BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Untuk mengetahui Implementasi Pengesahan dan Pencatatan Anak Berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan di Kota Surakarta maka penulis telah melakukan pengamatan dan penelitian pada instansi-instansi yang mempunyai kompetensi dengan permasalahan yang diteliti masingmasing: a.
Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Pemerintah Kota Surakarta 1) Gambaran Umum Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Pemerintah Kota Surakarta Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Pemerintah Kota Surakarta yang diambil oleh penulis untuk menjadi lokasi penelitian beralamat di Jalan Jenderal Sudirman Nomor 2 Pasar Kliwon Kota Surakarta Jawa Tengah. Ketentuan Pasal 6 ayat (1) Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 10 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan
Administrasi
Kependudukan
menyatakan
bahwa, “Dinas memiliki kewenangan melaksanakan urusan Administrasi Kependudukan yang meliputi: a. memperoleh keterangan dan data yang benar tentang penyelenggaraan Administrasi Kependudukan yang dilaporkan Penduduk; b. memperoleh keterangan dan data yang benar tentang pencatatan peristiwa penting yang dialami penduduk atas
dasar
putusan 49
atau
penetapan
pengadilan;
50
c. memberikan
keterangan
atas
laporan
peristiwa
kependudukan dan pencatatan peristiwa penting untuk kepentingan penyelidikan, penyidikan dan pembuktian kepada lembaga peradilan; dan d. mengelola data dan mendayagunakan informasi hasil Peristiwa Kependudukan dan pencatatan peristiwa penting untuk kepentingan pembangunan daerah”. Ketentuan Pasal 7 Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 1 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 10 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan menyatakan bahwa, “Dinas mempunyai kewajiban dan bertanggung jawab melaksanakan urusan Administrasi Kependudukan yang meliputi: a. mendaftar peristiwa kependudukan dan pencatatan peristiwa penting; b. memberikan pelayanan yang sama dan profesional kepada setiap Penduduk atas pendaftaran Peristiwa Kependudukan dan pencatatan Peristiwa Penting; c. menerbitkan Dokumen Kependudukan; d. mendokumentasikan hasil Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil; e. menjamin kerahasiaan data dan keamanan data atas Dokumen Kependudukan; f. melakukan verifikasi, validasi, dan informasi data yang disampaikan oleh penduduk dalam pelayanan Dokumen Kependudukan; g. melakukan
dan
mengembangkan
SIAK
dalam
penyelenggaraan Administrasi Kependudukan; dan h. melakukan
pengkajian
dan
pengembangan
penyelenggaraan Administrasi Kependudukan”.
51
Pelaksanaan pelayanan administrasi kependudukan yang dilaksanakan oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Pemerintah Kota Surakarta didasarkan pada beberapa ketentuan perundang-undangan antara lain sebagai berikut: a.
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata);
b.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan;
c.
Undang-Undang
Nomor
23
Tahun
2002
tentang
23
Tahun
2006
tentang
Perlindungan Anak; d.
Undang-Undang
Nomor
Administrasi Kependudukan; e.
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan;
f.
Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Administrasi Kependudukan;
g.
Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah;
h.
Peraturan Presiden Nomor 25 Tahun 2008 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil;
i.
Peraturan Presiden Nomor 26 Tahun 2009 tentang Penerapan Kartu Tanda Penduduk Berbasis Nomor Induk Kependudukan Secara Nasional;
j.
Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 10 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan;
k.
Peraturan Daerah Kota Surakarta 9 Tahun 2011 tentang Retribusi Daerah; dan
l.
Peraturan Walikota Surakarta Nomor 11 Tahun 2011 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 10 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan.
52
Mendasarkan pada tugas pokok dan fungsinya tersebut maka Visi dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Surakarta adalah terwujudnya tertib administrasi kependudukan dengan
pelayanan
prima
menuju
penduduk
berkualitas,
sedangkan untuk Misi Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Pemerintah Kota Surakarta adalah: a.
Mengembangkan
kebijakan
dan
sistem
serta
menyelenggarakan pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil serta ke Transmigrasian untuk menghimpun data kependudukan serta menerbitkan indentitas dan dokumen penduduk serta pelayanan transmigrasi dalam rangka mewujudkan tertib administrasi kependudukan; b.
Mengembangkan dan memadukan kebijaksanaan dan sistem informasi
serta
menjalankan,
sehingga
mampu
menyediakan data dan informasi kependudukan secara lengkap, akurat, dan memenuhi kepentingan publik dan pembangunan; c.
Menyusun
perencanaan
kependudukan
sebagai
dasar
perencanaan dan perumusan pembangunan nasional dan daerah yang berorientasi pada peningkatan kesejahteraan penduduk; d.
Merumuskan arah kebijakan dinamika kependudukan yang serasi, selaras dan seimbang antara kuantitas/pertumbuhan, kualitas serta persebaran dengan daya dukung alam dan daya tampung lingkungan; dan
e.
Mengembangkan pranata hukum, kelembagaan serta peran serta masyarakat untuk pelaksanaan dan pendayagunaan manfaat administrasi kependudukan guna perlindungan sosial dan penegakan hak-hak penduduk.
53
2) Hasil Penelitian Penelitian yang penulis lakukan pada Dinas yang membidangi masalah Kependudukan dan Pencatatan Sipil di Kota Surakarta melalui wawancara dengan Bapak Eko Purnomo, S.H., M.Si., yang menjabat sebagai Kepala Seksi Kelahiran, Kematian, Pengakuan dan Pengesahan Anak di Bidang Pencatatan Sipil Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Pemerintah Kota Surakarta yang menangani kasus pengesahan anak mulai tahun 2013 sampai dengan sekarang dapat diketahui bahwa Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil adalah sebagai instansi pelaksana dari Ketentuan Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 10 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan
Administrasi
Kependudukan.
Dinas
Kependudukan dan Pencatatan Sipil sebagai Instansi Pelaksana dalam penyelenggaraan Administrasi Kependudukan diketahui bertugas untuk mencatat atau mendaftar dan membukukan setiap peristiwa penting yang dialami warga masyarakat yang dimulai sejak lahir sampai meninggal, seperti kelahiran, perkawinan, perceraian, kematian, pengakuan anak, pengesahan anak, pengangkatan anak, perubahan nama dan perubahan status kewarganegaraan.
Semua
peristiwa
keperdataan
tersebut
merupakan wilayah kewenangan Catatan Sipil untuk mencatat sehingga hak dan kewajiban yang mengikuti peristiwa-peristiwa hukum tersebut dapat diketahui oleh negara. Disamping itu berkenaan dengan permasalahan yang penulis
teliti
mengenai
Implementasi
Pengesahan
dan
Pencatatan Anak tersebut, diperoleh data-data sebagai berikut: 1.
Mengenai pengertian anak tidak sah adalah anak luar kawin dalam pengertian anak yang dilahirkan dari hasil hubungan antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan, yang kedua-duanya tidak terikat perkawinan dengan orang lain
54
dan tidak ada larangan untuk saling menikahi (mereka adalah anak-anak tidak sah, yang bukan anak zinah maupun anak sumbang). 2.
Bahwa berdasarkan data register mengenai pengesahan anak mulai tahun 2010 sampai dengan bulan Maret tahun 2016 diketahui bahwa jumlah permohonan Pengesahan Anak adalah sebagai berikut:
55
Tabel II: Pengesahan Anak No.
Tahun
1.
2010
Jumlah Permohonan 19 Permohonan
Keterangan -
2.
2011
20 Permohonan
-
3.
2012
2 Permohonan
-
4.
2013
13 Permohonan
-
-
5.
2014
2 Permohonan
-
6.
2015
11 Permohonan
-
-
-
Di proses melalui prosedur Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Pemerintah Kota Surakarta. Tidak ada permohonan yang terlambat. Di proses melalui prosedur Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Pemerintah Kota Surakarta. Tidak ada permohonan yang terlambat. Di proses melalui prosedur Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Pemerintah Kota Surakarta. Tidak ada permohonan yang terlambat. 12 Permohonan Di proses melalui prosedur Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Pemerintah Kota Surakarta. 1 Permohonan melalui Penetapan Pengadilan Negeri Surakarta dengan Nomor Perkara 443/Pdt.P/2013/PN. Ska. Tidak ada permohonan yang terlambat. Di proses melalui prosedur Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Pemerintah Kota Surakarta. Tidak ada permohonan yang terlambat. 2 Permohonan melalui Penetapan Pengadilan Negeri Surakarta dengan Nomor Perkara 60//Pdt.P/2015/Pn Skt. dan nomor 239/Pdt.P/2015/Pn Skt. Penetapan dengan nomor 239/Pdt.P/2015/Pn Skt. tercatat di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Pemerintah Kota Surakarta pada tanggal 12 Januari 2016. Tidak ada permohonan yang terlambat.
Sumber: Register Pengesahan Anak Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Pemerintah Kota Surakarta Tahun 2010 – 2015, 2016 3.
Bahwa pelaksanaan pengesahan anak didasarkan pada ketentuan Pasal 50 ayat (1), (2) dan (3) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013. Pelaksanaan tersebut mempunyai persyaratan dan prosedur yang didasarkan pada panduan
56
Peraturan Presiden Nomor 25 Tahun 2008 tentang Persyaratan Dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk Dan Pencatatan Sipil yang selanjutnya diikuti dengan Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 10 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan, Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 1 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 10 Tahun
2010
tentang
Penyelenggaraan
Administrasi
Kependudukan serta Peraturan Walikota Surakarta Nomor 11 Tahun 2011 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 10 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan
Administrasi
Kependudukan
sebagai
berikut: Persyaratan dan Prosedur Pengesahan Anak Persyaratan: a. Formulir Pelaporan Pengesahan Anak; b. Surat bukti telah melakukan perkawinan sah menurut agama; c. Kutipan Akta Kelahiran Anak; d. Surat pengantar dari Kelurahan; e. Kutipan Akta Kelahiran Pemohon; f. Kartu Keluarga (KK) dan Kartu Tanda Penduduk (KTP) Pemohon; g. Kartu Tanda Penduduk (KTP) 2 (dua) orang saksi. Prosedur: a. Pemohon mengisi permohonan pencarian dokumen register akta; b. Petugas
dokumen
permohonan
mencari
register
selanjutnya
akta
sesuai
memberikan
keterangan/konfirmasi hasil pencarian dokumen;
57
c. Pemohon,
menyerahkan
berkas
persyaratan
dan
membayar denda apabila pelaporannya terlambat; d. Petugas pendaftaran Dinas, meneliti kelengkapan berkas, menulis dalam agenda pendaftaran dan memberikan tanda bukti pendaftaran; e. Pemohon dan saksi, menandatangani register akta; f. Petugas Entry, merekam data pengesahan anak ke dalam data base selanjutnya mencetak draft catatan pinggir akta kelahiran dan kutipan akta pengesahan anak (dami); g. Kepala Seksi Kelahiran, meneliti data, membubuhkan paraf pada dami dan menyiapkan blanko kutipan akta pengesahan anak; h. Petugas Entry, mencetak catatan pinggir pada blanko kutipan akta kelahiran anak dan kutipan akta pengesahan anak; i. Kepala Bidang Catatan Sipil, melakukan verifikasi dan membubuhkan paraf pada register dan kutipan akta; j. Kepala Dinas, menanda tangani register akta dan kutipan akta; k. Petugas pendaftaran, membukukan Kutipan Akta yang sudah jadi untuk diserahkan kepada Pemohon; l. Pemohon menyerahkan tanda bukti pendaftaran dan menerima kutipan akta. 4.
