Bab VII
330
BAB VII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Keseluruhan hasil penelitian yang dijelaskan pada bab-bab sebelumnya merupakan upaya dalam memenuhi dua tujuan penelitian. Tujuan tersebut adalah mengidentifikasi pola perkembangan layanan transportasi di wilayah perdesaan dan memperbarui konsep hubungan perkembangan layanan transportasi perdesaan dengan pembangunan perdesaan.
7.1. Identifikasi Pola Perkembangan Layanan Transportasi Perdesaan Pola perkembangan layanan transportasi yang terjadi di kedua wilayah perdesaan dengan karakter topografi berbeda menunjukkan pola yang sama, yaitu berkembang dari layanan transportasi tradisional, dengan menggunakan kendaraan tidak bermotor, termasuk berjalan kaki, menjadi layanan transportasi modern berbasis kendaraan bermotor. Saat ini, perkembangan tersebut juga menempatkan sepeda motor menjadi moda transportasi yang dominan di wilayah perdesaan untuk melayani pergerakan orang dan atau barang dengan kapasitas barang mencapai sekitar 50 kg. Sepeda motor digunakan oleh siapapun (anakanak, dewasa, orangtua, laku-laki, perempuan) untuk berbagai maksud dan tujuan perjalanan serta kapanpun diperlukan tanpa ada kendala yang berarti. Kondisi ini berdampak buruk pada layanan transportasi umum. Kinerjanya menurun, banyak pengusaha angkutan yang gulung tikar dan semakin ditinggalkan oleh konsumen. Perkembangan layanan transportasi mengakibatkan fungsi sepeda motor yang menurut Undang-Undang no 22 tahun 2009 tentang Lalulintas dan Angkutan Jalan Raya sebagai alat angkut penumpang berkembang menjadi alat angkut barang. Bahkan berkembang pula sepeda motor roda tiga dengan kapasitas angkut lebih besar, namun jenis ini juga belum diatur pemerintah. Perkembangan sepeda motor yang sangat pesat memunculkan praktek-praktek berlalulintas yang tidak disiplin. Banyaknya anak-anak di bawah umur mengendarai sepeda motor, berboncengan dua sampai tiga orang. Masih banyak pengendara sepeda motor tidak menggunakan helm, mengangkut orang maupun barang berlebihan. Perkembangan layanan transportasi ini telah memunculkan praktekpraktek berlalulintas yang melanggar hukum. 331
Kemampuan operasional sepeda motor yang relatif tinggi, mampu mengatasi kondisi alam yang ekstrim (topografi berbukit), bisa melewati jalan-jalan yang tidak standar (konstruksi perkerasan rusak, lebar jalan terbatas) dan mampu mencapai wilayah-wilayah terisolir. Demikian pula bagi wilayah yang rentan terhadap bencana alam, sepeda motor menjadi pilihan alat angkut evakuasi yang sangat cepat dan fleksibel untuk menghindari bencana, khususnya bahaya erupsi Gunung Merapi, menuju lokasi pengungsian. Dengan sepeda motor warga di pengungsian bisa lebih leluasa mencari saudaranya di tempat pengungsian lain, lebih mudah menengok rumah dan harta benda yang ditinggalkan tanpa harus bergantung dengan alat angkut yang disediakan pemerintah. Perkembangan layanan transportasi perdesaan mampu mengatasi kendala alam yang membatasi mobilitas dan aksesibilitas masyarakat. Perkembangan layanan transportasi telah memunculkan layanan transportasi sosial yang memiliki karakter layanan dan operasi sangat khas Indonesia, yang belum dijumpai di negara-negara lain. Sifat ‘gotong-royong’ dan saling menolong masyarakat Indonesia yang sangat kuat terbukti telah mampu memunculkan layanan transportasi alternatif di wilayah perdesaan. Transportasi sosial mampu memberikan solusi bagi sebagian permasalahan aksesibilitas perdesaan khususnya bagi wilayah yang terpencil, bagi masyarakat yang memiliki keterbatasan (ekonomi dan fisik) serta bagi wilayah yang tidak terlayani oleh transportasi umum. Perbedaan pola perkembangan layanan transportasi di dua wilayah perdesaan dengan topografi berbeda tidak terlalu signifikan. Wilayah berbukit cenderung lebih sedikit jenis layanan transportasi yang berkembang (tidak ada layanan becak, andong dan sepeda), sehingga masyarakat tidak memiliki banyak pilihan layanan transportasi. Ketergantungan terhadap sepeda motor terlihat lebih besar dan ragam layanan transportasi sosial yang berkembang lebih banyak. Disamping itu masyarakat perdesaan berbukit terlihat lebih toleran yang ditunjukkan pada perkembangan transportasi sosial yang lebih luas serta munculnya praktek-praktek pelanggaran lalulintas yang lebih banyak tanpa ada penegakan hukum yang berarti. Semakin sulit karakter wilayah, semakin terbatas jenis layanan transportasinya, semakin kuat sifat tolong menolong antar anggota masyarakat dan layanan transportasi sosial semakin berkembang.
332
Perkembangan layanan transportasi perdesaan yang telah menempatkan sepeda motor sebagai layanan utama perdesaan tidak lepas dari peran pemerintah yang belum mampu mengembangkan layanan transportasi umum, dan kebijakan industri otomotif yang mendorong penggunaan sepeda motor didukung dengan upaya promosi yang luar biasa hingga ke wilayah terpencil.
