Article History Received 20 August 2012 Accepted 21 September 2012
Jurnal Integrasi vol. 4, no. 2, 2012, 187-193 ISSN: 2085-3858 (print version)
Dampak Perencanaan Pajak Penghasilan Pasal 21 terhadap Jumlah Pajak Penghasilan Tahunan Arniati, Muammar Politeknik Negeri Batam, Parkway Batam Centre, Batam 29461, Indonesia e-mail:
[email protected].
[email protected] Abstract: Perencanaan pajak adalah suatu cara yang dilakukan untuk meminimalkan jumlah pajak terutang. Perencanaan pajak yang baik adalah dengan cara memanfaatkan aturan-aturan yang terkait untuk dicari penghematan pajaknya. Pada dasarnya semua jenis pajak dapat dibuat perencanaan pajaknya. Salah satunya adalah pajak pegawai atau yang lebih dikenal dengan pajak penghasilan pasal 21. Perlakuan pajak penghasilan pegawai sebagian perusahaan dengan cara dipotong dari penghasilan pegawai, sebagian lagi dengan diberikan tunjangan pajak dan sebagian lagi dengan cara dibayar oleh pemberi kerja Pemilihan ketiga alternatif tersebut merupakan bagian dari perencanaan pajak. Pajak penghasilan pegawai yang ditanggung oleh pemberi kerja akan menambah biaya perusahaan sehingga perlu penelaahan untuk mengurangi biaya perusahaan. Penelitian ini bertujuan untuk menelaah lebih tentang bagaimana mengurangi beban pajak perusahaan apabila pajak pasal 21 ditanggung perusahaan. Cara adalah dengan mengurangi pendapatan-pendapatan karyawan yang merupakan obyek pajak menjadi pendapatan yang bukan obyek yaitu diberikan dalam bentuk fasilitas atau kenikmatan. Hasil penelitian menunjukkan terdapat penurunan jumlah pajak keseluruhan yang harus dibayar ketika perusahaan memberikan fasilitas kenikmatan kepada karyawan yang penghasilan kena pajaknya sudah diatas Rp500.000.000 pertahun. Hal ini disebabkan selisih tarif pajak 5% dari tarif PPh badan 25% dengan tarif PPh perorangan 30%. Keywords : perencanaan pajak, pajak penghasilan pasal 21, tarif pajak Abstract: Tax planning is an ways to minimize taxes payable. Good tax planning is to take advantage of the rules relating to the tax savings sought. Basically all types of taxes can be made tax planning. One is an employee or a tax known as the income tax article 21. Employee income tax treatment of most companies deducted from income by employees, some with given tax benefits and partly paid by the employer choosing those alternatives are part of tax planning. Employee income tax paid by the employer will add to the cost of the company so it needs a review to reducing costs. This study aimed to examine more about how to reduce the cost of corporate tax if the tax is paid by the company. The trick is to reduce the incomes of employees who are subject to tax to the income which is not the object that is given in the form of facilities or pleasure. The results showed there is a decrease in the overall amount of tax to be paid when the company gives pleasure to all employees who are above the income tax taxable year Rp500.000.000. This is due to the difference in the tax rate of 5% of the corporate income tax rate of 25% personal income tax rate of 30%. Keywords : tax planning, income tax article 21, tax rate
1. Pendahuluan Pajak penghasilan (PPh) merupakan pajak yang dipungut kepada subyek pajak atas penghasilan yang diperolehnya Subyek pajak yang dipungut dapat berupa subyek perorangan maupun badan usaha. Dalam praktiknya pajak yang dipungut di Indonesia menganut Sistem self assessment system yang memungkinkan wajib pajak bertanggung jawab atas besarnya pajak yang terutang. Wajib pajak menetapkan sendiri jumlah pajak yang terhutang dengan cara mengalikan tarif dengan dasar pengenaan pajaknya, kemudian memperhitungkan berapa besar pajak yang telah dilunasi dalam tahun berjalan yang dikenal dengan istilah kredit pajak, yang akan menghasilkan pajak yang kurang bayar atau lebih bayar atau nihil.
