BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN
IV.1 Analisis Lingkungan IV.1.1 Analisis Kondisi Eksisting Tapak dan Sekitarnya Ada beberapa poin yang dapat dianalisis dari kondisi lingkungan di sekitar tapak. Poin-poin tersebut adalah : 1. Kegiatan Lingkungan Sekitar Jenis kegiatan atau peruntukan fungsi bangunan dan sarana yang eksisting di atas tapak dan sekitarnya dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel IV.1.1.1 Kegiatan di atas tapak dan sekitarnya
Posisi thdp Tapak
Jenis Kegiatan dan Fungsi - Tanah kosong
Di atas tapak
- Bangunan terlantar, hunian liar - Parkir truk kontainer
Timur tapak
- Jual-beli dan jasa (dominasi toko terpal) - Rumah makan - Hotel - Perkantoran dan pertokoan
Barat tapak
- Bangunan cagar budaya - Kegiatan wisata (sungai dan pedestrian) - Restoran - Masjid
Utara tapak
- Permukiman penduduk - Jual-beli dan jasa (toko terpal, laundry) - Rumah makan skala kecil (warung)
84
Selatan tapak
- Perkantoran - Hunian liar
Gambar IV.1.1.1 Kegiatan di sekitar tapak Jual beli dan jasa, rumah makan Permukiman penduduk yang cukup padat, usaha dan jasa skala kecil Perkantoran Hunian liar Perkantoran dan bangunan kosong Hotel, perkantoran dan pertokoan, cagar budaya
Dari tinjauan tersebut, dapat dilihat bahwa sisi barat dengan kegiatan-kegiatannya yang cukup kompleks, bersifat positif, dan spesifik merupakan titik pandang terbaik dari lingkungan sekitar ke arah tapak. Titik pandang ini penting untuk diolah agar dapat menonjolkan keistimewaan bentuk dan fungsi bangunan sehingga orang-orang yang beraktivitas di sekitar tapak tertarik untuk mendekati atau memasuki bangunan. 2. Lalu Lintas dan Akses Transportasi Sekitar Tapak Tapak berada pada Jalan Kali Besar Timur bagian utara blok utara. Jalan paling besar di sebelah barat tapak selebar 25 meter berfungsi sebagai jalan kolektor. Saat ini jalan tersebut jarang dilewati kendaraan
85
karena aktivitas tapak dan sekitarnya yang kurang menarik, sehingga pengguna jalan umumnya memilih alternatif jalan lain. Gambar IV.1.1.2 Sirkulasi kendaraan di sekitar tapak dari tol pelabuhan
Jalan Kali Besar Timur 3 ‐ Kunir
dari Gajah Mada
Keramaian hanya terjadi karena ada terminal di ujung utara jalan. Namun menurut RTRW tahun 2030 dari Dinas Tata Kota, terminal tersebut akan dipindah ke dekat Stasiun Beos. Hal ini sangat baik karena keberadaan terminal dengan sejumlah besar kendaraan umum yang parkir dapat
mengganggu
aktivitas
pengguna
jalan
umum
dan
tidak
memungkinkan bagi pemanfaatan potensi tapak secara optimal.
86
Gambar IV.1.1.3 Rencana Tata Guna Lahan Zona 2 Kota Tua
Sumber : DTK 2005 dan Revitalization of Historic Inner-City Areas in Asia
3. Ketinggian Bangunan Sekitar Ketinggian bangunan di sekitar tapak cukup sesuai dengan peraturan Dinas Tata Kota dimana hampir di semua lahan hanya boleh dibangun bangunan empat lantai atau kurang. Beberapa pemilik bangunan menambah jumlah lantai hingga lima atau enam di bagian belakang hingga tidak terlihat dari jalan. Gangguan view muncul dari antena-antena parabola yang terpasang tinggi di beberapa atap bangunan. Gambar IV.1.1.4 Jumlah lapis bangunan di sekitar
2‐3 lt 1 – 2 lt
3 lt 1 lt 2‐4 lt 2‐4 lt, 9 lt (hotel Batavia)
87
IV.1.2 Analisis View 1. View dari Tapak Beberapa potensi view dari tapak : •
Ke arah barat, view berupa sungai Kali Besar dan skyline Kali Besar Barat yang masih cukup banyak di antaranya berupa bangunan cagar budaya bernilai arsitektur tinggi. Salah satunya yang tepat di seberang tapak dulu digunakan sebagai Kantor Perdagangan Hindia Belanda. Gambar IV.1.2.1 View ke eks. Maintz & Co. dan Kantor Dagang Hindia Belanda
Sumber : Dokumentasi pribadi
•
Ke arah barat laut tapak, terdapat salah satu benda cagar budaya yang cukup terkenal – Jembatan Kota Intan yang merupakan jembatan gantung terakhir di Jakarta Gambar IV.1.2.2 Jembatan Kota Intan
Sumber : Dokumentasi pribadi
88
Perletakan massa disesuaikan dengan potensi view yang ada. Bangunan hotel akan ditempatkan pada sisi barat tapak, sementara area service akan diletakkan pada sisi utara tapak yang tidak memiliki view yang istimewa. Sisi bangunan sebelah barat akan diberi perlindungan terhadap radiasi sinar matahari barat yang berlebihan agar nyaman dihuni. Function room dtempatkan di sisi timur tapak dengan pertimbangan ruang ini lebih berorientasi ke dalam dan tidak memerlukan view yang baik. Gambar IV.1.2.3 Respons desain terhadap potensi view
Service Jembatan Kota Intan
Entrance Kamar – kamar hotel
Function room
Fasilitas publik
Historical skyline Kota Tua View skyline Kali Besar Barat
Dalam perancangan, perlu memberi respons positif terhadap keberadaan Jembatan Kota Intan sebagai cagar budaya terdekat. Pada sisi barat laut tapak yang menghadap jembatan akan disediakan space kosong yang difungsikan sebagai entrance dan plaza yang dapat memperoleh view ke jembatan gantung terakhir di Kota Jakarta ini.
89
Melalui studi s massa bangunan di tapak daan sekitarnyya, dapat dicari tahu t view pootensial di level-level l teertentu. Mellalui studi view v dari ruang-rruang di lanttai dasar padda bangunan eksisting, dapat terlihat view ke skylinee Kali Besar Barat dan Jembatan J Koota Intan. Ruuang-ruang ini i dapat diisi fungsi fu komeersial dengan memanffaatkan pottensi view sebagai keungggulannya, miisalnya restoran atau kaffe terbuka. Gambar IV.1.2.4 I Studi view dari tapakk pada lantai-laantai bawah
Dari studdi view jugga dapat dilihat bahw wa dari tapaak pada ketingggian sekitar 3-4 lantai masih m dapat memperoleeh view ke Museum M Fatahilllah, walaupuun sudah baanyak banguunan yang dibangun leebih dari empat lantai l di sekiitarnya. Gambar IV.1.2.5 I Studi view dari salahh satu balkon lantai l empat Histo orical skyline Fattahillah dan ssekitarnya
View skyyline Kali Besar Baarat
Tanggapaan desain yang dapaat dilakukaan adalah dengan menem mpatkan kam mar-kamar suuite, deluxe, dan kamarr-kamar khuusus atau berluasan besar di area-area a yanng memperooleh best view w ini.
