa penyampaian komitmen AFAS 8 dilakukan secara bertahap, kecuali Thailand yang akan menyampaikannya secara keseluruhan, karena harus mendapatkan persetujuan dari Parlemennya.
12.5.3.3. ASEAN-India
Dalam penyampaian Offers AFAS Paket ke-8, hanya 8 negara yang telah menyampaikan initial offers
ASEAN-India Trade Negotiating Committee (TNC) and Related Meeting merupakan pertemuan yang
dan hanya Singapura yang telah lolos threshold assesment (batas pencapaian minimum). Negara
membahas kerangka kerjasama ekonomi menyeluruh di antara negara-negara anggota ASEAN
anggota lainnya diminta berupaya untuk memenuhi level maksimum pencapaian threshold pada
India. Selama tahun 2010 telah dilaksanakan 3 kali pertemuan ASEAN-India Trade Negotiating
tahun 2011.
Committee-Working Group on Services (AITNC-WGS).
12.5.3. ASEAN dan Mitra Dialog
Isu yang masih diperdebatkan adalah draft trade in services agreement, annex/chapter movement of natural person, dan annex of financial services. Terdapat beberapa hal yang belum dapat disepakati
12.5.3.1. ASEAN-China
dalam isu-isu tersebut dan akan dibahas pada pertemuan selanjutnya. Kesepakatan perdagangan
Perundingan ASEAN-China FTA dan ASEAN-China Trade Negotiating Committee (ACTNC) dimulai
jasa ASEAN-India diharapkan dapat ditandatangani pada bulan Maret 2011.
sejak tahun 2002 dan berakhir pada tahun 2007 (25 putaran).
260
Laporan Tahunan Kementerian Keuangan 2010
www.depkeu.go.id
261
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BAB I
Pendahuluan
12.5.4. Jasa APEC
Pembahasan kini telah masuk dalam tahap perundingan draft text kerjasama IE-CEPA untuk seluruh
BAB II
Reformasi Birokrasi
BAB III
Kebijakan Pengelolaan Ekonomi Makro
Konferensi negara-negara kawasan Asia Pasifik atau “Asia Pacific Ekonomic Cooperation” (APEC)
sektor barang, jasa dan investasi. Pembahasan dilakukan pada tahap modalities dan draft text agreement.
BAB IV
Pengelolaan Pendapatan Negara
merupakan forum antarPemerintah Asia Pasifik. APEC bertujuan untuk menciptakan sistem perdagangan dan investasi yang bebas, terbuka dan adil dikawasan Asia pasifik. Pada tataran kerja, proyek dan aktivitas APEC dilaksanakan oleh komite tingkat tinggi di bawah panduan para pejabat
BAB V
Kebijakan Pengelolaan Penganggaran
tinggi yang mewakili ke-21 negara APEC. Terdapat 5 Komite Tingkat Tinggi APEC, yaitu Budget and
BAB VI
Kebijakan Pengelolaan Transfer ke Daerah
Committee on Economic and Technical Cooperation, dan Other Group. Pelaksanaan kegiatan dan
BAB VII
Kebijakan Pengelolaan Pembiayaan
BAB VIII
BAB IX
BAB X
BAB XI
BAB XII
BAB XIII
Kebijakan Pengelolaan Perbendaharaan Negara Kebijakan Pengelolaan Kekayaan Negara, Piutang Negara, dan Lelang Kebijakan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan NonBank Pengawasan dan Pengendalian Internal Kebijakan Hubungan dan Kerjasama Internasional di Bidang Keuangan Kebijakan Hubungan Kelembagaan NegaraPemerintahan
BAB XIV Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Keuangan BAB XV
Pelaksanaan Tugas Kementerian Keuangan sebagai KementerianLembaga Penutup
Management Committee, Economic Committee, Committee on Trade and Investment, SOM Steering proyek-proyek di masing-masing komite tinggi dibantu oleh unit-unit di bawahnya.
12.6. Kerjasama Organisasi 12.6.1. Kerjasama Internasional di Bidang Perpajakan 12.6.1.1. Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) Selama tahun 2010, DJP telah melakukan 5 kali perundingan P3B dengan negara mitra. Sebanyak
Group on Services (GOS) merupakan salah satu kelompok kerja yang mengatur soal jasa dan menjadi
3 kali perundingan untuk pembentukan P3B baru dan 2 kali perundingan merupakan renegosiasi
sub-forum di bawah Committee on Trade and Investment (CTI). Selama tahun 2010, APEC mengadakan
P3B lama dengan Jepang dan India. Rincian pelaksanaan perundingan P3B sepanjang tahun 2010
3 kali pertemuan CTI dan Economic Committee) pada rangkaian APEC SOM and its Related Meetings.
adalah sebagai berikut:
Dalam setiap pertemuan, terdapat sub-forum GOS yang membahas permasalahan jasa menuju
(1) Indonesia-Hongkong (Hongkong, 10-12 Februari 2010);
liberalisasi di Asia Pasifik.
(2) Indonesia-Serbia (Jakarta, 22-24 Maret 2010);
(1) Pertemuan Committee on Trade and Investment dan Economic Committee pada rangkaian
(3) Indonesia-Laos (Laos, 13-16 Juli 2010);
APEC SOM I and its Related Meetings tanggal 22 Februari-7 Maret 2010 di Hiroshima, Jepang
(4) Indonesia-Jepang (Jakarta, 15-17 Desember 2010); dan
Pada pertemuan ini dibahas tindak lanjut dari berbagai program yang telah diselesaikan pada
(5) Indonesia-India (Jakarta, 21-23 Desember 2010).
tahun 2009. Beberapa program tersebut di antaranya adalah APEC Services Initiative (ASI), Environmental Services Survey, dan Seminar on Trade in Health Services.
Beberapa ketentuan dalam bentuk Peraturan Direktur Jenderal Pajak diterbitkan pada tahun 2010
(2) Pertemuan Committee on Trade and Investment dan Group on Services pada rangkaian
dalam rangka memberikan kepastian dalam penerapan P3B dan juga untuk mengakomodasi
APEC SOM (Senior Officials Meeting) II and its Related Meeting tanggal 29 Mei-3 Juni 2010
kebutuhan aturan pelaksanaan atas transaksi hubungan istimewa, termasuk tata cara untuk
di Sapporo, Jepang.
melakukan corresponding adjustment, Mutual Agreement Procedur (MAP), dan Advance Pricing
Pada pertemuan CTI dan subfora GOS ini dibahas beberapa program, di antaranya adalah Apec Legal
Agreement (APA).
Service Initiative, APEC Service Database Project, dan Draft APEC Principle for Entry and Temporary Stay of Natural Persons for Business Purposes. Dalam membahasa beberapa isu di forum APEC, Kementerian
12.6.1.2. Persetujuan dan Pelaksanaan Pertukaran Informasi Perpajakan
Kuangan didampingi oleh kementerian lain, seperti Kementerian Hukum dan HAM.
Pembentukan Perjanjian Pertukaran Informasi Perpajakan atau yang biasa disebut dengan Tax
(3) Pertemuan dan Seminar Group on Services
Information Exchange Agreement (TIEA) merupakan tindak lanjut dari komitmen Pemerintah
Pertemuan dan seminar GOS dan CTI pada rangkaian APEC SOM (Senior Officials Meeting) III
Indonesia berdasarkan hasil pertemuan para pimpinan negara-negara G-20 di London pada bulan
and its Related Meetings berlangsung pada tanggal 15-26 September 2010 di Sendai, Jepang.
April 2009 yang menyepakati penerapan standar transparansi informasi di bidang keuangan. DJP
Pertemuan ini membahas 12 proposal/ inisiatif yang terkait dengan kerjasama sektor jasa yang
juga telah melakukan inisiasi revisi pasal pertukaran informasi dengan beberapa negara mitra P3B
disampaikan oleh beberapa negara penanggung jawab proyek.
Indonesia guna memenuhi standard OECD.
12.5.5. Jasa Bilateral
Dalam rangka pembentukan TIEA dengan negara bukan mitra P3B (non tax treaty) yang dikategorikan
Indonesia-European Comprehensive Partnership Agreement
oleh OECD sebagai jurisdiksi yang menjadi pusat kedudukan kegiatan finansial dunia dengan tarif
Kerjasama Indonesia-Uni Eropa diawali dengan gagasan Long Term Vision for Trade and Investment
pajak penghasilan rendah (low income tax jurisdictions), DJP sepanjang tahun 2010 telah melaksanakan
Cooperation. Kerjasama ini dicetuskan Presiden RI dan Presiden European Community, Jose Manuel
perundingan TIEA sekaligus penandatanganan dengan 8 negara/jurisdiksi yaitu:
Barosso, pada pertemuan bilateral tanggal 14 Desember 2009 di Brussels. Gagasan kedua Presiden
(1) Jersey (London, 29 Maret 2010);
kemudian ditindaklanjuti dengan pembentukan joint study antara tim pakar kedua negara dalam
(2) Guernsey (London, 30 Maret 2010);
kerangka Long Term Vision for Trade and Investment Cooperation pada saat pertemuan ke-2 Working
(3) Isle of Man (London, 31 Maret 2010);
Group on Trade and Investment Indonesia-EU tanggal 25-26 Maret 2010 di Brussels. Tim pakar dari
(4) Bermuda (Bermuda, 9 Juni 2010);
kedua belah pihak bertemu untuk melakukan joint study yang bertujuan untuk mempelajari lebih
(5) San Marino (San Marino, 27 September 2010);
jauh hubungan Indonesia dan UE, serta membangun jejaring dan kerjasama di bidang perdagangan
(6) Costa Rica (Costa Rica, 8 desember 2010);
dan investasi yang saling menguntungkan dan berkelanjutan. Saat ini Joint Study Group Indonesia-
(7) Cayman Islands (Cayman Island, 10 Desember 2010); dan
European Comprehensive Partnership Agreement (IE-CEPA) telah selesai dilaksanakan.
(8) Bahamas (Bahama, 13 Desember 2010).
262
Laporan Tahunan Kementerian Keuangan 2010
www.depkeu.go.id
263
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BAB I
Pendahuluan
DJP juga secara aktif telah melakukan pertukaran informasi dengan negara-negara mitra P3B.
(1) The Sixth Meeting of the OECD FTA;
BAB II
Reformasi Birokrasi
BAB III
Kebijakan Pengelolaan Ekonomi Makro
Informasi yang dipertukarkan antara lain kebenaran status hukum, status kepemilikan saham,
(2) OECD Global Forum; dan
substansi transaksi keuangan, dan kasus-kasus transfer pricing.
(3) Organization Economic Cooperation and Development.
BAB IV
Pengelolaan Pendapatan Negara
12.6.1.3. Daftar Jaringan Tax Treaty 2010
12.6.2. Kerjasama Internasional di Bidang Kepabeanan dan Cukai
BAB V
Kebijakan Pengelolaan Penganggaran
BAB VI
Kebijakan Pengelolaan Transfer ke Daerah
BAB VII
Kebijakan Pengelolaan Pembiayaan
BAB VIII
BAB IX
BAB X
Kebijakan Pengelolaan Perbendaharaan Negara Kebijakan Pengelolaan Kekayaan Negara, Piutang Negara, dan Lelang Kebijakan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan NonBank
BAB XI
Pengawasan dan Pengendalian Internal
BAB XII
Kebijakan Hubungan dan Kerjasama Internasional di Bidang Keuangan
BAB XIII
Kebijakan Hubungan Kelembagaan NegaraPemerintahan
BAB XIV Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Keuangan BAB XV
Pelaksanaan Tugas Kementerian Keuangan sebagai KementerianLembaga Penutup
Sampai dengan tahun 2010, Indonesia telah memiliki jaringan tax treaty (P3B) yang berlaku efektif dengan 59 negara.
Sesuai dengan visi DJBC untuk menjadi Administratur Kepabeanan dan Cukai dengan Standar
Tabel 12.1. Daftar P3B Indonesia yang Berlaku Efektif Negara
Saat Berlaku Efektif
Negara
Internasional, maka kebijakan hubungan dan kerjasama internasional di bidang kepabeanan Saat Berlaku Efektif
Algeria
01-01-2001
Denmark
01-01-1987
Australia Austria Bangladesh Belgium - Renegosiasi Brunei Darussalam Bulgaria Canada - Renegosiasi Czech China Korea, Republic of Korea, Democratic People’s Republic of Kuwait Luxembourg Malaysia - Renegosiasi Mexico Mongolia Netherlands - Renegosiasi - Renegosiasi II New Zealand Norway Pakistan Philippines, The Poland Portugal Qatar Romania Russia Saudi Arabia Seychelles Singapore
01-07-1993 01-01-1989 01-01-2007 01-01-1975 01-01-2002 01-01-2003 01-01-1993 01-01-1980 01-01-1999 01-01-1997 01-01-2004 01-01-1990 01-01-2005
Egypt Finland France Germany Hungary India Italy Japan Jordan Slovak South Africa Spain Sri Lanka Sudan Sweden Switzerland Syria Taiwan Thailand - Renegosiasi Tunisia Turkey U.A.E Ukraine United Kingdom - Renegosiasi United States - Renegosiasi Uzbekistan Venezuela Vietnam
01-01-2003 01-01-1990 01-01-1981 01-01-1992 01-01-1994 01-01-1988 01-01-1996 01-01-1983 01-01-1999 01-01-2002 01-01-1999 01-01-2000 01-01-1995 01-01-2001 01-01-1990 01-01-2010 01-01-1999 01-01-1996 01-01-1983 01-01-2004 01-01-1994 01-01-2001 01-01-2000 01-01-1999 01-01-1976 01-01-1995 01-02-1991 01-02-1997 01-01-1999 01-01-2001 01-01-2000
01-01-1999 01-01-1995 01-01-1987 01-09-2010 01-01-2005 01-01-2001 01-01-1971 01-06-1994 01-01-2004 01-01-1989 01-01-1991 01-01-1991 01-01-1983 01-01-1994 01-01-2008 01-01-2008 01-01-2000 01-01-2003 01-01-1989 01-01-2001 01-01-1992
Sumber: Direktorat Jenderal Pajak.
12.6.1.4. Partisipasi DJP dalam Forum Internasional Partisipasi aktif DJP dalam kerjasama internasional selama tahun 2010, baik berupa seminar, konferensi, maupun forum adalah:
12.6.2.1. Strategi dan Kebijakan dan Kerjasama Keuangan Internasional
diarahkan untuk menciptakan harmonisasi antara implementasi sistem dan prosedur pelayanan serta pengawasan di bidang kepabeanan yang berlandaskan ketentuan peraturan perundangundangan nasional dengan kesepakatan internasional di bidang kepabeanan dan/atau international customs best-practices. Strategi yang diterapkan untuk mencapai tujuan tersebut adalah dengan mengefektifkan keikutsertaan DJBC pada berbagai forum kerjasama multilateral, kerjasama regional dan kerjasama bilateral, yang bersifat umum maupun yang bersifat khusus di bidang kepabeanan, yang diarahkan untuk meningkatkan peran aktif dan kepemimpinan Indonesia dalam berbagai forum kerjasama internasional tersebut, sehingga kepentingan nasional Indonesia dapat terakomodir dan terlindungi. 12.6.2.2. Realisasi Kerjasama Internasional (1) Kerjasama Bilateral Dalam rangka kerjasama antaradministrasi kepabeanan dalam lingkup bilateral, pada tahun 2010 telah dilakukan negosiasi dan pengkajian kerjasama dalam bentuk Customs Mutual Administrative Assistance (CMAA). i. Tahap negosiasi: - - - -
CMAA Indonesia-Azerbaijan, posisi counter draft pada DJBC; CMAA Indonesia-Jordania, posisi masih menunggu kesiapan dari pihak Jordania; CMAA Indonesia-Thailand, posisi counter draft pada Thailand; CMAA Indonesia-Turki, posisi counter draft pada Turki; dan
-
CMAA Indonesia-India, posisi counter draft pada DJBC.
ii. Tahap pengkajian: - - -
CMAA Indonesia-Suriah, inisiatif dari pihak Suriah; CMAA Indonesia-Georgia, inisiatif dari pihak Georgia; CMAA Indonesia-Mexico, inisiatif dari pihak Mexico; dan
-
CMAA Indonesia-Hongkong, inisiatif dari pihak Hongkong.
Negosiasi dan pengkajian kerjasama dalam bidang perdagangan meliputi: i. IJ-EPA, contact person DJBC adalah Direktur Teknis Kepabeanan untuk bidang prosedur kepabeanan umum serta Direktur Penindakan dan Penyidikan untuk bidang intelijen; ii. Indonesia-Tunisia FTA, saat ini sedang dalam tahap studi; iii. Indonesia-Pakistan FTA, saat ini sedang dalam tahap negosiasi; iv. Indonesia-Iran FTA, saat ini sedang dilakukan studi lebih lanjut mengingat Iran bukan anggota WTO; serta v. Indonesia-Chile FTA, saat ini sedang dalam tahap studi.
264
Laporan Tahunan Kementerian Keuangan 2010
www.depkeu.go.id
265
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BAB I
Pendahuluan
Kerjasama terkait dengan perjanjian mengenai perbatasan kedua negara (Border Trade Agreement)
BAB II
Reformasi Birokrasi
BAB III
Kebijakan Pengelolaan Ekonomi Makro
dengan focal point Kementerian Perdagangan meliputi:
BAB IV
Pengelolaan Pendapatan Negara
BAB V
Kebijakan Pengelolaan Penganggaran
BAB VI
Kebijakan Pengelolaan Transfer ke Daerah
BAB VII
Kebijakan Pengelolaan Pembiayaan
BAB VIII
BAB IX
BAB X
BAB XI
BAB XII
BAB XIII
Kebijakan Pengelolaan Perbendaharaan Negara
sedang mengalami revisi; ii. Indonesia-PNG Border Trade Agreement, sedang dalam tahap implementasi; dan iii. Indonesia-Timor Leste Border Trade Agreement, sedang dalam tahap implementasi. Kerja sama dalam hal capacity building berupa technical assistance (training) di bidang kepabeanan, antara lain bidang pengawasan dan prosedur, meliputi: i. Japan Customs and Tariff Bureau (JCTB); ii. bantuan teknis training yang tercakup dalam platform program Japan’s Official Development Assistance (ODA), seperti IPR, Risk Management, Customs Valuation, Laboratory Analysis, dan Rules of Origin;
Kebijakan Pengelolaan Kekayaan Negara, Piutang Negara, dan Lelang
iii. Malaysian Technical Cooperation Program (MTCP);
Kebijakan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan NonBank
vi. kerjasama pelatihan di bidang pengawasan di Indonesia maupun Amerika Serikat.
Pengawasan dan Pengendalian Internal Kebijakan Hubungan dan Kerjasama Internasional di Bidang Keuangan Kebijakan Hubungan Kelembagaan NegaraPemerintahan
BAB XIV Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Keuangan BAB XV
i. Indonesia-Malaysia Border Trade Agreement, telah ditandatangani pada tahun 1970 dan saat ini
Pelaksanaan Tugas Kementerian Keuangan sebagai KementerianLembaga Penutup
iv. kerjasama dalam bentuk training program di Akademi Kastam Diraja Malaysia (AKMAL); v. US Customs and Border Protection; serta
Selain itu, terdapat kerjasama dalam kerangka AIDA yang bertujuan untuk meningkatkan pembangunan ekonomi di Kawasan Timur Indonesia (KTI). Hal ini ditindaklanjuti dengan Memorandum of Cooperation (MoC) di antara DJBC dengan Department of Asian Relation and Trade of Northern Territory of Australia, dengan menempatkan 2 pegawai DJBC di Darwin untuk bertugas selama 6 bulan. (2) Kerjasama ASEAN
-
Key Performance Indicators (KPI) APEC / Trade Facilitation Action Program.
- Counter Terrorism Action Plan (CTAP). ii. ASEM -
ASEM Customs DG-Commissioner Meeting; diadakan 2 tahun sekali.
-
ASEM Working Group on Customs Matter (AWC) Meeting.
iii. BIMP-EAGA iv. IMT- GT (4) Kerjasama Multilateral Di bidang kepabeanan, Kementerian Keuangan melalui DJBC terus meningkatkan peran dan partisipasi aktif dalam forum World Customs Organization (WCO), WTO, maupun organisasi lainnya. Kerjasama multilateral pada tahun 2010 dalam forum WCO meliputi kegiatan di bidang: i. Harmonized System; ii. Procedures and Facilitation; iii. Enforcement; iv. Capacity Building; v. Customs Valuation; dan vi. Origin Kerjasama multilateral pada tahun 2010 dalam forum WTO meliputi kegiatan di bidang: i. Negotiating Group on Trade Facilitation (NGTF); ii. Committee on Trade and Environment (CTE); dan iii. Non-Agricultural Market Access (NAMA).
Di bidang kepabeanan, Kementerian Keuangan melalui DJBC pada Tahun 2010 terus berperan aktif dalam forum:
Adapun kerjasama multilateral pada tahun 2010 di dalam forum lainnya meliputi kegiatan di bidang:
i. ASEAN Director General of Customs (ASEAN DG’s of Customs);
i. Global System on Trade Preferences (GSTP);
ii. Coordinating Committee on Customs (CCC);
ii. OECD; dan
iii. Customs Procedures and Trade Facilitation Working Group (CPTFWG);
iii. Developing 8 (D-8).
iv. ASEAN Customs Transit System (ACTS); v. Customs Enforcement and Compliances Working Group (CECWG); vi. Customs Capacity Building Working Group (CCBWG);
12.7. Kerjasama Internasional di Bidang Capacity Building
vii. ASEAN Harmonized Tariff Nomenclature Task Force (AHTN-TF); serta viii. Forum lainnya, seperti:
12.7.1. Capacity Building oleh BPPK
- -
Senior Economic Official Meeting (SEOM); negosiasi persiapan dan evaluasi implementasi ASEAN Trade in Goods Agreement (ATIGA); serta
Pada tahun 2010, Kementerian Keuangan melalui Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan (BPPK)
-
negosiasi persiapan dan evaluasi implementasi ASEAN FTA.
peningkatan kualitas pelayanan dan pengembangan/inovasi dalam penyelenggaraan pendidikan
(3) Kerjasama Regional
melakukan kerjasama dengan beberapa lembaga di dalam maupun luar negeri dalam rangka dan pelatihan (diklat) yang diselenggarakan oleh BPPK. Lembaga-lembaga tersebut antara lain:
Dalam forum kerjasama regional di bidang kepabeanan, DJBC telah mengikuti beragam forum
12.7.1.1. Global Development Learning Network
berikut ini di sepanjang tahun 2010.
GDLN merupakan kemitraan pusat pembelajaran global yang menggunakan teknologi informasi
i. APEC
dan komunikasi (TIK) untuk menghubungkan lembaga-lembaga publik dan swasta yang bekerja
-
Pertemuan rutin Administrasi Pabean APEC, yang terdiri dari:
dalam pembangunan di seluruh dunia. Diluncurkan oleh World Bank pada bulan Juni tahun
a. APEC Customs Directors-General / Commissioners Meeting;
2000, jaringan ini dibangun untuk menyediakan link di seluruh dunia, menawarkan program
b. Sub Committee on Customs Procedures (SCCP); dan
pembelajaran, berbagi pengetahuan, dan kegiatan koordinasi yang akan meningkatkan kapasitas
c. APEC Customs Business Dialogue (ACBD).
kebutuhan pembangunan masyarakat.
266
Laporan Tahunan Kementerian Keuangan 2010
www.depkeu.go.id
267
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BAB I
Pendahuluan
Afiliasi GDLN terdapat di lebih dari 80 negara di seluruh dunia. Fasilitas afiliasi termasuk ruang kelas
BPPK merintis kerjasama dengan STI-IMF sejak tahun 2009 dengan koordinasi bersama BKF dan
BAB II
Reformasi Birokrasi
BAB III
Kebijakan Pengelolaan Ekonomi Makro
atau ruang pertemuan dengan akses ke video conference dan sumber daya internet berkecepatan
Bank Indonesia. Implementasi kegiatan dilakukan pada bulan Maret 2010, yaitu kerjasama BPPK-
tinggi (seperti email dan instant messenger). Teknologi ini digabungkan dengan teknik fasilitasi dan
IMF-SRTI-Bank Indonesia untuk menyelenggarakan Course on Macroeconomic Management and
BAB IV
Pengelolaan Pendapatan Negara
pembelajaran yang bervariasi sesuai dengan kebutuhan individu pengguna. Melalui teknologi,
Financial Sector Issues. Peserta course berasal dari unit-unit Kementerian Keuangan, BAPPENAS, dan
GDLN afiliasi memungkinkan kliennya di seluruh dunia untuk berkomunikasi satu sama lain untuk
Bank Indonesia. Saat ini, sedang dilakukan mitigasi untuk kerjasama pada tahun 2011 dan 2012.
