BAB IV RENCANA IMPLEMENTASI
4.1 Kesimpulan PT PERTAMINA (Persero) khususnya
Divisi
Supply dan
Distribusi
merencanakan, mengevaluasi dan mengoptimasi sistem distribusi dan transportasi serta kinerja internal depot yang dititik beratkan pada pengaturan rute kapal. Kebijakan tersebut dilakukan dengan tujuan untuk mengefisienkan dan mengoptimalkan jalur distribusi dari rantai pasok PT PERTAMINA (Persero). Pengalokasian lokasi barrier inventory sebagai salah satu pengendalian dan pencegahan terjadinya depot kritis dan krisis, diambil dengan mempertimbangkan kebijakan PT PERTAMINA (Persero) yang membatasi flow of material BBM tidak melewati wilayah envelope masing-masing karena hal tersebut akan mengganggu sistem distribusi secara keseluruhan dari sistem envelope tersebut. Pada
keadaan
jalur
distribusi
eksisting yang
sedang diterapkan
PT
PERTAMINA (Persero), banyak sekali jalur distribusi yang tidak efisien dan efektif, hal ini teridentifikasi dari: 1.
Kegiatan operasi suplai dan distribusi dilakukan dengan full capacity sehingga bila terjadi sesuatu akan rentan terhadap kondisi kritis.
2.
Tidak ada pembatasan (clustering) pergerakan produk ataupun kapal, akibatnya sering terjadi pergerakan yang tidak efisien dari Indonesia Timur ke Indonesia Barat dan sebaliknya.
3.
Monitoring dan pengendalian menjadi sangat kompleks dikarenakan luas areal pengamatan yang terlalu besar (menganggap seluruh wilayah Indonesia sebagai satu envelope/satu daerah pengamatan).
4.
Pola supply dan distribusi yang kompleks yang disebabkan: kondisi geografis, ketersediaan produk, jumlah kapal dan infrastruktur yang kurang handal.
5.
Kegiatan supply & distribution terpola oleh perhitungan material balance yang dihitung berdasarkan angka rencana produksi kilang yang sudah ditentukan untuk memenuhi demand dengan biaya serendah mungkin, sehingga tidak ada mitigasi dalam jumlah yang cukup jika terjadi krisis BBM di depot-depot penyalur.
135
6.
Waktu round trip days (RTD) lebih lama yang berakibat ongkos operasional menjadi mahal. Rute kapal yang tidak tetap menyebabkan utilitas kapal menjadi rendah.
7.
Terjadinya penumpukan jalur distribusi di luar ketentuan-ketentuan alur material (flow of material). Keadaan ini sering terjadi bila salah satu depot mengalami kondisi krisis dan kritis, sehingga dilakukan pengambilan BBM dari depot atau tempat lain yang masih memiliki persediaan berlebih untuk menutupi kekurangan depot tersebut. Akan tetapi hal tersebut berakibat terganggunya sistem pemasaran dan alur rantai pasok. (Contoh: Peristiwa kelangkaan premium di Bali dan Manado pada bulan Maret 2008)
8.
Ketidakpastian yang tinggi dalam pengiriman produk BBM dari kilang (1st tier) ke depot utama/terminal transit/instalasi (2nd tier), dan dari depot utama/terminal transit/instalasi (2nd tier) sampai depot penyalur (3rd tier). Contoh: Tingkat RTD tidak sesuai dengan KPI yang ditetapkan oleh PT PERTAMINA (Persero).
9.
Biaya transportasi (freight cost) yang tinggi untuk pengiriman barang ke tempat tujuan, contohnya pengiriman produk dari Indonesia Barat ke Indonesia Timur. (Contoh: Pengiriman BBM dari Terminal Transit Tanjung Uban (Riau) ke Terminal Transit Wayame (Ambon).
10.
Terjadinya ketidaktersediaan barang (premium, kerosine, dan solar) di beberapa depot sehinga depot mengalami kodisi kritis (safety stock <3 hari) dan krisis (safety stock <1 hari).
11.
Terjadinya double handling (1 depot dilayani oleh dua sumber), hal ini mengakibatkan antrian padaa saat backloading/bongkar muat kapal di dermaga depot tersebut.
