Kesiapan lembaga yang berwenang dalam penerapan Surat Keputusan gubernur Jawa Tengah nomor 5 tahun 2004 tentang ambang batas emisi gas buang kendaraan bermotor di wilayah Surakarta
OLEH : Y. Hardian Krisnandy E. 0001255 BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Proses Penerapan Surat Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 5 Tahun 2004 di Wilayah Surakarta 1. Latar Belakang Diperlukannya Ketentuan Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Pencemaran udara yang diakibatkan oleh polusi sisa pembakaran kendaraan bermotor di Indonesia dari tahun ke tahun memperlihatkan kecenderungan meningkat, tetapi pencegahan dari pemerintah selama ini dinilai berbagai kalangan masih amat kurang. Berbeda dengan standar polusi yang ditetapkan di berbagai negara maju seperti Uni Eropa, Jepang, dan AS. Bahkan, dibanding Malaysia atau Singapura, peraturan yang diberlakukan di Indonesia masih amat ringan bagi para produsen kendaraan bermotor dan tanpa sanksi berat. Akibatnya, tingkat polusi udara akibat asap dan karbon monoksida yang dikeluarkan mesin bensin dan diesel semakin parah terlebih tingkat populasi kendaraan bermotor bertambah setiap tahun. Kondisi pencemaran udara terlebih di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, dan Bandung tingkat polusinya kini telah mencapai
ambang batas yang amat membahayakan kesehatan manusia dan juga merusak lingkungan hidup seperti berbagai jenis tanaman yang bisa mati akibat kadar gas buang yang mencemari udara semakin berat. Pencemaran tampaknya sudah tak dapat terelakkan lagi akibat terus membengkaknya jumlah kendaraan bermotor setiap tahunnya, yang di Jakarta saja jumlahnya telah mencapai 2,7 juta unit. Jakarta kini dinobatkan sebagai negara dengan tingkat polusi udara ketiga terparah didunia setelah Meksiko dan Bangkok. Guna mengatasi hal itu, pemerintah akan menetapkan standar baru emisi gas buang kendaraan bermotor guna mengatasi pencemaran udara lewap asap knalpot. Standar itu rencananya akan mulai diberlakukan mulai 2003. Sejak Protokol Kyoto di tahun 1997, sebuah konvensi PBB tentang perubahan iklim dan pemanasan global ditandatangani, negara-negara maju mesti bergegas guna mengambil langkah strategis dalam mengurangi emisi gas buang. Protokol Kyoto resmi diberlakukan secara internasional pada tanggal 16 Februari 2005 silam setelah melewati tarik ulur yang alot sejak tahun 1997. Negara-negara yang menandatangani amandemen ini berkomitmen untuk mengurangi emisi gas rumah kaca (greenhouse gases) seperti CO2, N2O, HFCs dan PFCs. Dalam seminar internasional The Utilization of Catalytic Converter and Unleaded Gasolinne for Vehicle, terungkap bahwa 70% gas beracun yang ada di udara, terutama di kota besar, berasal dari kendaraan bermotor. Lebih dari 20% kendaraan di kota besar diperkirakan melepas gas beracun melebihi ambang batas yang dinyatakan aman. Peningkatan jumlah kendaraan bermotor akan meningkatkan pemakaian bahan bakar gas, dan hal itu akan membawa risiko pada penambahan gas beracun di udara terutama CO, HC, SO2. Kadar emisi gas buang sekira 99% kendaraan pribadi berbahan bakar solar dan 36,17% kendaraan berbahan bakar bensin rata-rata di
seluruh Indonesia, dipastikan melampaui ambang batas yang diatur dalam Keputusan Menteri Lingkungan Hidup (Kepmen-LH) No. 35/1993 tentang Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor. Hal itu disebabkan para pengemudi umumnya tak melakukan perawatan kendaraannya dengan baik. Tabel.1 Beban Pencemaran Udara dari Transportasi di Jawa Tengah (satuan ribu ton per tahun) Parameter
2001
2002
2003
Debu
296,2
295,3
307,4
SO2
324,3
323,3
336,8
NO2
1.523,4
1.518,9
1.584,6
HC
2.146,8
2.140,5
2,162.7
CO
45.472,3
45.337,9
46.607,4
Jumlah
49.763,0
49.616,9
50.998,8
Bidang
Evaluasi
Emisi
Asisten
Deputi
Emisi
Kendaraan
Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) di Provinsi Jawa Tengah, data itu diperoleh setelah melaksanakan kegiatan uji petik (spot check) emisi kendaraan bermotor. Kadar emisi gas buang sebanyak 99 dari 100 kendaraan solar dan 51 dari 141 kendaraan bensin yang terjaring, dipastikan di atas ambang batas. 2. Surat Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 5 Tahun 2004 Tentang Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Selama tahun 2005 ini Surat Keputusan Gubernur ini masih dalam tahap sosialisasi dan diharapkan bisa dijadikan Peraturan Daerah pada tahun 2006. Dengan adanya aturan ketat soal ambang batas emisi gas buang kendaraan bermotor ini menjadikan Provinsi Jawa Tengah mempunyai perangkat hukum dalam Pengendalian Pencemaran Udara (PPU) akibat kegiatan kendaraan bermotor dan sepeda motor.
Ruang lingkup dari penetapan Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor di Provinsi Jawa Tengah dalam Pasal 5, meliputi : a) Kendaraan berbahan bakar bensin, terdiri dari : (1) Sepeda motor 2 tak dengan bilangan Oktana lebih dari 88. (2) Sepeda motor 4 tak dengan bilangan Oktana lebih dari 88. (3) Kendaraan bermotor selain sepeda motor berbahan bakar bensin dengan bilangan Oktana lebih dari 88. b) Kendaraan berbahan bakar solar/diesel dengan bilangan Setana lebih dari 45. Berkewajiban kepada setiap pemiliknya untuk :(Pasal 8) a) Melengkapi kendaraan dengan sarana pendukung alat pengaman Emisi Gas Buang; b) Melakukan pengukuran Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor secara berkala enam bulan sekali. Mengenai teknis pelaksanaan diatur lebih lanjut oleh Kepala Badan Pengelolaan dan Pengendalian Dampak Lingkungan Hidup Daerah (Bapelda) Provinsi Jawa Tengah dengan Nomor 660.1/BPDL.Sekr/1104 Tentang Pedoman Pemeriksaan dan Pengujian Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor di Propinsi Jawa Tengah. Persyaratan teknis tersebut meliputi : a) Jenis kendaraan yang diperiksa. Menurut Pasal 5 Surat Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 5 Tahun 2004 tentang Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor di Jawa Tengah, kendaraan yang diperiksa meliputi setiap kendaraan bermotor yang dioperasikan di jalan. b) Peralatan yang digunakan untuk pemeriksaan dan pengujian,meliputi : (1) Jenis peralatan yang digunakan untuk pemeriksaan dan pengujian parameter gas-gas adalah gas analyzer atau jenis peralatan lain yang mempunyai kemampuan analisis sama dengan gas analyzer. (2) Jenis peralatan yang digunakan untuk pemeriksaan dan pengujian parameter ketebalan asap adalah opasitimeter atau smoke meter.
(3) Peralatan yang digunakan untuk pengukuran atau pemeriksaan harus dikalibrasi secara internal sesuai dengan petunjuk teknis operasional dari masing-masing alat dan secara eksternal dalam periode tertentu yang dilakukan oleh Lembaga Kalibrasi yang terakreditasi. c) Periode waktu pemeriksaan dan pengujian, dilakukan setiap : (1) Secara periode tertentu, 6 bulan sekali disesuaikan dengan jadwal waktu uji kir atau pemeriksaan laik jalan. (2) Secara periode tertentu, 6 bulan sekali, untuk pengujian yang dilakukan secara sampling. d) Lokasi dan tempat pemeriksaan dan pengujian. (1) Tempat pelaksanaan pemeriksaan yaitu unit pelaksana teknis pengujian kendaraan bermotor laik jalan baik yang berlokasi di tingkat Propinsi atau Kabupaten (2) Tempat pelaksana pengujian yaitu: (a) Laboratorium lingkungan yang ditunjuk melakukan pengujian emisi gas buang kendaraan bermotor yang berlokasi di propinsi atau kabupaten. (b) Bengkel umum kendaraan bermotor yang ditunjuk melakukan pengujian emisi gas buang kendaraan bermotor. (c) Jalan, terminal, atau tempat lainnya yang ditentukan oleh instansi yang berwenang. 3. Peraturan Pendukung Ketentuan Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Saat ini pemerintah tengah menyusun standar baku mutu emisi gas buang yang mengacu pada standar internasional sebagai antisipasi era globalisasi dan perdagangan bebas. Namun, semua itu tak akan ada artinya jika badan yang mengetes tidak bekerja sesuai ketentuan. Sementara itu, Dirjen Perhubungan Darat mengungkapkan peraturan uji emisi tahun 1993 sudah tidak memenuhi syarat lagi. Apalagi
dengan standar yang lama saja masih sering terjadi pelanggaran oleh produsen/asembler kendaraan bermotor. Sebagai contoh mobil diesel dimana batas maksimal 50% asap, namun kenyataan tingkat emisinya mencapai 70%. Namun, diperkirakan, wajib uji emisi bagi kendaraan baru dengan standar baru ini masih memerlukan waktu untuk mendatangkan peralatannya sehingga efektif baru tahun 2004 bisa diberlakukan penuh. Dalam mendukung peraturan emisi udara penelitian tentang pembuatan konverter katalitik atau peredam emisi gas buang sedang dilakukan bekerjasama dengan Jerman. Dari Indonesia yang terlibat Badan Tenaga Atom Nasional (Batan), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Universitas Indonesia, dan Institut Teknologi Bandung. Sementara dari Jerman terlibat peneliti dari Pusat Riset Julich dan Universitas Teknologi Aachen. Dalam kerja sama ini akan dikembangkan katalisator yang mengandung ion aktif untuk membuat peralatan itu lebih awet. Bahan katalisator ditembakkan dengan ion dari unsur mineral. Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah Jawa Tengah berpendapat bahwa penerapan standar emisi kendaraan baru dilakukan lebih ketat. Standar itu harusnya dievaluasi setiap lima tahun. Menteri Lingkungan Hidup telah mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 141 Tahun 2003 tentang Baku Mutu Emisi Kendaraan Tipe Baru. Dalam keputusan itu dinyatakan, mulai Januari 2005 setiap kendaraan dengan tipe baru wajib mematuhi standar emisi EURO 2. Sedangkan tipe lama yang sudah terjual diberi kesempatan melakukan penyesuaian hingga 2007. Dengan demikian, mulai 2007 setiap kendaraan yang dijual di Indonesia harus memenuhi standar EURO.
