BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Implementasi Pemungutan PBB-PP dan PBPHTB di Kota Surakarta Berdasarkan UU PDRD 1. Deskripsi Objek Penelitian Penelitian dalam penulisan hukum ini dilaksanakan di Kota Surakarta, dalam hal ini Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan, dan Aset (DPPKA) Kota Surakarta dan Bagian Hukum. Penelitian dilaksanakan di Bagian Pendapatan yang mana terdapat 3 (tiga) bidang yaitu bidang pendaftaran dan pendataan, penetapan dan bidang penagihan. Berdasarkan Pasal 12 hingga Pasal 26 Peraturan Walikota Surakarta Nomor 15-N Tahun 2011TentangPenjabaran Tugas Pokok, Fungsi Dan Tata Kerja Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan Dan Aset Kota Surakarta bahwa ketiga bidang ini melaksanakan tugas untuk sektor pendapatan asli daerah yang mengelola penagihan dan pemungutan pajak daerah, retribusi daerah, dan lain-lain pendapatan yang syah. Sehingga dalam hal pelimpahan wewenang pemungutan PBB-PP dan PBPHTB menjadi pajak daerah, di Kota Surakarta yang melakukan operasi pemungutan atas 2 macam pajak itu adalah dinas DPPKA Kota Surakarta.Sebelum masuk pada pokok pembahasan penelitian, terlebih dulu di deskrispsikan secara umum tentang objek penelitian. a. Kota Surakarta Secara geografis kota Surakarta berada antara 110045’15” – 11045’35” Bujur Timur dan antara 7036’00” – 7056’00” Lintang Selatan, dengan luas wilayah kurang lebih 4.404,06 Ha. Kota Surakarta juga berada pada cekungan diantara dua gunung, yaitu Gunung Lawu dan Gunung Merapi dan bagian timur dan selatan dibatasi oleh Sungai Bengawan Solo.Dari batas kewilayahan, Kota
56
57
Surakarta dikelilingi oleh 3 Kabupaten. Sebelah utara berbatasan dengan kabupaten Karanganyar dan Boyolali, sebelah timur dibatasi dengan Kabupaten Sukoharjo dan Karanganyar, sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Sukoharjo, dan sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Sukoharjo dan Karanganyar. Secara administratif, kota Surakarta terdiri dari 5 (lima) wilayah kecamatan yaitu: Laweyan, Serengan, Pasar Kliwon, Jebres, dan Banjarsari. Dari kelima kecamatan ini, terbagi menjadi 51 kelurahan, 595 Rukun Warga (RW), dan 2669 Rukun Tetangga (RT).Dilihat dari aspek lalulintas perhubungan darat di Pulau Jawa, posisi kota Surakarta tersebut berada pada jalur strategis yaitu pertemuan atau simpul yang menghubungkan Semarang dengan Yogyakarta. Dengan posisi yang strategis ini maka kota Surakarta menjadi pusat bisnis
yang
penting
bagi
daerah
disekitarnya(http://www.surakarta.go.id). Sesuai amanat UndangUndang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, ada 4 (empat) macam pajak yang dialihkan wewenang nya dari pajak pusat menjadi pajak daerah, diantaranya yaitu PBB-PP dan PBPHTB yang sebelumnya menjadi kewenangan pemerintah pusat, pajak sarang burung wallet yang merupakan pajak baru yang diberikan kepada pemerintah daerah, dan pajak air bawah tanah yang
sebelumnya
menjadi
kewenangan
pemerintah
daerah
provinsi.Yang dibahas lebih lanjut dalam penulisan ini adalah PBBPP dan PBPHTB. Dengan pengalihan pajak ini maka kegiatan proses
pendataan,
penilaian,
penetapan,
pengadministrasian,
pemungutan/ penagihan dan pelayanan PBB-PP dan PBPHTB akan diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/ Kota. Salah satu Pemerintah Daerah yang telah mengimplementasi ini adalah Kota Surakarta.Pemungutan PBB-PP oleh Pemerintah Daerah Kota Surakarta mulai dilaksanakan sejak 1 Januari 2013, sedangkan
58
untuk pemungutan PBPHTB telah dilaksanakan mulai 1 Januari 2011. b. Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan, dan Aset (DPPKA) Kota Surakarta Seperti yang telah tersebut diatas, kewenangan pengelolaan PBB-PP dan PBPHTB di Kota Surakarta dilaksanakan oleh Dinas Pendapatan, Pengeloaan Keuangan, dan Aset Kota Surakarta, yang dalam penulisan hukum ini disebut DPPKA Kota Surakarta. Berawal dari prinsip otonomi daerah melalui UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana dicabut oleh UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, merupakan landasan normatif bagi perubahan penyelenggaraan pemerintah di daerah, termasuk perubahan kewenangan baik pemerintah pusat, provinsi, maupun kabupaten atau kota. Sehubungan dengan itu tentang pembentukan dinas-dinas daerah diamanatkan oleh peraturan pelaksana dari UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah selama belum ada peraturan pelaksana dari UU Nomor 23 Tahun 2014. Peraturan tentang struktur organisasi perangkat daerah diatur dalam PP Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah. Berdasarkan peraturan tersebut terbentuklah dinas daerah, khususnya dalam pembahasan penulisan hukum ini adalah satuan kerja perangkat daerah DPPKA di Kota Surakarta. Pelaksanaan pemungutan PBB-PP dan PBPHTB di Kota Surakarta
dilaksanakan
oleh
DPPKA,
diamanatkan
dalam
Permendagri Nomor 56 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Permendagri Nomor 57 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Penataan
Organisasi
Perangkat
Daerah,
dimana
terdapat
penambahan fungsi PBB pada Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)
yang
menangani
fungsi
pendapatan,
pengelolaan
keuangan, dan aset. Maka perlu dibentuk kembali penataan
59
kelembagaan Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan, dan Aset Kota Surakarta, dengan dibentuk Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 14 Tahun 2011. Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 14 Tahun 2011 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kota Surakarta dalam Pasal 34 ayat (2) tugas pokok dinas pendapatan,
pengelolaan
keuangan,
dan
aset
adalah
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendapatan, pengelolaan keuangan dan aset. DPPKA Kota Surakarta sebagai unsur pelaksana Pemerintah Daerah Kota Surakarta yang mempunyai tugas melaksanakan kewenangan
otonomi daerah dalam
pengelolaan
pendapatan
daerah Kota Surakarta. Berikut yang menjadi kewenangan DPPKA Kota Surakarta dalam Pendapatan Asli Daerah (PAD) yaitu penerimaan dari pajak daerah, retribusi daerah, kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang syah. Dengan demikian karena PBB-PP dan PBPHTB telah menjadi pajak daerah salah satu sumber dari pendapatan asli daerah, maka pengelolaannya dilaksanakan oleh DPPKA Kota Surakarta melalui pelimpahan wewenang pemungutan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah yang diatur dalam UU PDRD. Untuk
melaksanakan
tugas
pokok
diatas,
DPPKA
menyelenggarakan fungsi yaitu sebagai berikut: 1. Penyelenggaraan kesekretariatan Dinas. 2. Penyusunan rencana program, pengendalian, evaluasi dan pelaporan. 3. Penyelenggaraan
pengelolaan
pendapatan,
meliputi
:
pendaftaran dan pendataan wajib pajak, perhitungan, penetapan dan angsuran pajak, pembukuan penerimaan pajak serta
60
pendapatan
lain,
penagihan
atas
keterlambatan
pajak,
pendapatan lain dan restitusi. 4. Penyelenggaraan pengelolaan anggaran, perbendaharaan dan akuntansi. 5. Pengelolaan barang milik daerah. 6. Penyiapan penyusunan, perubahan dan perhitungan anggaran pendapatan dan belanja daerah. 7. Penyelenggaraan administrasi keuangan daerah. 8. Penyelenggaraan sosialisasi. 9. Pembinaan jabatan fungsional. 10.Pengelolaan UPTD. Berdasarkan Pasal 35 ayat (1) Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 14 Tahun 2011 tentang Organisasi Dan
Tata Kerja
Perangkat Daerah Kota Surakarta, struktur organisasi DPPKA terdiri dari: a. Kepala b. Sekretariat, membawahkan: -
Subbagian perencanaan, evaluasi dan pelaporan
-
Subbagian keuangan
-
Subbagian umum dan kepegawaian
c. Bidang
pendaftaran,
pendataan,
dan
membawahkan: -
Seksi pendaftaran dan pendataan
-
Seksi dokumentasi dan pengolahan data
d. Bidang penetapan, membawahkan: -
Seksi perhitungan
-
Seksi penerbitan surat ketetapan
e. Bidang penagihan, membawahkan: -
Seksi penagihan dan keberatan
-
Seksi pengurangan pajak daerah
f. Bidang anggaran, membawahkan:
dokumentasi,
61
-
Seksi anggaran i
-
Seksi anggaran ii
g. Bidang perbendaharaan, membawahkan: -
Seksi pembendaharaan i
-
Seksi perbendaharaan ii
h. Bidang akuntansi, membawahkan: -
Seksi akuntansi i
-
Seksi akuntansi ii
i. Bidang aset, membawahkan: -
Seksi perencanaan aset
-
Seksi pengelolaan aset
j. Unit pelaksana teknis dinas (UPTD) k. Kelompok jabatan fungsional. Mengenai penjabaran tugas pokok dan fungsi nya diatur lebih lanjut dalam PeraturanWalikota Surakarta Nomor 15-N Tahun 2011Tentang Penjabaran Tugas Pokok, Fungsi Dan Tata Kerja Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan Dan Aset Kota Surakarta. Gambar bagan struktur organisasi dan tata kerja DPPKA Kota Surakarta terdapat dalam lampiran 01. c. Pelaksanaan Pengalihan Wewenang Pemungutan PBB-PP dan PBPHTB di Kota Surakarta 1) Persiapan Pengalihan Wewenang Pengelolaan PBB-PP UU PDRD menyatakan dalam Pasal 182 ayat (1) untuk pengalihan PBB-PP dan PBPHTB paling lambat dialihkan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah pada tahun 2014.Sesuai ketentuanPeraturan Bersama Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri No. 213/ PMK.07/ 2010- No.58 Tahun 2010 tentang Tahapan Persiapan Pengalihan PBB-PP sebagai Pajak Daerah, dalam rangka pengalihan kewenangan pemungutan PBB-PP tersebut pemerintah daerah menyiapkan peraturan yaitu diantaranya Peraturan Daerah, Peraturan Kepala Daerah, SOP.