Penjelasan ketentuan Pasal 50 ayat (1) Undang-Undang Administrasi Kependudukan Pengesahan Anak merupakan pengesahan status seorang anak yang lahir dari perkawinan yang telah sah menurut hukum agama, pada saat pencatatan perkawinan dari kedua orang tua anak tersebut telah sah menurut hukum negara.
5.
Pengesahan Anak yang sudah memenuhi persyaratan yang disyaratkan dalam ketentuan Pasal 50 ayat (1) Undang-
58
Undang Nomor 24 Tahun 2013 dan Panduan yang dikeluarkan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil dapat langsung diproses oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil untuk mendapat catatan pinggir pada akta kelahiran dan pada kutipan akta pengesahan anak. 6.
Pengesahan Anak yang belum memenuhi persyaratan yang disyaratkan dalam ketentuan Pasal 50 ayat (1) UndangUndang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor
23
Tahun
2006
tentang
Administrasi Kependudukan yaitu kelahiran anak tersebut terjadi sebelum perkawinan sah menurut agama akan ditolak dengan Surat Jawaban/Penolakan dari Kantor Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil dan harus mendapat penetapan terlebih dahulu dari Pengadilan yang berwenang. 7.
Adapun hal yang mendasari penyelesaian masalah tersebut diarahkan ke Pengadilan Negeri adalah karena Pengadilan Negeri sebagai lembaga peradilan pada tingkat pertama mempunyai kewenangan untuk mengisi kekosongan hukum manakala ada persoalan hukum yang belum diatur atau belum ada aturan hukumnya, hal tersebut dikarenakan Hakim mempunyai kewenangan untuk menciptakan hukum (rechtsvinding) manakala perkara yang dihadapinya belum ada aturan hukum yang mengaturnya atau dengan kata lain Hakim menciptakan hukum untuk menyelesaikan kasus yang bersifat in concreto karena hal tersebut sudah menjadi suatu asas bahwa Hakim/Pengadilan tidak boleh menolak untuk mengadili suatu perkara dengan alasan belum ada aturan hukum yang mengaturnya.
8.
Setiap penduduk dikenai sanksi administratif berupa denda apabila melampaui batas waktu pelaporan peristiwa penting, dalam hal ini pengesahan anak, yang diatur dalam Peraturan
59
Walikota Nomor 11 Tahun 2011 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 10 Tahun
2010
tentang
Penyelenggaraan
Administrasi
Kependudukan. 9.
Redaksional Catatan Pinggir Pengesahan Anak Pada Register
dan
Kutipan
Akta
Kelahiran
yang
tidak
menggunakan Penetapan dari Pengadilan Negeri adalah sebagai berikut: “Berdasarkan Akta Perkawinan Nomor ... Tanggal ... Bulan ... Tahun ..., yang diterbitkan oleh Dinas Kependudukan Dan Pencatatan Sipil Kab/Kota ..., telah diikuti pula dengan pengesahan anak lakilaki/perempuan bernama .... Nomor akta kelahiran ... tanggal ... bulan ... tahun ... sehingga menjadi anak sah pasangan suami-istri bernama ... dengan ... ...................., ..................20... Kepala Dinas Kependudukan Dan Pencatatan Sipil Kota Surakarta, ................................... NIP. ...........................” 10. Redaksional Catatan Pinggir Pengesahan Anak Pada Register dan Kutipan Akta Kelahiran yang menggunakan Penetapan dari Pengadilan Negeri adalah sebagai berikut: “Berdasarkan Penetapan Pengadilan Negeri Surakarta Nomor: ... Tanggal ..., mencatat pengesahan anak yang bernama ... lahir di ... pada tanggal ... adalah anak yang disahkan dari ikatan perkawinan yang sah antara ... dan ... ...................., ..................20... Kepala Dinas Kependudukan Dan Pencatatan Sipil Kota Surakarta ................................... NIP. ...........................”
60
b. Kantor Pengadilan Agama Kota Surakarta 1) Gambaran Umum Pengadilan Agama Kota Surakarta Pengadilan Agama Surakarta yang diambil oleh penulis untuk menjadi lokasi penelitian beralamat di Jalan Veteran Nomor 273 Surakarta. Pengadilan Agama Surakarta merupakan salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang beragama Islam, mengenai perkara perdata tertentu yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006. Kewenangan Pengadilan Agama Surakarta adalah memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang Perkawinan, Waris, Wasiat, Hibah, Wakaf, Zakat, Infaq, Sadaqoh, Sadaqoh dan Ekonomi Syariah, dengan daerah hukum Wilayah Pengadilan Agama Surakarta meliputi Kotamadya Surakarta. Mendasarkan pada tugas pokok dan fungsinya tersebut maka Visi dari Pengadilan Agama Surakarta adalah Terwujudnya putusan yang adil dan berwibawa sehingga kehidupan masyarakat menjadi tenang, tertib dan damai, di bawah lindungan Allah SWT, sedangkan untuk Misi dari Pengadilan Agama Surakarta adalah menerima, memeriksa, mengadili dan menyelesaikan perkara-perkara yang diajukan oleh umat islam Indonesia, di bidang perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq, sadaqoh dan ekonomi syariah, secara cepat, sederhana dan biaya ringan. Kompilasi Hukum Islam yang berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam dijadikan sebagai pedoman dalam menyelesaikan masalah-masalah yang menjadi tugas dan wewenang Pengadilan Agama.
61
2) Hasil Penelitian Hasil penelitian yang dilakukan penulis di Pengadilan Agama Surakarta melalui wawancara dengan Bapak Drs. Arief Rokhman selaku Panitera Muda Hukum Pengadilan Agama Surakarta dan Ibu Mila Edyun Safitri, S.H. selaku Bagian Laporan
di
Kepaniteraan
diketahui
bahwa
pelaksanaan
pengesahan anak tidak sah dalam kurun waktu mulai tahun 2011 sampai dengan tahun 2015 adalah sejumlah 0 perkara. Adapun dari hasil wawancara dengan Bapak Drs. Jayin, S.H. diketahui bahwa tidak ada perkara yang masuk mengenai Pengesahan Anak tersebut karena memang tidak ada yang mengajukan permohonan pengesahan anak kepada Pengadilan Agama Surakarta. Kewenangan Pengadilan Agama diatur dalam Pasal 49 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang menyatakan bahwa, “Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang: a. perkawinan; b. kewarisan,
wasiat,
dan
hibah,
yang
dilakukan
berdasarkan hukum Islam; c. wakaf dan shadaqah”. Selanjutnya Pasal 49 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama telah menyatakan bahwa, “Bidang perkawinan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) huruf a ialah hal-hal yang diatur dalam atau berdasarkan undang-undang mengenai perkawinan yang berlaku”.
62
Lebih lanjut dalam Penjelasan Pasal 49 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama dinyatakan pula bahwa, “Yang dimaksud dengan bidang perkawinan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan antara lain adalah: 1. izin beristri lebih dari seorang 2. izin melangsungkan perkawinan bagi orang yang belum berusia 21 (dua puluh satu) tahun, dalam hal orang tua atau wali atau keluarga dalam garis lurus ada perbedaan pendapat; 3. dispensasi kawin; 4. pencegahan perkawinan; 5. penolakan perkawinan oleh Pegawai Pencatat Nikah; 6. pembatalan perkawinan; 7. gugatan kelalaian atas kewajiban suami atau istri; 8. perceraian karena talak; 9. gugatan perceraian; 10. penyelesaian harta bersama; 11. mengenai penguasaan anak-anak; 12. ibu dapat memikul biaya pemeliharaan dan pendidikan anak bilamana bapak yang seharusnya bertanggung jawab tidak memenuhinya; 13. penentuan kewajiban memberi biaya penghidupan oleh suami kepada bekas istri atau penentuan suatu kewajiban bagi bekas isteri; 14. putusan tentang sah atau tidaknya seorang anak; 15. putusan tentang pencabutan kekuasaan orang tua; 16. pencabutan kekuasaan wali; 17. penunjukan orang lain sebagai wali oleh Pengadilan dalam hal kekuasaan seorang wali dicabut;
63
18. menunjuk seorang wali dalam hal seorang anak yang belum cukup umur 18 (delapan belas) tahun yang ditinggal kedua orang tuanya pada hal tidak ada penunjukan wali oleh orang tuanya; 19. pembebanan kewajiban ganti kerugian terhadap wali yang telah menyebabkan kerugian atas harta benda anak yang ada di bawah kekuasaannya; 20. penetapan asal usul seorang anak; 21. putusan tentang hal penolakan pemberian keterangan untuk melakukan perkawinan campuran; 22. pernyataan tentang sahnya perkawinan yang terjadi sebelum Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan dijalankan menurut peraturan yang lain”. Adanya penjelasan pasal diatas diketahui bahwa Pengadilan Agama berwenang untuk memeriksa dan memutus perkara yang berhubungan dengan pengesahan anak. Adapun prosedurnya yakni diawali dengan diajukannya permohonan itsbat nikah untuk melegalisasi perkawinan, yang selanjutnya bisa diteruskan dengan
pengajuan
permohonan
asal-usul
seorang
anak/pengesahan anak. c.
Kantor Pengadilan Negeri Kota Surakarta 1) Gambaran Umum Pengadilan Negeri Kota Surakarta Pengadilan Negeri Surakarta yang diambil oleh penulis untuk menjadi lokasi penelitian beralamat di Jalan Brigjen Slamet Riyadi Nomor 290 Kelurahan Sriwedari Kecamatan Laweyan Kota Surakarta merupakan salah satu Pengadilan Negeri Klas IA Khusus berdasarkan Keputusan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia tanggal 2 September 2003 Nomor: M.4725.Kp.04.04 Tahun 2003.
