BAB IV PEMBAHASAN IV. 1 Analisis Mekanisme Pajak Penghasilan Pasal 22 di PT. KAS Semua badan merupakan Wajib Pajak tanpa terkecuali, mulai saat didirikan atau saat melakukan kegiatan usaha atau memperoleh penghasilan. Tidak dipersoalkan apakah badan tersebut mengalami kerugian atau tidak memperoleh penghasilan sekalipun, tetap akan disebut sebagai Wajib Pajak. Tidak terkecuali dengan PT KAS yang merupakan salah satu perusahaan di Jakarta yang bergerak di bidang industri kertas, dalam hal produksi dan penjualan bermacam-macam produk kertas. Produk kertas yang dihasilkan oleh perusahaan ini didasarkan kepada pesanan konsumen, lalu didistribusikan secara langsung ke konsumen. Sejak saat didirikan / paling lama satu bulan setelah usaha mulai dijalankan, PT KAS sebagai badan usaha memiliki kewajiban sebagai seorang Wajib Pajak yang harus melaporkan penghasilannya dan menyetorkan sejumlah uang dalam bentuk pajak kepada Negara. Selain itu, perusahaan sebagai pelaku di bidang industri kertas, perusahaan memiliki kedudukan sebagai pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22 yang didasarkan pada ketentuan Undang-Undang Pajak Penghasilan Pasal 22. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh penulis dengan observasi langsung maupun melakukan interview dengan pihak perusahaan, penulis melihat bahwa kewajiban perpajakan atas Pajak Penghasilan Pasal 22 telah dilakukan oleh perusahaan namun masih membutuhkan perbaikan-perbaikan sehingga atas pemungutan PPh Pasal
47
22 dapat dilakukan secara tepat dan benar menurut Undang-Undang Perpajakan yang berlaku. 1.
Pertama, dalam hal sebagai seorang Pengusaha Kena Pajak dan bergerak di bidang industri kertas, perusahaan memiliki hak penuh sebagai pemungut pajak, namun dalam praktek nyata perusahaan belum menerbitkan bukti pemungutan rangkap tiga Pajak Penghasilan Pasal 22. Oleh karena itu, pihak pembeli yang dipungut PPh Pasal 22 tidak dapat melakukan pengkreditan pajak.
2.
Kedua, oleh karena perusahaan belum melakukan pemungutan PPh Pasal 22, maka kewajiban perusahaan sebagai badan usaha untuk menyetorkan dan melaporkan secara kolektif hasil pemungutan PPh Pasal 22 kepada Negara menjadi tidak terpenuhi. Dalam perpajakan Indonesia, berlaku sistem pengenaan pemotongan dan atau
pemungutan pajaknya oleh pihak ketiga sebagai Wajib Pajak atau yang sering dikenal dengan sebutan withholding system. Begitupun halnya dalam UU Pajak Penghasilan, khususnya mengenai Pajak Penghasilan Pasal 22 dimana badan usaha tertentu memiliki kewajiban pemotongan dan pemungutan atas setiap pengeluaran atau pembayaran yang berkaitan dengan kegiatan penyerahan barang tertentu kepada konsumen. Kegiatan pemotongan dan atau pemungutan ini juga wajib dilakukan oleh PT KAS sebagai industri tertentu yang dipercayakan sebagai pihak pemungut PPh Pasal 22. Berdasarkan ketentuan perpajakan yang berlaku, maka kewajiban-kewajiban perusahaan sebagai salah satu pihak pemungut PPh Pasal 22 yang harus dipenuhi dimulai sejak saat perusahaan memulai melakukan proses produksi dan penjualan bermacam produk kertas terdiri dari : 48
1.
Melakukan pemungutan pajak pada saat dilakukan penjualan kertas di dalam negeri
2.
Menerbitkan bukti pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 rangkap tiga sebagai bukti dokumentasi bagi pihak pembeli, pihak Kantor Pelayanan Pajak, dan arsip perusahaan sebagai pihak pemungut pajak.
3.
Melakukan penyetoran atas setiap transaksi yang dapat dikenakan Pajak Penghasilan Pasal 22 setiap bulan ke Kas Negara paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan takwim berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
4.
Menyampaikan laporan mengenai Pajak Penghasilan Pasal 22 yang telah dipungut dengan memberikan Surat Setoran Masa ke Kantor Pelayanan Pajak perusahaan terdaftar sebagai lampirannya selambat-lambatnya tanggal 20 (dua puluh) bulan takwim berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
5.
Melakukan pengarsipan atas bukti pemungutan pajak dan melaksanakan pencatatan atas transaksi penyerahan produk kertas kepada konsumen. Dari penelusuran penulis, penulis menemukan bahwa ada beberapa faktor yang
menjadi alasan mengapa Pajak Penghasilan Pasal 22 belum dipungut dalam perusahaan yaitu : 1.
Perusahaan sebagai WP maupun PKP belum memahami atau kurang mengetahui ketentuan perpajakan mengenai kewajiban pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas setiap transaksi penyerahan produk kertas dalam negeri, karena perusahaan beranggapan bahwa bidang usaha yang dijalankan mendapatkan perlakuan pajak yang sama dengan bidang usaha lainnya, padahal dalam hal bidang usaha industri kertas, mendapatkan fasilitas perpajakan khusus sebagai pihak pemungut PPh Pasal 22.
49
2.
Berdasarkan hasil interview dengan pihak yang bertanggung jawab dengan hal akuntansi dan perpajakan perusahaan, penulis menemukan bahwa perusahaan masih beranggapan bahwa perlakuan pemungutan terhadap PPh Pasal 22 masih belum perlu untuk dilakukan karena industri kertas ini masih dalam tahap baru dimulai.
Berdasarkan dari hasil keterangan dan informasi diatas yang didapat penulis, maka penulis menyarankan agar perusahaan memulai untuk segera melakukan pemungutan terhadap setiap penghasilan yang diperoleh untuk dikenakan Pajak Penghasilan Pasal 22. Dengan demikian, perusahaan dapat terhindar dari pemeriksaan pajak oleh pihak Kantor Pajak dan sanksi yang diberikan pun dapat lebih kecil karena perusahaan sebagai Wajib Pajak mengajukan permohonan pengurangan sanksi yang diakibatkan karena kekhilafan Wajib Pajak. IV. 2 Analisis Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 22 berdasarkan Data Penjualan Perusahaan Pajak Penghasilan Pasal 22 yang dikenakan atas hasil produksi industri kertas dihitung pada saat penjualan semua jenis kertas di dalam negeri dengan tarif pemungutan sebesar 0,1% dari Dasar Pengenaan Pajak PPN. Dasar Pengenaan Pajak PPN yang menjadi dasar penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 22 dalam perusahaan ini adalah harga jual dari setiap produk kertas yang diproduksi. Setiap jenis produk kertas yang dihasilkan oleh perusahaan didasarkan kepada pesanan konsumen, diproduksi langsung oleh pabrik perusahaan, lalu didistribusikan kepada konsumen.
50
Selama kurang lebih 7 (tujuh) tahun perusahaan mulai bergerak, melakukan proses produksi di bidang industri kertas, kemudian melakukan penjualan semua hasil produksinya, namun hingga sekarang perusahaan belum menggunakan hak dan kewajibannya sebagai pihak pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22 dengan benar. Meskipun perusahaan belum melakukan pemungutan PPh Pasal 22, namun dalam penelitian ini, penulis akan menganalisa penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 22 yang seharusnya dipungut oleh perusahaan selama periode 3 (tiga) tahun yaitu 2008 – 2010 dan didasarkan pada ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Berikut ini adalah rekapitulasi data penjualan perusahaan tahun 2008 – 2010.
51
Tabel 4.1 Rekapitulasi Data Penjualan Tahun 2008-2010 No.
Periode Bulan
Data Penjualan (belum termasuk PPN) Tahun 2008
Tahun 2009
Tahun 2010
1.
Januari
Rp 108.415.050
Rp 126.915.960
Rp 221.173.622
2.
Februari
Rp 189.428.800
Rp 124.587.710
Rp 220.129.349
3.
Maret
Rp 171.150.000
Rp 162.384.500
Rp 229.208.848
4.
April
Rp 151.164.100
Rp 160.962.510
Rp 186.705.511
5.
Mei
Rp 200.964.160
Rp 124.587.400
Rp 138.253.145
6.
Juni
Rp 160.728.500
Rp 214.899.215
Rp 207.091.500
7.
Juli
Rp 239.972.700
Rp 150.297.000
Rp 243.210.352
8.
