BAB VII SIMPULAN DAN REKOMENDASI
Bab ini berisi simpulan penelitian dan rekomendasi yang disusun peneliti untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan yang ditemukan dalam implementasi sistem pengendalian intern pemerintah pada KPPN Jakarta IV. Bab ini juga berisi keterbatasan-keterbatasan penelitian.
7.1. Simpulan Penelitian ini memiliki beberapa tujuan diantaranya adalah untuk memperoleh pemahaman, menganalisis efektivitas, menganalisis hambatan-hambatan dan mengidentifikasi mekanisme teori institutional isomorphism yang terjadi pada implementasi Sistem Pengendalian Intern Pemerintah dalam pelaksanaan pencairan anggaran belanja negara di KPPN Jakarta IV. Berdasarkan hasil analisis pada Bab VI di atas dapat disimpulkan sebagai berikut: a. Implementasi Sistem Pengendalian Intern Sistem Pengendalian Intern dibutuhkan untuk memberikan keyakinan memadai bahwa penyelenggaraan kegiatan pada suatu instansi dapat mencapai tujuannya secara efektif dan efisien, melaporkan pengelolaan keuangan secara andal, mengamankan aset negara, dan mendorong ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan. Sistem ini terdiri atas lima unsur, yaitu lingkungan pengendalian, penilaian risiko, kegiatan pengendalian, informasi dan komunikasi, dan pemantauan.
137
138
Kantor
Pelayanan
Perbendaharaan
Negara
Jakarta
IV
telah
mengimplementasikan pengendalian intern yang ditujukan untuk mendukung pencapaian tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Kualitas penerapan unsurunsur pengendalian intern bervariasi dan memerlukan perbaikan dalam beberapa parameter. Untuk menciptakan lingkungan pengendalian yang baik, KPPN Jakarta IV telah melaksanakan beberapa langkah seperti sosialisasi kode etik, memberikan sanksi terhadap pelanggaran peraturan dan kode etik serta menciptakan hubungan yang baik dengan pihak-pihak yang terkait dengan pelaksanaan tugas seperti Kantor Wilayah, Kantor Pusat maupun satuan kerja sebagai mitra kerja. KPPN Jakarta IV juga telah menyelenggarakan beberapa kegiatan pengendalian dalam proses pencairan anggaran belanja negara diantaranya adalah penggunaan user id SPAN untuk membatasi akses terhadap sistem informasi yang digunakan dalam proses penerbitan SP2D, pemisahan fungsi antara petugas konversi, validasi dan review tagihan dan pendaftaran kontrak atau suplier. Dalam proses konversi SPM di front office, petugas melakukan beberapa kegiatan pengendalian untuk memastikan bahwa SPM beserta dokumen pendukungnya yang masuk ke KPPN sudah valid dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Kegiatan pengendalian tersebut diantaranya adalah pemeriksaan tandatangan Pejabat Penandatangan SPM (PPSPM),
PIN PPSPM dan
membubuhi paraf pada dokumen yang telah diperiksa. Dalam rangka implementasi sistem pengendalian intern,
KPPN Jakarta IV juga telah
139
melaksanakan
penilaian
risiko,
menyediakan
sarana
komunikasi
dan
melaksanakan evaluasi terpisah atas efektivitas sistem pengendalian intern. b. Efektivitas Sistem Pengendalian Intern Berdasarkan hasil wawancara, observasi, dokumentasi dan kuesioner, dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan sistem pengendalian intern dalam pelaksanaan pencairan anggaran belanja negara di KPPN Jakarta IV sudah berjalan efektif namun masih harus memperbaiki beberapa parameter. Unsur Lingkungan Pengendalian mendapatkan nilai 656 atau 90,48% dari nilai kriterium 725 dan masuk kategori tingkat efektivitas tinggi. Dari delapan parameter yang dinilai dalam unsur ini terdapat dua parameter yang harus diperbaiki yaitu parameter komitmen terhadap kompetensi serta parameter kebijakan dan praktek pembinaan sumber daya manusia . KPPN Jakarta IV harus memperbaiki aspek penetapan standar kompetensi. Penetapan standar kompetensi ini sangat penting agar tidak ada penempatan pegawai yang tidak sesuai dengan kompetensinya. Aspek dalam parameter kebijakan dan praktek pembinaan sumber daya manusia yang masih harus diperbaiki adalah penilaian kinerja dan pelaksanaan pelatihan pegawai. KPPN sudah memiliki prosedur penilaian kinerja pegawai namun belum objektif dan menggambarkan kinerja pegawai secara keseluruhan, pelatihan pegawai juga sudah diselenggarakan oleh Kantor Pusat Ditjen Perbendaharaan namun belum merata untuk seluruh pegawai.