Berdasarkan beberapa kondisi di atas, maka PT PERTAMINA (Persero) membutuhkan suatu sistem yang dapat diandalkan dengan penekanan kepada efisiensi dan efektivitas dari sistem rantai pasok terutama jalur distribusi. Salah satu cara untuk mencapai hal tersebut adalah dengan cara merencanakan dan merancang suatu sistem jalur distribusi yang efisien dan efektif yang dititikberatkan kepada penghematan freigt cost, penentuan rute dan jalur distribusi serta penentuan barrier inventory. Hal ini dilakukan sebagai salah satu bentuk dari perbaikan atau improvement dari PT
136
PERTAMINA (Persero). Perencanaan dan perancangan rute tersebut melalui beberapa tahap berikut ini: 1.
Teridentifikasinya rute dan jalur distribusi di masing-masing envelope dengan mengeluarkan usulan alternatif penentuan rute distribusi yang efisien dan sesuai dengan keterbatasan yang dimiliki oleh perusahaan, seperti keterbatasan moda angkutan dan kebijakan jumlah depot yang dilalui dalam pola multy-port tidak boleh melebihi 3 buah depot. Desain rute-rute distribusi ini mengacu pada kombinasi teknik analisis saving matrix dan material balance (alur pasok) dan permintaan/realisasi demand, selain mengacu pada kombinasi analisis tersebut, desain rute-rute ini mengacu pada usulan kebijakan perusahaan yang membagi wilayah distribusi menjadi 5 zona atau dikenal dengan pola envelope. Dengan kombinasi tersebut diharapkan dapat teridentifikasi rute-rute yang optimal.
2.
Teridentifikasinya freight cost (ongkos operasional dan distribusi kapal) yang optimal sesuai dengan usulan perbaikan jalur distribusi.
3.
Teridentifikasinya lokasi barrier depot sebagai barrier inventory ditiap envelope, hal tersebut didasari dengan pertimbangan inventory barrier direncanakan sebagai bentuk penanggulangan awal apabila terjadi depot kritis dan krisis.
Dari hasil analisis serta usulan alternatif pemilihan rute rantai pasok terpadu, didapatkan perbandingan tingkat efisiensi dan efektivitas dalam pemberlakuan pola distribusi, dalam hal ini indikator dari tingkat efisiensi dan efektivitas diukur dari lima indikator yang masing-masing mewakili efisiensi dan efektivitas penggunaan moda dan operasional depot. Kelima indikator tersebut adalah:
Tabel 4.1 Indikator Perbandingan Pola Lama dan Pola Envelope No
Indikator
Pola Lama
Pola Envelope
KPI
1
Freight Cost
tidak jelas
Rata-rata $6,2/KL
Disesuaikan dengan masingmasing rute
2
Jumlah kapal tanker
118 kapal
93 kapal
Tidak melebihi 100 kapal
3
RTD (Round Trip Days )
tidak jelas
Rata-rata 5,8 hari
Disesuaikan dengan masingmasing rute
4
Utilitas Kapal
tidak jelas
70%
> 70 %
5
Occupancy Kapal
81%
82,4%
> 45%
Sumber: Hasil Pengolahan
137
4.2 Tahapan Pelaksanaan Rute distribusi Envelope Hasil akhir dari proyek akhir ini adalah berupa rute distribusi rantai pasok BBM terpadu yang telah disesuaikan dengan kondisi tanki timbun, daya angkut kapal, karakter demand, jarak dengan supply point terdekat, visibilitas volume supply dan kondisi geografis. Dengan berjalannya rute-rute yang telah direncanakan ini, diharapkan akan menghemat biaya operasional perusahaan, terutama dalam hal pendistribusian BBM dan menjadi pedoman jalur distribusi untuk moda kapal tanker di Indonesia yang dijalankan oleh PT PERTAMINA (Persero). Berikut ini adalah penjelasan bagaimana cara mengubah sistem distribusi lama menjadi sistem distribusi baru yang terintegrasi dimulai dari usulan kebijakan, sosialisasi sistem, sumberdaya yang dibutuhkan untuk menjalankan sistem pola baru, rentang waktu proses, dan riset lanjutan yang dapat mempertajam hasil akhir proyek akhir ini.
