BAB IV ANALISA HASIL PEMBAHASAN
A. Analisa Pengakuan Total Omzet Pada SPT Tahunan Badan Dalam menyajikan laporan keuangan perusahaan jasa kontraktor memiliki konsep tersendiri dalam pengakuan pendapatannya. Pengakuan Omzet yang dilakukan PT.RakaUtama adalah dengan mengakui hasil kontrak kerja kostruksi sebagai pendapatan dengan menggunakan metode presentase penyelesaian berdasarkan tingkat penyelesaian konstruksi yang telah dilakukan oleh PT. Raka Utama dan termin yang di bayarkan pemberi kerja, barulah perusahaan mengakuinya sebagai pendapatan untuk satu kontrak, itupun setelah di kurangi pajak pertambahan nilai yang dipungut dalam perjanjian kontrak yang telah di sepakati semula. PT. Raka Utama mengakui pendapatan yang diterimanya dalam bentuk kas dengan menggunakan metode kas basis, yang mana penerimaa atau pengeluaran kas tersebut telah benar – benar terjadi. Dalam metode ini pendapatan di akui setiap periode akuntansi berdasarkan estimasi presentase penyelesaian proyek konstruksi. Metode presentase penyelesain mengakui pendapatan atas proyek jangka panjang sebelum kontrak di selesaikan sehingga informasi yang di sajikan untuk pengambilan keputusan menjadi relevan.Metode ini juga menyatakan bahwa pendapatan kontrak diakui sebagai pendapatan dalam laporan Rugi laba dalam periode akuntansi pekerjaan dilakukan. Dari hasil penelitian, didapatkan data Total Omzet dan jumlah penyerahan sebagaimana dilaporkan pada SPT Tahuhan Badan untuk seluruh masa dalam tahun yang sama. Data-data tersebut ditampilkan dalam Tabel 1.
32
Tabel 1. Total Omzet Pada Tahun yang Berjalan dan Total Omzet Pada SPT Tahunan Badan
Tahun
2008 2009 2010
Total Omzet Pada Tahun
Total Omzet Pada SPT
Berjalan
Tahunan Badan
Rp. 207.191.547.280,-
Rp. 217.930.654.043,-
Rp. 140.487.015.597,-
Rp. 133.352.335.310,-
Rp. 102.290.067.608,-
Rp. 143.964.350.513,-
Dari Tabel 1 terlihat bahwa jumlah total omzet yang dilaporkan pada SPT Tahunan PPh Badan bisa lebih rendah atau lebih tinggi dari pada jumlah total omzet yang dihasilkan pada tahun berjalan sehingga memperlihatkan bahwa ada omzet yang seluruhnya di akui pada SPT Tahunan Badan dan ada pula omzet tahun sebelumnya yang baru di akui pada SPT Tahunan Badan sehingga hal ini menyebabkan adanya perbedaan pengakuan pada pendapatan. Untuk lebih jelasnya, Rekapitulasi Total Omzet tahun 2008,2009,2010 dan Laporan Rugi Laba yang ada pada SPT tahunan PPh Badan PT. Raka Utama dapat dilihat pada lampiran 2 s/d 7. Pada Tabel 1 Total Omzet pada tahun berjalan dari tahun ketahun yang di peroleh semakin menurun ini disebabkan karena : 1. Pada tahun 2008 terdapat beberapa proyek dalam penyelesaian dimana progress penyelesaian atau finishing terjadi di tahun tersebut, sehingga banyak proyek atau progress yang sudah tidak diperhitungkan kembali di tahun berikutnya.Omzet pada tahun tersebut juga di dapat dari beberapa proyek dalam pelaksaan dimana pendapatannya dihasilkan dari progress penyelesaian
33
pada tahun tersebut dan juga terdapat beberapa proyek yang baru akan dimulai sehinnga Uang Muka yang diperoleh pun akan menambah total omzet pada tahun tersebut. 2. Di tahun 2009 omzet yang diperoleh lebih banyak dihasilkan dari proyek proyek yang sedang berjalan sehingga omzet yang di peroleh hanya tergantung dari besarnya progress peyelesaian pada tahun tesebut tetapi pada tahun 2009 juga terdapat banyak proyek yang baru akan dimulai dimana pendapatan Uang Muka proyek yang didapatkan hamper sebanding pada tahun 2008. 3. Semakin menurunnya Omzet pada tahun 2010 disebabkan berkurangnya proyek proyek baru yang di dapat oleh PT.Raka Utama sehingga omzet yang di hasilkan dari uang muka proyek pun tidak terlalu besar seperti tahun tahun sebelumnya, selain itu omzet yang diperoleh pun sebagian besar didapat dari progress penyelesaian proyek di tahun tersebut.