140
Unsur penilaian risiko mendapatkan nilai 166 atau 63,60% dari nilai kriterium 261 dan masuk kategori tingkat efektivitas sedang. KPPN Jakarta IV telah melaksanakan penilaian risiko, namun meskipun sudah dilaksanakan akan tetapi penilaian risiko tersebut belum berjalan dengan baik. Hal ini disebabkan karena beberapa hal diantaranya proses identifikasi risiko tidak melibatkan bagian yang lain dan keterbatasan jumlah pegawai yang memahami proses penilaian risiko. Unsur kegiatan pengendalian mendapatkan nilai 708 atau 90,42% dari nilai kriterium 783 dan masuk kategori tingkat efektivitas tinggi. Dalam unsur ini ada beberapa parameter yang harus diperbaiki yaitu pembinaan SDM, pembatasan akses terhadap dokumen, data dan aplikasi, dan penetapan indikator kinerja pegawai. Parameter pembinaan SDM harus diperbaiki terkait dengan pelatihan pegawai dan sistem kompensasi, sedangkan dalam parameter pembatasan akses terhadap dokumen, data dan aplikasi, penggunaan user id SPAN belum tertib sehingga masih terjadi akses aplikasi oleh pegawai yang tidak memiliki otorisasi. Indikator kinerja pegawai juga harus diperbaiki, karena masih belum menggambarakan kinerja pegawai secara keseluruhan. Unsur informasi dan komunikasi mendapatkan nilai 134 atau 92,41% dari nilai kriterium 145 dan masuk kategori tingkat efektivitas tinggi. KPPN Jakarta IV sudah memiliki sarana komunikasi yang berupa kotak saran, papan pengumuman, email dan saluran telepon yang dapat digunakan oleh pihak luar untuk memberikan masukan atas kualitas pelayanan KPPN, akan tetapi KPPN Jakarta IV belum memiliki sarana komunikasi khusus yang dapat digunakan
141
oleh pihak intern untuk melaporkan tindak kecurangan yang dilakukan pegawai KPPN. Unsur pemantauan mendapatkan nilai 166 atau 95,40% dari nilai kriterium 174 dan masuk kategori tingkat efektivitas tinggi. KPPN Jakarta IV sudah melaksanakan evaluasi terpisah atas efektivitas SPI dalam kegiatan penerbitan SP2D. Pelaksanaan evaluasi terpisah ini masih harus diperbaiki karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman pegawai serta belum adanya pemahaman tentang pemantauan sistem pengendalian intern dari Seksi lain. c. Hambatan-hambatan implementasi sistem pengendalian intern Berdasarkan penilaian terhadap implementasi dari lima unsur pengendalian dan parameter-parameter yang terkait didalamnya, dapat dilihat bahwa masih terdapat kelemahan-kelemahan yang menjadi hambatan dalam penerapan sistem pengendalian intern pada KPPN Jakarta IV. Kelemahan-kelemahan tersebut menjadi hambatan implementasi SPI karena unsur-unsur pengendalian intern merupakan bagian integral yang terkait satu sama lain. Hambatanhambatan tersebut adalah : 1) Hambatan
yang
terjadi
dalam
implementasi
unsur
lingkungan
pengendalian adalah tidak adanya standar kompetensi, penilaian kinerja belum objektif, dan masih adanya potensi terjadi conflict of interest dalam pelaksanaan tugas Seksi MSKI. 2) Hambatan yang terjadi dalam penilian risiko adalah jumlah pegawai yang dapat melaksanakan penilaian risiko masih terbatas dan proses identifikasi
142
dan analisis resiko yang dilaksanakan oleh Seksi MSKI tidak melibatkan Seksi lain 3) Hambatan yang terjadi dalam pelaksanaan kegiatan pengendalian adalah jumlah pelatihan pegawai masih kurang dan belum merata untuk seluruh pegawai, terdapat kesenjangan jumlah kompensasi, indikator kinerja pegawai hanya meliputi pekerjaan yang utama saja, penggunaan user id SPAN belum berjalan dengan baik, jumlah user id yang aktif masih terbatas, aplikasi konversi belum dilengkapi dengan seluruh spesimen tandatangan PPSPM, petugas konversi kesulitan untuk mendeteksi pihak yang menginjeksi PIN PPSPM dan masih terdapat dokumen yang telah diperiksa tidak diparaf oleh petugas. 4) KPPN Jakarta IV belum memiliki sarana komunikasi khusus yang dapat digunakan oleh pegawai KPPN Jakarta IV untuk pengaduan kecurangan yang dilakukan pegawai lain. 5) Dalam pelaksanaan pemantaun pengendalian intern, KPPN Jakarta IV menghadapi
hambatan
terkait
dengan
keterbatasan
pengetahuan,
pengalaman pegawai dan belum adanya pemahaman tentang pemantauan SPI dari Seksi lain. Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan juga tidak melaksanakan penilaian efektivitas SPI kepada semua unit vertikal Kementerian Keuangan. d. Mekanisme institutional isomorphism Mekanisme
teori
institutional
isomorphism
yang
muncul
dalam
implementasi sistem pengendalian intern pada pelaksanaan pencairan anggaran
143
belanja negara di KPPN Jakarta IV adalah coercive dan normative isomorphism. Mekanisme coercive isomorphism
muncul ditandai dengan
adanya dorongan untuk mematuhi peraturan-peraturan yang terkait dengan pencairan anggaran belanja negara dan melaksanakan perintah Kantor Wilayah dan Kantor Pusat Ditjen Perbendaharaan. Mekanisme normative isomorphism muncul ditandai dengan adanya
kesadaran dari pegawai atas
pentingnya
pengendalian intern, kode etik, pemisahan fungsi dan otorisasi atas suatu transaksi.
