Bab Tujuh
Penutup Kesimpulan, Implikasi, Keterbatasan Penelitian dan Rekomendasi Bab ini menyajikan kesimpulan dan saran dari hasil-hasil temuan teoritis dan empiris serta implikasi teoritis dan manajerial, serta kebijakan publik dari hasil penelitian pada industri kreatif di Jawa Timur, dan dipaparkan juga keterbatasan penelitian. Kesimpulan a. Knowledge management mampu memberikan kontribusi yang berarti terhadap intellectual capital dengan arah hubungan yang selaras. Hal ini mengandung makna bahwa semakin kuat kemampuan knowledge management yang dimiliki akan di ikuti kenaikan intellectual capital industri kreatif. Hal tersebut sebagaimana disampaikan Nonaka dan Takeuchi (1995),: intellectual capital yang berwujud
keterampilan
adalah hasil terbentuknya knowledge management yang kokoh. Pelaksanaan KM dalam industri kreatif, nampak proses KM berjalan di dalam aktivitas industri kreatif sehari-hari dengan model secara konvensional dan sederhana. Proses KM dalam industri kreatif sebagaimana UKM belum dapat berjalan dengan maksimal, walaupun 205
mampu memberikan efek perubahan terhadap intellectual capital. Dalam pengertian bahwa kegotong royongan dalam keseharian karyawan
dalam
bekerja,
curahan-curahan
pengalaman
dan
pengetahuan yang pernah dimiliki secara tidak formal dapat didiskusikan, yang dapat mendorong komunikasi antar individu, hal tersebut sebagai cerminan adanya knowledge transfer. Tiga jenis pengetahuan seperti yang telah dijelaskan di atas yaitu human knowledge, structural knowledge, dan relational knowledge menjadi dasar yang sangat diperlukan dalam proses peningkatan kemampuan dalam berinovasi dan berkreasi (Lu dan Sexton, 2006). b. Intellectual capital mampu memberikan kontribusi yang berarti terhadap kinerja industri kreatif. Hal ini mengandung makna bahwa intellectual capital benar-benar mempunyai kontribusi yang sangat berarti terhadap kinerja industri kreatif. Artinya semakin kuat kemampuan intellectual capital yang dimiliki semakin tinggi pula kinerja industri kreatif. Fenomena ini menggambarkan bahwa intellectual capital pada industri kreatif tersebut yang berupa modal insani, modal struktural, dan modal relasi lebih mudah diterapkan sehingga mampu memberikan efek yang berarti terhadap kinerja industri kreatif. Hal tersebut sebagaimana temuan dari Nick Bontis et al., (2000) menyatakan bahwa intelellectual capital yang terdiri dari 3 elemen yaitu human capital, structural capital, relational capital, dimana seluruh element Intelellectual Capital mempunyai pengaruh positif terhadap kinerja bisnis. c. Moderasi knowledge broker dalam hubungannya dengan knowledge management dan intellectual capital mampu memberikan kontribusi yang berarti. Hal ini mengandung makna bahwa knowledge broker benar-benar mempunyai kontribusi yang sangat berarti dalam memediasi
206
hubungan
antara
knowledge
management
dengan
intellectual capital industri kreatif. Artinya Semakin kuat
peran
knowledge broker yang dimiliki semakin tinggi pula pengaruh knowledge management
dengan
intellectual
capital.
Fenomena
tersebut
mengindikasikan dalam realitanya modal intelektual yang dimiliki industri kreatif dapat ditingkatkan melalui peran pihak lain sebagai broker pengetahuan. Kesimpulan tersebut diperkuat oleh (Oldham dan McLean, 1997) dalam “framework knowledge broker” dalam hal menghubungkan
antara
pengguna
dan
pencipta
pengetahuan;
memfasilitasi menafsirkan pengetahuan untuk pengguna pengetahuan, memfasilitasi dalam menyebarkan pengetahuan bagi pengguna pengetahuan.
