171
BAB VII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 7.1
Kesimpulan Penerapan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah sebagai upaya
terintegrasi untuk melakukan reformasi pengendalian manajemen pemerintah sering terkendala dengan kondisi keberadaan birokrasi selama ini. Salah satu hal utama yang perlu segera dilakukan adalah adanya suatu perubahan yang terencana (transformasi) dari PMP dan tidak sekedar perubahan yang signifikan (reformasi). Tujuan utama dari transformasi PMP dalam hal ini adalah untuk menciptakan suatu sistem pengendalian manajemen pemerintah yang akan secara efektif mencapai akuntabilitas. Transformasi adalah suatu proses dari suatu keadaan sebelumnya menuju suatu perubahan sesudahnya yang lebih baik melalui suatu perencanaan yang matang dan komprehensif. Transformasi pengendalian manajemen pemerintah diperlukan karena adanya ‘gap’ antara keadaan sebelum reformasi dengan setelah reformasi, dan antara setelah reformasi dengan yang seharusnya dimiliki oleh pemerintah saat ini. Sebelum reformasi, pengendalian manajemen pemerintah didominasi oleh BPKP dengan segala permasalahan yang timbul dengan Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP) lainnya. Salah satu sebab utama adalah masalah SDM pengawasan. Keadaan menjadi semakin tidak kondusif dengan belum berfungsinya BPK sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar. Dengan bergulirnya reformasi, keadaan menjadi tidak lebih kondusif. Keluarnya Undang-Undang Badan Pemeriksa Keuangan (Nomor 15 Tahun 2006), membuat tugas dan fungsi BPKP menjadi tidak jelas. Sementara APIP lainnya seolah tidak memiliki patron. Keadaan menjadi tidak lebih baik pasca keluarnya peraturan pemerintah (Nomor 60 Tahun 2008) yang memperjelas kedudukan BPKP yang bertanggung jawab kepada Presiden. Masalahnya adalah belum terbitnya peraturan pelaksanaan dari PP 60 tersebut menyebabkan masih belum optimalnya kinerja APIP.
172
Dampak dari keadaan di atas jelas terlihat dengan belum optimalnya pelaksanaan pengendalian manajemen pemerintah. Kelemahan yang melekat pada lembaga pemerintah yang bersangkutan dalam hal perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian, pengukuran kinerja dan pelaporan bersanding erat dengan kelemahan aparat pengawasan itu sendiri dalam hal pencapaian misi dan tujuan pembentukan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) termasuk dalam hal ini koordinasi pengawasan, etika yang masih beragam, kebijakan pengendalian yang belum memadai, dan hubungan APIP dan BPK yang belum berjalan lancar. Suasana keberadaan APIP yang demikian sekaligus menjawab tujuan pertama dan kedua penelitian ini. Keadaan diatas juga membuat atmosfer terbentuknya Sistem Pengendalian Manajemen yang efektif tidak akan tercapai. Untuk itu diperlukan suatu perbaikan yang signifikan dan terencana (transformasi) dalam hal-hal efisiensi, efektivitas, kehematan, kemampuan untuk beradaptasi, dan kemampuan untuk berinovasi, yang keseluruhannya mengarah kepada terbentuknya optimalisasi SPIP. Pertanyaan ketiga kemudian perlu dijawab adalah faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi transformasi pengendalian manajemen dalam konteks organisasi pemerintahan. Transformasi ini diperlukan sebagai suatu proses menuju terbentuknya Tata Kelola SPIP yang baik sebagai wujud optimalisasi SPIP.
