perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian 1.
Kasus
Tindak
Pidana
Penyelundupan
Narkotika
Transnasional
Terorganisasi yang Dilakukan Terpidana Narkotika Fredi Budiman Tindak pidana narkotika merupakan sebuah kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) yang dikategorikan sebagai organized crime (kejahatan terorganisasi) dan menggunakan sarana tehnologi informasi serta modus operandi yang canggih. Tindak pidana penyelundupan narkotika (drug smuggling) telah terjadi di Indonesia yang dikoordinasikan di dalam penjara oleh
Fredi
Budiman
dan
telah
diputus
dalam
Putusan
Nomor
2267/Pid.Sus/2012/PN.JKT.BAR. Tindak pidana penyelundupan narkotika dikategorikan sebagai tindak pidana transnasional yang terorganisasi (transnational organized crime) sehingga tindak pidana yang dilakukan oleh Fredi Budiman memberikan dampak pada batas yurisdiksi negara serta prinsip-prinsip lain dari tindak pidana transnasional yang terorganisasi yang diatur dalam Konvensi Tunggal Narkotika 1961 dan Konvensi Wina 1988. a.
Identitas Terpidana Narkotika Fredi Budiman Nama Lengkap
: Fredi Budiman alias Budi bin H. Nanang Hidayat
Tempat lahir
: Surabaya
Umur/Tanggal Lahir
: 34 tahun / 18 Juli 1977
Jenis kelamin
: Laki-laki
Kewarganegaraan
: Indonesia
Tempat tinggal
: Jalan Bahagia Nomor 14 Blok D. Rt.005/ Rw.07 Kelurahan Menteng, Kecamatan, Cengkareng Jakarta Barat
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Wiraswasta
Pendidikan
: commit SD to user
40
41 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b. Kronologis Tindak Pidana Penyelundupan Narkotika Transnasional Terorganisasi yang Dilakukan Terpidana Narkotika Fredi Budiman Tindak pidana transnasional terorganisasi di bidang narkotika yang melibatkan 9 (sembilan) orang warga negara Indonesia, yang saat ini 7 (tujuh) orang telah disidangkan dan telah di jatuhi putusan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Barat yakni, FREDI BUDIMAN alias BUDI Bin H.NANANG HIDAYAT, HANI SAPTA PRIBOWO alias BOWO Bin H.M GATOT EDI, CHANDRA HALIM alias AKIONG Bin TINGTONG,
MUHAMMAD
MUHTAR
alias
MUHAMAD
MOEKTAR, ABDUL SYUKUR alias UKUNG Bin MEIJI, ACHMADI alias MADI Bin SUKYAN, TEJA HARSOYO alias RUDI, 1 (satu) orang telah disidangkan terpisah di Peradilan Militer yakni, SUPRIADI Bin SAMIN, sedangkan 1 (satu) orang masih masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) yakni YU TANG. Penyelundupan narkotika yang berasal dari China tersebut juga melibatkan seorang warga negara Hongkong yang masih masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) yakni WANG CHANG SHUI. Kasus penyelundupan narkotika melalui pelabuhan Tanjung Periok tersebut dikordinasikan didalam penjara oleh seorang terpidana yang bernama Fredi Budiman. Pengkoordinasian tindak pidana penyelundupan narkotika jenis Metilendioksimetamfetamin
(MDMA)/
(±)-N,
α-dimetil
3,4
(metilendioksi) fenetilamina dan terdaftar dalam Golongan I Nomor urut 37 Lampiran Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika atau lebih dikenal dengan nama Ekstasi, dilakukan di dalam Rumah Tahanan (Rutan) Cipinang. Bermula dari perkenalan di dalam Rutan Cipinang antara Chandra Halim alias Akiong Bin Tingtong, Fredi Budiman, dan Hani Sapta Pribowo alias Bowo. Perkenalan antara Chandra Halim alias Akiong Bin Tingtong dengan Fredi Budiman yang terjadi jauh sebelum keduanya berada di Rutan Cipinang, yaitu saat keduanya bisnis narkotika jenis Shabu commit yang to userdikirim oleh Wang Chang Shui sebanyak 6 (enam) kilogram
perpustakaan.uns.ac.id
42 digilib.uns.ac.id
seorang warga negara Hongkong teman dari Chandra Halim alias Akiong Bin Tingtong dan diterima oleh Chandra Halim alias Akiong Bin Tingtong di Hotel Ibis Jakarta Pusat. Pada saat itu juga kerjasama antara Chandra Halim alias Akiong Bin Tingtong dengan Fredi Budiman, yakni kesepakatan bahwa Fredi Budiman menyanggupi untuk ambil Shabu tersebut dengan kesepakatan Chandra Halim alias Akiong Bin Tingtong mendapat Rp35.000.000,00 (tiga puluh lima juta) per kilogramnya. Fredi Budiman juga masih tersisa hutang yang belum dibayar kepada Chandra Halim alias Akiong Bin Tingtong sebesar Rp5.000.000.000,00 (lima miliyar rupiah) saat bisnis Narkoba besama lainnya. Namun Chandra Halim alias Akiong Bin Tingtong mengaku bahwa baru kenal dengan Fredi Budiman pertama kali di Polda Metro Jaya sewaktu sama-sama ditahan, kemudian sama-sama menjalani hukuman di Rutan Cipinang dan sejak peristiwa ini dipindahkan ke Lembaga Permasyarakatan Narkotika Cipinang Jakarta Timur. Tindak pidana penyelundupan narkotika dari China tersebut berawal saat Yu Tang (DPO) yang merupakan anak buah dari Wang Chang Shui (Warga Negara Hongkong) (DPO) datang kepada Chandra Halim alias Akiong Bin Tingtong di Rutan Cipinang menanyakan tentang perusahaan yang bisa mengeluarkan barang dan Narkotika dari pelabuhan Tanjung Priok melalui jalur khusus tanpa pemeriksaan barang karena Yu Tang (DPO) mengatakan akan mengirim Ekstasi sebanyak 500.000 (lima ratus ribu) butir bersama Fish Tank (Aquarium) dan apabila Chandra Halim alias Akiong Bin Tingtong berhasil menguruskan keluarnya barang-barang tersebut saksi mendapat Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah). Hingga pada saat dipenjara Fredi Budiman menawarkan kepada Chandra Halim alias Akiong Bin Tingtong jika ada kiriman narkotika dari luar negeri yang melalui pelabuhan Tanjung Priok agar melalui Fredi Budiman, karena dia ada orang yang bisa mengurus di pelabuhan dan kemudian berdasarkan informasi tersebut Chandra Halim commit to user alias Akiong Bin Tingtong menceritakan kepada Wang Chang Shui
43 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(Warga Negara Hongkong) (DPO). Orang yang bisa mengurus di pelabuhan Tanjung Priok yang dimaksud Fredi Budiman tidak lain adalah Hani Sapta Pribowo alias Bowo yang merupakan teman satu kamar dengan Fredi Budiman di dalam Rutan Cipinang yang bekerja di perusahaan bongkar muat kontainer di Tanjung Periok sebelum menjadi narapidana dan mempunyai teman yang bisa bekerja untuk itu bernama Abdul Syukur alias Ukung Bin Meiji, selanjutnya diperkenalkannya Hani Sapta Pribowo alias Bowo dengan Chandra Halim alias Akiong Bin Tingtong oleh Fredi Budiman. Setelah perkenalan, ketiganya sering melakukan pertemuan di kamar Fredi Budiman yang satu kamar dengan Hani Sapta Pribowo alias Bowo. Pertemuan tersebut menghasilkan kesepakatan bahwa Hani Sapta Pribowo alias Bowo menyanggupi apa saja yang akan dikirim oleh Chandra Halim alias Akiong Bin Tingtong dan Hani Sapta Pribowo alias Bowo
juga
telah
memberikan
alamat
perusahaan
yang
dapat
mengeluarkan barang dan Narkotika dari pelabuhan Tanjung Priok melalui jalur khusus tanpa pemeriksaan barang yaitu Primkop Kalta BAIS TNI (Badan Intelijen Strategis) yang mempunyai Surat Ijin Usaha Perdagangan (SIUP) dan ijin perdagangannya atau ijin impor kepada Chandra Halim alias Akiong Bin Tingtong. Dalam pertemuan selanjutnya Chandra Halim alias Akiong Bin Tingtong menanyakan kepada Hani Sapta Pribowo alias Bowo tentang pengiriman barang dari luar negeri melalui jalur yang aman yang maksudnya jalur yang tidak diperiksa oleh bea dan cukai karena akan ada impor barang dari China berupa dispenser dari Taiwan sekitar bulan Desember 2011 oleh Wang Chang Shu (Warga Negara Hongkong) (DPO), lalu Hani Sapta Pribowo alias Bowo menelpon Abdul Syukur alias Ukung
Bin Meiji melalui handphone untuk minta kop surat
Primkop Kalta sekaligus memperkenalkan Chandra Halim alias Akiong Bin Tingtong dengan Abdul Syukur alias Ukung Bin Meiji dan commit toAbdul user Syukur alias Ukung Bin Meiji memberikan nomor handphone
perpustakaan.uns.ac.id
44 digilib.uns.ac.id
kepada Chandra Halim alias Akiong Bin Tingtong. Atas perintah dari Hani Sapta Pribowo alias Bowo, Abdul Syukur alias Ukung Bin Meiji menghubungi Supriadi Bin Samin anggota Tentara Nasional IndonesiaAngkatan Udara (TNI-AU) yang bertugas membantu koperasi Primkop Kalta yakni PT. Primer Koperasi Kalta (BAIS TNI) yang Kantor Pusat Primkop Kalta BAIS TNI di Jalan Kalibata Raya Nomor 24 Jakarta Selatan 12750 telepon 021 7883208, sedangkan Sub Unitnya di Tanjung Priok di luar Kepabeanan, dimana pada bulan Mei 2012 Supriadi Bin Samin dipanggil Waka Bais dan disuruh membuka Sub Unit Primkop Kalta sendiri di Tanjung Priok, yang kemudian Supriadi Bin Samin memberikan kop asli Primkop Kalta kepada Abdul Syukur alias Ukung Bin Meiji melalui anak buahnya Sani, namun Supriadi Bin Samin pesan kepada Abdul Syukur alias Ukung Bin Meiji yang mengatakan supaya foto coppy dari kop asli yang berikan kepada Hani Sapta Pribowo alias Bowo dan sekaligus memperkenalkan Abdul Syukur alias Ukung dengan Chandra Halim alias Akiong Bin Tingtong, namun pengiriman dispenser batal. Hani Sapta Pribowo alias Bowo menghubungi Abdul Syukur alias Ukung Bin Meiji lagi untuk menyampaikan bahwa order kali ini import barang berupa Fish Tank (Aquarium). Pada tanggal 26 Maret 2012 sekira pukul 15.00 WIB Abdul Syukur alias Ukung Bin Meiji mengirim Short Message Service (SMS) kepada Hani Sapta Pribowo alias Bowo yang isinya memberitahukan alamat PT. Primer Koperasi Kalta (Bais TNI) di Jalan Kalibata Raya Nomor 24 Jakarta Selatan 12750 telepon 021 7883208 ext 4510.4511, 4514 karena ada permintaan Hani Sapta Pribowo alias Bowo minta alamat tersebut untuk pengiriman barang import berupa quarium Fish Tank (Aquarium) dari China. Sebelum bulan Mei 2012 Fredi Budiman sepakat dengan Chandra Halim alias Akiong Bin Tingtong akan mengirim Ekstasi berupa sample 500.000 (lima ratus ribu) butir, setelah itu awal Mei 2012 Chandra Halim commit to user alias Akiong Bin Tingtong datang ke kamar Fredi Budiman yang satu
45 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kamar dengan Hani Sapta Pribowo alias Bowo, kedatangan Chandra Halim alias Akiong Bin Tingtong untuk menanyakan alamat Primkop Kalta yang saat itu Hani Sapta Pribowo alias Bowo memberikan alamat Primkop Kalta dan memastikan aman 1000% untuk import barang karena ada jalur kuning, yang merupakan salah satu jalur pelayanan dan pengawasan barang impor. Sesuai dengan Peraturan Dirjen Bea Cukai No. P25/BC/2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Direktur Jenderal Bea Cukai Nomor P21/BC/2007 tentang Petunjuk Pelaksanaan Tata Laksana Kepabeanan di bidang Impor pada Kantor Pelayanan Utama Bea Cukai Tanjung Priok. Pelayanan dan Pengawasan barang impor terdapat 5 (lima) jalur pelayanan: 1) Jalur Prioritas, yaitu jalur khusus untuk mitra utama (MITA) dengan mekanisme
pelayan
dan
pengawasan
pengeluaran
impornya
langsung diterbitkan SPPB (Surat Persetujuan Pengeluaran Barang) tanpa dilakukan pemeriksaan fisik dan dokumen, seperti Toyota Astra, Panasonic, Nestle; 2) Jalur Mitra Utama Non Prioritas, yaitu hampir sama dengan jalur prioritas namun perbedaannya ialah dilakukan penelitian dokumen dalam hal importasi komoditi resiko tinggi, impor sementara, re impor, barang dengan penangguhan bea masuk atau barang impor tertentu yang ditetapkan oleh pemerintah, dengan begitu diteliti dulu baru diterbitkan SPPB; 3) Jalur Hijau, yaitu pelayanan dan pengawasan pengeluarannya tidak dilakukan pemeriksaan fisik, namun dilakukan penelitian dokumen setelah diterbitkan SPPB; 4) Jalur Kuning, yaitu pelayanan dan pengawasan pengeluaran barangnya tidak dilakukan pemeriksaan fisik, namun dilakukan pemeriksaan dokumen terlebih dahulu sebelum diterbitkan SPPB; dan commit to user
46 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
5) Jalur Merah, yaitu pelayanan dan pengawasannya dalam pengeluaran barang dilakukan dengan pemeriksaan fisik kemudian diteliti dokumennya baru setelah itu diterbitkan SPPB. Semua importir bisa mendapatkan jalur hijau, jalur kuning maupun jalur merah dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Jalur Hijau, pada saat ada importir yang melakukan registrasi ke bea cukai untuk mengurus NIK (Nilai Induk Kepabeanan) maka saat itu juga ada tim yang melakukan evaluasi atas profil importir dan profil komuditi. Setelah mendapatkan skor bagus kemudian diinput kedalam komputer dan, komputer melakukan kombinasi penilaian atas evakuasi tim serta sistem komputer sendiri dan secara otomatis akan mengeluarkan penilaian layak tidaknya suatu perusahaan dan jenis barang yang didimpor mendapatkan jalur hijau; 2) Jalur Kuning, pada jalur kuning ada kriteria yang mengatur selain dari pada penilaian dari sistem komputer secara otomatis, adapun evaluasi penilaian tersebut antara lain: a) Importir beresiko tinggi, komuditas rendah maka masuk jalur kuning; b) Importir beresiko menengah, komuditas menengah maka masuk jalur kuning; dan c) Importir mitra non prioritas namun komuditasnya tinggi maka masuk jalur kuning; 3) Jalur Merah, pada Jalur merah ada kriteria yang mengatur selain daripada penilaian dari sistem komputer secara otomatis, adapun penilaian tersebut antara lain: a) Importir beresiko tinggi, komuditas menengah, maka masuk jalur merah; b) Importir beresiko menengah, komuditas tinggi, maka masuk jalur merah; c) Importir beresiko rendah, komuditas tinggi, maka masuk jalur commit to user merah dan seterusnya.
