VII. SIMPULAN DAN SARAN
7.1. Simpulan Hasil analisis menunjukkan bahwa secara umum dalam perekonomian Indonesia terdapat ketidakseimbangan internal berupa gap yang negatif (defisit) di sektor swasta dan sektor publik. Defisit tabungan swasta tidak menjadi kendala karena dapat diatasi melalui aliran dana asing yang menopang pertumbuhan ekonomi. Sebaliknya, defisit fiskal menjadi kendala bagi pertumbuhan ekonomi karena penurunan penerimaan pemerintah akan memperlemah kekuatan fiskal. Menjawab tujuan penelitian pertama, dapat disimpulkan bahwa Model Makroekonomi Three-Gap Indonesia yang dibangun untuk menganalisis kinerja perekonomian Indonesia menunjukkan hasil yang baik. Secara teori ekonomi, hasil estimasinya logis dan memiliki arti (theoritically meaningful). Secara statistik, hasil estimasinya memuaskan. Hasil validasi model menunjukkan bahwa daya prediksinya cukup baik, sehingga dapat digunakan untuk simulasi kebijakan. Menjawab tujuan penelitian kedua yaitu tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja perekonomian, dapat disimpulkan bahwa: 1.
Hasil estimasi perilaku empiris Model Makroekonomi Three-Gap Indonesia tahun 1969-2000 menunjukkan bahwa tabungan swasta dipengaruhi oleh
tabungan swasta tahun sebelumnya. 2.
Pinjaman luar negeri swasta dapat mendorong peningkatan investasi swasta. Kalau pinjaman luar negeri swasta meningkat, maka ada kecenderungan investasi swasta meningkat dan pertumbuhan ekonomi meningkat.
3.
Pinjaman luar negeri pemerintah dipengaruhi oleh perbedaan tingkat suku bunga asing dan domestik. Itu berarti aliran pinjaman asing akan meningkat
218
ke dalam perekonomian apabila perbedaan tingkat suku bunga menurun. Tetapi yang menarik adalah peningkatan cadangan devisa dan PDB riil secara teoritis seharusnya mengurangi pinjaman luar negeri, namun hasil analisis menunjukkan bahwa kondisi ekonomi semacam itu tidak terjadi di Indonesia. 4.
Depresiasi nilai tukar riil yang disertai oleh penurunan cadangan devisa dapat meningkatkan penanaman modal asing langsung (foreign direct investment) karena adanya harapan (ekspektasi) yang menjadikan nilai aset-aset menjadi lebih tinggi, sehingga pihak asing terdorong untuk melakukan investasi.
5.
Apabila terjadi kenaikan tingkat suku bunga asing relatif terhadap suku bunga domestik, ternyata meningkatkan permintaan pinjaman luar negeri swasta. Sedangkan penurunan cadangan devisa dapat meningkatkan pinjaman luar negeri swasta. Hal ini menunjukkan bahwa kemungkinan terjadinya restriksi valuta asing dari defisit neraca pembayaran yang dapat membahayakan transfer modal dan bunganya, ternyata tidak relevan.
Menjawab tujuan penelitian ketiga yaitu tentang dampak kebijakan fiskal dan moneter terhadap kinerja perekonomian Indonesia, dapat disimpulkan bahwa: 1.
Pada periode sebelum krisis ekonomi Asia 1997 dan pada periode krisis, peningkatan penerimaan pemerintah ternyata dapat mendorong peningkatan pengeluaran yang pada gilirannya meningkatkan PDB riil. Itu dapat berarti kebijakan peningkatan penerimaan pemerintah dengan intensifikasi dan ekstensifikasi perpajakan masih dapat dilakukan mengingat tax ratio di Indonesia relatif masih rendah (15%), masih separuh dari 30%, persentase yang lazim. Pada tahun 2010 Dewan Perwakilan Rakyat RI mengusulkan kenaikan menjadi 16%. Kebijakan perpajakan dapat menjadi instrumen yang
219
efektif untuk mengurangi utang luar negeri pemerintah. Dampak ikutan dari pengurangan utang luar negeri, dalam kurun waktu panjang, dapat meningkatkan pendapatan per kapita penduduk. 2.
Penurunan obligasi pemerintah pada periode sebelum krisis dan pada periode krisis dapat meningkatkan aliran dana ke sektor swasta serta dapat meningkatkan investasi swasta dan konsumsi swasta. Namun pada periode sebelum krisis, meskipun berdampak meningkatkan kesenjangan valuta asing, tetapi berdampak menurunkan pengeluaran pemerintah, kesenjangan fiskal, kesenjangan tabungan dan PDB riil. Pada periode krisis, meskipun berdampak menurunkan kesenjangan tabungan dan kesenjangan valuta asing, tetapi berdampak meningkatkan pengeluaran pemerintah, kesenjangan fiskal dan PDB riil.
3.
