a. perencanaan kontinjensi dan perencana pemulihan b. pengendalian kecurangan, c. meminimalkan eksposur terhadap sumber risiko, d. kebijakan dan pengendalian e. pemisahan atau relokasi suatu aktivitas atau sumberdaya, hubungan masyarakat. Sedangkan risiko-risiko yang berada pada kategori IV (Low), dapat dipilih perlakuan risiko dihindari, dengan catatan risiko-risiko pada kategori IV (Low) tersebut telah dibatasi oleh sebuah peraturan, kebijakan, sistem yang membatasi potensi terjadinya risiko-risiko pada aspek tersebut. Risiko-risiko pada kategori IV (Low) ini tetap harus dimonitor secara periodik untuk menjaga risiko-risiko ini pada kkategori low atau turun sampai dengan kategori V (very low).
BAB VII RINGKASAN, SIMPULAN, KETERBATASAN, DAN REKOMENDASI
7.1 Ringkasan Gambaran mengenai potensi risiko pada sistem pengadaan barang/jasa di UGM. Potensi-potensi risiko tersebut terkategorikan dari kategori IV (Low) sampai dengan kategori I (Very High). Adapun potensi-potensi risiko per kategori akan dirinci sebagai berikut: a. Risiko-risiko yang berada pada kategori I (very high) yaitu terkait dengan:
120
Potensi risiko pada sub aspek penyerahan barang/jasa antara lain mengenai keterlambatan penyerahan barang/jasa. b. Risiko-risiko yang terdapat pada kategori II (high) yaitu terkait dengan : 1. Potensi risiko pada aspek Legislative & Regulatory Framework (Kerangka Hukum dan Legislatif) antara lain mengenai pengadaan mendekati akhir tahun yang bermasalah, adanya ketidaksinkronan antara peraturan pengadaan dengan peraturan keuangan, kendala terkait anggaran pengadaan, adanya ambiguitas pasal di peraturan pengadaan barang/jasa pemerintah yang menjadi potensi kendala saat pelaksanaannya, kurang operasionalnya pendefinisian dan aturanaturan di perpres 54 tahun 2010. 2. Potensi risiko di sub aspek PA/KPA antara lain mengenai penunjukan PPK, PP/ULP, Panitia Pengadaan yang tidak kompeten dan jadwal pelaksanaan pengadaan yang disusun tidak realistis. 3. Potensi risiko pada sub aspek PPK/PPTK antara lain mengenai pemecahan pengadaan menjadi paket-paket untuk menghindari lelang 4. Potensi risiko pada sub aspek ULP/Pejabat Pengadaan/Panitia Pengadaan antara lain mengenai penilaian kemampuan penyedia barang/jasa tidak obyektif. 5. Potensi risiko pada sub aspek Panitia Penerima Hasil antara lain mengenai Panitia
Penerima
B/J
tidak
melakukan
pengecekan
jumlah/volume/kualitas/spesifikasi B/J sesuai dengan surat perjanjian, Panitia penerima B/J telah melakukan pengecekan jumlah/volume/kualitas/spesifikasi
121
B/J
tetapi
gagal
menemukan
adanya
perbedaan
jumlah/volume/kualitas/spesifikasi B/J sesuai dengan surat perjanjian. 6. Potensi risiko pada sub aspek rekanan antara lain mengenai rekanan melakukan subkontrak terhadap pekerjaan utama. 7. Potensi risiko pada sub aspek perencanaan pengadaan antara lain mengenai perencanaan
kegiatan/proyek tidak sesuai dengan kebutuhan, perencanaan
biaya/HPS kegiatan/proyek yang dimark-up, memecah pengadaan barang/jasa menjadi beberapa paket untuk menghindari pelelangan. 8. Potensi
risiko
pada
sub
aspek
penyusunan
dan
pengesahan
HPS