62
Kerjasama yang melibatkan Bank Pembangunan Daerah (BPD), Badan Pertanahan Nasional (BPN), notaris/PPAT, Kantor Lelang.Sarana prasarana yang terdiri dari formulir pembayaran Surat Setoran Pajak Daerah(SSPD), basis data PBB-PP, gedung/ ruangan, dan peralatan komputer. Didukung dengan sumber daya manusia dan organisasi, sosialisasi baik internal maupun eksternal, dan pendanaan.. Berkaitan dengan persiapan pengalihan kewenangan PBB-PP, Kota Surakarta melaksanakan pemungutan PBB-PP pada tanggal 1 Januari 2013. Sementara regulasi yang disusun oleh Pemerintah Daerah Kota Surakarta sebagai dasar untuk melaksanakan
pemungutan
PBB-PP
oleh
DPPKA
Kota
Surakarta, yaitu berupa: 1) Peraturan Daerah (Perda) Kota Surakarta Nomor 13 Tahun 2011 tentang Pajak Bumi Pedesaan dan Perkotaan yang telah disosialisasikan dalam berbagai kegiatan. 2) Peraturan Walikota Surakarta Nomor 15 Tahun 2012 tentang Pedoman Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan yang diimplementasikan pada saat pengelolaan pemungutan PBB-PP pada 1 Januari 2014. 3) Dalam rangka pengelolaan PBB-PP Pemerintah Daerah Kota Surakarta telah melakukan kerjasama dengan PT. Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah Cabang Surakarta terkait tata kelola penerimaan pembayaran pajak daerah. 4) Pengalihan wewenang ini juga disertai pelimpahan dokumen dari pemungut sebelumnya yaitu Kantor Pelayanan Pajak Pratama (KPP Pratama) kepada DPPKA yaitu dibuktikan dengan adanya Berita Acara Serah Terima Nomor: BA-60/ WPJ.32/ KP.06/ 2013 perihal Surat Keputusan Menteri Keuangan, Data Piutang PBB-PP dan Aset Sitaan. Hal ini
63
berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER61/PJ/2010 tentang Tata Cara Persiapan Pengalihan Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan Sebagai Pajak Daerah, dalam Pasal 5 ayat (2) disebutkan bahwa KPP bertugas dan bertanggung jawab menyerahkan system aplikasi beserta source code dan basis data (database), soft copy peta PBB-PP dan kompilasi perubahan data PBB-PP yang terjadi setelah tanggal cut off data sampai dengan tanggal paling lambat 5 Januari tahun pengalihan dengan menggunakan Berita Acara Serah Terima. Untuk meningkatkan dan mengoptimalkan penerimaan PBB-PP, pemerintah
daerah
DPPKA
Kota
Surakarta
menerapkan
system
administrasi perpajakan modern yang selama ini telah digunakan oleh pemerintah pusat yaitu yang disebut dengan Sistem Manajemen Informasi Objek Pajak (SISMIOP). Dengan menggunakan SISMIOP yang telah didukung dengan teknologi komputerisasi maka diharapkan dapat menunjang peningkatan penerimaan PBB-PP. Sistem ini bekerja secara terintegrasi yang mengolah informasi data objek pajak dan subjek pajak mulai dari proses pendataan, penilaian, penagihan, penerimaan, dan pelayanan. Pengertian SISMIOP menurut Keputusan Direktorat Jenderal Pajak
Nomor
KEP-533/PJ/2000
Tentang
Petunjuk
Pelaksanaan
Pendaftaran, Pendataan, dan Penilaian Objek dan Subjek Pajak Bumi dan Bangunan Dalam Rangka Pembentukan dan atau Pemeliharaan Basis Data Sistem Manajemen Informasi Objek Pajak (SISMIOP),Sistem Manajemen Informasi Objek Pajak adalah: “Sistem yang terintegrasi unytuk mengolah informasi/ data objek dan subjek Pajak Bumi dan Bangunan dengan bantuan computer sejak dari pengumpulan data (melalui pendaftaran, pendataan, dan penilaian) pemberian identitas objek pajak (Nomor Objek Pajak), perekaman data, pemeliharaan basis data, pencetakan hasil keluaran (berupa Surat Pemberitahuan
Pajak
Terutang
(SPPT),
Surat
Tanda
Tagihan
64
Setoran(STTS),
Daftar
Himpunan
Ketetapan
Pajak(DHKP),
dan
sebagainya), pemantauan penerimaan dan pelaksanaan penagihan pajak, sampai dengan pelayanan kepada wajib pajak melalui Pelayanan Satu Tempat.” Proses pengalihan dan migrasi data dalam rangka pengelolaan PBB-PP oleh pemerintah daerah ini, tentu tidak semua perangkat pendukung SISMIOP akan diserahkan. Pemerintah daerah perlu menginvestasikan beberapa perangkat agar SISMIOP tersebut berjalan dengan baik.Berikut data pengalihan beberapa soft ware dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah, yang mana sisanya pemerintah daerah mesti mengadakan sendiri. Hardware:
Software:
-Server ( SIG dan SISMIOP) - Operating System; windows server 2003 -Personal Computer (PC)
- Oracle internet developer suite 10 g license
-Network
- Pemetaan Mapinfo
-High Speed Printer
- Aplikasi POS
-Printer
- Aplikasi SISMIOPdan SIG *)
Data:
Dokumentasi:
-Data SISMIOPdan SIG*)
-User Manual *)
-Data Peta *)
-Source Code *)
Keterangan: *) = telah diberikan kepada pemerintah daerah yaitu SKPD yang bersangkutan dalam hal ini DPPKA Kota Surakarta. a. Alur Bisnis Pengelolaan PBB-PP Pelaksanaan pemungutan PBB-PP di Kota Surakarta diatur dalam Peraturan Daerah (Perda) Kota Surakarta Nomor 13 Tahun 2011 tentang Pajak Bumi Perdesaan dan Perkotaan serta Peraturan Walikota Surakarta Nomor 15 Tahun 2012 tentang Pedoman Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan.
65
Pelaksanaan pemungutan PBB-PP menggunakan basis data berasal dari pelimpahan dari pemerintah pusat melalui Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Republik Indonesia. Yang dalam Pasal 1 angka 31 Peraturan Daerah (Perda) Kota Surakarta Nomor 13 Tahun 2011 tentang Pajak Bumi Perdesaan dan Perkotaan serta Peraturan Walikota Surakarta Nomor 15 Tahun 2012 tentang Pedoman Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaandijelaskan bahwa Sistem Manajemen Informasi Objek Pajak yang selanjutnya disingkat SISMIOP adalah aplikasi yang mengintegrasikan proses bisnis pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan. Tata cara pemungutan PBB-PP yang terdapat dalam aplikasi SISMIOP adalah: 1) Pendaftaran Dalam Pasal 2 Perwali Surakarta Nomor 15 Tahun 2012 tentang Pedoman Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan, tata cara pendaftaran objek dan subjek pajak yaitu: a) Pendaftaran Objek Pajak dilakukan oleh Subjek Pajak dengan cara mengisi Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) b) Wajib Pajak yang memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak mencantumkan Nomor Pokok Wajib Pajakdalam kolom yang tersedia dalam SPOP c) SPOP
diisi
dengan
jelas,
benar,
dan
lengkap
serta
ditandatangani dan disampaikan ke Dinas selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah tanggal diterimanya SPOP oleh Subjek Pajak atau kuasanya d) Formulir SPOP disediakan dan dapat diperoleh dengan cumacuma di Dinas, UPT Dinas atau di tempat lain yang ditunjuk. 2) Pendataan Perihal pendataan objek pajak PBB-PP diatur dalam Pasal 3 Perwali Surakarta Nomor 15 Tahun 2012 tentang Pedoman
66
Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan.Pendataan subjek dan objek pajak untuk dituangkan dalam SPOP melalui tahap berikut: a) Pendataan Objek dan Subjek Pajak dilakukan oleh Dinas denganmenuangkan data tentang objek pajak dalam formulir SPOP. b) Setiap Wajib Pajak wajib mengisi SPOP yang harus diisi dengan jelas,benar dan lengkap serta ditandatangani oleh Wajib Pajak ataukuasanya disertai dengan lampiran-lampiran yang diperlukan dandisampaikan kepada Dinas. c) Sepanjang tidak ada perubahan data Objek Pajak, Subjek Pajakmaupun Wajib Pajak maka data SPOP dapat digunakan untukpenetapan Pajak tahun selanjutnya. d) Pendataan
Objek
dan
Subjek
Pajak
sebagaimana
dimaksuddapat dilakukan dengan alternatif: a. penyampaian dan pemantauan pengembalian SPOP; b. identifikasi Objek Pajak; c. verifikasi data Objek Pajak; d. pengukuran bidang Objek Pajak. e) Bentuk,
isi
formulir,
dan
sebagaimanadimaksudtercantum
petunjuk dalam
pengisian Lampiran
SPOP I
yang
merupakanbagian tidak terpisahkan dariPeraturan Walikota ini. f) Setiap Objek Pajak diberi Nomor Objek Pajak (NOP). g) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian Nomor Objek Pajak (NOP)diatur dengan Keputusan Kepala Dinas. 3) Penilaian Pasal 5 Perwali Surakarta Nomor 15 Tahun 2012 tentang Pedoman Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan.
67
Penilaian Objek Pajak yang menjadi angka nilai jual objek pajak menggunakan cara: a) Penilaian terhadap Objek Pajak untuk menentukan NJOP yang akandijadikan dasar pengenaan Pajak dilaksanakan secara massal maupunindividual dengan menggunakan pendekatan penilaian yang telah ditentukan. b) Penetapan besarnya NJOP ditetapkan dengan Keputusan Walikota. 4) Penetapan Pasal 6 Perwali Surakarta Nomor 15 Tahun 2012 tentang Pedoman Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan, bahwa penghitungan besaran pokok PBB-PP yang ada dalam Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT). Tata cara penerbitan, pengisian, dan penyampaian SPPT PBB-PP, yaitu: a) Penetapan besarnya Pajak terutang dihitung berdasarkan NJOP Bumidan/atau
Bangunan
dikalikan
luas
bumi
dan/atau
bangunan kemudiandikurangi dengan NJOPTKP((NJOPBumi x luas bumi) + (NJOP Bangunan x luas Bangunan)-NJOPTKP) b) Hasil yang diperoleh dari penetapan besarnya Pajak terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disebut Nilai Jual Objek Pajak Kena Pajak (NJOPKP) c) Besarnya Pajak yang terutang sebagaimana dimaksud dihitung menggunakan tarif: a. untuk NJOP sampai dengan Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) ditetapkan sebesar 0,1% (nol koma satu persen). b. untuk NJOP di atas Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) sampai dengan Rp. 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) ditetapkan sebesar 0,15% (nol koma lima belas persen).