BAB V
Kebijakan Pengelolaan Penganggaran
konsultasi, koordinasi, dan pelatihan secara tepat waktu serta hemat biaya.
BAB VI
Kebijakan Pengelolaan Transfer ke Daerah
Pada tahun 2010, BPPK telah menjadi affiliasi (anggota aktif ) GDLN Asia Pasifik. Tujuannya adalah
NIA adalah lembaga yang mendukung pengembangan kebijakan nasional Korea Selatan dalam
untuk leading suatu program internationally maupun take advantage dari capacity building program
teknologi yang berhubungan dengan TIK untuk negara di dunia. Sejak awal dibentuk pada tahun
negara anggota (afiliasi) GDLN lainnya. Bentuk kerjasama yang telah dilakukan oleh BPPK dengan
1987, NIA telah memberikan bantuan kepada negara-negara lain dalam bidang TIK dengan
GDLN adalah sebagai berikut:
melakukan proyek-proyek, seperti pembangunan jaringan telekomunikasi, infrastruktur informasi
(1) pertemuan GDLN business meeting di Manila dan di Bali;
berkecepatan tinggi, dan sistem telekomunikasi. NIA berupaya mewujudkan bangsa dan masyarakat
(2) pemberian capacity building program bagi Distance Learning Center; dan
yang lebih informatif.
BAB VII
BAB VIII
BAB IX
BAB X
BAB XI
BAB XII
BAB XIII
Kebijakan Pengelolaan Pembiayaan Kebijakan Pengelolaan Perbendaharaan Negara Kebijakan Pengelolaan Kekayaan Negara, Piutang Negara, dan Lelang Kebijakan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan NonBank Pengawasan dan Pengendalian Internal Kebijakan Hubungan dan Kerjasama Internasional di Bidang Keuangan Kebijakan Hubungan Kelembagaan NegaraPemerintahan
12.7.1.4. National Information Society Agency-Korea
(3) on-line learning “Rapid Design Learning” bagi pegawai BPPK. Di masa mendatang, BPPK akan aktif mengikuti program-program capacity building yang
NIA memberikan bantuan kepada Indonesia, di mana salah satunya melalui BPPK untuk mendorong
diselenggarakan oleh GDLN dan mendiseminasikannya kepada para pegawai Kementerian Keuangan.
pengembangan TIK BPPK dalam rangka mengurangi kesenjangan di antara Indonesia dan Korea. BPPK merintis kerjasama dengan NIA sejak tahun 2009. Bantuan dilakukan dalam bentuk pemberian
12.7.1.2. Indonesian Higher Education Network
pelatihan selama 4 minggu bagi para pengelola TIK BPPK oleh para junior expert dari Korea Selatan.
INHERENT adalah jaringan TIK yang menghubungkan setiap perguruan tinggi di Indonesia
Implementasinya berupa diklat di bidang TIK dalam 2 angkatan selama 2 minggu yang diselenggarakan
yang dibangun oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI) pada tahun 2006. Jaringan ini
pada tanggal 1-30 Agustus 2010. Kegiatan ini dikoordinasikan oleh Sekretariat BPPK dan dilaksanakan oleh
dirancang untuk menghubungkan seluruh perguruan tinggi yang ada di Indonesia pada masa yang
Pusdiklat Keuangan Umum.
akan datang. Awalnya, jaringan ini menghubungkan 32 perguruan tinggi yang berlokasi di setiap propinsi di Indonesia dan Dikti Jakarta.
12.7.1.5. Australia Indonesia Partnership for Economic Governance AIPEG merupakan kemitraan antara Pemerintah Indonesia dengan Australia melalui AusAID. AIPEG
BPPK adalah salah satu lembaga Pemerintah di luar universitas yang menjadi anggota INHERENT.
bertujuan untuk meningkatkan kualitas manajemen ekonomi, memberikan kontribusi terhadap
BPPK terintegrasi di INHERENT sejak tahun 2010 dengan tujuan untuk edukasi publik dan
pertumbuhan ekonomi, dan pengurangan kemiskinan. AIPEG akan memperkuat kemampuan
BAB XIV Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Keuangan
memperluas network dalam rangka pemanfaatan fasilitas video conference di universitas-universitas
Pemerintah dalam hal kebijakan, koordinasi perumusan, dan implementasi anggaran nasional,
serta capacity building/sosialisasi kepada pegawai Kementerian Keuangan di daerah. Bentuk kerja
serta kinerja ekonomi makro.
BAB XV
(1) capacity building bagi anggota INHERENT yang diikuti oleh universitas negeri maupun swasta; dan
Kerjasama dengan AIPEG adalah kelanjutan dari kerjasama dengan Technical Assistance Management
(2) mengikuti program seminar lingkungan hidup yang diselenggarakan oleh Universitas Indonesia
Facility (TAMF) pada tahun 2009. BPPK merintis kerjasama dengan AIPEG sejak tahun 2010 dalam
Pelaksanaan Tugas Kementerian Keuangan sebagai KementerianLembaga Penutup
sama yang telah dilakukan BPPK dengan INHERENT adalah:
yang diikuti oleh anggota INHERENT lainnya.
bentuk technical assisstance yang didanai oleh AusAid. Pada tahun 2010, BPPK telah mendapatkan approval untuk technical assisstance di bidang “redefinisi organizational culture” dari organisasi BPPK.
12.7.1.3. International Monetary Fund-Singapore Regional Training Institute IMF-STI berlokasi di Singapura dan berfungsi sebagai pusat pelatihan regional IMF untuk wilayah
Melalui kerangka Aus Aid, Australia setiap tahunnya memberikan lebih dari 300 beasiswa untuk
Asia-Pasifik. IMF-STI memberikan pelatihan manajemen ekonomi makro dan keuangan, masalah
warga Indonesia melanjutkan pendidikan pasca sarjana di Australia.
hukum, serta statistik yang terkait kepada para pegawai dan pejabat Pemerintah dari 37 negara.
(1) Australian Development Scholarships (ADS) dengan nilai bantuan: A$ 40 juta dalam kurun waktu:
Sebagian besar pelatihan dilakukan dalam bentuk seminar selama dua minggu atau durasi yang
2009-2010 - fase III ;
lebih pendek untuk para pejabat senior.
(2) Australian Leadership Awards dengan nilai Bantuan: 150 beasiswa pertahun di seluruh Asia
STI merupakan perusahaan patungan dari IMF dan Pemerintah Singapura yang menyelenggarakan
(3) Beasiswa Kemitraan Australia dengan nilai Bantuan: A$ 66 juta dalam kurun waktu: 2005-2010.
Pasifik dan dalam kurun waktu: 2007-2011; program pelatihan dan mengkoordinasikan sumber daya yang tersedia di Singapura untuk bantuan teknis ke negara lain. Setiap tahun lebih dari 700 pejabat berpartisipasi dalam acara STI dan 100 lainnya menghadiri program nasional atau regional yang dilaksanakan pada tempat lain di wilayah ini.
268
Laporan Tahunan Kementerian Keuangan 2010
www.depkeu.go.id
269
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BAB I
Pendahuluan
12.7.1.6. Nederland Education Support Office
(2) Kementerian Perdagangan;
BAB II
Reformasi Birokrasi
BAB III
Kebijakan Pengelolaan Ekonomi Makro
NESO didirikan pada tahun 1952 sebagai suatu lembaga independen yang berbasis di Den Haag.
(3) Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian;
NESO mendukung internasionalisasi pendidikan tinggi di Belanda dan luar negeri dan membantu
(4) Badan Koordinasi Penanaman Modal;
BAB IV
Pengelolaan Pendapatan Negara
meningkatkan akses ke pendidikan tinggi di seluruh dunia. NESO memainkan peran penting dalam
(5) Pemerintah Daerah Nangro Aceh Darussalam; dan
mengembangkan kerjasama internasional dalam pendidikan tinggi antara Belanda dan negara
(6) Universitas Syah Kuala Aceh.
BAB V
Kebijakan Pengelolaan Penganggaran
lainnya. Peran NESO di Indonesia adalah sebagai fasilitator perguruan tinggi dan membawa lembaga akademik Belanda dan Indonesia bersama-sama untuk pertukaran informasi dan dukungan teknis.
Program pendidikan pascasarjana yang dikelola oleh Pusdiklat PSDM untuk dana JICA terdiri dari
BAB VI
Kebijakan Pengelolaan Transfer ke Daerah
Selain itu, NESO juga bertujuan untuk mempromosikan Belanda dan sistem pendidikannya untuk
Program Gelar dan Program Nongelar. Program Nongelar adalah program pelatihan (shortcourse) di
calon mahasiswa Indonesia.
Jepang, sedangkan Program Gelar terdiri dari:
BAB VII
BAB VIII
BAB IX
BAB X
BAB XI
BAB XII
BAB XIII
Kebijakan Pengelolaan Pembiayaan Kebijakan Pengelolaan Perbendaharaan Negara Kebijakan Pengelolaan Kekayaan Negara, Piutang Negara, dan Lelang Kebijakan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan NonBank Pengawasan dan Pengendalian Internal Kebijakan Hubungan dan Kerjasama Internasional di Bidang Keuangan Kebijakan Hubungan Kelembagaan NegaraPemerintahan
(1) Program Doktor Luar Negeri; BPPK merintis kerjasama dengan NESO sejak tahun 2010. Bantuan yang diberikan NESO melalui
(2) Program Master Luar Negeri;
framework for the bilateral relations between the Netherlands government with Indonesia telah
(3) Program Master Linkage (tahun pertama di Indonesia dan tahun kedua di Jepang); serta
dituangkan di dalam the Multi-Annual Strategic Plan 2008-2011 (MASP) untuk peningkatan kapasitas
(4) Program Master Dalam Negeri.
policy maker di Indonesia. Program yang dilakukan dalam bentuk pemberian short course mengenai terukur dan dampak yang berkesinambungan. Program ini bekerjasama dengan Vrije Universiteit
Program
Amsterdam dan diimplementasikan pada tahun 2011.
Target (orang)
Realisasi (orang)
% Realisasi
Sedang Studi
Alumni
Sedang Predep. Training
Program Gelar
12.7.1.7. ASEAN Secretariat
Doktor Luar Negeri
6
6
100
4
-
2
Kerjasama dilakukan melalui pemberian bantuan tenaga pengajar dari ASEAN Secretariat untuk
Master Luar Negeri
161
159
99
73
50
36
membantu diklat Diplomasi Ekonomi yang diselenggarakan BPPK. Kerjasama ini telah dilaksanakan di
Master Linkage
132
144
109
63
51
30
tahun 2010 yang dikoordinasikan oleh Sekretariat BPPK dan diselenggarakan oleh Pusdiklat Keuangan
Master Dalam Negeri
300
216
72
115
101
Umum. Representatif ASEAN Secretariat membawakan materi tentang ASEAN Free Trade Area (AFTA).
Jumlah program gelar (1)
599
525
88
255
202
Shortcourse (2)
140
117
84
-
117
739
642
87
255
319
12.7.1.8. Japan International Cooperation Agency
Jumlah (1) +(2)
Program kerjasama Kementerian Keuangan yang dilaksanakan oleh BPPK dengan JICA dikelola oleh
BAB XIV Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Keuangan
Pusdiklat Pengembangan Sumber Daya Manusia, (PSDM). Bentuk kerjasama yang diberikan adalah
BAB XV
Pelaksanaan Tugas Kementerian Keuangan sebagai KementerianLembaga
Tabel 12.3. Realisasi peserta penerima Program Beasiswa S2/S3 untuk PHRDP Fase III
tailor made training in instructional design untuk pejabat/ pegawai/widyaiswara dengan output yang
68
Sumber: BPPK
Program Beasiswa S2/S3 yang dikenal dengan Proyek Pengembangan Sumber Manusia (PPSDM)
Terkait dengan target-target yang belum tercapai, berdasarkan rencana penerimaan Program
atau Professional Human Resources Development Project (PHRDP) yang telah dilaksanakan dalam tiga
Beasiswa S2/S3 dan potensi peserta seleksi sampai dengan tahun 2012, diprediksi target tersebut
fase. PHRDP Fase I dan II telah dilaksanakan pada periode 1990-1998 dan 1995-2003. Sedangkan
akan terpenuhi pada tahun 2012.
PHRDP Fase III berlangsung dari tahun 2006-2013.
Penutup
Program Doktoral Luar Negeri dilaksanakan di Hiroshima University dan Ritsumeikan Asia Pasific
Tabel 12.2. Pelaksanaan Professional Human Resources Development Project Proyek
Tahun
Sumber Dana
PHRDP Fase I PHRDP Fase II
1990 s.d. 1998 1995 s.d. 2003
OECF, IBRD I OECF II, IBRD II, ADB
PHRDP Fase III
2006 s.d. 2013
JBIC/JICA
University. Sedangkan untuk program Master Luar Negeri dilaksanakan di:
Alumni (orang)
Total
PhD
Master Reguler
Master Linkage
Master Domestic
37
739
-
44
820*
-
50
51
101
202**
* Jumlah Fase I dan II ** Per 31 Desember 2010 Sumber: BPPK.
PHRDP Fase III dengan sumber dana pinjaman luar negeri dari Pemerintah Jepang (JBIC/JICA) telah dilaksanakan sejak tahun 2006. Sampai dengan akhir tahun 2010, Pusdiklat PSDM telah melaksanakan seleksi penerimaan sebanyak 5 kali yang tidak hanya diikuti oleh pegawai Kementerian Keuangan, tetapi juga pegawai yang berasal dari: (1) Kementerian Perindustrian;
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12)
Hiroshima University; Hitotsubashi University; International University of Japan (IUJ); Nagaoka University of Technology; Nagoya University; Ritsumeikan-Asia Pasific University (Rits-APU); Takushoku University; Tokyo International University; Tsukuba University; Waseda University; Yokohama National University; Ritsumeikan University; dan
(13) Meiji University.
270
Laporan Tahunan Kementerian Keuangan 2010
www.depkeu.go.id
271
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BAB I
Pendahuluan
Untuk Program Master Linkage dilaksanakan di universitas yang berada di Indonesia dan di Jepang.
12.7.2. Capacity Building oleh BKF
BAB II
Reformasi Birokrasi
BAB III
Kebijakan Pengelolaan Ekonomi Makro
Universitas di Indonesia yang dipilih adalah Universitas Indonesia, Universitas Gadjah Mada, dan
Salah satu tugas pokok Badan Kebijakan Fiskal adalah menangani hal-hal yang terkait dengan
Universitas Brawijaya. Sedangkan Universitas di Jepang yang dipilih dalam program ini adalah
kegiatan Kerja Sama Teknik Luar Negeri (KTLN). KTLN adalah suatu kerja sama Pemerintah RI cq.
BAB IV
Pengelolaan Pendapatan Negara
Hiroshima University, International University of Japan, Kobe University, National Graduate Institute for
Kementerian Keuangan dengan mitra luar negeri dalam bentuk bantuan teknik yang dibiayai
Policy Studies (GRIPS), Ritsumeikan University, Takushoku University, dan Yokohama National University.
dengan grant/hibah luar negeri. Kegiatan KTLN yang dilaksanakan sepanjang tahun 2010 dapat
BAB V
Kebijakan Pengelolaan Penganggaran
BAB VI
Kebijakan Pengelolaan Transfer ke Daerah
BAB VII
Kebijakan Pengelolaan Pembiayaan
BAB VIII
BAB IX
BAB X
Kebijakan Pengelolaan Perbendaharaan Negara Kebijakan Pengelolaan Kekayaan Negara, Piutang Negara, dan Lelang Kebijakan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan NonBank
BAB XI
Pengawasan dan Pengendalian Internal
BAB XII
Kebijakan Hubungan dan Kerjasama Internasional di Bidang Keuangan
BAB XIII
Kebijakan Hubungan Kelembagaan NegaraPemerintahan
digolongkan menjadi kelompok kegiatan, yaitu: capacity Building dengan grant/ hibah, technical Untuk Program Master Dalam Negeri, beberapa universitas di Indonesia yang dilibatkan adalah: (1) Universitas Indonesia; (2) Universitas Gadjah Mada;
12.7.2.1. Capacity Building dengan grant
(3) Institut Teknologi Bandung;
Berdasarkan jenis programnya, pengiriman pegawai Kementerian Keuangan ke luar negeri
(4) Universitas Padjadjaran;
dibedakan atas program degree dan non-degree. Program degree terdiri atas program Master (S2)
(5) Universitas Brawijaya;
dan program Doktoral (S3), sedangkan program non-degree meliputi (1) Seminar; (2) Conference/
(6) Universitas Airlangga; dan
Meeting/Symposium; (3) Kursus/Workshop/Training; (4) Studi Banding; dan (4) Lain-lain meliputi
(7) Institut Pertanian Bogor.
Staff Placement, Working Group, Exchange Program, Capacity Building, Secondment Program, Diskusi, Narasumber, dan menerima penghargaan (Tabel 12.5).
12.7.1.9. World Bank pada tahun 2011-2017. Program ini disebut dengan Scholarship Program for Strengthening the Reforming Institutions (SPIRIT). BPPK, dalam hal ini Pusdiklat PSDM adalah Project Implementing Unit
JENIS PROGRAM Degree a. S2 b. S3 Non-Degree Seminar Conference/Meeting/Symposium Kursus/Workshop/Training Studi Banding Lain-lain TOTAL
(PIU) khusus untuk pegawai Kementerian Keuangan, sedangkan Pusat Pembinaan, Pendidikan dan Pelatihan Perencana (Pusbindiklaren) Bappenas adalah PIU untuk Bappenas yang membawahi 10 Kementerian/Lembaga, yaitu: (1) Bappenas; (2)
Kementerian Dalam Negeri;
(3)
Kementerian Luar Negeri;
(4)
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK);
(5)
Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM);
(6)
Kementerian Penertiban Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi;
(7)
Badan Kepegawaian Negara (BKN);
BAB XV
(8)
Lembaga Administrasi Negara (LAN);
(9)
Badan Pemeriksa Keuangan Pembangunan (BPKP); dan
Penutup
Tabel 12.5. Peserta Program Capacity Building dengan Hibah Tahun 2010
Pada tahun 2010, BPPK mendapat loan dari World Bank untuk program beasiswa yang akan dimulai
BAB XIV Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Keuangan Pelaksanaan Tugas Kementerian Keuangan sebagai KementerianLembaga
assistance, dan misi asing.
12.7.2.2. Technical Assistance Kegiatan-kegiatan yang dilakukan berkaitan dengan pengurusan tenaga ahli luar negeri (expert) tersebut meliputi pengajuan permintaan/penempatan expert dan/atau perpanjangan tugas
(10) Badan Pertanahan Nasional (BPN).
expert yang ditugaskan di Kementerian Keuangan kepada Sekretariat Negara (Setneg), termasuk
Program pendidikan pascasarjana yang dikelola oleh Pusdiklat PSDM untuk dana World Bank terdiri dari program Doktor, Master Luar Negeri, dan Master Linkage. Jumlah target penerima beasiswa
pengurusan dokumen-dokumen yang diperlukan. Selama tahun 2010, tercatat 8 orang expert ditempatkan di unit-unit di lingkungan Kementerian Keuangan (Tabel 12.6).
adalah sebanyak 290 orang. Berdasarkan hasil seleksi penerimaan pada akhir tahun 2010, terdapat
Tabel 12. 6. Daftar Expert Luar Negeri tahun 2010
kandidat sebanyak 63 orang (Batch 1 untuk dana World Bank) yang akan mengikuti Predeparture Training pada semester II tahun 2011.
No Sponsor
Tabel 12.4. Target Penerima Scholarship Program for Strengthening the Reforming Institutions Program Program Doktor Luar Negeri Program Master Luar Negeri Program Master Linkage Jumlah
Sumber: BPPK.
2010 58 44 14 496 17 47 314 62 56 554
Target penerima beasiswa
Batch 1
% Realisasi
20 140 130 290
3 34 26 63
15% 24% 20% 22%
Jumlah
Instansi Penugasan
1
GPF, Australia
2 orang
BKF
2
JICA, Jepang
3 orang
3 4
IMF World Bank
1 orang 2 orang
Keahlian
Economic Macroeconomic, Tax, Asset BKF, DJP, dan DJKN Management DJP Tax Bapepam – LK dan Sekretariat Jenderal Social Security
272
Laporan Tahunan Kementerian Keuangan 2010
www.depkeu.go.id
273
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BAB I
Pendahuluan
12.7.2.3. Misi asing
BAB II
Reformasi Birokrasi
BAB III
Kebijakan Pengelolaan Ekonomi Makro
Kegiatan KTLN lainnya adalah pendampingan misi asing yang mengadakan kunjungan ke
BAB IV
Pengelolaan Pendapatan Negara
BAB V
Kebijakan Pengelolaan Penganggaran
BAB VI
Kebijakan Pengelolaan Transfer ke Daerah
BAB VII
BAB VIII
BAB IX
BAB X
BAB XI
BAB XII
BAB XIII
Kebijakan Pengelolaan Pembiayaan Kebijakan Pengelolaan Perbendaharaan Negara
Kerjasama keuangan internasional merupakan salah satu forum yang dapat dimanfaatkan Indonesia
Tabel 12.7. Daftar Misi Asing tahun 2010 No 1 2 3 4 5 6
Misi Asing KSP (Knowledge Sharing Program) IDB (Islamic Development Bank) APEC IDB (Islamic Development Bank) APEC GPF(Government Partnership Fund)
Asal Korea Jeddah Australia Jeddah Australia Australia
No 7 8 9 10 11 12
antara lain untuk: (1) Meningkatkan profil dan kontribusi Indonesia di berbagai forum kerjasama yang menentukan
Misi Asing WB (World Bank) Hitotsubashi University IDB (Islamic Development Bank) Misi dari Thailand Misi dari Korea Misi dari India
Asal AS Jepang Jeddah Thailand Korea India
arah dan kebijakan ekonomi dunia. (2) Memperjuangkan kepentingan ekonomi Indonesia sehingga kebijakan ekonomi dunia dapat selaras dan bermanfaat secara optimal pada ekonomi Indonesia. (3) Memperluas dan mempererat jaringan kerja (networking) internasional dengan berbagai stakeholders dunia sehingga dapat membuka berbagai peluang ekonomi yang berimbas pada perbaikan ekonomi Indonesia. (4) Meningkatkan kapasitas SDM Kementerian Keuangan dengan berperan aktif dalam mengikuti
Gambar 12.1. Kerangka Kerjasama Internasional Kementerian Keuangan
Kebijakan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan NonBank
Bretton Woods
Pengawasan dan Pengendalian Internal
Multilateral
Kebijakan Hubungan dan Kerjasama Internasional di Bidang Keuangan
Antar Kawasan (Interregional)
Kebijakan Hubungan Kelembagaan NegaraPemerintahan
Penutup
12.8.1. Peluang
mengadakan kunjungan ke Indonesia (Tabel 12.7).