7.2. Pembaharuan Teori Hubungan Perkembangan Layanan Transportasi Perdesaan dan Pembangunan Perdesaan Perkembangan layanan transportasi perdesaan menunjukkan karakter peningkatan mobilitas, aksesibilitas, ketersediaan, fleksibilitas dan penurunan keselamatan. Ada dua karakter yang membedakan dengan karakter perkembangan layanan transportasi perdesaan di negara maju, yaitu fleksibilitas dan ketersediaan. Sepeda motor sebagai layanan dominan di wilayah perdesaan Indonesia memiliki fleksibilitas operasi yang sangat tinggi serta dimiliki oleh sebagian besar masyarakat perdesaan. Ketersediaan sepeda motor sebagai sarana transportasi telah meluas ke pelosok-pelosok wilayah terpencil dan berperan besar terhadap pembangunan perdesaan. Hubungan perkembangan layanan transportasi dengan pembangunan perdesaan ditunjukkan dengan kemampuan memberikan peluang usaha kepada masyarakat, mempermudah pengangkutan hasil industri maupun pertanian. Kesempatan kerja juga terbuka lebih luas dan akses ke fasilitas pendidikan dan layanan kesehatan semakin baik. Kontak sosial antar anggota masyarakat lebih mudah dan kemampuan menghadapi tantangan alam semakin meningkat. Teori yang sudah ada menunjukkan hubungan perkembangan layanan transportasi dengan pembangunan perdesaan dengan kemampuan layanan transportasi meningkatkan income keluarga, produk dan penjualan hasil pertanian, membuka kesempatan kerja lebih luas dan menaikkan tingkat kesehatan dan pendidikan masyarakat. Sedangkan teori baru yang dikembangkan dari penelitian ini adalah adanya hubungan sosial yang semakin kuat dan peningkatan keamanan masyarakat, khususnya terhadap bahaya erupsi Gunung Merapi. Pada wilayah-wilayah terpencil kekuatan hubungan sosial ini menjadi penting untuk bisa mengatasi secara bersama-sama berbagai permasalahan kehidupan maupun bahaya bencana alam. Hubungan sosial yang kuat merupakan modal 333
sosial yang sangat bernilai dalam upaya mewujudkan keselamatan dan keamaan masyarakat serta upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
7.3. Kontribusi Teoritik Penelitian ini merupakan satu upaya untuk memahami pola perkembangan layanan transportasi perdesaan di wilayah studi yang juga merepresentasikan negara sedang berkembang. Berbagai hasil penelitian dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan ilmu pengetahuan dalam bentuk penemuan teori baru, memodifikasi teori, memperkuat teori atau sebaliknya menyanggah teori yang ada. Secara keseluruhan hasil penelitian ini dapat dikelompokkan sebagai berikut: 7.3.1. Membangun teori baru Teori tentang perkembangan layanan transportasi perdesaan di negara maju menjelaskan adanya penurunan kinerja layanan transportasi umum dan diikuti dengan perkembangan layanan transportasi pribadi menggunakan mobil. Hasil penelitian ini telah membangun teori tentang perkembangan layanan transportasi perdesaan di negara berkembang sebagai berikut: a. Pola layanan transportasi perdesaan berkembang dari layanan tradisional menjadi layanan modern dengan dominasi sepeda motor. Belum ada teori yang menjelaskan secara rinci pola perkembangan layanan transportasi perdesaan di negara berkembang. Literatur yang berkembang lebih banyak menjelaskan karakter layanan transportasi yang ada di satu wilayah pada waktu tertentu (Starkey, 2013; Johnston, 2007; Porter, 2007; World Bank, 2003; Donnges, 2001; Barwell, 1996). Hanya Porter (2013) yang menjelaskan secara umum perkembangan transportasi di Sub-Sahara, Afrika, yang berawal dari pergerakan dengan berjalan kaki dilanjutkan dengan penggunaan kendaraan tidak bermotor. Kendaraan bermotor bis dan mini bis tersedia di lokasi-lokasi tertentu saja, di jalan-jalan utama dan digunakan untuk layanan transportasi regional. Penggunaan sepeda motor masih terbatas sebagai taksi yang menghubungkan tempat/jalan tertentu di perdesaan dengan pusat kegiatan atau layanan umum perkotaan.
334
Pola perkembangan layanan transportasi perdesaan di negara maju menunjukkan penurunan peran layanan transportasi umum bermotor diikuti dengan peningkatan peran layanan transportasi pribadi berupa penggunaan mobil (Bleakley, 2002; Brown, 2003; Hibbs, 2003; Gray, 2006; Weir dan Mc Cabe, 2009). Perkembangan tersebut memiliki kesamaan pola yang terjadi di wilayah studi yang ditunjukkan dengan perubahan pemanfaatan kendaraan tidak bermotor (layanan transportasi tradisional) menjadi layanan transportasi umum bermotor (modern). Setelah itu terjadi penurunan peran layanan transportasi umum (baik bermotor maupun tidak bermotor) dan meningkatnya peran layanan transportasi pribadi bermotor dengan menggunakan sepeda motor. Dalam konteks wilayah perdesaan negara berkembang, pola perkembangan layanan transportasi perdesaan di wilayah studi (Indonesia) merupakan pola perkembangan layanan transportasi perdesaan yang dapat ditemukan di negara berkembang, berbeda dengan pola perkembangan di wilayah perdesaan lainnya, baik di negara maju maupun negara berkembang lainnya.
b. Selain layanan transportasi pribadi dan transportasi umum (formal dan non formal), di wilayah perdesaan berkembang pula layanan transportasi sosial. Perkembangan layanan transportasi di wilayah studi tidak hanya terjadi pada layanan transportasi pribadi dan umum (formal dan non-formal) namun juga memunculkan jenis layanan transportasi baru, yaitu layanan transportasi sosial. Karakter layanan transportasi sosial berbeda dengan layanan transportasi pribadi dan umum. Layanan tersebut menggunakan kendaraan yang dimiliki secara pribadi, perorangan atau milik institusi tertentu tetapi bisa digunakan oleh masyarakat umum dengan atau tanpa biaya untuk maksud perjalanan tertentu. Tidak ada rute, jadwal maupun tarif layanannya. Kapanpun dibutuhkan masyarakat, layanan transportasi sosial bisa tersedia. Layanan ini berkembang luas di wilayah terpencil dan atau di wilayah dengan layanan transportasi umum sangat terbatas. Ketersediaan layanan transportasi sosial mampu memberikan kontribusi layanan transportasi bagi masyarakat yang miskin transport. Konsep layanan transportasi sosial tidak dijumpai di wilayah perdesaan negara maju maupun negara berkembang. Di negara berkembang lain hanya dijumpai layanan transportasi pribadi dan umum dengan menggunakan berbagai jenis kendaraan seperti 335
sepeda, kereta yang ditarik binatang, bis, mini bis, truck, pick-up, dan lain-lain. Di beberapa negara maju dikenal layanan transportasi umum konvensional dan nonkonvensional (Nutley, 1995, 2005) dengan menggunakan kendaraan bermotor seperti bis, mini bis maupun mini-van. Layanan transportasi umum konvensional merupakan layanan transportasi umum yang biasanya dioperasikan atau di bawah pengelolaan pemerintah.
