BAB IV ANALIS A DAN PEMBAHAS AN
IV.1. Analisa Lingkungan IV.1.1. Analisa Lingkungan Sekitar IV.1.1.1. Kegiatan dan Potensi Sekitar Tapak M elalui survey lapangan yang telah dilakukan serta data-data yang telah diperoleh, jenis kegiatan di sekitar tapak dapat di kategorikan sebagai berikut:
Gambar 4.1: Kegiatan sekitar tapak
A
B TAPAK
C D
Area hunian/pemukiman Area niaga/pasar tradisional Area perkantoran & perhotelan Sumber: Googlemaps, 2009 34
•
Daerah A Area hunian/pemukiman penduduk. Sebagian besar didiami oleh penduduk kalangan menengah. Karena merupakan area hunian maka daerah ini cukup tenang. Foto 4.1: Area hunian sebelah barat dan utara tapak
•
Daerah B Area bisnis dan perkantoran, diarea ini terdapat beberapa bangunan tinggi seperti gedung menara BCA yang berada persis di seberang timur tapak. Didepan tapak tepatnya bagian timur tapak merupakan Jl. Letjend. S. Parman, dan terdapat jalur tol dalam kota. Pada bagian ini rawan macet terutama pada jam-jam pergi dan pulang kantor. Foto 4.2: Area perkantoran sebelah timur tapak
35
•
Daerah C Area bisnis, hotel dan perkantoran, diarea ini terdapat beberapa bangunan tinggi seperti Hotel Peninsula yang berada persis diseberang flyover yang melintasi tapak Slipi Jaya. Terdapat pula halte busway yang berada persis di sebelah tenggara tapak. Area ini termasuk area yang rawan macet, terutama pada jam-jam pulang kantor yang disebabkan adanya pertemuan arus kendaraan dari arah Slipi. Foto 4.3: Area kantor dan perhotelan di sebelah tenggara tapak
•
Daerah D Area pasar, ruko, kantor dan rumah penduduk. Area sebelah selatan tapak ini merupakan area multi aktivitas, namun lebih didominasi oleh adanya Pasar Slipi. Cukup macet karena adanya putaran arah dan belokan menuju kearah Kemanggisan, disamping itu adanya parkir liar dan disepanjang badan jalan mengakibatkan arus lalu lintas di area ini sering terhambat.
36
Foto 4.4: Area pasar dan pertokoan di sebelah selatan tapak
Catatan: Dari hasil survey diatas beberapa hal yang menjadi petimbangan, bahwa kegiatan ataupun aktivitas di sekitar tapak cukup mendukung fungsi tapak nantinya sebagai area pusat perbelanjaan (mall) dan area hunian (apartemen). Potensi tapak cukup menjanjikan, karena berada di kawasan niaga dan perkantoran yang termasuk target pasar yang sesuai yaitu menengah ke atas. Hal ini juga didukung dengan adanya area/kawasan pemukiman dibagian utara dan barat tapak yang dapat menjadi sebuah potensi pasar bagi proyek ini, terutama sebagai target pasar dari pusat perbelanjaan/mall yang akan direncanakan.
IV.1.1.2. Ketinggian Bangunan di Sekitar Tapak Tapak berada di kawasan pemukiman, pasar, dan perkantoran. Dari data yang diperoleh ketinggian rata-rata bangunan dikawasan pemukiman disebelah utara dan barat tapak adalah sekitar 2 lantai atau sekitar 8 hingga 10 m. Sedangkan pada bagian selatan tapak, yaitu pasar tradisional dan pertokoan ketinggian bangunan rata-rata sekitar 3 lantai. Pada bagian timur tapak adalah area perkantoran dengan tipikal
37
ketinggian bangunan middle-rise (6-9 lantai) dan bangunan high-rise (lebih dari 9 lantai). Foto 4.5: Ketinggian bangunan di sekitar tapak
Ketinggian bangunan disekitar tidak menjadi permasalahan bagi tapak, namun adanya flyover yang berada di sisi selatan tapak agak sedikit menghalangi titik pandang manusia yang datang dari arah Senayan. Terutama untuk ketinggian 3-4 lantai pertama dari bangunan mal dan apartemen ini yang akan sedikit terhalang. Catatan: Sebuah karya arsitektur perlu mendapatkan apresiasi dari masyarakat. Untuk itu bangunan harus mudah terlihat agar dapat diakses dengan mudah dan mendapat apresiasi
38
dari masyarakat. Jika dikaitkan dengan masalah diatas maka solusinya yaitu dari segi desain bangunan harus dapat ”eyescatching”/menarik, baik dari faktor desain bentuk/massa bangunan dan warna, hal ini juga terkait dengan pemilihan peletakkan pintu masuk kedalam tapak harus jelas dan terlihat dari jalan utama.
IV.1.1.3. Kebisingan Karena tapak berada di salah satu kawasan jalan protokol ibukota yaitu di berada di sepanjang Jl. Letjend S. Parman dan dilewati jalur tol dalam kota yang cukup padat maka kemungkinan tingkat kebisingan yang akan ditimbulkan cukup besar dan dapat menggangu ketenangan pada tapak, dan berikut adalah analisanya: Gambar 4.2. Tingkat kebisingan disekitar tapak
Sumber: Googlemaps, 2009
39
Terkait dengan kegiatan disekitar tapak, area hijau adalah kawasan pemukiman dengan aktivitas-aktivitas hunian sehari-hari yang tidak terlalu berpengaruh menimbulkan kebisingan pada tapak. Karena terdapat putaran kendaraan, flyover serta merupakan persimpangan menuju Jl. Letjend S. Parman dengan tingkat kecepatan kendaraan yang tidak terlalu tinggi, maka area oranye berpotensi menimbulkan kebisingan sedang. Sedangkan area merah adalah yang berpotensi menimbulkan kebisingan yang tinggi karena berhadapan dengan jalan utama, terutama pada jam-jam kantor. Alternatif 1: Penanaman pohon/vegetasi pelindung sebagai buffer kebisingan Penanaman pohon ataupun vegetasi pelindung dengan jarak tanam, serta karakter dan bentuk pohon/vegetasi yang tepat di bagian sisi tapak yang berhadapan dengan jalan dapat menjadi buffer dan mereduksi kebisingan yang ditimbulkan oleh lingkungan sekitar. Gambar 4.3: Vegetasi sebagai buffer kebisingan
Alternatif 3: Pengaturan zoning area pada tapak Area-area dengan aktivitas tinggi, ramai dan tidak terlalu terpengaruh dengan kebisingan seperti area publik (mall/pusat perbelanjaan) yang memang harus mengundang dan
40
mudah diakses oleh pengguna diletakkan dekat dengan jalan utama. Sedangkan area-area yang membutuhkan kenyamanan dan ketenangan yang tinggi (seperti aparteman) ditempatkan jauh dari jalan utama. Pemisahan serta peletakkannya dapat berupa pemisahan secara zoning area horizontal ataupun pemisahan secara vertikal (perbedaan ketinggian lantai). Gambar 4.4: alternatif pengaturan zoning terkait kebisingan
Sumber: Googlemaps, 2009 Catatan: Yang perlu menjadi catatan adalah kebisingan tidak dapat dihilangkan, namun dapat diupayakan untuk diredam. Dari analisa diatas dapat diketahui bahwa penzoningan area-area fungsi pada tapak dengan menempatkan area publik yang banyak terdapat aktifitas dan cenderung ramai, cukup efektif untuk mengurangi efek kebisingan yang ditimbulkan oleh lingkungan sekitar. Dan memang pada dasarnya area publik ini sebaiknya ditempatkan pada bagian yang ”terlihat” dan mudah diakses oleh manusia.
41
Dengan penempatan ini diharapkan area-area yang bersifat lebih privat dapat lebih tenang.
IV.1.1.4 View View pada tapak tergantung pada posisi, karakter serta potensi lingkungan sekitar tapak. Beberapa view yang dimungkinkan disekitar tapak anatar lain: Foto 4.6: View sekitar tapak
Selain itu menurut potensi lingkungannya secara garis besar terdapat dua jenis view, antara lain : Tabel 4.1: Perbandingan alternatif metode peredam kebisingan Jenis View
Karakteristik
1. View ke luar
•
Punya view yang potensial disekitar tapak, seperti: pemandangan alam, city view, dll.
•
Umumnya lebih efektif jika level pandangan mata lebih tinggi dari view tersebut
42
•
Lebih sesuai diterapkan pada bangunan hunian/resort serta yang fungsi serta aktivitasnya cenderung bersifat keluar
2. View ke dalam
•
View yang kurang potensial di sekitar tapak
•
Dapat diterapkan pada jenis bangunan apapun, namun lebih sesuai jika mempunyai fungsi serta aktivitas yang kedalam/terpusat
•
M emanfaatkan keadaan existing tapak ataupun menciptakan sebuah point of view baru didalam tapak
Catatan: Yang perlu menjadi catatan adalah view disekitar tapak kurang potensial, karena tidak ada potensi alam yang mendukung dan hanya terdapat ‘wajah’ perkotaan serta lalu lintas padat disekitar tapak. Namun yang masih bisa di andalkan adalah city view yang dapat dirasakan efektif pada level bangunan yang lebih tinggi seperti bangunan apartemen, ataupun menciptakan view baru didalam tapak.
IV.1.2. Analisa Iklim Tapak dari proyek berada di kota Jakarta yang mempunyai iklim tropis basah, maka bangunan yang dirancang nantinya selain harus memenuhi fungsinya sebagai
43
sebuah bangunan komersial dan terpenuhi segi estetikanya, juga harus memperhatikan kondisi iklim setempat. M enurut Paul Gut dan Dieter Ackernecht dalam bukunya Climate Responsive Building, faktor-faktor utama yang mempengaruhi kenyamanan manusia pada bangunan yang dirancang pada daerah beriklim tropis adalah:
IV.1.2.1. Temperatur Udara M enurut data yang didapatkan dari Badan M eteorologi dan Geofisika pada tahun 2009, temperatur udara rata-rata pada tapak yaitu antara 26ºC hingga 32ºC (BM G, 2009). Sedangkan perbedaan suhu rata-rata antara musim hujan dan musim kemarau, ataupun antara siang dan malam, tidak menunjukkan perbedaan yang besar. Suhu maksimum terjadi pada bulan Oktober, yaitu antara 31,2-34,9ºC dan suhu minimum terjadi pada bulan Februari yaitu antara 21,4-25,8ºC. Temperatur yang nyaman untuk manusia yang tinggal di iklim tropis basah seperti di kota Jakarta adalah antara 24-30ºC. Jika dikaitkan dengan data yang diperoleh dari BMG, maka temperatur udara rata-rata pada tapak pada saat-saat tertentu masih cukup tinggi. Temperatur udara pada tapak juga terkait dengan radiasi panas matahari. Radiasi panas matahari yang mengenai bagian-bagian bangunan yang berhadapan langsung dengan ruang luar, seperti dinding, atap, juga perkerasan luar (seperti jalan, trotoar, dll.) akan membuat temperatur/suhu disekitar tapak meningkat. Panas yang dihasilkan akan masuk merambat kedalam bangunan dan membuat suhu ruangan naik, suhu ruangan yang naik akan membuat kerja pengkondisian udara serta konsumsi energi yang meningkat.