68
c. untuk NJOP di atas Rp. 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) ditetapkan sebesar 0,2% (nol koma dua persen). d) Besarnya pokok Pajak yang terutang diperoleh dengan cara mengalikan tarif dengan NJOPKP. e) NJOPTKP ditetapkan sebesar Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) untuk setiap Wajib Pajak. f) Apabila Wajib Pajak mempunyai lebih dari 1 (satu) Objek Pajak berupabumi dan/atau bangunan, maka NJOPTKP dikenakan untuk 1 (satu)Objek Pajak bumi dan/atau bangunan. 5) Penerbitan dan penyampaian SPPT PBB-PP oleh DPPKA dan penyebaran di masyarakat dalam Pasal 8 Perwali Surakarta Nomor 15 Tahun 2012 tentang Pedoman Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan melalui tahapan berikut: (1) Berdasarkan SPOP, Dinas menerbitkan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) (2) SPPTditerbitkan di awal tahun masa Pajak secara massal (3) Dinas mencetak Daftar Himpunan Ketetapan Pajak (DHKP) sebagaiberikut: a. buku 1 untuk ketetapan sampai dengan Rp. 100.000,00 (seratusribu rupiah) b. buku 2 untuk ketetapan lebih dari Rp. 100.000,00 (seratus riburupiah) sampai dengan Rp. 500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) c. buku 3 untuk ketetapan lebih dari Rp. 500.000,00 (lima ratus riburupiah) sampai dengan Rp. 2.000.000,00 (dua juta rupiah) d. buku 4 untuk ketetapan lebih dari Rp. 2.000.000,00 (dua jutarupiah) sampai dengan Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah)
69
e. buku 5 untuk ketetapan Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah) keatas. (4) Sebelum
disampaikan
kepada
Wajib
Pajak,
dilakukan
penelitian antaradata SPPT dengan data Daftar Himpunan Ketetapan Pajak (DHKP). (5) Setelah penelitian selesai dibuatkan berita acara dan laporan hasilpenelitian SPPT rangkap 3 dengan rincian rangkap ke-l untuk Dinas,rangkap ke-2 untuk Kelurahan, dan rangkap ke-3 untuk lampiranberita acara penelitian. (6) SPPT yang telah diteliti diserahkan kepada Kelurahan dengandibuatkan berita acara serah terima SPPT untuk disampaikan kepadaWajib Pajak. (7) SPPT disampaikan ke Wajib Pajak melalui Lurah paling lambat tanggal 31 Maret. (8) Lurah wajib membuat laporan penyampaian SPPT dilampiri Berita Acara Hasil Penyampaian SPPT secara berkala kepada Dinas. (9) Untuk Wajib Pajak yang tidak berdomisili di wilayah sesuai dengan lokasi Objek Pajak, dapat mengambil SPPT di Kantor Kelurahan. (10)Bentuk, dan isi formulir SPPT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Walikota ini. 6) Penerimaan Tata cara pembayaran, penyetoran, dan tempat pembayaran diatur dalam Pasal 9 Perwali Surakarta Nomor 15 Tahun 2012, sebagai berikut: (1) Pajak terutang dibayar
di Kas Daerah/Bank Tempat
Pembayarandengan menggunakan SPPT atau SKPD. (2) Bank Tempat Pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Walikota.
70
(3) Pajak harus
dibayarkan
sampai
dengan
jatuh
tempo
pembayaran. (4) Jatuh tempo pembayaran Pajak adalah yang tercantum di SPPT atau SKPD. (5) Jatuh tempo pembayaran Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dengan menggunakan SPPT ditetapkan 6 (enam) bulan sejak tanggal diterimanya SPPT oleh Wajib Pajak, (6) Jatuh tempo pembayaran Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2)dengan menggunakan SKPD ditetapkan 30 (tiga puluh) hari sejaktanggal diterimanya SKPDoleh Wajib Pajak. (7) SPPT yang tidak dibayar atau kurang dibayar setelah jatuh tempopembayaran, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga 2% (duapersen) sebulan dari jumlah Pajak yang terutang, paling banyak 15(lima belas) bulan. (8) Wajib Pajak setelah melakukan pembayaran memperoleh SSPD. (9) SSPD dibuat rangkap 2 (dua) lembar: a. lembar ke-1 diberikan kepada Wajib Pajak; b. lembar ke-2 untuk Bank. (10) SSPD Lembar ke-2 disimpan oleh bank sebagai dasar pembuatanlaporan, dan selanjutnya dikirimkan ke Dinas paling lambat 1 (satu)hari kerja setelah tanggal pembayaran. (11) SSPD dianggap sah apabila telah ada tanda validasi dari Bank TempatPembayaran.Bank pembayaran dalam hal ini adalah Bank Pembangunan Daerah (BPD) Jawa Tengah Cabang Surakarta. 7) Pelayanan Pelayanan terhadap semua permasalahan pemungutan PBB-PP berdasarkan Pasal 12 Perwali Surakarta Nomor 15 Tahun 2012, yaitu:
71
(1) Syarat-syarat
pengajuan
pembayaran
secara
angsuran
dan/ataupenundaan: a. angsuran hanya diberikan untuk tunggakan Pajak. b. penundaan diberikan kepada Wajib Pajak yang terlambat menerimaSPPT (2) Tata cara pembayaran secara angsuran dan/atau penundaan: a. Wajib Pajak mengajukan surat permohonan angsuran dan/ataupenundaan pembayaran disertai dengan alasanalasan yang dapatdipertanggungjawabkan kepada Dinas; b. Wajib
Pajak
membuat
surat
pernyataan
angsuran
dan/ataupenundaan pembayaran yang disediakan Dinas; c. angsuran maksimal 3 (tiga) kali dalam jangka waktu pelunasan ditahun berjalan, sedangkan untuk penundaan pembayaran palinglama 3 (tiga) bulan dalam tahun berkenaan; d. apabila Wajib Pajak tidak melaksanakan kewajiban sesuai denganapa yang telah ditentukan dalam keputusan tentang angsuran ataupenundaan, maka akan dikenakan tindakan hukum sesuai denganketentuan peraturan perundangundangan mengenai penagihanPajak dengan Surat Paksa. (3) Bentuk Permohonan dan Keputusan angsuran dan/atau penundaanadalahsebagaimana
tersebut
dalam
lampiran
Walikota. (4) Penghapusan piutang Pajak dilakukan terhadap piutang-piutang Pajakyang diperkirakan tidak dapat atau tidak mungkin ditagih lagi. (5) Piutang Pajak yang dapat dihapuskan adalah piutang Pajak yangtercantum dalam: a. SPPT; b. SKPD; c. STPD; dan
72
d. Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, danPutusan Banding. (6) Penghapusan piutang Pajak yang diperkirakan tidak dapat atau tidakmungkin ditagih lagi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukanterhadap piutang Pajak: a. Wajib Pajak yang meninggal dunia dengan tidak meninggalkan hartawarisan dan tidak mempunyai ahli waris, atau ahli waris tidak dapatditemukan, yang dibuktikan dengan Surat Keterangan Kematian dansurat keterangan yang menyatakan bahwa Wajib Pajak yangmeninggal dunia tersebut
tidak
meninggalkan
harta
warisan
dantidak
mempunyai ahli waris dari pejabat yang berwenang; b. Wajib Pajak yang tidak mempunyai harta kekayaan lagi, dibuktikandengan surat keterangan dari pejabat yang berwenang yangmenyatakan bahwa Wajib Pajak memang benar-benar sudah tidakmempunyai harta kekayaan lagi; c. Wajib Pajak yang hak penagihan nya telah kedaluwarsa; d. Wajib Pajak yang tidak dapat ditagih lagi karena sebab lain,misalnya Wajib Pajak tidak dapat ditemukan, dokumen tidaklengkap atau tidak dapat ditelusuri lagi disebabkan keadaan yangtidak dapat dihindarkan seperti bencana alam, kebakaran, rusakdiakibatkan cuaca atau hewan dan sebab lain sebagainya. b. Upaya Hukum Dalam kewajiban membayar pajaknya, wajib pajak juga mempunyai hak yang dapat digunakan manakala terdapat ketidaksesuaian antara jumlah pajak yang terutang dan dirasa perlu koreksi. Hak-hak wajib pajak dapat disampaikan melalui pengajuan upaya hukum keberatan terhadap penagihan pajak itu. BerdasarkanPerwali Surakarta Nomor 15 Tahun 2012 tata cara pengajuan keberatan atas ketetapan pajak daerah diatur dalam Pasal 39. Di Kota Surakarta untuk pengajuan keberatan atas luas objek pajak bumi dan/
73
atau bangunan, dan/ atau NJOP bumi dan/ atau bangunan tidak terdapat pada tahun
2015.Menurut
keterangan
narasumber
Kristina
Kepala
Seksi
Pengurangan Pajak, setelah pelimpahan wewenang pemungutan PBB-PP ini dari tahun 2013 hingga 2015 paling banyak permohonan yang diajukan oleh wajib pajak adalah mengenai Pengurangan Ketetapan Pajak Terutang.Alasan pemberian pengurangan berdasarkan beberapa pertimbangan yang diatur dalam Pasal 27 Perwali Surakarta Nomor 15 Tahun 2012, yaitu sebagai berikut: a. karena kondisi tertentu Objek Pajak yang ada hubungannya dengan Subjek Pajak dan/atau karena sebab-sebab tertentu lainnya; b. dalam hal Objek Pajak terkena bencana alam atau sebab lain yang luar biasa. Kondisi tertentu Objek Pajak yang ada hubungannya dengan Subjek Pajak dan/atau karena sebab-sebab tertentu lainnya untuk: -
Wajib Pajak orang pribadi meliputi:
1. veteran pejuang kemerdekaan, veteran pembela kemerdekaan,penerima tanda jasa bintang gerilya, atau janda/ dudanya; 2. berpenghasilansemata-mata berasal dari pensiunan, sehingga kewajiban Pajaknya sulit dipenuhi; 3. berpenghasilan rendah, sehingga kewajiban Pajaknya sulit dipenuhi; dan/atau
berpenghasilan
rendah
yang
NJOP
per
meter
perseginyameningkat akibat perubahan lingkungan dan dampak positifpembangunan; -
Wajib Pajak Badan yang mengalami kerugian dan kesulitan likuiditas pada TahunPajak sebelumnya sehingga tidak dapat memenuhi kewajiban rutin.
c. Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain gempa bumi, tsunami, gunungmeletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor. Dan sebab lain yang meliputi kebakaran, huru hara, wabah penyakit tanaman, dan/ atau wabah hama tanaman.Sedangkan untuk
74
ketentuan besarnya pengurangan yang diberikan diatur dalam Pasal 28 Perwali ini.Besarnya pengurangan yang diberikan untuk PBB-PP ini yaitu: a. sebesar paling tinggi 75% (tujuh puluh lima persen) dari Pajak yang terutang dalam hal kondisi tertentu (veteran pejuang kemerdekaan, veteran pembela kemerdekaan, penerima tanda jasa bintang gerilya, atau janda/ dudanya) b. sebesar paling tinggi 50% (lima puluh persen) dari Pajak yang terutang dalam hal kondisi tertentu (berpenghasilan semata-mata berasal dari pensiunan, sehingga kewajiban Pajaknya sulit dipenuhi, berpenghasilan rendah, sehingga kewajiban Pajaknya sulit dipenuhi, dan/atauberpenghasilan
rendah
yang
NJOP
per
meter
perseginyameningkat akibat perubahan lingkungan dan dampak positifpembangunan, serta untuk Wajib Pajak Badan yang mengalami kerugian dan kesulitan likuiditas pada Tahun Pajak sebelumnya sehingga tidak dapat memenuhi kewajiban rutin c. sebesar paling tinggi 100% (seratus persen) dari Pajak yang terutang dalam hal Objek Pajak terkena bencana alam atau sebab lain yang luarbiasa. Berdasarkan Pasal 39 Perwali Surakarta Nomor 15 Tahun 2012 keberatan atas SPPT dapat diajukan secara perseorangan atau kolektif.Berikut ini data permohonan pengurangan ketetapan pajak di Kota Surakarta pada tahun 2015 yang diajukan secara perseorangan yang diklasifikasikan berdasarkan masing-masing kecamatan. (Tabel: 01.Pengajuan Permohonan Pengurangan Ketetapan Pajak PBB-PP di Kota Surakarta Tahun 2015)
Pasar Kliwon
52
141.572.215
Jumlah Ketetapan PBB-PP setelah Pengurangan (Rp) 110.477.389
Serengan
65
437.505.276
333.430362
Kecamatan
Jumlah WP pemohon
Jumlah Ketetapan PBB-PP (Rp)
75
Laweyan
153
935.339.209
733.830.472
Banjarsari
156
321.633.675
244.496.556
Jebres
93
481.651.940
381.043.098
(sumber: DPPKA Kota Surakarta, diolah) Di Kecamatan Jebres, jumlah wajib pajak yang mengajukan pengurangan yaitu berjumlah 93 orang. Dengan jumlah SPPT Rp. 481.651.940,00 dan total nilai pengurangan sebesar Rp. 100.608.842,00, sehingga jumlah pajak yang harus dibayaradalah senilai Rp. 381.043.098,00. Dari kelima kecamatan yang ada Kota Surakarta prosentase pengurangan pajak di Kecamatan Jebres termasuk yang terkecil yaitu hanya 1,26 % dari jumlah ketetapan pajak yang harus dibayar. Sedangkan prosentasi pengurangan pajak terbesar berdasarkan rekapitulasi data diatas adalah di Kecamatan Banjarsari. Yaitu 1,32 % dari pajak yang harus dibayar Rp. 321.633.675,00 menjadi Rp. 244.496.556,00 setelah pengurangan.. c. Persiapan Pengalihan Wewenang Pengelolaan PBPHTB 1) Nota kesepahaman Pemerintah Kota dengan Pihak Ketiga Sesuai amanat UU PDRD pengelolaan pemungutan PBPHTB dialihkan dari yang awalnya wewenang pusat menjadi wewenang pemerintah daerah, di Kota Surakarta sejak tahun 2011 PBPHTB telah menjadi domain pemerintah daerah, dimana 100% penerimaan langsung masuk ke PAD. Mengingat besarnya jumlah objek pajak dan beragamnya pengetahuan wajib pajak untuk melaksanakan kewajiban dalam mendaftarkan objek pajak yanvg dimilikinya, untuk itu dalam rangka tertib administrasi dan meningkatkan penerimaan pendapatan serta mengurangi loss potential PBPHTB.Maka DPPKA Kota Surakarta melaksanakan
pemutakhiran
data
obyek
pajak
dengan
menyelenggarakan kegiatan penyusunan buku informasi harga tanah Kota Surakarta. Dengan bekerja sama dengan pihak ketiga (swasta) yaitu tim appraisal, PT. Sucofindo Advisory Utama sebagai jasa konsultasi bisnis dan manajemen yang bermaksud untuk memperoleh basis data nila jual
76
bumi/ tanah dalam kegiatan penentuan harga pasar untuk pengenaan tarif PBPHTB. Kerjasama ini dibuktikan dengan adanya surat perjanjian atau kontrak Nomor: 027/ 1.498.3 antara Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) DPPKA Kota Surakarta dengan Penyedia Jasa yang diwakili oleh Kepala Regional yang bertindak untuk dan atas nama PT. Sucofindo Advisory Utama. Sasaran dari kegiatan ini adalah tersusunnya basis data, tersedianya daftar Zona Nilai Tanah (ZNT), dan tersusunnya informasi harga tanah di Surakarta. Lokasi pekerjaan jasa konsultasi penyusunan buku informasi harga tanah tahun anggaran 2015 Kota Surakarta ini telah dilaksanakan di Kelurahan Jajar dan Karangasem, Kecamatan Laweyan, Kota Surakarta. Prosedur kegiatan yang dilaksanakan oleh tim penyedia jasa untuk menyusun buku informasi harga tanah Kota Surakarta ini melalui tahapan berikut: a. Persiapan:
-pendataan -penyusunan rencana kerja -pembuatan konsep sket/peta kelurahan -pembuatan konsep sket/ peta ZNT
b. Survey Lapangan: -pengumpulan data obyek dan subyek pajak - survey data pasar c.Entry data :
-entry hasil pekerjaan lapangan - analisa hasil pekerjaan lapangan - pemutakhiran data
d. Pelaporan:
-laporan pendahuluan - draft laporan akhir - laporan akhir - peta blok
77
Berikut juga terdapat struktur organisasi kerja penyusunan buku informasi harga tanah tahun anggaran 2015 Kota Surakarta. Kontrak kerja
Konsultan:PT.Sucofindo Advisory Utama Penugasan
Pemberi Kerja: DPPKA Kota Surakarta Pengarahan
Tim Leader (Ketua Tim)
Tenaga Ahli Penilai
Tenaga Ahli Sipil
Tenaga Ahli Ekonomi
Surveyer, Data Entry, Administrasi Penerima laporan akhir: DPPKA Kota Surakarta Bagan: 01. Kerjasama antara DPPKA Kota Surakarta dengan PT. Sucofindo Advisory Utama (Sumber: Bagan Organisasi Kerja dengan PT. Sucofindo Advisory Utama, DPPKA Kota Surakarta) Dari struktur organisasi kerja dalam kegiatan penyusunan buku informasi harga tanah di Kota Surakarta mempunyai output atau hasil kerja berbentuk laporan akhir mengenai estimasi harga tanah berdasar dengan akses jalan atau yang berada pada sekitar ruas jalan tersebut pada 2 (dua) wilayah Kelurahan di Kecamatan Laweyan yang disurvey. Di Kelurahan Karangasem contohnya, terdapat 92nama ruas jalan
dengan
perkiraan
harga
yang
berbeda-beda
tergantung
pemanfaatan tanah nya. Ada 2 (dua) jenis pemanfaatan tanah yang dimaksud, yaitu tanah pekarangan dan tanah sawah.Sedangkan hasil akhir yang di survey dari Kelurahan Jajar terdapat 94 ruas jalan dengan perkiraan harga tanah yang beragam pula pada masing-masing ruas
78
jalan. Mengingat penghitungan tarif PBPHTB yang tidak hanya berdasar NJOP PBB saja, menurut kepala seksi penerbitan surat ketetapan, Rina, mengatakan bahwa dasar pengenaan PBPHTB tidak bisa diukur dari besaran NJOP PBB, namun kita melihat dua komponen lainnya yaitu: nilai transaksi dan harga pasar. Sehingga hasil laporan akhir dari pihak ketiga ini kami gunakan sebagai referensi dan pembanding agar mengetahui harga pasar yang sebenarbenarnya.Sehingga sesuai Perwali Surakarta Nomor 1 Tahun 2013 Pasal 7 ayat (2) yang mengatur bahwa jika NPOP lebih rendah daripada NJOP PBB, maka yang dikalikan dengan tariff dalam Pasal 4 adalah NJOP PBB.Sehingga dari aturan tersebut untuk memperoleh nilai yang akurat dalam menentukan NPOP, perlu adanya tafsiran yang mutakhir dalam penentuan harga pasar.Maka tujuan dari kegiatan ini pada prinsipnya adalah terciptanya basis data yang up to date sehingga dapat terintegrasi dengan data administrasi untuk dapat menetapkan harga pasar yang paling akurat. 2. Alur Proses PBPHTB Pemungutan dan penetapan PBPHTB dilakukan oleh pemerintah daerah yang dalam Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 13 Tahun 2010 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan diatur yaitu sebagai berikut: 1) Tata Cara Pemungutan -
Pemungutan Pajak dilarang diborongkan.
-
Wajib Pajak yang memenuhi kewajiban perpajakan sendiri, dengan menggunakan (Surat Setoran Pajak Daerah) SSPD, (Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar) SKPDKB, dan/atau (Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan) SKPDKBT.
-
SSPD
sebagaimana
dimaksud
digunakan
untuk
menghitung,
memperhitungkan dan menetapkan sendiri pajak yang terutang.
79
-
SSPD sebagaimana dimaksud harus diisi dengan jelas, benar dan lengkap serta ditandatangani oleh Wajib Pajak atau Kuasanya.
-
Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terutangnya pajak, Pejabat yang berwenang dapat menerbitkan : a. SKPDKB dalam hal: 1. jika berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain, pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar; 2. jika SSPD tidak disampaikan kepada Walikota dalam jangka waktu tertentu dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam surat teguran; 3. jika kewajiban mengisi SSPD tidak dipenuhi, pajak yang terutang dihitung secara jabatan. b. SKPDKBT jika ditemukan data baru dan/atau data yang semula belum terungkap yang menyebabkan penambahan jumlah pajak yang terutang. c. SKPDN (Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil) jika jumlah pajak yang terutang sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.
-
Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKPDKB dikenakan sanksi administratif berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak.
-
Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKPDKBT dikenakan sanksi administratif berupa kenaikan sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah kekurangan pajak tersebut.
-
Kenaikan tidak dikenakan jika Wajib Pajak melaporkan sendiri sebelum dilakukan tindakan pemeriksaan.
80
-
Jumlah pajak yang terutang dalam SKPDKB dikenakan sanksi administratif berupa kenaikan sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari pokok pajak ditambah sanksi administratif berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak.
