BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN
A.
Analisis penerapan perencanaan pajak melalui Pajak Penghasilan Pasal
21
atas
penghasilan
yang
diterima
karyawan
dengan
menggunakan metode net dan gross up 1. Perencanaan Pajak
melalui Pajak Penghasilan Pasal 21 yang
diterima karyawan dengan menggunakan Metode Net Pajak Penghasilan Pasal 21 terutang yang ditanggung perusahaan sebagai pemberi kerja adalah pajak yang dibayarkan oleh perusahaan sama besar dengan PPh Pasal 21 atas penghasilan pegawai. PPh yang dibayarkan perusahaan tersebut merupakan biaya bagi perusahaan tetapi tidak dapat dibiayakan dalam laporan keuangan fiskal. Berikut salah satu contoh perhitungan PPh Pasal 21 terutang salah satu karyawan dengan status kawin beranak 2 (K/2). Nama : A, status : K/2 Gaji setahun
Rp
Tunjangan PPH
92.400.000,00 -
Tunjangan lainnya
Rp
2.876.475,00
THR
Rp
7.700.000,00
Penghasilan Bruto setahun
Rp
102.976.475,00
Biaya Jabatan
Rp
5.539.729,00
Penghasilan Neto
Rp
97.436.746,00
47
PTKP
Rp
19.800.000,00
PKP
Rp
77.636.746,00
5% x Rp 50.000.000,00
Rp
2.500.000,00
15% x Rp 27.636.746,00
Rp
4.145.511,00
PPH terutang Per Tahun
Rp
6.645.511,00
PPH
Dari hasil perhitungan di atas, terlihat bahwa perusahaan akan menanggung PPh pasal 21 terutang karyawan tersebut adalah sebesar Rp 6.645.511,00 Berikut ini adalah total perhitungan PPh pasal 21 terutang yang ditanggung perusahaan dengan menggunakan metode net terhadap 62 penghasilan karyawan yang dijadikan sampel. Untuk lebih lengkapnya, rincian mengenai perhitungan PPh pasal 21 terutang yang ditanggung perusahaan dengan menggunakan metode net terhadap 62 penghasilan karyawan dapat dilihat pada lampiran 1. Tabel 4.1 Perhitungan PPh Pasal 21Terutang yang ditanggung Perusahaan dengan Metode Net Jumlah
Penghasilan Bruto
Biaya Jabatan
PTKP
PKP
PPh Pasal 21 Terutang
62
1.709.012.009
79.718.507
1.158.960.000
512.375.909
46.598.469
Sumber :data diolah Berdasarkan tabel 4.1 di atas, dengan menggunakan metode net perusahaan harus mengeluarkan dana Rp 46.685.955,00 setiap tahunnya untuk membayar pajak tersebut. Laba fiskal yang diperoleh Rp 355.822.783,00. Laba tersebut 48
belum termasuk dengan beban PPh Pasal 21 sebesar Rp 46.598.469,00 karena terkena koreksi fiskal positif, sehingga laba bersih perusahaan sebenarnya adalah Rp 402.421.252,00 dan pajak badan yang harus dibayar perusahaan menggunakan tarif
PPh Pasal 31E karena peredaran bruto lebih dari Rp 4.800.000.000,00
sampai dengan Rp 50.000.000.000,00, maka penghitungan PPh terutang yaitu sebagai berikut: -
Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang memperoleh fasilitas: = ( Rp 4.800.000.000,00 : Rp 9.797.297.560,00) x Rp 402.421.252,00 = Rp 197.158.655,00
-
Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang tidak memperoleh fasilitas: = Rp 402.421.252,00 – Rp 197.158.655,00 = Rp 205.262.597,00
-
PPh yang terutang: = (50% x 25% x Rp 197.158.655,00) +(25% x Rp 205.262.597,00) = Rp 24.644.832,00 + Rp 51.315.649,00 = Rp 75.960.481,00
2.