44
Alternatif 1: Penanaman vegetasi/pohon Salah satu solusi dalam menurunkan suhu sekitar tapak yang cukup tinggi adalah dengan penanaman pohon pelindung disekitar bangunan sebagai upaya mengatasi radiasi matahari langsung pada material keras seperti halnya atap, dinding, halaman parkir (perkerasan luar). Dengan upaya penanaman pohon pelindung disekitar bangunan dapat menurunkan suhu sekitar tapak sampai dengan 3°C (Akbari et al, 2001). Alternatif 2: mengurangi pemakaian material keras pada perkerasan luar Pemakaian material keras terutama pada perkerasan ruang luar seperti pemakaian beton, aspal, dll. Jika material keras ini dapat dikurangi, maka radiasi panas yang dipantulkan kembali ke udara disekitar tapak dapat berkurang (Brown, 1994). Gambar 4.5: alternatif perkerasan luar
45
Catatan: Berdasarkan data serta analisa diatas yang perlu mendapat perhatian bahwa salah satu upaya yang cukup efektif dalam menurunkan temperatur udara disekitar tapak karena dapat diaplikasikan pada luasan yang lebih besar, adalah dengan mengurangi penggunaan material keras (seperti contohnya beton, aspal, dll.) terutama pada perkerasan ruang luar seperti jalan, tempat parkir, sirkulasi manusia, dll.
IV.1.2.2. Kelembaban Udara M enurut data Badan M etorologi dan Geofisika, kelembaban udara pada tapak berkisar 50-80 %. Angka ini menunjukan adanya kelembaban yang tinggi pada tapak, yang dapat menyebabkan kulit terasa lengket dan berpotensi mengurangi kenyamanan pengguna bangunan. Beberapa alternatif solusi yang dapat dipertimbangkan, yaitu: Alternatif 1: M enggunakan sistem pengudaran alami Pemanfaatan sistem pengudaraaan alami untuk mencapai temperatur dan kelembaban ruangan yang ideal, yakni berkisar 40-50% akan sulit tercapai, karena bergantung pada kondisi cuaca. Namun dengan memanfaatkan pengudaraan alami, yakni dengan menggunakan ventilasi silang dapat membuat bangunan menjadi hemat energi. Alternatif 2: M embuat sistem pengudaraan buatan Dengan membuat sistem pengudaraaan buatan, pencapaian temperatur dan kelembaban ruangan yang ideal, yakni berkisar 40-50% akan lebih mudah untuk dicapai, sehingga dapat memberikan kenyamanan thermal bagi pengguna bangunan. Terkait dengan topik hemat energi, maka perlu dipertimbangkan dengan lebih seksama mengenai jenis AC yang sesuai dengan kegiatan, fungsi, luas ruang agar penggunaan AC menjadi lebih hemat energi.
46
Alternatif 3 : M enggunakan sistem pengudaran alami dan buatan Pemanfaatan sistem pengudaraan alami terutama pada area-area terbuka ataupun pada area yang tidak menuntut tingkat kenyamanan thermal yang cukup tinggi dapat diterapkan, sedangkan area-area ataupun ruang-ruang yang memerlukan kenyamanan yang tinggi untuk pencapaian temperatur serta kelembaban yang ideal antara 40-50% dapat memanfaatkan sistem pengudaraan buatan namun harus diperhatikan meneganai jenis dan penggunaan sistem pengkondisian udara seperti AC, serta kegiatan maupun fungsi yang akan diakomodasi sehingga penggunaan AC lebih hemat energi. Catatan: Solusi yang sesuai dengan kondisi tapak, sifat bangunan, dan karakter pengguna adalah pemanfaatan sistem pengudaraan buatan dan alami. Tujuan penggunaan tata udara buatan untuk membantu menciptakan kenyamanan thermal pada bangunan. Sedangkan walaupun tidak signifikan, penggunaan pengudaraan alami dapat diterapkan pada ruang-ruang dalam yang tidak banyak terdapat aktivitas serta tidak membutuhkan tingkat kenyamanan thermal yang tinggi, seperti contohnya koridor/selasar pada apartemen.
3.
Radiasi Sinar M atahari Letak kota Jakarta yang berada pada 6 ºLS menyebabkan sudut penerimaaan sinar
matahari yang tidak sama pada setiap sisi bangunan pada setiap bulannya. Berdasarkan diagram matahari pada 6 ºLS, dari pertengahan Februari sampai dengan pertengahan September, pola pergerakkan matahari berada di atas dan di sebelah utara setiap tahunnya. Sehingga sisi bagian Utara bangunan akan mengalami penyinaran cahaya matahari lebih lama, yakni 8 bulan.
47
Gambar 4.6: Diagram matahari berdasarkan pergerakan bulan
Sumber: Georg F. Lippsmeier, 1997
Berdasarkan pergerakkan matahari pada setiap harinya, suhu dengan temperatur terendah berada pada 1-2 jam sebelum matahari terbit dan perlahan mulai naik; sedangkan temperatur tertinggi berada pada waktu 1-2 jam setelah tengah hari dan mengalami penurunan; pertambahan panas terbesar terdapat pada fasad barat, barat daya atau barat laut. Gambar 4.7: Diagram matahari berdasarkan pergerakan harian
Sumber: Georg F. Lippsmeier, 1997
48
Dari 2 kondisi di atas, maka dapat diketahui bahwa sisi fasad bangunan sebelah barat, barat daya, barat laut akan mendapatkan pancaran radiasi panas matahari terbesar dan sisi utara akan mengalami waktu pancaran radiasi matahari lebih dalam tiap tahun. Alternatif 1: M assa bangunan yang diorientasikan ke arah utara-selatan Pengorinetasian bidang sisi bangunan yang lebih panjang kearah sisi hadap utara-selatan akan mengurangi penerimaan radiasi panas matahari yang diterima oleh bangunan, hal ini dikarenakan sisi utara-selatan merupakan area yang lebih sedikit menerima pancaran radiasi sinar panas matahari dibandingkan dengan sisi timur-barat. Alternatif 2: M enggunakan selubung bangunan maupun sun-shading Selubung bangunan
maupun sun-shading
(tirai matahari)
dapat
meminimalkan
penerimaan radiasi panas pada kulit bangunan. Penerapannya dapat menambah nilai estetika pada bangunan. Contoh-contoh selubung bangunan, yakni sirip vertical, sirip horizontal, dinding masiv dan curtain wall. Alternatif 3: M engarahkan bukaan ke arah Utara Selatan Sebaiknya bukaan pada bangunan, misalnya jendela, diarahkan ke Utara Selatan dibandingkan kearah timur-barat agar meminimalkan pancaran radiasi panas matahari yang masuk ke dalam ruangan, karena bagian utara-selatan adalah sisi yang tidak langsung terkena radiasi panas matahari sehingga tidak memberatkan pengkondisian udara (AC), dan penggunaan AC dapat lebih hemat energi. Catatan: Alternatif yang sesuai adalah solusi yang mengedepankan aspek desain massa bangunan sebagai dasar perancangan bangunan nantinya. Secara otomatis apabila luasan permukaan bangunan yang terpapar radiasi panas matahari dapat dikurangi maka dengan
49
sendirinya intensitas panas yang masuk kedalam bangunan pun akan berkurang, seperti alternatif 1. 4. Pergerakan Udara/angin M enurut Badan M eteorologi dan Geofisika, kecepatan angin rata-rata di sekitar tapak antara 0,6 m/s sampai 1,5 m/s. Namun yang perlu diingat, bahwa kecepatan angin di tiap ketinggian berbeda-beda, makin ke atas, kecepatan angin semakin cepat (Brown, 1994). Pemanfaatan udara/angin dapat membantu usaha ”penyejukan bangunan” yang terkait dalam sirkulasi udara dalam usaha pencapaian kenyamana thermal pada bangunan, namun pergerakan udara/angin yang berlebihan akan menganggu aktivitas serta kesehatan pengguna. Alternatif 1 : M embuka celah antar massa bangunan agar angin dapat mengalir di antara bangunan. Namun metode ini efektif apabila digunakan pada massa bangunan yang lebih dari satu massa dan apabila pergerakan angin cukup cepat malah dapat menggangu kenyamanan pengguna. Gambar 4.8: Pengaruh angin terhadap bangunan
Sumber: Georg F. Lippsmeier, 1997
50
Alternatif 2 : M enggunakan sistem pengudaraan buatan pada pusat perbelanjaan dan apartemen. Catatan: solusi permasalahan yang baik adalah yang tentu tidak mengganggu kenyamanan dan aktivitas manusia karena hal ini adalah prioritas yang paling penting, oleh
sebab
itu
pemilihan
sistem
pengudaraan
buatan
untuk
membantu
pergerakan/sirkulasi udara pada bangunan dapat membantu pengguna dalam mencapai kondisi kenyamanan thermal. Namun harus diperhatikan baik dari jenis, penggunaan, serta maintenance agar dapat optimal dan tidak menambah beban kerja sekaligus konsumsi energi yang besar.
IV.1.3. Analisa Pencapaian dan Pintu Masuk Setelah mengetahui dan menganalisa karakteristik tapak, kegiatan disekitar tapak, dan juga aksesibilitas terhadap tapak maka kemudian dapat dianalisa pencapaian terhadap pintu masuk ke dalam tapak. Hal ini juga ditunjang dengan terdapatnya banyak trayek angkutan umum seperti bus yang melewati tapak. Kendala lingkungan yang dihadapi adalah kemacetan di Jl. Letjend. S. Parman pada jam-jam tertentu seperti jam berangkat dan pulang kerja, namun hal ini tidak terlalu menjadi permasalahan karena tersedia 3 lajur jalan dan terdapat jalur tol dalam kota yang telah dapat meminimalisir kemacetan yang terjadi, dan karena merupakan jalan utama maka sebaiknya pencapaian akses masuk ditempatkan di area ini. Selain itu pada jam tertentu lalu lintas di Jl. Kemanggisan Utama yang mengarah ke Jl. Letjend S. Parman agak terhambat dikarenakan banyak angkutan umum seperti
51
ojek, bajaj, dll. yang menunggu penumpang, juga terdapat putaran kendaraan yang juga terhambat dengan adanya parkir liar di seberang tapak, tepatnya di depan pasar. Pertimbangan kemudahan akses keluar kendaraan juga harus diperhatikan, apalagi terkait dengan aktivitas sehari-hari penggunanya (menuju kantor, kampus, pasar, dll.) maka penempatan akses keluar yang mudah adalah salah satu pertimangan. Oleh karena itu untuk mengatasi ataupun upaya mengurangi permasalahan yang ada, maka dibawah ini terdapat beberapa alternatif-alternatif solusi yang dapat dipilih untuk menentukan titik masuk pencapaian ke dalam tapak, antara lain: Tabel 4.2: Perbandingan akses pencapaian kedalam tapak Alternatif Akses Pada
Kejelasan &
Probabilitas
Probabilitas
Tapak
kemudahan
kemacetan
crossing
2
2
Jumlah
akses
3
7
1
52
3
1
2
6
3
2
3
8
2
3 Keterangan:
1 Æ Kurang 2 Æ Sedang 3 Æ Baik
Catatan: Alternatif pintu masuk yang baik adalah yang tidak membuat masalah kemacetan baru serta crossing kendaraan disekitar tapak. Selain itu pertimbangan akses keluar-masuk yang mudah bagi penggunanya merupakan salah satu aspek penting yang mesti direncanakan, oleh karena itu alternatif ke-3 mempunyai nilai tambah dibanding yang lainnya.