Agustus
Rp 188.475.550
Rp 119.157.960
Rp 182.186.882
9.
September
Rp 150.454.940
Rp 236.322.570
Rp 270.191.900
10.
Oktober
Rp 180.131.200
Rp 212.060.000
Rp 170.045.605
11.
November
Rp 106.938.900
Rp 188.914.210
Rp 252.949.400
12.
Desember
Rp 204.898.900
Rp 201.100.140
Rp 342.389.452
Total Penjualan
Rp 2.052.722.800
Rp 2.022.189.175
Rp 2.663.535.523
Sumber : Data Rekapitulasi Penjualan Perusahaan
Berdasarkan data diatas, maka Pajak Penghasilan Pasal 22 pada periode 2008 yang seharusnya dipungut oleh perusahaan adalah sebesar :
52
Tabel 4.2 Data Penghitungan PPh Pasal 22 Tahun 2008 No.
Periode Bulan
PENJUALAN DPP
PPh Pasal 22 (0,1% * DPP)
Jumlah
1.
Januari
Rp 108.415.050
Rp
108.415
Rp 108.523.465
2.
Februari
Rp 189.428.800
Rp
189.428
Rp 189.618.228
3.
Maret
Rp 171.150.000
Rp
171.150
Rp 171.321.150
4.
April
Rp 151.164.100
Rp
151.164
Rp 151.315.264
5.
Mei
Rp 200.964.160
Rp
200.964
Rp 201.165.124
6.
Juni
Rp 160.728.500
Rp
160.728
Rp 160.889.228
7.
Juli
Rp 239.972.700
Rp
239.972
Rp 240.212.672
8.
Agustus
Rp 188.475.550
Rp
188.475
Rp 188.664.025
9.
September
Rp 150.454.940
Rp
150.454
Rp 150.605.394
10.
Oktober
Rp 180.131.200
Rp
180.131
Rp 180.311.331
11.
November
Rp 106.938.900
Rp
106.938
Rp 107.045.838
12.
Desember
Rp 204.898.900
Rp
204.898
Rp 205.103.798
Total Penjualan
Rp 2.052.722.800
Rp 2.052.722
Rp 2.054.775.522
Sumber : Data Penjualan Perusahaan Tahun 2008 (diolah)
Dari Penghitungan PPh Pasal 22 diatas dapat dikatakan bahwa besarnya pungutan PPh Pasal 22 yang seharusnya dipungut oleh perusahaan adalah sebesar Rp 2.052.722. Penghitungan PPh Pasal 22 ini didasarkan pada nilai DPP PPN yaitu dalam hal ini berdasarkan harga jual yang diberikan atas setiap transaksi penjualan kertas dalam negeri yang terjadi dalam perusahaan. 53
Tabel 4.3 Data Penghitungan PPh Pasal 22 Tahun 2009 No.
Periode Bulan
PENJUALAN DPP
PPh Pasal 22 (0,1% * DPP)
Jumlah
1.
Januari
Rp 126.915.960
Rp
126.915
Rp 127.042.875
2.
Februari
Rp 124.587.710
Rp
124.587
Rp 124.712.297
3.
Maret
Rp 162.384.500
Rp
162.384
Rp 162.546.884
4.
April
Rp 160.962.510
Rp
160.962
Rp 161.123.472
5.
Mei
Rp 124.587.400
Rp
124.587
Rp 124.711.987
6.
Juni
Rp 214.899.215
Rp
214.899
Rp 215.114.114
7.
Juli
Rp 150.297.000
Rp
150.297
Rp 150.447.297
8.
Agustus
Rp 119.157.960
Rp
119.157
Rp 119.277.117
9.
September
Rp 236.322.570
Rp
236.322
Rp 236.558.892
10.
Oktober
Rp 212.060.000
Rp
212.060
Rp 212.272.060
11.
November
Rp 188.914.210
Rp
188.914
Rp 189.103.124
12.
Desember
Rp 201.100.140
Rp
201.100
Rp 201.301.240
Total Penjualan
Rp 2.022.189.175
Rp 2.022.189
Rp 2.024.211.364
Sumber : Data Penjualan Perusahaan Tahun 2009 (diolah)
Dari Tabel 4.3 menunjukkan bahwa jumlah penjualan perusahaan mengalami penurunan yaitu menjadi Rp 2.022.189.175 dan mengakibatkan besarnya pungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 yang seharusnya dipungut oleh perusahaan juga mengalami penurunan. Oleh karena itu, nilai Pajak Penghasilan Pasal 22 yang dapat digunakan oleh perusahaan sebagai kredit pajak menurun menjadi sebesar Rp 2.022.189.
54
Tabel 4.4 Data Penghitungan PPh Pasal 22 Tahun 2010 No.
Periode Bulan
PENJUALAN DPP
PPh Pasal 22 (0,1% * DPP)
Jumlah
1.
Januari
Rp 221.173.622
Rp
221.174
Rp 221.394.796
2.
Februari
Rp 220.129.349
Rp
220.129
Rp 220.349.478
3.
Maret
Rp 229.208.848
Rp
229.209
Rp 229.438.056
4.
April
Rp 186.705.511
Rp
186.706
Rp 186.892.217
5.
Mei
Rp 138.253.145
Rp
138.253
Rp 138.391.398
6.
Juni
Rp 207.091.500
Rp
207.091
Rp 207.298.591
7.
Juli
Rp 243.210.352
Rp
243.210
Rp 243.453.562
8.
Agustus
Rp 182.186.882
Rp
182.187
Rp 182.369.069
9.
September
Rp 270.191.900
Rp
270.192
Rp 270.462.092
10.
Oktober
Rp 170.045.605
Rp
170.046
Rp 170.215.650
11.
November
Rp 252.949.400
Rp
252.949
Rp 253.202.349
12.
Desember
Rp 342.389.452
Rp
342.389
Rp 342.731.841
Total Penjualan
Rp 2.663.535.523
Rp 2.663.535
Rp 2.666.199.099
Sumber. Data Penjualan Perusahaan Tahun 2010 (diolah)
Dari hasil penghitungan di Tabel 4.4 ini menunjukkan bahwa jumlah besarnya Pajak Penghasilan Pasal 22 adalah sebesar 0,1% dari keseluruhan harga jual/DPP PPN sehingga menghasilkan PPh Pasal 22 terutang yang dapat dipungut oleh PPN dan digunakan sebagai kredit pajak pada SPT Tahunan PPh Badan yaitu Rp 2.663.535. Kenaikan jumlah PPh Pasal 22 tahun 2010 ini menunjukkan bahwa adanya kenaikan total penjualan dibandingkan dengan dua tahun sebelumnya yaitu sebesar 29,76% dengan tahun 2008 dan 31,72% pada tahun 2009.
55
Berdasarkan hasil evaluasi yang dilakukan penulis selama tahun 2008-2010, dapat dikatakan bahwa sebenarnya perusahaan memiliki kewajiban untuk melakukan penyetoran atas PPh Pasal 22 yang dipungut kepada negara dari hasil transaksi penjualan dalam negeri perusahaan. Selain itu, atas sejumlah nilai PPh Pasal 22 yang dipungut perusahaan akan dapat digunakan sebagai kredit pajak dalam negeri oleh pihak pembeli. Hal ini dikarenakan sifat pemungutan PPh Pasal 22 yang apabila perusahaan melakukan pemungutan, dan telah menyetorkan jumlah pajak terutang secara kolektif tiap bulan kepada negara maka seketika itu juga disebut sebagai pajak dibayar dimuka (prepaid tax), sehingga pada akhir tahun pajak dapat dikreditkan sebagai pengurang terhadap pajak terutang. Dari penelusuran penulis, penulis menganalisa ada beberapa hal yang berkaitan dengan penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 22 yang seharusnya dipungut oleh perusahaan, yaitu 1.
Bahwa total jumlah Pajak Penghasilan Pasal 22 yang seharusnya dilaporkan dan disetorkan oleh perusahaan kepada Negara adalah sebesar Rp 6.738.446 selama periode tahun 2008-2010. Nilai sebesar itu dapat digunakan sebagai kredit pajak yang dapat menjadi pengurang di SPT Tahunan PPh Badan pihak pembeli yang terlampir pada Formulir 1771-III SPT Tahunan 1771. Dengan demikian, agar hasil pengolahan penghitungan tersebut dapat dimanfaatkan sebagai kredit pajak bagi pembeli dalam SPT Tahunan PPh Badan yang diterbitkannya, maka perusahaan harus melakukan pemungutan PPh Pasal 22 serta menerbitkan bukti pemungutan PPh Pasal 22 sebagai dasar yang dapat dipercaya oleh pihak kantor pajak.