Standar baru itu menetapkan ambang batas emisi gas buang yang disemprotkan kendaraan bermotor. Untuk emisi karbon monoksida (CO), misalnya, ditetapkan maksimal 2,2 gram per kilometer, diukur selama kendaraan beroperasi di jalan. Patokan ini lebih rendah dibandingkan dengan standar Euro 1 yang 2,72 gram per kilometer untuk gas yang sama. Regulasi ramah lingkungan untuk menekan bahan pencemar udara itu disepakati negara-negara Eropa sejak 1991, dengan kesepakatan EURO 1. Selanjutnya, pada 1996, mereka melangkah ke kesepakatan EURO 2 dengan menekan emisi gas buang kendaraan bermotor hingga 30%. Indonesia akan semakin tertinggal jika tidak segera melaksanakan ketetapan EURO 2. Sebab negara lain sudah melangkah ke ketetapan EURO 3 yang dibuat tahun 2000, dengan pengurangan emisi partikel debu sampai di bawah 20%. Berikutnya, mereka akan menyongsong ketetapan EURO 4, dengan target emisi partikel menjadi di bawah 10%. Keberhasilan negara-negara Eropa tentu saja mendorong banyak negara untuk mengikuti jejak Eropa menerapkan standar emisi yang sama. Di kawasan Asia Tenggara, Vietnam bahkan telah memberlakukan standar Euro 1 tahun 1998 dan Filipina tahun 2003. Singapura dan Thailand sudah lebih dulu menerapkan standar itu tahun 1993, disusul Malaysia tahun 1997. Pemerintah berencana mengeluarkan ketentuan baru tentang uji emisi kendaraan bermotor baru Euro I dengan mengeluarkan Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup akhir tahun 2002. Namun, rencana itu baru terlaksana September 2004. Hal ini karena alotnya pembahasan dengan departemen dan asosiasi terkait, dalam hal ini Departemen Perindustrian dan Perdagangan, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, Gaikindo (Gabungan Industri Kendaraan Indonesia), AISI (Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia), dan LSM, di antaranya MEB (Mitra Emisi Bersih).
Sebelum keluar, ketetapan standar emisi kendaraan baru ini bahkan sempat tertahan hingga lima tahun karena belum ada kesepakatan antara Departemen Perhubungan dan Kementerian Lingkungan Hidup. Keterlambatan ini selain karena masalah pembagian kewenangan antara dua instansi terkait itu, keterbatasan kemampuan produksi industri kendaraan memenuhi standar baru itu, daya beli masyarakat yang rendah untuk membeli kendaraan berstandar Euro umumnya merupakan kendaraan bermesin injection yang relatif mahal dibanding mesin karburator menjadi kendala lain. Ketertinggalan Indonesia kini diatasi dengan memberlakukan standar Euro 2, sesuai Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 141 Tahun 2003 tentang Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor tipe baru dan kendaraan bermotor yang sedang diproduksi, dengan mengacu pada standar UN-ECE (United Nations-Economic Commisson for Europe). Kepmen tersebut merupakan tindak lanjut PP No 41/1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara. Saat ini, dengan berlakunya AFTA, adopsi standar internasional merupakan keharusan bagi negara ASEAN. Harmonisasi regulasi global ini akan memberikan keuntungan bagi semua pihak, baik industri maupun masyarakat konsumen. Bagi industri otomotif, penetapan standar ini akan meningkatkan daya saing dengan industri di kawasan ASEAN. Pemberlakuan standar Euro 2 pada September 2004 di Indonesia melompat dua tingkat dari target semula. Semula dengan dikeluarkannya Kepmen tersebut, yang menurut rencana akhir tahun 2002, maka pada tahap pertama mobil baru yang diproduksi tahun 2003 harus mengikuti standar mendekati Euro 1 (2003-2005), tahap II pemberlakuan standar Euro 1 (2005-2008), dan tahap III penerapan standar Euro 2.
Kementerian Lingkungan Hidup mengumumkan dikeluarkannya Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 141 Tahun 2003 tentang Tentang Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Tipe Baru dan Kendaraan Current Production (kendaraan yang sedang di produksi) sebagai amanat dari PP No. 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian
Pencemaran
Udara.
Keputusan
Menteri
tersebut
ditandatangani pada tanggal 23 September 2003. Dengan dikeluarkannya Keputusan Menteri tersebut berarti Indonesia telah mengikuti proses harmonisasi standar di dunia yang telah diikuti oleh hampir semua negara di ASEAN. Keputusan Menteri ini dikeluarkan sebagai salah satu usaha untuk memperbaiki kualitas udara di kota-kota
besar
dengan
memasukkan
kendaraan
bermotor
yang
menggunakan teknologi yang ramah lingkungan (EURO 2). Keputusan Menteri tersebut mengharuskan industri kendaraan bermotor untuk mempersiapkan teknologi kendaraan bermotor yang telah memenuhi Standar EURO 2 mulai Januari 2005 untuk kendaraan tipe baru dan sepeda motor empat langkah pada 1 Juli 2006 dan kendaraan bermotor pada 1 Januari 2007 untuk current production roda empat dan sepeda motor dua langkah (2 stroke engine). Terbitnya Keputusan Menteri ini disambut baik oleh berbagai pihak terutama para stakeholders, khususnya industri kendaraan bermotor, BPPT (BTMP), Departemen Perhubungan, Departemen Industri dan Perdagangan, KLH, KPBB, MEB dan masyarakat pada umumnya. KLH sendiri sejak tahun 1999 telah berinisiatif untuk mengadopsi Standar EURO. Keputusan Menteri ini akan dilanjutkan dengan Program Mandatory Disclosure of Automotif Emission (MDAE) yaitu program untuk mengumumkan pengujian hasil emisi kendaraan tipe baru dan
kendaraan yang sedang diproduksi yang juga merupakan amanat dari PP No 41 Tahun 1999. Kepmen No 141 menyebutkan semua kendaraan bermotor tipe baru yang diproduksi di Indonesia mulai Januari 2005 harus memenuhi standar emisi kendaraan Euro 2. Ketentuan yang sama ditujukan bagi sepeda motor empat langkah, yang akan diberlakukan 1 Juli 2006. Bagi kendaraan roda empat yang sedang diproduksi (current production) dan sepeda motor dua langkah ketentuan tersebut akan mulai diberlakukan 1 Januari 2007. Pemberlakuan Euro 2 pada 2005 merupakan percepatan tiga tahun dari rencana semula. Sesuai dengan ketentuan standar baru, pengujian emisi kendaraan bermotor yang baru harus disahkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), sedangkan kendaraan keluaran sebelum tahun 2003 selama ini disahkan oleh Departemen Perhubungan. Penerapan ketentuan ini dilaksanakan bersama dengan Departemen Perhubungan karena dikaitkan dengan uji laik jalan. Untuk menurunkan emisi gas buang kendaraan bermotor, KLH akan mengembangkan program pengendalian emisi kendaraan sebagai lanjutan dikeluarkannya kepmen tersebut, yaitu Program Mandatory Disclosure of Automotive Emissions. Dalam program ini pihak industri saat promosi juga diwajibkan mengumumkan hasil pengujian emisi gas buang kendaraan yang diproduksi di media cetak dan elektronik. Penetapan uji emisi kendaraan bermotor ini sejalan dengan penghapusan bensin tanpa timbal secara nasional pada tahun 2005. 4. Penerapan Surat Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 5 Tahun 2004 di Wilayah Surakarta Kadar emisi gas buang kendaraan bermotor di wilayah Surakarta belum begitu mengkhawatirkan. Dalam prakteknya, pelaksanaan Surat Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 5 Tahun 2004 di wilayah
Surakarta masih dalam tahap sosialisasi, jadi belum diberlakukan. Yang menjadi pokok Surat Keputusan Gubernur Jawa Tengah itu adalah pengaturan mengenai kadar maksimum emisi gas buang kendaraan bermotor. Agar masalah batasan kadar maksimum emisi yang bisa diterima oleh lingkungan udara dan makhluk hidup didalamnya tak berlarut-larut, diharapkan Pemerintah Kota (Pemkot) Surakarta segera membuat aturan jelas dari Surat Keputusan Gubernur Nomor 5 Tahun 2004 itu dan selalu mengadakan uji emisi kepada seluruh kendaraan pribadi pada saat perpanjangan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK). Sementara itu, Kepala Seksi Teknik Kendaraan dan Perbengkelan DLLAJ Surakarta Wiyanto, S.H, mengatakan pemkot belum membuat perda yang mengatur kewajiban uji emisi bagi setiap kendaraan pribadi. Kalau kendaraan umum, selama ini sudah diwajibkan melakukan uji emisi yang diatur dalam perda. Meskipun begitu, tidak bisa menjamin kadar emisi gas buang setiap kendaraan umum yang lalu lalang, di bawah ambang batas. Emisi gas buang kendaraan itu bisa saja di bawah ambang batas ketika memperpanjang STNK. Namun, bila tidak dirawat dengan baik, emisi di bulan berikutnya bisa saja sudah melebihi ambang batas. DLLAJ Surakarta akan bersikap tegas terhadap kendaraan yang tak layak. Sebelum mereka memperbaiki dulu kendaraannya hingga baik, kami tak akan memperpanjang STNK-nya atau dinyatakan tidak lulus pengujian untuk boleh beroperasi. Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor: KEP-35/MENLH/10/1993 tentang Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor yang masih menjadi pegangan DLLAJ dalam pemeriksaan emisi gas buang kendaraan bermotor, kandungan CO pada mobil ditentukan maksimum 4,5 % dan 3.000 ppm untuk HC. Menurut