penggelembungan (mark up) dalam HPS, harga dasar yang tidak standar dalam menyusun HPS. 9. Potensi risiko pada sub aspek Penyusunan dan pengesahan dokumen pemilihan penyedia barang/jasa antara lain mengenai kriteria kelulusan evaluasi tidak ada atau tidak jelas, Spesifikasi teknis mengarah pada produk atau kelompok tertentu, adanya penambahan kriteria evaluasi yang tidak perlu, dan dokumen lelang tidak lengkap. 10. Potensi
risiko pada sub
aspek Prakualifikasi/pascakualifikasi
penyedia
barang/jasa evaluasi yang dilakukan panitia tidak sesuai dengan kriteria, negosiasi panitia dan penyedia barang/jasa atau syarat teknis dan administrasi yang disusulkan kemudian dengan cara direkayasa. 11. Potensi risiko pada sub aspek penyerahan barang/jasa antara lain mengenai kualitas barang yang diserahkan tidak sesuai dengan ketentuan dalam spesifikasi
122
teknis/kontrak, kualitas barang yang diserahan lebih rendah dari ketentuan dalam spesifikasi teknis/kontrak, kriteria penerimaan barang bias, Volume barang tidak sama dengan yang tertulis di dokumen lelang, tidak ada serah terima barang kepada user (pengguna barang) dan Barang tidak dicatat dalam SIMAKBMN. 12. Potensi risiko pada sub aspek penyerahan jasa konstruksi antara lain mengenai volume konstruksi tidak sesuai dengan yang diminta spesifikasi/BOQ. 13. Potensi risiko pada sub aspek penyerahan jasa konsultan antara lain mengenai tidak ada serah terima jasa konsultan kepada user (pengguna jasa), data lapangan dipalsukan, rekomendasi palsu. 14. Potensi risiko pada sub aspek pembayaran dan pelaporan antara lain mengenai pelaporan yang tidak sesuai keadaan. 15. Potensi risiko pada sub aspek pemanfaatan antara lain mengenai kualitas barang/jasa yang diterima tidak sesuai kebutuhan dan barang/jasa yang belum/tidak dapat dimanfaatkan. 16. Potensi risiko pada aspek Integrity & Transparancy (Anti Corruption) kurangnya integritas dan tanggung jawab dari pelaksana pengadaan, atasan pelaksana dan pimpinan, kurangnya supervisi dan monitoring dari atasan pelaksana pengadaan barang/jasa, tidak ada evaluasi periodik terhadap proses pelaksana pengadaan barang/jasa, tidak adanya evaluasi periodik atas kebijakan, kepatuhan dan sistem yang berjalan dari proses perencanaan sampai denga pemanfaatan pengadaan barang/jasa, tidak berjalannya fungsi pengawasan pada pengadaan barang/jasa secara optimal, kebijakan penempatan orang yang tidak tepat sebagai pelaksana,
123
pengambil keputusan pada pengadaan barang/jasa, kurangnya transparansi proses pengadaan yang berakibat terbatasnya akses publik terhadap informasi pengadaan barang/jasa, kidak adanya job deskripsi dan pemisahan tugas dan wewenang yang jelas yang ditetapkan oleh pimpinan, dan rendahnya kelulusan sertifikasi pengadaan karena faktor kesengajaan agar terhindar sebagai panitia pengadaan. Risiko-risiko yang terdapat pada kategori III (medium) yaitu terkait dengan: 1. perbedaan pengakuan tahun anggaran sesuai aturan menteri keuangan dengan tahun penyelesaian pekerjaan/pengadaan barang/jasa 2.
adanya perbedaan bukti perjanjian dan adanya hal-hal teknis yang tidak disampaikan pada ketentuan perpres 54 Tahun 2010.
