109
BAB VII RINGKASAN, KESIMPULAN, KETERBATASAN, DAN REKOMENDASI
Bab ini adalah bab terakhir dari seluruh rangkaian tesis, bab ini memaparkan ringkasan penelitian dari bab awal hingga bab analisis, kesimpulan akhir yang diperoleh dari hasil analisis bab VI. Bab ini juga menjelaskan tentang keterbatasan penelitian, keterbatasan ini merupakan hambatan yang dihadapi oleh peneliti sehingga penelitian memiliki pembahasan yang hanya terbatas pada indikator kinerja. Terakhir peneliti membuat rekomendasi yang ditujukan kepada pemerintah daerah Kabupaten Badung terkait hal-hal yang dapat dilakukan untuk menyusun indikator kinerja yang berorientasi pada community outcomes. 7.1
Ringkasan Pelaksanaan sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah (SAKIP) dan
penyusunan laporan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah (LAKIP) merupakan sebuah upaya pemerintah pusat untuk meningkatkan akuntabilitas kinerja pemerintah daerah.
Akuntabilitas
kinerja
pemerintah
daerah
merupakan
bentuk
pertanggungjawaban pemerintah daerah kepada publik atas pelaksanaan program dan kegiatan yang direncanakan dalam dokumen perencanaan pemerintah. Akuntabilitas kinerja ini dibuat agar pemerintah daerah sendiri, publik, dan para stakeholders dapat mengukur kinerja yang telah dijalankan oleh pemerintah daerah setiap tahun.
110
Pelaksanaan sistem akuntabilitas dan pelaporan akuntabilitas muncul sebagai akibat dari adanya reformasi birokrasi yang dilakukan dengan mengadopsi pendekatan New Public Management (NPM). Pendekatan ini digunakan untuk meningkatkan kinerja pemerintah, pemerintah harus berfokus kepada hasil bukan prosedur dan berkomitmen untuk memberikan pelayanan yang terbaik untuk masyarakat. Pelaksanaan SAKIP dan LAKIP pemerintah daerah setiap tahun dinilai dan dievaluasi oleh KEMENPAN RB. Masalah yang masih terjadi terkait implementasi LAKIP adalah belum selarasnya dokumen-dokumen perencanaan, hal ini tentunya akan berpengaruh pada pengukuran kinerja yang dilakukan oleh pemerintah daerah atas capaian kinerja yang dilakukan untuk mewujudkan visi dan misi daerah. Masalah lainnya adalah ketidakmampuan dalam penyusunan indikator kinerja berbasis hasil (outcomes). Berdasarkan permasalahan tersebut, penulis tertarik untuk melakukan evaluasi atas penyusunan indikator kinerja pada Pemerintah Daerah Kabupaten Badung. Hasil evaluasi LAKIP Pemda Badung Tahun 2012 dan 2013 mengalami peningkatan, hal ini dapat dilihat dari nilai yang diperoleh tahun 2012 adalah CC dan meningkat menjadi B di tahun 2013. Namun, hasil evaluasi oleh KEMENPAN RB masih menunjukkan bahwa dokumen perencanaan masih belum menunjukkan keselarasan. Evaluasi ini bertujuan untuk mengetahui apakah indikator kinerja disusun untuk meningkatkan kinerja pemerintah yang berorientasi pada hasil atau untuk memenuhi ketentuan peraturan perundangan.
