BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
4.1 Latar Belakang Perusahaan Perkalengan
4.1.1 Gambaran umum perusahaan Perusahaan perkalengan ini telah lama berdiri sejak tahun 60-an. Bermula dari yang merupakan gabungan dari perusahaan perkalengan di Indonesia untuk mengembangkan usaha perkalengan di tanah air. Kemudian pada tahun 70-an, terdapat 3 perusahaan asing yang ikut bergabung untuk menanamkan modal keperusahaan tersebut agar menjadi lebih besar dan mampu bersaing di kawasan Asia, Eropa dan Amerika. 4.1.2 Bidang usaha Perusahaan ini mampu memproduksi berbagai kaleng yang digunakan untuk mengemas produk, seperti makanan, minuman, kosmetika, kimia, dan lain–lain. Macam kaleng tersebut antara lain sebagai berikut : • Three Pieces Can Suatu kaleng di sebut kaleng three pieces can karena kaleng tersebut terdiri dari tiga komponen yaitu :
54
a.
Top end yaitu tutup kaleng bagian atas.
b.
Body yaitu badan kaleng atau bagian tengah.
c.
Bottom end yaitu bagian bawah.
Meterial utama kaleng three piece can terbuat dari tin plate baik pada bagian body, bottom end, atau top end. Namun pada kaleng tertentu top end dan bottom end terbuat dari aluminium. Penentuan material ini sesuai dengan produk yang akan dikemas. Dari ketiga komponen kaleng dirakit (assembly) maka akan terbentuklah three pieces can. Untuk dapat dirakit dengan end kaleng, maka body kaleng harus melalui proses flanging dan proses seaming. Sambungan antara body kaleng dan tutup kaleng tadi disebut double seaming.
Gambar 4.1 Produk Three Pieces Can
55
• Two Pieces Can Sesuai dengan namanya, kaleng two pieces ini hanya terdiri dari dua komponen penting yaitu : a.
Can body yaitu bagian badan kaleng.
b.
Can end yaiutu bagian tutup kaleng.
Two pieces can ini adalah terbuat dari aluminium. Kaleng ini biasa digunakan untuk mengemas minuman kaleng misalnya soft drink dan beer.
Gambar 4.2 Produk Two Pieces Can
• Drawn Can Disebut drawn can karena pada pembentukan kaleng melalui penarikan pada bagian dinding kaleng saat pembentukan body kaleng disebut proses cupping. Body kaleng berupa cup yang kemudian ditutup dengan satu end.
56
Jadi kaleng ini terdiri dari dua komponen, sama seperti two pieces can. Namun perbedaannya adalah proses pembentukannya, untuk Drawn Can tidak ada penipisan tebal material, sedangkan pada Two Piece ada penipisan material karena adanya proses drawn wall ironing. Drawn can adalah kaleng yang digunakan untuk mengemas makanan, terutama jenis ikan tuna.
Gambar 4.3 Produk Drawn Can
• Aluminium Easy Open End (Aluminium EOE) Produk perusahaan ini terdapat juga end (tutup) yang dalam membukanya tidak memerlukan alat pembuka tutup atau yang disebut juga aluminium easy open end yang biasanya terbuat dari aluminium. Contoh Aluminium easy open end yaitu : • Full aperture :bagian end yang dibuka terlepas melingkar bersama dengan tab (pegangan untuk membuka)
57
Gambar 4.4 Produk Full Apeture
• Stay on tab
:jenis EOE yang pada saat membukanya tidak ada bagian yang terlepas dari end, masih menempel bersama tab sehingga tidak menimbulkan sampah baru.
Gambar 4.5 Produk SOT
• Ring pull
:pada saat membuka end bagian tab terlepas, namun tidak melingkar seperti full aperture.
58
Gambar 4.6 Produk Ring Pull
4.1.3 Distribusi perusahaan Customer perusahaan ini tersebar didalam dan luar negeri. Cabang local perusahaan tersebar diseluruh Indonesia yaitu: •
Ungaran, Jawa Tengah untuk kaleng biscuit.
•
Bitung, Manado untuk drawn can yaitu kaleng ikan sarden dan tuna.
•
Tanjung Morawa, Medan untuk pengalengan hasil laut dan buah.
•
Pasuruhan, Jawa Timur untuk kaleng ikan tuna.
•
Sorong , Irian Jaya untuk prnglengan ikan tuna.
Ekspor perusahaan adalah sebagai berikut: • General Santos, Philipina, berupa kaleng bir, kaleng bola tenis, dan kaleng ikan tuna. • Madang, Papua New Guinea, berupa kaleng drawn can dan two pieces aluminium untuk bir. • Vietnam, untuk melayani industri minuman, terutama bir. • Singapura, berupa kaleng two pieces untuk soft drink dan three pieces untuk pengalengan juice. • Mauritius (negara kepulauan timur Madagaskar), berupa drawn can 59
• Inggris, berupa kaleng bola tenis. • Thailand, berupa kaleng two pieces aluminium untuk bir. • China, memerlukan kaleng aerosol untuk insektisida. • Hongkong, berupa kaleng aerosol dan gas. • Malaysia, berupa kaleng two pieces untuk minuman ringan dan bir.
