BAB IV RENCANA IMPLEMENTASI
4.1
Rencana Pilot Project Sistem Hybrid Trijaya Transport
Sesuai dengan runutan kerangka New Product Development Process yang digunakan dalam bab sebelumnya, setelah melalui Market Testing maka langkah selanjutnya adalah
Commercialization dari sistem hybrid Trijaya Transport.
Namun, sebelum memutuskan untuk mendukung pelaksanaan sistem hybrid sepenuhnya, penelitian ini terlebih dahulu meneliti kapabilitas Trijaya Transport untuk mengaplikasikan sistem ini, seperti yang telah diketahui bahwa sistem hybrid merupakan sebuah rumusan yang baru dan belum pernah dicoba sebelumnya oleh travel manapun, sehingga menimbulkan tantangan tersendiri dalam implementasinya. Dalam analisis kemampuan Trijaya untuk melaksanakan sistem hybrid, penelitian ini sampai pada beberapa kesimpulan sebagai berikut: •
Sebagaimana yang telah disinggung sebelumnya, Trijaya merupakan perusahaan travel dengan kekuatan modal terbatas apabila dibandingkan dengan para rising star dan incumbent dalam industri travel seperti XTrans dan Cipaganti Travel. Keterbatasan ini tercermin dalam kekuatan armada, frekuensi dan cakupan komunikasi produk (iklan) di mediamedia massa, serta belum tersedianya infrastruktur pelaksanaan bisnis yang
berbasiskan
komputer
dalam
operasi
keseharian
Trijaya.
Keterbatasan sumber daya finansial ini akan berdampak secara negatif dalam rencana implementasi sistem hybrid yang diperkirakan akan membutuhkan biaya investasi cukup besar untuk membuka tujuh titik penjemputan di Kota Bandung beserta sarana pendukung lainnya. •
Sistem hybrid merupakan sistem yang menggabungkan operasi sistem Door-to-Point dan Point-to-Point, sehingga idealnya penyelenggara sistem hybrid adalah perusahaan yang telah memahami seluk-beluk kedua sistem yang menjadi dasarnya. Trijaya Transport saat ini adalah operator sistem Door-to-Point dan tidak memiliki pengalaman mendalam dalam
50
manajemen sistem Point-to-Point sehingga hal ini berpotensi mengurangi efektifitas operasional sistem hybrid yang akan diimplementasikannya.
Dengan memperhatikan dua karakteristik Trijaya Transport diatas, maka penelitian ini tidak menyarankan Trijaya untuk serta-merta mengimplementasikan sistem hybrid ini secara 100%, tetapi memulainya secara perlahan lahan dalam bentuk pendahuluan sebuah Pilot Project. Pembahasan lebih lanjut mengenai rancangan untuk Pilot Project sebagai rencana komersialisasi awal sistem hybrid akan dibahas dalam sub-bab selanjutnya. Seperti yang telah disebutkan pada awal penelitian, fokus penelitian ini dibatasi pada penyusunan marketing mix .
4.2
Marketing Mix Pilot Project Sistem Hybrid Trijaya Transport
4.2.1
Product Strategy Pilot Project Sistem Hybrid Trijaya Transport
Rencana Pilot Project untuk sistem hybrid pada Trijaya Transport pada dasarnya merupakan implementasi sistem hybrid dalam skala yang lebih kecil, sehingga sebaiknya mengambil bentuk sebagai berikut: •
Pilot Project adalah penyelenggaraan travel rute Bandung-Bandara dengan satu titik penjemputan di daerah yang potensial, dimana Trijaya menjemput pelanggan di titik tersebut pada jam-jam yang ditentukan sebagaimana layaknya sebuah operasi Point-to-Point. Cara ini ditempuh dengan tujuan agar Trijaya mengadaptasikan diri dengan seluk-beluk Point-to-Point.
•
Hal yang membedakan
Pilot Project dengan sistem Point-to-Point
konvensional adalah dalam sistem ini Trijaya tidak memiliki armada yang standby pada titik penjemputan tetapi menjemput pelanggan dari kantor pusat di Jl. Terusan Buah Batu. •
Sangat disarankan bagi Trijaya Transport untuk melakukan upgrade sistem pencatatan pesanannya menjadi terkomputerisasi beserta pelatihan dasar bagi operator agar meminimalisasi kemungkinan terjadinya penurunan kualitas pelayanan akibat clerical error serta untuk memudahkan pengumpulan informasi bagi pengambilan keputusankeputusan strategis dimasa depan.
