144
BAB VII RINGKASAN, SIMPULAN, KETERBATASAN, DAN REKOMENDASI 7.1. Ringkasan
Deskripsi tentang potensi risiko pada sistem pengadaan barang/jasa di PLN tersebut terkategorikan dari kategori I (very high) sampai dengan kategori IV (low).
Berdasarkan hasil pengujian dan analisis baik ditemukan adanya penyimpangan baik yang besar maupn kecil ataupun tidak ditemukan adanya kecurangan. Apabila auditor menganggap bahwa ada indikasi kecurangan terhadap barang tersebut digunakan dengan melihat kndisi barang apakah sudah sesuai dengan spesifikasi yang tercantum dalam kontrak dan digunakan sesuai dengan kebutuhan. Apabila ada temuan maka dokumen dan informasi yang dapat menjadi bukti audit itu diperbanyak oleh auditor sebagai bahan penyusunan laporan audit dan didokumentasikan pada kertas kerja masing-masing auditor. Pada tahap akhir field review ini dilakukan exit meeting yang dihadiri oleh auditor dan auditee untuk dilakukan pembahasan lebih lanjut tentang temuantemuan yang diperoleh pada saat pelaksanaan audit. Selama pelaksanaan audit ini setiap anggota selalu disupervisi oleh ketua tim sehingga audit aktivitas pengadaan barang ini dapat memberikan nilai tambah baik bagi auditor dan juga dapat mengurangi kesalahan-kesalahan yang sering dilakukan oleh auditee.
145
Adapun potensi-potensi risiko per kategori akan dijelaskan sebagai berikut: 1.
Potensi risiko pada perencanaan audit antara lain mengenai adanya ketidakjelasan pasal di peraturan pengadaan barang/jasa pemerintah yang menjadi potensi kendala saat pelaksanaannya, pengadaan mendekati akhir tahun yang bermasalah, ada ketidaksinambungan antara peraturan pengadaan, masalah terkait keuangan pengadaan, kurang operasionalnya pendefinisian dan aturan di perpres 54 tahun 2010.
2.
Potensi risiko pada field review audit antara lain mengenai PA/KPA, Panitia pejabat pengadaan, Panitia penerima hasil yaitu mencakup panitia pengadaan yang kurang kompeten dan jadwal pelaksanaan pengadaan yang disusun tidak realistis, penunjukkan PPK/PP, penilaian kemampuan penyedia barang/jasa tidak sesuai kriteria dan kurang obyektif.
3.
Potensi risiko pada pelaporan audit antara lain mengenai Perencanaan pengadaan/rencana syarat kerja, Penyusunan dan pengesahan HPS, Penyerahan barang/jasa, Penyerahan jasa konstruksi, Penyerahan jasa konsultan, Pembayaran dan pelaporan, Pemanfaatan pengadaan yaitu mencakup perencanaan biaya/HPS kegiatan/proyek tidak sesuai dengan kebutuhan dan mark up, penyusunan dan pengesahan HPS harga dasar yang tidak standar dalam menyusun HPS,
kualitas barang yang
diserahkan tidak sesuai dengan ketentuan dalam spesifikasi teknis/kontrak, pelaporan yang tidak sesuai keadaan, kualitas barang/jasa yang diterima tidak sesuai kebutuhan dan barang/jasa yang belum/tidak dapat dimanfaatkan.
146
4.