perpustakaan.uns.ac.id
47 digilib.uns.ac.id
Pada saat itu juga Chandra Halim alias Akiong Bin Tingtong mengatakan kepada Hani Sapta Pribowo alias Bowo akan ada kiriman kontainer TGHU 0683898 yang berisikan Fish Tank (Aquarium) yang didalamnya ada Ekstasi sebanyak 12 (dua belas) karton/dus yang didalamnya bersisi Narkotika jenis Ekstasi sebanyak 1.412.476 (satu juta empat ratus dua belas ribu empat ratus tujuh puluh enam) butir atau setara dengan lebih kurang 380.996,9 (tiga ratus delapan puluh ribu sembilan ratus sembilan puluh enam koma sembilan) gram. Jumlah Ekstasi tersebut melebihi dari kesepakatan awal antara Fredi Budiman dengan Chandra Halim alias Akiong Bin Tingtong yang hanya sebanyak 500.000 (lima ratus ribu) butir, sehingga membuat kesepakatan baru yaitu kesepakatan bahwa untuk kelebihan dari jumlah Ekstasi tersebut Fredi Budiman akan diberi 10% dan mendapat bagian lagi jika berhasil mengeluarkan dari Pelabuhan Tanjung Priok serta menjualkannya di diskotik-diskotik di Jakarta atau di kota-kota lainnya di Indonesia, sedangkan jika tidak bersedia akan dikirim ke Singapura oleh Yu Tang (DPO). Fredi Budiman menyetujui kesepakatan baru bahwa bersedia menjual kelebihan Ekstasi tersebut, sehingga akhirnya dikirim Ekstasi dari China oleh Wang Chang Shui (Warga Negara Hongkong) (DPO) melalui Yu Tang (DPO) sebanyak 1.412.476 (satu juta empat ratus dua belas ribu empat ratus tujuh puluh enam) butir atau setara dengan lebih kurang 380.996,9 (tiga ratus delapan puluh ribu sembilan ratus sembilan puluh enam koma sembilan) gram. Chandra Halim alias Akiong Bin Tingtong datang kekamar atau sel Fredi Budiman yang satu kamar dengan Hani Sapta Pribowo alias Bowo mengatakan bahwa Narkotika jenis Ekstasi berasal dari China dengan mengunakan kontainer TGHU 0683898, harga di China seharga Rp800,00 (delapan ratus rupiah) perbutir dengan biaya seluruhnya berikut ongkos kirim Rp15.000,00 (lima belas ribu rupiah) perbutir. Chandra Halim alias Akiong Bin Tingtong juga mengatakan kepada to user terdakwa Fredi Budimancommit kalau mau berpastisipasi harus membayar uang
perpustakaan.uns.ac.id
48 digilib.uns.ac.id
muka sebanyak Rp625.000.000,00 (enam ratus dua puluh lima juta rupiah) karena Fredi Budiman tidak ada uang sejumlah itu lalu terdakwa Fredi Budiman minta bantu Babe alias Edi Kuncir sebebesar Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) di kirim transfer melalui internet Banking BCA rekening atas nama Lina sedangkan sisanya uang Rp125.000.000,00 (seratus dua puluh limat juta rupiah) adalah uang milik Fredi Budiman langsung dibayarkan kepada Yu Tang (DPO) sehingga jumlah uang yang di kirim kepada Wang Chang Shui (Warga Negara Hongkong) (DPO) Rp625.000.000,00 (enam ratus dua puluh lima juta rupiah) dan Narkotika jenis Ekstasi tersebut di jual di Indonesia dengan harga Rp45.000,00 (empat puluh lima ribu rupiah) perbutir. Jika Narkotika jenis Ekstasi tersebut sudah sampai di gudang di Indonesia Chandra Halim alias Akiong Bin Tingtong mendapat fee dari Wang Chang Shui (Warga Negara Hongkong) (DPO) sebesar Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan selain itu juga Chandra Halim alias Akiong Bin Tingtong menjanjikan dari jumlah Narkotika jenis Ekstasi tersebut: 1) Terdakwa Fredi Budiman menerima upah sebesar 10%; 2) Hani Sapta Pribowo alias Bowo menerima upah sebesar 10%; 3) Yu Tang (DPO) mendapat upah sebesar 30%; dan 4) Abdul Syukur alias Ukung Bin Meiji dan Supriyadi Bin Samin mendapat upah dari Hani Sapta Pribowo alias Bowo. Sekitar tanggal 4 Mei 2012 Yu Tang (DPO) kembali membesok Chandra Halim alias Akiong Bin Tingtong dengan menyerahkan Bill of Lading, Packing List, dan Invoice dokumen asli tersebut kepada Chandra Halim alias Akiong Bin Tingtong. Kemudian Chandra Halim alias Akiong Bin Tingtong menyerahkan dokumen tersebut langsung kepada Fredi Budiman serta mengatakan bahwa Yu Tang (DPO) rencana akan menyerahkan sendiri sample atau contoh Ekstasi kepada Fredi Budiman setelah kontainer tersebut dibongkar di gudang. Setelah dokumen commit to userselanjutnya menyuruh Hani Sapta tersebut diterima oleh Fredi Budiman
perpustakaan.uns.ac.id
49 digilib.uns.ac.id
Pribowo alias Bowo alias Bowo mengirim dokumen tersebut melalui fax kepada Abdul Syukur alias Ukung Bin Meiji yang selanjutnya Fredi Budiman menyuruh Hani Sapta Pribowo alias Bowo alias Bowo untuk memberikan nomor telepon Abdul Syukur alias Ukung Bin Meiji kepada Chandra Halim alias Akiong Bin Tingtong. Setelah Chandra Halim alias Akiong Bin Tingtong mendapat nomor telepon Abdul Syukur alias Ukung Bin Meiji dari Hani Sapta Pribowo alias Bowo lalu menelpon Abdul Syukur alias Ukung menanyakan fax sudah terima atau belum dan menanyakan biaya pengeluaran barang tersebut lalu dijawab oleh Abdul Syukur alias Ukung fax sudah diterima dan mengenai harga akan dibicarakan terlebih dahulu dengan pengurus PT. Primer Koperasi Kalta yaitu Supriadi Bin Samin. Nomor handphone yang biasa Chandra Halim alias Akiong Bin Tingtong pakai adalah 021 83818119 dengan hp merk esia warna biru saat sebelum ditangkap tanggal 30 Juni 2012 disembunyikan di gudang mesin air tidak jauh dari kamar Chandra Halim alias Akiong Bin Tingtong dan satu lagi handphone merk esia warna orange nomor 021 95939562 yang Chandra Halim alias Akiong Bin Tingtong gunakan komunikasi dengan Abdul Syukur alias Ukung Bin Meiji, Supriadi Bin Samin (disidangkan terpisah di Peradilan Militer) dan Yu Tang (DPO) namun handphone tersebut sudah dibuang oleh Chandra Halim alias Akiong Bin Tingtong dan nomor handphone 089635718230 milik Abdul Syukur alias Ukung Bin Meiji yang biasa yang Chandra Halim alias Akiong Bin Tingtong hubungi seputar perihal fax dan besar biaya yang akan dikeluarkan. Akan tetapi kemudian timbul kesalahpahaman antara Abdul Syukur alias Ukung Bin Meiji dan Supriadi Bin Samin, di satu sisi dengan Chandra Halim alias Akiong Bin Tingtong berkaitan dengan proses pengeluaran barang tersebut serta tentang biaya pengeluarannya, sehingga telepon dan SMS dari Abdul Syukur alias Ukung Bin Meiji dan commit user Supriadi Bin Samin sering tidakto ditanggapi oleh Chandra Halim alias
50 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Akiong Bin Tingtong. Kesalahpahaman diatara ketiganya tersebut disampaikan Chandra Halim alias Akiong Bin Tingtong kepada Fredi Budiman
dan
meminta
Fredi
Budiman
untuk
ikut
mengurus
pengeluarannya dari Pelabuhan Tanjung Priok. Karena hal tesebut maka Fredi Budiman kemudian aktif mengurus pengeluaran kontainer yang membawa Ekstasi dari China untuk dibawa keluar pelabuhan, lalu Fredi Budiman menghubungi Abdul Syukur alias Ukung Bin Meiji untuk membicarakan proses pengeluarannya dari Pelabuhan Tanjung Priok. Abdul Syukur alias Ukung Bin Meiji menyampaikan bahwa biaya pengeluaran kontainer tersebut dari Pelabuhan dan biaya-biaya selama barang tersebut di Pelabuhan adalah sebesar Rp90.000.000,00 (sembilan puluh juta rupiah) dan Fredi Budiman menyuruh anak buahnya yang bernama Achmadi alias Madi Bin Sukyan untuk mengurusnya. Oleh karena itu Achmadi alias Madi Bin Sukyan lah yang selalu berkomunikasi dengan Abdul Syukur alias Ukung Bin Meiji sebagai penghubung Fredi Budiman. Biaya pengeluaran Fish Tank (Aquarium) yang didalamnya ada Ekstasi sebanyak 12 (dua belas) karton/dus yang didalamnya bersisi Narkotika jenis Ekstasi sebanyak 1.412.476 (satu juta empat ratus dua belas ribu empat ratus tujuh puluh enam) butir atau setara dengan lebih kurang 380.996,9 (tiga ratus delapan puluh ribu sembilan ratus sembilan puluh enam koma sembilan) gram dari Pelabuan Tanjung Priok ditanggung oleh Fredi Budiman, selanjutnya Fredi Budiman memerintahkan Achmadi alias Madi Bin Sukyan mengantarkan uang kepada Abdul Syukur alias Ukung Bin Meiji untuk keperluan pengeluaran kontainer barang yang dikirim dari China di Pelabuhan Tanjung Priok. Achmadi alias Madi Bin Sukyan mengantarkan uang kepada Abdul Syukur alias Ukung Bin Meiji sebanyak 2 (dua) kali dan diserahkan di sebuah Rumah Makan Padang di daerah Tanjung Priok, dimana yang pertama sebanyak Rp30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah) dan yang kedua sebanyak Rp60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah), commitRp90.000.000,00 to user sehingga semuanya menjadi (sembilan puluh juta
perpustakaan.uns.ac.id
51 digilib.uns.ac.id
rupiah), uang tersebut adalah uang Fredi Budiman hasil dari penjualan Narkotika oleh Samuel (anak buah Fredi Budiman) yang Achmadi alias Madi Bin Sukyan terima dari Samuel di Stasiun Senen. Jarak penyerahan pertama dengan kedua lebih kurang 1 (satu) minggu di tempat yang sama yaitu di sebuah Rumah Makan Padang di Tanjung Priok. Pada saat mengantarkan uang pertama Achmadi alias Madi Bin Sukyan datang sendiri dan pada saat mengantar uang yang kedua ditemani Teja Harsoyo alias Rudi, yang sebelumnya Teja Harsoyo alias Rudi telah dihubungi oleh Achmadi alias Madi Bin Sukyan melalui handphone lalu disuruh datang ke rumah Achmadi alias Madi Bin Sukyan di Jalan Kembang Sepatu, Senen - Jakarta Pusat disana sudah ada mobil rental yang dipinjam oleh Achmadi alias Madi Bin Sukyan. Selanjutnya Teja Harsoyo alias Rudi atas petunjuk dari Fredi Budiman untuk mengaku kepada Abdul Syukur alias Ukung Bin Meiji sebagai Bos dari barangbarang yang dikirim dari China tersebut, karena pada saat penyerahan uang yang pertama Abdul Syukur alias Ukung Bin Meiji menanyakan kepada Achmadi alias Madi Bin Sukyan siapa Bos dari barang tersebut dan Abdul Syukur alias Ukung Bin Meiji menyatakan keinginannya untuk bertemu, lalu hal tersebut disampaikan Achmadi alias Madi Bin Sukyan kepada Fredi Budiman. Pada saat menyerahkan uang kedua selain mengantarkan uang sebanyak Rp60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) Achmadi alias Madi Bin Sukyan juga menyerahkan dokumeendokumen untuk pengurusan barang-barang tersebut keluar dari Pelabuhan Tanjung Priok kepada Abdul Syukur alias Ukung Bin Meiji. Dokumendokumen tersebut Achmadi alias Madi Bin Sukyan dapat melalui orang yang bernama Wahyu Kirana alias Awe alias Hawai Bin almarhum Parji, dan Wahyu Kirana alias Awe alias Hawai Bin almarhum Parji mendapatkannya dari Fredi Budiman di Rutan Cipinang Jakarta Timur. Dokumen dan uang tersebut yang telah diterima oleh Abdul Syukur alias Ukung Bin Meiji dari Achmadi alias Madi Bin Sukyan commit toBin user diserahkan lagi kepada Supriyadi Samin di Primkop Kalta BAIS TNI
perpustakaan.uns.ac.id
52 digilib.uns.ac.id
sekitar tanggal 15 atau tanggal 16 Mei 2012 untuk keperluan proses pengantar keluarnya barang/kontainer tersebut dari Pelabuhan Tanjung Priok. Dokuman tersebut berupa invoice, packing list dan bill of loading, sedangkan uang yang Abdul Syukur alias Ukung Bin Meiji serahkan kepada Supriyadi Bin Samin adalah sebanyak Rp85.000.000,00 (delapan puluh lima juta rupiah) sedangkan sisanya sebesar Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah) diambil Abdul Syukur alias Ukung Bin Meiji. Setelah uang dan dokumen barang itu diserahkan oleh Abdul Syukur alias Ukung Bin Meiji kepada Supriyadi Bin Samin, lalu Supriyadi Bin Samin proses dan kirim ke Bea Cukai, sehingga masuknya barang-barang tersebut ke Indonesia adalah melalui importer koperasi Primkop Kalta BAIS TNI yang dalam dokumen invoice disebutkan barang-barang yang ada dalam kontainer tersebut adalah Fish Tank (Aquarium) beserta assesorisnya. Bea Cukai barang BAIS masuk jalur merah dan juga bisa masuk jalur kuning, karena jalur masuk barang di Bea Cukai ada 3 (tiga) yaitu, jalur merah, kuning dan hijau. Sementara barang dalam kontainer tersebut di Pelabuhan Tanjung Priok/Bea Cukai dikirim dan masuk jalur kuning, yaitu pelayanan dan pengawasan pengeluaran barangnya tidak dilakukan pemeriksaan fisik, namun dilakukan pemeriksaan dokumen terlebih dahulu sebelum diterbitkan SPPB (Surat Persetujuan Pengeluaran Barang). Barang yang di order oleh Abdul Syukur alias Ukung Bin Meiji yang katanya Fish Tank (Aquarium) tersebut didatangkan dari China, masuk ke Pelabuhan Tanjung Priok dalam kontainer 20 fit dan Supriyadi Bin Samin pernah melihat isi kontainer tersebut pada saat diperiksa Bea Cukai. Kontainer TGHU 0683898 20 fit tiba di pelabuhan Tanjung Priok sekitar tanggal 10 Mei 2012. Berdasarkan data track record yang didapatkan Kurnia Saktiyono, SH yang bekerja sebagai Pegawai Negri Sipil (PNS) Bea dan Cukai Pelabuhan Tanjung Priok dan Jabatan sebagai Kepala Seksi Pabeanan Cukai I Bidang Pelayanan Pabeanan Cukai (PBC commit user Priok, dan tugas pokok sehariIII) pada Kantor KPU Bea CukaitoTanjung
53 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
hari adalah melakukan pengadministrasian fisik import dan mengadakan pelayanan hogho scan seperti bila ada konteiner yang masuk ke jalur merah
adalah
tugas
Kurnia
Saktiyono,
SH
untuk
melakukan
pengecekkan, dan telah menjabat sejak tahun 2011 di Kantor Bea Cukai Tanjung Priok setelah Kurnia Saktiyono, SH analisa benar bahwa muatan barang yang terdaftar berupa plastik Fish Tank (Aquarium) dan assesoris dan primer koperasi kalta masuk dalam jalur kuning berdasarkan data yang dikeluarkan secara komputerisasi. Berdasarkan analisa Kurnia Saktiyono, SH barang dalam kontener tersebut masuk jalur kuning karena komuditasnya kategori menengah, dan primer koperasi kalta masuk dalam importir beresiko menengah. Sebenarnya jalur kuning maupun hijau dapat dilakukan pemeriksaan fisik apabila terdapat informasi atau dugaan kuat terjadi pelanggaran kepabeanan dengan mekanisme penerbitan NHI (Nota Hasil Intelijen) yang dikeluarkan oleh bidang Penindakan dan Pelayanan Bea Cukai. Berdasarkan dokumen Consignee nya adalah Primer Koperasi Kalta dan pemilik Container TGHU No 0683898 adalah Primer Koperasi Kalta. Pada tanggal 22 Mei 2012 disegel oleh pihak Bea dan Cukai pelabuhan, setelah dilakukan pemeriksaan oleh pihak Bea dan Cukai ternyata didalam kontainer tersebut berisikan 12 (dua belas) kardus yang didalamnya ada Narkotika jenis Ekstasi sebanyak 1.412.476 (satu juta empat ratus dua belas ribu empat ratus tujuh puluh enam) butir atau setara dengan lebih kurang 380.996,9 (tiga ratus delapan puluh ribu sembilan ratus sembilan puluh enam koma sembilan) gram dan ada Fish Tank (Aquarium) serta makanan ikan sedangkan biaya pengeluaran melalui Primkop Kalta untuk kontener 20 fit yang normal biayanya Rp60.000.000,00 sampai dengan Rp65.000.000,00 akan tetapi kontener TGHU 0683898/20 di bayar Rp90.000.000,00 (sembilan puluh juta rupiah) oleh Fredi Budiman. Barang tersebut keluar dari pelabuhan hari Jum’at, tanggal 25 Mei commit to user 2012 sekitar pukul 16.00 atau pukul 17.00 WIB dan SPPBnya
perpustakaan.uns.ac.id
54 digilib.uns.ac.id
dikeluarkan oleh Eka Mustika Galih Sayudo alias Galih. Yang mengurus kontainer tersebut bisa keluar dari Pelabuhan Tanjung Priok adalah Supriyadi Bin Samin. Selanjutnya pada hari itu juga Supriyadi Bin Samin menelpon Abdul Syukur alias Ukung Bin Meiji memberitahukan bahwa barang akan keluar daerah Pelabuhan dan menanyakan alamat kemana barang akan dikirimkan. Abdul Syukur alias Ukung Bin Meiji menghubungi Achmadi alias Madi Bin Sukyan meminta alamat dan selanjutnya Achmadi alias Madi Bin Sukyan memberitahu pula lewat telepon kepada Fredi Budiman, hingga akhirnya diberitahukan kepada Achmadi alias Madi Bin Sukyan untuk disampaikan kepada Abdul Syukur alias Ukung Bin Meiji dan diteruskan kepada Supriyadi Bin Samin alamat pengirimannya yaitu gudang di Jalan Kamal Raya Blok I.7 Nomor 12 Kamal, Cengkareng - Jakarta Barat. Sebelumnya guna menampung barang-barang yang ada dalam kontainer tersebut, maka Fredi Budiman melalui komunikasi telepon meminta adiknya yang bernama Johni Suhendra alias Johni Suherman untuk mencarikan gudang yang akan disewa. Tetapi Johni Suhendra alias Johni Suherman menyuruh pegawainya yang bernama Muhamad Mukhtar alias Muhamad Moektar (Muhtar alias Tar) yang juga sudah lama kenal dengan Fredi Budiman, yang selanjutnya Fredi Budiman berkomunikasi lewat telepon dengan Muhtar alias Tar tersebut. Gudang yang beralamat di Jalan Kamal Raya Blok I.7 Nomor 12 Kamal, Cengkareng - Jakarta Barat sebenarnya yang menemukannya adalah Johni Suhendra alias Johni Suherman namun menyuruh Muhamad Mukhtar alias Muhamad Moektar yang melihat dan menghubungi nomor telepon yang tertera di papan di pintu masuk gudang tersebut, yang sebelumnya Johni Suhendra alias Johni Suherman juga menyuruh Muhtar alias Tar mencari gudang. Gudang beralamat di Jalan Kamal Raya Blok I.7 Nomor 12 Kamal, Cengkareng - Jakarta Barat, harga sewanya sebesar Rp28.000.000,00 (dua puluh delapan juta rupiah), uang untuk menyewa commit user Budiman yang diterima oleh gudang tersebut berasal dari toFredi
55 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Muhamad Mukhtar alias Muhamad Moektar melalui anak buah Fredi Budiman yang bernama Achmadi alias Madi Bin Sukyan sebesar Rp30.000.000,00
(tiga
puluh
juta
rupiah),
lalu
sebanyak
Rp28.000.000,00 (dua puluh delapan juta rupiah) dipergunakan untuk sewa gudang sisanya Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) diserahkan kepada Johni Suhendra alias Johni Suherman untuk berobat kakak Fredi Budiman yang kecelakaan dan Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) diserahkan kepada sopir dan kernet, sedangkan Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) lagi dibelikan untuk lampu gudang. Muhamad Mukhtar alias Muhamad Moektar lalu minta untuk beli pulsa Rp200.000,00 (dua ratus ribu rupiah) kepada Johni Suhendra alias Johni Suherman atas permintaan Fredi Budiman. Johni Suhendra alias Johni Suherman juga telah memberikan uang sebesar Rp300.000,00 (tiga ratus ribu rupiah) untuk biaya kawal kontainer pesanan Fredi Budiman dan Rp200.000,00 (dua ratus ribu rupiah) lagi untuk pegangan Mukhtar alias Muhamad Moektar. Fredi Budiman memerintakan Mukhtar alias Muhamad Moektar untuk menunggunya di pintu keluar Tol Kamal serta menuntunnya ke gudang di Jalan Kamal Raya Blok I.7 Nomor 12 Kamal, Cengkareng Jakarta Barat yang telah disewanya tersebut. Sekitar pukul 19.00 WIB, pada hari Jum’at, tanggal 25 Mei 2012 Truk Trailer yang membawa kontainer tersebut sampai di pintu Tol keluar Kamal Cengkareng Jakarta Barat tepatnya di Jalan Kayu Besar Raya Kapuk Kamal Cengkareng Jakarta Barat, dan Mukhtar alias Muhamad Moektar dengan mengendarai sepeda motor mendekati Truk tersebut sambil memberi tanda dengan lambaian tangan untuk mengikutinya. Pada saat itulah Mukhtar alias Muhamad Moektar, Sopir dan Kernet Truk Trailer yang membawa kontainer tersebut ditangkap petugas BNN, lalu bersama Truk kontainer tersebut di bawa ke Kantor BNN di Cawang. Selanjutnya di Kantor BNN Truk kontainer tersebut dibongkar dengan disaksikan pimpinan BNN, to user Mukhtar alias Muhamadcommit Moektar, sopir truk kontainer yang bernama
perpustakaan.uns.ac.id
56 digilib.uns.ac.id
Roni dan kernetnya yang bernama Asep, maka ditemukanlah barang berupa alat-alat Fish Tank (Aquarium) beserta assesorisnya dan 12 (dua belas) kardus berisi Ekstasi yang setelah dihitung pakai mesin ternyata berisi 1.412.476 (satu juta empat ratus dua belas ribu empat ratus tujuh puluh enam) butir Ekstasi atau setara dengan lebih kurang 380.996,9 (tiga ratus delapan puluh ribu sembilan ratus sembilan puluh enam koma sembilan) gram, serta Ekstasi tersebut tidak dilindungi dengan surat izin dari Menteri Kesehatan Republik Indonesia atau pejabat/instansi yang berwenang lainnya. Berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap barang bukti Ekstasi yang disita dari container TGU 0683898/ 20 fit warna merah hati tersebut, sebagaimana Berita Acara Pemeriksaan Laboratorium No. 73 F/VI/2012/UPT. Lab Uji Narkoba tanggal 7 Juni 2012 dari UPT (Unit Pelaksanaan Teknis) Laboratorium Uji Narkoba BNN, bahwa benar mengadung MDMA/(+)N,α- dimetil 3,4 (metilendioksi) feretilamina dan terdaftar dalam Golongan I Nomor Urut 37 Lampiran Undang-undang RI No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Barang bukti Ekstasi tersebut dimusnahkan di Lido Sukabumi, karena alat perusak di Kantor BNN kecil, sedangkan alat perusak di Lido Sukabumi besar dan sebagian dipisahkan untuk penelitian dan ilmu pengetahuan. Fredi Budiman ditangkap dengan cara di Bon di Rutan Cipinang Jakarta Timur oleh Petugas BNN, pada hari Sabtu, tanggal 30 Juni 2012 dan pada saat itu dari Fredi Budiman disita 4 (empat) buah Handphone dan uang tunai sebanyak Rp17.300.000,00 (tujuh belas juta tiga ratus ribu rupiah). Setelah penangkapan Fredi Budiman tidak lagi ditahan di Rutan Cipinang, tetapi telah dipindahkan ke Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Cipinang. Berdasarkan keterangan dari Fredi Budiman untuk berkomunikasi keluar Rutan, Fredi Budiman mempergunakan Handphone dan pada saat di Rutan Fredi Budiman sampai mempunyai Handphone sebanyak 40 (empat puluh) buah, yang didapat dengan cara membeli dari narapidana to user yang akan keluar karena commit habis masa hukumannya, dititip untuk dibelikan
perpustakaan.uns.ac.id
57 digilib.uns.ac.id
diluar, dan didapat melalui teman yang besuk serta ada juga dari narapidana yang telah berakhir masa hukumannya. Sebelummya setelah mengetahui kontainer berisi Ekstasi tersebut ditangkap BNN, Fredi Budiman menyuruh adiknya Johni Suhendra alias Johni Suherman menghindar, begitu juga dengan Teja Harsoyo alias Rudi dan Achmadi alias Madi Bin Sukyan. Akan tetapi pada akhirnya Teja Harsoyo alias Rudi dan Achmadi alias Madi Bin Sukyan telah ditangkap oleh BNN. c.