4.2.1
Rencana Implementasi Rencana implementasi rantai pasok terpadu ini terdiri dari transformasi dari
sistem yang sudah berjalan kepada pendekatan perencanaan atau usulan, hal pertama yang harus di implementasikan adalah verifikasi kecukupan sumber, sarana dan prasana distribusi, verifikasi kelengkapan sarana dan prasarana depot khususnya pada sarana dan prasarana backloading kapal, hal tersebut dirasakan penting karena sangat berhubungan erat dengan pendistribusian produk dari depot utama ke depot penyalur. Tahapan ke-dua adalah sosialisasi usulan sistem rantai pasok terpadu ke masingmasing fungsi disertai dengan pengadaan workshop tentang pro-kontra distribusi pola baru, sehingga pertimbangan rute menjadi lebih matang. Tahap selanjutnya atau tahap ke-tiga adalah persiapan sistem distribusi yang lebih menekankan pada persiapan perangkat lunak/software dan verifikasi ulang persiapan infrastruktur depot seperti sarana backloading, kondsisi pompa, sistem pengukuran, dan lain-lain secara lebih menyeluruh. Tahap ini bisa berbarengan dengan uji coba sistem yang diterapkan sebagai pilot project. Tahapan akhir adalah penetapan kebijakan usulan sistem distribusi baru, dan sosialisasi kebijakan kepada fungsi-fungsi terkait, seiring dengan tahapan tersebut akan dilakukan tahapan audit internal terutama pada bagian sumber daya manusia, hal ini dimaksudkan untuk mengetahui kesiapan manajemen PT PERTAMINA (Persero) dalam menjalankan sistem yang diusulkan. Salah satu upaya untuk meningkatkan kompetensi manajemen dalam hal menjalankan usulan pola distribusi baru adalah 138
dengan menyelenggarakan pelatihan-pelatihan khusus pada fungsi-fungsi terkait yang berwenang untuk menjalankan sistem tersebut. Berikut ini adalah tahapan-tahapan implementasi sistem rantai pasok terpadu yang akan dijalankan:
Langkah 1 Verifikasi Sarana dan Prasarana
Langkah 2 Sosialisasi dan Workshop
Langkah 3 Persiapan Sistem + Uji Coba Sistem
Langkah 4 Pelaksanaan
Langkah 5 Evaluasi hasil dan menentukan langkah berikutnya
Gambar 4.1 Tahapan Implementasi Sistem Distribusi Envelope Sumber: Hasil Pengolahan
Penjelasan bagan diatas adalah sebagai berikut: 1. Verifikasi kelayakan, kecukupan dan kelengkapan sarana prasana distribusi. Verifikasi ini dilakukan dengan tujuan untuk melihat apakah sarana dan prasarana distribusi yang dimiliki sudah cukup siap untuk menjalankan pola sistem distirbusi baru. Verifikasi kelengkapan sarana dan prasarana ini antara lain: a) Moda kapal yang digunakan dari tipe Long Range (LR) sampai dengan tipe LIGHTER sesuai dengan bobot tonase yang dibutuhkan untuk menjalankan pola distribusi baru. b) Kelengkapan kecukupan tanki timbun, hal ini untuk mempermudah dan sebagai syarat utama dalam menjalankan program tersebut. Dengan 139
verifikasi tersebut maka kepastian supply secara tidak langsung akan tercapai karena salah satu indikator kepastian suplai adalah keberadaan jumlah tanki timbun yang memadai. c) Verfikasi kelengkapan sarana dan prasarana backloading. Verifikasi ini sangat berkaitan langsung dengan kecepatan pendistribusian produk di dermaga atau pelabuhan. Fasilitas dan jumlah backloading harus sesuai dengan rute moda kapal yang digunakan, bila ditemukan ketidak cocokan sarana dan prasarana backloading maka PT PERTAMINA (Persero) harus memperbarui sarana dan prasarana tersebut, agar dapat memenuhi syarat yang dibutuhkan sebuah kapal untuk bersandar.