64
Pengadilan Negeri Surakarta berdiri diatas tanah seluas 9.640 M2 dan merupakan Gedung Cagar Budaya di Kota Surakarta. Pengadilan Negeri Surakarta adalah Badan Peradilan sebagai pelaksana
Kekuasaan
Kehakiman
yang
bertugas
menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila, dengan tugas pokok menerima, memeriksa dan mengadili serta menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya dan tugas lain yang diberikan kepadanya berdasarkan undang-undang yang berlaku, dengan wilayah
hukum
Pengadilan
Negeri
Surakarta
meliputi
Kotamadya Surakarta. Mendasarkan pada tugas pokok dan fungsinya tersebut maka Visi dari Pengadilan Negeri Surakarta adalah Mewujudkan supremasi hukum melalui kekuasaan kehakiman yang mandiri, efektif serta mendapatkan kepercayaan publik, profesional dan memberi pelayanan hukum yang berkualitas, etis, terjangkau dan biaya rendah bagi masyarakat serta mampu menjawab panggilan pelayanan publik, sedangkan untuk Misi dari Pengadilan Negeri Surakarta adalah: Mewujudkan rasa keadilan sesuai dengan Undang-Undang Dasar dan peraturan, serta memenuhi rasa keadilan masyarakat, a.
Mewujudkan Peradilan yang mandiri dan independen, bebas dari campur tangan pihak lain;
b.
Memperbaiki akses pelayanan dibidang peradilan kepada masyarakat;
c.
Memperbaiki kualitas input internal pada proses peradilan;
d.
Mewujudkan institusi peradilan yang efektif, efisien, bermartabat dan dihormati;
e.
Melaksanakan kekuasaan kehakiman yang mandiri tidak memihak dan transparan
65
Memperhatikan visi dan misi tersebut maka Pengadilan Negeri Surakarta
telah
melakukan
berbagai
kegiatan
untuk
terlaksananya visi dan misi tersebut antara lain: a.
Mewujudkan peradilan yang sederhana, cepat, biaya ringan dan transparan;
b.
Meningkatkan kualitas sumber daya aparatur Peradilan dalam rangka peningkatan pelayanan kepada masyarakat;
c.
Melaksanakan pengawasan dan pembinaan yang efektif dan efisien;
d.
Melaksanakan tertib administrasi dan manajemen peradilan yang efektif dan efisien;
e.
Mengupayakan terjadinya sarana dan prasarana peradilan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
2) Hasil Penelitian Untuk mengetahui implementasi dari pengesahan anak tidak sah menjadi anak sah maka penulis telah mengadakan pengamatan dan penelitian terhadap data berkas perkara perdata permohonan di Kepaniteraan Hukum dan Kepaniteraan Perdata Pengadilan Negeri Surakarta, dan dari penelitian tersebut dapatlah diketahui bahwa dari data perkara perdata permohonan yang telah diputus oleh Pengadilan Negeri Surakarta dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2015, maka apabila dikualifikasikan terdapat 3 (tiga) perkara perdata permohonan pengesahan anak tidak sah menjadi anak sah, dengan nomor perkara, nama pemohon dan isi penetapan sebagaimana tersaji dalam tabel di bawah ini
66
Tabel III: Data perkara permohonan pengesahan anak tidak sah menjadi anak sah di Pengadilan Negeri Surakarta tahun 2015 No.
Tahun, Nomor Perkara, Pemohon
1.
No. 443/Pdt.P/2013/PN. Ska., Pemohon: Untung Susanto dan Nanik Sunarni
2.
No. 60/Pdt.P/2015/PN. Skt., Pemohon: Vindy Wahyu Christ Wardhana dan Wenny Yunitasari.
3.
No. 239/Pdt.P/2015/PN. Skt., Pemohon: Andhi Nur Huda dan Y. Vina Maharani.
Nama Hakim dan Panitera Pengganti
Tanggal dan Isi Penetapan
Keterangan
Hakim: Elly Endang Dahliani, S.H., M.H., Panitera Pengganti: Veronica Dyah N., S.H. Hakim: Maximianus Daru Hermawan, S.H., Panitera Pengganti: C. Catur Rini Wahyuningtya s, S.H. Hakim: Maximianus Daru Hermawan, S.H., Panitera Pengganti: Hery Soeryono, S.H.
Tanggal 7 Nopember 2013, Isi: Mengabulkan permohonan para Pemohon.
Para Pemohon menerima isi dari penetapan (telah berkekuatan hukum tetap).
Tanggal 23 April 2015, Isi: Mengabulkan permohonan para Pemohon.
Para Pemohon menerima isi dari penetapan (telah berkekuatan hukum tetap).
Tanggal 6 Januari 2016, Isi: Mengabulkan permohonan Para Pemohon.
Para Pemohon menerima isi dari penetapan (telah berkekuatan hukum tetap).
Sumber: Register perkara permohonan pengesahan anak di Pengadilan Negeri Surakarta, 2016 Sebagaimana yang diatur dalam peraturan perundang-undangan utamanya hukum acara perdata, maka persidangan perkara perdata permohonan pengesahan anak tidak sah menjadi anak sah di Pengadilan Negeri Surakarta dilakukan oleh Hakim Tunggal dengan dibantu oleh seorang Panitera Pengganti.
67
3) Kasus Posisi Hasil penelitian yang penulis lakukan terhadap perkara perdata permohonan yang berhubungan dengan bahan skripsi ini dan yang telah berkekuatan hukum tetap sebagaimana diuraikan dalam tabel di atas, diperoleh data sebagai berikut: a) Perkara Nomor 443/Pdt.P/2013/PN. Ska., (1) Pihak yang mengajukan permohonan adalah UNTUNG SUSANTO dan NANIK SUNARNI, keduanya beragama Kristen, pekerjaan: Wiraswasta, bertempat tinggal di Jalan Abdul Rahman Saleh Nomor 31/33 RT. 001 RW. 004 Kelurahan Kestalan Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta, sebagai Pemohon I dan II; (2) Duduk Perkara: - Bahwa Pemohon I dan Pemohon II telah menikah pada tanggal 29 Juli 2010 di Surakarta sebagaimana tersebut dalam Kutipan Akta Perkawinan No. 0694/2010 tertanggal 29 Juli 2010 yang dikeluarkan oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Pemerintah Kota Surakarta; - Bahwa sebelum perkawinan tersebut Pemohon I dan Pemohon II telah mempunyai seorang anak laki-laki yang bernama AGUS SUSANTO, yang lahir di Surakarta pada tanggal 27 Mei 1977; - Bahwa oleh karena Pemohon I dan Pemohon II telah menikah secara sah maka Pemohon I dan Pemohon II hendak mengajukan pengakuan dan pengesahan anak ke Kantor Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Surakarta namun ditolak oleh karena tidak memenuhi Pasal 50 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006
tentang
sebagaimana
Administrasi
tersebut
dalam
Kependudukan Surat
Penolakan
68
tertanggal 1 Oktober 2013 yang ditanda tangani oleh Plt Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Pemerintah Kota Surakarta; - Bahwa
untuk
dapatnya
mendaftarkan
pengakuan/pengesahan anak Pemohon I dan Pemohon II tersebut harus ada Penetapan dari Pengadilan Negeri Surakarta. (3) Tuntutan
atau
permohonan
Para
Pemohon
pada
pokoknya: - Mengabulkan permohonan Para Pemohon untuk seluruhnya; - Menyatakan bahwa pengesahan anak yang lahir sebelum
perkawinan
yang
bernama
AGUS
SUSANTO yang lahir di Surakarta pada tanggal 27 Mei 1977, diakui oleh Ayah biologisnya yang bernama UNTUNG SUSANTO (Pemohon I), yang dilahirkan dari seorang Ibu yang bernama NANIK SUNARNI (Pemohon II) adalah sah menurut hukum; - Memerintahkan
seperlunya
kepada
Pegawai
Kantor Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil di Surakarta, segera setelah salinan Penetapan ini ditunjukkan kepadanya untuk mencatat dalam register yang sedang berjalan yang sedang berjalan yang diperuntukkan untuk itu dan mencatat dalam catatan pinggir pada Akta Kelahiran anak tersebut serta melakukan segala sesuatunya berkenaan dengan itu, sebagimana ditentukan oleh Hukum dan UndangUndang yang berlaku; - Membebankan biaya permohonan ini kepada Para Pemohon.