Selain Total Omzet tahun berjalan pada Table 1 juga memperlihatkan Total Omzet Pada SPT Tahunan Badan sebagaimana terlihat bahwa omzet yang di perhitungkan pada SPT tersebut menghasilkan pendapat yang tidak konsisten dimana terdapat kenaikan dan penurunan omzset pada setiap tahunnya sehingga memperlihatkan ketidak stabilan dalam memperoleh pendapatan dan hal ini dapat di jelaskan sebagai berikut : 1. Pada tahun 2008 & 2010 dimana terlihat tingginya omzet pada SPT Tahunan Badan lebih tinggi dibandingkan dengan Total omzet yang diperoleh pada tahun berjalan dimana omzet yang dihasilkan selain diperoleh dari omzet pada tahun berjalan dan pada tahun ini juga terdapat reklas pengakuan uang
34
muka proyek yang di akui pada tahun tersebut sesuai dengan perogres penyelesaiannya cukup besar. 2. Sedangkan Pada tahun 2009 walaupun uang muka yang diperoleh dari Uang Muka Proyek yang baru akan dimulai cukup besar namun dalam pengakuan uang muka tersebut tidak terlalu besar dikarenakan juga kerena progress penyelesaian yang tidak terlalu besar. Dalam hal menghasilkan omzet pada tahun berjalan sebenarnya tahun 2009 lebih besar dibandingkan tahun 2010 namun karena penambahan dari pengakuan Uang Mukanya tidak terlalu besar maka omzet yang diakui pun terlihat seperti ada penurunan dari tahun 2008 ke 2009.
B. Analisa Pengakuan Total Omzet Pada SPT Masa PPN
Analisa Pengakuan pada Penyerahan SPT Masa PPN biasanya dilakukan dalam kondisi omzet atau peredaran bruto yang dilaporkan di SPT Tahunan PPh berbeda dengan total nilai penyerahan kumulatif yang dilaporkan di SPT Masa PPN selama 1 tahun buku. Dalam pengakuan total omzet tahun yang bersangkutan biasanya tertuang dalam SPT Masa PPN setiap bulannya dimana Total omzet yang di terima pada tahun tersebut di akui sebagai pendapatan yang diterima pada bulan atau tahun berjalan dimana pengakuan tersebut akan memperlihatkan perbedaan karena biasanya dalam perusahaan Jasa Konstruksi terjadi hal – hal sebagai berikut :
1. Penghasilan di SPT Tahunan PPh sudah diakui tetapi di SPT PPN, di mana PPN-nya belum dipungut dan dilaporkan. Karena SPT Tahunan PPh mengacu
35
2. pada metode pembukuan accrual basis dan sedangkan SPT Masa PPN, Pemungutan PPN yang ditandai dengan penerbitan faktur pajak standar dilakukan paling lambat pada akhir bulan berikutnya setelah
terjadi
penyerahan BKP/JKP atau pada saat pembayaran dilakukan. 3. Adanya penerimaan uang muka (down payment) yang sudah dikenakan PPN tetapi belum diakui sebagai penghasilan di SPT PPh karena masih tercatat sebagai pos utang. Misalnya pendapatan yang diterima di muka atas penyerahan BKP/JKP. 4. Adanya penghasilan yang dikenakan PPh final tetapi dipungut PPN dan dilaporkan di SPT Masa PPN. Misalnya pendapatan sewa tanah dan atau bangunan merupakan objek PPh Final sehingga tidak diperhitungkan dalam SPT PPh Badan. Padahal penyerahannya adalah objek PPN. 5. Bukan penghasilan di SPT PPh tetapi objek pemungutan PPN yang bukan merupakan penjualan, misalnya: adanya pemakaian sendiri atau pemberian cuma-cuma di SPT PPN. Pemakaian sendiri atau pemberian cuma-cuma dikenakan PPN dan diperhitungkan sebagai penyerahan yang terutang PPN. Sedangkan di PPh tidak akan ada pengakuan penghasilan. 6. Adanya transaksi yang tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan yang dipungut PPN dan dilaporkan SPT Masa PPN. Sering penghasilan tersebut di luar usaha (other income); tidak masuk dalam omzet SPT Tahunan PPh melainkan masuk other income, tetapi di SPT Masa PPN merupakan objek PPN. 7. Adanya penyerahan kepada pemungut PPN. Penyerahan kepada pemungut PPN menganut prinsip cash basis, PPN baru dipungut pada saat pemungut melakukan pembayaran. Maka wajib pajak rekanan pemungut melaporkan