90
2. View dalam d Tapak k Pada bagiian tengah taapak akan dibuat d ruang publik beruupa plaza seperti Taman Fattahillah yanng berfungsii sebagai katalis k aktivitas dan keramaaian. Plaza akan diolahh dengan laandscaping optimal, dillengkapi taman yang mem manfaatkan pepohoan eksisting dan kolam m untuk mencipptakan ruangg nyaman yaang dapat menarik penguunjung sebaagai arah orientassi ke dalam dari d massa-m massa hotel. G Gambar IV.1.2.6 Plaza
3. View ke k Tapak Sisi tapakk yang mengghadap Kalii Besar – sisi baratnya – selain dapat menikmati m v view yang baaik, juga daapat dinikmaati dari sekittar tapak dengann lebih maksiimal. Gam mbar IV.1.2.7 View V ke tapak dari seberang sungai
Sumbber : Dokumenntasi pribadi
91
Seluruh bangunan hingga lantai atas dan atapnya dapat dilihat dengan jelas karena jarak dan sudut pandang yang lebih luas, berlatar belakang langit yang bersih karena di sekitar tapak tidak ada bangunan tinggi yang mengganggu dalam jarak pandang. Ide perancangan lain yang dapat diterapkan untuk view ke tapak yang lebih baik adalah memanfaatkan permukaan Kali Besar sebagai media pantul, efeknya kurang lebih seperti pada pembuatan reflecting pool yaitu memantulkan bayangan bangunan di permukaan air sungai. Gambar IV.1.2.8 Bayangan bangunan di tepi sungai dipantulkan pada air sungai
Sumber : Dokumentasi pribadi
IV.1.3 Analisis Kebisingan Bangunan pada lantai bawah/dasar dimanfaatkan sebagai ruang dan fasilitas publik. Lantai-lantai atas dfungsikan sebagai hunian. Perlu dicari solusi agar kebisingan yang berpotensi timbul dari keramaian di lantai bawah tidak mengganggu fungsi hunian yang idealnya bersifat tenang. Solusi tersebut misalnya dengan penggunaan buffer seperti ketinggian lantai dan volume
92
ruang, penanaman pohon atau media lainnya. Bisa juga dengan menempatkan area publik di tempat yang agak jauh dari unit-unit kamar. Gambar IV.1.3.1 Penempatan fungsi dan landscaping untuk menghindari kebisingan Buffer berupa pepohonan
Service Function Room
Unit kamar Ruang aktivitas dan keramaian publik dijauhkan dari unit kamar
Solusi lainnya adalah memanfaatkan material. misalnya dengan memakai kaca double glazing atau material dinding yang lebih masif untuk menahan kebisingan pada unit kamar. IV.1.4 Analisis Iklim Menurut data dari Badan Meteorologi dan Geofisika, suhu rata-rata tapak 24-33oC dan kelembaban 64-95%. Pada lima kali survey lapangan yang dilakukan penyusun pada Februari hingga Maret 2010, suhu selalu terasa panas. Penyusun menyimpulkan bahwa selain letak tapak yang dekat dengan laut hingga berada pada elevasi rendah, kurangnya penghijauan dan peneduh juga menjadi penyebab kondisi udara yang kurang nyaman tersebut.
93
K Kondisi ini dapat menngurangi miinat pengunnjung. Makka perlu dipikirkan juga mengeenai penyeddiaan peneduuh dan penaanaman pengghijauan d sruktur bangunan b serrta upaya laain untuk yang tidak menggangggu estetika dan menciptakaan iklim miikro, misalnnya dengan lapangan rumput r atauu kolam. Selain sebaagai penyejuuk, kolam juuga dapat menjadi m elem men yang meenambah kontekstualitas dengann unsur air paada tapak yaaitu Kali Besar. Gambarr IV.1.4.1 Paraasol sebagai peeneduh, kolam dan pepohonann untuk iklim mikro m
IV.1.5 Analisis Vegetasi Peenanaman tambahan penghijauann di tepi Kali Besarr sudah dilakukan sekitar 10 taahun lalu, berupa b pohonn-pohon pallem. Namunn kondisi lingkungann dengan GSB 0 yang meengurangi peemanfaatan lahan sebagai taman pribadi mungkin m jugga menjadii penyebabb kurangnyya penghijaauan di keseluruhann kawasan, yang y berujunng pada suhuu yang terasa panas. Sollusi yang dapat diteraapkan adalahh menyediakkan taman dii dalam banggunan. H Hampir semuua pohon ekssisting di tappak dipertahhankan. Variasi lebar tajuknya anntara 8 meteer hingga haampir 20 meeter. Perletakkan massa bangunan dan basemeent juga diattur sesuai lettak pohon ekksisting. Billa memang ada a yang mengganguu view atau struktur, s pohhon eksistingg dipindah ke k plaza. 94
Gambar IV.1.5.1 Pohon eksisting yang akan dipertahankan dan yang dipindahkan
√ Gambar IV.1.5.2 Pohon-pohon besar eksisting di tapak
Sumber : Dokumentasi pribadi
IV.1.6 Analisis Sirkulasi Ruang Luar 1. Sirkulasi Manusia dan Kendaraan Tidak Bermotor Gambar IV.1.6.1 Sirkulasi manusia
95
Awalnya hampir seluruh lantai dasar terbuka bagi publik, termasuk publik yang bukan tamu hotel; kecuali area lobby, hiburan outdoor dan service hotel. Namun dengan pertimbangan keamanan, terutama karena fungsi hotel saat ini cukup rawan tindak kejahatan, pada tapak dibuat pemisahan sirkulasi untuk mengurangi keleluasaan publik masuk ke dalam bangunan. Pemisahan atau pembatasan ini juga bertujuan untuk mempemudah kontrol keamanan. Plaza publik dan shopping arcade tetap terbuka untuk umum, tapi selebihnya sudah merupakan area ‘khusus tamu hotel’ yang terbatas. Pembatasan yang dilakukan sedapat mungkin tidak berkesan tidak ramah atau mengganggu tampilan bangunan, misalnya dengan kolam, parit, perbedaan level dan tembok tanaman rambat, atau pagar berupa vegetasi. Gambar IV.1.6.2 Pemisahan atau pembatasan fungsi tapak
Tersedia plaza publik di tengah-tengah massa sebagai arah orientasi ke dalam. Fungsi hotel dimulai pada satu lantai di atasnya.
96
Seluruhh tapak dappat dijelajahhi dengan beerjalan kakii dan sepedda. Perlu dibuat pedestrian p yang lebar daan nyaman berpeneduh. Gambar IV V.1.6.3 Standarr kenyamanan pedestrian dann jalur sepeda
Sumber : Arcchitectural Graaphic Standard
2. Sirkulaasi Kendaraaan Bermotor Sirkulasi kendaraan bermotor dibatasi pada p luasaan yang seminim mal mungkinn agar luasaan tapak dappat dimanfaaatkan secara optimal bagi pej ejalan kaki. Pemanfaaatan kendaraaan umum juga j perlu diperhatikan d n, karena merupaakan salah saatu agenda penataan p Koota Tua agarr tidak menjadi jalur sirkulassi kendaraann bermotor yang padat. Terdapat beberapa b keendaraan umum yang melew wati tapak, tapi perlu ditinjau d lagii apakah keendaraan umum tersebut maasih akan meelewati Jalan Kali Besaar Timur billa fungsi terminaal sudah ditiaadakan. IV.1.7 Analisis Kontekstuali K itas Peenyusun meemperoleh masukan berharga bahhwa kontekkstualitas tidak dapatt diperoleh dari pembuatan replikaa dari banguunan-bangunnan yang pernah adaa pada masa lalu. l Tiruan fisik semataa tanpa adanya kesamaann fungsi, bahasa, daan jiwa haanyalah bennda mati yaang menipuu para peliihat dan
97
penggunanya. Masukan ini menjadi salah satu pertimbangan penyusun untuk tidak merancang bangunan yang akhirnya akan tampak sebagai jiplakan mentah dari bangunan di sekitarnya, tapi lebih baik untuk merancang sesuatu yang baru, dengan penghayatan terhadap jiwa dan bahasa kawasan. 1. Kontekstualitas dengan Fisik Kawasan Menurut Brolin (1980, p 153), terdapat beberapa poin yang dapat dibandingkan antara bangunan yang dirancang dengan bangunan dan lingkungan di sekitarnya antara lain : 1. GSB Garis sempadan sama dengan kebanyakan bangunan di sekitarnya = 0. Hal ini ditanggapi dengan letak fasad bangunan dan arkade yang langsung di tepi jalan. Gambar IV.1.7.1 Kawasan GSB = 0
2. Jarak dengan bangunan tetangga Kebanyakan bangunan menempel rapat dengan tetangga. Maka retail yang dibuat di tepi tapak juga diposisikan rapat satu sama lain, tanpa jarak.