2.
Dengan tidak dilaporkan dan disetorkannya jumlah Pajak Penghasilan Pasal 22 terutang selama periode tahun 2008-2010 ini dapat mengakibatkan kerugian bagi 56
Negara dan apabila dilakukan pemeriksaan pajak, maka hal ini akan mengakibatkan kerugian bagi perusahaan karena perusahaan akan dikenakan sanksi yang diatur dalam pasal 39 UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan bisa berupa pidana penjara maupun pidana denda. Oleh karena itu, berdasarkan hasil penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 22 yang dilakukan oleh penulis, penulis menyarankan bahwa perusahaan untuk melakukan beberapa tindakan seperti halnya memulai melakukan pemungutan PPh Pasal 22 pada periode tahun yang berjalan untuk mencegah dikenakannya sanksi yang semakin besar di kemudian hari dan melakukan pencatatan atas pengenaan PPh Pasal 22 pada sistem perusahaan dengan jurnal sebagai berikut : Kas/Piutang
xxx
PPh Pasal 22 terutang
xxx
Penjualan kertas
xxx
PPh Pasal 22 terutang Kas
xxx xxx
IV. 3 Analisis Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai di PT KAS PT KAS yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) memiliki kewajiban untuk melakukan pemotongan Pajak Pertambahan Nilai. Kewajiban ini dimulai sejak saat dimilikinya Nomor Pokok Pengusaha Kena Pajak (NPPKP) dan kemudian, perusahaan juga memiliki kewajiban sebagai Wajib Pajak sebagai bentuk tanggung jawab atas kepemilikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
57
Sebagai seorang Pengusaha Kena Pajak, maka perusahaan memiliki hak dan kewajiban untuk menyetorkan dan melaporkan setiap transaksi yang terkait dengan Pajak Pertambahan Nilai. Pemungutan pajak atas Pajak Pertambahan Nilai yang dilakukan oleh perusahaan adalah untuk setiap penyerahan Barang Kena Pajak dalam hal ini adalah semua jenis produk kertas yang diproduksi oleh perusahaan. Penelitian yang dilakukan penulis yaitu dengan melakukan analisa atas data yang diperoleh dari perusahaan berupa Surat Pemberitahuan Masa, Surat Setoran Pajak dan rekapitulasi data penjualan dan perolehan Barang Kena Pajak perusahaan selama periode 2008-2010. Pembahasan atas data-data yang diperoleh dari perusahaan dilakukan oleh penulis dengan cara melakukan perbandingan antara penerapan yang telah dijalankan oleh perusahaan dengan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai yang berlaku. Sejak awal badan usaha ini berdiri / mulai dijalankan hingga kurang lebih 7 (tujuh) tahun perusahan berproduksi, PT KAS telah melaksanakan haknya sebagai pemungut Pajak Pertambahan Nilai atau disebut juga sebagai Pengusaha Kena Pajak dan menjalankan kewajibannya juga dengan dilakukannya pemotongan Pajak Pertambahan Nilai oleh pihak lain. Berikut ini adalah hak dan kewajiban perpajakan atas Pajak Pertambahan Nilai oleh perusahaan dimulai pada saat perusahaan melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP), dimana kewajiban-kewajiban tersebut telah dipenuhi oleh PT KAS yaitu: 1.
Memungut besarnya Pajak Pertambahan Nilai atas Barang Kena Pajak yang diserahkan oleh perusahaan.
2.
Membuat faktur pajak untuk setiap transaksi penyerahan Barang Kena Pajak.
58
3.
Melakukan penyetoran atas Pajak Pertambahan Nilai dari setiap transaksi yang dikenakan Pajak Pertambahan Nilai ke Kas Negara.
4.
Melakukan pelaporan atas Pajak Pertambahan Nilai berdasarkan hasil perhitungan yang dilakukan baik itu Pajak Masukan maupun Pajak Keluaran dengan menggunakan Surat Setoran Masa.
5.
Menerima dan melakukan pengarsipan Faktur Pajak Masukan dari pihak lain atas transaksi perolehan Barang Kena Pajak.
6.
Melakukan pengarsipan atas Faktur Pajak Keluaran yang dibuat.
7.
Membuat pencatatan atas perolehan dan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP). Dalam perjalanan bisnisnya, PT KAS melakukan transaksi penjualan dengan
Pengusaha Kena Pajak (PKP) dan Non Pengusaha Kena Pajak (Non PKP). PT KAS pun melakukan transaksi pembelian dengan pemasok berdasarkan pesanan yang telah dibuat oleh PT KAS tanpa ada perjanjian untuk memasokkan barang secara rutin. Perusahaan lebih sering melakukan transaksi-transaksi pembelian dengan Pengusaha Kena Pajak. Hal ini dikarenakan perusahaan ingin memanfaatkan fasilitas pengkreditan Pajak Masukan yang diijinkan dan didasarkan pada prinsip dasar pengkreditan Pajak Masukan dalam ketentuan pasal 9 UU No 42 Tahun 2009 mengenai Pajak Pertambahan Nilai. Dengan mengetahui setiap hak dan kewajiban yang harus dilakukan oleh perusahaan sebagai seorang Wajib Pajak dan Pengusaha Kena Pajak dapat dikatakan bahwa perusahaan telah mengikuti aturan perpajakan yang berlaku. Hal ini dapat dijelaskan dan didukung berdasarkan bukti-bukti yang didapat penulis dari hal-hal sebagai berikut : 1.
Dalam setiap Masa Pajak Pertambahan Nilai, Wajib Pajak telah melakukan penyetoran Pajak Pertambahan Nilai. Penyetoran dilakukan apabila perusahaan 59
mengalami PPN Kurang Bayar dengan menggunakan Surat Setoran Pajak rangkap lima. Surat Setoran Pajak ini dibuat dalam rangkap 5 (lima) yang terdiri dari : •
Lembar ke-1 : untuk arsip PT KAS
•
Lembar ke-2 : untuk Kantor Pelayanan Pajak melalui Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN)
•
Lembar ke-3 : untuk PT KAS yang akan digunakan sebagai lampiran pada waktu melakukan pelaporan SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai
•
Lembar ke-4 : untuk arsip Kantor Penerimaan Pembayaran
•
Lembar ke-5 : untuk arsip pihak pemungut/pihak lain (pihak ketiga)
Penyetoran Pajak Pertambahan Nilai dilakukan oleh perusahaan dengan didasarkan pada kebijakan perusahaan. Pada periode tahun 2008 dan tahun 2009, perusahaan menyesuaikan diri antara kebijakan penyetoran dengan peraturan perpajakan dalam UU No 18 Tahun 2000 mengenai Pajak Pertambahan Nilai yaitu penyetoran dilakukan pada setiap tanggal 10 masa berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. Sedangkan ketika terjadi perubahan pokok-pokok peraturan mengenai Pajak Pertambahan Nilai yang tertera dalam UU No 42 tahun 2009, perusahaan pun melakukan perubahan kebijakan prosedur penyetoran pajak yaitu menjadi pada setiap tanggal 25 masa berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. Penentuan kebijakan prosedur penyetoran PPN ini dilakukan oleh perusahaan dalam rangka untuk mencegah terjadinya pengenaan sanksi administrasi yang dapat merugikan perusahaan apabila perusahaan telat melakukan penyetoran. 2.
Setiap Wajib Pajak, dalam hal ini Pengusaha Kena Pajak wajib melakukan pelaporan atas setiap kegiatan usahanya sesuai dengan sistem perpajakan yang 60
berlaku saat ini yaitu self assessment system, dimana Wajib Pajak sendiri yang melakukan pelaporan perpajakan serta mempertanggungjawabkannya. Dalam hal ini, PT. KAS melakukan pelaporan Pajak Pertambahan Nilai dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Masa lengkap beserta lampiran – lampirannya sebagai pertanggungjawaban atas pengkreditan Pajak Masukan atas Pajak Keluaran perusahaan. Surat Pemberitahuan Masa dibuat oleh perusahaan pada setiap tanggal 15 bulan berikutnya pada periode tahun 2008 dan tahun 2009. Sedangkan pada tahun 2010 pada saat terjadi perubahan undang-undang yang mengatur mengenai Pajak Pertambahan Nilai, SPT Masa PPN dibuat oleh perusahaan pada setiap tanggal 25 bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. 3.
