BAB IV RENCANA IMPLEMENTASI
BAB IV RENCANA IMPLEMENTASI 4.1. Analisis Kesiapan Implementasi Untuk menerapkan Sistem Manajemen Kinerja yang diusulkan maka sebelumnya perlu diketahui dulu apa peluang dan hambatan yang dihadapi untuk menerapkan sistem ini. 4.1.1. Peluang Implementasi Sebagai perusahaan terbuka tentunya kinerja dari perusahaan juga akan sangat mempengaruhi harga saham dan keputusan investor untuk membeli saham. Sehingga Sistem Manajemen Kinerja yang mampu memberikan gambaran kinerja organisasi secara keseluruhan dan dapat memacu setiap Departemen di dalamnya sangatlah dibutuhkan. Sehingga beberapa peluang implementasi dapat diperoleh mengingat Sistem Manajemen Kinerja yang dimiliki Dynaplast saat ini memiliki beberapa kelemahan: ‐
SMK yang ada hanya untuk Departemen di pabrik sedangkan untuk Departemen atau Divisi yang berada di kantor pusat seperti Supply Chain, HRD, IT dan Accounting tidak memiliki SMK atau Quality Objective.
‐
Tidak ada peninjauan secara periodik atas kriteria yang digunakan untuk SMK, kriteria yang digunakan cenderung tetap, masih konvensional dan kurang relevan dengan perkembangan industri serta tuntutan stakeholder
‐
SMK yang cenderung lebih untuk melaporkan kinerja masa lampau
‐
SMK lebih berorientasi jangka pendek, karena lebih pada melihat dampaknya atas net profit periode yang lalu
87
BAB IV RENCANA IMPLEMENTASI
‐
Ukuran kinerja dan sistem review yang ada tidak memicu proses perbaikan
Oleh karena itu di Dynaplast peluang untuk mengimplementasikan SMK berdasarkan pendekatan IPSM dan PRISM sangat mungkin untuk direalisasikan. Tetapi mengingat SMK yang ada pada projek akhir ini dibatasi hanya variabel kinerja non finansial untuk business unit Plant VI‐Cikarang, maka peluang improvement ke depan yang dapat dilakukan adalah : ‐
menyusun SMK mulai dari level corporate hingga operasional dengan melengkapi variabel kinerja baik finansial maupun non finansial, di mana contoh variabel kinerja usulan dengan menambahkan variabel finansial untuk level business unit dapat dilihat pada Tabel 4.1 dan secara ditail pada Lampiran 12.
Tabel 4.1. Usulan Variabel Kinerja Berdasarkan Finansial PROPOSED SMK DEPT
VARIABEL KINERJA
FORMULA
ENGINEERING
Biaya kerusakan alat
Biaya yang dikeluarkan karena kerusakan pada periode waktu tertentu
ENGINEERING
Biaya maintenance
% biaya perawatan terhadap total biaya operasi
ENGINEERING
Biaya pemakaian sparepart terhadap penjualan
% biaya pemakaian sparepart terhadap total penjualan per bulan
ENGINEERING
Biaya utility terhadap penjualan
% biaya utility terhadap todal penjualan per bulan
Biaya training
total biaya training yang dikeluarkan per karyawan pada periode waktu tertentu
Biaya relokasi infrastruktur
Rata-rata biaya untuk memindahkan mesin ke lokasi baru
NPD
Biaya R&D
% biaya R&D terhadap penjualan pada periode waktu tertentu
NPD
HRD MANAGEMENT
Keuntungan dari produk baru
% profit yang diperoleh dari produk baru pada periode waktu tertentu
PERS&GA
Penjualan sampah
%Penjualan sampah per bulan terhadap pemakaian material
PERS&GA
%Biaya lembur terhadap total penjualan
Total biaya lembur terhadap total penjualan per bulan
‐
menyusun prosedur evaluasi SMK sehingga siklus PDCA dapat berjalan dengan efektif seperti Gambar 4.1 berikut ini.