4.2 Proses produksi drawn can
4.2.1 Bahan-Bahan Yang Digunakan Bahan-bahan yang digunakan pada proses produksi ini akan dibagi menjadi dua bagian utama, yaitu sebagai berikut: 1. Bahan baku 2. Bahan pendukung 4.2.1.1 Bahan Baku Dalam proses produksi yang digunakan di departemen printing, bahan baku yang digunakan terbagi menjadi 3, yaitu: Tin Plate, Tin Free Steel, dan Alumunium sheet. Untuk produksi drawncan menggunakan bahan baku tin free steel. Seperti halnya tin plate, tin free steel juga memiliki bahan dasar black plate. Perbedaannya terletak pada lapisan pada permukaannya. Tin free steel (TFS) dilapisi oleh chrome dan oil untuk mencegah oksidasi. Dan TFS tidak dapat disambung dengan proses pengelasan. Untuk itu, biasanya TFS digunakan untuk pembuatan drawn can karena TFS memiliki kekuatan adhesi yang tinggi terhadap enamel yang diaplikasikan diatasnya. Bahan baku khususnya TFS yang digunakan juga memiliki beberapa spesifikasi diantaranya:
60
a. Material Dasar (Steel Type) Material dasar dari tin plate adalah baja bertipe MR yang mengandung low residual element dan memiliki nilai ketahanan terhadap korosi yang tinggi. b. Kekerasan (Temper) Berdasarkan
proses pembuatannya, kekerasan yang
dimiliki oleh tin plate terbagi menjadi 2, yaitu single reduced dan double reduced. Hal ini didasarkan dari proses cold working pengolahan black plate menjadi tin plate. Single reduced diberi simbol T1-T5, sedangkan double reduced diberi simbol DR8, DR9, dan DR9M. Untuk
drawn
can
menggunakan
DR9,
karena
kekerasannya dibutuhkan dalam pembentukan cup. Kekerasan untuk DR9 adalah 73-79 HRc. c. Ketebalan (Thickness) .
Ketebalan bahan baku ini bervariasi dari 0,16 mm sampai
0,37 mm. Pemilihan ketebalan material tergantung dari fungsi dan proses yang terjadi pada komponen. Ketebalan yang dibutuhkan untuk drawn can ini sebesar 0.17 mm. 4.2.1.2 Bahan Pendukung Bahan pembantu untuk proses printing dikategorikan sebagai berikut: 1. Coating Coating yang digunakan untuk drawn can ada 2 macam yaitu clear laquer (varnish) untuk sisi luar kaleng, dan aluminized laquer untuk sisi luar kaleng. a. Clear lacquer (varnish) Biasanya digunakan untuk melindungi sheet yang telah didekorasi supaya kelihatan mengkilap dan lebih tahan terhadap gesekan atau melapisi permukaan luar.
61
b. Aluminize lacquer Merupakan material yang berwarna keabu-abuan yang dicampur dengan alumunium pasta, dan biasanya digunakan untuk kaleng yang mengemas hasil laut. Lapisan ini melindungi produk yang dikalengkan agar tidak kontak dengan steel dari kaleng. 2. Solvent Solvent adalah cairan tambahan yang digunakan di mesin sebagai campuran (reducer) ataupun sebagai bahan pencuci. Beberapa material solvent diantaranya: a. MIBK (Methyl Iso Buthyl Keton) b. BC (Buthyl Cellusolve) 3. Roll Roll adalah elemen penting yang mendukung proses produksi di departemen printing. Roll yang digunakan diantaranya: a. Rubber Roll Rubber roll terbuat dari baja yang dilapisi karet dengan jenis NBR (Nitril Butil Rubber) dengan kekerasan 50 ± 5 Shore A. b. Anilox Roll Anilox Roll adalah roll yang memiliki bentukan engrave pada
permukaannya
yang
dibuat
100
atau
lebih
microscopics cells. Setiap cell selanjutnya akan menahan material dengan volume tertentu yang bergantung dari ukuran, bentuk, solidifikasi material, dan gravitas material tersebut. Penggunaan anilox roll akan memudahkan dalam mendapatkan jumlah DFW yang tepat. Namun, kerugiannya untuk tiap DFW yang berbeda harus disediakan anilox roll yang berbeda pula.