36
faktur pajaknya pada masa pajak dilakukan pembayaran, tetapi transaksi penjualan di SPT Tahunan PPh diakui jauh hari sebelum terjadi pembayaran. 8. Terjadi di awal tahun di mana terdapat faktur pajak di SPT Masa PPN atas penjualan BKP/JKP, tetapi penghasilan sudah diakui pada periode sebelumnya (tahun pajak sebelumnya) di SPT Tahunan PPh.
Tetapi pada umumnya perbedaan yang timbul antara nilai omzet menurut SPT Tahunan PPh Badan dengan nilai penyerahan menurut SPT Masa PPN bisa timbul karena dua kondisi. Pertama, karena karakteristik transaksi dan yang kedua karena peraturan yang berlaku memang mengakibatkan timbulnya perbedaan.
Dari hasil penelitian, didapatkan data jumlah Total Omzet sebagaimana yang dilaporkan pada SPT Tahunan PPh Badan dan jumlah penyerahan sebagaimana dilaporkan pada SPT Masa PPN untuk seluruh masa dalam tahun yang sama serta perbedaannya dari tahun 2008 sampai 2010. Data-data tersebut ditampilkan dalam Tabel 2.
Tabel 2. Total Omzet Pada SPT Masa PPN dan Total Omzet Pada SPT Tahunan Badan
Tahun
2008 2009 2010
Total Omzet Pada SPT
Total Omzet Pada
Masa PPN
SPT Tahunan Badan
Rp. 207.191.547.280,-
Rp. 217.930.654.043,-
Rp. 10.739.106.763,-
Rp. 140.487.015.597,-
Rp. 133.352.335.310,-
Rp. 7.134.680.287,-
Rp. 102.290.067.608,-
Rp. 143.964.350.513,-
Rp. 41.674.282.905,-
37
Perbedaan
Dari Tabel 2. Juga terlihat bahwa jumlah total omzet yang dilaporkan pada SPT Tahunan PPh Badan bisa lebih rendah atau lebih tinggi dari pada jumlah total omzet yang dihasilkan pada tahun yang bersangkutan sehingga memperlihatkan adanya perbedaan atau selesih yang di akibatkan karena perbedaan pengakuan pada masing – masing tahun berjalan. Hal inilah yang harus diperhatikan dan jelaskan oleh Wajib Pajak karena perbedaan ini pulalah yang akan menarik perhatian seorang fiskus Pajak. Untuk lebih jelasnya, SPT
Masa PPN Formulir 1107 Lampiran A ( Daftar Pajak Keluaran dan PPn BM ) dan Laporan Rugi Laba yang ada pada SPT tahunan PPh Badan PT. Raka Utama dapat dilihat pada lampiran 5 s/d 29. Perlu di ketahui bahwa dalam pengakuan Total Omzet Pada SPT Masa PPN harus sama dengan Total omzet pada tahun berjalan karena setiap penghasilan yang didapat pada perusahaan yang merupakan PKP harus membuka Faktur Pajak dan di akui sebagai Faktur Pajak keluaran yang tercatat dan dilaporkan pada SPT Masa PPN. Oleh karena itu sebelum melakukan rekonsiliasi pada saat akhir tahun terhadap SPT Tahunan Badan dengan SPT Masa PPN maka Wajib Pajak harus melakukan terlebih dahulu rekonsiliasi Total Omzet tahun berjalan dengan SPT Masa PPN setiap bulannya. Penghasilan yang diperoleh pada tahun berjalan haruslah sama dengan apa yang di laporkan pada SPT Masa PPN. Apabila terdapat perbadaan maka Wajib Pajak harus memberikan penjelasan dan bukti yang cukup relevan agar selisih tersebut tidak di anggap sebagai penggelapan omzet oleh fiskus pajak.