88
BAB IV RENCANA IMPLEMENTASI
PENGUKURAN KINERJA
EVALUASI KINERJA AKTUAL TERHADAP TARGET FISHBONE ANALYSIS PROSES PERUBAHAN
PROSES PERBAIKAN
EVALUASI PENYEBAB TERJADINYA GAP
FUNDAMENETAL
BERKELANJUTAN WHY-WHY ANALYSIS
DIGANOSIS PROSES PERBAIKAN
TINDAK LANJUT
Gambar 4.1. Prosedur PDCA Sistem Manajemen Kinerja ‐
karyawan harus menjadi asset bukan alat bagi perusahaan, sehingga potensi yang ada di setiap diri karyawan dapat dikelola dan dikembangkan sesuai kompetensi yang dimiliki dan kebutuhan pekerjaan, untuk itu dapat dibuat carrer path dan training need based on competencies dengan membaginya menjadi soft competencies seperti Tabel 4.2 dan hard competencies seperti Tabel 4.3
Tabel 4.2 Soft Competencies and Training Need Based On Comptencies COMPETENCIES STANDARD CODE
SOFT (STRUCTURAL)
Mgr SH/SPV
Interpersonal Skill
ISS
PROFILE
Weight
TARGET LEVEL
INS
Mgr SH/SPV INS
Open Minded
x
x
x
5
4
3
Self Confident
x
x
x
5
4
3
Initiative Self Motivation
0.4
x
x
x
5
4
3
x
x
x
5
4
3
x
3
Teamwork
x
x
5
4
Stress Management
x
x
5
4
Organization Behavior
x
x
5
4
No.
TRAINING REQUIREMENT
1 Basic Mentality 2 Developing Emotional Intelligence (EQ)
89
BAB IV RENCANA IMPLEMENTASI
Lanjutan Tabel 4.2 Soft Competencies and Training Need Based On Comptencies Makna Umum setiap angka level pada soft competency adalah: Level 1 : Sangat membutuhkan pelatihan dan tidak memenuhi standar minimum perilaku yang dipersyaratkan. Level 2 : Membutuhkan pelatihan meskipun mungkin memenuhi sebagian/beberapa standar minimum perilaku yang dipersyaratkan, namun masih memerlukan peningkatan pada beberapa indikator perilaku yang kritis. Level 3 : Sudah memenuhi standar dan mampu membina diri sendiri sehingga dapat melaksanakan tugas-tugasnya. Level 4 : Mampu membina gugus kerja (Grup/Section)), sehingga dapat meningkatkan prestasi gugus kerja. Level 5 : Mampu membina unit bisnis (Dept./Div.) sehingga dapat meningkatkan prestasi unit bisnis. Level 6 : Mampu membina organisasi (BU/Corporate) sehingga dapat meningkatkan prestasi organisasi.
Tabel 4.3. Hard Competencies and Training Need Based On Comptencies COMPETENECIES STANDARD CODE
HARD (FUNCTIONAL) Engineering Software Application Skill
ESAH
PROFILE
Weight
0.15
Mgr SH/SPV
TARGET LEVEL
INS
No.
Mgr SH/SPV INS
1 Basic MS.Office 2 SAP Logistic
Microsoft Office (Ms. Word, Ms. Excel, Ms. Power Point)
x
x
-
3-4
1-2
-
Technical Database Application (SAP Logistic)
x
x
x
3
2
1-2
SPSS
x
x
-
3
1-2
-
Information Technology (E-mail)
x
x
-
3
2
-
TRAINING REQUIREMENT
3 SPSS/MiniTab
Makna Umum setiap angka level pada hard competency, adalah: Level 1 : Concept (Mengenal konsep dasar tentang pengetahuan atau keterampilan di bidang tersebut). Level 2 : Applied Concept (Mengetahui secara menyeluruh penerapan konsep tersebut di perusahaan). Level 3 : Working (Mampu menerapkannya sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan, dapat mengatasi masalah-masalah yang bersifat rutin, namun memerlukan bantuan bila masalah yang dihadapi bersifat istimewa. Level 4 : Advanced (Berpengalaman dalam menerapkannya, dapat mengatasi masalah rutin maupun non-rutin di dalam organisasinya tanpa memerlukan bantuan, dapat menjadi pelatih bagi karyawan yang lain. Level 5 : Mastery (Sangat berpengalaman dalam menerapkannya, punya otoritas dalam bidang tersebut yang diakui dalam lingkup perusahaan, dapat mengatasi situasi yang komplek (melibatkan organisasi yang lain) yang belum pernah terjadi sebelumnya). Level 6 : Leading (Mampu mengembangkan sistem dan prosedur di perusahaan yang berhubungan dengan bidang tersebut, mampu mengintegrasikan berbagai bidang lain dengan bidang tersebut untuk perbaikan proses bisnis perusahaan.