53
IV.1.4. Analisa Zoning Tapak Penzoningan adalah pengelompokan jenis-jenis dari suatu ruang/aktivitas yang mempunyai sifat yang sama. Penzoningan dilakukan agar terdapat memperjelas daerah/area apa saja yang dapat di akses oleh pengguna/penghuni, umum, ataupun pengelola/service, selain itu juga ditujukan untuk memudahkan peletakan ruang-ruang sesuai dengan jenis dan karakternya. Dalam suatu perancangan luar harus memenuhi kebutuhan penghuni/pengguna akan suatu aktivitas, kenyamanan dan keamanan, oleh karena itu penzoningan pada tapak dibagi menjadi 3 kelompok besar, yaitu: •
Privat Æ meliputi area-area hunian, seperti area apartemen.
•
Service Æ meliputi area-area penunjang/service serta area pengelola.
•
Publik Æ meliputi area komersial, seperti area mall/perbelanjaan, parkir, area terbuka lainnya (taman luar, plaza, dll.).
Peletakan zona-zona pada tapak dipengaruhi pula oleh faktor-faktor sebagai berikut: •
Analisa lingkungan sekitar
•
Analisa iklim
•
Analisa pencapaian
•
Analisa kebisingan
•
Analisa sirkulasi pada tapak
•
Kenyamanan manusia
M aka dari hasil pertimbangan analisa-analisa diatas didapatkan beberapa alternatif pada skema dibawah ini:
54
Tabel 4.3: Alternatif zoning horizontal Alternatif Zoning 1
Kelebihan •
•
Kekurangan massa
zoning
berada di lokasi yang
bangunan
utama
lebih tenang
yang
area
memanjang membuat
area
privat/hunian
semi-privat
terintegrasi area
•
publik
cenderung
sisi timur-barat lebih
dengan
banyak
dan
radiasi
privat
terpapar panas
matahari
2
•
pembagian tiap area zoning
lebih
•
tidak ada integrasi area
jelas
semi-privat
dengan area lainnya
dan efisien •
area
hunian
cenderung bising
3
•
orientasi area publik lebih
jelas
dan
•
area
hunian
cenderung bising
terpusat •
area
semi-privat
55
terintegrasi area
publik
dengan dan
privat
Area Privat Area Publik Area Service
Catatan: Dari beberapa alternatif di atas dapat disimpulkan bahwa selain pertimbangan hubungan antar area zoning yang terintegrasi, aspek lingkungan (iklim, kegiatan sekitar tapak, kebisingan, dll.) dan aspek kenyamanan manusia harus menjadi beberapa pertimbangan penting. Namun aspek kenyamanan manusia tetaplah yang mempunyai prioritas yang lebih penting dibanding aspek lingkungan. Dari beberapa alternatif diatas, alternatif 3 adalah yang lebih baik, karena area service yang seharusnyat ”tidak terlihat” terletak di bagian belakang, serta area publik lebih terpusat pada bagian pertigaan yang memang sudah ramai.
56
IV.2. Analisa Manusia Peranan manusia sangatlah penting dalam arsitektur. Arsitektur lahir karena ada kebutuhan manusia. Dari kebutuhan manusia akan ruang akan didapatkan fungsi-fungsi ruang yang lebih spesifik.
IV.2.1. Analisa Pengguna Dengan kaitannya dengan lokasi berada dikawasan niaga dan bisnis, fungsi, serta skala proyek target pasar dari proyek ini adalah kalangan menengah ke atas, dengan karakteristik sebagai berikut:
Tabel 4.4: Jenis pengguna Jenis Pengguna 1. Eksekutif muda
2. Pegawai swasta
Karakteristik Pengguna •
kalangan profesional dari segala jenis pekerjaan
•
range umur 25-35 tahun
•
mementingkan privasi
•
bekerja diluar maupun dari rumah tinggal
•
gaya hidup modern, praktis, serba efisisen
•
berorientasi bisnis, relasi kerja & networking
•
pegawai kantor swasta
•
range umur 22-52 tahun
•
umumnya bekerja di luar rumah (kantor)
•
waktu bekerja antara sekitar jam 8 pagi hingga 5 sore
57
3. Mahasiswa
•
gaya hidup praktis & efisien
•
mahasiswa/i yang berkampus di sekitar lokasi (Binus, Supra, dll)
4. Keluarga muda
•
•
range umur 18-25 tahun
•
bekerja/kuliah di luar rumah (kampus)
•
waktu kuliah bervariasi
•
gaya hidup praktis & efisien
•
keluarga muda dengan latar belakang No.1 & 2
•
range umur 22-30 tahun
•
memiliki anak
•
bekerja diluar maupun dari rumah tinggal
•
gaya hidup praktis dan efisien
Catatan: Dari hasil diatas dapat terlihat bahwa sasaran utama dari proyek ini secara garis besar adalah lajang yang berlatar belakang eksekutif muda, pegawai swasta dan mahasiswa untuk apartemen, sedangkan pangsa pasar mal lebih meluas dengan tambahan sasaran bagi penghuni apartemen itu sendiri.
IV.2.2. Analisa Jenis Kegiatan Jenis kegiatan utama pada bangunan ini dibagi menjadi 3 aktifitas besar, yaitu aktifitas mall, apartemen, serta kantor pengelola & servis. 1. Berikut ini adalah tabel analisa aktifitas mall beserta kebutuhan ruangnya:
58
Tabel 4.5: Jenis kegiatan mall Fasilitas
Pelaku
Kegiatan
Kegiatan
Kegiatan
Kebutuhan Ruang
Æ Food court
Æ Pengunjung
Æ Memesan makanan &
Æ Counter
Æ Café
Æ Karyawan
minuman
pemesanan
Æ Makan & minum
Æ ruang makan
Æ Bersosialisasi
Æ kasir
Æ Melayani pengunjung
Æ dapur
Æ Menyiapkan pesanan
Æ r. administrasi
Æ Restaurant
Æ Administrasi Æ Arena
Æ Pengunjung
Æ membeli & menjual tiket
Æ kasir
permainan
Æ karyawan
Æ bermain
Æ ruang terbuka
Æ ATM
Æ Pengunjung
Æ menggunakan jasa yang
Æ ATM center
Æ karyawan
ditawarkan
Æ Hall/plaza
Æ Pengunjung
Æ minta informasi
Æ R. informasi
Æ R. terbuka
Æ karyawan
Æ berkumpul & beristirahat
Æ Selasar
Æ bersosialisasi
Æ taman
Æ City walk
59
2. Berikut ini adalah tabel analisa aktifitas apartemen beserta kebutuhan ruangnya: Tabel 4.6: Jenis kegiatan apartemen Fasilitas
Pelaku
Kegiatan
Kegiatan
ÆLobby
Kegiatan
Kebutuhan Ruang
ÆPenghuni
ÆMeminta informasi
Æmeja informasi
Æpengelola
Æmenunggu
Æhall
Ætamu
Æmengawasi keamanan
Æruang duduk
Æsanitasi
Æmeja pengawasan
ÆUnit
ÆPenghuni
ÆMakan & minum
Ær. makan
apartemen
Ætamu
Ætidur
Ær. tidur
Æberkumpul/santai
Ækm/wc
Æsanitasi
Ær. keluarga
Æmemasak Æbekerja ÆFasilitas
Æpenghuni
Æmakan & minum
Ækafetaria
pendukung
Ætamu
Æberolahraga
Ækolam renang
Æpengelola
Ærekreasi
Ætaman
Æperawatan
Ær. peralatan
3. Berikut ini adalah tabel analisa aktifitas kantor pengelola dan servis beserta kebutuhan ruangnya:
60
Tabel 4.7: Jenis kegiatan pengelola Fasilitas
Pelaku
Kegiatan
Kegiatan
Aktifitas
Kebutuhan Ruang
ÆKantor
ÆPegawai
Æmelakukan negosiasi
Ær. tamu
pengelola
Ætamu
Æadministrasi
Ær. kantor
Æmengawasi kegiatan dalam bangunan Æservice
Ækaryawan
Æparkir kendaraan
Ær. parkir
Æsanitasi
Ætoilet
Æbongkar muat barang
Ær. loading-
Æmengawasi ME
unloading
Æmenagawasi keamanan
Ær. pompa,
Æmenjaga kebersihan
genset, AHU,
Æmenyimpan barang
panel
Æberibadah
Ær. security Ær. kebersihan/ janitor Æmushola
61
IV.2.3. Analisa Hubungan Antar Kegiatan IV.2.3.1. Aktifitas Secara Makro Gambar 4.9: Hubungan aktifitas makro
Keterangan: hubungan secara umum hubungan secara khusus
IV.2.3.2. Aktifitas Secara Mikro 1. Aktifitas di Mall •
Aktifitas Pengunjung
Gambar 4.10: Aktifitas di mall
62
•
Aktifitas Penjual
2. Aktifitas di Apartemen •
Aktifitas Penghuni
Gambar 4.11: Aktifitas di apartemen
63
•
Aktifitas Pengunjung (tamu)
3. Aktifitas Pengelola/service Gambar 4.12: Aktifitas di ruang pengelola/service
64
IV.2.4. Analisa Kebutuhan Ruang Pembagian besaran luas masing-masing fungsi bangunan mixed-use didapatkan dari pengamatan dan analisa pasar untuk masing-masing fungsi pada tapak. Dari situ akan dapat ditentukan besaran pelayanan dari tiap fungsi yang ada. IV.2.4.1. Kebutuhan Ruang Apartemen Penentuan kapasitas dan besaran luas ruang dibuat berdasarkan beberapa acuan, yaitu sebagai berikut: 1. Berdasarkan standar dari beberapa ketentuan yang ada Tabel 4.8: Standart untuk kebutuhan unit apartemen Jumlah Ruang Tidur
FHA
Time-Saver Standard for
(unit/Apartemen)
(Federal Housing
Housing & Residential
Administration) 1 BR
500 sqft = 46 m²
36-55 m²
2 BR
650 sqft = 60 m²
55-74 m²
3 BR
800 sqft = 74 m²
74-102 m²
Sumber: Federal Housing Administration, 2009 2. Berdasarkan perbandingan luas ruangan dan unit hunian apartemen di Jakarta: Tabel 4.9: Perbandingan luas unit apartemen di Jakarta Apartemen
Tipe Unit Apartemen (m2) 1 BR
2 BR
3 BR
65
Setiabudi Royal
30
57
-
Green Mega
57
76-86
115-134
Grand Tropic
45
74-110
132-142
Poins Square
58
81-92
106-136
18th Residence
37-46
61-73
-
FX Residences
-
63-70
92
MGR 2
-
60
85
Ambassador
-
118
135
46
60
74
Time Saver Standard
36-55
55-74
74-102
Interval
30-58
55-118
74-142
Residences
(FHA) Standard
Sumber: Penulis, 2009
3. Maka melalui perbandingan dan hasil analisa luasan unit-unit apartemen yang akan direncanakan sebagai berikut: Tabel 4.10: Rencana luas unit apartemen 1. Rencana unit 1 bedroom Jenis Ruang
Standar
Sumber
Minimal (m²) Ruang tidur Km/WC
Tipe Unit (m²) Asumsi Min.
Asumsi Max.
9-11,15
TSS
9
11,15
2,6
NAD
2,6
2,6
66
Ruang
makan-
11-15
TSS
11
15
2-6,5
TSS
2
3
Luas
24,6
31,75
Sirkulasi 20%
4,92
6,35
Luas Total
29,52
38,1
Dibulatkan
30
38
pantry-duduk Balkon
2. Rencana unit 2 bedroom Jenis Ruang
Standar
Sumber
Minimal (m²) Ruang
Tipe Unit (m²) Asumsi Min.