Layanan transportasi umum non-konvensional yang berkembang di
perdesaan dikenal sebagai transportasi berbasis komunitas (community transport). Layanan ini mirip layanan transportasi umum, memiliki rute dan jadwal (meski lebih fleksibel) serta tarif angkutan, namun dikelola oleh masyarakat setempat. Karakter layanan tersebut berbeda dengan layanan transportasi sosial. Layanan transportasi sosial berkembang baik di wilayah perdesaan Indonesia, mampu melengkapi kebutuhan layanan transportasi perdesaan yang sering kali tidak bisa dipenuhi oleh pemerintah. Dengan layanan tersebut, keterbatasan layanan transportasi umum baik formal maupun non-formal, ketiadaan kendaraan pribadi maupun keterbatasan fisik manusia yang menghalangi pergerakan masyarakat dapat dibantu, ditingkatkan mobilitasnya.
c. Penggunaan sepeda motor di wilayah perdesaan tidak hanya terbatas oleh pengendara dewasa namun berkembang lebih luas digunakan pula oleh anak-anak. Perkembangan layanan transportasi telah memunculkan pergerakan anak-anak sekolah dengan menggunakan sepeda motor. Berawal dari kesulitan mendapatkan layanan transportasi bagi anak-anak yang berangkat ke sekolah, banyak orang tua yang membiarkan anak-anaknya ke sekolah menggunakan sepeda motor. Praktek-praktek tersebut semakin berkembang untuk berbagai perjalanan yang dilakukan anak-anak tidak saja pada jam-jam sekolah. Perjalanan anak-anak sekolah di wilayah perdesaan negara berkembang dilakukan dengan berjalan kaki, sepeda atau angkutan umum. Anak-anak perdesaan di Afrika terbiasa berjalan kaki dengan jarak yang cukup jauh ke sekolah, sehingga mengakibatkan kondisi fisik para pelajar tersebut menjadi capai dan tidak bisa konsentrasi pada pelajaran di sekolah. Kondisi ini berdampak pada rendahnya kualitas pendidikan anak-anak sekolah disana (Porter, 2002). Bagi pelajar dengan latar belakang 336
ekonomi keluarga yang lebih baik, sepeda merupakan alat angkut ke sekolah yang biasanya dipakai oleh anak laki-laki. Anak-anak perempuan secara kultural tidak banyak menggunakan sepeda. Bis sekolah hanya tersedia di tempat tertentu saja atau di sekolah yang menyediakan angkutan khusus anak sekolah. Tidak ada satupun referensi yang menjelaskan penggunaan sepeda motor untuk perjalanan pribadi ke sekolah bagi anakanak perdesaan di Afrika. Anak-anak di wilayah perdesaan negara maju selain diantar menggunakan mobil pribadi untuk kesekolah, sebagian dari mereka memanfaatkan layanan bis sekolah untuk jarak perjalanan jauh. Bila jarak sekolah dari rumah tidak terlalu jauh, para pelajar tersebut berjalan kaki atau menggunakan sepeda untuk mencapai sekolah (The Countryside Agency, 2003; Brown and Tyler, 2002). Aturan yang ketat tentang penggunaan kendaraan bermotor menyebabkan sepeda motor tidak berkembang di negara maju dan tidak banyak pelanggaran terkait penggunaan kendaraan bermotor. d. Perkembangan layanan transportasi perdesaan mampu mengatasi kendala alam. Perkembangan layanan transportasi selama ini selalu dikaitkan dengan peningkatan aksesibilitas berupa kemudahan pencapaian lokasi fasilitas maupun layanan umum. Kemudahan pencapaian selalu dikaitkan dengan jarak atau lama waktu yang ditempuh dan ketersediaan layanan transportasi. Kendala alam berupa kondisi topografi (berbukit) dan keberadaan potensi-potensi bencana alam seringkali mengakibatkan kesulitan akses. Temuan penelitian di wilayah studi menunjukkan peran sepeda motor yang sangat besar dalam mengatasi hambatan aksesibilitas kondisi topografi berbukit. Penggunaan sepeda motor (termasuk jenis ‘trail’ yang berkembang di wilayah studi) memudahkan masyarakat bergerak ke wilayah-wilayah perbukitan dengan kondisi jalan tanah maupun dengan hamparan agregat. Kondisi jalan di wilayah perbukitan yang sebagian besar buruk, dengan lebar jalan cukup sempit tidak menjadi halangan bagi pergerakan sepeda motor. Kendala alam lain yang dijumpai di wilayah studi berupa bahaya erupsi Gunung Merapi. Kasus erupsi Gunung Merapi pada tahun 2010 membuktikan peran sepeda motor yang sangat besar dalam evakuasi warga setempat. Dengan menggunakan sepeda motor, masyarakat mampu mengangkut anggota keluarganya dan atau harta bendanya lebih cepat ke tempat yang lebih aman ke barak337