98
Gambar IV.1.7.2 Jarak rapat antarbangunan
3. Komposisi massa Komposisi massa yang radial cukup berbeda dengan bangunan lainnya yang ditata secara grid, tapi elemen pembentuknya sama, yaitu bangunan bermassa kotak. Gambar IV.1.7.3 Komposisi massa
4. Ketinggian bangunan Ketinggian bangunan tidak berbeda drastis dari tetangganya sehingga pada skyline yang terbentuk masih terlihat transisi yang halus. Gambar IV.1.7.4 Skyline Jalan Kali Besar Timur
99
5. Proporsi dan arah muka fassad Ukuraan-ukuran buukaan dan ellemen sepertti teritis dan profilan relaatif sama denngan bangunnan lain, hannya arah hadaap fasad masssa hotel tidaak semua menghadap m j jalan karenaa pola perlletakan masssa yang mellingkar. Agaar perbedaann tersebut tidak terlalu mencolok di d bagian tepii tapak dibuuat retail daan arkade deengan konfiggurasi dan orientasi o yanng serupa deengan banguunan di sepaanjang jalann yang semuua linier mennghadap jalaan, seperti baangunan eksisting. Gambar IV.1.7.5 Fasad meenghadap jalann
6. Benntuk dan siluuet bangunann Bentuuk dasar masssa bangunann disesuaikaan dengan bangunan di Kali K Besar Timur yangg umumnyaa berbentuk kotak denggan atap pelaana, perisai atau a dak beton. Gaambar IV.1.7..6 Bentuk dan siluet bangunaan yang dirancaang dan sekitarrnya
100
7. Perletakan jenddela dan pintuu, kolom strruktur Secaraa prinsip disamakan d d dengan banngunan sekiitar dan banngunan eksissting yaitu ‘bentuk-bent ‘ tuk vertikal yang dijajaar secara horizontal berirrama’. G Gambar IV.1.77.7 Bentuk dann perletakan buukaan sesuai baangunan eksistiing
Ban ngunan ekssisting
Banggunan baru
Bentuuk dan propoorsi bukaan pada banguunan baru, misalnya m jenddela unit daan kaca patrri lobby diseesuaikan denngan pola leengkung padda bangunan konservasi eksisting. e Gambar IV.11.7.8 Bentuk dan d proporsi buukaan
101
8. Matterial, warnaa, dan tekstuur Materrial yang digunakan d saama atau memiliki m keemiripan warrna dan teksstur dengann sekitarnya.. Misalnya finishing lanntai dan peddestrian yanng memakaii batu andeesit, material bangunan beton preccast dan teeknik pengeecatan agarr menyerupai bangunaan lama, jenddela kaca paatri, dan penuutup atap gennteng. Gambaar IV.1.7.9 Finishing dengan material sesuaai konteks
Untukk interior ruuang, penyuusun mengaambil inspirrasi dari banngunan-banggunan tua yang y keadaaannya massih terpelihara dan mem miliki fungssi spesifik pada p masa laampau. Banngunan-banguunan ini mem miliki tatanaan interior yaang baik, deengan pengguunaan materrial yang cukkup baik dann unik bila digunakan pada masa sekarang, misalnya m stonne finish, kerramik warnaa-warni, atauu kaca es polla kipas. Gambaar IV.1.7.10 Material M finishinng interior banggunan tua
Sumber : Dokumentasi D pribadi di Kafe Batavia dan Gedung G Internattio
102
9. Skala terhadap manusia/pengguna jalan Retail menjadi buffer antara massa hotel yang tinggi dengan jalan, sehingga skala terasa lebih ramah. Gambar IV.1.7.11 Skala bangunan terhadap pengguna jalan
2. Kontekstualitas Sesuai Teori Perkotaan Bangunan diupayakan kontekstual terhadap kawasan sekitarnya berarti kontekstual juga terhadap elemen dan pola ruang kota, tidak hanya terhadap bangunan fisik dan langgam arsitekturnya. •
Teori Figure/Ground Pola figure/ground tapak dapat dilihat sebagai kontras maupun konteks.
103
Gambar IV.1.7.12 Pola figure/ground dari tapak yang dirancang
Zona Sunda Kelapa
Zona Inti/Fatahillah
Secara figure/ground, pola perletakan massa yang radial konsentris di atas tapak cukup kontras dengan sekitarnya yang hampir semua berupa grid siku. Namun bentuk dasar massa masih mengikuti bentuk sekitarnya yang dominan kotak. Letaknya yang di perbatasan antara zona inti dan zona Sunda Kelapa memungkinkan pola perletakan yang agak berbeda sebagai transisi antara pola grid siku zona inti dengan pola sudut variatif zona Sunda Kelapa. •
Teori Linkage Linkage yang akan dibahas terapannya adalah linkage visual dan struktural.
104
Linkage visual terdiri dari lima elemen yang menghubungkan satu tempat dengan empat lain atau kawasan secara massa dan ruang. Linkage visual berupa garis menghubungkan tapak dengan deretan bangunan di sekitarnya. Sebagai satu kesatuan panjang, bangunan hotel dan tetangganya disatukan oleh deretan pohon yang berderet linear di hadapannya, di tepi Kali Besar. Gambar IV.1.7.13 Linkage visual garis
Linkage visual berupa koridor berupa arkade yang kontinu di hampir sepanjang jalan, diteruskan dalam tapak yang dirancang. Gambar IV.1.7.14 Linkage visual koridor
105
Linkagge visual berupa b sisi menghubunngkan tapak dengan dereetan bangunnan di sekkitarnya. Seebagai satu kesatuan panjang, p banngunan hotell dan tetanggganya membbentuk tepi sungai s yang melintas sebagai elemen spasial di hadapannya. Gambar IV V.1.7.15 Linkagge visual tepi
Linkagge visual berrupa axis ataau sumbu addalah Jalan The T yang mennghubungkaan plaza di atas tapak dengan d plazza Taman Faatahillah yanng memiliki karakter k kranng lebih sam ma sebagai ruuang publik. Gambar IV.1.7.16 Linkagee visual sumbuu
106
Linkage visual berupa irama dirasakan dari irama kolom dan perletaan bukaan pada fasad bangunan di sepanjang Kali Besar. Walaupun memiliki bentuk dan warna yang bervariasi, ada irama yang dapat dirasakan, misalnya selang-seling jendela lengkung dan kotak, atau kolom masif dan kolom ramping. Gambar IV.1.7.17 Linkage visual irama
Linkage struktural berupa tembusan dirasakan dari figure massa retail shopping arcade yang grid siku mengelilingi tepi tapak, menjadi buffer bagi massa radial, sekaligus mempertahankan linkage dengan pola yang sudah ada. Gambar IV.1.7.18 Linkage struktural tembusan
107
•
Teoori Place Pennerapan teorri place daalam desain kawasan berarti b mennekankan makkna kawasaan tersebut. Sebuah sppace akan menjadi plaace bila mem miliki maknaa. Time akann menjadi occcasion bila memiliki maakna. Maknaa bisa beruupa ciri khaas dan suassana tertenttu, yang tam mpak dari bennda yang koonkret (bahann, rupa, teksstur, warna) maupun absttrak (asosiasi kultural dan d regionall). Dalam perwujudan p f fisiknya, teorri place terrkait dengann teori expperiental lanndscape yanng akan dibaahas sebagaii pendekatann berikutnya. Sekueen-sekuen yaang dialami dalam perjaalanan ke tappak akan diw wujudkan dallam tapak, melalui m variassi sekuen di area yang berbeda. Gambar IV V.1.7.19 Sekuenn yang bervariaasi dalam suatuu jalur/tempat
Sumber : Peerancangan Kotta Secara Terppadu
108
3. Beberapa Terapan Teori Urban Design Dari paparan Hedman dan Jaszewski (1984), dapat diambil beberapa elemen konteks yang perlu diterapkan pada bangunan baru agar tidak bentrok dengan bangunan lama atau bangunan di sekitarnya. 1. Irama Bila kawasan didominasi bangunan dengan bentang muka depan yang pendek (≤ 10 meter), bangunan baru sebaiknya tidak menjadi bentukan monolitik dengan bentang lebar agar tidak merusak irama dan skala yang telah ada. Gambar IV.1.7.20 Fasad yang monolitik dan yang dipecah
Sumber : Fundamentals of Urban Design
Pemecahan fasad kedalam bentang kecil bermanfaat juga sebagai pedoman untuk mengukur jarak dan mengurangi homogenitas pandangan yang dapat menjenuhkan. Gambar IV.1.7.21 Irama fasad sebagai pedoman jarak
Sumber : Fundamentals of Urban Design
109
2. Pembatasan tinggi bangunan Kurang lebih sama seperti dalam ceklist Brolin, dimana tinggi bangunan perlu dibatasi agar tidak berbeda secara ekstrim dengan bangunan sekitarnya. Gambar IV.1.7.22 Kontrol tinggi bangunan
Sumber : Fundamentals of Urban Design
3. Kontrol massa besar/masif Bangunan baru cenderung memiliki luasan akibat kebutuhan ruang yang jauh lebih besar daripada bangunan lama. Bangunan baru yang besar ini biasa ditempatkan di belakang bangunan lama. Perlu diperhatikan bagaimana agar bangunan baru dapat menyatu atau menanggapi keberadaan bangunan lama secara lebih simpatik.
110
Gambar IV.1.7.23 Republic Bank Center in Houston
Sumber : Fundamentals of Urban Design
4. Pendekatan Experiental Landscape Salah satu upaya untuk mencari unsur yang kontekstual dengan kawasan dilakukan dengan pendekatan saujana pengalaman (experiental landscape) sebagai kesatuan integral dari CDTA (Center-pusat, Directionarah, Transition-perubahan, dan Area). Analisis dimulai dengan menyusun heritage trail sebagai jalur perjalanan untuk lebih mengenal morfologi fisik dan karakter non-fisik lingkungan sekitar tapak yang nantinya dapat dimanfaatkan sebagai salah satu fitur hotel yang dapat menarik wisatawan. Selanjutnya trail atau koridor wisata akan dianalisa dari unsur CDTA dan lainnya, kemudian hal-hal istimewa yang diperoleh dapat diaplikasikan pada perancangan tapak dan massa bangunan.
