BAB II URAIAN TEORITIS
II.1.
KOMUNIKASI MASSA Yang dimaksudkan dengan komunikasi massa (mass communication) di sini adalah
komunikasi melalui media massa modern, yang meliputi surat kabar yang mempunyai sirkulasi yang luas, siaran radio dan televisi yag ditujukan kepada umum dan film yang dipertunjukkan di gedung-gedung bioskop. Hal tersebut perlu dijelaskan oleh karena ada sementara pakar di antaranya Everett M. Rogers, yang menyatakan bahwa selain media massa modern terdapat media massa tradisional yang meliputi teater rakyat, juru dongeng keliling, juru pantun dan lain-lain. Lazimnya media massa modern menunjukkan seluruh sistem dimana pesan-pesan diproduksikan, dipilih, disiarkan,diterima dan ditanggapi. Komunikasi massa menyiarkan informasi, gagasan dan sikap kepada komunikan yang beragam dalam jumlah yang banyak dengan menggunakan media. Melakukan kegiatan komunikasi massa jauh lebih sukar daripada komunikasi antarpribadi. Seorang komunikator yang menyampaikan pesan kepada ribuan pribadi yang berbeda pada saat yang sama, tidak akan bisa menyesuaikan harapannya untuk memperoleh tanggapan mereka secara pribadi. Suatu pendekatan yang bisa merenggangkan kelompok lainnya. Seorang komunikator melalui media massa yang mahir adalah seseorang yang berhasil menemukan metode yang tepat untuk menyiarkan pesannya guna membina emphaty dengan jumlah terbanyak diantara komunikannya. Meskipun jumlah komunikan bisa mencapai jutaan, kontak yang fundamental adalah antara dua orang, benak komunikan harus mengenai benak setiap komunikan.
Universitas Sumatera Utara
Komunikasi massa yang berhasil ialah kontak pribadi dengan pribadi yang diulang ribuan kali secara serentak. Seorang politikus dapat mencapai jauh lebih banyak komunikan dengan sekali uraian melalui televisi daripada dengan jalan perlawatan mendatangi mereka seorang demi seorang, akan tetapi penggunaan komunikasi massa bisa menjadi gagal, jika komunikator tidak bisa memproyeksikan perasaan yang sama melalui media, yakni perasaan yang ia nyatakan melalui keramah-tamahan dan senyum menyenangkan. Jadi ada dua tugas komunikator dalam komunikasi massa; mengetahui apa yang ia ingin komunikasikan, dan mengetahui bagaimana ia harus menyampaikan pesannya dalam rangka melancarkan penetrasi kepada benak komunikan. Sebuah pesan yang isinya lemah dan dengan lemah pula disampaikan kepada jutaan orang, bisa menimbulkan pengaruh yang kurang efektif sama sekali dibandingkan dengan pesan yang disampaikan dengan baik kepada komunikan yang jumlahnya kecil. Komunikasi massa biasanya menghendaki organisasi resmi dan rumit untuk melakukan operasinya. Produksi surat kabar atau siaran televisi meliputi sumber pembiayaan dan karenanya juga pengawasan keuangan, ini memerlukan pekerjaan yang benar-benar mempunyai keahlian, jadi memerlukan manajemen yang baik, memerlukan juga pengawasan yang normatif yang erat hubungannya dengan orang luar yang mempunyai wewenang dan erat hubungannya dengan masyarakat. Dengan demikian maka harus ada orang yang bergerak dalam struktur yang menjamin kontinuitas dan kerja sama. Syarat tersebut dipenuhi oleh organisasi yang resmi. Berhubung dengan itu, maka komunikasi massa harus dibedakan dengan komunikasi antarpribadi yang tidak resmi dan yang tidak berstruktur.
Universitas Sumatera Utara
II.1.1. Karakteristik Komunikasi Massa Seseorang yang akan menggunakan media massa sebagai alat untuk melakukan komunikasinya perlu memahami karakteristik komunikasi media massa, yakni seperti diuraikan dibawah ini: a. Komunikasi massa bersifat umum Pesan komunikasi yang disampaikan melalui media massa adalah terbuka untuk semua orang. Benda-benda tercetak, film, radio dan televisi apabila dipergunakan untuk keperluan pribadi dalam lingkungan organisasi yang tertutup, tidak dapat dikatakan komunikasi massa. Meskipun pesan komunikasi massa bersifat umum dan terbuka, sama sekali terbuka juga jarang diperoleh, disebabkan faktor yang bersifat paksaan yang timbul karena struktur sosial. Pengawasan terhadap faktor tersebut dapat dilakukan secara resmi sejauh bersangkutan dengan larangan dalam bentuk hukum, terutama yang berhubungan dengan penyiaran keluar negeri. Rintangan yang tidak ada pada perencanaan timbul dari perbedaan bahasa, kebudayaan, pendidikan, pendapatan, kelas sosial dan pembatasan yang bersifat teknik. Penggunaan lebih banyak media audio-visual, kemajuan tekni untuk mencapai jarak jauh dan perluasan usaha bebas buta huruf, cenderung untuk mempercepat menuju keterbukaan yang luas.
b. Komunikan bersifat heterogen Perpaduan antara jumlah komunikan yang besar dalam komunikasi massa dengan keterbukaan dalam memperoleh pesan-pesan komunikasi, erat sekali hubungannya dengan sifat heterogen komunikan.
Universitas Sumatera Utara
Massa dalam komunikasi massa terjadi dari orang-orang yang heterogen yang meliputi penduduk yang bertempat tinggal dalam kondisi yang sangat berbeda, dengan kebudayaan yang beragam, berasal dari berbagai lapisan masyarakat, mempunyai pekerjaan yang berjenis-jenis, maka oleh karena itu mereka berbeda pula dalam kepentingan, standar hidup dan derajat kehormatan, kekuasaan dan pengaruh. Suatu paradoks dari suatu heterogenitas komunikan dalam komunikasi massa, adalah pengelompokan komunikasi harus mempunyai minat yang sama terhadap media massa , terutama jenis khusus dari isi penyiaran, serta mempunyai kesamaan pengertian kebudayaan dan nilai-nilai. Jelasnya, komunikan dalam komunikasi massa adalah sejumlah orang yang disatukan oleh suatu minat yang sama yang mempunyai bentuk tingkah laku yang sama dan terbuka bagi pengaktifan tujuan yang sama, meskipun demikian orang-orang yang tersangkut tadi tidak saling mengenal, berinteraksi secara terbatas, dan tidak terorganisasikan. Komposisi komunikan tersebut tergeser-geser terus-menerus, serta tidak mempunyai kepemimpinan atau perasaan identitas.
c. Media massa menimbulkan keserempakan Yang dimaksud dengan keserempakan adalah keserempakan kontak dengan sejumlah besar penduduk dalam jarak yang jauh dari komunikator, dan penduduk tersebut satu sama lainnya berada dalam keadaan terpisah. Radio dan televisi dalam hal ini melebihi media tercetak, karena yang terakhir dibaca pada waktu yang berbeda dan lebih selektif. Ada dua segi penting mengenai kontak yang langsung itu, pertama; kecepatan yang lebih tinggi dari penyebaran dan kelangsungan tanggapan, kedua; keserempakan adalah penting untuk keseragaman dalam seleksi dan interpretasi pesan-pesan. Tanpa komunikasi
Universitas Sumatera Utara
massa, hanya pesan-pesan yang sangat sederhana saja yang disiarkan tanpa perubahan dari orang yang satu ke orang yang lain.
d. Hubungan komunikator-komunikan bersifat non-pribadi Dalam komunikasi massa, hubungan antara komunikator dan komunikan bersifat nonpribadi, karena komunikan yang anonim dicapai oleh orang-orang yang dikenal hanya dalam peranannya yang bersifat umum sebagai komunikator. Sifat non-pribadi ini timbul disebabkan teknologi dari penyebaran yang massal dan sebagian lagi dikarenakan syaratsyarat bagi peranan komunikator yang bersifat umum. Yang terakhir ini, umpamanya mencakup keharusan untuk objektif dan tanpa prasangka dalam memilih dan menanggapi pesan komunikasi yang mempunyai norma-norma penting. Komunikasi dengan menggunakan media massa berlaku dalam satu arah (one way communication), dan ratio outpu-input komunikan sangat besar. Tetapi dalam hubungan komunikator-komunikan
itu
terdapat
mekanisme
resmi
yang
dapat
mengurangi
ketidakpastian, terutama penelitian terhadap komunikan, korespondensi, dan bukti keuntungan dari penjualan (siaran komersial).