Kerangka
kerja
konseptual
dalam
penelitian
ini
berupaya
mengintegrasikan beberapa variabel yang secara teoritis relevan dengan pengendalian manajemen pemerintah. Variabel-variabel tersebut adalah misi dan tujuan organisasi (yang meliputi koordinasi dan pengukuran kinerja), iklim organisasi (yang meliputi manajemen SDM, kompetisi, partisipasi, dan kolaborasi), etika organisasi, dan kebijakan pengendalian. Keempat variabel tersebut diinternalisasikan dalam FGD dan IDI, yang untuk selanjutnya menjadi elemen dasar kuesioner. Baik hasil FGD dan IDI, maupun kuesioner, serta hasil analisis statistik menunjukkan tingkat penerimaan keempat variabel independen tersebut, baik secara sendiri-sendiri, dan terlebih
173
secara bersama adalah signifikan. Keempat variabel tersebut juga memiliki tingkat pengaruh yang tinggi terhadap besaran transformasi pengendalian manajemen pemerintah. Hasil kuesioner (353 buah) dianalisis dengan menggunakan software STATA versi 10 dan Software SPSS versi 19. Analisis menggunakan model matriks korelasi, analisis varian, dan regresi linear dengan hasil: a. Korelasi antar variabel penelitian adalah positif dan signifikan. b. Keempat variabel independen yaitu misi dan tujuan organisasi, iklim organisasi, etika organisasi, dan kebijakan pengendalian dapat digunakan untuk menjelaskan transformasi PMP. c. Tingkat pemahaman yang relatif sama dengan variasi dalam kelompok observasi kecuali untuk variasi kementerian dengan portofolio dan kementerian tanpa portofolio dan untuk variasi kota wilayah Indonesia Barat, dan kota wilayah Indonesia Timur, variasi lain menunjukkan tingkat pemahaman yang sama. Kementerian dengan portofolio memberi porsi lebih besar terhadap perlunya misi dan tujuan. Hal ini dapat dipahami mengingat kementerian ini memiliki kepentingan agar misi dan tujuan cukup jelas hingga di tingkat satker wilayah. Di sisi lain kota di wilayah Barat memberi keyakinan lebih tinggi akan perlunya transformasi pengendalian manajemen pemerintah. Hal ini juga dapat dipahami dengan kualitas pendidikan yang relatif lebih baik. d. Dengan model regresi linear, model tersebut signifikan dalam arti bahwa variabel independen dalam model dapat menjelaskan transformasi PMP dalam suatu lembaga pemerintah. Pengaruh positif dan signifikan berlaku bagi keempat variabel independen terhadap transformasi PMP. e. Analisis regresi linear atas subsampel memberikan indikasi bahwa secara umum model atas data subsampel adalah signifikan. Hasil ini tidak bertentangan dengan kesimpulan yang diperoleh dari model
174
yang menggunakan seluruh sampel, yang menunjukkan bahwa seluruh variabel mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap transformasi PMP. Hasil di atas menjawab tujuan penelitian untuk identifikasi faktor yang mempengaruhi transformasi PMP. Faktor-faktor berupa variable independen misi dan tujuan organisasi, iklim organisasi, etika organisasi, dan kebijakan pengendalian terbukti secara statistik, sebagai hasil in-depth interview, FGD, dan questionnaire merupakan faktor-faktor yang secara bersama maupun sendiri-sendiri dapat mengakselerasi terlaksananya
transformasi PMP yang
diperlukan untuk menghasilkan Tata Kelola SPIP yang baik. Dari analisis hasil penelitian diketahui jika faktor kebijakan pengendalian sebagai faktor eksternal dari organisasi, merupakan faktor yang sangat mempengaruhi transformasi PMP untuk membentuk Tata Kelola SPIP yang baik. Di sisi lain, walau keempat faktor tersebut secara bersama memberikan hasil yang lebih baik dalam upaya transformasi PMP dibandingkan apabila salah satu faktor tersebut tidak ikut serta dalam proses transformasi PMP, faktor iklim organisasi merupakan faktor yang tingkat signifikansinya terendah di antara keempat faktor tersebut. Hal yang mendasar diperoleh dari hasil penelitian ini, adalah bahwa faktor misi dan tujuan organisasi merupakan faktor dengan signifikansi tinggi dalam upaya transformasi PMP suatu organisasi untuk mebentuk Tata Kelola SPIP yang baik. Kesulitan yang selama ini terjadi adalah penetapan misi dan tujuan organisasi sering dianggap sebagai suatu proses ritual dan belum melibatkan keseluruhan stakeholder organisasi. Penetapan misi dan tujuan organisasi juga sering tidak holistik, dalam arti pemahaman mengenai kenapa organisasi itu diperlukan dan apa tugas pokok dan fungsi utama dari organisasi tersebut seringkali tidak tepat.