Bagi perusahaan, pajak merupakan sumber pengeluaran (cash disbursement) tanpa adanya imbalan secara langsung untuk perusahaan tersebut. Hal ini berakibat wajib pajak selalu melakukan upaya untuk membayar pajak terutangnya sekecil mungkin. Upaya meminimumkan pajak tersebut ada yang dilakukan dengan memanfaatkan peraturan perpajakan disebut tax avoidance, adapula yang tidak memanfaatkan peraturan perpajakan yang disebut tax evasion. Contoh tax avoidance dapat dilakukan dengan memanfaatkan pengecualian dan potongan yang diperkenankan atau memanfaatkan hal-hal yang belum diatur dalam peraturan perpajakan yang berlaku. Selain itu dapat pula dilakukan dengan cara penghematan pajak (tax saving).
187 | Jurnal Integrasi | 2012 Vol. 4(2) 187-193 | ISSN: 2085-3858
Proses meminimumkan pajak ini merupakan bagian dari manajemen pajak perusahaan yang biasa dikenal sebagai perencanaan pajak (tax planning). Perencanaan pajak yang diperkenankan adalah dengan memanfaatkan peraturan perpajakan. Perencanaan pajak dapat dilakukan secara keseluruhan terdapat seluruh aspek perpajakan pada suatu wajib pajak, akan tetapi dapat pula dilakukan pada sebagian jenis pajak. Seperti halnya yang dilakukan pada penelitian ini yaitu perencanaan pajak untuk penghasilan yang diberikan oleh pemberi kerja atau yang dikenal pajak penghasilan pasal 21. Perencanaan pajak penghasilan pasal 21 dengan memanfaatkan peraturan perpajakan dilakukan dengan asumsi pajak penghasilan karyawan dibayar oleh perusahaan. Hal ini perlu dibuat perencanaan karena perusahaan harus berupaya untuk memperkecil jumlah pajak dan biaya yang harus dikeluarkannya, mengingat perusahaan juga harus memberikan fasilitas lainnya kepada karyawan. Salah satunya adalah dengan memperkecil pajak penghasilan pasal 21. Untuk mengetahui cara perencanaan pajak penghasilan pasal 21 pegawai dan untuk mengetahui dampaknya terhadap pajak penghasilan tahunan perusahaan, akan dibahas lebih lanjut tahap-tahapan dan kondisi yang memungkin untuk itu sesuai dengan undang-undang dan peraturan yang berlaku. Tulisan ini akan membahasnya dari teori yang mendasari, metodologi yang digunakan dan tata cara pembuatan perencanaannya di bab pembahasan.
kegiatan. Sedang yang termasuk objek pajak penghasilannya adalah: 1) Gaji yang diperoleh secara teratur oleh Wajib Pajak, uang pensiun bulanan, upah, honorarium, anggota dewan komisaris, premi bulanan, uang lembur, komisi, gaji istimewa, uang ganti rugi, tunjangan istri atau anak, tunjangan kemahalan, tunjangan jabatan, dan penghasilan teratur lainnya dengan nama apapun. 2) Penghasilan yang diterima atau diperoleh secara teratur berupa jasa produksi, tantiem, gratifikasi, tunjangan cuti, tunjangan hari raya, bonus, premi tahunan dan penghasilan lainnya yang sifatnya tidak tetap. 3) Upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan. Resmi (2011:171) mengungkapkan hal-hal yang tidak termasuk objek pajak pasal 21 yaitu: 1) Pembayaran santunan dari perusahaan asuransi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, dan asuransi beasiswa. 2) Penerimaan dalam bentuk natura atau kenikmatan dalam bentuk apapun yang diberikan oleh wajib pajak atau pemerintah. 3) Iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh menteri keuangan. 4) Zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari lembaga amil zakat yang telah disahkan pemerintah. 5) Beasiswa sebagaimana dimaksud dalam peraturan Menteri Keuangan No. 244/PMK.03/2008.