38
C. Penyebab Terjadinya Perbedaan Total Omzet Pada SPT Tahunan PPh Badan dengan SPT Masa PPN
Ada beberapa hal yang bisa menyebabkan perbedaan nilai antara omzet menurut SPT PPh dengan total nilai penyerahan menurut SPT Masa PPN. Secara umum hal ini bisa di sebabkan karena beda waktu dan beda tetap. Beda waktu disini maksudnya adalah perbedaan waktu (timing) saat pengakuan penghasilan dan saat pemungutan PPN. Sementara beda tetap adalah beda yang di sebabkan karena peraturan yang berlaku memang bisa menyebakan timbulnya perbedaan. Sekilas kita bisa memahami bahwa peredaranusaha dan penghasilan yang dilaporkan dalam SPT PPh akan memiliki kecenderungan sama dengan total penyerahan dalam SPT Masa PPN. Namun, perlu diketahui bahwa hal ini tidaklah selalu demikian, karena ada hal-hal yang bisa menyebabkan terjadinya perbedaan tersebut :
1. Beda saat pengakuan penghasilan dengan saat penerbitan Faktur Pajak Perbedaan saat pengakuan penghasilan di laporan keuangan yang nantinya akan masuk dalam SPT PPh di akhir tahun dengan saat penerbitan Faktur Pajak dapat menyebabkan adanya perbedaan omzet PPh dengan total penyerahan PPN. Dalam hal ini pengakuan penghasilan di PPh mengikuti ketentuan standar akuntansi yang berlaku yang pada umumnya menganut accrual basis. Sementara itu, pengakuan jumlah penyerahan di SPT Masa PPN terkait dengan masalah penerbitan Faktur Pajak. Bisa jadi dalam suatu waktu, penerbitan Faktur Pajak mendahului pengakuan penghasilan, atau sebaliknya. Pada dasarnya, Faktur Pajak harus diterbitkan pada saat dilakukannya penyerahan BKP dan/atau JKP. Namun dalam Peraturan Pemerintah 39
(PP) nomor 1 tahun 2012, disebutkan bahwa untuk menyelaraskan dengan perlakuan akuntansi, Faktur Pajak dapat di terbitkan pada saat Wajib Pajak menerbitkan faktur penjualan (invoice). Namun demikian, perbedaan tersebut tetap dapat terjadi, khususnya bagi Wajib Pajak yang bergerak di bidang jasa pemborong bangunan (konstruksi). Untuk penyerahan jasa pemborong bangunan, seperti di atur dalam PP Nomor 1 Tahun 2012, Faktur Pajak dibuat pada saat dilakukannya pembayaran oleh pihak pengguna jasa, bukan pada saat invoicing. Jadi, bila di akhir periode (Desember) pemberi jasa sudah menerbitkan invoice yang menjadi dasar pengakuan penghasilan di laporan keuangan, sementara pembayaran dilakukan pada bulan berikutnya (Januari), maka hal ini bisa menyebabkan terjadinya perbedaan. Hal lainnya yang juga dapat menyebabkan peredaran usaha di PPh berbeda dari total penyerahan di PPN adalah penerimaan uang muka atas BKP atau JKP. Dari sisi PPh, pada saat menerima uang muka belum diakui sebagai penghasilan. Sementara dari sisi PPN, pembayaran uang muka sudah terutang PPN dan harus dibuatkan Faktur Pajak dan dilaporkan dimasa pajak dibuatnya Faktur Pajak. Bila hal ini terjadi di masa pajak Desember atau akhir periode akuntansi, tentunyahal ini menyebabkan timbulnya perbedaan.