Dakwaan Terhadap Fredi Budiman 1)
Primair Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 114 ayat (2) jo. Pasal 132 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
2)
Subsidair Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 113 ayat (2) jo. Pasal 132 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika.
3)
Lebih Subsidair Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 112 ayat (2) jo. Pasal 132 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika.
d. Pertimbangan Hakim Terhadap Fredi Budiman Menimbang, bahwa untuk membuktikan kesalahan Terdakwa sebagaimana dakwaan Jaksa Penuntut Umum, maka fakta-fakta sebagaimana tersebut di atas perlu dihubungkan dengan unsur-unsur dari pasal yang didakwakan Jaksa Penuntut Umum terhadap Terdakwa, apakah perbuatan Terdakwa tersebut memenuhi unsur-unsur dari pasal yang didakwakan Jaksa Penuntut Umum tersebut ataukah tidak; Menimbang, bahwa Terdakwa oleh Jaksa Penuntut Umum telah didakwa dengan dakwaan Subsideritas, dimana pada dakwaan Primair commitketentuan to user Pasal 114 ayat (2) jo. Pasal 132 Terdakwa didakwa melanggar
58 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, pada dakwaan Subsidair Terdakwa didakwa melanggar ketentuan Pasal 113 ayat (2) jo. Pasal 132 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika, sedangkan pada dakwaan Lebih Subsidair Terdakwa didakwa melanggar Pasal 112 ayat (2) jo. Pasal 132 ayat (1) UndangUndang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika; Menimbang, bahwa oleh karena itu pertama-tama Majelis Hakim akan mempertimbangkan tentang dakwaan Primair melanggar ketentuan Pasal 114 ayat (2) jo. Pasal 132 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, yang unsur-unsurnya adalah sebagai berikut: 1.
“Setiap orang”;
2.
“Tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, menyediakan atau menerima Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman yang beratnya melebihi 1 kg atau melebihi 5 batang pohon atau dalam bentuk bukan tanaman yang beratnya 5 gram atau lebih”;
3.
“Percobaan atau permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana atau prekursor Narkotika, sebagaimana Pasal 114 ayat (2) UndangUndang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika”.
Ad.1.Tentang unsur
:
“Setiap orang”;
Menimbang, bahwa yang dimaksud dengan “setiap orang” adalah setiap pendukung hak dan kewajiban yang terhadapnya dapat dimintakan pertanggungjawaban hukum yang dalam perkara aquo adalah Terdakwa FREDI BUDIMAN alias BUDI bin H. NANANG HIDAYAT; Menimbang, bahwa terhadap Terdakwa tersebut oleh Majelis Hakim di persidangan telah ditanyakan tentang identitasnya dan ternyata adalah sama dengan identitas terdakwa yang terdapat dalam Surat Dakwaan, sehingga dengan demikian dalam perkara ini tidak terjadi error in persona; commit to user
59 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Menimbang, bahwa selain itu selama persidangan Majelis Hakim tidak menemukan adanya alasan-alasan yang dapat menghapuskan pertanggungjawaban hukum terhadap Terdakwa baik berupa alasanalasan pemaaf maupun alasan-alasan pembenar, sehingga dengan demikian
Terdakwa
adalah
orang
yang
cakap
dan
mampu
mempertanggungjawabkan perbuatan yang dilakukannya; Menimbang, bahwa dengan demikian unsur “setiap orang” telah terbukti secara sah dan meyakinkan; Ad.2.Tentang unsur
: “Tanpa
hak
atau
melawan
hukum
menawarkan untuk di jual, menjual, membeli, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, menyediakan
atau
menerima
Narkotika
Golongan I dalam bentuk tanaman yang beratnya melebihi 1 kg atau melebihi 5 batang pohon atau dalam bentuk bukan tanaman yang beratnya 5 gram atau lebih”; Menimbang, bahwa yang dimaksud dengan “tanpa hak” adalah tanpa kewenangan artinya perbuatan yang dilakukan Terdakwa tersebut adalah tanpa dilindungi dengan surat izin dari Departemen Kesehatan RI (Kementerian Kesehatan RI) atau pejabat/instansi yang berwenang lainnya, sedangkan Undang-undang mewajibkan untuk itu sehingga Terdakwa tidak berhak atau tidak berwenang; Menimbang, bahwa yang dimaksud dengan “melawan hukum” adalah bertentangan dengan hukum atau Undang-Undang, artinya hukum atau Undang-Undang melarang untuk melakukan perbuatan tersebut atau perbuatan yang dilakukan Terdakwa tersebut bertentangan dengan kewajiban hukumnya yang dalam hukum pidana dikenal dengan istilah Werder Rechtelijheid; Menimbang, bahwa menurut ketentuan Pasal 114 ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009, “unsur tanpa hak atau melawan to user hukum” tersebut adalah commit terhadap perbuatan menawarkan untuk dijual,
perpustakaan.uns.ac.id
60 digilib.uns.ac.id
menjual, membeli, menjadi perantara jual beli, menukar, menyerahkan dan menerima Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman yang beratnya melebihi 1 kg atau melebihi 5 batang pohon atau dalam bentuk bukan tanaman dengan berat 5 gram atau lebih; Menimbang, bahwa Pasal 8 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 menyebutkan, bahwa Narkotika Golongan I dilarang digunakan untuk kepentingan layanan kesehatan dan dalam jumlah yang terbatas dapat digunakan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dan untuk regensia laboratorium setelah mendapat persetujuan Menteri atas rekomendasi Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan; Menimbang, bahwa dalam ketentuan Pasal 12 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 ditegaskan pula, bahwa Narkotika Golongan I dilarang diproduksi dan/ atau digunakan dalam proses produksi, kecuali dalam jumlah yang sangat terbatas untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan pengawasan yang ketat oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), sedangkan dalam Pasal 39 Undang-Undang Nomor Nomor 35 Tahun 2009 diatur pula, bahwa Narkotika hanya dapat disalurkan oleh industri farmasi, pedagang besar farmasi dan sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah dan untuk itu wajib memiliki izin khusus penyaluran dari Menteri; Menimbang, bahwa memperhatikan fakta-fakta hukum yang diperoleh di persidangan, diketahui bahwa barang bukti Ekstasi sebanyak 1.412.176 butir dengan berat 380.996,9 gram yang terdapat dalam Kontainer TGHU No. 0683898/ 20 feet warna merah hati, yang ditangkap dan disita oleh petugas Badan Narkotika Nasional (BNN) di dekat pintu Tol Kamal Cengkareng, Jakarta Barat, pada hari Jum’at, tanggal 25 Mei 2012 adalah dibeli oleh Terdakwa FREDI BUDIMAN dan CHANDRA HALIM dari China kepada WANG CHANG SHUI melalui YU TANG yang akan dijual di kota-kota besar di Indonesia commit to user seperti Jakarta, Surabaya, Bandung, Medan, Bali, Makasar sampai ke
61 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Papua, karena Terdakwa mempunyai market dan pasar yang luas di Indonesia; Menimbang,
bahwa
Terdakwa
selain
membeli
bersama
CHANDRA HALIM Alias AKIONG dan memasarkan Ekstasi tersebut, juga bertugas mengatur pengeluaran Ekstasi yang dibawa ke Indonesia dari China bersama alat aquarium (Fish Tank) tersebut di pelabuhan Tanjung Priok dan untuk itu Terdakwa telah menghubungi dan bekerja sama dengan HANI SAPTA PRIBOWO, ACHMADI, MUKHTAR alias TAR, TEJA HARSOYO, ABDUL SYUKUR serta SUPRIYADI dari Koperasi Primkop Kalta BAIS TNI, yang mana atas keberhasilannya mengatur pengeluaran Ekstasi tersebut dari Pabean Pelabuhan Tanjung Priok akan mendapat Fee berupa Ekstasi sebanyak 10% dari jumlah keseluruhan Ekstasi, di luar keuntungan penjualannya di ”Market”nya Terdakwa; Menimbang, bahwa terhadap perbuatan tersebut di atas Terdakwa tidak mempunyai izin dari Menteri Kesehatan RI/Kementerian Kesehatan RI atau pejabat/instansi yang berwenang untuk itu, sedangkan Ekstasi tersebut sebagaimana Berita Acara Pemeriksaan Laboratoris Nomor 73F/VI/2012/UPT Lab Uji Narkoba tanggal 7 Juni 2012 dari UPT Laboratoium Uji Narkoba BNN menyebutkan, bahwa benar mengandung MDMA/(±) N, α-Dimetil 3,4 (metilen dioksi) fenetilemina dan terdaftar dalam Golongan I Nomor Urut 37 Lampiran Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, yang penggunaannya, penguasaannya atau penyalurannya dalam jumlah yang terbatas hanya boleh untuk kepentingan ilmu pengetahuan dan teknologi serta tidak dibolehkan untuk pengobatan atau keperluan lainnya, karena penggunaan yang tidak terkontrol dan tanpa pengawasan dapat menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan manusia, sehingga dengan demikian unsur “tanpa hak dan melawan hukum membeli, menjual dan menjadi perantara dalam jual beli Narkotika Golongan I dalam bentuk bukan tanaman yang beratnya 5 to user gram atau lebih” terbukticommit ada dalam perbuatan Terdakwa;
62 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Ad.3.Tentang unsur
: “Percobaan atau permufakatan jahat untuk melakukan
tindak pidana atau prekursor
Narkotika, sebagaimana Pasal 114 ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika”; Menimbang, bahwa dari fakta-fakta hukum yang diperoleh di persidangan dikatakan, bahwa pada hari Jum’at, tanggal 25 Mei 2012 sekitar pukul 19.00 WIB, bertempat di dekat pintu Tol Kamal Cengkareng Jakarta Barat, petugas Badan Narkotika Nasional (BNN) telah menangkap 1 (satu) Truk Trailer yang membawa kontainer warna merah hati TGHU No. 0683898/ 20 feet yang setelah diperiksa, ternyata didalamnya terdapat sebanyak 1.412.476 butir Ekstasi dengan berat 380.996,9 gram bersama dengan barang-barang lainnya berupa aquarium (Fish Tank) dan assesorisnya yang dibeli dari China, dari orang yang bernama WANG CHANG SHUI melalui orang yang bernama YU TANG oleh CHADRA HALIM alias AKIONG alias ALING bersama Terdakwa dan dikirim ke Indonesia melalui importir koperasi Primkop Kalta BAIS TNI; Menimbang, bahwa Terdakwa FREDI BUDIMAN membeli Ekstasi tersebut adalah dengan maksud untuk dijualnya di kota-kota besar di Indonesia antara lain di Jakarta, Surabaya, Bandung, Medan, Bali, Makasar bahkan sampai ke Papua, karena Terdakwa mempunyai “market” dan pangsa pasar yang luas di Indonesia; Menimbang, bahwa Terdakwa selain membeli dan menjual/ memasarkan Ekstasi tersebut, juga bertugas mengatur pengeluaran Ekstasi tersebut dari daerah Pabeanan Pelabuhan Tanjung Priok dan waktu itu Terdakwa telah menghubungi dan bekerja sama dengan HANI SAPTA PRIBOWO (perkara terpisah), ACHMADI (dijatuhi hukuman mati), MUHAMAD MUKHTAR alias TAR (dijatuhi pidana seumur hidup), TEJA HARSOYO alias TEJA alias RUDI (dijatuhi pidana mati), commitpidana to userseumur hidup) dan SUPRIYADI ABDUL SYUKUR (dijatuhi
63 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(disidangkan terpisah di Mahkamah Militer) dari Primkop Kalta BAIS TNI, yang mana atas keberhasilannya mengatur pengeluaran Ekstasi tersebut dari Pabeanan Pelabuhan Tanjung Priok akan mendapatkan jasa/fee dari YU TANG sebanyak 10% dari jumlah keseluruhan Ekstasi di luar keuntungan penjualannya di”market”nya Terdakwa; Menimbang, bahwa semua perbuatan dan tindakan Terdakwa tersebut
sebagaimana
telah
dipertimbangkan
pula
pada
saat
mempertimbangkan unsur kedua tersebut di atas tidaklah dilindungi oleh izin dari Menteri Kesehatan RI atau pejabat/instansi yang berwenang untuk itu dan dilakukan dari dalam Rumah Tahanan Negara Cipinang dengan menggunakan alat komunikasi Handphone atau dengan memanggil teman kerjasamanya ke Rumah Tahanan Negara pada jam besuk serta membicarakannya di tempat tersebut; Menimbang, bahwa Ekstasi barang bukti tersebut berjumlah 1.412.476 butir dengan berat 380.996,9 gram dan setelah diperiksa di Laboratorium
Uji
Narkoba
sebagaimana
Berita
Acara
Badan
Narkotika
Pemeriksaan
Nasional
(BNN),
Laboratoris
Nomor
73F/VI/2012/UPT Lab Uji Narkoba tanggal 7 Juni 2012 dari UPT Laboratoium Uji Narkoba BNN, menyebutkan bahwa benar mengandung MDMA/(±) N,α-Dimetil 3,4 (metilen dioksi) fenetilemina dan terdaftar dalam Golongan I Nomor Urut 37 Lampiran Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika; Menimbang, bahwa dengan demikian unsur permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana “tanpa hak dan melawan hukum membeli, menjual dan menjadi perantara dalam jual beli Narkotika Golongan I bukan tanaman yang beratnya 5 gram atau lebih” telah terbukti pula ada dalam perbuatan Terdakwa; Menimbang, bahwa oleh karena semua unsur dari ketentuan Pasal 114 ayat (2) jo. Pasal 132 ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, telah terbukti ada dalam perbuatan Terdakwa, to user maka Terdakwa haruslahcommit dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan
64 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
bersalah melakukan tindak pidana “permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana tanpa hak dan melawan hukum membeli, menjual dan menjadi perantara dalam jual beli Narkotika Golongan I bukan tanaman yang beratnya melebihi 5 gram” sebagaimana dakwaan Primair; Menimbang, bahwa oleh karena itu Terdakwa haruslah dijatuhi pidana yang setimpal dengan kesalahannya tersebut sesuai dengan ketentuan undang-undang dan pidana denda, yang akan disebutkan dalam amar putusan ini; Menimbang, bahwa oleh karena dakwaan Primair telah terbukti maka
dakwaan
Subsidair
dan
Lebih
Subsidair
tidak
perlu
dipertimbangkan lagi; Menimbang, bahwa dengan demikian Majelis Hakim tidaklah sependapat dengan Pembelaan/ Pledoi Penasehat Hukum Terdakwa yang berpendapat, bahwa Terdakwa tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan Jaksa Penuntut Umum dan memohon supaya Terdakwa dibebaskan dari semua dakwaan (Vrijs praak); Menimbang, bahwa memperhatikan pula fakta-fakta yang diperoleh di persidangan, bahwa terjadinya tindak pidana Narkotika sebagaimana yang telah terbukti tersebut di atas yang sangat berpotensi merusak moral dan kesehatan banyak orang yang memakainya, di samping atas kerjasama Terdakwa dengan CHANDRA HALIM alias AKIONG alias ALING, HANI SAPTA PRIBOWO, ACHMADI alias MADI, MUHAMAD MUKHTAR alias TAR, ABDUL SYUKUR, TEJA HARSOYO, SUPRYADI serta pihak-pihak terkait lainnya, juga yang sangat berperan adalah penggunaan alat komunikasi telepon maupun email dari dan ke dalam Lembaga Pemasyarakatan atau Rumah Tahanan Negara, sehingga jalur dan penggunaan alat komunikasi oleh Terdakwa perlu diputus secara hukum; Menimbang, bahwa Pasal 10 KUHP selain mengatur tentang hukuman pokok yang dapat dijatuhkan oleh Hakim kepada terdakwa, to user juga mengatur hukuman commit tambahan, dimana dalam Pasal 10 huruf (b) ayat
65 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(1) (e) KUHP disebutkan hukuman tambahan berupa pencabutan beberapa hak tertentu; Menimbang, bahwa Pasal 35 KUHP menentukan, bahwa hak yang dapat dicabut tersebut adalah: 1.
Hak menjabat segala jabatan atau jabatan yang ditentukan;
2.
Hak masuk pada kekuasaan bersenjata (Bala tentara);
3.
Hak memilih dan boleh dipilih pada pemilihan yang dilakukan menurut Undang-Undang umum;
4.
Hak menjadi Penasihat atau Penguasa amanat (wali yang diakui sah oleh Negara), menjadi wali, wali pengawas, menjadi curator atau curator pengawas atas orang lain dari pada anaknya sendiri;
5.
Kuasa Bapak, kuasa wali dan penjagaan (curatele atas anak sendiri);
6.
Hak melakukan pekerjaan yang ditentukan; Menimbang, bahwa walaupun Pasal 35 KUHP tersebut secara
limitatif menentukan hak yang dapat dicabut oleh Hakim, tetapi sebagaimana fakta yang diperoleh di persidangan dari keterangan saksisaksi dan Terdakwa sendiri, bahwa sangat mudah untuk memperoleh dan mempergunakan alat komunikasi telepon baik dengan cara dibeli atau diwariskan dari Narapidana yang hukumannya telah berakhir maupun didatangkan dari luar Rutan/ Lapas, lalu menggunakannya dari dalam Rutan/Lapas tersebut untuk melakukan tindak pidana sebagaimana yang telah
terbukti
dalam
perkara
aquo,
bahkan
Terdakwa
sendiri
menerangkan di persidangan bahwa Terdakwa sampai memiliki 40 (empat puluh) buah Handphone selama di Rumah Tahanan Negara, serta dengan memperhatikan pula perkembangan zaman dan ilmu pengetahuan serta teknologi, terutama teknologi alat komunikasi, Majelis Hakim berpendapat bahwa sebagai penjabaran dari ketentuan Pasal 10 huruf b KUHP, maka ketentuan Pasal 35 KUHP tersebut perlu segera direvisi dan diperbaharui karena tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman, ilmu pengetahuan dan teknologi; commit to user
66 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Menimbang, bahwa sebelum adanya revisi atau pembaharuan KUHP oleh Lembaga Legislatif (DPR) dan Lembaga Eksekutif (Pemerintah),
maka
untuk
mengantisipasi
penyalahgunaan
alat
komunikasi untuk tujuan-tujuan yang bertentangan dengan hukum oleh pelaku tindak pidana, maka Majelis Hakim dengan berpedoman kepada Pasal 10 huruf b KUHP tersebut melalui putusan ini perlu melahirkan hukum (Judge make Law) sebagai tambahan terhadap Pasal 35 KUHP dalam bentuk penjatuhan hukum tambahan berupa “Pencabutan hak-hak Terdakwa untuk mempergunakan alat komunikasi segera setelah putusan ini diucapkan (serta merta), karena apabila tidak dilakukan secara serta merta maka sebagaimana fakta yang terbukti di persidangan sangat dikhawatirkan Terdakwa akan mengulanginya lagi melakukan tindak pidana dengan mempergunakan alat komunikasi dari dalam Rumah Tahanan Negara (Rutan) maupun dari dalam Lembaga Pemasyarakatan (Lapas); Menimbang, bahwa oleh karena dalam perkara ini Terdakwa tidak pernah ditahan karena sedang menjalani pidana penjara dalam perkara lain, maka tidak ada masa penahanan yang harus dikurangkan dari pidana yang dijatuhkan; Menimbang, bahwa oleh karena itu Terdakwa perlu diperintahkan untuk segera ditahan, apabila Terdakwa telah selesai menjalani pidana penjara dalam perkara lain yang sedang dijalaninya tersebut, sebelum dilaksanakannya putusan dalam perkara ini yang telah berkekuatan hukum tetap; Menimbang, bahwa mengenai barang bukti berupa: Narkotika jenis Ekstasi dengan berat brutto ± 380.996,9 gram dengan jumlah Ekstasi ± 1.412.476 (satu juta empat ratus dua belas ribu empat ratus tujuh puluh enam) butir dengan perincian disisihkan untuk kepentingan Diklat dan Ipktek ± 30 (tiga puluh) butir dengan berat brutto ± 10,8 gram, disisihkan untuk kepentingan Laboratorium dan commit to sebanyak user Pembuktian perkara di Pengadilan ± 735 (tujuh ratus tiga puluh
67 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
lima) butir dengan berat brutto ± 249,7 gram dan sisa barang bukti sebanyak ± 1.411.711 (satu juta empat ratus sebelas ribu tujuh ratus sebelas) butir dengan berat bruto + 380.736,4 gram, telah dimusnahkan ditingkat Penyidikan; 1 (satu) unit HP. Nokia type N-1280 dengan No. HP. 087774336414; 1 (satu) unit mobil Trailer dengan Nopol. B-9926-JO; 1 (satu) STNK mobil Trailer Nopol. B-9926-JO An. Leonard Situmeang; 1 (satu) unit Kontainer warna merah hati Nomor TGHU 0683898/ 20 feet milik PT. Pilindo Megah Selatan (Yang Ming); 1 (satu) unit HP Blackberry Bold warna hitam putih dengan nomor HP. 08131147844; 4 (empat) unit HP Smartfren dengan nomor HP masing-masing 08891357411, 08891557267, 08891557267, 08891339159; 1 (satu) unit HP Esia nomor 021-96005075; Uang tunai Rp17.300.000,00 (tujuh belas juta tiga ratus ribu rupiah); Dikembalikan kepada Jaksa Penuntut Umum untuk dipergunakan dalam perkara Para Terdakwa HANI SAPTA PRIBOWO alias BOWO dan CHANDRA HALIM; Menimbang, bahwa oleh karena Terdakwa terbukti melakukan tindak pidana dan dijatuhi pidana maka sebagaimana ketentuan Pasal 222 KUHAP Terdakwa haruslah pula dibebani untuk membayar biaya perkara dalam perkara ini; Menimbang, bahwa sebelum menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa
maka
Majelis
Hakim
perlu
terlebih
dahulu
untuk
mempertimbangkan tentang hal-hal yang memberatkan dan yang meringankan sebagai berikut: Hal-hal yang memberatkan: -
Bahwa
perbuatan
pemerintah
Terdakwa
Republik
bertentangan
Indonesia
yang
dengan
sedang
program
giat-giatnya
memberantas peredaran gelap Narkotika dan penyalahgunaan commit to user Narkotika;
68 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
-
Bahwa jumlah barang bukti Narkotika berupa Ekstasi tersebut sangat banyak yaitu 1.412.476 butir dengan berat 380.996,9 gram yang dapat merusak banyak bangsa Indonesia terutama generasi muda;
-
Bahwa Terdakwa merupakan bagian dari jaringan Narkotika internasional yang berada di Indonesia;
-
Perbuatan Terdakwa telah dilakukan berulang kali dan masih menjalani hukuman dalam perkara Narkotika sebelumnya;
-
Perbuatan Terdakwa dilakukan dari dalam Rumah Tahanan Negara/ Lembaga Pemasyarakatan, tempat dimana Terdakwa seharusnya sadar dan merenungi diri untuk berbuat baik di masa yang akan datang, tetapi Terdakwa justru terus melakukan tindak pidana narkotika; Hal-hal yang meringankan :
-
Tidak ada ; Menimbang,
bahwa
setelah
memperhatikan
hal-hal
yang
memberatkan dan yang meringankan sebagaimana tersebut di atas, maka hukuman yang dijatuhkan kepada Terdakwa dirasa adil baik berdasarkan rasa keadilan masyarakat maupun rasa keadilan menurut UndangUndang; Mengingat dan memperhatikan ketentuan Pasal 114 ayat (2) jo. Pasal 132 ayat (1) Undang-Undang R.I. Nomor 35 Tahun 2009, Pasal 10 KUHP jo. Pasal 35 KUHP, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 (KUHAP), serta Peraturan hukum lainnya yang berhubungan dengan perkara ini; e.