62
4.2.2 Sarana Produksi Menurut proses yang terjadi pada material, maka proses produksi akan dibagi menjadi beberapa tahapan utama, yaitu: 1. Proses pemotongan bahan baku (Cutting) 2. Proses Coating Inside dan Outside 3. Proses pengeringan (Drying) 4.2.2.1 Proses Pemotongan Bahan Baku Proses pemotongan bahan baku dilakukan di Departemen Littell. Departemen ini terdiri dari 2 line, yaitu line LM1 untuk scroll cut dan LM 2 untuk straight cut. Scroll cut adalah potongan untuk mendapatkan material bottom end, sedangkan straight cut adalah potongan untuk mendapatkan material body. Berikut ini adalah skema proses pemotongan coil hingga menjadi sheet :
Gambar 4.7 Skema pemotongan tin plate
63
Bagian-bagian mesin yang penting adalah: 1. Coil Downender, berfungsi untuk mengubah posisi coil dari kondisi awal yaitu vertikal menjadi horizontal. Coil downender ini digerakkan oleh silinder hidrolik. 2. Coil Loading Car, berfungsi untuk membawa coil sepanjang rail menuju Pay Off Reel Area. Selain bergerak maju-mundur, coil loading car juga dapat berputar 1800 untuk menentukan posisi underwind (inside up) atau overwind (outside up) .3. Uncoiler / Pay off Reel, berfungsi untuk menarik coil sehingga menjadi lembaran. Uncoiler memiliki spindle yang bersifat expandable yang digerakkan secara hidrolik dan dapat berputar 2 arah (bolak-balik). 4. Straightener, berfungsi untuk meluruskan coil melalui pasanganpasangan roll yang ada. Terdiri atas 8 roll yang tersusun zigzag yang dapat diatur tekanannya. 5. Loop of Stock, berfungsi untuk menjaga kerenggangan coil dan memastikan feed roll mempunyai material yang cukup untuk ditarik. Hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya tegangan dalam pada material. 6. Feed Roll, berfungsi untuk menarik coil dan menyuplainya ke press (shearing unit). Mekanisme penarikan oleh feed roll ini juga digunakan untuk mengatur panjang pendeknya potongan saat material dipotong. 7. Press (Shearing Unit), adalah pasangan alat potong untuk memotong coil menjadi sheet. 8. Side lay, berfungsi untuk mengatur kesikuan dari sheet, dimana jika sheet masih miring, kita dapat mengaturnya dari side lay ini.
64
9. Inspection Unit, berfungsi sebagai unit pengecekan terhadap hasil pemotongan. Unit pengecekan ini terbagi menjadi 4 kategori, yaitu: a. Visual
Inspection,
yaitu
pengecekan
visual
yang
menggunakan dua buah cermin yang dipasang berhadapan dan lampu penerang untuk mendeteksi kerusakan yang parah seperti karat dan buckle. b. Thickness Gauge, yaitu pengecekan variasi tebal material yang dipotong. Variasi ketebalan yang diijinkan adalah 20%. c. Pinhole Detector, mendeteksi adanya lubang-lubang mikro pada material yang dipotong. Alat ini menggunakan sensor cahaya transmitter dan receiver. d. Manual Inspection, yaitu pengecekan yang dilakukan secara manual oleh operator. Adapun hal-hal yang diperiksa adalah dimensi, kesikuan (squareness), kesejajaran, dan besarnya burr pada sheet. 10. Stacker/Pocket,
berfungsi
sebagai
penampung
hasil
pemotongan. Ada 4 buah stacker yang digunakan, yaitu: a. Stacker 1, digunakan untuk menampung sheet hasil potongan yang terdeteksi oleh pinhole detector. Sheet yang ditampung di stacker ini tidak dapat digunakan lagi. b. Stacker 2, digunakan untuk menampung sheet hasil potongan
yang
rusak,
berkarat,
bergelombang,
dan
memiliki ketebalan yang out of standard. c. Stacker 3 dan 4, digunakan untuk menampung sheet hasil potongan yang bagus dan siap digunakan. 4.2.2.2 Proses Coating Tahapan proses produksi dari input skid hingga teraplikasikannya warna pada sheet melalui beberapa bagian line produksi, yaitu:
65
1. Loading roll 2. Feeder machine 3. Coater Machine 4. Delivery conveyor 4.2.2.2.1 Loading roll
Loading roll berfungsi untuk mentransfer skid satu persatu menuju feeder. Loading roll biasanya terdiri dari shaft atau hollow tube yang digerakkan oleh sebuah motor dan reducer, kecepatan loading roll sekitar 5 m/min.
Gambar 4.7 Loading Roll dan Feeder
4.2.2.2.2 Feeder
Feeder berfungsi untuk mentransfer sheet satu-persatu ke proses selanjutnya, yaitu: coating atau decorating. Feeder masih terbagi menjadi beberapa bagian yang disusun sebagai berikut: 1. Sucker Sucker yang digunakan menggunakan vacuum motor dengan daya 5 hp, dengan putaran 1400 rpm 66
dan dengan kekuatan hisap 20 milibar dan volume 100
m3/hour.