Potensi risiko pada follow-up audit mengenai kurangnya tanggung jawab dari pelaksana pengadaan, atasan pelaksana dan pimpinan, kurangnya supervisi dan monitoring dari atasan pelaksana pengadaan barang/jasa, tidak ada evaluasi periodik terhadap proses pelaksana pengadaan barang/jasa, tidak adanya evaluasi periodik atas kebijakan, kepatuhan dan sistem yang berjalan dari proses perencanaan sampai dengan pemanfaatan
pengadaan
barang/jasa,
tidak
berjalannya
fungsi
pengawasan pada pengadaan barang/jasa secara optimal, kebijakan penempatan orang yang tidak tepat sebagai pelaksana, pengambil keputusan pada pengadaan barang/jasa, kurangnya transparansi proses pengadaan yang berakibat terbatasnya akses publik terhadap informasi pengadaan barang/jasa, tidak adanya job deskripsi dan pemisahan tugas dan wewenang yang jelas yang ditetapkan oleh pimpinan, dan rendahnya kelulusan sertifikasi pengadaan karena faktor kesengajaan agar terhindar sebagai panitia pengadaan. Sehingga, perlakuan risiko yang dapat diambil dari hasil penilaian risiko pada sistem pengadaan barang/jasa di PLN ini dapat mengambil opsi sebagai berikut: 1.
Mengurangi likelihood atau kemungkinan keterjadian (Reduce the likelihood of the occurance).
2.
Mengurangi konsekuensi (Reduce the likelihood of the occurence)
7.2. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada Internal Audit Daerah III PT. PLN (Persero), maka dapat diperoleh simpulan sebagai berikut:
147
1. Peran dan tangung jawab dari Internal Audit semakin berkembang seiring dengan perubahan PLN. Peran yang semula haya sebagai watchingdog dan memfokuskan pada pusat biaya ditingkatkan menjadi konsultan internal, watchdog, dan katalisator. Peran ini bermanfaat bagi PT. PLN (Persero) dalam menghadapi persaingan pasar bebas sehingga mereka tidak akan kalah dengan perusahaan lain. Internal audit juga semakin dibutuhkan dalam menunjang pencapaian sasaran dan tujuan PT. PLN (Persero) sekaligus membantu manajemen dalam upaya mencapai Good Corporate Governance,
meningkatkan
pengendalian
manajemen,
mencegah
terjadinya penyimpangan. Mencegah terjadinya inefisiensi, efektifitas tindak lanjut perbaikan, dan meningkatkan kinerja PLN. 2. Internal Audit melaksanakan tugas dengan berpedoman pada Standar Profesi Audit Internal dan Pedoman Kebijakan Pengawasan. Hal ini berdasarkan analisis atas pertanyaan kuisioner kepada auditee dan auditor tentang: a. Independensi, di mana posisi Internal Audit berada di sebelah kanan Direktur Utama sehingga tidak berpengaruh oleh fungsi lainnya. Di samping itu, Auditor tidak terlibat dalam aktivitas operasi pengadaa barang tetapi hanya melakukan pengawasan dan pengevaluasian atas aktivitas pengadaan barang. b. Kecakapan profesional, yaitu sumber daya manusia yang ada pada fungsi Internal Audit mempunyai latar belakang pendidikan yang
148
berbeda-beda,
juga
berasal
dari
bagian
lain
serta
berusaha
meningkatkan sikap profesionalnya. c. Perencanaan, pada tahap ini Internal Audit sudah menyusun Usulan Rencana Pemeriksaan yang mencakup dasar, tujuan, sasaran, ruang lingkup, program, waktu, biaya, dan susunan pemeriksa. Di samping itu, penentuan auditee juga berdasarkan faktor resiko, baik resiko kegagalan maupun resiko keuangan. d. Field Review, yang dilaksanakan melalui tiga tahapan yaitu entry meeting, pelaksanaan tugas, dan exit meeting. e. Pelaporan, yaitu sebelum laporan audit disusun, dilakukan komunikasi dengan auditee terkait dengan temuan yang didapat. Penyusunan laporan dilakukan secara berjenjang dimulai dari anggota tim kemudian disempurnakan oleh ketua tim dan diverifikasi oleh pengawas tim. Isi laporan mencakup kondisi, kriteria, sebab, akibat, kesimpulan, rekomendasi, dan tindak lanjut. f. Follow-Up, yaitu Internal Audit melakukan pemantauan atas rekomendasi yang diberikan berdasarkan prosedur tindak lanjut yang dibuat oleh Manajer IAD. Rekomendasi tersebut memberikan feedback bagi auditee yang dapat meminimalkan kesalahan yang sama di masa yag akan datang. 3. Hasil audit juga sudah memberikan rekomendasi berupa informasi strategis bagi manajemen, yaitu mengenai efektifitas pengendalian intern,