2. Sosialisasi usulan sistem dan workshop distribusi pola baru. Sosialisasi sistem distribusi pola baru tersebut dilakukan secara serempak dengan menginformasikan kepada 7 wilayah operasional dan 4 wilayah pemasaran yang menjadi wilayah distribusi dari PT PERTAMINA (Persero). Setelah informasi tersebut telah disosialisasikan, lalu masing-masing manajer wilayah operasional diundang ke kantor pusat untuk rapat luar biasa yang bertujuan untuk mendapatkan feedback/jajak pendapat serta masukan dari masing-masing manajer terkait mengenai penerapan sistem tersebut. Kegiatan workshop dilakukan kepada setiap masing-masing depot utama yang terkait dalam hal penerapan sistem tersebut. Kegiatan tersebut bertujuan untuk membuat program kerja dan sistem kerja guna mendukung implementasi sistem tersebut. Kegiatan ini meliputi 7 manajer wilayah operasional serta 4 wilayah pemasaran dan distribusi BBM. Setelah jajak pendapat dan workshop ini dilakukan lalu masuk pada tahapan selanjutnya yakni persiapan sistem dan ujicoba sistem distribusi baru yang berfungsi sebagai pilot project.
3. Persiapan Sistem dan Uji Coba Sistem Persiapan sistem lebih menakankan pada alur informasi distribusi di seluruh wilayah Indonesia dengan pembagian 5 daerah envelope. Persiapan sistem ini lebih banyak dilakukan di kantor pusat PT PERTAMINA (Persero) yang berfungsi sebagai pusat kontrol jalur distribusi. Tahap uji coba sistem ini adalah tahapan yang sangat penting untuk melihat tingkat efektivitas dari sistem tersebut. Tahap uji coba ini dilakukan berdasarkan 140
zona prioritas yang ditentukan berdasarkan hasil musyawarah jajak pendapat dan workshop. Hal tersebut dilakukan tanpa mengganggu sistem distribusi yang sedang berjalan. Tahap uji coba sitem tersebut mengidentifikasikan berbagai kemungkinan seperti: a) Tingkat efektivitas sistem distribusi pola baru. b) Keterlambatan pengiriman barang c) Tingkat stock out di masing-masing depot. d) Kesesuaian keadaan tingkat service level dan RTD yang telah ditetapkan sebelumnya dengan kenyataan di lapangan.
4. Pelaksanaan sisten distribusi pola envelope. Pelaksanaan pola distribusi baru dilakukan berdasarkan hasil uji coba sistem yang telah dievaluasi sebelumnya. Pemilihan prioritas wilayah envelope dengan pola distribusi baru ini diputuskan berdasarkan musyawarah yang telah dilakukan sebelumnya pada tahap jajak pendapat dan workshop.
5. Tahapan terakhir adalah tahap evaluasi yang berfungsi sebagai penilaian dan penentuan langkah selanjutnya, sehingga jalur distribusi baru dapat berjalan di seluruh wilayah Indonesia dengan optimal.
4.2.2
Sumberdaya Sumberdaya yang dibutuhkan untuk menjalankan dan merealisasikan sistem ini
terbagi ke dalam dua macam sumberdaya yakni: sumberdaya fisik dan sumberdaya manusia. Pada umumnya sumberdaya fisik sudah tersedia dan telah dimiliki oleh PT PERTAMINA (Persero), seperti jumlah armada kapal tanker, software/perangkat lunak sebagai sarana penjadwalan dan pengendalian pergerakan distribusi BBM serta sumberdaya yang dimiliki oleh masing-masing depot, seperti fasilitas penyaluran BBM yang menggunakan kapal tanker, pipa, RTW, mobil tanker dan tongkang. Sumberdaya fisik yang harus dimiliki PT PERTAMINA (Persero) adalah sistem informasi yang terintegrasi antara depot-depot utama, depot-depot penyalur dan kilang. Dengan memiliki sumberdaya tersebut perusahaan dapat menjalankan sistem ini dengan baik. Selain sistem yang terintegrasi, PT PERTAMINA (Persero) harus menambah atau memperbaiki sarana dan prasarana depot-depot yang masih kurang memadai. Sarana dan prasarana tersebut berkaitan dengan pembuatan sarana backloading, penambahan 141
kapasitas tanki timbun dan perubahan kapasitas tanki timbun. Berikut ini adalah hasil analisis mengenai depot-depot yang memerlukan penambahan dan perubahan kapasitas timbun tersebut. Untuk memperjelas gambaran ilustrasi di atas dapat dilihat pada Tabel 4.3 dan pada bagian lampiran A sampai E.