Sucker
yang
umum
digunakan
berjumlah 5 buah, 3 diposisikan di depan dan 2 di belakang. Sucker ini berfungsi untuk menarik dan mentransfer sheet menuju dropwheel. 2. Blower Separator Sesuai
dengan
namanya,
blower
separator
berfungsi untuk mempermudah kerja sucker untuk memisahkan sheet dengan cara meniupkan angin kearah sheet. 3. Feeder Lifter Feeder lifter adalah bagian dari feeder yang berfungsi untuk menaikkan dan menurunkan skid dan mengatur ketinggian skid saat proses awal produksi. 4. Level-Up Switch Bagian ini berfungsi sebagai sensor otomatis untuk menaikkan skid. Saat sucker menghisap dan menarik sheet secara kontinyu, sehingga belakangan sensor yang semula ada di posisi normally closed menjadi normally open, yang secara otomatis akan memberi input pada motor penggerak feeder lifter untuk naik secara otomatis. 5. Sheet Guide Berfungsi sebagai penjaga posisi sheet agar tetap stabil selama proses pengambilan berlangsung. 6. Drop Wheel Drop wheel adalah bagian yang akan melakukan pemindahan terakhir sheet dari feeder menuju coater atau decorator. Jarak antara drop wheel dan feeder roller diatur sebesar 0.25 mm.
67
Sheet direction Drop Wheel
Feed Roller
Gambar 4.8 Pengaturan drop wheel terhadap feed roller 7. Double Sheet Ejector Bagian ini berfungsi untuk membuang sheet yang terdeteksi
oleh
double
sheet
sensor
sehingga
kerusakan atau kemacetan pada coater / decorator dapat dicegah. 8. Double Sheet Sensor Berfungsi untuk mendeteksi adanya sheet yang double yang diakibatkan karena material yang saling menempel satu sama lain
ataupun karena gagal
dipisahkan akibat angin blower separator yang kurang. Double sheet sensor ini terdiri dari dua noncontacting sensing head yang akan mendeteksi tebal dari sheet yang melewatinya. Ketika sensor mendeteksi adanya double sheet, maka sensor akan memberikan sinyal pada valve untuk menggerakkan piston yang akan mengarahkan sheet menuju ejector try. Adapun cara kerja dari feeder dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Skid dari loading roll dibawa ke feeder yang digerakkan secara manual oleh operator atau dengan roll-roll yang tersambung dengan motor. Dari feed table, sheet lalu dinaikkan sampai menyentuh auto
68
level up sensor yang akan menghentikan feeder lifter secara otomatis. 2. Posisi dari sheet diatur agar berada pada center, dan kemudian atur posisi sheet guide, setelah itu nyalakan angin dari sheet separator. 3. Motor vaccum hidup dan akan menghisap udara pada suction, sehingga suction bisa bergerak naik turun, gerakan naik turun inilah yang akan menghisap sheet. Pergerakan antara suction depan dari belakang berlangsung secara bergantian yang sistemnya diatur oleh pneumatic valve yang diaktifkan oleh sistem cam. Suction juga memiliki pergerakan maju mundur untuk
mentransfer
sheet
menuju
drop
wheel,
pergerakan maju mundur suction diatur oleh cam. 4. Drop wheel adalah roda karet yang bergerak secara bebas (free-spin) karena adanya pergerakan dari feeder roll drop wheel berfungsi menekan sheet untuk dibawa ke conveyor dan gerakan naik turunnya juga diatur oleh cam.
69
Gambar 4.8 Feeder Unit
4.2.2.2.3 Coating Machine
Proses coating drawn can dibagi menjadi 2 tahapan yaitu: 1. External coating Clear varnish :pelapisan untuk bagian luar kaleng. Pada proses ini dilakukan di Line 4. Yang setelah selesai proses akan diteruskan proses internal coating pada Line 2. 2. Internal coating Aluminized lacquer :proses coating ini dilakukan di Line 2. Setelah proses external coating selesai. Bagian-bagian mesin coater yang berfungsi untuk mengatur posisi sheet sebelum menerima aplikasi adalah: a. Side Guide b. Register Unit − Stopper − Pusher − Side lay − Gripper − Magnetic Roll 70
− Friction Roll c. Application Roll
Conventional System
Anilox System
Dalam proses coating atau printing, ada 3 hal utama yang harus diperhatikan, yaitu: 1. Permukaan yang diberi coating 2. Arah dan posisi gripper (sejajar atau tegak lurus terhadap grain direction) 3. Posisi burr Sedangkan untuk proses printing atau coating dimana gripper berada pada coil width maka posisi dari burr harus benar-benar diperhatikan. Dalam proses ini posisi burr bagian depan harus kebawah dan bagian belakang harus keatas.
Gambar 4.9 Posisi burr Bagian terpenting dari mesin coater adalah sistem susunan roll yang digunakan untuk mengaplikasikan coating pada sheet. Sistem roll yang digunakan pada mesin coater terdiri dari dua sistem, yaitu:
71
1.
