BAB VII ANALISIS GENDER DALAM KINERJA PENYULUH DI BADAN PELAKSANA PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN DAN KEHUTANAN (BP4K) KABUPATEN BOGOR Bab berikut ini mendeskripsikan mengenai Akses, Kontrol, Partisipasi dan Manfaat yang didapatkan dari penyuluh di Kabupaten Bogor dalam menjalankan tupoksi sesuai dengan jenjang jabatan masing-masing. Jumlah responden yang diteliti adalah 49 orang penyuluh, yang terdiri dari 42 orang penyuluh laki-laki dan tujuh orang penyuluh perempuan. Responden adalah penyuluh pertanian dan penyuluh kehutanan di Kabupaten Bogor. 7.1 Akses Penyuluh di BP4K Kabupaten Bogor dalam Penyelenggaraan Penyuluhan Akses merupakan akumulasi semua aktivitas atau kegiatan yang dilakukan oleh penyuluh (laki-laki dan perempuan) dalam penyelenggaraan persiapan, pelaksanaan, evaluasi dan pelaporan, serta pengembangan penyuluhan pertanian sesuai Tupoksi PERMENPAN Nomor 2 Tahun 2008 yang dilakukan dalam kurun waktu satu tahun terakhir. Akses dilihat dengan merujuk pada sistem Latihan dan Kunjungan (LAKU) yang sejak tahun 1976 digunakan sebab sangat efektif dalam meningkatkan pengetahuan, sikap dan ketrampilan petani. Selain dari kuesioner, berikut juga dilaporkan akses satu orang penyuluh laki-laki dan satu orang penyuluh perempuan berdasarkan laporan kegiatan penyuluhan periode Juli sampai dengan September tahun 2008 di BP3K Dramaga. Adapun akses penyuluh di Kabupaten Bogor selengkapnya akan disajikan berikut ini. 7.1.1 Persiapan Pada Tabel 33 disajikan akses penyuluh di BP4K Kabupaten Bogor pada Persiapan menurut kategori jabatan dan jenis kelamin. Secara umum, baik PPT maupun PPA laki-laki dan perempuan akses terhadap seluruh kegiatan pada persiapan. Pada kegiatan identifikasi potensi wilayah, persentase PPA relatif lebih tinggi dibandingkan dengan PPT. Ini berarti lebih banyak PPA yang akses terhadap kegiatan identifikasi potensi wilayah. Responden pada kegiatan ini adalah semua penyuluh kecuali pada jenjang Penyelia dan Madya sehingga data
62
pada identifikasi potensi wilayah sebenarnya hanya menggambarkan akses Penyuluh Pelaksana, Pelaksana Lanjutan, Penyuluh Pratama dan Penyuluh Muda. Tabel 33 Persentase Responden Penyuluh Menurut Akses, Jabatan Fungsional dan Jenis kelamin dalam Persiapan Penyuluhan Pertanian di BP4K Kabupaten Bogor, Tahun 2010
Persiapan
Penyuluh Penyuluh Pertanian Pertanian Ahli Terampil Laki- Perem- Laki- Peremlaki puan laki puan
Identifikasi potensi wilayah (nPPTL=6, nPPTP=1, nPPAL=7, 46,2 nPPAP=2) Memandu penyusunan RUK, RKK,RKD, RKPD (nPPTL=1, 100,0 nPPTP=1) Penyusunan programa penyuluhan pertanian (nPPTL=24, nPPTP=2, 72,7 nPPAL=9, nPPAP=3) Penyusunan rencana kerja tahunan penyuluh pertanian (nPPTL=24, 68,6 nPPTP=2, nPPAL=11, nPPAP=5) Keterangan: PPTL: Penyuluh Pertanian Terampil Laki-Laki PPTP: Penyuluh Pertanian Terampil Perempuan PPAL:Penyuluh Pertanian Ahli Laki-laki PPAP: Penyuluh Pertanian Ahli Perempuan
Total Lakilaki
Perempuan
33,3
53,8
66,7 100,0
100,0
100,0
0,0
0,0 100,0
100,0
40,0
27,3
60,0 100,0
100,0
28,6
31,4
71,4 100,0
100,0
Mayoritas responden pada PPT merupakan Penyuluh Pertanian Pelaksana Lanjutan, sedangkan pada PPA adalah jenjang Penyuluh Pertanian Muda. Pada Tabel 33 terlihat bahwa jumlah PPTL yang akses pada kegiatan identifikasi potensi wilayah lebih tinggi sekitar 12 persen dibandingkan dengan PPTP, sebaliknya pada PPA, dengan selisih yang sama PPAP yang akses pada kegiatan ini lebih tinggi. Hal ini diduga karena PPAP memiliki masa kerja yang relatif lebih lama sehingga lebih berpengalaman. Baik pada penyuluh laki-laki dan perempuan keduanya mayoritas merupakan Penyuluh Pertanian Muda. Pada kegiatan memandu penyusunan rencana usaha petani, diketahui tidak satupun responden yang merupakan PPA. Responden merupakan satu orang PPTL dan PPTP Pelaksana karena kegiatan memandu penyusunan rencana usaha petani hanya terdapat pada jenjang pelaksana. Diketahui kedua responden memandu penyusunan rencana usaha petani.
