Yoyon Haryanto dan Wida Pradiana
Analisis Ketersediaan Pangan dan Kinerja Penyuluh Pertanian dalam Penyediaan Pangan di Kota Bogor Yoyon Haryanto Wida Pradiana Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian Bogor
JAM 12, 4 Diterima, September 2014 Direvisi, Nopember 2014 Disetujui, Desember 2014
Abstract: This research is motivated by the condition of the Bogor City residents each year increased density so the impact on the food supply must be provided food institutions Bogor to meet those conditions . It is therefore necessary strategic steps to stimulate and control the availability of food one is to increase the role of agricultural extension as the spearhead of agricultural development in the city of Bogor. The purpose of this research was conducted to analyze the situation of food availability Bogor Year 2011 till 2015 and the role and function of agricultural extension Bogor, in meeting food needs in 2011 until 2015. This study was a cross sectional survey methods to collect secondary data and primary. Based on analysis of population required food availability Bogor for all types of commodities are mostly imported from other regions. Dependency of food imports from other regions to predict the next five years will be even higher, this is due to existing agricultural lands currently only 13% of the total land designation and conversion is likely to happen again for the next five years. Extension workers and extension agencies are located in the city of Bogor as it should have duties that no longer oriented towards increasing production. Auth Bogor Agricultural extension is supposed to maintain existing production (13%) and seeks to diversify into the production of refined by developing farmer groups as a basis for the development of food products. The role of other equally important duties that must be agricultural extension in the area of the city is becoming a mediator and liaison food access, because with good access and availability of food then travel relatively more secure society for people in urban areas tend to be dependent on food-food supply results other areas. Keywords: food available, agriculture extension workers
Jurnal Aplikasi Manajemen (JAM) Vol 12 No 4, 2014 Terindeks dalam Google Scholar
Alamat Korespondensi: Yoyon Haryanto,Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian Bogor
Abstrak: Penelitian ini dimotifasi dari kondisi penduduk bogor yang setiap tahun populasi penduduknya meningkat sehingga memberikan efek pada ketersediaan makanan yang perlu disediakan oleh intitusi penyedia bahan pangan bogor. Berkenaan dengan hal ini sehingga perlu adanya strategi kebutuhan untuk menstimulasi dan mengontrol ketersedian makanan untuk meningkatkan peran pengembangan agrikultur sebagai pelopor pengembangan agrikultur kota Bogor. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisi keadaan tersedianya bahan pangan dari tahun 2011 sampai 2015 dan peran serta fungsi pelebaran agrikultur kota Bogor. Untuk memenuhi kebutuhan pangan di tahun 2011 sampai 2015. Jenis penelitian ini menggunakan metode survey cross sectional untuk mengumpulkan data primer dan data sekunder. Berdasarkan pada analisis populasi ketersedian bahan pangan untuk kota Bogor pasa semua komoditi kebanyakan diimpor. Ketergantungan impor dari daerah lain memprediksi bahwa ketergantungan ini akan berlangsung dalam lima tahun ke depan bahkan lebih, hal ini dikarenakan ketersedian lahan pertanian hanya 13% dari total lahan yang tersedia. Pekerja atau petani seharusnya tidak hanya fokus pada peningkatan produksi, melainkan juga mampu memanfatkan produksi yang ada (13%) dan mencari variasi dalam memproduksi pangan dengan mengembangkan kemampuan petani melalui penyuluhan pengembangan produk pangan. Penyuluhan ini nantinya diharapkan mampu menjadi mediator dan akses pangan, karena ketersedian dan teraksesnya bahan pangan dapat menciptakan kenyamanan masyarakat yang tinggal di daerah urban yang lebih bergantung pada makanan dan penyediaan makanan dari daerah lain. Kata Kunci: ketersediaan pangan, penyululan pekerja agrikultur
650
JURNAL APLIKASI Nama Orang MANAJEMEN | VOLUME650 12 | NOMOR 4 | DESEMBER 2014
Analisis Ketersediaan Pangan dan Kinerja Penyuluh Pertanian dalam Penyediaan Pangan
Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia agar dapat hidup dan beraktivitas. Kondisi terpenuhinya kebutuhan pangan dikenal dengan istilah ketahanan pangan. Undang-undang No. 7 Tahun 1996 mengenai Pangan menjelaskan bahwa ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi setiap rumahtangga, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup baik jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau. Ketahanan pangan mempunyai peran strategis karena menjamin hak atas pangan, menjadi basis pembentukan sumberdaya manusia yang berkualitas dan menjadi pilar ketahanan nasional (Nainggolan, 2006). Tujuan pembangunan ketahanan pangan itu sendiri adalah untuk menjamin ketersediaan dan konsumsi pangan yang cukup, aman, bermutu dan gizi seimbang, baik pada tingkat nasional, daerah hingga rumah tangga. Pada era otonomi daerah ketahanan pangan menjadi bagian urusan setiap daerah yang wajib dikelola dan diupayakan. Pelaksanaan otonomi daerah yang dimulai sejak tahun 2001, telah menghasilkan perubahan penting yang berkaitan dengan peran pemerintah pusat dan daerah. Peran pemerintah pusat yang sebelumnya sangat dominan saat ini berubah menjadi fasilitator, stimulator atau promotor pembangunan pertanian. Pembangunan pertanian pada era otonomi daerah akan lebih mengandalkan kreativitas rakyat di setiap daerah. Selain itu, proses perumusan kebijakan juga telah berubah dari pola top down dan sentralistik menjadi pola bottom up dan desentralistik. Sesuai dengan visi pembangunan pertanian yaitu terwujudnya pertanian tangguh untuk pemantapan ketahanan pangan, peningkatan nilai tambah dan daya saing produk pertanian serta peningkatan kesejahteraan petani; maka untuk mewujudkan ketahanan pangan suatu wilayah, diperlukan kebijakan pemerintah yang lebih berpihak kepada petani agar seluruh rangkaian proses produksi pertanian dapat berjalan dengan optimal melalui pencapaian produksi dan stabilitas (kepastian) harga yang menempatkan petani pada posisi tawar yang menguntungkan. Pencapaian tersebut dapat terlaksana bila didukung juga oleh kondisi sumberdaya manusia petani dan aparatur yang berkualitas (Departemen Pertanian 2006). Agar usaha peningkatan perilaku masyarakat dilaksanakan lebih terarah, maka kelembagaan penyuluh pertanian sebagai mediator antara masyarakat dan pemerintah diharapkan memiliki visi, misi dan kemampuan sumberdaya manusianya yang mendasar
dalam pelaksanaan tugas. Kemampuan tersebut tidak hanya berorientasi pada peningkatan produksi pertanian saja, akan tetapi sampai pada tingkat konsumsi di masyarakat. Hal ini sesuai dengan salah satu misi pembangunan pertanian tahun 2005–2009, yaitu mewujudkan ketahanan pangan melalui peningkatan produksi dan penganekaragaman konsumsi. Untuk melihat situasi dan poyeksi pangan dan tugas pokok dan fungsi serta daya dukung sumberdaya yang ada, maka perlu dianalisis kelembagaan ketahanan pangan di Kota Bogor ini sehingga kelembagaan ini dapat memberikan kontribusi yang bermanfaat bagi peningkatan ketahanan pangan di Kota Bogor.