Sistem DFW unit
Gambar 4.10 Susunan roll pada sistem konvensional Sistem konvensional ini terdiri dari 5 buah roll, yaitu: a. Fountain roll b. Ducting roll c. Pressure roll d. Rubber roll e. Impression roll Pada sistem konvensional, untuk mengatur ketebalan dari DFW (Dry Film Weight) yang diinginkan caranya adalah dengan mengatur tekanan antara fountain roll dengan ducting roll. Sistem ini masih dilakukan pada Line 4 2.
Sistem Anilox
Gambar 4.11 Susunan roll pada sistem Anilox
72
Untuk mengatur ketebalan dari DFW (Dry Film Weight) adalah dengan mengganti anilox roll yang sesuai dengan engrave. Karena dari engrave anilox menentukan jumlah material yang ditransfer ke rubber roll. Selanjutya diteruskan ke metal sheet. Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas pada sistem anilox adalah: a.
Tekanan blade
b.
Set up blade anilox
c.
Tekanan roll anilox
d.
Flow material dari pompa material
e.
Kebersihan roll anilox Sistem
anilox
dibandingkan
dengan
sistem
konvensional memiliki beberapa keuntungan, yaitu: •
Lebih hemat dalam penggunaan material coating
•
Sisa material lebih bersih
•
Film weight didistribusikan lebih merata
•
Pengaturan film weight lebih cepat Berikut ini adalah cara kerja mesin coating, baik
dengan sistem konvensional ataupun sistem anilox: 1. Material coating sebelumnya ditampung pada sebuah bak diluar mesin. 2. Dari bak penampung, coater akan dipompa menuju chamber. Material ini sebagian akan diambil oleh pick up roll, yang dapat berupa anilox roll atau roll coater konvensional, dan sisanya akan kembali ke bak penampung. 3. Jumlah DFW pada roll coater konvensional diatur dengan mengatur tekanan antara fountain roll dengan ducting roll. Pada sistem anilox hal tersebut tidak diperlukan lagi, karena film yang dihasilkan akan lebih 73
rata dengan adanya pori-pori kecil berbentuk seperti diamond sebagai penampung material yang akan diaplikasikan. Sehingga anilox roll juga berfungsi sebagai application roll yang akan mentransfer material coating ke rubber roll. 4. Rubber roll adalah bagian yang akan bersentuhan langsung dengan sheet untuk mengaplikasikan material coating. Tekanan dari rubber roll ditahan oleh impression cylinder. 5. Agar kotoran tidak menempel pada bagian sheet yang tidak dikehendaki, maka digunakan scrapper untuk mengambil sisa-sisa material pada impression cylinder.
Gambar 4.12 Coating Unit
4.2.2.2.4 Delivery Conveyor
Fungsi dari sistem ini adalah untuk mentransfer sheet setelah mengalami proses coating menuju oven. Dalam sistem ini terdapat alat yang berfungsi untuk melakukan sinkronisasi kecepatan dari
74
conveyor itu sendiri dengan kecepatan pergerakan oven wicket. Dengan adanya sistem synchronizer ini akan membuat posisi infeed sheet tepat pada wicket. Untuk menurunkan kecepatan dari sheet setelah proses printing maka dipasang sebuah alat yang disebut Dynamic Sheet Control sebelum oven wicket.
Gambar 4.13 Delivery conveyor
4.2.2.3
Proses Pengeringan Tahapan proses produksi dari input sheet yang akan dikeringkan
hingga sheet ditumpuk hingga kembali menjadi skid melalui beberapa bagian line produksi, yaitu: 1. Conventional oven 2. Safety device and conveyor 3. Stacker 4. Unloading roll 4.2.2.3.1 Conventional Oven Conventional oven adalah bagian yang berfungsi untuk mengeringkan sheet hasil produksi dari proses printing atau
75
coating. Conventional oven menggunakan sistem Burner, yaitu sistem yang menggunakan percikan api dari busi yang dialiri gas LNG (Liquid Natural Gas) yang akan menghasilkan panas, selanjutnya panas itu ditiupkan ke heating zone (zona pembakaran) sehingga timbul udara panas yang ditiupkan merata di dalam oven. Dalam proses curing, dikenal istilah peak time yaitu waktu yang dibutuhkan untuk mencapai temperature kerja pada saat proses pengeringan di mesin konvensional. Oven ini dibagi menjadi 3 zona, yaitu: a. Pre-Heating Zone (Zone A) b. Heating Zone (Zone B dan C) c. Cooling Zone (Zone D)
Gambar 4.14 Oven curve a. Pre-Heating Zone (Zone A) Panjang dari zona ini sekitar 6 meter. Daerah ini dilengkapi dengan vacuum yang berfungsi untuk menyedot
solvent
yang
baru
menguap
karena
pengeringan. Daerah ini juga dilengkapi dengan blower yang akan mengatur sirkulasi dari udara panas.