3. Potensi risiko pada sub aspek PA/KPA antara lain mengenai tidak mengumumkan secara terbuka rencana pengadaan barang/jasa pada awal pelaksanaan anggaran. 4. Potensi risiko pada sub aspek PPK/PPTK antara lain mengenai mark up harga HPS, harga barang pada HPS mengarah pada merk tertentu, dan melakukan perikatan perjanjian dengan pihak ketiga sementara anggaran belum ada. 5. Potensi risiko pada sub aspek ULP/Pejabat Pengadaan/Panitia Pengadaan antara lain mengenai Panitia Pengadaan/Pejabat Pengadaan/Unit Layanan Pengadaan tidak memiliki kompetensi maupun sertifikat keahlian pengadaan, tidak independen dan transparan dalam proses pengadaan barang/jasa, kurangnya integritas dari panitia pengadaan/pejabat pengadaan/unit layanan pengadaan,
124
materi pengumuman pengadaan barang/jasa tidak jelas dan lengkap, kurangnya kompetensi teknis sehingga mempengaruhi hasil evaluasi. 6. dengan Potensi risiko pada subaspek Panitia penerima Hasil antara lain mengenai Panitia penerima B/J tidak membuat Berita Acara Serah Terima Barang/Pekerjaan. 7. dengan Potensi risiko pada sub aspek rekanan antara lain mengenai rekanan tidak memiliki kemampuan keuangan,tenaga ahli, peralatan yang memadai, Rekanan mendaftarkan perusahaannya lebih dari satu untuk mengikuti lelang, dan adanya Penyedia barang/jasa yang termasuk dalam daftar hitam diketahui setelah pekerjaan/pengadaan selesai/berjalan. 8. Potensi risiko pada sub aspek perencanaan pengadaan antara lain mengenai penggelembungan anggaran rencana yang disusun dengan tidak realistis, perencanaan kegiatan/proyek sudah diarahkan kepada produk/perusahaan tertentu. 9. Potensi risiko pada sub aspek penyusunan dan pengesahan HPS antara lain mengenai Harga barang/jasa dalam HPS mengarah pada merk/produk tertentu, Gambaran nilai estimasi yang ditutup-tutupi atau sulit diperoleh, Penentuan estimasi harga tidak sesuai aturan dan Penambahan item-item biaya yang tidak diperkenankan. 10. Potensi risiko pada sub aspek Penyusunan dan pengesahan dokumen pemilihan penyedia barang/jasa Persyaratan teknis mengada-ada atau berlebihan,
125
dibandingkan kebutuhan dalam rangka pelaksanaan pekerjaan, dan dokumen lelang tidak standar. 11. Potensi risiko pada sub aspek pengumuman lelang/seleksi/pengadaan antara lain mengenai tidak mengumumkan rencana pengadaan di awal tahun anggaran setelah
dokumen
anggaran
disahkan,
tidak
mengumumkan
pelelangan/seleksi/pengadaan, dan mengubah, menambah dan/atau mengurangi kriteria serta tata cara evaluasi setelah batas akhir pemasukan dokumen penawaran. 12. Potensi
risiko
pada sub
aspek Prakualifikasi/pascakualifikasi
penyedia
barang/jasa dokumen peserta yang tidak memenuhi syarat namun diluluskan panitia dan kriteria dalam melakukan evaluasi dokumen prakualifikasi tidak ada atau tidak jelas 13. Potensi risiko pada sub aspek pendaftaran dan pengambilan dokumen antara lain mengenai dokemen lelang yang diserahkan tidak sama (inkonsisten) dan waktu pendistribusian dokumen terbatas. 14. Potensi risiko pada sub aspek penjelasan/aanwijzing antara lain mengenai perubahan penting atas dokumen pemilihan penyedia tidak dituangkan dalam adendum dokumen pemilihan penyedia dan tanpa pengesahan. 15. Potensi risiko pada sub aspek evaluasi penawaran antara lain mengenai kriteria evaluasi cacat/tidak sesuai dengan ketentuan dalam dokumen pengadaan, panitia menambah, mengurangi, dan mengubah dokumen pengadaan khususnya kriteria evaluasi.