Tujuan Penelitian Menganalisis situasi ketersedian pangan Kota Bogor Tahun 2011 s.d 2015. Menganalisis peranan dan fungsi penyuluh pertanian Kota Bogor, dalam memenuhi kebutuhan pangan tahun 2011 s.d 2015.
METODE Desain, Tempat dan Waktu Desain penelitian ini merupakan Cross Sectional dengan metode survei. Lokasi penelitian dilaksanakan di Kota Bogor. Alasan pemilihan lokasi karena menurut peneliti Kota Bogor memiliki kelembagaan pangan yang strategis dimana penyuluh pertanian bernaung di dalamnya. Penelitian dilaksanakan pada tahun 2011 dan dilanjutkan pada tahun 2013.
Jenis dan Sumber Data Secara umum data yang dikumpulkan pada penelitian ini adalah data-data sekunder dan data primer yang ada di lingkup instansi Kantor Ketahanan Pangan Kota Bogor yang di dukung dengan data dari Badan Pusat Statistik Kota Bogor, yang meliputi data Program Penyuluhan Pertanian, Neraca Bahan Makanan (NBMserta NBM Re-Entry yang dilakukan oleh peneliti dengan menggunakan tahun dasar 2010 dan 2011 serta jenis-jenis data lainnya yang mendukung dalam penelitian ini.
Analisis Proses pengolahan data meliputi editing, coding entry dan analisis. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan sofware NBM untuk mengetahui proyeksi ketersediaan lima tahun ke depan, sedangkan
TERAKREDITASI SK DIRJEN DIKTI NO. 66b/DIKTI/KEP/2011
ISSN: 1693-5241
651
Yoyon Haryanto dan Wida Pradiana
untuk menganalisis peran penyuluh pertanian dilakukan dengan cara analisis kebijakan dengan program yang telah ada dan dibandingkan dengan kondisi ideal yang seharusnya. Selain itu untuk menghitung proyeksi ketersediaan pangan lima tahun juga dapat dilakukan perhitungan dengan rumus sebagai berikut: Untuk menghitung proyeksi ketersediaan pangan dalam bentuk energi adalah: Proyeksi skor PPH St = So + n (S2015 – So)/dt Di mana: St = Skor PPH tahun yang dicari S o = Skor PPH tahun awal N = Selisih antara tahun yang dicari dengan tahun awal S 2015 = Skor PPH tahun 2015 (ideal 100) dt = Selisih tahun 2015 dengan tahun awal Proyeksi konstribusi energi (%) Et = Eo + n (S2015 – Eo)/dt Di mana: E t = kontribusi energi tahun yang dicari E o = kontribusi energi tahun awal n = selisih tahun yang dicari S 2015 = kontribusi energi tahun 2015 yang dicari (ideal = 100) dt = selisih tahun 2015 dengan tahun awal Proyeksi ketersediaan energy (kkal/kap/hari) Kt = Ko + n (S2015 – Ko)/dt Di mana: Kt = kontribusi energi tahun yang dicari K o = kontribusi energi tahun awal n = selisih tahun yang dicari S 2013 = kontribusi energi tahun 2015 yang dicari (ideal = 100) dt = selisih tahun 2015 dengan tahun awal
dt
= selisih tahun 2015 dengan tahun awal Perhitungan kontribusi (%) komoditas pangan dalam masing-masing kelompok pangan. Kontribusi komoditas pangan dalam masing-masing kelompok pangan berasal dari 16 neraca bahan makanan (NBM), yang merupakan kolom ketersediaan untuk konsumsi perkapita dalam satuan g/hari. Nilai ini kemudian dibagi dengan jumlah total ketersediaan dalam kelompok pangan dikali dengan 100%. Kontribusi komoditas X1 =g/hari komoditas x1 100% g/hari total klp pangan x Perhitungan proyeksi ketersediaan setiap komoditas pangan dalam masing-masing kelompok pangan. Hasil perhitungan ini adalah ketersediaan komoditas pangan dengan satuan g/kap/hari, kg/kap/hari dan ton/ tahun. Proyeksi ketersediaan setiap komoditas pangan dalam satuan g/kap/hari (G) dengan kontribusi komoditas dibagi 100. Energi kelompok pangan G1 x kontribusi komoditas (%) 100 Proyeksi ketersediaan komoditas dalam satuan kg/kap/tahun adalah konversi proyeksi ketersediaan dalam satuan g/kap/hari menjadi kg/kap/hari Energi komoditas dalam g/kap/hari x 365 1000 Proyeksi ketersediaan komoditas dalam satuan ton/tahun merupakan konversi proyeksi ketersediaan dalam satuan kg/kap/tahun menjadi ton/tahun Ketersediaan komoditas dalam g/kap/hari x proyeksi penduduk
1000 Dengan proyeksi penduduk pada tahun t adalah Pt = Po x (1 + L) x (t – 0) Di mana: Po = jumlah penduduk tahun dasar L = laju pertumbuhan penduduk t = tahun yang dicari 0 = tahun dasar
Proyeksi ketersediaan pangan (g/kap/hari) Gt = Go + n (S2015 – Go)/dt Di mana: Gt = kontribusi energi tahun yang dicari Go = konstribusi energi tahun awal n = selisih tahun yang dicari S 2015 = konstribusi energi tahun 2015 yang dicari (ideal = 100) 652
Proyeksi produksi menggambarkan proyeksi jumlah pangan yang harus diproduksi untuk memenuhi proyeksi ketersediaan pangan yang telah ditetapkan sebelumnya. Asumsi yang digunakan dalam menyusun proyeksi produksi adalah perubahan stock, ekspor dan pemakaian dalam wilayah/kabupaten (bibit, pakan, industri, tercecer) pada tahun-tahun berikutnya adalah tetap sama tahun dasar. Proyeksi produksi merupakan
JURNAL APLIKASI Nama Orang MANAJEMEN | VOLUME 12 | NOMOR 4 | DESEMBER 2014
Analisis Ketersediaan Pangan dan Kinerja Penyuluh Pertanian dalam Penyediaan Pangan