Putusan Hakim Terhadap Fredi Budiman 1.
Menyatakan Terdakwa FREDI BUDIMAN alias BUDI bin H. NANANG HIDAYAT, terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana tanpa hak dan melawan hukum membeli, menjual dan menjadicommit perantara dalam jual beli Narkotika Golongan I to user
69 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
bukan Tanaman yang beratnya melebihi 5 gram” sebagaimana Dakwaan Primair; 2.
Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa FREDI BUDIMAN alias BUDI bin H. NANANG HIDAYAT tersebut dengan pidana “MATI“ dan denda sebanyak Rp10.000.000.000.00 (sepuluh milyar rupiah);
3.
Menjatuhkan pula pidana tambahan terhadap Terdakwa FREDI BUDIMAN alias BUDI bin H. NANANG HIDAYAT tersebut, berupa
Pencabutan
Hak-haknya
untuk
mempergunakan
alat
komunikasi segera setelah putusan ini diucapkan, meskipun Terdakwa mengajukan upaya hukum dalam bentuk apapun (serta merta); 4.
Menetapkan dan memerintahkan agar Terdakwa segera ditahan apabila Terdakwa telah selesai menjalani pidana penjara dalam perkara lain yang sedang dijalaninya sebelum dilaksanakannya putusan dalam perkara ini yang telah berkekuatan hukum hukum tetap;
5.
Menetapkan agar barang bukti berupa: Narkotika jenis Ekstasi dengan berat brutto ± 380.996,9 gram dengan jumlah Ekstasi ± 1.412.476 (satu juta empat ratus dua belas ribu empat ratus tujuh puluh enam) butir dengan perincian disisihkan untuk kepentingan Diklat dan Ipktek ± 30 (tiga puluh) butir dengan berat brutto ± 10,8 gram, disisihkan untuk kepentingan Laboratorium dan Pembuktian perkara di Pengadilan sebanyak ± 735 (tujuh ratus tiga puluh lima) butir dengan berat brutto ± 249,7 gram dan sisa barang bukti sebanyak ± 1.411.711 (satu juta empat ratus sebelas ribu tujuh ratus sebelas) butir dengan berat bruto ± 380.736,4 gram, telah dimusnahkan ditingkat Penyidikan; 1 (satu) unit HP. Nokia type N-1280 dengan No. HP. 087774336414; 1 (satu) unit mobil Trailer dengan Nopol. B-9926-JO; 1 (satu) STNK mobil Trailer Nopol. B-9926-JO An. Leonard Situmeang; commit to user
70 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1 (satu) unit Kontainer warna merah hati Nomor TGHU 0683898/ 20 feet milik PT. Pilindo Megah Selatan (Yang Ming); 1 (satu) unit HP Blackberry Bold warna hitam putih dengan nomor HP 08131147844; 4 (empat) unit HP Smartfren dengan nomor HP masing-masing 08891357411, 08891557267, 08891557267, 08891339159; 1 (satu) unit HP Esia nomor 021-96005075; Uang tunai Rp. 17.300.000.- (tujuh belas juta tiga ratus ribu rupiah); Dikembalikan kepada Jaksa Penuntut Umum untuk dipergunakan dalam perkara Para Terdakwa HANI SAPTA PRIBOWO alias BOWO dan CHANDRA HALIM; 6.
Membebankan biaya perkara kepada Terdakwa sebesar Rp. 5.000,(lima ribu rupiah) ; Demikianlah diputuskan dalam rapat musyawarah Majelis Hakim
Pengadilan Negeri Jakarta Barat, pada hari : KAMIS, Tanggal 04 Juli 2013 oleh Kami : HASWANDI, SH.M.Hum., sebagai Hakim Ketua Majelis, H. MARATUA RAMBE, SH.MH., dan ADI ISMET, SH., masing-masing sebagai Hakim Anggota, putusan tersebut di ucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum pada hari ini : SENIN, tanggal 15 Juli 2013 oleh Hakim Ketua Majelis dengan didampingi HakimHakim Anggota tersebut, dibantu oleh : H.M. TAUFIK, SH.MH, Panitera Pengganti pada Pengadilan Negeri Jakarta Barat, dengan dihadiri oleh : TEDDY ANDRI, SH.MH., Jaksa Penuntut Umum dan Terdakwa dengan didampingi oleh Penasihat Hukumnya.
2.
Kesesuaian Pengaturan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dengan Konvensi Tunggal Narkotika 1961 dan Konvensi Wina 1988 terkait Tindak Pidana Transnasional yang Terorganisasi Permasalahan subtansi dari suatu aturan hukum sangat berkaitan dengan kesesuaian suatu aturan hukum itu dengan aturan hukum lainnya. commititu to user Kesesuaian dari aturan hukum disebut juga dengan sinkronisasi.
71 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Sinkronisasi berasal dari kata sinkron yang berarti sejalan, sesuai, selaras. Dalam
bahasa
inggris,
terdapat
istilah
synchonized,
synchronizing,
synchronizes yang bermakna sinkronisasi yaitu kesesuaian atau keselarasan antara peraturan perundangan yang satu dengan lainnya dalam derajad yang berbeda atau secara vertikal (Asri Wijayanti, 2012: 8-9). Dalam mengkaji sinkronisasi vertikal dan horisonal antara peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan hukum tentang narkotika, digunakan stuffentheorie atau teori berjenjang yang dikemukakan oleh Hans Kelsen. Keabsahan norma hukum yang paling tinggi adalah konstitusi. Validitas konstitisi pada norma dasar (basic norm) yang berisi ide bersama tentang norma dasar. Pernyataan itu perlu ditelaah lebih lanjut apabila mendasarkan pada apa yang dikemukakan J. Gijssles dan Mark van Hoecke yang menyatakan bahwa ilmu hukum mempunyai tiga lapisan yaitu, dogmatik hukum, teori hukum, dan filsafat hukum. Apabila mendasarkan pada pelapisan ilmu hukum dari J. Gijssles dan Mark vas Hoecke maka suatu aturan hukum yang merupakan dogmatika hukum haruslah sesuai atau sinkron juga dengan teori hukum dan filsafat hukum. Secara dogmatika hukum, di aturan hukum yang di atasnya dan sejajar. Hal ini sering disebut dengan sinkronisasi vertikal dan horisontal (Asri Wijayanti, 2012: 9-13). Makna dari sinkronisasi secara horisontal adalah sesuai dengan garis menyamping. Aturan hukum yang sederajat. Makna dari sinkronisasi secara vertikal adalah sesuai dengan garis yang lurus atas bawah. Antara aturan hukum yang tidak sederajat. Telaah terhadap sinkronisasi vertikal horisontal suatu aturan hukum berkaitan dengan asas perundang-undangan. Ada lima asas berlakunya undang-undang yaitu (Asri Wijayanti, 2012: 13-14): a.
Undang-Undang tidak berlaku surut. Artinya suatu undang-undang daya berlakunya tidak dapat mundur sebelum tanggal ditetapkannya;
b.
Lex posterior derogat legi priori. Artinya suatu undang-undang kemudian menyisihkan yang terdahulu;
c.
Lex superior derogat legi inferiori. Artinya suatu undang-undang yang commityang to user lebih tinggi mengesampingkan lebih rendah;
perpustakaan.uns.ac.id
d.
72 digilib.uns.ac.id
Lex specialis derogat legi generali. Artinya suatu undang-undang yang khusus mengesampingkan yang lebih umum; dan
e.
Undang-undang tidak dapat diganggu gugat. Terdapat hirarki tata urutan perundang-undangan berdasarkan
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Telaah sinkronisasi vertikal – horisontal selalu bertumbu pada norma inti yang menjadi objek kajian. Dari norma inti tersebut kemudian ditarik telaah sesuai garis lurus keatas dan kebawah serta ditarik ditarik telaah sesuai garis menyamping ke kiri dan ke kanan. Penarikan sesuai garis menyamping ke kiri dan ke kanan merupakan telaah dengan memperhatikan aturan yang sejajar kedudukannya tetapi terdapat perbedaan isi pengaturan (Asri Wijayanti, 2012: 14). Jadi makna sinkronisasi adalah kesesuaian suatu aturan hukum terhadap aturan hukum lainnya, baik secara vertikal maupun horisontal. Secara vertikal haruslah bermakna kesesuaian antara hirarki peraturan perundang-undangan (yang merupakan dogmatika hukum) dengan teori hukum dan filsafat hukumnya. Sinkronisasi menjadi jiwa dari suatu aturan hukum dapat dikatakan sebagai suatu hukum yang baik. Hukum yang baik adalah hukum yang mencermikan rasa keadilan. John Rawls mengkonsepkan adil sebagai fairness yang terdiri dari dua bagian yaitu interprestasi atas situasi awal dan atas persoalan pilihan yang ada dan seperangkat prinsip yang akan disepakati (Asri Wijayanti, 2012: 15-16). Aturan hukum diperlukan untuk menjawab persoalan hukum. Tetapi realita menunjukan bahwa tidak setiap persoalan hukum dapat dipecahkan hanya dengan mengandalkan aturan hukum, ada persoalan hukum yang harus ditemukan jawabannya melalui prinsip hukum. Menurut Paton aturan hukum terbentuk memperoleh dasarnya dari prinsip hukum. Prinsip hukum disebut oleh Bruggink sebagai asas hukum yang merupakan metakaidah hukum. Sebagai meta kaidah, prinsip hukum juga merupakan kaidah perilaku. Dari segi bentuknya, kaidah perilaku dibedakan kedalam dua jenis, yaitu bentuk yang kuat dan lemah. Dalam bentuk yang pertama mengandung arti bahwa prinsip itu berfungsi sebagai kaidah berkenaan dengan commit argumentasi to user pedoman perilaku, sedangkan dalam bentuk yang kedua
73 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
prinsip itu berfungsi pula sebagai pedoman perilaku sehingga perbedaannya dengan aturan hukum bersifat gradual. Asas hukum adalah kaidah yang berpengaruh terhadap kaidah perilaku, karena asas hukum ini memainkan peranan pada interprestasi terhadap aturan hukum dan dengan itu menentukan wilayah penerapan kaidah hukum (Asri Wijayanti, 2012: 18). Prinsip hukum mempunyai arti penting dalam memecahkan persoalan hukum dan sebagai bahan pembentukan aturan hukum (Asri Wijayanti, 2012: 18).
a.
Prinsip-Prinsip Tindak Pidana Transnasional yang Terorganisasi dalam Konvensi Tunggal Narkotika 1961 dan Konvensi Wina 1988 Sejumlah instrumen hukum telah dikembangkan selama beberapa dekade terakhir berurusan dengan berbagai aspek kejahatan terorganisasi di tingkat internasional. Elemen-elemen kunci dalam semua instrumen ini terdiri dari langkah-langkah yang bertujuan membina kerjasama internasional dan mengharmonisasikan pendekatan yang diambil (United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC), 2011: 121). Perkembangan dari satu konvensi internasional narkotika kepada konvensi
internasional
narkotika
lainnya
mengandung
implikasi
perubahan atau perbedaan tujuan dan lingkup kendali dan sekaligus juga merupakan
kelengkapan
konvensi-konvensi
sebelumya
(Romli
Atmasasmita, 1995: 31). Didalam konvensi internasional narkotika yakni Konvensi Tunggal Narkotika 1961 dan Wina 1988 terdapat prinsipprinsip hukum yang secara implisit dan eksplisit tercantum didalamnya selain prinsip-prinsip hukum umum yang merupakan sumber dalam arti formal hukum pidana internasional. 1) Prinsip-Prinsip Tindak Pidana Transnasional yang Terorganisasi dalam Konvensi Tunggal Narkotika 1961. a) Prinsip konstitusional (constitutional principle) dan Ketentuan pidana Konvensi Tunggal Narkotika 1961 sering to user dimulai dengan commit klausul seperti:
74 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
“Subject to its constitutional limitations, each Party shall . . .”. Sesuai dengan pembatasan konstitusional, setiap Pihak wajib ..." Jadi, jika konstitusi suatu negara melarang melembagakan hukuman pidana yang disebut oleh Konvensi Tunggal Narkotika 1961, ketentuan-ketentuan tersebut tidak akan mengikat negara itu dan hal tersebut juga berlaku sebaliknya. b) Prinsip perwakilan geografis yang adil (principle of equitable geographic representation). Pasal 9 ayat 3, menegaskan, The Council, with due regard to the principle of equitable geographic representation, shall give consideration to the importance of including on the Board, in equitable proportion, persons possessing a knowledge of the drug situation in the producing, manufacturing, and consuming countries, and connected with such countries. Dewan, dengan memperhatikan prinsip perwakilan geografis yang adil, akan memberikan pertimbangan pentingnya termasuk di Dewan, dalam proporsi yang adil, orang-orang yang memiliki pengetahuan tentang situasi Narkoba dalam memproduksi, manufaktur, dan konsumsi negara, dan terhubung dengan negara-negara tersebut. 2) Prinsip-Prinsip Tindak Pidana Transnasional yang Terorganisasi dalam Konvensi Wina 1988. Prinsip yang menjadi alas hukum mengenai status tindak pidana transnasional yang terorganisasi dalam Konvensi Wina 1988 yakni: a) Prinsip persamaan kedaulatan dan integritas wilayah negara (Principles of sovereign equality and territorial integrity of states); Pasal 2 ayat 2 menegaskan, The Parties shall carry out their obligations under this Convention in a manner consistent with the to user equality and territorial principles commit of sovereign
75 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
integrity of States and that of non-intervention in the domestic affairs of other States. Para Pihak akan melaksanakan kewajibannya berdasarkan Konvensi ini dengan cara yang konsisten dengan prinsip-prinsip persamaan kedaulatan dan integritas wilayah Negara dan yang non-intervensi dalam urusan dalam negeri negara lain. (1) Prinsip persamaan kedaulatan (Principle of sovereign equality). The principle that nations have the right to enjoy territorial integrity and political independence, free from intervention by other nations (Black’s Law Dictionary, 2009 : 1523). Prinsip bahwa negara memiliki hak untuk menikmati keutuhan wilayah dan kemerdekaan politik, bebas dari intervensi oleh negara lain; dan (2) Prinsip integritas wilayah negara (Principle territorial integrity of states). The principle that nations to maintain their interests and prevent any unlawful action that can be taken against them by persons overseas (Abdulmohsen Alothman, 2006: 16). Prinsip bahwa negara untuk mempertahankan kepentingan mereka dan mencegah tindakan melanggar hukum yang dapat diambil terhadap mereka oleh orang luar negeri. Jadi, prinsip yang menempatkan negara-negara di dunia ini tanpa memandang besar atau kecil, kuat atau lemah, maju atau tidaknya, memiliki kedudukan yang sama antara satu dengan lainnya, sesuai dengan hukum internasional (I Wayan Parthiana, 2006: 61). b) Prinsip non-intervensi (principle of non-intervention); The principle that a country should not interfere in the internal affairs of another country. The U.N. Charter binds it from intervening “in matters which are essentially within the domestic jurisdiction of commit to user any state….”(Black’s Law Dictionary, 2009: 1154).
76 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Prinsip bahwa negara tidak boleh ikut campur dalam urusan internal negara lain. Piagam PBB mengikat dari intervensi “dalam hal-hal yang pada dasarnya dalam yurisdiksi domestik setiap negara ....”. Jadi, suatu negara tidak boleh campur tangan atas masalah dalam negeri negara lain, kecuali negara itu menyetujuinya secara tegas (I Wayan Parthiana, 2006: 62). c) Prinsip Aut Dedere Aut Judicare (Extradite or Prosecute); dan The principle that a nations where a fugitive from justice is found has a duty to either extradite the fugitive to the nation from which the person has fled to prosecute the person is its own courts. This is an emerging principle, and not accepted as a customary rule in international law (Black’s Law Dictionary, 2009: 151). Prinsip bahwa negara-negara di mana buronan yang ditemukan memiliki kewajiban untuk mengekstradisi buronan baik bagi bangsa dari mana orang tersebut telah melarikan diri untuk mengadili orang tersebut adalah pengadilan mereka sendiri. Ini adalah prinsip yang muncul, dan tidak diterima sebagai kaidah kebiasaan dalam hukum internasional. d) Prinsip teritorial yang objektif (objective territorial principle); (1) Pasal 4 ayat 1 huruf (b) (iii) menegaskan, 1.
Each Party: (b) May take such measures as maybe necessary to establish its jurisdiction over the offences it has established in accordance with article 3, paragraph 1, when: (iii) The offence is one of those established in accordance with article 3, paragraph 1, subparagraph c) iv), and is committed outside its territory with a view to the commission, within its territory, of an offence e55stablished in accordance with article 3, paragraph 1. commit to user
77 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1.
Setiap Pihak: (b) Dapat mengambil langkah-langkah seperti mungkin perlu untuk menetapkan yurisdiksinya atas tindak pidana yang telah ditetapkan sesuai dengan pasal 3 ayat 1, bila: (iii) Pelanggaran adalah salah satu yang ditetapkan sesuai dengan pasal 3, ayat 1, huruf c) iv), dan dilakukan di luar wilayahnya dengan tujuan untuk komisi tersebut, dalam wilayahnya, dari suatu kejahatan yang ditetapkan sesuai dengan pasal 3, ayat 1.
(2) Pasal 3 ayat 1 huruf (c) (iv) menegaskan, 1.
1.
Each Party shall adopt such measures as may be necessary to establish as criminal offences under its domestic law, when committed intentionally; (c) Subject to its constitutional principles and the basic concepts of its legal system; (iv) Participation in, association or conspiracy to commit, attempts to commit and aiding, abetting, facilitating and counselling the commission of any of the offences established in accordance with this article.