69
(4) Isi Penetapan Hakim: Atas 4 (empat) tuntutan/permohonan Para Pemohon tersebut, Hakim telah memberikan penetapannya sebagai berikut: - Mengabulkan permohonan Para Pemohon untuk seluruhnya; - Menyatakan bahwa pengesahan anak yang lahir sebelum
perkawinan
yang
bernama
AGUS
SUSANTO yang lahir di Surakarta pada tanggal 27 Mei 1977, diakui oleh Ayah biologisnya yang bernama UNTUNG SUSANTO (Pemohon I), yang dilahirkan dari seorang Ibu yang bernama NANIK SUNARNI (Pemohon II) adalah sah menurut hukum; - Memerintahkan
seperlunya
kepada
Pegawai
Kantor Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil di Surakarta, segera setelah salinan Penetapan ini ditunjukkan kepadanya untuk mencatat dalam register yang sedang berjalan yang sedang berjalan yang diperuntukkan untuk itu dan mencatat dalam catatan pinggir pada Akta Kelahiran anak tersebut serta melakukan segala sesuatunya berkenaan dengan itu, sebagimana ditentukan oleh Hukum dan UndangUndang yang berlaku; - Membebankan biaya permohonan ini kepada Para Pemohon sebesar Rp. 151.000,- (seratus lima puluh satu ribu rupiah). b) Perkara Nomor 60/Pdt.P/2015/PN. Skt., (1) Pihak yang mengajukan permohonan adalah VINDY WAHYU
CHRIST
WARDHANA
dan
WENNY
YUNITASARI, keduanya beragama Katholik, pekerjaan: Wiraswasta/Mahasiswa, bertempat tinggal di Jalan
70
Ponconoko Nomor 8 RT. 002 RW. 001, Kelurahan Serengan, Kecamatan Serengan, Kota Surakarta, sebagai Pemohon I dan II; (2) Duduk Perkara: - Bahwa di Surakarta pada tanggal 7 Maret 2014 telah lahir
seorang
DEODATUS
anak
laki-laki
ALFARO
yang
bernama:
WARDHANA
yang
dilahirkan oleh Pemohon II dan anak tersebut adalah hasil hubungan biologis dalam perkawinan tidak sah antara Pemohon I dan Pemohon II; - Bahwa pada tanggal 5 Maret 2015 Para Pemohon telah menikah secara sah sebagaimana tersebut dalam Kutipan Akta Perkawinan No. 3372-KW05032015-0002 tertanggal 9 Maret 2015 yang dikeluarkan
oleh
Dinas
Kependudukan
dan
Pencatatan Sipil Pemerintah Kota Surakarta; - Bahwa
Para
Pemohon
bermaksud
mendaftarkan/mencatatkan pengesahan anak tersebut di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Pemerintah Surakarta; - Bahwa untuk keperluan tersebut diperlukan suatu Penetapan dari Pengadilan Negeri; - Bahwa oleh karena Para Pemohon berdomisili di wilayah Hukum Surakarta maka Para Pemohon mengajukan permohonan ini di Pengadilan Negeri Surakarta; (3) Tuntutan
atau
permohonan
Para
Pemohon
pada
pokoknya: - Mengabulkan permohonan Para Pemohon; - Menetapkan
anak
yang
bernama
DEODATUS
ALFARO WARDHANA lahir di Surakarta pada
71
tanggal 7 Maret 2014 adalah anak yang disahkan dari ikatan perkawinan yang sah antara VINDY WAHYU CHRIST
WARDHANA
dan
WENNY
YUNITASARI; - Memerintahkan
kepada
Pegawai
Dinas
Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Surakarta agar setelah salinan resmi Penetapan ini ditunjukkan kepadanya untuk melakukan pencatatan pengesahan anak terhadap anak Para Pemohon dimaksud; - Membebankan
biaya
permohonan kepada
Para
Pemohon; (4) Isi Penetapan Hakim: Atas 4 (empat) tuntutan/permohonan Para Pemohon tersebut, Hakim telah memberikan penetapannya sebagai berikut: - Mengabulkan permohonan Para Pemohon; - Menetapkan
anak
yang
bernama
DEODATUS
ALFARO WARDHANA lahir di Surakarta pada tanggal 7 Maret 2014 adalah anak yang disahkan dari ikatan perkawinan·yang sah antara VINDY WAHYU CHRIST
WARDHANA
dan
WENNY
YUNITASARI; - Memerintahkan
kepada
Pegawai
Dinas
Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Surakarta agar setelah salinan resmi Penetapan ini ditunjukkan kepadanya pengesahan
untuk anak
melakukan
pencatatan
terhadap anak Para Pemohon
dimaksud; - Membebankan biaya
permohonan
kepada
Para
Pemohon yang ditaksir sebesar Rp. 211.000,00 (Dua ratus sebelas ribu rupiah).
72
c) Perkara Nomor 239/Pdt.P/2015/PN. Skt., (1) Pihak yang mengajukan permohonan adalah ANDHI NUR HUDA dan Y. VINA MAHARANI, keduanya beragama Islam, bertempat tinggal di Bibis Luhur RT. 003
RW.
022
Kelurahan
Nusukan,
Kecamatan
Banjarsari, Kota Surakarta, sebagai Pemohon I dan II; (2) Duduk Perkara: - Bahwa Pemohon I dan Pemohon II telah menikah secara agama Islam pada tahun 2012 di Surakarta, dan dari
pernikahan
tersebut
Para
Pemohon
telah
dikaruniai seorang anak laki-laki bernama IZAZ SYAFI ASSYAUQIE yang lahir di Surakarta pada tanggal 23 Oktober 2012; - Bahwa pada tanggal 15 Juni 2015 Para Pemohon (Pemohon I dan Pemohon II) telah menikah secara sah di Surakarta sebagaimana tersebut dalam Kutipan Akta Nikah Nomor 0483/046/VI/2015 tertanggal 15 Juni 2015 yang dikeluarkan oleh Kepala Kantor Urusan
Agama
Kecamatan
Banjarsari,
Kota
Surakarta; - Bahwa oleh karena Pemohon I dan Pemohon II telah menikah secara sah maka Pemohon I dan Pemohon II hendak mengajukan pengesahan dan penerbitan Kutipan Akta Kelahiran bagi anak Para Pemohon tersebut ke Kantor Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Surakarta namun ditolak oleh karena tidak memenuhi Pasal 50 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan sebagaimana
tersebut
dalam
surat
penolakan
tertanggal 1 Desember 2015 yang ditanda tangani
73
oleh Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Pemerintah Kota Surakarta; - Bahwa
untuk
dapatnya
mendaftarkan
pengakuan/pengesahan dan permintaan penerbitan akta kelahiran bagi anak Pemohon I dengan Pemohon II tersebut harus ada Penetapan dari Pengadilan Negeri Surakarta; (3) Tuntutan
atau
permohonan
Para
Pemohon
pada
pokoknya: - Mengabulkan permohonan Para Pemohon untuk seluruhnya; - Menyatakan bahwa pengesahan anak yang lahir sebelum perkawinan yang bernama IZAZ SYAFI ASSYAUQIE yang lahir di Surakarta pada tanggal 23 Oktober 2012 diakui oleh Ayah biologisnya yang bernama ANDHI NUR HUDA (Pemohon I), yang dilahirkan dari seorang Ibu yang bernama Y. VINA MAHARANI (Pemohon II) adalah sah menurut hukum; - Memerintahkan seperlunya kepada Pegawai Kantor Dinas Kependudukan dan
Pencatatan Sipil
di
Surakarta, segera setelah salinan Keputusan ini ditunjukkan
kepadanya
untuk
mencatat
dalam
Register yang sedang berjalan yang diperuntukkan untuk itu dan menerbitkan Kutipan Akta Kelahiran bagi anak tersebut serta melakukan segala sesuatunya berkenaan dengan itu, sebagaimana ditentukan oleh hukum dan Undang-Undang yang berlaku; - Membebankan biaya permohonan ini kepada Para Pemohon.
74
(4) Isi Penetapan Hakim: Atas 4 (empat) tuntutan/permohonan Para Pemohon tersebut, Hakim telah memberikan penetapannya sebagai berikut: - Mengabulkan permohonan Para Pemohon untuk seluruhnya; - Menyatakan bahwa anak luar ikatan perkawinan yang sah bernama IZAZ SYAFI ASSYAUQIE yang lahir di Surakarta pada tanggal 23 Oktober 2012 dilahirkan dari
seorang
Ibu
yang
bernama
Y.
VINA
MAHARANI (Pemohon II) yang telah diakui oleh Ayah biologisnya yang bernama ANDHI NUR HUDA (Pemohon I) adalah anak sah dari pasangan suami-istri ANDHI NUR HUDA dengan Y. VINA MAHARANI yang telah menikah secara sah menurut hukum agama dan hukum negara berdasar Kutipan Akta
Perkawinan
Nomor
0483/046/VI/2015
tertanggal 15 Juni 2015; - Memerintahkan
kepada
Para
Pemohon
untuk
melaporkan kepada Pejabat Pencatatan Sipil pada Kantor Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil atau Instansi Pelaksana (UPTD) di Surakarta, dan selanjutnya setelah
salinan Keputusan ini
ditunjukkan
kemudian
kepadanya
Pejabat
Pencatatan Sipil mencatat pada Register Akta Pengesahan Anak dan menerbitkan Kutipan Akta Pengesahan Anak serta membuat catatan pinggir pada Register Akta Kelahiran dan Kutipan Akta Kelahiran tentang Pengesahan Anak tersebut; - Menghukum kepada Para Pemohon untuk membayar biaya perkara ini yang hingga kini ditaksir
75
sejumlah Rp 151.000,00 (Seratus lima puluh satu ribu rupiah). 4) Hasil Wawancara a) Data hasil wawancara dengan Pejabat Administrasi Teknis Yustisial dalam perkara perdata di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Surakarta Untuk mengetahui proses penerimaan berkas perkara permohonan di Pengadilan Negeri Surakarta, maka penulis mengadakan wawancara dengan Bapak Winarso, S.H., Panitera Muda Perdata Pengadilan Negeri Surakarta dan dari hasil wawancara tersebut diketahui bahwa proses pendaftaran berkas perkara sampai proses pemeriksaan perkara adalah dilakukan dengan cara sebagai berikut: (1) Pemohon
yang hendak mengajukan permohonan
menyerahkan berkas permohonan kepada petugas pada meja pertama dengan dokumen yang disertakan meliputi: (a) Surat permohonan yang diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri Surakarta; (b) Surat kuasa khusus dari Pemohon (bila pemohon menguasakan kepada Kuasa Hukum), foto copy kartu advokat dan berita acara penyumpahan sebagai advokat dari Pengadilan Tinggi atas nama kuasa hukum tersebut; (c) Apabila ada dokumen surat-surat yang dibuat di Luar Negeri harus disahkan oleh Kedutaan atau Perwakilan Indonesia di Negara tersebut dan apabila ada dokumen yang berbahasa asing maka dokumen yang dimaksud harus diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh penerjemah yang disumpah.
76
(2) Setelah berkas permohonan diperiksa oleh petugas penerima berkas dengan menggunakan daftar periksa (check
list),
kemudian
oleh
petugas
dimaksud
diserahkan kepada Panitera Muda Perdata untuk dinyatakan lengkap atau tidak lengkap. Apabila berkas tersebut belum lengkap, maka Panitera Muda Perdata akan menyerahkan berkas dimaksud kepada Pemohon atau Kuasanya, dan supaya Pemohon atau Kuasanya melengkapi berkas dimaksud. (3) Berkas yang sudah lengkap tersebut selanjutnya akan dibuatkan SKUM (Surat Kuasa Untuk Membayar) sebanyak rangkap 3 (tiga), yakni lembar pertama untuk Pemohon, lembar kedua untuk Kasir dan lembar ketiga untuk dilampirkan dalam berkas permohonan. (4) Setelah
Pemohon
membayar
uang
panjar
yang
tercantum dalam SKUM kepada petugas pemegang Kas, maka petugas pemegang kas membukukan uang panjar dimaksud pada buku Jurnal Keuangan Perkara, dan sekaligus permohonan tersebut mendapatkan Nomor Register Perkara, yang selanjutnya petugas meja kedua mendaftarkan perkara yang masuk tersebut ke dalam Buku Register Induk Perkara Permohonan. (5) Dalam waktu 3 (tiga) hari kerja atau setelah proses registrasi diselesaikan, petugas meja kedua melalui Panitera Pengadilan Negeri Surakarta harus sudah menyampaikan berkas permohonan kepada Ketua Pengadilan Negeri Surakarta untuk ditetapkan Hakim Tunggal yang akan mengadili perkara tersebut dan juga menunjuk seorang Panitera Pengganti yang akan diperbantukan dalam pemeriksaan perkara tersebut.