175
Konfirmasi terhadap jawaban pencapaian tujuan penelitian ini yaitu tujuan pertama untuk mengetahui penyebab belum optimalnya kinerja manajemen sektor pemerintah dan tujuan kedua untuk mengetahui penyebab belum optimalnya kinerja SPIP, dan tujuan ketiga untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi transformasi PMP, serta tujuan keempat (akan diuraikan di sub bab 7.4 Rekomendasi) untuk merancang optimalisasi system pengendalian intern pemerintah, dengan menerapkan faktor-faktor yang mempengaruhi transformasi PMP, secara bersama telah menjawab rumusan masalah : “ Bagaimana upaya mengoptimalkan SPIP dilaksanakan melalui transformasi pengendalian manajemen pemerintah”. Dengan demikian hipotesis “berhasilnya upaya membentuk Tata Kelola SPIP yang baik ( sebagai variabel dependen) melalui transformasi PMP yang dipengaruhi oleh misi dan tujuan organisasi, iklim organisasi, etika organisasi, dan kebijakan pengendalian (sebagai variabel independen)“, menjadi terbukti dalam penelitian ini.
7.2
Implikasi Teoritis Hasil Penelitian menunjukkan bahwa transformasi pengendalian
manajemen pemerintah, sebagai suatu proses menuju terbentuknya Tata Kelola SPIP yang baik, dipengaruhi secara signifikan oleh empat faktor penting, yaitu misi dan tujuan organisasi yang jelas, iklim organisasi yang kondusif, etika organisasi yang me-lembaga, dan kebijakan pengendalian yang utuh menyeluruh. Temuan ini memberikan implikasi terhadap beberapa teori yang berkaitan dengan isu dalam birokrasi dan administrasi publik, governance dan akuntabilitas publik, serta pengendalian manajemen dalam institusi publik.
7.2.1
Birokrasi dan Administrasi Publik Teori menyebutkan bahwa organisasi birokrasi dituntut efisien dan
efektif, namun disisi lain tuntutan demokrasi mengharapkan adanya respon
176
politis yang kadang berseberangan dengan prinsip-prinsip birokrasi. Oleh karena itu perlu adanya keselarasan antara kedua aspek tersebut. Keselarasan dapat dicapai apabila misi dan tujuan organisasi ditetapkan secara jelas, terukur, dan melalui proses yang bersifat partisipatif. Dengan demikian kesamaan visi dan misi serta tujuan para politisi sejalan dengan proses administrasi publik yang menuntut adanya keteraturan dan kejelasan. Aspek penting lainnya yang dapat mempengaruhi efisiensi dan efektivitas birokrasi adalah terjadinya spesialisasi dalam pekerjaan (lihat Weber, 1947). Namun demikian spesialisasi tersebut menimbulkan masalah koordinasi. Koordinasi merupakan unifikasi, integrasi, dan sinkronisasi dari semua anggota organisasi sehingga diperoleh kesamaan aksi dalam mencapai tujuan organisasi (Koontz dan O'Donnel, 1968). Namun hal tersebut tidak cukup. Penelitian ini membuktikan bahwa unsur kolaborasi merupakan faktor penting dalam keberhasilan organisasi. Kolaborasi, dalam konteks ini berkaitan dengan upaya mempertemukan ego-ego sektoral dengan mengidentifikasi dan mengedepankan faktor-faktor yang sama (common) dan menghilangkan faktor-faktor yang tidak sama. Kondisi ini sejalan dengan pendapat Gray (1989) bahwa kolaborasi merupakan proses berfikir dalam mencari solusi atas perbedaan. Disamping hal-hal tersebut diatas, temuan penelitian ini juga mengkonfirmasi penelitian-penelitian terdahulu, dimana hasil dari penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi persepsi responden terhadap iklim organisasi yang sehat maka akan makin tinggi kebutuhan responden terhadap perlunya Tata Kelola SPIP yang baik, yang selama ini dirasa masih kurang efektif perencanaan dan pelaksanaannya. Penelitian ini menggunakan elemen manajemen SDM (sumber daya manusia), kompetisi, partisipasi dan kolaborasi sebagai titik tekan untuk mengukur tingkat persepsi responden terhadap iklim organisasi di instansinya. Hal ini tercermin dari pernyataan beberapa responden dalam FGD dan IDI yang menyatakan bahwa manajemen SDM, kompetisi, partisipasi, dan kolaborasi yang telah mencapai taraf ideal, secara bersama-sama