proyeksi ketersediaan setelah dijumlah dengan perubahan stock, ekspor dan pemakaian serta dikurangi impor. Prt = Kt + PS + E – I + ( P+B+M+BM+T) Keterangan: Prt = Proyeksi produski pada tahun t (yang dicari) K t = Proyeksi ketersediaan untuk konsumsi (ton/tahun) pada tahun t (yang dicari) PS = Perubahan stock pada tahun dasar E = Penggunaan ekspor pada tahun dasar I = Penggunaan impor pada tahun dasar P = Penggunaan untuk pakan pada tahun dasar B = Penggunaan untuk bibit M = Penggunaan untuk industri makanan dapa tahun dasar B M = Penggunaan untuk industri non makanan pada tahun dasar T = Pangan yang tercecer pada tahun dasar
HASIL DAN PEMBAHASAN Situasi Ketersediaan Pangan Ketersediaan Pangan Aktual Untuk mengetahui ketersediaan pangan aktual diperoleh dari Neraca Bahan Makanan yang memberikan informasi tentang situasi pengadaan/penyediaan pangan, baik yang berasal dari produksi, eksporimpor dan stok serta penggunaan pakan, bibit, penggunaan untuk industri, serta informasi ketersediaan pangan untuk memenuhi kebutuhan penduduk dalam suatu wilayah dalam kurun waktu tertentu. Neraca Bahan Makanan tahun 2006 dan 2008. Berdasarkan data ketersediaan pangan dari NBM tahun 2008 yang diperoleh dari Kantor Ketahanan Pangan Kota Bogor. Kemudian dianalisis dengan menggunakan (software) aplikasi perencanaan pangan dan gizi, dapat diperoleh gambaran ketersediaan energi dan protein, serta ketersediaan per kelompok pangan. Berdasarkan rekomendasi Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi ketersediaan energi adalah 2200 kkal/kapita//hari dan ketersediaan protein sebesar 57
gr/kapita/hari. Dibandingkan dengan rekomendasi tersebut, perkembangan ketersediaan pangan untuk energi dan protein pada tahun 2008, Kota Bogor sudah melebihi rekomendasi tersebut. Dimana pada tahun 2008 Kota Bogor mampu menyediakan energi sebesar 2.701 kkal/kap/hari dan protein sebesar 70,48 gr/ kapita/hari. Ketersediaan protein untuk konsumsi didominasi dari pangan nabati yaitu sebsar 59,94 gr/kap/ hari dan sedangkan protein hewani hanya menyumbang sebagian kecil saja yaitu 10,54 gr/kap/hari. Ketersediaan lemak untuk penduduk Kota Bogor, berdasarkan NBM Publikasi memiliki lemak tersedia sejumlah 45 gr/kap/hari dimana unsur nabati sejumlah 35,07 gr/kap/hari dan hewani 9,93 gr/kap/ hari. Ketersediaan lemak penduduk Kota Bogor sebagian besar disuplai dari jenis komoditas pangan nabati terutama jenis pangan buah/biji berminyak. Secara umum masyarakat Kota Bogor masih mengkonsumsi beras sebagai makanan pokok. Hal ini membawa dampak secara langsung terhadap ketersediaan beras di Kota Bogor di mana tingginya konsumsi beras penduduk secara langsung menyebabkan tingginya kebutuhan terhadap beras. Berdasarkan data BPS Kota Bogor tahun 2008 produksi padi di Kota Bogor dari tahun 2004–2008 mengalami fluktuasi yang cukup normal. Meskipun secara kasat mata lahan pertanian di Kota Bogor dari kurun waktu tersebut terus menyusut namun Kota Bogor masih mampu menyediakan sebagian kecil padi untuk kebutuhan penduduk Kota Bogor. Data produksi padi dari tahun 2004–2008 tersaji pada Tabel 1. Sentra produksi padi Kota Bogor berada di daerah Situ Gede, namun itupun tidak dapat memenuhi seluruh penduduk Kota Bogor, sehingga untuk memenuhi kebutuhan pangan penduduk sebagian besar melalui impor pangan yang bersumber dari wilayah terdekat dengan Kota Bogor. Pada tahun
Tabel 1. Jumlah Produksi Padi Kota Bogor dari tahun 2004–2008 No 1 2 3 4 5
Tahun Produksi 2004 2005 2006 2007 2008
Luas Lahan Produksi (Ha) 1.944 1.093 1.631 1.649 1.400
Produksi (Ton) 9.953 7.185 9.787 6.364 4.590
Sumber: BPS 2008 dan Programa Penyuluhan Pertanian Tahun 2009
TERAKREDITASI SK DIRJEN DIKTI NO. 66b/DIKTI/KEP/2011
ISSN: 1693-5241
653
Yoyon Haryanto dan Wida Pradiana
2008 total impor beras dari wilayah lain untuk mencukupi kebutuhan konsumsi yaitu 214.000 ton.
Ketersediaan Pangan Ideal berdasarkan Pola Pola Pangan Harapan (PPH) Pola pangan harapan merupakan jenis dan jumlah kelompok pangan utama yang dianjurkan untuk memenuhi kebutuhan energi dan zat gizi, dan pola pangan harapan dapat digunakan sebagai keseimbangan dan keanekaragaman pangan. PPH dapat digunakan sebagai pedoman untuk mengukur keberhasilan diversifikasi pangan, dan untuk tujuan perencanaan dan evaluasi penyediaan pangan bagi pemenuhan kebutuhan konsumsi penduduk maka PPH dapat dterapkan sebagai parameter penyediaan pangan. Dengan demikian melalui pendekatan kebutuhan secara normative pada konsep PPH dapat direncanakan jenis dan berapa banyak pangan yang harus disediakan berasal dari produksi sesuai potensi sumberdaya yang ada serta berapa banyak pangan yang di ekspor atau diimpor. Skor PPH Kota Bogor berdasarkan NBM hasil Publikasi Kantor Ketahanan Pangan dengan ketersediaan energi 2.701 kkal/kapita/hari diperoleh skor PPH 81,1. Melihat nilai tersebut menggambarkan bahwa ketersediaan pangan di Kota Bogor belum memenuhi kriteria beragam dan bergizi seimbang karena skor yang telah dicapai belum ideal karena pencapaiannya masih dibawah skor 100. Data selengkapnya skor PPH tersaji pada Tabel 2.