2. Tinjauan Pustaka 2.1. Pajak Penghasilan Pasal 21 Pajak penghasilan pasal 21 merupakan pajak atas penghasilan berupa gaji, upah honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa dan kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri (Resmi, 2011:163). Yang menjadi pemotong PPh pasal 21 menurut peraturan Dirjen Pajak no 31/PJ/2009 yaitu pemberi kerja dari orang pribadi dan badan termasuk BUT, bendahara atau pemegang kas pemerintah, dana pensiun, badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja, dan orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas serta badan. Berdasarkan peraturan Per-31/PJ/2009 pula ditetapkan penerima penghasilan yang dipotong PPh pasal 21 adalah pegawai, penerima uang pesangon, penerima uang pensiun atau manfaat pensiun, penerima tunjangan hari tua, bukan pegawai seperti tenaga ahli, pemain musik, olahragawan, pengarang, peneliti, pengajar dan lain-lain, serta peserta kegiatan yang menerima atau meperoleh penghasilan sehubungan dengan keikutsertaannya dalam suatu
2.2. Penghasilan Tidak Kena Pajak Penghasilan Tidak Kena Pajak adalah sejumlah penghasilan yang dapat dijadikan pengurang penghasilan neto, sehingga diperoleh penghasilan yang akan dikenakan pajak. Berdasarkan pasal 7 (Undang-undang No. 36 tahun 2008) penghasilan tidak kena pajak pertahun diberikan paling sedikit sebesar: 1) Rp. 15.840.000,00 untuk diri Wajib Pajak Orang Pribadi. 2) Rp. 1.320.000,00 tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin. 3) Rp. 15.840.000,00 tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami. 4) Rp. 1.320.000,00 tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3(tiga) orang untuk setiap keluarga. 2.3. Tarif Pajak Penghasilan Pasal 21 Berdasarkan tarif pasal 17 Undang-undang Pajak Penghasilan no 36 tahun 2008, ditetapkan tarif pajak penghasilan untuk orang pribadi yang dapat digunakan
188 | Jurnal Integrasi | 2012 Vol. 4(2) 187-193 | ISSN: 2085-3858
untuk menghitung pajak penghasilan pasal 21 pegawai, yaitu: 1) Sampai dengan Rp. 50.000.000,00 dikenakan tarif pajak 5%. 2) Diatas Rp. 50.000.000,00 s/d Rp. 250.000.000,00 dikenakan tarif 15%. 3) Diatas Rp. 250.000.000,00 s/d Rp. 500.000.000,00 dikenakan tarif 25%. 4) Diatas Rp. 500.000.000,00 dikenakan tarif 30%. Pengenaan tarif diatas hanya dikenakan untuk pegawai dan penerima pensiun, sedangkan untuk jenis pajak penghasilan pasal 21 untuk bukan pegawai, dan peserta kegiatan diberlakukan tarif yang berbeda, yaitu dikenakan langsung dari penghasilan bruto dengan tarif 5%. 2.4. Biaya Jabatan dan Biaya Pensiun yang Dapat Dikurangkan Dari Penghasilan Bruto Serta Penguranghasilan Lainnya Berdasarkan keputusan menteri keuangan No. 250/ PMK. 03/2008 tentang besarnya biaya jabatan yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto untuk pemotongan pajak penghasilan bagi pegawai tetap, yaitu sebesar 5% dari penghasilan bruto maksimal Rp. 6.000.000,-(enam juta)setahun atau Rp. 500.000,sebulan. Sementara itu besarnya biaya pensiun yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto untuk pemotongan pajak penghasilan bagi pensiunan 5% dari penghasilan bruto maksimal Rp. 2.400.000,- setahun atau Rp. 200.000,- sebulan. Berdasarkan Per DJP-31/PJ/2009, biaya lainnya yang dapat dikurangkan dari penghasilan yang dikenakan pajak penghasilan pasal 21 adalah iuran pensiun atau iuran jaminan hari tua yang dibayar sendiri oleh karyawan yang terkait dengan gaji sebesar jumlah yang dipotong dari gaji karyawan. 