76
b. Heating Zone (Zone B & C) Zona B memiliki panjang 6 meter dan zona C memiliki panjang 24 meter. Kedua zona ini juga memiliki burner yang akan mengatur sirkulasi udara panas dalam oven. Suhu yang terjadi pada tahap ini mencapai 2000C c. Cooling Zone (Zone D) Zona D berfungsi untuk mengurangi panas yang diterima oleh sheet sehingga peel off tidak mudah terjadi. Zona ini dilengkapi dengan exhaust dan blower untuk melakukan pendinginan.
Gambar 4.15 Bagian-bagian conventional oven Adapun conventional oven terdiri atas beberapa bagian sebagai berikut: a. Blower Blower berfungsi untuk menghembuskan udara panas hasil pembakaran antara udara dengan gas LNG. b. Top Slit Berfungsi untuk sekat antara ruang pengeringan dan sirkulasi
77
c. Damper Damper berfungsi untuk mengatur jumlah udara panas sesuai dengan kebutuhan tiap-tiap zona. d. Nozzle Nozzle berfungsi untuk mengalirkan udara panas ke setiap zone, dimana arah aliran udara panas dipandu oleh deflector. e. Deflector Terdapat di 2 bagian, yaitu di bagian tengah oven (mid deflector) dan bagian bawah oven (low deflector). Berfungsi untuk mengarahkan udara panas yang ditiupkan nozzle sehingga seluruh permukaan sheet mendapat panas yang merata. f. Wicket Berfungsi sebagai dudukan sheet saat masuk ke dalam oven selama pengeringan berlangsung. Sheet ini terpasang pada chain conveyor. Berdasarkan material pembuatnya, wicket terbagi menjadi 2, yaitu : hard chrome wicket dan stainless steel wicket. Saat proses pengeringan di oven berlangsung, ada beberapa kemungkinan kerusakan yang dapat terjadi pada sheet, yaitu: a. Under bake, artinya peak time rendah sehingga lapisan menjadi tidak kering b. Over bake, artinya peak time terlalu besar sehingga lapisan terbakar dan tinta menjadi hangus. c. Hot spot, artinya pendisrtibusian yang tidak merata sehingga ada bagian tertentu yang terdapat panas yang berlebih.
78
4.2.2.3.2 Safety And Oven Outlet Conveyor Berfungsi untuk meneruskan sheet dari wicket menuju stacker. Posisi sheet selalu dijaga pada posisi center untuk mencegah terjadinya jam sheet dengan menggunakan bantuan side guide. Safety system juga terpasang dengan menggunakan limit switch yang akan mematikan mesin jika pada wicket terjadi sheet jam, yaitu sheet saling menumpuk satu sama lain yang selanjutnya akan mendorong conveyor ini bergerak turun hingga menyentuh limit switch. 4.2.2.3.3 Stacker Berfungsi untuk menerima sheet dari oven untuk kemudian ditata kembali satu persatu hingga menjadi rapi. Bagian-bagian dari stacker adalah : a. Air Cushion Terdiri dari blower untuk memberikan tiupan angin secara kontinyu untuk mencegah terjadinya scratch saat sheet menjauhi sheet di bawahnya. b. Side Guide Untuk mengatur posisi jatuhnya sheet sehingga tertata rapi dan sekaligus untuk menyesuaikan posisi side guide dari oven outlet conveyor. c. Front Stopper Untuk menahan sheet dari arah depan agar tidak jatuh berserakan. d. Pile Rising Berfungsi untuk mengatur gerak naik turun dari skid yang diaplikasikan. Pile rising akan bergerak naik turun setelah sheet mencapai batas proximity sensor yang dipasang.
79
e. Fork Support Untuk menerima sheet secara temporary karena pallet belum siap terpasang. 4.2.2.3.4 Unloading Roll Berfungsi untuk mengeluarkan skid dari stacker setelah proses selesai untuk kemudian diambil oleh forklift. Hal penting yang harus diperhatikan adalah bahwa skid saat berada di unloading roll bergerak dengan cepat sehingga susunan sheet dapat menjadi tidak rapi karena adanya gaya lembam dari sheet. Selain itu, proses pemindahan harus berlangsung dengan hati-hati
karena
jika
ada
goncangan
besar,
ini
akan
mengakibatkan adanya scratch di bagian sheet yang bergerak. Untuk itu skid perlu dikelam agar tidak bergeser waktu dipindah. Selain dari bagian-bagian utama dari mesin di departemen Printing, juga terdapat beberapa peralatan yang penting fungsinya untuk mendukung proses produksi yaitu: a. Pile Turner Yaitu sebuah mesin pembalik sheet, dengan tujuan agar bisa diproses proses selanjutnya. b. Forklift dan trolley Yaitu alat yang berfungsi untuk pemindah skid, dengan
bantuan
pallet
untuk
diproses
pada
departemen lain.