51
•
Pilot Project ini diusulkan sebagai product mix dalam penawaran Trijaya Transport, dalam arti Trijaya tetap juga menawarkan sistem Door-to-Point dan operasional Pilot Project dikelola dengan infrastruktur yang terpisah. Walaupun hal ini berarti penambahan investasi dan infrastruktur yang cukup substansial apabila dibandingkan dengan merubah total seluruh sistemnya menjadi sistem hybrid, pengoperasian dua sistem ini akan merupakan langkah yang memiliki resiko lebih kecil apabila sistem hybrid ternyata tidak dapat diimplementasikan dengan baik untuk satu dan lain hal. Sebagai ilustrasi, John F. Hartley dalam buku Marketing Mistakes menceritakan bahwa The Coca Cola Company pernah melakukan kesalahan serupa ketika memperkenalkan “New Coke” sebagai resep baru menggantikan rasa Coca Cola-nya dan menarik formula lama dari pasaran. Hal ini dilakukan sesuai kesimpulan market research yang menemukan bahwa sebagian besar responden lebih menyukai rasa New Coke dibanding Coca Cola maupun Pepsi. Pada implementasinya, sebagian besar konsumen menolak New Coke karena merasa kehilangan Coca Cola yang dianggap memiliki identitas tersendiri (1992:n.d). Hal serupa dapat terulang pada konsumen Trijaya yang kemungkinan memiliki persepsi dan loyalitas tersendiri mengenai sistem Door-to-Point.
•
Sistem Pilot Project dikomunikasikan kepada konsumen sebagaimana layaknya sebuah sistem Point-to-Point dengan satu titik penjemputan, dengan penawaran harga lebih murah dari penawaran Door-to-Point dan baik konsumen maupun agen yang melakukan reservasi dari daerah sekitar titik tsb dapat memilih antara Door-to-Point atau Pilot Project. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk memberi existing customers sebuah alternatif serta merupakan survey internal bagi Trijaya untuk mengetahui apakah pelanggannya lebih menyukai sistem Door-to-Point atau Pilot Project untuk sistem hybrid.
•
Dalam menjalankan Pilot Project, setelah menjemput penumpang di daerah yang telah dipilih sebagai titik penjemputan, Trijaya Transport disarankan untuk tidak langsung menuju keberangkatan ke Bandara, tetapi tetap melalui rute dan melewati titik-titik penjemputan lain dalam Daerah
52
Operasi titik pilot project tersebut. Hal ini dilakukan untuk dua tujuan; yang pertama adalah Trijaya dapat melakukan estimasi mengenai jarak dan waktu
yang
dibutuhkan
untuk
melalui
rute
Daop
yang
akan
diimplementasikan pada saat Trijaya memberlakukan sistem hybrid secara penuh. Tujuan kedua adalah edukasi kepada konsumen mengenai sistem yang akan diberlakukan di masa depan. •
Penelitian ini masih merujuk pada jadwal keberangkatan yang selama ini dijalankan oleh Trijaya yaitu jam 02.00 WIB sampai 12.00 WIB dengan interval dua jam. Hal ini disebabkan pada saat ini Trijaya telah memperhitungkan bahwa jadwal tersebut sesuai dengan frekuensi keberangkatan pesawat terbang dari Bandara Soekarno Hatta. Dalam konteks Pilot Project maka baik Trijaya maupun penumpang tidak perlu mengadakan persiapan ekstra yang terlalu drastis karena selama ini Trijaya terbiasa memberangkatkan supirnya sebelum waktu yang ditentukan untuk menjemput terlebih dahulu dan penumpang yang telah terbiasa menggunakan sistem Point-to-Point akan mendapati bahwa dalam penggunaan sistem Hybrid tidak ada perbedaan yang terlalu besar.