Jika melihat PPH pada tabel 2, angka kecukupan energi sejumlah 2.7012 kkal/kap/hari sudah sangat melebihi dari anjuran yaitu idealnya adalah 2200/kkal/ kap/hari. Namun besarnya angka kecukupan energi ini menggambarkan bahwa memang penduduk Kota Bogor sangat tergantung pada beras (padi-padian) sebagai makanan pokoknya dan cenderung mengabaikan sumber pangan lainnya yang dibutuhkan, sehingga perlu sosialiasi secara kontinu dari instansi terkait agar ke depan skor PPH ini dapat mendekati ideal dari segi pangan apapun.
Proyeksi Ketersediaan Pangan Proyeksi Ketersediaan Pangan Ideal Untuk menghitung proyeksi jumlah pangan Kota Bogor pada sampai pada tahun 2015, dilakukan dengan menggunakan data awal NBM Kota Bogor tahun 2008 dengan skor PPH adalah 81,1. Untuk mencapai skor PPH ideal yaitu 100 di tahun 2015 banyak hal yang harus diperbaiki baik dari sisi kebijakan dalam ketersediaan pangan maupun akses (distribusi) bahan pangan antar wilayah yang menjadi pemasok ke Kota Bogor. Pencapaian skor PPH yang ideal pada tahun 2015 dapat terwujud apabila setiap tahunnya terjadi peningkatan skor PPH sebesar 1,03%. Proyeksi skor PPH sampai tahun 2015 tersaji pada Tabel 3. Skor PPH 100 pada tahun 2015 menggambarkan bahwa ketersediaan pangan di Kota Bogor sudah mencapai angka kecukupan energi (AKE) yang
Tabel 2. Skor PPH Kota Bogor Tahun 2008 Ketersedian
Kelompok Pangan Kalori Padi-padian Umbi-umbian Pangan hewani Minyak dan lemak Buah/biji berminyak Kacang-kacangan Gula Sayur dan buah Lain-lain Total
Skor PPH % AKE
1,827 207 131 198 7 94 89 149 0 2,701
73,1 8,3 5,3 7,9 0,3 3,8 3,6 5,9 0 108
Sumber: NBM Kota Bogor tahun 2008 654
JURNAL APLIKASI Nama Orang MANAJEMEN | VOLUME 12 | NOMOR 4 | DESEMBER 2014
25 2,5 10,5 4 0,1 7,5 1,8 29,7 0 81,1
Analisis Ketersediaan Pangan dan Kinerja Penyuluh Pertanian dalam Penyediaan Pangan
Tabel 3. Proyeksi Skor PPH Ketersediaan Tahun 2008 s.d 2015 No
Kelompok Pangan
2008
2009
Tahun 20 10 2011
2 013
2015
1 2 3 4
Padi-padian Umbi-umbian Pangan Hewani Minyak dan Lemak
25.0 2.5 10.5 4.0
25.0 2.5 14.2 4.8
25.0 2.5 15.8 4.9
25.0 2.5 17.5 4.9
25.0 2.5 20.7 4.9
25.0 2.5 24.0 5.0
5 6 7 8 9
Buah/Biji Berminyak Kacang-kacangan Gula Sayur dan Buah Lain-lain Skor PPH
0.1 7.5 1.8 29.7 0.0 81.1
0.1 8.0 2.2 27.7 0.0 84.5
0.3 8.3 2.2 28.1 0.0 87.1
0.4 8.7 2.3 28.4 0.0 89.7
0.7 9.3 2.4 29.2 0.0 94.8
1.0 10.0 2.5 30.0 0.0 100.0
dianjurkan yaitu 2.200 kalori/kapita/hari dan dengan pangan yang bergizi, beragam dan berimbang. Sedangkan kontribusi pangan untuk tiap kelompok pangan (% AKE) untuk mencapai kondisi ideal di tahun 2015 tersaji pada Tabel 4.
sesuai dengan anjuran yang telah ditetapkan. Proyeksi rata-rata ketersediaan energi dari setiap kelompok pangan untuk memenuhi angka kecukupan energi ideal tahun 2015 tersaji pada Tabel 5.
Tabel 4. Kontribusi Pangan untuk Tiap Kelompok Pangan (% AKE) untuk Mencapai Kondisi Ideal di Tahun 2015 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Kelompok Pangan Padi-padian Umbi-umbian Pangan Hewani Minyak dan Lemak Buah/Biji Berminyak Kacang-kacangan Gula Sayur dan Buah Lain-lain Total Pangan
Kontribusi Pangan Terhadap Angka Kecukupan Energi (% AKE) 20 08 2009 2010 2011 2013 2015 2015 88.6 83.1 77.6 72.1 61.0 50.0 50.0 9.8 9.3 8.7 8.2 7.1 6.0 6.0 6.3 7.1 7.9 8.7 10.4 12.0 12.0 9.6 9.7 9.7 9.8 9.9 10.0 10.0 0.0 0.4 0.9 1.3 2.1 3.0 3.0 3.8 4.0 4.2 4.3 4.7 5.0 5.0 4.2 4.3 4.4 4.6 4.8 5.0 5.0 5.5 5.5 5.6 5.7 5.8 6.0 6.0 0.0 0.4 0.9 1.3 2.1 3.0 3.0 127.8 123.9 119.9 115.9 108.0 100.0 100.0
Pada tabel 4 terlihat beberapa peningkatan konstribusi pada beberapa kelompok pangan, untuk kelompok pangan hewani naik 6%, buah biji berminyak naik 3%, pangan lain-lain 3%, dan pangan kacang-kacangan, gula, sayur dan buah mengalami kenaikan 1%. Namun dengan adanya peningkatan pada beberapa kelompok pangan tersebut terjadi juga penurunan sebesar 39% untuk kelompok pangan padipadian dan 4% untuk kelompok pangan umbi-umbian. Dengan keseimbangan ke-9 kelompok pangan ini, Kota Bogor akan memperoleh kondisi ideal yang
Kondisi yang minim produksi, secara otomatis Kota Bogor harus menyediakan pangan tersebut dengan cara impor. Oleh karena itu perlu sinergisitas diantara lembaga Pemerintah Daerah dalam mengadakan pangan ideal tersebut. Sesuai dengan capaian pada tahun 2015 sebagai kondisi ideal, maka proyeksi berikutnya adalah untuk mengetahui jumlah pangan yang harus disediakan untuk memenuhi konsumsi penduduk mencapai kuantitas dan kualitas yang optimal. Proyeksi tersebut tersaji pada Tabel 6.
