BAB IV REKOMENDASI DAN RENCANA IMPLEMENTASI 4.1 Kesimpulan Sebagai kesimpulan dari penelitian yang menggunakan instrumen Entrepreneurial Orientation Survey (EOS) dapat dinyatakan bahwa secara umum corporate entrepreneurship PT. Bank Mandiri, Tbk. berada pada level rata‐rata. Pandangan para karyawan yang positif terhadap kondisi perusahaan menetapkan kategori ini sebagai kategori yang mendapat nilai tertinggi. Sedangkan, dimensi corporate entrepreneurship yang memiliki nilai tertinggi adalah intelijen pasar dan kecepatan. Nilai tertinggi dalam intelijen pasar dan kecepatan utamanya diperoleh dari orientasi perusahaan yang tinggi terhadap konsumennya. Orientasi yang tinggi terhadap konsumennya serta kesadaran akan perilaku pesaingnya membuat perusahaan ini dapat memperoleh gambaran mengenai peluang, kebutuhan, dan trend pasar. Orientasi yang tinggi terhadap konsumen pulalah yang menyebabkan perusahaan ini bertindak cepat dalam menyelesaikan keluhan konsumen yang ada. Perilaku‐perilaku tersebut sudah tentu sangat membantu perusahaan ini dalam melihat, mengembangkan, dan menangkap peluang bisnis yang ada. Di lain pihak, perusahaan ini memiliki nilai terendah dalam kategori keberanian mengambil risiko dan orientasi kewirausahaan dalam diri individu karyawan. Karyawan perusahaan ini mempunyai kecenderungan untuk menyukai sesuatu yang pasti dan teratur. Mereka mempunyai kecenderungan untuk mengerjakan pekerjaannya sesuai dengan deskripsi pekerjaan yang telah
75
ditentukan. Mereka merasa penting untuk mendapatkan gaji yang adil dan pasti dan merasa nyaman berada dalam suatu lingkungan yang relatif lebih terstruktur atau teratur. Keteraturan dan kepastian sangatlah penting bagi mereka. Karena itu, dunia kewirausahaan yang penuh dengan ketidakpastian jauh dari yang diharapkan oleh para karyawan ini. Ditambah lagi, budaya perusahaan yang ada pun cenderung mendukung perilaku tersebut. Karyawan dituntut untuk sangat berhati‐hati agar tidak membuat kesalahan. Hal tersebut tentu saja dapat membuat karyawan cenderung tidak berani untuk mencoba dan mengembangkan hal‐hal baru yang mungkin saja dapat memberikan dampak positif pada perusahaan. Sementara itu, dari penelitian yang dilakukan dengan menggunakan Entrepreneurial Leadership Questionnaire (ELQ), praktek entrepreneurial leadership yang dilakukan oleh para pemimpinnya utamanya menunjukkan perilaku kepemimpinan dengan tipe miner. Atasan mendorong karyawan untuk secara positif berkomunikasi dengannya menyangkut hal‐hal yang bisa dilakukan dengan lebih baik. Selain itu, karyawan juga diharapkan untuk secara konstruktif mengidentifikasi dan memecahkan masalah‐masalah lintas organisasi. Perilaku entrepreneurial leadership yang menunjukkan nilai terendah adalah perilaku kepemimpinan tipe integrator. Rendahnya nilai dalam kategori ini disebabkan perilaku para pemimpin yang dirasa sangat kurang dalam mendukung tindakan nyata untuk mengimplementasikan berbagai saran perbaikan. Walau berusaha membangun budaya yang inovatif, para pemimpin ini dianggap kurang dalam menyisihkan uang di luar anggaran rutin untuk membiayai dan mendukung ide‐ide inovatif. Para pemimpin juga dirasa kurang dalam mendorong komunikasi yang terbuka dan berbagi ide antar unit fungsi. 76
4.2 Rekomendasi Agar
budaya
perusahaan
lebih
mencerminkan
budaya
corporate
entrepreneurship, dimensi corporate entrepreneurship yang memiliki nilai paling rendah harus segera ditingkatkan. Keberanian dalam mengambil risiko dan orientasi kewirausahaan dalam diri individu layaknya menjadi perhatian utama dalam pengembangan budaya kewirausahaan ini. Tujuan perusahaan pun harus diperhatikan dalam pengembangan budaya kewirausahaan ini. Dengan mempertimbangkan tujuan yang hendak dicapai dan kelemahan terbesar yang dimiliki perusahaan dalam dimensi corporate entrepreneurship hendaknya
dikembangkan
prioritas
dalam
pengembangan
budaya