111
Gambar IV.1.7.24 Peta heritage trail
Rute heritage trail : Center 1 (Stasiun Beos) Utara
Center 2 (Museum Fatahillah)
Besar Timur 3
Jalan Pintu Besar
Jalan Cengkeh
Jalan Kali
Jalan Kali Besar Timur
Dengan pengenalan objek-objek wisata sejarah beserta lokasinya yang dapat dikunjungi saat menuju lokasi hotel, diharapkan pengunjung tertarik untuk mencoba salah satu dari beberapa alternatif heritage trail yang dapat dilalui dalam perjalanan dari pusat transportasi dan sosial utama di kawasan Kota Tua seperti Stasiun Beos dan Taman Fatahillah. Bila pemanfaatan dan pengolahan plaza di tapak dapat menarik pengunjung sepeti halnya Taman Fatahillah, tapak dapat menjadi center kedua atau ketiga yang berfungsi membagi keramaian yang biasa terkonsentrasi di sekitar Fatahillah menyebar ke bagian-bagian Kota Tua
112
lainnya yang dilalui pengunjung saat berjalan dari Beos atau Fatahillah ke tapak yang dipilih. Gambar IV.1.7.25 Keramaian terbagi di sepanjang heritage trail
Arus pengunjung yang lebih menyebar diharapkan dapat memunculkan niatan dari pengelola bangunan di sepanjang trail untuk memanfaatkan bangunan tua untuk fungsi dan kegiatan yang lebih menarik dan hidup daripada fungsi saat ini – yang didominasi kantor dan gudang – seperti retail dan fungsi komersial lainnya, rumah makan, kegiatan kreatif, atau sarana hiburan dan edukasi.
Ini dapat menjadi upaya untuk
menghidupkan kembali bagian-bagian Kota Tua yang biasa sepi dan mati terlebih pada hari kerja dan malam hari. IV.1.8 Analisis Zoning Horizontal Bangunan diorientasikan sesuai analisis lain yang telah dilakukan. Entrance dan plaza ditempatkan pada sisi barat laut tapak untuk memberi respons positif pada Jembatan Kota Intan. Sisi barat tapak yang berbatasan
113
dengan jalaan paling beesar dan aktiif hampir seemua sudah ditempati bangunan cagar budaaya, hingga ruuang yang dapat d ditempatkan entrannce cukup teerbatas. Gambar IV.11.8.1 Pembentuukan ruang luaar
EEntrance d dan Plaza
Pllaza diupayaakan agar mudah m terlihhat dari jalann. View dibuuka dari tiga arah seperti s pada gambar. Viiew dari jalaan Cengkehh diperoleh dari d sela retail. View w dari jalan Teh T diperoleeh dengan menempatkan m n plaza publiik di sisi selatan tappak sebagai penarik perrhatian. Fasiilitas diharappkan sesuaii dengan kebutuhan masa sekaraang seperti teempat makann, factory ouutlet, atau AT TM. G Gambar IV.1.8.2 Pembukaaan view ke plazza
View dari engkeh Jalan Ce
View w dari Jalan Kali Besar Timur
Fasilitas publik
View d dari Jalan TTeh
114
IV.1.9 Analisis Zoning Vertikal Lantai dasar dimanfaatkan untuk ruang, fasilitas, dan prasarana publik termasuk bagi pengunjung bukan tamu. Lantai dua hingga lima difungsikan sebagai unit kamar tipikal. Fungsi dan keterangan lengkap masing-masing ruang dicantumkan dalam program ruang. Gambar IV.1.9.1 Zoning dan sirkulasi vertikal
Sumber : Principles of Hotel Design
IV.2 Analisis Manusia IV.2.1 Analisis Pengguna Pengguna
dibagi
menjadi
empat
kelompok
besar
dengan
karakteristik dan kebutuhan berbeda:
115
1. Tamu Hotel Tamu hotel berstandar bintang empat, biasanya dari kalangan wisatawan mancanegara atau lokal yang cukup mapan atau berada, yang mau menghabiskan waktu lebih lama untuk menyewa kamar dan menikmati fasilitas yang lengkap dan berkualitas baik. Target pengunjung lainnya adalah tamu rombongan yang sedang mengadakan event besar seperti konferensi atau pernikahan yang membutuhkan banyak kamar. Target lainnya adalah keluarga besar yang biasanya menginginkan kamar tipe apartemen yang besar dengan banyak kamar agar semua anggota keluarga dapat menginap bersama dalam unit yang sama. Tamu hotel bertipe compact. Umumnya dari kalangan wisatawan backpacker atau kelompok yang belum mapan seperti mahasiswa yang mencari hunian sementara dengan harga sewa yang murah. Karena menjelajah objek-objek wisata sudah merupakan suatu kegiatan yang menarik, bisa saja wisatawan tinggal membutuhkan akomodasi untuk beristirahat/tidur. Target lainnya tamu dengan tujuan bisnis yang hanya membutuhkan fasilitas untuk tidur tanpa perlu berlama-lama menikmati objek wisata dan fasilitas hotel. 2. Publik Bukan Tamu Hotel Wisatawan yang tidak bertujuan menginap, hanya bermaksud menikmati ruang dan fasilitas publik dalam jangka waktu yang pendek. Mungkin hanya membutuhkan fasilitas pemenuhan kebutuhan praktis,
116
misalnya tempat makan, sarana perbelanjaan atau hiburan, serta ATM atau money changer. 3. Staf Hotel – Administrasi Staf hotel yang bekerja dalam bagian administrasi, meliputi yang bekerja dalam kantor pengelolaan (kontrol), staf yang terlibat langsung dengan tamu (front of house), dan back of house. 4. Staf Hotel – Service Meliputi koki, pengurus linen, housekeeping, teknisi, perawatan bangunan, keamanan. Beberapa staf seperti roomboy, linen room dan housekeeping biasanya memiliki jalur khusus untuk akses ke semua lantai seperti lift service dan ruangan khusus staf yang terpisah dari area untuk tamu hotel. Adapun syarat-syarat dan fasilitas yang harus dimiliki hotel agar para penyewa kamar dan pengunjung merasa nyaman dalam melaksanakan aktivitasnya : 1. Hotel harus dapat memberikan kenyamanan termal, verbal, visual, dan spasial 2. Hotel menyediakan ruang yang cukup untuk mewadahi berbagai aktivitas pengunjung 3. Hotel menyediakan fasilitas bagi pengunjung untuk memenuhi kebutuhan dan menjalankan aktivitas sehari-hari 4. Ruang-ruang service juga harus diperhatikan persyaratan dan kebutuhannya agar dapat berfungsi maksimal 117
5. Adanya fasilitas yang mengakomodasi kebutuhan khusus wisatawan Kota Tua, misalnya menyediakan kendaraan khusus untuk mengantar tamu dari bandara atau pangkalan moda transportasi terdekat ke hotel 6. Hotel dapat memberikan perlindungan dari kondisi iklim dan gangguan keamanan lainnya 7. Hotel memiliki aksesibilitas yang baik termasuk bagi difabel IV.2.2 Analisis Jenis Kegiatan dan Kebutuhan Ruang Penyusun berpendapat bahwa Guidelines Kotatua dapat dijadikan rujukan dalam pemilihan jenis fasilitas. Karena peruntukkan lahan dan bangunan yang diatur di dalamnya pasti diperoleh dari analisa agar hasilnya sesuai tujuan Dinas Kebudayaan dan Permuseuman DKI yaitu melestarikan dan merevitalisasi Kota Tua. Peruntukan makro dan mikro untuk kavling dan bangunan telah datur dalam guidelines, dimana di dalamnya disebutkan jenis kegiatan yang boleh dan tidak boleh diadakan sesuai golongan tapak terpilih. Selain guidelines, penyusun juga merujuk dari sumber literatur yang membahas persyaratan agar suatu tempat menjadi menarik dan nyaman bagi pengunjung dan pengguna. Dilanjutkan dengan analisa lebih spesifik, yang bersumber dari hasil pengamatan lapangan di sekitar tapak. Area sekitar Museum Fatahillah dapat dikatakan cukup lengkap dengan fasilitas yang diperlukan wisatawan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti tempat makan-minum, ATM, dan sarana perbelanjaan. Tapi semakin jauh dari Taman Fatahillah, fasilitas seperti ini makin sulit dijumpai. Dari zona Inti – Fatahillah, biasanya wisatawan meneruskan perjalanan ke arah 118
utara – zoona Sunda Kelapa. Di tengah perrjalanan, wiisatawan khhususnya pejalan kaaki hampir selalu s mem mbutuhkan fasilitas fa untuuk menjaga kondisi tubuh seperrti tempat unntuk istirahat dan makann-minum. Gambar IV.2.2.1 I Fasiliitas yang beraggam di area Fattahillah
Sumber : dokumentasi pribadi p