2.5. Cara Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 Pegawai Menghitung pajak penghasilan pasal 21 bagi pegawai secara umum dapat dilakukan dengan mengalikan tarif pajak dengan penghasilan kena pajak karyawan, akan tetapi selain pengahasilan teratur setiap bulan karyawan juga memperoleh penghasilan yang tidak teratur seperti bonus, tunjangan hari raya dan pembayaran lainnya yang sifatnya tidak diterima setiap bulan. Selain itu untuk karyawan pindah bekerja dan untuk karyawan yang mendapat rapel kenaikan gaji juga diperlakukan perhitungan yang sedikit berbeda. Per-31/PJ/2009 menjelaskan cara menghitung pajak penghasilan pasal 21 adalah sebagai berikut: Gaji pokok xx Tunjangan xx + Penghasilan Bruto xx
Pengurang: - Biaya jabatan (5% penghasilan bruto) - Iuran pensiun
x
Total biaya Penghasilan Neto Penghasilan Tidak Kena Pajak Penghasilan Kena Pajak sebulan (PKP) Penghasilan Kena Pajak disetahunkan (PKP x 12 bulan) PPh terutang setahun (PKP setahun x tarif pajak) PPh terutang sebulan (PPh setahun di bagi 12 bulan)
xx xx + xx xx xx xx xx xx xx
2.6. Pajak Penghasilan Tahunan Indonesia menganut stelsel campuran dalam stelsel perpajakannya, yang berarti jumlah pajak terutang wajib pajak dapat diketahui setelah semua penghasilan diketahui dan juga dapat diketahui sebelum penghasilan yang sebenarnya diketahui (atau secara anggapan atau asumsi) (Tjahyono, 2009). Pajak secara anggapan dapat dipotong dari setiap transaksi jika tidak bersifat final, atau dibayar sendiri setiap bulan. Pajak secara nyata dapat diketahui setelah dibuat laporan keuangan akhir tahun yang disesuaikan aturan perpajakan. Pajak penghasilan tahunan dihitung dengan cara mengalikan penghasilan kena pajak dengan tarif pajak pasal 17 UU no.36 tahun 2008 tentang pajak penghasilan. Kemudian diperhitungkan pajak yang telah dibayar selama satu tahun, sehingga diketahui jumlah pajak yang masih harus dibayar atau jumlah pajak yang lebih dibayar. Menurut UU perpajakan no. 28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum perpajakan, pajak penghasilan tahunan dibayarkan selambat-lambat tanggal 25 bulan keempat setelah tahun pajak untuk wajib pajak badan dan tanggal 25 bulan ketiga setelah tahun pajak untuk wajib pajak orang pribadi. Waktu pelaporannya selambat-lambatnya tanggal 30 bulan keempat setalah tahun pajak untuk wajib pajak badan dan tanggal 31 bulan ketiga setelah tahun pajak untuk wajib pajak orang pribadi. 2.7. Perencanaan Pajak Pengumpulan dan penelitian terhadap peraturan perpajakan agar dapat diseleksi jenis tindakan penghematan pajak yang akan dilakukan merupakan kegiatan perencanan pajak (Zain, 2009). Zain (2009), juga mengungkapkana ada tiga cara dalam melakukan perencanaan perpajakan yaitu: • Usaha meminimumkan kewajiban pajak dengan memanfaatkan peraturan yang ada (lawful) disebut tax avoidance (penghindaran pajak)
189 | Jurnal Integrasi | 2012 Vol. 4(2) 187-193 | ISSN: 2085-3858
•