126
16. Potensi risiko pada sub aspek jaminan penawaran antara lain mengenai jaminan penawaran bukan jaminan bank, atau jaminan asuransi yang tidak bersifat unconditional. 17. Potensi risiko pada sub aspek penilaian dan pembuktian kualifikasi antara lain mengenai panitia menambah, mengurangi, mengubah dokumen pengadaan khususnya kriteria kualifikasi, dan panitia meluluskan penawaran yang semestinya tidak lulus kualifikasi dan sebaliknya. 18. Potensi risiko pada sub aspek berita acara evaluasi dan penetapan pemenang antara lain mengenai isi berita acara evaluasi tidak jelas dan lengkap, Penetapan pemenang lelang bukan penawaran yang terendah responsif dan Evaluasi penawaran tidak sesuai dengan RKS yang ditetapkan. 19. Potensi risiko pada sub aspek berita sanggahan antara lain mengenai panitia kurang independen dan akuntabel 20. Potensi risiko pada sub aspek penandatanganan kontrak antara lain mengenai isi Kontrak tidak sesuai dengan spesifikasi dalam HPS, Tidak dilengkapi surat jaminan pelaksanaan dari bank (untuk pengadaan barang/jasa pemborongan/jasa lainnya yang dinilai lebih besar Rp. 50 juta) dan tanggal surat jaminan pelaksanaan lebih belakangan dibandingkan tanggal kontrak. 21. Potensi risiko pada sub aspek pelaksanaan kontrak antara lain mengenai soft drawing dan as build drawing tidak ada persetujuan PPK. 22. Potensi risiko pada sub aspek penyerahan barang/jasa antara lain mengenai jaminan pasca jual palsu.
127
23. Potensi risiko pada sub aspek penyerahan jasa konstruksi antara lain mengenai kriteria penerimaan hasil kerja konstruksi bias, perintah perubahan volume dalam rangka KKN/Contract Change Order, volume konstruksi tidak sesuai dalam rangka KKN, tidak ada serah terima jasa konstruksi kepada user(pengguna jasa). 24. Potensi risiko pada sub aspek pembayaran dan pelaporan antara lain mengenai pembayaran fiktif, kekurangan pemungutan dan penyetoran pajak/PNBP, bukti pembayaran tidak lengkap, pelaporan yang tidak dilaksanakan, pelaporan yang tidak lengkap dan tidak sesuai peraturan dan
tidak dibuat berita acara
pembayaran. 25. Potensi risiko pada sub aspek pemanfaatan antara lain mengenai kuantitas barang/jasa yang diterima tidak sesuai kebutuhan dan penyerahan barang/jasa di lokasi yang tidak tepat. 26. Potensi risiko pada aspek Integrity & Transparancy (Anti Corruption) kurangnya kepedulian dari pimpinan terkait permasalahan pengadaan barang/jasa, tingginya intervensi pimpinan pada proses pengadaan barang/jasa, Adanya pembiaran terhadap permasalahan pengadaan barang/jasa, dan kurangnya transparansi proses pengadaan yang berakibat terbatasnya akses publik terhadap informasi pengadaan barang/jasa. Risiko-risiko yang terdapat pada kategori IV (low) yaitu terkait dengan: 1. Potensi risiko pada sub aspek PPK/PPTK antara lain mengenai pembocoran HPS kepada pihak ketiga.