2. Beda kurs Dalam hal ini terdapat transaksi yang menggunakan mata uang asing, Pasal 4 ayat (1) huruf I jo. Pasal 6 ayat (1) hutuf e UU PPh menyebutkan bahwa keuntungan atau kerugian karena kurs mata uang asing diakui berdasarkan sistem pembukuan yang di anut dan dilakukan secara taat asas sesuai dengan Standar Akuntansi
40
Keuangan (SAK) yang berlaku di Indonesia. Dalam hal ini, kurs yang diakui sesuai dengan SAK adalah kurs tengah Bank Indonesia. Namun disisi lain, untuk kepentingan perhitungan PPN Wajib Pajak harus menggunakan kurs Menteri Keuangan. Perbedaan kurs ini akan mengakibatkan terjadinya perbedaan dalam nilai rupiah dari omzet menurut SPT PPh dengan nilai penyerahan total menurut SPT PPN.
3. Penyerahan yang tidak termasuk dalam akun penjualan Perlu diketahui bahwa tidak semua penyerahan yang dilaporkan dalam SPT Masa PPN merupakan penjualan barang dagangan (BKP) atau JKP yang masuk dalam akun penjualan di laporan keuangan perusahaan, yang nantinya akan dilaporkan sebagai peredaran usaha dalam SPT PPh Badan. Dalam SPT Masa PPN, total penyerahan BKP/JKP terdiri dari : 1) Penjualan BKP barang dagangan/JKP. 2) Pengalihan aktiva yang menurut tujuan semula tidak diperjualbelikan; 3) Penyerahan antar cabang; 4) Pemakaian sendiri atau cuma-cuma. Dari empat jenis penyerahan yang disebutkan di atas, tentunya hanya penjualan BKP/JKP yang masuk sebagai peredaran usaha di PPh badan. Pengalihan aktiva akan masuk ke dalam pos other income, sedangkan untuk penyerahan antar cabang, pemakaian sendiri atau cuma-cuma tidak masuk sebagai peredaran usaha ataupun other income. Kemudian perlu dipahami juga bahwa tidak semua penyerahan aktiva akan dilaporkan sebagai penyerahan. Pasalnya menurut Pasal 16D UU PPN, tidak semua penyerahan aktiva terutang PPN. Mengacu pada pasal 16D UU PPN, semua
41
penyerahan aktiva terutang PPN kecuali aktiva berupa sedan, station wagon, dan aktiva yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha. Sementara di sisi PPh, setiap kali ada pengalihan aktiva apapun bentuknya dan tujuan peruntukkannya apakah untuk kegiatan usaha atau bukan akan tetap dilaporkan dan dihitung laba pengalihan aktivanya. Jadi terkait dengan pengalihan aktiva ini, ada dua hal yang menyebabkan perbedaan : 1) Aktiva yang dialihkan tidak terutang PPN (dikecualikan dari pasal 16D UU PPN). 2) Aktiva yang dialihkan terutang PPN, namun nilai DPP PPN dan nilai pengalihan aktiva yang di akui PPh berbeda. Nilai yang menjadi dasar pengalihan aktiva untuk perhitungan PPN adalah harga pasar wajar, sedangkan untuk PPh bergantung pada kondisi.
4. Penghasilan tapi bukan Objek PPN Ekualisasi PPN dengan PPh memang erat kaitannya dengan adanya aliran tambahan kemampuan ekonomis (penghasilan). Namun, perlu diketahui bahwa tidak semua penghasilan yang kita terima terkait dengan objek PPN. Hanya penghasilan yang berasal dari penyerahan BKP dan/atau JKP saja yang merupakan Objek PPN dan bisa diekualisasi. Beberapa penghasilan yang bukan Objek PPN di antaranya adalah pendapatan dari investasi perusahaan, seperti bunga tabungan, bunga deposito, bunga obligasi, dividen, bunga pinjam meminjam, dan lainnya. Jadi sebelum melakukan ekualisasi, maka penghasilan ini harus dikeluarkan terlebih dahulu.