Namun
memberikan
nilai
pengetahuan
harus
agar
tambah “SECI”
pengetahuan bagi
yang
lembaga/
(disosialisasikan,
dimiliki
dapat
perusahaan,
maka
dieksternalisasikan,
dikombinasikan, dan diinternalisasi (Nonakadan Takeuchi, 1995). d. Dengan memasukkan lama usaha dan tingkat pendidikan sebagai variabel kontrol, menghasilkan temuan bahwa perubahan knowledge management terhadap kinerja industri kreatif benar-benar bukan disebabkan variabel lain diluar variabel penelitian, namun disebabkan oleh lama usaha yang dini (<5th) dan tingkat pendidikan pengelola (SMA). Artinya semakin lama pengalaman usaha dan semakin tinggi tingkat pendidikan pengelola, akan semakin kuat pengaruh knowledge management terhadap kinerja industri kreatif. Hal tersebut sesuai dengan yang disampaikan Hibbard & Carrillo, (1998): selain tingkat pendidikan, faktor pengalaman usaha juga menjadi kendala dalam mengembangkan sektor usaha kecil yang menimbulkan kesulitan tersendiri ketika harus mengimplementasikan pengetahuan yang baru (Hibbard & Carrillo, 1998). Sejalan yang disampaikan William dan Gibson (1991) dalam Wahab (2009), pendekatan komunikasi merupakan cara yang baik untuk melakukan interaksi dua arah secara berkelanjutan dan simultan untuk mengungkapkan ide gagasan. Mengigat tingkat 207
pendidikan mereka yang relatif rendah, maka model komunikasi akan dilakukan melalui kelompok.
Implikasi Penelitian Temuan penelitian memberikan kontribusi terhadap beberapa hal sebagai berikut: Implikasi Teoritis a. Temuan dalam studi ini memperlihatkan gambaran bahwa knowledge management (KM) belum mampu memberikan kontribusi terhadap peningkatan
kinerja
industri
kreatif.
Fenomena
ini
dapat
mengungkapkan bahwa proses knowledge management tidaklah semudah secara teoritikal. Artinya ada beberapa karakteristik organisasi yang nampaknya dapat mempermudah kelancaran dan
hambatan
proses knowledge management tersebut. Hal tersebut sebagaimana yang disampaikan Nonaka dan Takeuchi (1995), alasan fundamental mengapa perusahaan di Jepang menjadi sukses karena keterampilan dan pengalaman mereka terdapat pengelolaan/ penciptaan pengetahuan (management/ creation of knowledge) pada organisasi.Studi ini menduga bahwa kharakteristik industri kreatif di Jawa Timur sangat berbeda jauh dengan perusahaan di Jepang. Penerapan knowledge management nampaknya tidak dapat dilepaskan dari kemajuan teknologi, hal tersebut sebagaimana yang disampaikan
Cong
dan
Pandya (2003), bahwa komponen KM terdiri dari: People, Process, Technology. b. Basis teori berikutnya adalah resource based views, yang berpandangan bahwa organisasi adalah sekumpulan sumberdaya dan kemampuan yang merupakan asset strategis bagi organisasi. Dimana, asset strategis yang dimiliki perusahaan adalah modal intelektual (intellectual capital). 208
Temuan dalam studi ini menunjukkan bahwa intellectual capital mampu memberikan kontribusi terhadap kinerja industri kreatif. Bontis adalah salah satu pengkaji keterhubungan antara intellectual capital dengan kinerja bisnis. Bontis et al., (2000) menyatakan bahwa intelellectual capital yang terdiri dari 3 elemen yaitu human capital, structural capital, relational capital, dimana seluruh element intelellectual capital mempunyai pengaruh positif terhadap kinerja bisnis. Implikasi teoritis tersebut cukup menarik karena hal tersebut menggambarkan bahwa intellectual capital ternyata benar-benar dapat berdampak terhadap kinerja industri kreatif. Di mana konteks industri kreatif merupakan salah satu gap dalam studi ini. c. Walau sifatnya sebagai mediator, namun peran knowledge broker dapat memperkuat hubungan antara