Kebijakan Pengelolaan Kekayaan Negara, Piutang Negara, dan Lelang
Pelaksanaan Tugas Kementerian Keuangan sebagai KementerianLembaga
Internasional
Indonesia. Selama tahun 2010 ini, dari data yang tercatat sementara ini terdapat 12 misi asing yang
BAB XIV Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Keuangan BAB XV
12.8. Peluang dan Tantangan dalam Pengelolaan Kerjasama Keuangan
Kawasan ASEAN Kebijakan Hubungan & Kerjasama Internasional
Bilateral Isu Jasa Keuangan
Kerjasama Organisasi
Capacity Building
IMF WB
Forum Multilateral
IDB ADB G20
Asia Pasifik
APEC
Asia Eropa
ASEM
Utara Selatan Asia-Timur Tengah
OECD AMED
Isu-isu Negara
Financial Service Liberalization Capital Market Development Capital Account Liberalization ASEAN Sub-regional Coorporation ASEAN+3 Coorperation Australia, China, Jepang,
Org.Internasional
IMF (ROSCs)
Bank Pembangunan
WTO FTA ASEAN Bapepam-LK DJP DJBC Itjen Pushaka Loan
BPPK
Grant
BKF
berbagai jenis program peningkatan kapasitas dan belajar langsung dari praktek-praktek terbaik di bidang ekonomi dan keuangan. 12.8.2. Tantangan Tantangan yang dihadapi dalam kerjasama internasional antara lain adalah: (1) tuntutan untuk berperan aktif di berbagai forum kerjasama internasional, sehingga selalu memiliki informasi terkini tentang berbagai ketentuan dan international best practices; (2) dituntut agar memiliki kemampuan analisis yang memadai agar dapat memberikan masukan yang tepat kepada jajaran pimpinan terkait kebijakan internasional yang sejalan dengan kepentingan nasional; serta (3) dituntut untuk mempunyai kemampuan komunikasi dan negosiasi yang baik dalam berbagai forum kerjasama dan dialog Internasional.
274
Laporan Tahunan Kementerian Keuangan 2010
www.depkeu.go.id
275
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BAB XIII
KEBIJAKAN HUBUNGAN KELEMBAGAAN DENGAN INSTANSI PemerintahAN BAB I
Pendahuluan
Hal tersebut sejalan dengan tugas dari DPR sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang
BAB II
Reformasi Birokrasi
BAB III
Kebijakan Pengelolaan Ekonomi Makro
Dasar 1945, yaitu menyetujui atau menolak Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
BAB IV
Pengelolaan Pendapatan Negara
(RAPBN) yang diajukan oleh Pemerintah. Bentuk hubungan kerja Kementerian Keuangan dengan para pemangku kepentingannya
BAB V
Kebijakan Pengelolaan Penganggaran
antara lain berupa rapat kerja, kunjungan kerja, sosilalisasi, seminar, diskusi, sarasehan, talk
BAB VI
Kebijakan Pengelolaan Transfer ke Daerah
negara, kebijakan fiskal, serta kegiatan komplementer lainnya. Dalam melaksanakan hubungan
BAB VII
Kebijakan Pengelolaan Pembiayaan
BAB VIII
Kebijakan Pengelolaan Perbendaharaan Negara
BAB IX
BAB X
Kebijakan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan NonBank Pengawasan dan Pengendalian Internal
BAB XII
Kebijakan Hubungan dan Kerjasama Internasional di Bidang Keuangan Kebijakan Hubungan Kelembagaan NegaraPemerintahan
BAB XIV Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Keuangan BAB XV
kerja tersebut, Kementerian Keuangan tetap bersikap profesional dengan berpedoman kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku serta dilandasi dengan semangat Reformasi Birokrasi. Diutamakan pola hubungan kerja berdasarkan kepentingan kedua belah pihak atau lebih dan dengan kedudukan yang setara, meskipun dengan kepentingan yang beragam.
Kebijakan Pengelolaan Kekayaan Negara, Piutang Negara, dan Lelang
BAB XI
BAB XIII
show, konferensi pers, dan pameran yang terkait dengan informasi keuangan negara, kekayaan
Pelaksanaan Tugas Kementerian Keuangan sebagai KementerianLembaga Penutup
13.1.1. Arah Hubungan Kelembagaan Kementerian Keuangan menjalankan tugas dan fungsinya dengan menerapkan prinsip koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi di dalam lingkungan sendiri maupun dengan lembaga terkait. Prinsip ini diterapkan oleh Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan cq. Biro Hubungan Masyarakat (Biro Humas), khususnya dalam melaksanakan peran sebagai unit pelayanan informasi publik di bidang 13.1. Arah, Strategi, dan Kebijakan Hubungan Kelembagaan
keuangan dan kekayaan negara, serta pembangun citra positif. Koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi di
Sesuai ketentuan dalam UU No. 17 Tahun 2003, Menteri Keuangan mendapatkan kuasa dari
hubungan kelembagaan yang dinamis dan harmonis, dengan mengedepankan profesionalisme dan
Presiden sebagai Kepala Pemerintahan. Kuasa yang diberikan Presiden terkait dengan kewenangan dalam pengelolaan keuangan negara, yaitu sebagai pengelola fiskal, menjadi wakil Pemerintah dalam kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan, dan sebagai pengguna anggaran/barang. Kebijakan yang ditempuh Kementerian Keuangan sangat terkait dengan tugas Menteri Keuangan selaku pemegang otoritas fiskal untuk menghasilkan kebijakan yang memberi ruang gerak bagi peningkatan perekonomian nasional secara berkesinambungan. Kementerian Keuangan
antara Kementerian Keuangan dengan lembaga terkait diterapkan oleh Biro Humas melalui pembinaan akuntabilitas, serta membentuk opini publik yang positif. Kegiatan pembinaan hubungan kelembagaan yang dilakukan antara lain: (1) memfasilitasi rapat Pimpinan, rapat koordinasi, rapat kerja, rapat pembahasan, rapat dengar pendapat, rapat konsultasi, dan rapat paripurna; (2) memberikan layanan informasi dan data publik, serta mengkomunikasikan hal-hal yang terkait dengan keuangan negara, kekayaan negara, serta kebijakan fiskal dan hasil pelaksanaannya
berupaya mengelola kondisi ekonomi nasional serta memformulasikan kebijakan ekonomi demi
kepada Lembaga-Lembaga Negara, Komisi-Komisi Negara, Kementerian Negara, Lembaga
terwujudnya stabilitas perekonomian nasional dan mengantisipasi dinamika global. Pengelolaan kondisi ekonomi nasional dilakukan dengan dukungan reformasi di berbagai bidang, penguatan dan pengaturan jasa keuangan, perlindungan dana masyarakat, serta peningkatan komunikasi
Pemerintah Non Kementerian, Pemda, serta media massa dan nirmassa; (3) memberikan pelayanan dalam kunjungan kerja DPR, Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), Kementerian Negara, Lembaga Pemerintah non
dengan para pemangku kepentingan. Pemangku kepentingan dari Kementerian Keuangan mencakup Lembaga Negara, Komisi-Komisi
Kementerian, dan Komisi-Komisi Negara di lingkungan Kementerian Keuangan; (4) melakukan kerjasama kehumasan dengan humas Pemerintah pusat melalui forum Badan Koordinasi Kehumasan Pemerintah (Bakohumas), yaitu dengan melaksanakan kegiatan edukasi
Negara, Kementerian Negara, Lembaga Pemerintah Non Kementerian, Pemerintah Daerah (Pemda), asosiasi non Pemerintah, media massa, media asing, dan komunitas internasional. Dalam merealisasikan tugas sebagai pengelola keuangan dan kekayaan negara, Kementerian Keuangan terus meningkatkan komunikasi dan mengakomodasi kepentingan pemangku kepentingan sebagai bentuk pelayanan kepada publik. Sebagaimana tahun sebelumnya, pada tahun 2010, hubungan kerja yang terjalin di antara Kementerian Keuangan dengan pemangku kepentingannya terutama berkaitan dengan masalah keuangan dan kekayaan negara. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menduduki peringkat pertama dari semua pemangku kepentingan yang melakukan hubungan kerja dengan Kementerian Keuangan, karena lebih dari 6 bulan dalam setahun dilakukan hubungan kerja yang intensif.
publik mengenai keuangan negara, kekayaan negara, dan kebijakan fiskal; serta (5) mengharmonisasikan tugas kehumasan dengan unit in charge kehumasan pada Unit Eselon I Kementerian Keuangan.
Dinamisnya hubungan kelembagaan tidak terlepas dari upaya Biro Humas dalam menindaklanjuti setiap masalah atau program kerja dan kegiatan dengan cepat dan tepat, meskipun dalam penerapannya dimungkinkan adanya pemangku kepentingan yang merasa kepentingannya belum terakomodasi.
276
Laporan Tahunan Kementerian Keuangan 2010
www.depkeu.go.id
277
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BAB I
Pendahuluan
13.1.2. Strategi Hubungan Kelembagaan
13.1.3.2. Sebagai Administrator
BAB II
Reformasi Birokrasi
BAB III
Kebijakan Pengelolaan Ekonomi Makro
Sejalan dengan tuntutan keterbukaan informasi publik, strategi hubungan kelembagaan dimulai dari
Sebagai administrator dalam hubungan kelembagaan dengan para pemangku kepentingan, pada
peningkatan kinerja Biro Humas yang berkaitan dengan pengelolaan citra Kementerian Keuangan.
tahun 2010, Biro Humas telah melakukan beberapa kegiatan sebagai berikut:
BAB IV
Pengelolaan Pendapatan Negara
Beberapa upaya yang telah dilakukan Biro Humas pada tahun 2010 adalah:
(1) menyampaikan data dan informasi keuangan negara, kekayaan negara, serta kebijakan fiskal
(1) memperbaiki sistem informasi kehumasan yang terintegrasi; (2) memperbaharui database pemangku kepentingan internal maupun eksternal; (3) mengenal person in charge kehumasan dari setiap pemangku kepentingan; (4) menyusun laporan program kerja dan kegiatan kehumasan; (5) melakukan evaluasi terhadap program kerja dan kegiatan kehumasan; (6) melakukan update berita melalui website; serta
dan hasil pelaksanaannya kepada Lembaga-Lembaga Negara, Kementerian Negara, Lembaga Pemerintah Non Kementerian, Komisi-Komisi Negara, Pemda, dan DPRD; (2) memberikan layanan informasi keuangan negara, kekayaan negara, serta kebijakan fiskal dan hasil pelaksanaannya kepada masyarakat; (3) melaksanakan desk information Kementerian Keuangan; (4) memberikan data dan informasi keuangan negara, kekayaan negara, serta kebijakan fiskal dan hasil pelaksanaannya kepada media massa yang berkaitan dengan pemberitaan; (5) memberikan data dan informasi keuangan negara, kekayaan negara, serta kebijakan fiskal dan hasil pelaksanaannya kepada media massa yang berkaitan dengan non pemberitaan; (6) merencanakan, membuat design, dan memproduksi bahan publikasi informasi keuangan dan kekayaan negara, serta kebijakan fiskal dan hasil pelaksanaannya dalam bentuk multimedia, video shooting dan publikasi elektronik lainnya; serta (7) melakukan updating content portal Kementerian Keuangan mengenai data dan informasi
BAB V
Kebijakan Pengelolaan Penganggaran
BAB VI
Kebijakan Pengelolaan Transfer ke Daerah
BAB VII
Kebijakan Pengelolaan Pembiayaan
BAB VIII
Kebijakan Pengelolaan Perbendaharaan Negara
BAB IX
Kebijakan Pengelolaan Kekayaan Negara, Piutang Negara, dan Lelang
Tugas dan fungsi Biro Humas dalam menjalankan hubungan kelembagaan sepanjang tahun 2010
Kebijakan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan NonBank
13.1.3.1. Sebagai Fasilitator
BAB XI
Pengawasan dan Pengendalian Internal
BAB XII
Kebijakan Hubungan dan Kerjasama Internasional di Bidang Keuangan
(1) rapat paripurna, rapat kerja, rapat dengar pendapat, dan rapat konsultasi Pimpinan Kementerian Keuangan dengan DPR atau DPD; (2) pertemuan Pimpinan Kementerian Keuangan dengan Pimpinan MPR, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dan Bank Indonesia (BI); (3) rapat paripurna DPR mengenai Penyampaian RUU, Pemandangan Umum DPR, dan Jawaban Pemerintah atas Pemandangan Umum DPR terhadap RUU APBN; (4) rapat pembahasan terhadap RUU APBN, RUU Perubahan APBN, dan RUU Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBN dengan Panitia Anggaran DPR; (5) rapat Pembicaraan Pendahuluan RAPBN dan Rapat Pembahasan Laporan Semester Pelaksanaan APBN; (6) rapat Paripurna DPR Pengambilan Keputusan atas RUU APBN, RUU Perubahan APBN, dan RUU Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBN; (7) kunjungan kerja Komisi DPR (khusus Komisi XI yang merupakan pasangan kerja Kementerian Keuangan ke daerah); (8) rapat dan pertemuan Pimpinan Kementerian Keuangan dengan Pimpinan DPD, Kementerian Negara, Lembaga Pemerintah Non Kementerian, Komisi-Komisi Negara, Pemda dan DPRD; (9) kunjungan kerja Pemda dan DPRD ke Kementerian Keuangan; (10) komunikasi dua arah antara media massa dengan Pimpinan Kementerian Keuangan dan nara sumber lainnya; (11) komunikasi dua arah antara media asing dengan Pimpinan Kementerian Keuangan dan nara sumber lainnya; (12) rapat dan pertemuan Pimpinan Kementerian Keuangan dengan lembaga asing dan komunitas internasional; (13) rapat Pimpinan Kementerian Keuangan dengan organisasi kemasyarakatan dan organisasi profesi; serta
BAB X
BAB XIII
Kebijakan Hubungan Kelembagaan NegaraPemerintahan
BAB XIV Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Keuangan BAB XV
Pelaksanaan Tugas Kementerian Keuangan sebagai KementerianLembaga Penutup
(7) memberikan pelayanan informasi publik secara optimal. 13.1.3. Kebijakan Hubungan Kelembagaan adalah berikut ini.
keuangan negara, kekayaan negara, serta kebijakan fiskal dan hasil pelaksanaannya.
Bentuk kegiatan yang difasilitasi oleh Biro Humas selaku fasilitator dalam hubungan kelembagaan dengan pemangku kepentingan meliputi:
(14) pertemuan dengan media asing dalam rangka kunjungan Menteri Keuangan ke luar negeri.
13.1.3.3. Sebagai Edukator Biro Humas juga merupakan edukator dalam hubungan kelembagaan dengan pemangku kepentingan. Beberapa kegiatan edukasi yang dilaksanakan pada tahun 2010 adalah sebagai berikut: (1) (2)
diskusi dan dialog dengan DPD dalam rangka mengenal APBN; pembekalan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) Kementerian Keuangan lulusan Program Diploma III Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN); (3) kuliah umum pada Universitas Padjajaran; (4) kuliah interaktif mahasiswa Universitas Syah Kuala; (5) kuliah interaktif mahasiswa Universitas Brawijaya; (6) pembekalan CPNS Kementerian Keuangan (lulusan Sarjana Strata 1); (7) Inhouse Training Teknik Presentasi; (8) Inhouse Training Teknik Persuasi; (9) Workshop Peningkatan Kompetensi Kehumasan; (10) pelatihan kompetensi kehumasan di Makassar dan Balikpapan; (11) pelatihan Power Interpersonal Communication Skill; (12) menerima kunjungan studi mahasiswa dari Universitas Padjajaran, Universitas Jayabaya, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Forum Pelajar Indonesia, Universitas Indonesia, Universitas Diponegoro, dan Sekolah Menengah Atas 5 Tangerang; (13) APBN Quiz on TV melalui stasiun Televisi Republik Indonesia; (14) Olimpiade APBN; serta (15) lomba karya tulis bagi wartawan;
278
Laporan Tahunan Kementerian Keuangan 2010
www.depkeu.go.id
279
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BAB I
Pendahuluan
13.1.3.4. Sebagai Koordinator
BAB II
Reformasi Birokrasi
BAB III
Kebijakan Pengelolaan Ekonomi Makro
Sebagai pelaksana kebijakan hubungan kelembagaan, Biro Humas bertugas sebagai koordinator bagi
BAB IV
Pengelolaan Pendapatan Negara
unit in charge kehumasan pada setiap Unit Eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan. Misalnya dalam kegiatan press conference, pengembangan materi website, dan pameran di bidang keuangan negara.
BAB V
Kebijakan Pengelolaan Penganggaran
Melalui koordinasi ini diharapkan terwujud harmonisasi dan sinergi dalam menjalankan tugas dan
BAB VI
Kebijakan Pengelolaan Transfer ke Daerah
dan kegiatan, serta mewujudkan citra Kementerian Keuangan sebagai institusi Pemerintah yang
BAB VII
Kebijakan Pengelolaan Pembiayaan
BAB VIII
Kebijakan Pengelolaan Perbendaharaan Negara
BAB IX
Kebijakan Pengelolaan Kekayaan Negara, Piutang Negara, dan Lelang
BAB X
Kebijakan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan NonBank
BAB XI
Pengawasan dan Pengendalian Internal
BAB XII
Kebijakan Hubungan dan Kerjasama Internasional di Bidang Keuangan
BAB XIII
Kebijakan Hubungan Kelembagaan NegaraPemerintahan
BAB XIV Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Keuangan BAB XV
fungsi kehumasan untuk selanjutnya secara bersama-sama mendukung suksesnya program kerja dipercaya publik.
13.2. Upaya Yang Telah Dilakukan Upaya yang dilakukan oleh Biro Humas dalam melaksanakan hubungan kelembagaan sepanjang tahun 2010, antara lain adalah: (1) menjembatani komunikasi Unit Eselon I dengan pemangku kepentingan; (2) mengelola opini publik; dan
No.
Judul RUU
Pengusul
1.
Mata Uang
DPR
2.
Akuntan Publik
3.
Otoritas Jasa Keuangan
4. 5.
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Lembaga Keuangan Mikro
6.
Bantuan Hukum
7.
Penanganan Fakir Miskin
8.
Perubahan atas UU No. 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat, Infaq, dan Shodaqoh
Status
Pembicaraan Tingkat I Pemerintah Pembicaraan Tingkat I Pemerintah Pembicaraan Tingkat I DPR Pembicaraan Tingkat I DPR Pembicaraan Tingkat I DPR Pembicaraan Tingkat I DPR Pembicaraan Tingkat I DPR Pembicaraan Tingkat I
Keterangan Kementerian Keuangan sebagai leader dalam pembahasan Kementerian Keuangan sebagai leader dalam pembahasan Kementerian Keuangan sebagai leader dalam pembahasan Kementerian Keuangan sebagai leader dalam pembahasan Kementerian Keuangan sebagai leader dalam pembahasan Kementerian Keuangan ikut membahas, namun bukan sebagai leader Kementerian Keuangan ikut membahas, namun bukan sebagai leader Kementerian Keuangan ikut membahas, namun bukan sebagai leader
(3) membuat strategi komunikasi.
Sumber: Biro Humas, Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan.
13.2.1 Hubungan dengan Dewan Perwakilan Rakyat
13.2.2. Hubungan dengan Lembaga non DPR
DPR merupakan pemangku kepentingan dalam peringkat pertama yang diakomodasi
Selain dengan DPR, pada tahun 2010, Kementerian Keuangan juga melakukan hubungan
kepentingannya oleh Kementerian Keuangan. Hal ini dikarenakan tugas DPR yang sangat
kelembagaan dengan:
menentukan dalam menyetujui atau menolak RAPBN yang diajukan oleh Pemerintah. Tugas
(1) DPD;
Kementerian Keuangan adalah merumuskan kebijakan fiskal yang tercermin dalam penyusunan
(2) BPK;
APBN. Dalam jangka waktu 1 tahun selama tahun 2010, diperlukan waktu lebih dari 6 bulan oleh
(3) Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK);
Kementerian Keuangan untuk melakukan hubungan kerja dengan DPR. Hubungan yang dilakukan
(4) Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat;
berbentuk rapat kerja, rapat konsultasi, rapat dengar pendapat, pertemuan konsultasi, maupun
(5) Kementerian Luar Negeri;
rapat paripurna dengan Pimpinan, Komisi, dan Fraksi DPR. Terdapat 4 Undang-Undang yang
(6) Kementerian Kelautan;
berhasil ditetapkan pada tahun 2010.
(7) Kementerian Pemuda dan Olahraga; (8) Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional;
Pelaksanaan Tugas Kementerian Keuangan sebagai KementerianLembaga Penutup
Tabel 13.2. Rancangan Undang-Undang Yang Belum Selesai Dibahas Tahun 2010
Tabel 13.1. Undang-Undang Yang Disetujui DPR Tahun 2010
(9) Bank Indonesia; (10) Lembaga Pertahanan Nasional;
Nomor Undang-Undang
Judul
(11) Lembaga Administrasi Negara;
1.
Nomor 1 Tahun 2010
Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan APBN Tahun Anggaran 2008
(12) Badan Pusat Statistik;
2.
Nomor 2 Tahun 2010
Perubahan atas UU No. 47 Tahun 2009 tentang APBN Tahun Anggaran 2010
(13) Mabes Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut;
3.
Nomor 7 Tahun 2010
Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan APBN Tahun Anggaran 2009
(14) Kepolisian Republik Indonesia;
4.
Nomor 10 Tahun 2010
APBN Tahun Anggaran 2011
(15) Pemda; dan
No.
Sumber: Biro Humas, Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan.
Selain Undang-Undang yang telah ditetapkan, sampai dengan akhir tahun 2010, masih terdapat 8 Rancangan Undang-Undang (RUU) yang belum selesai dibahas.
(16) DPRD.
280
Laporan Tahunan Kementerian Keuangan 2010
www.depkeu.go.id
281
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BAB I
Pendahuluan
BAB II
Reformasi Birokrasi
BAB III
Kebijakan Pengelolaan Ekonomi Makro
BAB IV
Pengelolaan Pendapatan Negara
BAB V
BAB VI
Kebijakan Pengelolaan Penganggaran Kebijakan Pengelolaan Transfer ke Daerah
BAB VII
Kebijakan Pengelolaan Pembiayaan
BAB VIII
Kebijakan Pengelolaan Perbendaharaan Negara
BAB IX
Kebijakan Pengelolaan Kekayaan Negara, Piutang Negara, dan Lelang
BAB X
Kebijakan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan NonBank
BAB XI
Pengawasan dan Pengendalian Internal
BAB XII
Kebijakan Hubungan dan Kerjasama Internasional di Bidang Keuangan
BAB XIII
Kebijakan Hubungan Kelembagaan NegaraPemerintahan
13.3. Peluang dan Tantangan
13.3.1.3. Hubungan Harmonis dengan Pemangku Kepentingan Posisi yang sejajar dengan mengesampingkan prinsip superioritas dan tanpa memaksakan
Peluang dan tantangan merupakan hal yang juga dipertimbangkan oleh Biro Humas dalam
kepentingan tetap diperhatikan oleh Kementerian Keuangan dalam melaksanakan hubungan
melaksanakan hubungan kelembagaan dengan pemangku kepentingan Kementerian Keuangan.
kelembagaan dengan pemangku kepentingan. Dengan demikian, hubungan kerja yang harmonis dapat tetap terjalin, meskipun Kementerian Keuangan tidak berada dalam posisi sebagai pihak yang
13.3.1. Peluang
membutuhkan. Sebagai contoh adalah hubungan kelembagaan dengan Humas Pemerintah dalam
Beberapa peluang yang dapat dimanfaatkan oleh Biro Humas dalam menunjang hubungan
forum Bakohumas. Melalui Bakohumas, setiap Kementerian Negara dan Lembaga Pemerintah Non
kelembagaan selama tahun 2010 adalah citra Kementerian Keuangan sebagai intitusi negara yang
Kementerian dapat menginformasikan kebijakannya dan mengedukasi Kementerian Negara dan
dapat dipercaya, program komunikasi publik Reformasi Birokrasi, dan hubungan harmonis dengan
Lembaga Pemerintah Non Kementerian lainnya, serta masyarakat. Pada tahun 2010, Biro Humas
para pemangku kepentingan.
telah mewakili Kementerian Keuangan dalam kegiatan Bakohumas Pemerintah.
Dengan kasus perpajakan pada tahun 2010, Kementerian Keuangan terus berupaya mempertahankan citranya sebagai intitusi negara yang dapat dipercaya, yaitu dengan membangun opini publik yang positif terhadap kinerja pelaksanaan tugas, fungsi, dan output. Dengan demikian, citra Kementerian Keuangan terbentuk bukan semata-mata karena kepentingan para pemangku kepentingan. Kasus perpajakan merupakan permasalahan yang disebabkan oleh perilaku menyimpang pegawai tertentu dan bukan karena sistem yang ada. Namun, upaya pembenahan dan pengawasan sistem perpajakan terus dilakukan, antara lain dengan dibentuknya Komite Pengawasan Perpajakan Sekretariat Komite Pengawas Perpajakan. Upaya lainnya adalah Kementerian Keuangan secara simbolis mencanangkan penerapan UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dengan tujuan mengoptimalkan pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Output yang dihasilkan berorientasi kepada kepentingan rakyat dan dapat meningkatkan citra Kementerian Keuangan.