7.2. Rekomendasi Seperti yang telah disimpulkan di atas bahwa implementasi SPI dalam proses pencairan anggaran belanja negara pada KPPN Jakarta IV masih memiliki beberapa kelemahan yang menjadi hambatan pencapaian tujuan penyelenggaraan SPI. Dalam meningkatkan efektivitas penerapan sistem pengendalian intern tersebut, KPPN Jakarta IV perlu melakukan perbaikan-perbaikan khususnya mengacu kepada Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah. Berikut ini beberapa rekomendasi untuk mengatasi hambatan-hambatan impelementasi SPI di KPPN Jakarta IV. a. KPPN Jakarta IV disarankan membuat standar kompetensi untuk seluruh posisi yang dapat digunakan sebagai dasar penempatan pegawai. b. KPPN Jakarta IV melakukan koordinasi dengan Kantor Pusat terkait penyelenggaraan pelatihan pegawai terutama pelatihan tentang manajemen resiko dan teknis pemantauan pengendalian intern.
144
c. Tujuan organisasi dan kegiatan yang telah disusun dengan baik harus didukung dengan proses identifikasi dan analisis risiko yang optimal. Melalui proses tersebut KPPN Jakarta IV dapat meminimalisir kegagalan dalam mencapai tujuan organisasi. Untuk mencapai tujuan tersebut, proses penilaian risiko yang dilaksanakan oleh Seksi MSKI harus melibatkan Seksi lain dan menggunakan beberapa metode seperti wawancara terstruktur, kuesioner, focus group discussion atau check list. d. Memberikan usulan kepada Kantor Pusat untuk memperbaiki indikator kinerja pegawai dan melakukan validasi secara periodik atas keandalan indikator kinerja supaya penilaian kinerja dapat menilai kinerja pegawai secara objektif. e. Melakukan penertiban penggunaan user id SPAN dengan mengawasi penggunaan sementara dan penggantian user id SPAN sehingga pembatasan akses terhadap sistem informasi yang digunakan dalam proses penerbitan SP2D dapat berjalan dengan baik. f. Untuk menciptakan kegiatan otorisasi atas transaksi yang lebih baik, KPPN harus melengkapi spesimen tandatangan PPSPM pada aplikasi konversi dan terus melakukan pembinaan terhadap pegawai terkait pentingnya kegiatan otorisasi dalam proses penerbitan SP2D. g. KPPN Jakarta IV harus menyediakan sarana komunikasi yang dapat digunakan oleh pegawai KPPN untuk melaporkan kecurangan atau pelanggaran peraturan. h. KPPN Jakarta IV harus meningkatkan pengetahuan dan pengalaman pegawai terkait teknis penilaian efektivitas sistem pengendalian intern, dan memberikan
145
pemahaman kepada seluruh pegawai tentang pemantauan sistem pengendalian intern.
7.3. Keterbatasan Penelitian Keterbatasan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Kuesioner yang digunakan tidak secara keseluruhan mengadopsi daftar uji yang terdapat pada lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah sehingga dimungkinkan adanya aspek penilaian yang belum ditanyakan kepada responden. b. Penilaian efektivitas melalui kuesioner dilakukan berdasarkan penilaian pegawai pada instansi obyek penelitian sehingga
menyebabkan adanya
subjektivitas hasil penelitian. c. Pemahaman responden terhadap sistem pengendalian intern masih beragam dan peneliti tidak memberikan penjelasan secara khusus terkait sistem pengendalian intern kepada responden sebelum membagikan kuesioner dan melaksanakan wawancara. d. Observasi dalam proses penerbitan SP2D hanya pada proses konversi SPM saja. e. Wawancara yang dilaksanakan kurang optimal karena terdapat narasumber yang tidak dapat diwawancara.