177
akan mendorong terciptanya iklim organisasi yang ideal, yang pada gilirannya akan menciptakan pengendalian manajemen yang ideal pula. Hal ini secara empiris memperkuat penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh Litwin dan Stringer dalam Toulson dan Smith (1994) dimana iklim organisasi akan berpengaruh pada motivasi dan perilaku pegawai untuk berbuat yang terbaik untuk organisasinya. Secara umum dapat dikatakan bahwa semakin ideal iklim organisasi makin tinggi pula persepsi pegawai dalam mempengaruhi motivasi internal pegawai tersebut untuk memberikan yang terbaik bagi organisasinya (Gibson et al., 1973) yang kemudian akan mempengaruhi tingkat pemahaman pegawai terhadap pentingnya transformasi PMP.
7.2.2
Governance dan Akuntabilitas Tujuan dari governance adalah mengamankan upaya-upaya dalam
pencapaian tujuan organisasi dengan melibatkan semua aktor-aktor yang terkait seperti manajemen, dunia usaha, organisasi pemerintah, dan masyarakat sehingga kebijakan yang telah ditetapkan bersama dapat direalisasikan dan dikomunikasikan kepada stakeholders. Salah satu instrumen yang digunakan untuk pengamanan adalah akuntabilitas yang direpresentasikan dengan ukuranukuran kinerja. Ukuran kinerja dapat dirumuskan apabila visi, misi, tujuan, strategi, dan kebijakan ditetapkan secara jelas. Kejelasan tersebut antara lain dapat diketahui dari adanya keterkaitan dan keselarasan yang erat diantara visi, misi, tujuan, strategi, dan kebijakan yang ditetapkan. Semakin tinggi persepsi responden terhadap misi dan tujuan organisasi dan etika organisasi maka akan semakin tinggi kebutuhan responden terhadap perlunya Tata Kelola SPIP yang baik, dengan demikian pemahaman responden terhadap misi dan tujuan organisasi dan etika organisasi memiliki pengaruh positif terhadap kebutuhan responden atas Tata Kelola SPIP yang baik di instansi tempatnya bekerja. Penelitian ini menggunakan elemen koordinasi dan
178
pengukuran kinerja sebagai titik tekan pengejawantahan misi dan tujuan organisasi, serta penggunaan etika deskriptif dan etika normatif sebagai alat ukur etika organisasi. Pelaksanaan good governance dan akuntabilitas berkaitan erat dengan pernyataan misi dan tujuan organisasi serta etika kerja yang ada dalam organisasi tersebut (Duska dan Duska, 2003; Drucker, 2000; dan Kelman dan Hamilton, dalam Harmon, 1995). Hal ini didukung oleh pernyataan responden dalam FGD dan IDI yang menyatakan bahwa etika adalah code of conduct. Etika merupakan bagian dari prinsip-prinsip good governance dan bagian dari teori profesionalisme. Sedangkan misi dan tujuan organisasi diperlukan untuk melakukan pengukuran atas kinerja, jika tidak ada misi dan tujuan organisasi yang jelas tidak mungkin suatu organisasi dapat mengukur kinerja para pegawainya. Selain itu kemampuan pengukuran kinerja yang baik dalam suatu organisasi akan membentuk SPM (Sistem Pengendalian Manajemen) yang baik pula. Etika yang telah terinternalisasi didukung oleh misi dan tujuan organisasi yang jelas akan menghasilkan Tata Kelola SPIP yang baik.