BAB XV
Reformasi Birokrasi merupakan peluang yang sangat besar bagi pembentukan citra Kementerian
Kementerian Keuangan terus berusaha mengawal Reformasi Birokrasi yang diinisiasi melalui KMK No. 30/KMK.01/2007 tentang Reformasi Birokrasi di Lingkungan Kementerian Keuangan. Program Keuangan. Melalui Program Komunikasi Publik Reformasi Birokrasi, Biro Humas telah melakukan berbagai kegiatan. Tabel 13.3. Kegiatan dalam Program Komunikasi Publik Reformasi Birokrasi Tahun 2010
Kebijakan Pengembangan Perdagangan Berjangka Komoditi dan Resi Gudang
Kementerian Perdagangan
2. 3.
UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika Kewajiban Penggunaan Helm Standar Nasional Indonesia bagi Pengendara Sepeda Motor Informasi Kebijakan tentang Pengembangan Kluster Industri Petrokimia, Pengembangan Industri Hilir Kelapa Sawit, dan Revitalisasi Industri Pupuk dan Industri Gula Kesiapan Keterbukaan Informasi Publik, Internet Sehat, dan Sensus Penduduk 2010 Defence Image Building Sensus Penduduk 2010 untuk Indonesia yang Berkualitas UU No. 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Strategi Penurunan Emisi Sektor Kehutanan dan Indo Green Foresty Expo II 2010 Peningkatan Transparansi melalui Implementasi UU No. 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik Penempatan Tenaga Kerja Indonesia oleh Pemerintah melalui Program Goverment to Goverment UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Mendukung atau Menghambat Investasi Reformulasi Pelayanan Informasi Pendidikan Nasional melalui Portal Layanan Prima Pendidikan Nasional Rancangan Undang-Undang Komponen Cadang Kredit Usaha Rakyat dan Gerakan Masyarakat Sadar Koperasi Program Quick Wins Polisi Republik Indonesia pada Rencana Strategi Tahap II Tahun 2010-2014 Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Infrastruktur Pedesaan Daerah Tertinggal Kunjungan Lapangan ke Pulau Peucang di Taman Nasional Ujung Kulon Program Jaminan Sosial Penyandang Cacat Berat Seminar Nasional Dimensi Penduduk dan Pembangunan Berkelanjutan Pembangunan Karakter Bangsa melalui Gerakan Nasional Cinta Museum Kerukunan Beragama dalam Menciptakan Kerukunan Implementasi Piagam ASEAN menuju Pembentukan Komunitas ASEAN 2015 UU No. 10 Tahun 2010 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2011
Badan Narkotika Nasional Badan Standar Nasional
4.
5. 6. 7. 8.
11. 12. 13. 14. 15. 16. 17.
No. 1.
Kegiatan
Nama
Media
Keterangan
Artikel di Media Massa
64 Tahun Hari Keuangan Reformasi Birokrasi Jalan Terus Sisteen Prefential Free Tax Services Bertambah SOP Layanan Unggulan Kementerian Keuangan Progress Reformasi Birokrasi Progress Reformasi Birokrasi
Kompas
26 Oktober 2010
Jakarta Globe Suara Pembaruan
25 Oktober 2010 27 Oktober 2010
Progress Reformasi Birokrasi Survei Opini Stakeholder
Metro TV
2.
Radio, TV, dan Web Insert
3.
Survei Opini Publik
Sumber: Biro Humas, Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan.
Radio Elshinta FM 2 Desember 2010 Radio Republik 4 Desember 2010 Indonesia Pro 3 FM 6 Desember 2010 Responden 8 (delapan) Unit Eselon I, kecuali BPPK, DJPU, dan Itjen.
Penyelenggara
1.
9. 10.
13.3.1.2. Program Komunikasi Publik Reformasi Birokrasi
Penutup
No. Tema Kegiatan
pada tahun 2008 dan menerbitkan PMK No. 133/PMK.01/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja
BAB XIV Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Keuangan Pelaksanaan Tugas Kementerian Keuangan sebagai KementerianLembaga
Tabel 13.4. Kegiatan Bakohumas Pemerintah Tahun 2010
13.3.1.1. Citra Kementerian Keuangan
18. 19. 20. 21. 22. 23. 24
Sumber: Biro Humas, Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan.
Kementerian Perindustrian
Kementerian Kominfo Kementerian Pertahanan Badan Pusat Statistik Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional Kementerian Kehutanan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan tenaga Kerja Indonesia Kementerian Lingkungan Hidup Kementerian Pendidikan Nasional Kementerian Pertahanan Kementerian Koperasi dan UKM Kepolisian Republik Indonesia Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal Kementerian Kehutanan Kementerian Sosial Badan Pusat Statistik Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Kementerian Agama Kementerian Luar Negeri Kementerian Keuangan
282
Laporan Tahunan Kementerian Keuangan 2010
www.depkeu.go.id
283
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BAB I
Pendahuluan
13.3.2. Tantangan
BAB II
Reformasi Birokrasi
BAB III
Kebijakan Pengelolaan Ekonomi Makro
Kementerian Keuangan terus memperhatikan dan berupaya melakukan kajian terhadap tantangan-
BAB IV
Pengelolaan Pendapatan Negara
BAB V
BAB VI
BAB VII
BAB VIII
BAB IX
BAB X
BAB XI
BAB XII
BAB XIII
tantangan berikut ini yang dimungkinkan dapat berdampak kepada hubungan kelembagaan. 13.3.2.1. Koordinasi dengan Unit Internal dan Eksternal
Kebijakan Pengelolaan Penganggaran
Masalah koordinasi merupakan tantangan, karena berkaitan dengan tujuan dari program kerja dan
Kebijakan Pengelolaan Transfer ke Daerah
informal dengan unit internal dan eksternal, dengan tetap memperhatikan prinsip akuntabilitas.
Kebijakan Pengelolaan Pembiayaan Kebijakan Pengelolaan Perbendaharaan Negara Kebijakan Pengelolaan Kekayaan Negara, Piutang Negara, dan Lelang Kebijakan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan NonBank Pengawasan dan Pengendalian Internal Kebijakan Hubungan dan Kerjasama Internasional di Bidang Keuangan Kebijakan Hubungan Kelembagaan NegaraPemerintahan
13.4. Proyeksi Tahun 2011 Terdapat beberapa kegiatan hubungan kelembagaan berikut ini yang perlu direalisasikan pada tahun 2011. (1) Pembahasan RUU di bidang keuangan negara yang termasuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun 2011. Tabel 13.5. Daftar Rancangan Undang-Undang di Bidang Keuangan Negara Tahun 2011
kegiatan. Selain koordinasi yang bersifat formal, Kementerian Keuangan juga melakukan koordinasi
Judul Rancangan Undang-Undang
Keterangan
1.
Mata Uang
RUU luncuran tahun 2010
2.
Akuntan Publik
RUU luncuran tahun 2010
3.
Otoritas Jasa Keuangan
RUU luncuran tahun 2010
4.
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
RUU luncuran tahun 2010
13.3.2.2. Sumber Daya Manusia dan Budaya Kerja
5.
Lembaga Keuangan Mikro
RUU luncuran tahun 2010
Pada tahun 2010, Kementerian Keuangan telah melakukan rekruitmen terhadap lulusan Program
7.
Penanganan Fakir Miskin
RUU luncuran tahun 2010
Diploma STAN serta Sarjana Strata 1 dan 2. Meningkatnya jumlah SDM Kementerian Keuangan
8.
Perubahan atas UU No. 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat, Infaq, dan Shodaqoh
RUU luncuran tahun 2010
merupakan tantangan, karena perlu diimbangi dengan kualitas yang dapat mendukung tugas
9.
Jaring Pengaman Sistem Keuangan
Tahun 2011
fungsi dan kepentingan Kementerian Keuangan. Sejak awal perlu diperkenalkan dan ditanamkan
10.
Perubahan atas UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal
Tahun 2011
11.
Pengurusan Piutang Negara dan Daerah (Perubahan UU No. 49/PRP/1960 tentang PUPN) Tahun 2011
Pertimbangan dilakukannya komunikasi dan koordinasi informal karena dapat membantu percepatan terealisasi koordinasi formal yang kadang membutuhkan waktu yang tidak sebentar dan melalui birokrasi yang panjang.
budaya kerja di Kementerian Keuangan, selain perlu diupayakan pendidikan dan pelatihan yang dapat meningkatkan kualitas SDM, sehingga kepentingan Kementerian Keuangan dapat dikomunikasikan dengan pemangku kepentingan secara lebih cermat dan tepat. 13.3.2.3. Infrastruktur (Sarana dan Prasarana) Portal Kementerian Keuangan sebagai salah satu media komunikasi resmi Kementerian Keuangan
No.
12.
Perubahan UU No. 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia
Tahun 2011
13.
Perubahan atas UU No. 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun
Tahun 2011
14.
Perubahan atas UU No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian
Tahun 2011
15.
Perubahan atas UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
Tahun 2011
16.
APBN Tahun Anggaran 2010
Tahun 2011
Sumber: Biro Humas, Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan.
telah mengalami beberapa pengembangan, terutama terkait dengan kedinamisan konten. Untuk tahun 2010, Biro Humas sebagai pengelola portal Kementerian Keuangan telah melakukan beberapa penajaman fitur-fitur di portal tersebut. Sebagai contoh yaitu fitur news portal Kementerian Keuangan
(2) Pelaksanaan kegiatan kehumasan melalui forum Bakohumas Pemerintah terkait dengan peraturan perundang-undangan dan/atau kebijakan di bidang keuangan dan kekayaan negara.
BAB XIV Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Keuangan
sudah dapat diupdate minimal 8 berita dalam 1 hari. Selain itu, dilakukan penambahan infrastruktur
(3) Kegiatan edukasi publik terkait dengan tugas dan fungsi Kementerian Keuangan yang terdiri dari:
yang dapat mendukung hubungan kelembagaan Kementerian Keuangan, seperti pengadaan Light
i. kuliah umum bagi mahasiswa program pascasarjana dan civitas akademika Institut Pertanian
BAB XV
Kementerian Keuangan dapat terpublikasikan dan menjangkau khalayak yang lebih luas. Untuk
ii. kuliah umum pada Dies Natalis Universitas Negeri Semarang;
itu, telah dilakukan kerjasama dengan semua Unit Eselon I Kementerian Keuangan untuk bersama-
iii. kuliah umum bagi mahasiswa dan civitas akademika Universitas Sam Ratulangi (Unsrat);
sama memanfaatkan dan ikut mengawasi informasi publik yang disampaikan.
iv. kuliah umum bagi mahasiswa dan civitas akademika Universitas Sumatera Utara (USU);
Pelaksanaan Tugas Kementerian Keuangan sebagai KementerianLembaga Penutup
Emmited Diode (LED) Display. Dengan penambahan infrastruktur dimaksud, diharapkan kebijakan
Bogor (IPB) dan Fiscal Mini Expo;
v. kunjungan studi Himpunan Mahasiswa Program Studi Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi 13.3.2.4. Perencanaan Hubungan Kelembagaan
Universitas Atmajaya Yogyakarta;
Tantangan lainnya adalah mengkondisikan hubungan kelembagaan antara Kementerian Keuangan
vi. kunjungan studi mahasiswa Fakultas Ekonomi Politeknik Negeri Malang;
dengan pemangku kepentingannya agar tetap ideal. Dengan tingginya dinamika hubungan
vii. kunjungan studi mahasiswa Universitas Budi Luhur;
kelembagaan, maka terkadang perlu dilakukan hubungan kelembagaan yang sebelumnya tidak
viii. kunjungan studi mahasiswa Fakultas Ekonomi, Universitas Padjajaran (Unpad);
direncanakan. Untuk itu, perlu disusun term of reference yang fleksibel, efisien, efektif, dan akuntabel,
ix. kunjungan studi mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Unpad;
yang dapat menjadi bahan pertimbangan disetujuinya kegiatan dan anggaran yang diusulkan.
x. kunjungan pelajar Sekolah Menengah Atas (SMA) Pelita Harapan; serta xi. pameran infrastruktur Asia. (4) Memaksimalkan saluran komunikasi yang dimiliki untuk mensosialisasikan tugas dan fungsi Kementerian Keuangan. (5) Redesain portal Kementerian Keuangan. (6) Penambahan 1 (satu) unit LED Display.
Terampil Dan Profesional Competent And Professional
Terampil Menciptakan Aparatur Negara Yang Cakap, Profesional, Dan Berintegritas Tinggi
COMPETENT Creating Capable, Professional, And High Integrity State Apparatus
286
Laporan Tahunan Kementerian Keuangan 2010
www.depkeu.go.id
287
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BAB XIV
KEBIJAKAN SUMBER DAYA MANUSIA BAB I
Pendahuluan
14.1.2. Arah Kebijakan Pengembangan Kapasitas SDM
BAB II
Reformasi Birokrasi
BAB III
Kebijakan Pengelolaan Ekonomi Makro
Arah kebijakan Kementerian Keuangan di bidang Pengembangan SDM meliputi:
BAB IV
Pengelolaan Pendapatan Negara
BAB V
Kebijakan Pengelolaan Penganggaran
BAB VI
Kebijakan Pengelolaan Transfer ke Daerah
BAB VII
Kebijakan Pengelolaan Pembiayaan
BAB VIII
Kebijakan Pengelolaan Perbendaharaan Negara
BAB IX
Kebijakan Pengelolaan Kekayaan Negara, Piutang Negara, dan Lelang
BAB X
Kebijakan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan NonBank
BAB XI
Pengawasan dan Pengendalian Internal
BAB XII
Kebijakan Hubungan dan Kerjasama Internasional di Bidang Keuangan
BAB XIII
Kebijakan Hubungan Kelembagaan NegaraPemerintahan
(1) tersedianya data kebutuhan diklat yang mutakhir; (2) terselenggaranya program diklat yang sesuai dengan kebutuhan; (3) terbukanya kesempatan pengembangan kompetensi diri (hard skill maupun soft skill) bagi seluruh pegawai dengan program yang tersedia di unit penyelenggara diklat Kementerian Keuangan; (4) terwujudnya kualitas pelayanan prima dalam diklat; (5) terselenggaranya evaluasi diklat yang menyeluruh dan berkelanjutan; (6) tersedianya rekomendasi diklat yang konstruktif dan komprehensif.
14.2. Upaya-Upaya Yang Telah Dilakukan Perubahan paradigma kepegawaian di Kementerian Keuangan telah dimulai pada akhir tahun 2006 yang ditandai dengan kajian mengenai penajaman fungsi Biro Kepegawaian sebagai unit yang melaksanakan pengelolaan dan pembinaan kepegawaian. Kajian meliputi perbaikan mekanisme kerja dan desain struktur organisasi untuk mengoptimalisasikan fungsi perencanaan dan perekrutan 14.1. Arah Kebijakan Pengelolaan dan Pengembangan Kapasitas Sumber Daya Manusia
SDM, pembangunan pola mutasi, pembangunan system assessment center, pembangunan sistem informasi kepegawaian yang terintegrasi, peningkatan akuntabilitas, dan peningkatan koordinasi serta kolaborasi dengan unit pembina kepegawaian dan unit teknis terkait.
Untuk mewujudkan kePemerintahan yang baik diperlukan Sumber Daya Manusia (SDM) aparatur yang memiliki kompetensi dalam penyelenggaraan negara, termasuk di bidang keuangan negara.
Prinsip manajemen SDM yang diterapkan adalah peningkatan kualitas, penempatan SDM yang
Kompetensi perlu dimiliki dalam rangka peningkatan profesionalisme, pengabdian, kesetiaan
kompeten pada tempat dan waktu yang sesuai, sistem pola karir yang jelas dan terukur, pengelolaan
kepada perjuangan bangsa, semangat kesatuan dan persatuan, dan pengembangan wawasan.
SDM berbasis kompetensi, serta keakuratan dan kecepatan penyajian informasi SDM sesuai dengan
Pengembangan kapasitas PNS di lingkungan Kementerian Keuangan ditempuh melalui pendidikan
kebutuhan manajemen. Program manajemen SDM berbasis kompetensi dilaksanakan melalui
BAB XIV Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Keuangan
dan pelatihan (diklat) yang mengacu pada kompetensi jabatan dan merupakan bagian dari
pembangunan assessment center, penyusunan pola mutasi, pendidikan berbasis kompetensi,
pembinaan PNS secara menyeluruh.
peningkatan disiplin, dan pengintegrasian Sistem Informasi Managemen Kepegawaian (SIMPeg).
BAB XV
Aparatur negara yang profesional dan berintegritas tinggi memerlukan sistem penempatan/
Dalam hal pengembangan kapasitas SDM, Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan (BPPK)
pengembangan yang berbasis kompetensi serta pola karier yang jelas dan terukur. Oleh karena itu,
merupakan Unit Eselon I yang bertanggung jawab atas pengembangan kapasitas SDM Kementerian
perumusan strategi dan kebijakan SDM diarahkan pada bidang pengelolaan dan pengembangan
Keuangan. Upaya-upaya yang telah dilakukan BPPK pada tahun 2010 adalah berikut ini.
Pelaksanaan Tugas Kementerian Keuangan sebagai KementerianLembaga Penutup
kapasitas SDM. 14.2.1. Peningkatan Kapasitas Pengajar Diklat 14.1.1. Arah Kebijakan Pengelolaan SDM
Untuk meningkatkan kapasitas pengajar diklat, BPPK melakukan perekrutan widyaiswara berbasis
Arah kebijakan Kementerian Keuangan di bidang Pengelolaan SDM adalah:
kompetensi dan pengembangan kompetensi widyaiswara secara terencana berdasarkan profil dari
(1) pengadaan pegawai sesuai dengan kebutuhan unit kerja, sehingga tercipta dukungan SDM
masing-masing widyaiswara. Selain widyaiswara, pengajar diklat di BPPK merupakan para praktisi
yang cukup dari segi kualitas dan kuantitas;
yang berasal dari unit teknis serta para profesional di bidangnya.
(2) menyelenggarakan assessment center untuk menyediakan profil Pejabat Eselon II dan III dalam rangka mendukung mutasi/promosi pejabat; (3) penataan pegawai untuk mewujudkan kesesuaian jumlah, komposisi, dan kompetensi pegawai dan kebutuhan organisasi; (4) pengembangan sistem informasi manajemen kepegawaian yang terintegrasi dalam rangka pengelolaan data dan informasi SDM; (5) penyelesaian administrasi kepegawaian secara tepat waktu; serta (6) penegakan disiplin pegawai.
14.2.2. Penyempurnaan Program Diklat BPPK senantiasa melakukan penyempurnaan diklat klasikal yang meliputi penyempurnaan metodologi pembelajaran, penyempurnaan kurikulum sesuai kebutuhan pengguna serta updating modul/bahan ajar.
288
Laporan Tahunan Kementerian Keuangan 2010
www.depkeu.go.id
289
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BAB I
Pendahuluan
14.2.3. Pemanfaatan TIK dalam Kediklatan
14.2.7. Penerbitan Jurnal dan Kajian Ilmiah
BAB II
Reformasi Birokrasi
BAB III
Kebijakan Pengelolaan Ekonomi Makro
Dalam pengembangan diklat jarak jauh, BPPK telah mengembangkan e-learning sebagai upaya
Dalam rangka mengembangkan kajian ilmiah di bidang keuangan publik dan akuntansi Pemerintah
pengembangan diklat dan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi (TIK).
serta pengembangan SDM, pada tahun 2010, BPPK menerbitkan jurnal ilmiah yang diberi nama
BAB IV
Pengelolaan Pendapatan Negara
BAB V
BAB VI
BAB VII
BAB VIII
BAB IX
BAB X
BAB XI
BAB XII
BAB XIII
Kebijakan Pengelolaan Penganggaran
Untuk mewujudkan pelayanan prima, BPPK telah mengidentifikasi “11 Moment of Truth” (11 Momen
14.2.8. Penerbitan Seri Pedoman Manajemen Diklat
Prima) dalam penyelenggaraan diklat yang mampu menciptakan kepuasan bagi peserta diklat
Sebagai standar acuan bagi setiap Pusat Pendidikan dan Pelatihan (Pusdiklat) serta Balai Diklat
Kebijakan Pengelolaan Transfer ke Daerah
sebagai publik/user, yaitu:
Keuangan (BDK) untuk memberikan pelayanan yang maksimal bagi pengguna jasa, BPPK
(1) setiap peserta memperoleh program diklat yang mutakhir sesuai dengan kebutuhan
telah menerbitkan 13 seri pedoman manajemen diklat yang dapat digunakan sebagai dasar
Kebijakan Pengelolaan Pembiayaan Kebijakan Pengelolaan Perbendaharaan Negara Kebijakan Pengelolaan Kekayaan Negara, Piutang Negara, dan Lelang Kebijakan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan NonBank Pengawasan dan Pengendalian Internal Kebijakan Hubungan dan Kerjasama Internasional di Bidang Keuangan Kebijakan Hubungan Kelembagaan NegaraPemerintahan
BAB XIV Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Keuangan BAB XV
Jurnal BPPK. 14.2.4. Pelayanan Prima
Pelaksanaan Tugas Kementerian Keuangan sebagai KementerianLembaga Penutup
kompetensi unit peserta;
penyelenggaraan diklat.
(2)
setiap peserta memperoleh informasi awal yang jelas dan lengkap mengenai diklat;
(3)
setiap peserta diklat memperoleh penyambutan yang ramah dan bersahabat dari pegawai
14.2.9. Peningkatan Koordinasi dengan Unit Pengguna
BPPK dalam lingkungan yang bersih dan nyaman;
BPPK melakukan “Harmonisasi Kegiatan Capacity Building bagi SDM Kementerian Keuangan”
setiap peserta diklat memperoleh penyambutan di ruang kelas oleh penyelenggara dan
untuk koordinasi antara BPPK sebagai unit pengelola diklat dengan seluruh Unit Eselon I sebagai
didukung oleh ruang kelas yang siap pakai dan kondusif;
pengguna diklat dalam hal perencanaan kegiatan capacity building SDM di masing-masing Unit
setiap peserta memperoleh penyelenggaraan diklat yang dikemas secara inovatif dan kreatif
Eselon I. Kegiatan harmonisasi ini dilaksanakan pada tiap akhir tahun dan tahun 2010 merupakan
serta tepat waktu sesuai dengan jadwal;
tahun yang kedua.
(4) (5)
(6) setiap peserta diklat memperoleh materi kurikulum dan bahan ajar yang unggul dan berkualitas sesuai kebutuhan kompetensi dengan waktu yang efektif, pengajar yang kompeten serta penyelenggara yang professional; (7)
14.3. Pengembangan Kapasitas SDM yang Diselenggarakan BPPK
setiap peserta diklat memperoleh sajian konsumsi dan snack yang sehat, seimbang dan higienis;
Selama tahun 2010, BPPK telah mendidik dan melatih 37.880 orang yang terdiri dari 30.426 SDM
(8)
setiap peserta diklat memperoleh fasilitas pendukung yang baik;
Kementerian Keuangan dan 7.454 mahasiswa STAN (CPNS Kementerian Keuangan).