M Maka di tappak, fasilitass publik yaang tersediaa diutamakaan yang bersifat pem menuhan keebutuhan dassar. Selain dari d analisa perilaku wissatawan, jenis fasilittas juga dipiilih berdasarrkan kondisii tapak dan sekitarnya. s A Aktivitas di sekitar tapak sedikkitnya dapat memberikaan gambarann fasilitas apa a yang mungkin dibutuhkan dan dapat dihhadirkan dalaam perancanngan. Sepertti terlihat mpai adalahh tempat dalam fotoo sekitar taapak, kegiattan yang baanyak dijum makan, tokko, hiburan, serta s tempat untuk sosialisasi dan isttirahat. G Gambar IV.2.2.2 Kegiatan di sekitar tapak
119
Sumber : dokumentasi pribadi p
bahwa fasillitas pelengkkap yang D studi-stuudi di atas, disimpulkan Dari d cukup tepaat untuk dihaadirkan dalaam desain anntara lain plaza dan areaa tempat duduk (seaating area), restoran, rettail, kegiatann seni budayya (galeri, workshop w seni), konvvensi, dan fassilitas praktiis seperti AT TM dan pusaat komunikassi. H Hasil analisiss jenis keggiatan dan kebutuhan k r ruang, sertaa jumlah pengguna dan d karakterristik ruang diuraikan daalam pembuuatan program ruang yang meruupakan gabbungan dari poin-poin yang diannggap pentinng oleh penyusun dalam d meranncang suatu ruang r atau fungsi. fu Progrram ruang teercantum dalam lamppiran. IV.3 Analissis Bangunaan IV.3.1 Analisis Peengolahan dan d Pemanffaatan Banggunan Eksissting B Bangunan ekssisting beruppa bangunann cagar budaaya golongann B yang harus dipertahankan selubungnya s . Bangunan ini, eks. pabrik kertass karbon Tata Sastraa, akan dikoonservasi. Baagian-bagiann yang masiih baik dipreeservasi,
120
bagian yang rusak direstorasi, dan fungsinya diadaptasi agar integral dengan fungsi hotel. Gambar IV.3.1.1 Konservasi bangunan eksisting, saat ini dan setelah konservasi
Bangunan ini terletak pada sisi barat tapak (Jalan Kali besar Timur) yang dari analisis sebelumnya disimpulkan sebagai sisi yang akan menjadi pintu masuk, sisi yang paling diolah perwajahannya, dan berisi aktivitas publik yang ramai dan hidup. Maka paling tepat bila bangunan eksisting sebelah kiri yang berupa arkade melebar ke dalam sejauh 20 meter ini dimanfaatkan sebagai area penerima dan ruang publik seperti café atau lounge. Awalnya bangunan ini akan dimanfaatkan sebagai lobby, namun dengan pertimbangan ada tamu yang datang dari jalan lain selain Kali Bsar Timur, lobby dimundurkan ke dalam bangunan baru, sementara bangunan konservasi dimanfaatkan sebagai area drop off dan memorial lobby. Memorial lobby ini berfungsi sebagai wadah aktivitas komunitas pecinta Kota Tua, atau pihak-pihak yang tertarik dan berprofesi di bidang konservasi. Terdapat juga teater mini, untuk pemutaran film dan video terkait sejarah dan Kota Tua, yang dapat dimanfaatkan juga sebagi gathering atau meeting lounge.
121
IV.3.2 Analisis Gaya Arsitektur dan Elemen Bangunan Eksisting Bangunan cagar budaya yang tersisa di tapak, yaitu Tata Sastra, akan direkonstruksi sesuai keadaan semula untuk kemudian dijadikan acuan untuk merancang seluruh bangunan, sesuai dengan konsep arsitektur kontekstual. Penambahan bangunan baru diupayakan harmonis dengan bangunan lama, maka perlu dianalisis elemen-elemen bangunan tersebut agar penambahan baru dapat memiliki pola dan bahasa yang sama dengan bangunan lama, dan tidak berkesan seperti replika atau tempelan yang dipaksakan. a. Gaya Arsitektur Seperti beberapa bangunan lain di tepi Kali Besar, gaya bangunan Tata Sastra merupakan campuran gaya kolonial yang mengadaptasi gaya lengkung Roman Arch dengan arkade dan dormer pada atap dikombinasi dengan gaya Indonesia/tropis yang diwakili atap pelana. Gambar IV.3.2.1 Gedung Tata Sastra pada kondisi asal
Sumber : Google image search
b. Elemen Façade – Arkade Lengkung Berupa lengkung sempurna (true arch) dari susunan bata.
122
Gambar IV.3.2.2 Masonry Arch
Sumber : Dok. pribadi dan Dictionary of Architecture and Building Construction
c. Elemen Façade – Ornamen dan Dekorasi Ornamen berupa moulding pada dinding di bawah teritis bertipe dentils atau dental moulding. Pola ini dapat dikatakan sederhana dibanding pola lainnya, serupa dengan pola pada irama kolom. Geometris dan sederhana, seperti yang biasa digunakan pada bangunan bergaya de Stijl. Gambar IV.3.2.3 Moulding dentils
Sumber : Dok. pribadi dan Dictionary of Architecture and Building Construction
d. Material dan Konstruksi Dinding Dinding bata disusun dengan susunan English cross bond, tebalnya sekitar dua bata. 60 cm dinding bagian bawah dilapis batu alam.
123
Gambar IV.3.2.4 Susunan bata yang digunakan
Sumber : dok. pribadi dan Dictionary of Architecture and Building Construction Gambar IV.3.2.5 Susunan batu alam (poligonal) sebagai elemen estetis
Sumber : dok. pribadi dan Dictionary of Architecture and Building Construction
IV.3.3 Analisis Olahan Desain Fisik Bangunan Penyusun berpendapat bahwa analisa untuk menentukan tampilan fisik bangunan menjadi salah satu tahapan proses yang paling sulit. Di satu sisi, Penyusun ingin menampilkan bangunan yang benar-benar kontekstal dengan sekitarnya sebagai wujud rasa hormat terhadap lingkungan fisik dan nilai kawasan. Namun muncul juga pikiran lain : dapatkah bentuk yang serupa dengan fisik sekitarnya menarik masyarakat masa sekarang? Akankah mereka merasa jenuh dengan bentuk yang itu-itu saja? Tidakkah mereka akan lebih tertarik pada bangunan yang lebih menonjol, misalnya lewat tampilan visual yang berbeda?
124
Penyusun sadar juga, bahwa tampilan yang terlalu berbeda berisiko kehilangan ikatan dengan kawasan dan berkesan ingin menonjol melebihi fisik sekitarnya yang sudah memiliki nilai yang sangat spesifik. Tapi seberapa jauh perancangan baru ini harus mengalah dan berusaha tidak menonjolkan diri? Bila tapak terpilih berada di kawasan yang cukup ramai seperti sekitar Taman Fatahillah atau di dekat bangunan bernilai spesifik, mungkin tidak jadi soal untuk mengadaptasi gaya bangunan di sekitarnya, malah itu menjadi satu keharusan. Gambar IV.3.3.1 Penyesuaian garis dengan bangunan tetangga
Persoalannya, tapak berada pada area yang masih sepi, dengan bangunan-bangunan terdekatnya dominan memiliki usia tidak begitu tua dan gaya arsitektur yang tidak seberapa bernilai untuk dijadikan pedoman. Gambar IV.3.3.2 Usia dan gaya bangunan sekitar yang kurang bernilai
125
Hotel Omni Batavia yang letaknya tepat di seberang tapak, memilih pendekatan adaptasi kontekstual, bukan dengan bangunan-bangunan di sekitarnya, melainkan lebih ke gaya klasik yang relatif lebih mewah. Pendekatan ini tampak belum menimbulkan ketertarikan dari calon pengunjung. Penyusun kemudian mempertimbangkan untuk merancang secara kontekstual dengan kawasan yang lebih luas, misalnya sepanjang Kali Besar. Deretan bangunan di Kali Besar merupakan lapis-lapis yang dibangun pada zaman berbeda, memiliki gaya arsitektur yang juga berbeda. Bangunan yang berderet dapat memiliki pola dan garis pengatur yang berbeda, begitu pula dengan elemen, warna, bentuk, serta materialnya. Gambar IV.3.3.3 Pola yang beragam dari bangunan-bangunan di Kali Besar
Sumber : Google sketchup warehouse karya HMC, diedit oleh penyusun
Bila hanya satu atau dua gaya yang diambil, bagaimana relevansi dengan gaya lain? Penggabungan gaya dalam arsitektur eklektik yang tidak disusun secara matang akan menjadi berantakan, sementara mengadopsi beberapa elemen tanpa pola yang mendasar akan menjadi tempelan tanpa makna pada replika mati dari bangunan tua di sekitarnya.