Asumsi Max.
tidur
9-11,15
TSS
11,15
11,15
tidur
7,5
TSS
7,5
7,5
2,6
NAD
2,6
5,2
11-15
TSS
15
15
2-6,5
TSS
4
6,5
Luas
34,25
45,35
Sirkulasi 20%
10,01
9,07
primer Ruang sekunder Km/WC Ruang
makan-
pantry-duduk Balkon
67
Luas Total
47,4
54,42
Dibulatkan
48
54
3. Rencana unit 3 bedroom Jenis Ruang
Standar
Sumber
Minimal (m²) Ruang
Tipe Unit (m²) Asumsi Min.
Asumsi Max.
tidur
9-11,15
TSS
12
15
tidur
7,5
TSS
7,5
7,5
tidur
7,5
TSS
7,5
7,5
2,6
NAD
5,4
7,8
11-15
TSS
15
16
2-6,5
TSS
5
6,5
Luas
52,4
60,3
Sirkulasi 20%
10,48
12,06
Luas Total
62,88
72,36
Dibulatkan
63
72
primer Ruang sekunder Ruang sekunder Km/WC Ruang
makan-
pantry-duduk Balkon
68
4. Selain itu perbandingan prosentase unit hunian apartemen (per lantai) di Jakarta adalah: Tabel 4.11: Perbandingan prosentase luas lantai apartemen Apartemen
1 BR
2 BR
3 BR
-
90%
10%
18th Residence
70%
30%
-
Green Mega
40%
45%
15%
Setiabudi Royal
54%
36%
10%
41%
50,25%
8,75%
MGR 2
Residences Prosentase Ratarata
Apabila dikaitkan dengan lokasi tapak yang berada diarea niaga dan perkantoran, serta rencana pangsa pasar seperti yang telah dijelaskan sebelumnya yang sebagian besar adalah eksekutif muda, maka melalui perbandingan diatas dan hasil analisa luasan unit-unit apartemen yang akan direncanakan adalah sebagai berikut: Tabel 4.12: Rencana prosentase hunian apartemen Tipe Unit
Asumsi
Asumsi
Prosentase
Jumlah
Asumsi
Asumsi
min. (m²)
maks.
(%)
Unit
luasan
luasan
minimum
maksimum
2.472
3.131,2
(m²) 1 BR
30
38
40
82
69
2 BR
48
54
51,5
106
4.455,78
5.728,86
3 BR
63
72
8,5
18
1.103,13
1.260,72
100
206
8.030,91
1.0374
Sirkulasi 20%
1.606,182
2.024,156
Total Asumsi Luas
9.637,092
12.144,936
Total
Sedangkan rencana luasan lantai podium apartemen adalah: Tabel 4.13: Rencana luasan tantai utama apartemen Fasilitas Lobby
Fasilitas Penunjang
Kebutuhan Ruang
Asumsi Luasan (m²)
Hall/Lounge penerima
60
Mini-bar
60
Swimming Pool
765
Taman
500
Mini-Market
50
Health Club
100
Laundry
60
WC/ R. Bilas
50
Luas
1.645
Sirkulasi 20%
329
Total Luas
1.974
70
Catatan: Melalui pertimbangan efisiensi, lahan tapak yang kecil, dan tuntutan kebutuhan lahan yang cukup kompleks selain fungsi apartemen (fungsi mal dan hiburan/rekreasi), maka prosentase luasan apartemen yang sesuai adalah luasan dengan asumsi minimum. Maka didapatkan asumsi luasan total lantai apartemen, ialah: = 9.637,092 m² + 1.974 m² = ± 11.611,1 m² Dengan perkiraan ketinggian bangunan adalah 8 lantai, maka perkiraan luas tipikal lantai apartemen adalah: = 11.611,1 m²: 8 lantai = ± 1.451,39 m²/lantai Luasan ini tidak memungkinkan untuk dikembangkan hanya 1 tower. Sebagai perbandingan apartemen 18th Residences di kawasan Rasuna yang merupakan kawasan premium di area niaga Rasuna – Kuningan, dengan luasan lahan kurang lebih hampir sama dengan kondisi proyek ini, yaitu ± 6.600 m² dibangun dalam 2 tower dan masing-masing luas lantai tipikal tower adalah ± 676 m². Atas dasar pertimbangan tersebut, maka fungsi apartemen pada proyek ini diperkirakan akan dibagi menjadi 2 tower yang terdiri dari 8 lantai, dengan asumsi luasan lantai masing-masing tipikal tower ± 725,7 m².
IV.2.4.2. Kebutuhan Ruang Mall & Service Sebelum mementukan kebutuhan ruamg mal, maka perlu direncanakan konsep dari mal tersebut karena akan memepengaruhi komposisi tenant didalamnya. Penentuan konsep mal didasarkan pada:
71
1. Berdasarkan pedoman dari ”International Council Of Shopping Center”. Tabel 4.14: Pedoman ICSC
Berdasarkan pedoman ICSC dengan luasan lahan yang kecil, penentuan tipe mal yang sesuai adalah “Theme/Festival Center” yang terdiri dari komposisi tenant bertipe “restaurant & entertainment”. 2. Hasil studi banding ke beberapa mal di Jakarta yang mempunyai karakteristik lahan yang mendekati.
72
Tabel 4.15: Studi banding mal di Jakarta Dalam
Fashion &
Entertainment
Food &
Exhibition
persen (%)
anchor
& lifestyle
beverages
& hall
Jumlah
tenant FX Mall
29,0
35,0
33,0
3,0
100,0
Cilandak
18,5
30,0
49,0
2,5
100,0
32,5
26,0
38,0
3,5
100,0
26,0
31,0
40,0
3,0
100,0
Town Square Setiabudi One Rata-rata
Perbandingan berdasarkan lahan dan bangunan yang kecil, perkiraan pangsa pasar yang serupa, dan lokasi yang berada disekitar daerah niaga dan perkantoran. Unit retail yang dominan adalah ”food & entertainment”.
Berdasarkan hasil studi diatas maka ditentukan tipe mal dan komposisi tenant yang dipilih adalah “Food & Entertainment”, dan komposisi tenant yang ada akan mengikuti acuan hasil studi banding diatas.
73
Kemudian perhitungan luasan kebutuhan ruang mal ditentukan terlebih dahulu dari penentuan asumsi kebutuhan service serta peraturan bangunan tersebut, yang berdasar: 3. KDH sebesar 10% dari KLB, yaitu ± 2.538 m². 4. Untuk memenuhi kebutuhan parkir dan service bangunan komersial ini direncanakan akan ditambah fungsi semi basemen dengan asumsi luas sebesar KDB, yaitu ± 3.900 m². Dari perhitungan diatas maka dapat ditentukan kebutuhan asumsi luas maksimal ruang mall yang ada, yaitu: KLB – kebutuhan total luas apartemen - KDH – service & parkir, maka: = ± 26.000 m² - 11.611,1 m² – 2.538 m² – 3.900 m² = ± 7.950 m² (Bruto) Setelah dikurangi sirkulasi & service sebesar 20% dari luas bruto, yaitu ± 1.415 m², maka didapat luasan netto dari mal tersebut sebesar ± 6.535 m². Berikut adalah komposisi serta program ruang dari mal tersebut:
Tabel 4.16: Rencana komposisi serta program ruang mal & service 1. Fasilitas Perbelanjaan/anchor tenant (± 26% dari luas netto) Nama
Standar
Ruang
Minimum
Sumber
Kapasitas
Jumlah
± Luas (m²)
(m²/orang) Supermarket
5,0
TSS
130
1
675
74
Department
5,0
TSS
160
1
800
Store Sub Total
1475
Sirkulasi 20%
365
Total
1840
2. Fasilitas Entertainment & lifestyle (± 31% dari luas netto) Nama
Standar
Ruang
Minimum
Sumber
Kapasitas
Jumlah
± Luas (m²)
(m²/orang) Fitness
4,0
NAD
55
1
220
1,8
NAD
55
1
99
Bar
1,8
NAD
25
1
45
Club
1,8
NAD
105
1
189
Amusement
4,0
NAD
265
1
1060
Center Pool
&
Lounge
Center Sub Total
1613
Sirkulasi 20%
412
Total
2025
75
3. Fasilitas Food & Beverages (± 40% dari luas netto) Nama
Standar
Ruang
Minimum
Sumber
Kapasitas
Jumlah
± Luas (m²)
(m²/orang) Restaurant
1,8
NAD
25
10
450
Coffe Shop
1,8
NAD
20
1
36
Cafe
1,8
NAD
15
1
27
Food Plaza
3,6
NAD
125
2
900
Food Court
3,6
NAD
155
1
558
Sub Total
2000
Sirkulasi 20%
500
Total
2500
4. Hall & Exhibition (± 3% dari luas netto), yaitu ± 170 m². 5. Fasilitas Penunjang dan service mal (luas bruto – luas netto), yaitu ± 1.415 m². 6. Pengelola (semi-basemen) Nama
Standar
Ruang
Minimum
Sumber
Kapasitas
Jumlah
± Luas (m²)
(m²/orang) Loading Un-
Asumsi
1
300
1
21
loading R. Karyawan
2,4
NAD
25
76
R. Security
1
15
1
27
Asumsi
1
40
R. Panel
Asumsi
1
15
R. Genset
Asumsi
1
96
R. Chiller
Asumsi
1
72
2
14
Kantin
Asumsi 1,8
NAD
15
Karyawan Control Room
WC
2,25
NAD
7
Sub Total
639
Sirkulasi 20%
127,8
Total
766,8
Catatan: Berdasarkan data, perkiraan, serta analisa yang telah dilakukan maka dapat diketahui bahwa asumsi total rencana kebutuhan ruang mall antara lain: = 1.840 m² + 2.025 m² + 2.500 m² + 170 m² + 1.415 m + = ± 7.950 m² Maka bangunan mall ini akan terbagi jadi 3 lapis bangunan dengan luas tipikal lantai ± 2.667 m².
77
IV.2.5. Analisa Kebutuhan Parkir Berdasarkan data, analisa, dan asumsi luas kebutuhan lapangan parkir adalah sebagai berikut: Tabel 4.17: Analisa kebutuhan parkir mobil Standard
Apartemen
Mal
Standard USA
1,5 mobil/m²
5 mobil/100 m²
Standard Pedoman Sistem
1 mobil/unit
1 mobil/75 m²
3 mobil/5 unit
2 mobil/100 m²
3-5 mobil/5 unit
1-5 mobil/100 m²
1 mobil/unit
1 mobil/75 m²
Bangunan Tinggi Hasil Studi Lapangan Interval Rencana
kebutuhan
parkir
Dari tabel diatas, maka asumsi kebutuhan parkir dapat diketahui sebagai berikut: Unit/Luas
Standard
Parkir Mobil 206 unit
1 mobil/unit
Apartemen
(2,5x5)m
+
Jumlah
Luas Parkir
(unit)
(m²)
206
3.090
103
247,2
20%
sirkulasi Parkir Motor
1 unit/2 mobil
Apartemen
(1x2)m + 20% sirkulasi
78
Parkir Mobil 7.950 m²
1 mobil/75 m²
Mal
(2,5x5)m
+
106
1.590
212
508,8
20%
sirkulasi Parkir Motor
2 unit/1 mobil
Mal
(1x2)m + 20% sirkulasi Total
6.523,2
Catatan: Maka luas lahan total kebutuhan parkir mobil dan motor bangunan mixed-use ini adalah ± 6.523,2 m².