Perencanaan Pajak melalui Pajak Penghasilan Pasal 21 yang diterima karyawan dengan menggunakan Metode Gross Up PPh Pasal 21 terutang yang diberikan perusahaan dalam bentuk tunjangan
pajak dengan metode gross up adalah pajak yang dibayarkan perusahaan dalam bentuk tunjangan pajak, sehingga menambah penghasilan bruto pegawai. Akan tetapi, tunjangan yang diberikan kepada pegawai sama dengan PPh Pasal 21 yang 49
harus dibayar sehingga tidak menimbulkan lebih bayar atau kurang bayar. Adapun dasar hukum pemberian tunjangan pajak diantaranya ialah pasal 4 ayat (1) huruf a Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008, yang menyatakan bahwa yang termasuk penghasilan objek pajak adalah gaji, upah, dan tunjangan. Pasal 5 ayat (1) huruf a Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-545/PJ/2000 tanggal 29 Desember 2000 yang menjelaskan bahwa penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 adalah penghasilan yang diterima atau diperoleh secara teratur
termasuk tunjangan
pajak. Lampiran khusus Dirjen Pajak Nomor KEP-545/PJ/2000 pada angka Romawi XIV yang menyatakan bahwa dalam hal kepada pegawai diberikan tunjangan pajak tersebut merupakan penghasilan pegawai yang bersangkutan dan ditambahkan pada penghasilan yang diterima. Berikut ini adalah aplikasi formula gross up pada penghasilan salah satu karyawan perusahan dengan status kawin beranak dua (K/2): PPh Pasal 21melalui Gross Up Nama : A, status : K/2 Gaji setahun
Rp
92.400.000,00
Tunjangan PPH
Rp
7.818.249,00
Tunjangan lainnya
Rp
2.876.475,00
THR
Rp
7.700.000,00
Penghasilan Bruto
Rp
110.794.724,00
Biaya Jabatan
Rp
5.539.729,00
Penghasilan Neto
Rp
105.254.995,00
PTKP
Rp
19.800.000,00
50
PKP
Rp
85.454.995,00
5% x Rp 50.000.000,00
Rp
2.500.000,00
15% x Rp 35.454.995,00
Rp
5.318.249,00
PPH terutang Per Tahun
Rp
7.818.249,00
PPH
Pada metode gross up, hal yang harus dilakukan adalah menentukan besar tunjangan
pajak
yang
akan
diberikan
kepada
karyawan
dengan
cara
menggolongkan Penghasilan Kena Pajak Karyawan ke dalam rumus metode gross up. Penghasilan Kena Pajak sebelum tunjangan pajak Tuan A adalah sebesar Rp 77.636.746,00 pada rumus metode gross up Tuan A terletak pada lapisan kedua karena penghasilan Tuan A terletak diantara Rp 47.500.000,00 sampai dengan Rp 217.500.000,00, maka rumus yang dipakai yaitu: Tunjangan PPH= 77.636.746-47.500.000 x 15/85+2.500.000 = Rp 7.818.249,00 Dari perhitungan di atas maka tunjangan pajak Tuan A adalah sebesar Rp 7.818.249,00. Sehingga jumlah PPh Pasal 21terutang yang ditanggung perusahaan dengan metode gross up adalah sebesar Rp 7.818.249,00 yang jumlahnya sama besar dengan jumlah tunjangan pajak yang diberikan perusahaan kepada karyawan. Dengan metode gross up, jumlah tunjangan pajak yang sama dengan jumlah pajak yang terutang, tidak akan menyebabkan koreksi pada saat rekonsiliasi fiskal, karena tunjangan pajak bukan merupakan biaya yang dapat mengurangi Penghasilan Kena Pajak perusahaan, sehingga beban pajak terutang badan dapat diminimalkan.
51
Penerapan metode gross up bertujuan agar jumlah tunjangan pajak sama besarnya dengan jumlah pajak terutang, namun hal ini tidak dapat diterapkan terhadap pegawai yang jumlah pengurang penghasilannya tidak tetap, sehingga antara tunjangan pajak yang diberikan tidak sama dengan jumlah pajak terutang. Berikut ini adalah total perhitungan PPh pasal 21terutang yang ditanggung perusahaan dengan menggunakan metode gross up terhadap 62
penghasilan
karyawan yang dijadikan sampel. Untuk lebih lengkapnya, rincian mengenai perhitungan PPh pasal 21 terutang yang ditanggung perusahaan dengan menggunakan metode gross up terhadap 62 penghasilan karyawan dapat dilihat pada lampiran 2. Tabel 4.2 Perhitungan PPh Pasal 21 Terutang yang Ditanggung Perusahaan dengan Metode Gross Up Penghasilan Bruto 62
1.709.012.009
Tunjangan Pajak 56.744.640
Biaya Jabatan
PTKP
PKP
PPh Pasal 21 Terutang
79.718.507
1.158.960.000
569.120.537
56.744.640