Perusahaan juga telah menerbitkan Faktur Pajak untuk setiap transaksi penyerahan Barang Kena Pajak dan juga memperoleh Faktur Pajak dari pihak lain dalam hal perolehan Barang Kena Pajak untuk setiap Masa Pajak. Faktur Pajak yang diterbitkan oleh perusahaan ini telah disesuaikan oleh peraturan perpajakan yang berlaku yaitu dalam pasal 13 UU No 42 Tahun 2009.
IV. 4 Analisis Penghitungan Pajak Pertambahan Nilai di PT KAS IV. 4. 1 Analisis Perolehan Barang Kena Pajak PT KAS melakukan transaksi pembelian dengan pemasok yang sebagian besar adalah Pengusaha Kena Pajak. Transaksi pembelian yang dilakukan oleh PT KAS sebagian besar dilakukan secara kredit dengan masa pembayaran kurang lebih 1 (satu) hingga 2 (dua) bulan. Akan tetapi, ada kemungkinan perusahaan juga akan melakukan
61
transaksi pembelian secara tunai apabila dalam perjanjian awal dengan pemasok, perusahaan menyetujui untuk mengadakan transaksi pembelian secara tunai. Dalam hal pembelian, perusahaan lebih banyak mengadakan transaksi dengan pemasok yang sudah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP). Hal ini dilakukan dalam rangka agar pemasok dapat memungut Pajak Pertambahan Nilai atas pembelian tersebut, dan Faktur Pajak yang diterbitkan oleh pemasok dapat dijadikan dasar untuk penghitungan Pajak Masukan bagi perusahaan. Perusahaan memperoleh Faktur Pajak Masukan pada saat perusahaan telah melakukan pembayaran kurang lebih sekitar satu atau dua bulan setelah pesanan pembelian atas bahan diajukan kepada pihak pemasok, dan kemudian atas Pajak Masukan yang telah dipungut oleh pihak lain, maka perusahaan akan melakukan pengkreditkan dengan Pajak Keluaran pada saat bulan Faktur Pajak Masukan diterima oleh perusahaan. Pajak Masukan merupakan Pajak Pertambahan Nilai yang harus dibayarkan oleh Pengusaha Kena Pajak karena memperoleh Barang Kena Pajak dan/atau penerimaan Jasa Kena Pajak atau pemanfaatan Barang Kena Pajak berwujud dari luar daerah pabean ke dalam daerah pabean atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar daerah pabean dan/atau impor Barang Kena Pajak. Sebagai Wajib Pajak yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, perusahaan memiliki kewajiban untuk melaporkan rincian jumlah perolehan dan penyerahan Barang Kena Pajak ke Kantor Pelayanan Pajak tempat perusahaan terdaftar, dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai. Dalam Surat Pemberitahuan Masa PPN, dapat diketahui juga jumlah kurang (lebih) bayar Pajak
62
Pertambahan Nilai perusahaan. Berikut ini adalah jumlah total perolehan Barang Kena Pajak selama periode 2008-2010. Tabel 4.5 Data Perolehan Barang Kena Pajak tahun 2008 No
Bulan Perolehan
Pembelian Barang Kena Pajak DPP Perolehan
PPN
Jumlah
1.
Januari 2008
Rp
160.660.854
Rp 16.066.085
Rp
176.726.939
2.
Februari 2008
Rp
109.653.000
Rp 10.965.300
Rp
120.618.300
3.
Maret 2008
Rp
140.579.400
Rp 14.057.940
Rp
154.637.340
4.
April 2008
Rp
234.612.000
Rp 23.461.200
Rp
258.073.200
5.
Mei 2008
Rp
125.523.315
Rp 12.552.331
Rp
138.075.646
6.
Juni 2008
Rp
123.731.115
Rp 12.373.111
Rp
136.104.226
7.
Juli 2008
Rp
170.822.445
Rp 17.082.245
Rp
187.904.690
8.
Agustus 2008
Rp
136.634.040
Rp 13.663.404
Rp
150.297.444
9.
September 2008
Rp
105.422.685
Rp 10.542.268
Rp
115.964.953
10.
Oktober 2008
Rp
80.182.500
Rp
8.018.250
Rp
88.200.750
11.
November 2008
Rp
101.950.000
Rp 10.195.000
Rp
112.145.000
12.
Desember 2008
Rp
110.662.000
Rp 11.066.200
Rp
121.728.200
Total Perolehan
Rp 1.600.433.353
Rp 160.043.335
Rp 1.760.476.688
Sumber. Rincian PPN Tahun 2008 PT KAS
Dalam Tabel 4.5 diatas, dapat dilihat bahwa besarnya Pajak Masukan yang diperoleh perusahaan dari hasil transaksi pembelian Barang Kena Pajak kepada pemasok yaitu sebesar Rp 160.043.335 dengan Dasar Pengenaan Pajak yang terhitung dari harga beli bahan baku produk kertas sebesar Rp 1.600.433.353 sehingga total pembelian dalam tahun 2008 yaitu sebesar Rp 1.760.476.686.
63
Tabel 4.6 Data Perolehan Barang Kena Pajak tahun 2009 No
Bulan Perolehan
Pembelian Barang Kena Pajak DPP Perolehan
PPN
Jumlah
1.
Januari 2009
Rp
131.566.450
Rp 13.156.645
Rp
144.723.095
2.
Februari 2009
Rp
132.210.875
Rp 13.221.088
Rp
145.431.963
3.
Maret 2009
Rp
120.110.780
Rp 12.011.078
Rp
132.121.858
4.
April 2009
Rp
201.100.460
Rp 20.110.046
Rp
221.210.506
5.
Mei 2009
Rp
194.058.000
Rp 19.405.800
Rp
213.463.800
6.
Juni 2009
Rp
143.390.724
Rp 14.339.072
Rp
157.729.796
7.
Juli 2009
Rp
196.570.315
Rp 19.657.032
Rp
216.227.347
8.
Agustus 2009
Rp
84.811.950
Rp
8.481.195
Rp
93.293.145
9.
September 2009
Rp
151.505.035
Rp 15.150.504
Rp
166.655.539
10.
Oktober 2009
Rp
200.412.550
Rp 20.041.255
Rp
220.453.805
11.
November 2009
Rp
92.076.700
Rp
9.207.670
Rp
101.284.370
12.
Desember 2009
Rp
136.004.520
Rp 13.600.452
Rp
149.604.972
Total Perolehan
Rp 1.783.818.359
Rp 178.381.837
Rp 1.962.200.196
Sumber. Rincian PPN Tahun 2009 PT KAS
Dari Tabel 4.6 diatas, dapat dilihat bahwa besarnya Pajak Masukan yang dibayarkan oleh perusahaan dari pembelian kepada supplier sebesar Rp 1.783.818.359 dan menghasilkan Pajak Masukan sebesar Rp 178.381.837 dengan total perolehan / pembelian Barang Kena Pajak tahun 2009 adalah Rp 1.962.200.196 termasuk Pajak Pertambahan Nilai.
64
Tabel 4.7 Data Perolehan Barang Kena Pajak tahun 2010 No
Bulan Perolehan
Pembelian Barang Kena Pajak DPP Perolehan
PPN
Jumlah
1.
Januari 2010
Rp
189.428.800
Rp 18.942.880
Rp
208.371.680
2.
Februari 2010
Rp
205.295.931
Rp 20.529.593
Rp
225.825.524
3.
Maret 2010
Rp
127.655.494
Rp 12.765.549
Rp
140.421.043
4.
April 2010
Rp
165.974.700
Rp 16.597.470
Rp
182.572.170
5.
Mei 2010
Rp
103.097.650
Rp 10.309.765
Rp
113.407.415
6.
Juni 2010
Rp
116.765.000
Rp 11.676.500
Rp
128.441.500
7.
Juli 2010
Rp
169.415.320
Rp 16.941.532
Rp
186.356.852
8.
Agustus 2010
Rp
136.634.040
Rp 13.663.404
Rp
150.297.444
9.
September 2010
Rp
173.089.210
Rp 17.308.921
Rp
190.398.131
10.
Oktober 2010
Rp
122.735.000
Rp 12.273.500
Rp
135.008.500
11.
November 2010
Rp
258.056.930
Rp 25.805.693
Rp
283.862.623
12.