80
4.3 Pengendalian proses produksi
4.3.1 Pengendalian material Karakteristik bahan baku yang ditetapkan perusahaan adalah sebagai berikut : 1. Tin Free Steel, memiliki ketebalan 0.17 mm dengan Hardness DR-9. 2. Aluminized Lacquer, berwarna grey dengan kekentalan +/- 80 s. 3. Varnish, bening dengan kekentalan +/- 60 s. 4.3.2 Pengendalian proses produksi Inspection check proses coating ini terjadi pada saat aplikasi material kepermukaan sheet setelah keluar dari mesin coater. Operator melakukan inspeksi terhadap hasil produksi. Diantaranya flow material, Dry Film Weight (DFW), dan kerusakan lain. Proses inspeksi juga dilakukan setelah sheet keluar dari oven menuju ke stacker, stackerman melakukan pengecekan hasil produksi dari operator coater. Pengecekan dilakukan diantaranya flow material dan problemproblem produksi yang lain. 4.3.3 Jenis-jenis kerusakan produksi Carbon
: jenis kerusakan yang disebabkan oleh kotoran dari oven yang menempel pada sheet metal saat dikeringkan didalam oven.
81
Gambar 4.16 Contoh reject carbon
Particle
:jenis kerusakan yang disebabkan oleh kotoran atau debu yang sifatnya bukan berasal dari dalam oven.
Gambar 4.17 Contoh reject particle
Scratch
: jenis kerusakan karena terdapat goresan pada aplikasi coating diatas sheet metal.
Gambar 4.18 Contoh reject scratch 82
Inside eyehole: jenis kerusakan karena aplikasi aluminize terdapat titik yang tidak teraplikasi sehingga terlihat permukaan sheet metal yang belum teraplikasi.
Gambar 4.18 Contoh reject eyehole
Bubble
:jenis kerusakan karena material coating terdapat gelembung saat aplikasi sheet metal.
Gambar 4.19 Contoh reject inside bubble
Wicket mark : jenis kerusakan karena aplikasi sheet metal terdapat bekas ceplakan wicket.
83
Gambar 4.20 Contoh reject wicket mark
Dirty back :jenis kerusakan karena terdapat material aluminize pada area aplikasi varnish atau terdapat varnish pada permukaan aplikasi aluminize.
Gambar 4.21 Contoh reject dirty back
Damage side :jenis kerusakan karena sheet metal terdapat penyok atau sobek pada bagian ujung sheet.
Gambar 4.22 Contoh reject damage side
84
4.4 Analisa pengendalian kualitas statistic
Pada analisa terhadap produksi coating sheet drawn can, dilakukan pengecekan hingga setiap sheet dalam satu skid. Proses ini dilakukan untuk mendapatkan data mendetail tentang reject hasil produksi setiap skid. Proses ini dilakukan pada 15 skid hasil produksi. Kemudian hasil pengecekan akan dianalisa untuk memperoleh 4.4.1 Mengumpulkan data menggunakan check sheet Berikut ini adalah data hasil inspeksi secara menyeluruh hasil produksi coating pada tanggal 5 Maret 2011. Table 4.1 Data kerusakan inspeksi produksi Reject No
Qty
Good
Reject
%
1
1295
1098
197
2
1269
1212
57
3
1289
1150
4
1285
5
1292
6
Wicket Mark
Dirty back
Damage Side
56
9
0
1
0
10
1
1
0
4
1
2
14
0
0
0
6
8
10
3
0
4
12
8
0
6
0
1
67
57
27
0
0
13
3
63
11
1
1
7
47
14
2
0
7
2
5
14
3
7
2
16
5
1
8
3
7
0
13
1
2
8
3
1
4
0
47
35
4
49
0
0
1
0
26
13
7
34
0
2
0
10
Carbon
Particle
Scratch
Eyehole
Bubble
15.21
36
48
36
11
4.49
3
10
0
32
139
10.78
39
32
4
57
1213
72
5.60
14
38
0
1243
49
3.79
9
3
12
1300
1251
49
3.77
10
12
7
1307
1079
228
17.44
26
38
8
1284
1154
130
10.12
35
9
9
1307
1206
101
7.73
18
11
10
1292
1227
65
5.03
12
6
11
1287
1243
44
3.42
7
12
1290
1268
22
1.71
3
13
1290
1154
136
10.54
14
1287
1195
92
7.15
1175
119
9.20
5
12
41
34
0
3
0
24
17868
1500
8.39
290
273
241
411
115
53
17
100
15
1294 Total
85
4.4.2 Histogram reject
JUMLAH (PCS)
HISTOGRAM REJECT SHEET 450 400 350 300 250 200 150 100 50 0
411 Carbon 290 273
Particle Scratch
241
Eyehole 115
100 53 17