42
5. Kesalahan dalam pengisian SPT atau kesalahan tulis dan kesalahan hitung Hal lainnya di luar yang telah dibahas di atas yang bisa menyebabkan terjadinya perbedaanadalah kemungkinan terjadinya kesalahan pada saat mengisi SPT atau kesalahan dalam perhitungan. Misalnya salah dalam merekap jumlah peredaran usaha atau kesalahan dalam mengklasifikasikan Objek PPN, yang semestinya dimasukkan sebagai Objek PPN, namun akhirnya tidak dipungut PPN. Hal yang perlu juga dipehatikan adalah bila terjadi koreksi harga atau perubahan transaksi yang menyebabkan penyesuaian jumlah nilai kontrak, maka Wajib Pajak juga perlu untuk melakukan penyesuaian peredaran uasaha pada laporan keuangannya dan penyesuaian penyerahan yang ada dalam SPT Masa PPN. Dalam hal terjadi kesalahan dalam penulisan Faktur Pajak atau karena koreksi harga dalam faktur, maka Wajib Pajak perlu membetulkan SPT Masa PPN nya agar tidak menimbulkan perbedaan antara SPT Masa PPN dengan peredaran usaha yang dilaporkan di SPT PPh Bada. Perlu diketahui bahwa perbedaan-perbedaanyang terjadi cenderung tidak dapat dihindari. Terutama, bila perbedaan itu terjadi karena disebabkan oleh peraturan PPN dan PPh yang tidak sama. Lalu bagaimana mengantisipasi hal tersebut? Wajib Pajak perlu menyadari dan menelusuri perbedaan yang terjadi dengan membuat rekonsiliasi. Kemudian, berikutnya adalah membuat dokumentasi dan pembukuan yang rapi. Dalam hal ini Wajib Pajak perlu membuat catatan tersendiri yang bisa menunjukkan kapan sebuah transaksi diakui sebagai penjualan dan kapan transaksi tersebut dilaporkan dalam SPT Masa PPN. Hal ini memang akan menambah pekerjaan administratif, tapi hal ini tentu lebih baik ketimbang nantinya harus membayar pajak yang belum jelas kebenarannya, yang mungkin hanya disebabkan karena sulit menelusuri transaksinya.
43
Mengetahui sejak awal berbagai perbedaan itu (berarti juga langsung mendokumentasikannya), merupakan tindakan yang bijaksana. Hal ini bisa membantu dalam proses penyusunan SPT Masa PPN, apalagi dalam kasus menghadapi pemeriksaan pajak.
D. Analisa Ekualisasi SPT Tahunan Badan dengan SPT Masa PPN
Dalam proses pemeriksaan, misalnya untuk menguji apakah total penyerahan yang ada dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPN telah dilaporkan seluruhnya, fiskus sering membandingkan dengan nilai peredaran usaha yang dilaporkan oleh Wajib Pajak dalam SPT Tahunan PPh. Sebaliknya, untuk menguji nilai peredaran usaha atau omzet di SPT PPh, fiskus juga sering membandingkan dengan total penyerahan dalam SPT Masa PPN. Cara yang digunakan fiskus tersebut merupakan salah satu metode standar yang digunakan dalam proses pemeriksaan pajak yang lebih dikenal dengan istilah ekualisasi. Meskipun metode ini terbilang sederhana, namun dari metode ini fiskus sering menemukan koreksi dari selisih hasil ekualisasi, meskipun dalam beberapa kasus hal ini tidak sepenuhnya dapat dibenarkan. Pasalnya, tidak semua perbedaan yang terjadi akibat ekualisasi dapat dilakukan koreksi. Cara membuat ekualisasi omzet PPN dengan PPh sebenarnya hampir sama seperti membuat rekonsiliasi antara saldo buku bank dengan rekening Koran. Dalam rekonsiliasi buku bank dengan rekening Koran, berbagai perbedaan harus ditelusuri dan di ketahui sebab-sebabnya. Perlu dipahami disini, bahwa ekualisasi tidak
44
dimaksudkan untuk memperoleh angka atau nilai yang sama, tetapi untuk mengetahui perbedaan tersebut dapat terjadi. Dalam hal melakukan ekualisasi antara SPT Tahunan Badan dengan SPT Masa PPN, PT Raka Utama melakukannya dengan tujuan untuk memperoleh angka yang sama antara omzet menurut SPT Tahunan Badan dan total penyerahan dalam SPT Masa PPN, sehingga bila da perbedaan maka selisihnya menjadi koreksi pajak oleh fiskus. Berikut ini adalah ekualisasi yang dilakukan pada tahun 2008, 2009 dan 2010 :
a. Ekualisasi SPT Tahunan PPh Badan dengan SPT Masa PPN tahun 2008
Penjualan menurut laporan Keuangan ( L/R ) Penyerahan Januari s/d Desember menurut SPT Masa PPN Selisih Penyebab dari selisih tersebut : 1. Reklas pengakuan Uang Muka proyek terdiri dari : *) Gedung Beladiri *) Apartemen Permata Hijau Residences TK Aloysius Batununggal RSUD Cicalengka *) Gereja Pandu *) SMU Tzu Chi
2.