63
Kegiatan penyusunan programa penyuluhan pertanian dan penyusunan rencana kerja tahunan dilakukan oleh seluruh responden pada penelitian ini. Pada kegiatan penyusunan programa, persentase PPTL lebih tinggi sekitar 30 persen dibanding PPTP dan sebaliknya PPAP lebih tinggi
sekitar 32 persen
dibandingkan PPAL. Pada PPT mayoritas responden berasal dari jenjang Penyelia, sedangkan pada PPA mayoritas responden adalah penyuluh pada jenjang Madya. Berdasarkan hasil wawancara, programa penyuluhan pertanian dibuat oleh setiap BP3K yang dalam perumusannya disesuaikan dengan programa daerah dan musyawarahkan dalam rapat di BP3K masing-masing. Dengan melihat fakta bahwa hanya sedikit penyuluh yang berpartisipasi dalam penyusunan programa penyuluhan pertanian, diduga karena setiap BP3K memiliki tim khusus penyusunan programa yang ditunjuk dengan Surat Keputusan Kepala BP4K sehingga menjadi wajar jika tidak semua penyuluh terlibat. Persentase PPAP yang lebih tinggi diduga karena responden memiliki jabatan, baik di BP3K maupun di BP4K sehingga memungkinkan bagi responden tersebut untuk berpartisipasi dalam penyusunan programa penyuluhan pertanian. Kegiatan berikutnya pada persiapan adalah penyusunan Rencana Kerja Tahunan Penyuluh (RKTP) yang merupakan rencana tertulis yang dibuat oleh penyuluh pertanian untuk suatu wilayah kerja tertentu dalam bentuk kegiatan penyuluhan pertanian. Pada kegiatan penyusunan rencana kerja tahunan persentase PPTL relatif jauh lebih tinggi dibandingkan PPTP yakni sebesar 40 persen. Demikian halnya persentase PPAP lebih tinggi dari PPAL. Responden yang paling banyak melakukan kegiatan ini adalah PPT Penyelia. Kegiatan ini dilakukan oleh seluruh PPT Perempuan yang menjadi responden pada penelitian ini. Berdasarkan data dari lapangan diketahui bahwa penyusunan rencana kerja merupakan kewajiban bagi setiap penyuluh. Penyusunan RKTP harus dibuat seorang penyuluh dua kali dalam setahun atau paling kurang sekali setahun. Berdasarkan data pada Tabel 33, dari total 49 responden hanya terdapat 42 orang penyuluh yang membuat rencana kerja tahunan. Ini artinya baru sekitar 86 persen penyuluh yang memiliki rencana kerja tahunan. Meskipun persentasenya tinggi, namun belum mencapai target yang seharusnya yakni 100 persen. Diduga hal ini
64
diakibatkan karena masih lemahnya kemampuan administrasi penyuluh di Kabupaten Bogor. Selain rencana kerja tahunan, merujuk pada sistem kerja LAKU, penyuluh juga diharuskan membuat rencana kerja dwi mingguan. Unsur-unsur di dalam rencana kegiatan terdiri atas tanggal kunjungan, kelompok tani sasaran, desa dan kegiatan yang akan dilakukan. Berdasarkan laporan, diketahui penyuluh laki-laki maupun perempuan membuat rencana kerja bulanan. Adapun contoh rencana kerja bulanan penyuluh, dapat dilihat pada Lampiran 5. 7.1.2 Pelaksanaan Adapun data mengenai akses penyuluh dalam Pelaksanaan penyuluhan pertanian disajikan pada Tabel 34. Tabel 34
Persentase Responden Penyuluh Menurut Akses, Jabatan Fungsional dan Jenis kelamin dalam Pelaksanaan Penyuluhan Pertanian di BP4K Kabupaten Bogor, Tahun 2010
Pelaksanaan
Penyuluh Penyuluh Pertanian Pertanian Ahli Terampil Laki- Perem- Laki- Peremlaki puan laki puan
Penyusunan materi (nPPTL=24, nPPTP=1 85,7 50,0 nPPAL=4, nPPAP=1) Perencanaan penerapan metode penyuluhan pertanian 66,7 28,6 (nPPTL=28, nPPTP=2, nPPAL=14, nPPAP=5) Menumbuhkan/ Mengembangkan 26,7 0,0 kelembagaan petani (nPPTL=4, nPPTP=1, nPPAL=11, nPPAP=2) Keterangan: PPTL: Penyuluh Pertanian Terampil Laki-Laki PPTP: Penyuluh Pertanian Terampil Perempuan PPAL:Penyuluh Pertanian Ahli Laki-laki PPAP: Penyuluh Pertanian Ahli Perempuan
Total Lakilaki
Perempuan
14,3
50,0
100,0
100,0
33,3
71,4
100,0
100,0
73,3
100,0
100,0
100,0
Data pada Tabel 34 menunjukkan persentase PPT yang akses terhadap Pelaksanaan lebih tinggi dibandingkan dengan PPA. Mayoritas responden pada PPT merupakan penyuluh jenjang Penyelia, sedangkan pada PPA mayoritas responden merupakan penyuluh jenjang Muda. Pada kegiatan penyusunan materi
65
yang merupakan tupoksi setiap kategori jabatan kecuali PPT Pelaksana dan PPA Madya, persentase PPTL lebih tinggi sekitar 35 persen dibandingkan PPTP, Dengan jumlah selisih persentase yang sama, akses PPAP lebih tinggi dibandingkan PPAL. Namun demikian, meskipun persentase PPAP lebih tinggi, jumlah PPAL yang akses terhadap penyusunan materi lebih banyak sebab penyuluh perempuan pada kegiatan penyusunan materi hanya dua orang. Kegiatan ini merupakan tupoksi setiap kategori jabatan kecuali PPT Pelaksana dan PPA Madya. Materi yang disusun oleh penyuluh antara lain berbentuk seri foto, buklet dan poster. Pada umumnya penyuluh tidak membuat materi dalam bentuk multimedia seperti film pendek dan VCD/DVD. Hal ini dimungkinkan karena minimnya fasilitas di BP4K/BP3K. Meskipun sebenarnya penyuluh telah diberi pelatihan multimedia namun tidak tersedianya fasilitas menjadi hambatan yang cukup berarti. Disisi lain, penyuluh yang mayoritas sudah tua diduga kurang akses terhadap teknologi misalnya komputer. Hal ini juga terlihat dari jumlah penyuluh yang memiliki komputer yakni 27 orang. Hal ini diperkuat dengan pernyataan salah seorang penyuluh di BP3K Ciseeng yakni NK berikut ini: ‘Penyuluh itu ibaratkan orang yang ditinggalkan di hutan tanpa perbekalan. Dia harus mencari sendiri apa yang dibutuhkannya.’ Berdasarkan laporan BP3K Dramaga, diketahui penyuluh laki-laki dan perempuan memberikan materi antara lain mengenai pemupukan, pengolahan tanah, penanggulangan hama dan dinamika kelompok. Adapun metode yang digunakan oleh penyuluh laki-laki lebih bervariasi dibandingkan penyuluh perempuan yakni, demonstrasi plot, demonstrasi cara, ceramah dan kursus. Sementara penyuluh perempuan menggunakan demonstrasi cara dan kursus. Penyuluh perempuan lebih banyak memberi materi yang bersifat menambah pengetahuan petani, sedangkan penyuluh laki-laki lebih banyak memberikan materi yang dalam bentuk praktek. Diduga, hal ini disebabkan karena penyuluh perempuan lebih senior dibandingkan penyuluh laki-laki sehingga penyuluh perempuan cenderung tidak mau ke lapangan. Hal ini sesuai dengan pernyataan salah seorang penyuluh di BP3K wilayah Cigudeg bahwa penyuluh yang sudah tua cenderung lebih “malas” ke lapangan.