126
Brolin (1980, p 148) juga membahas permasalahan konteks yang tidak homogen ini. For some years the standard view has been : if the context is not absolutely homogenous, there is “no context.” While this souds logical – possibly because it is so familiar – the problem is more often that we have simply not been trained to look for the visual continuities in this sort of situation. I do not mean only he obvious kinds of relationships, such as cornice height or similar historical styles... searching out the underlying visual consistencies. Maka bila konteks yang tersedia begitu beragam, perlu dicari konsistensi visual. Kontekstualitas fisik bangunan baru dengan kawasan sekitarnya, Kali Besar, dapat diupayakan lewat adaptasi dan inspirasi dari bentuk fisik atau elemen khas pada bangunan-bangunan tua di sepanjang tepi sungai. Selain bentuk dan elemen, dapat diamati juga material, warna, dan tekstur pada bangunan dan lingkungannya. Gambar IV.3.3.4 Elemen yang menjadi kontinuitas visual di Kali Besar
127
Selain itu dicoba untuk melakukan pendekatan bukan dari elemen yang langsung terlihat, melainkan dari pola dasar yang umum digunakan arsitek pada masa lampau, khususnya zaman Renaissance. Teori-teori proporsi terus berkembang dari zaman ke zaman, dan dapat bervariasi sesuai budaya. Tujuannya sama, yaitu untuk memperoleh komposisi bentuk yang harmonis. Dari pemikiran tersebut, penyusun menyimpulkan teori yang dapat diterapkan adalah yang sedapat mungkin netral, teori dasar yang tidak terlalu mencirikan satu gaya yang mencolok. Akhirnya dipilih teori golden section yang masih terkait teori proporsi Renaissance yang digunakan pada beberapa bangunan lain. Tatanan ini berdasarkan pada teori matematis dasar, angkaangka yang memiliki rasio yang teratur (harmonis). Tatanan ini, cukup cocok dengan fasad bangunan di Kali Besar, salah satunya Toko Merah. Gambar IV.3.3.5 Terapan golden section pada salah satu bangunan di Kali Besar
Jika diagonal-diagonal dari dua persegi panjang saling sejajar atau tegak lurus satu sama lain, akan menunjukkan bahwa kedua persegi panjang
128
tersebut mempunyai proporsi yang serupa. Diagonal-diagonal ini disebut juga garis pengatur. Deret
Fibonacci
yang
menyerupai
golden
section,
dapat
diekspresikan dalam bentuk spiral Fibonacci. Penyusun memutuskan untuk menggunakan bentuk spiral ini sebagai bentuk dasar bangunan baru. Angka-angka dalam deret Fibonacci menggambarkan hal-hal yang ada pada alam (kosmologi universal). Rasionya dapat ditemukan juga dalam tubuh manusia. Dan spiral yang terbentuk dapat dilihat pada alam, dimana banyak hal yang tumbuh, terbentuk, dan berkembang dalam bentuk spiral. Gambar IV.3.3.6 Rasio spiral juga ditemui pada banyak hal di alam
Sumber : Dictionary of Architecture and Building Construction
Selain mengikuti spiral Fibonacci yang deretan angkanya merupakan perbandingan golden section, bentuk spiral juga menyimbolkan bentuk hewan laut bercangkang, terkait letak tapak yang dekat dengan laut. Bahkan pada masa lampau garis pantai hanya sedikit di utara tapak.
129
IV.3.4 Analisis Parkir Sesuai perhitungan kebutuhan parkir menurut regulasi di DKI Jakarta, kebutuhan parkir proyek city hotel ini adalah sebagai berikut : Tabel IV.3.4.1 Perhitungan jumlah parkir
Fungsi
Standar
Jumlah Parkir
Hotel (standar bintang 4-5)
1 setiap 4 kamar
145/4 = 37
Hotel (standar bintang 2-3)
1 setiap 7 kamar
129/7 = 19
Ballroom
1 setiap 10 m2 luas bruto
640/10 = 64
Retail
1 setiap 60 m2 luas bruto
2395/60 = 40
Total
Tidak termasuk service
160
Parkir tersedia di basement 121 lot, jumlah berkurang setelah pemotongan area basement dengan pertimbangan menghindari perusakan akar pohon eksisting. Parkir mobil dan kendaraan service hanya tersedia di basement, tidak ada di atas tapak, untuk mengoptimalkan luas lantai dasar yang dapat berfungsi hiburan dan komersial, serta yang dimanfaatkan sebagai jalur jalan kaki atau bersepeda. Basement ditempatkan jauh dari bangunan konservasi, sekitar 10 meter, sesuai persyaratan di dalam guidelines. Untuk menunjang kebutuhan parkir, disediakan 175 lot parkir motor (tidak termasuk parkir karyawan) dan 5 parkir bus. Jumlah parkir mobil yang tidak sebanyak perhitungan dianggap masih layak dengan pertimbangan tapak tidak terdaftar sebagai kantong parkir, tidak wajib menyediakan tempat parkir. Terdapat satu alat transportasi khusus yang banyak digunakan di Kota Tua, yaitu sepeda onthel, yang biasanya juga disewakan. Di plaza 130
disediakan 130 tempat parkir, baik untuk sepeda biasa maupun sepeda onthel sebagai salah satu ikon Kota Tua. Gambar IV.3.4.1 Ojek dan penyewaan sepeda onthel menjamur di Kota Tua
Sumber : Dokumentasi pribadi
IV.3.5 Analisis Sirkulasi Vertikal Sesuai standar hotel bintang empat, perlu disediakan lift untuk kenyamanan sirkulasi vertikal. Lift saja tidak cukup, maka ditunjang dengan pengadaan tangga, yang sekaligus berfungsi sebagai tangga darurat (dapat diterapkan untuk bengunan lantai rendah). a = luas bruto = 29000 m2 a’ = luas netto
untuk hotel, nisbah luas netto : luas bruto
= 0.63 x 29000m2 = 18270 m2 n = 5 lapis, h lantai tipikal = 3.5 m P = untuk hotel 5% = 0.05 m = untuk hotel besar 1600 kg = 23 orang, service 2000 kg = 28 orang s = untuk hotel 2-6 lantai 0.5-1.5 m/detik
diambil 1.5 m/detik
a” = 5 m2 per orang
131
T= 13 · 4 + 109.5 1.5
(2h + 4s)(n – 1) + s(3m + 4) s
=
52 + 109.5 1.5
=
=
=
300 x a” x m
=
107.67 detik
300 x 5 x 23
491782.725 34500
= T W=
161.5 1.5
18270 x 5 x 0.05 x 107.67
a’ x n x P x T N=
{(2 x 3.5 + 4 x 1.5) · 4} + 1.5(3 x 23 + 4) 1.5
107.67
= N
14.25 ≈ 14 lift
=
=
7.69 detik
14
Untuk hotel, W (waktu tunggu ideal) = 40-70 detik, diambil 40 detik W = T/N = 40 detik
40 = 107.67/N
N = 107.67/40 = 2.69 ≈ 3 lift.