II.1.2. Model Komunikasi Massa Komunikasi dengan menggunakan media massa dalam tahun terakhir ini banyak mendapat penelitian dari para ahli disebabkan semakin majunya teknologi di bidang media massa. Kemajuan teknologi dibidang pers seperti kepastian percetakan yang mampu menghasilkan ratusan ribubahkan jutaan eksemplar surat kabar dalam waktu yang relatif cepat; kemajuan teknologi dibidang film yang berhasil menyempurnakan segi audio dan visual; kemajuan teknologi dibidang radio yang mampu menjangkau jarak yang lebih jauh dengan suara yang lebih baik; kemajuan teknologi dibidang televisi yang dengan satelitnya
Universitas Sumatera Utara
mampu menghubngkan satu bangsa dengan dengan bangsa lain secara visual auditif, hidup dan pada saat suatu peristiwa terjadi; itu semua berpengaruh besar pada kehidupan politik, sosial, ekonomi dan kebudayaan. Penelitian para ahli tersebut menghasilkan teori komunikasi massa, diantaranya beberapa model seperti dibawah ini:
a. Model jarum hipodermik (hypodermic needle model) Secara harfiah “hypodermic” berarti “dibawah kulit”. Dalam hubungannya dengan komunikasi massa, istilah ”hypodermic needle model” mengandung anggapan dasar bahwa media massa menimbulkan efek yang kuat, terarah, segera dan langsung, itu adalah sejalan dengan pengertian “perangsang tanggapan (stimulus-response)” yang mulai dikenal sejak penelitian ilmu jiwa pada tahun 1930-an. Media massa digambarkan sebagai jarum hipodermik raksasa yang mencotok massa komunikan yang pasif. Elihu Katz mengatakan, bahwa model tersebut terdiri dari: (1) media yang sangat ampuh yang mampu memasukkan idea pada benak yang tidak berdaya. (2) massa komunikan yang terpecah-pecah, yang terhubungkan dengan media massa, tetapi sebaliknya komunikan tidak terhubungkan dengan media massa, tetapi sebaliknya komunikan tidak terhubungkan satu sama lain.
b. Model komunikasi satu tahap (one step flow model) Model komunikasi satu tahap menyatakan bahwa saluran media massa berkomunikasi langsung dengan massa komunikan tanpa berlalunya suatu pesan melalui orang lain, tetapi
Universitas Sumatera Utara
pesan tersebut tidak mencapai semua komunikan dan tidak menimbulkan efek yang sama pada setiap komunikan. Model komunikasi satu tahap adalah model jarum hipodermik yang dimurnikan, model mana telah kita bicarakan dimuka. Tetapi model tahap mengakui, bahwa: (1) media tidak mempunyai kekuatan yang hebat. (2) Aspek pilihan dari penampilan, penerimaan dan penahanan dalam ingatan yang selektif mempengaruhi suatu pesan. (3) Untuk setiap komunikan terjadi efek yang berbeda. Selanjutnya model satau tahap memberi keleluasaan kepada seluruh komunikasi massa untuk memancarkan efek komunikasi secara langsung.
c. Model komunikasi dua tahap (two step flow model) Konsep komunikasi dua tahap ini berasal dari Lazarsfeld, Berelson dan Gaudet (1948) yang berdasarkan penelitiannya menyatakan bahwa ide-ide seringkali datang dari radio dan surat kabar yang ditangkap oleh pemuka pendapat (opinion leaders) dan dari mereka ini berlalu menuju penduduk yang kurang giat. Tahap pertama adalah dari sumbernya, yakni komunikator kepada pemuka pendapat yang mengoperkan informasi, sedang tahap kedua ialah dari pemuka pendapat kepada pengikut-pengikutnya, yang juga mencakup penyebaran pengaruh. Model dua tahap ini menyebabkan kita menaruh perhatian kepada peranan media massa dan komunikasi antarpribadi. Berlainan dengan model jarum hipodermik yang beranggapan, bahwa massa merupakan tubuh besar yang terdiri dari orang-orang yang tak berhubungan tetapi berkaitan kepada media, maka model dua tahap melihat massa sebagai perorangan yang berinteraksi. Ini menyebabkan penduduk terbawa kembali ke komunikasi massa. Seseorang memperoleh ide baru, baik melalui media massa maupun saluran
Universitas Sumatera Utara
antarpribadi, dirinya terlibatkan pada pertukaran komunikasi dengan kawan-kawan sederajatnya mengenai suatu pesan. Pada kebanyakan komunikasi massa tampak bahwa sebuah pesan laju dari sumbernya, yakni komunikator, melalui saluran media massa, menuju komunikan sebagia pihak penerima, yang kemudian sebagai kebalikannya memberi tanggapan kepada pesan dan/atau kepada orang-orang yang berinteraksi dengannya. Penelitian terhadap model ini selain menimbulkan keuntungan, juga telah menjumpai kekurangan. Pada dasarnya model ini tidak memberikan penjelasan yang cukup. Lajunya komunikasi dengan massa komunikan pada kenyataannya lebih rumit daripada keterangan mengenai teori dua tahap tersebut. Apa yang diketahui tentang proses komunikasi massa ternyata terlalu mendetail untuk diterangkan denga satu kalimat saja. Meskipun demikian, dari penelitian komunikasi timbul dua keuntungan dari hipotesis dua tahap tersebut. (1) suatu pemusatan kegiatan terhadap kepemimpinan opini dalam komunikasi massa. (2) Beberapa perbaikan dari komunikasi dua tahap, seperti komunikasi satu tahap dan komunikasi tahap ganda.
d. Model komunikasi tahap ganda (multi step flow model) Model ini menggabungkan semua model yang telah dibicarakan terlebih dahulu. Model banyak tahap ini didasarkan pada fungsi penyebaran yang berurutan yang terjadi pada kebanyakan situasi komunikasi. Ini tidak mencakup jumlah tahap secara khusus, juga tidak khusus bahwa suatu pesan harus berlangsung dari komuknikator melalui saluran media massa. Model ini menyatakan bahwa bagi lajunya komunikasi dari komunikator kepada komunikan terdapat jumlah “relay” yang berganti-ganti. Beberapa komunikan menerima pesan langsung melalui saluran dari komunikator, yang lainnya terpindahkan dari sumbernya beberapa kali.
Universitas Sumatera Utara
Jumlah tahap yang pasti dalam proses ini bergantung pada maksud tujuan komunikator, tersedianya madia massa dengan kemampuan untuk menyebarkannya, sifat dari pesan dan nilai pentingnya pesan bagi komunikan. Itulah beberapa hal mengenai pengertian, karakteristik dan model komunikasi massa, yang semakin lama semakin penting dan semakin banyak diteliti, disebabkan dampaknya yang luas dan kuat (Nurudin, 2004:150-127)
II.2.
JURNALISTIK Secara harafiyah, kata jurnalistik berarti kewartawanan atau hal-hal yang terkait
dengan pemberitaan. Kata jurnalistik (journalistic) berasal dari kata dasar “journal” yang artinya laporan atau catatan. Kata journal sendiri berasal dari kata “du jour” (bahasa Yunani kouno), yang artinya “hari (day)” atau catatan harian (diary). Ada dua kata yang meskipun memiliki unsur kesamaan namun mempunyai arti yang berbeda, yaitu “journalism” dan “journalistic”. Dalam bahsa inggris kedua kata ini berasal dari kata “journal” yang artinya: A daily record of news, events, activities atau catatan harian tentang berita, peristiwa atau kegiatan. “Journalistic” is characteristic of journalism atau gaya penulisan (style of writing) kewartawanan. “Journalism is the work of collecting, writing and publishing material in newspaper and magazines or on television and radio”. Atau jurnalistik adalah pekerjaan yang berkaitan dengan pengumpulan, penulisan dan penyebarluasan berbagia hal melalui media surat kabar dan majalah atau melalui televisi dan radio. Dengan demikian kata “jurnalistik” yang dikenal di Indonesia adalah yang disebut “journalism” dalam bahasa inggris.