TERAKREDITASI SK DIRJEN DIKTI NO. 66b/DIKTI/KEP/2011
ISSN: 1693-5241
655
Yoyon Haryanto dan Wida Pradiana
Tabel 5. Proyeksi Rata-rata Ketersediaan Energi dari Setiap Kelompok Pangan Tahun 2008–2015 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Kelompok Pangan Padi-padian Umbi-umbian Pangan Hewani Minyak dan Lemak Buah/Biji Berminyak Kacang -kacangan Gula Sayur dan Buah Lain-lain Total Pangan
Rata-Rata Ketersediaan Energi Menurut Kelompok Pangan (Kkal/Kapita/Hari) 2008 2009 2010 2011 2013 2015 1,827 1,828 1,706 1,585 1,343 1,100 207 204 192 180 156 132 131 156 174 192 228 264 198 213 214 215 218 220 7 9 19 28 47 66 94 88 92 95 103 110 89 95 98 100 105 110 149 122 123 125 129 132 0 9 19 28 47 66 2,701 2,724.7 2,637.3 2,549.8 2,374.9 2,200.0
Tabel 6. Proyeksi Rata-Rata Ketersediaan Pangan untuk Konsumsi (G/Kap/Hari) Tahun 2008–2014 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Kelompok Pa ngan Padi-padian Umbi-umbian Pangan Hewani Minyak dan Lemak Buah/Biji Berminyak Kacang-kacangan Gula Sayur dan Buah Lain-lain Total Pangan
Rata-Rata Ketersediaan Pa ngan Menurut Kelompok Pangan PPH (Gram/Kapita/Hari) 2008 2009 20 10 2011 20 13 2015 562.1 525.0 487.9 450.8 376.7 302.5 207.3 191.8 176.3 160.9 129.9 99.0 80.5 91.0 101.5 112.0 133.0 154.0 23.6 24.2 24.7 25.3 26.4 27.5 0.0 1.6 3.1 4.7 7.9 11.0 23.6 25.7 27.9 30.0 34.2 38.5 25.4 26.5 27.6 28.6 30.8 33.0 348.3 334.7 321.1 307.5 280.2 253.0 0.0 2.4 4.7 7.1 11.8 16.5 1,270.8 1,222.8 1,174.8 1,126.9 1 ,030.9 935.0
Dengan dilakukannya proyeksi rata-rata ketersediaan pangan untuk dikonsumsi tersebut diharapkan dapat membantu memperkirakan berapa jumlah pangan yang harus tersedia selama satu tahun agar
seluruh penduduk Kota Bogor dapat terpenuhi kebutuhan pangannya. Berdasarkan hal tersebut, maka besarnya jumlah pangan yang harus tersedia untuk penduduk Kota Bogor diproyeksi dari tahun ke tahun tersaji pada Tabel 7.
Tabel 7. Proyeksi Ketersediaan Pangan (ton/tahun) Tahun 2008–2015 Kelompok/Jenis Pangan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 656
Padi-padian Umbi-umbian Pangan hewani Minyak dan lemak Buah/biji berminyak Kacang-kacangan Gula Sayur dan buah Lain-lain
Tahun 2008 185.7 68.5 26.6 7.8 0 7.8 8.4 115.1 0
Proyeksi Ketersediaan Pangan ('000 Ton/Tahun) Tahun Tahun Tahun Tahun 2009 2010 2011 2013 173.4 161.2 148.9 124.4 63.4 58.3 53.1 42.9 30.1 33.5 37 43.9 8 8.2 8.3 8.7 0.5 1 1.6 2.6 8.5 9.2 9.9 11.3 8.7 9.1 9.5 10.2 110.6 106.1 101.6 92.6 0.8 1.6 2.3 3.9
JURNAL APLIKASI Nama Orang MANAJEMEN | VOLUME 12 | NOMOR 4 | DESEMBER 2014
Tahun 2015 99.9 32.7 50.9 9.1 3.6 12.7 10.9 83.6 5.5
Analisis Ketersediaan Pangan dan Kinerja Penyuluh Pertanian dalam Penyediaan Pangan
Kelembagaan dan Kinerja Penyuluh Pertanian Struktur Organisasi Sesuai dengan makna otonomi daerah, dalam upaya mendekatkan pelayanan pemerintah kepada masyarakat, penyelenggaraan penyuluhan pertanian dilimpahkan kepada pemerintah daerah kabupaten/ kota. Hal ini sesuai dengan surat keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 130 tahun 2002, selanjutnya ditegaskan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah. Berdasarkan wewenang yang ada pemerintah daerah Kota Bogor telah mengimplementasikan kedalam Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 13 tahun 2008 (nomor 3 seri D) tentang Organisasi Perangkat Daerah. Dalam peraturan daerah tersebut instansi penanggung jawab kegiatan ketahanan pangan dan penyuluhan di tingkat Kota Bogor adalah Kantor Ketahanan Pangan. Struktur Organisasi Kantor Ketahanan Pangan Kota Bogor terdiri atas; Kepala Kantor, Sub Bagian Tata Usaha; Seksi Ketersediaan dan Kerawanan Pangan; Seksi Penganekaragaman dan Keamanan Pangan; Seksi Informasi Penyuluhan Pertanian. Struktur organisasi tersebut tersaji pada Gambar 2.
Ketahanan Pangan; (2) Pemberian dukungan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah di bidang Ketahanan Pangan; (3) Pembinaan dan pelaksanaan tugas di bidang Ketahanan Pangan; (4) Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Walikota sesuai dengan tugas dan fungsinya. Jika dilihat dari struktur organisasi, penyuluhan pertanian memiliki peranan sebagai media penyebaran informasi dari pemerintah baik programa pusat maupun daerah serta penyebaran informasi lainnya secara teknis yang terjabarkan dalam programa penyuluhan pertanian setiap tahunnya.