Bubble Wicket Mark Dirty back Damage Side
REJECT SHEET
Gambar 4.23 Histogram inspeksi produksi
Pada histogram menunjukan bahwa problem reject tertinggi dengan jenis reject eyehole dengan jumlah 411 sheet kemudian diikuti dengan carbon dengan angka 290, particle dengan angka 273, scratch dengan angka 241, bubble dengan angka 115, damage side dengan angka 100, wicket mark dengan angka 53, dan dirty back dengan angka 17. 4.4.3 Membuat peta kendali p Adapun langkah-langkah untuk membuat peta kendali p tersebut adalah : 1. Menghitung Prosentase Kerusakan p
=
np n
Maka perhitungan datanya adalah sebagai berikut : Sample 1 :
p=
np n
86
= 197 1.295 = 0,1521 Dan seterusnya... 2. Menghitung garis pusat/ Central Line (CL). Garis pusat yang merupakan rata-rata kerusakan produk ( p ). Maka perhitungannya adalah : CL = p =
=
∑ np ∑n 1500 17.868
= 0,0839 Dan seterusnya... 3. Menghitung batas kendali atas atau Upper Control Limit (UCL) Untuk perhitungannya adalah : Sample 1: UCL = p +3 p (1- p) n =0,0839 + 3 0,0839 (1–0,0839) 1295 =0,1070 Dan seterusnya... 4. Menghitung batas kendali bawah atau Lower Control Limit (LCL) Maka perhitungannya adalah : Sample 1: LCL = p -3 p (1- p) n
87
=0,0839 - 3 0,0839 (1–0,0839) 1295 =0,0608 Dan seterusnya... Untuk hasil perhitungan peta kendali p total jumlah reject dapat dilihat pada tabel berikut: Table 4.2 Hasil perhitungan peta kendali p No
Qty
Good
Reject
p
1
1295
1098
197
0.1521
2
1269
1212
57
0.0449
3
1289
1150
139
0.1078
4
1285
1213
72
0.0560
5
1292
1243
49
0.0379
6
1300
1251
49
0.0377
7
1307
1079
228
0.1744
8
1284
1154
130
0.1012
9
1307
1206
101
0.0773
10
1292
1227
65
0.0503
11
1287
1243
44
0.0342
12
1290
1268
22
0.0171
13
1290
1154
136
0.1054
14
1287
1195
92
0.0715
15
1294
1175
119
0.0920
17868
1500
Total
CL 0.0839 0.0839 0.0839 0.0839 0.0839 0.0839 0.0839 0.0839 0.0839 0.0839 0.0839 0.0839 0.0839 0.0839 0.0839
UCL
LCL
0.1071 0.1073 0.1071 0.1072 0.1071 0.1070 0.1070 0.1072 0.1070 0.1071 0.1071 0.1071 0.1071 0.1071 0.1071
0.0608 0.0606 0.0608 0.0607 0.0608 0.0609 0.0609 0.0607 0.0609 0.0608 0.0608 0.0608 0.0608 0.0608 0.0608
Gambar 4.24 Analisa Peta kendali p 88
Berdasarkan perhitungan diatas, terlihat bahwa pada skid
no 1,2,3,
4,5,6,7,10,11,12,dan 13 berada diluar batas kendali, sehingga dikatakan bahwa proses tersebut tidak terkendali. . 4.4.4 Melakukan uji kecukupan data Setelah mengambil data, uji kecukupan data bias dilakukan dengan menggunakan rumus: N’
= (Z)2 x( p )x (1- p ) α2
N’
= (3)2 x(0,08)x (1-0,08) 0,052
N’
= 264,96 Karena didapatkan hasil N’(264,96) lebih kecil dari N (1500) maka
data tersebut dikatakan cukup untuk melakukan perhitungan peta kendali kotrol.
4.4.5 Menentukan prioritas perbaikan Dalam menentukan prioritas perbaikan, dilakukan dengan menggunakan diagram pareto. Berikut ini adalah data perhitungannya : p=
=
np x 100% n
411 x 100% 1500
= 27,40%
89
Table 4.3 Hasil perhitungan reject dengan Pareto Diagram No
PROBLEM
Qty
Prosetase
1 2 3 4 5 6 7 8
Eyehole Carbon Particle Scratch Bubble Damageside Wicket Mark Dirty back Total
411 290 273 241 115 100 53 17 1500
27.40% 19.33% 18.20% 16.07% 7.67% 6.67% 3.53% 1.13%
Prosentase Komulatif 27.40% 46.73% 64.93% 81.00% 88.67% 95.33% 98.87% 100.00%
Gambar 4.29 Pareto Diagram perhitungan reject
Hasil perhitungan berdasarkan diagram pareto, problem dengan prosentase terbesar pertama adalah eyehole (27,40%), kedua dan ketiga adalah carbon (19,33%) dan particle (18,20%) diikuti scratch (16,07 %) pada posisi keempat
90
selanjutnya bubble (7,67 %), damage side (6,67 %), wicket mark (3,53 %), dan terakhir adalah dirty back (1,13 %)
91