knowledge management dan intellectual capital. Temuan ini dapat memperluas kajian knowledge broker (KB) yang merupakan gap dalam studi ini. Kehadiran KB tersebut menjadi lebih menarik sebagai upaya yang secara kebetulan proses knowledge management belum terlaksana secara maksimal. Sehingga pemoderasian KB sangat tepat keberuntukannya dalam memperkuat hubungan antara knowledge management dan intellectual capital. Pernyataan tersebut sesuai sebagaimana yang disampaikan oleh Ziam et al., (2009) secara dinamis peran knowledge broker semakin dirasakan manfaatnya bagi transfer pengetahuan. Implikasi Manajerial : a. Penataan proses knowledge management Pimpinan/ pengelola industri kreatif perlu mengkaji hal-hal yang terkait dengan KM: mencari pengetahuan, membuat pengetahuan mudah diakses, membuat berbagi pengetahuan, merangsang berbagi 209
pengetahuan, menyimpan pengetahuan, memungkinkan orang lain bekerja sama. Pelaku industri kreatif termasuk karyawan dalam meningkatkan
pengetahuannya
perlu
“mencari
pengetahuan”,
pengetahuan yang terkait dengan bidang industri kreatif. Keengganan untuk mencari pengetahuan inilah yang menyebabkan KM tidak maksimal. Hal tersebut nampak dalam hal membuat pengetahuan mudah diakses, membuat berbagi pengetahuan, merangsang berbagi pengetahuan belum dilaksanakan secara maksimal. Pihak pimpinan/ pengelola
industri
kreatif
perlu
mengkaji
lebih
lanjut
untuk
meminimalkan hal-hal tersebut di atas di antaranya melalui peningkatan “budaya berbagi pengetahuan” melalui: Membangun budaya yang mendukung berbagi pengetahuan; - Membangun kesadaran diantara karyawan
dari
nilai
menciptakan,
berbagi,
dan
menggunakan
pengetahuan; -Mengembangkan dan memelihara jaringan manusia yang saat ini berbagi pengetahuan dan menciptakan baru pengetahuan. Dengan menguatkan budaya berbagi pengetahuan diharapkan akan meningkatkan keinginan mencari pengetahuan, membuat pengetahuan mudah diakses, membuat berbagi pengetahuan, merangsang berbagi pengetahuan. Diharapkan melalui budaya sharing pengetahuan tacit dan explicit, akan diperoleh berbagai macam pengetahuan yang dapat memperkaya wawasan dalam industri kreatif. b. Penguatan modal insani, modal struktural, dan modal relasi Kenyataan
temuan
penelitian
tersebut
mempertebal
keterhubungan antara intellectual capital dengan kinerja industri kreatif. Dengan dimensi intellectual capital yang cukup bagus yang tercermin dari indikator indikatornya maka akan menjadikan Intellectual capital yang cukup kuat. Dengan intellectual capital yang kuat akan berdampak terhadap meningkatnya kinerja industri kreatif. Pengelola industri kreatif harus mampu memelihara keberadaan 210
Intellectual capital yang kuat, tercermin dalam dimensi human capital yang
merupakan
pengetahuan,
ketrampilan,
dan
kemampuan
seseorang yang dapat digunakan untuk menghasilkan layanan professional industri kreatif. Demikian juga pengelola industri kreatif hendaknya dapat menjaga terciptanya modal structural yang cukup kuat dapat digambarkan bahwa usahanya memiliki relasi/ mitra dalam pembiayaan/ pendanaan yang kuat, hal tersebut terlihat dari adanya pihak lain (bank) dalam membantu pendanaan dalam oprasional industri kreatif. Usahanya memiliki infrastruktur informasi teknologi yang lengkap, hal ini dapat dipahami karena industri kreatif tidak dapat dilepaskan dari penggunaan IT yang kokoh. Relational capital yang cukup kuat harus dapat dimiliki oleh pengelola industri kreatif agar usahanya memiliki merek yang menarik bagi konsumen, usahanya memiliki nama perusahaan yang menarik bagi konsumen, serta usahanya memiliki pelanggan yang loyal. c.