barak pengungsian. Selama dalam pengungsian, sepeda motor tersebut, digunakan untuk menengok rumah, ternak dan harta benda yang ditinggalkan atau mengantar ke rumah saudara atau keluarga lain yang lebih jauh dan lebih aman. Bahkan tim SAR maupun relawan menggunakan sepeda motor (jenis sepeda motor ‘trail’ banyak digunakan) untuk melakukan koordinasi, distribusi maupun pengawasan lingkungan selama terjadinya bencana hingga ke lokasi-lokasi yang sulit dijangkau. Sepeda motor telah memberi kemudahan dalam upaya penyelamatan maupun pemulihan akibat bencana erupsi Gunung Merapi. Perkembangan layanan transportasi perdesaan di negara maju yang didominasi oleh mobil pribadi juga mampu mengatasi kendala alam, khususnya di wilayah-wilayah berbukit. Namun demikian dimensi mobil yang lebih besar menuntut ketersediaan lebar jalan yang lebih besar pula. Kemampuan mobil melewati jalan menanjak dan jalan-jalan dengan perkerasan rusak (kurang baik) lebih rendah dibanding sepeda motor. Penggunaan kendaraan bermotor ukuran besar (bis, mobil pribadi) untuk evakuasi bencana alam pun terbukti memberikan masalah kemacetan cukup parah di sepanjang rute evakuasi (Litman, 2006). Upaya mengatasi kendala alam untuk meningkatkan aksesibilitas telah dilakukan masyarakat perdesaan di Nepal yang memiliki topografi bergunung dengan menyediakan lintasan ‘ropeway’ yang dilengkapi dengan tempat untuk meletakkan barang maupun orang. ‘Ropeway’ yang menghubungkan wilayah dengan elevasi tinggi dan rendah biasanya digunakan untuk mengangkut barang, sedangkan yang membentang di atas sungai menghubungkan dua titik di masing-masing tepi sungai berfungsi untuk mengangkut orang dan atau barang. Aksesibilitas yang dihasilkan ‘ropeway’ ini terbatas hanya pada dua titik yang dihubungkan oleh ‘ropeway’ tersebut. Sementara itu, penggunaan sepeda motor memungkinkan masyarakat mengakses berbagai wilayah yang sulit dijangkau serta memudahkan proses evakuasi bencana alam. 7.3.2. Memodifikasi teori yang ada Hubungan antara perkembangan layanan transportasi dengan pembangunan perdesaan ditunjukkan dengan adanya peningkatan di berbagai bidang usaha, kesehatan dan 338
pendidikan seperti teori yang sudah ada (Porter, 2007). Dalam penelitian ini, hubungan perkembangan layanan transportasi dengan pembangunan perdesaan menunjukkan adanya temuan lain yaitu memperkuat hubungan sosial antar masyarakat, meningkatkan kemampuan menghadapi tantangan alam dan keamanan masyarakat dari bahaya bencana erupsi gunung berapi. Temuan ini belum banyak dijelaskan dalam penelitian-penelitian sebelumnya.
7.3.3. Memperkuat teori yang ada Beberapa teori yang terkait dengan layanan transportasi di wilayah studi menunjukkan penguatan terhadap teori-teori yang sudah ada baik untuk negara berkembang maupun maju. Berikut ini disimpulkan tentang penelitian ini yang memperkuat teori yang sudah ada. a. Pemerintah kurang berperan dalam penyediaan layanan transportasi perdesaan. Salah satu faktor pendorong perkembangan layanan transportasi adalah pemerintah. Dalam UU nomer 22 tahun 2009, menyebutkan bahwa pemerintah bertanggung jawab dalam penyediaan layanan transportasi umum. Pengertian penyediaan tersebut tentu saja tidak terbatas dalam membangun sistem layanan transportasi saja, tetapi juga memastikan bahwa layanan tersebut bisa dinikmati masyarakat dan berlangsung secara berkelanjutan. Menurunnya kinerja layanan transportasi umum di lokasi studi dalam kurun waktu yang lama serta tidak ada tanda-tanda perbaikan yang dilakukan pemerintah membuktikan bahwa pemerintah kurang berperan dalam penyediaan layanan transportasi. Kondisi tersebut memperkuat teori-teori sebelumnya yang menegaskan pemerintah kurang perhatian terhadap penyediaan layanan transportasi perdesaan. Berbagai literatur menjelaskan bahwa transportasi perdesaan selama ini belum mendapatkan perhatian yang serius oleh pemerintah, institusi penyedia donor pembangunan maupun peneliti (Johnston, 2007; Sarkar, 2005; Donnges, 2001). Fokus pembangunan transportasi perdesaan di negara-negara berkembang masih terbatas pada penyediaan infrastruktur transportasi (World Bank, 1999, 2002) berupa pembangunan jalan desa maupun pemeliharaan jaringan jalan yang ada. Layanan transportasi masih 339
terabaikan, belum menjadi prioritas, sehingga aksesibilitas perdesaan tidak bisa dicapai dengan optimal (Robinson dan Banjo, 1999). Permasalahan yang sama juga terjadi di wilayah perdesaan negara maju, meski dari aspek infrastruktur transportasi tersedia lebih baik. Pemerintah belum memberikan prioritas terhadap pengembangan layanan transportasi perdesaan. Subsidi terhadap pembangunan infrastruktur dan operasi layanan transportasi perdesaan belum bisa disediakan secara memadai, sehingga keterbatasan layanan transportasi belum mampu diatasi secara menyeluruh (Wellenius, et.al., 2004; World Bank, 2002; Romilly, 2001). Upaya pemerintah dengan melibatkan peran serta masyarakat dalam penyediaan layanan transportasi perdesaan