66
Pada perencanaan penerapan metode penyuluhan pertanian persentase PPTL lebih tinggi dibandingkan PPTP dan persentase PPAP lebih tinggi dari PPTP sekitar 31 persen. Adapun metode yang digunakan meliputi demonstrasi farm, demonstrasi cara, demonstrasi plot dan demonstrasi area. Terakhir, pada kegiatan penumbuhan dan pengembangan kelembagaan petani, PPTP tidak akses terhadap kegiatan tersebut, sedangkan persentase PPAP lebih tinggi sekitar 26 persen dibandingkan PPAL. Adapun kegiatan penumbuhan dan pengembangan kelembangan petani diantaranya penumbuhan kelompok tani dan GAPOTAN. Laporan dari BP3K periode Juli-September 2008 menunjukkan bahwa penyuluh laki-laki membina delapan kelompok tani, sedangkan penyuluh perempuan membina tiga kelompok tani. Baik penyuluh laki-laki maupun perempuan melakukan kunjungan pada dua sampai empat kelompok tani secara rutin dengan rata-rata peserta yang hadir masing-masing sembilan dan enam orang. Kedua penyuluh melakukan pertemuan di rumah ketua kelompok tani maupun di saung. Pada dasarnya waktu kunjungan dapat diatur secara fleksibel, tergantung kesepakatan antara petani dan penyuluh. Merujuk pada sistem kerja LAKU, setiap penyuluh harus membina delapan sampai 16 kelompok tani dan dijadwalkan mengunjungi setiap kelompok sekali dalam dua minggu. Dengan kunjungan kerja ini diharapkan seorang penyuluh pertanian dapat mempengaruhi 100 orang petani per kelompok tani. Melihat fakta di atas, dapat disimpulkan bahwa penyuluh perempuan belum memenuhi aturan Sistem Kerja LAKU dalam hal jumlah kelompok tani yang dibina. Sementara target dapat mempengaruhi 100 orang petani per kelompok tani juga belum dapat dicapai baik oleh penyuluh lakilaki, maupun penyuluh perempuan. Penyuluh laki-laki melakukan 15 kali kunjungan dan penyuluh perempuan melakukan 14 kali kunjungan, dimana masing-masing melakukan satu kali latihan dan satu kali kegiatan koordinasi di BP3K. Hal ini sesuai dengan sistem kerja LAKU yang menyatakan bahwa latihan bagi penyuluh pertanian diselenggarakan di BPP atau ditempat lain dengan jadwal sekali dalam dua minggu. Latihan tersebut diselenggarakan secara teratur, terarah dan berkelanjutan. Proses latihan (belajar-mengajar) difasilitasi oleh penyuluh pertanian yang menguasi materi, maupun tenaga ahli dari lembaga lainnya.
67
7.1.3 Evaluasi dan Pelaporan Kegiatan selanjutnya dalam penyelenggaraan penyuluhan pertanian adalah Evaluasi dan Pelaporan. Dari hasil evaluasi penyuluhan pertanian dapat diketahui sejauhmana perubahan perilaku petani, hambatan yang dihadapi petani, efektivitas program penyuluhan pertanian serta seberapa jauh pemahaman masalah dan penyempurnaan kegiatan. Evaluasi pelaksanaan kegiatan penyuluhan pertanian merupakan proses yang sistematis, sebagai upaya penilaian atas suatu kegiatan oleh evaluator melalui pengumpulan dan analisis informasi secara sistematik mengenai perencanaan, pelaksanaan, hasil dan dampak kegiatan penyuluhan pertanian. Hasil evaluasi ini untuk menilai relevansi, efektifitas dan efisiensi hasil suatu kegiatan, untuk selanjutnya digunakan sebagai pertimbangan dalam pengambilan
kebijakan
pada
perencanaan
dan
pengembangan
kegiatan
selanjutnya. Adapun akses penyuluh dalam evaluasi selengkapnya disajikan pada Tabel 35. Tabel 35 Persentase Responden Penyuluh Menurut Akses, Jabatan Fungsional dan Jenis kelamin dalam Evaluasi dan Pelaporan di BP4K Kabupaten Bogor, Tahun 2010
Evaluasi dan Pelaporan
Penyuluh Pertanian Terampil Laki- Peremlaki puan
Evaluasi pelaksanaan penyuluhan pertanian 81,8 0,0 (nPPTL=9, nPPAL=2) Evaluasi dampak pelaksanaan penyuluhan pelaksanaan 50,0 0,0 (nPPTL=4, nPPAL=4, nPPAP=2) Keterangan: PPTL: Penyuluh Pertanian Terampil Laki-Laki PPTP: Penyuluh Pertanian Terampil Perempuan PPAL:Penyuluh Pertanian Ahli Laki-laki PPAP: Penyuluh Pertanian Ahli Perempuan
Penyuluh Pertanian Ahli Lakilaki
Perempuan
Total Lakilaki
Perempuan
18,2
0,0 100,0
0,0
50,0
100,0 100,0
100,0
Pada Tabel 35 diketahui pada kategori penyuluh terampil tidak satupun penyuluh perempuan yang akses terhadap Evaluasi dan Pelaporan, sedangkan pada kategori penyuluh ahli hanya satu orang PPAP yang akses terhadap kegiatan ini. Sebagaimana yang terlihat di atas, persentase PPTL jauh lebih tinggi dibandingkan PPAP. Meskipun data di atas memperlihatkan tidak semua