Usaha meminimumkan kewajiban pajak tanpa memperhatikan peraturan (unlawful) disebut tax evasion (penyelundupan pajak) • Usaha meminimukan kewajiban pajak dengan cara mengurangi pembelian dan biaya-biaya disebut penghematan pajak (tax saving) Langkah-langkah dalam melakukan perencanaan pajak adalah sebagai berikut ini (Suandy, 2011): • Menganalisis informasi yang ada • Membuat satu model atau lebih rencana kemungkinan besarnya pajak • Mengevaluasi pelaksanaan rencana pajak • Mencari kelemahan dan kemudian memperbaiki kembali rencana pajak • Memutakhirkan rencana pajak Faktor-faktor yang juga harus dipertimbangkan dalam membuat perencanan pajak adalah fakta yang relevan, faktor pajak itu sendiri seperti undang-undang perpajakan yang ada dan faktor-faktor non pajak. Faktor-faktor ini harus diperhatikan dengan seksama sehingga tujuan menghemat pajak dapat tercapai dan tidak terjadi masalah yang tidak diinginkan dikemudian hari. 2.8. Penelitian Sebelumnya Beberapa penelitian sebelumnya tentang perencanaan pajak antara lain Jungadi (2004), melakukan evaluasi perencanaan pajak untuk melihat apakah terdapat penghematan pajak, Wirawan (2005), melakukan studi kasus perencanaan pajak terhadap beban dan pendapatan perusahaan, Andriyani (2006), menganalisis perbandingan laporan keuangan fiskal dan komersial dan melihat aspek perencanaan pajaknya, kemuadian Ismatira (2007), meneliti pengaruh penerapan perencanaan pajak pegawai terhadap beban pajak terutang wajib pajak badan dan Gloritho (2009) meneliti penerapan perencanaan pajak biaya pegawai untuk meminimalkan beban pajak dan hubungannya dengan kinerja perusahaan. Hasil penelitian mereka semuanya menunjukkan terdapat penghematan pajak yang signifikan dengan dilakukannya perencanaan pajak. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah pada penelitian ini dalam proses perencanaan pajaknya telah menggunakan perencanaan berdasarkan aturan terbaru untuk pajak penghasilan pasal 21 yaitu per-31/PJ/2009. Penggunaan tarif pajak penghasilan pasal 21 yang terbaru dan tarif pajak penghasilan badan terbaru berdasarkan UU no.36 tahun 2008 tentang pajak penghasilan memungkinkan terjadi perbedaan dalam perhitungan perencanaan pajaknya. Adapun perubahan tarif pajak yang terjadi adalah untuk tarif pajak penghasilan orang pribadi tetap menggunakan tarif pajak progresif dengan tarif
tertinggi 30%, sedangkan tarif pajak penghasilan badan menjadi tetap sebesar 25% untuk diatas tahun 2009.
3. Metodologi Penelit ian Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan studi kasus yang dijelaskan secara komprehensif tentang bagaimana dampak perencanaan pajak pasal 21 terhadap pajak penghasilan tahunan perusahaan. Objek penelitian ini adalah pajak penghasilan di PT Given Multikarya Batam yang di komplek Permata Niaga Blok B No. 8 Bukit Indah Sukajadi Batam. Teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara observasi langung ke perusahaan pada bagian penggajian dan bagian pejak perusahaan. Selain observasi kebagian tersebut juga dilakukan pemeriksaan ke dokumen-dokumen terkait perhitungan pajak pasal 21 dan pajak tahunan wajib pajak. Data yang digunakan sebagai sampel ada data laporan keuangan tahun 2011. Analisa data dilakuikan menggunakan analisis deskriptif yaitu dengan menggambarkan dampak dari perencanaan pajak penghasilan pasal 21 yang dibayar perusahaan terhadap pajak pengahasilan badan akhir tahun secara keseluruhan. 