79
IV.3. Analisa Bangunan IV.3.1. Analisa Pola Massa Bangunan Penerapan pola massa bangunan terbagi menjadi 2 jenis, yaitu pola massa bangunan tunggal dan majemuk. Dibawah ini adalah karakteristik dari jenis pola massa bangunan yang ada: 1. Pola massa bangunan tunggal Sebuah pola massa bangunan yang hanya terdiri dari satu gubahan massa untuk menampung seluruh program ruang diatas tapak. 2. Pola massa bangunan majemuk Sebuah pola massa bangunan yang terdiri dari beberapa massa bangunan dalam satu tapak. Tabel 4.18: Jenis pola massa bangunan Pola Massa bangunan 1
Kelebihan •
•
seusai untuk
Kekurangan •
massa bangunan
kebutuhan lahan
cenderung statis dan
yang sempit
masif
sirkulasi pencapaian menjadi cepat dan efisien
•
pengawasan dan pemeliharaan lebih mudah
80
•
sifat bangunan terpusat
2
•
pola peletakkan massa lebih dinamis
•
•
membutuhkan lahan yang lebih luas
dapat memisahkan beberapa kelompok aktifitas
•
sesuai apabila untuk pemisahan kelompok aktifitas yang bertolak belakang (mis: ramai-tenang)
•
sifat bangunan menyebar
Catatan: Dari hasil analisa dan karakteristik tapak maka pola massa bangunan tunggal dirasakan lebih sesuai dengan kondisi lahan tapak yang sempit seperti pada lahan proyek ini. Solusi bangunan dengan konsep mixed-use diharapkan dapat menggabungkan beberapa fungsi dan aktivitas secara terpadu. Sedangkan aktifitas yang berbeda dapat dipisahkan secara vertikal, tanpa menambah jumlah massa bangunan lagi.
81
IV.3.2. Analisa Bentuk Bangunan M enurut D.K Ching dalam bukunya yang berjudul Architecture Form, space, and Order, bahwa bentuk dasar bangunan secara umum ada 3, yaitu: segitiga, segiempat, dan lingkaran. Tiap-tiap bentuk memiliki keuntungan dan kerugian. Tabel 4.19: Bentuk massa bangunan Bentuk Segitiga
Kelebihan
Kekurangan
- bentuk stabil dan memiliki - Kurang efisien - Kurang fleksibel
karakter yang kuat -
mudah
digabungkan
- Layout rung menjadi sulit
menjadi bentuk geometris yang lain - orintasi pada tiap sudut -
pengembangan
fungsi
ruang pada tiap sisi-sisinya Lingkaran
- Bentuk halus
- Sulit dikembangkan
- Orientasi ruang memusat - Fleksibelitas ruang rendah dan statis
- Sulit digabungkan dengan
- Relatif indah
bentuk lain - Layout ruang sulit
Segiempat
- Bentuk statis
- Orientasi ruang cendurung
- M udah dikembangkan ke statis
82
segala arah -
Orientasi
ruang
pada
kempat sisinya - Layout ruang mudah - M emiliki efisiensi yang tinggi Sumber: D.K Ching, 2009
Catatan: Pemilihan bentuk dasar bangunan mall dan apartemen yang sesuai dan dapat mengoptimalkan lahan pada lantai dasarnya serta memberikan keleluasan pengaturan layout dalam bangunan, yaitu bentuk segiempat, namun agar tidak berkesan kaku dan masif bentuk segiempat ini dapat di komposisikan ataupun ditransformasikan dengan bentuk dasar yang lain agar tercipt bentuk bangunan yang baik secara estetika.
IV.3.3. Analisa Zoning Bangunan Horizontal Analisa bangunan horizontal terkait dengan analisa penzoningan area-area kegiatan pada tapak, analisa kegiatan, lingkungan sekitar, pencapaian, dan ruang luar. Karena area sekitar persimpangan tapak merupakan area yang cukup ramai dan merupakan pertemuan ”sumbu” Jl. Letjend. S. Parman dengan Jl. Kemanggisan Utama serta merupakan area titik tangkap view dari arah jalan utama, maka pada bagian ini merupakan area yang potensial dijadikan point of view juga peletakkan plaza. Pertimbangan lainnya peletakkan plaza pada area ini akan lebih memusatkan area publik yang ramai & bising serta hilir-mudik manusia pada satu wilayah.
83
Dari sini dapat ditentukan secara garis besar penzoningan bangunan secara horizontal, yaitu antara lain: Tabel 4.20: Alternatif zoning horizontal bangunan Alternatif zoning
Kelebihan •
Kekurangan
Anchor tenant akan
•
ramai
Bagian sisi selatan akan
ramai
&
penuh •
Service
Retail
Distribusi manusia kurang merata &
Apartemen
cenderung terpusat
Anchor Tenant Plaza •
Distribusi
manusia
Seluruh
area
Pencapaian menuju
cenderung merata •
•
akan
anchor
tenant agak jauh
Service
lebih “menjual”
Anchor Tenant Apartemen Retail
84
Catatan: dari beberapa analisa diatas dapat diketahui bahwa penzoningan horizontal bangunan yang baik adalah yang dapat menempatkan area-area fungsi serta aktifitas seksama agar teripta kenyamanan penggunanya, namun tidak mengurangi fungsi bangunan itu sendiri sebagai bangunan komersial yang harus dapat ”menjual”. Dari beberapa kriteria diatas maka alternatif yang lebih baik adalah alternatif ke-2.
IV.3.4. Analisa Zoning Bangunan Vertikal Analisa zoning vertikal bangunan terkait dengan perkiraan jumlah lapis bangunan, aktifitas, fungsi, serta sirkulasi vertikal. Asumsi penzoningan vertikal bangunan diatas dikelompokan sesuai dengan fungsi serta aktivitas yang sama yang digabungkan dalam sebuah bangunan dengan penerapan sistem ”Mixed-use”. Perkiraan jumlah lapis bangunan berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan, yaitu untuk apartemen adalah 2 tower yang terdiri dari 8 lantai, mall terdiri dari 3 lantai podium, sedangkan kebutuhan parkir akan diakomodasi pada basemen. Tabel 4.21: alternatif zoning vertikal Alternatif zoning vertikal 1
Kelebihan •
Akses parkir mudah
•
Kekurangan •
investasi cukup besar
sesuai diterapkan apabila kebutuhan parkir banyak
•
sirkulasi kendaraan
85
lebih terorganisir •
Zoning fungsi bangunan lebih jelas
2
•
•
distriubusi
•
investasi besar
kendaraan sesuai
•
dapat mengurangi
dengan area tujuan
luasan daerah yang
akses khusus
dapat terbangun
terhadap masing-
•
•
•
lahan parkir yang
masing fungsi
terletak diantara
sirkulasi manusia
beberapa fungsi
lebih tepat sasaran
bangunan dapat
Ada pembedaan
menimbulkan
antara fungsi
bising
bangunan yang berbeda
•
harus ada sirkulasi tambahan, akses parkir agak sulit
Catatan: dari analisa diatas dapat ditentukan bahwa zoning vertikal bangunan yang baik adalah selain dapat membedakan kejelasan zona fungsi bangunan serta privasi antar zona fungsi, juga dapat memenuhi kebutuhan akses parkir yang sesuai dengan mudah dan jelas
86
dan tidak mengurangi luasan daerah yang dapat terbangun. Karenanya alternatif ke-1 mempunyai kelebihan dibanding alternatif yang lainnya.
IV.3.5. Analisa Gubahan Massa Bangunan Pembentukan gubahan massa bangunan terkait dengan beberapa faktor luar bangunan, yaitu diantaranya: •
Analisa lingkungan sekitar
•
Analisa iklim
•
Analisa pencapaian dan sirkulasi
•
Analisa zoning tapak
•
Analisa aktivitas
•
Pemilihan bentuk gubahan massa dasar, yaitu:
Tabel 4.22: alternatif bentuk gubahan massa dasar Gubahan Massa 1. Podium dan slab
Kelebihan •
Kekurangan
Sesuai pada lahan
•
yang kecil •
Tingkat yang
Pilihan
view
terbatas hunian
diperoleh
•
Bangunan
terlihat
masif
lebih banyak
87
2. Podium dan tower
•
•
M emberikan pilihan
banyak
Pergerakan
diperhatikan
jarak
antar
bangunan
view •
Perlu
angin
•
M embutuhkan
lift
yang banyak
baik •
Unit
apartemen
yang
diperoleh
lebih sedikit Sumber: Jimmy S. Juwana, 2009
Catatan: Dari beberapa alternatif diatas bentuk massa bangunan dasar dengan podium dan slab dirasakan paling sesuai dengan tuntutan kebutuhan yang besar dan lahan yang sempit. Dengan bentuk ini diharapkan dapat mengoptimalkan fungsi serta tuntutan lahan yang tinggi, sedangkan untuk menetralkan massa bangunan yang cenderung masif dapat dilakukan dengan permainan bidang-bidang fasad dan warna.
IV.3.6. Analisa Sistem Pencahayaan Sistem pencahayaan yang akan diterapkan pada bangunan mixed-use mall dan apartemen ini adalah sistem pencahayaan alami dan sistem pencahayaan buatan. Sedangkan pembagian sistem pencahayaan alami dan buatan ini akan lebih dikaitkan pada upaya memaksimalkan pencahayaan alami pada siang hari dan penggunaan pencahayaan artificial.
88
Alternatif 1: Sistem pencahayaan alami M emaksimalkan potensi cahaya matahari yang masuk kedalam bangunan pada siang hari melalui bukaan yang ada. Dalam kaitannya dengan penerapan upaya penghematan energi, maka penerapan pencahayaan alami ini akan lebih difokuskan pada bangunan hunian (apartemen) yang memang lebih membutuhkan pencahayaan alami pada siang hari dibanding dengan bangunan mall. Adapun hal-hal yang mesti diperhatikan dalam pemanfaatan sistem pencahayaan alami: 1. Arah edar matahari Perlu diupayakan arah hadap bangunan dengan sisi yang lebih panjang ke arah utara-selatan,
karena tingkat
stabil/sama sepanjang harinya,
intensitas namun
cahaya mataharinya cenderung radiasi panasnya lebih
sedikit
dibandingkan sisi timur-barat. Gambar 4.13: Massa dan arah hadap bangunan terkait arah edar matahari
Dengan peletakkan sisi panjang massa bangunan ke arah utara-selatan, maka radiasi panas matahari timur-barat (siang & sore hari) yang diterima bangunan
89
hanya akan terpapar pada sisi pendek massa bangunan, sehingga penerimaan radiasi panas matahari kedalam bangunan dapat ditekan, dengan berkurangnya radiasi panas matahari yang diterima maka beban kerja dan penggunaan energi dari pengkondisian udara seperti AC dapat berkurang yang akan menyebabkan bangunan menjadi lebih hemat energi. 2. Arah dan besar bukaan Arah dan besar bukaan berpengaruh terhadap intensitas cahaya matahari yang masuk kedalam bangunan, logikanya semakin besar bukaan maka semakin besar pula intensitas cahaya dan radiasi panas matahari yang masuk kedalam bangunan, maka perlu diupayakan agar intensitas radiasi panas yang masuk dapat diminimalisir.