4.2.1.1 Skema Bisnis Pilot Project Trijaya Transport Berdasarkan rincian mengenai product strategy diatas maka skema bisnis untuk Pilot Project ini dapat diilustrasikan sebagai berikut:
Gambar 4.1 Skema Bisnis Pilot Project Trijaya Transport
53
Skema diatas dapat dijelaskan sebagai berikut, dibagi dalam tiga jenis flow yang terjadi: •
Ketika calon penumpang memutuskan untuk menggunakan Trijaya maka orang tersebut menyampaikan niatnya (information) baik langsung ke kantor pusat Trijaya atau melalui agen yang meneruskan informasi ini ke Trijaya. Setelah melalui proses dan penumpang memilih jenis layanan yang diinginkannya, Trijaya mengirim informasi tersebut sesuai dengan layanan yang akan diberikan. Perbedaan pengiriman informasi pada tahap ini adalah apabila konsumen memilih menggunakan layanan Door-toPoint
maka
Trijaya
mengirimkan
informasi
berupa
konfirmasi
keberangkatan hanya kepada penumpang saja. Apabila konsumen memilih sistem hybrid maka selain Trijaya memberikan informasi kepada konsumen Trijaya memberi informasi kepada staf di titik penjemputan mengenai akan datangnya penumpang pada jam tertentu. •
Aliran layanan (goods) dimulai ketika Trijaya memberikan layanan konfirmasi kepada pelanggan mengenai jadwal keberangkatan yang hendak dilakukannya dan berakhir pada saat konsumen telah dijemput dan diantar sampai di tujuan Bandara Soekarno Hatta
•
Pada saat menggunakan layanan Trijaya Transport, penumpang dapat membayar dengan dua cara, yaitu apabila penumpang menggunakan jasa agen, maka flow of money akan bermula dari penumpang yang membayar ke agen untuk mendapatkan tiket dan agen akan meneruskan uang tersebut ke Trijaya setelah dipotong komisi. Apabila penumpang memesan layanan sendiri, maka orang tersebut membayar jasa travel pada saat sampai di Bandara Soekarno Hatta. Khusus untuk pengguna layanan hybrid maka Trijaya akan perlu mengeluarkan uang untuk membayar biaya operasional titik penjemputan.
4.2.1.2 Edukasi Terhadap Karyawan Trijaya Transport Kemungkinan suksesnya implementasi sebuah strategi bisnis menjadi lebih besar apabila tiga lapisan dalam sebuah perusahaan mempunyai tingkat pemahaman dan visi yang sama mengenai strategi yang hendak diimplementasikan. Ketiga lapisan
54
tersebut menurut C. Merle Crawford yang dikutip Peter & Donnelly (2004:106) adalah sebagai berikut: Support Members Core Members = R&D, Marketing, Finance, etc
Leader & New Products Manager
Gambar 4.2 New Products Management C. Merle Crawford
Dalam konteks Trijaya Transport, sosialisasi internal kepada tiga lapisan tersebut menjadi krusial karena strategi bisnis yang hendak dijalankan dapat dikatakan merupakan sebuah sistem yang jauh berbeda dengan operasi keseharian Trijaya, sehingga manajemen puncak perlu memastikan bahwa seluruh jajarannya memahami tujuan strategi bisnis ini tidak untuk mengubah ataupun mengancam peranan yang telah tersusun sebelumnya.
4.2.2
Pemilihan Point Untuk Pilot Project Sistem Hybrid Trijaya Transport
Berdasarkan tujuh lokasi potensial yang telah ditentukan sebelumnya maka penelitian ini mengusulkan bahwa lokasi titik penjemputan untuk Pilot Project ini adalah titik Jl. Surapati dari Daop 2, Rute Surapati-Dago-Gegerkalong. Pemilihan titik ini didasari oleh alasan-alasan sebagai berikut: •
Daerah Jl Surapati atau yang lebih populer disebut daerah Suci memiliki karakterisitik demografi yang unik dan potensial diantara titik-titik lainnya. Hal ini disebabkan oleh adanya campuran antara residensial, bangunan usaha dan juga institusi pendidikan yang sangat padat dengan komposisi penduduk sebagian besar merupakan mahasiswa/i pendatang dan pegawai yang mempunyai rata-rata mobilitas dan penggunaan travel lebih
tinggi
dibandingkan
kalangan
residensial
yang
cenderung
55
menggunakan travel ke Bandara Soekarno-Hatta pada saat liburan panjang atau liburan keagamaan seperti Idul Fitri. •
Daerah Suci merupakan salah satu pusat aktifitas Kota Bandung yang paling ramai dengan letak yang sangat strategis karena merupakan jalan yang menghubungkan area pusat kota (Gedung Sate, Jl Juanda) dengan terminal Cicaheum.