Setiap Pihak wajib mengambil tindakan-tindakan yang dianggap perlu untuk menetapkan sebagai kejahatan pidana berdasarkan hukum nasionalnya, jika dilakukan dengan sengaja; (c) Sesuai dengan prinsip-prinsip konstitusional dan konsep dasar sistem hukumnya; (iv) Partisipasi,
bekerja
atau
konspirasi
melakukan, mencoba untuk melakukan commit to user membantu, bersekongkol, memfasilitasi
untuk dan dan
78 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
membimbing pelaksanaan setiap tindak pidana yang ditetapkan sesuai dengan pasal ini. According to objective territoriality, a state has a lawful right to apply its domestic laws to a crime when the criminal consequence takes place within its territory even if the incriminated conduct is completed in a different state. However, it should be considered that in their efforts to show their sincerity and respect to other states’ sovereignty and interest’s drafters in many states tried to create boundaries for the applications of objective territoriality. Furthermore, these boundaries have been drawn by requiring certain degrees of gravity that have to exist in order to apply domestic laws. However, even though this condition has been expressed in different ways in many domestic laws, all drafters agreed on formulating this principle in a general way that allows broad interpretation of objective territoriality (Abdulmohsen Alothman, 2006: 16). Menurut teritorial obyektif, negara memiliki hak yang sah untuk menerapkan hukum nasionalnya untuk kejahatan ketika akibat pidana terjadi dalam wilayahnya bahkan jika pelaksanaan dicurigai diselesaikan di negara lain. Namun, harus dipertimbangkan
bahwa
dalam
upaya
mereka
untuk
menunjukkan ketulusan dan menghormati kedaulatan negara lain dan pembuat draft kepentingan di banyak negara mereka mencoba untuk membuat batas-batas untuk penerapan teritorial obyektif. Selain itu, batas-batas telah ditarik dengan mewajibkan tingkatan tertentu yang menitik beratkan agar harus ada dalam rangka untuk menerapkan hukum domestik. Namun, meskipun kondisi tersebut telah dinyatakan dalam cara yang berbeda dalam banyak hukum domestik, semua pembuat draft sepakat merumuskan prinsip ini secara umum yang memungkinkan interpretasi yang luas teritorial obyektif. Jadi, prinsip yang memperluas yurisdiksi kriminal negara commit to user terhadap tindak pidana yang dilakukan di negara lain
79 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(perencanaan, persiapan, dan permulaan tindak pidana) akan tetapi diselesaikan di dalam teritorial negara yang bersangkutan, atau mengakibatkan kerugian-kerugian sosial dan ekonomis yang sangat besar di dalam teritorial negara yang bersangkutan (Romli Atmasasmita, 1995: 39-40).
b. Aturan Hukum Tindak Pidana Transnasional yang Terorganisasi dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika Aturan hukum yang menjadi alas hukum mengenai status tindak pidana transnasional yang terorganisasi dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yakni: 1) Pasal 1 huruf 18 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 yang menegaskan, Permufakatan Jahat adalah perbuatan dua orang atau lebih yang bersekongkol atau bersepakat untuk melakukan, melaksanakan, membantu, turut serta melakukan, menyuruh, menganjurkan, memfasilitasi, memberi konsultasi, menjadi anggota suatu organisasi kejahatan Narkotika, atau mengorganisasikan suatu tindak pidana Narkotika. Pengertian tersebut di atas secara eksplisit menetapkan rumusan yang luas tentang permufakatan jahat dan ditujukan ditujukan terhadap dua orang atau lebih atau perbuatan yang didukung oleh suatu organisasi kejahatan. Ancaman pidana terhadap permufakatan jahat dimuat dalam Pasal 132 ayat (1) yaitu: Percobaan atau permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika sebagaimana dimaksud dalam Pasal 111, Pasal 112, Pasal 113, Pasal 114, Pasal 115, Pasal 116, Pasal 117, Pasal 118, Pasal 119, Pasal 120, Pasal 121, Pasal 122, Pasal 123, Pasal 124, Pasal 125, Pasal 126, dan Pasal 129, pelakunya dipidana dengan pidana penjara yang sama sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal-Pasal tersebut. 2) Pasal
145
menegaskan,
Undang-Undang Nomor commit to user
35
Tahun
2009
yang
80 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Setiap orang yang melakukan tindak pidana Narkotika dan/atau tindak pidana Prekursor Narkotika sebagaimana dimaksud dalam Pasal 111, Pasal 112, Pasal 113, Pasal 114, Pasal 115, Pasal 116, Pasal 117, Pasal 118, Pasal 119, Pasal 120, Pasal 121, Pasal 122, Pasal 123, Pasal 124, Pasal 125, Pasal 126, Pasal 127 ayat (1), Pasal 128 ayat (1), dan Pasal 129 di luar wilayah Negara Republik Indonesia diberlakukan juga ketentuan Undang-Undang ini. Pasal 145 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tersebut merupakan pasal yang terlalu berlebihan apabila dimaknai secara gramatikal karena jelas bahwa bertentangan dengan United Nations Convention Against Illicit Traffic In Narcotic Drugs And Psychotropic Substances 1988 (Konvensi Wina 1988) dalam Pasal 2 konvensi khusus mengatur mengenai yurisdiksi sebagaimana yang termuat dalam Pasal 145 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 (AR. Sujono dan Bony Daniel, 2011: 362). Pasal 145 UndangUndang Nomor 35 Tahun 2009 tersebut menerapkan asas universal, yaitu bahwa Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika berlaku untuk semua tindak pidana Narkotika dan/ atauPrekursor Narkotika di dalam atau di luar
wilayah Negara
Republik Indonesia yang dilakukan oleh Warga Negara Indonesia maupun Warga Negara Asing dengan menyerang kepentingan negara Indonesia atau kepentingan negara asing. Konvensi Wina 1988 menghendaki penerapan asas teritorial untuk pemberlakuan hukum tentang narkotika, yaitu bahwa setiap negara peserta konvensi menentukan aturan untuk pencegahan berbagai aspek peredaran gelap narkotika dan psikotropika yang memiliki dimensi internasional dengan politik hukumnya masingmasing yang berarti bahwa peraturan tentang narkotika diserahkan kepada masing-masing negara termasuk langkah-langkah legislatif dan administratif, sesuai dengan dasar ketentuan masing-masing sistem
legislatif
domestik. Kemudian, dalam kerangka commit to user pemberantasan peredaran gelap narkotika dan psikotropika, setiap
81 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
nagara peserta konvensi menerapkan cara yang konsisten dengan prinsip-prinsip persamaan kedaulatan dan integritas wilayah negara yang artinya bahwa negara yang satu dengan negara yang lain yang sama-sama terlibat dalam konvensi ini tidak boleh mengintervensi urusan domestik negara lain. Lebih dari itu, setiap negara peserta konvensi ini tidak boleh mengambil tindakan apapun di dalam wilayah atau yurisdiksi negara lain berdasarkan hukum nasionalnya. Adapun jika adanya perluasan yurisdiksi maka dapat menggunakan asas teritorial yang objektif (objective territorial principle) yang tercantum dalam Pasal 4 ayat 1 huruf (b) (iii) dan Pasal 3 ayat 1 huruf (c) (iv). Pasal 2 Konvensi Wina 1988 juga menjelaskan bahwa negara peserta konvensi tidak boleh menerapkan tindakan dengan fungsi yang dimiliki pejabat berwenang untuk dilakukan pada yurisdiksi negara lain. Bagaimana mungkin Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 hendak diterapakan di luar yurisdiksi Indonesia padahal Indonesia sendiri telah meratifikasi konvensi tersebut sehingga bisa disimpulkan bahwa pasal ini justru telah bertentangan dengan semangat pemberlakuan hukum atau yurisdiksi keberlakuan hukum yang terkandung dalam Konvensi Wina 1988 (AR. Sujono dan Bony Daniel, 2011: 363). Selanjutnya mengenai ketentuan pidana disebutkan dalam Pasal 145, “…. Diberlakukan ketentuan undang-undang ini. Untuk itu tentulah yang dimaksud adalah ketentuan pidana sebagaimana diatur dalam masing-masing Pasal 111, Pasal 112, Pasal 113, Pasal 114, Pasal 115, Pasal 116, Pasal 117, Pasal 118, Pasal 119, Pasal 120, Pasal 121, Pasal 122, Pasal 123, Pasal 124, Pasal 125, Pasal 126, Pasal 127 ayat (1), Pasal 128 ayat (1), dan Pasal 129. 3) Pasal
146
Undang-Undang
Nomor
35
Tahun
2009
menegaskan, (1) Terhadap warga negara asing yang melakukan commit to user dan/atau tindak pidana tindak pidana Narkotika
yang
82 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Prekursor Narkotika dan telah menjalani pidananya sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, dilakukan pengusiran keluar wilayah Negara Republik Indonesia. (2) Warga negara asing yang telah diusir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang masuk kembali ke wilayah Negara Republik Indonesia. (3) Warga negara asing yang pernah melakukan tindak pidana Narkotika dan/atau tindak pidana Prekursor Narkotika di luar negeri, dilarang memasuki wilayah Negara Republik Indonesia. Jika dicermati ada dua hal yang diatur dalam Pasal 146, yaitu pengusiran warga negara asing ke luar wilayah Indonesia dan penangkalan warga negara asing masuk ke wilayah Indonesia. Pengusiran terhadap warga negara asing yang melakukan tindak pidana narkotika dan/ atau tindak pidana prekursor narkotika adalah setelah menjalani pidananya sebagaimana diatur dalam undang-undang. Hal ini menunjukkan setiap orang asing yang melakukan tindak pidana narkotika dan/ atau prekursor narkotika haruslah mengikuti proses hukum di Indonesia dan menjalani pidana berdasarkan proses hukum yang telah dijalaninya (Pasal 146 ayat (1)). Selanjutnya pelarangan masuk wilayah Republik Indonesia terhadap orang asing dilakukan dalam hal: a.
Warga Negara asing tersebut telah diusir ke luar wilayah Republik Indonesia karena melakukan tindak pidana narkotika dan/ atau tindak pidana prekursor narkotika dan telah menjalani pidananya dan
b.
Warga negara asing tersebut pernah melakukan tindak pidana narkotika dan/ atau tindak pidana prekursor narkotika di luar negeri.
commit to user
83 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
B. Pembahasan 1.
Ratio Decidendi Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat Dalam Mengadili Tindak Pidana Penyelundupan Narkotika Oleh Terpidana Fredi Budiman Dalam Putusan Nomor 2267/Pid.Sus/2012/PN.JKT.BAR Ratio decidendi merupakan salah satu teori penjatuhan pidana yang dikemukakan oleh Mackenzie selain beberapa teori atau pendekatan yang dipergunakan oleh hakim dalam mempertimbangkan penjatuhan putusan dalam suatu perkara. Teori ini didasarkan pada landasan filsafat yang mendasar, yang mempertimbangkan segala aspek yang berkaitan dengan pokok perkara yang disengketakan, kemudian mencari peraturan perundangundangan yang relevan dengan pokok perkara yang disengketakan sebagai dasar hukum dalam penjatuhan putusan, serta pertimbangan hakim harus didasarkan pada motivasi yang jelas untuk menegakkan hukum dan memberikan keadilan bagi para pihak yang berperkara, sehingga ratio decidendi dapat dilihat pada konsideran “Menimbang” pada “Pokok Perkara”. Dalam putusan hakim terhadap terdakwa (sekarang terpidana) Fredi Budiman yakni Putusan Nomor 2267/Pid.Sus/2012/PN.JKT.BAR yang mengandung pertimbangan mengenai pokok pekara secara langsung, yang disebut ratio decidendi. Ratio tersebut bukan tidak mungkin merupakan pilihan dari berbagai kemungkinan yang ada. Ratio dapat ditemukan dengan memperhatikan fakta material dan putusan yang didasarkan atas fakta itu. Pilihan dari berbagai kemungkinan yang ada merupakan bagian dari pertimbangan hakim yang membuktikan kesalahan terdakwa sebagaimana dakwaan Jaksa Penuntut Umum, dalam kaitannya dengan terdakwa (sekarang terpidana) Fredi Budiman oleh Jaksa Penuntut Umum telah mendakwa dengan dakwaan Subsideritas, dimana pada dakwaan Primair Terdakwa didakwa melanggar ketentuan Pasal 114 ayat (2) jo. Pasal 132 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, pada dakwaan Subsidair Terdakwa didakwa melanggar ketentuan Pasal 113 ayat (2) jo. Pasal 132 ayat (1) Undangcommit to user Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika, sedangkan pada dakwaan
perpustakaan.uns.ac.id
84 digilib.uns.ac.id
Lebih Subsidair Terdakwa didakwa melanggar Pasal 112 ayat (2) jo. Pasal 132 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika. Sesuai dengan ketentuan bahwa jika dakwaan Subsideritas maka pertamatama Majelis Hakim akan mempertimbangkan tentang dakwaan Primair melanggar ketentuan Pasal 114 ayat (2) jo. Pasal 132 ayat (1) UndangUndang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, yang unsur-unsurnya adalah sebagai berikut: 1.
“Setiap orang”;
2.
“Tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, menyediakan atau menerima Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman yang beratnya melebihi 1 kg atau melebihi 5 batang pohon atau dalam bentuk bukan tanaman yang beratnya 5 gram atau lebih”;
3.
“Percobaan atau permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana atau prekursor Narkotika, sebagaimana Pasal 114 ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika”. Berdasarkan pertimbangan hakim terhadap ketiga unsur tersebut akan
dikaji ratio decidendi dalam unsur kedua dan ketiga, karena di dalam unsur pertama telah secara lugas dijelaskan hakim melalui pertimbangannya. Pertama kajian terhadap ratio decidendi hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat atas terpidana Fredi Budiman yang terdapat dalam unsur kedua yakni bunyi Pasal 144 ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, yang memuat pertimbangan hakim yakni: a.
Rumusan menggunakan kata “atau” diantara tanpa hak dan melawan hukum, oleh karena itu tidak diperlukan kedua rumusan (tanpa hak dan melawan hukum) terbukti unsur ini telah terpenuhi artinya dapat terjadi “tanpa hak” saja atau “melawan hukum” saja, atau bahkan dua-duanya terbukti (AR. Sujono dan Bony Daniel, 2011: 255). Pertimbangan hakim dalam putusan tersebut menyatakan bahwa kedua rumusan tersebut terbukti melaui fakta material yang menjadi ratio decidendi, sehingga commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
85 digilib.uns.ac.id
akhir dari pertimbangan hakim dalam unsur kedua tersebut menjadi “tanpa hak dan melawan hukum”. b.
Ketentuan Pasal 114 ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, “Dalam hal perbuatan (unsur tanpa hak atau melawan hukum) menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menjadi perantara jual beli, menukar, menyerahkan dan menerima Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman yang beratnya melebihi 1 kg atau melebihi 5 batang pohon atau dalam bentuk bukan tanaman dengan berat 5 gram atau lebih” disesuaikan dengan fakta-fakta hukum yang diperoleh di persidangan, sehingga diperoleh ratio decidendi dari kasus yaitu setiap aturan hukum secara tegas atau tersirat diperlakukan oleh hakim sebagai langkah penting dalam mencapai kesimpulannya yakni akhir dari pertimbangan hakim dalam unsur kedua tersebut terdakwa (sekarang terpidana) Fredi Budiman adalah “membeli, menjual dan menjadi perantara dalam jual beli Narkotika Golongan I dalam bentuk bukan tanaman yang beratnya 5 gram atau lebih”. Yang berati hanya 3 (tiga) unsur perbuatan dari Pasal 114 ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang terbukti, yang dapat dijelaskan dengan disesuaikan fakta-fakta hukum yang diperoleh di persidangan atau fakta material yaitu: 1) “Membeli”, mempunyai makna memperoleh sesuatu melalui penukaran (pembayaran) dengan uang. Ini berarti bahwa harus ada maksud terhadap barang tertentu yang akan diambil, dan harus ada pembayaran dengan uang yang nilainya sebanding dengan harga barang yang diperoleh (AR. Sujono dan Bony Daniel, 2011: 257), yang disesuaikan dengan pertimbangan hakim dalam unsur kedua bahwa “Ekstasi sebanyak 1.412.476 butir dengan berat 380.996,9 gram yang terdapat dalam Kontainer TGHU No. 0683898/ 20 feet warna merah hati, yang ditangkap dan disita oleh petugas Badan Narkotika Nasional (BNN) di dekat pintu Tol Kamal Cengkareng, to user Jakarta Barat, pada commit hari Jum’at, tanggal 25 Mei 2012 adalah dibeli
perpustakaan.uns.ac.id
86 digilib.uns.ac.id
oleh Terdakwa Fredi Budiman dan Chandra Halim dari China kepada Wang Chang Shui melalui Yu Tang”. Selain fakta-fakta hukum yang diperoleh di persidangan, di dapatkan pula fakta materiil lainnya yang mendukung yakni terdakwa (sekarang terpidana) Fredi Budiman membeli Ekstasi tersebut sebesar Rp625.000.000,00 (enam ratus dua puluh lima juta rupiah) yang dibayarkan kepada Yu Tang (DPO) untuk dikirim kepada Wang Chang Shui (Warga Negara Hongkong) (DPO), sehingga unsur “membeli” yang dimaksud dalam ratio decidendi terbukti; 2) “Menjual”, mempunyai makna memberikan sesuatu kepada orang lain untuk memperoleh uang pembayaran atau menerima uang. Hal ini berarti ada transaksi dan ada pertemuan antara penjual dan pembeli. Kewajiban penjual adalah menyerahkan barang sedangkan kewajiban pembeli menyerahkan uang pembayaran (AR. Sujono dan Bony Daniel, 2011: 256), yang disesuaikan dengan pertimbangan hakim dalam unsur kedua bahwa Ekstasi tersebut “akan dijual di kota-kota besar di Indonesia seperti Jakarta, Surabaya, Bandung, Medan, Bali, Makasar sampai ke Papua, karena Terdakwa mempunyai market dan pasar yang luas di Indonesia”, hal tersebut terkait dengan yang didakwa dalam putusan ini adalah Fredi Budiman yang dalam posisi kasus tersebut telah membeli dan baru akan menjual. Walaupun didalamnya disebutkan “akan” hal tersebut tetap merupakan suatu perbuatan pidana yakni dikaitkan dengan unsur ketiga dalam pertimbangan hakim yaitu “terdakwa Fredi Budiman membeli Ekstasi tersebut adalah dengan maksud untuk dijualnya di kota-kota besar di Indonesia antara lain di Jakarta, Surabaya, Bandung, Medan, Bali, Makasar bahkan sampai ke Papua, karena Terdakwa mempunyai “market” dan pangsa pasar yang luas di Indonesia”, sehingga dapat terpenuhinya unsur menjual dalam arti “percobaan untuk menjual” yang sesuai dalam ketentuan Pasal 132 commit to user ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
perpustakaan.uns.ac.id
87 digilib.uns.ac.id
Pengertian percobaan telah secara tegas ditentukan dalam penjelasan Pasal 132 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009, yang menyebutkan ”percobaan” adalah adanya unsur-unsur niat, adanya permulaan pelaksanaan, dan tidak selesainya pelaksanaan bukan semata-mata disebabkan karena kehendaknya sendiri. Sebenarnya pengertian percobaan ini sama dengan pengertian percobaan sebagaimana Pasal 53 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). 3) “Menjadi perantara dalam jual beli”, mempunyai makna sebagai penghubung antara penjual dan pembeli dan atas tindakannya tersebut mendapatkan jasa/keuntungan (AR. Sujono dan Bony Daniel, 2011: 257), yang disesuaikan dengan pertimbangan hakim dalam unsur kedua bahwa “terdakwa (Fredi Budiman) selain membeli bersama Chandra Halim Alias Akiong dan memasarkan Ekstasi tersebut, juga bertugas mengatur pengeluaran Ekstasi yang dibawa ke Indonesia dari China bersama alat Aquarium (Fish Tank) tersebut di pelabuhan Tanjung Priok dan untuk itu Terdakwa telah menghubungi dan bekerja sama dengan Hani Sapta Pribowo alias Bowo, Achmadi alias Madi Bin Sukyan, Muhammad Muhtar alias Muhamad Moektar alias Tar, Teja Harsoyo alias Teja alias Rudi, Abdul Syukur alias Ukung Bin Meiji serta Supriyadi Bin Samin dari Koperasi Primkop Kalta BAIS TNI, yang mana atas keberhasilannya mengatur pengeluaran Ekstasi tersebut dari Pabean Pelabuhan Tanjung Priok akan mendapat Fee berupa Ekstasi sebanyak 10% dari jumlah keseluruhan Ekstasi, di luar keuntungan penjualannya di ”Market”nya Terdakwa”. Ratio decidendi yang dapat diambil dari pertimbangan hakim terhadap terdakwa (sekarang terpidana) Fredi Budiman yang “akan mendapat Fee berupa Ekstasi sebanyak 10% dari jumlah keseluruhan Ekstasi, di luar keuntungan penjualannya di ”Market”nya Terdakwa” to user ialah, jika seseorangcommit menghubungkan antara penjual dan pembeli
88 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kemudian orang tersebut mendapat barang berupa narkotika sudah dapat digolongkan sebagai perantara dalam jual beli, oleh karena itu jasa atau keuntungan di sini dapat berupa uang atau barang atau bahkan fasilitas. Jasa atau keuntungan merupakan faktor penting, tanpa jasa maupun keuntungan yang diperoleh maka tidak dapat disebut sebagai perantara jual beli. Jadi Fredi Budiman tetap disebut sebagai “perantara jual beli” meski keuntungan yang akan diterima adalah barang yang berupa Ekstasi sebanyak 10% dari jumlah keseluruhan Ekstasi. Terkait dalam hal Fredi Budiman baru rencana “akan” mendapatkan keuntungan karena telah Ekstasi tersebut belum sempat dipasarkan maka tindak pidana yang dikenakan setidaktidaknya di juncto-kan dengan Pasal 132 ayat (1) tentang percobaan atau permufakatan jahat seperti halnya dalam unsur ketiga yang didakwakan kepada terdakwa (sekarang terpidana) Fredi Budiman yang memuat pula pertimbangan hakim di dalamnya, sehingga dalam unsur “perantara jual beli” terbukti. Kedua kajian terhadap ratio decidendi hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat atas terpidana Fredi Budiman yang terdapat dalam unsur ketiga yakni bunyi Pasal 132 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, yang memuat pertimbangan hakim yakni: a.