Suwito, seorang pengamat otomotif di Surakarta, ketentuan pemerintah tentang ambang batas emisi gas buang terlalu longgar. Dari pengalamannya selama ini di dunia otomotif, Suwito telah menyusun indikator ideal baku mutu emisi kendaraan roda empat mesin bensin empat tak. Untuk mobil yang menggunakan mesin karburator dengan tahun pembuatan di bawah 1985, setidaknya harus memiliki kandungan CO maksimal 3,5 % dan HC maksimal 800 ppm. Sedangkan untuk mobil dengan tahun pembuatan 1986-1995, idealnya memiliki kandungan CO maksimal 3 % dan HC 600 ppm. Sementara untuk mobil karburator dengan tahun pembuatan diatas 1996, seharusnya memiliki kandungan CO di bawah 2,5 % dengan HC maksimal 400 ppm. Untuk mobil yang menggunakan mesin injection dengan tahun pembuatan 1986-1995, seharusnya memiliki kandungan CO maksimal 2,5 % dan HC paling besar 500 ppm. Untuk mobil injection dengan tahun pembuatan di atas tahun 1996, idealnya memiliki kandungan CO maksimal 2 % dan HC maksimal 400 ppm. B. Kesiapan Lembaga Yang Berwenang Dalam Penerapan Ketentuan Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Di Wilayah Surakarta Tujuan dari ketentuan ambang batas emisi gas buang kendaraan bermotor akan tercapai jika adanya peran serta dari masyarakat adalah untuk meninggkatkan kesadaran masyarakat mengenai dampak pencemaran udara terhadap kesehatan, menciptakan rasa tanggung jawab, menjadi pelopor pelaksanaan, dan berguna bagi pengendalian pencemaran udara dari emisi gas buang kendaraan bermotor melalui uji emisi gas buang kendaraan bermotor. 1. Dinas Lalu Lintas Angkutan Jalan Kota Surakarta
Berdasarkan Surat Keputusan Walikota Surakarta Nomo 20 Tahun 2001 Tentang Pedoman Uraian Tugas DLLAJ Kota Surakarta, adapun uraian tugas secara umum dari tiap Kelompok Jabatan Fungsional adalah : a) Menyusun rencana strategis dan progam kerja tahunan Dinas sesuai dengan Progam Pembangunan Daerah (Properda); b) Membagi tugas kepada bawahan sesuai bidang tugas agar tercipta pemerataan tugas; c) Memberi petunjuk dan arahan kepada bawahan guna kejelasan pelaksanaan tugas; d) Mengawasi
pelaksanaan
tugas
bawahan
agar
tidak
terjadi
penyimpangan; e) Memeriksa hasil kerja bawahan untuk mengetahui kesulitan dan hambatan, serta memberikan jalan keluarnya; f) Menilai hasil kerja bawahan secara periodik guna bahan peningkatan kinerja; g) Menginventarisasi
permasalahan-permasalahan
guna
menyiapkan
bahan petunjuk pemecahan masalah; h) Menyelenggarakan tertib administrasi serta membuat laporan berkala dan tahunan; i) Melaksanakan koordinasi dengan instansi terkait guna kelancaran tugas; j) Memberikan usul dan saran kepada atasan dalam rangka kelancaran pelaksanaan tugas; k) Melaporkan
hasil
pelaksanaan
tugas
kepada
atasan
sebagai
pertanggungjawaban pelaksanaan tugas; l) Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh atasan. Susunan Organisasi DLLAJ Surakarta dengan uraian tugas secara khusus : a) Kepala Dinas, mempunyai tugas melaksanakan urusan pemerintahan di bidang lalu lintas dan angkutan jalan. Uraian tugas :
(1) Menyusun progam kerja Bagian Tata Usaha berdasarkan rencana strategis dan progam kerja tahunan Dinas; (2) Merumuskan
kebijakan
teknis
pemberian
bimbingan
dan
pembinaan terhadap urusan bina progam, lalu lintas, angkutan jalan, dan teknik sarana dan prasarana; (3) Melaksanakan pengelolaan terminal dan perparkiran; (4) Memberikan perijinan di bidang lalu lintas dan angkutan jalan sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku; (5) Menyelenggarakan pengamanan dan pengendalian teknis atas pelaksanaan tugas sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan oleh Walikota, berdasarkan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku; (6) Menyelenggarakan urusan tata usaha Dinas; (7) Menyelenggarakan pembinaan unit pelaksana teknis dinas dan kelompok jabatan fungsional. b) Kepala Bagian Tata Usaha, mempunyai tugas melaksanakan administrasi umum, perijinan, kepegawaian, dan keuangan sesuai dengan kebijakan teknis yang ditetapkan oleh Kepala Dinas. Uraian tugas : (1) Menyusun rencana kegiatan di lingkungan Bagian Tata Usaha; (2) Mengelola perlengkapan
administrasi kantor,
surat-menyurat,
rumah
tangga,
serta
peralatan dokumen
dan dan
perpustakaan; (3) Menyiapkan dan merumuskan administrasi perijinan, serta mekanisme pemberiannya; (4) Mengelola administrasi kepegawaian; (5) Mengelola administrasi keuangan; (6) Menyelenggarakan Sistem Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum.
Bagian Tata Usaha, terdiri dari : (1) Kepala Sub Bagian Umum mempunyai tugas melaksanakan urusan surat-menyurat, kearsipan, penggandaan, administrasi perijianan, perjalanan dinas, rumah tangga, pengelolaan barang inventaris, pengaturan penggunaan kendaraan dinas serta perlengkapannya, hubungan masyarakat dan Sistem Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum. Uraian tugas : (a) Meyusun rincian kerja Sub Bagian Umum berdasarkan progam kerja Bagian Tata Usaha; (b) Mengurus administrasi barang inventaris, surat-menyurat, kearsipan dan dokumen, serta melaksanakan administrasi perijinan; (c) Melaksanakan
urusan
rumah
tangga,
perjalanan
dinas,
hubungan masyarakat dan protokol; (d) Melaksanakan pengadaan dan pemeliharaan perlengkapan dinas; (e) Mengurus kelancaran operasional kendaraan dinas; (f) Melaksanakan Sistim Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum. (2) Kepala Sub Bagian Kepegawaian mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan administrasi kepegawaian. Uraian tugas : (a) Menyusun rincian kerja Sub bagian Kepegawaian berdasarkan progam kerja Bagian Tata Usaha; (b) Menyiapkan dan mengelola bahan penyusunan rencana kebutuhan pegawai; (c) Menyiapkan dan mengolah bahan usulan yang meliputi pengangkatan, kenaikan pangkat, perpindahan, pemberhentian, pensiun, kenaikan gaji berkala, dan tunjangan; (d) Mengelola data dan dokumentasi pegawai;
(e) Merencanakan dan mengusulkan kebutuhan jenis pendidikan dan pelatihan, calon peserta pendidikan dan pelatihan, serta calon peserta ujian dinas pegawai; (f) Mengusulkan permohonan ijin dan tugas belajar; (g) Menyusun Daftar Urut Kepangkatan (DUK); (h) Memproses permohonan cuti, dan mengusulkan permohonan kartu pegawai, kartu istri/kartu suami, kartu tabungan asuransi pensiun, dan kartu asuransi kesehatan; (i) Menyiapkan dan memproses Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3) Pegawai dan Laporan Pajak-pajak Pribadi (LP2P); (j) Memproses
laporan
perkawinan,
ijin
perkawinan,
dan
perceraian; (k) Menyiapkan bahan usulan pemberian tanda penghargaan/tanda jasa dan sanksi; (l) Mengelola presensi atau daftar hadir pegawai. (3) Kepala Sub Bagian Keuangan mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan administrasi keuangan. Uraian tugas : (a) Menyusun rincian kerja Sub Bagian Keuangan berdasarkan progam kerja Bagian Tata Usaha; (b) Menyiapkan bahan penyusunan rencana anggaran dalam bentuk Daftar Usulan Kegiatan Daerah (DUKDA) dan Daftar Usulan Proyek Daerah (DUPDA); (c) Menyusun Daftar Isian Kegiatan Daerah (DIKDA) dan Daftar Isian Proyek Daerah (DIPDA) atas dasar anggaran yang telah ditetapkan; (d) Melaksanakan pengawasan laporan administrasi keuangan bendahara rutin dan pembangunan, dengan membubuhkan paraf; (e) Menyiapkan bahan usulan perubahan anggaran;