(9)
setiap peserta diklat memperoleh penyelenggaraan ujian yang berkualitas dan berintegritas;
(10) setiap peserta memperoleh pengumuman hasil diklat dan sertifikat diklat sesuai janji layanan; serta
14.3.1. Pendidikan dan Pelatihan Prajabatan Diklat Prajabatan adalah diklat yang bertujuan untuk memberikan pengetahuan dalam rangka
(11) setiap peserta memperoleh informasi mengenai saluran komunikasi yang dapat digunakan
pembentukan wawasan kebangsaan, kepribadian, dan etika PNS, di samping pengetahuan
untuk menyampaikan pertanyaan, kritik, maupun saran terhadap penyelenggaraan diklat
dasar tentang sistem penyelenggaraan Pemerintahan serta bidang tugas dan budaya organisasi,
dan memperoleh respon yang cepat.
sehingga mampu melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai pelayan masyarakat. Diklat Prajabatan merupakan syarat pengangkatan calon PNS untuk menjadi PNS. Pada tahun 2010, Diklat Prajabatan
14.2.5. Peningkatan Kualitas Sarana dan Prasarana
Golongan II diikuti oleh 2.912 CPNS Kementerian Keuangan yang diselenggarakan di Pusdiklat
Sebagai upaya meningkatkan pelayanan bagi peserta diklat, BPPK telah melakukan perbaikan/
Pengembangan Sumber Daya Manusia (PSDM) dan seluruh BDK. Sedangkan Diklat Prajabatan
pembangunan sarana dan prasarana diklat, seperti ruang kelas, asrama, ruang makan, serta
Golongan III diikuti pleh 232 CPNS Kementerian Keuangan yang diselenggarakan di Pusdiklat PSDM
sarana dan prasarana pendukung lainnya untuk memberikan pelayanan prima pada setiap
dan BDK Cimahi.
penyelenggaraan diklat. 14.3.2. Pendidikan dan Pelatihan dalam Jabatan 14.2.6. Penguatan Kerjasama Kediklatan
Diklat dalam jabatan adalah dikat yang bertujuan untuk mengembangkan pengetahuan,
Untuk menambah jejaring dan meningkatkan kapasitas SDM di bidang keuangan negara, BPPK
keterampilan, dan sikap PNS agar dapat melaksanakan tugas Pemerintahan dan pembangunan
melakukan kerjasama dengan lembaga nasional dan internasional. Di dalam negeri, BPPK menjalin
dengan sebaik-baiknya. Terdapat 6 jenis diklat dalam jabatan, yaitu:
kerjasama dengan K/L, Pemda, dan Perguruan Tinggi. Sedangkan di tingkat internasional, BPPK
(1) Pendidikan dan Pelatihan Kepemimpinan (Diklatpim);
antara lain menjalin hubungan dengan Technical Assistance Management Facility (AIPEG) dan Global
(2) Diklat Fungsional (DF);
Development Learning Network (GDLN).
(3) Diklat Teknis (DT); (4) Diklat Ujian Dinas (DUD);
290
Laporan Tahunan Kementerian Keuangan 2010
www.depkeu.go.id
291
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BAB I
Pendahuluan
(5) Diklat Penyesuaian Ijazah;
BAB II
Reformasi Birokrasi
BAB III
Kebijakan Pengelolaan Ekonomi Makro
(6) Diklat Penyegaran;
BAB IV
Pengelolaan Pendapatan Negara
BAB V
Kebijakan Pengelolaan Penganggaran
BAB VI
Kebijakan Pengelolaan Transfer ke Daerah
BAB VII
BAB VIII
BAB IX
BAB X
Kebijakan Pengelolaan Pembiayaan Kebijakan Pengelolaan Perbendaharaan Negara Kebijakan Pengelolaan Kekayaan Negara, Piutang Negara, dan Lelang Kebijakan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan NonBank
BAB XI
Pengawasan dan Pengendalian Internal
BAB XII
Kebijakan Hubungan dan Kerjasama Internasional di Bidang Keuangan
BAB XIII
Kebijakan Hubungan Kelembagaan NegaraPemerintahan
(7) Seminar, Workshop, Diskusi, dan Sarasehan;
Tabel 14.1. Pengembangan Kapasitas SDM yang Diselenggarakan oleh BPPK Tahun 2010
(9) Placement Test TOEFL Preparation. Diklat dalam jabatan dilaksanakan oleh 6 Pusdiklat di lingkungan BPPK, yaitu:
No.
Jenis Diklat
Jumlah Peserta
(1) Pusdiklat Pengembangan Sumber Daya Manusia;
1.
Diklat Pengembangan Sumber Daya Manusia
9.844
(2) Pusdiklat Anggaran dan Perbendaharaan;
2.
Diklat Anggaran dan Perbendaharaan
4.930
(3) Pusdiklat Bea dan Cukai;
3.
Diklat Pajak
5.859
(4) Pusdiklat Pajak;
4.
Diklat Bea dan Cukai
3.815
(5) Pusdiklat Kekayaan Negara dan Perimbangan Keuangan; serta
5.
Diklat Kekayaan Negara dan Perimbangan Keuangan
(6) Pusdiklat Keuangan Umum.
6.
Diklat Keuangan Umum
5.032
7.
Pendidikan Program Diploma Sekolah Tinggi Akuntansi Negara
7.454
Selain dilaksanakan oleh Pusdiklat, diklat-diklat tersebut juga dilaksanakan oleh BDK yang berada di 11 Propinsi di seluruh Indonesia, yaitu: BDK Medan, BDK Pekanbaru, BDK Palembang, BDK Cimahi, BDK Yogyakarta, BDK Malang, BDK Denpasar, BDK Pontianak, BDK Balikpapan, BDK Makassar, dan
946
TOTAL
37.880
Sumber: Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan, LAKIP 2010
BDK Manado. 14.3.3. Pendidikan Tinggi Kedinasan Pendidikan Tinggi Kedinasan (PTK) terdiri dari akademi, politeknik, dan sekolah tinggi yang diselenggarakan oleh departemen atau lembaga Pemerintah non departemen yang kualifikasinya belum dipenuhi oleh Perguruan Tinggi Negeri (PTN) atau Perguruan Tinggi Swasta (PTS). PTK di Kementerian Keuangan diselenggarakan oleh STAN. STAN menyelenggarakan program pendidikan untuk menghasilkan SDM di bidang keuangan negara dengan spesialisasi tertentu yang mempunyai pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan,
BAB XV
STAN berubah menjadi Badan Layanan Umum (BLU) sesuai dengan KMK No. 71/KMK.05/2008
Penutup
serta (4) Program Diploma IV Keuangan Akuntansi sebanyak 392 mahasiswa.
(8) Ujian Sertifikasi; dan
BAB XIV Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Keuangan Pelaksanaan Tugas Kementerian Keuangan sebagai KementerianLembaga
(3) Program Diploma III Kurikulum Khusus: Akuntansi dan Perpajakan sebanyak 371 mahasiswa;
serta keahlian profesional dalam memenuhi kebutuhan pegawai dan mencetak kader pengelola keuangan negara di Kementerian Keuangan. Sejak 1 Januari 2009, status pengelolaan keuangan
14.4. Pengembangan Kapasitas SDM yang Diselenggarakan oleh Unit Eselon I di Luar BPPK Unit Eselon I lain di Kementerian Keuangan juga melaksanakan pengembangan kapasitas pegawainya. Selain dikarenakan kebutuhan diklat yang sangat tinggi dan melampaui kapasitas BPPK, penyebab lainnya adalah kebutuhan yang sangat spesifik bagi unit yang bersangkutan dan merupakan kebutuhan yang mendesak sesuai tugas pokok dan fungsinya. Diklat yang dilaksanakan berupa pelatihan teknis, in-house training, dan diklat fungsional. Tabel 14.2. Pengembangan Kapasitas SDM yang Diselenggarakan oleh Unit Eselon I Kementerian Keuangan Tahun 2010 Unit Eselon I
tanggal 31 Maret 2008. Perubahan status ditujukan agar STAN dapat memberikan pelayanan yang
Jenis Diklat 39
Jumlah Peserta
lebih prima kepada para stakeholder yang meliputi mahasiswa dan instansi pengguna.
Sekretariat Jenderal
691 orang
Direktorat Jenderal Anggaran
127
1099 orang
Penyelenggaraan program pendidikan tinggi kedinasan tidak hanya diselenggarakan di kampus
Direktorat Jenderal Pajak
174
18430 orang
STAN, tetapi juga diselenggarakan di beberapa BDK, khususnya untuk program Diploma I Keuangan
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
26
873 orang
Spesialisasi Kepabeanan dan Cukai. Adapun balai diklat keuangan yang menyelenggarakan
Direktorat Jenderal Perbendaharaan
67
2886 orang
program Diploma I tersebut adalah BDK Medan, BDK Pekanbaru, BDK Palembang, BDK Cimahi, BDK
Direktorat Jenderal Kekayaan Negara
35
1026 orang
Yogyakarta, BDK Malang, BDK Denpasar, BDK Pontianak, BDK Balikpapan, dan BDK Makassar.
Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
30
302 orang
Pada tahun 2010, total jumlah mahasiswa yang mengikuti Program PTK yang dilaksanakan oleh
Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang
22
856 orang
STAN sebanyak 7.454 orang, dengan rincian:
Inspektorat Jenderal
27
672 orang
171
1231 orang
35
435 orang
9
320 orang
(1) Program Diploma I Keuangan Spesialisasi Kepabeanan dan Cukai sebanyak 724 mahasiswa;
Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan
(2) Program Diploma III Keuangan Spesialisasi: Kebendaharaan Negara/ Anggaran, Perpajakan,
Badan Kebijakan Fiskal
Penilai/Pajak Bumi dan Bangunan, Bea dan Cukai/ Kepabeanan dan Cukai, Akuntansi,
Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan
Kepiutanglelangan/Pengurusan Piutang dan Lelang Negara (PPLN) sebanyak 5.967 mahasiswa;
Sumber: Masing-masing Unit Eselon I Kementerian Keuangan.
292
Laporan Tahunan Kementerian Keuangan 2010
www.depkeu.go.id
293
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BAB XV
BAB I
Pendahuluan
BAB II
Reformasi Birokrasi
BAB III
Kebijakan Pengelolaan Ekonomi Makro
BAB IV
Pengelolaan Pendapatan Negara
PELAKSANAAN TUGAS KEMENTERIAN KEUANGAN SEBAGAI KEMENTERIAN/LEMBAGA
Dalam rangka pencapaian arah kebijakan di bidang pendapatan negara, telah dilaksanakan strategi di bidang perpajakan, kepabeanan dan Cukai, serta Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Kebijakan di bidang belanja negara dalam 5 tahun ke depan diarahkan untuk mendukung stimulasi perekonomian dari sisi fiskal yang mendorong pro growth, pro job, dan pro poor (triple track strategy). Kebijakan ini dilaksanakan secara konsisten, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pemantauan,
BAB V
Kebijakan Pengelolaan Penganggaran
evaluasi sampai dengan pengawasan.
BAB VI
Kebijakan Pengelolaan Transfer ke Daerah
Arah kebijakan di bidang perbendaharaan negara meliputi:
BAB VII
Kebijakan Pengelolaan Pembiayaan
BAB VIII
Kebijakan Pengelolaan Perbendaharaan Negara
BAB IX
BAB X
BAB XI
BAB XII
BAB XIII
(2) optimalisasi pengelolaan kas; (3) optimalisasi pengembalian dana investasi dan pembiayaan lainnya; (4) peningkatan pelayanan masyarakat melalui penyempurnaan pengelolaan Badan Layanan Umum (BLU);
Kebijakan Pengelolaan Kekayaan Negara, Piutang Negara, dan Lelang Kebijakan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan NonBank Pengawasan dan Pengendalian Internal Kebijakan Hubungan dan Kerjasama Internasional di Bidang Keuangan Kebijakan Hubungan Kelembagaan NegaraPemerintahan
BAB XIV Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Keuangan BAB XV
(1) efisiensi dan akurasi pelaksanaan belanja negara;
Pelaksanaan Tugas Kementerian Keuangan sebagai KementerianLembaga Penutup
(5) peningkatan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara; serta (6) penerapan sistem perbendaharaan yang handal, terintegrasi, dan modern. Arah kebijakan di bidang pembiayaan APBN adalah: (1) penurunan stok utang terhadap PDB secara bertahap dan berkelanjutan; 15.1. Rencana Strategis 2010-2014
(2) peningkatan diversifikasi instrumen pembiayaan melalui utang, termasuk menciptakan sumber-
Kementerian Keuangan telah melaksanakan ketentuan pasal 19 ayat (2) UU No. 25 Tahun 2004
(3) pengelolaan portofolio utang untuk mencapai struktur yang optimal guna meminimalkan biaya
sumber pembiayaan alternatif; tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dengan menetapkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 40/KMK.01/2010 tentang Rencana Strategis Kementerian Keuangan Tahun 2010-2014. Renstra disusun dengan berpedoman pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014.
utang pada tingkat risiko yang semakin terkendali; (4) pengembangan pasar SBN yang dalam, aktif, dan likuid untuk mengoptimalkan pendanaan utang dari pasar domestik; serta (5) peningkatan koordinasi dan komunikasi dengan berbagai pihak dalam rangka meningkatkan sovereign credit rating.
Pendekatan penganggaran yang digunakan Kementerian Keuangan adalah Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (Medium Term Expenditure Framework). Berarti bahwa kebijakan dan pengambilan
Arah kebijakan di bidang pengelolaan kekayaan negara meliputi:
keputusan dilakukan dalam perspektif lebih dari satu tahun anggaran, dengan mempertimbangkan
(1) peningkatan daya guna dan hasil guna pengelolaan kekayaan negara, dan penilaian kekayaan
implikasi biaya pada tahun berikutnya yang dituangkan dalam prakiraan maju. Selain itu, telah
negara untuk menentukan nilai ekonomi (existing value) serta nilai potensial (potential value)
dilaksanakan pula restrukturisasi program dan kegiatan, di mana setiap Unit Eselon I bertanggung
kekayaan negara; serta
jawab untuk satu program dan setiap Unit Eselon II bertanggung jawab untuk satu kegiatan.
(2) pengamanan kekayaan negara secara administratif, hukum, dan fisik, sehingga keberadaan aset dalam keadaan utuh, tidak rusak, tidak hilang, dan dapat dipergunakan serta dapat
15.1.1. Arah Kebijakan Kementerian Keuangan 2010-2014
dipertanggungjawabkan melalui sertifikasi nasional atas tanah dan bangunan milik negara.
Arah kebijakan dan strategi Kementerian Keuangan merupakan pedoman dalam penyusunan sasaran strategis dan program APBN yang dikelompokkan ke dalam 6 tema, yaitu pendapatan
Arah kebijakan di bidang pasar modal dan lembaga keuangan non bank adalah:
Negara, belanja Negara, perbendaharaan Negara, pembiayaan APBN, kekayaan negara, serta pasar
(1) terwujudnya regulator pasar modal dan lembaga keuangan yang amanah dan profesional;
modal dan lembaga keuangan non bank.
(2) terwujudnya pasar modal dan lembaga keuangan non bank sebagai sumber pendanaan yang mudah diakses, efisien, dan kompetitif;
Arah kebijakan di bidang pendapatan negara adalah: (1) optimalisasi pendapatan negara;
(3) terwujudnya pasar modal sebagai sarana investasi yang kondusif dan atraktif serta pengelolaan risiko yang handal;
(2) peningkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat;
(4) terwujudnya industri yang stabil, tahan uji, dan likuid;
(3) mewujudkan keadilan dan perlindungan masyarakat; serta
(5) tersedianya kerangka regulasi yang menjamin kepastian hukum, adil, dan transparan; serta
(4) perbaikan citra layanan publik dalam rangka peningkatan pendapatan.
(6) tersedianya infrastruktur yang kredibel, dapat diandalkan, dan berstandar internasional.
294
Laporan Tahunan Kementerian Keuangan 2010
www.depkeu.go.id
295
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BAB I
Pendahuluan
Kementerian Keuangan sebagai pelopor Reformasi Birokrasi telah melakukan banyak perubahan
BAB II
Reformasi Birokrasi
BAB III
Kebijakan Pengelolaan Ekonomi Makro
aspek kerja. Dalam melaksanakan Reformasi Birokrasi, telah ditetapkan arah kebijakan yang terbagi
BAB IV
Pengelolaan Pendapatan Negara
dalam 3 bidang, yaitu: (1) bidang organisasi dan ketatalaksanaan; (2) bidang pengelolaan SDM; serta
BAB V
Kebijakan Pengelolaan Penganggaran
(3) bidang informasi dan teknologi keuangan.
BAB VI
Kebijakan Pengelolaan Transfer ke Daerah
Arah kebijakan di bidang organisasi dan ketatalaksanaan diarahkan pada terwujudnya organisasi
BAB VII
Kebijakan Pengelolaan Pembiayaan
BAB VIII
Kebijakan Pengelolaan Perbendaharaan Negara
BAB IX
BAB X
Kebijakan Pengelolaan Kekayaan Negara, Piutang Negara, dan Lelang Kebijakan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan NonBank
BAB XI
Pengawasan dan Pengendalian Internal
BAB XII
Kebijakan Hubungan dan Kerjasama Internasional di Bidang Keuangan
BAB XIII
Kebijakan Hubungan Kelembagaan NegaraPemerintahan
5.
dan dinamika administrasi publik. Dengan berorientasi pada aspirasi publik, organisasi Kementerian
Pengelolaan Anggaran Negara Peningkatan Pengelolaan Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah
Keuangan tidak bersifat massive dan senantiasa melakukan self reinventing sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Penataan terus dilakukan untuk mewujudkan organisasi birokrasi yang peka terhadap tuntutan pelayanan dan menghasilkan kebijakan yang adil dan rasional.
6. 7.
Pengelolaan Perbendaharaan Negara Pengelolaan dan Pembiayaan Utang
Arah kebijakan di bidang pengelolaan SDM adalah: (1) pengadaan pegawai sesuai kebutuhan unit, sehingga tercipta dukungan SDM yang cukup dari
8.
segi kualitas dan kuantitas bagi unit kerja; (2) assessment center untuk menyediakan profil pejabat Eselon II dan III di lingkungan Kementerian Keuangan dalam rangka mendukung mutasi/promosi pejabat;
9.
(3) penataan pegawai guna mewujudkan kesesuaian antara jumlah, komposisi, dan kompetensi pegawai, serta kebutuhan organisasi;
Pengelolaan Kekayaan Negara, Penyelesaian Pengurusan Piutang Negara dan Pelayanan Lelang Pengaturan, Pembinaan, dan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Non Bank
(4) pengembangan Sistem Informasi Manajemen Kepegawaian yang terintegrasi dalam rangka pengelolaan data dan informasi SDM;
10.
Pengembangan SDM Keuangan dan Kekayaan Negara yang Profesional Melalui Pendidikan dan Pelatihan
11.
Pengawasan dan Peningkatan Akuntabilitas Aparatur Kementerian Keuangan Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Kementerian Keuangan
(5) penyelesaian administrasi kepegawaian secara tepat waktu; serta (6) penegakan disiplin pegawai. Arah kebijakan di bidang informasi dan teknologi keuangan ditekankan pada aspek integrasi
BAB XV
Keuangan telah mengembangkan TIK pada tata kelola, sistem aplikasi, dan infrastruktur.
Penutup
4.
yang dinamis, sesuai dengan kebutuhan masyarakat, perkembangan kebijakan keuangan negara,
BAB XIV Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Keuangan Pelaksanaan Tugas Kementerian Keuangan sebagai KementerianLembaga
Tabel 15.1 (lanjutan) No. Program 3. Pengawasan, Pelayanan dan Penerimaan di Bidang Kepabeanan dan Cukai
sumber daya informasi yang mencakup infrastruktur, sistem aplikasi, serta SDM pengelola teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Untuk mencapai tingkat integrasi yang diinginkan, Kementerian
15.1.2. Program dan Kegiatan Prioritas
12.
Tujuan a. Menciptakan administrator kepabeanan dan Cukai yang memberikan fasilitasi kepada industri. b. Perdagangan, perlindungan masyarakat, dan optimalisasi penerimaan. c. Mewujudkan profesionalisme SDM kepabeanan dan Cukai. d. Mewujudkan pelayanan yang efisien dan pengawasan yang efektif. Terlaksananya fungsi penganggaran sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan kebijakan Pemerintah. a. Peningkatan efektifitas dan efisiensi pengelolaan hubungan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan daerah. b. Terciptanya tata kelola yang tertib sesuai peraturan perundangundangan, transparan, kredibel, akuntabel, dan profesional dalam pelaksanaan hubungan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. Meningkatkan pengelolaan perbendaharaan negara secara profesional, transparan, dan akuntabel sesuai dengan ketentuan. a. Mengoptimalkan pengelolaan SBN dan pinjaman untuk mengamankan pembiayaan APBN. b. Mendukung pengembangan pasar keuangan dalam rangka meningkatkan kapasitas daya serap dan efisiensi pasar. Terselenggaranya pengelolaan kekayaan negara, penyelesaian pengurusan piutang negara, dan pelayanan lelang yang profesional, tertib, tepat guna, dan optimal, serta mampu membangun citra baik bagi stakeholder. a. Terwujudnya Bapepam-LK sebagai lembaga yang memegang teguh prinsip transparansi, akuntabilitas, independensi dan integritas. b. Terwujudnya industri pasar modal dan jasa keuangan non bank sebagai penggerak perekonomian nasional dan berdaya saing global. a. Meningkatkan pemahaman masyarakat dan pelaku ekonomi akan penyelenggaraan pengelolaan keuangan negara. b. Meningkatkan pemahaman masyarakat dan pelaku ekonomi akan fungsi Kementerian Keuangan. c. Mengembangkan SDM yang berintegritas dan berkompetensi tinggi. Terwujudnya pengawasan yang memberi nilai tambah melalui peningkatan efektivitas proses manajemen risiko, pengendalian, dan tata kelola serta peningkatan akuntabilitas aparatur. a. Terwujudnya tata kelola yang baik dan kualitas layanan dan dukungan yang tinggi pada semua Eselon I. b. Tingkat kepercayaan stakeholders (internal dan eksternal) yang tinggi.
Sumber: Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan.
Berdasarkan visi, misi, tujuan, sasaran, dan kebijakan yang telah ditetapkan, serta dengan mengacu kepada RPJM Nasional Tahun 2010-2014, Kementerian Keuangan menetapkan 12 program dengan
Dalam melaksanakan program-program tersebut, terdapat beberapa fokus prioritas berikut ini.
sejumlah kegiatan prioritas/pokok.
(1) Fokus Prioritas 1: Perumusan kebijakan fiskal, pengelolaan pembiayaan anggaran, dan pengendalian resiko, dengan kegiatan prioritas: i. perumusan kebijakan APBN; ii. pengelolaan risiko fiskal dan sektor keuangan; iii. perumusan kebijakan ekonomi; iv. perumusan kebijakan pajak, kepabeanan, Cukai, dan PNBP; v. penyusunan Rancangan APBN; vi. pengelolaan pinjaman; vii. pengelolaan Surat Utang Negara (SUN); viii. pengelolaan pembiayaan Syariah; ix. pengelolaan strategi dan portofolio utang; serta x. pelaksanaan evaluasi, akuntansi, dan settlement utang.
Tabel 15.1. Program Kementerian Keuangan Tahun 2010 No. Program 1.
Perumusan Kebijakan Fiskal
2.
Peningkatan dan Pengamanan Penerimaan Pajak
Tujuan Mewujudkan kebijakan fiskal yang sustainable dengan beban risiko fiskal yang terukur dalam rangka stabilisasi dan mendorong pertumbuhan perekonomian. Peningkatan penerimaan pajak yang optimal.