Rumusan unsur ketiga tentang “Percobaan atau permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana atau prekursor Narkotika, sebagaimana Pasal 114 ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika” yang terdapat dalam dakwaan dan selanjutnya dalam pertimbangan hakim lebih menekankan pada “unsur permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana”, sebagaimana Pasal 114 ayat (2) UndangUndang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yaitu tindak tanpa hak dan melawan hukum membeli, menjual dan menjadi perantara dalam jual beli Narkotika Golongan I bukan tanaman yang beratnya 5 gram atau lebih. commit to user
89 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b.
Konsideran menimbang hakim terhadap unsur ketiga dapat diambil ratio decidendi yang di sesuaikan dengan fakta-fakta hukum yang diperoleh di persidangan
berupa
“Terdakwa
selain
membeli
dan
menjual/
memasarkan Ekstasi tersebut, juga bertugas mengatur pengeluaran Ekstasi tersebut dari daerah Pabeanan Pelabuhan Tanjung Priok dan waktu itu Terdakwa telah menghubungi dan bekerja sama dengan Hani Sapta Pribowo alias Bowo (dijatuhi pidana seumur hidup), Achmadi alias Madi Bin Sukyan (dijatuhi hukuman mati), Muhamad Mukhtar alias Muhamad Moektar alias Tar (dijatuhi pidana seumur hidup), Teja Harsoyo alias Teja alias Rudi (dijatuhi pidana mati), Abdul Syukur alias Ukung Bin Meiji (dijatuhi pidana seumur hidup) dan Supriyadi Bin Samin (Disidangkan Terpisah Di Mahkamah Militer) dari Primkop Kalta BAIS TNI, yang mana atas keberhasilannya mengatur pengeluaran Ekstasi tersebut dari Pabeanan Pelabuhan Tanjung Priok akan mendapatkan jasa/fee dari Yu Tang sebanyak 10% dari jumlah keseluruhan Ekstasi di luar keuntungan penjualannya di”market”nya Terdakwa”. Mengenai pengertian “permufakatan jahat” dapat dikatakan sama sekali berbeda dengan ketentuan permufakatan jahat dalam Pasal 88 KUHP
(Kitab Undang-Undang Hukum Pidana). Pengertian
permufakatan jahat dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, disebutkan dalam Pasal 1 angka 18 adalah perbuatan dua orang atau lebih yang bersekongkol atau bersepakat untuk melakukan, melaksanakan, membantu, turut serta melakukan, menyuruh, menganjurkan, memfasilitasi, memberi konsultasi, menjadi anggota suatu organisasi kejahatan narkotika, atau mengorganisasikan suatu tindak pidana narkotika. Pengertian permufakatan jahat Pasal 1 angka 18 ternyata lebih luas dari KUHP, bahkan ada beberapa pengertian yang telah dirumuskan secara tersendiri dalam KUHP termasuk dalam rumusan permufakatan jahat Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Hal ini dapat commit user diketahui dengan adanya kata,to ”membantu, melakukan, turut serta
90 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
melakukan, menganjurkan”. Meskipun pengertian permufakatan jahat dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika merupakan perluasan dari permufakatan jahat KUHP, namun demikian keduanya digantungkan pada tindak pidana yang tidak selesai. Khusus permufakatan jahat dalam Pasal 1 angka 18 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, ditunjukkan dengan kata, “untuk”, sebagai bukti bahwa pelaksanaan dari perbuatan tindak pidana belum dilakukan. Yang terpenting disini adalah dua orang atau lebih orang telah bersekongkol atau bersepakat, jadi persekongkolan atau kesepakatan sudah terjadi. Dari pengertian tersebut didapatkan ratio decidendi yaitu Fredi Budiman telah bersekongkol dengan 10 (orang) yakni 9 (sembilan) orang Warga Negara Indonesia dan 1 (satu) orang Warga Negara Hongkong untuk menyelundupkan narkotika jenis Ekstasi dari China ke Pelabuhan Tanjung Periok sehingga dapat diedarkan di Indonesia dalam kapasitas di “market” terdakwa (sekarang terpidana) Fredi Budiman. Kajian selanjutnya adalah ratio decidendi dari putusan terhadap terdakwa
(sekarang
terpidana)
Fredi
Budiman
Putusan
Nomor
2267/Pid.Sus/2012/PN.JKT.BAR yang mengandung pertimbangan mengenai penjatuhan pidana tambahan Pasal 35 KUHP yaitu “Pencabutan hak-hak Terdakwa untuk mempergunakan alat komunikasi segera setelah putusan ini diucapkan (serta merta)”. Ratio decidendi tersebut tidak tepat, hal tersebut berdasarkan atas: a) Berdasarkan fakta-fakta hukum yang diperoleh di persidangan atau fakta material bahwa terdakwa (sekarang terpidana) Fredi Budiman yaitu pada waktu melakukan tindak pidana penyelundupan narkotika dari China ke Indonesia melalui Pelabuhan Tanjung Periok berada didalam Lembaga Pemasyarakatan atau Rumah Tahanan Negara Cipinang untuk menjalani pidana penjara dalam perkara lain yang sedang dijalaninya, dimana pidana penjara merupakan bentuk pidana yang berupa perampasan kemerdekaan terhadap terdakwa (sekarang terpidana) Fredi Budiman. commit to user Barda Nawawi Arief menyatakan bahwa pidana penjara tidak hanya
91 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
mengakibatkan perampasan kemerdekaan, tetapi juga menimbulkan akibat negatif terhadap hal-hal yang berhubungan dengan dirampasnya kemerdekaan itu sendiri (Barda Nawawi Arief, 1996: 44). Akibat negatif itu diantaranya adalah terampasnya juga kebebasan penggunaan alat komunikasi
telepon
maupun
e-mail
yang
merupakan
larangan
sebagaimana terdapat dalam Pasal 28 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan hak Warga Binaan Pemasyarakatan, yaitu “Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan dilarang membawa pesawat televisi dan radio atau media elektronik yang lain ke dalam Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) untuk kepentingan pribadi”. Sebagaimana ketentuan Pasal 28 ayat (3) tersebut rumusan kata “media elektronik”, mempunyai makna sarana media massa yang mempergunakan alat-alat elektronik modern (Kamus Besar Bahasa Indonesia Daring, 2008: http://bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.php). Hal ini berarti termasuk di dalamnya alat komunikasi, berdasarkan faktafakta hukum yang diperoleh di persidangan atau fakta material bahwa terdakwa (sekarang terpidana) Fredi Budiman telah membawa alat komunikasi di dalam Lembaga Pemasyarakatan dengan cara dibeli atau diwariskan dari Narapidana yang hukumannya telah berakhir maupun didatangkan dari luar Rutan/ Lapas, lalu menggunakannya dari dalam Rutan/Lapas tersebut untuk melakukan tindak pidana sebagaimana yang telah terbukti dalam perkara aquo, bahkan terdakwa (sekarang terpidana) Fredi Budiman sendiri menerangkan di persidangan bahwa terdakwa (sekarang terpidana) Fredi Budiman sampai memiliki 40 (empat puluh) buah Handphone selama di Rumah Tahanan Negara. Berdasarkan faktafakta hukum yang diperoleh di persidangan atau fakta material tersebut commit to user dan dikaitkan dengan Pasal 28 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 32
perpustakaan.uns.ac.id
92 digilib.uns.ac.id
Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan, dalam hal telah terjadi pelanggaran yang dilakukan oleh terdakwa (sekarang terpidana) Fredi Budiman terhadap Pasal 28 ayat (3) Peraturan Pemerintah tersebut yang merupakan salah satu dari akibat negatif terhadap hal-hal yang berhubungan dengan dirampasnya kemerdekaan dari penjatuhan pidana penjara dalam perkara lain yang sedang dijalani oleh terdakwa (sekarang terpidana) Fredi Budiman di Lembaga Pemasyarakatan atau Rumah Tahanan Negara Cipinang. Jadi, ratio decidendi pada konsideran menimbang
yang
mempertimbangkan bahwa jalur dan penggunaan alat komunikasi oleh terdakwa (sekarang terpidana) Fredi Budiman perlu diputus secara hukum dengan berpedoman kepada Pasal 10 huruf b KUHP tersebut melalui putusan ini perlu melahirkan hukum (Judge make Law) sebagai tambahan terhadap Pasal 35 KUHP dalam bentuk penjatuhan hukum tambahan berupa “Pencabutan hak-hak Terdakwa untuk mempergunakan alat komunikasi segera setelah putusan ini diucapkan (serta merta)” adalah tidak tepat. b) Berdasarkan fakta-fakta hukum yang diperoleh di persidangan atau fakta material bahwa barang bukti berupa alat komunikasi berupa handphone sebayak 7 (tujuh) unit dan alat bukti lain yaitu: 1) Narkotika jenis Ekstasi dengan berat brutto ± 380.996,9 gram dengan jumlah Ekstasi ± 1.412.476 (satu juta empat ratus dua belas ribu empat ratus tujuh puluh enam) butir dengan perincian disisihkan untuk kepentingan Diklat dan Ipktek ± 30 (tiga puluh) butir dengan berat brutto ± 10,8 gram, disisihkan untuk kepentingan Laboratorium dan Pembuktian perkara di Pengadilan sebanyak ± 735 (tujuh ratus tiga puluh lima) butir dengan berat brutto ± 249,7 gram dan sisa barang bukti sebanyak ± 1.411.711 (satu juta empat ratus sebelas ribu tujuh ratus sebelas) butir dengan berat bruto ± 380.736,4 gram, telah dimusnahkan ditingkat Penyidikan; commit to user
93 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2) 1 (satu) unit Handphone Nokia type N-1280 dengan Nomor Handphone 087774336414; 3) 1 (satu) unit mobil Trailer dengan Nopol. B-9926-JO; 4) 1 (satu) STNK mobil Trailer Nopol. B-9926-JO An. Leonard Situmeang; 5) 1 (satu) unit Kontainer warna merah hati Nomor TGHU 0683898/ 20 feet milik PT. Pilindo Megah Selatan (Yang Ming); 6) 1 (satu) unit Handphone Blackberry Bold warna hitam putih dengan Nomor Handphone 08131147844; 7) 4 (empat) unit Handphone Smartfren dengan Nomor Handphone masing-masing
08891357411,
08891557267,
08891557267,
08891339159; dan 8) 1 (satu) unit Handphone Esia Nomor Handphone 021-96005075; Dikembalikan kepada Jaksa Penuntut Umum untuk dipergunakan dalam perkara Para Terdakwa Hani Sapta Pribowo alias Bowo dan Chandra Halim alias Akiong Bin Tingtong. Ratio decidendi terhadap barang bukti tersebut seharusnya tidak hanya dikembalikan kepada Jaksa Penuntut Umum untuk dipergunakan dalam perkara lain namun harus dirampas untuk negara, hal tersebut berdasarkan pada Pasal 101 ayat (1) UndangUndang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yaitu: (1) Narkotika, Prekursor Narkotika, dan alat atau barang yang digunakan di dalam tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika atau yang menyangkut Narkotika dan Prekursor Narkotika serta hasilnya dinyatakan dirampas untuk negara. Perampasan untuk negara yang diatur dalam Pasal 101 ayat (1) UndangUndang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika tersebut berlaku juga terhadap alat komunikasi yang berupa 7 (tujuh) unit handphone merupakan barang bukti atau corpora delicti atau instrument delicti yaitu alat yang dipergunakan Fredi Budiman untuk melakukan tindak pidana penyelundupan narkotika, hal tersebut mengisyaratkan bahwa alat komunikasi yang berupacommit 7 (tujuh) unit handphone bukanlah hak yang to user
94 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
harus dicabut seperti halnya ratio decidendi yaitu, “Pencabutan hak-hak Terdakwa untuk mempergunakan alat komunikasi segera setelah putusan ini diucapkan (serta merta)”. Jadi, ratio decidendi terhadap barang bukti dikembalikan kepada Jaksa Penuntut Umum untuk dipergunakan dalam perkara Para Terdakwa Hani Sapta Pribowo alias Bowo dan Chandra Halim alias Akiong Bin Tingtong adalah tidak tepat. c) Berdasarkan fakta-fakta hukum yang diperoleh di persidangan atau fakta material bahwa terdakwa (sekarang terpidana) Fredi Budiman telah membawa alat komunikasi di dalam Lembaga Pemasyarakatan dengan cara dibeli atau diwariskan dari Narapidana yang hukumannya telah berakhir
maupun
didatangkan
dari
luar
Rutan/
Lapas,
lalu
menggunakannya dari dalam Rutan/Lapas tersebut untuk melakukan tindak pidana sebagaimana yang telah terbukti dalam perkara aquo, bahkan
terdakwa
(sekarang
terpidana)
Fredi
Budiman
sendiri
menerangkan di persidangan bahwa terdakwa (sekarang terpidana) Fredi Budiman sampai memiliki 40 (empat puluh) buah Handphone selama di Rumah Tahanan Negara. Berdasarkan fakta-fakta hukum yang diperoleh di persidangan atau fakta material tersebut membuktikan telah adanya pembiaran atas terjadinya pelanggaran terhadap kepemilikan dan penggunaan alat komunkasi yang dilakukan terdakwa (sekarang terpidana) Fredi Budiman yang juga berstatus sebagai Narapidana di dalam Rumah Tahanan atau Lembaga Pemasyarakatan Cipinang untuk melakukan tindak pidana oleh petugas Lembaga Pemasyarakatan Cipinang. Jadi, seharusnya terdapat ratio decidendi pada konsideran menimbang dalam putusan yang memuat bahwa telah adanya pembiaran kepemilikan dan penggunaan alat komunikasi oleh terdakwa (sekarang terpidana) Fredi Budiman yang juga berstatus sebagai Narapidana oleh petugas Lembaga Pemasyarakatan di Rumah Tahanan atau Lembaga Pemasyarakatan Cipinangyang oleh petugas Lembaga Pemasyarakatan. Ratio decidendi tersebut diperlukan guna memberantasan tindak pidana commit to user
95 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
peredaran gelap dan penyalahgunaan narkotika atau prekursor narkotika di dalam Rumah Tahanan atau Lembaga Pemasyarakatan. Kajian terakhir adalah pertimbangan Majelis Hakim tentang hal-hal yang memberatkan dan yang meringankan yang tertuang dalam konsideran menimbang, yakni terdapat 5 (lima) yang memberatkan dan tidak ada hal yang meringankan hukuman yang juga merupakan bagian dari ratio decidendi karena hal-hal tersebut melandasi pemikiran hakim, sehingga hakim sampai pada putusannya. Pemikiran hakim pada pertimbangan bagian hal-hal yang memberatkan dan meringankan hukuman dalam putusan terhadap terdakwa (sekarang terpidana) Fredi Budiman yaitu: Hal-hal yang memberatkan: -
Bahwa perbuatan Terdakwa bertentangan dengan program pemerintah Republik Indonesia yang sedang giat-giatnya memberantas peredaran gelap Narkotika dan penyalahgunaan Narkotika;
-
Bahwa jumlah barang bukti Narkotika berupa Ekstasi tersebut sangat banyak yaitu 1.412.476 butir dengan berat 380.996,9 gram yang dapat merusak banyak bangsa Indonesia terutama generasi muda;
-
Bahwa
Terdakwa
merupakan
bagian
dari
jaringan
Narkotika
internasional yang berada di Indonesia; -
Perbuatan Terdakwa telah dilakukan berulang kali dan masih menjalani hukuman dalam perkara Narkotika sebelumnya;
-
Perbuatan Terdakwa dilakukan dari dalam Rumah Tahanan Negara/ Lembaga Pemasyarakatan, tempat dimana Terdakwa seharusnya sadar dan merenungi diri untuk berbuat baik di masa yang akan datang, tetapi Terdakwa justru terus melakukan tindak pidana narkotika;
Hal-hal yang meringankan: -
Tidak ada; Dari ke 5 (lima) hal-hal yang memberatkan tersebut, terdapat
pertimbangan hal yang memberatkan terdakwa (sekarang terpidana) Fredi Budiman yakni “Bahwa Terdakwa merupakan bagian dari jaringan Narkotika commit to user Dalam hal yang memberatkan internasional yang berada di Indonesia”.
96 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
hukuman tersebut dapat dikaji bahwa telah terjadi tindak pidana transnasional terorganisasi (transnational organized crime) yang dilakukan oleh terdakwa (sekarang terpidana) Fredi Budiman. Kejahatan transnasional terorganisasi dibidang narkotika tersebut yang sebenarnya telah diatur dalam Single Convention on Narcotic Drugs 1961 As amended by the 1972 Protocol Amending the Single Convention on Narcotic Drugs 1961 (Konvensi Tunggal Narkotika 1961) dan United Nations Convention Against Illicit Traffic in Narcotic Drugs and Psychotropic Substances 1988 (Konvensi Wina 1988), kedua konensi tersebut selain telah diratifikasi oleh Indonesia dan diintegrasikan ke dalam sistem hukum nasional dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1976 tentang Pengesahan Konvensi Tunggal Narkotika 1961 beserta Protokol Tahun 1972 yang Mengubahnya dan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1997 tentang Pengesahan United Nations Convention Against Illicit Traffic in Narcotic Drugs and Psychotropic Substances, 1988 (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Pemberantasan Peredaran Gelap Narkotika dan Psikotropika, 1988) juga telah masuk di dalam konsideran mengingat yang merupakan dasar hukum terbitnya atau diundangkannya Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
2.
Pelandasan Prinsip-Prinsip yang Diatur dalam Konvensi Tunggal Narkotika 1961 dan Konvensi Wina 1988 Oleh Pengadilan Negeri Jakarta
Barat
dalam
Kasus
Fredi
Budiman
(Putusan
Nomor
2267/Pid.Sus/2012/PN.JKT.BAR) Penelitian terhadap tindak pidana penyelundupan narkotika yang dilakukan terpidana narkotika Fredi Budiman diperoleh fakta, bahwa modus operandi dengan melibatkan warga negara asing yakni Wang Chang Shui yang berkewarganegaraan Hongkong dan berdampak terhadap teritorial lebih dari satu negara serta bagian penting dari kegiatan persiapan, perencanaan, pengarahan atau kontrol terjadi di negara lain yang berarti dilakukan di luar batas teritorial negara. Berdasarkan United Nations Convention on commit to user yang telah diratifikasi Indonesia Transnational Organized Crime (UNTOC)
perpustakaan.uns.ac.id
97 digilib.uns.ac.id
dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2009 tentang Pengesahan United Nations Convention Against Transnational Organized Crime (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Menentang Tindak Pidana Transnasional Yang Terorganisasi) dalam Pasal 3 ayat 2 tentang Ruang Lingkup Pemberlakuan, tindak pidana adalah bersifat transnasional, jika: a.
Dilakukan di lebih dari satu negara;
b.