(f) Menyiapkan bahan perhitungan anggaran; (g) Menyelenggarakan administrasi pembukuan, pertanggungjawaban, dan laporan keuangan; (h) Menyelenggarakan pembuatan daftar gaji pegawai; (i) Menyelenggarakan pembayaran gaji pegawai; (j) Mengkoordinasikan administrasi keuangan anggaran rutin dan pembangunan. c) Kepala Sub Dinas Bina Progam, mempunyai tugas menyelenggarakan penyusunan rencana strategis dan progam kerja tahunan Dinas, mengadakan monitoring dan pengendalian, serta evaluasi dan pelaporan sesuai dengan kebijakan teknis yang ditetapkan oleh Kepala Dinas. Uraian tugas : (1) Menyusun rencana strategis dan progam kerja tahunan Dinas, sesuai dengan Progam Pembangunan Daerah (Properda); (2) Menghimpun, mengelola, dan menyajikan data dan informasi untuk menyusun rencana strategis dan progam kerja tahunan Dinas; (3) Melaksanakan monitoring dan pengendalian pelaksanaan rencana strategis dan progam kerja tahunan Dinas guna evaluasi dan pelaporan; (4) Melaksanakan evaluasi dan analisa hasil kerja guna pengembangan rencana strategis dan progam kerja tahunan Dinas; (5) Melaporkan hasil pelaksanaan rencana strategis dan progam kerja tahunan Dinas. Sub Dinas Bina Progam, terdiri dari : (1) Kepala Seksi Perencanaan mempunyai tugas mengumpulkan, mengolah dan menyajikan data sebagai bahan penyusunan rencana strategis dan progam kerja tahunan Dinas. Uraian tugas :
(a) Menyusun rincian kerja Seksi Perencanaan berdasarkan progam kerja Sub Dinas Bina Progam; (b) Mengumpulkan data secara metodelogis sebagai bahan penyusunan rencana strategis dan progam kerja tahunan Dinas; (c) Mengolah,
menganalisa
dan
menyajikan
data
untuk
mengembangkan kegiatan Dinas; (d) Menyiapkan bahan penyusunan rencana kerja sebagai pedoman pelaksanaan tugas Dinas. (2) Kepala Seksi Pengendalian Evaluasi dan Pelaporan mempunyai tugas melaksanakan monitoring dan pengendalian, analisa dan evaluasi data, serta menyusun laporan hasil pelaksanaan rencana strategis dan progam kerja tahunan Dinas. Uraian tugas : (a) Menyusun rincian kerja Seksi Pengendalian Evaluasi dan Pelaporan berdasarkan progam kerja Sub Dinas Bina Progam; (b) Melaksanakan monitoring dan pengendalian pelaksanaan rencana strategis dan progam kerja tahunan Dinas; (c) Menganalisa dan mengevaluasi hasil pelaksanaan rencana strategis dan progam kerja tahunan Dinas; (d) Menyiapkan dan membuat laporan hasil pelaksanaan rencana strategis dan progam kerja tahunan Dinas. d) Kepala Sub Dinas Lalu Lintas, mempunyai tugas menyelenggaraakan pembinaan manajemen dan rekayasa lalu lintas, serta bimbingan keselamatan daan ketertibaan lalu lintas dan angkutan jalan, sesuai dengan kebijakan teknis yang ditetapkan oleh Kepala Dinas. Uraian tugas : (1) Menyusun progam kerja Sub Dinas Lalu Lintas berdasarkan rencana strategis dan progam kerja tahunan Dinas; (2) Menyiapkan
perencanaan,
pengaturan,
pengendalian lalu lintas dan angkutan jalan;
pengawasan,
dan
(3) Menyusun rencana operasional ketertiban dan kelancaran lalu lintas angkutan orang dan barang, serta pengamanan jalan dan jembatan; (4) Meneliti dan menyelidiki teknis sebab-sebab terjadinya kecelakaan lalu lintas; (5) Menyiapkan perencanaan kebutuhan, pengadaan, penetapan, penempatan, pemasangan, dan pemeliharan rambu-rambu lalu lintas, marka jalan dan alat pemberi isyarat lalu lintas; (6) Menyelenggarakan penyuluhan serta bimbingan keselamatan dan keterbiban pada masyarakat di bidang lalu lintas dan angkutan jalan; (7) Menyelenggarakan inventarisasi dan registrasi pemegang surat ijin mengemudi umum, penyuluhan dan pembinaan lembaga kursus mengemudi kendaraan bermotor; (8) Menyelenggarakan inventarisasi dan registrasi, serta memproses surat
ijin
mengemudi
dan
surat-surat
kendaraan
tidak
bermotor/becak; (9) Menyiapkan bahan pembinaan, pengawasan dan pengendalian teknis penyidikan tindak pidana di bidang lalu lintas dan angkutan jalan. Sub Dinas Lalu Lintas, terdiri dari : (1) Kepala Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas mempunyai tugas merencanakan dan melaksanakan pengaturan, pengawasan dan pengendalian lalu lintas dan angkutan jalan, serta merencanakan kebutuhan, pengadaan, penempatan dan pemeliharaan ramburambu lalu lintas, marka jalan dan alat pemberi isyarat lalu lintas. Uraian tugas : (a) Meyusun rincian kerja Seksi Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas, berdasarkan progam kerja Sub Dinas Lalu Lintas; (b) Merencanakan daan melaksanakan pengaturan, pengawasan, serta pengendalian lalu lintas dan angkutan jalan;
(c) Melaksanakan inventarisasi dan registrasi pemegang surat ijin mengemudi umum, penyuluhan dan pembinaan lembaga kursus mengemudi kendaraan bermotor; (d) Menyelenggarakan memberikan
inventarisasi
pertimbangan
dan
teknis
registrasi,
pemberian
serta
surat
ijin
mengemudi dan surat-surat kendaraan tidak bermotor/becak; (e) Merencanakan
kebutuhan,
pengadaan,
penempatan
dan
pemeliharaan rambu-rambu lalu lintas, marka jalan dan alat pemberi isyarat lalu lintas. (2) Kepala Seksi Bimbingan Keselamatan dan Ketertiban mempunyai tugas melaksanakan penyuluhan serta bimbingan keselamatan dan ketertiban kepada masyarakat di bidang lalu lintas dan angkutan jalan, sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku. Uraian tugas : (a) Menyusun rincian kerja Seksi Bimbingan Keselamatan dan Ketertiban berdasarkan progam kerja Sub Dinas Lalu Lintas; (b) Melaksanakan penyuluhan serta bimbingan keselamatan dan ketertiban lalu lintas dan angkutan jalan; (c) Menyiapkan, memantau daan menganalisa data operasional kecelakaan lalu lintas daan angkutan jalan, serta usulan penanggulangannya; (d) Memantau dan menganalisis data kecelakaan lalu lintas, serta membuat usulan penanggulangannya; (e) Menyiapkan
bahan
penyempurnaan
penilaian
operasional
dan
penyusunan
penertiban
lalu
progam
lintas
dan
angkutan, serta pengendaliannya. e) Kepala Sub Dinas Angkutan, mempunyai tugas menyelenggarakan pengaturan dan pembinaan manajemen dan rekayasa angkutan orang, angkutan barang, serta angkutan khusus pada jaring trayek dan jaring
lintas di wilayah kota, sesuai dengan kebijakan teknis yang ditetapkan oleh Kepala Dinas. Uraian tugas : (1) Menyusun progam kerja Sub Dinas Angkutan sesuai dengan rencana strategis dan progam kerja tahunan Dinas, (2) Memberikan bimbingan manajemen dan rekayasa angkutan orang, angkutan barang dan angkutan khusus; (3) Memberi
saran,
pertimbangan
dan
petunjuk
terhadap
penyelenggaraan angkutan orang, angkutan barang dan angkutan khusus; (4) Memberikan rekomendasi perijinan trayek dan/atau operasi pengangkutan orang, pengangkutan barang dan pengangkutan khusus, serta mengawasi penyelenggaraannya. Sub Dinas Angkutan, terdiri dari : (1) Kepala Seksi Angkutan Orang, mempunyai tugas menyiapkan saran pertimbangan dan/atau petunjuk, bimbingan serta pemberian ijin pengangkutan orang dan/atau pengangkutan orang yang bersifat khusus, dan pengawasan penyelenggaraannya. Uraian tugas : (a) Menyusun rincian kerja Seksi Angkutan Orang berdasarkan progam kerja Sub Dinas Angkutan; (b) Menyiapkan saran, pertimbangan dan/atau petunjuk, bimbingan serta dalam pemberian ijin pengangkutan orang dan/atau pengangkutan orang yang bersifat khusus; (c) Menilai pelayanan angkutan sesuai dengan ijin yang diberikan pada masing-masing trayek; (d) Menilai dan menelaah permasalahan kebutuhan angkutan orang; (e) Mendata, menganalisa dan memproses penetapan rute trayek; (f) Memperhitungkan waktu tempuh rata-rata perjalanan;
(g) Memantau dan mencatat secara berkala terhadap asal dan tujuan perjalanan; (h) Mengawasi penyelenggaraan angkutan orang sesuai ketentuan peraturan perundangan yang berlaku. (2) Kepala Seksi Angkutan Barang mempunyai tugas menyiapkan saran
pertimbangan
dan/atau
petunjuk,
bimbingan
serta
pertimbangan teknis dalam pemberian ijin pengangkutan barang dan/atau pengangkutan barang
yang bersifat khusus, dan
pengawasan penyelenggaraannya. Uraian tugas : (a) Menyusun rincian kerja Seksi Angkutan Barang berdasarkan progam kerja Sub Dinas Angkutan; (b) Menyiapkan saran, pertimbangan dan/atau petunjuk, bimbingan serta pertimbangan teknis dalam pemberian ijin pengangkutan barang dan/atau pengangkutan barang yang bersifat khusus; (c) Menilai dan menelaah permasalahan kebutuhan angkutan barang; (d) Mendata, menganalisa dan memproses penetapan jaringan lintas angkutan barang; (e) Menginventarisasi pusat produksi dan realisasinya dalam rangka pelayanan angkutan barang; (f) Menilai kemampuan dan kepadatan jalan dan jembatan untuk kelancaran angkutan barang; (g) Memantau dan mencatat secara berkala terhadap asal dan tujuan perjalanan; (h) Mengawasi penyelenggaraan angkutan barang sesuai ketentuan peraturan perundangan yang berlaku. f) Kepala Sub Dinas Teknik Sarana dan Prasarana mempunyai tugas melaksanakan pembinaan teknik kendaraan bermotor dan tidak bermotor/becak bengkel, serta uji kendaraan berdasarkan kebijakan teknis yang ditetapkan oleh Kepala Dinas.
