PENELITIAN POTENSI DAN KETERSEDIAAN PANGAN DALAM RANGKA KETAHANAN PANGAN DI JAWA TENGAH Rachman Djamal, dkk Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Jawa Tengah Jl. Imam Bonjol No. 190 Semarang Telp. 0243540025
RINGKASAN Pendahuluan Kebijakan pembangunan pertanian di Jawa Tengah telah diarahkan guna mewujudkan pertanian tangguh, maju dan efisien yang dicirikan oleh kemampuan dalam meningkatkan kesejahteraan petani dan kemampuan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Pengembangan sektor pertanian diharapkan menjadi salah satu upaya untuk mewujudkan dan menjaga ketahanan pangan. Dalam program pemantapan ketahanan pangan nasional, Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu Provinsi yang diharapkan dapat mengembangkan potensi produksi pangannya seperti beras, jagung, kedelai, ubi kayu, kacang tanah, cabe, bawang merah, daging, telur dan ikan sehingga dapat menyangga kebutuhan regional maupun nasional. Pengembangan komoditas tersebut diperlukan dalam rangka mengantisipasi pertambahan jumlah penduduk yang terus berkembang. Penelitian tentang potensi ketersediaan pangan dalam rangka ketahanan pangan di Jawa Tengah ini mempunyai tujuan untuk : 1). Mengkaji potensi produksi dan ketersediaan pangan sumber umbi-umbian dalam rangka menunjang ketahanan pangan, 2). Mengkaji sistem usahatani dan produksi usahatani dalam menghasilkan bahan pangan umbi-umbian, 3). Mengkaji sistem pemasaran dan penanganan hasil umbi-umbian dalam rangka penyediaan pangan dan 4). Mengkaji pengaruh penggunaan pupuk organik dalam budidaya ubi jalar.
Penelitian ini dilaksanakan
mulai bulan Maret – Oktober
2006. Survei
dilaksanakan pada empat kabupaten yang mempunyai potensi sebagai daerah produksi umbi-umbian yaitu Kabupaten Wonogiri, Kabupaten Pati, Kabupaten Temanggung, dan Kabupaten
Semarang.
Sedangkan
eksperimen
budidaya
umbi-umbian
dengan
menggunakan pupuk organik dilaksanakan di Kabupaten Semarang dan Kabupaten Temanggung. Metode Survei diterapkan dengan cara melakukan wawancara kepada responden berdasarkan kuesioner yang telah dipersiapkan, untuk mengetahui potensi produksi dan ketersediaan pangan umbi-umbian, sistem produksi dan usahatani yang diterapkan secara aktual, serta mengetahui distribusi pemasaran dan pengolahan pangan. Sedangkan Metode Eksperimental diterapkan untuk mengetahui produktivitas budidaya umbiumbian dengan menggunakan pupuk organik. Teknik operasional eksperimental digunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK).
Hasil dan Pembahasan Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 4 lokasi penelitian,
Kabupaten
Wonogiri dan Pati merupakan basis sektor produksi ubi kayu, sedangkan untuk produksi ubi jalar Kabupaten Semarang dan Temanggung merupakan sektor basis. Pada tingkat Jawa Tengah menunjukkan bahwa ada 15 kabupaten yang merupakan sektor basis tanaman ubi kayu (LQ>1), dan
20 kabupaten lainnya tidak menunjukkan sebagai
tanaman basis (LQ<1) ditinjau dari produksinya. Tanaman ubi kayu yang merupakan sektor basis di Jawa Tengah adalah Kabupaten Banyumas (1,02), Purbalingga (1,02), Banjarnegara (1,02), Kebumen (1,04), Purworejo (1,03), Boyolali (1,03), Sukoharjo (1,04), Wonogiri (1,04), Sragen (1,04), Pati (1,03), Kudus (1,02), Jepara (1,03), Kota Magelang (1,04), Kota Surakarta (1,04), dan Kota Tegal (1,04). Pada komoditas ubi jalar dari 35 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah 19 kabupaten diantaranya menunjukkan daerah basis
(LQ > 1), 16 kabupaten tidak
menunjukkan sebagai daerah basis (LQ < 1) ditinjau dari produksinya. Tanaman ubi jalar di Jawa Tengah