2) Tata Cara Penerbitan SSPD -
Ketentuan mengenai bentuk, isi, tata cara penerbitan, pengisian dan penyampaian SSPD, SKPDKB, dan SKPDKBT diatur dengan Peraturan Walikota. Yaitu Peraturan Walikota Nomor 1 Tahun 2013 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2010 Tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan dalam Pasal 3 ditentukan yaitu:
a) Wajib Pajak selaku penerima hak mempunyai kewajiban membayar BPHTB terutang atas perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan. b) Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menghitung dan mengisi SSPD BPHTB dilampiri dengan data pendukung antara lain: a. foto copy KTPyang masih berlaku/Kartu Keluarga; b. foto copy sertifikat tanah; c. foto copy SPPT PBB tahun yang terakhir; d. surat keterangan lunas PBB (tidak ada tunggakan); e. foto copy kuitansi jual beli; f.
foto
copy
surat
kematian
apabila
peralehan
hak
karenawaris/hibah wasiat; g. foto copy surat keterangan waris apabila perolehan hak karena waris; h foto copy keterangan hibah apabila peralehan hak karena hibah; i. foto copy risalah lelang apabila diperlukan;
81
j. denah lakasi; k. sket gambar BPN apabila diperlukan; l. surat keputusan perolehan hak apabila diperlukan; m. surat setaran pajak yang sudah disahkan aleh bankyang ditunjuklbendahara penerimaan; n.
surat kuasa dari
wajib pajak apabila
dikuasakan;
dandokumen pendukung lain yang diperlukan. -
Walikota dapat menerbitkan Surat Tagihan Pajak Daerah (STPD) jika: a. pajak dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar b. dari hasil penelitian SSPD terdapat kekurangan pembayaran sebagai akibat salah tulis dan/atau salah hitung c. wajib pajak dikenakan sanksi administratif berupa bunga dan/atau denda
-
Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam STPD ditambah dengan sanksi administrative berupa bunga sebesar 2% (dua persen) setiap bulan untuk paling lama 15 (lima belas) bulan sejak saat terutangnya pajak.
3) Tata Cara Pembayaran dan Penagihan -
SKPDKB, SKPDKBT, STPD, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, dan Putusan Banding, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah merupakan dasar penagihan pajak dan harus dilunasi dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak tanggal diterbitkan.
-
Pajak yang terutang berdasarkan SKPDKB, SKPDKBT, STPD, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, dan Putusan Banding yang tidak atau kurang dibayar oleh Wajib Pajak pada waktunya dapat ditagih dengan Surat Paksa.
3. Upaya hukum Dalam pemungutan PBPHTB terdapat upaya hukum yang dapat diajukan oleh wajib pajak terkait pungutan PBPHTB yaitu keberatan
82
dan banding yang diatur dalam Pasal 19 Perda Kota Surakarta Nomor 13 Tahun 2010 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan. Yaitu sebagai berikut: (1) Keberatan
a) Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Walikota atau Pejabat yang ditunjuk atas suatu : a. SKPDKB; b. SKPDKBT; c. SKPDLB; dan d. SKPDN. b) Keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan disertai alasan-alasan yang jelas. Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal surat, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kecuali jika Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya. c) Keberatan dapat diajukan apabila Wajib Pajak telah membayar paling sedikit sejumlah yang telah disetujui Wajib Pajak. Keberatan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) tidak dianggap
sebagai
Surat
Keberatan
sehingga
tidak
dipertimbangkan. d) Tanda penerimaan surat keberatan yang diberikan oleh Walikota atau Pejabat yang ditunjuk atau tanda pengiriman surat keberatan melalui surat pos tercatat sebagai tanda bukti penerimaan surat keberatan. Walikota dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan, sejak tanggal Surat Keberatan diterima, harus memberi keputusan atas keberatan yang diajukan. e) Keputusan Walikota atas keberatan dapat berupa menerima seluruhnya atau sebagian, menolak, atau menambah besarnya
83
pajak yang terutang. Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah lewat dan Walikota tidak memberi suatu keputusan, keberatan yang diajukan tersebut dianggap dikabulkan. 2) Banding
a) Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada Pengadilan Pajak terhadap keputusan mengenai keberatannya yang ditetapkan oleh Walikota. b) Permohonan banding sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia, dengan alasan yang jelas dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak keputusan diterima, dilampiri salinan dari surat keputusan keberatan tersebut. c) Pengajuan permohonan banding menangguhkan kewajiban membayar pajak sampai dengan 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan Putusan Banding. d) Jika pengajuan keberatan atau permohonan banding dikabulkan sebagian atau seluruhnya, kelebihan pembayaran pajak dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan. e) Imbalan bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung sejak bulan pelunasan sampai dengan diterbitkannya SKPDLB. f) Dalam hal keberatan Wajib Pajak ditolak atau dikabulkan sebagian, Wajib Pajak dikenai sanksi administratif berupa denda sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah pajak berdasarkan keputusan keberatan dikurangi dengan pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan. g) Dalam hal Wajib Pajak mengajukan permohonan banding, sanksi administratif berupa denda sebesar 50% (lima puluh persen) sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dikenakan.
84
h) Dalam hal permohonan banding ditolak atau dikabulkan sebagian, Wajib Pajak dikenai sanksi administratif berupa denda sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah pajak berdasarkan Putusan Banding dikurangi dengan pembayaran pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan. Dan berdasarkan Peraturan Walikota Nomor 1 Tahun 2013 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2010 Tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan adapun cara pemeriksaan keberatan dan banding yaitu: (1) Pemeriksaan BPHTB wajib dilakukan dalam hal Wajib Pajak mengajukanpermohonan
pengembalian
kelebihan
pembayaran
BPHTB selainpermohonan karena keputusan keberatan, putusan banding, putusanpeninjauan kembali, keputusan pengurangan, atau keputusan lain, yangmengakibatkan kelebihan pembayaran BPHTB. (2) Pemeriksaan BPHTBdapat dilakukan apabila: a. Wajib Pajak mengajukan keberatan BPHTB;atau b. terdapat indikasi kewajiban BPHTByang tidak dipenuhi. 1.
NJOP dan NJOPTKP Berdasarkan Pasal 79 ayat (3) UU PDRD menentukan bahwa penetapan besarnya NJOP ditetapkan oleh Kepala Daerah.NJOP penting diketahui sebagai dasar menghitung PBB-PP di Kota Surakarta hal ini terdapat dalam Pasal 5 ayat (3) Perda Kota Surakarta Nomor 13 Tahun 2012 tentang Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan. Di Kota Surakarta, NJOP diatur dalam Pasal 2 ayat (2) Perwali Surakarta Nomor 15 Tahun 2012 tentang Pedoman Pelaksanaan Perda Kota Surakarta Nomor 13 Tahun 2011 tentang Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan, bahwa penetapan besarnya NJOP tahun 2015 ditetapkan dengan Keputusan Walikota. Penentuan klasifikasi dan besarnya NJOP Bumi dan Bangunan untuk tahun 2015, objek pajak sector perdesaan dan perkotaan diatur dalam Keputusan Walikota Surakarta
85
Nomor 973/ 104/ 1/ 2014 tentang Penetapa Nilai Jual Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan Kota Surakarta Tahun 2015. Klasifikasi dan besarnya NJOP PBB-PP yang diatur dalam Keputusan Walikota Surakarta tersebut ditetapkan berdasarkan faktor-faktor:zona nilai tanah,harga transaksi/ nilai pasar wajar jual beli tanah, dan nilai bangunan. NJOP bumi paling tinggi yaitu pada kelas 01 yaitu dengan NJOP bumi mencapai Rp. 68.545.000,-, NJOP bumi terendah pada kelas 087 dengan NJOP bumi sebesar Rp. 10.000,-. Untuk kelas 087 kebawah NJOP minimal yang wajib dibayar oleh wajib pajak adalah sebesar Rp. 10.000,- Klasifikasi dan penetapan NJOP Bumi Perdesaan dan Perkotaan Kota Surakarta akan ditampilkan dalam tabel 02 yang ada dalam daftar lampiran 02. Sesuai Keputusan Walikota Surakarta Nomor 973/ 104/ 1/ 2014 tentang Penetapan Nilai Jual Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan Kota Surakarta Tahun 2015, tertera pada Lampiran I hingga IV, bahwa penentuan NJOP Bumi dan Bangunan di Kota Surakarta menggunakan dasar pengenaan NJOP Bumi dan Bangunan yang penentuan klasifikasi tersebut menjadi pedoman penentuan nilai jual bumi per ruas jalan, di setiap Kelurahan, pada masing-masing Kecamatan yang berbeda-beda nilai nya. Dimana nilai jual bumi ini setiap tahunnya dari tahun pengalihan pengelolaan PBB-PP oleh Pemerintah Daerah yaitu sejak 2013 hingga 2015 mengalami perubahan yang ditetapkan dalam Keputusan Walikota Surakarta. Sedangkan untuk perumusan nilai jual bangunan yang ditetapkan pada NJOP Bangunan ditentukan bersama oleh tim DPKB (Daftar Perolehan Kelas Bangunan). Sehingga diperoleh klasifikasi dan penetapan NJOP Bangunan Pedesaan dan Perkotaan di Kota Surakarta untuk NJOP bangunan paling tinggi yaitu pada kelas 1 dengan NJOP bangunan sebesar Rp. 15.250.000,-, sementara terendah yaitu pada kelas 40 dengan NJOP bangunan sebesar Rp. 50.000,-. Klasifikasi dan penetapan NJOP Bangunan Perdesaan dan Perkotaan akan tertera pada tabel 03 dalam daftar Lampiran 03.