Uraian tugas : (1) Menyusun progam kerja Sub Dinas Teknik Sarana dan Prasarana berdasarkan rencana strategis dan progam kerja tahunan Dinas; (2) Menyusun petunjuk teknis persyaratan yang harus dimiliki setiap pemilik kendaraan bermotor wajib uji dan tidak bermotor/becak, serta menyiapkan inventarisasi kendaraan bermotor wajib uji dan tidak bermotor/becak sesuai ketentuan peraturan perundangan yang berlaku; (3) Memberi
petunjuk
teknis,
pengarahan,
pengendalian
dan
pemberian ijin perbengkelan, serta perusahaan pembuat karoseri; (4) Mengelola unit pengujian kendaraan bermotor wajib uji dan tidak bermotor/becak, penyelenggaraan
pemantauan, pengujian
serta
kendaraan
penilaian bermotor
terhadap dan
tidak
bermotor/becak; (5) Menyiapkan bahan pengendalian kelaikan sarana dan prasarana uji kendaraan bermotor dan tidak bermotor/becak, melakukan pemantauan analisis dan penilaian terhadap pengoperasian sarana uji kendaraan bermotor dan tidak bermotor/becak; (6) Menyiapkan bahan pembinaan teknis tenaga penguji secara berjenjang untuk mencapai kualifikasi teknis tertentu, guna menentukan wewenang dan tanggung jawab penguji sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku. Sub Dinas Teknis Sarana dan Prasarana, terdiri dari : (1) Kepala Seksi Teknik Kendaraan dan Bengkel mempunyai tugas melaksanakan pembinaan dan pengawasan teknis kendaraan bermotor dan tidak bermotor/becak, serta perbengkelan. Uraian tugas : (a) Menyusun rincian kerja Seksi Teknik Kendaraan dan Bengkel berdasarkan progam kerja Sub Dinas Teknik Sarana dan Prasarana;
(b) Melaksanakan pengawasan, pengarahan perbengkelan, serta pengendalian teknis konstruksi kendaraan bermotor dan tidak bermotor/becak; (c) Menginventarisasi kendaraan dan perbengkelan; (d) Menyiapkan bahan petunjuk kelaikan kendaraan. (2) Kepala Seksi Uji Kendaraan mempunyai tugas melaksanakan pembinaan
dan
pengawasan,
pengendalian
dan
pengujian
kendaraan bermotor dan tidak bermotor/becak. Uraian tugas : (a) Meyusun rincian kerja Seksi Teknik Kendaraan dan Bengkel berdasarkan progam kerja Sub Dinas Teknik Sarana dan Prasarana; (b) Menyusun petunjuk teknis dan persyaratan yang harus dipenuhi olehpemilik
kendaraan
bermotor
wajib
uji
dan
tidak
bermotor/becak; (c) Melaksanakan
pengawasan
dan
pengendalian
kendaraan
bermotor wajib uji dan tidak bermotor/becak; (d) Mengelola unit penguji kendaraan bermotor wajib uji; (e) Memantau dan menilai penyelenggaraan pengujian kendaraan bermotor dan tidak bermotor/becak. g) Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD), terdiri dari : (1) Kepala Unit Pelaksana Teknis Dinas Terminal mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan terminal sesuai dengan kebijakan teknis yang ditetapkan oleh Kepala Dinas. Uraian tugas : (a) Menyusun progam kerja UPTD Terminal sesuai dengan rencana strategis dan progam kerja tahunan Dinas; (b) Melaksanakan pengelolaan terminal sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku; (c) Melaksanakan pemungutan restribusi daerah di lingkungan terminal;
(d) Melaksanakan
ketertiban
dan
keamanan
di
lingkungan
terminal; (e) Melaksanakan pemeliharaan bangunan, halaman, taman, peralatan, dan inventaris milik Pemerintah Kota Surakarta yang berada di komplek terminal. (2) Kepala Unit Pelaksana Teknis Dinas Perpakiran mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan perpakiran sesuai dengan kebijakan teknis yang ditetapkan oleh Kepala Dinas. Uraian tugas : (a) Menyusun progam kerja UPTD Perparkiran sesuai dengan rencana strategis dan progam kerja tahunan Dinas; (b) Mengelola parkir; (c) Memungut restribusi parkir; (d) Memproses ijin usaha parkir; (e) Memproses ijin pengelolaan parkir; (f) Menyusun rencana pengembangan lahan parkir. Untuk mengetahui kadar emisi gas buang kendaraan bermotor, harus dilakukan pengukuran dengan peralatan tertentu, yang antara lain terdapat pada unit pengujian berkala kendaraan bermotor di Dinas Perhubungan kabupaten/kota yang diberi kewenangan uji emisi adalah DLLAJ. Dalam Pasal 12 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 Tentang Lalu lintas dan Angkutan Jalan menyatakan bahwa setiap kendaraan bermotor yang dioperasikan di jalan harus sesuai dengan peruntukkannya, memenuhi persyaratan teknis laik serta sesuai klas jalan yang dilalui. Berdasarkan uraian tugas DLLAJ Surakarta yang berkantor Jalan Menteri Supeno Nomor 7 Surakarta itu, maka diperlukan dasar hukum dalam pelaksanaan uji emisi dengan mengacu pada Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor: Kep. 35/MENLH/10/1993 tentang Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor. Adapun yang
diatur di dalam keputusan ini (Pasal 2 ayat (1)) adalah batas maksimum zat atau bahan pencemar yang boleh dikeluarkan langsung dari pipa gas buang kendaraan bermotor, khususnya gas beracun seperti CO (karbon monoksida) dan HC (hidro karbon) serta ketebalan asap gas buang kendaraan bermesin diesel, dengan perincian sebagai berikut: (1) Sepeda motor 2 langkah (2 tak) dengan bahan bakar bensin, kadar CO maksimum 4,5% dan 3.000 ppm untuk HC. (2) Sepeda motor 4 langkah (4 tak) dengan bahan bakar bensin, kadar CO maksimum 4,5% dan 2.400 ppm untuk HC. (3) Kendaraan bermotor selain sepeda motor dengan bahan bakar bensin, kadar CO maksimum 4,5% dan 1.200 ppm untuk HC. (4) Kendaraan bermotor selain sepeda motor dengan bahan bakar solar, ketebalan asap maksimum 50%. Sedangkan pengaturan pengukuran kandungan HC dan CO diukur pada kondisi percepatan bebas (idling) sebagaimana terdapat dalam Pasal 2 ayat(2). Untuk ketebalan asap gas buang diukur pada kondisi percepatan bebas (Pasal 2 ayat (3)). Di samping ketentuan tersebut di atas, ada lagi ketentuan lainnya yang mungkin berkaitan dengan isu yang berkembang saat ini, yaitu Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 141 Tahun 2003 yang mengatur standar emisi gas buang bagi produksi kendaraan bermotor. Menindaklanjuti keputusan ini, Ditjen Perhubungan Darat tengah menyiapkan peraturan untuk membatasi kadar emisi gas buang bagi kendaraan bermotor tipe baru atau yang tengah diproduksi, baik 2 tak maupun 4 tak. Jadi, yang jelas peraturan ini ditujukan bagi para produsen kendaraan bermotor yang berkaitan dengan teknologi kendaraan yang akan diproduksinya, bukan bagi kendaraan yang telah beroperasi saat ini Dari beberapa contoh pengujian emisi gas buang kendaraan bermotor di Sub Dinas Teknik dan Prasarana DLLAJ Surakarta yang dilakukan pada :
a) Truck Fuso dengan nomor kendaraan AD 1336 LA, didapat data ketebalan asap 14%, 0,37 m-1 dan temperatur 320 C. b) Truck Mitshubishi T300 dengan nomor kendaraan AD 1637 MA, didapat data ketebalan asap 25%, 0,71 m-1, temperatur 330 C. c) Pick Up Suzuki Carry dengan nomor AD 1302 LA, didapat data kadar CO 8,77% dan HC 1059 ppm. Hal ini menunjukkan untuk kota Surakarta dapat diambil rata-rata bari 100 kendaraan terdapat lima diantaranya yang tidak memenuhi ketentuan Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Kementerian Lingkungan hidup. Adapun alat yang dimiliki DLLAJ Surakarta ada tiga dengan dua diantaranya digunakan bagi kendaraan berbahan bakar solar. Spesifikasi alat uji emisi adalah : a) Merk BEM MULLER seri 8695, digunakan bagi kendaraan solar. b) Merk HORITA BANZAI seri Mexa 554j, digunakan bagi kendaraan berbahan bakar bensin. Dengan melihat personil dan peralatan yang ada, DLLAJ Surakarta menyatakan telah siap untuk melaksanakan peraturan Ambang Batas Emisi yang baru. 2. Satuan Lalu Lintas Kepolisian Resort Kota Surakarta Satuan Lalu Lintas adalah unsur pelaksana utama dipimpin Kepala Satuan Lalu Lintas, disingkat Kasat lantas yang bertanggung jawab kepada Kapolresta Surakarta dan melaksanakan tugas sehari-hari dibawah kendali Waka Polresta Surakarta. Pembagian Tugas dan Tanggung Jawab : a) Kepala Satuan Lalu Lintas (Kasat Lantas) adalah pimpinan Satuan Fungsi Lantas yang berada di bawah dan tanggung jawab kepada Kapolresta Surakarta. Bertugas : (1) Memimpin,membina dan mengawasi, serta mengendalikan unitunit organisasi dalam lingkungan Sat Lantas Polresta Surakarta.