90
BAB IV RENCANA IMPLEMENTASI
Detail carrer path dan training need based on competencies bisa dilihat pada Lampiran 13. 4.1.2. Hambatan Implementasi Untuk mengimplementasikan SMK yang diusulkan, ada beberapa hambatan yang teridentifikasi diantaranya: ‐
Keterbatasan data, masih ada variabel kinerja yang saat ini tidak dapat diukur karena tidak adanya data yang dibutuhkan
‐
Keterbatasan sumber daya, dalam hal ini tidak hanya manusia sebagai peng‐input data tetapi juga belum adanya media kuesioner atau form yang dapat digunakan untuk mengumpulkan data sebagai dasar pengukuran kinerja
‐
Sosialisasi, mengingat SMK yang diusulkan merupakan alat pengukur kinerja yang baru digunakan maka tujuan, cara pengukuran dan konsekuensi dari SMK ini harus disosialisasikan dengan baik kepada semua karyawan yang terlibat.
‐
Komitmen dari manajemen dan seluruh karyawan., dalam hal ini jika SMK ingin digunakan dengan efektif maka harus ada bentuk reward dan punishment sebagai bentuk tindak lanjut dari hasil pengukuran kinerja. Sehingga seluruh karyawan pada seluruh level memiliki komitmen untuk mencapai kinerja yang sudah ditargetkan. Untuk memacu karyawan agar mencapai target kinerja yang diharapkan maka sebaiknya pencapaian kinerja juga dikaitkan dengan performance appraisal sampai ke level operasional.
Beberapa cara untuk menghadapi hambatan untuk mendukung implementasi SMK yang diusulkan akan dibahas pada sub bab Kebutuhan Sumber Daya. 91
BAB IV RENCANA IMPLEMENTASI
4.2. Kebutuhan Sumber Daya Untuk menjalankan Sistem Manajemen Kinerja dengan baik maka siklus PDCA seperti yang dapat dilihat pada Gambar 4.1. harus dilakukan. Dan untuk menjalankan SMK yang sudah dirancang tersebut maka diperlukan sumber daya seperti metode pengumpulan data, sistem pelaporan, sosialisasi, pelatihan dan komitmen. Komitmen manajamen dan seluruh karyawan memegang peranan penting, karena kesuksesan SMK terletak pada rasa kepemilikan terhadap sistem yang dibangun, perubahan budaya kerja dan rancangan SMK yang terintegrasi. Tanpa adanya komitmen untuk mau berubah maka SMK ini akan menjadi sia‐ sia. 4.2.1. Pengumpulan Data Berdasarkan Variabel Kinerja yang diusulkan maka pengumpulan data untuk mengukur kinerja dapat diperoleh dari: 1. Form Dalam hal ini harus dibuat form yang dapat digunakan untuk membantu input data. Di mana form tersebut dapat bersifat o laporan rutin harian, mingguan atau bulanan o laporan non rutin, karena dibuat per projek atau per kasus dalam bentuk log book. Contoh log book dapat dilihat pada Lampiran 14 Form yang digunakan dapat berupa: o hard copy, di mana karyawan mengisi data manual pada form yang disediakan sesuai periode waktu yang ditentukan (untuk laporan rutin) atau sesuai tahap penyelesaian proyek (untuk laporan non rutin). Contoh form hard copy dapat dilihat pada Lampiran 15 dan 16 92
BAB IV RENCANA IMPLEMENTASI
o soft copy, di mana karyawan mengisi data pada program yang sudah disiapkan, misalnya dengan MS‐Access sehingga data akan langsung tersimpan di komputer dan dapat dicetak jika sewaktu‐ waktu dibutuhkan. Contoh tampilan form yang sudah menggunakan soft copy MS‐ Access dapat dilihat pada Gambar 4.2.