7.2.3
Pengendalian Manajemen Salah satu isu penting dalam pengendalian manajemen dalam konteks
demokrasi adalah sejauhmana pejabat politik terpilih mengendalikan para birokrat yang notabene memiliki kompetensi lebih dalam penyelenggaraan administrasi dibanding pejabat politik yang terpilih (lihat pendapat Carl Friedrich, 1940 dan Herman Finer, 1941). Beberapa teori mengatakan bahwa pengendalian tersebut dapat efektif apabila adanya kontrak yang jelas (Kettl, 1988), pengukuran yang jelas dan tercapai (Emerson dalam Handayaningrat, 1996), dan faktor internal dan eksternal yang memperkuat akuntabilitas entitas, dikelolanya dengan baik hubungan antara prinsipal dengan agen (Friedrich, 1940; Finer, 1941; Hood, 1976; Kettl, 1993, March dan Olsen, 1995; Sumarlin, 2004). Hasil penelitian menunjukkan bahwa selain faktor kontrak yang jelas,
179
pengukuran kinerja yang jelas serta pengaruh internal dan eksternal yang memperkuat akuntabilitas dan tertata dengan baik hubungan antara prinsipal dengan agen, faktor berupa value dan nilai-nilai etika, pengawasan intern yang efektif, pengawasan ekstern yang efektif, serta penegakan hukum (dalam bentuk kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan) yang efektif menjadi faktor-faktor penentu dalam menciptakan pengendalian manajemen yang efektif. Semakin tinggi persepsi responden terhadap kebijakan pengendalian maka akan semakin tinggi kebutuhan responden terhadap perlunya transformasi PMP untuk terbentuknya Tata Kelola SPIP yang baik, dengan demikian kebijakan pengendalian memiliki pengaruh positif terhadap kebutuhan responden atas Tata Kelola SPIP yang baik. Kebijakan pengendalian secara sederhana dapat diartikan sebagai suatu hal yang lebih dari sekedar keputusan. Kebijakan pengendalian mengekspresikan ide dari tindakan pengawasan yang rasional dengan keterlibatan beberapa prinsip yang berlaku dan diterapkan dalam organisasi tersebut. Kebijakan pengendalian yang baik akan mendorong pengendalian manajemen yang baik pula (Louis E. Boone dan David L. Kurtz, 1984; Friedrich, 1940; Finer, 1941; dan Romzek dan Dubnick, 1987, 1991). Hal ini didukung oleh pernyataan responden dalam FGD dan IDI yang menyatakan bahwa ketika KKN tidak berkurang, bahkan semakin mewabah, otomatis pelayanan publik juga semakin memburuk, hal ini disebabkan oleh upaya reformasi birokrasi dengan memperbaiki manajemen pengendalian pemerintah tidak berhasil. Saat ini pemerintah Indonesia harus menata kembali suatu manajemen pemerintahan secara besar-besaran, bukan hanya perubahan yang signifikan (reformasi) tetapi lebih jauh dari itu yakni dengan merencanakan perubahan itu dengan sebaik-baiknya (transformasi). Transformasi PMP diperlukan karena kondisi manajemen pemerintahan negara Indonesia saat ini belum juga membaik. Sesuai dengan pernyataan tersebut, ketika persepsi pegawai akan pentingnya kebijakan pengendalian tinggi maka kebutuhan pegawai atas adanya
180
transformasi PMP unutk terbentuknya Tata Kelola SPIP yang baik, menjadi tinggi pula. Implikasi teoritis dari penelitian terutama berupa pengembangan dan atau penekanan beberapa faktor manajemen yang selama ini telah sering menjadi variabel dalam penelitian organisasi non publik atau organisasi publik non pemerintah. Penelitian ini memberikan penekanan khusus terhadap pentingnya koordinasi terutama untuk birokrasi di Indonesia yang sangat panjang
kendalinya (span of control). Pengukuran kinerja juga menjadi hal
penting mengingat belum diterapkannya reward and punishment secara murni dan konsekuen. Faktor iklim organisasi, terutama mengenai keberadaan kolaborasi menjadi penting untuk mensinergikan ego-ego sektoral menuju ke titik keseimbangan yang bermanfaat bagi lembaga pemerintah yang bersangkutan. Keberadaan dan kepatuhan terhadap etika yang telah terinternalisasi kedalam lingkungan suatu lembaga pemerintah dan didukung dengan misi dan tujuan yang jelas akan menghasilkan pengendalian manajemen yang ideal. Faktor terakhir adalah adanya kebijakan pengendalian yang utuh dan menyeluruh akan meningkatkan kebutuhan akan perlunya transformasi PMP, khususnya yang berkaitan dengan terbentuknya Tata Kelola SPIP yang baik. Kebijakan pengendalian yang tepat guna dan tepat waktu akan mendorong tercapainya good governance dan clean government.