Dilakukan di satu negara namun bagian penting dari kegiatan persiapan, perencanaan, pengarahan atau kontrol terjadi di negara lain;
c.
Dilakukan di satu negara tetapi melibatkan suatu kelompok penjahat terorganisasi yang terlibat dalam kegiatan kriminal di lebih dari satu negara; atau
d.
Dilakukan di satu negara namun memiliki akibat utama di negara lain. Tindak pidana penyelundupan narkotika (drug smuggling) jenis
Metilendioksimetamfetamin (MDMA)/ (±)-N, α-dimetil 3,4 (metilendioksi) fenetilamina atau lebih dikenal dengan nama Ekstasi, dilakukan di dalam Rumah Tahanan (Rutan) Cipinang oleh terpidana Fredi Budiman. Tindak pidana penyelundupan yang dilakukan oleh terpidana Fredi Budiman tersebut berdasarkan ketentuan Pasal 3 ayat 2 UNTOC merupakan tindak pidana yang bersifat transnasional yakni dengan didasarkan atas modus operandi yang diperoleh melalui fakta hukum di persidangan dalam Putusan Nomor 2267/Pid.Sus/2012/PN.JKT.BAR. Maka diperoleh 3 (tiga) dari 4 (empat) sifat transnasional dalam tindak pidana penyelundupan narkotika yang dilakukan oleh terpidana Fredi Budiman yaitu: a.
“Dilakukan di lebih dari satu negara”, berarti dalam hal locus delicti atau tempat dilakukannya suatu tindak pidana terjadi di lebih dari satu negara. Pendapat secara luas terkait locus delicti dianut oleh Profesor van Hamel, bahwa orang yang harus dianggap sebagai locus delicti adalah (P.A.F. Lamintang, 1997: 232): 1) Tempat di mana seorang pelaku itu telah melakukan sendiri perbuatannya (de plaats van de lichamelijke daad); commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
98 digilib.uns.ac.id
2) Tempat di mana alat yang telah dipergunakan oleh seorang pelaku itu bekerja (de plaats van de uitwerking van het instrument); 3) Tempat di mana akibat langsung dari sesuatu tindakan itu telah timbul (de plaats van het onmiddelijk gevolg); dan 4) Tempat di mana sesuatu akibat konstitutif itu telah timbul (de plaats van het constitutive gevolg). Profesor Simons sependapat dengan pendapat dari Profesor van Hamel di atas dengan alasan bahwa adalah memang tidak mungkin untuk menentukan suatu tempat tertentu sebagai tempat dilakukannya suatu tindak pidana, oleh karenanya sesuatu tindak pidana itu selalu terdiri dari suatu tindakan dan suatu akibat, hingga tidak ada alasan untuk memberikan kepada salah satu hal tersebut pengertian yang bersifat menentukan. Apabila orang menghendaki bahwa hanya satu tempat saja yang harus dipandang sebagai tempat dilakukannya sesuatu tindak pidana, maka hanya pembentuk undang-undang sajalah yang dapat menentukan hal tersebut. Dan selama pembentuk undang-undang telah tidak berbuat demikian, maka semua tempat itu harus dianggap sebagai mempunyai nilai yang sama, baik itu tempat di mana seorang pelaku telah melakukan sendiri perbuatannya maupun tempat di mana akibat dari perbuatanya itu telah timbul (P.A.F. Lamintang, 1997: 232-233). Dikaitkan locus delicti sebagai penjabaran sifat transnasional pertama dengan hasil penelitian yang berupa fakta di persidangan dalam putusan terhadap terdakwa (sekarang terpidana) Fredi Budiman, maka locus delicti tindak pidana penyelundupan narkotika jenis Ekstasi sebanyak 1.412.476 (satu juta empat ratus dua belas ribu empat ratus tujuh puluh enam) butir atau setara dengan lebih kurang 380.996,9 (tiga ratus delapan puluh ribu sembilan ratus sembilan puluh enam koma sembilan) gram yakni di 2 (dua) negara yaitu Indonesia dan China. Berdasarkan pendapat Profesor van Hamel dan dipertegas oleh Profesor Simon di atas yaitu, “Tempat di mana seorang pelaku itu telah commit to(de user melakukan sendiri perbuatannya plaats van de lichamelijke daad)”,
perpustakaan.uns.ac.id
99 digilib.uns.ac.id
berarti tempat dimana Fredi Budiman membeli, menjual, dan menjadi perantara dalam jual beli narkotika jenis Ekstasi yaitu di Rumah Tahanan Cipinang Jakarta Timur, Indonesia dan tempat dimana Wang Chang Shui (Warga Negara Hongkong) (DPO) mengirim narkotika jenis Ekstasi tersebut yaitu Pelabuhan Lianyungan, Shenzhen, China. Jadi, tindak pidana penyelundupan narkotika tersebut merupakan serangkaian tindak pidana yang berupa kesatuan yang utuh yakni sebagian dilakukan di dalam wilayah China dan sebagian lagi dilakukan di wilayah Indonesia melalui permufakatan jahat; b.
“Dilakukan di satu negara namun bagian penting dari kegiatan persiapan, perencanaan, pengarahan atau kontrol terjadi di negara lain”, berarti dalam hal persiapan, perencanaan, pengarahan atau kontrol terjadi di luar batas teritorial negara Indonesia yakni di negara China. Dikaitkan dengan fakta hukum di persidangan bahwa tindak pidana penyelundupan narkotika dari China tersebut berawal saat Yu Tang (DPO) yang merupakan anak buah dari Wang Chang Shui (Warga Negara Hongkong) (DPO) datang kepada Chandra Halim alias Akiong Bin Tingtong di Rutan Cipinang menanyakan tentang perusahaan yang bisa mengeluarkan barang dan narkotika dari pelabuhan Tanjung Priok melalui jalur khusus tanpa pemeriksaan barang karena Yu Tang (DPO) mengatakan akan mengirim Ekstasi bersama Fish Tank (Aquarium), berdasarkan fakta hukum di persidangan tersebut dapat analisis bahwa telah ada persiapan, perencanaan, pengarahan atau kontrol yang dilakukan oleh Wang Chang Shui (Warga Negara Hongkong) (DPO) untuk menyelundupkan narkotika jenis Ekstasi ke Indonesia. Hingga adanya kesanggupan Fredi Budiman untuk mengeluakan narkotika jenis Ekstasi dari Pelabuhan Tanjung Periok melalui Hani Sapta Pribowo alias Bowo, namun tetap persiapan, perencanaan, pengarahan atau kontrol dari tindak pidana penyelundupan narkotika dilakukan oleh Wang Chang Shui (Warga Negara Hongkong) (DPO) di luar teritorial negara Indonesia yang commitditopersidangan user didasarkan pada fakta hukum bahwa dalam hal jumlah
100 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Ekstasi yang akan dikirim oleh Wang Chang Shui (Warga Negara Hongkong) (DPO) melalui Yu Tang (DPO), harga Ekstasi, cara pembayaran harga dari Ekstasi, fee dari kelebihan jumlah Ekstasi yang dikirimkan dari kesepakatan awal dan juga pengalihan pengiriman kelebihan jumlah Ekstasi ke Singapura jika Fredi Budiman menolak untuk menjual kelebihan Ekstasi tersebut. Jadi, penyelesaian tindak pidana penyelundupan narkotika di dalam wilayah teritorial negara Indonesia, namun bagian penting dari kegiatan persiapan, perencanaan, pengarahan atau kontrol terjadi di negara lain yakni negara China. c.
“Dilakukan di satu negara tetapi melibatkan suatu kelompok penjahat terorganisasi yang terlibat dalam kegiatan kriminal di lebih dari satu negara”, berarti dalam hal jaringan internasional yang merupakan kelompok penjahat terorganisasi yang terlibat dalam kegiatan narkotika di Indonesia dan China. Terbentuknya kelompok penjahat terorganisasi narkotika berdasarkan fakta hukum di persidangan tidak hanya pada saat terjadinya tindak pidana penyelundupan narkotika yang di telah diputus oleh hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat ini saja namun telah ada jauh sebelumnya, dengan didasarkan pada fakta hukum di persidangan bahwa perkenalan antara Chandra Halim alias Akiong Bin Tingtong dengan Fredi Budiman yang terjadi jauh sebelum keduanya berada di Rutan Cipinang, yaitu saat keduanya bisnis Narkotika jenis Shabu sebanyak 6 (enam) kilogram yang dikirim oleh Wang Chang Shui seorang warga negara Hongkong teman dari Chandra Halim alias Akiong Bin Tingtong dan diterima oleh Chandra Halim alias Akiong Bin Tingtong di Hotel Ibis Jakarta Pusat. Jadi, kelompok penjahat terorganisasi yang terlibat dalam
tindak
pidana
yang telah
terjadi
di
Indonesia
berupa
penyelundupan narkotika jenis Ekstasi di lebih dari satu negara, yakni kelompok penjahat terorganisasi dari Indonesia yang Fredi Budiman merupakan bagian di dalamnya dan kelompok penjahat terorganisasi dari China yang Wang Chang Shui (Warga Negara Hongkong) (DPO) dan Yu commit to user Tang (DPO) bagian di dalamnya.
perpustakaan.uns.ac.id
101 digilib.uns.ac.id
Tindak pidana narkotika, selain tindak pidana yang bersifat transnasional juga merupakan tindak pidana yang terorganisasi sehingga menjadikan tindak pidana narkotika menjadi tindak pidana transnasional yang terorganisasi. Seperti yang ditegaskan dalam Pasal 3 ayat 1 huruf (a) dan (b) UNTOC, tindak pidana transnasional yang terorganisasi dikualifikasi ke dalam 5 (jenis) jenis tindak pidana, 4 (empat) diantaranya berasal dari ketentuan Pasal 3 ayat 1 huruf (a) dan 1 (satu) berasal dari ketentuan Pasal 3 ayat 1 huruf (b). Jenis tindak pidana transnasional terorganisasi yang dikualifikasikan dalam Pasal 3 ayat 1 huruf (a) yaitu: a.
Tindak pidana atas partisipasi (kesertaan) dalam kelompok pelaku tindak pidana terorganisasi (Pasal 5);
b.
Tindak pidana atas pencucian hasil tindak pidana (Pasal 6);
c.
Tindak pidana korupsi (Pasal 8); dan
d.
Tindak pidana yang berkaitan dengan gangguan proses peradilan (Pasal 23). Sedangkan Pasal 3 ayat 1 huruf (b) menambah ruang lingkup
pemberlakuan ruang lingkup pemberlakuan tindak pidana transnasional terorganisasi mencakup tindak pidana serius (serious crime), sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 2 huruf (b) yaitu tindakan yang merupakan suatu tindak pidana yang dapat dihukum dengan hukum maksimum penghilangan kemerdekaan paling kurang emapt tahun atau sanksi yang lebih berat. Berdasarkan kontek UNTOC tindak pidana transnasional yang terorganisasi yang dilakukan oleh terpidana Fredi Budiman dikualifikasikan sebagai tindak pidana atas partisipasi (kesertaan) dalam kelompok pelaku tindak pidana terorganisasi yang diatur dalam Pasal 5 UNTOC tentang Kriminalisasi atas Partisipasi dalam Kelompok Pelaku Tindak Pidana Terorganisasi yang menyatakan: 1.
Setiap Negara Pihak wajib mengambil tindakan legislatif dan lainnya yang dianggap perlu untuk menetapkan sebagai tindak pidana, apabila dilakukan secara sengaja: (a) Salah satu atau kedua dari hal berikut sebagai tindak pidana yang berbeda dari mereka yang terlibat commit to user percobaan atau pemenuhan tindak pidana:
102 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2.
3.
(i) setuju dengan satu atau lebih orang lain untuk melakukan tindak pidana serius dengan tujuan yang berhubungan langsung atau tidak langsung dalam memperoleh keuntungan keuangan atau materi lainnya dan, jika dipersyaratkan oleh undang-undang nasional, melibatkan suatu tindakan yang dilakukan oleh salah satu dari para peserta dalam mendorong kesepakatan atau melibatkan kelompok penjahat terorganisasi; (ii) dilakukan oleh seseorang yang dengan sepengetahuan atas tujuan dan kegiatan kriminal dari suatu kelompok penjahat terorganisasi atau niat untuk melakukan tindak pidana tersebut, mengambil peran aktif dalam: a. kegiatan kriminal dari kelompok penjahat terorganisasi; b. kegiatan-kegiatan lain dari kelompok penjahat terorganisasi dengan sepengetahuan bahwa partisipasinya akan membantu tercapainya tujuan tindak pidana sebagaimana diuraikan di atas. (b) Mengorganisasikan, mengarahkan, membantu, bersekongkol, memfasilitasi atau membimbing terjadinya tindak pidana serius dengan melibatkan kelompok penjahat terorganisasi. Pengetahuan, niat, maksud, tujuan atau persetujuan yang mengacu kepada ayat 1 Pasal ini dapat didasarkan pada keadaan-keadaan faktual yang obyektif. Negara-negara Pihak yang undang-undang nasionalnya mensyaratkan keterlibatan suatu kelompok penjahat terorganisasi untuk tujuan-tujuan tindak pidana sebagaimana ditetapkan menurut ayat (1) (a) (i) dari Pasal ini wajib menjamin bahwa undang-undang nasional mereka mencakup seluruh tindak pidana serius yang melibatkan kelompok penjahat terorganisasi. Negara-negara Pihak tersebut, termasuk Negara-negara Pihak yang undang-undang nasionalnya mensyaratkan suatu tindakan dalam membantu persetujuan untuk tujuan-tujuan tindak pidana yang ditetapkan menurut ayat (1) (a) (i) dari Pasal ini, wajib memberitahu Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa pada saat mereka menandatangani atau pada saat mereka menyerahkan instrumen ratifikasi, penerimaan, persetujuan ataupun aksesi terhadap Konvensi ini. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
103 digilib.uns.ac.id
Berdasakan kontek Indonesia terdapat beberapa tindak pidana yang relevan dengan Pasal 5 UNTOC tersebut, salah satunya tindak pidana narkotika yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang merupakan tindakan legislatif yang dilakukan Indonesia dalam rangka konsistensi sikap proaktif Indonesia mendukung gerakan dunia Internasional dalam memerangi segala bentuk tindak pidana narkotika. Proaksi tersebut disimbolisir oleh penerbitan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1976 Tentang Pengesahan Konvensi Tunggal Narkotika 1961 beserta Protokol Tahun 1972 yang Mengubahnya dan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1997 Tentang Pengesahan (ratifikasi) United Nations Convention Against Illicit Traffic in Narcotic Drugs and Psychotropic Substances, 1988 (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Pemberantasan Peredaran Gelap Narkotika dan Psikotropika, 1988) yang merupakan dasar hukum terbitnya Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika selain Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dengan demikian, pemikiran-pemikiran atau konsep-konsep tentang masalah-masalah hukum dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika merupakan implementasi dari Konvensi Tunggal Narkotika 1961 dan Konvensi Wina 1988, sehingga subtansi dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika terdapat sinkronisasi dengan kedua konvensi narkotika tersebut. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang merupakan dogmatika hukum haruslah sesuai atau sinkron dengan teori hukum dan filsafat hukum. Aturan hukum diperlukan untuk menjawab persoalan hukum. Tetapi realita menunjukan bahwa tidak setiap persoalan hukum dapat dipecahkan hanya dengan mengandalkan aturan hukum, ada persoalan hukum yang harus ditemukan jawabannya melalui prinsip hukum. Menurut Paton aturan hukum terbentuk memperoleh dasarnya dari prinsip hukum. Prinsip hukum disebut oleh Bruggink sebagai asas hukum yang merupakan metakaidah hukum (Asri Wijayanti, 2012: 18). Terkait pula commit user 2009 tentang Narkotika yang dengan Undang-Undang Nomor 35toTahun
perpustakaan.uns.ac.id
104 digilib.uns.ac.id
merupakan aturan hukum yang tidak dapat menjawab persoalan terkait tindak pidana transnasional yang terorganisasi sehingga persoalan tersebut harus dipecahkan dengan prinsip-prinsip yang terdapat dalam konvensi Tunggal 1961 dan Konvensi Wina 1988 yang merupakan dasar hukum terbentuknya undang-undang tersebut serta terkait dengan peranan prinsip hukum sebagai interprestasi terhadap aturan hukum dan dengan itu menentukan wilayah penerapan kaidah hukum. Sementara Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang merupakan impelentasion legislation dari Konvensi Tunggal Narkotika 1961 dan Konvensi Wina 1988, sehingga undang-undang tersebut yang dapat digunakan oleh hakim untuk memutus perkara dalam tindak pidana narkotika. Implementing legislation merupakan hasil dari korelasi hukum nasional dan internasional, dengan ketidakhadiran hukum internasional secara eksplisit di dalam hirarki peraturan perundang-undangan menurut Swan Sik dengan menitik beratkan dari sudut tata hukum, bahwa hukum internasional dianggap sebagai tata hukum yang mutlak terpisah dari dan tiada hubungan sistematis dengan hukum nasional, dengan perkataan lain secara mutlak berada dan berlaku di luar dan disamping lingkungan hukum nasional yang pada hakekatnya Indonesia menganut aliran dualisme (Direktorat Perjanjian Ekonomi Sosial dan Budaya Direktorat Jenderal Hukum dan Perjanjian Luar Negeri Departemen Luar Negeri Republik Indonesia, 2008: 36-37), karena itulah keutamaan hukum yang digunakan sebagai sumber hukum formal bagi hakim adalah hukum nasional, bukan hukum internasional. Meskipun demikian, kaidah-kaidah hukum internasional tetap boleh digunakan oleh hakim-hakim sebagai alat bantu untuk melakukan interprestasi hukum terhadap pasal-pasal dalam undang-undang yang dianggap tidak sesuai dengan maksud dan tujuan dalam perjanjian internasional (Wisnu Aryo Dewanto, 2012: 27-28). Dengan demikian, persoalan terkait tindak pidana transnasional yang terorganisasi dapat ditemukan jawabannya melalui prinsip-prinsip hukum dalam Konvensi Tunggal Narkotika 1961 dan commit to user
105 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Konvensi Wina 1988 meskipun Indonesia menganut aliran dualisme dalam korelasi hukum nasional dan internasional. Pelandasan prinsip yang diatur dalam Konvensi Wina 1988 oleh Pengadilan Negeri Jakarta Barat dalam kasus Fredi Budiman (Putusan Nomor 2267/Pid.Sus/2012/PN.JKT.BAR),
yang
merupakan
tindak
pidana
transnasional yang terorganisasi berupa penerapan secara teknis perluasan yurisdiksi teritorial suatu negara terhadap ancaman dan bahaya kejahatan narkotika. Prinsip teritorial yang objektif dijabarkan dalam 2 (dua) ketentuan dalam Konvensi Wina 1988 yaitu, Pasal 4 ayat 1 huruf (b) (iii) penjabaran tindak pidana yang bersifat transnasional dan Pasal 3 ayat 1 huruf (c) (iv) penjabaran tindak pidana yang terorganisasi dari tindak pidana narkotika. Penerapan 2 (dua) ketentuan yang memuat prinsip teritorial yang objektif tersebut berlaku terhadap ketentuan tindak pidana narkotika dalam Single Convention on Narcotic Drugs 1961 As Amended by the 1972 Protocol Amending the Single Convention on Narcotic Drugs 1961 (Konvensi Tunggal Narkotija 1961) yang memuat prinsip konstitusional (constitutional principle) dalam penerapan ketentuan pidananya. Penerapan secara teknis perluasan yurisdiksi teritorial suatu negara terhadap ancaman dan bahaya kejahatan narkotika sebagaimana ditegaskan di dalam Pasal 4 butir (b) (iii), adalah sejalan dengan prinsip teritorial yang objektif (objective territorial principle) yang merupakan perluasan asas-asas berlakunya hukum pidana, yaitu suatu konsep penerapan yurisdiksi kriminal terhadap tindak pidana narkotika transnasional yang dilakukan di luar batas teritorial dan diakui baik oleh hukum tertulis maupun oleh hukum yang tidak tertulis, serta perluasan dimaksud tidak bertentangan dengan jus cogens (Romli Atmasasmita, 1997: 30). Prinsip teritorial ini juga diakui dalam kebiasaan dan praktek hukum internasional dan terbukti di dalam putusan Mahkamah Tetap Internasional (Permanent Court of International Justice) pada tahun 1927 dikenal sebagai Kasus Lotus (Lotus Case). Sedangkan pada The Geneva Convention for the Suppression of Illicit Drug Traffic (1935) commit to user
106 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
telah dianut dan diakui penerapan prinsip teritorial yang subjektif (subjective territorial principle) (Romli Atmasasmita, 1995: 39). Perbedaan kedua prinsip penerapan perluasan yurisdiksi teritorial tersebut diatas adalah bahwa, prinsip teritorial yang subjektif memperluas yurisdiksi kriminal suatu negara terhadap tindak pidana yang dilakukan di dalam teritorial negara yang bersangkutan (perencanaan, persiapan, dan permulaan tindak pidana) akan tetapi penyelesaian tindak pidana tersebut terjadi di negara lain. Sedangkan prinsip teritorial yang objektif, memperluas yurisdiksi kriminal negara terhadap tindak pidana yang dilakukan di negara lain (perencanaan, persiapan, dan permulaan tindak pidana) akan tetapi diselesaikan
di
dalam
teritorial
negara
yang
bersangkutan,
atau
mengakibatkan kerugian-kerugian sosial dan ekonomis yang sangat besar di dalam teritorial negara yang bersangkutan (Romli Atmasasmita, 1995: 3940). Tindak pidana yang bersifat transnasional dari tindak pidana narkotika dalam Pasal 3 ayat 2 UNTOC, sejalan dengan Pasal 4 ayat 1 huruf (b) (iii) Konvensi Wina 1988, yang merupakan penerapan dari prinsip teritorial yang objektif (objective territorial principle) yaitu: 1.