149
internal control risk, peluang penghematan biaya, potential lost of money, dan data trend penyimpangan. 7.3. Keterbatasan
Hasil penelitian ini tidak terlepas dari berbagai keterbatasan. Keterbatasan peneliti yang hanya bisa melihat proses audit dan akan lebih baik lagi apabila diperbolehkan untuk mengikuti proses pengauditan tersebut. Penelitian ini menggunakan desain studi kasus tunggal dan model kuisioner yang terbatas maka untuk penelitian sehingga kesimpulan ini tidak dapat digunakan untuk menggeneralisasi hasil penelitian. 7.4. Rekomendasi
Berdasarkan simpulan di atas dan uraian pada bab-bab sebelumnya, beberapa saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut: 1. Sumber daya manusia yang menduduki posisi sebagai auditor lebih dibekali dengan pendidikan, kursus, dan pelatihan yang mengarah pada sasaran peningkatan profesionalisme auditor melalui jalur sertifikasi baik lokal maupun internasional. Disamping itu juga dibekali dengan pendidikan mengenai aktivitas-aktivitas yang ada di PT. PLN (Persero) sehingga dalam penugasannya auditor telah memahami lingkungan pekerjaan dalam PT. PLN sehingga pelaksanaan tugas pemeriksaan menjadi lebih efektif dan efisien. 2. Sebaiknya Internal Audit mulai mengembangkan Sistem Informasi Pengawasan berbasis teknologi agar dapat mengimbangi kinerja dari PT.
150
PLN (Persero). Dengan mengambil beberapa langkah yang dapat ditempuh untuk mengurangi likelihood atau kemungkinan keterjadian risiko dengan menjalankan beberapa hal yaitu: a.
Melakukan audit melakukan audit di sini terutama jenis audit probity audit atau audit yang dilakukan selama proses berlangsung. Jadi dari tahap awal penganggaran, perencanaan sampai dengan pemanfaatan hasil pengadaan barang/jasa perlu adanya monitoring dan pengawasan yang berkelanjutan melalui probity audit.
b.
Penelaahan formal terhadap spesifikasi dan rancangan operasi Perlu adanya penelaahan atau review dari awal proses sistem pengadaan
barang/jasa
tersebut
dilakukan.
Sehingga
dari
perencanaan, penganggaran sampai dengan pemanfaatannya sudah terancang dengan baik selama satu periode. c.
Pengendalian proses Pengendalian yang memadai dan kuat pada sistem pengadaan barang/jasa di PLN. Hal ini bisa dilakukan dengan adanya kebijakan pelaksanaan, otorisasi yang tepat, dan proses monitoring periodik.
d.
Manajemen dan standar kualitas Komposisi manajemen yang baik, kompeten dan berintegritas perlu diletakkan untuk mengawal sistem pengadaan barang/jasa di PLN. Termasuk di dalamnya adalah standar kualitas baik dari sisi SDM maupun dari sisi output pekerjaan.
151
e.
Penelitian dan pengembangan teknologi Penelitian-penelitian
pada
aspek
evaluasi
sistem
pengadaan
barang/jasa perlu ditingkatkan. Termasuk juga pengembangan teknologi untuk mendukung sistem pengadaan barang/jasa ini berjalan secara optimal seperti optimalisasi penggunaan SPSE (Sistem Pengadaan Secara Elektronik). f.
Supervisi dan pengendalian teknik. Proses supervisi tidak bisa dilepaskan pada sistem pengadaan barang/jasa. Hal ini dikarenakan pelaksana pengadaan rawan untuk melakukan kelalaian baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja. Selain itu pengendalian teknik juga sangat penting sehingga monitoring sistem pengadaan barang/jasa bisa dilaksanakan sampai dengan aspek teknik bukan hanya aspek manajemen strategik.