68
penyuluh melakukan evaluasi, namun berdasarkan laporan BP3K Dramaga tahun 2008, diketahui penyuluh membuat laporan rutin setiap bulan berupa matriks kegiatan dan laporan yang lebih rinci lagi dibuat per tiga bulan. Terlebih, mulai tahun 2010 telah ada aturan yang mewajibkan seluruh penyuluh untuk membuat laporan kegiatan secara rinci setiap bulan. Pada Laporan Pelaksanaan Penyuluhan di BP3K Dramaga (2008) dapat dilihat bahwa baik penyuluh laki-laki maupun penyuluh perempuan membuat laporan kegiatan penyuluhan dalam bentuk matriks kegiatan yang dilaporkan setiap satu bulan sekali, dan laporan triwulan secara lebih rinci dilaporkan ke Dinas Pertanian. Dalam laporan tersebut terdapat rencana kerja bulanan, matriks laporan kegiatan, resume kegiatan dan daftar hadir petani. Adapun contoh resume dan daftar hadir petani dapat dilihat pada Lampiran 7 dan 8. Berdasarkan hasil wawancara, penyuluh menggunakan hari Jum’at untuk menyelesaikan kegiatan administrasi yang meliputi pembuatan rencana kerja dan matriks kegiatan. Rencana kegiatan tersebut harus dievaluasi dan dilaporkan dalam bentuk matriks kunjungan kepada BP4K setiap bulan. Mulai tahun 2010, kegiatan penyuluhan secara lebih rinci harus dilaporkan ke BP4K setiap bulan. Umumnya penyuluh lemah dalam administrasi sehingga seringkali pelaporan terlambat dilakukan. Hal ini sebagaimana yang diungkapkan oleh ketua BP3K wilayah Cibungbulang dan salah seorang penyuluh di BP3K wilayah Cigudeg. Demikian halnya yang terjadi di BP3K wilayah Dramaga, dari sebelas orang penyuluh PNS, baru empat orang penyuluh yang melaporkan kegiatan pada bulan Juni. Namun demikian, matriks laporan kunjungan tersedia setiap bulan. Penyuluh laki-laki dan perempuan memperoleh kesempatan yang sama untuk mendapatkan penghasilan di luar gaji pokok berupa honorarium pelaksanaan kegiatan penyuluhan yang terdiri atas uang pembinaan dan pertemuan bulanan. Baik laki-laki maupun perempuan memperoleh jumlah honor yang sama. Namun demikian, pada pelaksanaan penyuluhan pertanian, terlihat kinerja yang berbeda antara penyuluh laki-laki dan penyuluh perempuan. 7.1.4 Pengembangan Penyuluhan Pertanian Data mengenai akses penyuluh dalam Pengembangan Penyuluhan Pertanian disajikan pada Tabel 36.
69
Tabel 36
Persentase Penyuluh Menurut Akses, Jabatan Fungsional dan Jenis kelamin dalam Pengembangan Penyuluhan di BP4K Kabupaten Bogor, Tahun 2010 Penyuluh Pertanian Ahli LakiPeremlaki puan
Pengembangan Penyuluhan
Total Lakilaki
Perempuan
Penyusunan pedoman/juklak/juknis penyuluhan pertanian (nPPAL=2, nPPAP=1)
100,0
100,0
100,0
100,0
Kajian kebijakan pengembangan penyuluhan pertanian (nPPAL=2)
100,0
0,0
100,0
0,0
Pengembangan metode/sistem kerja penyuluhan pertanian (nPPAL=2)
100,0
0,0
100,0
0,0
Keterangan: PPAL:Penyuluh Pertanian Ahli Laki-laki PPAP: Penyuluh Pertanian Ahli Perempuan
Kegiatan Pengembangan Penyuluhan Pertanian merupakan tupoksi PPA, sehingga tabel di atas hanya mencantumkan data pada PPA. Sebagaimana terlihat pada Tabel 36, dari total 12 penyuluh laki-laki dan empat orang penyuluh perempuan seluruhnya melaksanakan penyusunan juklak dan juknis penyuluhan. Diketahui hanya PPAL yang terlibat pada kajian kebijakan pengembangan penyuluhan pertanian dan pengembangan metode/sistem kerja penyuluhan pertanian. Hal ini dimungkinkan karena responden merupakan kepala BP3K di Kabupaten Bogor dengan jenjang jabatan Penyuluh Muda sehingga sangat wajar jika responden terlibat dalam kegiatan tersebut. 7.2
Kontrol Penyuluh di BP4K Kabupaten Bogor dalam Penyelenggaraan Penyuluhan Pertanian Kontrol penyuluh dalam penyelenggaraan programa penyuluhan adalah
peranserta penyuluh (laki-laki dan perempuan) dan pihak lainnya (khususnya sesuai struktur dalam BP4K) dalam
proses pengambilan keputusan
dalam
semua aktivitas atau kegiatan dalam penyelenggaraan persiapan, pelaksanaan, evaluasi dan pelaporan, serta pengembangan penyuluhan pertanian sesuai Tupoksi PERMENPAN Nomor 2 Tahun 2008 yang dilakukan dalam kurun waktu satu tahun terakhir.