Tugas Pokok dan Fungsi Penyuluh Pertanian Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: PER/02/Menpan tahun 2008, tugas pokok dan fungsi penyuluh pertanian adalah melakukan kegiatan yaitu pertama, menyiapkan dan merencanakan pelaksanaan penyuluhan yang meliputi kemampuan dalam mengidentifikasi potensi wilayah, kemampuan mengidentifikasi agroekosistem, kemampuan mengidentifikasi kebutuhan teknologi pertanian, kemampuan menyusun programa penyuluhan, dan kemampuan menyusun rencana kerja
Gambar 2. Susunan Organisasi Kantor Ketahanan Kota Bogor
Kantor Ketahanan Pangan Kota Bogor mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian urusan di bidang ketahanan pangan, dengan fungsi sebagai berikut: (1) Perumusan kebijakan teknis dibidang
penyuluhan. Kedua, melaksanakan penyuluhan pertanian meliputi kemampuan menyusun materi penyuluhan, kemampuan menerapkan metode penyuluhan baik metode penyuluhan perorangan
TERAKREDITASI SK DIRJEN DIKTI NO. 66b/DIKTI/KEP/2011
ISSN: 1693-5241
657
Yoyon Haryanto dan Wida Pradiana
maupun penyuluhan kelompok serta metode penyuluhan massal. Selain itu, memiliki kemampuan membina kelompok tani sebagai kelompok pembelajaran dan kemampuan mengembangkan swadaya dan swakarsa petani nelayan. Ketiga, kemampuan membuat evaluasi dan pelaporan pelaksanaan penyuluhan. Keempat, kemampuan mengembangkan penyuluhan pertanian seperti merumuskan kajian arah penyuluhan, menyusun pedoman pelaksanaan penyuluhan dan mengembangkan sistem kerja penyuluhan pertanian. Kelima, pengembangan profesi penyuluhan pertanian yang meliputi penyusunan karya tulis ilmiah dan ilmu populer bidang penyuluhan pertanian dan penerjemahan buku penyuluhan. Keenam, kegiatan penunjang penyuluhan pertanian yang meliputi seminar dan lokakarya penyuluhan pertanian. Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 273/Kpts/OT.160/4/2007, bahwa dalam melakukan pembinaan kepada petani penyuluh menganut sistem Latihan dan Kunjungan (LAKU). Latihan bagi penyuluh pertanian diselenggarakan di Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) atau di tempat lainnya dengan jadwal dua minggu sekali, proses belajar mengajar di fasilitasi oleh penyuluh pertanian maupun tenaga ahlinya. Kunjungan adalah pertemuan penyuluh pertanian dengan para petani yang dilakukan selama empat hari kerja dalam seminggu dan seorang penyuluh pertanian harus membina 8 sampai 16 kelompok tani di mana kelompok tani tersebut harus dikunjungi setiap dua minggu sekali sesuai dengan jadwal kunjungan penyuluh pertanian. Salah satu dari kegiatan kunjungan tersebut memiliki tujuan untuk menyampaikan informasi dan teknologi baru kepada petani. Menurut Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2006, fungsi sistem penyuluhan meliputi: (a) memfasilitasi proses pembelajaran pelaku utama (masyarakat di dalam dan di sekitar kawasan hutan, petani, pekebun, peternak, nelayan, pembudi daya ikan, pengolah ikan, beserta keluarga intinya) dan pelaku usaha (perorangan warga negara Indonesia atau korporasi yang dibentuk menurut hukum Indonesia yang mengelola usaha pertanian, perikanan, dan kehutanan); (b) mengupayakan kemudahan akses pelaku utama dan pelaku usaha ke sumber informasi, teknologi dan sumber daya lainnya agar mereka dapat mengembangkan usahanya; (c) meningkatkan kemampuan kepemimpinan, manajerial, dan kewirausahaan pelaku utama 658
dan pelaku usaha; (d) membantu pelaku utama dan pelaku usaha dalam menumbuhkembangkan organisasinya menjadi organisasi ekonomi yang berdaya saing tinggi, produktif, menerapkan tata kelola berusaha yang baik, dan berkelanjutan; (e) membantu menganalisis dan memecahkan masalah serta merespons peluang dan tantangan yang dihadapi pelaku utama dan pelaku usaha dalam mengelola usaha; (f) menumbuhkan kesadaran pelaku utama dan pelaku usaha terhadap kelestarian fungsi lingkungan; (g) melembagakan nilai-nilai budaya pembangunan pertanian, perikanan, dan kehutanan yang maju dan modern bagi pelaku utama secara berkelanjutan. Seiring arus teknologi informasi yang semakin canggih, kadang petani jauh lebih pintar dari para penyuluhnya sehingga sebagian dari petani tidak begitu mengharapkan kehadiran penyuluh pertanian sebagai mitra kerjanya, namun berdasarkan pengalaman keberhasilan pembangunan pertanian terdahulu penyuluh pertanian memiliki peran yang penting dalam mengupayakannya. Ke depan Petani teladan dan konak tani, bisa menjadi penyuluh swadaya dan penyuluh swasta. Oleh karena itu mereka perlu mendalami dan menerapkan Undang Undang RI No.16 tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan. Sehingga arah dari tugas dan fungsi penyuluhan semakin jelas dan tidak terfokus hanya untuk meningkatkan produksi tapi harus sudah dimulai untuk upaya peningkatan standar konsumsi keluarga petani sehingga pembangunan ketahanan pangan di negeri ini dapat berjalan dengan baik.