telah membantu meringankan beban pergerakan masyarakat, meski belum mengatasi secara keseluruhan. Skema pembiayaan dalam bentuk subsidi belum mampu menarik masyarakat perdesaan untuk menggunakan layanan transportasi umum. Mereka masih bergantung pada mobil pribadi sebagai kendaraan andalan untuk melakukan kegiatan. Pemerintah sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam penyediaan layanan transportasi perdesaan terbukti tidak berperan dengan baik di negara berkembang maupun di negara maju. Dengan demikian temuan penelitian di wilayah studi memperkuat teori yang ada. b. Pengembangan layanan transportasi perdesaan dilakukan dengan pendekatan inklusi sosial serta memanfaatkan modal sosial. Pengembangan layanan transportasi perdesaan di negara-negara maju telah memanfaatkan modal sosial berupa jaringan masyarakat perdesaan untuk terlibat langsung dalam pengelolaan transportasi berbasis komunitas (community transport). Layanan tersebut memungkinkan masyarakat perdesaan mendapatkan layanan sesuai dengan kebutuhan (demand responsive) yang tidak bisa disediakan pemerintah. Keterlibatan masyarakat (inklusi sosial) dalam penyediaan layanan tersebut sangat berperan dalam tahap perencanaan, pengoperasian maupun kontrol terhadap operasional layanan transportasi. Masyarakat yang sebelumnya memiliki aksesibilitas terbatas terhadap layanan transportasi menjadi lebih aksesibel. Mereka semakin mudah terlibat dalam berbagai kegiatan yang berkembang di masyarakat, tidak tersisihkan atau terpisahkan oleh jarak, usia, maupun gender. 340
Bahkan Mosley (1979) menegaskan bahwa fokus perhatian tentang aksesibilitas perdesaan adalah tersedianya ‘kesempatan’ (opportunity) bukan perilaku (behavior) karena perilaku perjalanan saat ini sangat ditentukan/dibatasi oleh kondisi penyediaan transport (transport supply). Transport yang buruk mengakibatkan individu-individu terputus dari pekerjaan, pendidikan, tidak bisa mengakses makanan murah dan segar, mungkin hanya mengakses layanan kesehatan di saat kritis, sering tidak bisa ketemu teman-teman atau saudara atau terlibat dalam kegiatan sosial. Kondisi ini memunculkan eksklusi sosial (Raje, 2004; Commission for Rural Community, 2009) yang menyebabkan seseorang (individu) atau kelompok masyarakat tidak bisa berpartisipasi dalam berbagai kegiatan normal di masyarakat tempat mereka tinggal. Hasil penelitian memunculkan adanya layanan transportasi sosial yang menjadi bukti kearifan lokal berupa sifat tenggang rasa, solidaritas yang tinggi, rasa saling menolong yang berkembang di tengah masyarakat yang merupakan modal sosial. Tanpa adanya modal sosial tersebut, tidak mudah mengembangkan layanan transportasi yang memiliki karakter khusus tersebut, berbeda dengan layanan transportasi pribadi dan transportasi umum. Dengan adanya layanan transportasi sosial memungkinkan masyarakat bisa terlibat langsung dalam berbagai kegiatan sosial-ekonomi di tengah masyarakat, juga mencerminkan keterlibatan masyarakat (inklusi sosial) dalam penyediaan layanan transportasi. Gambaran tersebut memperkuat teori pengembangan layanan transportasi perdesaan dilakukan dengan pendekatan inklusi sosial dan memanfaatkan modal sosial.
c. Perubahan fungsi tunggal sepeda motor menjadi multi fungsi. Layanan transportasi di wilayah perdesaan selama ini digambarkan dengan penggunaan moda transportasi dengan fungsi tercampur sebagai layanan angkutan orang dan barang. Ketiadaan layanan transportasi yang memadai memaksa masyarakat perdesaan memanfaatkan bis atau bis mini untuk angkutan orang sekaligus barang. Demikian juga penggunaan truck atau kendaraan jenis pick-up yang diperuntukkan sebagai angkutan barang sangat umum dipakai untuk angkutan orang (Starskey, 2013). Gambaran yang sama juga terlihat di negara maju, meski hanya terlihat jelas pada tempat-tempat yang sangat terpencil atau dengan frekuensi pengangkutan yang lebih rendah. Namun demikian, di negara maju
341
tidak dijumpai pemanfaatan kendaraan pribadi sebagai layanan transportasi umum seperti yang terjadi pada konsep taksi sepeda motor (‘ojek’). Sepeda motor sebagai kendaraan dominan di wilayah studi telah mengakibatkan perubahan fungsi sebagai layanan transportasi pribadi menjadi transportasi umum (sebagai ‘ojek’) dan perubahan dari layanan transportasi orang menjadi transportasi barang. Bahkan sepeda motor juga berfungsi sebagai layanan transportasi sosial yang bersifat lebih fleksibel dan ‘demand responsive’. Fleksibilitas sepeda motor pun mendorong perubahan penggunaannya yang semula untuk layanan transportasi jarak pendek menjadi jarak jauh.