86
Mengenai NJOPTKP (nilai jual objek pajak tidak kena pajak) diatur dalam Pasal 3 ayat (4) Perda Kota Surakarta Nomor 13 Tahun 2011 yaitu NJOPTKP ditetapkan sebesar Rp. 10.000.000,00 untuk setiap Wajib Pajak. Penetapan pajak terutang yang selanjutnya disebut Nilai Jual Objek Pajak Kena Pajak (NJOPKP) diperoleh dari [(NJOP Bumi x luas Bumi) + (NJOP Bangunan x luas Bangunan) – NJOPTKP].Tarif PBB-PP telah disebutkan dalam uraian sebelumya. Rumus untuk menghitung besaran pokok PBB-PP yang diatur dlam Pasal 6 ayat (4) Perwali Surakarta Nomor 15 Tahun 2012 yaitu besarnya pokok Pajak yang terutang diperoleh dengan cara mengalikan tarif dengan NJOPKP(Tarif x NJOPKP). Berikut contoh
penghitungan
PBB-PP
yang
tertera
pada
SPPT
(Surat
Pemberitahuan Pajak terutang: Wajib Pajak “B” mempunyai objek pajak yang terletak di jalan Ciangke IV RT.003/ RW.03 Kelurahan Joyosuran, Kecamatan Pasar Kliwon berupa: a. Tanah seluas 77m² dengan harga jual Rp. 900.000,- per m². Tanah tersebut termasuk dalam kelas 066 dengan NJOP Bumi Rp. 916.000,- per m². b. Bangunan berupa rumah tingkat seluas 40m² dengan harga jual Rp. 520.000,- per m². Termasuk dalam kelas bangunan 026 dengan NJOP Bangunan Rp. 505.000,- per m². Besarnya pokok pajak yang harus dibayarkan Tuan “B” yaitu: Tanah 77 x Rp. 916.000,-
= Rp. 70.532.000,-
Bangunan 40 x Rp. 505.000,-
= Rp. 20.200.000,- +
NJOP sebagai dasar pengenaan PBB = Rp. 90.732.000,NJOP Tidak Kena Pajak (NJOPTKP)= Rp. 10.000.000,- _ NJOP Kena Pajak (NJOPKP) PBB yang terutang
= Rp. 80.732.000,-
= Tarif x NJOPKP =0,100% x Rp. 80.732.000,= Rp.80.732,-
87
Jadi PBB yang harus dibayar Tuan “B” sebesar Rp. 80.732,(delapan puluh ribu tujuh ratus tiga puluh dua rupiah). Contoh lembar SPPT yang asli terdapat dalam daftar lampiran 04. Sedangkan contoh perhitungan PBPHTB dapat dijelaskan sebagai berikut: Nyonya “W” memperoleh Hak atas Tanah dan Bangunan dari hasil jual beli. Dimana tanah seluas 77 m² (NJOP Bumi Rp. 916.00,- dan luas bangunan adalah 40m² (NJOP Bangunan Rp.505.00,-). Penghitungan NJOP PBB yang diisi dalam SSPD (Surat Setoran Pajak Daerah) yaitu : Tanah 77 x Rp. 916.000,-
= Rp. 70.532.000,-
Bangunan 40 x Rp. 505.000,-
= Rp. 20.200.000,- +
NJOP sebagai dasar pengenaan PBB = Rp. 90.732.000,Harga transaksi atau nilai pasar mencapai Rp. 91.000.000,Penghitungan PBPHTB diperoleh dari Tarif dikalikan dengan NPOP yaitu Harga Transaksi (karena harga transaksi lebih besar dari NJOP PBB). Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 7 Peraturan Walikota Surakarta Nomor 1 Tahun 2013 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 13 Tahun 2010 Tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan. Sehingga diperoleh penghitungan PBPHTB: 5% x (NPOP-NPOPTKP)
= 5% x (91.000.000 – 60.000.000) = 5% x 31.000.000 = 1.550.000
Sehingga PBPHTB yang wajib dibayar oleh Nyonya “W” atas pemindahan hak karena jual beli atas tanah dan bangunan yaitu sebesar Rp. 1.550.000,-. Untuk mengetahui lembar SSPD yang asli terdapat dalam daftar lampiran 05. 2. Penerimaan PBB-PP dan PBPHTB di Kota Surakarta Sesudah adanya Pengalihan Wewenang Pemungutannya. Pada tahun sebelum pengalihan wewenang pemungutan PBB-PP dan PBPHTB diserahkan ke Pemerintah Daerah, yaitu sebelumnya dikelola oleh Ditrektorat Jenderal Pajak (DJP), kabupaten/ kota hanya mendapat
88
bagian sebesar 64,8 % dari total penerimaan yang diperoleh. Setelah ditentukan dalam Pasal 77 UU PDRD penerimaan dari PBB-PP dan PBPHTB seluruhnya menjadi kewenangan daerah kabupaten/ kotadan masuk ke PAD kabupaten/ kota.Berikut ini merupakan informasi jumlah SPPT di Kota Surakarta sejak tahun pengalihan yaitu 2013 hingga 2015. Tabel:04. Jumlah SPPT PBB-PP di Kota Surakarta Tahun 2013-2015 Tahun
Jumlah SPPT
Jumlah Pajak Terutang (Rp)
2013
131.881
52.077.846.109
2014
133.240
53.043.224.174
2015
134.545
62.564.522.473
(Sumber: DPPKA Kota Surakarta 2013- 2015, diolah) Dari tabel penerbitan SPPT ( Surat Pemberitahuan Pajak Terutang) diatas menunjukkan dari tahun pengalihan yaitu 2013 ke 2015 makin meningkat, karena dilakukan pemutakhiran dan pembaharuan database dari SISMIOP yang berasal dari KPP Pratama dan disesuaikan dengan data yang dimiliki oleh DPPKA Kota Surakarta karena sifat data PBB dinamis dan selalu berubah. Selain itu perubahan jumlah SPPT dikarenakan ada penambahan wajib pajak pada objek pajak yang sebelumnya, penggabungan SPPT karena adanya penggabungan objek pajak oleh satu wajib pajak. Tabel: 05. Perkembangan Penerimaan PBB-PP di Kota Surakarta Tahun 2013-2015 Tahun
Anggaran ( Target)
Realisasi
Pencapaian (%)
2012
40.033.971.000
49.352.645.289
123,32 %
2013
46.000.000.000
48.414.950.176
105,25 %
2014
50.000.000.000
50.191.159.687
100,38 %
2015
52.500.000.000
56.913.587.006
108,41 %
(Sumber: DPPKA Kota Surakarta, 2013-2015, diolah) Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa pada tahun 2012 PBB-PP masih menjadi pajak pusat, dan pengelolaannya dilakukan oleh KPP Pratama sebagai perpanjangan dari pemerintah pusat. Dan sejak tahun 2013 sampai tahun terakhir dalam data yaitu 2015 pengelolaan PBB-PP
89
dikelola oleh Pemerintah Daerah dalam hal ini DPPKA Kota Surakarta, yang mana selalu melebihi target dalam realisasi nya. Konisi ini bisa berdampak positif terhadap PAD Kota Surakarta karena penerimaan PBBPP ini keselutuhan masuk dalam pundi-pundi pendapatan asli daerah tidak lagi dengan system bagi hasil seperti pada tahun sebelum pengalihan. Berikut Tabel Perkembangan Penerimaan PBPHTB di Kota Surakarta Tahun 2013-2015 Tabel: 06. Perkembangan Penerimaan PBPHTB di Kota Surakarta Tahun 2013-2015. Tahun
Anggaran (Target)
Realisasi
Pencapaian (%)
2012
39.000.000.000
70.797.060.731
181,53 %
2013
47.000.000.000
50.919.667.729
108,34 %
2014
50.080.724.000
48.583.968.435
97,01 %
2015
53.525.448.000
61.872.290.790
115,59 %
(Sumber: DPPKA Kota Surakarta, diolah) Berbeda dengan PBB-PP, dalam pemungutan PBPHTB tidak melalui penerbitan surat pemberitahuan pajak terutang (SPPT). Karena sistem pemungutan PBPHTB adalah self assessment system dimana para wajib pajak melaporkan, dan menghitung sendiri pajak BPHTB nya. Sehingga tingkat pencapaian pemungutan PBPHTB ini dapat dilihat dari target yang dicanangkan dan realisasi yang tercapai dari target itu. Terlihat bahwa pada 2012 hingga 2015 penerimaan PBPHTB fluktuatif.Pencapaian sangat besar terjadi pada tahun 2012 yang melebihi 81% dari target yang ditetapkan. Namun juga pernah mengalami minus target, yang hanya tercapai 97,01% dari target. Hal ini menurut Windy, Kepala Bagian Penagihan, DPPKA Surakarta terjadi karena pemasukan PBPHTB tidak dapat diprediksi dengan pertimbangan tertentu, tergantung daya transaksi yang terjadi di masyarakat pada tahun tersebut. Maka wajar penerimaan PBPHTB bisa jadi melebihi target namun bisa juga tidak mencapai target. 3. PBB-PP dan PBPHTB Yang Terutang Oleh Wajib Pajak
90
Dalam rangka pengalihan kewenangan pemungutan PBB-PP Direktorat Jenderal Pajak bertugas dan bertanggungjawab mengkompilasi data PBBPP dan PBPHTB yang terutang beserta data pendukungnya untuk diserahkan ke Pemerintah Daerah, yaitu paling lambat tanggal 31 Januari Tahun Pengalihan. Pemungutan PBB-PP di Kota Surakarta dilaksanakan pada Januari tahun 2013 (Pasal 9 huruf d Peraturan Bersama Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri Nomor 213/PMK.07/2010 dan Nomor 58 Tahun 2010 tentang Persiapan Pengalihan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan Sebagai Pajak Daerah).Hal ini juga berlaku pada pengalihan wewenang PBPHTB dari pusat ke daerah yang mulai dilaksanakan pada Januari tahun 2011. Namun menurut keterangan Kepala Seksi Pengurangan Pajak Daerah, Kristina, pengalihan wewenang PBB-PP dan PBPHTB terdapat selisih data antara data dari Sistem Manajemen Informasi Objek Pajak (SISMIOP) dengan data Manual Pendapatan daerah (MAPATDA) yang dimiliki oleh pemerintah Kota Surakarta. Pelimpahan data piutang dari KPP Pratama ke DPPKA Kota Surakarta dilakukan pada 28 Mei 2013 dengan adanya Berita Acara Serah Terima Surat Keputusan Menteri Keuangan, Data Piutang PBB-PP 216/WPJ.32/KP.0606/2013.
Sebab
dan Aset Sitaan itu
pemerintah
Nomor S-
daerah
harus
memverifikasi, meneliti dan mengoreksi selisih data tersebut agar mendapat database yang lebih mutakhir.Berikut wajib pajak yang belum membayar tagihan pajak terutang. Tabel: 07. Jumlah Wajib Pajak yang Belum Membayar PBB-PP Tahun 2009-2015 No
Tahun
Jumlah Wajib Pajak
1
2009
30.373
2
2010
32.142
3
2011
35.711
4
2012
44.448
91
5
2013
35.317
6
2014
39.574
7
2015
50.685
Jumlah
268.250
(Sumber: DPPKA Kota Surakarta 2009-2015, diolah) Dari uraian diatas dapat diketahui bahwa saat PBB-PP dikelola oleh KPP Pratama hingga akhir tahun 2012, terdapat warisan piutang dari tunggakan SPPT yang harus dilunasi oleh wajib pajak, yang akhirnya diserahkan ke DPPKA Kota Surakarta selaku pemungut di daerah berdasarkan UU PDRD. DPPKA Kota Surakarta telah melakukan pemutakhiran data dan verifikasi ulang terhadap nomor objek pajak(NOP) dan subjek pajak terhadap wajib pajak yang menurut data diatas adalah wajib pajak yang mempunyai tanggungan untuk melunasi PBB-PP yang tertagih pada tahun terbit SPPT.Diantaranya yang dilakukan oleh DPPKA Kota Surakarta khususnya bidang Penagihan adalah melakukan survey atau peninjauan terhadap lokasi objek pajak manakala terdapat perubahan objek pajak ataupun subjek pajak.Hal ini dirasa efektif karena dapat memperoleh data yang sebenar-benarnya mengenai perubahan atas objek ataupun subjek pajak. Tabel: 08. Piutang PBB-PP Kota Surakarta Tahun 2009-2015 No
Tahun
Piutang PBB-PP
1
2009
3.565.225.290
2
2010
4.162.784.005
3
2011
7.577.802.136
4
2012
10.060.259.575
5
2013
6.992.247.694
6
2014
7.989.772.059
7
2015
13.160.414.135
Jumlah
53.508.504.894
(Sumber: DPPKA Kota Surakarta 2009-2015, diolah)
92
Sedangkan piutang PBPHTB hanya terdapat pada tahun 2012 yang merupakan warisan piutang dari KPP Pratama Surakarta yaitu dengan jumlah wajib pajak 30, dan total akumulasi piutang sebesar Rp. 1.715.565.772,00 dan yang telah terbayarkan yaitu sebesar Rp. 947.584.416,00. 4. Peranan PBB-PP dan PBPHTB sebagai salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah Di Kota Surakarta. Berikut akan ditampilkan pendapatan daerah Kota Surakarta pada tahun 2011 hingga 2015. Seberapa besar pengaruh PAD terhadap Pajak Daerah dan seberapa besar kontribusi PBB-PP dan PBPHTB terhadap PAD tersebut saat kedua jenis pajak daerah ini telah dikelola oleh Pemerintah Daerah. Tabel:09. Perkembangan PAD Kota Surakarta Tahun 2011-2015 No
Tahun Pendapatan Daerah (Rp)
Kontribusi PAD(Rp)
1
2011
1.029.523.688.529,00
181.096.816.152,00
2
2012
1.239.451.422.517,00
231.672.100.429,00
3
2013
1.314.074.145.632,85
295.433.957.104,85
4
2014
1.525.575.850.952,82
335.660.206.640,82
5
2015
1.524.631.790.000,00
341.533.937.000,00
(Sumber: DPPKA Kota Surakarta Tahun 2011-2015, diolah) Dari uraian diatas dapat dilihat bahwa PAD berkontribusi besar dalam Pendapatan Daerah dimana tiap tahunnya PAD di Kota Surakarta selalu meningkat dikarenakan beberapa komposisi dari PAD yang salah satunya yaitu Pajak Daerah. Berikut kontribusi pajak daerah yang didalamnya terdapat PBB-PP dan PBPHTB terhadap PAD Kota Surakarta pada tahun terakhir yaitu 2015.Dan prosentase pengaruh PBB-PP dan PBPHTB terhadap PAD dan Pajak Daerah tahun 2015.