Peran dalam Ketahanan Pangan Peranan penyuluh pertanian sebagai fasilitator, motivator dan pendukung gerak usaha petani merupakan titik sentral dalam memberikan penyuluhan kepada petani akan berusaha tani dengan memperhatikan kelestarian dari sumberdaya alam. Kesalahan dalam memberikan penyuluhan kepada petani nantinya akan menimbulkan dampak negatif yang dapat membahayakan lingkungan. Pada prinsipnya proses penyelenggaraan penyuluhan pertanian dapat berjalan dengan baik dan benar apabila didukung dengan tenaga penyuluh yang profesional, kelembagaan penyuluhan yang handal, materi penyuluhan yang berkelanjutan, system penyelenggaraan penyuluhan yang benar serta
JURNAL APLIKASI Nama Orang MANAJEMEN | VOLUME 12 | NOMOR 4 | DESEMBER 2014
Analisis Ketersediaan Pangan dan Kinerja Penyuluh Pertanian dalam Penyediaan Pangan
metode penyuluhan yang tepat dan manajemen penyuluhan yang sinergi. Tugas seorang Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) adalah meniadakan hambatan yang dihadapi seorang petani dengan cara menyediakan informasi dan memberikan pandangan mengenai masalah yang dihadapi. Informasi tentang pengelolaan sumber daya alam dengan teknologi yang baik dan benar sesuai dengan kondisi lahan sangat bermanfaat bagi petani untuk meningkatkan hasil produksinya tanpa harus merusak lingkungan usahataninya sehingga dapat meminimalisir degradasi lahan dan kerusakan lingkungan pada umumnya. Dengan begitu maka strategi penyuluhan pertanian ke depan, dalam rangka mendukung revitalisasi pertanian, dapat ditekankan, diintensifkan dan difokuskan pada kualitas komoditas unggulan daerah, baik pada penerapan teknologi produksi, teknologi pasca panen,efisiensi biaya produksi dan pemasaran. Peranan penyuluh pertanian dalam rangka program pemantapan ketahanan pangan di daerah sangat penting, karena tugas penyuluh sebagai seorang motivator atau penggerak petani dan keluarganya. Sehingga dari peranan penyuluh pertanian ini diharapkan adanya perubahan perilaku petani terhadap pembangunan pertanian tidak hanya berorientasi produksi untuk menggambarkan tingkat kesejahteraan petani akan tetapi terpenuhinya kecukupan pangan bagi satu rumah tangga petani merupakan masalah yang tidak kalah pentingnya. Ketahanan pangan rumah tangga dicirikan dengan setiap warga mengkonsumsi pangan yang cukup dalam jumlah mutu, gizi, aman, beragam dan terjangkau. Untuk itu pengembangan konsumsi pangan dilakukan dengan berbasis pada keanekaragaman baik sumber bahan pangan maupun kelembagaan dan budaya lokal (BKP, 2004). Dalam kegiatan penyuluhan pertanian di Indonesia, penyuluh pertanian lebih cenderung menggambarkan seseorang yang bertugas ke lapangan mengunjungi petani untuk menyampaikan program penyuluhan yang dirancang oleh pemerintah. Pernyataan tersebut tidak seluruhnya benar, tetapi juga tidak salah. Secara garis besar, penyuluh adalah orang yang bekerja atau berkecimpung dalam kegiatan penyuluhan yang melakukan komunikasi pada sasaran penyuluhan, sehingga sasarannya itu mampu melakukan proses pengambilan keputusan dengan benar. Adapun jenis-jenis
penyuluh tidak hanya mereka yang turun secara langsung ke lapangan menemui petani, tetapi juga mereka yang merancang program penyuluhan berdasarkan kebutuhan umum dari sasaran penyuluhan. Berdasarkan pengertian tersebut di atas, penyuluh dihadapkan pada peran-peran yang harus dimainkan, sesuai dengan kondisi dan harapan sasaran penyuluhan. Penyuluh dapat memposisikan dirinya sebagai motivator, edukator, fasilitator, dinamisator, organisator, penasihat, penganalisis dan lain-lain, yang peranannya itu akan membawa manfaat terutama bagi petani sebagai sasaran penyuluhannya. Sehubungan dengan berbagai peran tersebut, penyuluh dituntut untuk memiliki berbagai kemampuan antara lain: kemampuan berkomunikasi, berpengetahuan luas, bersikap serta mampu menempatkan dirinya sesuai dengan karakteristik sasaran penyuluhan. Terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi kemampuan penyuluh, baik secara internal maupun eksternal. Faktor internal antara lain: tingkat pendidikan, motivasi, kepribadian dan harga diri serta keadaan sosial budaya penyuluh. Adapun faktor eksternalnya antara lain: manajemen organisasi penyuluhan, insentif atau fasilitas yang diperoleh penyuluh dalam menjalankan tugasnya serta tingkat partisipasi sasaran yang berada di bawah koordinasinya. Faktor-faktor tersebut harus diperhatikan oleh pihak pimpinan organisasi sehingga dapat dijadikan sebagai acuan untuk mengupayakan peningkatan kompetensi penyuluh. Peranan utama lainnya yang diharapkan dari penyuluh ialah menciptakan kemudahan-kemudahan kebutuhan petani baik dalam bentuk tingkat teknologi maupun yang berkaitan dengan kebutuhan informasi serta upaya-upaya peningkatan kesejahteraan. Peranan tersebut di dalamnya termasuk kemudahan-kemudahan dalam memahami masalah pangan dan upaya memperoleh pangan yang baik tersebut, sehingga petani dan keluarganya memperoleh informasi dan kebutuhan pangan secara maksimal dan baik dan upaya memperoleh pangan yang baik tersebut, sehingga petani dan keluarganya memperoleh informasi dan kebutuhan pangan secara maksimal dan baik. Oleh karena itu para penyuluh mempunyai banyak peranan yaitu: (a) Penyuluh sebagai pembimbing petani; seorang penyuluh adalah pembimbing dan guru petani dalam pendidikan non formal untuk orang dewasa. (b) Penyuluh sebagai organisator dan admisator
TERAKREDITASI SK DIRJEN DIKTI NO. 66b/DIKTI/KEP/2011
ISSN: 1693-5241
659
Yoyon Haryanto dan Wida Pradiana