4. Analisa dan Pembahasan Pajak penghasilan pasal 21 merupakan pajak yang umumnya dipotong oleh pemberi kerja. Pemotongan ini dilakukan dari penghasilan yang dibayar setiap bulan kepada karyawan perusahaan. Setelah dilakukan pemotongan pajak pasal 21, selanjutnya dilakukan pembayaran ke kas negara. Praktik ini tidak selalu sama untuk setiap perusahaan, karena ada perusahaan yang tidak memotong pasal 21 ke karyawan tetapi perusahaan membayar pajak pasal 21 karyawan, ada juga perusahaan yang memberikan tunjangan pajak kepada karyawan baik sebesar pajak yang dibayar maupun sejumlah tertentu setiap bulan. Kasus pada PT Given MultikaryaBatam, perusahaan melakukan pembayaran pajak penghasilan pasal 21 karyawan sehingga jumlah pajak yang dibayar perusahaan merupakan biaya yang harus ditanggung perusahaan setiap bulan. Jumlah pajak pasal 21 yang harus dibayar perusahaan ini menyebabkan beban pajak perusahaan jadi bertambah besar, sehingga memerlukan penelaahan untuk menurunkan beban pajak perusahaan. Untuk diketahui struktur penggajian di PT Given Multikarya Batam terdiri dari gaji pokok dan tunjangan-tunjangan yang diberikan setiap bulan kepada karyawankaryawannya. Berikut ini adalah data jumlah gaji dan tunjangan yang dibayarkan perusahaan selama tahun 2011 untuk sampel 5 orang jumlah karyawan:
190 | Jurnal Integrasi | 2012 Vol. 4(2) 187-193 | ISSN: 2085-3858
Tabel 4.1 Biaya Gaji dan Tunjangan Selama Satu tahun Jumlah No Nama Jabatan Penghasilan Bruto 1 Andi Direktur Utama 804,000,000
5
Budi
Drafter Jumlah
100,000,000 1.440,000,000
Tabel 4.4 Pajak penghasilan pasal 21 dengan tunjangan dalam bentuk kenikmatan Jumlah PPh pasal 21 setahun
2
Herman
Direktur
660,000,000
3
Rudi
Komisaris
546,000,000
4
Sujarwo
Estimator
234,000,000
1
Andi
Rp.93,220,000,-
150,000,000
2
Herman
Rp.77,960,000,-
2.394,000,000
3
Rudi
Rp.62,040,000,-
4
Sujarwo
Rp.10,824,000,-
5
Budi
Rp. 2,097,500,-
5
Budi
Drafter Jumlah
Jumlah gaji dan tunjangan tersebut merupakan jumlah gaji bruto belum dikurangi biaya jabatan dan penghasilan tidak kena pajak. Sebagian besar dari jumlah penghasilan bruto tersebut adalah jumlah tunjangan-tunjangan yang diberikan kepada karyawan, berupa tunjangan tempat tinggal, tunjangan transportasi, tunjangan kesehatan dan lain-lain yang diterima dalam bentuk uang setiap bulan. Sehingga dapat dihitung jumlah pajak penghasilan terutang untuk tahun 2011, adalah sebagai berikut ini: Tabel 4.2 Pajak penghasilan pasal 21 No
Nama
Jumlah Pph 21 setahun
1
Andi
Rp.190,068,000
2
Herman
Rp.146,556,000
3
Rudi
Rp.111,252,000
4
Sujarwo
Rp. 27,924,000
5
Budi
Rp. 14,382,000
Jumlah PPh
Rp.490,182,000
Jumlah pajak yang harus dibayar tersebut cukup besar karena jumlah penghasilan yang diperoleh karyawan juga cukup besar. Akan tetapi jika tunjangan-tunjangan yang biasa diberikan ke karyawan diganti dengan pemberian berupa natura dan kenikmatan, maka gaji yang diterima karyawan dan perhitungan pajaknya adalah seperti terlihat di dua tabel di bawah ini: Tabel 4.3 Biaya Gaji Tanpa Tunjangan Jumlah No Nama Jabatan Penghasilan Bruto 1 Andi Direktur Utama 520,000,000
No
Nama
Jumlah PPh
Rp.246.141.500,-
Dilihat dari tabel 4.3 dan 4.4 terdapat penurunan jumlah gaji yang harus dibayar perusahaan juga berpengaruh pada jumlah pajak pasal 21 yang harus dibayar perusahaan. Penurunan jumlah gaji disebabkan pengalihan pendapatan karyawan yang semula merupakan obyek pajak, dialihkan menjadi bukan obyek pajak yaitu dari tunjangan-tunjangan dalam bentuk kas yang merupakan obyek pajak karyawan dialihkan menjadi penerimaan karyawan dalam bentuk kenikmatan berupa fasilitas yang merupakan bukan obyek pajak bagi karyawan yang menerima penghasilan. Selisih penurunan pajak penghasilan pasal 21 antara pajak penghasilan dari penghasilan dengan tunjangan dengan pajak penghasilan