93
Tabel: 10. Kontribusi PBB-PP dan PBPHTB terhadap PAD, Pajak Daerah, dan Pendapatan Daerah PAD
Pajak Daerah
PBB-PP
PBPHTB
341.533.937.000 215.484.243.000 52.000.000.000 52.525.448.000 Nomor Jenis Kontribusi Penerimaan
Prosentase
1
Pajak Daerah terhadap PAD
63%
2
PBB-PP terhadap PAD
15,2%
3
PBPHTB terhadap PAD
15,3%
4
PBB-PP dan PBPHTB terhadap Pajak 48,5% Daerah
5
PBB-PP
dan
PBPHTB
terhadap 6,9%
Pendapatan Daerah (Sumber: Data APBD Pemerintah Kota Surakarta, diolah) Kontribusi PBB-PP dan PBPHTB terhadap realisasi penerimaan Pajak Daerah Kota Surakarta begitu signifikan, yaitu mencapai hampir dari setengah pemasukan pajak daerah disumbang oleh jumlah perolehan PBBPP dan PBPHTB. Dan mempunyai porsi 6,9 % dari total pendapatan daerah di Kota Surakarta, menunjukkan pentingnya kedua macam pajak daerah ini dalam pendapatan dan pembangunan daerah itu sendiri. Tabel:11. Penerimaan Bagi Hasil PBB Kota Surakarta Tahun 2008-2012 No
Tahun
Bagi Hasil PBB (Rp)
1
2008
24.894.371.741
2
2009
28.567.068.819
3
2010
33.599.522.358
4
2011
46.384.494.490
5
2012
49.352.645.289
(Sumber: DPPKA Kota Surakarta, diolah)
94
Tabel:12. Penerimaan Bagi Hasil PBPHTB Kota Surakarta Tahun 20082010 No
Tahun
Bagi Hasil PBPHTB (Rp)
1
2008
22.006.526.082
2
2009
27.139.800.751
3
2010
30.715.772.392
(Sumber: DPPKA Kota Surakarta, diolah) Berikut data penerimaan PBPHTB ketika sudah dikelola oleh pemerintah Kota Surakarta sebagai pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat berdasarkan UU PDRD. Tabel:13. Realisasi Pendapatan PBPHTB Kota Surakarta Tahun 20112012 No
Tahun
Realisasi (Rp)
1
2011
49.827.022.392
2
2012
70.797.060.731
(Sumber; DPPKA Kota Surakarta, diolah) Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa pada tahun pengalihan yaitu tahun 2011, penerimaan PBPHTB mengalami peningkatan yang signifikan dikarenakan system pemungutan PBPHTB yang telah dilakukan dengan lebih rapi terlebih untuk proses validasi data. Hal ini dapat meningkatkan PAD yang bersumber dari pajak daerah.Selain PBB-PP dan PBPHTB. Dalam UU PDRD menggantikan Undang-Undang Nomor 18 tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, terdapat empat jenis pajak baru yang diberikan wewenangnya kepada Pemerintah Daerah yaitu PBB-PP, PBPHTB, Pajak Sarang Burung Walet dan Pajak Air Tanah. Berikut ini dipaparkan realisasi penerimaan pajak daerah Kota Surakarta sebagai penyumbang terbesar PAD Kota Surakarta. Tabel:14. Realisasi Penerimaan Pajak Daerah Kota Surakarta Tahun 2010-2015
95
Jenis
Pendapatan Pajak (Rp)
Pajak
2010
2011
2012
2013
2014
2015
1
10.799.468.707
15.266.131.499
18.867.498.612
20.423.582.592
21.823.252.020
22.372.597.000
2
10.454.561.381
12.436.538.746
14.831.050.452
18.423.246.926
21.972.780.909
20.346.408.000
3
5.737.961.436
6.100.299.527
8.007.514.418
8.999.556.122
9.058.499.351
10.629.315.000
4
4.697.717.016
5.208.406.763
5.600.190.650
6.143.112.000
6.501.381.219
6.835.348.000
5
28.892.435.120
28.309.772.763
31.707.681.150
38.863.518.249
45.144.130.722
46.759.811.000
6
1.059.479.750
1.384.195.616
1.704.059.800
2.029.861.115
2.530.723.410
2.759.022.000
7
-
283.867.200
390.399.100
787.710.400
1.011.284.097
1.243.091.000
8
-
-
-
4.474.000
5.033.575
13.203.000
9
-
49.827.022.392
70.797.060.731
48.414.950.176
50.085.250.635
52.525.448.000
10
-
-
-
50.897.535.929
48.618.389.274
52.000.000.000
Keterangan: 1 : Pajak Hotel 6 : Pajak Parkir 2 : Pajak Restoran 7 : Pajak Air Bawah Tanah 3 : Pajak Hiburan 8 : Pajak Sarang Burung Walet 4 : Pajak Reklame 9 : PBPHTB 5 :Pajak Penerangan Jalan 10 : PBB-PP ( Sumber: DPPKA Kota Surakarta 2010-2015, diolah) Dari tabel diatas menggambarkan bahwa pajak daerah di Kota Surakarta khususnhya PBB-PP dan PBPHTB setelah dipungut dan dikelola oleh Pemerintah Daerah mengalami peningkatan yang cukup signifikan.Dan dari sektor pajak daerah yang baru lainnya juga memberikan angka yang tinggi dalam menyumbang PAD Kota Surakarta. Pada tahun 2011 pengalihan PBPHTB dan pada tahun 2013 pengalihan PBB-PP merupakan dampak positif sebuah kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah dalam hal ini adalah perkembangan daerah dalam penerimaan pajak daerah. B. Kendala-kendala dalam Implementasi Pemungutan PBB-PP dan PBPHTB di Kota Surakarta Berdasarkan keterangan dari Windy, Kepala Bidang Penetapan melalui wawancara pada tanggal 17 Maret 2016 pukul 10.00 WIB di DPPKA Kota Surakarta, bahwa sejak tahun pengalihan pemungutan PBBPP dan PBPHTB dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah terdapat
96
beberapa kendala yang masih dihadapi dalam proses pemungutan PBB-PP dan PBPHTB ini. Adapun kendala-kendala tersebut yaitu: 1. Kendala SDM dan personil kelembagaan Masalah kesiapan personil pengelolaan PBB-PP dan PBPHTB sangat terasa mengingat kedua pajak transisi ini menjadi tanggung jawab pemerintah daerah.Tahap demi tahap yang dibutuhkan mulai dari tahap perencanaan, penetapan, penagihan, hingga evaluasi memerlukan kemampuan yang mumpuni agar dapat berjalan selaras dengan amanat Undang-Undang. Sementara pendidikan dan pelatihan terhadap personil pemungut sangat terbatas, namun proses pengelolaan PBB-PP dan PBPHTB terus berjalan dalam proses pendataan, penilaian, penetapan, penagihan, dan pelaporan. Khususnya dalam pemungutan PBPHTB perlu adanya kecermatan dari fiskus pajak yang memungut agar validitas data dpat dipertanggungjawabkan. Selain personil, kelembagaan tentunya juga memerlukan kesiapan yang matang dan bersinergi dengan lembaga terkait lainnya.Pengkajian yang matang ini harus dilakukan dengan alur kerja dan struktur organisasi yang jelas dan koordinatif.Tidak hanya dengan lembaga internal namun juga perlu kerjasama dengan unit dan kelembagaan pemerintah daerah
baik
di
tingkat
kabupaten,
kecamatan,
dan
desa/
kelurahan.Struktur kelembagaan yang baik dapat menunjang kualitas kerja dalam pengalihan kedua pajak ini demi optimalnya daya kerja. 2. Selisih data dari SISMIOP (Sistem Informasi Manajemen Objek Pajak) dengan MAPADA (Manual Pendapatan Daerah) yang dimiliki oleh pemerintah daerah. Bahwa menurut hasil agenda pertemuan serah terima data piutang PBB-PP dalam Berita Acara Nomor S-216/ WPJ.32/ KP.0606/ 2013 tertanggal 28 Mei 2013, terdapat selisih penghitungan mengenai jumlah nominal piutang dari KPP Pratama dan DPPKA Kota Surakarta. Menurut data SISMIOP yang digunakan oleh KPP Pratama Surakarta, piutang PBB-PP sebesar Rp. 141.241.136.549,- (seratus
97
empat puluh satu milyar dua ratus empat puluh satu juta seratus tiga puluh enam ribu dua ratus tiga belas rupiah), sedangkan piutang menurut program MAPADA yang digunakan oleh Pemerintah Kota Surakarta yaitu sebesar Rp. 56.366.086.213,- (lima puluh enam milyar tiga ratus enam puluh enam juta delapan puluh enam ribu dua ratus tiga belas rupiah). Sedangkan piutang PBPHTB yang diserahkan ke pemerintah daerah menurut data SISMIOP oleh KPP Pratama yaitu Rp. 1.715.565.722,-. Hal ini membuat Pemerintah Kota Surakarta memerlukan bantuan audit dari Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) RI Perwakilan Provinsi Jawa Tengah yang membutuhkan waktu yang tidak sedikit agar mendapat hasil nominal piutang yang valid dan database yang mutakhir. Hal ini juga berlaku terhadap pemungutan PBPHTB, pada tahun pengalihan DPPKA Kota Surakarta diberi nominal piutang yang tidak spesifik by name, by NOP, dan by address (berdasarkan nama, nomor objek pajak, dan alamat) atas warisan piutang tersebut. Sehingga terdapat NOP (nomor objek pajak) yang harus ditelusuri kebenaran datanya. 3. Hambatan terkait insentif pemungutan pajak yang awalnya 9% menurut UU Nomor 33 Tahun 2004 menjadi hanya 5% berdasarkan PP Nomor 69 Tahun 2010. Menurunnya
jumlah
insentif
pemungutan
pajak
daerah
juag
menghambat daya kerja dan semangat para pemungut pajak bahkan hingga kecemburuan antar pegawai. Pemberian insentif PBB berdasarkan UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah ditetapakan sebesar 9%. Sementara dengan adanya pengalihan pengeloalaan PBB-PP menjadi pajak daerah maka menurut UU PDRD besarnya insentif ditetapkan maksimal hanya 5% . hal ini juga ditentukan dalam Pasal 6 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pemberian dan Pemanfaatan Insentif Pemungutan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, bahwa besarnya insentif untuk kabupaten/ kota adalah 5%, yang