Universitas Sumatera Utara
Curtis D. Macdouggall, dalam bukunya berjudul “Interpretative Reporting” menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan jurnalistik adalah kegiatan menghimpun berita, mencari fakta dan melaporkan peristiwa. Dalam Enyclopedia Americana disebutkan: journalism is the collection and periodical dissemination or current news and events, or more strictly, the business of managing, editing or writing for journal or newspaper. Pengertian ini jelas hanya terbatas pada media massa cetak dan itu terjadi pada masa dimana media massa lain seperti media massa elektronik belum begitu berkembang. Namun sejalan dengan perkembangan teknologi komunikasi dan informasi, pengertian jurnalistik pun dikaitkan dengan media elektronik, seperti media radio dan media televisi. Dalam ”the contemporary English-Indonesian Dictionary” disebutkan jurnalistik adalah yang berkenaan dengan wartawan atau berkenaan dengan buku harian; journalism artinya poekerjaan wartawan. Perkembangan teknologi komunikasi dan informasi serta budaya masyarakat dalam kurun waktu tertentu mempengaruhi pemaknaan terhadap jurnalistik oleh sejumlah ahli komunikasi. Ketika teknologi media massa masih sebatas surat kabar , sejumlah ahli komunikasi massa cenderung mengartikan jurnalistik pada proses mencari, mengumpulkan, menyeleksi dan menyebarluaskan informasi melalui surat kabar atau majalah, tetapi ketika teknologi media massa semakin berkembang dengan menggunakan media elektronik seperti radio dan televisi. Kini penyebarluasan informasi juga dilakukan melalui media massa internet. Penyampaian atau penyebarluasan informasi melalui media massa internet, semula belum dikategorikan sebagai bagian dari kegiatan jurnalistik karena jumlah perangkat internet masih terbatas, pengguna internet juga belum banyak. Namun ketika teknologi internet berkembang pesat kepemilikannya semakin beragam, baik perorangan, kelompok, lembaga pemerintah
Universitas Sumatera Utara
dan swasta, maka penyebarluasan informasi melalui internet pun berkembangsebagai bagian dari kegiatan jurnalistik. Bahkan para calon presiden Amerika Serikat, Barack Obama dan Hilary Clinton dari partai Demokrat dan John McCain dari partai Republik, ketika melakukan kampanye tingkat partai, selama bulan Mei dan Juni tahun 2008 berkomunikasi dan menyebarluaskan informasi kepada masyarakat Amerika Serikat melalui internet. Untuk mengetahui konsep pemikiran para calon presiden Amerika Serikat tentang bagaimana Amerika Serikat ke depan, masyarakat Amerika dapat mengetahuinya setiap saat, melalui internet. Nama dan jenis media massa dapat berkembang terus sejalan dengan perkembangan teknologi keomunikasi informasi. Saat ini, misalnya yang disebut dengan media massa adalah media massa cetak yaitu: surat kabar, majalah dan tabloid dan media massa elektronik adalah media massa radio, televisi dan internet. Bahkan di negara-negara tertentu, buku pun digolongkan media massa karena ada buku tertentu yang penyebarluasan atau jumlah penerbitannya sangat banyak dan dilakukan secara periodik setiap hari atau setiap minggu atau setiap bulan. Orang yang melakukan kegiatan jurnalistik disebut: jurnalis atau wartawan atau reporter. Meskipun banyak orang yang dapat melakukan kegiatan yang bersifat atau bernuansa jurnalitik, namun tidak semua orang dapat dan berhak melakukan pekerjaan jurnalistik, karena kegiatan jurnalistik hanya dilakukan oleh orang yang memperoleh keterampilan khusus jurnalistik dan hanya boleh dilakukan oleh jurnalis, wartawan atau reporter. Tidak semua orang yang mencari berita dapat disebut dengan wartawan, jurnalis atau reporter, karena untuk menjadi wartawan, jurnalis atau reporter, karena untuk menjadi wartawan, jurnalis atau reporter harus memenuhi persyaratan tertentu, antara lain bekerja secara tetap pada media massa tertentu dan memiliki kartu anggota wartawan dari organisasi wartawan tertentu. Di Indonesia ada beberapa organisasi wartawan, yaitu Persatuan Wartawan
Universitas Sumatera Utara
Indonesia (PWI), Asosiasi Jurnalis Indonesia (AJI) dan Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) (Yosef, 2008:5-10).
II.2.1. Perspektif Jurnalistik Untuk memahami arti jurnalistik dapat dilihat dari 3 perspektif: (1) Perspektif Tanggungjawab Sosial, jurnalistik dapat diartikan sebagai kegiatan profesional dalam mencari, menyeleksi dan menyebarluaskan informasi melalui media massa untuk memenuhi harapan khalayak. Sebagai kegiatan profesional, jurnalistik mengandung nilai kebenaran, kejujuran dan tanggungjawab sosial. Oleh karena itu, apabila terdapat kegiatan penyebarluasan informasi yang tidak disertai kebenaran, kejujuran dan rasa tanggungjawab, maka itu bukanlah kegiatan jurnalistik. (2) Perspektif Ilmu Pengetahuan, jurnalistik dipahami sebagai bagian dari ilmu komunikasi yang dapat dipelajari dan dijadikan sebagai bahan kajian dalam memahami perilaku sosial
manusia
terkait
kegiatan
mencari,
mengumpulkan,
menyeleksi
dan
menyebarluaskan informasi melalui media massa. (3) Perspektif Teknologi, jurnalistik dipahami sebagai teknologi komunikasi dan informasi dalam proses mencari, menyeleksi dan menyebarluaskan informasi kepada khalayak melalui media massa. Dengan demikian sangat mungkin pengertian jurnalistik akan berkembang sejalan dengan perkembangan teknologi komunikasi dan informasi terutama terkait dengan aspek penggunaan teknologi yang mempengaruhi kecepatan, kejelasan, kemudahan dan dampak yang ditimbulkan, dan bahkan juga ditentukan atau dipengaruhi tingkat kebudayaan dan peradaban manusia. Misalnya, ketika teknologi media massa baru sampai pada teknologi media cetak, maka ahli komunikasi tertentu mengartikan jurnalistik itu sampai pada penyebarluasan informasi melalui surat kabar. Ternyata kemudian muncul dan berkembang teknologi audio dan audio-visual berupa
Universitas Sumatera Utara
penyebarluasan informasi melalui media elektronik seperti radio dan televisi, maka sejumlah ahli komunikasi pun menyempurnakan pengertian jurnalistik dengan dikaitkan dengan penggunaan media massa radio dan televisi. Saat ini ternyata informasi tidak hanya disebarluaskan melalui media massa surat kabar, radio dan televisi, tetapi juga melalui internet, sehingga muncul pula jurnalistik internet atau juga disebut dengan On Line Journalism atau Cyber Journalism (Yosef, 2008: 10-12).
II.2.1. Jenis-Jenis Jurnalistik Prinsip kerja jurnalistik secara umum sama pada semua media massa, tetapi karena teknologi yang digunakan berbeda, maka ada kecenderungan proses kerja jurnalistik itu sendiri menjadi berbeda-beda. Perbedaan antar jurnalistik lebih dilihat pada penggunaan teknologi media massa dalam mencari, menyeleksi, mengedit dan menyebarluaskan informasi kepada khalayak. Secara garis besar jenis-jenis jurnalistik dapat dibedakan menjadi dua bagian besar, yaitu: -
Berdasarkan Teknologi yang digunakan:
1. Jurnalistik Elektronik Jurnalistik elektronik (electronic journalism), adalah proses kegiatan mencari, rmengumpulkan, menyeleksi, menulis dan menyebarluaskan informasi kepada khalayak melalui media massa elektronik, yaitu media massa radio, televisi dan internet. a. jurnalistik radio (radio journalism) Jurnalistik radio adalah proses mencari, mengumpulkan, menyeleksi, menulis dan menyebarluaskan informasi kepada khalayak melalui media massa radio. Ketika pertama kali media massa hadir di Indonesia, sekitar tahun 1963, yaitu sejak berdirinya TVRI Jakarta, banyak orang mengira media massa radio akan segera tamat riwayatnyakarena
Universitas Sumatera Utara
orang akan lebih memilih media televisi daripada radio. Tetapi kenyataannya tidak demikian, media televisi berkembang terus dan media radio pun terus berkembang dengan berbagai teknologi yang digunakannya, hingga saat ini. Hal ini antara lain, karena media radio memang memiliki “keunggulannya sendiri” dibanding media massa lainnya termasuk media televisi. Misalnya perangkat radio yang bisa dibawa kemana-mana, jangkauan yang relatif luas dan dapat melampaui bangunan atau gunung yang tinggi. Suatu hal yang tidak bisa terjadi pada media televisi. Meskipun media televisi menggunakan teknologi yang semakin canggih, dipastikan tetap tidak dapat menggantikan keunggulan media radio. Media radio memiliki formula tersendiri, yaitu: Easy Listening Formula atau “rumus mudah didengar”. Artinya siaran radio dibuat sedemikian rupa agar enak didengar dan mudah dimengerti. Menulis berita untuk siaran radio juga berarti “menulis untuk telinga”. b. jurnalistik televisi (television journalism) Jurnalistik televisi adalah proses kegiatan mencari, mengumpulkan, menyeleksi, menulis dan menyebarluaskan informasi kepada khalayak melalui media massa televisi. Pengertian diatas mengandung makna bahwa meskipun dalam proses mencari, mengumpulkan dan menyeleksi informasi memiliki kesamaan dengan jurnalistik lainnya namun penekanannya adalah pada teknologi atau jenis media massa yang digunakan. Sesuai dengan teknologinya, dalam proses liputan di lapangan atau di studio, digunakan peralatan yang terkait dengan media televisi, seperti pengguna kamera televisi, tripot, mik, kaset atau pita dan berbagai jenis peralatan televisi lainnya. Dan karena teknologi yang digunakan berbeda dengan media massa yang lainnya, maka jumlah dan jenis keterampilan personil yang menjalankan tugas jurnalistik televisi, juga berbeda. Perbedaan jg terjadi dalam hal pembiayaan, dimana anggaran yang diperlukan jauh lebih
Universitas Sumatera Utara
besar dibanding dengan media massa radio dan media massa cetak (surat kabar atau majalah). Kekhususan jurnalistik televisi, juga terkait dengan kriteria personil yang terlibat dalam produksi dan penyiaran televisi. Hal ini terjadi karena media televisi merupakan media pandang dan dengar (audio-visual). Persyaratan berpenampilan baik atau identik dengann cantik dan ganteng untuk penyiar televisi, bukanlah sekedar bahasa basi atau sekedar ungkapan, tetapi betul-betul persyaratan yang mutlak. Hal ini terkait dengan jenis media itu sendiri, sebagai media massa pandang dan dengar. c. jurnalistik on line (on line journalism) Jurnalistik on line atau on line journalism juga disebut dengan ”cyber journalism”, yaitu
proses
kegiatan
mencari,
mengumpulkan,
menyeleksi,
menulis
dan
menyebarluaskan informasi kepada khalayak melalui media massa internet. Kemajuan teknologi media massa yang begitu pesat disertai kebiasaan masyarakat untuk dapat memperoleh informasi secara super cepat, memungkinkan on line journalism berkembang pesat. Dalam proses kegiatan on line journalism, penyebarluasan informasi didasari prinsip kebenaran dan rasa tanggungjawab, bukan sekedar menyebarluaskan informasi. Oleh karena itu dalam pengiriman informasi, jurnalis atau wartawan tetap menaati kode etik dan peraturan-peraturan yang berlaku. Apabila ada penyebarluasan informasi melalui media massa internet tidak disertai tanggungjawab apalagi tidak didasari kebenaran, maka itu bukanlah kegiatan jurnalistik. Disnilah letak tanggungjawab besar seorang jurnalis atau wartawan atau reporter. Mungkin saja terjadi sesuatu yang tidak benar di masyarakat, tetapi jurnalis tetap berpegang pada kebenaran termasuk kebenaran informasi tentang sesuatu yang tidak benar itu sendiri.