Desember 2010
Rp
291.519.300
Rp 29.151.930
Rp
320.671.230
Total Perolehan
Rp 2.059.667.369
Rp 205.966.737
Rp 2.265.634.106
Sumber. Rincian PPN Tahun 2010 PT KAS
Dari Tabel 4.7 diatas, dapat dilihat bahwa besarnya Pajak Masukan yang dibayarkan oleh perusahaan dari pembelian kepada supplier sebesar Rp 2.059.667.369 dan menghasilkan Pajak Masukan sebesar Rp 205.966.737 dengan total perolehan / pembelian Barang Kena Pajak tahun 2010 adalah Rp 2.265.634.106 termasuk Pajak Pertambahan Nilai. Berdasarkan penjabaran - penjabaran di atas, dapat disimpulkan bahwa transaksi pembelian yang dilakukan oleh PT KAS mengalami terus-menerus kenaikan sebesar 11,46% dari tahun 2008 – 2009 dan sebesar 15,47% dari tahun 2009 - 2010. Kenaikan 65
nilai pembelian Barang Kena Pajak yang dilakukan oleh perusahaan, menunjukkan bahwa adanya suatu peningkatan jumlah produksi perusahaan. Dengan peningkatan jumlah produksi kertas perusahaan otomatis memberikan dampak positif bahwa besarnya nilai penerimaan dari penjualan kertas pun akan meningkat dan laba perusahaan juga menjadi lebih besar. Dalam setiap transaksi pembelian, perusahaan tidak memiliki batasan tertentu mengenai calon pemasoknya sehingga baik yang telah dikukuhkan sebagai PKP maupun yang non-PKP dapat menjadi pemasok bahan-bahan yang diperlukan perusahaan. Namun kebanyakan transaksi pembelian perusahaan dilakukan pada pemasok yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. Transaksi pembelian yang dilakukan perusahaan dari Pengusahan Kena Pajak (PKP) akan menghasilkan PPN Masukan bagi perusahaan. Pemasok akan memungut PPN dari perusahaan dan membuatkan Faktur Pajak, yang dapat digunakan sebagai bukti pungutan PPN dan dapat dijadikan dasar bagi perusahaan untuk melakukan pengkreditan PPN Masukan. Sedangkan atas transaksi pembelian yang dilakukan dari pemasok yang Non-PKP akan mendapatkan perlakuan khusus dimana atas transaksi pembelian tersebut, perusahaan tidak dapat melakukan pengkreditan Pajak Masukan, karena faktur pembelian yang dikeluarkan tidak memenuhi standar dalam Pasal 13 ayat (5) dan ayat (9) UU PPN dan pihak lain yang terkait (pemasok) belum dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
66
Dari setiap transaksi pembelian yang dilakukan dengan pemasok yang juga merupakan Pengusaha Kena Pajak, perusahaan melakukan pencatatan atas Pajak Masukan sebagai berikut: Debit Pembelian Barang
xxx
PPN Masukan
xxx
Uang Muka PPh Pasal 22
xxx
Kas / Hutang
Kredit
xxx
Berikut ini adalah contoh jurnal yang dibuat perusahaan untuk transaksi pembelian barang dagangan dari pemasok yang juga merupakan Pengusaha Kena Pajak pada tanggal 22 November 2010. Pembelian
Rp 139.860.000
PPN Masukan
Rp 13.986.000
Uang Muka PPh Pasal 22
Rp
Hutang dagang
1.398.600 Rp 155.244.600
Dengan demikian, berdasarkan data yang telah diolah diatas dalam periode tahun 2008-2010 maka pencatatan atas Pajak Masukan perusahaan adalah
67
Tahun 2008
Debit
Pembelian Barang
Rp 1.600.433.353
PPN Masukan
Rp
160.043.335
Uang Muka PPh Pasal 22
Rp
16.004.333
Kas
Rp 1.776.481.021
Tahun 2009
Debit
Pembelian Barang
Rp 1.783.818.359
PPN Masukan
Rp
178.381.837
Uang Muka PPh Pasal 22
Rp
17.838.184
Kas
Kredit
Rp 1.980.038.380
Tahun 2010
Debit
Pembelian Barang
Rp 2.059.667.369
PPN Masukan
Rp
205.966.737
Uang Muka PPh Pasal 22
Rp
20.596.674
Kas
Kredit
Kredit
Rp 2.286.230.780
Selain itu, transaksi pembelian yang dilakukan perusahaan dari pemasok yang bukan merupakan PKP tidak akan dipungut PPN Masukan. PPN Masukan tersebut tidak dapat dikreditkan oleh perusahaan dalam penghitungan PPN terutang pada akhir Masa Pajak. Dengan demikian, atas transaksi pembelian tersebut, perusahaan akan langsung dibiayakan, 68
Debit Biaya Kantor
Kredit
xxx
Kas/Hutang
xxx
Berikut ini adalah contoh jurnal pembelian yang berasal dari pemasok yang Non-PKP: Biaya perlengkapan kantor
Rp 15.597.550
Kas
Rp 15.597.550
Dari keterangan dan informasi dari pihak perusahaan mengenai pencatatan transaksi perolehan Barang Kena Pajak yang diperoleh penulis, dapat dikatakan bahwa perusahaan telah melakukan pencatatan dengan benar dan sesuai dengan UndangUndang perpajakan yang berlaku. Hal ini dapat dianalisis sebagai berikut: 1.
Perusahaan telah melakukan pencatatan atas setiap Pajak Masukan yang telah dipotong oleh pihak lain dan melakukan pengkreditan Pajak Masukan pada saat Faktur Pajak Masukan diterima oleh perusahaan yaitu pada saat pembayaran telah dilakukan perusahaan kepada pemasok
2.
Perusahaan melakukan pemisahan antara Pajak Masukan yang dapat dikreditkan dan yang tidak dapat dikreditkan, dengan melakukan pencatatan yang berbeda berdasarkan perolehan Faktur Pajak tersebut baik dari pemasok yang merupakan Pengusaha Kena Pajak maupun dari pemasok yang non Pengusaha Kena Pajak agar tidak melanggar peraturan perpajakan yang berlaku dalam pasal 9 UU Pajak Pertambahan Nilai.
69
IV. 4. 2 Analisis Penyerahan Barang Kena Pajak Pada tahun 2008, 2009, dan 2010 PT KAS telah melakukan transaksi penyerahan Barang Kena Pajak dan melakukan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai atas penyerahan yang dilakukan kepada pelanggan. Pemungutan yang dilakukan perusahaan yaitu dengan mengalikan tarif Pajak Pertambahan Nilai yaitu sebesar 10% dengan Dasar Pengenaan Pajak (DPP) berupa harga jual yang ditetapkan perusahaan kepada konsumen. Atas penyerahan yang dilakukan, perusahaan membuat Faktur Pajak Keluaran sebagai bukti pemungutan PPN. Pajak Keluaran yang diperoleh perusahaan berasal dari hasil transaksi penjualan / penyerahan Barang Kena Pajak kepada konsumen. Pajak Keluaran PT KAS diperoleh dari total penjualan masing-masing periode yang dapat dijabarkan sebagai berikut : total penjualan pada tahun 2008 yaitu sebesar Rp 2.052.722.800, pada tahun 2009 sebesar Rp 2.022.189.175 dan pada tahun 2010 yaitu sebesar Rp 2.663.535.523. Berikut ini akan disediakan penjabaran secara singkat mengenai penghitungan Pajak Keluaran PT KAS pada tahun 2008, 2009, dan 2010.
70
Tabel 4.8 Data Penyerahan Barang Kena Pajak Tahun 2008 No
Bulan Perolehan
Penyerahan Barang Kena Pajak DPP
PPN
Total
1.
Januari 2008
Rp 108.415.050
Rp 10.841.505
Rp 119.256.555
2.
Februari 2008
Rp 189.428.800
Rp 18.942.880
Rp 208.371.680
3.
Maret 2008
Rp 171.150.000
Rp 17.115.000
Rp 188.265.000
4.
April 2008
Rp 151.164.100
Rp 15.116.410
Rp 166.280.510
5.
Mei 2008
Rp 200.964.160
Rp 20.096.416
Rp 221.060.576
6.
Juni 2008
Rp 160.728.500
Rp 16.072.850
Rp 176.801.350
7.
Juli 2008
Rp 239.972.700
Rp 23.997.270
Rp 263.969.970
8.
Agustus 2008
Rp 188.475.550
Rp 18.847.555
Rp 207.323.105
9.
September 2008
Rp 150.454.940
Rp 15.045.494
Rp 165.500.434
10.
Oktober 2008
Rp 180.131.200
Rp 18.013.120
Rp 198.144.320
11.
