190
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN 7.1 Simpulan Berdasarkan hasil analisis dapat ditarik beberapa kesimpulan. Pertama ditemukan pola dasar fitur-fitur suprasegmental yang terdiri atas, enam baris pada bait kawitan pendek, delapan baris pada bait kawitan pendek, delapan baris pada bait pemawak, dan sepuluh baris pada bait penawa. Masing-masing bait memiliki ritme, tekanan, intonasi, dan durasi yang berbeda. Ritme kawitan pendek terdiri atas suara ringan dan suara berat. Selain itu, kawitan pendek juga ditembangkan dengan suara rendah, suara menengah, dan suara tinggi. Pada awal masing-masing baris dimulai dengan suara tinggi tetapi ada juga yang dimulai dengan suara rendah, sedangkan pada akhir tiap-tiap baris ditembangkan dengan suara rendah atau suara tinggi. Tekanan kawitan pendek tersebar secara acak baik pada posisi awal, tengah, ataupun diakhir tiap-tiap baris. Tiap-tiap baris kawitan pendek dimulai dengan intonasi datar, sedangkan penembangan tiap-tiap baris dapat diakhiri dengan intonasi datar, intonasi naik, maupun intonasi turun. Terakhir, kawitan pendek juga didominasi oleh penembangan yang diperpanjang dari durasi tuturan biasa. Kawitan panjang yang terdiri atas delapan baris memiliki perbedaan formula dasar dengan kawitan pendek. Ritme kawitan panjang terdiri atas, suara rendah, suara menengah, dan suara tinggi. Pada silabel awal masing-masing baris ditembangkan dengan suara menengah, sedangkan penembangannya diakhiri oleh suara rendah atau suara tinggi. Selain itu, ritme kawitan panjang terdapat juga suara ringan dan suara berat. Tekanan kawitan panjang muncul secara acak pada masing-masing baris tetapi pada kawitan panjang tidak muncul tekanan di akhir 190
191
baris. Intonasi yang terjadi pada kawitan panjang, yaitu intonasi datar, intonasi naik, dan intonasi turun. Intonasi datar lebih banyak terjadi saat bait ini ditembangkan. Intonasi datar selalu muncul di awal penembangan bait ini, sedangkan di akhir baris ditembangkan dengan intonasi datar atau intonasi turun. Secara umum, durasi yang diperlukan menembangkan bait ini diperpanjang dari tuturan biasa, meskipun demikian terjadi juga pemendekan pada beberapa silabel yang menyusun bait ini seperti silabel [wi]. Pemawak memiliki ritme yang tersusun atas, suara rendah, suara menengah, dan suara tinggi. Pada awal penembangannya, masing-masing baris penyusun baik pemawak ditembangkan dengan kombinasi suara rendah, menengah, atau suara tinggi, sedangkan penembangan pada akhir tiap-tiap baris dinyanyikan dengan dominasi suara rendah dan ada dua baris yang ditembangkan dengan suara menengah. Tekanan pemawak terjadi secara acak. Tekanan ini muncul di awal baris, di tengah baris, maupun di akhir baris. Intonasi pemawak cukup unik karena pada awal baris ditembangkan dengan intonasi datar tetapi di akhir baris ditembangkan dengan dominasi intonasi datar kemudian turun lalu naik dan kembali datar. Selain itu, intonasi akhir pada dua baris juga ditembangkan dengan intonasi datar atau turun. Lamanya penembangan tiap-tiap silabel pada bait ini didominasi oleh pemanjangan suara. Meskipun banyak terdapat pemanjangan suara, pada bait ini juga terdapat pemendekan suara akibat adanya pengaruh dari fitur lemah [h] dan [s]. Pada bait penawa ritmenya juga tersusun atas suara rendah, suara menengah, dan suara tinggi. Kemunculan tiap-tiap tingkat suara ini dapat terjadi di awal, tengah, maupun akhir penembangan. Tekanan penawa sama seperti
192