Universitas Sumatera Utara
Dapat dibayangkan apabila ada pihak tertentu yang menyebarluaskan kebohongan, apalagi bersifat fitnah, menghasut, memecah belah dan hal-hal negatif lainnya, dapat diperkirakan apa yang akan terjadi di masyarakat. Itulah sebabnya, boleh saja banyak orang ingin menjadi wartawan atau jurnalis atau reporter, tetapi tidak semua orang dapat dan boleh menjadi wartawan atau jurnalis atau reporter. Karena menjadi wartawan atau reporter atau jurnalis haruslah melalui proses seleksi yang baik agar didapatkan orang yang memenuhi prsyaratan, antara lain, dapat dipercaya, cerdas dan memiliki keberanian. Memang sulit, tetapi seperti itulah sebaiknya wartawan atau jurnalis atau reporter. 2. Jurnalistik Cetak Jurnalistik cetak (printed journalism) adalah proses kegiatan mencari, rmengumpulkan, menyeleksi, menulis dan menyebarluaskan informasi kepada khalayak melalui media massa cetak seperti surat kabar, majalah dan tabloid. Di negara-negara tertentu, penulisan dan penyebarluasan buku bahkan digolongkan sebagai kegiatan jurnalistik karena jumlah buku yang diterbitkan sangat banyak dan dilakukan secara periodik pada waktu tertentu, setiap minggu, setiap dua minggu atau setiap bulan. Dalam isi buku, banyak diangkat dari berbagai pendapat dan peristiwa penting yang tergolong aktual. Fred Wibowo, dalam bukunya “Teknik Produksi Program Televisi” menyebutkan tiga prinsip jurnalistik media cetak, yaitu: a. pembaca (man as reader). Dalam hal ini, pembaca bebas memilih topik, informasi atau berita yang disukai. Bertolak dari hal itu, maka sajian informasi yang menyangkut berbagai bidang kehidupan sangat penting sebagai pilihan. Pembaca juga aktif memilih berita yang relevan dengan dirinya. b. Write like your talk bukan write as your talk. Maknanya adalah harus objektif dan tidak boleh memihak ketika menulis berita, reporter harus dalam posisi sebagai pihak ketiga
Universitas Sumatera Utara
dan
menulis
berita dengan penulisan tidak
langsung
(indirect)
dan
naratif
(menceriterakan).
-
Berdasarkan Isi (Content)
1. Jurnalistik Pembangunan (development journalism), yaitu jurnalistik yang lebih ditujukan untuk menyebarluaskan informasi tentang keberhasilan pembangunan serta mendorong partisipasi khalayak dalam proses pembangunan. Jurnalistik ini, umumnya diterapkan di negara-negara berkembang, seperti sebagian besar negara-negara di Afrika dan Asia termasuk Indonesia, khususnya selama masa Orde Baru. 2. Jurnalistik Reminding (reminding journalism), yaitu jurnalistik yang misi utamanya adalah memperingatkan dan mengingatkan masyarakat untuk tidak merusak atau tidak melanggar norma-norma hukum di masyarakat dan berharap akan adanya hukuman sosial terhadap para pelanggar norma dan hukum. Jurnalistik reminding cenderung dilaksanakan secara agak tertutup walaupun tidak tertutup sekali karena dalam pelaksanaannya, wartawan tetap menunjukkan identitas diri. Apabila menggunakan kamera foto atau kamera televisi terkadang dilakukan secara tersembunyi atau tertutup. 3. Jurnalistik Moral (moral journalism) adalah jurnalistik yang fokus perjuangannya pada mewujudkan nilai-nilai moral, seperti memperjuangkan nilai-nilai kebenaran, kejujuran, keadilan dan serta aktif memerangi korupsi, kezaliman dan kebejatan moral lainnya yang terjadi di masyarakat (Yosef, 2008:12-16).
Universitas Sumatera Utara
II.3.
USES AND GRATIFICATION Model ini merupakan pergeseran fokus dari tujuan komunikator ke tujuan komunikan.
Model ini menentukan fungsi komunikasi massa dalam melayani khalayak. Pendekatan uses anda gratification untuk pertama kali dijelaskan oleh Elihu Katz (1959) dalam suatu artikel sebagai reaksinya terhadap pernyataan Bernard Berelson (1959) bahwa penelitian komunikasi tampaknya akan mati. Katz menegaskan bahwa bidang kajian yang sedang sekarat itu adalah studi komunikasi massa sebagai persuasi. Dia menunjukkan bahwa kebanyakan penelitian komunikasi sampai waktu itu diarahkan kepada penyelidikan efek kampanye persuasi pada khalayak. Katz mengatakan bahwa penelitiannya diarahkan kepada jawaban terhadap pernyataan Apa yang dilakukan media untuk khalayak (what do the media do to people ?) Kebanyakan penelitian ini menunjukkan bahwa komunikasi massa berpengaruh kecil terhadap khalayak yang dipersuasi, oleh karena itu para peneliti berbelok ke variabel-variabel yang menimbulkan lebih banyak efek kelompok. Model uses and gratification menunjukkan bahwa yang menjadi permasalahan utama bukanlah bagaimana media mengubah sikap dan perilaku khalayak, tetapi bagaimana media memenuhi kebutuhan pribadi dan sosial khalayak. Jadi, bobotnya adalah pada khalayak yang aktif, yang sengaja menggunakan media untuk mencapai tujuan khusus. Pendekatan uses and gratification sebenarnya juga tidak baru. Di awal dekade 1940an para pakar melakukan penelitian mengapa khalayak terlibat dalam berbagai jenis perilaku komunikasi. Penelitian yang sistematik dalam rangka membina teori uses and gratificationi telah dilakukan pada dekade 1960-an dan 1970-an, bukan saja di Amerika, tetapi juga di Inggris, Finlandia, Swedia, Jepang dan negara-negara lain. Karl Erik Rosengren dalam karyanya yang berjudul “Uses and Gratification: A Paradigm Outline” yang dimuat dalam “The Uses of Mass Communication” (Blumer and
Universitas Sumatera Utara
Katz, 1974: 269) menyajikan paradigm uses and gratification model yang disertai penjelasan dengan gambar 2. 3 (11)
Society including Media Structures
4 Perceived Problems
1 Basic Needs
7 6 motives
5 Perceived Solutions
2 (10)
Media Behavior 8 Other Behavior
9 Gratification or Non Gratification
Individual Characteristics Including Psychological Set-up. Social Position and Life History
Gambar 2 PARADIGMA USES AND GRATIFICATIONS MODEL
Butir pertama paradigma tersebut melambangkan infrastruktur biologis dan psikologis yang membentuk landasan semua perilaku sosial manusia. Kebutuhan biologis dan psikologis inilah yang membuat seseorang bertindak dan mereaksi. Mengenai kebutuhan biasanya orang merujuk kepada hirarki kebutuhan (need hierarchy) yang ditampilkan oleh Abraham Maslow (1954). Ia membedakan lima perangkat kebutuhan dasar: a. Phsycological needs (kebutuhan fisiologis) b. Safety needs (kebutuhan keamanan) c. Love needs (kebutuhan cinta) d. Esteem needs (kebutuhan penghargaan) e. Self-actualization needs (kebutuhan aktualisasi diri)
Universitas Sumatera Utara
Sehubungan dengan hirarki tersebut, kebutuhan yang menarik perhatian para peneliti uses and gratification adalah kebutuhan cinta, kebutuhan penghargaan dan kebutuhan aktulisasi diri. Butir 1, 2 dan 3 pada gambar menunjukkan interaksi antara faktor internal dan eksternal, atau dengan istilah yang konkret antara seseorang dengan masyarakat sekitar. Dengan meninggalkan kebutuhan dasar (basic needs) untuk sementara, marilah kita kihat butir 2 dan 3, ciri individual (individual characteristics) dan ciri masyarakat (societal characteristics). Minat para peneliti terkonsentrasikan pada butir 2, ciri individual, khususnya ciri ekstra individual, misalnya posisi sosial. Sementara itu proses intra-individual erat kaitannya dengan butir 1, 4, 5, 6 dan 9 pada paradigma tersebut. Untuk mendapatkan kejelasan mengenai model uses and gratification ini dapat dikaji gambar 3 yang diketengahkan oleh Katz, Gurevitch dan Haas.