Memperkuat budaya berbagi pengetahuan Kondisi demikian perlu menjadikan pertimbangan manajemen/ pemilik/ pengelola industri kreatif dalam mengevaluasi kebiasaan karyawan dan manajemen terkait dengan pengembangan wawasan pengetahuan hingga pengembangan budaya berbagi pengetahuan. Kebiasaan karyawan yang enggan berbagi pengetahuan ke sesama karyawan merupakan salah satu kendala dalam industri kreatif. Keengganan tersebut mungkin dapat disebabkan tidak mudahnya karyawan
menceritakan/
menyampaikan
pengalaman
(tacit
knowledge) ke karyawan lain. Hal tersebut akan menyebabkan rendahnya keinginan karyawan mencari pengetahuan, membuat berbagi pengetahuan, serta menangkap berbagi pengetahuan. Tugas yang tidak kecil harus dilakukan manajemen/ pengelola industri kreatif 211
untuk merekonstruksi pengelolaan pengetahuan (KM) dari model konvensional berubah ke dalam pengelolaan pengetahuan yang sistematis dan terprogram. Terprogram bagaimana dalam memperoleh pengetahuan (mengikutkan karyawan pelatihan secara periodik), terprogram dalam menyebarkan pengetahuan (secara periodik sesama karyawan diajak diskusi, atau sosialisasi dari pimpinan perihal pengetahuan baru), terprogram dalam menyimpan pengetahuan (jika pengetahuan explicit diperlukan dokumentasi yang tertib dan rapi), hingga
terprogram
dalam
menggunakan
pengetahuan
untuk
memajukan kinerja industri kreatif. d. Menempatkan pihak pemoderasi sebagai agent of change Pihak manajemen indutri kreatif perlu mendapat perhatian perihal
keberadaan
keterhubungannya
KB
antara
yang KM
ternyata dan
dapat
intellectual
memperkuat capital.
Pihak
manajemen harus dapat mengidentifikasi peran-peran KB apa yang dibutuhkan untuk meningkatkan kemampuan intellectual capital, baik KB berperan sebagai interface, integrator, distributor, maupun sebagai Intermediaries. Manajemen industri kreatif yang jeli sudah barang tentu akan dapat mengambil kebijakan terkait perlunya KB dalam meningkatkan kinerja industri kreatif. Pertumbuhan industri kreatif sangat
dipengaruhi perubahan selera
konsumen, gaya
hidup
masyarakat, kemajuan teknologi dan komunikasi. Sehingga pihak manajemen industri kreatif dituntut agar bergerak dengan cepat untuk menata jejaring dengan pihak-pihak lain tersebut, sebagai pihak yang bertindak sebagai mediator, fasilitator. Di mana peran mereka baik dalam keterkaitannya pada sub sektor periklanan, sub sektor film, video & potographie, sub sektor musik, maupun sub sektor TV & Radio.
212
Implikasi Kebijakan Publik a. Industri kreatif adalah sebuah Industri yang berasal dari pemanfaatan kreativitas, keterampilan serta bakat individu untuk menciptakan kesejahteraan serta lapangan pekerjaan melalui penciptaan dan pemanfaatan daya kreasi dan daya cipta individu tersebut. Keberadaan industri kreatif ini sangat memerlukan dan keterlibatan pihak Pemerintah terkait dengan perlindungan industri musik. Pemerintah perlu memberi jaminan pemenuhan hak seniman musik dan pelaku industri musik, termasuk perlindungan terhadap pembajakan melalui kebijakan pro industri musik. Dalam hal ini diperlukan sinergitas antara Badan Ekonomi Kreatif dan Persatuan Artis Penyanyi, Pencipta Lagu, dan Pemusik RI (PAPPRI), serta kementerian perindustrian. Perlindungan dimaksud diantaranya dari pembajakan. Hal ini diperlukan sebagai bagian peran pemerintah untuk memfasilitasi perolehan HKI dari keluaran sebuah produk industri kreatif, baik dari sub sektor musik, permainan interaktif, maupun merek produk. b. Sub sektor industri TV & Radio adalah salah satu dari 14 sektor industri kreatif. Hadirnya kebijakan pemerintah terkait dengan migrasi dari model penyiaran analog ke model penyiaran digital membawa dampak peluang dan ancaman. Periode transisi tersebut diharapkan pemerintah dapat mengeliminir ancaman bagi industri TV & Radio yang belum siap maupun ancaman bagi penderita penyandang kebutaan dan gangguan penglihatan yang memiliki hak yang sama mengakses siaran. c. Industri kreatif merupakan serangkaian kumpulan sub sektor yang terdiri 14 sub sektor. Keberadaannya tidak mudah untuk dipisahkan satu per satu, dengan beberapa penekanan tangible based, intangible based, media, seni budaya, desain, dan IPTEK. Sehingga memerlukan peran serta pihak lain tidak hanya cukup dari Pemerintah sebagai pembuat 213
