85
BAB VII RINGKASAN, SIMPULAN, KETERBATASAN, DAN REKOMENDASI
Bab VII menggambarkan ringkasan dan simpulan hasil analisis dan pembahasan kasus dari bab sebelumnya, serta keterbatasan penelitian dan rekomendasi yang diajukan peneliti berdasarkan pada hasil penelitian. 6.1 Ringkasan Proses manajemen risiko yang diterapkan dalam kegiatan pengadaan barang/jasa di DPPKAD kabupaten Klaten
mengadopsi The Australian and
Newzealand Standard on Risk Management, AS/NZS 4360 :2004, sebagaimana tertuang dalam Peraturan Kepala BPKP Nomor: PER-1326/K/LB/2009 tentang Pedoman Teknis Penyelenggaraan SPIP Sub Unsur Identifikasi Risiko dan Analisis Risiko. Proses manajemen risiko ini terdiri dari proses identifikasi risiko, analisis risiko, evaluasi risiko dan penanganan risiko dengan hasil sebagai berikut: 1. Identifikasi Risiko pada proses kegiatan pengadaan barang/jasa di DPPKAD Kabupaten Klaten menghasilkan 30 risiko yang terdiri dari 5 risiko dalam kategori legislative & kerangka peraturan, 8 risiko dalam kategori kerangka kerja kelembagaan & kapasitas manajemen, 9 risiko dalam kategori operasional pengadaan & pasar dan 8 risiko dalam kategori Integritas & transparansi (anti korupsi) yang tertuang dalam daftar risiko (risk register). 2. Hasil analisis risiko menunjukkan:
86
1) Pengukuran tingkat konsekuensi atau dampak risiko menghasilkan 12 risiko dengan tingkat konsekuensi sedang, 18 risiko dengan tingkat konsekuensi tinggi dan tidak ada risiko dengan tingkat konsekuensi rendah. 2) Pengukuran tingkat kemungkinan (probabilitas) terjadinya risiko menghasilkan 8 risiko dengan frekuensi rendah, 22 risiko dengan frekuensi sedang dan tidak ada risiko yang memiliki frekuensi tinggi. 3) Pengukuran level risiko menghasilkan 12 risiko (40%) termasuk dalam level risiko sedang, 18 risiko (60%) termasuk dalam level risiko tinggi dan tidak ada risiko (0%) termasuk dalam level risiko rendah. 4) Pengukuran level risiko gabungan (komposit) menunjukkan risiko dengan kategori legislatif & kerangka peraturan memiliki level komposit 2,60 (berada diantara sedang dan tinggi). Kategori kerangka kerja kelembagaan & kapasitas manajemen memiliki level risiko komposit 2,38 (berada diantara sedang dan tinggi). Kategori operasional pengadaan & pasar memiliki level komposit 2,78 (diantara sedang dan tinggi). Kategori integritas & transparansi (anti korupsi) memiliki level komposit 2,63 ( diantara sedang dan tinggi). 3. Hasil proses evaluasi risiko menunjukan semua risiko (30 risiko) memerlukan penanganan risiko dengan urutan prioritas penanganan sebagai berikut:
87
1) PPHP tidak melakukan pemeriksaan hasil pekerjaan (tidak melakukan pengecekan jumlah/volume,kualitas, spesifikasi barang/jasa sesuai dengan surat perjanjian/kontrak) 2) Pemborosan keuangan negara 3) Rencana pengadaan yang tidak sesuai dengan kebutuhan riil organisasi 4) Kurangnya kompetensi organisasi pengadaan 5) PPHP tidak memahami isi kontrak 6) Tidak ada evaluasi periodik terhadap proses pelaksanaan pengadaan barang/jasa 7) Kualitas barang/jasa yang diserahkan tidak sesuai dengan ketentuan dalam spesifikasi teknis/kontrak 8) Kualitas barang yang diserahkan lebih rendah dari ketentuan dalam spesifikasi teknis/kontrak 9) Barang yang tidak sesuai dengan spesifikasinya 10) Tidak ada serah terima barang kepada user (pengguna barang) 11) Tidak ada mekanisme pengeluaran barang dari gudang 12) Terdapat perbedaan nilai harga barang dalam dokumen pengadaan 13) Kuantitas barang/jasa yang diserahkan tidak sesuai dengan ketentuan dalam surat perjanjian/kontrak 14) Pemalsuan dokumen penawaran 15) Pengadaan fiktif 16) Perjalanan dinas fiktif (rekayasa bukti perjalanan dinas)
88
17) Suap menyuap dalam proses pengadaan barang/jasa 18) Memalsukan dokumen pengadaan 19) PPKom, Pejabat Pengadaan dan PPHP tidak melaporkan ke PA ketika terjadi hambatan dalam proses pengadaan barang/jasa 20) Kemanfaatan barang yang tidak optimal karena tidak sesuai dengan kebutuhan 21) Pimpinan tidak mengkomunikasikan visi, misi, tujuan, sasaran dan strategi organisasi secara keseluruhan kepada seluruh staf DPPKAD Kabupaten Klaten 22) Besarnya jumlah pengadaan barang/jasa di akhir tahun 23) Kurangnya jumlah Sumber Daya Manusia (SDM) dalam pengadaan barang/jasa 24) Tidak ada evaluasi periodic atas kebijakan, kepatuhan, dan sistem yang berjalan dari proses perencanaan sampai dengan pemanfaatan pengadaan barang/jasa 25) Penentuan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) terlalu tinggi (mahal) 26) Tidak melaporkan persediaan akhir (sisa persediaan) kepada penyimpan barang 27) Belum optimalnya sistem pengendalian intern terhadap proses pengadaan barang/jasa 28) Kurangnya supervisi dan monitoring pada proses pengadaan barang/jasa 29) Evaluasi pekerjaan yang tidak dilakukan secara optimal