November 2008
Rp 106.938.900
Rp 10.693.890
Rp 117.632.790
12.
Desember 2008
Rp 204.898.900
Rp 20.489.890
Rp 225.388.790
Total Penyerahan
Rp 2.052.722.800
Rp 205.272.280
Rp 2.257.995.080
Sumber : SPT Masa PPN Tahun 2008
Dari tabel 4.8 diatas, dapat dilihat bahwa besarnya Pajak Keluaran yang diperoleh perusahaan kepada konsumen sebesar Rp 2.052.722.800 menghasilkan Pajak Keluaran yaitu sebesar Rp 205.272.280 dengan total penjualan tahun 2008 sebesar Rp 2.257.995.080 termasuk Pajak Pertambahan Nilai.
71
Tabel 4.9 Data Penyerahan Barang Kena Pajak Tahun 2009 No
Bulan Perolehan
Penyerahan Barang Kena Pajak DPP
PPN
Total
1.
Januari 2009
Rp 126.915.960
Rp 12.691.596
Rp 139.607.556
2.
Februari 2009
Rp 124.587.710
Rp 12.458.771
Rp 137.046.481
3.
Maret 2009
Rp 162.384.500
Rp 16.238.450
Rp 178.622.950
4.
April 2009
Rp 160.962.510
Rp 16.096.251
Rp 177.058.761
5.
Mei 2009
Rp 124.587.400
Rp 12.458.740
Rp 137.046.140
6.
Juni 2009
Rp 214.899.215
Rp 21.489.922
Rp 236.389.137
7.
Juli 2009
Rp 150.297.000
Rp 15.029.700
Rp 165.326.700
8.
Agustus 2009
Rp 119.157.960
Rp 11.915.796
Rp 131.073.756
9.
September 2009
Rp 236.322.570
Rp 23.632.257
Rp 259.954.827
10.
Oktober 2009
Rp 212.060.000
Rp 21.206.000
Rp 233.266.000
11.
November 2009
Rp 188.914.210
Rp 18.891.421
Rp 207.805.631
12.
Desember 2009
Rp 201.100.140
Rp 20.110.014
Rp 221.210.154
Total Penyerahan
Rp 2.022.189.175
Rp 202.218.918
Rp 2.224.408.093
Sumber : SPT Masa PPN Tahun 2009
Dari tabel 4.9 diatas, dapat dilihat bahwa besarnya Pajak Keluaran yang diperoleh perusahaan kepada konsumen sebesar Rp 2.022.189.175 menghasilkan Pajak Keluaran yaitu sebesar Rp 202.218.918 dengan total penjualan tahun 2008 sebesar Rp 2.224.408.093 termasuk Pajak Pertambahan Nilai.
72
Tabel 4.10 Data Penyerahan Barang Kena Pajak Tahun 2010 No
Bulan Perolehan
Penyerahan Barang Kena Pajak DPP
PPN
Total
1.
Januari 2010
Rp 221.173.622
Rp 22.117.362
Rp 243.290.984
2.
Februari 2010
Rp 220.129.349
Rp 22.012.931
Rp 242.142.280
3.
Maret 2010
Rp 229.208.848
Rp 22.920.885
Rp 252.129.733
4.
April 2010
Rp 186.705.511
Rp 18.670.551
Rp 205.376.602
5.
Mei 2010
Rp 138.253.145
Rp 13.825.314
Rp 152.078.459
6.
Juni 2010
Rp 207.091.500
Rp 20.709.150
Rp 227.800.650
7.
Juli 2010
Rp 243.210.352
Rp 24.321.035
Rp 267.531.387
8.
Agustus 2010
Rp 182.186.882
Rp 18.218.688
Rp 200.405.570
9.
September 2010
Rp 270.191.900
Rp 27.019.190
Rp 297.211.090
10.
Oktober 2010
Rp 170.045.605
Rp 17.004.560
Rp 187.050.165
11.
November 2010
Rp 252.949.400
Rp 25.294.940
Rp 278.244.340
12.
Desember 2010
Rp 342.389.452
Rp 34.238.945
Rp 376.628.397
Total Penyerahan
Rp 2.663.535.523
Rp 266.353.553
Rp 2.929.889.076
Sumber : SPT Masa PPN Tahun 2010
Dari tabel 4.10 diatas, dapat dilihat bahwa besarnya Pajak Keluaran yang diperoleh perusahaan kepada konsumen sebesar Rp 2.663.535.523 menghasilkan Pajak Keluaran yaitu sebesar Rp 266.353.553 dengan total penjualan tahun 2010 sebesar Rp 2.929.889.076 termasuk Pajak Pertambahan Nilai. Berdasarkan penjabaran transaksi penjualan secara jelas diatas, dapat dikatakan bahwa PT KAS melakukan transaksi penjualan secara langsung atas hasil produksi pabrikan kepada konsumen. Peredaran usaha dalam SPT PPh Tahunan Badan perusahaan mencakup semua transaksi penjualan kepada konsumen baik itu kepada PKP 73
maupun kepada Non-PKP namun tidak termasuk nilai PPN. Atas setiap transaksi penjualan tersebut baik kepada konsumen yang PKP maupun yang Non-PKP, perusahaan akan memungut PPN Keluaran sebagai bentuk kewajiban seorang pemungut PPN, menerbitkan Faktur Pajak Keluaran, dan melakukan pencatatan dalam buku besar perusahaan. Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak dan dapat digunakan sebagai sarana untuk mengkreditkan Pajak Masukan. Perusahaan melakukan pencatatan transaksi penjualan dalam buku besar perusahaan dengan jurnal sebagai berikut. Debit Kas/Piutang
Kredit
xxx
Utang PPh Pasal 22
xxx
PPN Keluaran
xxx
Penjualan
xxx
Debit Utang PPh Pasal 22
Kredit
xxx
Kas
xxx
Berikut ini adalah contoh jurnal yang dibuat perusahaan dalam melakukan transaksi penjualan tunai kepada semua konsumen pada transaksi tanggal 2 April 2010. Kas
Rp 25.885.200 Utang PPh Pasal 22
Rp
233.200
PPN Keluaran
Rp 2.332.000 74
Penjualan Utang PPh Pasal 22 Kas
Rp 23.320.000 Rp 233.200 Rp 233.200
Apabila terjadi transaksi penjualan secara kredit atau dikarenakan perusahaan belum menerbitkan Faktur Pajak Keluaran maka perusahaan akan melakukan pencatatan sebanyak dua kali yaitu pada saat penyerahan barang dan pada saat pelunasan pembayaran. Berikut ini contoh jurnal pencatatan atas transaksi penjualan secara kredit: • Pada saat penyerahan barang: Piutang dagang
Rp 70.596.000
Utang PPh Pasal 22
Rp
636.000
PPN Keluaran
Rp 6.360.000
Penjualan
Rp 63.600.000
Pada saat pelunasan pembayaran: Kas
Rp 70.596.000 Piutang
Utang PPh Pasal 22 Kas
Rp 70.596.000 Rp 636.000 Rp 636.000
75
Berdasarkan informasi yang telah diolah penulis, maka penulis menyatakan bahwa PT KAS telah melakukan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai atas setiap transaksi penyerahan baik itu kepada pihak non pemungut PPN dan kepada pemungut PPN berdasarkan Undang-Undang yang berlaku. Dengan demikian, atas semua PPN Keluaran yang dipungut oleh perusahaan dapat dilakukan pengkreditan dengan PPN Masukan yang telah dipotong oleh pihak ketiga. Hal ini dikarenakan analisa sebagai berikut:. 1.
Perusahaan telah menerbitkan Faktur Pajak sebagai bukti pungutan PPN yang sesuai dengan standar peraturan yang ditetapkan pemerintah mengenai bentuk faktur pajak standar sehingga dapat digunakan untuk melakukan pengkreditan Pajak Masukan.
2.