98
dihitung dari rencana (target) penerimaan pajak dan retribusi dalam tahun anggaran berkenaan untuk setiap jenis pajak dan retribusi. Khusunya dari para pemungut yang bersinggungan langsung dengan msayarakat sangat merasakan dampak kebijakan ini karena tentunya dengan prosentase insentif mereka yang ikut berkurang mengakibatkan penurunan daya dan semangat kerja. 4. Kendala mengetahui
nilai pasar terhadap harga tanah
yang
sesungguhnya berdasarkan penelitian dari lembaga yang terpercaya. Khususnya dalam pemungutan PBPHTB, yang menggunakan self assessment system, para wajib pajak memang dibebaskan dalam menghitung, menyetor, dan melaporkan sendiri jumlah pajak terutang yang harus dibayarkan dengan mengisi SSPD (Surat Setoran Pajak Daerah).Namun dalam praktiknya masih banyak ditemui wajib pajak yang melaporkan nilai transaksi jauh dibawah nilai yang sesungguhnya untuk menekan nilai pajak yang harus dibayar. Dengan keadaan seperti ini maka DPPKA Kota Surakarta perlu bantuan dari berbagai pihak khususnya untuk mengetahui harga transaksi yang wajar, dan harga pasar yang berlaku di masyarakat untuk dasar penghitungan PBPHTB selain dilihat dari nilai jual objek pajak bumi dan bangunan nya. Maka menambah pekerjaan fiskus untuk melakukan observasi dan verifikasi hingga mendapat data teraktual dari harga tersebut. 5. Pembayaran PBB-PP dan PBPHTB yang tidak bisa diangsur. Seperti diterangkan sebelumnya bahwa yang berwenang menerbitkan SPPT PBB-PP adalah DPPKA Kota Surakarta. Dan membayar pada bank persepsi dalam hal ini adalah Bank Pembangunan Daerah (BPD) Jawa Tengah, baik untuk PBB-PP dan
PBPHTB. Dengan adanya
pengalihan ini , pembayaran PBB-PP dan PBPHTB hanya disetorkan kepada bank tunggal yang ditunjuk yaitu BPD Jawa Tengah. Tentu menambah kerepotan bagi wajib pajak yang berdomisili jauh dari jangkauan apalagi pembayaran pajak ini tidak dapat diangsur sesuai
99
kemampuan wajib pajak masing-masing dalam jangka waktu yang telah ditentukan. C. Solusi yang dilakukan dalam Mengatasi Kendala-Kendala dalam Implementasi Pemungutan PBB-PP dan PBPHTB di Kota Surakarta. 1. Solusi terkait masalah kesiapan personil dan kelembagaan Dari permasalahan personil yang terjadi dalam pengelolaan PBB-PP dan PBPHTB ini, terdapat pelatihan seperti workshop, sosialisasi internal, Pratama
sebagai
dan seminar dengan melibatkan pihak KPP pengelola
sebelumnya.
Sedangkan
dalam
kelembagaannya, DPPKA Kota Surakarta terus melakukan studi banding dengan dinas yang sejajar di kota yang berbeda terkait sistem dan struktur organisasi agar memudahkan proses bisnis pengelolaan PBB-PP dan PBPHTB ini. Dan juga bersinergi dengan unit pelaksana teknis daerah terkait penyebarluasan SPPT bagi PBB-PP dan tim penilai untuk menguji validitas data PBPHTB. 2. Solusi atas perbedaan nominal piutang dari SISMIOP dengan MAPADA. Dalam menghadapi masalah yang terkait selisih data PBB-PP dan PBPHTB yang terutang, DPPKA Kota Surakarta telah melakukan verifikasi dan pemutakhiran data piutang yang sebenarnya by name, by NOP, dan by address.Sampai pada penagihan secra langsung atau door to door kepada wajib pajak yang termasuk dalam daftar piutang PBBPP dan PBPHTB.Hasil dari verifikasi tersebut yaitu untuk piutang PBB-PP pada tahun terakhir 2015 telah terbayar sebesar Rp. 1.316.041.413,50,-. Dan piutang PBPHTB 2015 telah dilakukan tindakan penagihan piutang melalui pemberitahuan surat tagihan dikirim via POS, dan melalui pemanggilan dengan surat maupun jemput bola dengan safari ke tiap kelurahan dan membuahkan hasil pembayaran utang oleh wajib pajak sebesar Rp. 947.584.416,-. Sedangkan sisa piutang yang belum terbayar akan dilakukan
100
penghapusan data piutang segera dengan menerbitkan Peraturan Daerah tentang penghapusan piutang. Faktor yang membuat piutang PBPHTB tidak dapat terbayar sepenuhnya oleh wajib pajak adalah karena alamat yang tertera dimana objek pajak berada salah, dan nomor objek pajak tidak sesuai. 3. Hambatan Terkait Menurunnya Insentif Pemungutan Pajak Dalam pemungutan pajak, kepada pemungut diberi hak pungut.Penurunan insentif pemungutan pajak menjadi 5% dari 9% mengakibatkan menurunnya semangat dan motivasi kerja pemungut pajak. Namun sebenarnya hal ini telah dipertimbangkan mengingat fiskus pajak yang bertugas memungut pajak tidak hanya dalam lingkungan DPPKA Kota Surakarta, namun juga dibantu kecamatan, kelurahan, dan desa sampai pada tingkat RT (Rukun Tetangga). Sehingga semua pekerjaan mempunyai tugas pokok dan fungsi nya masing-masing. Namun untuk menyiasati penurunan jumlah insentif pemungutan pajak ini DPPKA Kota Surakarta mempunyai langkah solutif, yaitu dengan membentuk Tim Kerja yang melibatkan kepala seksi, kepala bidang, staff penagihan, dan pihak kelurahan, RW dan RT
untuk
melaksanakan
program
kerja
yaitu
sosialisasi,
penyebarluasan SPPT, dan penagihan SPPT yang belum terlunasi. 4. Solusi terkait penetapan nilai pasar terhadap harga tanah yang sesungguhnya berdasarkan penelitian dari lembaga yang terpercaya. Khususnya dalam penghitungan PBPHTB yang diperoleh dari nilai transaksi, dan nilai pasar yang sesungguhnya sesuai objek pajak bumi dan bangunan, dilakukan tim survey lapangan yang dibentuk khusus dan dipercaya dapat menafsirkan nilai tanah dan bangunan berdasarkan harga transaksi dan harga pasar. Harga transaksi jelas dapat terlihat melalui akta jual beli yang disepakati antara penjual dan pembeli. Namun untuk menentukan harga pasar sehingga memperoleh nilai tanah dan bangunan yang layak, diperlukan tim khusus. Untuk perubahan data PBB-PP misalnya, kebiasaan buruk masyarakat adalah
101
tidak melaporkan perubahan data terkait objek dan subjek pajak nya, maka DPPKA Kota Surakarta membentuk Tim Lapangan yang bertugas safari untuk mendata ulang perubahan tiap objek pajak yang belum dilaporkan oleh pemilik sahnya. Dan pada tahun 2015 DPPKA Kota Surakarta telah melakukan pemecahan kendala terkait data objek pajak dan subjek pajak yang belum sesuai dengan data sebenarnya di lapangan, nilai jual objek pajak yang tidak sesuia dengan harga pasar, belum ada instrument untuk mengetahui transaksi yang wajar.Dengan melakukan kontrak kerja dengan pihak ketiga, dalam hal ini PT. Sucofindo Advisory Utama, sebagai penyedia jasa konsultan.Untuk menyusun buku informasi harga tanah Kota Surakarta yang menjadi pedoman fiskus pajak dalam menentukan dasar pengenaan tarif PBPHTB. Kontrak kerja yang dibuktikan dengan Surat Perjanjian Nomor: 027/ 1.498.3 pada tanggal 21 Oktober 2015 ini mempermudah pernghitungan PBPHTB, dan hasil kerja tim penyedia jasa ini menerbitkan modul harga bumi (tanah) sesuai pemanfaatan tanahnya (tanah pekarangan, atau tanah sawah) pada dua kelurahan yaitu Kelurahan Jajar, dan Karangasem, Kecamatan Laweyan. Namun tetap perlu dilakukan evaluasi secara berkala mengingat PBPHTB ini sangat dinamis dan beragam jenis transaksi nya. 5. Solusi terkait pembayaran PBB-PP dan PBPHTB yang tidak bisa diangsur dan hanya dibayarkan pada Bank Persepsi. Pada dasarnya pemungutan pajak harus disesuaikan dengan daya beli dan kemampuan masyarakat, terkhusus masayarakat ekonomi lemah. Pembayaran pajak yang termasuk primadona pajak daerah ini diharapkan
bisa maksimal dan sesuai rencana. Cara
menggugah seluruh elemen masayarakat dengan membayar pajak ini yaitu dengan cara menggunakan undian doorprize.Pendekatan personal persuasive dengan imbalan hadiah ini diterapkan agar masyarakat dapat membayar pajak sebelum jatuh tempo.Tentunya dengan pembayaran yang lunas (cash). Cara ini diterapkan sejak 2013 lalu,
102
wajib pajak yang membayar pajak sebelum jatuh tempo pada Bank Persepsi akan mendapat kupon ang akan diundi pada bulan setelah jatuh tempo pajak tersebut. Cara itu efektif mengingat jangka waktu pembayaran relative lama dan Bank Persepsi juga menyediakan loket pembayaran pajak di kantor pemerintah kota, yaitu di kantor bidang Penetapan pajak daerah.