•
Daerah Suci dan sekitarnya secara historis merupakan salah satu daerah asal pelanggan Trijaya yang paling intensif selama bulan AgustusDesember 2006, sehingga Trijaya berpotensi untuk langsung mendapatkan brand recognition yang baik didaerah tersebut.
•
Daerah Tersebut terletak dalam rute Daop 2 Surapati-Dago-Gegerkalong yang merupakan rute dengan volatility lalu-lintas tinggi sehingga Trijaya memiliki kesempatan berharga untuk memperoleh estimasi rata-rata waktu yang diperlukan untuk menempuh ketiga lokasi tersebut untuk keperluan assessment bagi pemberlakuan sistem hybrid penuh dimasa depan. Ilustrasi lokasi dan rute yang akan ditempuh oleh kendaraan Pilot Project adalah sebagai berikut, dengan penggambaran perbandingan jarak tempuh apabila kendaraan Pilot Project langsung berangkat menuju bandara dengan apabila terlebih dahulu melewati lokasi titik-titik lain pada Daop 2:
Gambar 4.3 Ilustrasi Rute Pilot Project Sistem Hybrid Trijaya Transport
56
•
Lokasi yang disarankan sebagai titik penjemputan adalah persimpangan Jl. Pahlawan- Jl. Surapati dengan partner usaha potensial Hero Supermarket. Pada saat ini kompleks Hero Surapati ditempati oleh beberapa bentuk usaha lain diantaranya usaha refill tinta, ‘BBC book store’ dan penerbit ‘Mizan’. Trijaya dapat menyewa lokasi ruko paling timur dalam kompleks Hero yang saat ini tidak difungsikan optimal/hanya sebagai gudang. Selain menyewa lokasi dari Hero, Trijaya dapat menjalin kemitraan dalam bentuk lain seperti pemberian bingkisan snack dari Hero atau program frequent traveler dengan hadiah diskon untuk belanja di Hero. Untuk keperluan pembukaan point Trijaya harus menyiapkan semua sarana yang terkait termasuk meja counter, kursi tunggu, telefon, sistem pencatatan order, dan beberapa orang staf sebagai administrasi dan keamanan khususnya untuk keberangkatan larut malam. Patut diperhitungkan bahwa rata-rata biaya sewa untuk sebuah ruko di daerah tersebut bisa mencapai Rp 16.000.000,per tahun, namun riset eksploratif yang dilakukan menunjukkan bahwa pemilik ruko di daerah Jl. Surapati lebih menyukai sistem penyewaan dua tahun bayar di muka. Penyediaan staff juga perlu mempertimbangkan upah yang akan diberikan, dengan level Upah Minimum Regional untuk daerah Bandung saat ini yaitu Rp 850.000,-
Gambar 4.3 Situasi Kompleks Pertokoan ‘Hero’ Jl. Surapati
57
4.2.3
Program Promotion Untuk Pilot Project Sistem Hybrid Trijaya
Transport Upaya-upaya promotion yang dapat dilakukan untuk Pilot Project dalam hal ini tidak jauh berbeda dengan jenis promosi yang dilakukan untuk sistem hybrid penuh, namun dengan skala lebih kecil. Secara garis besar, upaya promotion untuk Pilot Project akan memiliki tiga tahap yaitu upaya membangun brand identity bahwa sistem hybrid (atau Trijaya Rapid) merupakan sistem yang dipelopori oleh Trijaya, melaksanakan product education bagi konsumen serta upaya membangun repeat buyers & positive word-of-mouth dengan rincian kegiatan sebagai berikut: •
Metode yang digunakan untuk mempromosikan layanan ini dapat melalui dua cara yaitu promosi above the line (ATL) dan below the line (BTL). Secara ATL, seperti yang telah disinggung dalam bauran pemasaran sistem hybrid penuh bahwa pemasangan iklan di media cetak surat kabar merupakan metode yang efektif karena konsumen menganggap surat kabar sebagai media utama mencari informasi tentang travel, terutama edisi hari sabtu. Serupa seperti langkah yang disarankan pada metode promosi untuk sistem hybrid penuh, iklan media cetak Trijaya disarankan untuk ditingkatkan dari yang semula hanya iklan baris menjadi iklan jenis blok untuk dapat memuat informasi tambahan tentang produk yang ditawarkan Trijaya. Selain upaya ATL Trijaya juga dapat melakukan upaya BTL seperti yang juga telah disinggung dalam bab sebelumnya yaitu dengan cara berusaha memberikan layanan yang terbaik khususnya pada aspekaspek yang dianggap penting oleh konsumen yaitu harga murah dan ketepatan waktu.