kewirausahaan dalam perusahaan ini. Dengan target menjadi dominant‐specialist bank pada tahun 2010, individu‐ individu yang bekerja di Bank Mandiri dituntut untuk lebih mengenal kebutuhan dan keinginan konsumennya guna menciptakan inovasi‐inovasi produk dan jasa baru untuk menjadi yang terdepan. Tetapi, hal tersebut akan menemui tantangan yang cukup berat mengingat orientasi kewirausahaan dan keberanian karyawan untuk mengambil risiko rendah. Karena itu, perlu diadakan perbaikan sistem organisasi yang memungkinkan para karyawan ini untuk lebih berani mengambil risiko. Hal tersebut di atas misalnya dapat dilakukan dengan disusunnya suatu sistem yang formal bagi para karyawan ini untuk dalam pengajuan saran perbaikan. Dengan adanya mekanisme sumbang saran yang jelas, para karyawan tersebut selain dapat mengajukan saran perbaikan bagi proses atau kegiatan bisnis perusahaan, juga dapat mempelajari sejauh mana inovasi yang dapat dilakukan tanpa melanggar peraturan perundangan yang ada. Bila saran perbaikan mereka ditolak, mereka harus diberitahu alasan penolakan tersebut. Sehingga, 77
para karyawan ini belajar dari kegagalan sebelumnya. Yang terpenting dari mekanisme ini adalah karyawan belajar sejauh mana batasan peraturan harus diterapkan dalam inovasi produk dan jasa. Dengan mengetahui sistem dan batasan yang ada, para karyawan ini akan menjadi lebih berani dalam berinovasi. Mereka menjadi lebih percaya diri karena resiko yang diambil lebih terkalkulasi. Dengan adanya sistem ini, keberanian karyawan dalam mengambil risiko dapat ditingkatkan tanpa meninggalkan koridor‐koridor peraturan yang berlaku. Perusahaan pun sebaiknya memberi ruang bagi karyawan untuk mencoba hal‐ hal baru. Hendaknya kesalahan tidak semata‐mata dipandang sebagai penimbul kerugian, melainkan sebagai suatu proses pembelajaran. Hal tersebut misalnya dapat dilakukan dengan menyediakan anggaran untuk implementasi saran perbaikan atau ide inovatif yang diajukan karyawan baik untuk pengembangan produk maupun proses bisnis perusahaan. Hendaknya perusahaan menyusun suatu sistem formal untuk memantau implementasi ide karyawan tersebut. Bila pilot project dari ide tersebut berhasil, bukan tidak mungkin ide tersebut dilakukan pada skala yang lebih besar. Dengan tetap menerapkan prinsip manajemen risiko, aturan yang diterapkan tetap memberi ruang bagi karyawan untuk terus belajar. Pemimpin
hendaknya
memegang
peranan
penting
dalam
proses
pengembangan budaya kewirausahaan ini. Menurut hasil penelitian baik yang dilakukan dengan menggunakan EOS maupun ELQ terlihat bahwa karyawan menganggap para pemimpinnya memberi dukungan yang cukup dalam hal perbaikan dan sumbang saran, tetapi para pemimpin ini sangat lemah dalam implementasinya. Bila hal tersebut dibiarkan berlanjut, bukan tidak mungkin karyawan akan kehilangan kemauan untuk memberikan saran perbaikan lagi sebab mereka tidak melihat tindak lanjut dari saran yang mereka ajukan. Hal 78
tersebut bukan tidak mungkin dapat menyebabkan demotivasi karyawan yang mungkin dapat memperburuk orientasi kewirausahaan karyawan yang sudah rendah. Pelatihan dan pengembangan perlu dilakukan guna meningkatkan orientasi kewirausahaan dalam diri karyawan. Hendaknya ada sistem penghargaan bagi para karyawan sehingga para karyawan ini menjadi lebih termotivasi untuk berprestasi. 4.3 Rencana Implementasi Agar hasil penelitian ini dapat memberikan dampak yang lebih luas maka perlu dilakukan perencanaan untuk implementasinya. Rencana ini hanya memperlihatkan gambaran umum dan tidak terlalu detil karena rencana lengkap membutuhkan studi lebih lanjut. Langkah rencana implementasi perbaikan budaya entrepreneurial PT. Bank Mandiri, Tbk. dapat digambarkan sebagai berikut: 79
A n al i s i s B u d ay a K ewir au s ah aa n P er u s ah a an
PE RU M U S A N TU J U A N YA N G H E N D A K D I CA PA I
• •
per b aik a n s i s t em o r g a n is as i pel a t ih a n d a n pen g emb a n g an
C o r po r a t e en t r epr en eu r s h ip s eb ag ai c o mpet it iv e a d v an t a g e
Ter c apain y a v i s i d a n mi s i per u s ah a an
Gambar 4.1 Rencana Implementasi Perbaikan Budaya Kewirausahaan di PT. Bank Mandiri, Tbk.
Agar didapat gambaran yang lebih lengkap maka hasil penelitian dan rencana implementasi ini harus didiskusikan lebih lanjut dengan perusahaan yang bersangkutan karena rencana implementasi di atas hanyalah rencana yang belum bersifat mendetil. Pelaksanaan rencana ini tentunya akan sangat bergantung kepada perusahaan. Jika memang rencana di atas akan ditindaklanjuti maka akan lebih baik jika perusahaan merumuskan langkah‐ langkah yang lebih detil demi mencapai tujuan akhir dari perusahaan.
80