Tabel 4.2 Optimasi Sarana dan Prasarana Internal Depot Penambahan Volume
Perubahan Komposisi
Envelope 1
6 depot
3 depot
Envelope 2
1 depot
2 depot
Envelope 3
4 depot
Envelope 4
4 depot
8 depot
Envelope 5
2 depot
5 depot
TOTAL
17 depot
18 depot
Sumber: Hasil Pengolahan
Selain sumberdaya fisik yang menunjang untuk menjalankan usulan sistem tersebut. Sumberdaya manusia sebagai pelaku utama yang memiliki kompetensi untuk menjalankan sistem tersebut mutlak harus dimiliki oleh PT PERTAMINA (Persero). Berikut adalah prakiraan sumberdaya manusia dengan kompetensi yang dibutuhkan: 1. Tenaga ahli transportasi laut dan perkapalan. 2. Tenaga ahli pergudangan dan operasional. 3. Tenaga ahli rantai pasok dan distribusi perkapalan. 4. Tenaga ahli Information Technology (IT).
4.2.3
Rentang Waktu Penerapan Sistem Distribusi Envelope Rentang waktu yang dipersiapkan untuk menjalankan tahapan implementasi
sistem rantai pasok terpadu tersebut, yaitu selama 10 bulan yang terbagi ke dalam 5 tahap implementasi yang telah dijelaskan pada Bagian 4.2.1. Untuk lebih jelasnya mengenai rentang waktu serta tingkat pencapaian sistem dapat dilihat pada Tabel 4.3. Waktu terlama terjadi pada tahap pertama yaitu selama 3 bulan, hal tersebut dikarenakan tahapan ini merupakan tahapan yang terpenting untuk menilai kelayakan pola sistem distribusi baru yang disesuaikan dengan kondisi infrastruktur di lapangan. Dengan verifikasi sarana dan prasarna yang menyeluruh diharapkan rute distribusi BBM disetiap envelope benar-benar optimal dan dapat berjalan dengan sempurna.
142
Tabel 4.3 Milestone Implementasi Sistem Distribusi Envelope Tahap
Tahap 1
Tahap 2
Tahap 3
Tahap 4
Tahap 5
Jenis
Fungsi yang terkait
7 Wilayah Operasional dan distribusi 4 Wilayah pemasaran Verifikasi Sarana dan Fungsi Supply dan Distribusi Prasarana Fungsi Niaga dan Pemasaran Fungsi Operasional Kilang Fungsi Perkapalan 7 Wilayah Operasional dan distribusi 4 Wilayah pemasaran Fungsi Supply dan Distribusi Sosialisasi + Fungsi Niaga dan Pemasaran Workshop Fungsi Operasional Kilang Fungsi Keuangan Fungsi Perkapalan Wilayah Operasional dan distribusi Persiapan Sistem + Fungsi Supply dan Distribusi Uji Coba Sistem Fungsi Operasional Kilang Fungsi Perkapalan Fungsi Supply dan Distribusi 7 Wilayah Operasional dan distribusi Pelaksanaan 4 Wilayah Pemasaran Fungsi Perkapalan 7 Wilayah Operasional dan distribusi 4 Wilayah pemasaran Fungsi Supply dan Distribusi Evaluasi Fungsi Niaga dan Pemasaran Fungsi Operasional Kilang Fungsi Keuangan Fungsi Perkapalan
Waktu
3 Bulan
2 Bulan
2 Bulan
2 Bulan
1 Bulan
Sumber: Hasil Pengolahan
Tahapan sosialisasi sampai dengan pelaksanaan berjalan masing-masing selama 2 bulan. Waktu ini dirasakan cukup karena pada masa verifikasi sarana dan prasaran di lapangan, sistem pola distribusi baru yang akan dijalankan telah sedikit banyak diketahui oleh fungsi-fungsi terkait. Pelaksanaan dilakukan selama dua bulan dengan pertimbangan 2 periode waktu pemenuhan demand BBM ke depot-depot penyalur. Tahap evaluasi sistem merupakan tahap yang sangat penting dilakukan, karena meyangkut penyempurnaan sistem dan penentuan langkah strategi distribusi yang akan dilakukan berikutnya.