•
Dalam operasional Trijaya, para agen memegang peranan penting. Khusus untuk pengenalan program Pilot Project ini, agen Trijaya memiliki peran dalam mendorong program Pilot Project untuk dicoba oleh konsumen. Sebelum para agen dapat mempromosikan program Trijaya tersebut, Trijaya harus melakukan edukasi kepada para agen, khususnya mengenai manfaat dan keuntungan yang dapat diperoleh oleh para agen apabila konsumen menggunakan sistem Hybrid. Setelah mengadakan program
58
edukasi kepada para agen yang dapat berupa presentasi formal maupun pembicaraan-pembicaraan
informal
antara
pemilik
Trijaya
dan
penanggungjawab masing-masing agen, Trijaya dapat menjalin program khusus dengan para agen. Program ini dapat berupa pemberian komisi khusus bagi agen-agen penyumbang pesanan Pilot Project terbanyak. Mengingat bahwa mayoritas pesanan Trijaya berasal dari agen, maka promosi below the line ini apabila ditangani dengan tepat dapat menjadi upaya promotion yang efektif. •
Upaya untuk membangun brand identity sistem hybrid/Trijaya Rapid tidak dapat dilakukan sekaligus dalam tahapan Pilot Project karena dalam tahap ini Trijaya masih hanya dapat melayani satu titik penjemputan saja walaupun pada praktek keberangkatannya akan melewati tiga titik penjemputan. Langkah promosi yang diusulkan adalah terlebih dahulu memperkenalkan Pilot Project sebagai sistem ‘bukan Point-to-Point biasa’ melainkan alternatif yang lebih murah dan tepat waktu bila dibandingkan dengan sistem tradisional Trijaya Door-to-Point, dengan menyebutkan juga bahwa selain titik keberangkatan yang akan dibuka (Jl. Surapati), akan segera dibuka pula titik keberangkatan Dago dan Gegerkalong. Cara pengenalan sistem hybrid seperti ini dimaksudkan sebagai teaser agar konsumen tertarik untuk mencoba dan juga mempunyai ekspektasi akan sesuatu yang berbeda dari sistem yang biasanya dipakai. Cara pengenalan produk yang sama pernah digunakan oleh Telkom ketika memperkenalkan Telkom Flexi sebagai layanan operator seluler CDMA dengan tagline ‘Bukan Telepon Biasa’ yang bertujuan untuk melakukan dekonstruksi persepsi konsumen mengenai berkomunikasi lewat telefon (Priyantono Rudito, Wawancara Pribadi, 2006). Dalam konteks bisnis Trijaya Transport, ekspektasi mengenai hal berbeda yang dimiliki oleh konsumen akan dijawab oleh edukasi melalui experience langsung pada saat menggunakan layanan ini. Ilustrasi aspek-aspek yang disarankan untuk ditekankan digambarkan dalam gambar 4.4 dibawah ini. Gambar tersebut tidak dimaksudkan untuk digunakan sebagai desain iklan namun hanya sebagai ilustrasi belaka.
59
Gambar 4.5 Mock-up Iklan Pilot Project Sistem Hybrid Trijaya Transport •
Upaya promotion yang bersifat edukatif dapat dilakukan Trijaya dengan melibatkan langsung penumpangnya dalam pengalaman menggunakan sistem hybrid yaitu dengan tidak langsung menuju Tol Pasteur dari Jl. Surapati tetapi melalui Dago dan Gegerkalong terlebih dahulu. Lebih jauh lagi, edukasi terhadap konsumen dapat dilakukan secara verbal oleh supir yang memberi narasi pengantar pada penumpang setiap akan memulai keberangkatan, atau dalam bentuk brosur/pamflet yang diletakkan pada sandaran jok seperti layaknya brosur keselamatan yang selalu ada di tiap kursi pada pesawat terbang.