tekanan-tekanan yang muncul pada tiga bait sebelumnya, yaitu terjadi secara acak. Penawa memiliki intonasi yang unik dibandingkan dengan intonasi ketiga bait di atas, yaitu setiap baris diakhiri dengan intonasi yang lebih rumit, beberapa baris diakhiri dengan intonasi datar kemudian naik lalu turun, beberapa baris diakhiri dengan intonasi datar lalu turun, beberapa baris diakhiri dengan intonasi datar kemudian naik lalu turun dan kembali datar, dan satu baris diakhiri dengan intonasi naik lalu datar. Durasi yang diperlukan untuk menembangkan rata-rata lebih lama dari tuturan biasa. Meskipun terjadi pemanjangan di setiap barisnya, pemendekan juga terjadi pada beberapa silabel penyusun bait ini. Kecenderungan pemanjangan durasi pada tiap-tiap silabel dapat terjadi apabila terdiri dari satu fitur yaitu fitur [+silabis], silabel terbuka, silabel terbuka dengan fitur luncuran, dan silabel tertutup dengan koda yang memiliki fitur [lateral], [+malar], dan [+sonoran]. Kedua pada bagian variasi fitur-fitur suprasegmental, variasi yang terjadi dapat dibagi menjadi empat, yaitu variasi pada tekanan, variasi pada intonasi, variasi durasi, dan variasi pada jeda. Variasi pada tekanan terjadi secara acak dan tidak ada aturan yang pasti di mana saja terjadi tekanan. Di pihak lain, variasi pada intonasi dapat terjadi pada silabel yang memiliki kontur datar-naik-turun, kontur datar, kontur datar, dan kontur turun. Hal ini dapat dilakukan selama tidak melenceng dari nada pokok serta memiliki kemampuan untuk mengolah vokal yang baik. Perubahan pada kontur datar menjadi kontur naik ataupun kontur pada sebuah silabel memengaruhi kontur pada silabel setelahnya. Pengaruh yang diberikan, yaitu perubahan terjadi juga pada silabel tersebut, baik itu menjadi kontur naik maupun kontur turun, tergantung pada perubahan pada silabel
193
sebelumnya. Variasi durasi terjadi pemanjangan durasi yang diperlukan untuk melakukan satu kali penembangan pada sebuah silabel. Pemanjangan dapat terjadi dua kali atau tiga kali dari durasi dasar penembangan masing-masing silabel pada tembang kembangannya. Variasi jeda dapat memisahkan antara dua buah kata yang berdekatan pada sebuah baris. Variasi yang muncul tidak serta merta terjadi begitu saja. Dari pembahasan yang telah dilakukan pada bab VI, diketahui bahwa variasi dapat terjadi karena faktor linguistik dan faktor nonlinguistik. Faktor linguistik antara lain karena pengaruh fitur yang melekat pada setiap silabel. Kecenderungan terjadi pada silabel yang memiliki fitur [ŋ], [r], [k], dan [j]. Selain karena faktor fitur yang terdapat pada tiap-tiap silabel terdapat juga faktor dialek dan makna yang memengaruhinya. Kedua hal ini berdampak pada adanya variasi pada beberapa ciri khas dialek penembang dan tingkat suara yang mampu digunakan saat menembangkan sebuah bait kidung. Faktor nonlinguistik juga memengaruhi sebuah penembangan kidung, yaitu adanya interpretasi dan persepsi terhadap fitur-fitur suprasegmental dasar dari sebuah kidung. Adanya kemampuan untuk mengingat semua fitur yang melekat akan memberikan interpretasi untuk melakukan beberapa variasi yang diinginkan selama nada yang digunakan tetap pada pokok. Selain itu, kemampuan olah vokal seseorang juga menjadi faktor penting untuk melakukan improvisasi pada saat menembangkan kidung. Adanya kemampuan olah vokal yang baik akan dapat melakukan improvisasi yang semakin rumit, sedangkan kemampuan olah vokal yang kurang baik maka improvisasi yang dilakukan tidak terlalu rumit. Kerumitan yang dimaksud, yaitu
194
adanya improvisasi intonasi lebih banyak disertai dengan durasi yang lebih panjang.
7.2 Saran Berdasarkan simpulan yang didapatkan di atas, secara keseluruhan telah ditemukan formula dasar mengenai fitur-fitur suprasegmental dasar pada KTN. Oleh karena itu, tantangan untuk menganalisis fitur-fitur suprasegmental pada jenis kidung lainnya semakin terbuka lebar. Ini dapat membantu para linguis yang menekuni bidang fonetik akustik agar dapat menemukan formula bukan hanya pada tuturan langsung, melainkan juga pada sebuah sajak yang ditembangkan. Kerumitan-kerumitan baitnya serta terikat dengan berbagai fitur dapat juga memudahkan peneliti lain untuk mengembangkan hasil karyanya.