Jumlah lift yang disediakan antara 3-14 lift
diambil jumlah lift 8,
diletakkan tersebar merata di tiga area. Untuk lift service, setiap 100 kamar perlu satu lift barang
145 unit kamar + 129 unit kamar tipe compact
disediakan 2 lift barang. Perletakan lift mengikuti tatanan lift dan lobi untuk dua atau tiga lift yang berderet. Gambar IV.3.5.1 Alternatif tatanan lift
Sumber : Panduan Sistem Bangunan Tinggi
132
IV.3.6 6 Analisis Peencahayaan n Setiap banguunan, terutam ma bangunann tua atau bangunan b laain yang m k kesan megahh, perlu memanfaattkan volume yang bessar untuk mencapai dilengkapi dengan sisteem pencahayyaan yang cukup c agar tiidak berkesaan suram dan memunngkinkan unntuk beraktivvitas dengan baik. Pada bangunaan tua, penccahayaan alaami diperoleeh dengan membuat m bukaan-bukkaan besar hingga h nyarris mencapaii langit-langgit. Hasilnyaa di saat langit teraang, ruangaan dapat cuukup terangg tanpa peencahayaan buatan. Pendekatann positif ini dapat diterrapkan juga pada rancaangan baru. Sedapat mungkin tidak t perlu tergantung pada pencaahayaan buaatan yang memiliki m kemungkinnan tidak daapat beroperasi karena berbagai alasan, a kecuali pada malam harri. Bukaan yang memaasukkan cahhaya pada bangunan b tuua dapat dihadirkan dalam berbaagai variasi bentuk b dan tipe. t Gambar IV.33.6.1 Variasi bukaan pada baangunan tua di Kali Besar
p Sumber : Dokumentasi pribadi
IV.3.7 7 Analisa Peengudaraan n D Dapat dipertiimbangkan untuk u memaanfaatkan peengudaraan alami di area-area yang y tidak haarus memiliki suhu yang stabil dan kenyamanaan paling
133
utama, misalnya di koridor. Untuk memanfaatkan pengudaraan alami, tentunya perlu dipertimbangkan masalah bau, kebisingan, dan lainnya yang tidak boleh sampai mengganggu kenyamanan penghuni, terutama pada unit kamar hotel yang berstandar tinggi. Sistem single load corridor dapat mengoptimalkan penggunaan unsur-unsur alami seperti pencahayaan dan pengudaraan, yang akhirnya dapat mengefisienkan biaya operasional. Dapat dimanfaatkan juga dengan alasan untuk menikmati view. Direncanakan Unit kamar hotel yang berstandar bintang 4 akan memakai single load corridor, sementara unit kamar tipe compact dengan luasan unit tipikal yang jauh lebih kecil akan menggunakan doublé load corridor. Dapat dipakai tipe jendela dua lapis dimana penghuni kamar dapat memilih sendiri sistem pengudaraan yang lebih mereka sukai. Bila ingin memanfaatkan pengudaraan alami, mereka dapat membuka jendela atau memasang daun jendela krepyak. Saat ingin menggunakan AC, mereka dapat menutup daun jendela kaca. Gambar IV.3.7.1 Model jendela dua lapis
134
Pada unit kamar hotel yang bertipe compact, pelayanan standar yang diterima penghuni adalah pengudaraan alami dan ventilasi mekanis sederhana seperti ceiling fan. Pemakaian AC dimungkinkan bila penguni bersedia membayar tambahan sebanyak waktu penggunaan. Pada unit kamar berstandar bintang empat digunakan AC split dengan pertimbangan efisiensi, sebab penggunaan AC central akan lebih boros dalam pemakaian listrik, terutama bila tidak semua kamar terisi penyewa. Selain itu pemakaian AC Split mengurangi kebutuhan penyediaan chiller, cooling tower, dan ruang-ruang AHU. Gambar IV.3.7.2 AC split
Sumber : Panduan Sistem Bangunan Tinggi
Namun pemakaian AC Split juga membutuhkan solusi desain untuk menyelesaikan masalah penempatan outdoor AC. Agar tidak menganggu tampak, outdoor AC ditempatkan di koridor, pada sisi luar railing dengan kompresornya menghadap luar. Ini dilakukan agar kompresor cukup 135
memperoleeh udara segar s dan udara u panaas yang dikkeluarkannyya tidak menggangggu kenyamannan saat berjjalan di korior. Gambar IV.3.7.3 Huubungan indooor dan outdoor unit u
Suumber : Panduaan Sistem Banggunan Tinggi
A Agar tidak mengganggu m tampak bangunan, outddoor unit AC C ditutup dengan griill berpola lengkung, l d ditempatkan di bawah planter p box.. Dibuat pintu aksess untuk peraw watan di sisii koridor. Gambaar IV.3.7.4 Sollusi penempataan outdoor unitt AC
Sama dengann unit kamar, ruang kom munal sepertii function rooom juga menggunakkan sistem tata udaraa langsung agar lebiih efisien. Dengan pertimbanggan luasan lantai yangg cukup luaas, model AC A yang digunakan adalah AC model packkage atau spllit duct yangg cara kerjannya seperti AC A split, 136
namun mem mbutuhkan ruangan lebih untuk outtdoor unit yang berukurran lebih besar, sertaa ducting unttuk ruang yaang lebih luaas. Gambar IV V.3.7.5 AC packkage unit
Suumber : Panduaan Sistem Banggunan Tinggi
Sttruktur atapp function rooom mengggunakan trusss sehingga ducting dapat dilewatkan di antara trusss. Maka ketinggian k d ducting tidaak perlu menguranggi ketinggiann plafond funnction room.. Gambar IV.33.7.6 Ducting di d sela truss
IV.3.8 8 Analisa Uttilitas/Service C Cukup banyaak poin-poin utilitas dan service yang perlu dipeerhatikan dalam peraancangan sebbuah hotel. Beberapa B di antaranya a diiuraikan di bawah. b
137
1. Penyediaan air bersih Penyediaan air bersih diasumsikan dari PDAM yang ditampung pada reservoir bawah (ground tank), dipompa ke reservoir atas, dan didistribusikan melalui pipa ke tiap ruangan yang membutuhkan. Gambar IV.3.8.1 Pompa dan pemanas air yang digunakan
Sumber : Panduan Sistem Bangunan Tinggi
Berikut perhitungan volume reservoir yang perlu disediakan berdasarkan kebutuhan air bersih : 1. Kebutuhan air bersih (air dingin) per hari : •
Untuk hotel, per orang 185-225 liter
•
274 kamar
60 x 1 orang + 214 x 2 orang per kamar = 488 orang
x 200 liter = 97600 liter •
Restoran dan kafe 500 kursi x 70 liter = 35000 liter
•
Total = 97600 + 35000 = 132600 liter
2. Kebutuhan air panas per hari untuk hotel: •
Kamar dengan shower : 60 x 1 + 69 x 2 = 60 + 138 = 198 orang x 70 liter = 7058 liter
•
Kamar dengan bak mandi = 145 x 2 orang x 135 liter = 39150 liter
•
Karyawan 100 orang x 30 liter = 3000 liter 138
•
Pengunjung asumsi 500 orang x 15 liter = 7500 liter
•
Kolam renang = 20 orang x 45 liter = 900 liter
•
Restoran = 274 x 3 liter + 500 x 2 liter = 822 + 1000 = 1822 liter
•
Laundry = 274 x 3 kg per kamar = 822 x 20 liter = 16640 liter
•
Total = 7058 + 39150 + 3000 + 7500 + 900 + 1822 + 16640 = 76070 liter
3. Kebutuhan pencegahan dan pengendalian kebakaran : •
Jumlah sprinkler = luas bangunan / 25 = 37100/25 = 1484 sprinkler
•
Air sprinkler = jumlah sprinkler x 18 x 30 liter =1484 x 18 x 30 = 801360 liter
•
Jumlah hidran = luas bangunan*2 /800 = 37100*2/800 = 93 hidran
•
Air hidran = jumlah hidran x 400 x 30 liter = 93 x 400 x 30 = 1160000 liter
•
Total = 801360 + 1160000 = 1161360 liter
☺ Kebutuhan air bersih = volume air dingin + air panas + air kebakaran = 132600 + 76070 + 1161360 = 1370030 liter ☺ Volume tangki bawah tanah = 40 % x volume total = 40 % x 1370030 liter = 548012 liter = 548 m3 = sekitar 12m x 12m x 4m ☺ Volume reservoir atas = 15 % x volume total = 15 % x 1370030 liter = 205504.5 liter = 205 m3 = sekitar 10m x 10m x 2m Untuk air sprinkler, dapat ditunjang dengan air kolam renang. Volumenya sekitar 120m2 x 1.2 m = 144 m3 = 144000 liter.
139
2. Instalasi listrik Kebutuhan listrik diambil dari PLN, dialirkan ke gardu/trafo untuk disalurkan ke ruang panel induk, dan dibagi-bagi ke panel-panel cabang dan ruangan yang membutuhkan. Saat aliran listrik utama terputus, menggunakan aliran listrik dari genset. Gambar IV.3.8.2 Tipikal instalasi listrik pada bangunan
Sumber : Panduan Sistem Bangunan Tinggi
Ruang genset dan ruang-ruang panel ditempatkan pada basement agar bunyi dan getaran yang mungkin dihasilkan tidak mengganggu kenyamanan ruang-ruang utama, selain itu pengantaran bahan bakar solar untuk genset dapat dilakukan dengan mudah bila ditempatkan di basement yang sekaligus tempat parkir.