•
Seperti yang telah dijabarkan pada bab sebelumnya, upaya untuk membangun consumer retention dan menyebarkan positive word-of-mouth dapat dilakukan dengan melaksanakan pelayanan sebaik-baiknya dengan emphasis pada aspek yang dianggap penting oleh konsumen yaitu harga murah dan ketepatan waktu.
4.2.4
Pricing Strategy Untuk Pilot Project Sistem Hybrid Trijaya Transport
Seperti halnya pada pembahasan bauran pemasaran pada sistem hybrid penuh, faktor harga murah menjadi pertimbangan yang cukup signifikan bagi konsumen dalam menilai appeal sistem Pilot Project. Hal ini membuat penawaran harga Rp. 90,000 menjadi bilangan yang disarankan. Namun untuk dapat mendapat keuntungan dengan harga demikian Trijaya harus berusaha untuk menurunkan cost structure-nya atau meyakinkan para agen yang selama ini mendapat komisi
60
18% untuk mau melakukan trade-off persentase komisi untuk volume penumpang yang lebih besar. Hal yang belakangan ini cukup mengemuka dalam kajian penentuan penawaran harga bagi penyelenggara transportasi adalah pengembangan sistem dynamic pricing, yaitu sebuah sistem pricing yang fleksibel disesuaikan dengan tingkat demand. Dalam prakteknya, hal ini berarti penetapan harga yang berubahrubah sesuai dengan ramainya volume penumpang. Contoh dari dynamic pricing adalah penetapan tarif ‘tuslah’ oleh pemerintah Indonesia terhadap penyelenggara jasa transportasi pada saat menjelang hari raya Lebaran yang identik dengan praktek pulang kampung atau ‘mudik’ bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Penerapan dynamic pricing yang lebih fleksibel pada saat ini banyak diterapkan oleh maskapai penerbangan low cost carrier yang menetapkan harga lebih tinggi di hari-hari akhir minggu dan business hours. Sebagai upaya untuk menstabilkan pasokan demand, para maskapai tersebut seringkali menurunkan harga tiket apabila dipesan jauh-jauh hari sebelum keberangkatan dan menetapkan harga sangat tinggi semakin dekat dengan jadwal keberangkatan. Dalam konteks Trijaya Transport, sistem pricing ini layak untuk diperhitungkan sebagai upaya untuk meningkatkan profitabilitas. Namun walaupun sistem dynamic pricing di Indonesia telah mulai dikenal dalam moda transportasi udara, kereta api serta bis antar propinsi, sistem ini belum pernah diaplikasikan sebelumnya dalam industri travel sehingga perlu dikaji kembali reaksi konsumen, agen dan kompetitor terhadap sistem ini apabila Trijaya hendak menerapkannya.