Pada periode sebelum krisis, penurunan pinjaman luar negeri pemerintah ternyata
dapat
meningkatkan
efisiensi
di
sektor
publik
sehingga
meningkatkan belanja pemerintah dan kesenjangan fiskal yang dalam hal ini mendorong meningkatkan PDB riil. Akan tetapi, hal ini tidak terjadi pada periode krisis. 4.
Pada
periode
sebelum
krisis,
peningkatan
tabungan
swasta
dapat
meningkatkan kesenjangan tabungan, investasi swasta, kesenjangan fiskal dan PDB riil. Pada periode krisis, meskipun menurunkan kesenjangan tabungan, tetapi dapat meningkatkan investasi swasta, kesenjangan fiskal dan PDB riil. 5.
Kebijakan moneter penurunan tingkat suku bunga pada periode sebelum krisis dapat meningkatkan investasi swasta, konsumsi swasta, kesenjangan
220
fiskal dan kesenjangan valuta asing yang membawa peningkatan PDB riil. Namun hal ini tidak terjadi pada periode krisis. 6.
Pada periode sebelum krisis, peningkatan cadangan devisa dapat mendorong peningkatan aliran dana asing ke sektor swasta, kesenjangan tabungan dan kesenjangan fiskal yang membawa peningkatan PDB riil. Namun pada periode krisis, meskipun dapat meningkatkan kesenjangan tabungan dan kesenjangan fiskal, tetapi menurunkan aliran dana asing ke sektor swasta, pengeluaran pemerintah dan PDB riil.
7.
Hasil simulasi peningkatan jumlah uang beredar pada periode sebelum krisis berdampak
meningkatkan
kesenjangan
tabungan,
konsumsi
swasta,
pengeluaran pemerintah, kesenjangan fiskal dan kesenjangan valuta asing yang kesemuanya membawa peningkatan PDB riil. Pada periode krisis, meskipun menurunkan kesenjangan tabungan, kesenjangan fiskal dan kesenjangan valuta asing, tetapi dapat memperkuat sektor swasta dengan adanya peningkatan investasi swasta, konsumsi swasta dan aliran dana ke sektor swasta yang membawa peningkatan PDB riil. Peningkatan jumlah uang beredar dapat dilakukan melalui penurunan tingkat suku bunga, misalnya dengan menurunkan tingkat suku bunga SBI. Penurunan tingkat suku bunga SBI diharapkan dapat mendorong penurunan tingkat suku bunga di sektor riil. Makin rendah tingkat suku bunga, maka permintaan kredit dari sektor swasta akan meningkat. Dalam kondisi ini, di sektor swasta akan terjadi ekspansi industri yang diharapkan dapat mengabsorbsi tenaga kerja. Akan tetapi jumlah uang beredar harus terkendali karena dapat meningkatkan inflasi.
221
8.
Penurunan pelarian modal (capital flight) pada periode sebelum krisis dan periode krisis akan meningkatkan aliran dana asing ke sektor swasta dan menciptakan kondisi ekonomi dimana investasi swasta, konsumsi swasta dan total ekspor meningkat. Kenaikan ini dapat meningkatkan pengeluaran pemerintah yang pada gilirannya dapat membawa peningkatan PDB riil.
9.
Peningkatan pertumbuhan ekonomi Asia pada periode sebelum krisis dan pada periode krisis, meskipun menurunkan kesenjangan tabungan dan kesenjangan fiskal, tetapi dapat meningkatkan kesenjangan valuta asing, investasi swasta dan konsumsi swasta yang membawa peningkatan PDB riil.
10. Depresiasi nilai tukar riil pada periode sebelum krisis, meskipun meningkatkan kesenjangan valuta asing, tetapi menurunkan investasi swasta, konsumsi swasta dan kesenjangan fiskal yang akan menurunkan PDB riil. Namun pada periode krisis, meskipun menurunkan investasi swasta dan kesenjangan fiskal, tetapi meningkatkan konsumsi swasta dan meningkatkan kesenjangan valuta asing yang berperan memperbaiki kinerja perdagangan luar negeri yang kesemuanya membawa peningkatan PDB riil. 11. Kombinasi simulasi secara simultan dalam bentuk kebijakan fiskal berupa peningkatan penerimaan pemerintah dan penurunan pinjaman luar negeri pemerintah disertai kebijakan moneter berupa peningkatan tabungan swasta, penurunan tingkat suku bunga, peningkatan cadangan devisa dan peningkatan jumlah uang beredar pada periode sebelum krisis, memberi dampak meningkatkan kesenjangan fiskal, akan tetapi menurunkan kesenjangan tabungan dan kesenjangan valuta asing. Investasi swasta, konsumsi swasta
222
dan pengeluaran pemerintah meningkat, yang kesemuanya berdampak meningkatkan PDB riil (pertumbuhan). 12. Kombinasi simulasi secara simultan dalam bentuk kebijakan fiskal berupa peningkatan penerimaan pemerintah dan penurunan perubahan obligasi pemerintah disertai kebijakan moneter berupa peningkatan tabungan dan peningkatan jumlah uang beredar pada periode krisis, ternyata berdampak menurunkan kesenjangan tabungan, kesenjangan fiskal dan kesenjangan valuta asing. Akan tetapi kombinasi kebijakan fiskal dan moneter tersebut dapat meningkatkan investasi swasta dan konsumsi swasta, yang berdampak meningkatkan PDB riil.