(2) Memberikan saran pertimbangan dan melaksanakan tugas lain sesuai perintah Kapolresta Surakarta. Dibantu oleh : (1) Unsur Pembantu Pimpinan dan Pelaksana Staf. (2) Unsur Pelaksana Staf Khusus dan Pelayanan. (3) Unsur Pelaksana Utama. (4) Unsur Pelaksana Utama Kewilayahan Unit Lantas Polsek. b) Kepala Urusan Administrasi dan Operasional (Kaur Min Ops) Sat Lantas adalah pembantu dan pelaksana staf pada Sat Lantas Polresta Surakarta yang berada dan bertanggung jawab kepada Kasat Lantas. Bertugas : (1) Membantu
Kasat
Lantas
dalam
melaksanakan
tugasnya
menyelenggarakan administrasi dan pengawasan operasional. (2) Merencanakan dan mengendalikan operasi rutin Kepolisian bidang Lalu Lintas. (3) Melaksanakan tugas lain sesuai perintah Kasat lantas. (4) Dalam keadaan tertentu Kaur Min Ops dapat mengadakan koordinasi dengan unit Lantas Polsek. Dibantu oleh : (1) Unsur Pembantu Pimpinan dan Pelaksana Staf. (2) Unsur Pelaksana Staf Khusus dan Pelayanan. (3) Unsur Pelaksana Utama. c) Kepala Unit Kecelakaan (Kanit Laka) Lantas adalah unsur pelaksana staf dan pelayanan pada Sat Lantas Polresta Surakarta yang bertanggung jawab kepada Kasat Lantas. Bertugas : (1) Menyelenggarakan/membina fungsi penyelidikan dan penyidikan kecelakaan lalu lintas. (2) Memberikan pelayanan/perlindungan kepada korban, pelaku maupun ahli waris korban.
d) Kepala Unit Patroli adalah unsur pelaksana staf dan pelayanan pada Sat Lantas Polresta Surakarta yang bertanggung jawab kepada Kasat Lantas. Bertugas : (1) Menyelenggarakan tugas penjagaan dan pengaturan terhadap bentuk-bentuk gangguan Keamanan Ketertiban dan Kelancaran Lalu
Lintas
(Kamtibcarlantas)
tertentu
guna
memberikan
kelancaran dan kenyamanan bagi pemakai jalan. (2) Menyelenggarakan
tugas
pengawalan
Negara/Pejabat Negara/VIP/VVIP
terhadap
Tamu
atau kegiatan masyarakat
lainnya di jalan. (3) Menyelenggarakan tugas penyidikan terhadap pelanggaran lalu lintas tertentu. e) Kepala Unit Penyidikan dan Rekayasa (Kanit Dikyasa) adalah unsur pelaksana staf dan pelayanan yang bertanggung jawab kepada Kasat Lantas yang dalam pelaksana tugas sehari-hari dibawah koordinasi Kaur Min Ops Sal Lantas. Bertugas : (1) Menyelenggarakan dan mengawasi, mengarahkan pelaksanaan penyuluhan masyarakat dan pembinaan terhadap bentuk-bentuk pengamanan swakarsa. (2) Membina hubungan kerjasama dengan satuan organisasi/lembaga kemasyarakatan dan instansi pemerintah yang ada kaitannya dengan penyelenggaaraan/manajemen lalu lintas. (3) Menyelenggarakan tugas pengkajian masalah-masalah lalu lintas untuk diajukan saran dan masukkan kepada pemerintah daerah. f) Kepala Unit Registrasi dan Identifikasi (Kanit Reg Ident) adalah pelaksana staf dan pelayanan pada Sat Lantas Polresta Surakarta yang bertanggung jawab kepada Kasat Lantas. Bertugas :
(1) Menyelenggarakan dan mengawasi, mengarahkan pelaksanaan registrasi dan identifikasi pengemudi. (2) Dalam pelaksanaan tugas sehari-hari dibantu oleh Bintara SIM dan Putor. Dalam hubungan tata kerja Satlantas Polresta Surakarta terdapat kewajiban, yaitu : a) Kewajiban secara umum (1) Kasat Lantas dan setiap Pimpinan Satuan Organisasi,
dalam
melaksanakan tugasnya wajib menerapkan prinsip : (a) Koordinasi, (b) Integrasi, dan (c) Sinkronisasi. Baik
dalam
lingkungan
sendiri
maupun
dengan
Instansi
Pemerintah dan lembaga lain. (2) Dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah, khususnya yang berkenaan
dengan
pelaksanaan
pembinaan
dan
ketertiban
masyarakat, Kasat lantas wajib mengadakan koordinasi dan kerjasama yang sebaik-baiknya dengan instansi terkait. (3) Setiap Pimpinan Satuan Organisasi, wajib : (a) Mengawasi bawahannya masing-masing. (b) Mengambil langkah-langkah yang diperlukan sesuai peraturan perundang-undangan
yang
berlaku,
apabila
terjadi
penyimpangan-penyimpangan. (c) Mengelola SDM yang tersedia secara efektif dan efisien. (d) Meningkatkan kemampuan dan daya guna SDM yang tersedia. (e) Menjamin ketertiban administraasi keuangan yang diperoleh dari pemohon SIM yang merupakan Pendapatan Negara Bukan Pajak. b) Kewajiban Pimpinan Satuan Unit/Organisasi (1) Kaur Min Ops
Selaku pejabat pembantu Kasat Lantas wajib menjamin dinamika dan keterpaduan kegiatan/tindakan staf dan operasional, yang meliputi : (a) Unit Laka Lantas (b) Unit Patroli Lantas (c) Unit Dikyasa (d) Unit Reg Ident (2) Kanit Opsnal dan Pelayanan Selaku pejabat pembantu Kasat Lantas berkewajiban : (a) Menjamin terlaksananya pekerjaan sesuai prosedur dan petunjuk teknis yang berlaku. (b) Menjamin terwujudnya kinerja yang optimal. (c) Masing-masing pejabat unit operasional wajib melaksanakan pemantauan dan pengaawasan, dan tindakan korektif, baik terhadap bawahannya maupun pejabat/personil lainnya yang terkait dalam lingkungan Sat Lantas Polresta Surakarta. (d) Setiap pejabat/personil wajib mematuhi perintah/petunjuk para pejabat sesuai wewenang dan tanggung jawabnya. Satlantas Polresta Surakarta yang berkantor di Jalan Wolter Mongisidi, Banjarsari, Surakarta mempunyai personil 112 polisi yang 35 diantaranya ditugaskan di Polsek Jaga di Kota Surakarta. Sedangkan untuk kendaraan operasional berjumlah 26 unit Satlantas dengan perincian : a) Lima unit sedan Timor; b) Empat unit Toyota Pick Up; c) Satu unit Jeep Jimmy; d) 11 sepeda motor Megapro; e) Lima sepeda motor Suzuki GSX 150cc. Dalam menjalankan tugasnya sehari-hari, polisi Satlantas Surakarta dibekali alat pengaman terhadap emisi gas buang kendaraan bermotor berupa masker, dengan merk “Mark Anti Pollution Mask”, yang diimpor dari Belanda untuk digunakan selama enam bulan sekali. Namun untuk
prakteknya di lapangan sangat sulit dilakukan, dengan alas an bahwa dengan memakai masker berakibat sulit dalam membunyikan peluit. Sedangkan untuk menjaga kesehatan setiap polisi diwajibkan untuk melakukan tes kesehatan, yang berupa pemeriksaan paru-paru, darah dan mata, yang dilakukan setahun dua kali kesempatan. Sejalan dengan himbauan Kamtibmas Polresta Surakarta “Iklim sejuk dan damai merupakan dambaan semua warga kota Solo”, polisi Satlantas berdasarkan Pasal 54 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 dapat menindak kendaraan yang dioperasionalkan di jalan yang tidak memenuhi persyaratan teknis/laik jalan dengan ancaman kurungan tiga bulan/denda Rp.3.000.000,00. Berdasarkan Pasal 13 PP 44 Tahun 1993, UU No. 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan, yang mengatur Sistem Pembuangan pada : a) ayat (1) dijelaskan bahwa sistem pembuangan terdiri dari manifold, peredam suara, dan pipa pembuangan (dalam hal ini kanlpot). b) ayat (2), sistem pembuangan (dalam hal ini knalpot) sebagaimana ayat (1) harus memenuhi persyaratan : (1) Dirancang dan dibuat dengan bahan yang cukup kuat, sehingga tidak terjadi kebocoran asap dan gas buang, serta memenuhi ambang batas tingkat kebisingan. (2) Arah pipa pembuangan (knalpot) harus dibuat sedemikian rupa yang tidak mengganggu pemakai jalan lain. (3) Knalpot tersebut tidak menonjol melewati sisi samping atau sisi belakang kendaraan yang bersangkutan juga tidak boleh terlalu pendek sehingga dapat menimbulkan terjadinya pusaran yang dapat mengakibatkan masuknya asap atau gas buang ke ruang penumpang.