77
(6) Setelah
Hakim
menerima
berkas
perkara
dan
mempelajarinya, kemudian Hakim membuat penetapan hari sidang. (7) Pada hari sidang yang telah ditentukan, Pemohon menghadap
ke
persidangan
Pengadilan
Negeri
Surakarta dan setelah melalui serangkaian pemeriksaan yang dimulai dengan melakukan pembacaan surat permohonan Pemohon, pemeriksaan bukti surat-surat dimana untuk bukti surat-surat berupa foto copy harus diberi meterai secukupnya dan dicocokkan dengan aslinya oleh Hakim di persidangan, dan pengajuan saksi-saksi yang didengar keterangannya dengan dibawah sumpah atau janji di persidangan, maka Hakim selanjutnya menjatuhkan penetapan. b) Data hasil wawancara dengan salah satu Hakim di Pengadilan
Negeri
Surakarta
yang
menjadi
obyek
penelitian. Yang menjadi perhatian penulis dalam pengambilan data ini adalah untuk mengetahui alasan Hakim Pengadilan Negeri
Surakarta
yang
mengabulkan
permohonan
pengesahan anak tidak sah menjadi anak sah, maka dari hasil wawancara yang dilakukan pada tanggal 25 Pebruari 2016 kepada Bapak Maximianus Daru Hermawan, S.H., yang menjabat sebagai Hakim di Pengadilan Negeri Surakarta dan diketahui sebagai Hakim Tunggal yang memeriksa dan memutus perkara Permohonan Pengakuan atau Pengesahan Anak Tidak Sah Menjadi Anak Sah di Pengadilan Negeri Surakarta pada Tahun 2015 dengan nomor perkara 60/Pdt.P/2015/PN. Skt., dan nomor perkara 239/Pdt.P/2015/PN. Skt. sebagaimana telah dipaparkan di atas, dimana dalam amar penetapannya telah mengabulkan
78
permohonan-permohonan tersebut, diperoleh informasi sebagai berikut: (1) Bahwa
sesuai
dengan
Undang-Undang
Pokok
Kekuasaan Kehakiman Nomor 14 Tahun 1970 yang kemudian beberapa kali telah diubah dan ditambah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman telah menentukan bahwa tugas pokok Pengadilan Negeri cq. Hakim adalah menerima, memeriksa dan mengadili setiap perkara yang diajukan kepadanya dan tugas lain yang diberikan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dari pengertian tugas pokok diatas dihubungkan dengan kebutuhan dalam praktik maka apabila ada permohonan pengesahan anak yang tidak memenuhi
persyaratan
dalam
Undang-Undang
Administrasi Kependudukan maka seorang Hakim wajib untuk mengadili permohonan tersebut. Adapun soal apakah permohonan dimaksud akan dikabulkan atau ditolak maka hal tersebut tergantung dari buktibukti yang diajukan oleh Pemohon yang kemudian oleh Hakim akan dikonstantir dengan peraturan perundangundangan yang berlaku, mengingat penetapan yang akan dijatuhkan tersebut harus memuat 3 (tiga) asas dalam hukum, yakni keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan. (2) Bahwa aturan yang dijadikan dasar untuk mengabulkan permohonan pengesahan anak tersebut adalah Pasal 50 ayat (1), (2) dan (3) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, Pasal 92 ayat (3) huruf b Peraturan Presiden Nomor 25
79
Tahun 2008 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil, UndangUndang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2009 tentang Peradilan Umum dan HIR (Herzien Inlandsch Reglement). (3) Ayah dan Ibu dari anak yang bersangkutan telah melakukan perkawinan secara sah menurut hukum agama dan hukum negara yang dibuktikan dengan akta perkawinan; (4) Terkait dengan alasan mengabulkan permohonan perkara
Nomor
239/Pdt.P/2015/PN.
Skt.,
adalah
sebagai: - Bahwa penolakan dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Pemerintah Kota Surakarta yang menolak permohonan pengesahan dan pencatatan anak dikarenakan tidak memenuhi Pasal 50 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan yang berarti para pemohon terlambat dalam mengajukan permohonan pengesahan anak (melebihi waktu 30 hari setelah perkawinan orang tua/para pemohon telah sah menurut hukum agama dan hukum negara); - Bahwa dalam posita permohonan garis datar (-) pertama para pemohon mendalilkan telah menikah secara agama Islam pada tahun 2012 yang dalam hal ini sesuai hukum berarti dalam rentang waktu antara 1 Januari 2012 sampai dengan 31 Desember 2012, yang hal ini apabila dihubungkan dengan keterangan saksi Agus Heru Pancoro dan saksi Suyono Dwijo Martono yang keduanya telah menerangkan dengan
80
di bawah sumpah di persidangan bahwa keduanya yang
notabene
merupakan
tetangga/ketua
RT
ditempat tinggal para pemohon telah mengetahui bahwa para pemohon telah menikah secara agama Islam (nikah siri); - Bahwa para pemohon telah menikah secara agama Islam atau nikah siri sehingga dimungkinkan tidak ada bukti tertulis; - Bahwa di dalam hukum dikenal 3 (tiga) asas hukum yaitu keadilan, kepastian, dan kemanfaatan; - Bahwa berdasarkan hal diuraikan diatas, maka Hakim
berpendapat
bahwa
anak
Izaz
Syafi
Assyauqie dilahirkan setelah orang tuanya menikah secara agama. (5) Terhadap anak diluar ikatan perkawinan yang sah tersebut juga telah diakui oleh Ayah biologisnya. (6) Implikasi dari adanya Pengesahan dan Pencatatan terhadap status anak tersebut adalah berubahnya status dan hak keperdataan dari anak dimaksud, dimana semula anak tersebut hanya mempunyai hak/hubungan keperdataan dengan ibunya dan keluarga ibunya, maka dengan adanya pengesahan anak tersebut maka status dan hak/hubungan anak tersebut adalah sama seperti anak yang lahir dalam ikatan perkawinan yang sah.
81
B. Pembahasan Pada sub pembahasan ini penulis mengemukakan tentang hal-hal yang diperoleh selama mengadakan penelitian sebagaimana telah diuraikan di atas, dan selanjutnya dari data yang diperoleh tersebut akan dihubungkan dengan teori-teori yang ada dalam BAB II dalam hubungannya mengenai Implementasi Pengesahan Dan Pencatatan Anak Berdasarkan UndangUndang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan di Kota Surakarta serta guna menjawab rumusan masalah yang ada dalam penulisan hukum ini sebagai berikut: 1.
Implementasi Pengesahan Dan Pencatatan Anak Berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan di Kota Surakarta Pengesahan anak tidak sah menjadi anak sah pada awalnya diatur dalam ketentuan Pasal 272 sampai dengan Pasal 279 KUHPerdata, dan meskipun ketentuan mengenai perkawinan dan segala sesuatu yang berhubungan dengan perkawinan yang diatur dalam KUHPerdata telah dinyatakan tidak berlaku sesuai dengan ketentuan Pasal 66 UndangUndang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (selanjutnya disebut Undang-Undang Perkawinan), namun ternyata dalam Undang-Undang Perkawinan dan Peraturan Pelaksanaannya yakni Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan UndangUndang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan tidak mengatur mengenai masalah pengesahan anak tidak sah menjadi anak sah tersebut. Seiring dengan perkembangan hukum maka masalah pengesahan anak tidak sah menjadi anak sah diatur dalam ketentuan Pasal 50 UndangUndang Administrasi Kependudukan, dimana dalam pasal tersebut telah diatur mengenai tata cara pengesahan anak tidak sah menjadi anak sah berikut pencatatannya, mengingat pengesahan anak ini termasuk salah satu peristiwa penting sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 1 angka
82
17 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor
23
Tahun
2006
tentang
Administrasi
Kependudukan oleh karenanya wajib dicatatkan di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil setempat. Hasil penelitian yang dilakukan penulis adalah sebagai berikut: a.
Tahun 2010 sampai dengan tahun 2012 semua permohonan pengesahan anak dalam implementasinya di Kota Surakarta diproses melalui prosedur Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Pemerintah Kota Surakarta, dimana jumlah permohonan dimaksud adalah sebagai berikut: 1) Pada tahun 2010 jumlah permohonan sebanyak 19 permohonan dan semuanya diproses. 2) Pada tahun 2011 jumlah permohonan sebanyak 20 permohonan dan semuanya diproses. 3) Pada tahun 2012 jumlah permohonan sebanyak 2 permohonan dan semuanya diproses.
b.
Tahun 2013 jumlah Pengesahan Anak dalam implementasinya di Kota Surakarta adalah sebanyak 13 permohonan, dimana 12 permohonan diproses melalui prosedur Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Pemerintah Kota Surakarta, serta 1 permohonan melalui Penetapan Pengadilan Negeri Surakarta dengan Nomor Perkara 443/Pdt.P/2013/PN. Ska.
c.
Tahun 2014 jumlah Pengesahan Anak dalam implementasinya di Kota Surakarta adalah sebanyak 2 permohonan yang diproses melalui prosedur Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Pemerintah Kota Surakarta.
d.
Tahun 2015 jumlah Pengesahan Anak dalam implementasinya di Kota Surakarta adalah sebanyak 11 permohonan, dimana 9 permohonan diproses melalui prosedur Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Pemerintah Kota Surakarta serta 2 permohonan melalui Penetapan Pengadilan Negeri Surakarta yaitu dengan Nomor
83
Perkara 60//Pdt.P/2015/PN Skt. dan nomor 239/Pdt.P/2015/PN Skt., yang mana untuk Penetapan dengan nomor 239/Pdt.P/2015/PN Skt. tercatat di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Pemerintah Kota Surakarta pada tanggal 12 Januari 2016. Aturan hukum yang digunakan sebagai dasar dalam pelaksanaan pengesahan dan pencatatan anak tidak sah menjadi anak sah di Kota Surakarta adalah sebagai berikut: a.
Pasal 50 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan;
b.
Pasal 90 ayat (1) huruf i Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang
Administrasi
Kependudukan
yang
mengatur
sanksi
administratif berupa denda apabila penduduk melampaui batas pelaporan peristiwa penting berupa pengesahan anak; c.