70
7.2.1 Persiapan Kontrol penyuluh dalam persiapan selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 37 di bawah ini. Tabel 37 Persentase Responden Penyuluh Menurut Penentu Keputusan, Kategori Jabatan dan Jenis Kelamin dalam Persiapan Penyuluhan di BP4K Kabupaten Bogor, Tahun 2010 Penentu Keputusan
Penyuluh Pertanian Terampil
Penyuluh Pertanian Ahli
Lakilaki
Lakilaki
Perempuan
Perem -puan
Total Lakilaki
Identifikasi potensi wilayah (nPPTL=6, nPPTP=1, nPPAL=7, nPPAP=2) Sendiri 30,8 0,0 38,5 33,3 69,2 Atasan langsung 15,4 33,3 15,4 33,3 30,8 Sub Total 46,2 33,3 53,8 66,7 100,0 Memandu penyusunan rencana usaha petani(nPPTL=1, nPPTP=1) Atasan langsung 100,0 100,0 0,0 0,0 100,0 Sub Total 100,0 100,0 0,0 0,0 100,0 Penyusunan programa penyuluhan pertanian (nPPTL=24, nPPTP=2, nPPAL=9, nPPAP=3) Sendiri 9,1 20,0 6,1 0,0 15,2 Atasan langsung 54,5 20,0 21,2 60,0 75,8 Kepala Badan 6,1 0,0 0,0 0,0 6,1 Atasan langsung, sendiri 3,0 3,0 0,0 0,0 0,0 dan lainnya Sub Total 72,7 40,0 27,3 60,0 100,0 Penyusunan rencana kerja tahunan penyuluh pertanian (nPPTL=24, nPPTP=2, nPPAL=9, nPPAP=3) Sendiri 8,6 0,0 20,0 14,3 28,6 Atasan langsung 60,0 28,6 11,4 57,1 71,4 Sub Total 68,6 28,6 31,4 71,4 100,0 Keterangan: PPTL: Penyuluh Pertanian Terampil Laki-Laki PPTP: Penyuluh Pertanian Terampil Perempuan PPAL:Penyuluh Pertanian Ahli Laki-laki PPAP: Penyuluh Pertanian Ahli Perempuan
Pere mpuan 33,3 66,7 100,0 100,0 100,0
20,0 80,0 0,0 0,0 100,0
14,3 85,7 100,0
Sebagaimana terlihat pada Tabel 37 secara umum penentu keputusan dalam persiapan adalah atasan langsung kecuali pada PPT/PPA laki-laki dalam kegiatan identifikasi potensi wilayah dan PPTP pada penyusunan programa penyuluhan pertanian. Hal ini mengingat responden bekerja di BP3K sehingga segala keputusan ditentukan oleh Kepala BP3K. Namun demikian, baik penyuluh laki-laki maupun penyuluh perempuan keduanya melakukan kontrol pada seluruh
71
kegiatan kecuali pada penyusunan rencana usaha petani. Hal ini diduga terkait dengan penerapan sistem LAKU yang ditetapkan oleh pemerintah, sehingga penyuluh harus melaksanakan sebagai pedoman yang ada. Selain itu, terdapat PPTL yang mengaku bahwa penentu keputusan pada penyusunan programa adalah Kepala Badan. Hal ini juga terkait adanya aturan bahwa tim penyusun programa penyuluhan pertanian harus ditunjuk melalui SK. 7.2.2 Pelaksanaan Adapun kontrol penyuluh dalam Pelaksanaan selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 38. Tabel 38 Persentase Responden Penyuluh Menurut Penentu Keputusan, Kategori Jabatan dan Jenis Kelamin dalam Pelaksanaan Penyuluhan di BP4K Kabupaten Bogor, Tahun 2010 Penyuluh Penyuluh Pertanian Pertanian Ahli Terampil Penentu Keputusan Laki- Perem- Laki- Peremlaki puan laki puan Penyusunan materi (nPPTL=24, nPPTP=1 nPPAL=4, nPPAP=1)
Total Lakilaki
Perempuan
Sendiri
17,9
0,0
14,3
50,0
32,1
50,0
Atasan langsung
64,3
50,0
0,0
0,0
64,3
50,0
3,6
0,0
0,0
0,0
3,6
0,0
85,7
50,0
14,3
50,0
100,0
100,0
Kepala Badan, sendiri Sub Total
Perencanaan penerapan metode penyuluhan pertanian (nPPTL=28, nPPTP=2, nPPAL=14, nPPAP=5) Sendiri
23,8
0,0
4,8
14,3
28,6
14,3
Atasan langsung
40,5
28,6
28,6
57,1
69,0
85,7
2,4
0,0
0,0
0,0
2,4
0,0
Sub Total 66,7 28,6 33,3 71,4 100,0 Menumbuhkan/ Mengembangkan kelembagaan petani (nPPTL=4, nPPTP=1, nPPAL=11, nPPAP=2) Sendiri 0,0 0,0 26,7 33,3 26,7
100,0
Kepala Badan, sendiri
Atasan langsung Kepala Badan, sendiri Sub Total
33,3
20,0
33,3
46,7
33,3
66,7
66,7
6,7
0,0
0,0
0,0
6,7
0,0
26,7
33,3
73,3
66,7
100,0
100,0
Keterangan: PPTL: Penyuluh Pertanian Terampil Laki-Laki PPTP: Penyuluh Pertanian Terampil Perempuan PPAL:Penyuluh Pertanian Ahli Laki-laki PPAP: Penyuluh Pertanian Ahli Perempuan
72
Seperti terlihat pada Tabel 38, kontrol PPT dan PPA baik laki-laki maupun perempuan pada setiap kegiatan pada pelaksanaan dilakukan oleh atasan langsung. Persentase tertinggi penyuluh laki-laki dan perempuan terdapat pada perencanaan penerapan metode penyuluhan pertanian. Pada penyusunan materi baik PPAL maupun PPAP keduanya sama-sama melakukan kontrol sendiri. Hal ini dimungkinkan karena penyuluh yang mengetahui kondisi objek penyuluhan sehingga penyusunan materi dilakukan sesuai karakteristik objek penyuluhan tersebut. 7.2.3 Evaluasi dan Pelaporan Data mengenai
kontrol penyuluh dalam Evaluasi dan Pelaporan
selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 39. Tabel 39 Persentase Responden Penyuluh Menurut Penentu Keputusan, Kategori Jabatan dan Jenis Kelamin dalam Evaluasi dan Pelaporan di BP4K Kabupaten Bogor, Tahun 2010 Penentu Keputusan
Penyuluh Pertanian Terampil Lakilaki
Perempuan