: 217.930.654.043 : 207.191.547.280 : 10.739.106.763
: :
: :
1.209.090.909 11.967.822.727 248.741.818 4.000.692.725 103.810.496 620.044.997 18.150.203.672
Reklas dari Uang Muka proyek ke pendapatan diterima dimuka terdiri dari : *) Apartemen Permata Hijau Residences -4.000.000.000 : *) SMU Sultan Agung -1.025.998.182 : *) Gereja Pandu -476.007.818 : *) SMU Tzu Chi -1.909.090.909 : -7.411.096.909 Jumlah Selisih
:
45
10.739.106.763
Penjelasan perbedaan 1) PT. Raka Utama mengakui pendapatan uang muka dengan menggunakan metode kas basis, yang mana penerimaa atau pengeluaran kas tersebut di akui apabila telah benar – benar terjadi. Dalam metode tersebut pendapatan uanga muka ini di akui setiap periode akuntansi berdasarkan estimasi presentase penyelesaian proyek konstruksi. 2) Penerimaan uang muka yang terjadi pada tahun berjalan atas BKP atau JKP. Dari sisi PPh, pada saat menerima uang muka belum diakui sebagai penghasilan. Sementara dari sisi PPN, pembayaran uang muka sudah terutang PPN dan harus dibuatkan Faktur Pajak dan dilaporkan dimasa pajak dibuatnya.
b. Ekualisasi SPT Tahunan PPh Badan dengan SPT Masa PPN tahun 2009
Penjualan menurut laporan Keuangan ( L/R ) Penyerahan Januari s/d Desember menurut SPT Masa PPN Selisih Penyebab dari selisih tersebut : 1. Reklas pengakuan Uang Muka proyek terdiri dari : *) Cileungsi *) Apartemen Permata Hijau Residences *) TK Aloysius Batununggal *) SMU Sultan Agung Cililin *) Gereja Pandu *) SMU Tzu Chi *) Pasar Mangkurawang
2.
: : :
133,352,335,310 140,487,015,597 (7,134,680,287)
: : : :
1,305,323,636 1,832,391,000 548,837,787 648,187,484 1,726,763,857 448,890,465 1,149,233,358 4,814,933,946 12,474,561,533
: : :
Reklas dari Uang Muka proyek ke pendapatan diterima dimuka terdiri dari : *) Graha Pemuda -6,790,909,090 : *) Pasar Mangkurawang -6,401,254,545 : *) Hotel Sadurangas : -6,415,818,182 -19,607,981,817
46
3.