296
Laporan Tahunan Kementerian Keuangan 2010
www.depkeu.go.id
297
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BAB I
Pendahuluan
BAB II
Reformasi Birokrasi
BAB III
Kebijakan Pengelolaan Ekonomi Makro
BAB IV
Pengelolaan Pendapatan Negara
BAB V
Kebijakan Pengelolaan Penganggaran
BAB VI
Kebijakan Pengelolaan Transfer ke Daerah
BAB VII
Kebijakan Pengelolaan Pembiayaan
BAB VIII
BAB IX
BAB X
Kebijakan Pengelolaan Perbendaharaan Negara Kebijakan Pengelolaan Kekayaan Negara, Piutang Negara, dan Lelang Kebijakan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan NonBank
BAB XI
Pengawasan dan Pengendalian Internal
BAB XII
Kebijakan Hubungan dan Kerjasama Internasional di Bidang Keuangan
BAB XIII
Kebijakan Hubungan Kelembagaan NegaraPemerintahan
BAB XIV Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Keuangan BAB XV
Pelaksanaan Tugas Kementerian Keuangan sebagai KementerianLembaga Penutup
(2) Fokus Prioritas 2: Peningkatan dan optimalisasi penerimaan negara, dengan kegiatan prioritas: i. pengelolaan PNBP dan subsidi; ii. peningkatan efektivitas pemeriksaan dan optimalisasi pelaksanaan penagihan; iii. perumusan kebijakan di bidang PPN, PBB, BPHTB, KUP, PPSP, dan Bea Materai; iv. perumusan kebijakan di bidang PPh dan perjanjian kerjasama perpajakan internasional; v. peningkatan kualitas pelayanan serta efektivitas penyuluhan dan kehumasan; vi. perencanaan, pengembangan, dan evaluasi di bidang teknologi, komunikasi, dan informasi perpajakan; vii. pelaksanaan reformasi proses bisnis; viii. pengelolaan data dan dokumen perpajakan; ix. perumusan kebijakan dan peningkatan pengelolaan penerimaan bea dan Cukai; x. perumusan kebijakan dan pengembangan teknologi informasi kepabeanan dan Cukai; xi. perumusan kebijakan dan bimbingan teknis bidang kepabeanan; xii. perumusan kebijakan dan bimbingan teknis fasilitas bidang kepabeanan; xiii. pelaksanaan pengawasan dan penindakan atas pelanggaran peraturan perundangan serta intelijen dan penyidikan tindak pidana kepabeanan dan Cukai; serta xiv. peningkatan pengawasan dan pelayanan kepabeanan dan Cukai di daerah. (3) Fokus Prioritas 3: Peningkatan ketahanan dan daya saing sektor keuangan, dengan kegiatan prioritas: i. perumusan peraturan, penetapan sanksi, dan pemberian bantuan hukum; ii. riset pasar modal dan lembaga keuangan non bank serta pengembangan teknologi informasi; iii. pemeriksaan dan penyidikan di bidang pasar modal; iv. pengaturan, pembinaan, dan pengawasan bidang pengelolaan investasi; v. pengaturan, pembinaan dan pengawasan bidang transaksi, dan lembaga efek; vi. penelaahan dan pemantauan perusahaan emiten dan perusahaan publik sektor jasa; vii. penelaahan dan pemantauan perusahaan emiten dan perusahaan publik sektor riil; viii. pengaturan dan pengawasan di bidang lembaga pembiayaan dan penjaminan; ix. pengaturan, pembinaan, dan pengawasan bidang perasuransian; serta x. pengaturan, pembinaan, dan pengawasan bidang dana pensiun;
Penerapan MTEF dimaksudkan untuk meningkatkan disiplin fiskal, yaitu dengan mencantumkan angka perkiraan kebutuhan anggaran untuk tahun anggaran 2010 sampai dengan 2014 dengan menggunakan tahun 2009 sebagai dasar. Restrukturisasi program dan kegiatan dimaksudkan untuk meningkatkan akuntabilitas kinerja dan keuangan, yaitu dengan menerapkan 1 program untuk 1 Unit Eselon I dan 1 kegiatan untuk 1 Unit Eselon II. Proses penyusunan Renja 2010 yang dilakukan pada semester I tahun 2009 menyebabkan Renja Tahun 2010 masih menggunakan program dan kegiatan versi lama, karena proses restrukturisasi program dan kegiatan baru dilaksanakan di awal tahun 2010. Di dalam Renja 2010 terdapat 13 program sebagai berikut: (1)
Peningkatan Penerimaan dan Pengamanan Keuangan Negara;
(2)
Peningkatan Efektifitas Pengeluaran Negara;
(3)
Pengelolaan dan Pembiayaan Utang;
(4)
Pemantapan Pelaksanaan Sistem Penganggaran;
(5)
Pengelolaan dan Pembiayaan Utang;
(6)
Pembinaan Akuntansi Keuangan Negara;
(7)
Stabilisasi Ekonomi dan Sektor Keuangan;
(8)
Pengembangan Kelembagaan Keuangan;
(9)
Penerapan KePemerintahan Yang Baik;
(10) Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur Negara; (11) Pendidikan Tinggi; (12) Pengelolaan Sumber Daya Manusia Aparatur; serta (13) Peningkatan Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur Negara. 15.2.1. Arah Kebijakan Tahun 2010 Arah kebijakan Kementerian Keuangan yang tertuang dalam dokumen RKP dan Renja Tahun 2010 terbagi menjadi dua, yaitu bidang pengelolaan APBN yang berkelanjutan dan bidang ketahanan sektor keuangan. Kebijakan pengelolaan APBN pada tahun 2010 diarahkan untuk memberikan dorongan terhadap perekonomian, dengan tetap menjaga konsolidasi fiskal. Keberlanjutan ketahanan fiskal diupayakan
15.2. Rencana Kerja Kementerian Keuangan 2010
melalui penurunan stok utang Pemerintah terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dengan meningkatkan penerimaan negara yang terutama berasal dari perpajakan, serta meningkatkan efektivitas dan efisiensi
Kementerian Keuangan menyusun rancangan anggaran setiap tahunnya dengan mengacu pada
belanja negara melalui penerapan anggaran berbasis kinerja.
dokumen perencanaan yang lebih tinggi, seperti RPJM, Rencana Kerja Pemerintah (RKP), dan Renstra K/L. Berdasarkan dokumen-dokumen tersebut, telah disusun dokumen perencanaan
Pada bidang ketahanan sektor keuangan, arah kebijakan yang terkait dengan stabilitas ekonomi
tahunan, yaitu Rencana Kerja (Renja) 2010. Renja menjadi dokumen anggaran yang dituangkan
adalah meningkatkan ketahanan sektor keuangan melalui:
dalam Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga (RKA-KL) yang selanjutnya menjadi
(1) pemantapan koordinasi kebijakan fiskal, moneter, sektor riil, serta pasar modal dan lembaga keuangan,
Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA).
termasuk kerjasama dengan otoritas pasar modal dan lembaga jasa keuangan di negara lain; (2) penerapan standar internasional untuk pengaturan dan pengawasan industri jasa keuangan
Reformasi sistem penganggaran telah dilakukan di dalam dokumen perencanaan Kementerian
dan pengembangan sistem peringatan dini sektor keuangan;
Keuangan yang meliputi Penganggaran Berbasis Kinerja/Performance Based Budgeting (PBK/PBB)
(3) perkuatan kualitas manajemen dan operasional lembaga jasa keuangan dalam rangka
dan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah/Medium Term Expenditure Framework (KPJM/MTEF).
meningkatkan efisiensi dan kemudahan bertransaksi serta pelaporan di bidang pasar modal/
Dalam Renstra 2010-2014 telah dilakukan restrukturisasi program dan kegiatan sebagai salah satu langkah penerapan PBB dan pencantuman angka perkiraan anggaran jangka menengah sebagai salah satu langkah penerapan MTEF.
lembaga jasa keuangan; dan (4) perkuatan perlindungan bagi konsumen/investor lembaga jasa keuangan termasuk pemantapan koordinasi penegakan hukum di bidang pasar modal dan lembaga jasa keuangan
298
Laporan Tahunan Kementerian Keuangan 2010
www.depkeu.go.id
299
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
15.3. Alokasi Anggaran dan Realisasi Belanja Tahun 2010
15.3.2. Alokasi Anggaran Berdasarkan Jenis Belanja
BAB I
Pendahuluan
BAB II
Reformasi Birokrasi
BAB III
Kebijakan Pengelolaan Ekonomi Makro
Kementerian Keuangan setiap tahunnya menyusun rencana anggaran untuk menjalankan tugas
barang, dan belanja modal. Belanja pegawai dialokasikan untuk membiayai kompensasi dalam
BAB IV
Pengelolaan Pendapatan Negara
pokok dan fungsinya selaku pengguna anggaran/ pengguna barang. Penyusunan anggaran
bentuk uang dan barang yang diberikan kepada pegawai Pemerintah yang bertugas di dalam dan
dilakukan berdasarkan usulan dari unit-unit kerja di lingkungan Kementerian Keuangan. Pada tahun
di luar negeri sebagai imbalan atas pekerjaan yang telah dilaksanakan yang meliputi gaji pokok,
2010, alokasi anggaran yang dikelola oleh Kementerian Keuangan adalah sebesar Rp15.391 miliar
tunjangan keluarga, tunjangan jabatan, honorarium, dan vakasi. Belanja barang dimaksudkan untuk
yang dapat diklasifikasikan berdasarkan sumber dana dan jenis belanja.
membiayai pengeluaran atas pembelian barang dan jasa yang habis pakai untuk memproduksi
BAB V
BAB VI
BAB VII
BAB VIII
BAB IX
BAB X
Kebijakan Pengelolaan Penganggaran Kebijakan Pengelolaan Transfer ke Daerah Kebijakan Pengelolaan Pembiayaan Kebijakan Pengelolaan Perbendaharaan Negara Kebijakan Pengelolaan Kekayaan Negara, Piutang Negara, dan Lelang
barang dan jasa yang dipasarkan maupun yang tidak dipasarkan. Pengalokasian anggaran untuk 15.3.1. Alokasi dan Realisasi Anggaran Berdasarkan Sumber Dana
belanja barang mengacu pada standar biaya yang telah ditetapkan. Jenis belanja modal dialokasikan
Alokasi anggaran Kementerian Keuangan dibagi dalam 3 sumber dana, yaitu Rupiah Murni yang
untuk membiayai pengeluaran dalam rangka pembentukan modal yang menambah aset dengan
terdiri dari Rupiah Murni dan Rupiah Murni Pendamping, Pinjaman dan Hibah Luar Negeri (PHLN)
kewajiban menyediakan biaya pemeliharaan.
yang terdiri dari Loan dan Grant, dan PNBP yang terdiri dari PNBP murni dan PNBP BLU. Porsi rupiah murni mendominasi sumber pendanaan Kementerian Keuangan. Hal itu sejalan dengan komitmen Pemerintah untuk meningkatkan kemandirian pembangunan dengan mengurangi ketergantungan terhadap pinjaman dan hibah luar negeri.
Kebijakan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan NonBank
BAB XI
Pengawasan dan Pengendalian Internal
BAB XII
Kebijakan Hubungan dan Kerjasama Internasional di Bidang Keuangan
BAB XIII
Kebijakan Hubungan Kelembagaan NegaraPemerintahan
BAB XIV Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Keuangan BAB XV
Alokasi penganggaran berdasarkan jenis belanja dikelompokkan menjadi belanja pegawai, belanja
Pelaksanaan Tugas Kementerian Keuangan sebagai KementerianLembaga Penutup
Tabel 15.2. Alokasi dan Realisasi Anggaran Kementerian Keuangan Tahun 2010 Berdasarkan Sumber Dana (Ribuan Rupiah)
No.
Rupiah Murni
Unit Eselon I
1
SETJEN
2
ITJEN
Pagu
Realisasi
PHLN
PHLN
Jumlah
%
Pagu
Realisasi
%
Pagu
Realisasi
%
6.079.246.352
5.468.850.659
89,96
34.451.405
6.087.506
17,67
6.113.697.757
5.474.938.165
89,55
94.609.000
88.167.012
93,19
2.455.077
1.821.051
74,17
97.064.077
89.988.063
92,71
3
DJA
101.648.599
94.870.847
93,33
869.470
616.387
70,89
102.518.069
95.487.235
93,14
4
DJP
3.638.388.051
2.996.300.607
82,35
239.662.205
0
0,00
3.878.050.256
2.996.300.607
77,26
5
DJBC
1.963.695.497
1.576.892.710
80,30
52.296.241
49.764.696
95,16
2.015.991.738
1.626.657.406
80,69
6
DJPK
118.934.395
105.753.464
88,92
6.190.378
0
0,00
125.124.773
105.753.464
84,52
7
DJPU
218.191.511
184.086.998
84,37
-
0
0,00
218.191.511
184.086.998
84,37
8
Ditjen Perbendaharaan
1.381.295.028
1.240.016.404
89,77
86.056.681
22.056.529
25,63
1.467.351.709
1.262.072.933
86,01
9
DJKN
630.610.593
496.544.125
78,74
-
0
0,00
630.610.593
496.544.125
78,74
10
BAPEPAM LK
161.886.721
144.949.115
89,54
5.520.000
842.719
15,27
167.406.721
145.791.833
87,09
11
BPPK
372.478.977
315.077.207
84,59
74.833.844
52.576.068
70,26
447.312.821
367.653.274
82,19
12
BKF
117.583.333
104.377.738
88,77
10.960.84
5.325.822
48,59
128.544.173
109.703.560
85,34
14.878.568.057 12.815.886.884
86,14
513.296.141
139.090.779
27,10
15.391.864.198
12.954.977.663
84,17
TOTAL PRESENTASE
Sumber: Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan.
96,67
3,33
100
300
Laporan Tahunan Kementerian Keuangan 2010
www.depkeu.go.id
301
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BAB I
Pendahuluan
BAB II
Reformasi Birokrasi
BAB III
Kebijakan Pengelolaan Ekonomi Makro
BAB IV
Pengelolaan Pendapatan Negara
BAB V
BAB VI
BAB VII
Belanja Pegawai
Unit Eselon I
Pagu
Belanja Barang Pagu
Belanja Barang
Belanja Modal
Jumlah
Realisasi
%
5.151.508.959
4.777.024.866
92,73
511.514.455
372.00.709
72,73
450.674.343
325.912.590
72,32
6.113.697.757
5.474.938.165
89,55
23.000.000
21.705.541
94,37
64.691.342
59.055.166
91,29
9.372.735
9.227.357
98,45
97.064.077
89.988.063
92,71
Realisasi
%
Pagu
Realisasi
%
Pagu
Realisasi
%
Kebijakan Pengelolaan Penganggaran
SETJEN
2
ITJEN
Kebijakan Pengelolaan Transfer ke Daerah
3
DJA
36.057.218
35.170.309
97,54
58.789.841
52.942.233
90,05
7.671.010
7.374.693
96,14
102.518.069
95.487.235
93,14
4
DJP
1.230.963.284
1.226.814.761
99,66
1.958.308.123
1.427.222.820
72,88
688.778.849
342.263.020
49,69
3.878.050.256
2.996.300.601
77,26
Kebijakan Pengelolaan Pembiayaan
5
DJBC
459.821.818
414.828.169
90,21
968.315.925
765.787.468
79,08
587.853.995
446.041.769
75,88
2.015.991.738
1.626.657.406
80,69
6
DJPK
18.084.284
15.719.807
86,93
79.170.737
70.326.662
88,83
27.869.752
19.706.995
70,71
125.124.773
105.753.464
84,52
7
DJPU
13.452.491
12.858.850
95,59
52.471.910
49.964.548
95,22
152.267.110
121.263.599
79,64
218.191.511
184.086.998
84,37
Kebijakan Pengelolaan Perbendaharaan Negara
BAB IX
Kebijakan Pengelolaan Kekayaan Negara, Piutang Negara, dan Lelang Kebijakan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan NonBank
BAB XI
Pengawasan dan Pengendalian Internal
BAB XII
Kebijakan Hubungan dan Kerjasama Internasional di Bidang Keuangan
BAB XIII
Kebijakan Hubungan Kelembagaan NegaraPemerintahan
BAB XIV Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Keuangan BAB XV
No. 1
BAB VIII
BAB X
Tabel 15.3. Alokasi dan Realisasi Anggaran Kementerian Keuangan Tahun 2010 Berdasarkan Jenis Belanja (Ribuan Rupiah)
Pelaksanaan Tugas Kementerian Keuangan sebagai KementerianLembaga Penutup
8
Ditjen Perbendaharaan
442.981.942
434.145.170
98,01
673.790.221
538.068.760
79,86
350.579.546
289.859.003
82,68
1.467.351.709
1.262.072.933
86,01
9
DJKN
148.583.159
144.180.403
97,23
362.937.179
251.317.364
69,25
119.390.255
101.046.358
84,64
630.610.593
496.544.125
78,74
10
BAPEPAM LK
38.425.735
35.069.169
91,26
84.379.406
69.036.435
81,82
44.601.580
41.686.230
93,46
167.406.721
145.791.833
87,09
11
BPPK
45.398.302
41.628.607
91,70
242.687.628
185.210.313
76,32
159.226.891
140.814.355
88,44
447.312.821
367.653.274
82,19
12
BKF
18.590.656
18.323.029
98,56
104.936.792
86.623.599
82,55
5.016.725
4.756.931
94,82
128.544.173
109.703.560
85,34
7.6263567.848
7.177.468.681
94,11
5.161.993.559
3.927.556.077
76,09 2.603.302.791 1.849.952.899
71,06 15.391.864.198 12.954.977.657
84,17
33,54
16,91
100
TOTAL PRESENTASE
49,55
Sumber: Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan.
Kementerian Keuangan sebagai pengguna anggaran harus menyusun dokumen pelaksanaan anggaran setiap tahun. Dokumen tersebut merupakan panduan dalam merealisasikan belanja menurut ketiga jenis belanja secara efisien dan efektif. Realisasi belanja pegawai dalam tahun anggaran 2010 tercatat sebesar 94,11 persen. Realisasi ini meningkat dibandingkan dengan rata-rata realisasi tahun 2004-2009 sebesar 86,59 persen per tahun. Fakta ini menunjukkan bahwa kemampuan Kementerian Keuangan dalam merencanakan alokasi belanja pegawai telah meningkat. Berbeda dengan belanja pegawai, realisasi belanja barang dalam dalam periode yang sama diketahui sebesar 76,09 persen. Angka ini turun dari realisasi beberapa tahun sebelumnya yang
Realisasi belanja K/L di akhir tahun telah dievaluasi oleh Direktorat Jenderal Anggaran (DJA). Evaluasi dilakukan untuk mengklasifikasikan sisa anggaran menjadi hasil optimalisasi, penghematan, atau tidak dapat dijelaskan. Hasil evaluasi selanjutnya dijadikan sebagai dasar memberikan penghargaan (reward) atau hukuman (punishment). Reward diberikan apabila hasil optimalisasi lebih besar dari sisa anggaran yang tidak dapat dijelaskan. Sebaliknya, punishment diberikan jika hasil optimalisasi lebih kecil dari sisa anggaran yang tidak dapat dijelaskan. Evaluasi terhadap pelaksanaan anggaran Kementerian Keuangan tahun 2010 menghasilkan keputusan bahwa Kementerian Keuangan memperoleh reward sebesar Rp 19,4 Miliar Rupiah dalam bentuk tambahan alokasi anggaran tahun berikutnya.
rata-rata sebesar 79,86 persen per tahun. Kondisi ini disebabkan penyerapan pagu untuk kegiatan yang dibiayai dari PHLN relatif rendah sebagai akibat persyaratan yang diberikan oleh negara/ lembaga pemberi pinjaman dalam hal penarikan PHLN cukup rumit dan memerlukan waktu cukup panjang. Penyebab lainnya adalah penghematan yang dilakukan oleh masing-masing Unit Eselon I. Realisasi belanja modal relatif stabil, namun cukup rendah, yaitu 71,06 persen. Realisasi ini meningkat dari rata-rata 67,19 persen per tahun selama kurun waktu 2004-2008. Realisasi belanja modal yang belum optimal antara lain disebabkan oleh penundaan pembangunan kantor operasional di berbagai daerah, karena permasalahan pengadaan tanah yang melalui proses yang memakan waktu lama. Penyebab yang lain adalah penerapan sistem e-procurement yang ternyata cukup efektif dalam menghemat belanja modal.
15.3.3. Pengembangan Sistem Penganggaran Reformasi keuangan negara sebagaimana diamanatkan dalam UU No. 17 Tahun 2003 masih terus dilakukan di tahun 2010. Reformasi tersebut berupa pengembangan sistem penganggaran yang meliputi penganggaran terpadu (unified budgeting), PBK, dan KPJM. Penganggaran terpadu telah diterapkan sejak tahun 2005, sedangkan penerapan PBK melalui restrukturisasi program/kegiatan dan identifikasi output telah dilakukan pada tahun 2009. Pada tahun 2010 dilakukan KPJM dan penerapan PBK secara penuh.
302
Laporan Tahunan Kementerian Keuangan 2010
www.depkeu.go.id
303
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BAB I
Pendahuluan
BAB II
Reformasi Birokrasi
BAB III
Kebijakan Pengelolaan Ekonomi Makro
BAB IV
Pengelolaan Pendapatan Negara
BAB V
BAB VI
Kebijakan Pengelolaan Penganggaran Kebijakan Pengelolaan Transfer ke Daerah
BAB VII
Kebijakan Pengelolaan Pembiayaan
BAB VIII
Kebijakan Pengelolaan Perbendaharaan Negara
BAB IX
BAB X
Kebijakan Pengelolaan Kekayaan Negara, Piutang Negara, dan Lelang Kebijakan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan NonBank
BAB XI
Pengawasan dan Pengendalian Internal
BAB XII
Kebijakan Hubungan dan Kerjasama Internasional di Bidang Keuangan
BAB XIII
Kebijakan Hubungan Kelembagaan NegaraPemerintahan
BAB XIV Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Keuangan BAB XV
Pelaksanaan Tugas Kementerian Keuangan sebagai KementerianLembaga Penutup
Gambar 15.1. Pengembangan Sistem Penganggaran Tahun 2004-2010
KPJM yang efektif terdiri atas 3 pendekatan berikut ini. (1) Pendekatan TopDown dalam menentukan besaran sumber daya anggaran (resource envelope) yang berperan sebagai batas pendanaan tertinggi (hard budget constraint) bagi setiap institusi/ sektor Pemerintahan.
2005 • UU 17/2003 • UU 25/2004
• Anggaran Terpadu
2004
2010 • Restrukturisasi Program/Kegiatan
• Anggaran Berbasis Kinerja • KPJM
2009
(2) Pendekatan Bottom-Up dalam melakukan estimasi kebutuhan sumber daya anggaran, baik kebutuhan di tahun anggaran saat ini maupun dalam jangka menengah, untuk membiayai kebijakan yang tengah dilakukan saat ini dan terus dilaksanakan beberapa tahun ke depan sesuai dengan amanat perencanaan yang telah diputuskan. (3) Kerangka kerja anggaran yang menghasilkan kesesuaian antara kebutuhan dan ketersediaan sumber daya anggaran dalam jangka menengah. Implementasi KPJM memberikan perkiraan alokasi anggaran untuk periode 3 tahun ke depan.
Sumber: Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan.
15.3.3.1. Penyusunan Anggaran Berbasis Kinerja Sesuai dengan pasal 3 ayat (1) UU No. 17 Tahun 2003 ditetapkan bahwa penyusunan anggaran harus mengacu pada anggaran berbasis kinerja. Berarti bahwa penyusunan anggaran harus bertitik-tolak
Penyusunan anggaran tahun 2011 yang dilakukan pada tahun 2010 memberikan informasi indikasi kebutuhan anggaran untuk tahun 2012-2014. KPJM membedakan suatu kegiatan menjadi kegiatan yang on going (berlanjut) dan terminating (tidak berlanjut). Kumpulan kegiatan yang on going akan dialokasikan menjadi baseline (kebutuhan dasar) anggaran, sedangkan kegiatan baru dikategorikan sebagai new initiative (usulan baru).
dari keluaran (output) yang ingin dicapai sesuai dengan arahan kebijakan Kementerian Keuangan. Setelah keluaran ditetapkan sebagai target yang ingin dicapai, maka dialokasikan sejumlah dana yang diperlukan. Pengalokasian dana mempertimbangkan efisiensi, sehingga target dapat dicapai dengan optimal. Penerapan ABK ini menuntut perubahan pola pikir, karena sistem anggaran yang
15.4. Laporan Keuangan
berlaku masih bertitik-tolak pada tersedianya dana (input based) untuk mencapai target tertentu.
Sebagaimana diamanatkan dalam UU No. 1 Tahun 2004, setiap K/L wajib mempertanggungjawabkan
Dalam penerapan ABK telah dilakukan restrukturisasi program dan kegiatan. Setiap Unit Eselon I
selanjutnya akan diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan akan menghasilkan 4 kategori
hanya mempunyai 1 program yang mencerminkan tugas pokoknya disertai dengan tanggung jawab yang diemban. Pada tataran kegiatan juga dilakukan redefinisi, di mana perumusan kegiatan dan penanggung jawab mengacu pada tugas pokok Unit Eselon II. Hal lain yang telah dilakukan adalah perumusan kinerja utama untuk masing-masing Unit Eselon I yang telah diakomodir di
pelaksanaan anggarannya dalam bentuk Laporan Keuangan (LK). Laporan keuangan tersebut penilaian, yaitu Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), Wajar Dengan Pengecualian (WDP), Tidak Memberikan Pendapat (Disclaimer) atau Tidak Wajar (Adverse). LK yang disusun terdiri dari Laporan Realisasi Anggaran (LRA), Neraca, dan Catatan atas Laporan
dalam Renja Kementerian Keuangan Tahun 2010.