4.3
Feedback System Untuk Pilot Project Sistem Hybrid Trijaya Transport
Setelah program Pilot Project dijalankan dan digunakan oleh konsumen, Trijaya berkesempatan untuk mengadakan evaluasi dengan menggunakan feedback dari pengguna jasa untuk mengukur kepuasan konsumen terhadap sistem hybrid. Kepuasan pelanggan dalam menggunakan sistem hybrid menjadi sangat penting mengingat bahwa sistem ini belum pernah dioperasikan sebelumnya dalam industri travel sehingga Trijaya perlu mengetahui tingkat kepuasan para konsumennya agar dapat meningkatkan pelayanannya serta sebagai dasar
61
pembuatan kebijakan apakah akan meneruskan operasional sistem hybrid atau memutuskan untuk melakukan drop. Menurut Lovelock & Wirtz dalam Services Marketing, salah satu cara paling efisien untuk mendapatkan feedback dari konsumen adalah dengan Service Feedback Cards yang berupa formulir/kartu yang akan diisi oleh konsumen berupa seperangkat pertanyaan mengenai pelayanan jasa yang telah diterima (2004:398). Penggunaan metode ini disarankan untuk Trijaya mengingat kapasitas modalnya yang terbatas untuk melakukan metode-metode feedback lain yang tersedia seperti Total Market Surveys dan Focus Group Discussions yang cenderung memakan waktu dan biaya cukup besar. Tantangan berikutnya dalam mendapatkan feedback mengenai kepuasan pelanggan dengan metode Feedback Cards adalah menentukan pertanyaanpertanyaan apa yang harus diberikan kepada konsumen. Dalam buku yang sama, Lovelock & Wirtz memaparkan bahwa identifikasi terhadap permasalahan dalam pelayanan jasa yang menyebabkan turunnya kualitas pelayanan dapat digolongkan kedalam delapan faktor utama yaitu: •
Procedures = penurunan kualitas jasa karena gagal melaksanakan prosedur atau tata cara penyampaian jasa
•
Information = penurunan kualitas jasa karena kegagalan penyampaian informasi yang dibutuhkan untuk pelayanan jasa kepada konsumen
•
Front-stage Personnel = penurunan kualitas jasa karena permasalahan yang ditimbulkan dari tidak memadainya kemampuan staf yang terlibat langsung dengan konsumen
•
Backstage Personnel = penurunan kualitas jasa karena permasalahan yang ditimbulkan
dari
pendukung/administrasi
tidak yang
memadainya tidak
berhadapan
kemampuan langsung
staf dengan
konsumen •
Material Supplies = penurunan kualitas jasa akibat ketidak-adaan atau permasalahan dengan bahan baku yang vital diperlukan untuk memberikan pelayanan jasa
62
•
Facilities Equipment = penurunan kualitas jasa karena permasalahan dengan perlengkapan dan fasilitas pendukung yang diperlukan dalam pelayanan jasa
•
Customers = penurunan kualitas jasa akibat permasalahan yang timbul dari seluruh atau sebagian pengguna jasa itu sendiri yang berpengaruh pada keseluruhan kualitas pelayanan jasa
•
Other causes = penurunan kualitas jasa akibat hal-hal lain yang berada diluar cakupan yang tertera diatas
Menurut Lovelock & Wirtz, kedelapan faktor ini dapat disusun dalam diagram Root-Cause Analysis atau yang lebih populer disebut Fishbone Diagram yang telah disesuaikan untuk bentuk usaha jasa (ibid:418). Dalam konteks bisnis Trijaya Transport maka kedelapan faktor tersebut dapat disusun menjadi diagram berikut ini, yang dapat menjelaskan kriteria-kriteria yang harus diperhatikan dalam menentukan kepuasan pelanggan:
Gambar 4.6 Fishbone Diagram Faktor Potensial Menurunnya Kepuasan Pelanggan Sistem Hybrid Trijaya Transport
Dengan bantuan diagram diatas maka Trijaya mendapatkan panduan dalam menyusun perangkat pertanyaan kepada konsumen dalam Feedback Cards.
63
4.4
Variabel-variabel Profitabilitas Pilot Project Sistem Hybrid Trijaya Transport
Dalam menentukan profitabilitas operasi Pilot Project, Trijaya Transport harus memperhitungkan komponen-komponen biaya sebagai berikut: •
Setup Cost yang dikeluarkan sebagai investasi awal Pilot Project meliputi pembelian kendaraan (bila perlu), pembelian alat-alat kantor, serta rekrutmen dan pelatihan pegawai.
•
Biaya operasional PP (pulang pergi) Bandung – bandara, termasuk perhitungan biaya perjalanan menuju titik-titik penjemputan yang meliputi : bahan bakar minyak, tol dan parkir serta uang jasa supir.
•
Utilitas setiap kendaraan yang digunakan selama bulan-bulan pelaksanaan sistem Pilot Project, yaitu biaya perawatan per kendaraan yang dipakai sebagai kendaraan operasional.
•
Biaya operasional point antara lain sewa tempat, biaya listrik, keamanan, air, serta kebersihan.