c) ayat (3), ketentuan mengenai hal tersebut akan ditentukan oleh KEPMEN. Pelanggaran mengenai persyaratan ambang batas emisi gas buang yang diatur dalam Pasal 50 UU No. 14 Tahun 1992, maka dapat dipidana dengan ancaman pidana kurungan paling lama 2 bulan atau denda setinggi-tingginya Rp 2.000.000,00 (Pasal 67 UU No. 14 Tahun 1992). Pasal 50 UU No. 14 tahun 1992 : a) Untuk mencegah pencemaran udara dan kebisingan suara kendaraan bermotor yang dapat mengganggu kelestarian lingkungan hidup, serta kendaraan bermotor wajib memenuhi persyaratan ambang batas emisi gas buang dan tingkat kebisingan. b) Setiap pemilik, penguasa, angkutan umum dan/atau pengemudi kendaraan bermotor, wajib mencegah terjadinya pencemaran udara dan kebisingan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), yang diakibatkan oleh pengoperasian kendaraannya. c) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2), diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 67 UU No. 14 Tahun 1992 : “ Barangsiapa mengemudikan kendaraan bermotor yang tidak memenuhi persyaratan ambang batas emisi gas buang, atau tingkat kebisingan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1) dan ayat (2), dipidana dengan pidana kurungan paling lama dua bulan atau denda setinggitingginya Rp 2.000.000,00” Tabel 2 PELANGGARAN LALU LINTAS KAP/KNALPOT SEMESTER II TAHUN 2004 NO
BULAN
JUMLAH
1.
Juli
290
2.
Agustus
304
3.
September
253
4.
Oktober
378
5.
November
150
6.
Desember
180
Satlantas Polresta Surakarta selalu menyambut baik adanya kerjasama untuk melakukan pemeriksaan emisi gas buang kendaraan bermotor di jalan. Hal itu pernah dilakukan bekerjasama dengan DLLAJ Surakarta pada saat belum adanya otonomi daerah. Pedoman polisi Satlantas dalam menindak pelanggaran berdasarkan membandingkan diantara kendaraan lainnya secara penglihatan mata saja. C. Sasaran Pelaksanaan Dalam Penerapan Surat Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 5 Tahun 2004 Keselamatan dalam berlalu lintas menjadi tujuan utama dari semua peraturan yang dikeluarkan pemerintah. Upaya pemerintah dalam memberikan jaminan keselamatan di antaranya dengan menjaga kondisi kendaraan bermotor agar tetap laik jalan, sekaligus memperhatikan kesehatan lingkungan dengan pemeriksaan emisi gas buang. Emisi gas buang kendaraan bermotor harus ditekan karena berpengaruh besar terhadap kehidupan manusia yang berkaitan dengan kesehatan. Apalagi dengan padatnya arus lalu lintas seperti di Kota Surakarta, pencemaran gas buangnya akan semakin tinggi, seiring dengan bertambahnya kendaraan. Oleh karena itu, pengujian kendaraan bermotor memegang peranan penting dalam masalah kualitas udara. Objek pengujian yang dilakukan di Indonesia tidak pada semua kendaran bermotor. Sesuai Peraturan Pemerintah (PP) No. 44 Tahun 1993 tentang Kendaraan dan Pengemudi, kendaraan bermotor yang wajib melaksanakan pengujian hanya mobil bus, mobil barang, kendaraan khusus, kereta tempelan, kereta gandengan, dan kendaraan umum yang dioperasikan di jalan.
Padahal, kendaraan bermotor lainnya yang beroperasi setiap hari di jalan dan jumlahnya cukup banyak, tidak ada keharusan untuk melaksanakan pemeriksaan emisi gas buang. Seperti kendaraan pribadi berupa sedan, jip, minibus, termasuk sepeda motor. Akibatnya, polusi udara di kota, yang menjadi langganan kemacetan lalu lintas, menjadi tidak terkendali. Bahkan, ada dugaan emisi gas buang telah melampaui ambang batas . Untuk itu, semua pemilik kendaraan bermotor yang emisi gas buangnya tidak melebihi baku mutu, hendaknya tetap mempertahankan kondisinya. Sedangkan untuk kendaraan bermotor yang nyata-nyata diketahui dari hasil pengujian emisi gas buangnya melampaui baku mutu, harus segera memperbaikinya . Salah satu upaya untuk mengetahui polusi udara yang diakibatkan pembakaran mesin kendaraan bermotor di antaranya memenuhi baku mutu terlebih dahulu melalui pemeriksaan Nox. PM 10 HC dan kebisingan. Peralatan uji emisi secara lengkap, seperti di smoke tester untuk menguji gas buang kendaraan dengan bahan bakar solar, sedangkan kendaraan dengan bahan bakar bensin menggunakan gas analyzer. Pemeriksaan emisi gas buang kendaraan bermotor meliputi : a) Kendaraan bermotor berbahan bakar bensin Pemeriksaan dilakukan dengan alat uji Carbonmonoksida/ HidroCarbon : (1) Hidupkan kendaraan beberapa saat sampai suhu mesin normal; (2) Masukkan probe ke dalam gas buang kendaraan sedalam 30 cm dan kencangkan kedudukannnya; (3) Hubungan foot swich pada alat dan sambungkan pada pedal gas kendaraan; (4) Tekan tombol pengatur kertas uji pada posisi on; (5) Setel foot swich atau tekan tombol start setelah lampu indikator menyala dan indikator akan menunjukkan tingkat kontaminasi;
(6) Pengukuran dilakukan sebanyak tiga kali dengan nilai derajat kontaminasi (%) adalah nilai rata-rata dari ketiga pengukuran. Kemudian catat indikator CO (%) dan HC (ppm), serta catat pula nilai kontaminasi tersebut; (7) Setelah pengukuran selesai, setel sumber listrik pada posisi off, kemudian tutuplah katup stop kompresor dan lepaskan probe dan foot swich. b) Kendaraan bermotor berbahan bakar solar. Pemeriksaan dilakukan dengan alat uji smoke tester : (1) Hidupkan kendaraan beberapa saat sampai suhu mesin normal; (2) Masukkan probe ke dalam gas buang kendaraan sedalam 30 cm dan kencangkan keddudukannya; (3) Hubungan foot swich pada alat dan sambungkan pada pedal gas kendaraan; (4) Setel tombol pengatur kertas uji pada posisi on; (5) Tekan pedal gas hingga tekanan tertentu selama empat detik kemudian lepaskan; (6) Lepaskan kertas uji dari tempatnya, kemudian tepatkan di tempat yang bersih; (7) Setelah selesai melakukan pengujian, ruang pengisapan gas buang harus dibersihkan dengan menekan tombol pembersih udara yang ada pada alat uji; (8) Pengujian dilakukan sebanyak tiga kali dengan setiap kali dilakukan pembersihan ruang pengisapan gas buang; (9) Nilai ketebalan asap adalah nilai rata-rata dari ketiga pengukuran. Manfaat uji emisi untuk mengetahui efektivitas proses pembakaran bahan bakar pada mesin dengan cara menganalisis kandungan karbon monoksida (CO) dan hidrokarbon (HC) yang terkandung di dalam gas buang. Selain itu, uji emisi berguna untuk mengetahui adanya kerusakan pada bagianbagian mesin kendaraan. Uji emisi juga berguna membantu saat melakukan setting campuran udara dan bahan bakar dengan tepat.
Sedangkan keuntungan dari uji emisi, kita bisa memperoleh kepastian mengenai kinerja mesin kendaraan yang digunakan apakah dalam kondisi prima dan dapat diandalkan. Selain itu, uji emisi bisa mengirit bahan bakar, namun tenaga tetap optimal serta bisa menciptakan lingkungan sehat dengan udara yang bersih. Kerusakan kendaraan bisa terdeteksi dari hasil uji emisi, yang antara lain bisa dilihat dari tingginya kandungan HC. Hal itu terjadi bisa karena berbagai faktor, seperti kebocoran pada sistem vakum, sistem pengapian yang tidak bekerja dengan baik, kerusakan pada engine control unit, kerusakan pada oksigen sensor, dan gangguan pada sistem pasokan udara. Kandungan HC tinggi juga bisa karena adanya kerusakan pada catalytic converter dan kerusakan mekanis pada bagian dalam mesin seperti klep, mesin, ring, atau silinder. Kerusakan kendaraan juga bisa terdeteksi dari tingginya kandungan CO. Hal itu juga terjadi karena berbagai faktor, bisa karena karburator tidak bekerja dengan baik, filter udara kotor, kerusakan pada sistem choke karburator, dan kerusakan pada sistem Thermostatic Air Cleaner. Secara singkat beragam katalis baru siap dipasang dan adu unjuk kerja di kendaraan seri terbaru. Polusi udara dan isu pemanasan global yang banyak dipakai aktivis lingkungan untuk menyerang kalangan industri berangsurangsur teratasi. Namun kota-kota besar Indonesia, mungkin harus bersabar untuk menikmati kemajuan teknologi katalis ini karena catalytic converter baru terpasang di beberapa mobil mewah. Mimpi untuk melindungi masa depan bumi di daerah khatulistiwa mungkin harus disimpan untuk sementara. Yang realistis adalah kita harus terus mengurangi kadar timbal di udara, karena bensin bebas timbal belum milik semua kota di tanah air. Bebas timbal di bahan bakar berarti mengurangi kadar racun (toksin) di kepulan asap knalpot, yang ganas menyerang dan merusak otak pada anak-anak di jalanan Jakarta dan kota-kota rawan macet lainnya.