Keuangan (CaLK). LRA menyajikan informasi tentang pendapatan dan belanja dibandingkan
15.3.3.2. Penyusunan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah
aset, kewajiban, dan ekuitas pada tanggal tertentu. Adapun CaLK menyajikan informasi tentang
Untuk menerapkan KPJM dengan baik diperlukan kerangka konseptual yang meliputi: (1) penerapan sistem anggaran bergulir (rolling budget); (2) penetapan angka dasar (baseline); (3) penetapan parameter; (4) adanya mekanisme penyesuaian angka dasar; dan (5) adanya mekanisme untuk pengajuan usulan dalam rangka tambahan anggaran bagi kebijakan baru (additional budget for new initiatives).
dengan anggarannya untuk suatu tahun anggaran. Neraca menyajikan informasi tentang posisi kebijakan fiskal, ekonomi makro, ikhtisar capaian kinerja keuangan, kebijakan akuntansi yang digunakan, penjelasan pos-pos laporan keuangan, dan informasi penting lainnya yang diperlukan dalam rangka penyajian yang wajar atas kondisi keuangan kementerian. Kementerian Keuangan mulai menyusun LK sejak tahun anggaran 2004. LK Kementerian Keuangan senantiasa dapat diselesaikan tepat waktu, yaitu paling lambat dua bulan setelah berakhirnya tahun anggaran. Sesuai ketentuan yang berlaku, Menteri Keuangan selaku pengguna anggaran/ pengguna barang telah melengkapi LK dengan Surat Pernyataan Tanggung Jawab.
304
Laporan Tahunan Kementerian Keuangan 2010
www.depkeu.go.id
305
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BAB I
Pendahuluan
LK yang diajukan mencakup pula dua Satuan Kerja (Satker) yang menerapkan pola pengelolaan
BAB II
Reformasi Birokrasi
BAB III
Kebijakan Pengelolaan Ekonomi Makro
keuangan BLU, yaitu Pusat Investasi Pemerintah (PIP) dan Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN).
BAB IV
Pengelolaan Pendapatan Negara
BAB V
BAB VI
BAB VII
BAB VIII
BAB IX
BAB X
Kebijakan Pengelolaan Penganggaran Kebijakan Pengelolaan Transfer ke Daerah Kebijakan Pengelolaan Pembiayaan Kebijakan Pengelolaan Perbendaharaan Negara Kebijakan Pengelolaan Kekayaan Negara, Piutang Negara, dan Lelang Kebijakan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan NonBank
BAB XI
Pengawasan dan Pengendalian Internal
BAB XII
Kebijakan Hubungan dan Kerjasama Internasional di Bidang Keuangan
BAB XIII
Kebijakan Hubungan Kelembagaan NegaraPemerintahan
Sesuai dengan ketentuan pasal 55 UU No. 1 Tahun 2004, LK BLU disampaikan sebagai lampiran LK
Salah satu penunjang penting dalam pelaksanaan tugas Kementerian Keuangan sebagai K/L
Kementerian Keuangan. Dalam Ketentuan Peralihan UU No. 17 Tahun 2003 disebutkan bahwa LK
adalah penerapan pengadaan barang dan jasa melalui e-procurement. e-Procurement mempunyai
Kementerian Keuangan diperiksa dan diberikan opini oleh BPK mulai Tahun Anggaran 2006.
peran yang sangat penting dalam efisiensi belanja negara, karena merupakan transformasi proses pengadaan barang dan jasa di lingkungan instansi Pemerintah yang lebih transparan dan akuntabel,
Opini atas penyajian LK Kementerian Keuangan pada Tahun Anggaran 2006 dan 2007 adalah
serta diharapkan dapat mewujudkan terjadinya efisiensi dalam penggunaan Anggaran Pendapatan
Disclaimer. Opini ini mengindikasikan bahwa BPK belum meyakini kewajaran penyajian LK yang
dan Belanja Negara (APBN). Rata-rata penghematan anggaran yang dapat diperoleh dari pendekatan
diajukan oleh Kementerian Keuangan. Meskipun demikian, jumlah temuan terus menurun sejalan
e-Procurement dibanding dengan cara konvensional berkisar 23.5 persen. Sedangkan pada HPS
dengan upaya-upaya perbaikan yang telah dilakukan oleh Kementerian Keuangan. Untuk tahun
(Harga Penetapan Sendiri) dapat dilakukan penghematan rata-rata 20 persen. Biaya pengumuman
2008 dan 2009, pemeriksaan atas LK Kementerian Keuangan telah selesai dilakukan oleh BPK dan
pengadaan dan pengumuman pemenang lelang juga dapat diminimalisir karena menggunakan
hasilnya menunjukkan peningkatan opini dari Disclaimer menjadi WDP. Berdasarkan penilaian BPK,
pengumuman secara on line yang lebih mudah diakses. Apabila pendekatan pengadaan barang
Laporan Keuangan Kementerian Keuangan tahun 2010 juga memperoleh opini WDP.
dan jasa melalui e-Procurement ini diikuti oleh sebagian besar atau seluruh lembaga Pemerintah/ Negara diseluruh Indonesia, maka penghematan anggaran yang dilakukan masing-masing lembaga
LK Kementerian Keuangan disusun dengan menggunakan Sistem Akuntansi Instansi (SAI). Sistem ini SAI secara substantif terdiri dari Sistem Akuntansi Keuangan (SAK) serta Sistem Informasi Manajemen
Selama tahun 2010, efisiensi belanja Pemerintah melalui e-Procurement Kementerian Keuangan
dan Akuntansi Barang Milik Negara (SIMAK BMN). Kedua sistem telah diselenggarakan secara penuh
mencapai Rp312,34 miliar dari pagu anggaran sebesar Rp2.211,98 miliar.
di Kementerian Keuangan sejak tahun anggaran 2008.
Tabel 15.4. Tabel Nilai Pagu, Hasil dan Penghematan Lelang 2008-2010
Penerapan SAI di Kementerian Keuangan belum sepenuhnya berjalan sesuai dengan harapan. Kendala yang dihadapi adalah belum tersedianya SDM dengan kompetensi yang sesuai dalam
jumlah yang cukup pada setiap Satker. Kendala lainnya adalah PNBP yang belum sepenuhnya
Pagu Lelang
dicatat dan dilaporkan sesuai dengan ketentuan, khususnya pendapatan dari panas bumi. Salah
Tahun 2009
Tahun 2010
32.541.351.000
1.327.887.896.769
2.211.981.887.226
Nilai Lelang
26.390.964.270
1.087.445.622.080
1.899.638.798.011
satu penyebabnya adalah belum lengkapnya petunjuk teknis untuk penyelesaian perhitungan
Penghematan
6.150.386.730
240.442.274.689
312.343.089.215
sampai tahun anggaran 2007. Penyempurnaan juga perlu dilakukan dalam klasifikasi anggaran,
Sumber: Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan.
karena belum mencakup seluruh kebutuhan K/L.
BAB XV
seperti akuntansi piutang pajak dan pengaturan rekonsiliasi penerimaan pajak serta pembentukan
Penutup
Pemerintah/Negara maka akan berdampak besar pada penghematan APBN.
diselenggarakan secara berjenjang, mulai dari tingkat Satker, wilayah, Eselon I, hingga kementerian.
BAB XIV Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Keuangan Pelaksanaan Tugas Kementerian Keuangan sebagai KementerianLembaga
15.5. Pelaksanaan Tugas Kementerian Keuangan sebagai Kementerian/ Lembaga
Perbaikan di bidang administrasi dan kelembagaan diawali dengan penyusunan peraturan terkait, Tim Peningkatan Kualitas Laporan Keuangan untuk memberikan asistensi dalam penyusunan
Bila dirinci lebih lanjut, realisasi kinerja e-Procurement melalui LPSE Kementerian Keuangan pada tahun 2010 terdiri dari pengadaan untuk belanja modal dan belanja barang di lingkungan Kementerian Keuangan dan Kementerian/Lembaga yang telah menjadi pengguna sistem LPSE Kementerian Keuangan adalah sebagai berikut:
laporan keuangan. Pembinaan penyelenggaraan SAI juga dilakukan dengan disertai pendampingan
Tabel 15.5. Rincian Pengadaan untuk Modal dan Barang Tahun 2010 pada LPSE Kementerian Keuangan
pada saat penyusunan LK dari tingkat Satker hingga kementerian. Di samping itu, Inspektorat Jenderal (Itjen) telah melakukan review secara bersamaan dengan proses penyusunan LK. Kementerian Keuangan telah berupaya meningkatkan kompetensi SDM akuntansi melalui pelatihan Program Percepatan Akuntabilitas Keuangan Pemerintah (PPAKP). Selain itu, telah dilakukan pula inventarisasi dan penilaian terhadap BMN dan koreksi neraca mulai tahun 2007. Kedua kegiatan
Tahun 2008
Barang
Modal
Jumlah
Kementerian Keuangan: Pagu Lelang
1.047.251.875.739
925.578.617.991
1.972.830.493.730
Nilai Lelang
932.928.208.305
762.543.619.981
1.695.471.828.286
114.323.667.433
163.034.998.010
277.358.665.443
telah diselesaikan pada tahun 2010, sehingga Kementerian Keuangan telah memiliki neraca aset
Penghematan
dengan nilai wajar sesuai dengan harga pasar. Penyempurnaan penatausahaan penerimaan
Non Kementerian Keuangan:
merupakan upaya lainnya yang ditempuh dalam rangka meningkatkan keandalan angka
Pagu Lelang
60.988.304.607
178.163.088.889
239.151.393.496
penerimaan perpajakan maupun PNBP.
Nilai Lelang
56.405.116.554
147.761.853.170
204.166.969.724
Penghematan
4.583.188.053
30.401.235.718
34.984.423.771
Sumber: Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan.
306
Laporan Tahunan Kementerian Keuangan 2010
www.depkeu.go.id
307
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
15.6. Sekretariat Pengadilan Pajak
15.6.2. Permohonan Peninjauan Kembali
BAB I
Pendahuluan
BAB II
Reformasi Birokrasi
BAB III
Kebijakan Pengelolaan Ekonomi Makro
15.6.1. Penyelesaian perkara
Pajak pada tahun 2010 tercatat sebanyak 1.275 berkas. Berarti terjadi kenaikan 43,26 persen jika
BAB IV
Pengelolaan Pendapatan Negara
Penyelesaian perkara yang melalui Sekretariat Pengadilan Pajak, jumlah permohonan banding/
dibandingkan dengan tahun 2009 yaitu sebanyak 890 berkas. Peningkatan permohonan Peninjauan
gugatan pada tahun 2010 tercatat mengalami penurunan, sedangkan jumlah putusan mengalami
Kembali pada tahun 2010 terutama dipengaruhi oleh peningkatan jumlah permohonan Peninjauan
peningkatan jika dibandingkan dengan tahun 2009.
Kembali yang diajukan oleh DJP.
Jumlah permohonan Peninjauan Kembali kepada Mahkamah Agung (MA) melalui Pengadilan
BAB V
Kebijakan Pengelolaan Penganggaran
BAB VI
Kebijakan Pengelolaan Transfer ke Daerah
BAB VII
Kebijakan Pengelolaan Pembiayaan
8000
Kebijakan Pengelolaan Perbendaharaan Negara
6000
BAB IX
BAB X
Kebijakan Pengelolaan Kekayaan Negara, Piutang Negara, dan Lelang Kebijakan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan NonBank
BAB XI
Pengawasan dan Pengendalian Internal
BAB XII
Kebijakan Hubungan dan Kerjasama Internasional di Bidang Keuangan
BAB XIII
IHSG
BAB VIII
Gambar 15.2. Perkembangan Arus Berkas Tahun 2002-2010
Kebijakan Hubungan Kelembagaan NegaraPemerintahan
Pelaksanaan Tugas Kementerian Keuangan sebagai KementerianLembaga Penutup
900 800
Perm. Bidang Gugatan
700 600
4000
WP
500
Putusan
400 2000
300 200
0
100
16.0
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
Pemda
0
Tahun
-100
DJBC
16.0
2002
2003
2004
2005
Sumber: Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan.
2006
2007
2008
2009
2010
Tahun
Sumber: Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan. Dari jumlah sengketa yang harus diselesaikan pada tahun 2010 sebanyak 16.520 berkas, sengketa pajak yang telah diputus selama tahun 2010 berjumlah 7.054 perkara yang terdiri dari 6.297 banding dan 757 gugatan. Penyelesaian perkara pada tahun 2010 mengalami peningkatan sebesar 51,70 persen. Pada tahun 2009 terdapat 4.650 sengketa yang telah diputus, sedangkan pada tahun 2010, jumlah sengketa yang diselesaikan mencapai 7.054 berkas.
BAB XIV Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Keuangan BAB XV
Gambar 15.3. Peninjauan Kembali Berdasarkan Pemohon Tahun 2002-2010
Permohonan Peninjauan Kembali oleh DJP meningkat 237,35 persen pada tahun 2010, yaitu mencapai 840 permohonan jika dibandingkan dengan tahun 2009 yang berjumlah 249 permohonan. Sebaliknya, Peninjauan Kembali oleh Wajib Pajak mengalami penurunan 33,59 persen dari 640 permohonan pada tahun 2009 menjadi 425 permohonan pada tahun 2010. Adapun Peninjauan Kembali oleh DJBC pada tahun 2010 tercatat sebanyak 10 permohonan.
Tabel 15.6. Penyelesaian Sengketa Pajak Tahun 2010 Berkas Baru Tahun 2010
Banding
9.262
5.755
15.017
6.297
8.720
Gugatan
561
942
1.503
757
746
9.823
6.697
16.520
Jumlah
Jumlah
Putusan Tahun 2010
Tabel 15.7. Penyelesaian Permohonan Peninjauan Kembali Sampai Dengan Tahun 2010
Sisa Tahun 2009
Jenis Sengketa
7.054
**)
Sisa
Tahun
9.466
Keterangan: **) Termasuk 40 Keputusan Pencabutan Banding/Gugatan. Sumber: Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan.
Meskipun jumlah sengketa yang harus diselesaikan lebih besar, namun jumlah sisa berkas pada akhir tahun 2010 menunjukkan angka yang lebih kecil dibandingkan dengan tahun 2009. Pada tahun 2009 sisa sengketa yang belum diselesaikan sebanyak 9.823 berkas, sedangkan pada tahun 2010 adalah 9.466. Berarti terjadi penurunan sisa berkas sebesar 3,8 persen.
No.
Jumlah Permohonan
Dikirim ke MA
Belum dikirim ke MA
Diterima Putusan dari MA
Belum diterima Putusan dari MA
1.
s.d. 2005
449
449
-
357
92
2.
2006
205
205
-
138
67
3.
2007
262
262
-
165
97
4.
2008
352
352
-
98
254
5.
2009
890
797
93
109
688
6.
2010 Jumlah
1.275
180
1.095
1
179
3.433
2.245
1.188
951
1.294
Sumber: Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan.
308
Laporan Tahunan Kementerian Keuangan 2010
www.depkeu.go.id
309
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
PENUTUP BAB I
Pendahuluan
Kementerian Keuangan senantiasa berupaya mengoptimalkan pengelolaan keuangan negara.
Penyempurnaan juga dilakukan untuk memperbaiki kualitas pengelolaan belanja Pemerintah Pusat.
BAB II
Reformasi Birokrasi
BAB III
Kebijakan Pengelolaan Ekonomi Makro
Untuk mewujudkannya, pada tahun 2010 telah dilaksanakan serangkaian kebijakan, program, dan
Proses penyusunan dan pengalokasian APBN telah diperbaiki melalui pengenalan, pemantapan,
kegiatan. Upaya ini tidak saja ditempuh untuk mengoptimalkan pengelolaan keuangan negara,
dan penyempurnaan proses penganggaran. Implementasi tiga pendekatan peganggaran, yaitu
BAB IV
Pengelolaan Pendapatan Negara
namun sekaligus dalam rangka meningkatkan citra Kementerian Keuangan di tingkat domestik
penganggaran terpadu, penganggaran berbasis kinerja, dan kerangka pengeluaran jangka
maupun dalam konstelasi global.
menengah terus diupayakan secara intensif. Sementara itu, realisasi belanja, tingkat penyerapan
BAB V
BAB VI
BAB VII
BAB VIII
BAB IX
BAB X
Kebijakan Pengelolaan Penganggaran Kebijakan Pengelolaan Transfer ke Daerah Kebijakan Pengelolaan Pembiayaan Kebijakan Pengelolaan Perbendaharaan Negara Kebijakan Pengelolaan Kekayaan Negara, Piutang Negara, dan Lelang Kebijakan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan NonBank
BAB XI
Pengawasan dan Pengendalian Internal
BAB XII
Kebijakan Hubungan dan Kerjasama Internasional di Bidang Keuangan
BAB XIII
Kebijakan Hubungan Kelembagaan NegaraPemerintahan
anggaran, serta proses pengadaan barang dan jasa juga terus disempurnakan. Fondasi dari semua upaya yang dijalankan oleh unit-unit di lingkungan Kementerian Keuangan adalah Reformasi Birokrasi. Sebagai pelopor reformasi di kalangan instansi Pemerintah, Kementerian
Dengan semakin besarnya dana yang dikelola oleh Pemerintah Daerah, maka keuangan daerah berperan
Keuangan secara konsisten sejak tahun 2006 menata struktur organisasi, menyempurnakan proses
penting dalam mendukung pembangunan dan peningkatan kesejahteraan rakyat. Untuk itu, formulasi,
bisnis, dan meningkatkan manajemen sumber daya manusia (SDM). Hasilnya dapat dilihat dengan
alokasi, perhitungan, dan mekanisme transfer dana ke daerah terus diperbaiki agar ketimpangan fiskal
nyata berupa sejumlah perbaikan, sehingga Reformasi Birokrasi terus dilanjutkan pada tahun 2010
secara vertikal dan horizontal dapat diminimalisir. Aspek penting lainnya adalah pelaksanaan pajak
melalui Forum Koordinasi Reformasi Birokrasi Kementerian Keuangan (FKRB) dan Tim Reformasi
daerah dan retribusi daerah yang diharapkan dapat memperbaiki kontribusi PAD di dalam APBD dan
Birokrasi Unit (TRBU).
kapasitas fiskal daerah serta perbaikan mekanisme pinjaman dan hibah kepada daerah.
Perbaikan yang terjadi secara signifikan diantaranya adalah peningkatan good governance, kinerja
Belanja Pemerintah Pusat dan transfer dana ke daerah yang lebih besar jika dibandingkan dengan
birokrasi, dan pelayanan publik. Meskipun demikian, masih diperlukan pembenahan melalui
penerimaan negara membawa konsekuensi terhadap keseimbangan APBN berupa defisit. Pada
peningkatan profesionalisme dan pemutakhiran teknologi informasi, di samping transformasi
tahun 2010, Kementerian Keuangan telah menjalankan berbagai upaya untuk menangani defisit
kelembagaan. Transformasi merupakan prasyarat yang dibutuhkan untuk mengembangkan nilai-
anggaran melalui pengelolaan pembiayaan yang bersumber dari utang maupun non utang.
nilai dasar organisasi agar dapat memenuhi ekspektasi dan menciptakan kepercayaan publik
Pengelolaan pembiayaan dari utang diarahkan untuk memenuhi kebutuhan kas, membiayai
terhadap Kementerian Keuangan.
kegiatan prioritas, dan mengelola portofolio utang, sedangkan pembiayaan non utang terkait dengan penjualan aset. Beberapa inisiatif pendukung pengelolaan utang juga telah dijalankan,
Reformasi Birokrasi telah menjadikan Kementerian Keuangan sebagai institusi yang tangguh dalam
seperti melakukan transaksi langsung SUN di pasar sekunder, akselerasi pembayaran pinjaman
mendorong penguatan indikator-indikator ekonomi makro. Indonesia mencapai pertumbuhan
luar negeri, pengelolaan capital inflow, pengaturan mekanisme sukuk project, pengelolaan asset-
ekonomi yang relatif tinggi dan stabil dalam beberapa tahun terakhir yang diikuti oleh nilai
liability management, dan pemanfaatan sumber pinjaman dalam negeri. Aspek yang tidak kalah
tukar rupiah yang cenderung menguat terhadap dollar Amerika Serikat. Sebaliknya, inflasi dapat
pentingnya dan telah dijalankan dengan seksama pada tahun 2010 adalah manajemen investasi
dikendalikan pada tingkat yang rendah dan tingkat bunga SBI 3 bulan yang relatif stabil. Meskipun
dan pengelolaan risiko fiskal.
BAB XIV Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Keuangan
harga minyak terus meningkat dan lifting minyak belum sesuai harapan, namun neraca pembayaran
BAB XV
Pelaksanaan Tugas Kementerian Keuangan sebagai KementerianLembaga Penutup
Indonesia senantiasa mengalami perbaikan yang direpresentasikan oleh surplus transaksi berjalan,
Pelaksanaan anggaran membutuhkan pengelolaan perbendaharaan yang optimal. Dengan rentang
transaksi modal, dan transaksi keuangan. Selain itu, tingkat pengangguran dan kemiskinan
kendali yang sangat luas, maka transparansi dan akuntabilitas merupakan prinsip yang dipegang
mengalami penurunan setiap tahun.
teguh dalam mengelola kas, menata akuntansi dan pelaporan, membina pengelolaan keuangan BLU, maupun dalam memperbaiki manajemen investasi. Selain rentang kendali yang luas, pengelolaan
Dalam pengelolaan pendapatan negara telah dilakukan reformasi di bidang perpajakan,
perbendaharaan negara dihadapkan pula pada tantangan yang terkait dengan kompetensi dan
kepabeanan dan Cukai, serta PNBP. Upaya tersebut mampu meningkatkan pendapatan negara
manajemen SDM serta belum meratanya kepedulian terhadap pengembangan SPAN.
yang sangat dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan belanja negara serta menjaga kemandirian dan keberlanjutan fiskal. Namun, di sepanjang tahun 2010 masih terdapat beragam peluang yang
Pengelolaan kekayaan negara, piutang negara, dan lelang merupakan bidang tugas dan fungsi
belum dimanfaatkan secara optimal maupun tantangan yang masih harus diselesaikan. Di samping
lainnya yang dilaksanakan oleh Kementerian Keuangan pada tahun 2010. Pengelolaan BMN
itu, pengawasan dan pengendalian pendapatan negara masih perlu terus ditingkatkan.
mendapatkan perhatian yang serius, karena selama ini menjadi penentu kualitas LKPP yang dinilai oleh BPK. Di samping itu, kekayaan negara yang dipisahkan, kekayaan negara lain-lain, pengurusan piutang negara, dan lelang telah pula ditangani dengan cermat, meskipun beberapa rancangan undang-undang yang terkait hingga akhir tahun 2010 masih dalam proses penyelesaian.