regulasi saja, akan tetapi juga peran dari Akademisi, maupun pihak pebisnis atau sering disebut Triple Helix. Keberpihakan pihak akademisi tidak hanya sebatas penelitian saja akan tetapi peran sertanya untuk memberikan edukasi pengetahuan sebagaimana pengetahuan tentang digital, IT, animasi, desain, gambar serta pengetahuan lainnya. Pihak pebisnis perannya dibutuhkan sebagaimana halnya dalam hal bermitra dengan pelaku industri kreatif dalam hal komersialisasi hasil karya. Keterbatasan Penelitian dan Rekomendasinya Menurut Chad Perry (1998, 2002), menyatakan bahwa keterbatasan penelitian perlu disampaikan dalam setiap hasil studi, karena banyak hal yang tidak dapat ditangkap dalam model penelitian. a. Temuan dalam studi ini yang lebih menarik adalah peranan Knowledge broker
dalam
memoderasi
keterhubungan
antara
knowledge
management dan intellectual capital. Namun kesimpulan dalam studi ini tidak dapat di generalisir untuk seluruh sektor (14 sektor) dalam industri kreatif. Karakteristik setiap sektor tidak dapat dipisahkan dalam mengelola industri kreatif (sub sekor musik membutuhkan sub sektor periklanan). Direkomendasikan penelitian mendatang untuk mempertimbangkan sub sektor yang lebih komprehensif dalam keterkaitan keberadaan knowledge broker. b. Responden dalam sampel ini yang menarik adalah karakteristiknya yang sebagian besar didominasi oleh: SDM wanita, berpendidikan SMA, masa usaha yang masih baru, SDM < 10 karyawan. Karakter demikian menjadikan keterbatasan dalam memahami kuesioner yang disebarkan. Direkomendasikan penelitian mendatang untuk mempertimbangkan mengekplore responden sebagai sampel dengan kriteria yang lebih luas dari semua karakteristik.
214
c.
Secara statistik kemampuan menjelaskan dari variabel-variabel yang mempengaruhi (anteseden) terhadap variabel kinerja industri kreatif dikatakan sempurna apabila memiliki kemampuan menjelaskan 100%, yang dilihat dari nilai R2=1. Berdasarkan hasil pengujian statistik diketahui Nilai R2 secara keseluruhan = 0.7947. Hal ini dapat diinterpretasikan bahwa model Cukup Baik dan mampu menjelaskan fenomena/ masalah Kinerja Industri Kreatif sebesar 79,47
%.
Sedangkan sisanya (20.53%) dijelaskan oleh variabel lain (selain Knowlegde Management, Intelectual Capital, Knowledge Broker , dan variabel Moderasi) yang belum masuk ke dalam model dan error. Artinya
Kinerja
Industri
Kreatif
dipengaruhi
oleh
Knowlegde
Management, Intellectual Capital, Knowledge Broker, dan variabel Moderasi sebesar 79,47% sedang sebesar 20.53% dipengaruhi oleh selain variabel Knowlegde Management, Intellectual Knowledge
Broker, dan variabel Moderasi.
Capital,
Dengan demikian
direkomendasikan penelitian akan datang untuk mempertimbangkan variabel lain yang perlu dimasukkan ke dalam model ini seperti Social capital maupun peran 4 pihak (Quadruple Helix = Intellectual, Government, Business, Civil society). d.
Setting studi ini untuk menguji pengaruh variabel knowledge management, intellectual capital, knowledge broker, kemudian dipilihlah konteks industri kreatif dengan 6 sub sektor yang mendasarkan pada intangible based. Industri kreatif yang karakteristiknya penuh dengan kreatifitas dan inovasi, masing-masing sub sektor baik intangible based maupun yang tangible based mempunyai saling ketergantungan yang kuat. Direkomendasikan penelitian mendatang untuk mengkaji tangible based sebagai penyempurna kajian intangible based dalam kajian studi ini. 215
216