Pada prinsipnya, setiap pembakaran kendaraan akan menghasilkan CO2 (sebagai sampah) dan O2 terpakai (sebagai pembakar). Dalam pembakaran yang sempurna, CO2 harus tinggi dan O2 rendah. CO2 merupakan indikasi dari tingkat efisiensi pembakaran mesin bensin. Pada mesin mobil generasi lama, pencampuran bahan bakar dengan udara diproses oleh karburator. Kelemahan mesin kendaraan karburator, akurasi campuran (bahan bakar dan udara) umumnya rendah karena kondisi permukaan bahan bakar dalam float chamber carburator mempengaruhi rasio campurannya. Sementara pada mesin kendaraan modern sudah menggunakan sistem injeksi, yaitu menggunakan manajemen EFI (electronic fuel injection) atau ECI-Multi (multi-point fuel injection). ECI-Multi atau EFI bekerja secara computerized dalam mengatur campuran bahan bakar dengan udara atas informasi dari beberapa sensor, mengatur saat pembakaran (ignition timing) dan tepat di setiap RPM (putaran mesin per menit). D. Faktor Yang Mendukung Dan Menghambat Penerapan Ketentuan Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor 1. Faktor Pendukung Dewasa ini sistem transportasi mengalami krisis, seperti krisis energi dan krisis lingkungan, terutama pencemaran gas buang kendaraan bermotor. Pencemaran udara yang semakin tinggi menjadi masalah yang serius, terutama di kota-kota besar. Hal ini telah menjadi perhatian Departemen Perhubungan melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Darat sebagai regulator yang mempunyai tanggung jawab moral terhadap masyarakat pengguna jasa angkutan maupun masyarakat umum lainnya. Upaya-upaya yang telah dilakukan oleh Ditjen Perhubungan Darat untuk menurunkan kualitas emisi gas buang kendaraan bermotor antara lain pendekatan teknologi ramah lingkungan, inspection and maintenance
kendaraan bermotor, penetapan standar emisi gas buang untuk kendaraan yang sudah berjalan, serta pendekatan manajemen lalu-lintas yang baik. Teknologi otomotif saat ini diupayakan untuk diubah atau ditingkatkan menjadi teknologi berwawasan lingkungan. Salah satu pengembangan teknologi otomotif ramah lingkungan yang telah dilakukan oleh industri kendaraan bermotor adalah penyempurnaan dari segi desain maupun
perlengkapan
treatment
emisi
gas
buang.
Selain
itu,
penyempurnaan motor bensin maupun motor diesel juga akan diimbangi pemanfaatan bahan bakar yang lebih ramah lingkungan. Pengembangan lain adalah teknologi hibrida bensin-listrik atau disebut eco car (kendaraan ramah lingkungan) yang tidak banyak menggunakan bahan bakar sehingga dapat mengurangi polusi. Pengembangan yang lebih canggih lagi adalah teknologi fuel cell, yaitu teknologi yang tidak akan menghasilkan gas buang beracun. Teknologi terakhir ini menjadi harapan bagi teknologi kendaraan eco car. Dalam hal inspection and maintenance, Direktorat Perhubungan Darat telah menyiapkan rancangan program atau ketentuan agar semua kendaraan bermotor harus diuji. Emisi gas sebagai bagian dari kelaikan kendaraan, harus diuji terlebih dahulu. Dalam persyaratan ambang batas kelaikan disebutkan bahwa ketebalan asap gas buang kendaraan bermotor yang penyalaan kompresinya menggunakan bahan bakar solar, ditentukan maksimum sebesar 50%. Diharapkan dengan dilaksanakannya pengujian kendaraan
bermotor
tersebut,
para
pemilik
kendaraan
merawat
kendaraannya dengan baik dan teratur sehingga laik jalan untuk mengangkut pengguna jasa angkutan. Untuk mengurangi dampak dari emisi gas buang ranmor ini, dicobalah ditawarkan pemakaian bahan bakar gas (BBG). Alasannya, emisi gas buangnya rendah polutan. CO dari pembakaran BBG hanya 7%, sementara bensin hampir 96% untuk tiap gram per kilometernya. Polutan
Pb bensin 0,09n gram dan HC 2,2 gram dalam tiap kilometer jarak tempuh, sementara BBG bebas Pb dan hanya menghasilkan 1,6 gram HC untuk tiap kilometer jarak tempuh. Sosialisasi penggunaan BBG di Jawa Tengah pernah dilakukan tahun 1996, namun sayang tidak jalan karena mahalnya harga conventer kit, biaya operasi dan terbatasnya bengkel serta stasiun pengisian bahan bakar gas. Pendekatan penetapan standar emisi gas buang untuk kendaraan yang sudah berjalan juga tengah diupayakan pemerintah. Seiring dengan desakan internasional terhadap pencegahan dan pengurangan pencemaran udara, Menteri Lingkungan Hidup menetapkan standar baru emisi gas buang untuk kendaraan bermotor baru yaitu Kepmen Lingkungan Hidup No. 141 Tahun 2003 tentang Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor yang sedang diproduksi. Dalam ketentuan tersebut disebutkan bahwa kendaraan bermotor tipe baru yang akan diproduksi harus memenuhi persyaratan uji emisi sesuai standar EURO 2, yang aturan ambang batas emisinya jauh lebih ketat dibanding aturan sebelumnya. Pendekatan lain yang diupayakan oleh pemerintah adalah menata manajemen lalu lintas yang baik. Sistem tersebut mengusahakan bergeraknya lalu lintas yang lebih lancar untuk menghindari kemacetan. Kemacetan disadari memberi andil terhadap meningkatnya emisi gas buang kendaraan bermotor. Hal ini disebabkan kendaraan yang bergerak pada kecepatan rendah akan mengeluarkan lebih besar gas buang. Diharapkan, dengan perbaikan manajemen lalu lintas, polusi udara dapat dikurangi. 2. Faktor Penghambat Upaya menggalang kebersamaan ini tidak saja ditujukan bagi sesama warga kota tetapi juga bagi para industriawan dan para pengusaha untuk mengambil peluang agar memiliki citra sebagai perusahaan atau lembaga yang terdepan dalam aktivitas sosial yaitu memiliki kepedulian
yang tinggi terhadap lingkungan hidup khususnya memerangi pencemaran udara. Pencemaran udara yang diakibatkan oleh polusi sisa pembakaran kendaraan bermotor di Indonesia dari tahun ke tahun memperlihatkan kecenderungan meningkat, tetapi pencegahan dari pemerintah selama ini dinilai berbagai kalangan masih amat kurang. Berbeda dengan standar polusi yang ditetapkan di berbagai negara maju seperti Uni Eropa, Jepang, dan AS. Bahkan, dibanding Malaysia atau Singapura, peraturan yang diberlakukan di Indonesia masih amat ringan bagi para produsen kendaraan bermotor dan tanpa sanksi berat. Akibatnya, tingkat polusi udara akibat asap dan karbon monoksida yang dikeluarkan mesin bensin dan diesel semakin parah terlebih tingkat populasi kendaraan bermotor yang bertambah setiap tahun. Inisiatif untuk mengikuti standar Euro terbentur banyak kendala, antara lain belum siapnya industri otomotif dan produsen BBM, dalam hal ini Pertamina, untuk memasok BBM tanpa timbal. Pertamina pun sebagai satu-satunya produsen BBM belum mampu memproduksi BBM tanpa timbal. Selama BBM yang dijual di Indonesia masih mengandung timbal, maka kendaraan baru yang dilengkapi dengan katalitik konverter, yaitu alat untuk mereduksi emisi gas beracun-seperti yang dipersyaratkan dalam standar Euro tidak dapat digunakan. Katalitik konverter pada kendaraan itu dalam waktu beberapa bulan akan rusak. Sekira 70% pencemaran udara di kota-kota besar di Indonesia disebabkan dari kendaraan bermotor. Para pengemudi atau pemilik kendaraan jarang merawat kendaraannya dengan baik. Mereka berdasarkan angket yang disebar umumnya hanya merawat kendaraannya (tune-up) setiap 6 bulan. Padahal, selang waktu perawatan seperti itu terlalu lama. Meskipun kadar emisi gas buang kendaraan begitu selesai tune up masih bagus, hal itu belum tentu bertahan di bulan-bulan selanjutnya. Jadi,
kunci rendahnya kadar emisi gas buang adalah merawat kendaraan bermotor secara berkala sesuai aturan yang tertera dalam buku manual.