•
Biaya Depresiasi per kendaraan per bulan selama berjalannya sistem Pilot Project
•
Biaya Asuransi dan Biaya Pajak per kendaraan selama berjalannya sistem Pilot Project
•
Biaya komunikasi produk termasuk iklan, upaya-upaya promosi dan komisi extra yang diberikan pada agen untuk memrpomosikan sistem ini (bila ada)
Informasi mengenai pengeluaran tersebut kemudian dibandingkan dengan revenue yang didapat oleh operasi sistem Pilot Project selama jangka waktu tertentu. Apabila didapati bahwa pendapatan melebihi pengeluaran maka sistem ini dapat dikatakan profitable. Kemungkinan lain adalah pengeluaran masih melebihi total pendapatan, namun apabila tingkat pendapatan dalam jangka waktu tersebut menunjukkan trend peningkatan yang signifikan maka perlu dipertimbangkan untuk terus melaksanakan operasi tersebut. Keputusan untuk melakukan drop sistem hybrid menjadi patut dipertimbangkan apabila dalam perhitungan cost vs. revenue tersebut pengeluaran melebihi pendapatan dan jumlah pendapatan yang
64
masuk ke kas perusahaan menunjukkan trend penurunan atau tidak menunjukkan trend peningkatan yang signifikan.
4.5
Usulan Variabel Kajian Penelitian Selanjutnya
Penyusunan penelitian akhir “Rekomendasi Marketing Mix Dalam Implementasi Sistem ‘Hybrid’ Untuk Travel Dengan Rute Bandung-Bandara Soekarno Hatta Di Trijaya Transport” ini dimaksudkan sebagai sebuah bagian dalam keseluruhan proyek implementasi sistem Hybrid di Trijaya Transport sehingga walaupun telah memberikan masukan substansial bagi Trijaya Transport dalam tataran konseptual, masih tersisa cukup banyak variabel kajian bersifat teknis
yang
belum dibahas dalam penelitian ini, antara lain: •
Penelitian ini belum membahas sudut pandang finansial proyek ini secara mendalam, dengan hanya menyajikan angka perkiraan Upah Minimum Regional dan perkiraan biaya sewa tempat di daerah Surapati. Penghitungan biaya operasional yang diperlukan termasuk didalamnya antara lain biaya bahan bakar, perawatan, sampai dengan depresiasi kendaraan belum dilakukan.
•
Penelitian ini tidak mengkaji secara mendalam perkiraan demand dari konsumen Trijaya, sehingga tidak dapat menghitung forecasted demand yang diperlukan bagi penghitungan profitabilitas proyek implementasi sistem Hybrid Trijaya Transport. Apabila hendak dilaksanakan kajian selanjutnya maka peneliti sebaiknya mempertimbangkan data historis penumpang
Trijaya
pada
bulan-bulan
sebelumnya
dan
juga
mempertimbangkan tingkat growth dari jumlah volume total penumpang dalam industri travel Bandung-Bandara. •
Penelitian ini belum membahas secara detail mengenai prosedur pelaksanaan sistem Hybrid Trijaya, termasuk didalamnya pembuatan Standard Operating Procedures yang baku dan identifikasi service process beserta kemungkinan-kemungkinan failure points didalamnya. Identifikasi service process tersebut merupakan faktor yang signifikan sebagai panduan dalam mengedukasi karyawan Trijaya untuk memahami secara baik dan benar tata cara pelaksanaan sistem Hybrid.
65
•
Dalam usulan mengenai pricing penelitian ini menyarankan adanya restrukturisasi hubungan dengan agen untuk menjaga profitabilitas Trijaya. Bahasan ini dapat dikembangkan menjadi sebuah penelitian dengan mempertimbangkan beberapa hal antara lain jumlah dan peringkat agen yang akan paling terpengaruh dengan diimplementasikannya sistem Hybrid ini, needs & wants dari para agen tersebut dan preferensi para agen tersebut dalam menjalin hubungan dengan penyelenggara travel seperti Trijaya Transport.
•
Penelitian ini memunculkan wacana penerapan sebuah sistem dynamic pricing yang dapat ditelaah lebih lanjut menjadi sebuah penelitian tersendiri mengenai rencana implementasi dynamic pricing dalam industri travel yang belum dikenal sampai saat ini di Indonesia. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dari dynamic pricing ini antara lain adalah persepsi dan reaksi konsumen mengenai sistem pricing tersebut, reaksi potensial dari kompetitor-kompetitor dan juga kesiapan perusahaan untuk menyusun pola dynamic pricing yang sesuai dengan level demand yang fluktuatif dalam industri travel.
66