1.
Each Party: (b) May take such measures as maybe necessary to establish its jurisdiction over the offences it has established in accordance with article 3, paragraph 1, when: (iii) The offence is one of those established in accordance with article 3, paragraph 1, subparagraph c) iv), and is committed outside its territory with a view to the commission, within its territory, of an offence established in accordance with article 3, paragraph 1.
Setiap Pihak: (b) Dapat mengambil langkah-langkah seperti mungkin perlu untuk menetapkan yurisdiksinya atas tindak pidana yang telah ditetapkan sesuai dengan pasal 3 ayat 1, bila: commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
107 digilib.uns.ac.id
(iii) Pelanggaran adalah salah satu yang ditetapkan sesuai dengan pasal 3, ayat 1, huruf c) iv), dan dilakukan di luar wilayahnya dengan tujuan untuk komisi tersebut, dalam wilayahnya, dari suatu kejahatan yang ditetapkan sesuai dengan pasal 3 ayat 1. Putusan Nomor 2267/Pid.Sus/2012/PN.JKT.BAR yang memutus tindak pidana narkotika dengan terdakwa (sekarang terpidana) Fredi Budiman yang di dalamnya memuat modus operrandi dan fakta hukum di persidangan yang menunjukkan adanya prinsip teritorial objektif yakni memperluas yurisdiksi kriminal negara terhadap tindak pidana narkotika yang dilakukan di China oleh Wang Chang Shui (Warga Negara Hongkong) (DPO), yang melalui 3 (tiga tahap) yaitu: a. Perencanaan Tahap perncanan dalam tindak pidana narkotika berawal saat Yu Tang (DPO) yang merupakan anak buah dari Wang Chang Shui (Warga Negara Hongkong) (DPO) datang kepada Chandra Halim alias Akiong Bin Tingtong di Rutan Cipinang menanyakan tentang perusahaan yang bisa mengeluarkan barang dan narkotika dari pelabuhan Tanjung Priok melalui jalur khusus tanpa pemeriksaan barang karena Yu Tang (DPO) mengatakan akan mengirim Ekstasi sebanyak 500.000 (lima ratus ribu) butir bersama Fish Tank (Aquarium) dari China dan apabila Chandra Halim alias Akiong Bin Tingtong berhasil menguruskan keluarnya barang-barang tersebut saksi mendapat Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah). Selanjutnya berdasarkan informasi yang didapat dari Fredi Budiman jika ada kiriman narkotika dari luar negeri yang melalui pelabuhan Tanjung Priok agar melalui Fredi Budiman, karena dia ada orang yang bisa mengurus di pelabuhan dan yaitu Hani Sapta Pribowo alias Bowo, yang berdasarkan kesepakatan selanjutnya menyanggupi apa saja yang dikirim oleh Chandra Halim alias Akiong Bin Tingtong dan kemudian berdasarkan informasi tersebut Chandra Halim alias Akiong Bin Tingtong menceritakan kepada Wang Chang Shui (Warga Negara commit user Hongkong) (DPO). Jadi, yangto merupakan dari tahap perencanaan
perpustakaan.uns.ac.id
108 digilib.uns.ac.id
tersebut terjadi ketika perbuatan merencanakan (merancangkan) yang dilakukan oleh Wang Chang Shui (Warga Negara Hongkong) (DPO) melalui anak buahnya Yu Tang (DPO) datang kepada Chandra Halim alias Akiong Bin Tingtong di Rutan Cipinang untuk menanyakan tentang perusahaan yang bisa mengeluarkan barang dan narkotika dari pelabuhan Tanjung Priok melalui jalur khusus tanpa pemeriksaan barang, berdasarkan niat Wang Chang Shui (Warga Negara Hongkong) (DPO) menyelundupkan narkotika di melalui anak buahnya Yu Tang (DPO) yang disampaikan kepada Chandra Halim alias Akiong Bin Tingtong di Rutan Cipinang yang berarti perencanaan tindak pidana penyelundupan narkotika tersebut telah dilakukan di luar wilayah teritorial Indonesia yaitu di China yang dianalisa dari asal narkotika tersebut. b.
Persiapan Tahap persiapan dalam tindak pidana penyelundupan narkotika terjadi dalam hal perbuatan menyediakan narkotika jenis Ekstasi bersama Fish Tank (Aquarium) dari China oleh Wang Chang Shui (Warga Negara Hongkong) (DPO) yang akan selundupkan ke Indonesia melalui pelabuhan Tanjung Priok dengan menggunaan kontainer TGHU 0683898 yang pada kesepakatan awalnya antara Fredi Budiman dengan Chandra Halim alias Akiong Bin Tingtong yang merupakan perantara Wang Chang Shui (Warga Negara Hongkong) (DPO) yang hanya dikirim sebanyak 500.000 (lima ratus ribu) butir Ekstasi, namun dengan adanya kesepakatan baru yang dibuat maka dikrim sebanyak 1.412.476 (satu juta empat ratus dua belas ribu empat ratus tujuh puluh enam) butir atau setara dengan lebih kurang 380.996,9 (tiga ratus delapan puluh ribu sembilan ratus sembilan puluh enam koma sembilan) gram.
c.
Permulaan tindak pidana Tahap permulaan tindak pidana dalam tindak pidana penyelundupan narkotika terjadi dalam hal adanya kehendak yang kuat dari Wang Chang Shui (Warga Negara Hongkong) (DPO) untuk menyelundupkan narkotka commit to user jenis Ekstasi ke Indonesia melalui pelabuhan Tanjung Priok dengan
perpustakaan.uns.ac.id
109 digilib.uns.ac.id
mengunakan jalur Fredi Budiman, yang terbukti dengan adanya permulaan perbuatan untuk mengirim Dispenser dari Taiwan yang akhirnya batal. Pengiriman Dispenser dari Taiwan tersebut merupakan tahap permulaan tindak pidana karena pengirman tersebut hanya berupa upaya Wang Chang Shui (Warga Negara Hongkong) (DPO) dalam memastikan jalur yang akan digunakan untuk menyelundupkan narkotika jenis Ekstasi bersama Fish Tank (Aquarium) dari China yang telah direncanakan pada tahap perencanaan. Selanjutnya tindak pidana narkotika tersebut diselesaikan di dalam teritorial Indonesia, atau mengakibatkan kerugian-kerugian sosial dan ekonomis yang sangat besar di dalam teritorial Indonesia. Penyelesaian di dalam teritorial Indonesia dilakukan oleh Fredi Budiman besama dengan 8 (delapan) orang lainnya, dan hal tesebut sesuai dengan Putusan Nomor 2267/Pid.Sus/2012/PN.JKT.BAR dengan terdakwa (sekarang terpidana) Fredi Budiman yang menjatuhkan Pasal 114 ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dengan dapat dibuktikan 3 (tiga) unsur dari pasal tersebut, yaitu: a.
Membeli Ekstasi yang dikirim Wang Chang Shui (Warga Negara Hongkong) (DPO) dari China dengan harga Rp625.000.000,00 (enam ratus dua puluh lima juta rupiah) untuk 500.000 (lima ratus ribu) butir Ekstasi, yang dibayarkan kepada Yu Tang (DPO) untuk dikirim kepada Wang Chang Shui (Warga Negara Hongkong) (DPO);
b.
Menjual Ekstasi sebanyak 1.412.476 (satu juta empat ratus dua belas ribu empat ratus tujuh puluh enam) butir atau setara dengan lebih kurang 380.996,9 (tiga ratus delapan puluh ribu sembilan ratus sembilan puluh enam koma sembilan) gram di kota-kota besar di Indonesia seperti Jakarta, Surabaya, Bandung, Medan, Bali, Makasar sampai ke Papua, karena terdakwa (sekarang terpidana) Fredi Budiman mempunyai market dan pasar yang luas di Indonesia. Ekstasi sebanyak 1.412.476 (satu juta empat ratus dua belas ribu empat ratus tujuh puluh enam) butir atau commit to user (tiga ratus delapan puluh ribu setara dengan lebih kurang 380.996,9
perpustakaan.uns.ac.id
110 digilib.uns.ac.id
sembilan ratus sembilan puluh enam koma sembilan) gram tersebut berdasarkan perhitungan sebanyak 500.000 (lima ratus ribu) butir milik terpidana Fredi Budiman sementara sisanya adalah milik Wang Chang Shui (Warga Negara Hongkong) (DPO). Dengan adanya kesepakatan antara Fredi Budiman dengan milik Wang Chang Shui (Warga Negara Hongkong) (DPO) bahwa kelebihan dari jumlah Ekstasi tersebut Fredi Budiman akan diberi 10% dan mendapat bagian lagi jika berhasil mengeluarkan dari Pelabuhan Tanjung Priok serta menjualkannya di diskotik-diskotik di Jakarta atau di kota-kota lainnya di Indonesia yang merupakan market dan pasar milik Fredi Budiman; c.
Menjadi perantara dengan menyediaan jalur masuk pelabuhan Tanjung Priok melalui jalur kuning, yaitu pelayanan dan pengawasan pengeluaran barangnya tidak dilakukan pemeriksaan fisik, namun dilakukan pemeriksaan dokumen terlebih dahulu sebelum diterbitkan SPPB (Surat Persetujuan Pengeluaran Barang) yang disediakan oleh koperasi Primkop Kalta BAIS TNI (Badan Intelijen Strategis) yang mempunyai Surat Ijin Usaha Perdagangan (SIUP) dan ijin perdagangannya atau ijin impor melalui Supriadi Bin Samin anggota Tentara Nasional IndonesiaAngkatan Udara (TNI-AU) yang bertugas membantu koperasi, yang merupakan teman dari Hani Sapta Pribowo alias Bowo alias Bowo untuk pengiriman narkotika jenis Ekstasi bersama Fish Tank (Aquarium) dari China oleh Wang Chang Shui (Warga Negara Hongkong) (DPO) dengan menggunaan kontainer TGHU 0683898. Tindak pidana yang terorganisasi dari tindak pidana narkotika dalam
Pasal 5 UNTOC yang merupakan tindak pidana atas partisipasi (kesertaan) dalam kelompok pelaku tindak pidana terorganisasi, sejalan dengan Pasal 3 ayat 1 huruf (c) (iv) Konvensi Wina 1988, yang merupakan penerapan dari prinsip teritorial yang objektif (objective territorial principle) yaitu: 1.
Each Party shall adopt such measures as may be necessary to establish as criminal offences under its domestic law, when committed intentionally; commit to user
111 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(c) Subject to its constitutional principles and the basic concepts of its legal system; (iv) Participation in, association or conspiracy to commit, attempts to commit and aiding, abetting, facilitating and counselling the commission of any of the offences established in accordance with this article. 1.
Setiap Pihak wajib mengambil tindakan-tindakan yang dianggap perlu untuk menetapkan sebagai kejahatan pidana berdasarkan hukum nasionalnya, jika dilakukan dengan sengaja; (c) Sesuai dengan prinsip-prinsip konstitusional dan konsep dasar sistem hukumnya; (iv) Partisipasi, bekerja atau konspirasi untuk melakukan, mencoba untuk melakukan dan membantu,
bersekongkol,
memfasilitasi
dan
membimbing pelaksanaan setiap tindak pidana yang ditetapkan sesuai dengan pasal ini. Pasal 3 ayat 1 huruf (c) (iv) tersebut ditentukan perbuatan-perbuatan yang dapat dipidana sekalipun dilakukan di luar batas teritorial suatu negara, termasuk di dalamnya permufakatan jahat, percobaan, pembantuan, pembujukan, memberikan fasilitas, memberikan petunjuk atau nasihat untuk melakukan tindak pidana narkotika sebagaimana rincian dalam Pasal 3 Konvensi Wina 1988 (Romli Atmasasmita, 1997: 148). Sementara tindak pidana penyelundupan narkotika yang diputus oleh Pengadilan Negeri Jakarta Barat dalam Kasus Fredi Budiman dalam Putusan Nomor 2267/Pid.Sus/2012/PN.JKT.BAR, yang telah memutuskan bahwa terdakwa (sekarang terpidana) Fredi Budiman telah melanggar ketentuan Pasal 114 ayat (2) jo. Pasal 132 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Terhadap pengenaan pelanggaran ketentuan Pasal 132 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang memuat rumusan tentang permufakatan jahat. Pengertian permufakatan jahat ditegaskan dalam Pasal 1 huruf 18 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009, yaitu: Permufakatan Jahat adalah perbuatan dua orang atau lebih user yang bersekongkol commit atau to bersepakat untuk melakukan,
perpustakaan.uns.ac.id
112 digilib.uns.ac.id
melaksanakan, membantu, turut serta melakukan, menyuruh, menganjurkan, memfasilitasi, memberi konsultasi, menjadi anggota suatu organisasi kejahatan Narkotika, atau mengorganisasikan suatu tindak pidana Narkotika. Pengertian tersebut di atas secara eksplisit menetapkan rumusan yang luas tentang permufakatan jahat dan ditujukan ditujukan terhadap dua orang atau lebih atau perbuatan yang didukung oleh suatu organisasi kejahatan (Romli Atmasasmita, 1997: 152). Kategorisasi tindak pidana narkotika dan prekursor narkotika dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang temasuk permufakatan jahat dan ancaman pidana dimuat dalam Pasal 132 ayat (1) yaitu: Percobaan atau permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika sebagaimana dimaksud dalam Pasal 111, Pasal 112, Pasal 113, Pasal 114, Pasal 115, Pasal 116, Pasal 117, Pasal 118, Pasal 119, Pasal 120, Pasal 121, Pasal 122, Pasal 123, Pasal 124, Pasal 125, Pasal 126, dan Pasal 129, pelakunya dipidana dengan pidana penjara yang sama sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal-Pasal tersebut. Ketentuan terkait permufakatan jahat dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika tersebut belum dapat menjawab masalah perluasan yurisdiksi terhadap tindak pidana transnasional yang dilakukan di luar batas teritorial sehingga hal tersebut merupakan kendala terhadap tindak pidana transnasional (Romli Atmasasmita, 1997: 152). Meskipun dalam rumusan permufakatan jahat telah mendukung dalam menjawab masalah tindak pidana yang terorganisasi dari tindak pidana narkotika sebagaimana dalam Pasal 3 ayat 1 huruf (c) (iv) Konvensi Wina 1988, akan tetapi rumusan pengertian permufakatan jahat yang terdapat dalam Pasal 1 huruf 18 UndangUndang Nomor 35 Tahun 2009 serta pasal-pasal yang dikategorikan sebagai permufakatan jahat tersebut masih belum menjawab persoalan terkait tindak pidana transnasional yang terorganisasi yang dilakukan di luar batas teritorial. Selanjutnya pengenaan ketentuan Pasal 114 ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika terhadap terdakwa (sekarang terpidana) Fredi Budiman, yaitu: commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
113 digilib.uns.ac.id
Dalam hal perbuatan (unsur tanpa hak atau melawan hukum) menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menjadi perantara jual beli, menukar, menyerahkan dan menerima Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman yang beratnya melebihi 1 kg atau melebihi 5 batang pohon atau dalam bentuk bukan tanaman dengan berat 5 gram atau lebih Pertimbangan Majelis Hakim terhadap Pasal 114 ayat (2) dalam Putusan Nomor 2267/Pid.Sus/2012/PN.JKT.BAR dengan terdakwa (sekarang terpidana) Fredi Budiman adalah “membeli, menjual dan menjadi perantara dalam jual beli Narkotika Golongan I dalam bentuk bukan tanaman yang beratnya 5 gram atau lebih”. Yang berati hanya 3 (tiga) unsur dari Pasal 114 ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang terbukti, yang dapat dijelaskan dengan disesuaikan fakta-fakta hukum yang diperoleh di persidangan atau fakta material. Berdasarkan pertimbangan Majelis Hakim tersebut diketahui pula bahwa tindak pidana narkotika yang dilakukan oleh terpidana Fredi Budiman hanya sebatas penyelesaian tindak pidana penyelundupan narkotika di dalam teritorial Indonesia, sementara perencanaan, persiapan, dan permulaan tindak pidana tersebut dilakukan oleh Wang Chang Shui (Warga Negara Hongkong) (DPO) di Negara China. Penerapan 2 (dua) ketentuan yang memuat prinsip teritorial yang objektif tersebut berlaku terhadap ketentuan pidana Konvensi Tunggal Narkotika 1961 sering dimulai dengan klausul seperti: “Subject to its constitutional limitations, each Party shall . . .”. Sesuai dengan pembatasan konstitusional, setiap Pihak wajib ..." Jadi, jika konstitusi suatu negara melarang melembagakan hukuman pidana yang disebut oleh Konvensi Tunggal Narkotika 1961, ketentuan-ketentuan tersebut tidak akan mengikat negara itu dan hal tersebut juga berlaku sebaliknya. Prinsip konstitusi dalam Konvensi Tunggal Narkotika 1961 tersebut merupakan alasan pengaturan socio-legal narkotika ke dalam Undang-Undang Normor 35 tahun 2009 tentang Narkotika yang merupakan implementing legislation untuk melembagakan hukuman pidana yang disebut oleh Konvensi Tunggal Narkotika 1961 yaitu, mencakup tiga ketentuan yaitu commit to user tindak pidana, pertanggungjawaban, dan pemidanaan. Ketentuan pidana yang
114 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
terdapat dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dirumuskan dalam Bab XV Ketentuan Pidana Pasal 111 sampai dengan Pasal 148. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, terdapat empat kategorisasi tindakan melawan hukum yang dilarang oleh undangundang dan dapat diancam dengan sanksi pidana, yakni (Siswanto Sunarso, 2012: 256): a.
Kategori
pertama,
yakni
perbuatan-perbuatan
berupa
memiliki,
menyimpan, menguasai atau menyediakan narkotika dan prekursor narkotika (Pasal 111 dan 112 untuk narkotika golongan I, Pasal 117 untuk narkotika golongan II dan Pasal 122 untuk narkotika golongan III serta Pasal 129 huruf (a)); b.
Kategori kedua, yakni perbuatan-perbuatan berupa memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan narkotika dan prekursor narkotika (Pasal 113 untuk narkotika golongan I, Pasal 118 untuk narkotika golongan II, dan Pasal 123 untuk narkotika golongan III serta Pasal 129 huruf (b));
c.
Kategori ketiga, yakni perbuatan-perbuatan berupa menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan narkotika dan prekursor narkotika (Pasal 114 dan Pasal 116 untuk narkotika golongan I, Pasal 119 dan Pasal 121 untuk narkotika golongan II, Pasal 124 dan Pasal 126 untuk narkotika golongan III serta Pasal 129 huruf (c));
d.
Kategori keempat, yakni perbuatan-perbuatan berupa membawa, mengirim, mengangkut atau mentransit narkotika dan prekursor narkotika (Pasal 115 untuk narkotika golongan I, Pasal 120 untuk narkotika golongan II dan Pasal 125 untuk narkotika golongan III serta Pasal 129 huruf (d)). Berdasarkan uraian kategorisasi tindakan melawan hukum yang
dilarang
maka, Putusan Nomor 2267/Pid.Sus/2012/PN.JKT.BAR dengan
terdakwa (sekarang terpidana) Fredi Budiman yang menjatuhkan Pasal 114 userTahun 2009 tentang Narkotika ayat (2) Undang-Undang commit Nomor to35
115 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
merupakan hasil dari pelembagaan hukum pidana yang disebut oleh Konvensi Tunggal Narkotika 1961 ke dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 yang merupakan implementing legislation-nya.
commit to user