Penyuluh Pertanian Ahli Lakilaki
Perempuan
Total Laki-laki
Perempuan
Evaluasi pelaksanaan penyuluhan pertanian (nPPTL=9, nPPAL=2) Sendiri
63,6
0,0
9,1
0,0
72,7
0,0
Atasan langsung Sub Total
18,2 81,8
0,0 0,0
9,1 18,2
0,0 0,0
27,3 100,0
0,0 0,0
Evaluasi dampak pelaksanaan penyuluhan pelaksanaan (nPPTL=4, nPPAL=4, nPPAP=2) 0,0 Sendiri 25,0 25,0 50,0 50,0 0,0 Atasan langsung 25,0 25,0 50,0 50,0 Sub Total 50,0 0,0 50,0 Keterangan: PPTL: Penyuluh Pertanian Terampil Laki-Laki PPTP: Penyuluh Pertanian Terampil Perempuan PPAL:Penyuluh Pertanian Ahli Laki-laki PPAP: Penyuluh Pertanian Ahli Perempuan
100,0
100,0
50,0 50,0 100,0
Sebagaimana terlihat pada Tabel 39, mayoritas penentu keputusan penyuluh dalam Evaluasi dan Pelaporan dilakukan sendiri oleh penyuluh dan atasan langsung. Selanjutnya penentu keputusan PPT dan PPA laki-laki maupun perempuan untuk melakukan evaluasi dampak pelaksanaan penyuluhan pertanian
73
seimbang antara dilakukan sendiri atau ditentukan atasan langsung kecuali pada PPTL dalam kegiatan evaluasi pelaksanaan penyuluhan. Berdasarkan hasil magang diketahui bahwa sebenarnya kontrol penyuluh laki-laki dan perempuan baik pada PPT maupun PPA dilakukan oleh atasan langsung. Hal ini terlihat dari laporan yang harus dibuat setiap bulan oleh setiap penyuluh untuk diserahkan kepada BP4K. 7.2.4 Pengembangan Penyuluhan Berikut ini disajikan data kontrol penyuluh dalam Pengembangan Penyuluhan. Sebagaimana dikemukakan sebelumnya, Pengembangan Penyuluhan hanya terdapat pada jenjang jabatan PPA Muda dan Madya. Adapun data tersebut dapat dilihat pada Tabel 40. Tabel 40
Persentase Responden Penyuluh Menurut Penentu Keputusan, Kategori Jabatan dan Jenis Kelamin dalam Pengembangan Penyuluhan di BP4K Kabupaten Bogor, Tahun 2010
Penentu Keputusan
Penyuluh Pertanian Ahli
Total
PeremPeremLaki-laki puan puan Penyusunan pedoman/juklak/juknis penyuluhan pertanian (nPPAL=2, nPPAP=1) Laki-laki
Sendiri
0,0
0,0
0,0
0,0
100,0
100,0
100,0
100,0
Sub Total 100,0 100,0 100,0 Kajian kebijakan pengembangan penyuluhan pertanian (nPPAL=2) Sendiri 0,0 0,0 0,0 Atasan langsung 100,0 0,0 0,0 Sub Total 100,0 0,0 100 Pengembangan metode/sistem kerja penyuluhan pertanian (nPPAL=2) Sendiri 0,0 0,0 0,0 Atasan langsung 100,0 0,0 0,0 Sub Total 100,0 0,0 100,0
100,0
Atasan langsung
0,0 0,0 100 0,0 0,0 100,0
Keterangan: PPAL:Penyuluh Pertanian Ahli Laki-laki PPAP: Penyuluh Pertanian Ahli Perempuan
Data pada Tabel 40 mewakili masing-masing dua orang PPAL dan satu orang PPAP pada jenjang PPA Muda, kecuali pada kegiatan pengembangan metode/sistem kerja penyuluhan pertanian hanya diwakili oleh satu orang PPAL
74
dari jenjang jabatan yang sama. Sebagaimana terlihat pada Tabel 34, kontrol dalam seluruh kegiatan pada pengembangan penyuluhan baik PPAL maupun PPAP dilakukan oleh atasan langsung. 7.3 Partisipasi Penyuluh di BP4K Kabupaten Bogor 7.3.1 Partisipasi Penyuluh di BP4K Kabupaten Bogor dalam Kegiatan Pendampingan Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP) Berikut ini akan dideskripsikan mengenai partisipasi penyuluh yakni keikutsertaan penyuluh dalam kegiatan Pendampingan Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP) Tahun 2009. Partisipasi penyuluh di BP4K Kabupaten Bogor pada PUAP akan disajikan pada Tabel 41. Tabel 41 Persentase Responden Penyuluh Menurut Partisipasi dalam PUAP, Jabatan Fungsional dan Jenis Kelamin di BP4K Kabupaten Bogor, Tahun 2009 Partisipasi dalam PUAP Tidak Ya Jumlah
Penyuluh Pertanian Terampil PeremLaki-laki puan (n= 28) (n=2) 42,9 28,6 23,8 0,0 66,7 28,6
Penyuluh Pertanian Ahli PeremLakipuan laki (n=5) (n=14) 14,3 42,9 19,0 28,6 33,3 71,4
Total Laki-laki (n=42) 57,1 42,9 100,0
Perempuan (n=7) 71,4 28,6 100,0
Sebagaimana terlihat pada Tabel 41 secara umum, persentase penyuluh lakilaki maupun perempuan yang berpartisipasi pada PUAP tidak mencapai 50 persen. Persentase penyuluh laki-laki yang berpartisipasi pada PUAP lebih tinggi 14 persen dibandingkan dengan penyuluh perempuan. Jika dilihat dari kategori jabatannya, tidak satupun PPTP yang berpartisipasi pada PUAP, sedangkan persentase PPTL sekitar 24 persen. Selanjutnya, persentase PPAP lebih tinggi sekitar sepuluh persen. Diduga, tidak semua penyuluh berpartisipasi pada PUAP karena tidak semua wilayah menerima proyek PUAP pada tahun 2009. Berdasarkan laporan, diketahui hanya delapan BP3K yang memperoleh proyek PUAP yakni: BP3K wilayah Leuwiliang, Cibungbulang, Jonggol, Cigudeg, Dramaga, Parung Panjang, Ciawi dan Ciseeng. Dengan demikian, data tersebut hanya menggambarkan penyuluh yang wilayah binaannya memperoleh proyek PUAP pada tahun 2009.