128
2. Potensi risiko pada sub aspek ULP/Pejabat Pengadaan/Panitia Pengadaan antara lain mengenai perangkapan pejabat pengadaan dengan pejabat keuangan, adanya kolusi antara panitia pengadaan barang/jasa dengan penyedia barang/jasa, tidak adanya tanggapan atas sanggahan, dan penggantian dokumen. 3. Potensi risiko pada sub aspek Panitia Penerima Hasil antara lain mengenai tidak dibentuk Panitia Penerima B/J, Panitia penerima B/J merangkap sebagai pengelola keuangan. 4. Potensi risiko pada sub aspek perencanaan pengadaan antara lain mengenai tidak mengumumkan secara terbuka rencana pengadaan barang/jasa pada awal pelaksanaan anggaran, Biaya untuk mendukung pelaksanaan pengadaan tidak tersedia. 5. Potensi risiko pada sub aspek penyusunan dan pengesahan HPS antara lain mengenai HPS tidak ditandatangani oleh seluruh anggota panitia pengadaan. 6. Potensi risiko pada sub aspek lelang/seleksi/pengadaan antara lain mengenai pengumuman lelang yang semu atau fiktif, materi pengumuman lelang membingungkan, dan jangka waktu pengumuman terlalu singkat. 7. Potensi risiko pada sub aspek pendaftaran dan pengambilan dokumen pemilihan penyedia barang/jasa antara lain mengenai penyebarluasan dokumen yang cacat, dan menyatakan bahwa pendaftaran dan pengambilan dokumen harus dilengkapi atau membawa dokumen asli. 8. Potensi risiko pada sub aspek penjelasan/aanwijzing antara lain mengenai penjelasan Informasi dan deskripsi terbatas, tidak membuat dokumentasi rapat
129
penjelasan, Membuat kesepakatan yang melanggar prosedur dan
Penjelasan
tidak didukung dengan berita acara penjelasan yang rinci. 9. Potensi risiko pada sub aspek penyerahan dan pembukaan penawaran antara lain mengenai batas akhir pemasukan dokumen penawaran diundurkan atau dimajukan tanpa adanya adendum dokumen penyedia, penyimpanan dokumen penawaran tidak dilakukan pada kotak atau tempat yang aman/terkunci, pembukaan dokumen penawaran dilakukan pada hari libur, dan pembukaan dokumen penawaran ditunda tanpa alasan yang jelas. 27. Potensi risiko pada sub aspek evaluasi penawaran antara lain mengenai Peserta lelang terpola (dibandingkan lelang sebelumnya) atau peserta lelang menurunkan secara mencolok dan Pemilihan tempat evaluasi yang tersembunyi. 28. Potensi risiko pada sub aspek jaminan penawaran antara lain mengenai masa berlaku surat jaminan penawaran telah habis. 29. Potensi risiko pada sub aspek penilaian dan pembuktian kualifikasi antara lain mengenai panitia tidak melakukan pembuktian kualifikasi secara nyata dan Panitia meluluskan peserta yang administrasinya tidak absah. 30. Potensi risiko pada sub aspek berita acara evaluasi dan penetapan pemenang antara lain mengenai penetapan pemenang oleh PPK tidak sesuai dengan hasil evaluasi dari panitia pengadaan. 31. Potensi risiko pada sub aspek pengumuman calon pemenang antara lain mengenai
tanggal
pengumuman sengaja ditunda tidak sesuai jadwal,
130
pengumuman tidak sesuai kaidah atau tidak ada masukan dari masyarakat, dan Pengumuman sangat terbatas pada publik. 32. Potensi risiko pada sub aspek berita sanggahan peserta lelang antara lain mengenai isi jawaban sanggahan sembarangan (tidak ada dasarnya), tidak seluruh sanggahan ditanggapi,
Jawaban sanggahan ditunda-tunda, dan Surat
sanggahan tidak ditanggapi. 33. Potensi risiko pada sub aspek penunjukan pemenang lelang antara lain mengenai surat penunjukkan yang sengaja ditunda pengeluarannya, surat penunjukkan yang dikeluarkan dengan terburu-buru, dan tanggal surat penunjukkan dibuat lebih belakangan dibandingkan tanggal kontrak. 34. Potensi risiko pada sub aspek penandatanganan kontrak antara lain mengenai penandatanganan kontrak yang ditunda-tunda dan
penandatanganan kontrak
tidak sah. 35. Potensi risiko pada sub aspek pelaksanaan kontrak antara lain mengenai soft drawing dan as build drawing tidak ada persetujuan PPK. 36. Potensi risiko pada sub aspek penyerahan jasa konsultan antara lain mengenai kriteria penerimaan karya konsultan bias, dan design plagiate (tanpa dukungan design note). Perlakuan risiko yang dapat diambil dari hasil penilaian risiko pada sistem pengadaan barang/jasa di UGM ini dapat mengambil opsi sebagai berikut: 1. Mengurangi likelihood atau kemungkinan keterjadian (Reduce the likelihood of the occurance).