Sepeda motor benar-benar telah berkembang menjadi
kendaraan multi fungsi. Temuan penelitian ini telah memperkuat teori layanan transportasi perdesaan yang berkembang dari fungsi tunggal menjadi multi fungsi. d. Peran sepeda motor terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat semakin luas. Berbagai dampak perkembangan layanan transportasi terhadap kesejahteraan masyarakat telah banyak dikupas dari aspek sosial, ekonomi dan lingkungan masyarakat (Porter, 2013; Sarkar, 2010; Shiraishi, 2009). Peningkatan mobilitas yang diperoleh dari penggunaan sepeda motor memungkinkan masyarakat bisa bergerak lebih cepat, mampu mencapai lokasi yang lebih jauh sehingga berdampak terbukanya berbagai peluang ekonomi, kontak sosial dan akses ke layanan sosial lebih baik, serta menurunkan kemiskinan (Bryceson, Bradbury dan Bradbury, 2008). Dampak yang terjadi di wilayah studi sesuai dengan pendapat Porter (2013) yang menilai bahwa layanan transportasi memiliki dampak terhadap pengentasan kemiskinan serta pertumbuhan, yaitu peningkatan peluang kerja di bidang transportasi, pertanian, non pertanian serta peningkatan kesehatan, pendidikan dan kesejahteraan. Kesejahteraan
masyarakat
ditunjukkan
dengan
kondisi
kesehatan,
tingkat
pendidikan, besaran pendapatan keluarga dan berbagai kemudahan mengakses layanan umum lainnya. Dalam penelitian ini, kesejahteraan yang dimaksud tersebut tidak hanya terbatas pada indikator-indikator di atas tetapi juga terjaminnya kelangsungan hidup masyarakat yang lebih baik. Kelangsungan hidup yang dimaksud tersebut terkait dengan bahaya yang mengancam warga perdesaan akibat erupsi Gunung Merapi. Dominasi penggunaan sepeda motor dalam layanan transportasi perdesaan di wilayah studi telah 342
memberikan kemudahan masyarakat untuk melakukan evakuasi, terbukti dari kasus erupsi Gunung Merapi tahun 2010. Masyarakat menilai penggunaan sepeda motor telah membantu proses evakuasi secara cepat sehingga tingkat kematian akibat erupsi tersebut dapat ditekan. Kelangsungan hidup yang semakin membaik ini bisa dimaknai sebagai bagian dari peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pada kasus evakuasi bencana alam badai Rita dan Katrina yang terjadi di Amerika Serikat pada tahun 2005, telah memberikan pembelajaran bahwa penggunaan kendaraan bermotor (bis dan mobil pribadi) memberikan dampak bervariasi terhadap kelancaran evakuasi (Litman, 2006). Di satu sisi, penggunaan kendaraan bermotor tersebut memunculkan kemacetan lalulintas yang hebat, di sisi lain kapasitas angkut yang lebih besar dibanding penggunaan sepeda motor menungkinkan untuk mengevakuasi masyarakat lebih banyak. Dari temuan penelitian di wilayah studi mengindikasikan bahwa penggunaan sepeda motor telah memungkinkan masyarakat terhindar dari bahaya erupsi lebih cepat dan mudah dibandingkan kondisi sebelumnya yang penggunaan sepeda motor masih terbatas. Dampak perkembangan layanan transportasi perdesaan tidak hanya terbatas pada kesejahteraan namun juga pada keselamatan hidup masyarakat perdesaan.
7.3.4. Menyanggah teori yang ada
Beberapa tulisan tentang aspek jender dalam layanan transportasi menunjukkan adanya keterbatasan kaum perempuan mengakses layanan transportasi perdesaan baik di negara-negara berkembang maupun maju (Rivera, 2010; Porter, 2007; Robert, 2007; Riverson et.al., 2006; Starkey, 2003; Fernando, 2002; Peters, 2001; Hamilton, 2001). Kaum wanita di negara-negara berkembang memiliki peran domestik lebih besar dibanding pria sehingga kegiatan domestik seperti mencari air dan kayu bakar, mencuci, memasak, ke pasar dan lain lain merupakan tanggung jawab kaum wanita. Pada umumnya kegiatan domestik tersebut dilakukan dengan berjalan kaki menempuh jarak yang cukup jauh, sebagai contoh wanita Afrika hampir tiap hari berjalan kaki dengan membawa beban seberat (kira-kira) 20 kg sejauh 1 sampai 5 km dalam waktu 1 sampai 2,5 jam (Riverson, et.al., 2006). Kaum wanita melakukan perjalanan lebih jauh dan lebih berat. Dari aspek budaya mereka tidak 343
bisa mengakses kendaraan atau layanan transportasi, prioritas penggunaan kendaraan diberikan kepada kaum pria. Ada kendala budaya yang menyebutkan bahwa kaum wanita perdesaan di Afrika dianggap tidak pantas menggunakan sepeda dalam melakukan perjalanan (Porter, 2002). Kondisi tersebut telah menghabiskan waktu produktif kaum wanita yang bisa digunakan untuk kegiatan sosial maupun ekonomi, sehingga mereka kehilangan kesempatan untuk mengembangkan berbagai potensi ekonomi yang ada. Dengan berjalan kaki dan membawa beban terus menerus, kaum wanita sangat rentan terhadap berbagai penyakit, khususnya penyakit reproduktif (Fernando, 2002). Anak-anak, yang menjadi tanggung jawab kaum wanita untk mengasuh, juga merasakan dampak keterbatasan akses bagi kaum wanita di Afrika. Mereka rentan terkena berbagai penyakit dan juga kesulitan mengakses layanan pendidikan. Sementara itu, kaum wanita perdesaan di negara maju menghadapi permasalahan yang hampir sama meski dengan tingkat kesulitan akses yang berbeda. Permasalahan utama bersumber dari sumber daya yang buruk, karakter perjalanan dengan banyak maksud (multiple-purpose trips) serta menggunakan alat angkut lebih inferior dibanding pria (Turner dan Grieco, 2000). Tidak ada unsur budaya yang menghalangi kaum wanita untuk bisa mengakses seluruh layanan transportasi yang ada. Dampak terhadap kesehatan maupun ketersediaan waktu produktif bagi wanita tidak seberat di wilayah perdesaan negara berkembang. Permasalahan gender dan transportasi di wilayah studi tidak teridentifikasi secara jelas. Wanita memiliki hak yang sama dalam menggunakan alat transport atau mengakses layanan transportasi. Tidak ada kendala budaya yang merintangi kaum wanita untuk mengakses berbagai layanan transportasi. Sepeda motor sebagai kendaraan dominan di wilayah perdesaan bisa digunakan oleh siapapun dan kemanapun diperlukan. Namun demikian ada prioritas penggunaan sepeda motor dalam satu keluarga. Prioritas utama diberikan kepada orang yang bekerja, dalam hal ini, biasanya adalah kepala keluarga, yaitu bapak. Prioritas berikutnya diberikan kepada yang sekolah/bekerja jauh dari rumah baik untuk ibu maupun anak-anak. Penggunaan kendaraan dalam keluarga diatur sesuai prioritas kebutuhan saja, sama sekali tidak ada larangan bagi kelompok tertentu yang boleh menggunakan satu jenis kendaraan. Hal yang terpenting adalah persyaratan hukum 344
(peraturan) yang menjadi pegangan dalam mengijinkan seseorang menggunakan jenis kendaraan tertentu. Dengan demikian temuan penelitian di wilayah studi menyanggah teoriteori yang telah dikembangkan sebelumnya.