Gambar 4.2. Contoh Form dengan Soft Copy MS‐Access
93
BAB IV RENCANA IMPLEMENTASI
Dengan menggunakan soft copy MS‐Access seperti contoh diatas pengerjaan outgoing inspection bisa menjadi lebih efisien, yaitu: ‐
lembar inspeksi dari dua halaman menjadi tidak membutuhkan kertas sama sekali karena semua data tersimpan di komputer dan dicetak hanya jika diperlukan
‐
waktu pencatatan per produk semula sekitar lima sampai enam menit menjadi cukup dua sampai tiga menit saja
‐
jumlah outgoing inspector dari empat orang per shift menjadidua sampai tiga orang per shift dan pekerjaan mereka bisa lebih fokus untuk patroli kualitas di lapangan
‐
pembuatan laporan bulanan ke manajemen tidak perlu lagi diinput manual ke MS‐Excell tetapi cukup menarik data yang dibutuhkan dari program MS‐Access tersebut.
2. Kuesioner Untuk data yang sifatnya kualitatif maka pengumpulan data dapat dengan menggunakan kuesioner yang harus diisi oleh departemen atau karyawan yang terkait. 3. SAP Untuk data‐data yang base‐nya sudah ada di SAP, maka sistem pengumpulan data dapat dibuat terintegrasi dengan SAP yang sudah diimplementasikan di Dynaplast 94
BAB IV RENCANA IMPLEMENTASI
4. Wawancara Cara ini diperlukan jika data yang diperlukan bersifat persuasive di mana diperlukan data kualitatif yang ditail dan perlu adanya komunikasi dua arah. Contoh metode pengumpulan data untuk masing‐masing varibel kinerja dapat dilihat pada Tabel 4.4. Tabel 4.4. Contoh Metode Pengumpulan Data yang Digunakan VARIABEL KINERJA
FORMULA
SUMBER DATA
Keluhan Pelanggan Berulang
% complaint atau defect yang berulang terjadi
Ketepatan kualitas
% produk yang dikirim tanpa defect ke customer
Keluhan pelanggan & retur
Jumlah customer complaint/returm pada periode waktu tertentu
Tingkat layanan
Jumlah komplain yang dapat diselesaikan dan memuaskan, dalam kesempatan pertama
FORM Identifikasi Masalah
Daya tanggap
Rata-rata waktu yang diperlukan untuk merespon komplain konsumen
Log book
Efektifitas penanganan Keluhan Pelanggan % customer complaint yang berhasil diselesaikan
Log book SAP SAP
Log book
Waktu penyelesaian keluhan pelanggan
Rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan customer complaint
Log book
Cacat produk
Jumlah produk 'gagal produksi' dibandingkan dengan total produk yang diproduksi
FORM Penyimpangan Mutu
Jumlah complaint baru per bulan
Jumlah complaint yang merupakan isue baru pada item yang baru setiap bulan
Log book
Critical defect
Jumlah retur karena ditemukan critical defect dicustomer
Major defect
Jumlah retur karena ditemukan major defect dicustomer
Minor defect
Jumlah retur karena ditemukan minor defect dicustomer
MS Access MS Access MS Access
95
BAB IV RENCANA IMPLEMENTASI
4.2.2. Sistem Pelaporan Laporan harus dipilah untuk keperluan manajemen puncak, menengah ataukah level operasi. 1. Bagi manajemen puncak, laporan meliputi: o trend pencapaian dalam periode waktu tertentu o perbandingan dengan kinerja internal masa lalu o perbandingan dengan kinerja pesaing (jika ada) o target jangka panjang o periode laporan kuartal, semester atau tahunan 2. Bagi manajemen menengah, laporan meliputi: o laporan paling rinci untuk keperluan internal perusahaan o memuat semua aspek untuk keperluan pengambilan keputusan o periode laporan mingguan sampai bulanan 3. Bagi level operasi, laporan meliputi: o laporan stasiun operasi yang bersangkutan dan stasiun operasi yang terkait langsung o efek yang ditimbulkan akibat ketidaktercapaian kinerja yang ditargetkan o periode laporan harian hingga satu bulan ke depan. Sistem pelaporan harus dirancang hingga dapat dikomunikasikan dengan riil (real time operating) dan dengan dukungan sistem terhubung (on‐line sistem), di mana untuk Dynaplast dapat menggunakan sistem SAP yang sudah ada atau membuat program khusus menggunakan MS‐Access dan program lainnya. 96