Pasal 92 Peraturan Presiden Nomor 25 Tahun 2008 tentang Persyaratan Dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk Dan Pencatatan Sipil yang mengatur mengenai persyaratan dan tata cara pencatatan pelaporan pengesahan anak dan Pasal 105 ayat (2) huruf p yang mengatur
mengenai
denda
administratif
atas
keterlambatan
pelaporan pengesahan anak; d.
Pasal 43 Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 1 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 10 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan;
e.
Pasal 100 ayat (1) huruf i Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 10
Tahun
2010
tentang
Penyelenggaraan
Administrasi
Kependudukan yang mengatur setiap penduduk yang terlambat melaporkan pengesahan anak akan dikenakan denda administratif; f.
Pasal 84 Peraturan Walikota Surakarta Nomor 11 Tahun 2011 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 10 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan yang mengatur mengenai persyaratan dan tata cara
84
pencatatan pelaporan pengesahan anak dan Pasal 95 ayat (1) huruf n yang mengatur mengenai denda administratif atas keterlambatan pelaporan pengesahan anak serta Pasal 95 ayat (2) huruf m yang mengatur mengenai besarnya denda administratif apabila terlambat dalam pelaporan pengesahan anak. Pengesahan anak sebagai salah satu peristiwa penting adalah merupakan peristiwa kependudukan yang dialami oleh penduduk yang harus dilaporkan karena akan membawa akibat terhadap penerbitan atau perubahan dokumen kependudukan. Hal demikian pun telah sesuai dengan Pasal 3 Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 10 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan. Dokumen
Kependudukan
adalah
dokumen
resmi
yang
diterbitkan oleh Instansi Pelaksana yang mempunyai kekuatan hukum sebagai alat bukti autentik yang dihasilkan dari pelayanan Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil sesuai dengan Pasal 1 angka 8 UndangUndang Administrasi Kependudukan. Pengesahan anak yang merupakan peristiwa penting kependudukan wajib dicatatkan karena pencatatan mempunyai kekuatan hukum sebagai alat bukti autentik baik bagi yang bersangkutan maupun orang lain atau pihak lain yang berkepentingan. Sebagaimana telah diuraikan dalam bab II bahwa tindakan pengesahan merupakan sarana hukum, dengan mana seorang anak tidak sah diubah status hukumnya sehingga mendapatkan hak-hak seperti yang diberikan oleh undang-undang kepada seorang anak sah. Selanjutnya menurut KUHPerdata pengesahan anak tidak sah adalah suatu upaya hukum (rechtsmiddel) untuk memberikan suatu kedudukan (status) sebagai anak sah melalui perkawinan yang dilakukan oleh orang tuanya. Selanjutnya setelah pelaksanaan pengesahan dan pencatatan anak tidak sah dilakukan, maka anak tersebut menjadi anak sah dari seorang lakilaki dan seorang perempuan. Menurut ketentuan Pasal 50 Undang-Undang Administrasi Kependudukan dan hasil penelitian pada 3 (tiga) Instansi yang
85
mempunyai kompetensi dengan permasalahan yang diteliti ternyata sejak tahun 2010 sampai dengan tahun 2015 pada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Pemerintah Kota Surakarta diketahui terdapat 69 permohonan pengesahan anak, sementara dari hasil penelitian pada Kantor Pengadilan Agama Surakarta ternyata tidak ditemukan mengenai permohonan pengesahan anak, sedangkan pada Kantor Pengadilan Negeri Surakarta diketahui terdapat 3 (tiga) perkara perdata permohonan pengesahan anak tidak sah menjadi anak sah yang semuanya telah dikabulkan oleh Hakim dengan mendasarkan pada ketentuan UndangUndang Administrasi Kependudukan. Berdasarkan hasil penelitian tersebut di atas menurut pendapat penulis Implementasi Pengesahan Anak Tidak Sah Menjadi Anak Sah di Kota Surakarta dilakukan dengan dua cara, yaitu: 1. Pengesahan dan pencatatan yang dilakukan bersamaan dengan pencatatan perkawinan dari orang tua anak yang disahkan. Sesuai dengan penjelasan ketentuan Pasal 50 Undang-Undang Administrasi Kependudukan dan hasil wawancara dengan Bapak Eko Purnomo, S.H., M.Si. selaku Kepala Seksi Kelahiran, Kematian, Pengakuan dan Pengesahan Anak di Bidang Pencatatan Sipil Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Pemerintah Kota Surakarta, diketahui bahwa pencatatan terhadap status anak tidak sah menjadi anak sah dapat dilakukan oleh Pejabat Pencatatan Sipil sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yakni telah adanya perkawinan yang dilakukan menurut hukum agama dan kepercayaan dari orang tua tersebut, pada saat pencatatan perkawinan dari kedua orang tua anak tersebut telah sah menurut hukum negara. Selanjutnya orang tua dari anak yang akan disahkan tersebut datang ke Kantor/Dinas dengan membawa persyaratan sebagaimana disyaratkan oleh Peraturan Presiden Nomor 25 Tahun 2008 dan Peraturan Walikota Surakarta Nomor 11 Tahun 2011 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 10 Tahun 2010
86
tentang Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan, yang antara lain berupa Formulir Pelaporan Pengesahan Anak, surat bukti telah melakukan perkawinan sah menurut agama, Kutipan Akta Kelahiran Anak, Surat pengantar dari Kelurahan, Kutipan Akta Kelahiran Pemohon, Kartu Keluarga (KK) dan Kartu Tanda Penduduk (KTP) Pemohon dan Kartu Tanda Penduduk (KTP) 2 (dua) orang saksi. Setelah melalui serangkaian prosedur yang ditetapkan di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Pemerintah Kota Surakarta, kemudian akan diterbitkan Kutipan Akta Pengesahan Anak dan selanjutnya pada Register dan Kutipan Akta Kelahiran Anak dimaksud akan diberikan catatan pinggir dengan redaksi sebagai berikut, “Berdasarkan Akta Perkawinan Nomor ... Tanggal ... Bulan ... Tahun ..., yang diterbitkan oleh Dinas Kependudukan Dan Pencatatan Sipil Kab/Kota ..., telah diikuti pula dengan pengesahan anak laki-laki/perempuan bernama .... Nomor akta kelahiran ... tanggal ... bulan ... tahun ... sehingga menjadi anak sah pasangan suami-istri bernama ... dengan ... ......................, ...................... 20... Kepala Dinas Kependudukan Dan Pencatatan Sipil Kota Surakarta ................................... NIP. ...........................” Diterangkan dengan skema sebagai berikut: ANAK TIDAK SAH
PERKAWINAN
ANAK SAH
PENCATATAN OLEH DISPENDUKCAPIL
87
2. Pengesahan dan pencatatan setelah adanya Penetapan pengesahan anak dari Pengadilan Negeri. Apabila orang tua dari anak yang akan disahkan tersebut tidak memenuhi persyaratan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 50 Undang-Undang Administrasi Kependudukan, dalam hal ini orang tua anak tidak dapat memperlihatkan bukti/surat bahwa mereka telah menikah secara agama, maka Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Pemerintah Kota Surakarta akan menolak permohonan para pemohon dengan surat penolakan. Dari kasus yang terjadi pada tahun 2015 terdapat permohonan yang ditolak oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Pemerintah Kota Surakarta untuk mencatat permohonan pengesahan anak dimaksud dan dengan adanya penolakan tersebut, maka agar dapat dilakukan pengesahan, orang tua dari anak harus mendapat penetapan terlebih dahulu dari Pengadilan Negeri yang berwenang. Hal ini dapat dibuktikan dari hasil penelitian terhadap perkara perdata permohonan yang terdaftar di Pengadilan Negeri Surakarta ternyata pada tahun 2015 ada 2 (dua) perkara perdata permohonan
pengesahan
anak
masing-masing
Nomor:
60/Pdt.P/2015/PN. Skt., dengan para pemohon Vindy Wahyu Christ Wardhana (Pemohon I) dan Wenny Yunitasari (Pemohon II), dan perkara Nomor: 239/Pdt.P/2015/PN. Skt., dengan para pemohon Andhi Nur Huda (Pemohon I) dan Y. Vina Maharani (Pemohon II). Setelah melalui serangkaian pendaftaran dan persidangan yaitu dengan mendengarkan permohonan para pemohon dihubungkan dengan alat bukti berupa surat-surat serta keterangan saksi-saksi yang diajukan oleh para pemohon yang didengar keterangannya dengan di bawah sumpah di persidangan maka kedua permohonan pengesahan anak tersebut telah dikabulkan oleh Pengadilan Negeri Surakarta dengan amar penetapan yang pada pokoknya menyatakan pengesahan anak tersebut adalah sah dan memerintahkan kepada para pemohon untuk melaporkan kepada pegawai pencatatan sipil pada Dinas
88
Kependudukan dan Pencatatan Sipil Pemerintah Kota Surakarta untuk mencatat pengesahan anak tersebut pada Register Akta Pengesahan Anak dan membuat catatan pinggir pada Register Akta Kelahiran dan Kutipan Akta Kelahiran tentang Pengesahan Anak tersebut. Salinan Penetapan Pengadilan Negeri yang telah dilaporkan kepada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Pemerintah Kota Surakarta selanjutnya akan dicatat pegawai pencatatan sipil pada Register dan Kutipan Akta Kelahiran Anak dimaksud dengan diberikan catatan pinggir dengan redaksi sebagai berikut: “Berdasarkan Penetapan Pengadilan Negeri Surakarta Nomor: ... Tanggal ..., mencatat pengesahan anak yang bernama ... lahir di ... pada tanggal ... adalah anak yang disahkan dari ikatan perkawinan yang sah antara ... dan ... Surakarta, ............................. 20... Kepala Dinas Kependudukan Dan Pencatatan Sipil Kota Surakarta ................................................. NIP. Diterangkan dengan skema sebagai berikut: ANAK TIDAK SAH
PERKAWINAN
ANAK SAH
PENCATATAN OLEH DISPENDUKCAPIL Ditolak lalu mengajukan
PENETAPAN PENGADILAN NEGERI
89