Alternatif 2: Sistem pencahayaan buatan Sistem pencahayaan buatan adalah penerangan yang memanfaatkan pencahyaan dari lampu. Beberapa aspek yang mesti diperhatikan dalam perencanaan sistem pencahayaan buatan adalah: 1. Jenis lampu Pemilihan jenis lampu yang akan digunakan sebaiknya adalah lampu hemat energi atau yang lebih dikenal dipasaran sebagai energy saving lamp. Banyak tersedia dalam betuk TL/neon dan flourescent. 2. Jumlah dan titik lampu Disesuaikan dengan kebutuhan intensitas cahaya serta aktifitas dalam sebuah ruangan. Agar konsumsi energi (listrik) bangunan dapat diminimalisir.
90
Tabel 4.22: Peruntukan pencahayaan Fasilitas Ruang Utama
Pencahayaan alami
Pencahayaan buatan
1. Apartemen •
Unit apartemen
√
•
Koridor apartemen
√
•
Lobby
√
•
KM /WC umum
•
Fasilitas penunjang
√ √
(laundry, dll) •
Gudang
√
•
Ruang-ruang service
√
2. M all & Pengelola •
Hall/lobby
√
•
Plaza
√
•
Koridor dalam
√
•
Unit retail
√
•
KM /WC umum
√
•
Food Court
√
•
Cafe/Coffee shop
√
•
Restoran
√
•
Pengelola
√
Jumlah
11
5
91
Catatan: Dari hasil analisa perkiraan penggunaan sistem pencahayaan di atas, terlihat bahwa penggunaan sistem pencahayaan alami lebih dominan dibanding pencahayaan buatan.
IV.3.7. Analisa Sistem Pengudaraan Sistem pengudaraan yang terbagi menjadi dua macam, yaitu sistem pengudaraan alami dan sistem pengudaraan buatan. Sistem pengudaraan alami yaitu menggunakan potensi iklim yaitu pergerakan angin untuk mencapai kenyamana thermal pada ruangan. Alternatif 1: Sistem pengudaraan alami Sistem pengudaraan alami sangat erat kaitannya dengan cross ventilation. Cross ventilation/sistem pengudaraan silang dapat dicapai dengan adanya bukaan antar ruang sehingga pergerakan udara dapat terjadi, namun hal ini juga terpengaruh oleh beberapa faktor penting lain, seperti kecepatan angin, peletakkan bukaan yang tepat, lebar bentang bangunan/ruangan, dll. Gambar 4.14: kaidah cross ventilation
Sumber: D.K. Ching
92
Peletakkan bukaan yang tepat seperti yang digambarkan dari skematik diatas adalah salah satu faktor penting agar terjadi pengudaraan silang. Jika dikaitkan dengan proyek ini, maka sistem pengudaraan alami sedikit sulit untuk dicapai, dikarenakan tuntutan kenyamanan thermal yang tinggi dan dominan pada fungsi bangunan apartemen dan mal ini. namun bukan berarti pemanfaatan pengudaraan alami tidak sepenuhnya mustahil, justru pada bagian-bagian bangunan yang tidak banyak tedapat aktivitas seperti koridor pada apartemen, pengudaraan alami dapat digunakan. Alternatif 2: Sistem pengudaraan buatan M engingat sulitnya mengupayakan sistem pengudaraan alami pada bangunan yang sangat membutuhkan kenyamanan ruangan yang tinggi, juga
terkait dengan
ketinggian bangunan, fungsi, serta target pasar yang akan dicapai. M aka sistem pengudaraan buatan dapat menjadi alternatif solusi guna membantu sistem pengudaraan pada bangunan. Sistem pengudaraan buatan yang lazim dikenal adalah penggunaan AC (Air Conditioner). Berikut adalah hal-hal yang terkait didalamnya: 1. Pemilihan jenis AC Tujuan menggunakan AC adalah membuat iklim buatan agar penghuni dapat mencapai kenyamanan thermal seoptimal mungkin, sehingga penghuni dapat melaksanakan aktivitas dengan baik, nyaman dan produktif. Beban kerja AC yakni mengatur temperature, kelembaban, pergerakkan udara, menyaring debu di udara. Semakin besar pengunaan AC, maka energi yang dikeluarkan semakin besar. Semakin besar energi yang dibutuhkan maka semakin banyak jumlah biaya operasional bangunan yang akan dikeluarkan. Apalagi berdasarkan fakta serta data yang diteliti bahwa penggunaan sistem pengudaraan
93
buatan seperti AC, menyumbang pemakaian energi terbesar dari sebuah bangunan. Untuk itu perlu dicermati dan lebih bijaksana dalam menggunakan AC, maka AC digunakan apabila: •
Keadan ruang tidak memenuhi syarat, misalnya tercemar polusi udara dan suara.
•
Ventilasi alami tidak memungkinkan, mislnya pada high rise building.
Tabel 4.23: Jenis-jenis AC Kelebihan
Jenis AC 1. AC Split
Kekurangan •
•
ukuran kecil
•
temperatur
setiap
unit
ruangan
dapat
mengurangi estetika
dikontrol
dari
•
•
•
penempatan outdoor dapat
fasad bangunan
masing-masing unit.
•
cenderung bisisng
AC window tidak
•
memiliki ketahanan
memerlukan ducting
optimal penggunaan
instalasi AC window
yakni hanya sekitar 4
sangat sederhana.
tahun
dengan perkembangan teknologi, AC
tersedia
window
yang
menggunakan
watt
94
yang kecil (hemat energi)
dan
dapat
memfilter bakteri 2. AC Window
•
•
distribusi udara lebih
•
memerlukan ducting
baik
•
sudah
cenderung
tidak
karena sudah jarang
bising karena terbagi atas
•
indoor
dan
ditinggali
diproduksi •
daya listrik
untuk
outdoor unit
pengoperasian
yang
ekonomis dari segi
cukup besar
harga 3. AC Central
•
banyak
digunakan
•
yang cukup mahal
pada gedung tinggi dengan skala besar •
distribusi
•
tidak
dan AHU bisisng,
maintenance mudah •
memerlukan ducting, ruang isolasi
udara
lebih baik •
biaya investasi awal
•
memerlukan
unit
tambahan saat servis
pengoperasian terpusat
Sumber: Jimmy S. Juwana, 2009
95
Dari analisa dan data diatas maka dapat diketahui bahwa jenis AC yang sesuai dengan kebutuhan sebuah bangunan seperti mall adalah jenis AC central, selain pendistribusian udara lebih baik, jenis AC ini tidak bising, dan lebih efektif dan efisien untuk penerapan dalam skala ruang yang besar dan luas karena sistem pengoperasiannya terpusat. Sedangkan untuk pemenuhan kebutuhan apartemen, AC central kurang efisien dikarenakan tidak semua unit/orang membutuhkan pendingin secara bersamaan. Untuk menjawab hal ini pilihan jenis AC diarahkan kepada jenis split. Dari analisa diatas maka dapat ditentukan perkiraan penggunaan sistem pengudaraan yang dominan baik alami maupun buatan pada bangunan mixed-use ini: Tabel 4.24: Peruntukan pengudaraan Fasilitas Ruang Utama
Pengudaraan Alami
Pengudaraan Buatan
1. Apartemen √
•
Unit apartemen
•
Koridor apartemen
√
•
Lobby
√
•
KM /WC umum
•
Fasilitas penunjang
√ √
(laundry, dll) •
Gudang
√
•
Ruang-ruang service
√
96
2. M all & Pengelola •
Koridor dalam
√
•
Unit retail
√
•
KM /WC umum
•
Food Court
•
Cafe/coffee shop
•
Restoran
√
•
ATM center
√
•
Gudang
√
•
Ruang-ruang service
√
•
R. Kantor pengelola
√
•
M ushola
√
Jumlah
√ √ √
11
7
Catatan: Dari hasil analisa perkiraan penggunaan sistem pengudaraan di atas, agar upaya penghematan energi dapat dimaksimalkan maka sistem pengudaraan buatan dapat dikombinasikan dengan sistem pengudaraan alami terutama pada area-area bangunan yang memungkinkan tidak memakai pengudaraan buatan sepanjang hari.
97
IV.3.8. Analisa Fasad Bangunan Terkait dengan pendekatan passive solar design dalam upaya membantu usaha penghematan energi, maka berikut adalah beberapa contoh jenis fasad/selubung bangunan: Tabel 4.25: jenis fasad bangunan Jenis Fasad Bangunan 1. Dinding Masif
Karakteristik Æ terjadi buffer terhadap sinar dan radiasi panas matahari dari bagian dinding masif yang dimajukan Æ efek pembayangan yang dihasilkan cenderung besar dan berkesan gelap karena material yang digunakan adalah material masif
(Roaf, 2005: Adapting Buildings & Cities
Æ celah diantara dinding utama dengan fasad
for Climate)
bangunan dapat digunakan sebagai selasar luar Æ karena bersifat masif, keprivasian sangat terjaga
2. Sirip Vertikal
Æ fasad menghadap utara-selatan Æ pembayangan/buffer radiasi panas & sinar matahari yang dihasilkan tidak terlalu besar, sesuai karena pancaran sinar radiasi matahari
98
pada bagian utara cenderung kecil dibandingkan bagian timur-barat Æ efek yang ditimbulkan dari penggunaan sirip vertikal ini adalah kesan bangunan yang tinggi
(Roaf, 2005: Adapting Buildings & Cities for Climate) 2. Sirip Horizontal
Æ fasad menghadap timur-barat Æ sisi bangunan yang seharusnya terpapar sinar radiasi panas matahari timur-barat yang besar terbuffer/diredam dengan penggunaan sirip horizontal ini Æ sirip yang digunakan sangat lazim digunakan pada bangunan, yaitu penggunaan overstek
(Roaf, 2005: Adapting Buildings & Cities for Climate)
3. Dinding Mekanis
beton pada bagian atas bukaan yang menghadap timur-barat Æ contoh transformasi dari penggunaan dinding masif dan sirip vertikal Æ prinsip kerjanya seperti korden/tirai yang bersifat moveable, sehingga dapat di buka-tutup
99
sesuai kehendak Æ memberikan buffer maksimal terhadap matahari saat tertutup, namun memberikan kesan transparan dan terbuka saat dibuka Æ pembayangan yang dihasilkan pada saat keadaan terbuka penuh dan setengah terbuka sesuai dengan prinsip sirip vertikal
(Roaf, 2005: Adapting Buildings & Cities for Climate) 4. Sun-louvre pada bagian single loaded corridor
Æ operasional serta maintenance yang agak sulit Æ penerapan pada single loaded corridor ini lebih bersifat sebagai pembantu buffer matahari namun tidak terlalu signifikan karena koridor yang ada sudah berfungsi layaknya overstek pada sebuah bangunan Æ fungsi utama lebih sebagai penghalang pandangan dari luar karena pada kenyataannya pada bangunan ini koridor cukup lebar dan digunakan pula sebagai area jemur
(Roaf, 2005: Adapting Buildings &
Æ penggunaan material semi-transparan tidak
Cities for Climate)
menghalangi pemasukkan sinar matahari ke
100
bagian dalam 5. Sun-louvre/sun-shading
Æ berupa kisi-kisi horizontal semi-transparan yang berfungsi sebagai buffer radiasi panas dan sinar matahari Æ prinsip kerjanya seperti krepyak yang bersifat permanen, dan dapat berfungsi sebagai peredam tampias air hujan Æ selain sinar matahari masih dapat masuk kedalam
bangunan,
tetapi
sekaligus
memberikan penghalang pandangan dari luar (Roaf, 2005: Adapting Buildings & sehingga privasi didalam tetap terjaga Cities for Climate)
Catatan: Dari uraian analisa di atas, jenis fasad bangunan yang baik sekaligus yang dapat membantu upaya penghematan energi adalah fasad yang lebih tanggap akan radiasi matahari, selain itu peletakkan serta penggunaannya haruslah praktis dan efektif. Oleh karenanya jenis fasad dengan menggunakan prinsip sirip baik vertikal maupun horizontal dan sun-louvre/sun-shading mempunyai nilai lebih dibanding dengan yang lainnya.