BAB IV RENCANA IMPLEMENTASI
Media pelaporan yang dapat digunakan meliputi: 1. Brifeing harian (morning meeting) untuk level operasional 2. Meeting mingguan untuk manajemen menengah 3. Meeting bulanan, kwartal (Management review meeting) dan tahunan (Annual Operating Plan) untuk manajemen menengah dan manajemen puncak. Isi Laporan harus menunjukkan siklus PDCA yang sudah dijalankan yaitu meliputi: 1. Kinerja aktual terhadap target 2. Identifikasi penyebab terjadinya gap antara aktual dengan target, di mana penyebab yang disampaikan sudah harus melalui fishbone analysis atau why‐why analysis sehingga penyebab sudah ditinjau dari segi manusia, mesin, proses, mold, material, money, lingkungan 3. Tindakan perbaikan dan pencegahan yang akan dilakukan beserta penanggung jawab dan target waktu penyelesaiannya 4. Status dan evaluasi atas tindakan perbaikan dan pencegahan untuk memperbaiki kinerja periode sebelumnya 5. Perubahan atau tambahan atas tindakan perbaikan dan pencegahan yang sudah dilakukan agar dapat mencapai target, disertai dengan penanggung jawab dan target waktu penyelesaiannya 4.2.3. Sosialisasi Sebagus apapun SMK yang dibuat jika tidak disosialisasikan dengan intensif tidak akan berdaya guna. Sosialisasi sangat penting karena biasanya antara leval manajemen puncak dan operasional ada gap yang cukup besar dalam hal pengetahuan dan pemikiran jangka panjang yang dimiliki manajemen puncak 97
BAB IV RENCANA IMPLEMENTASI
dengan kebutuhan ketrampilan dan tindakan yang harus dilakukan di level operasional. Media sosialisasi yang dapat digunakan di Dynaplast diantaranya: ‐
melalui poster yang menonjolkan tujuan dari penerapan SMK yang baru
‐
rapat pagi (morning meeting)
‐
rapat koordinasi (mingguan)
‐
public folder
‐
kotak saran
Keefektifan sosialisasi harus terus dipantau dengan melakukan wawancara secara acak kepada wakil seluruh level karyawan ataupun audit internal seperti ISO untuk memastikan sejauh mana pemahaman karyawan akan tujuan SMK, metode dan prosedur dari SMK itu sendiri dalam kaitannya dengan visi dan misi perusahaan. 4.2.4. Analisis Manfaat Variabel Kinerja Didalam siklus PDCA khususnya tahap evaluasi (check) di mana dilakukan evaluasi kinerja aktual terhadap target tentunya akan dapat ditemukan kondisi di mana masih begitu banyak variabel yang targetnya belum tercapai. Apabila semua tindakan perbaikan dilakukan secara bersamaan akan sangat memakan waktu, biaya dan tenaga di mana efektifitasnya juga dapat diragukan akibat tindakan yang dilakukan kurang fokus. Untuk itu perlu dilakukan penentuan prioritas variabel mana yang perlu didahulukan dilakukan perbaikan. Salah satu cara untuk menentukan prioritas adalah dengan memberikan pembobotan terhadap masing‐masing variabel kinerja. Akan tetapi karena besarnya bobot
98
BAB IV RENCANA IMPLEMENTASI