Social Environment 1. Demographic characteristics 2. Group affiliations 3. Personality characteristic (psychological dispositions)
Individuals needs 1. Cognnitive needs 2. Affective needs 3. Personal integrative needs 4. Sosial integrative needs 5. Tension-release or escape
Nonmedia sources of need satisfaction 1. Family, friends 2. Interpesonal communication 3. Hobbies 4. Sleep 5. Drugs, etc
Mass media use 1. Media type newspaper, radio, TV, movies 2. Media contents 3. Exposure to media 4. Social context of media exposure
Media gratification (functions) 1. Surveillance 2. Diversion/ entertainment 3. Personal 4. Social relationships
Gambar 3. USES AND GRATIFICATIONS MODEL Model ini memulai dengan lingkungan sosial (social environment) yang menentukan kebutuhan kita. Lingkungan sosial tersebut meliputi ciri-ciri afiliasi kelompok dan ciri-ciri
Universitas Sumatera Utara
kepribadian. Kebutuhan individual (individual needs) dikategorisasikan sebagai cognitive needs, affective needs, personal integrative needs, social integrative needs dan escapist needs. Penjelasannya adalah sebagai berikut: 1) Cognitive needs (kebutuhan kognitif) Kebutuhan yang berkaitan dengan peneguhan informasi, pengetahuan dan pemahaman mengenai lingkungan. Kebutuhan ini didasarkan pada hasrat untuk memahami dan menguasai lingkungan, juga memuaskan rasa penasaran kita dan dorongan untuk penyelidikan kita. 2) Affective needs (kebutuhan afektif) Kebutuhan yang berkaitan dengan peneguhan pengalaman-pengalaman yang estetis, menyenangkan dan emosional. 3) Personal integrative needs (kebutuhan pribadi secara integratif) Kebutuhan yang berkaitan dengan peneguhan kredibilitas, kepercayaan, stabilitas dan status individual. Hal-hal tersebut diperoleh dari hasrat akan harga diri. 4) Social integrative needs (kebutuhan sosial secara integratif) Kebutuhan yang berkaitan dengan peneguhan kontak dengan keluarga, teman dan dunia. Hal-hal tersebut didasarkan pada hasrat untuk berafiliasi. 5) Escapist needs (kebutuhan pelepasan) Kebutuhan yang berkaitan dengan upaya menghindarkan tekanan, ketegangan dan hasrat akan keanekaragaman. Sebagai bandingannya adalah modifikasi model uses and gratifications hasil aplikasi Jepang yang ditampilkan oleh Profesor Ikuo Takeuchi, guru besar pada Universitas Tokyo yang juga menjadi Direktur Institute of Journalism and Communication Studies.
Universitas Sumatera Utara
Model Prof. Takeuchi yang dimuat dalam Jurnal “Studies of broadcasting” terbitan tahun 1986 itu menjelaskan paradigma uses and gratifications yang berbunyi: What kind of people in which means of communication and how, yang terjemahannya adalah kira-kira sebagai berikut: “Jenis khalayak mana dalam keadaan bagaimana dipuaskan oleh kebutuhan apa dari sarana komunikasi mana dan bagaimana”. Ditegaskan oleh Prof. Tekeuchi bahwa unsur-unsur yang hendaknya dihayati secara perspektif, adalah ciri-ciri pribadi (personal characteristic) khalayak, kondisi sosial (social conditions) khalayak, kebutuhan (needs) khalayak, motivasi dan prilaku nyata menanggapi terpaan komunikasi massa beserta pola kebutuhan (gratifications pattern), tetapi ternyata semua faktor pada akhirnya harus dipandang sebagai faktor yang menerangkan pola kebutuhan. Selain hubungan kelompok (group relations) dan ketegangan kelompok (group tensions), peristiwa-peristiwa politik dan sosial tercakup dalam kondisi sosial (social condition). Tekanan-tekanan yang bersifat kondisional itu menimbulkan kebutuhan pada khalayak yang antara satu sama lainnya memiliki ciri-ciri pribadi (personal characteristics) yang berbeda, dan citra media (media images) berdasarkan pengalaman dalam hal kebutuhan. Dan kondisi-kondisi yang timbulnya kadang-kadang (occaptional cconditions) memerlukan kegiatan yang mengarah kepada peningkatan motivasi bagi kebutuhan yang tertuju kepada terpaan komunikasi massa (Effendy, 2003: 287-289).
II.4.
BERITA Sebuah contoh klasik, “a dog bites a man is usual, but a man bites a dog, it is news”.
Atau “seekor anjing menggigit manusia itu biasa, tetapi manusia menggigit anjing, itu baru berita”.
Universitas Sumatera Utara
Meskipun contoh diatas terkesan bombastis atau terkesan mangada-ada namun makna penting dari contoh klasik itu adalah suatu fakta yang biasa-biasa saja atau sesuatu yang sudah lumrah terjadi kurang menarik perhatian orang (pembaca, penonton atau pendengar). Karena kurang menarik, maka sebaiknya tidak perlu dijadikan berita, tetapi sebaliknya sesuatu yang tidak biasa apalagi yang luar biasa dapat dipertimbangkan untuk dijadikan berita. Misalnya, kebijakan pemerintah di suatu daerah yang membebaskan biaya pendidikan dari mulai tingkat Ssekolah Dasar sampai dengan Sekolah Menengah Atas dan bebas biaya pendidikan bagi mahasiswa yang berprestasi dan yang kurang mampu, merupakan hal yang tidak biasanya dan oleh karena itu dapat dipertimbangkan untuk dijadikan sebagai berita. Seorang bayi berkaki empat, juga termasuk yang tidak biasanya, oleh karena itu dapat dipertimbangkan untuk dijadikan berita. Ada pula sebuah pernyataan sederhana yaitu: sebuah berita sudah pasti sebuah informasi, tetapi sebuah informasi belum tentu sebuah berita. Hal itu karena informasi baru daoat dikatakan sebagai berita apabila informasi itu memiliki unsur-unsur yang mempunyai “nilai berita” atau nilai jurnalistik dan disebarluaskan kepada khalayak. Meskipun sejumlah ahli komunikasi memberikan bermacam-macam pengertian tentang berita, namun belum ada satu pengertian berita yang dapat dijadikan patokan secara mutlak. Namun demikian sebagai pegangan dapat dikemukakan pengertian berita berikut ini: berita adalah laporan terkini tentang fakta atau pendapat yang penting atau menarik bagi khalayak dan disebarluaskan melalui media massa atau “news is a newly report of fact or opinion which is important or interesting for the audience and published through mass media”. Berikut ini dikemukakan beberapa pengertian berita oleh beberapa ahli komunikasi: 1. Rosihan Anwar, dalam buku J.B. Wahjudi, menyatakan “berita adalah apa yang lain adanya”, atau ”what is a different”.
Universitas Sumatera Utara
2. Michel V. Charley, dalam bukunya “Reporting”, yang dikutip J.B. Wahjudi, “news is a timely report of fact or opinion that hold interest or importance or both for a conciderable number of people”. 3. Addison, dalam J.B. Wahjudi “All matters of fact, which a man did not know before are news to him”. 4. Eric C. Heppwood: News is the first report of events which is important and interesting the public attention. Berita adalah laporan pertama yang penting dan menarik perhatian umum. 5. J.B. Wahjudi: berita adalah laporan tentang peristiwa atau pendapat yang memiliki nilai yang penting, menarik bagi sebagian besar khalayak, masih baru dan dipublikasikan secara luas melalui media massa periodik.
Secara umum, berita dapat dikategorikan menjadi 2 kelompok, yaitu: -
Berdasarkan Tingkat Urgensi berita:
1. Hard News Hard News adalah berita yang sangat penting terkait dengan peristiwa-peristiwa yang menegangkan, mencengangkan, mengejutkan, mengerikan,menakutkan, mengharukan dan hal-hal lain yang menyentakkan perasaan orang. Karena menyangkut peristiwa atau masalah penting, maka perlu secepatnya diketahui masyarakat. Misalnya berita tentang pemogokan buruh, aksi demonstrasi, perang, pembunuhan, pergantian atau pemberhentian pejabat secara tiba-tiba, keputusan pengadilan, penuntunan, kenaikan harga BBM yang menakutkan berjutajuta orang dan hal-hal penting lainnya. Karena berita itu sangat penting dan perlu segera diketahui masyarakat, maka naskah berita dibuat sedemikian rupa sehingga tidak terlalu panjang, cukup diungkapkan hal-hal yang menonjol atau yang paling penting saja. Pada media televisi dan radio, hard news bahkan dapat disiarkan dalam stop press yang setiap saat
Universitas Sumatera Utara
dapat disiarkan walaupun acara lain sedang berlangsung. Apabila hard news disiarkan bersama berita-berita lainnya, umumnya hard news ditempatkan pada bagian pertama. Kesempatan berikutnya, hard news dikembangkan menjadi berita yang mendalam dan komprehensif.