75
7.3.2 Partisipasi Penyuluh di BP4K Kabupaten Bogor dalam Kegiatan Prima Tani Secara umum diketahui bahwa mayoritas penyuluh di BP4K kabupaten Bogor tidak berpartisipasi pada Prima Tani. Pada PPTP tidak satupun penyuluh yang berpartisipasi pada Prima Tani. Persentase PPTA lebih tinggi sekitar 12 persen. Berdasarkan laporan diketahui bahwa terdapat 25 Gapoktan yang mewakili tiga BP3K yakni BP3K wilayah Leuwiliang, Cibungbulang dan Cigudeg. Dengan demikian, data tersebut hanya menggambarkan penyuluh yang wilayah binaannya memperoleh proyek PUAP pada tahun 2009. Partisipasi penyuluh di BP4K dalam Kegiatan Prima Tani disajikan pada Tabel 42. Tabel 42 Persentase Responden Penyuluh Menurut Partisipasi pada Prima Tani Jabatan Fungsional dan Jenis Kelamin di BP4K Kabupaten Bogor, Tahun 2009
Partisipasi pada Prima Tani Tidak Ya Jumlah
Penyuluh Pertanian Terampil PeremLaki-laki puan (n= 28) (n=2) 52,4 14,3 66,7
28,6 0,0 28,6
Penyuluh Pertanian Ahli PeremLakipuan laki (n=5) (n=14) 16,7 16,7 33,3
Total Laki-laki (n=42)
42,9 28,6 71,4
69,0 31,0 100,0
Perempuan (n=7) 71,4 28,6 100,0
Baik pada PUAP maupun Prima Tani, diketahui penyuluh yang berpartisipasi mayoritas memiliki jabatan antara lain sebagai Koordinator Penyuluhan. Status penyuluh perempuan yang terlibat dalam kedua proyek kebanyakan sebagai narasumber. Hal ini menunjukkan bahwa masih terdapat ketimpangan dalam partisipasi antara penyuluh laki-laki dan perempuan sehingga perempuan tidak berpartisipasi dalam pengambilan keputusan. 7.4
Manfaat Penyuluh di BP4K Kabupaten Bogor dalam Pelaksanaan Penyuluhan Pertanian Manfaat diukur berdasarkan gaji pokok dan semua tunjangan yang
dibayarkan kepada penyuluh setiap bulan sesuai dengan jenjang jabatan masingmasing. Pada Tabel 43 di bawah ini akan dijelaskan mengenai manfaat berdasarkan kategori jabatan dan jenis kelamin.
76
Tabel 43 Persentase Responden Penyuluh Menurut Kategori Manfaat, Jabatan Fungsional dan Jenis Kelamin di BP4K Kabupaten Bogor, Tahun Penyuluh Pertanian Terampil Manfaat Laki-laki
Perempuan
Di bawah rata15 2 rata Di atas rata13 0 rata 28 2 Jumlah Keterangan: Pendapatan minimum:Rp1.905.700,Pendapatan rata-rata: Rp2.847.199,Pendapatan maksimum: Rp3.476.600,-
Penyuluh Pertanian Ahli Laki-laki
Perempuan
Total Lakilaki
Perempuan
4
1
19
3
10
4
23
4
14
5
42
7
Data pada Tabel 43 memperlihatkan bahwa secara umum manfaat yang diterima baik pada penyuluh laki-laki maupun penyuluh perempuan pada semua jenjang berada di atas rata-rata, yakni antara Rp2.847.199,- sampai dengan Rp3.476.600,-. Pada PPTL diketahui sebanyak 15 orang penyuluh mendapat
manfaat di bawah rata-rata atau antara Rp1.905.700,- sampai dengan Rp2.847.199,-. Hal ini wajar mengingat mayoritas responden merupakan Penyuluh Penyelia. Demikian halnya, tidak satupun PPTP yang memperoleh manfaat di atas rata-rata. Hal ini diduga karena terdapat responden perempuan yang baru bekerja selama 15 tahun, sedangkan responden yang lain hanya tinggal bersama suami sehingga tunjangan anak tidak diperoleh. Hal ini juga turut mengurangi jumlah tunjangan pangan sehingga pendapatan mereka di bawah rata-rata. Pada jenjang Penyuluh Ahli, baik laki-laki maupun perempuan memperoleh manfaat dalam kategori di atas rata-rata dimana jumlah PPAL lebih banyak dibandingkan PPAP. Hal ini wajar sebab tinggi rendahnya manfaat antara lain dipengaruhi oleh tunjangan yang diterima. Semakin tinggi jenjang jabatan, maka semakin tinggi tunjangan yang diterima. Pada jenjang terampil mayoritas manfaat yang diperoleh penyuluh termasuk dalam kategori rendah. Selain itu, manfaat yang diterima juga dipengaruhi oleh lama bekerja. Oleh karena rata-rata lama bekerja penyuluh ahli lebih tinggi dibandingkan dengan penyuluh terampil, dengan sendirinya manfaat yang diterima semakin tinggi pula.
77
7.5 Penyuluh dalam Menjalankan Tupoksinya Berikut ini akan digambarkan mengenai kegiatan penyuluh pertanian dalam jangka waktu satu hari berdasarkan hasil magang yang dilakukan oleh penulis. Oleh karena magang hanya dilakukan pada penyuluh laki-laki, maka berikut ini dilaporkan kegiatan Penyuluh Pertanian Pelaksana dan Penyuluh Pertanian Madya laki-laki. Penyuluh berangkat menuju lokasi pertemuan sekitar pukul 08.00 WIB dari BP3K Dramaga. Pada saat itu akan diadakan pertemuan dengan Kelompok Tani Harjaloka. Persiapan yang dilakukan oleh penyuluh sebelum melakukan kunjungan antara lain administrasi berupa daftar hadir dan berita acara, persiapan materi, metode dan alat peraga penyuluhan. Perjalanan menuju lokasi pertemuan ditempuh selama 30 menit. Sesampainya di lokasi, terlebih dahulu penyuluh berbincang–bincang dengan Ketua Kelompok Tani. Pertemuan baru akan dimulai ketika semua anggota kelompok tani sudah berkumpul. Sekitar pukul 09.50 WIB, pertemuan yang dimulai. Setiap kali pertemuan, mayoritas dihadiri oleh kaum laki-laki. Topik pertemuan kali ini adalah mengenai sosialisasi bantuan Jaringan Irigasi Desa (JIDES) yang akan diterima oleh Kelompok Tani Harjaloka. Sosialisasi disampaikan penyuluh dan dibantu oleh Petugas Unit Pelaksana Teknis Pengembangan Teknologi Tanaman Pangan, Hortikultura, Perkebunan dan Kehutanan (UPT PTTPHK). Penyuluhan dilakukan dengan menggunakan bahasa Sunda. Menurut penyuluh, hal ini penting untuk mencipatakan suasana kekeluargaan sehingga penyuluhan berjalan dengan baik. Suasana penyuluhan yang dibangun adalah suasana informal, sebab petani harus merasa bahwa penyuluh adalah rekan. Mengingat tidak semua petani senang jika dikunjungi penyuluh, maka penyuluh harus menyesuaikan waktu penyuluhan sesuai dengan kesepakatan dengan petani. Dalam menyampaikan materi, penyuluh menggunakan media antara lain dengan menggunakan leaflet. Adapun penyuluhan dilakukan hingga menjelang waktu Dzuhur. Oleh karena sudah tidak ada jadwal kunjungan, penyuluh kembali kantor BP3K Dramaga untuk melaksanakan kegiatan administrasi. Pada kasus penyuluh lainnya, kunjungan dilakukan hingga pukul 16.30 WIB. Berdasarkan