7.3
Implikasi Praktis/Manajerial Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat beberapa hal yang perlu
dilakukan lembaga pemerintah untuk dapat melaksanakan transformasi PMP yang diperlukan untuk menuju terbentuknya Tata Kelola SPIP yang baik : a. Pernyataan misi yang secara jelas menunjukkan core business dan the reason to exist dari lembaga yang bersangkutan sehingga dapat
181
membentuk koordinasi yang efektif dan menghindarkan multitafsir dari tugas pokok dan fungsi lembaga. b. Pernyataan tujuan yang jelas walau masih bersifat kualitatif. Tujuan yang jelas akan menurunkan sasaran, kegiatan, dan program yang terukur, sehingga memudahkan pengukuran kinerja. c. Manajemen SDM yang komprehensif. SDM sebagai sumber daya utama organisasi harus dikelola dengan baik, mulai saat rekruitmen sampai dengan saat pensiun. d. Membentuk kompetisi yang sehat melalui sistem penilaian kinerja individu yang berdasarkan merit-based. e. Meningkatkan partisipasi staf sejalan dengan konsep open government yang bertanggungjawab. f.
Keterbukaan yang saling menguntungkan diantara unit intern lembaga pemerintah maupun antar lembaga pemerintah.
g. Adanya political will untuk membentuk good governance dari pimpinan setiap tingkatan birokrasi pemerintah. h. Kelembagaan etika organisasi yang menghargai pendapat orang dan diatur adanya reward and punishment system. Juga diperlukan adanya majelis yang melaksanakan peradilan pelanggaran etika. i.
Kebijakan pengendalian untuk mendukung terlaksananya Reformasi Birokrasi Nasional, pengajuan Undang-Undang Sistem Pengawasan Nasional (sebagai revisi UU No. 15 Tahun 2004), dan aturan-aturan penunjang PP No. 60 Tahun 2008 tentang SPIP.
j.
Penegakan hukum (law enforcement) terhadap berbagai ketentuan perundang-undangan bidang pengawasan untuk mengakselerasi terbentuknya good governance dan clean government.
Implikasi praktis/manajerial dari penelitian ini mencakup beberapa faktor yang telah dan terus mempengaruhi pelaksanaan manajemen pemerintah. Diantara faktor tersebut terdapat faktor yang diharapkan dapat mengakselerasi transformasi PMP yaitu kompetisi yang sehat, partisipasi staf sejalan dengan
182
konsep open government, kelembagaan etika organisasi, dan kebijakan pengendalian yang utuh dan menyeluruh, yang pada gilirannya sangat mempengaruhi Tata Kelola SPIP yang baik.