yang merupakan daerah basis adalah Kabupaten Cilacap (1,28),
Wonosobo (1,30), Magelang (6,31), Klaten (5,89), Karanganyar (2,44), Grobogan (2,24), Blora (5,13), Rembang (3,18), Demak (6,15), Kendal (4,20), Batang (6,93), Pekalongan (6,04), Pemalang (4,57), Tegal (4,70), Brebes (3,26), Kota Salatiga (1,69) dan Kota Semarang (2,09). Berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi umbi-umbian di Jawa Tengah, dengan menggunakan uji F, hasil penelitian menunjukkan bahwa variabelvariabel independen (bebas) seperti luas panenan ubi kayu, luas panenan ubi jalar, LQ produksi ubi kayu, LQ produksi ubi jalar, produktivitas ubi kayu, dan produktivitas ubi jalar, berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap produksi total umbi-umbian (ubi kayu dan ubi jalar) di Jawa Tengah. Ketersediaan pangan dari sumber umbi-umbian (ubi kayu dan ubi jalar) rata-rata selama 5 tahun (2000 – 2004) di Jawa Tengah ketersediaan sumber kalori dari umbiumbian sebesar 260,87 Kalori/kapita/hari sedangkan berdasarkan Pola Pangan Harapan (PPH) yang dibutuhkan hanya sebesar 132 Kalori/kapita/hari, atau tingkat pencapaian ketersediaan mencapai 197,63% atau terdapat kelebihan sebesar 128,87 Kalori/kapita/hari atau sebesar 97,63%. Hal ini menunjukkan bahwa dari produksi umbi-umbian yang ada sudah mampu memenuhi kebutuhan dan bahkan berlebih, sehingga mampu untuk dikembangkan kearah industri pengolahan pangan berbasis umbi-umbian dan juga dapat dipasarkan untuk memenuhi permintaan dan mensuplai kebutuhan ke wilayah lain diluar Propinsi Jawa Tengah. Trend ketersediaan pangan umbi-umbian sampai tahun 2010 khusus pada komoditas ubi kayu di Jawa Tengah mengalami peningkatan,
dari 270,23
Kalori/kapita/hari (tahun 2004) menjadi sebesar 306,49 Kalori/Kapita/hari (tahun 2010), sedangkan pada komoditas ubi jalar mengalami penurunan dari 11, 06 Kalori/kapita/hari menjadi 9,29 Kalori/kapita/hari. Persamaan regresi yang dihasilkan untuk ubi kayu
adalah sbb : Y = 8.737,41 + 248,71 x, sedangkan untuk ubi jalar cenderung menurun dengan persamaan regresi sbb : Y = 393,39 – 8,54 x, sedangkan secara gabungan meningkat dengan persamaan regresi sbb : 9130,80 + 240,169 x. Berkaitan dengan ketahanan pangan dan ketersediaan pangan perlu adanya perencanaan yang matang dan memadai, tanpa perencanaan yang matang dan langkahlangkah yang strategis dan konsisten dalam rangka meningkatkan produksi pangan maka akan sangat mengancam ketahanan pangan nasional. Dalam hal ini maka peran pemerintah, masyarakat dan pihak-pihak lain harus merancang pemenuhan pangan seperti perluasan lahan pertanian, peningkatan produksi dan produktivitas pertanian, teknologi pertanian, penanganan pasca panen, dll, agar ketersediaan pangan terus meningkat. Gambaran umum aspek budidaya ubi kayu di lokasi penelitian menunjukkan bahwa Lahan yang digunakan sebagai usaha budidaya adalah lahan tegalan, dan ratarata sebagai lahan milik sendiri. Luas lahan yang ditanami oleh petani rata-rata masih relatif sempit yaitu antara 0,25-0,75. Periode budidaya sebagian besar ditanam pada bulan Oktober/Nopember, dengan usia panen kurang lebih 10 bulan. Sistem budidaya pada umumnya dilakukan dengan cara tumpang sari dengan jagung dan kacang tanah. Pengadaan bibit biasanya diperoleh dari daerah setempat dan varietas yang ditanam adalah
varietas Adira, markonah, UJS, lokal dan campuran. Teknologi budidaya