Terdapat perbedaan antara pengesahan anak yang dilakukan melalui prosedur yang langsung dilakukan oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Pemerintah Kota Surakarta dengan prosedur yang menggunakan Penetapan dari Pengadilan Negeri, yakni: - Pada pengesahan anak yang dilakukan melalui prosedur yang langsung dilakukan oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil maka akan diterbitkan Kutipan Akta Pengesahan Anak dan selanjutnya pada Register dan Kutipan Akta Kelahiran Anak dimaksud akan diberikan catatan pinggir mengenai pengesahan anak dimaksud dengan redaksi sebagaimana diuraikan diatas, sementara - Pada pengesahan anak yang dilakukan menggunakan Penetapan dari Pengadilan Negeri, maka selanjutnya pada Register dan Kutipan Akta Kelahiran Anak dimaksud akan diberikan catatan pinggir mengenai pengesahan anak dimaksud dengan redaksi sebagaimana diuraikan diatas. Adapun apabila ada penduduk yang terlambat melakukan pelaporan pencatatan pengesahan anak, maka terhadap keterlambatan tersebut akan dikenakan sanksi administratif berupa denda. Hal tersebut telah diatur di dalam 90 ayat (1) huruf i Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, Pasal 105 ayat (2) huruf p Peraturan Presiden Nomor 25 Tahun 2008 tentang Persyaratan Dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk Dan Pencatatan Sipil, Pasal 95 ayat (1) dan Pasal 95 ayat (2) huruf m Peraturan Walikota Surakarta Nomor 11 Tahun 2011 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 10 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan dan mengenai besaran denda sesuai dengan Pasal 95 ayat (2) huruf m diketahui apabila pengesahan anak: - Terlambat sampai dengan 1 (satu) tahun, untuk WNI Rp. 15.000.00 (lima belas ribu rupiah), dan untuk WNA Rp. 250.000.00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah);
90
- Terlambat 1 (satu) tahun sampai dengan 5 (lima) tahun, untuk WNI Rp. 50.000.00 (lima puluh ribu rupiah), dan untuk WNA Rp. 500.000.00 (lima ratus ribu rupiah); - Terlambat 5 (lima) tahun lebih, untuk WNI Rp. 100.000.00 (seratus ribu rupiah), dan untuk WNA Rp. 1.000.000.00 (satu juta rupiah). Selanjutnya dari hasil penelitian yang dilakukan penulis di Pengadilan Negeri Surakarta juga didapati data bahwa terdapat berkas perkara permohonan pengesahan anak yang mana umur anak yang akan disahkan melebihi batas umur yang ditentukan dalam undang-undang yang mengatur tentang batas umur anak, yakni dalam perkara perdata permohonan Nomor 443/Pdt.P/2013/PN. Ska. dimana umur dari anak yang akan disahkan adalah berumur 33 tahun. Padahal selama ini yang dipahami masyarakat pengertian anak itu adalah seseorang yang belum berumur 18 tahun dan belum pernah kawin, namun khusus dalam hal perkara pengesahan anak tersebut ternyata batas umur tidak berlaku, yang dipakai adalah hubungan darah atau seseorang yang merupakan hasil hubungan biologis antara laki-laki dan perempuan yang hendak dilakukan pengesahan menjadi anak sah. Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Maximianus Daru Hermawan, S.H. terhadap isu hukum tersebut, beliau berpendapat bahwa memang tidak terdapat pengaturan yang menyebutkan batas umur anak yang dapat disahkan. Terhadap isu hukum tersebut, menurut pendapat penulis kendati undang-undang tidak melarang permohonan pengesahan anak dapat dilakukan terhadap seorang anak yang umurnya melebihi 18 tahun, namun apabila dilihat dari batas kedewasaan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia yakni 18 tahun maka seharusnya seseorang yang sudah berumur 33 tahun dianggap cakap melakukan perbuatan hukum sendiri baik di dalam maupun di luar pengadilan, dan oleh karena perkara tersebut sudah diputus dengan Penetapan Pengadilan Negeri Surakarta Nomor 443/Pdt.P/2013/PN. Ska
91
pada tanggal 7 November 2013 sehingga sudah berkekuatan hukum tetap, apalagi perkara tersebut termasuk perkara voluntair dan penetapannya bersifat konstitutif, tentunya penetapan dimaksud tidak mungkin dirubah lagi. Namun dari kasus tersebut dapat diambil suatu pembelajaran bahwa dilihat dari umurnya seharusnya yang mengajukan permohonan tersebut adalah si anak itu sendiri bukan lagi diajukan oleh orang tuanya seperti dalam perkara tersebut, serta harus digali oleh Hakim apa alasan dan urgensi mengajukan permohonan pengesahan anak dimaksud karena bukan tidak mungkin orang yang disahkan sebagai anak sah yang sudah berumur 33 tahun statusnya sudah kawin bahkan sudah mempunyai
anak,
sehingga
dengan
dikabulkannya
permohonan
pengesahan anak dimakusd tentunya akan membawa persoalan lain berkenaan dengan statusnya sebagai anak sah dari orang tuanya tersebut 2.
Hambatan-hambatan Dan Penyelesaiannya Dalam Implementasi Pengesahan Dan Pencatatan Anak Berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan di Kota Surakarta Sebagaimana diketahui
bahwa hukum
adalah rangkaian
peraturan-peraturan mengenai tingkah laku orang-orang sebagai anggota masyarakat, dan tujuan hukum itu adalah mengadakan keselamatan, kebahagiaan dan ketertiban di dalam masyarakat, karena masing-masing masyarakat mempunyai berbagai kepentingan, sehingga untuk mengatur berbagai kepentingan masyarakat agar tercapai keseimbangan dalam kehidupan masyarakat, maka dalam hukum diadakan sanksi untuk dikenakan kepada anggota masyarakat yang melakukan pelanggaran. Dalam lapangan hukum perdata utamanya yang menyangkut pengesahan dan pencatatan anak tidak sah menjadi anak sah kendati sudah diatur secara normatif oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku namun dalam implementasinya masih ditemui hambatan-hambatan dikarenakan
92
hukum itu selalu berkembang dengan cepat sementara untuk merubah atau mengamandemen suatu peraturan perundangan tidaklah semudah membalikkan telapak tangan karena memerlukan prosedur yang panjang dan diperlukan pembahasan bersama antara pihak eksekutif dengan pihak legislatif. Berdasarkan pembahasan rumusan permasalahan pertama sebagaimana diuraikan di atas maka penulis menemukan isu-isu hukum yang menjadi hambatan dalam Implementasi Pengesahan Dan Pencatatan Anak Berdasarkan Undang-Undang Administrasi Kependudukan di Kota Surakarta sebagai berikut dibawah ini. Dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama perluasan kewenangan Pengadilan Agama di Indonesia sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama sehingga kewenangan Pengadilan Agama mencakup kewenangan untuk “menetapkan asal-usul seorang anak” (Rusli Pandika, 2014: 119). Namun sebagaimana penelitian yang penulis lakukan ternyata dalam kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir ternyata tidak ada perkara permohonan pengesahan anak tidak sah menjadi anak sah yang terdaftar di Pengadilan Agama Surakarta, dan dari hasil wawancara dengan Bapak Drs. Jayin, S.H., yang sehari-hari bertugas sebagai Hakim pada Kantor tersebut didapatkan suatu fakta bahwa apabila dilihat dari kewenangan Pengadilan Agama dalam Pasal 49 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 sebenarnya ada kewenangan yang diberikan oleh undangundang kepada Pengadilan Agama untuk memeriksa dan mengadili permohonan pengesahan anak, hal tersebut terlihat dari bunyi penjelasan Pasal 49 ayat (2) Undang-Undang tentang Peradilan Agama yang menyatakan bahwa yang dimaksud dengan bidang perkawinan yang diatur dalam Undang-Undang Perkawinan antara lain mengatur mengenai “penetapan asal usul seorang anak”. Adapun prosedur yang ditempuh diawali dengan diajukannya permohonan itsbat nikah untuk melegalisasi
93
perkawinan, yang selanjutnya bisa diteruskan dengan pengajuan permohonan asal-usul seorang anak/pengesahan anak, namun dalam kenyataannya peluang tersebut tidak pernah digunakan oleh masyarakat yang beragama Islam yang ingin melakukan pengesahan anak. Sementara itu dari hasil wawancara dengan Bapak Eko Purnomo, S.H., M.Si., yang menjabat sebagai Kepala Seksi Kelahiran, Kematian, Pengakuan dan Pengesahan Anak di Bidang Pencatatan Sipil Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Pemerintah Kota Surakarta diperoleh keterangan bahwa apabila ada permohonan yang tidak memenuhi syarat Pasal 50 Undang-Undang Administrasi Kependudukan yakni orang tua anak tidak bisa memperlihatkan bukti tertulis yang menerangkan bahwa mereka telah melangsungkan perkawinan menurut hukum agama, maka pihak Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Pemerintah Kota Surakarta akan menolak pengesahan dan pencatatan anak tersebut serta memberikan saran kepada pemohon supaya mengajukan permohonan pengesahan anak kepada Pengadilan Negeri Surakarta meskipun pemohon tersebut beragama Islam dengan alasan yang mendasari penyelesaian masalah tersebut diarahkan ke Pengadilan Negeri adalah karena Pengadilan Negeri sebagai lembaga peradilan pada tingkat pertama mempunyai kewenangan untuk mengisi kekosongan hukum manakala ada persoalan hukum yang belum diatur atau belum ada aturan hukumnya, hal tersebut dikarenakan Hakim mempunyai kewenangan untuk menciptakan hukum (rechtsvinding) manakala perkara yang dihadapinya belum ada aturan hukum yang mengaturnya, dan apabila permasalahan tersebut diajukan permohonan ke Pengadilan Agama Surakarta pasti akan ditolak dikarenakan dalam kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir tidak terdapat permohonan pengesahan anak dan pencatatannya yang mendasarkan kepada adanya Penetapan dari Pengadilan Agama Surakarta. Sehingga yang terjadi masyarakat yang beragama Islam dalam menyelesaikan hambatan dimaksud adalah dengan cara orang tua dari
94
anak tersebut mengajukan permohonan pengesahan anak ke Pengadilan Negeri Surakarta agar menyatakan pengesahan anak tersebut sah menurut hukum dan kemudian memerintahkan kepada pegawai pencatatan sipil pada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Pemerintah Kota Surakarta supaya mencatat pengesahan anak dalam register dan kutipan akta kelahiran anak yang bersangkutan. Hal ini dapat dibuktikan dari hasil penelitian terhadap perkara perdata permohonan yang terdaftar di Pengadilan Negeri Surakarta dibawah Nomor 239/Pdt.P/2015/PN. Skt., dimana Andhi Nur Huda (Pemohon I) dan Y. Vina Maharani (Pemohon II), yang keduanya beragama Islam, yang dalam hal ini diwakili oleh kuasanya bernama Achmad Zainal Abidin, S.H., telah mengajukan permohonan supaya Pengadilan Negeri Surakarta menyatakan bahwa pengesahan anak yang lahir sebelum perkawinan yang bernama Izaz Syafi Assyauqie yang lahir di Surakarta pada tanggal 23 Oktober 2012 adalah sah menurut hukum dan memerintahkan kepada Pejabat Pencatatan Sipil pada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Pemerintah Kota Surakarta untuk mencatat pengesahan anak tersebut dalam Register yang diperuntukkan untuk itu dan menerbitkan Kutipan Akta Kelahiran bagi anak tersebut. Terhadap