Pendapatan Lainnya
:
-1,260,000
Jumlah Selisih
:
-7,134,680,284
Penjelasan perbedaan 1) PT. Raka Utama mengakui pendapatan uang muka dengan menggunakan metode kas basis, yang mana penerimaa atau pengeluaran kas tersebut di akui apabila telah benar – benar terjadi. Dalam metode tersebut pendapatan uanga muka ini di akui setiap periode akuntansi berdasarkan estimasi presentase penyelesaian proyek konstruksi. 2) Penerimaan uang muka yang terjadi pada tahun berjalan atas BKP atau JKP. Dari sisi PPh, pada saat menerima uang muka belum diakui sebagai penghasilan. Sementara dari sisi PPN, pembayaran uang muka sudah terutang PPN dan harus dibuatkan Faktur Pajak dan dilaporkan dimasa pajak dibuatnya. 3) Sedangkan perbedaan selanjutnya di sebabkan oleh penyerahan PPN yang tidak termasuk dalam penjualan yang merupakan pengalihan aktiva yang akan masuk ke dalam pos other income.
47
c. Ekualisasi SPT Tahunan PPh Badan dengan SPT Masa PPN tahun 2010
Penjualan menurut laporan Keuangan ( L/R ) Penyerahan Januari s/d Desember menurut SPT Masa PPN Selisih Penyebab dari selisih tersebut : 1. Reklas pengakuan Uang Muka proyek terdiri dari : *) BLK 3 *) Gereja Pandu *) Graha Pemuda *) Hotel Grogot *) Kolam Renang Batununggal *) Permata Hijau Residences *) Pasar Mangkurawang *) Pasar Mangkurawang 2 *) SMU Sultan Agung *) SMU Tzu Chi *) TK Aloysius Batununggal
: : :
143,964,350,513 102,290,067,608 41,674,282,905
: : : :
1,041,087,382 27,117,353 3,226,054,209 6,415,818,182 357,573,316 155,727,000 1,586,320,599 3,345,745,455 274,000,202 139,812,554 111,511,304 16,680,767,556
: : : : : :
2. Reklas dari Uang Muka proyek ke pendapatan diterima dimuka terdiri dari : *) BLK 3 -1,301,359,227 : *) Kolam Renang Batununggal -480,943,500 : *) Pasar mangkurawang 2 -4,176,521,779 -5,958,824,506 3. Pengakuan pendapatan proyek kantor Dinas ( JO ) Jumlah Selisih
:
30,952,339,855
:
41,674,282,905
Penjelasan perbedaan 1) PT. Raka Utama mengakui pendapatan uang muka dengan menggunakan metode kas basis, yang mana penerimaa atau pengeluaran kas tersebut di akui apabila telah benar – benar terjadi. Dalam metode tersebut pendapatan uanga muka ini di akui setiap periode akuntansi berdasarkan estimasi presentase penyelesaian proyek konstruksi.
48
2) Penerimaan uang muka yang terjadi pada tahun berjalan atas BKP atau JKP. Dari sisi PPh, pada saat menerima uang muka belum diakui sebagai penghasilan. Sementara dari sisi PPN, pembayaran uang muka sudah terutang PPN dan harus dibuatkan Faktur Pajak dan dilaporkan dimasa pajak dibuatnya. 3) Sedangkan perbedaan selanjutnya di sebabkan oleh adanya perbedaan pengakuan pendapatan dimana adanya pendapatan yang baru di akui pada tahun ini sedangkan pendapatan tersebut juga berasal dari tahun sebelumnya yaitu pendapatan JO dimana bukti potong atas penghasilan tersebut baru diterima dan di akui pada tahun ini. 4) Untuk pengakuan pendapatan pada saat uang muka di terima jurnalnya adalah sbb :
Piutang
xxx
PPh
xxx Pendapatan diterima dimuka
xxx
PPN
xxx
Dalam pencatatan tersebut Uang muka baru diakui sebagai piutang karena, dalam pengakuan pendapatan perusahaan Jasa Kontruksi disini menggunakan metode presentase penyelesaian konstruksi dimana uang muka tersebut baru akan diakui setelah ada presentase termijn di lapangan.
Dengan adanya ekualisasi tersebut maka Wajib Pajak dapat membuktikan dan menjelaskan dimana letak perbedaan dan penyebab perbedaan tersebut. Terutama bagi seorang fiskus pajak yang dalam pemeriksaan pajak dimana selisih tersebut akan menjadi bahan koreksi.
49