140
G Gambar IV.3.88.3 Ruang paneel dan genset
Suumber : Panduaan Sistem Banggunan Tinggi
3. Pengollahan dan pembuangan p n sampah Sampah dibuang d melalui shaft yaang terdapatt di ruang seervice ke ruang penampunga p an di bawah untuk dianggkut dengan mobil. Lubaang shaft berdiam meter 150 cm m. Gambar IV.3.8.4 I Shaft sampah
Suumber : Panduaan Sistem Banggunan Tinggi
141
4. Pengolahan dan pembuangan limbah Pipa pembuangan limbah kamar mandi harus mudah diakses, maka biasanya kamar mandi dalam tiap unit kamar ditempatkan pada sisi yang berbatasan dengan koridor agar shaf-shaft pipa dapat diakses dari koridor (gambar no. 3). Bila kamar mandi ditempatkan pada sisi dinding luar, memang dapat memperoleh pengudaraan dan pencahayaan alami, namun sisi yang potensial ini jadi tidak dapat dimanfaatkan secara optimal untuk view dan pencahayaan ke dalam kamar, selain itu, akses ke shaft pipa menjadi lebih sulit dan membutuhkan tambahan ruang. Gambar IV.3.8.5 Alternatif perletakan shaft vertikal kamar mandi
Sumber : Panduan Sistem Bangunan Tinggi
Limbah kamar mandi padat disalurkan ke STP untuk diolah agar dapat dibuang ke lingkungan dan riol kota dengan aman dan tidak mencemari. Limbah kamar mandi cair disalurkan ke WTP untuk diolah. Hasil olahannya biasanya cukup bersih, dapat digunakan kembali untuk penyiram taman dan flush toilet. Prakiraan volume STP berdasarkan luas bangunan = 29000 x 0,025 m3 = 725 m3 = sekitar 9m x 9m x 9m.
142
Air hujan sebaiknya ditampung d daalam sumur resapan. Pem mbuatan sumur resapan daan biopori perlu diuppayakan terkkait dengann upaya mensi pipa peembuangan air a hujan daan sumur perbaikkan drainase tapak. Dim resapann ditentukann dari luas atap. a Dipakaai luas atap per modul , karena tiap modul m luas atapnya a berrbeda dan memiliki m piipa pembuanngannya masingg-masing. Diiambil luas atap a yang paling besar = 710 m2
d diameter
pipa 5”” dan volumee sumur resaapan min. 322 m2. Gambaar IV.3.8.6 Skeematik sumur resapan r dan bioopori
Penangkaap lemak perrlu dipasangg di saluran pembuangan p n limbah cair darri dapur, meengingat dappur hotel dann restoran menampung m aktivitas yang cukup c tingggi untuk kebutuhan k p publik, sehiingga limbaah yang dihasilkkan cukup banyak, b berccampur sisa makanan daan lemak yanng perlu diolah untuk u menceegah penyum mbatan. Gambar IV.3.8.7 Penangkkap lemak
Sumber : Pandduan Sistem Baangunan Tingggi
143
5. Shaft linen Untuk keebutuhan linnen hotel seperti menguumpulkan, mencuci, m dan meenyetrika, diisediakan saatu ruang linnen dan launndry di lanttai dasar dan sattu ruang lineen kecil khussus untuk peenyimpanan linen berih di setiap lantai yang y terhubuung dengan shaft s linen attau lift servicce. Gambaar IV.3.8.8 Shhaft linen
Sum mber : Time-Saaver Standards for Building Types T
6. Antisip pasi kebakaaran Bangunann dapat mennggunakan siistem konstrruksi tahan api a yang dapat menahan m appi dan melinndungi pengghuni walauppun dalam keadaan 144
terbakaar dalam waaktu minimaal 2 jam. Settiap komponnen bangunaan dapat mengguunakan sisteem ini, biasaanya diutamaakan untuk shaft lift dann tangga daruratt. Tangga darurat d ditem mpatkan settiap jarak maksimal m 600 meter, dengann radius janggkauan mennuju tangga kebakaran tidak lebih dari 30 meter. Pada P jalan buntu, b tanggaa harus ditem mpatkan padda jarak makssimal 12 meter dari d pintu paling ujung. Gambar IV.3.8.9 I Tanggga kebakaran
Suumber : Panduaan Sistem Banggunan Tinggi
Sistem deeteksi sepertii smoke deteector dan anntisipasi aktif berupa sprinkleer dipasang di setiap uniit kamar. Gaambar IV.3.8..10 Smoke deteector dan sprinnkler
Sumber : Dokumentasi pribadi p
145
Pemadam api berupa hidran juga perlu disediakan. Hidran dalam biasanya ditempatkan di dekat atau di dalam tangga kebakaran, dilengkapi selang, katup, tabung pemadam, serta alarm atau tombol panggil. Air yang digunakan diambil dari menara air, yang memang sebagian isinya dicadangkan untuk keperluan darurat, ditambah dari kolam renang di lantai lima. Hidran luar berupa kepala hidran dan selang. Sumber airnya dari sistem hidran kota. Gambar IV.3.8.11 Hidran dan hidran halaman
Sumber : Dokumentasi pribadi
Perlu diperhatikan sirkulasi dan perletakan massa bangunan agar pada saat darurat akses mobil pemadam kebakaran tidak terhambat. 7. Penangkal petir Bangunan berfungsi hotel dan fasilitas publik yang digunakan orang dalam jumlah banyak, selain itu terdapat bangunan cagar budaya. Dua hal ini menjadi pertimbangan untuk menerapkan sistem keamanan bangunan yang optimal, salah satunya dengan pemasangan instalasi penangkal petir.
146
Penangkaal petir yangg digunakan adalah sisteem Thomas. Sistem ini mem mpunyai janngkauan perllindungan yaang luas, daeerah bangunnan yang terlinduungi dalam radius 60 m dan luas lahan yangg terlindunggi dalam kerucutt perlindunggannya dalam m radius sekkitar 125 m. Sistem ini dianggap d cocok diterapkan pada p tapak, karena terddapat ruangg-ruang publlik yang ramai dan cukuup luas, dengan d pohhon-pohon besar, yanng juga membuutuhkan perllindungan. Pertimbanga P an lain adalaah sistem inni cukup efisien,, tidak mem mbutuhkan banyak kepalla penangkaap petir. Cukkup satu tiang saja yang lanngsung mennghubungkann dengan peengebumiann dengan jarak yaang terpendeek. Gambarr IV.3.8.12 Skematik penanggkal petir sistem m Thomas
Suumber : Panduaan Sistem Banggunan Tinggi
8. Sistem pengamanaan – kunci kamar k Kunci kaamar hotel dapat dipiilih mengguunakan anakk kunci konvennsional atauu tanpa anaak kunci, misalnya m m menggunakan n kartu. Pengguunaan sistem m kartu biasannya agar ruaang penyimppanan lebih efisien. e
147
Gam mbar IV.3.8.133 Kunci kamar dengan sistem m kartu
Sumber : Pandduan Sistem Baangunan Tingggi
IV.3.9 9 Analisis Sttruktur B Bangunan setinggi 2-5 lantai, l tidakk membutuhhkan sistem struktur khusus. Cuukup struktuur rangka menggunakan m n pondasi beton b bertulaang atau mini pile. Dimensi D akaan dihitung kemudian k sesuai dimensi desain, beggitu juga dengan perrhitungan koolom, balok, dan plat. Gambar IV..3.9.1 Sistem struktur s rangkaa
Sumber : Arcchitectural Graaphic Standard
K Karena banguunan berupaa deretan banyak unit kamar tipikkal yang disusun secara horizonntal, mungkkin bentang bangunan akan a cukup panjang atau akan terjadi t sayapp dan cabangg bangunan, sehingga diiperlukan peemisahan struktur beerupa dilatassi. Dilatasi dapat d menceegah keretakkan atau kerruntuhan struktural dari d deformaasi akibat muuai susut atauu akumulasi gaya yang besar. b
148
Gambarr IV.3.9.2 Prinssip dilatasi
Suumber : Panduaan Sistem Banggunan Tinggi
K Kondisi tanahh di daerah Kota Tua reelatif stabil, terlihat darii adanya beberapa bangunan b yaang memilikki basementt di bawahnnya. Maka dianggap d pembuatann basement sebagai s sub structure yaang juga berfungsi parkkir dapat dilakukan.ddi daerah inii, asal tidak tepat t di baw wah bangunann cagar budaaya. Perlu diterappkan sistem struktur yaang dalam pengerjaanny p ya tidak y berpoteensi merusakk bangunan lama. Misallnya jika menimbulkkan getaran yang akhirnya menggunakan m n pondasi tiaang pancangg, pengerjaaannya dipilihh dengan sistem penggeboran, bukkan dengan sistem s pelanntak (hammeer). Gambar IV..3.9.3 Pondasi bored b pile
Sumber : Ilmuu Konstruksi Bangunan B 1
149