petani. Dalam penyelenggaraan kegiatan penyuluhan pertanian, penyuluh tidak mungkin melakukan kunjungan kepada masing-masing petani, sehingga petani harus diajak untuk membentuk kelompok tani dan mengambangkan masyarakatnya. (c) Penyuluh sebagai teknisi; seorang penyuluh harus memiliki kemampuan, pengetahuan dan keterampilan teknis yang baik. Tanpa ada pengetahuan dan keterampilan teknis yang baik maka akan sulit baginya dalam memberikan pelayanan jasa konsultasi yang diminta petani. (d) Penyuluh sebagai jembatan penghubung antara lembaga penelitian dan petani. Penyuluh bertugas untuk menyampaikan hasil temuan, informasi dari lembaga penelitian dan kebijakan-kebijakan dari pemerintah. Kehadiran Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) dan peranan penyuluh pertanian di tengah-tengah masyarakat tani di desa masih sangat dibutuhkan untuk meningkatkan sumber daya manusia (petani) sehingga mampu mengelola sumber daya alam yang ada secara intensif demi tercapainya peningkatan produktifitas dan pendapatan atau tercapainya ketahanan pangan dan ketahanan ekonomi. Memberdayakan petani dan keluarganya melalui penyelenggaraan penyuluh pertanian, bertujuan untuk mencapai petani – nelayan yang tangguh sebagai salah satu komponen untukmembangun pertanian yang maju, efisien dan tangguh sehingga terwujudnya masyarakat sejahtera. Penyuluh dan lembaga penyuluhan yang berada di wilayah Kota seperti Kota Bogor sudah seharusnya memiliki tupoksi yang tidak berorientasi lagi terhadap peningkatan produksi. Hal ini dikarenakan sebagian besar wilayah kota bukan lagi sektor pertanian melainkan sektor non pertanian, jika ada pun mungkin hanya menjadi bagian kecil dari wilayah. Seperti halnya Kota Bogor, sektor pertanian hanya menyumbang 13% ketersediaan pangan untuk penduduknya, ini mengindikasikan prioritas tugas pokok dan fungsi penyuluh pertanian harus sudah dirubah dari on farm ke arah off farm. Hal yang terpenting tupoksi penyuluh pertanian di kota, khususnya Kota Bogor adalah mempertahankan produksi yang ada (13%) dan berupaya untuk mendiversifikasikan menjadi produksi olahan dengan mengembangkan kelompok-kelompok tani sebagai basis pengembangan produk pangan. Hal tersebut dapat dilakukan dengan upaya: (1) Menjabarkan dan 660
menuangkan pola tugas penyuluh pertanian Kota Bogor dalam kebijakan daerah yang tidak hanya meningkatkan produksi tapi juga mengarah pada pengembangan kemampuan wilayah dalam mempertahankan produksi pertanian yang ada dan konsumsi masyarakat serta mendiversifikan pangan. (2) Meningkatkan kemampuan penyuluh pertanian terutama dalam bidang ketahanan pangan melalui workshop, pelatihan, seminar dan kegiatan umum lainnya. (3) Program kerja ketahanan pangan yang dijabarkan dalam programa penyuluhan pertanian dalam upaya memperbaiki konsumsi masyarakat. Peran yang tak kalah penting lainnya yang harus menjadi tupoksi penyuluh pertanian di wilayah kota adalah menjadi mediator dan penghubung akses pangan. Pengembanga akses pangan menjadi hal yang utama untuk wilayah kota, karena dengan akses yang baik maka perjalanan dan ketersediaan pangan masyarakatnya relatif lebih terjamin karena masyarakat di wilayah kota cenderung tergantung dari panganpangan hasil pasokan daerah lain. Disinilah kembali peran penyuluh pertanian untuk menjaga agar aksesakses dari produsen sampai di konsumen. Hal ini dapat dilakukan dengan cara menyusun strategi pengembangan akses pangan dengan pola kemitraan antara instansi pemerintah dan lembaga swasta yang dituangkan dalam programa penyuluhan pertanian. Sehingga dengan kondisi-kondisi seperti ini ke depan penyuluh pertanian di wilayah Kota mempunyai peran ganda yang tak kalah penting dalam mewujudkan ketahanan pangan nasional.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Ketersediaan pangan yang dibutuhkan penduduk Kota Bogor untuk semua jenis komoditas sebagian besar diimpor dari wilayah lain. Kondisi ini diprediksi juga akan sama untuk lima tahun ke depan. Ketergantungan impor pangan dari wilayah lain diprediksi lima tahun kedepan akan lebih tinggi lagi, hal ini dikarenakan lahan pertanian yang ada saat ini hanya 13% dari total lahan peruntukkan dan kemungkinan akan terjadi konversi lagi untuk lima tahun ke depan. Sesuai dengan surat keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 130 tahun 2002, selanjutnya ditegaskan
JURNAL APLIKASI Nama Orang MANAJEMEN | VOLUME 12 | NOMOR 4 | DESEMBER 2014
Analisis Ketersediaan Pangan dan Kinerja Penyuluh Pertanian dalam Penyediaan Pangan
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah. Berdasarkan wewenang yang ada pemerintah daerah Kota Bogor telah mengimplementasikan kedalam Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 13 tahun 2008 (nomor 3 seri D) tentang Organisasi Perangkat Daerah. Dalam peraturan daerah tersebut instansi penanggung jawab kegiatan ketahanan pangan dan penyuluhan di tingkat Kota Bogor adalah Kantor Ketahanan Pangan.
Saran Penyuluh dan lembaga penyuluhan yang berada di wilayah Kota seperti Kota Bogor sudah seharusnya memiliki tupoksi yang tidak berorientasi lagi terhadap peningkatan produksi. Tupoksi penyuluh pertanian Kota Bogor seharusnya adalah mempertahankan produksi yang ada (13%) dan berupaya untuk mendiversifikasikan menjadi produksi olahan dengan mengembangkan kelompok-kelompok tani sebagai basis pengembangan produk pangan. Peran yang tak kalah penting lainnya yang harus menjadi tupoksi penyuluh pertanian di wilayah kota adalah menjadi mediator dan penghubung akses pangan, karena dengan akses yang baik maka perjalanan dan ketersediaan pangan masyarakatnya relatif lebih terjamin karena masyarakat di wilayah kota cenderung tergantung dari panganpangan hasil pasokan daerah lain.
DAFTAR RUJUKAN Badan Ketahanan Pangan. 2004. Pedoman Umum. Deptan, Jakarta. BPS. 2009. Bogor dalam Angka. BPS Bogor. Deptan RI. 2006. Visi dan Misi Departemen Pertanian. http:/ /www.deptan.go.id/bpsdm/peraturan/ UU.SP3K.pdf. diakses pada tanggal 25 April 2009. KKP. 2008. Programa Penyuluhan Pertanian. Kantor Ketahanan Pangan Kota Bogor. KKP. 2009. Programa Penyuluhan Pertanian. Kantor Ketahanan Pangan Kota Bogor. Nainggolan K. 2006. Kebijakan Umum Ketahanan Pangan. Jakarta: Dewan Ketahanan Pangan, Departemen Pertanian, Departemen Kesehatan dan DPP PERGIZI Pangan. PERDA Kota Bogor. 2008. Lembaran Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 1 Seri E. Bogor. Permenpan no : PER/02/Menpan/2/2008 tentang Jabatan Fungsional Penyuluh Pertanian dan Angka Kreditnya. http://www.deptan.go.id/bpsdm/peraturan/ pdf. diakses pada tanggal 25 April 2009. Presiden Republik Indonesia. 2006. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2006 Tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, Dan Kehutanan. Seri online: http://www.deptan.go.id/ bpsdm/peraturan/ UU.SP3K.pdf. diakses pada tanggal 25 April 2009.
TERAKREDITASI SK DIRJEN DIKTI NO. 66b/DIKTI/KEP/2011
ISSN: 1693-5241
661