yang diberikan bersifat sangat subyektif maka pembobotan dilakukan dengan metode Group Decision Making‐Multi Criteria, yaitu: 1. Memberikan variabel kinerja usulan ke tiap Departemen 2. Setiap Departemen menunjuk lima orang yang dapat mewakili seluruh fungsi baik dari dalam Departemen tersebut maupun dari Departemen lain yang memiliki kepentingan atas pencapaian variabel kinerja untuk melakukan pembobotan pada masing‐ masing variabel 3. Setiap variabel kinerja diberi bobot 1 – 10, variabel yang dianggap paling penting diberikan bobot yang paling besar sedangkan bobot yang kurang penting diberikan bobot lebih rendah. Total bobot untuk semua variabel kinerja harus sama dengan 100 4. Jumlahkan bobot dari semua penilai dan hitung rata‐rata bobot dari masing‐masing variabel 5. Urutkan variabel kinerja mulai dari yang rata‐rata bobotnya terbesar hingga yang terkecil untuk menggambarkan tingkat kepentingan varaibel kinerja mulai dari yang paling prioritas atau paling penting. Selanjutnya tindakan perbaikan diprioritaskan pada variabel yang belum mencapai target dengan bobot terbesar. Dan untuk variabel kinerja dengan bobot yang sama maka tindakan perbaikan didahulukan untuk variabel yang gap‐nya terbesar. Contoh pemberian bobot dapat dilihat pada variabel kinerja Departemen QA pada Tabel 4.5. 99
BAB IV RENCANA IMPLEMENTASI
Tabel 4.5. Contoh Pembobotan Variabel Kinerja VARIABEL KINERJA
FORMULA
BOBOT PENILAI-1 PENILAI-2 PENILAI-3 PENILAI-4 PENILAI-5
Keluhan Pelanggan Berulang
% complaint atau defect yang berulang terjadi
Tingkat layanan
Jumlah komplain yang dapat diselesaikan dan memuaskan, dalam kesempatan pertama
% customer complaint yang Efektifitas penanganan Keluhan Pelanggan berhasil diselesaikan Waktu penyelesaian keluhan pelanggan
Rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan customer complaint
Critical defect
Jumlah retur karena ditemukan critical defect dicustomer
Daya tanggap
Rata-rata waktu yang diperlukan untuk merespon komplain konsumen
Ketepatan kualitas
% produk yang dikirim tanpa defect ke customer
Keluhan pelanggan & retur
Jumlah customer complaint/returm pada periode waktu tertentu
Cacat produk
Jumlah produk 'gagal produksi' dibandingkan dengan total produk yang diproduksi
Major defect
Jumlah retur karena ditemukan major defect dicustomer
Jumlah complaint baru per bulan
Jumlah complaint yang merupakan isue baru pada item yang baru setiap bulan
Minor defect
Jumlah retur karena ditemukan minor defect dicustomer
TOTAL
RATA-RATA
9
10
10
9
10
48
9.6
10
9
9
10
9
47
9.4
9
10
9
9
10
47
9.4
10
9
9
9
10
47
9.4
10
9
10
9
9
47
9.4
9
10
9
10
8
46
9.2
8
9
10
8
8
43
8.6
7
6
9
7
8
37
7.4
7
8
7
7
8
37
7.4
8
8
7
8
6
37
7.4
7
7
7
7
8
36
7.2
6
5
4
7
6
28
5.6
TOTAL
100.0
4.2.5. Pelatihan yang Diperlukan Pelatihan dapat berupa lingkup pemahaman secara global SMK itu sendiri sampai dengan penggunaan alat‐alat bantu yang akan digunakan. Sehingga secara spesifik kebutuhan pelatihan untuk menerapkan SMK di Dynaplast meliputi: 1. Pelatihan cara pengumpulan data dan input data baik yang menggunakan hard copy maupun soft copy 2. Pelatihan untuk menyamakan persepsi data yang digunakan untuk mengukur kinerja 3. Pelatihan penggunaan formula dalam mengevaluasi kinerja 4. Pelatihan untuk menyamakan persepsi mengenai target yang dimaksud 5. Pelatihan bagaimana cara menggunakan data variabel kinerja untuk mengevaluasi hasil kerja dan rencana perbaikan ke depan. 100
BAB IV RENCANA IMPLEMENTASI