2. Berita Ringan (soft news) Pengertian dasar dari Berita Ringan (soft news) adalah kebalikan dari hard news, yaitu berita yang tidak terlalu penting sehingga tidak harus secepatnya diketahui masyarakat. Namun demikian, berita ini tetap dinilai menarik dan ada manfaatnya bagi khalayak sehingga tetap disiarkan atau disebarluaskan kepada khalayak. Karena dari segi urgensinya tidak terlalu tinggi, maka penyebarluasan berita seperti ini, baik melalui media massa elektronik maupun media massa cetak, tidak harus menjadi berita pertama tetapi dapat ditempatkan pada bagian tengah atau bagian akhir. Berita seperti ini juga dapat disebut sebagai “time less news”, yaitu berita yang penyiaran atau penyebarluasannya tidak terikat waktu. Artinya dapat disebarluaskan pada kesempatan berikutnya. Dan apabila diolah lebih mendalam, agak panjang dan hanya tentang sebuah masalah atau kasus, dapat dikemas dalam format features. Pada bulletin berita media televisi dan radio, biasanya soft news dan hard news tetap dimasukkan dalam satu bulletin berita, tetapi penempatannya berbeda. Hard News disampaikan pada awal penyiaran berita sementara soft news disampaikan di tengah atau bagian akhir sebuah bulletin berita. Perpaduan antara hard news dengan soft news dalam sebuah bulletin berita sangat penting, terutama untuk menurunkan ketegangan setelah menonton atau mendengar hard news.
Universitas Sumatera Utara
3. Berita Penerangan (informational news) Penegrtian dasar dari berita penerangan (informational news) adalah berita yang dikemas berupa penjelasan atau pengumuman pemerintah atau suatu lembaga Negara melaluimedia massa tentang kebijakan baru atau sebuah keputusan penting. Misalnya presiden atau seorang menteri mengumumkan atau menjelaskan keputusan baru pemerintah tentang kenaikan bahan bakar minyak (BBM), penghapusan subsidi, konversi minyak tanah ke bahan bakar gas dan lain sebagainya. Berita mendalam atau indepth news adalah berita yang diolah secara mendalam dengan cara mengembangkan dan melengkapi informasi yang disampaikan dalam berita sebelumnya, atau berdasarkan informasi yang baru namun dikemas secara menarik dan mendalam. Sebuah informasi yang disampaikan kepada khalayak akan jauh lebih menarik apabila informasi yang disampaikan itu dikemas secara baik, manarik dan mendalam.
-
Berdasarkan Cara Pengolahan Berita
1. Berita Linear Berita linear adalah berita yang pengolahannya diangkat dari satu sisi saja, tidak menyertakan informasi terkait lainnya dan tidak mendalam.
2. Berita Singkat Berita singkat atau straight news adalah berita yang langsung menyajikan isi utama atau isi pokok informasi karena harus secepatnya diketahui masyarakat. Karena singkat dan harus segera diketahui khalayak, maka pengolahannya tidak mendalam.
Universitas Sumatera Utara
3. Berita Mendalam (indepth news) Berita mendalam atau indepth news adalah berita yang diolah secara mendalam dengan cara mengembangkan dan melengkapi informasi yang disampaikan dalam berita sebelumnya, atau berdasarkan informasi yang baru namun dikemas secara menarik dan mendalam. Sebuah informasi yang disampaikan kepada khalayak akan jauh lebih menarik apabila informasi yang disampaikan itu dikema secara baik, menarik dan mendalam. Sebuah peristiwa dikatakan berita apabila peristiwa tersebut mempunyai nilai berita. Istilah nilai berita, pertama kali dikemukakan oleh Walter Lippman, tahun 1992, dalam bukunya berjudul “Public Opinion”. Walter Lippman menegaskan bahwa suatu berita memiliki nilai layak, jika didalamnya ada unsur kejelasan (clarity) tentang kejadiannya, ada unsur kejutan (surprise), ada unsur kedekatan (proximity) secara geografis, serta ada dampak (impact) yang ditimbulkan. Nilai berita merupakan unsur dan kriteria yang dijadikan sebagai ukuran terhadap fakta atau pendapat yang layak diajdikan berita untuk disebarluaskan kepada khalayak melalui media massa, baik media massa cetak maupun media massa elektronik. Sebagian ahli komunkasi berpendapat “nilai berita” juga disebut dengan “nilai jurnalistik”. Paling tidak ada 3 ukuran utama dalam menentukan apakah suatu fakta atau pendapat layak dijadikan berita atau tidak, yaitu penting, menarik dan actual. Atau dengan kata lain paling tidak ada 3 nilai utama dalam menentukan apakah suatu fakta atau pendapat pantas diangkat menjadi berita, yaitu: 1. Penting (important) Kata penting disini menagndung dua pengertian, yaitu fakta dan penadapat yang penting atau orang penting atau orang ternama. Keduanya dapat dipertimbangkan untuk dijadikan berita.
Universitas Sumatera Utara
a. Orang penting (important people) Kegiatan dan pernyataan Orang Penting (important people) dan orang ternama atau Prominence (wellknown people) selalu menarik perhatian banyak orang. Oleh karena itu media massa seringkali mengangkatnya menjadi sebuah berita. Orang Penting karena keahliannya. Seorang yang memiliki keahlian tertentu yang menonjol dapat digolongkan sebagai orang penting sehingga kegiatan dan pernyataannya dapat menjadi berita. Misalnya ahli pertambangan, ahli pendidikan, ahli politik dan ahli-ahli lainnya termasuk orang penting. Dalam Oxford Advanced Leaners Dictionary menyebutkan “Expert is a person with special knowledge, skill or training in a particular field” atau “Seoranng ahli adalah orang yang mempunyai pengetahuan, keterampilan dan kepelatihan khusus dalam bidang tertentu”. Karena keahlian yan dimilikinya dan tidak dimiliki oleh semua orang, maka baik kegiatan maupun pendapat seorang ahli mempunyai nilai berita.
b. Peristiwa Penting Dasar pertimbangan media massa tentang penting atau tidaknya suatu peristiwa, secara umum sama, yaitu penting tidaknya bagi khalayak. Peristiwa-peristiwa yang dinilai penting misalnya, pelantikan pejabat, penangkapan koruptor, pengejaran penjahat oleh polisi, bencana alam, kecelakaan lalu lintas, pengumuman pemerintah tentang kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) dan lain-lain.
2. Menarik (interesting) Secara manusiawi apa saja atau siapa saja yang memiliki nilai menarik dapat menimbulkan “rasa ingin tahu” seseorang. Ketertarikan manusia terhadap sesuatu bukan saja karena peristiwa itu baru terjadi dan penting tetapi juga karena:
Universitas Sumatera Utara
a. Sesuatu yang tidak biasanya (unusual) Peristiwa atau sesuatu yang ridak biasanya atau sesuatu yang tergolong aneh akan dapat menarik perhatian khalayak (penonton, pendengar dan pembaca). b. Berkaitan dengan unsur seks (sex) Peristiwa yang berkaitan dengan kebutuhan biologis manusia, seperti kasus pemerkosaan, perselingkuhan, perceraian, pernikahan, pernikahan kedua, ketiga dan seterusnya dapat menjadi sesuat yang menarik perhatian khalayak penonton, pendengar atau pembaca. Informasi seperti ini, oleh media massa di Indonesia dikemas secara menarik dalam berbagai format dan nama acara, seperti KISS di Indosiar, Check & Recheck dan SILET di RCTI, Expose di tvOne, INSERT di TransTV, WasWas di SCTV dan lain sebagainya. c. Pertentangan (conflict) Petentangan atau konflik antar Negara, antar suku atau antar ras dan antar agama dapat menimbulkan rasa ketertarikan khalayak tentang apa yang terjadi, mengapa hal itu bisa terjadi, bagaimana upaya penanganan konflik atau pertentangan itu. d. Semua yang Lucu (humor) Secara umum, sesuatu yang lucu yang membuat orang tertawa atau senang, seperti lawak atau pernyataan atau perbuatan yang terkesan lucu menarik perhatian orang sehingga layak untuk diangkat menjadi bahan siaran atau dapat disebarluaskan melalui media massa. e. Human Interest Segala sesuatu yang memiliki nilai human interest (yang menyentuh rasa insani manusia) dapat menggugah perasaan orang membangkitkan rasa simpati penonton, pendengar atau pembaca.
Universitas Sumatera Utara
f. Kedekatan (proximity) Suatu peristiwa atau suatu pernyataan atau pendapat yang terjadi dekat dengan khalayak, baik dekat secara geografis maupun dekat secara emosional dapat menarik perhatian penonton, pendengar dan pembaca. g. Ketegangan (density) Suatu ketegangan dapat menarik perhatian orang. h. Kemajuan (development) Kemajuan, seperti kemajuan dalam pembangunan, kemajuan dalam hasil penelitian, kemajuan dalam usaha negosiasi dan kemajuan lainnya memiliki unsur menarik yang berarti sehingga layak dijadikan berita.