IV.3.9. Analisa Sistem Sirkulasi Vertikal Sistem sirkulasi vertikal adalah salah satu dari sekian banyak aspek penting dalam perancangan bangunan tinggi yang wajib disediakan sebagai media penghantar sirkulasi
101
transportasi dari lantai bagian bawah hingga bagian atas. Beberapa jenis alternatif sirkulasi vertikal yang ada antara lain (Juwana, 2005): 1. Eskalator Pemilihan eskalator didasarkan pada jumlah maksimum orang yang perlu dipindahkan dalam waktu 5 menit. Kemampuan sekelompok eskalator untuk mengangkut orang harus cocok dengan waktu tersibuk yang akan direncanakan. Jenis eskalator dibagi menjadi 3 jenis menurut dari tata letaknya dalam sebuah ruangan, yaitu: Tabel 4.26: Jenis tata letak eskalator Tata Letak
Kelebihan
Kekurangan
1. Bersilangan
- M enggunakan luasan
- Jika digunakan pada pusat
lantai yang paling sedikit
perbelanjaan,
orang
- Efisien dalam penggunaan
cenderung
malas
srtuktur
menjelajahi area retail yang
- Biaya paling murah
lain
- Efektif digunakan pada
- Biaya mahal
kondisi orang sangat
- Jika digunakan pada pusat
banyak
perbelanjaan,
2. Sejajar M enerus
orang
- M embuat orang cepat cenderung ingin langsung sampai ke tujuan 3. Sejajar Berputar
menuju area tujuan
- Dapat diatur arah naik- turunnya sesuai kondisi
Terkadang
orang
untuk
memaksa berputar
102
terlebih
dahulu
untuk
mencapai area tujuan
Sumber: Ir. Jimmy S. Juwana, 2005 2. Lift Hidrolik Dari data serta hasil analisa serta data sebelumnya dapat diketahui bahwa lift hidrolik efektif untuk melayani bangunan dengan jumlah lantai yang sedikit seperti contohnya mall dalam perancangan proyek mixed-use ini. Peletakkannya harus strategis dan memenuhi serta sesuai dengan luas lantai yang akan dilayaninya. 3. Lift M otor Berdasarkan hasil analisa diatas, penerapan penggunaan lift dengan penggerak motor sangat sesuai diaplikasikan pada bangunan mixed-use ini, terutama sebagai transportasi vertikal bagi area apartemen (karena jumlah lantai yang banyak) yang tidak bisa diakomodir oleh lift jenis hidrolik. Juga idealnya lift hanya melayani sekitar 12-15 lantai, agar tidak melampaui batas tunggu dan jumlah waktu perjalanan yang disyaratkan. Dibawah ini adalah tabel perbandingan standar kebutuhan kapasitas lift pada tiap jenis bangunan, antara lain:
103
Tabel 4.27: Perbandingan standar kapasitas lift Kecil
Menengah
Besar
Lift Barang
Kantor
17-20
20-23
23-28
2.000/3.200 kg
Parkir
17
20
23
-
Komersial
23
23
28
2.000/4.000 kg
Hotel
20
23
23
2.000 kg
12-17
17
20
-
12
20
28
2.000 kg
Apartemen Rumah Sakit
Sumber: Jimmy S. Juwana, 2005
Dari tabel diatas maka dapat ditentukan besaran kapasitas lift yang akan direncanakan untuk bangunan mall dan apartemen. Dengan luasan tapak hanya ± 6.500 m² dan KLB yang ± 26.000 m², maka dapat dikategorikan bangunan mixed-use ini merupakan bangunan mall dan apartemen berskala kecil (International Council of Shopping Center, 2009), dan kebutuhan kapasitas lift untuk mall adalah 23 orang, sedangkan untuk apartemen, yaitu dengan kapasitas lift 17 orang. Selain itu terdapat beberapa persyaratan lift bagi apartemen (Juwana, 2005), yaitu: •
Lift barang diperlukan jika blok hunian dimana pintu utama berada ditempatkan pada ketinggian dua lantai dari lantai dari lantai dasar.
•
Unit hunian tidak boleh berdekatan dengan ruang mesin lift.
•
Waktu tunggu lift yang ideal berkisar antara 50-70 detik
104
•
Kecepatan lift penumpang yang direkomendasikan untuk apartemen dengan jumlah lapis 12-20 adalah adalah 1,5-2,5 m/detik dan kecepatan lift barang adalah 1 m/detik.
Berikut ini adalah perhitungan kebutuhan lift pada apartemen, yaitu: •
Diketahui:
-
Luas netto tipikal lantai adalah 725,7 m²
-
Jarak floor-to-floor (h) adalah 3,5 m
-
Kecepatan rata-rata lift (s) adalah 1 m/det
-
Jumlah lantai yang dilayani adalah 11 lantai
-
Kapasitas lift adalah (m) 17 orang
-
Beban puncak lift (P) adalah 3%
-
Perkiraan penghuni bangunan adalah 4 m² lantai netto/orang
Jumlah waktu tempuh yang dibutuhkan adalah: T = (2h + 4s) (n-1) + s(3m + 4) s = (2(3,5) + 4(1)) (11-1) + 1(3(17) + 4) 1 = 100 + 40 = 140 detik Jumlah lift yang dibutuhkan: N = Luas netto x n x P x T 300 x PB x m
105
= 725,7 x 11x 0,03 x 140 300 x 4 x 17 = 34.964,226 20.400 = 1,7 = 2 Lift Waktu tunggu yang dibutuhkan adalah: WT = T / N = 140 / 2 = 70 detik
IV.3.10. Analisa Sistem S truktur dan Material Bangunan Struktur bangunan adalah komponen yang merupakan satu-kesatuan yang dirancang dan diperhitungkan saling berhubungan secara struktural, dalam usaha meneruskan beban ststis dan dinamis yang terjadi pada bangunan ke dalam tanah. Berdasarkan peletakkannya, sistem struktur dibagi menjadi dua, yaitu: IV.3.10.1. Struktur Bawah (Sub-Structure) Bagian struktur yang langsung berhubungan langsung dengan tanah dan bekerja meneruskan beban-beban peralihan upper-structure kedalam tanah (biasanya disebut pondasi). Faktor jenis, kondisi, dan daya dukung tanah sangat menentukan dalam pemilihan jenis sub-struktur atau pondasi yang digunakan pada bangunan. Berikut adalah jenis-jenis sub-struktur, antara lain:
106
Tabel 4.28: Jenis pondasi sub-structure
Karakter
Pondasi Tiang
Pondasi Tiang Bor
Pondasi Rakit
Pancang
(Bor Pile)
(Raft Foundation)
•
•
tiang dibuat
•
pengeboran
•
prinsip
dengan cara
dilakukan dengan
penyaluran
pracetak dalam
alat khusus pada
gayanya
bentuk persegi
kedalaman
seperti kapal
atau llingkaran
tertentu,
di permukaan
dipancangkan
kemudian
laut dimana
sampai kedalam
dipasang pipa
penyebaran
lapisan tanah
penahan (casting)
beban
keras dengan
supaya tanah
kesemua
memakai alat
tidak runtuh
bagian pondasi
pancang khusus
•
•
pengecoran
•
memberikan
dengan beton
kekeuatan
bertulang dengan
kepada tanah
menggunakan
yang lemah
tulangan spiral
secara merata
casting/penahan
•
prinsip
dicabut
pondasi berat
berangsur-angsur
gedung berikut pondasi sama
107
dengan berat tanah yang dipindahkan Kelebihan
•
•
pelaksanaan
•
tidak
•
memberikan
relatif cepat
menimbulkan
kekuatan daya
sangat kuat
bising disekitar
dukung yang
lokasi
besar
pelaksanaan •
•
rongga dalam
memiliki diameter
pembuangan
dan daya friksi
dapat
yang lebih besar
digunakan
dibanding jenis
untuk
sebelumnya
pembuangan air
Kekuranga n
•
butuh alat
•
transportasi khusus (besar)
•
dalam pengantaran
kedalaman alat
•
sulit dalam
bor terbatas
pelaksanaanny
pemakaian bahan
a
tidak ekonomis
•
boros dalam
kurang praktis
penggunaan
dan memakan
dalam
bahan
waktu dan
pemakaiannya
•
tempat
108
pelaksanaan •
menimbulkan getaran dan keributan disekitar lapangan pada saat pemasangan Sumber: Ir. Jimmy S. Juwana, 2005
IV.3.10.2. Struktur Atas (Upper-Structure) Upper stucture terdiri dari komponen kolom, balok, dan plat lantai. Dan masing-masing komponen tersebut memiliki kelebihan dan kekuangan dan sifat sendiri-sendiri, berikut adalah perbandingannya: 1. Plat Lantai Tabel 4.29: Jenis perbandingan plat lantai Material
Kelebihan
Kekurangan
1.Plat lantai dengan balok
- Tebal plat lantai menjadi
- Jarak floor to floor menjadi
lebih kecil
lebih tinggi
-
Dapat
bentang sekalipun
digunakan yang
pada - M akin jauh bentangan, lebar semakin tebala balok yang menahan plat
109
2. Slab
- Pelaksanaan lebih cepat
- Plat lantai menjadi tebal
dan praktis
- Slab kurang dapat menahan
- Slab tidak membutuhkan gaya lateral- Bentangan slab balok,
to lebih pendek
sehingga floor
floor menjadi lebih rendah Sumber: Ir. Jimmy S. Juwana, 2005
2. Kolom dan Balok Tabel 4.30: Jenis perbandingan kolom dan balok Material
Kelebihan
Kekurangan
1. Baja
-Kekekuatanya dapat
-Dalam
diandalkan
membutuhkan energi yang besar
- praktis
-
Jika
proses
ingin
pembuatanyan
didaur
ulang
membutuhkan energi yang besar - Harganya lebih mahal dari beton beton bertulang -Kurang
tahan
terhadap
api
(panas) 2. Beton Bertulang
- Harganya lebih murah dari baja -
Bekas
material
Dapat
digunakan
sebagai
bahan
110
urugkan
lahan-Lebih
tahan
terhadap api daripada baja 3. Komposit
- Lebih kuat dari baja dan
- Harganya sangat mahal
beton bertulang - Lebih tahan terhadap api Sumber: Ir. Jimmy S. Juwana, 2005 Catatan: Untuk sub-structure penggunaan tiang pancang mempunyai nilai lebih karena pelaksanaanya relatif cepat dan lebih ekonomis. Dari hasil analisa diatas maka untuk upper structure, untuk kolom penggunaan beton bertulang mempunyai nilai tambah dibanding material lainnya, balok menggunakan beton bertulang dengan pertimbangan lebih ekonomis dan kekuatannya dapat diandalkan. Untuk plat lantai dengan balok nilai tambah karena dapat digunakan untuk bentang yang lebih besar dan dimensi plat lebih kecil dibandingkan memakai slab.