Perusahaan membuat Surat Pemberitahuan Masa dalam rangkap tiga yang masingmasing diperuntukkan sebagai berikut : Lembar ke-1 : dilampiri SSP lembar ke-3 untuk Kantor Pelayanan Pajak Lembar ke-2 : untuk Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) Lembar ke-3 : untuk arsip Bendaharawan Pemerintah (ini diberikan apabila terdapat transaksi yang dilakukan kepada pihak pemungut PPN) Pada periode tahun 2008 dan tahun 2009, perusahaan menggunakan SPT Masa PPN 1107 dan pada periode tahun 2010 perusahaan melaporkan pajak terutangnya dengan menggunakan SPT Masa PPN 1111. Pada tahun 2010, karena terjadinya perubahan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai menjadi UU No 42 tahun 2009, maka PT KAS pun melakukan perubahan pada kebijakan perusahaan dalam rangka melakukan penyetoran dan pelaporan pajak terutang. Dengan adanya 76
perubahan peraturan maka perusahaan mengikuti aturan penggunaan SPT Masa PPN yang baru yaitu SPT Masa PPN 1111. Perubahan SPT Masa yang digunakan ini mendorong perusahaan untuk menggunakan Kantor Konsultan Pajak sebagai pihak yang membantu mengisi SPT Masa PPN. Penggunaan jasa konsultan pajak ini dilakukan perusahaan dalam rangka untuk mencegah kesalahan pelaporan pajak yang dapat mengakibatkan lebih lanjut akan terjadinya pemeriksaan dari pihak kantor pajak serta mencegah terjadinya pengeluaran atas biaya yang tidak seharusnya dikeluarkan seperti halnya sanksi bunga maupun pengeluaran atas waktu yang terbuang karena melakukan pembetulan pelaporan apabila perusahaan tidak mengetahui secara jelas cara pengisian SPT Masa PPN 1111. Dengan demikian pada periode penelitian ini baik pada dari tahun 2008 hingga terjadinya perubahan peraturan pada tahun 2010, perusahaan tidak ditemukan melakukan kesalahan dan juga tidak mendapat sanksi perpajakan karena semua hak dan kewajiban Pajak Pertambahan Nilai-nya dilakukan dengan benar.
IV. 4. 3 Analisis Besarnya Pajak Pertambahan Nilai Kurang / (Lebih) Bayar Penghitungan besarnya Pajak Pertambahan Nilai yang kurang atau lebih dibayar oleh perusahaan dapat ditelusuri dengan melakukan penghitungan berdasarkan data-data Pajak Masukan dan Pajak Keluaran yang telah dijabarkan sebelumnya diatas. Apabila Pajak Masukan lebih besar daripada Pajak Keluaran, maka Pajak Pertambahan Nilai yang disetorkan oleh perusahaan kepada Negara lebih besar dibandingkan yang seharusnya, sehingga dengan kondisi seperti ini, perusahaan dapat melakukan
77
kompensasi kelebihan pembayaran pajak ke Masa Pajak berikutnya. Sedangkan apabila Pajak Masukan lebih kecil daripada Pajak Keluaran, maka Pajak Pertambahan Nilai Kurang Bayar yang berarti perusahaan berkewajiban untuk melakukan pembayaran atas kekurangan pembayaran Pajak Pertambahan Nilai kepada Negara. Berikut ini akan dijabarkan secara lebih jelas jumlah kurang atau lebih bayar Pajak Pertambahan Nilai yang terjadi di PT KAS selama periode 2008, 2009, dan 2010. Tabel 4.11 Penghitungan PPN Terutang Tahun 2008 No
Bulan
Pajak Masukan
Pajak Keluaran
Kompensasi
Kurang/(Lebih)
Perolehan 1.
Januari
Rp 16.066.085
Rp 10.841.505
Rp (5.224.580)
2.
Februari
Rp 10.965.300
Rp 18.942.880
3.
Maret
Rp 14.057.940
Rp 17.115.000
Rp 3.057.060
4.
April
Rp 23.461.200
Rp 15.116.410
Rp (8.344.790)
5.
Mei
Rp 12.552.331
Rp 20.096.416
6.
Juni
Rp 12.373.111
Rp 16.072.850
Rp 3.699.739
7.
Juli
Rp 17.082.245
Rp 23.997.270
Rp 6.915.025
8.
Agustus
Rp 13.663.404
Rp 18.847.555
Rp 5.184.151
9.
September
Rp 10.542.268
Rp 15.045.494
Rp 4.503.226
10.
Oktober
Rp
8.018.250
Rp 18.013.120
Rp 9.994.870
11.
November
Rp 10.195.000
Rp 10.693.890
Rp
12.
Desember
Rp 11.066.200
Rp 20.489.890
Rp 9.423.690
Rp 160.043.335
Rp 205.272.280
Rp 5.224.580
Rp 8.344.790
Rp 13.569.730
Rp 2.753.000
Rp
800.705
498.890
Rp 31.659.575
Sumber : Data PPN Terutang Perusahaan Tahun 2008
Pada tahun 2008, berdasarkan hasil penghitungan yang diperoleh dari perusahaan maupun dari hasil analisa penulis, maka dapat dikatakan bahwa pada periode 78
ini, perusahaan mendapatkan fasilitas kompensasi pajak karena jumlah Pajak Masukan lebih besar daripada Pajak masukan sebanyak dua kali yaitu periode bulan Februari dan Mei. Tabel 4.12 Penghitungan PPN Terutang Tahun 2009 No
Bulan
Pajak Masukan
Pajak Keluaran
Kompensasi
Kurang/(Lebih)
Perolehan 1.
Januari
Rp 13.156.645
Rp 12.691.596
Rp (465.049)
2.
Februari
Rp 13.221.088
Rp 12.458.771
Rp 465.049
Rp (1.227.366)
3.
Maret
Rp 12.011.078
Rp 16.238.450
Rp 1.227.366
Rp 3.000.006
4.
April
Rp 20.110.046
Rp 16.096.251
Rp 4.013.795
5.
Mei
Rp 19.405.800
Rp 12.458.740
Rp (6.947.060)
6.
Juni
Rp 14.339.072
Rp 21.489.922
7.
Juli
Rp 19.657.032
Rp 15.029.700
8.
Agustus
Rp
8.481.195
Rp 11.915.796
Rp 4.627.332
Rp (1.192.731)
9.
September
Rp 15.150.504
Rp 23.632.257
Rp 1.192.731
Rp 7.289.022
10.
Oktober
Rp 20.041.255
Rp 21.206.000
Rp 1.164.765
11.
November
Rp
9.207.670
Rp 18.891.421
Rp 9.683.751
12.
Desember
Rp 13.600.452
Rp 20.110.014
Rp 6.509.652
Rp 178.381.837
Rp 202.218.918
Rp 6.947.060
Rp 203.790 Rp (4.627.332)
Rp 14.459.538
Rp17.405.243
Sumber : Data PPN Terutang Perusahaan Tahun 2009
Begitupun pada tahun 2009, berdasarkan hasil penghitungan yang diatas, maka dapat dikatakan bahwa pada periode ini, perusahaan mendapatkan fasilitas kompensasi pajak karena jumlah Pajak Masukan lebih besar daripada Pajak masukan sebanyak lima kali yaitu periode bulan Februari, Maret, Juni, Agustus dan September. Pada tahun pajak 2009 ini, perusahaan mendapatkan total kompensasi pajak yaitu sebesar Rp 14.459.538. 79
Tabel 4.13 Penghitungan PPN Terutang Tahun 2010 No
Bulan
Pajak Masukan
Pajak Keluaran
Kompensasi
Kurang/(Lebih)
Perolehan 1.
Januari
Rp 18.942.880
Rp 22.117.362
Rp 3.174.482
2.
Februari
Rp 20.529.593
Rp 22.012.931
Rp 1.483.338
3.
Maret
Rp 12.765.549
Rp 22.920.885
Rp 8.071.169
4.
April
Rp 16.597.470
Rp 18.670.551
Rp 2.073.081
5.
Mei
Rp 10.309.765
Rp 13.825.314
Rp 3.515.549
6.
Juni
Rp 11.676.500
Rp 20.709.150
Rp 9.032.650
7.
Juli
Rp 16.941.532
Rp 24.321.035
Rp 7.379.503
8.
Agustus
Rp 13.663.404
Rp 18.218.688
Rp 4.555.284
9.
September
Rp 17.308.921
Rp 27.019.190
Rp 9.710.269
10.
Oktober
Rp 12.273.500
Rp 17.004.560
Rp 4.731.060
11.
November
Rp 25.805.693
Rp 25.294.940
Rp (510.573)
12.