3. Aktual (actual) Salah satu unsur penting dalam kegiatan jurnalistik, khususnya dalam proses produksi berita adalah “aktualisasi”. Sesuai perrkembangan teknologi informasi saat ini ().
II.5.
PERSEPSI Proses psikologis diasosialisasikan dengan interpretasi dan pemberian makna terhadap
orang atau objek tertentu, dikenal sebagai persepsi. Dengan mengutip Cohen Fisher dikemukakan bahwa persepsi didefenisikan sebagai interpretasi terhadap berbagai sensasi sebagai representasi dari objek-objek eksternal, jadi persepsi adalah pengetahuan tentang apa yang dapat di tangkap oleh panca indera kita. Defenisi ini melibatkan sejumlah karakteristik yang mendasari upaya kita untuk memahami proses antarpribadi. Pertama, suatu tindakan persepsi mensyratkan kehadiran objek eksternal untuk dapat di tangkap oleh indera kita. Dalam hal perspektif terhadap diri pribadi, kehadirannya sebagai objek eksternal mungkin kurang nyata tetapi keberadaannya jelas dapat kita rasakan. Kedua,
Universitas Sumatera Utara
adanya informasi untuk diinterpretasikan. Informasi yang dimaksud disini adalah segala sesuatu yang diperoleh melalui sensasi atau indera yang kita miliki. Karakteristik ketiga menyangkut sifat representative dari penginderaan. Maksudnya, kita dapat mengartikan makna sutau objek secara langsung, karena kita sebenarnya hanya mengartikan makna dari informasi yang kita anggap mewakili objek tersebut. Oleh karenanya, persepsi tidak lebih dari pengetahuan mengenai apa yang tampak sebagai realitas bagi diri kita. Jadi, sebaiknya kita tidak kelewat yakni dengan pengetahuan yang kita peroleh melalui persepsi. Ironisnya pengetahuan yang biasanya paling kita yakini adalah pengetahuan yang diperoleh melalui persepsi kita. Realitas yang kita persepsikan sering kali adalah yang paling jelas, pribadi, penting dan terpercaya bagi kita. Ini merupakan suatu alasan mengapa komunikasi antarpribadi dan hubungan antara manusia sangat sulit “dipahami meskipun sangat mudah diketahui”.
II.5.1. Sifat-Sifat Persepsi Untuk memahami apa yang terjadi ketika orang saling berkomunikasi, kita harus memahami bagaimana orang mengenal diri mereka sendiri dan orang lain. Karena pemahaman tersebut diperoleh melalui proses persepsi, kuta harus mengetahui bagaimana orang mempersepsikan diri mereka sendiri atau orang lain. Ada kalanya kita merasa kesal karena orang lain tidak dapat memahami apa yang kita maksud, sehingga kita akan berpikir bahwa orang tersebut tidak paham ungkapan yang begitu sederhana dan gambling. Hal ini dapat terjadi karena mungkin orang tadi mempersepsikan sesuatu yang kita sendiri bahkan tidak merasa/menyadarinya. Pada dassarnya, letak persepsi adalah pada orang yang mempersepsi, bukan pada suatu ungkapan ataupun objek. Persepsi terjadi di dalam benak individu yang mempersepsi, bukan di dalam objek dan selalu merupakan pengetahuan tentang penampakan. Maka apa yang mudah bagi kita,
Universitas Sumatera Utara
boleh jadi tidak mungkin bagi orang lain, atau apa yang jelas bagi orang lain mungkin terasa membingungkan bagi kita. Dalam konteks inilah kita perlu memahami intrapribadi dari komunikasi antarpribadi denga melihat lebih jauh sifat-sifat persepsi. Pertama, persepsi adalah pengalaman. Untuk mengartikan makna dari seseorang, objek atau peristiwa, kita harus memiliki dasar/basis untuk melakukan interpretasi. Dasar ini biasanya kita temukan pada pengalaman masa lalu kita dengan orang, objek atau peristiwa tersebut, atau dengan hal-hal yang menyerupainya. Tanpa landasan pengalaman sebagai pembandingan tidak mungkin untuk mempretasikan suatu makna, sebab ini akan memabawa kita kepada suatu kebingungan. Kedua, persepsi adalah selektif: ketika mempersepsikan hanya bagian-bagian tertentu dari suatu objek atau orang. Dengan kata lain, kita melakukan seleksi hanya pada karakteristik tertentu dari objek-objek persepsi kita dan mengabaikan yang lain. Dalam hal ini biasanya kita mempersepsikan apa yang kita “inginkan” atas dasar sikap, nilai dan keyakinan tersebut. Ketiga, persepsi adalah penyimpulan. Proses psikologis dari persepsi mencakup penarikan kesimpulan melalui suatu proses induksi secara logis. Interpretasi yang dihasilkan melalui persepsi pada dasarnya adalah penyimpulan atas informasi yang tidak lengkap. Dengan kata lain, mempersepsikan makna adalah melompat kepada suatu kesimpulan yang tidak sepenuhnya didasarkan atas data yang dapat ditangkap oleh panca indera. Sifat ini saling mengisi dengan sifat kedua. Pada sifat kedua persepsi hanya selektif, karena keterbatasan kapasitas otak, maka kita hanya dapat mempersepsi sebagian karakteristik dari objek. Melalui penyimpulan ini kita berusaha untuk mendapatkan gambar yang lebih lengkap mengenai objek yang kita persepsikan atas dasar sebagian karakteristik dari objek tersebut. Keempat, persepsi tidak akurat. Setiap persepsi yang kita lakukan, akan mengandung kesalahan dalam kadar tertentu. Hal ini antara lain disebabkan oleh pengaruh pengalaman
Universitas Sumatera Utara
masa lalu, selektifitas dan penyimpulan. Biasanya ketidakakuratan ini terjadi karena penyimpulan yang terlalu mudah, atau menyamaratakan. Adakalanya persepsi tidak akurat karena orang menganggap sama, sesuatu yang sebenarnya hanya mirip dan semakin tidak akurat persepsinya. Kelima, persepsi adalah evaluatif. Persepsi tidak akan pernah objektif, karena kita melakukan interpretasi berdasarkan pengalaman dan merefleksikan sikap, nilai dan keyakinan pribadi yang digunakan untuk memberi makna pada objek persepsi. Karena persepsi merupakan proses kognitif psikologis yang ada di dalam diri kita, maka bersifat subjektif. Fisher mengemukakan bahwa persepsi bukan hanya merupaka proses intrapribadi tetapi juga sesuatu yang sangat pribadi, dan tidak terhindarkannya keterlibatan pribadi dalam tindak persepsi menyebabkan persepsi sangat subjektif. Suatu hal yang tidak terpisahkan dari interpretasi subjektif adalah proses evaluasi. Rasanya hampir tidak mungkin kita mempretasi suatu objek tanpa mempersepsi balik pula baik atau buruknya objek tersebut. Adalah sangat langka kita dapat mempersepsikan sesuatu secara penuhnya netral.
II.5.2. Beberapa Element Persepsi Kita telah mengetahui bahwa persepsi mensyaratkan adanya tiga hal: orang yang mempersepsi, objek persepsi dan suatu interpretasi atau makna yang merupakan hasil dari suatu persepsi. Untuk memahami apa yang disebut tindak persepsi, apa yang terjadi ketika orang mempersepsi dan apa yang mempengaruhi makna yang dipersepsikan, maka kita perlu mengenal terlebih dahulu elemen-elemen yang terlibat dalam proses persepsi. Elemen pertama adalah sensasi/penginderaan dan interpretasi. Ketika orang menangkap sesuatu melalui inderanya maka secara simultan dia akan menginterpretasikan makna dari hasil penginderaannya. Sebagaimana apa yang terjadi ketika kita mencium
Universitas Sumatera Utara
mawar? Apakah kita pertama kali mendapat sensasi fisik (bau) baru kemudian persepsi psikis (keharuman yang dihubungkan dengan mawar) apakah pertama kali membau dan kemudian membau mawar? Tentunya bukan itu yang terjadi, karena kita mengasosiasikan sensasi kita denga keharuman mawar yang telah kita kenal secara serempak/simultan. Ada ungkapan yang mengatkan bahwa kita cenderung untuk mendengar apa yang kita harapkan untuk didengar dan apa yang kita harapkan untuk dilihat, terlepas dari apa yang “sesungguhnya” kita dengar dan lihat. Harapan yang merupakan elemen kedua dari persepsi, dapat menjadi kekuatan yang sangat berarti dalam mengarahkan persepsi, meskipun adakalanya bertentangan dari rasio. Harapan mempengaruhi persepsi terhadap diri pribadi seperti persepsi terhadap objek lainnya. Kita berharap untuk mendapatkan simpati dari orang yang baru kita kenal dan kita biasanya akan merasa senang apabila orang tersebut memang bersimpati terhadap kita. Artinya, kita berharap bahwa harapan kita akan terpenuhi, maka reaksi pertama kita adalah merasionalkan hal tersebut dan meletakkan kesalahan pada hal-hal yang diluar kendali kita. Misalnya, kita adalah penggemar PSSI dan mengaharapkannya menang dalam kompetisi prapiala dunia. Ketika ternyata PSSI terus kalah, maka reaksi kita adalah bahwa tim kesayangan kita sedang sial, wasit tidak fair, permainan yang kasar dan sejumlah alasan lain. Sementara kita seolah-olah lupa bahwa tim lawan bermain lebih baik. Elemen ketiga adalah bentuk dan latar belakang (figure and ground). Salah satu cara untuk memahami proses persepsi terletak dalam kemampuannya membedakan antara berbagai jenis informasi. Orang yang mempersepsi, membedakan antara berbagai jenis informasi. Orang yang mempersepsi, membedakan antara yang baik dan yang buruk, yang penting dari yang tidak penting, yang relevan dari yang tidak relevan. Dengan kata lain, persepsi mencakup pembedaan antara informasi yang menjadi “figure” dan informasi menjadi “background”.