7.4. Rekomendasi Terhadap Kebijakan Transportasi Perdesaan Perkembangan layanan transportasi perdesaan memberikan pengaruh positif maupun negative terhadap pembangunan perdesaan. Oleh karena itu upaya pengembangan transportasi perdesaan ke depan tidak bisa dilepaskan dari berbagai kebijakan transportasi yang dikembangkan. Kebijakan yang dikembangkan pemerintah belum mampu memenuhi kebutuhan mobilitas dan aksesibilitas masyarakat perdesaan. Berbagai potensi sosial ekonomi yang ada di perdesaan belum dimanfaatkan pemerintah secara optimal untuk mendukung berbagai kebijakan yang dibuat. Pemerintah mestinya bisa lebih cermat dalam menyiasati berbagai keterbatasan yang dimiliki dalam mengembangkan layanan transportasi, sehingga peran sebagai penyedia layanan tersebut tidak ditanggalkan begitu saja. Ketersediaan modal sosial serta kearifan lokal yang berkembang di tengah masyarakat hendaknya dapat dimanfaatkan pemerintah secara bijaksana bersama-sama menyediakan layanan transportasi perdesaan sehingga inklusi sosial bisa terwujud dalam berbagai bidang. Agar kontrol terhadap layanan transportasi umum perdesaan bisa berjalan, serta ada penilaian yang obyektif terhadap kinerja operator layanan transportasi umum perdesaan, diperlukan adanya standar layanan transportasi minimum di wilayah perdesaan. Hal ini penting sekali dilakukan, mengingat selama ini layanan transportasi umum perdesaan berlangsung tanpa kontrol kinerja yang jelas. Operator hanya memiliki kewajiban memberikan layanan dalam bentuk operasi pada rute yang telah ditetapkan, tetapi tidak ada upaya untuk menjaga atau meningkatkan kinerja layanan. Tidak ada standar layanan yang harus dipenuhi operator dalam beroperasi. Selain itu urgensi keberadaan standar layanan transportasi perdesaan dikaitkan dengan upaya pemberian subsidi terhadap operator layanan transportasi yang didasarkan pada penilaian kinerja operator.
Pemberian subsidi oleh
pemerintah menjadi satu keharusan untuk menjamin keberlangsungan layanan transportasi
345
umum perdesaan. Standar pelayanan minimum akan menjadi tolok ukur penilaian terhadap operator maupun kinerja layanan transportasi perdesaan secara keseluruhan. Keterbatasan dana pemerintah seringkali menjadi kendala dalam pengembangan transportasi. Ketidakmampuan pemerintah dalam memberikan subsidi bagi penyelenggaraan layanan transportasi perdesaan yang baik merupakan salah satu bukti kegagalan pemerintah sebagai penyedia layanan umum. Anggaran sektor transportasi perdesaan harus menjadi prioritas dalam mengalokasikan anggaran pembangunan. Belajar dari keberhasilan beberapa negara maju dalam menyediakan layanan transportasi perdesaan, diperlukan kerjasama, peran serta swasta maupun masyarakat dalam penyediaan dana maupun pengelolaan layanan tersebut. Pemerintah bisa membangun berbagai skema kemitraan (partnership) dengan pihak swasta dalam menyediakan layanan transportasi umum seperti yang dilakukan di Inggris (Nutley, 1996).
Selain itu, pemerintah dimungkinkan memberdayakan peran
masyarakat dalam penyediaan sarana maupun prasarana transportasi seperti yang sukses dikembangkan di Srilanka (Lanka Forum, 1999) dan di Peru (IFRTD, 2005). Dampak yang ditimbulkan dari perkembangan layanan transportasi perdesaan tidak hanya terbatas pada kesejahteraan tetapi juga pada keselamatan masyarakat terhadap bencana alam. Oleh karena itu, pada wilayah perdesaan yang memiliki potensi bencana alam, maka sistem jaringan jalan dan infrastruktur transportasi lainnya harus direncanakan untuk kepentingan upaya evakuasi. Disain dan kondisi jalan harus bisa digunakan dengan mudah pada saat darurat, lebar jalan memadai, perkerasan jalan rata (tidak rusak, berlubanglubang). Perlu pula dikembangkan model layanan transportasi yang sensitif terhadap bahaya bencana alam. Layanan-layanan darurat (emergency) dengan memanfaatkan semua potensi yang ada di tengah masyarakat didukung oleh potensi pemerintah dan swasta harus dibangun untuk menciptakan sistem evakuasi yang handal. Peran sepeda motor yang makin dominan dalam layanan transportasi perdesaan perlu diwaspadai kelemahannya. Munculnya pengendara sepeda motor anak-anak serta perilaku berkendaraan tidak disiplin menjadi bukti kelemahan pemerintah dalam penegakan hukum. Mudahnya masyarakat memiliki sepeda motor maupun kendaraan bermotor lainnya tidak lepas dari peran pemerintah dalam mengembangkan kebijakan yang kurang berorientasi pada konsep transportasi berkelanjutan. Masyarakat menjadi tergantung terhadap kendaraan 346