78
informasi dari penyuluh, idealnya dalam satu hari minimal kunjungan dilakukan kepada dua Kelompok Tani, namun jika hal tersebut tidak dapat dilakukan kunjungan dilakukan minimal pada satu kelompok tani. Waktu ideal untuk melakukan kunjungan adalah setelah Dzuhur, sebab pada saat itu petani umumnya sudah menyelesaikan pekerjaannya. 7.6 Permasalahan yang dihadapi Penyuluh dalam Menjalankan Tupoksi Sesuai Kategori Jabatan Terdapat beberapa permasalahan dalam pelaksanaan penyuluhan pertanian di Kabupaten Bogor. Data dari BP4K Kabupaten Bogor menunjukkan terdapat 170 orang penyuluh PNS yang terdiri atas 141 penyuluh laki-laki dan 29 orang penyuluh perempuan. Sementara itu terdapat 426 desa yang menjadi wilayah sasaran penyuluhan. Fakta di atas menunjukkah bahwa Kabupaten Bogor kekurangan penyuluh. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Kepala BP4K Kabupaten Bogor dan Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) se-Kabupaten Bogor. Lebih lanjut, hal ini juga berarti bahwa target pemerintah yang menyatakan satu desa satu penyuluh belum tercapai dapat terealisasi. Pada Bab V dijelaskan bahwa umumnya penyuluh berada pada kelompok umur 50-59 tahun. Lebih lanjut data menunjukkan bahwa persentase penyuluh pada kelompok umur 55-59 tahun cukup tinggi. Merujuk pada Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 63 Tahun 1986 Tentang Batas Usia Pensiun Pegawai Negeri Sipil yang Menjabat Jabatan Fungsional Widyaiswara dan Penyuluh Pertanian dimana usia pensiun Penyuluh Pertanian pada setiap jenjang adalah 60 tahun, diketahui bahwa 24 persen penyuluh di Kabupaten Bogor akan segera mencapai masa pensiun. Di sisi lain pengangkatan penyuluh jarang sekali dilakukan. Berdasarkan hasil wawancara, pengangkatan penyuluh terakhir kali dilakukan pada tahun 2006 oleh Pemda Kabupaten Bogor sebanyak 11 orang penyuluh. Sebagaimana telah dijelaskan pada Bab V, terlihat bahwa jumlah penyuluh laki-laki relatif lebih banyak dibandingkan dengan peyuluh perempuan. Lebih tingginya jumlah dan persentase penyuluh laki-laki diduga berhubungan dengan masih adanya bias gender yang mengedepankan penyuluh laki-laki dalam rekrutmen penyuluh di kabupaten ini.
79
Permasalahan lain yang dihadapi oleh penyuluh adalah ketidaksesuaian PERMENPAN Nomor 2 Tahun 2008 dengan kondisi di lapangan. Sebagai ilustrasi penyuluh yang wilayah kerjanya di kecamatan dan kabupaten diharuskan menyusun programa penyuluhan di tingkat provinsi. Selanjutnya pada Tupoksi Penyuluh Pertanian Madya terlihat bahwa porsi penyuluh dalam melaksanakan penyuluhan di lapangan sudah sangat berkurang. Mengacu pada PERMENPAN Nomor 2 Tahun 2008, seharusnya Penyuluh Pertanian Madya berperan sebagai konseptor antara lain: metode penyuluhan, teknik evaluasi penyuluhan dan pengembangan penyuluhan. Namun pada kenyataannya, Tupoksi seluruh penyuluh pada setiap jenjang adalah melaksanakan kunjungan. Sementara itu, kenaikan pangkat penyuluh sepenuhnya mengacu pada PERMENPAN Nomor 2 Tahun 2008. Sehubungan dengan begitu banyak butir kegiatan yang tidak sesuai bila diterapkan di lapangan, penyuluh mengalami kesulitan dalam memperoleh angka kredit. Hal ini dinyatakan oleh salah satu pejabat struktural di lingkungan BP4K. Terlebih lagi, usulan kenaikan pangkat untuk penyuluh pertanian harus diajukan ke Sekretaris Daerah, padahal penyuluh perikanan/peternakan dan penyuluh kehutanan cukup mengajukan ke BP4K. Hal ini juga cukup menghambat kenaikan pangkat penyuluh. Masalah selanjutnya adalah kurangnya akses penyuluh terhadap teknologi. Berdasarkan laporan, pada umumnya penyuluh tidak membuat materi dalam bentuk multimedia seperti film pendek dan VCD/DVD. Hal ini dimungkinkan karena minimnya fasilitas di BP4K/BP3K. Meskipun sebenarnya penyuluh telah diberi pelatihan multimedia namun tidak tersedianya fasilitas menjadi hambatan yang cukup berarti. Disisi lain, penyuluh yang mayoritas sudah tua diduga kurang akses terhadap teknologi misalnya komputer. Umumnya penyuluh lemah dalam administrasi sehingga seringkali pelaporan terlambat dilakukan. Hal ini sebagaimana yang diungkapkan oleh salah seorang ketua BP3K dan salah seorang penyuluh di BP3K wilayah Cigudeg. Demikian halnya yang terjadi di BP3K wilayah Dramaga, dari sebelas orang penyuluh PNS, baru empat orang penyuluh yang melaporkan kegiatan pada bulan Juni. Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa setiap bulan penyuluh memperoleh pendapatan tambahan berupa Uang Jalan Tugas sebesar Rp350,000,-,
80
yang terdiri atas honor pembinaan dan honor kegiatan koordinasi. Uang tersebut baru dapat diambil oleh penyuluh saat laporan bulanan telah diserahkan. Meskipun banyak penyuluh yang kurang disiplin dalam membuat laporan kegiatan penyuluhan, namun belum ada regulasi yang jelas yang memungkinkan penyuluh mendapatkan sanksi atas keterlambatan laporan. Laporan bulanan tersebut diperiksa oleh tim di BP4K, namun sejauh ini pemeriksaan baru sebatas ada tidaknya laporan, belum masuk kepada substansi laporan.