Desember
Rp 29.151.930
Rp 34.238.945
Rp 510.573
Rp 4.576.442
Rp 205.966.737
Rp 266.353.553
Rp 510.573
Rp 57.792.254
Sumber : Data PPN Terutang Perusahaan Tahun 2010
Berdasarkan hasil penghitungan yang diatas, Pada tahun 2010, maka dapat dikatakan bahwa pada periode ini, perusahaan mendapatkan fasilitas kompensasi pajak karena jumlah Pajak Masukan lebih besar daripada Pajak masukan hanya sebanyak satu kali yaitu periode bulan Desember. Pada tahun pajak 2010 ini, perusahaan mendapatkan total kompensasi pajak yaitu sebesar Rp 510.573. Pajak Masukan yang berasal dari transaksi pembelian perusahaan dan yang telah dipotong oleh pihak ketiga dapat menjadi kredit pajak bagi Pajak Keluaran yang dipungut oleh perusahaan atas setiap transaksi penjualan yang menjadi objek Pajak 80
Pertambahan Nilai. Sesuai dengan Pasal 9 ayat (4a) UU No.42 Tahun 2009, apabila dalam suatu Masa Pajak jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan lebih besar daripada Pajak Keluaran, maka selisihnya merupakan hak perusahaan untuk menerima pengembalian kelebihan pembayaran pajak. Atas kelebihan pembayaran pajak tersebut, perusahaan memiliki hak untuk melakukan kompensasi atau restitusi. Selama periode pajak 2008-2010 yang menjadi objek penelitian penulis, penulis menemukan bahwa perusahaan tidak pernah melakukan restitusi kelebihan pembayaran pajak melainkan melakukan kompensasi ke Masa Pajak berikutnya. Hal ini dikarenakan, apabila perusahaan ingin melakukan restitusi, maka prosedur awal sebelum permohonan restitusi disetujui adalah perusahaan tersebut harus diperiksa terlebih dahulu oleh tim pemeriksa pajak. Dengan demikian, karena perusahaan ingin menghindar dilakukannya pemeriksaan pajak oleh pihak Kantor Pajak, maka PT KAS memilih melakukan kompensasi ke Masa Pajak berikutnya.
IV. 5 Analisis Ekualisasi Pajak Penghasilan Pasal 22 dengan Total Penyerahan pada SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai Ekualisasi adalah suatu hal yang pasti dilakukan oleh perusahaan dalam proses pemeriksaan pajak. Hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan dan sumber penyebab terjadinya perbedaan antara total Pajak Penghasilan pasal 22 dan total penyerahan pada SPT Masa PPN. Berikut ini adalah hasil analisis ekualisasi PPh Pasal 22 dan PPN.
81
Transaksi penjualan kertas yang terutang PPh Pasal 22 selama 12 bulan tahun 2008: Penjualan kertas terutang PPh Pasal 22
Rp 2.052.722.800
Penjualan kertas tidak terutang PPh Pasal 22 (luar negeri)
Rp
Total Penjualan kertas
Rp 2.052.722.800
0
Penyerahan Barang dan Jasa menurut SPT Masa PPN selama 12 bulan: Penyerahan terutang PPN a. Ekspor
Rp 0
b. Penyerahan yang PPN-nya harus dipungut sendiri
Rp 2.052.722.800
c. Penyerahan yang PPN-nya dipungut oleh pemungut PPN
Rp 0
d. Penyerahan yang PPN-nya tidak dipungut
Rp 0
e. Penyerahan yang dibebaskan dari pengenaan PPN
Rp 0
Jumlah penyerahan terutang PPN
Rp 2.052.722.800
Jumlah penyerahan tidak terutang PPN
Rp 0
Jumlah seluruh penyerahan
Rp 2.052.722.800
Selisih
Rp 0
Transaksi penjualan kertas yang terutang PPh Pasal 22 selama 12 bulan tahun 2009: Penjualan kertas terutang PPh Pasal 22
Rp 2.022.189.175
Penjualan kertas tidak terutang PPh Pasal 22 (luar negeri)
Rp
Total Penjualan kertas
Rp 2.022.189.175
0
82
Penyerahan Barang dan Jasa menurut SPT Masa PPN selama 12 bulan: Penyerahan terutang PPN a. Ekspor
Rp 0
b. Penyerahan yang PPN-nya harus dipungut sendiri
Rp 2.022.189.175
c. Penyerahan yang PPN-nya dipungut oleh pemungut PPN
Rp 0
d. Penyerahan yang PPN-nya tidak dipungut
Rp 0
e. Penyerahan yang dibebaskan dari pengenaan PPN
Rp 0
Jumlah penyerahan terutang PPN
Rp 2.022.189.175
Jumlah penyerahan tidak terutang PPN
Rp 0
Jumlah seluruh penyerahan
Rp2.022.189.175 Selisih
Rp 0
Transaksi penjualan kertas yang terutang PPh Pasal 22 selama 12 bulan tahun 2010: Penjualan kertas terutang PPh Pasal 22
Rp 2.663.535.523
Penjualan kertas tidak terutang PPh Pasal 22 (luar negeri)
Rp
Total Penjualan kertas
Rp 2.663.535.523
0
Penyerahan Barang dan Jasa menurut SPT Masa PPN selama 12 bulan: Penyerahan terutang PPN a. Ekspor
Rp 0
b. Penyerahan yang PPN-nya harus dipungut sendiri
Rp 2.663.535.523
c. Penyerahan yang PPN-nya dipungut oleh pemungut PPN
Rp 0 83
d. Penyerahan yang PPN-nya tidak dipungut
Rp 0
e. Penyerahan yang dibebaskan dari pengenaan PPN
Rp 0
Jumlah penyerahan terutang PPN
Rp 2.663.535.523
Jumlah penyerahan tidak terutang PPN
Rp 0
Jumlah seluruh penyerahan
Rp 2.663.535.523
Selisih
Rp 0
Diatas telah dipaparkan bahwa selisih jumlah penjualan kertas yang terutang PPh Pasal 22 dengan jumlah seluruh penyerahan pada SPT Masa PPN adalah nihil. Untuk mengetahui penyebab terjadinya kenihilan dalam ekualisasi ini, penulis mengungkapkan beberapa faktor yang dapat menjelaskan penyebab apabila terjadi selisih dalam ekualisasi. 1. Terdapat penjualan yang termasuk dalam objek PPN namun bukan merupakan objek PPh Pasal 22 Penjualan yang termasuk dalam ruang lingkup objek PPN adalah semua penjualan baik itu penjualan dalam negeri maupun ekspor dan lebih jelas terdapat pada UU PPN No 42 tahun 2009 pasal 4. Sedangkan penjualan dalam ruang lingkup objek PPh Pasal 22 hanya berupa penjualan ke konsumen dalam negeri. Ini berarti akan menjadi penyebab terjadinya perbedaan / selisih apabila perusahaan melakukan transaksi ke luar negeri. Dalam periode 2008-2010 perusahaan tidak melakukan transaksi ke luar negeri, oleh karena itu penjualan baik yang diakui oleh PPN maupun oleh PPh Pasal 22 memiliki jumlah yang sama, maka faktor ini tidak dapat dijadikan sebagai penyebab terjadinya selisih dalam ekualisasi. 2. Potongan harga jual 84
Potongan harga jual yang ditulis dalam faktur pajak dapat menjadi pengurang bagi Dasar Pengenaan Pajak Pajak Pertambahan Nilai yang terutang serta akan mengurangi jumlah yang dicatat dalam nilai di SPT Masa PPh Pasal 22 yang mana dapat mempengaruhi pencatatan jumlah peredaran usaha dalam SPT PPh Tahunan Badan. Perbedaan ini terjadi apabila potongan harga jual diberikan setelah faktur pajak dibuat sehingga tidak dapat mengurangi DPP PPN namun tetap mengurangi jumlah yang tercatat dalam peredaran usaha/penjualan perusahaan. Dalam dokumen keuangan PT KAS tidak terdapat potongan penjualan sebagai pengurang peredaran usaha / penjualan, maka potongan penjualan tidak dapat menjadi faktor penyebab terjadinya perbedaan. 3. Penjualan dalam valuta asing Penjualan dalam valuta asing dapat menyebabkan perbedaan dalam kurs yang dipakai untuk digunakan dalam pelaporan. Perbedaannya dimulai karena PPh Pasal 22 tidak mencatat dan tidak dikenakan pada penjualan ke luar negeri selain itu pada faktur yang dibuat dalam mata uang asing dalam penjualan kertas (SPT PPh) didasarkan pada kurs tengah BI, tetapi pada saat pembuatan faktur pajak PPN dibuat, dasar pengenaan PPN didasarkan pada kurs Menteri Keuangan. Di SPT PPh Badan dan SPT Masa PPN tidak terdapat penyerahan barang dengan mata uang asing (ekspor), sehingga tidak dapat menjadi faktor penyebab terjadinya selisih dalam penilaian ekualisasi.
85