143
Lang kah 5
Persiapan dan Uji Coba
Langkah 3 Langkah5
Sosialisasi dan Workshop
Langkah Langkah2
Verifikasi Sarana dan Prasarana
Langkah Langkah 1
2
ah 5
Pelaksanaan
Langkah 4 Langkah5
1
Langk EVALUASI
3
4
5
6
7
8
9
10
Gambar 4.2 Ilustrasi Time Line Implementasi Sistem Distribusi Envelope Sumber: Hasil Pengolahan
4.2.4
Indikator Pencapaian Indikator pencapaian ini adalah salah satu tolak ukur yang bertujuan untuk
mengukur seberapa efektifkah berjalannya sistem yang telah dibuat, di samping itu indikator pencapaian juga mengukur kemajuan dari penerapan sistem yang tergambar dari tahapan-tahapan implementasi. Berikut ini adalah tolak ukur dari tingkat efektivitas dari sistem distribusi envelope.
Tabel 4.4 Key Performance Indicator untuk Sistem Distribusi Envelope KPI
Deskripsi Pencapaian
Produk tiba tepat waktu Pengantaran produk dari kilang, depot utama dan Tidak terjadi delay / barang tidak depot penyalur tepat waktu dikirim Volume thruput dari kilang, depot utama dan depot penyalur tepat jumlah atau volume BBM yang dikirim tidak berkurang
Inventory/ Tingkat tanki timbun di depot-depot penyalur
Target
Gangguan
98%
Gangguan dari alam (Force Major ), seperti badai dan Human Error
100%
Volume pengiriman sesuai dengan jumlah thruput yang ditetapkan Tingkat penyusutan produk sesuai dengan yang telah ditetapkan / sesuai standar Tidak terjadinya depot kritis (safety stock < 3 hari) yang berakibat pada terjadinya depot krisis (safety stock < 1 hari)
Sumber: Hasil Pengolahan
144
98%
Gangguan dari alam (Force Major ), seperti badai dan Human Error
98%
Keterlambatan pengiriman dari sumber supply (kilang dan depot utama)
Sedangkan tolak ukur atau indikator pencapaian implementasi sistem distribusi tersebut dibagi dalam beberapa tahap implementasi, Berikut adalah indikator pencapaian untuk implementasi sistem distribusi tersebut:
Tabel 4.5 Key Performance Indicator untuk Implementasi Sistem Distribusi Envelope KPI
Deskripsi Pencapaian
Target
Gangguan
98%
Sistem informasi yang buruk
90%
Sistem informasi yang buruk + Human error + Missed Comuncation
Rapat Koordinasi fungsi terkait, Pelatihan dan uji coba sistem sesuai dengan zona yg telah ditentukan
90%
Human error
Semua sistem distribusi telah berjalan dengan Tahap 3 Pelaksanaan sempurna di semua zona operasional dan distribusi
98%
Human error + Force Major
Tahap 1 Verifikasi Inventarisir semua fasilitas depot dan kapal Sarana dan Prasarana telah selesai dilakukan
Informasi sistem distribusi pada fungsi yang Tahap 1 Sosialisasi + dituju dan bekerja dengan optimal, efektif dan Workshop efisien Tahap 2 Persiapan Sistem + Uji Coba Sistem
Tahap 4 Evaluasi
Hasil evaluasi dan penentuan langkah selanjutnya
100%
Sumber: Hasil Pengolahan
4.3
Penelitian Lanjutan Keberadaan sistem distribusi hanya bersifat tindakan awal sebagai salah satu
realisasi perbaikan yang diusulkan untuk mengoptimalkan sistem rantai pasok di PT PERTAMINA (Persero). Untuk melengkapi sistem ini agar dapat berjalan dengan baik dan berkelanjutan diperlukan riset-riset pendukung untuk menjalankan sistem tersebut, yang tidak terkaji dalam penelitian proyek akhir ini. Penelitian tersebut dapat berupa kajian kinerja internal depot yang lebih menitikberatkan pada kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan pengendalian pasokan supply dan demand dari depot-depot penyalur. Berikut adalah usulan riset lanjutan untuk melengkapi dan mendukung sistem rantai pasok tersebut: 1. Evaluasi sistem inventory management di depot-depot utama dan penyalur secara detail dan menyeluruh di Indonesia, termasuk inland depot yang menggunakan distribusi Rail Tank Wagon dan distribusi pipa. Penelitian ini dilakukan dengan penekanan pada penentuan critical stock, buffer stock, high inventory dan safe capacity optimal yang harus dimiliki oleh suatu depot.