Universitas Sumatera Utara
Jadi ketika kita mengatakan bahwa persepsi itu selektif, maka bukan hanya berarti bahwa persepsi mengabaikan sejumlah informasi, melainkan juga menunjukkan kemampuan persepsi untuk membedakan antara berbagai jenis informasi. Melalui seleksi terhadap informasi, orang telah membuat informasi tersebut menjadi lebih penting atau relevan dan ini yang disebut dengan “figure”. Orang biasanya ingin meyakini kebenaran persepsinya. Persoalannya adalah bagaimana cara menguji dan menginterpretasikan nilai kebenaran. Cara yang biasa untuk menentukan kevalidan persepsi kita adalah membandingkannya dengan sesuatu. Dengan demikian, perbandingan merupakan elemen keempat dari persepsi. Jika makna yang dipersepsikan konsisten atau mirip dengan kriteria yang digunakan sebagai pembanding (pengalaman masa lalu dan perangka internal seperti sikap, nilai dan keyakinan), maka kita akan menganggapnya valid. Ketika kita menghampiri yang tidak sesuai dengan kriteria pembandingan, maka kita akan mengalami ketidaksesuaian kognitif inkonsistensi tadi sebagai upaya untuk mengatasi kesesuaian psikologis kita. Dari semua pengaruh persepsi kita, konteks kelima dari persepsi mungkin yang paling potensial. Bukan berarti bahwa sistem kognitif kita seperti nilai, sikap dan keyakinan atau harapan kita akan cukup berpengaruh. Tetapi konteks dimana kita menyiapkan suatu objek.
II.6.
Agenda Setting Maxwell McCombs dan Donald L. Shaw adalah orang yang pertama kali
memperkenalkan teori agenda setting ini. Teori ini muncul sekitar tahun 1973 dengan publikasi pertamanya berjudul “The Agenda Setting Function of The Mass Media” Public Opinion Quarterly (Nurudin, 2003:184-188). Ketika diadakan penelitian tentang pemilihan presiden Amerika Serikat pada tahun 1968 ditemukan hubungan yang tinggi antara penekanan berita dan bagaimana berita itu
Universitas Sumatera Utara
dinilai tingkatannya oleh pemilih. Meningkatnya nilai penting suatu topik berita pada media massa menyebabkan meningkatnya nilai penting topik tersebut bagi khalayaknya. Asumsi ini berhasil lolos dari keraguan para peneliti komunikasi massa karena asumsi ini menyangkut pemahaman (learning), bukan perubahan sikap atau perubahan opini. Secara singkat teori penyusunan agenda ini mengatakan media (khususnya media berita) tidak selalu berhasil memberitahu apa yang kita pikir, tetapi media tersebut benarbenar berhasil memberitahu kita berpikir tentang apa. Media massa selalu mengarahkan pada kita apa yang harus kita lakukan. Media memberikan agenda-agenda lewat pemberitaannya, sedangkan masyarakat akan mengikutinya. Menurut asumsi teori ini media punya kemampuan untuk menyeleksi dan mengarahkan perhatian masyarakat pada gagasan atau peristiwa tertentu. Media mengatakan pada kita apa yang penting dan apa yang tidak penting. Media pun mengatur apa yang harus kita lihat atau tokoh siapa yang harus kita dukung. Dengan kata lain, agenda media akan menjadi agenda masyarakatnya. Jika agenda media adalah pemberitaan tentang operasi pemulihan keamanan di Aceh untuk menumpas Gerakan Aceh Merdeka (GAM), maka agenda atau pembicaraan masyrakat juga sama seperti yang diagendakan oleh media tersebut. Ini berarti, jika pemberitaan media massa tentang kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang kontroversial, yang menjadi bahan pembicaraan masyarakat juga tentang kenaikan harga BBM itu. Jika media selalu mengarahkan untuk mendukung tokoh politik tertentu, bukan tidak mustahil khalayak akan ikut terpengaruh mendukung tokoh tertentu yang didukung media massa tersebut. Jika media mendukung kemerdekaan Timor-Timur (lepas dari Indonesia), sangat mungkin masyarakat akan mendukung gerakan kemerdekaan Timor-Timur. Coba Anda perhatikan hal-hal yang kita anggap penting untuk dibicarakan dalam pertemmuan antar pribadi. Hal-hal itu pulalah yang juga menjadi pusat perhatian media. Memang, kita dapat mengatakan bahwa tidak ada peristiwa penting dapat terjadi tanpa
Universitas Sumatera Utara
liputan media. Jika memang media tidak meliputnya, maka itu berarti tidak penting. Tetapi apakah media memusatkan perhatian hanya pada suatu peristiwa karena itu memang benarbenar penting atauperhatiana medialah yang membuat peristiwa itu penting? Sebenarnya, media mengarahkan kita untuk memusatkan perhatian pada subjek tertentu yang diberitakan media. Ini artinya, media menentukan agenda kita. Mengikuti pendapat Chaffe dan Berger (1997) ada beberapa catatan yang perlu dikemukakan untuk memperjelas teori ini: 1. Teori itu mempunyai kekuatan penjelas untuk menerangkan mengapa orang-orang samasama menganggap penting suatu isu. 2. Teori itu mempunyai kekuatan mempredikasikan bahwa jika orang-orang mengekspos pada satu media yang sama, mereka akan merasa isu yang sama tersebut penting. 3. Teori itu dapat dibuktikan salah jika orang-orang tidak mengekspos media yang sama maka mereka tidak akan punya kesamaan bahwa isu media itu penting.
Sedangkan Stephen W. Littlejohn (1992) mengatakan, agenda setting ini beroperasi dalam 3 bagian: 1. Agenda media itu sendiri harus diformat. Proses ini akan memunculkan masalah bagaimana agenda media itu terjadi pada waktu pertama kali. 2. Agenda media dalam banyak hal mempengaruhi atau berinteraksi dengan agenda publik atau kepentingan isu tertentu bagi publik. Pernyataan ini memunculkan pertanyaan, seberapa besar kekuatan media mampu mempengaruhi agenda publik dan bagaimana publik itu melakukannya? 3. Agenda publik mempengaruhi atau berinteraksi ke dalam agenda kebijakan. Agenda kebijakan adalah pembuatan kebijakan publik yang dianggap penting bagi individu.
Universitas Sumatera Utara
Dengan demikian, agenda setting ini memprediksikan bahwa agenda media mempengaruhi agenda publik, sementara agenda publik itu sendiri akhirnya mempengaruhi agenda kebijakan. Untuk lebih memperjelas tentang tiga agenda (agenda media, agenda khalayak dan agenda kebijakan) dalam teori agenda setting ini ada beberapa dimensi yang berkaitan seperti yang dikemukakan oleh Mannheim (Severin dan Tankard, Jr:1992) sebagai berikut: 1. Untuk Agenda Media, dimensi-dimensi: d) visibility (visibilitas) yaitu jumlah dan tingkat menonjolnya berita. e) audience salience (tingkat menonjol bagi khalayak) yaitu relevansi isi berita dengan kebutuhan khalayak. f) valence (valensi) yaitu menyenangkan atau tidak menyenangkan cara pemberitaan bagi suatu peristiwa.
2. Untuk Agenda Khalayak, dimensi-dimensi: d) familiarity (keakraban) yaitu derajat kesadaran khalayak akan topik tertentu. e) personal salience (penonjolan pribadi) yaitu relevansi kepentingan dengan ciri pribadi. f) favorability (kesenangan) yaitu pertimbangan senang atau tidak senang terhadap topik berita.
3. Agenda Kebijaksanaan, dimensi-dimensi: d) support (dukungan) yaitu kegiatan menyenangkan bagi posisi suatu berita tertentu. e) likekihood of action (kemungkinan kegiatan) yaitu kemungkinan pemerintah melaksanakan apa yang diibaratkan.
Universitas Sumatera Utara
f) freedom of action (kebebasan bertindak) yaitu nilai kegiatan yang mungkin dilakukan pemerintah (Nurudin, 2003: 184).
Universitas Sumatera Utara