7.2. Saran Kebijakan 1.
Oleh karena Indonesia mengalami defisit dalam kesenjangan fiskal, maka di samping melakukan kebijakan intensifikasi dan ekstensifikasi perpajakan, pemerintah perlu melakukan efisiensi dan efektivitas dalam pengeluarannya. Efisiensi ini diharapkan akan mengurangi dampak negatif dari defisit fiskal.
2.
Untuk mencegah dampak negatif dari defisit fiskal, maka perlu kebijakan fiskal yang berhati-hati karena meskipun pengeluaran pemerintah merupakan stimulus bagi perekonomian, akan tetapi hal itu bisa menyebabkan dapat bersifat inflatoar dan menyebabkan peningkatan suku bunga (crowding-out effect) karena adanya beban utang pemerintah yang besar. Karena itu pengeluaran pemerintah yang bertujuan untuk menggerakkan perekonomian sebaiknya ditujukan pada rumah tangga dengan pendapatan menengah ke bawah dan lebih fokus lagi pada golongan termiskin serta mampu
223
menciptakan investasi baru dan meminimalisasi kenaikan tingkat suku bunga (Artha dan Wardhana, 2003). 3.
Kondisi defisit di sektor swasta memerlukan penguatan aliran permodalan. Mengingat bahwa akumulasi pinjaman luar negeri swasta telah menjadi salah satu sebab terjadinya krisis ekonomi Asia tahun 1997, maka diharapkan ada kebijakan yang mendorong investasi asing langsung (foreign direct investment) berjangka panjang. Ada bukti yang menunjukkan bahwa walaupun kebijakan suku bunga uang dari bank sentral diturunkan, tidak serta merta dapat memperbaiki suku bunga uang di sektor riil. Untuk itu, peran intermediasi perbankan harus ditingkatkan, mengingat perbankan masih merupakan sumber pembiayaan utama dalam masyarakat tetapi sampai saat ini mengalami spread yang tinggi setelah terjadi krisis ekonomi.
4.
Untuk meningkatkan kinerja perekonomian, perlu dilakukan kebijakan yang mendorong peningkatan ekspor, antara lain dengan pengurangan pajak ekspor dan mengurangi hambatan birokrasi. Peningkatan ekspor akan meningkatkan cadangan devisa yang diharapkan dapat meningkatkan aliran dana asing ke sektor swasta guna meningkatkan investasi.
5.
Dalam hal pinjaman luar negeri pemerintah, setelah krisis ekonomi mulai teratasi, pemerintah diharapkan mengurangi pinjaman luar negerinya untuk mengurangi beban bunga utangnya. Oleh karena itu keputusan pemerintah untuk mengurangi posisi utang luar negerinya merupakan keputusan yang tepat. Apalagi jika kebijakan itu dilakukan sekaligus dengan kebijakan pengelolaan utang dalam negeri pemerintah yang juga meningkat. Dengan
224
demikian, pemerintah diharapkan akan menjadi lebih mampu mengelola pengeluarannya secara lebih efisien dan lebih tepat sasaran.
7.3. Saran Penelitian Lanjutan Dalam penelitian ini dianalisis dampak kebijakan fiskal dan moneter terhadap kinerja perekonomian pada periode tahun 1990-1996 dan tahun 19972000 berdasarkan studi empiris secara makro dari sisi permintaan agregat, dan tidak mengupas lebih jauh sisi penawaran agregat (pendekatan sisi produksi). Sisi yang belum dibahas adalah sektor perbankan yang merupakan salah satu pemicu meluasnya krisis ekonomi di Indonesia pada tahun 1997. Penyehatan perbankan nasional oleh pemerintah saat itu ternyata menimbulkan utang dalam negeri pemerintah yang cukup besar (Rp.600 triliun). Tambahan lagi, sampai saat ini fenomena kurang berjalannya fungsi intermediasi perbankan masih belum teratasi. Hal ini tercermin dari perbankan yang lambat mengalirkan kredit secara optimal. Oleh karena itu, dalam penelitian selanjutnya diperlukan mendalami tentang sektor swasta dan perbankan dari sisi penawaran secara lebih terperinci. Penelitian ini juga tidak menganalisis struktur perekonomian Indonesia yang terbentuk akibat dari krisis ekonomi Asia tahun 1997, dimana industrialisasi menjadi terhambat pengembangannya. Oleh karena itu, diharapkan ke depannya akan dilakukan penelitian yang lebih mendalam dari sisi penawaran tentang perubahan struktur perekonomian dan arahnya sebagai akibat dari terjadinya krisis ekonomi.