bermotor. Alternatif angkutan yang hemat bahan bakar dan lebih ramah lingkungan perlahan-lahan menghilang. Akhirnya, ketika terjadi krisis bahan bakar, masyarakat menjadi panik, kehidupan sosial ekonomi terguncang dan pemerintah tidak bisa berbuat banyak. Pemerintah harus segera mengurangi ketergantungan layanan transportasi yang tidak hemat energi dengan mengembangkan berbagai layanan transportasi bersifat massal. Di samping itu, berbagai layanan umum vital harus didekatkan ke wilayah permukiman desa, seperti pasar, fasilitas kesehatan dan pendidikan, untuk mengurangi jarak perjalanan yang jauh. Dengan demikian fasilitas-fasilitas tersebut bisa dijangkau dengan menggunakan kendaraan tidak bermotor atau berjalan kaki yang lebih hemat dan ramah lingkungan. Pemerintah sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam pengembangan transportasi, selama ini masih berorientasi sektoral dan parsial. Ke depan, pemerintah hendaknya memiliki rencana strategis pembangunan transportasi yang terintegrasi, tidak bersifat sektoral serta memperhatikan seluruh potensi wilayah, khususnya wilayah perdesaan. Sistem transportasi perdesaan yang baik akan meningkatkan mobilitas dan aksesibilitas masyarakat dan wilayah perdesaan. Pada akhirnya kesejahteraan masyarakat perdesaan dapat meningkat. Situasi ini akan menekan terjadinya perpindahan warga perdesaan ke kota (urbanisasi) yang menimbulkan permasalahan tersendiri bagi wilayah perkotaan. Peningkatan kesejahteraan masyarakat perdesaan akan mengurangi gap kesejahteraan antara desa dan kota dan selanjutnya akan menekan akumulasi permasalahan yang diakibatkan interaksi desa-kota. Kebijakan pembiayaan di bidang transportasi yang selama ini sangat terbatas perlu ditingkatkan, tidak hanya terfokus pada pengembangan infrastruktur transportasi tetapi juga pada pengembangan layanan transportasi. Kebijakan tersebut harus memiliki payung yang kuat di tataran pusat sehingga implementasi pada tataran lokal akan menjadi lebih mudah dan realistis. Alokasi dana bagi sektor transportasi perdesaan harus tersedia dan dipastikan dapat digunakan secara optimal dan tepat sasaran sehingga mampu mendukung proses pembangunan secara keseluruhan. Kebijakan pengembangan transportasi perdesaan harus mempertimbangkan kearifan lokal serta modal sosial (social capital) yang ada di dalam masyarakat. Pengembangan transportasi perdesaan yang mendasarkan diri pada kearifan lokal akan mampu melihat 347
permasalahan dan potensi yang ada pada wilayah tersebut lebih cermat. Upaya-upaya pengembangan transportasi akan lebih mudah mengakomodasi kepentingan masyarakat setempat. Dengan memanfaatkan modal sosial yang ada, pengembangan transportasi perdesaan menjadi lebih berorientasi dari masyarakat, oleh masyarakat dan untuk masyarakat. Pemerintah akan semakin mudah dalam menjalankan dan mengontrol programprogram pembangunan. Pelibatan masyarakat (inklusi sosial) dalam berbagai aspek pembangunan menjadi kunci keberhasilan dalam setiap tahapan pembangunan di perdesaan.
7.5. Rekomendasi Penelitian Lebih Lanjut Penggunaan sepeda motor di perdesaan telah memberikan dampak positif pada peningkatan kesejahteraan, namun demikian keberlanjutan dari layanan transportasi ini masih belum dibuktikan. Sisi negatif penggunaan sepeda motor seperti rawan kecelakaan, kendaraan yang polutif serta tidak hemat energi merupakan aspek penting yang perlu dipertimbangkan dalam penelitian selanjutnya. Apakah sepeda motor akan dibiarkan berkembang terus dan tetap menjadi layanan utama transportasi perdesaan? Bagaimana dampak negatif penggunaan sepeda motor terhadap ekonomi keluarga dan lingkungan perdesaan? Peran pemerintah seperti apakah yang tepat dalam pengembangan layanan transportasi perdesaan? Semua itu merupakan pertanyaan-pertanyaan yang harus dicari jawabannya. Penelitian lebih lanjut terkait dengan pengembangan sepeda motor di wilayah perdesaan harus dikaitkan dengan upaya membangun sistem transportasi perdesaan yang berkelanjutan Keberadaan transportasi sosial di wilayah perdesaan Indonesia merupakan ciri khas atau kearifan lokal masyarakat setempat. Kearifan yang memberi manfaat besar bagi masyarakat ini perlu ditinjau lebih jauh kemungkinan dikembangkan dalam perencanaan maupun pengembangan layanan transportasi serta dalam berbagai kegiatan lain yang mendukung pembangunan perdesaan. Sejauh mana transportasi sosial dapat berperan dalam meningkatkan mobilitas dan aksesibilitas masyarakat serta pada kondisi wilayah seperti apa bisa
dikembangkan di Indonesia perlu dikaji lebih jauh untuk membuktikan bahwa
transportasi sosial memiliki peran yang baik dan pantas dikembangkan. 348
Pada wilayah yang rentan bencana alam, aspek transportasi pada saat evakuasi menjadi kunci penting dalam upaya menyelamatkan diri. Penelitian tentang peran layanan transportasi dalam upaya penyelamatan diri pada saat terjadi bencana alam belum banyak dilakukan. Indonesia sebagai negara yang memiliki beragam potensi bencana, seperti erupsi gunung berapi, gempa bumi, banjir, tsunami dan puting beliung perlu memiliki sistem transportasi yang berbasis bencana alam. Oleh karena itu, perlu dikaji peran transportasi dalam proses evakuasi maupun pengurangan dampak bencana alam serta dikembangkan sistem transportasi yang sensitif terhadap mitigasi bencana alam. Kuantifikasi pengaruh layanan transportasi perdesaan terhadap kesejahteraan masyarakat perdesaan perlu diteliti untuk mendapatkan gambaran besaran manfaat dari adanya perkembangan layanan transportasi. Dengan kata lain pendekatan penelitian kuantitatif untuk kasus yang sama diharapkan dapat memberikan gambaran lebih lengkap terkait hubungan antara transportasi dan pembangunan.
349