310
Laporan Tahunan Kementerian Keuangan 2010
www.depkeu.go.id
311
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BAB I
Pendahuluan
Tugas Kementerian Keuangan berkaitan pula dengan pasar keuangan global yang semakin dinamis
Kinerja Kementerian Keuangan dalam menjalankan tugas dan fungsinya dipengaruhi oleh
BAB II
Reformasi Birokrasi
BAB III
Kebijakan Pengelolaan Ekonomi Makro
dan intensitas transaksi lintas batas negara yang semakin tinggi. Oleh karena itu, pengawasan
kuantitas dan kualitas SDM. Kebijakan, program, dan kegiatan manajemen SDM yang tepat akan
terhadap pasar modal dan lembaga keuangan non bank memiliki kedudukan yang strategis. Kinerja
meningkatkan kemampuan SDM dalam menjalankan tugas dan fungsinya, dan demikian pula
BAB IV
Pengelolaan Pendapatan Negara
industri pasar modal dan lembaga keuangan yang tumbuh pesat perlu diimbangi dengan strategi
sebaliknya. Langkah yang ditempuh oleh Kementerian Keuangan dalam manajemen SDM diawali
yang tepat. Pada tahun 2010, Kementerian Keuangan telah melakukan serangkaian strategi yang
dengan pengadaan pegawai sesuai dengan kebutuhan unit kerja, sehingga tercipta dukungan SDM
Kebijakan Pengelolaan Penganggaran
meliputi pengembangan sumber pendanaan yang mudah diakses, efisien, dan kompetitif, serta
yang cukup dari segi kualitas dan kuantitas. Selanjutnya, telah dikembangkan assessment center
sarana investasi yang kondusif dan atraktif yang diikuti oleh pengelolaan risiko yang handal. Selain
untuk menyediakan profil pejabat dalam rangka mendukung mutasi/promosi pejabat. Jumlah,
Kebijakan Pengelolaan Transfer ke Daerah
itu, industri pasar modal dan lembaga keuangan diarahkan agar menjadi stabil, tahan uji, dan
komposisi, dan kompetensi pegawai juga telah ditata agar sesuai dengan kebutuhan organisasi.
likuid dengan didukung oleh kerangka regulasi yang mampu menjamin kepastian hukum, adil, dan
Di samping itu, dikembangkan sistem informasi manajemen kepegawaian yang terintegrasi dalam
transparan, serta infrastruktur yang kredibel, dapat diandalkan, dan berstandar internasional.
rangka pengelolaan data dan informasi SDM. Penyelesaian administrasi kepegawaian dilakukan
BAB V
BAB VI
BAB VII
Kebijakan Pengelolaan Pembiayaan
BAB VIII
Kebijakan Pengelolaan Perbendaharaan Negara
BAB IX
BAB X
BAB XI
BAB XII
BAB XIII
Kebijakan Pengelolaan Kekayaan Negara, Piutang Negara, dan Lelang Kebijakan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan NonBank Pengawasan dan Pengendalian Internal Kebijakan Hubungan dan Kerjasama Internasional di Bidang Keuangan Kebijakan Hubungan Kelembagaan NegaraPemerintahan
secara tepat waktu yang dilengkapi dengan penegakan disiplin pegawai. Implementasi kebijakan, program, dan kegiatan oleh unit-unit di lingkungan Kementerian Keuangan sangat ditentukan oleh komitmen dari SDM. Komitmen ini telah didukung oleh pengawasan
Semua kebijakan dan strategi yang ditempuh oleh Kementerian Keuangan pada tahun 2010 tetap
dan pengendalian internal yang kokoh. Langkah yang ditempuh meliputi pengawasan kinerja,
mengacu pada enam sasaran strategis dan program APBN, yaitu pendapatan negara, belanja negara,
pengawasan keuangan, dan pengawasan untuk tujuan tertentu. Di samping itu, unit pengawasan
perbendaharaan negara, pembiayaan APBN, kekayaan negara, serta pasar modal dan lembaga
dan pengendalian internal juga berpartisipasi dalam pemberantasan tindak pidana korupsi dan
keuangan non bank. Untuk melaksanakannya, telah ditetapkan 12 program yang masing-masing
kejahatan keuangan atas petunjuk Menteri Keuangan. Penindakan diupayakan seminimal mungkin
memiliki kegiatan prioritas dan dapat dikelompokkan menjadi tiga fokus. Fokus yang pertama
melalui pengawalan atas disiplin dalam implementasi Reformasi Birokrasi yang lebih mengarah
adalah perumusan kebijakan fiskal, pengelolaan pembiayaan anggaran, dan pengendalian resiko.
pada langkah preventif dan konsultasi. Dengan pengawasan dan pengendalian internal secara
Fokus kedua adalah peningkatan dan optimalisasi penerimaan negara. Adapun fokus yang ketiga
optimal, maka dapat dicapai akuntabilitas kinerja dan keuangan serta kualitas laporan keuangan
adalah peningkatan ketahanan dan daya saing sektor keuangan. Kesemuanya dimaksudkan agar
yang semakin baik.
kinerja pengelolaan keuangan negara semakin optimal dalam mendukung pembangunan dan peningkatan kesejahteraan rakyat.
Dalam menjalankan tugasnya, Kementerian Keuangan melakukan interaksi dengan lembagalembaga internasional, termasuk dalam kapasitas mewakili Pemerintah Indonesia. Kerjasama yang dilakukan sepanjang tahun 2010 sangat beragam yang meliputi kerjasama multilateral, kerjasama bilateral, kerjasama antarkawasan (interregional), kerjasama kawasan ASEAN, dan kerjasama teknis,
BAB XIV Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Keuangan
seperti di bidang perpajakan, kepabeanan dan Cukai, serta pendidikan dan pelatihan. Keterlibatan
BAB XV
internasional.
Pelaksanaan Tugas Kementerian Keuangan sebagai KementerianLembaga Penutup
di dalam berbagai forum kerjasama internasional sangat penting dan strategis, karena banyak manfaat yang dapat diperoleh dan sekaligus meningkatkan eksistensi Indonesia di dalam konstelasi
Di dalam negeri, Kementerian Keuangan terus mengembangkan hubungan yang sinergis dengan para pemangku kepentingan yang mencakup Lembaga Negara, Komisi-Komisi Negara, Kementerian Negara, Lembaga Pemerintah Non Kementerian, Pemerintah Daerah, asosiasi non Pemerintah, media massa, media asing, dan komunitas internasional. DPR adalah pemangku kepentingan yang paling intensif melakukan hubungan kerja dengan Kementerian Keuangan, karena terkait dengan pengesahan RAPBN. Beragam kepentingan dari para pemangku kepentingan senantiasa diakomodasi oleh Kementerian Keuangan sebagai bentuk pelayanan publik, khususnya yang berkaitan dengan aspek keuangan dan kekayaan negara.
312
Laporan Tahunan Kementerian Keuangan 2010
www.depkeu.go.id
Daftar Gambar Gambar
313
Daftar Gambar Keterangan
Halaman
Gambar
Keterangan
Halaman
2.1.
Forum Koordinasi Reformasi Birokrasi Kementerian Keuangan
25
9.1.
Inventarisasi dan Penilaian BMN Tahun 2010 (Dalam Rp Triliun)
192
2.2.
Pilar Reformasi Birokrasi
27
9.2.
Outstanding BKPN Berdasarkan Berkas
203
2.3.
Kuadran Pemetaan Pegawai
30
9.3.
Outstanding Nilai BKPN
203
3.1.
Sumber Pertumbuhan Ekonomi Tahun 2007-2010
41
9.4.
Road Map Percepatan Penyelesaian Pengurusan Piutang Negara Tahun 2010-2014
204
3.2.
Perkembangan Nilai Tukar Rupiah Tahun 2009–2011
42
10.1.
IHSG di BEI Tahun 2001-2010
211
3.3.
Perkembangan Inflasi Tahun 2007-2010
44
10.2.
Kinerja Indeks Bursa Asia Pasifik
212
3.4.
Perkembangan Inflasi Tahunan (yoy) Berdasarkan Komponen Tahun 2007-2011
44
10.3.
Kapitalisasi Pasar Saham di BEI Tahun 2001-2010
213
3.5.
Perkembangan SBI 3 Bulan, BI Rate, dan Inflasi Tahun 2007-2011
45
10.4.
Perkembangan Aset Perusahaan Pembiayaan Tahun 2006-2010 (Rp Triliun)
216
3.6.
Perkembangan Produksi Minyak Dunia Tahun 2007-2010
46
10.5.
Penyaluran Kegiatan Pembiayaan oleh Industri Perusahaan Pembiayaan Per Sektor Ekonomi Tahun 2010
217
3.7.
Perkembangan Konsumsi Minyak Dunia Tahun 2007-2010
46
10.6.
Pertumbuhan Kekayaan Industri Asuransi Tahun 2006-2010
220
3.8.
Perkembangan Harga Minyak Indonesia Tahun 2007-2010
47
10.7.
Komposisi Investasi Industri Asuransi Tahun 2010
221
3.9.
Perkembangan Lifting Minyak Indonesia Tahun 2007-2010 (ribu barel per hari)
47
12.1.
Kerangka Kerjasama Internasional Kementerian Keuangan
272
3.10.
Angkatan Kerja dan Pengangguran Terbuka Tahun 2004-2010
49
15.1.
Pengembangan Sistem Penganggaran Tahun 2004-2010
302
3.11.
Komposisi Lapangan Kerja Tahun 2009 dan 2010
50
15.2.
Perkembangan Arus Berkas Tahun 2002-2010
306
3.12.
15.3.
Peninjauan Kembali Berdasarkan Pemohon Tahun 2002-2010
307
Jumlah Penduduk Miskin dan Tingkat Kemiskinan Tahun 2004-2010
50
4.1.
Skema Tarif Khusus Bea Masuk Anti Dumping
63
4.2.
Realisasi Bea Lelang Tahun 2006-2010 (dalam ribuan Rupiah)
78
4.3.
Usul Penyidikan Tahun 2010
84
5.1.
Siklus Penyusunan APBN Tahun 2011
93
5.2.
Tren Penyerapan Anggaran Tahun 2010
106
5.3.
Penyerapan Anggaran Kementerian/Lembaga Berdasarkan Bidang Tahun 2010
106
5.4.
Tren Penyerapan Anggaran 5 Kementerian/Lembaga Dengan Anggaran Terbesar Tahun 2010
107
5.5.
Skema Monitoring Penyerapan APBN
110
5.6.
Pola Penyerapan Anggaran Kementerian Keuangan Tahun 2010
112
7.1.
Usulan Daftar Nominasi Aset SBSN Tahun 2008-2010
139
7.2.
Pembiayaan APBN Tahun 2005-2010
140
7.3.
Perkembangan Yield SUN Selama Tahun 2005-2010
144
7.4.
Perkembangan Pemanfaatan Pinjaman Luar Negeri Tahun 2005-2010
145
7.5.
Perkembangan Pemanfaatan Pinjaman Kegiatan Tahun 2005-2010
145
7.6.
Volume dan Frekuensi Transaksi SBN Tahun 2005-2010
147
7.7.
Bid to Cover Ratio Penerbitan SBN Domestik Tahun 2010
148
7.8.
Target dan Realisasi Penerbitan SBN Tahun 2010
150
7.9.
Hasil Assessment Lembaga atas Rating Kredit Pemerintah Indonesia Tahun 1997-2010
151
7.10.
Kepemilikan SUN oleh Bank dan Non Bank Tahun 2005-2010
153
7.11.
Konsep Pembiayaan Sukuk Project
154
8.1.
Hasil Survei Kepuasan Layanan Tahun 2009 dan 2010
175
8.2.
Jumlah Satker BLU Per 31 Desember 2010
180
8.3.
Budaya Organisasi Ditjen Perbendaharaan
182
8.4.
Perbandingan Aset, Kewajiban, Dan Ekuitas Dana Neto Pada Neraca Tahun 2006-2010
185
8.5.
Perkembangan Suspen Tahun 2005-2010
186
8.6.
Realisasi Penerimaan Negara dan Hibah Tahun Anggaran 2006-2010
186
8.7.
Perbandingan Realisasi Belanja Negara Tahun Anggaran 2006-2010
187
8.8.
Perbandingan Aset, Kewajiban, dan Ekuitas Dana Neto pada Neraca Tahun 2006-2010
188
Daftar Tabel Tabel
Nama Tabel
Halaman
3.1.
Realisasi Asumsi Ekonomi Makro Tahun 2005-2010
40
3.2.
Pertumbuhan PDB Sektoral Tahun 2007-2010 (%, yoy)
42
3.3.
Neraca Pembayaran Indonesia Tahun 2007-2011(USD Miliar)
48
4.1.
Jumlah Wajib Pajak Terdaftar di Indonesia Tahun 2005-2010
56
4.2.
Basis Data Objek PBB di Indonesia Tahun 2006-2010
57
4.3.
Daftar Layanan Unggulan DJP Tahun 2010
58
4.4.
Jumlah Penyelesaian Keberatan, Pembetulan, Pengurangan, Penghapusan dan Pembatalan SKP PPh dan PPN/PPnBM Tahun 2010
60
4.5.
Jumlah Penyelesaian Keberatan, Pembetulan, Pengurangan, Penghapusan dan Pembatalan SKP PPB dan BPHTB Tahun 2010
61
4.6.
Jumlah Distribusi Putusan Banding dan Gugatan Berdasarkan Amar Putusan yang Diterima DJP Tahun 2010
61
4.7.
Jumlah Pengajuan PK dan Kontra Memori PK Ke MA Tahun 2010
61
4.8.
Jumlah Distribusi Putusan PK dari MA yang Diterima DJP Tahun 2010
62
4.9.
Realisasi Penerimaan Pajak Neto Sampai Dengan Desember 2010 (dalam juta Rupiah)
66
4.10.
Kinerja DJP Tahun 2006-2010 (dalam miliar Rupiah)
67
4.11.
Realisasi Penerimaan Bea dan Cukai Per 31 Desember 2010 (dalam miliar Rupiah)
69
4.12.
Penerimaan Bea dan Cukai Tahun 2010 dan Tahun 2009 (dalam miliar Rupiah)
71
4.13.
Penerimaan Negara Bukan Pajak Tahun 2010 (dalam miliar Rupiah)
71
4.14.
Target dan Realisasi PNBP Yang Dikelola Oleh Direktorat PNBP Tahun 2010
73
4.15.
Target dan Realisasi Pembayaran Subsidi Energi Tahun Anggaran 2010 (dalam triliun Rupiah)
73
4.16.
Asumsi Perhitungan Subsidi Jenis BBM Tertentu dan LPG Tabung 3 Kg Tahun Anggaran 2010 (dalam miliar Rupiah)
74
314
Laporan Tahunan Kementerian Keuangan 2010
www.depkeu.go.id
Daftar Tabel Tabel
315
Daftar Tabel Nama Tabel
Halaman
Tabel
Nama Tabel
Halaman
4.17.
Asumsi Perhitungan Subsidi Listrik Tahun Anggaran 2010
75
7.5
Program Debt Swap Yang Dilakukan Pemerintah
146
4.18.
PNBP dari BPH Migas TA 2010 (dalam Rupiah)
77
7.6.
Perkembangan Operasionalisasi Lelang Debt Switching Tahun 2005-2010
149
4.19.
Realisasi Pencapaian Biaya Administrasi Tahun 2006-2010 (dalam miliar Rupiah)
78
7.7.
Jumlah BUMN Yang Mengikuti Program Restrukturisasi Per 31 Desember 2010
157
4.20.
Jumlah Pendapatan Satker BLU (dalam juta Rupiah)
79
7.8.
Posisi Piutang Pemerintah Pada BUMN per 31 Desember 2010 (dalam miliar Rupiah)
157
4.21
Jumlah Pemeriksa Pajak Tahun 2007-2010
83
7.9.
Sensitivitas Defisit APBN-P 2010 terhadap Perubahan Asumsi Ekonomi Makro
160
4.22.
Kinerja Pemeriksaan Lainnya Tahun 2010 (dalam Rupiah)
83
7.10.
Alokasi Anggaran Risiko Fiskal Tahun 2010 dan Realisasinya (dalam miliar Rupiah)
164
4.23.
Kinerja Penyidikan Perpajakan Tahun 2010
84
8.1.
Jumlah IKU Direktorat Jenderal Perbendaharaan Tahun 2010
172
4.24.
Rincian Pencairan Piutang Per Jenis Pajak Tahun 2010 (dalam miliar Rupiah)
85
8.2.
Jumlah Peserta Assessment Ditjen Perbendaharaan Tahun 2010
173
4.25.
Perkembangan Piutang Pajak Selama Tahun 2010 (dalam miliar Rupiah)
86
8.3.
Satker Yang Mengalami Permasalahan Dalam Penyerapan DIPA Tahun Anggaran 2010
176
4.26.
Penindakan Narkotika Psikotropika Prekursor Berdasarkan Jenis Barang Tahun 2010
87
8.4.
Jumlah Perolehan Opini BPK Atas LKKL dan LKBUN Tahun 2006-2010
185
4.27.
Tagihan Audit dan Realisasi Pelunasan Tahun 2009-2010 (dalam Rupiah)
87
8.5.
Ringkasan Neraca per 31 Desember 2009 dan 31 Desember 2010 (dalam Rp)
187
5.1.
Asumsi Ekonomi Makro Tahun 2011
94
9.1.
Realisasi Inventarisasi dan Penilaian Tahun 2009 dan 2010
192
5.2.
Pendapatan Negara dan Hibah Tahun 2011 (dalam miliar Rupiah)
95
9.2.
Penyelesaian Permohonan Pengelolaan BMN Tahun 2010
193
5.3.
Belanja Pemerintah Pusat Menurut Jenis Tahun 2011 (dalam miliar Rupiah)
96
9.3.
Nilai BMN Intrakomptabel Unit Eselon I Kementerian Keuangan Tahun 2009-2010
194
5.4.
Transfer Ke Daerah Tahun 2011 (dalam miliar Rupiah)
97
9.4.
Nilai BMN Ekstrakomptabel Unit Eselon I Kementerian Keuangan Tahun 2009-2010
194
5.5.
Realisasi APBN-P 2010 Semester I (dalam miliar Rupiah)
98
9.5.
Nilai BMN Gabungan Unit Eselon I Kementerian Keuangan Tahun 2009-2010
195
5.6.
Asumsi Dasar Ekonomi Makro Tahun 2010
99
9.6.
Nilai BMN di Neraca Kementerian Keuangan Tahun 2009-2010
195
5.7.
Pendapatan Negara dan Hibah Tahun 2010 (dalam miliar Rupiah)
99
9.7.
Nilai Persediaan Unit Eselon I Kementerian Keuangan Tahun 2009-2010
196
5.8.
Belanja Negara Tahun 2010 (dalam miliar Rupiah)
100
9.8.
Nilai Konstruksi Dalam Pengerjaan Unit Eselon I Kementerian Keuangan Tahun 2009-2010
196
5.9.
Daftar Pagu dan Realisasi Belanja Barang (dalam Rupiah)
105
9.9.
Nilai Aset Tak Berwujud Unit Eselon I Kementerian Keuangan Tahun 2009-2010
197
5.10.
Permasalahan Utama Penyerapan Anggaran K/L tahun 2010
111
9.10.
Nilai Aset Tetap Yang Dihentikan Dari Operasional Pemerintah
197
5.11.
Pola Penyerapan Anggaran Kementerian Keuangan Tahun 2010
112
9.11.
Persetujuan Pengelolaan BMN Yang Berasal Dari KKKS Tahun 2010
200
6.1.
Penyaluran DBH-SDA Tahun 2010
115
9.12.
Inventarisasi dan Penilaian BMN terhadap 14 KKKS Tahun 2010
200
6.2.
Penyaluran DBH Pajak Tahun 2010
116
9.13.
Persetujuan Peruntukan Barang Rampasan Tahun 2010
201
6.3.
Perkembangan Pembobotan Komponen Formula DAU Tahun 2006-2010
116
9.14.
Persetujuan Peruntukan BMN Eks Tegahan DJBC Tahun 2010
201
6.4.
Penyaluran DAU Tahun 2010
117
9.15.
Realisasi Pengelolaan Aset Kredit dan Properti Tahun 2010
202
6.5.
Penyaluran DAK Tahun 2010
118
9.16.
Realisasi Pokok Lelang dan Bea Lelang Tahun 2006-2010
205
6.6.
Perubahan Standarisasi Nama Rekening Kas Daerah Tahun 2010-2011
120
10.1.
Indeks Saham Bursa Utama di Asia Pasifik Tahun 2009 dan 2010
212
6.7.
Mekanisme Penyaluran Anggaran Transfer ke Daerah
121
10.2.
Perkembangan Produk Investasi Tahun 2009-2010
215
6.8.
Perkembangan Jumlah Daerah dan Besaran Transfer Tahun 2005-2010
122
10.3.
Posisi Aset Perusahan Pembiayan Infrastruktur Tahun 2009-2010
219
6.9.
Perkembangan Alokasi DBH per Komponen Tahun 2006-2010 (dalam triliun Rupiah)
122
10.4.
Pertumbuhan Industri Dana Pensiun Tahun 2006-2010
222
6.10.
Perkembangan Alokasi DAU Tahun 2006-2010
123
10.5.
Penetapan Sanksi di Bidang Pasar Modal Tahun 2010
225
6.11.
Perkembangan Jumlah Bidang DAK Tahun 2006-2010
124
10.6.
6.12.
Perkembangan Penggunaan Nomenklatur Dana Penyesuaian Tahun 2005-2010
125
Jumlah Perusahaan Pembiayan Yang Terkena Sanksi Karena Keterlambatan Penyampaian Laporan Keuangan Audit Tahun 2009
225
6.13.
Perkembangan Alokasi Dana Penyesuaian Tahun 2005-2010 (dalam miliar Rupiah)
125
6.14.
Penyaluran Dana Otsus dan Penyesuaian Tahun 2010
125
Jumlah Perusahaan Pembiayaan Yang Terkena Sanksi Berdasarkan Hasil Analisis Laporan Periodik Perusahaan Pembiayaan Tahun 2010
226
6.15.
Rekapitulasi Evaluasi Perda PDRD Tahun 2010
128
10.8.
Jumlah Perusahaan Pembiayaan Yang Terkena Sanksi Pada Tahun 2010
226
6.16.
Rekapitulasi Evaluasi Raperda PDRD Tahun 2010
128
10.9.
Jumlah Perusahaan Perasuransian Yang Terkena Sanksi Pada Tahun 2010
227
Capaian Kontrak Kinerja Depkeu-One Bapepam-LK
230
10.7.
6.17.
Realisasi Hibah Tahun Anggaran 2010
133
10.10.
6.18.
Peserta LKD, KKD, dan KKDK Tahun 2010
135
11.1.
Hasil Opini BPK Atas Laporan Keuangan Tahun 2008 dan 2009
235
Penyelesaian Aset Tahun 2010
138
11.2.
Nilai Hasil Reviu Penerapan SAINS di Inspektorat Tahun 2010
239
Hasil Assessment Pejabat Itjen Tahun 2008 dan 2009
239
7.1. 7.2.
Portofolio Utang Pemerintah Per 31 Desember 2010
141
11.3.
7.3.
Instrumen Utang dan Pemanfaatannya
142
11.4.
Hasil Penilaian Inisiatif Anti Korupsi Tahun 2010
245
7.4.
Perkembangan Indikator Risiko Utang Tahun 2005-2010
143
11.5.
Penjatuhan Hukuman Disiplin dan Pembinaan Tahun 2010
245
316
Laporan Tahunan Kementerian Keuangan 2010
Tabel
Nama Tabel
Halaman
12.1.
Daftar P3B Indonesia yang Berlaku Efektif
262
12.2.
Pelaksanaan Professional Human Resources Development Project
268
12.3.
Realisasi peserta penerima Program Beasiswa S2/S3 untuk PHRDP Fase III
269
12.4.
Target Penerima Scholarship Program for Strengthening the Reforming Institutions
270
12.5.
Peserta Program Capacity Building dengan Hibah Tahun 2010
271
12.6.
Daftar Expert Luar Negeri tahun 2010
271
12.7.
Daftar Misi Asing tahun 2010
272
13.1.
Undang-Undang Yang Disetujui DPR Tahun 2010
278
13.2.
Rancangan Undang-Undang Yang Belum Selesai Dibahas Tahun 2010
279
13.3.
Kegiatan dalam Program Komunikasi Publik Reformasi Birokrasi Tahun 2010
280
13.4.
Kegiatan Bakohumas Pemerintah Tahun 2010
281
13.5.
Daftar Rancangan Undang-Undang di Bidang Keuangan Negara Tahun 2011
283
14.1.
Pengembangan Kapasitas SDM yang Diselenggarakan oleh BPPK Tahun 2010
291
14.2.
Pengembangan Kapasitas SDM yang Diselenggarakan oleh Unit Eselon I Kementerian Keuangan Tahun 2010
291
15.1.
Program Kementerian Keuangan Tahun 2010
294
15.2.
Alokasi dan Realisasi Anggaran Kementerian Keuangan Tahun 2010 Berdasarkan Sumber Dana (Ribuan Rupiah)
298
Alokasi dan Realisasi Anggaran Kementerian Keuangan Tahun 2010 Berdasarkan Jenis Belanja (Ribuan Rupiah)
300
15.4.
Tabel Nilai Pagu, Hasil dan Penghematan Lelang 2008-2010
305
15.5.
Rincian Pengadaan untuk Modal dan Barang Tahun 2010 pada LPSE Kementerian Keuangan
305
15.6.
Penyelesaian Sengketa Pajak Tahun 2010
306
15.7
Penyelesaian Permohonan Peninjauan Kembali Sampai Dengan Tahun 2010
307
15.3.