131
2. Mengurangi konsekuensi (Reduce the likelihood of the occurence)
7.2 Simpulan Hasil evaluasi sistem pengadaan barang/jasa di UGM dengan berbasis manajemen risiko menghasilkan penilaian bahwa sistem pengadaan barang/jasa di UGM masih berada pada kategori potensi risiko yang tinggi. Jika melihat dari aspek-aspek di sistem pengadaan barang/jasa, maka dari keempat aspek tersebut masing-masing menyumbang risiko dari medium sampai dengan sangat tinggi (very high). Hasil evaluasi per kategori risiko pada sistem pengadaan barang/jasa di UGM adalah: 1.
Risiko yang berada pada kategori very high (sangat tinggi) yaitu mengenai penyerahan barang/jasa.
2.
Risiko yang berada pada kategori tinggi (high) yaitu mengenai pengadaan akhir tahun, penunjukan pejabat dan pelaksana pengadaan oleh PA/KPA yang kurang kompetensi dan integritas, perencanaan yang tidak sesuai kebutuhan, mark up HPS, memecah pengadaan, proses evaluasi yang tidak optimal dan sesuai peraturan, pelaporan yyang tidak sesuai keadaan, kurangnya supervisi dan monitoring, fungsi pengawasan yang tidak berjalan optimal, serta tidak adanya alokasi pekerjaan, pemisahan tugas dan wewenang yang jelas yang ditetapkan oleh pimpinan.
3.
Risiko yang berada pada kategori medium yaitu mengenai adanya perbedaan pengakuan tahun anggaran dengan akhir penyelesaian pekerjaan, materi
132
pengumuman yang kurang jelas, tidak adanya berita acara serah terima, rekanan yang tidak memiliki kemampuan keuangan dan teknis yang memadai, harga HPS mengarah pada merk tertentu dan kurangnya kepedulian pimpinan terhadap permasalahan pengadaan barang/jasa. 4.
Risiko pada kategori rendah (low) bisa dihindari dengan catatan dilakukan monitoring secara periodik agar risiko pada kategori rendah tidak berubah menjadi risiko yang lebih tinggi.
Supervisi dan monitoring dari pimpinan unit pengadaan kurang optimal. Hal ini yang menjadi salah satu penyebab pelaksana di level teknis menjadi kurang optimal dalam menjalankan sistem pengadaan barang/jasa. Kebijakan punishment bagi pelaksana dan pejabat pada sistem pengadaan barang/jasa yang melanggar peraturan belum tegas diberlakukan. Pengawasan pada sistem pengadaan barang/jasa di UGM yang dilakukan selama ini adalah pengawasan setelah proses selesai dilakukan. Hal ini selalu menimbulkan hasil adanya permasalahan pada sistem pengadaan barang/jasa di UGM. 7.3 Keterbatasan Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan antara lain: 1.
Penelitian ini dilakukan hanya pada Universitas Gadjah Mada. Sehingga kesimpulan yang diambil pada penelitian ini tidak dapat digeneralisir menjadi sebuah kesimpulan publik mengenai sistem pengadaan barang/jasa di Indonesia.
133
2.
Pendekatan manajemen risiko untuk mengevaluasi sebuah sistem pengadaan barang/jasa relatif belum banyak dilakukan, sehingga sangat dimungkinkan adanya
pendekatan-pendekatan
lain
yang
dapat
digunakan
untuk
mengevaluasi sistem pengadaan barang/jasa. 3.
Proses manajemen risiko adalah proses yang dilakukan secara terus menerus pada sebuah proses bisnis entitas. Sehingga hasil penelitian ini juga bukan merupakan hasil akhir, tetapi sebuah awal untuk dilakukannya monitoring yang terus menerus untuk dapat menciptakan sebuah sistem pengadaan barang/jasa yang baik.