145
2. Evaluasi kinerja depot-depot milik PT PERTAMINA (Persero), sehingga didapatkan standarisasi waktu masing-masing depot dalam melakukan loading dan unloading ke tanki timbun depot. Hal ini penting dilakukan terutama pada beberapa rute yang menggunakan sistem distribusi multy-port Evaluasi ini bertujuan juga untuk menentukan jumlah loading port yang efektif di masingmasing depot. 3. Evalusi dan verifikasi infrastruktur kapal tanker yang beroperasi. Hal tersebut dimaksudkan untuk mendapatkan kepastian volume daya angkut kapal, kecepatan kapal, sistem kompartemen yang digunakan dan kecepatan loading dan unloading di pelabuhan. Verifikasi pada sistem kompartemen ditujukan untuk mencocokan kapasitas volume premium, kerosene dan solar yang dapat dibawa oleh kapal pada suatu rute tertentu, sehingga didapatkan kombinasi produk yang efektif dan efisien. 4. Penetapan kapal-kapal dalam jalur distribusi yang telah dibuat dalam konsep envelope. Hal ini ditujukan agar penetapan suatu kapal pada satu rute distribusi BBM dapat berjala optimal, sesuai dengan kemampuan dan kapasitas kapal. 5.
Kepastian ketersediaan produksi kilang-kilang yang dimiliki PT.Pertamina (Persro), karena selama ini produksi BBM di kilang tidak dapat berjalan dengan volume yang konstan.
6. Penetuan Center of Grativity pada STS (ship to ship transfer) sehingga didapat kepastian koordinat letak posisi yang paling optimal dalam mendistribusikan BBM ke depot-depot penyalur. Dengan melakukan hal ini akan diharapkan akan terjadi penghematan dalam pemakaian jumlah kapal dan berkurangnya waktu RTD, yang berimbas pada penurunan biaya operasional distribusi. 7.
Identifikasi dan penentuan kapasitas volume tanki timbun pada lokasi-lokasi barrier depot di masing-masing envelope dengan berdasarkan pada data historis karakteristik supply dan demand BBM per-envelope, sehingga diperoleh kepastian volume dan sistem inventory yang layak dimiliki oleh tiap lokasi timbun.
8. Sistem kontrol kapal-kapal tanker yang beroperasi dengan menggunakan alat yang bisa mendeteksi keberadaan masing-masing kapal dengan up to date. Hal tersebut ditujukan untuk memastikan waktu kedatangan kapal dalam melakukan loading
dan
unloading,
selain
146
itu
untuk
menghindari
kebocoran
BBM/penyimpangan kapal-kapal tanker yang mengeluarkan BBM di luar lokasi yang telah ditentukan. 9. Analisis sensitivitas jalur distribusi konsep envelope dengan objek penelitian perubahan sumber dan permintaan BBM. Hal tersebut untuk menguji tingkat ketahanan usulan konsep envelope bila ada perubahan sistem di dalamnya, terutama dalam hal perubahan kebijakan. Misalnya perubahan konversi energi dari minyak tanah (kerosene) menjadi gas. 10. Evaluasi sistem kelembagaan distribusi BBM, dalam menanggapi restrukturisasi kelembagaan distribusi BBM. Kebijakan ini diambil untuk mengetahui tingkat efektivitas dari perubahan sistem kelembagaan dalam distibusi BBM. 11. Strategi pemasaran BBM pada tingkat industri untuk menghadapi persaingan pada tingkat global. Hal ini bertujuan untuk merumuskan strategi pemasaran BBM pada tingkat industri khususnya untuk produk BBM yang pada saat ini sudah direbut kompetitor sebanyak 30%. 12. Evaluasi supply contract dalam hal pengoperasian dan penyewaan kapal untuk kepentingan pendistribusian BBM. Obyek penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi kekurangan dan kelemahan dari kontrak-kontrak seputar pengoperasian kapal dan penyewaan armada kapal untuk kepentingan distribusi BBM. Hasil evaluasi tersebut akan menjadi acuan dan panduan untuk membuat perjanjian kontrak operasional dan penyewaan armada kapal dikemudian hari.
147