89
30) Penyerapan anggaran tidak optimal karena ada beberapa kegiatan pengadaan barang/jasa yang tidak dilaksanakan 4. Dari tujuh opsi penanganan risiko yang tersedia hanya tiga opsi yang bisa dipilih untuk dilakukan penanganan risiko terhadap pengadaan barang/jasa di DPPKAD Kabupaten Klaten yaitu menurunkan dampak risiko, mengurangi kemungkinan terjadinya risiko dan menerapkan strategi kombinasi dengan menurunkan dampak risiko sekaligus mengurangi kemungkinan terjadinya risiko. 6.2 Kesimpulan Hal-hal yang bisa disimpulkan dari penelitian ini adalah: 1. Penelitian ini berhasil mengidentifikasi 30 risiko pada proses pengadaan barang/jasa di DPPKAD Kabupaten Klaten yang tertuang dalam daftar risiko (register risk). 2. Manajemen
risiko
sebagaimana
tertuang
pada
Pedoman
Teknis
Penyelenggaraan SPIP sesuai dengan Peraturan Kepala BPKP Nomor : PER-1326/K/LB/2009 yang mengadopsi dari Australian Standard/New Zealand Standar (AS/NZS) 4360:2004 dapat diterapkan (feasible) untuk dilaksanakan pada proses kegiatan pengadaan barang/jasa di DPPKAD Kabupaten Klaten. 6.3 Keterbatasan Keterbatasan penelitian ini sebagai berikut: 1. Penelitian ini belum memasukan unsur analisis biaya manfaat (cost benefit analysis) dalam manajemen risiko pengadaan barang/jasa di DPPKAD
90
Kabupaten Klaten. Hal ini disebabkan karena sulitnya mengukur biaya yang dikeluarkan dan manfaat yang diperoleh secara finansial dalam proses manajemen risiko tersebut. Selain itu berkaitan dengan sulitnya mengukur konsekuensi atau dampak risiko dalam parameter keuangan di DPPKAD Kabupaten Klaten. 2. Penelitian ini juga belum menganalisis tren risiko yang merupakan kecenderungan pergerakan tiap-tiap risiko dari satu periode ke periode berikutnya. Hal ini disebabkan karena penilaian risiko dalam proses kegiatan pengadaan barang/jasa hanya dilakukan untuk satu tahun anggaran, sehingga tidak dapat diukur tren risikonya. Oleh karenanya DPPKAD Kabupaten Klaten diharapkan melaksanakan penilaian risiko secara rutin setiap tahunnya sehingga dapat diketahui tren risiko setelah dilakukan penanganan risiko. 3. Penelitian ini hanya terbatas pada penilaian risiko pada level kegiatan pengadaan barang/jasa di DPPKAD Kabupaten Klaten dan belum melakukan penilaian risiko pada level organisasi (DPPKAD Kabupaten Klaten sebagai SKPD). 4. Pendekatan manajemen risiko bukanlah satu-satunya pendekatan yang digunakan untuk mengevaluasi sistem pengadaan barang/jasa di instansi pemerintah, mengingat pendekatan manajemen risiko belum banyak dilakukan di instansi pemerintah terutama di tingkat SKPD pada pemerintah Daerah. Oleh karena itu sangat dimungkinkan adanya
91
pendekatan lain yang dapat digunakan untuk melakukan evaluasi sistem pengadaan barang/jasa di instansi pemerintah. 6.4 Rekomendasi Berdasarkan simpulan dan keterbatasan penelitian di atas, peneliti memberikan rekomendasi sebagai berikut: 1. Merumuskan kebijakan dan prosedur pengendalian intern yang memadai sebagai dasar dalam pelaksanaan sistem pengendalian intern di lingkungan DPPKAD Kabupaten Klaten. Mengimplementasikan dan melaksanakan sistem pengendalian intern dalam proses pengadaan barang/jasa dan pelaksanaan tugas pokok dan fungsi secara keseluruhan untuk mendeteksi dan mengurangi konsekuensi dan kemungkinan terjadinya risiko serta mendeteksi kejadian yang tidak diinginkan. 2. Memperbaiki rencana umum pengadaan terutama dalam hal penetapan kebutuhan riil barang/jasa di DPPKAD Kabupaten Klaten dengan melakukan identifikasi kebutuhan barang/jasa terhadap rencana kerja serta identifikasi ketersediaan barang melalui database barang yang ada. Hal ini dilakukan untuk menghindari pemborosan keuangan daerah, kemanfaatan barang yang sesuai dengan kebutuhannya, serta tindakan preventif untuk mencegah terjadinya fraud. 3. DPPKAD Kabupaten Klaten diharapkan segera membuat dan merumuskan prosedur atau mekanisme manajemen risiko di tingkat kegiatan maupun di tingkat SKPD.
92
4. Merumuskan mekanisme/prosedur keluar masuk barang dari gudang, sehingga permintaan barang dan penyimpanan barang berada dalam satu pintu. Hal ini akan memudahkan dalam melakukan pengawasan dan mencegah fraud serta mekanisme dan prosedur
permintaaan barang
dilaksanakan dengan baik yaitu adanya permintaan barang dari pengguna barang kepada penyimpan barang, dan penyimpan barang tidak akan mengeluarkan barang tanpa ada permintaan barang dari pengguna barang yang disertai dengan bukti permintaan barang dari pengguna.