111
Pertanyaan yang akan dijawab dalam penelitian ini adalah apakah indikator kinerja dalam dokumen oerencanaan hingga laporan kinerja Pemda Badung telah menunjukkan kesesuaian informasi, apakah indikator kinerja Pemda Badung dapat dievaluasi dengan model performance blueprint dan apa yang menjadi landasa Pemda Badung dalam menyusun indikator kinerja. Tujuan penelitian ini adalah untuk menunjukkan hubungan yang logis pada indikator kinerja yang terdapat dalam dokumen perencanaan dan pelaporan, menjelaskan tentang indikator kinerja yang digunakan sebagai ukuran keberhasilan dalam mencapai sasaran kinerja dengan pendekatan OPM&M dan menjelaskan faktor-faktor pendorong dalam penyusunan indikator kinerja Pemda Badung. Evaluasi indikator kinerja dilakukan dengan menggunakan model ongoing performance management and measurement (OPM&M) yang terdiri dari analisis logic models dan four quadrant analysis. Analisis logic models dilakukan untuk mengetahui kesesuaian informasi yang terdapat dalam dokumen perencanaan hingga pelaporan yang terdiri dari dokumen RPJMD, RKPD, TAPKIN, dan LAKIP pemerintah Kabupaten Badung. Four quadrant analysis dilakukan pada indikator kinerja untuk mengetahui apakah indikator kinerja berorientasi pada service delivery outcomes atau community outcomes. Selain melakukan anlisis dengan menggunakan model OPM&M, dilakukan juga wawancara kepada pihak-pihak yang terlibat dalam penyusunan indikator kinerja di lingkungan Pemda Badung. Hasil wawancara
112
kemudian diolah dengan tahapan menyusun transkrip hasil wawancara, melakukan reduksi dara, kategori data, sintesisasi, dan penarikan kesimpulan. 7.2
Kesimpulan Penelitian ini mengevaluasi indikator kinerja pada pemerintah daerah
Kabupaten Badung dengan melakukan analisis pada indikator kinerja dan sasaran kinerja pada dokumen perencanaan dan pelaporan kinerja. Kesimpulan yang dapat diambil dari pembahasan pada Bab VI anatara lain: 1. Sasaran kinerja yang terdapat dalam dokumen perencanaan dan laporan akuntabilitas instansi pemerintah belum menunjukkan kesesuaian informasi. 2. Indikator kinerja pada pemerintah daerah Kabupaten Badung yang tertuang dalam dokumen perencanaan dan dokumen pelaporan kinerja telah menunjukkan kesesuaian informasi. 3. Sasaran kinerja dan indikator kinerja SKPD yang terdapat dalam dokumen perencanaan 5 tahun Pemerintah Daerah (RPJMD) dengan dokumen perencanaan 5 tahun SKPD (Renstra SKPD) telah menunjukkan kesesuaian informasi. 4. Indikator kinerja pada dokumen perencanaan SKPD dengan dokumen pelaporan SKPD telah menunjukkan kesesuaian informasi. 5. Hasil evaluasi indikator kinerja dengan four quadrant analysis menunjukkan bahwa indikator kinerja Pemda Badung sebesar 75% masih berfokus pada
113
service delivery outcomes begitu juga dengan indikator kinerja SKPD sebesar 73% masih berfokus pada service delivery outcomes. 6. Faktor-faktor yang menjadi pertimbangan pemerintah daerah Kabupaten Badung dalam menyusun indikator kinerja disebabkan oleh adanya kewajiban dari peraturan perundangan, sehingga jika dilihat dari teori institusional keadaan ini tergolng dalam koersif isomorfisma. 7.3
Keterbatasan Keterbatasan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Penelitian ini hanya melihat kesesuaian indikator kinerja pada dokumen perencanaan hingga pelaporan tidak sampai pada pengukuran dan evaluasi atas capaian kinerja yang telah dilaksanakan pihak Pemerintah Daerah Kabupaten Badung.
2. Evaluasi atas indikator kinerja hanya dilakukan selamadua tahun yaitu tahun 2012-2013 sehingga tidak dapat dilakukan evaluasi indikator kinerja tahun-tahun sebelumya. 7.4
Rekomendasi Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian pada bagian sebelumnya maka
peneliti menyarankan kepada pemerintah daerah Kabupaten Badung sebaiknya melakukan hal-hal berikut:
114
1. Menyusun outcomes- squence charts atau menggunakan logic models dalam penyusunan outcomes sehingga dapat dilakukan identifikasi atas hasil yang diharapkan dari sebuah program dan kegiatan yang dilaksanakan. Apabila outcomes yang dinginkan telah teridentifikasi maka, secara tidak langsung akan didapat sebuah indikator kinerja berbasis hasil (outcomes) yang merupakan sebuah hasil dari pelaksanaan program atau kegiatan yang dapat diukur. Penyusunan indikator kinerja dengan menggunakan logic models akan membantu pemerintah daerah Kabupaten Badung dalam menyusun indikator kinerja yang berorientasi pada community outcomes. 2. Pemerintah daerah Kabupaten Badung sebaiknya mulai menambah refrensi tentang penyusunan indikator kinerja yang berorientasi outcomes dan melakukan pelatihan secara teratur tentang penyusunan indikator kinerja dengan melibatkan akademisi yang berkompeten dalam penyusunan kinerja. 3. Pemerintah daerah Kabupaten Badung mulai melakukan proses pengumpulan data
yang
lebih
teratur
dengan
menggunakan
sistem
yang
telah
terkomputerisasi, untuk memudahkan proses penyusunan indikator kinerja (wording). Pengumpulan data sebaiknya dilakukan setiap empat bulan untuk memudahkan pimpinan melakukan pengukuran kinerja pada indikator yang telah ditetapkan.