pasal 21 dari penghasilan tanpa tunjangan adalah Rp490.182.000 – Rp246.141.500 = Rp244.040.500. Hasil perhitungan perencanaan pajak penghasilan pasal 21 diatas akan mempengaruhi laporan laba rugi perusahaan karena tunjangan-tunjangan merupakan objek pajak penghasilan pasal 21 sedangkan kenikmatan dalam bentuk natura bukan merupakan objek pajak pasal 21 dan harus dikoreksi karena tidak dapat dibebankan sebagai biaya. Berikut ini adalah laporan laba rugi fiskal dan jumlah pajak penghasilan perusahaan dengan kondisi diberikan tunjangan dalam bentuk kas kepada karyawan: Tabel 4.5 Laporan Laba Rugi Fiskal dengan tunjangan dalam bentuk kas Akun-akun Pendapatan Harga pokok penjualan Laba kotor
Fiskal 12.000.000.000 5.000.000.000 7.000.000.000
2
Herman
Direktur
386,000,000
Biaya operasional:
3
Rudi
Komisaris
302,000,000
Biaya pemasaran
450.000.000
4
Sujarwo
Estimator
132,000,000
Biaya penyusutan
345.000.000
191 | Jurnal Integrasi | 2012 Vol. 4(2) 187-193 | ISSN: 2085-3858
Biaya gaji: Biaya gaji pokok
Biaya operasional: 1.440.000.000
Biaya pemasaran
450.000.000
Tunjangan kesehatan
360.000.000
Biaya penyusutan
345.000.000
Tunjangan perumahan
252.000.000
Biaya gaji:
Tunjangan transportasi Biaya lain-lain Jumlah biaya-biaya Laba bersih Pendapatan lain-lain Laba bersih setelah pendapatan lain-lain Pajak penghasilan Laba setelah pajak Peredaran Bruto
342.000.000
Biaya gaji pokok Biaya fasilitas kesehatan
-
6.389.000.000
Biaya fasilitas perumahan
-
611.000.000
Biaya fasilitas transportasi
-
83.000.000 694.000.000 139.038.360 554.961.640
Biaya lain-lain
5.435.000.000
Laba bersih
1.565.000.000
Pendapatan lain-lain Laba bersih setelah pendapatan lain-lain
12.083.000.000
Pajak penghasilan
275.693.123
Laba setelah pajak
PKP non fasilitas
418.306.877 Peredaran Bruto
PPh non fasilitas Jumlah PPh
34.461.640 104.576.719
Tabel 4.6 Laporan Laba Rugi Fiskal dengan tunjangan dalam bentuk natura dan kenikmatan
Pendapatan Harga pokok penjualan Laba kotor
83.000.000 1.648.000.000 330.166.018 1.317.833.982 12.083.000.000
PKP fasilitas
654.671.853
PKP non fasilitas
993.328.147
139.038.360
Tunjangan dalam laporan laba rugi di atas dapat diakui sebagai biaya karena dalam peraturan undangundang perpajakan tunjangan yang diterima secara tunai merupakan objek pajak pasal 21 dan dapat di akui sebagai biaya dalam laporan laba rugi. Sehingga jumlah pajak penghasilan badan yang harus dibayar sebesar Rp139.038.360. Apabila tunjangan dalam bentuk kas yang merupakan obyek pajak bagi karyawan diganti dengan pemberian kenikmatan dalam bentuk natura dan kenikmatan yang bukan merupakan obyek pajak, maka laba rugi fiscal perusahaan akan berkurang karena penerimaan natura dan kenikmatan karyawan bukan obyek bagi karyawan dan bukan biaya yang diperkenankan sebagai pengurang penghasilan. Berikut ini adalah laporan laba rugi fiskal pada kondisi tunjangan diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan:
Akun-akun
3.200.000.000
Jumlah biaya-biaya
PKP fasilitas
PPh fasilitas
1.440.000.000
3.200.000.000
Fiskal 12.000.000.000 5.000.000.000 7.000.000.000
PPh fasilitas
81.833.982
PPh non fasilitas
248.332.037
Jumlah PPh
330.166.018
Jumlah pajak yang harus dibayar pada tabel 4.6 lebih besar yaitu Rp330.166.018, hal ini disebabkan jumlah penghasilan kena pajaknya lebih tinggi. Selisih pajak penghasilan perusahaan adalah Rp191.127.659 yang berasal dari Rp330.166.018 dikurangi Rp139.038.360.