7.4
Rekomendasi Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa transformasi pengendalian
manajemen pemerintah sebagai proses terbentuknya Tata Kelola SPIP yang baik, merupakan suatu keniscayaan. Hasil FGD, IDI, maupun kuesioner menunjukkan bahwa hampir di setiap lini pemerintahan memberi persepsi positif kepada pengaruh empat variabel independen terpilih (misi dan tujuan organisasi, iklim organisasi, etika organisasi, dan kebijakan pengendalian) terhadap variabel dependen (Tata Kelola SPIP yang baik pemerintah). Hal ini setidaknya memberi arah bahwa keempat faktor tersebut secara bersama diperlukan pada setiap layer pemerintah di pusat maupun daerah. Hasil penelitian ini juga dapat menjawab tujuan penelitian keempat, yaitu bagaimana merancang optimalisasi SPIP dengan menerapkan faktor-faktor yang mempengaruhi transformasi PMP sebagaimana gambar berikut.
183
Gambar 2.
Model Transformasi Pengendalian Manajemen Pemerintah
184
Penelitian
ini
memberikan
indikasi
kuat
bahwa
untuk
dapat
menghasilkan Tata Kelola SPIP yang baik (good governance dalam SPIP) diperlukan suatu transformasi PMP dengan melibatkan faktor-faktor yang selama ini mungkin dianggap sebagai hal yang take it for granted (sudah ada dan tidak perlu dipersoalkan). Kenyataannya adalah baik keberadaan maupun kualitas dari keempat faktor tersebut masih merupakan masalah laten dalam setiap organisasi pemerintahan baik di tingkat pusat maupun daerah. Pemilihan keempat faktor tersebut juga diharapkan bukan merupakan suatu hal yang sophisticated, sebaliknya merupakan hal yang mudah dicerna dan dapat diterapkan dengan segera pada setiap lini pemerintahan. Penelitian ini diharapkan memberikan umpan balik menyeluruh terhadap pemerintah mengenai kinerja manajemen pengendalian pemerintah dewasa ini, dan melalui penelitian ini dapat diketahui faktor-faktor
yang
diperlukan untuk melaksanakan transformasi PMP, dalam hal ini menuju terbentuknya Tata Kelola SPIP yang baik, yaitu misi dan tujuan organisasi, iklim organisasi, etika organisasi, dan kebijakan pengendalian. Penelitian juga diharapkan membantu pemerintah untuk menata ulang keberadaan dan kinerja APIP sehingga dapat dihasilkan APIP yang handal untuk mendukung tercapainya good government governance. Pemerintah perlu segera mengoptimalkan SPIP melalui hal berikut: 1. Secara intern lembaga pemerintah, dengan merumuskan kembali misi dan tujuan organisasi, sehingga memudahkan koordinasi dan pengukuran kinerja organisasi, menciptakan iklim organisasi yang kondusif melalui pembentukan manajemen SDM terintegrasi, menumbuhkembangkan kompetisi yang sehat, partisipasi aktif, dan kolaborasi intra dan antar lembaga, membentuk etika organisasi yang efektif dan mengikat, serta menata ulang kebijakan pengendalian termasuk segera menetapkan aturan pelaksanaan untuk pengendalian yang efektif, efisien, dan ekonomis.
185
2. Secara kelembagaan APIP, diperlukan SDM auditor yang memadai secara kuantitas dan kompetensi, standar pemeriksaan yang komprehensif, program pemeriksaan yang memadai, kode etik yang terus menerus ditingkatkan, dan infrastruktur penunjang yang mumpuni serta peningkatan koordinasi antar APIP, dan antara APIP dengan BPK sebagai pemeriksa ekstern, termasuk masalah pengiriman laporan dan penyelesaian tindak lanjut. Kedua hal tersebut diatas dapat menjawab tujuan penelitian untuk merancang
optimalisasi
mempengaruhi
SPIP
transformasi
dengan
PMP.
menerapkan
Rancangan
faktor-faktor
tersebut
perlu
yang segera
ditindaklanjuti dengan goodwill dari pemerintah dan pihak legistatif untuk segera melakukan transformasi PMP yang dimaksud dengan melibatkan seluruh stakeholder terkait sehingga dapat segera membentuk Tata kelola SPIP yang baik, dan pada gilirannya dapat mengakselerasi good governance dan clean government di negara Indonesia yang tercinta ini.