6. Pelatihan mengenai tools yang dapat digunakan untuk meningkatkan kinerja seperti Fishbone analysis, Why‐why analysis, SPC, 7 QC Tools, Six Sigma, R&R Gage Analysis dan lain‐lain 7. Pelatihan untuk meningkatkan kompetensi karyawan baik soft competencies maupun hard competencies 8. Pelatihan untuk meningkatkan kinerja saat ini seperti pelatihan trouble shooting, total productive maintenance dan safety 4.2.6. Alokasi Sumber Daya Penentuan sumber daya berkaitan dengan siapa yang bertanggung jawab mengukur, mengevaluasi dan mendiagnosis serta mengambil keputusan untuk menindaklanjuti penyimpangan yang terjadi. Hal ini penting ditekankan karena sebaiknya ada pihak independent sehingga evaluasi dan diagnosiss dilakukan secara obyektif. Proses pengukuran, pengumpulan data dan evaluasi sedapat mungkin dibuat secara komputerisasi agar tidak menyita waktu kerja produktif. Dynaplast dapat menunjuk Departemen ISO yang berada dibawah Business Development untuk melakukan audit secara reguler untuk memastikan kebenaran data yang digunakan untuk pengukuran variabel kinerja, tindak lanjut atas variabel kinerja yang belum tercapai, efektifitas dari tindakan yang direncanakan serta memastikan variabel kinerja ditinjau secara regular untuk disesuaikan dengan kondisi persaingan dan tuntutan stakeholder. 4.2.7. Display Pencapaian kinerja harus disosialisasikan agar setiap karyawan terlibat mengetahuI sampai sejauh mana kinerja yang dihasilkan, dan apa yang menjadi target. Akan lebih baik lagi jika display tersebut dilengkapai dengan rencana tindakan perbaikan dan pencegahan yang mencantumkan PIC (Person In Charge), 101
BAB IV RENCANA IMPLEMENTASI
target dan status sehingga semua team yang terlibat concern untuk melaksanakannya. Display sebaiknya juga tidak mencantumkan banyak uraian yang bersifat kualitatif, sedapat mungkin berupa angka atau grafik yang sederhana, mudah dibaca dan mudah dimengerti. Contoh display dapat dilihat pada Lampiran 18. 4.2.8. Performance Appraisal Untuk menjalankan SMK dengan konsisten maka dibutuhkan komitmen dari semua level karyawan untuk mencapai kinerja yang sudah ditargetkan. Salah satu cara untuk memacu karyawan agar mencapai target kinerja yang diharapkan maka sebaiknya pencapaian kinerja juga dikaitkan dengan performance appraisal. Saat ini Dynaplast telah memiliki sistem performance appraisal dua tahun sekali yaitu di ulan Juni dan Desember, akan tetapi sistem performance appraisal yang ada belum cukup obyektif, belum dikaitkan dengan pencapaian kinerja dan belum sampai level operasional. Untuk memperbaiki sistem performance appraisal saat ini maka dapat dilakukan beberapa hal berikut: 1. Membuat acuan penilaian untuk setiap aspek Performance Appraisal seperti yang tertera di Form Penilaian (Performance Appraisal) pada Lampiran 19. Untuk setiap aspek performace appraisal kemudian dibuatkan acuan penilaian agar setiap penilai memiliki standard penilain yang sama seperti contoh acuan penilaian Performance Appraisal pada Lampiran 20. 2. Untuk memacu karyawan agar mencapai target kinerja yang diharapkan maka sebaiknya pencapaian kinerja juga dikaitkan dengan performance appraisal sampai ke level operasional. Contoh acuan penilaian dalam hubungannya dengan pencapaian kinerja level operasional dapat dilihat pada Lampiran 21.
102
BAB IV RENCANA IMPLEMENTASI
3. Membuat Form Catatan Karyawan agar penilaian dilakukan secara obyektif, berdasarkan data dan bukan berdasarkan subyektifitas atau ingatan penilai. Contoh Form Catatan Karyawan dapat dilihat pada Lampiran 22. 103