Sumber :data diolah Berdasarkan tabel 4.2 di atas, dengan menggunakan metode gross up PPh Pasal 21 terutang adalah sebesar Rp 56.744.640,00 dan pajak badan yang harus dibayar perusahaan menggunakan tarif PPh Pasal 31E karena peredaran bruto lebih dari Rp 4.800.000.000,00 sampai dengan Rp 50.000.000.000,00, maka penghitungan PPh terutang yaitu sebagai berikut: -
Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang memperoleh fasilitas 52
= ( Rp 4.800.000.000,00 : Rp 9.797.297.560,00) x Rp 299.078.143,00 = Rp 146.527.660,00 -
Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang tidak memperoleh fasilitas = Rp 299.078.143,00 – Rp 146.527.660 ,00 = Rp 152.550.483,00
-
PPh yang terutang = (50% x 25% x Rp 146.527.660,00) +(25% x Rp 152.550.483,00) = Rp 18.315.957,00 + Rp 38.137.621,00 = Rp 56.453.578,00 Setelah adanya penerapan metode gross up dalam perhitungan PPh Pasal
21 atas gaji karyawan, maka jumlah penghasilan bruto karyawan akan berubah dan diperoleh penghasilan bruto yang baru. Penghasilan bruto ini terdiri atas gaji, tunjangan-tunjangan ditambah dengan tunjangan pajak. Dengan adanya penambahan komponen penghasilan bruto karyawan, maka beban gaji karyawan yang dikeluarkan perusahaan akan bertambah pula, yang pada akhirnya menyebabkan laba perusahaan kecil. Penambahan penghasilan bruto dari adanya pemberian tunjangan pajak akan menambah penghasilan karyawan. Penghasilan bruto karyawan bertambah, sehingga biaya biaya gaji dan upah karyawan mengalami peningkatan karena di dalamnya telah termasuk dengan tunjangan pajak.
53
B.
Analisis penggunaan metode yang dapat menghasilkan beban pajak perusahaan yang lebih rendah PPh Pasal 21 terutang yang ditanggung oleh perusahaan adalah pajak yang
dibayarkan oleh perusahaan sama besar dengan PPh Pasal 21 atas penghasilan karyawan. PPh yang dibayarkan perusahaan tersebut merupakan biaya bagi perusahaan, sehingga akan terdapat koreksi fiskal yang menyebabkan dikenakan tarif pajak PPh Badan. Tabel 4.3 Perbandingan Laba (Rugi) Perusahaan dengan menggunakan Metode Net dan Mengunakan Metode Gross Up Tahun
Keterangan
Metode Net
Metode Gross Up
2011
Laba/Rugi sebelum Biaya
2.064.834.792
2.064.834.792
1.662.413.540
1.765.756.649
402.421.252
299.078.143
Gaji dan Upah Biaya Gaji dan Upah Jumlah Sumber :data diolah Dari tabel 4.3 di atas, dapat dilihat perbandingan antara Laba (Rugi) perusahaan dengan menggunakan metode net dan metode gross up
dalam
menghitung PPh terutang. Adapun selisih Laba (Rugi) perusahaan dengan menggunakan metode net dan gross up dalam menghitung PPh terutang untuk tahun 2011 adalah sebesar Rp 103.343.109,00. Selisih ini karena disebabkan karena adanya penambahan biaya yang dikeluarkan perusahaan dari pemberian tunjangan pajak.
54
Dengan menggunakan metode gross up, laba perusahaan menjadi kecil yaitu sebesar Rp 299.078.143,00 dibandingkan dengan menggunakan metode net yaitu sebesar Rp 402.421.252,00, sehingga dengan menggunkan metode gross up, PPh perusahaan pun menjadi lebih kecil dibandingkan dengan menggunakan metode net.
Tabel 4.4 Perbandimgan Beban Pajak Perusahaan dengan Menggunakan Metode Net dan Mengunakan Metode Gross Up Tahun
Beban Pajak
Metode Net
Metode Gross
Selisih
Up 2011
PPh Pasal 21
46.598.469
56.744.640
10.146.171
PPh Badan
75.960.481
56.453.578
19.506.903
122.558.950
113.198.218
9.360.732
Jumlah Sumber :data diolah
Dari tabel 4.4 di atas, dapat dilihat perbedaan antara beban pajak PPh terutang dengan menggunakan metode net dan metode gross up. Jadi dengan analisa angka-angka di atas jika perusahaan dalam kondisi di mana jumlah kompensasi kerugian fiskal tersebut masih lebih besar dari pada penghasilan neto tahun berjalan, sehingga PPh Badan masih nihil, maka kebijakan menanggung PPh Pasal 21 tanpa memberikan tunjangan PPh Pasal 21 merupakan alternatif yang menguntungkan. Sebab dengan demikian tidak ada tambahan PPh Pasal 21 yang harus dipotong atau disetor ke kas negara, tetapi jika perusahaan
55
mengalami keuntungan sebaiknya menggunakan metode gross up karena dengan menggunakan metode tersebut akan lebih menghemat pajak yang harus dibayar ke kas negara.
56