5 Kesimpulan Jumlah pajak penghasilan pasal 21 jika karyawan mendapat tunjangan dalam bentuk natura dan kenikmatan lebih kecil sebesar Rp244.040.500 dibanding jika karyawan mendapat tunjangan dalam bentuk kas. Sedangkan jumlah pajak penghasilan tahunan perusahaan jika memberikan tunjangan dalam bentuk natura dan kenikmatan akan lebih besar Rp191.127.659 dibanding jika perusahaan memberikan tunjangan dalam bentuk kas. Selisih jumlah pajak tersebut secara keseluruhan telah memberikan keringanan jumlah pajak yang harus dibayar perusahaan sebesar Rp52.912.841 dari (Rp244.040.500 – Rp191.127.659). Selisih pengurangan pajak yang harus dibayar perusahaan ini disebabkan apabila karyawan mendapat
192 | Jurnal Integrasi | 2012 Vol. 4(2) 187-193 | ISSN: 2085-3858
tunjangan dalam bentuk tunai, maka tarif pajak yang digunakan untuk menghitung lebih tinggi yaitu sampai pada level tarif 30%, sedangkan pajak penghasilan badan pada tarif tetap sebesar 25%. Selisih 5% ini dapat memberikan keringanan pembayaran pajak bagi perusahaan apabila pajak penghasilan pasal 21 karyawan dibebankan pada biaya-biaya perusahaan. Perencanaan pajak dengan mengalihkan penghasilan yang merupakan obyek pajak menjadi penghasilan yang bukan obyek pajak seperti pada kasus di atas, adalah akibat memanfaatkan penggunaan tarif pajak yang lebih rendah pada pajak penghasilan badan 25% dibandingkan tarif pajak progresif sampai dengan 30% di pajak penghasilan pasal 21. Daftar Pustaka
[1] Andriyani, Dini, “Analisis Perbandingan Koreksi Fiskal Terhadap Laporan Keuangan Komersial Untuk Menghitung Perbedaan Laba/Rugi Serta Perencanaan Pajak Pada CV. Domaz Printing”, skripsi, Universitas Gunadarma, Jakarta. 2006. [2] Gloritho, “Pengaruh Penerapan Perencanaan Pajak Biaya Pegawai Pada PT XYZ Untuk Meminimalkan Beban Pajak dan Hubungannya dengan Kinerja Perusahaan, skripsi, Universitas Gunadarma. 2009. [3] Ismarita, “Pengaruh Penerapan Tax Planning Biaya Pegawai Terhadap Beban Pajak Terhutang Wajib Pajak Badan”, skripsi, Universitas Widyatama. Bandung, 2007. [4] Jungadi, Jenie, “Evaluasi Perencanaan Pajak Dalam Rangka Penghematan Pajak Penghasilan Pada PT X”, skripsi, Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, 2004 [5] Resmi, Siti, Perpajakan : Teori dan Kasus, Buku 1 edisi 6. Salemba Empat, 2011. [6] Suandy, Erly, Perencanaan Pajak Edisi 5, Salemba Empat, Jakarta, 2011 [7] Tjahyono & Husein, Perpajakan, UPP AMP YKPN Yogayakarta, 2009. [8] Wirawan, Bagus, “Perencanaan Pajak Terhadap Pendapatan dan Beban Pada PT X”, skripsi, Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya. Jakarta 2005 [9] Zain, Mohammmad, Manajemen Perpajakan, edisi 3, Salemba Empat, Jakarta, 2007 [10] _____, Undang -Undang no. 36 Tahun 2009, Tentang Pajak Penghasilan. [11] _____, Peraturan Dirjen Pajak no. 31/PJ/2009, tentang Tata Cara Perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 21.
193 | Jurnal Integrasi | 2012 Vol. 4(2) 187-193 | ISSN: 2085-3858