dilakukan secara semi intensif. Tujuan pola tanaman dengan sistem tumpangsari pada ubi kayu adalah efisiensi penggunaan lahan, mengurangi resiko kegagalan akibat gangguan iklim dan hama/penyakit, meratakan masa panen sepanjang tahun, terutama dalam memenuhi kebutuhan pangan, dan untuk memelihara kelestarian tanah dan mempermudah pengerjaan tanah pada musim berikutnya. Pada usahatani ubi jalar umumnya dilakukan secara monokultur, pada lahan tegalan. Usia panen kurang lebih selama 4 – 5 bulan. Penanaman dilakukan pada bulan
Agustus/September. Jenis yang ditanam bervariasi, umumnya jenis lokal seperti malotok, lokal AC, Belan, Si Ungu. Aspek profitabilitas usaha umbi-umbian rata-rata cukup menguntungkan yaitu ubi jalar di Kabupaten Wonogiri 17,78%, Pati 57,83%, Semarang 76,37% dan Temanggung 36,31% atau rata-rata sebesar 47,07%, sedangkan pada ubi kayu untuk Kabupaten Wonogiri sebesar 33,76%, Kabupaten Pati 45,67%, Semarang 34,29% dan Temanggung 82,33% atau rata-rata sebesar 49,01%. Hasil ini menunjukkan bahwa usahatani ubi jalar dan kayu masih menguntungkan dan
layak diusahakan serta
diharapkan mempunyai kontribusi terhadap pendapatan petani. Sistem pengolahan
pangan umbi-umbian belum banyak dilakukan, dan
umumnya langsung dijual dalam bentuk segar melalui sistem tebasan. Berdasarkan hasil penelitian proses pengolahan/pasca panen yang dilakukan oleh petani adalah pembuatan gaplek, dan pembuatan tepung. Produk ini disamping
dijual juga digunakan untuk
persediaan pangan dan campuran pangan pokok. Pengelolaan pasca panen yang lain adalah dibuat makanan ringan seperti kripik ketela, slondok, lempeng, dll,
yang
dilakukan oleh usaha rumah tangga. Produk pangan olahan ini di pasarkan di wilayah sekitar Kecamatan dan Kabupaten setempat, dan bahkan ada yang dipasarkan sampai di kota- kota besar seperti Jakarta, Semarang, dan lain-lain.Teknologi pengolahan pangan dari umbi-umbian perlu dikembangkan untuk mendukung keanekaraganman atau diversifikasi pangan. Disamping itu banyak petani yang melakukan penjualan secara langsung terhadap produk umbi hasil panen dan di jual pada pedagang desa/penebas.
Kesimpulan dan Saran Secara umum kelembagaan distribusi pemasaran ubi kayu dan ubi jalar terdiri dari petani produsen, pedagang berbagai level dan industri. Adapun gambaran pola distribusi pemasaran ubi kayu dan ubi jalar mengikuti 3 pola pemasaran, yaitu : 1) Petani – Pasar Setempat (desa/kecamatan) – Konsumen, 2) Petani- Penebas/Pedagang
Pengumpul – Pedagang Besar – Pedagang Eceran – Konsumen dan 3) Petani – Industri Pengolah Ubi Kayu/Ubi Jalar. Hasil demplot di Kecamatan Sumowono tentang pengaruh perlakuan berbagai varietas dan berbagai dosis pemupukan dihasilkan bahwa varietas Satsumaimo (ubi jepang) produksinya tertinggi dan pemakaian pupuk anorganik dengan dosis setengah dari rekomendasi ditambah dengan pupuk organik (2 Ton/Ha) memberikan hasil yang sama dengan pemberian pupuk sesuai anjuran. Hal ini menunjukkan bahwa apabila terjadi kelangkaan pupuk (pemberian pupuk anorganik bisa dikurangi, dengan ditambah pupuk organik). Sedangkan hasil demplot di Kecamatan Jumo menunjukkan bahwa dari 4 perlakuan varietas dan 4 dosis pemupukan interaksi hasil sangat nyata, sehingga dari 4 varietas mempunyai respon yang berbeda terhadap dosis pemupukan. Varietas yang diintroduksi (cilembu, jepang, malothok dan sableh) produksi ubi segar lebih tinggi dibanding dengan varietas lokal (siungu, belan, menthak). Penggantian 50 -100% pupuk anorganik dengan pupuk organik tidak menurunkan produksi. Varietas Satsumaimo juga menghasilkan produksi ubi jalar yang paling tinggi.
Hak Cipta © 2006 Balitbang Prov. Jateng Jl. Imam Bonjol No. 190 Semarang 50132 Telp : (024) 3540025, Fax : (024) 3560505 Email :
[email protected]