7.4 Rekomendasi Berdasarkan hasil penelitian dan keterbatasan penelitian di atas, penulis memberikan saran sebagai berikut: 1. UGM mengambil beberapa langkah yang dapat ditempuh untuk mengurangi likelihood atau kemungkinan keterjadian risiko dengan menjalankan beberapa hal yaitu: a.
melakukan audit melakukan audit di sini terutama jenis audit probity audit atau audit yang dilakukan selama proses berlangsung. Jadi dari tahap awal penganggaran, perencanaan sampai dengan pemanfaatan hasil pengadaan barang/jasa perlu adanya monitoring dan pengawasan yang berkelanjutan melalui probity audit.
b.
penelaahan formal terhadap spesifikasi dan rancangan operasi
134
Perlu adanya penelaahan atau reviu dari awal proses sistem pengadaan barang/jasa tersebut dilakukan. Sehingga dari perencanaan, penganggaran sampai dengan pemanfaatannya sudah terancang dengan baik selama satu periode.
c.
pengendalian proses Pengendalian yang memadai dan kuat pada sistem pengadaan barang/jasa di UGM. Hal ini bisa dilakukan dengan adanya kebijakan pelaksanaan, otorisasi yang tepat, dan proses monitoring periodik.
d.
manajemen dan standar kualitas Komposisi manajemen yang baik, kompeten dan berintegritas perlu diletakkan untuk mengawal sistem pengadaan barang/jasa di UGM. Termasuk di dalamnya adalah standar kualitas baik dari sisi SDM maupun dari sisi output pekerjaan.
e.
penelitian dan pengembangan teknologi Penelitian-penelitian pada aspek evaluasi sistem pengadaan barang/jasa perlu ditingkatkan. Termasuk juga pengembangan teknologi untuk mendukung sistem pengadaan barang/jasa ini berjalan secara optimal seperti optimalisasi penggunaan SPSE (Sistem Pengadaan Secara Elektronik).
f.
supervisi dan pengendalian teknik.
135
Proses supervisi tidak bisa dilepaskan pada sistem pengadaan barang/jasa. Hal ini dikarenakan pelaksana pengadaan rawan untuk melakukan kelalaian baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja. Selain itu pengendalian teknik juga sangat penting sehingga monitoring sistem pengadaan barang/jasa bisa dilaksanakan sampai dengan aspek teknik bukan hanya aspek manajemen strategik.
2. UGM mengambil beberapa langkah yang dapat ditempuh untuk mengurangi konsekuensi atau dampak risiko dengan menjalankan beberapa hal yaitu: a. perencanaan kontinjensi dan perencana pemulihan Adanya perencanaan yang matang untuk menindaklanjuti jika sebuah risiko signifikan benar-benar terjadi, seperti halnya temuan-temuan audit baik dari auditor internal maupun eksternal UGM, desain rencana tindak lanjut dan perbaikan perlu dirumuskan secara matang. b. pengendalian kecurangan Adanya desain pengendalian kecurangan pada sistem pengadaan barang/jasa. Pemberian hukuman sebagai efek jera jika terjadi tindak kecurangan perlu tegas ditegakkan. c. meminimalkan eksposur terhadap sumber risiko Dalam hal ini kejelian dalam melihat celah-celah peluang risiko harus disadari oleh pihak-pihak yang terlibat pada sistem pengadaan barang/jasa untuk segera membuat pengendalian agar risiko dapat diminimalisir. Kepatuhan
136
terhadap peraturan dan kebijkan, penegakan integritas moral juga menjadi perhatian penting. d. kebijakan dan pengendalian Kebijakan yang tegas, jelas dan operasional perlu dilaksanakan dengan baik termasuk pengendalian dari manajemen universitas. e. pemisahan atau relokasi suatu aktivitas atau sumberdaya. Perencanaan awal yang baik untuk mengalokasikan setiap aktivitas dari sebuah proses bisnis penting dilakukan termasuk alokasi sumberdaya baik sumberdaya manusia maupun sumberdaya ekonomi. 3. Perlu adanya reviu atau kajian akademik terkait dengan peraturan pemerintah untuk dapat memotret adanya pertentangan, tidak konsisten dan tidak operasionalnya
satu
peraturan
dan
peraturan
lainnya,
seperti
halnya
permasalahan peraturan pengadaan dengan peraturan keuangan.
137