IV.3.11. Analisa Sistem Utilitas Sistem utilitas yang akan dibahas menyangkut masalah penyediaan air bersih dan air minum, listrik, ataupun gas pada bangunan, pembuangan limbah, pendaur ulangan limbah cair, penangkal petir, serta sistem penanggulangan kebakaran. 1. Penyediaan Air Bersih
111
Untuk masalah penyediaan air bersih untuk kebutuhan tapak nantinya diasumsikan mengambil dari PDAM . M ekanisme pemasokan kebutuhan air besrih pada bangunan tinggi biasanya yaitu menggunakan pompa agar air dapat disalurkan ke tempat yang letaknya jauh dari permukaan tanah dan jika bangunannya sangat tinggi, maka jaringan pemipaan dibagi menjadi beberapa zona. Diagram pendistribusian air bersih (air dingin dan air panas), pasokan untuk hidran, dan menara pendingin, serta jaringan air buangan dibagi atas beberapa zona (zona utilitas umunya melayani sekitar 15 lantai) (Juwana, 2005). Singkatnya distribusi air bersih dari PDAM ditampung pada reservoir bawah dan kemudian dipompa ke reservoir atas untuk didistribusikan ke ruang-ruang yang membutuhkan. Instalasi jaringan air bersih maupun jaringan lainnya, membutuhkan jalur instalasi pemipaan sebagai sarana distribusi jaringan air tesebut. Jaringan pipa diatur menurut arah vertikal yang disembunyikan didalam tembok (shaft). Sedangkan untuk arah horizontal, diletakkan pada langit-langit (Juwana, 2005). Untuk membedakan pipa satu dengan yang lainnya maka digunakan sistem pewarnaan pipa dan arahnya. Dan berikut adalah gambaran skematik secara umum dari jaringan air bersih:
112
Gambar 4.14: Skematik jaringan air bersih
Sumber: Ir. Jimmy S. Juwana, 2005
113
Pada umumnya terdapat dua sistem pasokan air bersih yaitu sistem pasokan ke atas (up feed), (baik dengtan atau tanpa tangki penampung air), dan pasokan ke bawah (down feed). •
Pada sistem pasokan ke atas (up feed) air bersih dialirkan dengan tekanan pompa.
•
Sedangkan pada pasokan ke bawah (down feed), pompa digunakan untuk mengisi tangki air diatas uap. Dengan menggunakan sakelar pelampung, pompa akan berhenti bekerja, jika air didalam tangki sudah penuh maka selanjutnya air dialirkan dengan memanfaatkan gaya gravitasi. Jenis pompa yang biasanya digunakan untuk bangunan tinggi adalah pompa sentrifugal.
2. Jaringan Air Kotor dan Pengolahan Air Limbah Secara umum mekanisme jaringan air kotor/limbah baik cair maupun padat terutama pada bangunan tinggi dialirkan melalui saluran pipa-pipa pembuangan yang kemudian disalurkan menuju sebuah sistem pengolahan limbah. Yang perlu diingat bahwa berdasarkan peraturan bangunan setempat pembuangan air limbah (baik cair maupun padat) harus melalui proses pengolahan terlebih dahulu.
114
Gambar 4.15: Diagram jaringan air kotor/limbah
Untuk limbah padat, diolah menggunakan sistem STP (Sewage Treatment Plan), dan untuk limbah cair diproses menggunakan sistem WWT (Waste Water Treatment), dengan proses pengolahan yang kurang lebih sama, yaitu proses mekanik (berupa penyaringan, pemisahan, dan pengendapan) dan proses biologi/kimia (berupa proses aktivitas bakteri yang memenfaatkan oksigen dari
115
udara untuk proses aerasi, pengolahan endapan aktif, dan pemusnahan kuman dengan kaporit). 3. Sistem Penangkal Petir Petir merupakan kejadian alam dimana terjadi loncatan muatan listrik ke bumi yang tidak dapat dikendalikan dan menyebabkan kerugian harta benda dan kematian pada makhluk hidup. Ada beberapa jenis sistem penangkal petir yang umum digunakan, yaitu: Tabel 4.31: Jenis penangkal petir Jenis Penangkal Petir 1. Sistem Sangkar Faraday
Karakteristik •
•
biasa diaplikasikan
Penggunaan •
umumnya
pada
pada bangunan
bangunan
beratap datar
bertingkat tinggi
penghantar penyalur utama dipasang di bagian teratas bangunan sehingga membentuk area perlindungan seperti sangkar
•
perlu penambahan komponen lain
2. Sistem Thomas
•
mempunyai
•
rumah
tinggal,
116
jangkauan perlindungan
bangunan yang
bertingkat rendah
lebih luas berbentuk kerucut 3. Sistem Prevectron
•
mirip penangkal sistem
dengan petir
•
bangunan bertingkat rendah
Thomas
namun dengan area perlindungan berbentuk parabolik Sumber: Ir. Jimmy S. Juwana, 2005 4. Sistem Penanggulangan Kebakaran Sistem penanggulangan kebakaran merupakan salah satu aspek terpenting dalam memeninimalisasi dampak bahaya kebakaran. Terdapat dua macam sistem penanggulangan kebakaran yang utama, yaitu sistem penanggulangan kebakaran pasif dan penanggulangan kebakaran aktif. •
Sistem Penanggulangan Kebakaran Pasif Yaitu sistem penanggulangan yang bertumpu pada rancangan bangunan
yang memungkinkan orang keluar dari bangunan dengan selamat pada saat terjadi kebakaran atau keadaan darurat lainnya. Beberapa aspek yang terkait didalamnya adalah:
117
1. Konstruksi tahan api Konsep konstruksi tahan api terkait kepada kemampuan dinding luar, lantai dan atap untuk dapat menahan api didalam bangunan atau kompartemen. Dengan demikian setiap komponen bangunan seperti, dinding, lantai, kolom, dan balok harus dapat bertahan dan dapat menyelamatkan isi bangunan, meskipun bangunan dalam keadaan terbakar. Paling tidak, konstruksi tahan api harus mampu melindungi penghuni gedung dalam waktu minimal 2 jam. 2. Tangga Kebakaran/darurat Fungsi tangga kebakaran adalah untuk memberikan akses bagi pengguna bangunan pada saat darurat untuk dapat menuju tempat yang aman dengan selamat. Gambar 4.16: Ketentuan tangga kebakaran
118
Sumber: Ir. Jimmy S. Juwana, 2005 Dibawah ini beberapa ketentuan lain yang disyaratkan untuk tangga kebakaran, yaitu sebagai berikut: •
Pintu tangga kebakaran hanya terbuka ke arah dalam tangga, kecuali pintu pada lantai dasar, yang hanya terbuka ke arah luar.
•
Tangga turun dari lantai 1 dan tangga naik dari basemen harus disekat, agar orang yang ingin menuju lantai dasar tidak tersesat.
•
Jarak pintu antar tangga kebakaran dalam satu area adalah maksimum 30 meter (untuk bangunan tanpa sprinkler) dan 45 meter (untuk bangunan dengan sprinkler). 3. Pengendalian Asap Asap menjalar akibat perbedaan tekanan yang disebabkan oleh adanya perbedaan suhu ruangan. Pada ruang yang luas seperti pusat perbelanjaan, mal, bioskop, dan ruang pertemuan, berpeluang menghasilkan timbunan asap dan panas pada waktu terjadi
119
kebakaran.
Beberapa media yang dapat
digunakan
untuk
mengendalikan asap sangat tergantung dari fungsi dan luas bangunan, diantaranya: •
Saluran ventilasi udara yang merupakan sistem pengendalian asap otomatis. Sistem ini dapat berupa bagian dari sistem tata udara atau ventilasi dengan peralatan mekanis (exhaust fan/blower).
•
Sistem penyedotan asap melalui saluran kipas udara diatas bangunan.
•
Pintu keluar yang berada pada sekeliling atrium harus menggunakan pintu tahan api
•
Sistem Penanggulangan Kebakaran Aktif Tinggi bangunan merupakan faktor utama dalam penanggulangan bahaya kebakaran. bangunan yang tingginya lebih dari 25 meter, pemadamannya perlu dilakukan dari dalam gedung. Oleh karena itu bangunan dengan ketinggian lebih dari 25 meter perlu dilengkapi dengan sprinkler otomatis dan komponen pendukung lainnya, beberapa diantaranya adalah: 1. Alat penginderaan dini/detektor Deteksi musibah kebakaran dilakukan dengan 3 alat, yaitu heat detector, flame detector, dan smoke detector. Ketiga alat ini
120
mendeteksi asap, panas, maupun lidah api. Alat-alat tersebut akan mengaktifkan early warning system dan mengaktifkan sprinkler terdekat dari titik yang terdeteksi. Foto 4.7: Jenis-jenis detektor dini api
2. Sistem panggil manual Pada musibah kebakaran kemungkinan besar sistem komunikasi konvensional terputus. Karenanya diperlukan sebuah sistem komunikasi cadangan yang tahan terhadap kebakaran. Biasanya tombol alat panggil manual ini berada dekat dengan tangga kebakaran. 3. Sistem lampu darurat Sistem lampu darurat berguna disaat listrik didalam gedung terputus. Lampu darurat akan mengarahkan penghuni ke jalur-jalur evakuasi teraman. Biasanya lampu-lampu darurat ini menggunakan
121
bahan dasar fosfor yang mampu menyala tanpa aliran listrik dalam jangka waktu tertentu. 4. Sistem Sprinkler Sprinkler mengalirkan air pada titik-titik terdekat dimana detektor asap, panas atau api mendeteksi bahaya kebakaran. radius masingmasing sprinkler adalah 25 m². Gambar 4.17: Jenis-jenis sprinkler
Sumber: Ir. Jimmy S. Juwana, 2005
5. Sistem Hidran Hidran adalah sumber air yang digunakan pada saat-saat terjadi kebakaran. Hidran akan mengalirkan air yang berasal dari menara air/water torrent atau dari sistem hidran kota. Ada 2 jenis hidran, yaitu hidran dalam dan hidran luar/halaman. Hidran dalam berbentuk kotak merah dengan selang dan tabung pemadam kebakaran didalamnya. Air yang digunakan dalam hidran adalah
122
air yang berasal dari menara air yang berasal dari sitem hidran kota. Gambar 4.18: Hidran dalam
Sumber: Ir. Jimmy S. Juwana, 2005 Hidran luar/halaman ditempatkan diluar bangunan pada tempat yang aman dari jangkauan api dan penyaluran pasokan air kedalam bangunan dilakukan melalui katup ”siamese”. Gambar 4.19: Hidran halaman
Sumber: Ir. Jimmy S. Juwana, 2005 123
6. Sistem Instalasi Listrik Penyediaan listrik pada bangunan diperoleh dari PLN, yang akan dialirkan ke gardu/ trafo yang kemudian dialirkan ke ruang panel utama yang akan dibagi ke panel cabang dan ruang. Untuk antisipasi aliran listrik terputus dari PLN, maka aliran listrik yang digunakan berasal dari genset. Secara skematik sistem instalasi listrik pada apartemen dan mall sama, namun perlu ada pemisahan antara panel utama serta backup genset yang dipakai. Gambar 4.20: mekanisme instalasi listrik
124