perkara
permohonan
tersebut
menurut
Bapak
Maximianus Daru Hermawan, S.H., Hakim Pengadilan Negeri Surakarta yang memutus perkara tersebut, dan diperoleh keterangan sebagai berikut: - Bahwa tugas hakim dalam pemeriksaan perkara perdata in casu permohonan pengesahan anak adalah menerima, memeriksa dan memutus permohonan tersebut berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku, dan dalam hal ini adalah Undang-Undang Administrasi Kependudukan. - Bahwa dalam memeriksa dan memutuskan permohonan tersebut tentunya hakim tetap mendasarkan pada sistem pembuktian yang diatur dalam hukum acara perdata yang berlaku yang dalam hal ini
95
adalah HIR dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. - Bahwa sesuai dengan Pasal 164 HIR alat bukti dalam perkara perdata adalah surat, keterangan saksi, persangkaan, pengakuan dan sumpah. - Bahwa terkait dengan perkara Nomor 239/Pdt.P/2015/PN. Skt. tersebut oleh karena perkara dimaksud adalah perkara permohonan dan tidak ada sengketa, maka alat bukti yang relevan hanyalah surat, keterangan saksi, persangkaan dan pengakuan, adapun alat bukti sumpah tidak dapat diterapkan karena perkara permohonan tersebut bukan bersifat contentiosa. - Bahwa berkenaan dengan penolakan dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Pemerintah Kota Surakarta yang beranggapan bahwa dalam permohonan tersebut orang tua anak tidak bisa memperlihatkan bukti tertulis yang menerangkan bahwa mereka telah melangsungkan perkawinan menurut hukum agama bahkan dalam posita permohonan tersebut
para
pemohon
mendalilkan
bahwa
mereka
telah
melangsungkan perkawinan secara hukum agama pada tahun 2012 sementara anak yang akan disahkan dilahirkan pada tanggal 23 Oktober 2012, maka terhadap dalil permohonan yang mendalilkan bahwa para pemohon melangsungkan perkawinan pada tahun 2012, maka penyebutan tahun 2012 tersebut menurut hukum diartikan dalam rentang waktu 1 Januari 2012 sampai dengan 31 Desember 2012 yang hal tersebut apabila dihubungkan dengan alat bukti berupa 2 (dua) orang saksi yang diajukan di bawah sumpah di persidangan yang bernama Agus Heru Pancoro dan Suyono Dwijo Martono, diperoleh fakta hukum bahwa para pemohon telah melangsungkan perkawinan secara agama (nikah siri) sebelum melahirkan anak, dengan kata lain anak tersebut dilahirkan setelah adanya perkawinan menurut hukum agama, sehingga permohonan pengesahan anak tersebut dikabulkan.
96
- Bahwa Hakim dalam menjatuhkan putusan juga dipengaruhi oleh perkembangan hukum sehingga juga mempertimbangkan aspek keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum. Bahwa terhadap dikabulkannya permohonan pengesahan anak Nomor 239/Pdt.P/2015/PN. Skt. timbul pula suatu isu hukum, apakah pengadilan negeri memang mempunyai kewenangan untuk memeriksa dan memutus permohonan pengesahan anak bagi para pemohon yang beragama Islam. Apakah permohonan tersebut bukan merupakan kompetensi dari pengadilan agama. Terhadap hal tersebut menurut pendapat penulis adalah sebagai berikut: - Bahwa Pasal 49 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama telah menentukan bahwa pengadilan agama bertugas
dan
berwenang
untuk
memeriksa,
memutus
dan
menyelesaikan perkara-perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam dibidang perkawinan, kewarisan, wasiat dan hibah, berdasarkan hukum Islam serta waqaf dan shadaqah. Kendati pengadilan agama sudah dikenal sejak jaman penjajahan namun sampai dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama tersebut susunan kekuasaan dan hukum acara untuk memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara maka pengadilan agama masih membonceng kepada hukum acara yang berlaku di peradilan umum disamping acara menurut hukum Islam. - Bahwa sebelum diundangkannya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, maka setiap putusan pengadilan agama setelah memperoleh kekuatan hukum tetap masih dikukuhkan oleh pengadilan negeri termasuk juga apabila akan mengeksekusi maka tetap meminta fiat executie dari pengadilan negeri. - Bahwa
Undang-Undang
Administrasi
Kependudukan
adalah
merupakan undang-undang yang relatif masih baru dan memerlukan sosialisasi kepada masyarakat, bahkan dalam undang-undang tersebut
97
tidak diatur secara tegas bahwa pengadilan negeri dilarang untuk memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara permohonan pengesahan anak yang para pemohonnya beragama Islam. Menurut pendapat penulis, dari pembahasan di atas diketahui bahwa Hakim Pengadilan Negeri Surakarta dalam memutuskan perkara permohonan pengesahan anak Nomor 239/Pdt.P/2015/PN Skt tersebut telah menerapkan hukum progresif sebagaimana digagas oleh Satjipto Raharjo, dimana hukum hendaknya mampu mengikuti perkembangan jaman, mampu menjawab perubahan jaman dengan segala dasar di dalamnya serta mampu melayani masyarakat dengan menyandarkan pada aspek moralitas dari sumber daya manusia penegak hukum sendiri, dan oleh karena perkara tersebut sudah diputus dengan Penetapan Pengadilan Negeri Surakarta pada 7 Desember 2015 yang sudah berkekuatan hukum tetap, apalagi perkara tersebut termasuk perkara voluntair dan penetapannya bersifat konstitutif, tentunya penetapan dimaksud tidak mungkin dirubah lagi. Namun dari kasus tersebut dapat diambil suatu pelajaran bahwa dari pihak Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil seharusnya
lebih
menguasai
mengenai
hakekat
Undang-Undang
Administrasi Kependudukan sehingga apabila ada penduduk yang beragama Islam hendak melakukan pengesahan anak dan ternyata tidak memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 50 Undang-Undang Administrasi Kependudukan maka seharusnya Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil memberikan arahan supaya mengajukan
permohonan
pengesahan anak
(asal-usul
anak) ke
Pengadilan Agama terlebih dahulu dan apabila dikabulkan barulah penetapannya dibawa ke Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Pemerintah Kota Surakarta sebagai dasar untuk melakukan pencatatan pengesahan anak tersebut. Demikian pula kepada Pengadilan Negeri maupun
Pengadilan
Agama
sekiranya
menerima
permohonan
pengesahan anak supaya betul-betul diteliti hukum agama yang mendasari perkawinan orang tua anak dimaksud, sehingga apabila ada
98
penolakan dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Pemerintah Kota Surakarta dapat diketahui kompetensi pengadilan mana yang berwenang mengadili sekiranya diajukan permohonan pengesahan anak tersebut. 3.
Akibat Hukum Pengesahan Dan Pencatatan Anak Berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan di Kota Surakarta Ketentuan
Pasal
50
Undang-Undang
Administrasi
Kependudukan jo Pasal 92 Peraturan Presiden Nomor 25 Tahun 2008 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil telah menentukan bahwa implementasi dari pengesahan anak tidak sah menjadi anak sah adalah pencatatan yang dilakukan oleh Pejabat Pencatatan Sipil tentang pengesahan anak tersebut pada Register Akta Perkawinan, serta pembuatan catatan pinggir pada Register Akta Kelahiran dan Kutipan Akta Kelahiran. Bahwa pelaksanaan pencatatan pengesahan anak tersebut apabila langsung dilaporkan pada saat pencatatan perkawinan orang tuanya, maka akan diterbitkan Kutipan Akta Pengesahan Anak dan selanjutnya pada Register dan Kutipan Akta Kelahiran Anak dimaksud akan diberikan catatan pinggir dengan redaksi sebagaimana telah penulis sebutkan pada pembahasan pertama diatas. Bahwa dari redaksi yang tercatat pada Register dan Kutipan Akta Kelahiran Anak tersebut mengandung makna bahwa anak yang sudah disahkan menjadi anak sah tersebut kedudukannya atau status hukumnya adalah sudah seperti anak sah, hal ini membawa akibat hukum bahwa anak tersebut tidak lagi hanya mempunyai hubungan keperdataan dengan ibunya saja, melainkan sudah mempunyai hubungan keperdataan dengan orang tuanya (Ibu dan Ayahnya) dan keluarganya termasuk juga dalam hal hak untuk mewaris. Hal ini pun bersesuaian dengan bunyi Pasal 55 ayat (1) Undang-Undang Perkawinan yang berbunyi, “Asal-usul
99
seorang anak hanya dapat dibuktikan dengan akta kelahiran yang otentik, yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang”, dan juga dari hasil wawancara dengan Bapak Maximianus Daru Hermawan, S.H., yang berpendapat bahwa dengan adanya pengesahan anak tersebut membawa implikasi bahwa kedudukan anak dimaksud sama dengan anak yang lahir dalam ikatan perkawinan yang sah. Bahwa anak yang sudah disahkan menjadi anak sah tersebut kedudukannya atau status hukumnya adalah sudah seperti anak sah dan sudah mempunyai hubungan keperdataan dengan orang tuanya (Ibu dan Ayahnya) dan keluarganya, maka konsekuensi dari mempunyai hubungan perdata ini adalah bahwa anak tersebut dapat menjadi ahli waris dari ayah dan ketika ayah (pewaris) meninggal dunia, maka anak tersebut otomatis menjadi ahli waris tanpa melakukan suatu perbuatan hukum apapun. Demikian juga anak tersebut dapat pula menjadi ahli waris pengganti, yaitu ahli waris yang menggantikan ahli waris sebenarnya sebagai contoh anak tersebut dapat menggantikan ayahnya sebagai ahli waris pengganti manakala ahli waris yang sebenarnya ini (ayah) telah meninggal dunia lebih dahulu dari kakeknya selaku pewaris.